TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 9113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Pada triwulan II 214, ekonomi Sulsel tetap mampu tumbuh tinggi sebesar 7,34% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan I 214 yang tumbuh 8,1% (yoy). Kinerja perekonomian Sulsel tersebut searah dengan perekonomian nasional dan beberapa daerah lain yang juga tumbuh melambat. Penurunan kinerja sektor pertambangan dan kelompok sektor tersier menjadi penyebab menurunnya laju pertumbuhan ekonomi Sulsel. Pengaturan ekspor mineral mentah secara langsung menurunkan kinerja ekspor pertambangan Sulsel meskipun tidak sedalam yang terjadi pada provinsi lain di wilayah KTI. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tersebut, disisi lain masih mandapat tantangan berupa meningkatnya jumlah penduduk miskin serta relatif tetapnya tingkat ketimpangan pendapatan di masyarakat. Perkembangan harga di Sulsel pada triwulan laporan masih pada level yang relatif stabil yaitu 5,92%. Prestasi tersebut sebagai hasil dari terkendalinya keseimbangan antara pasokan dan permintaan kebutuhan pokok masyarakat, yang antara lain disumbang oleh peran TPID Sulsel dengan pihak yang terkait baik dalam koordinasi maupun penguatan kelembagaan. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Makassar, 15 Agustus 214 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I - Sulampua Suhaedi Direktur Eksekutif KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. iv KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PERMINTAAN SISI PENAWARAN KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INFLASI DAERAH INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN KONDISI UMUM PERBANKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG TUNAI 51 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 v

6 DAFTAR ISI 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI PROSPEK PEREKONOMIAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI 63 LAMPIRAN 67 DAFTAR BOKS BOKS 1.A. KINERJA EKSPOR INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO 22 BOKS 2.A. PENINGKATAN INTENSITAS KOORDINASI TPID SE-SULSEL 38 BOKS 2.B. MENGURAI PERMASALAHAN LOGISTIK: ISU MENDASAR WILAYAH INDONESIA TIMUR 39 vi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II 214 tumbuh melambat. Pada triwulan II 214, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,34% (yoy), di bawah triwulan I 214 (8,1). Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional triwulan II 214 sebesar 5,12% (yoy). Sementara tekanan inflasi tercatat stabil di triwulan laporan, sebesar 5,92% (yoy), relatif sama dengan triwulan I 214. Stabilnya inflasi didorong oleh seimbangnya antara pasokan dan permintaan, disertai koordinasi yang optimal. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator perbankan masih dalam tendensi yang melambat, namun tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mampu tumbuh cukup tinggi. Ke depan, tantangan dalam peningkatan produktivitas sektor utama harus diatasi, untuk menjaga tingkat pertumbuhan yang berkualitas. Beberapa faktor risiko tekanan inflasi harus diwaspadai, antara lain ekspektasi masyarakat menghadapi hari besar keagamaan, kenaikan administered price, dan gejala el-nino. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Konsumsi, investasi, dan ekspor melemah, terkait menurunnya kinerja sektor utama. Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan II 214 mengalami perlambatan, didorong turunnya kinerja sektor tambang dan kelompok sektor tersier non perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,34% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 8,1% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan yang terjadi disebabkan oleh melemahnya kinerja di hampir seluruh komponen. Dari sisi penawaran atau produksi, perlambatan terjadi pada sektor pertambangan dan kelompok sektor tersier (kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR)). Melemahnya sektor-sektor ekonomi utama tersebut, berdampak pada melemahnya tingkat pendapatan masyarakat serta deselerasi ekspor. Konsumsi pemerintah yang masih rendah juga turut memengaruhi kinerja subsektor jasa pemerintah. Keuangan Pemerintah APBD: peningkatan belanja tidak dibarengi kenaikan pendapatan. Persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel semester I 214 meningkat dibanding semester I 213. Sementara dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah menurun dari periode yang sama tahun 213. Namun demikian, persentase realisasi belanja maupun pendapatan cenderung masih di bawah 5%. Realisasi belanja pegawai cenderung lebih tinggi daripada penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal). Dari sisi pendapatan, realisasi pendapatan daerah masih mengandalkan pajak kendaraan. Untuk meningkatkan pencapaian pendapatan, Pemerintah Provinsi meningkatkan pelayanan dengan menambah kantor dan optimalisasi pajak kendaraan bermotor. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF Inflasi Daerah Inflasi Sulsel triwulan II 214 stabil, antara lain karena peran TPID. Pada triwulan II 214, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,92% (yoy), relatif sama dengan inflasi triwulan I 214. Meskipun tetap ada gangguan produksi ikan dan naiknya tingkat permintaan beberapa komoditas utama, namun koordinasi antar pihak mampu meredam tekanan harga. Pasokan ikan yang terganggu karena kendala cuaca yang tidak menentu serta arah angin yang kurang menguntungkan menyebabkan inflasi pada komoditas bahan makanan. Bahkan permintaan meningkat selama triwulan II 214, dengan banyaknya kegiatan masyarakat menjelang Ramadhan. Meskipun demikian, terkendalinya inflasi pada skala tertentu tidak terlepas dari kontribusi TPID. Kelembagaan TPID bertambah jumlahnya, seiring terbentuknya TPID kabupaten/kota, dengan kegiatan koordinasi yang semakin intensif. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan melambat, namun risiko masih dalam batas aman. Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan II 214 melambat, namun dengan risiko yang tetap terkendali. Kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan II 214 menjadi sebesar 129,21% dari triwulan sebelumnya (13,45%). Kredit konsumsi dan investasi melambat, namun kredit modal kerja masih terakselerasi. Sementara penghimpunan giro dan deposito masih meningkat, mendorong akselerasi penghimpunan DPK. Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio Non Performing Loans (NPLs) bank umum masih berada pada level aman, antara lain pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM. Namun demikian, perlu ada perhatian khusus pada kualitas kredit yang disalurkan bagi korporasi pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh pertumbuhan aset bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Masih relative tingginya pertumbuhan ekonomi tercermin pada volume RTGS. Perkembangan perputaran uang dalam RTGS menunjukkan peningkatan pada triwulan II 214. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI- RTGS) tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan, setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transasksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih turun. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan II 214. Meski masih mengalami net inflow, aliran uang yang ditarik mulai menunjukkan peningkatan seiring akan dimulainya Ramadhan dan persiapan Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga awal triwulan mendatang. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang, sebagai upaya implementasi kebijakan clean money policy. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,8% (Sakernas Februari 214) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya 5,83% (Februari 213). Selain itu, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan I 214 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 214 meningkat dibanding September 213 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 214 tercatat melambat dibandingkan dengan September 213 yang disebabkan oleh penurunan inflasi Maret KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

9 RINGKASAN EKSEKUTIF Prospek Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 214, akan kembali meningkat dengan tingkat inflasi yang terkendali. Perekonomian Sulsel pada triwulan III 214 dan untuk keseluruhan tahun 214, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,1% - 8,1% (yoy) dan 7,% - 8,% (yoy). Pencapaian tersebut akan tetap lebih baik jika dibandingkan dengan ekonomi nasional. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) yang tetap kuat. Sementara itu, kegiatan ekspor diperkirakan masih akan tertekan oleh pelemahan permintaan luar negeri. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sektor pertanian diperkirakan melambat, karena curah hujan yang cenderung lebih rendah, dan keterbatasan produksi perkebunan. Tekanan harga hingga triwulan III 214 dan akhir tahun 214 diprakirakan tetap terkendali, dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Masih kuatnya permintaan masyarakat saat Ramadhan/Idul Fitri direspons dengan ketersediaan dan produksi yang mencukupi. Di sisi lain, peningkatan ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan, akan direspons ekspektasi pedagang dengan relatif stabil. Meskipun sepanjang tahun 214 akan terjadi penyesuaian tarif, namun dampaknya tidak sebesar kenaikan harga BBM subsidi di 213. Sementara prediksi terjadinya el-nino perlu direspons dengan melalui penyediaan saprodi, atau Sekolah Lapang Iklim (SLI). KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 3

10 RINGKASAN EKSEKUTIF HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 4 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

11 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR I II III IV I II III IV I II MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan () - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) 14,142 15,57 15,545 14,974 15,34 15,995 16,828 6,936 16,53 1. Pertanian 3,787 4,95 4,321 3,329 3,831 4,59 4,491 3,765 4,243 4,51 2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,91 1,29 1,123 1,181 1,23 1,153 1,14 1, Industri Pengolahan 1,948 1,99 2,33 2,79 2,18 2,187 2,21 2,199 2,238 2, Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi/Bangunan ,22 1, ,3 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,59 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,22 3,29 3, Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,52 1,553 1,544 1,613 1,66 1,663 1,642 1, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,24 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,48 1,472 1, Jasa-jasa 1,46 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,64 1,636 1,594 1,622 PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) 14,142 15,57 15,545 14,974 15,34 15,995 16,828 16,157 16,53 1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 1,142 1,136 1,336 1,675 1,852 1,777 1, Investasi 4,7 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,52 4,25 4, Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 6,98 6, Impor 4,269 4,83 4,655 4,713 4,82 5,128 4,339 4,923 4,371 5,74 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB () Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 27 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar * 213* 214** 14,142 15,57 15,545 14,974 15,34 15,995 16,828 16,157 16,53 17, (15.43) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 5

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI KC/KCP) INDIKATOR **** I II III IV I II III IV I II BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,37 8,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 45,734 48,24 49,917 53,717 52,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 Tabungan 25,4 27,26 28,545 31,466 29,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 Deposito 13,259 13,536 14,115 14,97 15,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 - Modal Kerja 2,516 22,85 22,385 25,56 25,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 - Investasi 1,25 1,588 1,997 11,38 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 - Konsumsi 24,44 25,597 27,77 29,335 3,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 LDR % % % % 13.72% % 13.78% % 13.45% % Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 54,585 59,35 61,9 66,221 68,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 - Pertanian 96 1,128 1,171 1,215 1,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 - Pertambangan Industri pengolahan 3,468 3,94 4,8 5,25 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 2,65 2,448 2,582 2,674 2,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 - Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,27 19,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 - Pengangkutan 1,744 1,73 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 - Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,15 3,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 - Jasa Sosial Masyarakat 1,57 1,485 1,372 1,44 1,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 - Lain-lain 26,7 27,45 28,781 3,684 31,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 Kredit UMKM (Rp Miliar) 18,349 19,582 18,24 2,27 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 Kredit Mikro* (Rp Miliar) 3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,26 - Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,26 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,67 - Investasi Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 8,932 8,933 8,433 8,938 9,29 9,819 9,877 1,37 1,123 9,821 - Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,76 5,678 6,492 5,624 5,75 5,862 6,16 - Investasi 3,369 3,85 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 3,715 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 5,884 6,71 6,18 7,66 8,534 1,132 9,932 1,148 1,52 11,34 - Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,25 6,872 7,278 7,79 8,16 - Investasi 1,125 1,232 1,347 2,16 2,349 2,927 3,6 2,87 2,972 3,198 - Konsumsi NPL Total gross (%) NPL UMKM gross (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3.5% 3.8% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.77% 3,377 3,689 3,977 4,524 4,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 DPK (Rp Miliar) 1,578 1,635 1,817 2,63 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 Giro Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 2,759 2,953 3,76 3,52 3,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 - Modal Kerja Investasi Konsumsi 1,887 2,96 2,192 2,544 2,868 3,17 3,255 3,34 3,282 3,423 FDR 174.8% 18.63% % % 181.4% % % % 162.4% 174.2% Catatan: * (<Rp5 juta) ** (Rp5 < X < Rp5 juta) *** (Rp5 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 6 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. SISTEM PEMBAYARAN I II III IV I II III IV I II KAS Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,2 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,2 4,41 3,236 4,872 4,75 5,299 4,69 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 1,86 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,31 4,159 2,343 3,826 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 11,54 15,473 15,421 19,88 14,448 17,42 18,77 2,54 15,66 21,374 To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 4,648 32,767 36,12 37,614 41,48 27,887 33,669 From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,49 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 1,139 9,737 9,976 1,239 1,67 9,483 9,616 Volume Kliring* (Lembar) 281, ,76 285, , ,3 285,559 28,922 29,332 26,69 266,25 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) , Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,15 4,567 36,457 34,774 37,895 41,13 29,191 28,625 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,87 8,887 9,534 9,18 9,4 9,365 9,62 8,89 8,978 Volume Kliring Debet (Lembar) 244, 245,6 246,51 254, ,573 25, ,27 249,22 23, ,4 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,89 3,96 4,35 4,126 4,18 4,5 4,19 3,848 3,957 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,13 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,92 6,659 7,114 7,119 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,33 6,2 5,94 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara *** 214*** KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 7

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 8 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

15 1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan II 214 mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 7,34% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 8,1% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan yang terjadi disebabkan oleh melemahnya kinerja di hampir seluruh komponen. Dari sisi sektoral, perlambatan terjadi pada sektor pertambangan dan sektor tersier (kecuali sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR)). Perlambatan pada sektor ekonomi tersebut dinilai telah berdampak pada melemahnya tingkat pendapatan masyarakat sedangkan sektor pertambangan yang mengalami penurunan menyebabkan deselerasi pada komponen ekspor. Konsumsi pemerintah yang masih rendah turut memengaruhi perlambatan kinerja subsektor jasa pemerintah. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214 9

16 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pada triwulan II 214, perekonomian Sulsel tumbuh lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,34% (yoy) setelah sebelumnya tercatat 8,1% (yoy). Meski melambat, pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 5,12% (yoy). Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II biasanya tumbuh positif secara triwulanan, yaitu sebesar 3,87% (qtq) (Grafik 1.1). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel, dari sisi permintaan, disebabkan oleh perkembangan konsumsi, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), serta ekspor. Terkait hal tersebut, dari sisi penawaran, kinerja sektor pertambangan dan penggalian serta sektor tersier menjadi sumber perlambatan pertumbuhan ekonomi (2) (4) (6) % yoy Nasional qtq Sulsel yoy Sulsel 211* 212* 213** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 1.2. Sisi Permintaan Dari sisi permintaan atau pengeluaran, melambatnya perekonomian Sulsel pada triwulan II 214 terutama didorong oleh perlambatan hampir di semua komponen yang ada. Melemahnya konsumsi disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan baik dari konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Sementara itu, investasi, yang ditunjukkan oleh indikator PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto), masih tumbuh positif walaupun tidak sekuat triwulan sebelumnya. Secara total Investasi, kontraksi yang cukup dalam pada triwulan I sudah mulai terkoreksi oleh penambahan inventory sehingga kontraksinya mulai mereda pada triwulan laporan. Komponen ekspor, terkait dengan sektor pertambangan, pertumbuhannya juga memperlihatkan penurunan, tidak sekuat pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2). Pertumbuhan Komponen Penggunaan () Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran 212* 213** 214** 212* 213** I II III IV I II III IV I II PDRB Konsumsi Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB Ekspor Impor Keterangan: - Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga - PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto - Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori 1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

17 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (5) (1) (15) (2) (25) % Investasi Konsumsi Ekspor Impor Pertumbuhan PDRB 211* 212* 213** 214** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran Konsumsi Kegiatan konsumsi sedikit mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan II 214 dibandingkan dengan triwulan I 214. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 6,8% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya (6,32). Tingkat penurunan konsumsi rumah tangga masih berada pada kisaran rata-rata pertumbuhannya dalam beberapa periode terakhir. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami perlambatan yang pada akhirnya memengaruhi kinerja konsumsi secara total. Pada triwulan II 214, konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat seiring menurunnya tingkat pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor ekonomi yang melambat. Konsumsi rumah tangga (termasuk nirlaba) tercatat tumbuh sebesar 6,47% (yoy) setelah tumbuh 6,74% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan yang terjadi dipengaruhi oleh penurunan kinerja sektor pertambangan serta melambatnya pertumbuhan di sektor angkutan dan komunikasi maupun sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Hal tersebut membuat tingkat pendapatan masyarakat tidak sebaik triwulan sebelumnya. Meski demikian, aktivitas konsumsi pada triwulan laporan dinilai masih cukup kuat seiring stimulus belanja karena adanya hari besar keagamaan, musim liburan dan tahun ajaran baru di akhir periode, dan penyelenggaraan pemilu. Keyakinan konsumen masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik sedangkan penjualan eceran belum mengalami peningkatan yang berarti. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada April 214 menurun dibandingkan akhir triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Namun demikian, pada bulan Mei dan Juni 214, IKK kembali menunjukkan peningkatan. Selanjutnya, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena penurunan penjualan pada kelompok suku cadang dan perlengkapan rumah tangga (Grafik 1.4). Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi masih berada dalam tren yang melambat (Grafik 1.5) IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) IKK Makassar Indeks Indeks Penjualan Eceran gindeks - Skala Kanan Indeks (1) (2) (3) (4) I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 214 dibandingkan triwulan I 214. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 4,55% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,69% (yoy). Realisasi penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum optimal membuat konsumsi pemerintah tidak mengalami percepatan pertumbuhan. Penyerapan anggaran yang berada di bawah target dipengaruhi juga oleh efisiensi anggaran yang dilakukan SKPD, sehingga nilai giro milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang tersimpan di BPD masih relatif tinggi. Rekening giro milik Pemerintah Daerah (Pemda) mencatat peningkatan sebesar Rp,96 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, giro pemerintah daerah mencatat peningkatan sebesar Rp,3 triliun saja (Grafik 1.6) Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - Skala Kanan Rp Triliun Giro Pemerintah Daerah Rp Triliun Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah Investasi Pada triwulan II 214, investasi yang dihitung dari PMTB tetap tumbuh cukup tinggi namun lebih rendah dari triwulan I 214. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya, dari 11,48% (yoy) menjadi 8,39% (yoy). Hal ini sejalan dengan masih terjadinya kontraksi realisasi penanaman modal asing (PMA) di Sulsel (-19,83) yang pada triwulan laporan tercatat senilai USD121,4 juta (Grafik 1.7). Adapun kinerja penanaman modal yang berasal dari dalam negeri (PMDN) turun pada triwulan II 214. Setelah tumbuh tinggi pada triwulan I 214, PMDN mengalami penurunan sebesar -48,5% (yoy) dengan nilai proyek sebesar Rp189,29 miliar. Pertumbuhan investasi yang masih cukup baik didukung oleh tetap maraknya proyek pembangunan di Sulsel, baik milik swasta maupun gabungan. Pembangunan properti seperti perumahan, ruko, hotel, dan apartemen, tetap berlangsung, terutama lanjutan dari periode sebelumnya. Beberapa proyek lain di sektor riil juga direalisasikan pada triwulan berjalan, antara lain di industri pengolahan minyak, industri pengolahan gas, industri pengolahan makanan (khususnya pengolahan kakao), dan proyek pembangkit listrik di Sengkang. Adapun proyek pemerintah diperkirakan belum terealisasi dengan optimal seiring belanja modal yang relatif masih sangat kecil Total PMA gtotal PMA - Skala Kanan US$ Juta 12, 1, 8, 6, 4, 2, (2,) Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan Rp Triliun (1) Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Grafik 1.7. Realisasi Penanaman Modal Asing Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi 1 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

19 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Perlambatan PMTB pada triwulan II 214 sejalan dengan melemahnya kinerja beberapa indikator kegiatan investasi. Penyaluran kredit yang digunakan untuk investasi mengalami perlambatan yang cukup dalam pada triwulan laporan. Tren perlambatan penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 213 (Grafik 1.8). Perlambatan kinerja PMTB juga dikonfirmasi oleh realisasi pengadaan semen. Pada triwulan laporan, pertumbuhan realisasi pengadaan semen di Sulsel tercatat tidak setinggi triwulan sebelumnya (Grafik 1.9) Realisasi Pengadaan grealisasi - Skala Kanan Ribu Ton (5) (5) Posisi Stok Perubahan Stok gperubahan Stok - Skala Kanan US$ Juta 2,5 2, 1,5 1, 5 (5) (1,) (1,5) (2,) (2,5) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Grafik 1.9. Realisasi Pengadaan Semen Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.1. Perubahan Stok Produsen Nikel Di sisi lain, kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami perbaikan pada triwulan II 214. Kontraksi pada triwulan I 214 tercatat sebesar -13,74% (yoy) yang kemudian menjadi lebih tipis sebesar -3,1% pada triwulan laporan (yoy). Perbaikan ini disebabkan oleh komponen perubahan stok yang kontraksinya tidak sedalam triwulan sebelumnya. Indikasi ini terlihat juga dari perubahan stok salah satu perusahaan terbuka di Sulsel yang mampu tumbuh pada triwulan II 214 setelah mengalami kontraksi pada triwulan I 214 (Grafik 1.1) Ekspor dan Impor Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan II 214 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya seiring melemahnya kinerja ekspor. Kenaikan impor pada triwulan laporan yang lebih besar dibandingkan peningkatan ekspor membuat surplus neraca perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) menjadi lebih kecil dibandingkan triwulan I 214. Surplus pada triwulan II 214 berlawanan dengan kondisi pada triwulan yang sama tahun 213 ketika terjadi defisit neraca perdagangan (Grafik 1.11). Neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12) juga tercatat mengalami surplus. Pada triwulan laporan, peningkatan nilai ekspor luar negeri nonmigas Sulsel tercatat lebih besar dari impor luar negeri nonmigas. Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan 1, 2,5 Rp Miliar Rp Miliar 8, 6, 2, 4, 1,5 2, 1, (2,) 5 (4,) (6,) (2) (4) (6) US$ Juta Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan US$ Juta (1) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih PDRB Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Pada triwulan II 214, komponen ekspor mampu tumbuh tinggi walaupun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 11,56% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I 214 (14,6%, yoy). Deselerasi kinerja ekspor dinilai merupakan dampak dari melemahnya kinerja baik ekspor ke luar negeri maupun antar daerah yang tercermin dari pertumbuhan volume ekspor nonmigas serta barang yang dimuat di pelabuhan Makassar yang tidak tumbuh sebaik capaian sebelumnya (Grafik 1.13 dan Grafik 1.14). KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Volume Ekspor Luar Negeri gvolume Ekspor gnilai Ekspor Ribu Ton (5) (1) 1,6 1,4 1,2 1, Volume Muat Barang Dalam Negeri gvolume Muat - Skala Kanan Ribu Ton %; yoy (1) (2) (3) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Nonmigas Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dimuat Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mengalami perlambatan pada triwulan II 214. Ekspor rumput laut, nickel-matte, komoditas pertambangan, serta kayu olahan tumbuh lebih rendah dari triwulan I 214 (Grafik 1.15). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang melambat (Amerika Serikat dan Zona Eropa) serta mengalami kontraksi (Jepang dan Korea Selatan) (Grafik 1.16). Penopang kegiatan ekspor adalah peningkatan pada ekspor hasil perkebunan dan perikanan selain rumput laut (2) (4) (6) Rumput Laut Nikel Matte Kayu Olahan Pertambangan - Skala Kanan (5) (1) (15) I II III IV I II III IV I II Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan Indeks Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Sumber: Bloomberg Grafik Purchasing Managers Index Impor masih mengalami kontraksi pada triwulan II 214 walaupun pada tingkat yang lebih rendah dan kontraksi tersebut terjadi baik untuk impor barang dari luar negeri maupun dari daerah lain (antar-daerah). Pada triwulan laporan, impor terkontraksi sebesar -1,6% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang turun hingga -9,32% (yoy). Masih turunnya impor dikonfirmasi oleh indikator impor antar daerah yaitu volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang mengalami kontraksi meski tidak sedalam triwulan I 214 (Grafik 1.17). Sebaliknya, volume barang yang diimpor dari luar negeri tidak mampu tumbuh di atas triwulan sebelumnya (Grafik 1.18). Namun demikian, faktor hargaharga internasional barang impor yang relatif terjaga dinilai membuat total nilai barang yang diimpor tidak mengalami penurunan yang drastis dibandingkan dengan triwulan I , 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Ribu Ton gvolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy (1) (2) (3) (4) Volume Impor Luar Negeri gvolume Impor gnilai Impor Ribu Ton (2) (4) (6) (8) Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik Volume Barang yang Dibongkar Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Impor Nonmigas 14 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Pada triwulan II 214, struktur ekspor maupun impor Sulsel relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan bagi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.2)..83% Pangsa Triwulan II %.21% Pangsa Triwulan II 214 Komoditas Pertanian: US$11.83 Juta 42.75% Barang Modal: US$4.22 Juta Komoditas Industri: US$ Juta 57.4% Bahan Baku: US$53.66 Juta 77.3% Komoditas Pertambangan: US$3.83 Juta Barang Konsumsi: US$.2 Juta Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.2. Pangsa Impor Menurut Kategori Nikel matte masih merupakan komoditas dominan dalam struktur ekspor, sedangkan gabungan hasil industri lainnya menggantikan gandum sebagai komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan II 214, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 58,55% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.2). Selanjutnya, ganggang laut (rumput laut) dan coklat olahan menjadi komoditas dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 7,81% dan 7,62%. Untuk impor luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 26,64% pada triwulan II 214 dan berada pada urutan kedua setelah impor industri lainnya yang memiliki pangsa 28,54%. Setelah gandum, makanan ternak mengambil pangsa impor terbesar yaitu 22,59% (Tabel 1.3). Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor Komoditas Triwulan II 214 Pangsa (%) (US$ Juta) Nikel Matte Ganggang Laut Sumber: Bea Cukai, diolah Biji Coklat Coklat Olahan Udang Segar/Beku Ikan Olahan Kayu Lapis Buah/Sayur Olahan Hasil Industri Lainnya Ikan Tangkap Lainnya Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor Komoditas Triwulan II 214 Pangsa (%) (US$ Juta) Hasil Industri Lainnya Sumber: Bea Cukai, diolah Gandum Makanan Ternak Lainnya Besi/Baja Produk Keramik Biji Coklat Coklat Olahan Alat Listrik Pupuk Kertas dan Barang dari Kertas Sisi Penawaran Dari sisi penawaran atau produksi, perlambatan ekonomi Sulsel dipengaruhi oleh penurunan kinerja pada sektor pertambangan dan kelompok sektor tersier. Sektor tersier yang dimaksud mencakup sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, serta sektor jasa-jasa (Tabel 1.4). Sementara itu, kinerja Sektor Pertambangan pada triwulan laporan berbeda dengan kinerja pada triwulan I 214 yang masih memberikan sumbangan positif, (Grafik 1.21). Untuk sektor ekonomi utama yang lain seperti sektor pertanian, sektor industri pengolahan, serta sektor PHR memperlihatkan pertumbuhan yang lebih kuat dibandingkan triwulan sebelumnya. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Pertumbuhan Sektor Ekonomi () Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi 212* 213** 214** 212* 213** I II III IV I II III IV I II PDRB Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan Jasa-jasa Keterangan: - Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan 1 8 % Pertanian Industri PHR Sektor Lainnya PDRB (2) 211* 212* 213** 214** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi Sektor Pertanian Pada triwulan II 214, sektor pertanian mengalami sedikit peningkatan seiring peningkatan produksi di sektor perkebunan dan sektor perikanan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,89% (yoy), sedikit lebih tinggi dari triwulan I 214 yang tercatat sebesar 1,76% (yoy). Subsektor perkebunan, dalam hal ini komoditas kakao, menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akselerasi. Produksi biji kakao, di Sulawesi pada umumnya dan di Sulsel pada khususnya, dinilai mengalami peningkatan seiring datangnya musim panen tanaman kakao. Hal tersebut membuat kondisi pasokan terjaga di tengah peningkatan permintaan biji kakao dari perusahaan pengolahan kakao yang meningkatkan kapasitas produksinya untuk mengakomodasi naiknya permintaan dari Tiongkok. 2 Volume ekspor kakao juga menunjukkan peningkatan dengan tren harga yang meningkat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23). Percepatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan yang didukung oleh kondusifnya aktivitas penangkapan dan budidaya ikan pada triwulan II 214. Membaiknya kinerja subsektor ini terlihat dari perkembangan volume ekspor udang segar dan aneka ikan yang mencatatkan perbaikan kinerja (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Hal ini dinilai merupakan dampak dari kondisi cuaca yang lebih baik dari triwulan I 214. Panen dari perikanan budidaya, khususnya komoditas udang menunjukkan akselerasi seiring program pengembangan potensi kelautan di Sulsel. Selain itu, harga komoditas perikanan sedang berada pada kondisi yang baik sehingga menjadi insentif produksi apalagi dengan meningkatnya permintaan dari mitra dagang di Eropa. Hal ini terjadi seiring penurunan pasokan dari Vietnam dan India karena ganguan penyakit (virus) pada perikanan budidaya mereka 3. 2 Hasil liaison kepada eksportir coklat olahan, triwulan II Hasil liaison kepada eksportir aneka komoditas perikanan, triwulan II KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

23 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Ekspor Biji Coklat gekspor - Skala Kanan Ribu Ton I II III IV I II III IV I II (2) (4) (6) (8) US$/kg Harga Internasional Kakao gharga - Skala Kanan (1) (2) (3) (4) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Biji Coklat Sumber: World Bank Grafik Harga Internasional Kakao Ekspor Udang Segar/Beku gekspor - Skala Kanan Ekspor Aneka Ikan gekspor - Skala Kanan Ribu Ton I II III IV I II III IV I II (1) (2) (3) Ribu Ton I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) (2) (25) (3) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Udang Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Aneka Ikan Sektor Pertambangan dan Penggalian Penerapan UU Minerba ternyata memengaruhi kinerja sektor pertambangan Sulsel pada triwulan II 214 yang mencatat pertumbuhan negatif (kontraksi). Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini menurun sebesar -3,41% (yoy) setelah tumbuh sebesar 1,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh produksi nikel yang menurun seiring implementasi UU Minerba 4. Hal ini terkonfirmasi dari arah pertumbuhan ekspor komoditas pertambangan yang kontraksinya semakin besar pada triwulan II 214 di tengah tren harga nikel yang masih meningkat hingga triwulan laporan (Grafik 1.26). Sementara itu, terlihat bahwa harga internasional beberapa komoditas tambang yang lain seperti timah, timah hitam, dan seng tidak banyak mengalami perubahan (Grafik 1.27) Ekspor Pertambangan gekspor - Skala Kanan Ribu Ton I II III IV I II III IV I II (5) (1) (15) Nikel Timah Seng - Skala Kanan Timah Hitam - Skala Kanan 35, US$/metrik ton US$/metrik ton 3,5 3, 3, 25, 2,5 2, 2, 1,5 15, 1, 1, 5 5, Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik Volume Ekspor Pertambangan Sumber: World Bank Grafik Harga Komoditas Tambang 4 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Agustus 214 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan II 214 seiring penguatan pada industri mikro dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 7,79% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 6,17% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh tetap membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) pada triwulan laporan. Adapun industri besar dan sedang (IBS) yang sebelumnya tumbuh melambat mampu mencatat akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.28). Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan beberapa subsektor industri. Pada triwulan laporan, subsektor industri makanan olahan, industri percetakan, industri pakaian, serta industri karet alam olahan dinilai mengalami akselerasi. Membaiknya kinerja industri karet alam olahan diindikasikan oleh menguatnya ekspor komoditas tersebut pada triwulan II 214 (Grafik 1.3). Sementara itu, hasil industri makanan olahan, percetakan, serta pakaian dinilai terdorong oleh maraknya event dan kegiatan masyarakat selama periode triwulan laporan (hari besar keagamaan, pemilu, pesta olahraga, liburan sekolah). Adanya penambahan permintaan produk kakao olahan yang baru dari Tiongkok juga memberi kontribusi positif bagi sektor ini 5. Produksi terigu juga tumbuh lebih tinggi pada triwulan II 214 seiring persiapan menghadapi Ramadhan dan Lebaran (Grafik 1.31). Peningkatan di kedua komoditas industri ini mendorong kinerja industri makanan di Sulsel pada triwulan II (5) (1) (15) IMK IBS I II III IV I II III IV I II Ribu Ton Metrik Produksi Nikel gproduksi (1) (2) (3) (4) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Produsen, diolah Grafik Produksi Nikel Matte Di sisi lain, kinerja industri hasil tambang mengalami perlambatan yang sejalan dengan menurunnya kinerja sektor pertambangan. Produksi nikel matte produsen utama di Sulsel tercatat lebih rendah secara triwulanan (qtq). Hal ini membuat pertumbuhan secara tahunan juga tidak mengalami akselerasi dan cenderung tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya (Grafik 1.29). Hal ini disinyalir merupakan penyesuaian terhadap capaian target produksi untuk keseluruhan tahun 214 yang memang ditargetkan tidak tumbuh lebih tinggi dari realisasi produksi tahun (2) (4) (6) Nikel Matte Karet Alam Olahan - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II (1) (2) (3) (4) (5) Ribu Ton Metrik Produksi Terigu gproduksi - Skala Kanan (1) (2) (3) Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.3. Volume Ekspor Hasil Industri Sumber: Produsen, diolah Grafik Produksi Tepung Terigu 5 Hasil liaison kepada produsen dan eksportir kakao olahan, triwulan II KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor LGA kembali mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 214 dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 11,75% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 8,87% (yoy). Menguatnya kinerja sektor LGA terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan eceran gas yang digunakan oleh rumah tangga (Grafik 1.32). Selain itu, rampungnya pembangunan pabrik dan hotel selama periode triwulan laporan turut meningkatkan konsumsi listrik, khususnya dari sektor bisnis. Adapun kapasitas produksi terpakai sektor LGA yang meningkat dibandingkan triwulan I 214 juga mengkonfirmasi akselerasi yang terjadi. Penjualan Gas (LPG) untuk Rumah Tangga Total Kapasitas Kapasitas Terpakai Sektor LGA Indeks I II III IV I II III IV I II % Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik Penjualan Eceran Gas Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA Sektor Bangunan Pada triwulan II 214, sektor bangunan kembali tumbuh melemah yang searah dengan perkembangan komponen investasi. Di triwulan I 214, sektor ini mampu bertumbuh hingga 7,98% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 6,89% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang juga mengalami perlambatan di triwulan laporan. Hal ini terkonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan penjualan eceran bahan bangunan seperti semen, pasir, dan bahan kontruksi yang terbuat dari tanah liat (Grafik 1.34). Penjualan eceran perlengkapan konstruksi juga mencatat kinerja yang lebih buruk pada triwulan laporan (Grafik 1.35). Semen Pasir Bahan Konstruksi dari Tanah Liat Perlengkapan Konstruksi (5) (1) (5) (1) (15) I II III IV I II III IV I II (15) I II III IV I II III IV I II Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Perubahan Penjualan Eceran Bahan Konstruksi Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Perubahan Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan II 214 yang didorong oleh membaiknya kegiatan perdagangan, khususnya impor, serta terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari 8,28% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi 9,15% (yoy) pada triwulan laporan. Akselerasi kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh menguatnya kegiatan impor (barang yang dibongkar) meskipun kegiatan ekspor (barang yang dimuat) relatif tidak tumbuh sebaik capaian sebelumnya (Grafik 1.36). KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Volume Muat Volume Bongkar gtotal Volume - Skala Kanan 3,5 Ribu Ton 3 3, 2 2,5 1 2, 1,5 1, (1) 5 (2) (3) Sulawesi Selatan % I II III IV I II III IV I II Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik Volume Bongkar dan Muat Barang Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Subsektor hotel mampu menopang pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring tingkat penghunian kamar hotel yang menunjukkan peningkatan. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel bergerak naik pada triwulan laporan seiring dimulainya masa liburan, khususnya di akhir periode. Hal ini terlihat dari pergerakan TPK hotel yang sempat menurun pada April dan Mei 214 namun naik cukup signifikan pada Juni 214 (Grafik 1.37). Sementara itu, realisasi kegiatan usaha sektor PHR tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sehingga mengkonfirmasi percepatan yang terjadi (Grafik 1.38). Kegiatan usaha yang membaik tersebut dinilai dipengaruhi juga oleh realisasi harga jual pada sektor PHR yang naik cukup signifikan pada triwulan laporan (Grafik 1.39) Realisasi Kegiatan Usaha Sektor PHR %, Saldo Bersih Tertimbang Perkiraan 2 15 %, Saldo Bersih Tertimbang Harga Jual Sektor PHR Perkiraan (5) (1) (5) Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Kegiatan Usaha Sektor PHR Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik Harga Jual Sektor PHR Sektor Angkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan II 214 karena kontraksi pada subsektor transportasi. Sektor ini tumbuh dari 6,34% (yoy) menjadi 3,4% (yoy) pada triwulan II 214. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja moda angkutan udara. Hal ini terkonfirmasi dari kontraksi yang cukup dalam pada lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.4). Penurunan jumlah penumpang yang terjadi pada triwulan laporan dinilai dipengaruhi oleh naiknya tarif angkutan udara. Kredit ke sektor pengangkutan pun menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.41) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pada triwulan II 214, sektor keuangan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, didorong oleh dua subsektor utama. Sektor keuangan tercatat tumbuh 7,38% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I 214 (11,23). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari kinerja subsektor perbankan yang melemah. Penyaluran kredit perbankan di Sulsel yang sedang berada dalam tren yang melambat menyebabkan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel turut mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan II 214 (Grafik 1.42). 2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Keberangkatan Kedatangan gpenumpang - Skala Kanan Pengangkutan gkredit Pengangkutan Juta Orang (5) (1) (15) Rp Triliun I II III IV I II III IV I II Sumber: Angkasa Pura Grafik 1.4. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit Sektor Pengangkutan Selain subsektor bank, subsektor properti juga menunjukkan tendensi pertumbuhan yang melambat pada triwulan laporan. Total nilai penjualan salah satu perusahaan properti terbesar di Sulsel menurun pada triwulan II 214. Kondisi ini berlawanan dengan triwulan II 213 ketika nilai penjualan mengalami kenaikan. Hal ini membuat pertumbuhan secara tahunan mengalami perlambatan setelah tumbuh hingga di atas 2% pada triwulan I 214 (Grafik 1.43). Konsumsi masyarakat yang melemah dinilai memberikan andil pada perlambatan penjualan properti Nilai Tambah Bank gntb Rp Triliun Penjualan Properti gpenjualan - Skala Kanan Rp Miliar (2) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Nilai Tambah Bank Sumber: Perusahaan Properti Grafik Penjualan Properti Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa tumbuh melambat pada triwulan II 214 yang terutama didorong masih rendahnya belanja pemerintah. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 6,1% (yoy) setelah tumbuh sebesar 6,72% (yoy) di triwulan I 214. Perlambatan tersebut diduga adalah dampak dari melambatnya konsumsi pemerintah pada triwulan laporan. Kegiatan belanja pemerintah yang belum mencapai target penyerapan realisasi anggaran memengaruhi kinerja sektor ini. Adapun indikator penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat tercatat sedikit melambat pada triwulan II 214 sehingga mengkonfirmasi perlambatan yang terjadi (Grafik 1.44) Rp Triliun Jasa Sosial Masyarakat gkredit Jasa Sosial Masyarakat Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat I II III IV I II III IV I II (1) (2) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

28 JAN APR JUL OKT JAN APR JUL OKT JAN APR JUL OKT JAN APR JAN APR JUL OKT JAN APR JUL OKT JAN APR JUL OKT JAN APR BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Boks 1.A. Kinerja Ekspor Industri Pengolahan Kakao Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sesuai data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas area perkebunan kakao Indonesia pada tahun 213 diperkirakan mencapai ribu Ha dengan status kepemilikan didominasi oleh perkebunan rakyat seluas ribu Ha (94,43%). Lahan kakao sebagian besar tersebar di Sulampua seluas ribu Ha (64,11%) dan Sumatera seluas 385 ribu Ha (2.77%). Selaras dengan luas lahan kakao, sumbangan terbesar produksi kakao nasional berasal dari Sulampua 72,59% dengan rata-rata produktivitas sebesar 5-8 Kg/Ha. Devisa dari ekspor komoditas kakao pada tahun 213 adalah sebesar US$1.162,41 juta (volume 416 ribu ton) atau mengalami pertumbuhan sebesar 8,19% dibandingkan tahun sebelumnya (US$ 1.67,18 juta). Ekspor kakao berupa coklat olahan senilai US$719,4 juta (61,86%), kemudian biji coklat senilai US$443,37 juta (38,14%). Ribu Ton Impor Biji Kakao Nasional (Ton) -LHS Ekspor Biji Kakao Indonesia (Ton) - RHS Ekspor Coklat Olahan Indonesia (Ton) - RHS Ton Ton Ton Ribu Ton Impor Biji Kakao Sulampua (Ton) - LHS Ekspor Biji Kakao Sulampua (Ton) - RHS Ekspor Coklat Olahan Sulampua (Ton) - RHS Ton Ton 251 Ton Grafik V.C.1. Ekspor-Impor Kakao Indonesia Grafik V.C.2. Ekspor-Impor Kakao Sulampua Ketergantungan pasar ekspor kakao Indonesia cenderung rendah. Pasar kakao olahan indonesia terdiversifikasi ke beberapa negara. Berdasarkan data ekspor 214 (hingga Mei), ekspor kakao olahan ke Amerika Serikat tercatat sebesar US$114,93 juta (27,24%), Malaysia US$83,92 juta (19,89%), dan Jerman US$47,52 juta (11,26%), dan negara lainnya US$175,49 juta (41,61%). Potensi permintaan Eropa dan Amerika masih sangat tinggi karena benua tersebut merupakan pengimpor kakao olahan dan negara penghasil permen coklat terbesar di dunia. USD Juta Amerika Serikat Malaysia Jerman Australia Tiongkok 1 Lain-lain * Grafik V.C.3. Negara Tujuan Ekspor Kakao Olahan 1% 6,86% 5,35% 3,85% 5% % * -5% -1% -15,88% -15% -2% Sumber: Ditjen Perkebunan, 214 Grafik V.C.6. Pertumbuhan Produksi Kakao Sulampua Namun demikian, produksi biji kakao Sulampua cenderung menurun ditengah kenaikan permintaan global maupun industri manufaktur coklat setengah jadi domestik sebagai hasil kebijakan hilirisasi. Fakta tersebut terkait dengan isu sustainabilitas pasokan kakao domestik yang semakin terbatas. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, pertumbuhan produksi kakao Sulampua mengalami perlambatan dari 6,86% di tahun 212 menjadi 5,35% di tahun 213. Kondisi demikian belum mampu mengembalikan kemampuan produksi Sulampua ke titik optimalnya setelah kontraksi hingga -15,88% di tahun 211. Berdasarkan hasil diskusi bersama asosiasi dan organisasi yang bergerak di pengembangan kakao, peningkatan realisasi investasi manufaktur tidak diikuti oleh kecukupan pasokan kakao yang memadai. Usaha yang melibatkan sekitar 5. orang petani tersebut cenderung mengalami penurunan. Beberapa permasalahan yang terjadi, terkait 22 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

29 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH capaian produksi dan produktivitas tanaman kakao adalah: a. Karakteristik Tanaman Kakao. Sekitar 2%-45% lahan kakao yang dimiliki petani berukuran tidak lebih dari 1 hektar. Selanjutnya, usia tanaman kakao yang ada saat ini relatif tua (> 3 tahun). Selain itu, sifat tanaman dan bibit kakao yang tersedia saat ini masih rentan terhadap penyakit PBK (Penggerek Buah Kakao) yang menyebabkan biji kakao busuk. Karakteristik yang dimiliki kakao tersebut berdampak pada risiko kegagalan panen yang besar. b. Perawatan Tanaman. Perawatan tanaman kakao semakin sulit dilakukan ketika usia tanaman tersebut relatif tua. c. Paradigma Petani. Sebagian besar petani menganggap tanaman kakao merupakan tanaman rakyat bukan tanaman industri yang bernilai komersial tinggi d. Perhatian Pemerintah. Program Gernas Kakao yang dilakukan oleh pemerintah pada tahun kurang berdampak pada peningkatan produksi dan produktivitas karena area yang dilakukan peremajaan terbatas 45 ribu ha atau 25% dari luas areal kakao nasional sekitar 1,8 juta Ha. e. Alih Fungsi Lahan. Berdasarkan fakta lapangan, tidak sedikit petani yang memutuskan untuk mengalihkan fungsi lahan dari yang sebelumnya tanaman kakao menjadi tanaman industri seperti kelapa sawit yang lebih mudah perawatannya. f. Akurasi Data. Saat ini data yang dimiliki BPS, Ditjenbun, dan Askindo terkait luas area, produksi, dan produkitivitas tanaman kakao berbeda satu sama lainnya. Hal demikian menjadikan pemantauan perkembangan kakao secara akurat sulit dilakukan. Hasil diskusi dengan Askindo, tanaman kakao di Sulampua masih memiliki potensi prospek yang cerah. Hal ini terutama didukung oleh permintaan kakao global dan domestik yang cenderung meningkat. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi kakao secara berkesinambungan antara lain: a. Dukungan Pemerintah. Dalam menggenjot produksi kakao Indonesia dan menjamin pasokan yang berkesinambungan diperlukan perencanaan pengembangan komoditas secara menengah dan jangka panjang bukan berdasarkan proyek jangka pendek semata b. Ketersediaan Bibit Unggul. Dengan memperhatikan kondisi kakao yang rentan penyakit PBK, maka perlu dikembangkan penelitian bibit unggul yang tahan penyakit dan cocok ditanam di Sulampua. c. Perawatan Tanaman. Pemerintah perlu mengalokasikan tenaga pendamping dan penyuluh yang besar dalam mendukung proses peningkatan pengetahuan perawatan tanaman kakao oleh petani. d. Insentif. Untuk menjamin kesinambungan kakao, saat ini pemerintah harus memberikan insentif agar petani kakao semakin berminat dalam merawat tanaman kakao yang dimiliki. e. Pembagian Zona Pemanfaatan Lahan. Peningkatan produksi tanaman pangan dan perkebunan harus dituangkan dalam Masterplan zona pemanfaatan lahan yang jelas dan dipatuhi oleh seluruh pelaku usaha dan petani. f. Infrastruktur. Dalam mendukung tumbuhnya industri pengolahan di daerah penghasil kakao dibutuhkan sarana infrastruktur yang memadai. g. Pasar Kakao Fermentasi. Hampir seluruh biji kakao yang dijual oleh petani saat ini masih dalam kondisi basah sehingga nilai tambah yang diperoleh petani kurang maksimal. h. Kebijakan Bea Masuk Kakao. Pasokan kakao domestik yang terbatas berdampak pada meningkatnya impor bahan baku dari luar negeri. Pelaku usaha mengharapkan agar bea masuk kakao sebesar 5% dicabut oleh pemerintah. Namun begitu, petani kakao domestik menilai rencana keputusan tersebut tidak berpihak pada daya saing dan tingkat kesejahteraan petani. i. Kebijakan Pendirian Industri Pengolahan Kakao. j. Pemantauan kinerja kakao. Diperlukan penguatan koordinasi kelembagaan yang melakukan penghitungan data terkait kakao. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

30 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 24 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

31 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif masih rendah. Namun demikian, realisasi pos belanja hingga pertengahan tahun 214 cenderung meningkat dari periode yang sama tahun 213. Sementara dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah menurun dari periode yang sama tahun 213. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 214 sehingga menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi belanja pegawai yang lebih tinggi, turut memberi dorongan pada pertumbuhan konsumsi swasta. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

32 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH 2.1. Struktur Anggaran Struktur APBD Provinsi Sulsel mengalami perubahan pada bagian pendapatan maupun belanja dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir. Dari sisi realisasi pendapatan, selama tiga tahun terakhir, porsi pendapatan asli daerah (PAD) relatif stabil, padahal potensi pertumbuhan ekonomi Sulsel relatif besar. Dari sisi belanja, proporsi belanja modal pada triwulan II 214 mulai meningkat, meskipun tidak setinggi tahun 211 dan 212. Sementara itu dalam PDRB, belanja modal sebagai stimulus ekonomi masih rendah, porsi terhadap PDRB Provinsi Sulsel masih relatif kecil yaitu sekitar 1,5%. 1% 1% 9% 9% 8% 8% 7% 7% 6% 6% 5% 5% 4% 4% 3% 3% 2% 2% 1% 1% % Tw II-29 Tw II-21 Tw II-211 Tw II-212 Tw II-213 Tw II-214 % Tw II-29 Tw II-21 Tw II-211 Tw II-212 Tw II-213 Tw II-214 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal Belanja Operasi Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD 2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi persentase pendapatan daerah pada pertengahan tahun 214, masih belum setinggi pencapaian realisasi pertengahan tahun 213. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan II 214 mencapai Rp2,54 triliun atau 45,41%, sementara pada triwulan II 213 dapat mencapai 46,85%. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi pendapatan pajak daerah sebesar Rp1,13 triliun (39,96% dari target), dana alokasi umum Rp,71 triliun (58,33% dari target), dan transfer pemerintah pusat lainnya Rp455,81 miliar (5,74% dari target). Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah 6 pada triwulan II 214 relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercermin dari penurunan persentase realisasi terhadap targetnya dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan pergerakan yang sedikit turun pada triwulan II 214. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan II 214 sebesar 2,38%, sementara triwulan II 213 sebesar 2,51% (Grafik 2.3). Meskipun dari sisi dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio hingga triwulan II 214 sebesar 2,52%, lebih tinggi daripada triwulan II 213 yang sebesar 1,74%. Meski mengalami perlambatan, ekonomi Sulawesi Selatan masih tumbuh cukup tinggi diatas nasional. Hal ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pendapatan asli daerah (PAD) triwulan II 214 mencatat persentase realisasi per anggaran yang sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 213. Realisasi komponen PAD triwulan II 214 sebesar Rp1,23 triliun atau 39,71% dari anggaran yang ditetapkan, secara nominal meningkat dibandingkan realisasi triwulan II 213 (Rp1,13 triliun), meskipun secara presentasi relatif lebih rendah dari triwulan II 213 (43,76%). Peningkatan nilai tersebut terutama didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase realisasinya sebesar 39,96% (Rp1,13 triliun). Hal ini disebabkan masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah masih belum mencapai yang diharapkan. Pajak daerah antara lain terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Hingga pertengahan 214, realisasi BBNKB masih sangat kecil 7 dibandingkan dengan populasi kendaraan yang semakin padat.untuk meningkatkan 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 7 Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sulsel, Tau Toto, 13 Juni 214, Siaran Pers. 26 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

33 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH pendapatan, Pemprov Sulsel menambah jumlah kantor pelayanan dan optimalisasi pendapatan pajak kendaraan bermotor. Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan II 214 (Milyar Rupiah) U R A I A N ANGGARAN Realisasi s/d TRIWULAN II 213 ANGGARAN Realisasi s/d TRIWULAN II 214 PERUBAHAN 213 Nominal % REALISASI PERUBAHAN 214 Nominal % REALISASI PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH 2, , % 3,17.4 1, % - Pendapatan Pajak Daerah 2, , % 2, , % - Pendapatan Retribusi Daerah % % - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan % % - Lain-lain PAD yang Sah % % DANA PERIMBANGAN 1, % 2, , % - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak % % - DAU 1, % 1, % - DAK % % Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya % Lain-lain Pendapatan yang Sah % % JUMLAH PENDAPATAN 5, , % 5, , % BELANJA BELANJA OPERASI 3, , % 3, , % - Belanja Pegawai % 1, % - Belanja Barang % 1, % - Belanja Bunga % % - Belanja Hibah 1, % % - Belanja Bantuan Keuangan % % BELANJA MODAL % % BELANJA TIDAK TERDUGA % % JUMLAH BELANJA 4, , % 4, , % TRANSFER % 1, % TOTAL BELANJA 5, , % 5, , % SURPLUS / (DEFISIT) (621.83) % (245.44) % PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH % % PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH % JUMLAH PEMBIAYAAN (1.) -.16% % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Sulsel, Biro Bina Perekonomian Sulsel Persentase realisasi dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif sama dengan pola tahun sebelumnya. Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp75,6 miliar (58,33%) dan dana alokasi khusus (DAK) yang sebesar Rp21,89 miliar (3,%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Secara umum, persentase realisasi hampir semua komponen PAD berada berada di bawah realisasi tahun sebelumnya antara lain pendapatan pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah, meski demikian secara nominal total realisasi PAD sampai dengan triwulan II 214 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp1,23triliun (39,71%), dimana realisasi tahun sebelumnya (Rp1,13triliun atau 43,76%) % Tw II-29 Tw II-21 Tw II-211 Tw II-212 Tw II-213 Tw II % Tw II-29 Tw II-21 Tw II-211 Tw II-212 Tw II-213 Tw II Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Belanja Operasi Belanja Modal Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

34 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Belanja Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan II 214 masih rendah, meskipun meningkat dibanding periode yang sama tahun 213. Realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan II 214 sebesar 33,56%, atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan II 213 yang hanya sebesar 29,7%. Secara nominal, realisasi anggaran belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp1,96 triliun sedikit diatas realisasi tahun 213 sebesar Rp1,68 triliun atau naik Rp283,24 miliar. Pada triwulan II 214, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus investasi daerah 8 sedikit meningkat. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat meningkat pada triwulan II 214, yang menunjukkan terdapat dorongan stimulus fiskal untuk mengakselerasi laju investasi di Sulsel. Rasio belanja modal per PDRB ADHB periode laporan sebesar,24%, sementara tahun 213 sebesar,12%. Namun demikian, peran belanja operasional per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB. Rasio belanja operasional triwulan II214 hanya sebesar 2,67%,sedikit lebih rendah dari 213 yang sebesar 2,9%. Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase,tercatat sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional triwulan II 214 terealisasi Rp1,38triliun (34,81%) lebih tinggi dari triwulan II 213 (33,79%). Penyerapan terbesar pada belanja hibah, yaitu sebesar 5,39% dan terkecil adalah belanja bunga (13,84%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 213, yaitu sebesar 38,46%. Sedangkan belanja barang terserap 25,22%, namun masih sedikit lebih tinggi dari tahun 213 (23,68%) atau secara nilai sebesar Rp328,35 miliar. Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, meskipun penyerapannya masih rendah, namun mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal pada triwulan II 214 baru mencapai Rp126,66 miliar (16,79%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi, dan jaringan. Pemerintah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang akan datang sehingga realisasinya dapat optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Pada triwulan II 214, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, terealisasi lebih tinggi dibanding triwulan II 213. Transfer pada periode laporan terealisasi sebesar 4,99% atau sebesar Rp45,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp316,12 miliar (37,5%). Kemudian, anggaran 213 yang diperkirakan defisit, tertutupi dengan penerimaan pembiayaan. Lebih lanjut, berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan II 214, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar Rp236,62 miliar. Kemudian, pengeluran pembiayaan daerah pada triwulan II 214, APBD Sulsel mencatatkan sisa lebih anggaran (SILPA) sebesar Rp189,23 miliar. 8 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 28 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

35 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Pada triwulan II 214, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,92% (yoy), sedikit lebih tinggi dari triwulan I 214 (5,92), seiring adanya gangguan produksi ikan dan naiknya tingkat permintaan beberapa komoditas utama. Pasokan ikan yang terganggu karena kendala cuaca yang tidak menentu serta arah angin yang kurang menguntungkan menyebabkan inflasi pada komoditas bahan makanan. Sementara itu, banyaknya kegiatan masyarakat selama periode triwulan II 214 seiring perayaan hari besar keagamaan membuat permintaan akan beberapa barang kebutuhan pokok meningkat dan menambah tekanan inflasi yang ada. Terkendalinya inflasi pada skala tertentu tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan jumlah TPID yang dibentuk oleh kabupaten/kota terus bertambah selama periode laporan dengan kegiatan koordinasi yang semakin intensif. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

36 BAB 3 INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 9 Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 214 tercatat sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi tercatat sebesar 5,92% (yoy) setelah pada triwulan I 214 tercatat sebesar 5,88% (yoy). Naiknya inflasi didorong oleh menguatnya tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, kelompok sandang, kelompok pendidikan, serta kelompok kesehatan (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan dari 4,76% (yoy) menjadi 6,15% (yoy). Inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 5,65% (yoy), naik dari triwulan I 214 yang tercatat sebesar 3,73% (yoy). Selanjutnya, inflasi kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan pada triwulan II 214 adalah sebesar 5,22% (yoy) dan 1,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan lalu yang masing-masing tercatat sebesar 3,79% (yoy) dan 1,33% (yoy). TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami penurunan laju inflasi tahunan pada triwulan II 214. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok transpor, diikuti oleh kelompok perumahan dan kelompok makanan jadi. Adapun secara berurutan, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transpor (7,91), kelompok bahan makanan (6,15), kelompok perumahan (5,96), kelompok sandang (5,65), kelompok makanan jadi (5,38), kelompok kesehatan (5,22), dan kelompok pendidikan (1,38). Inflasi tahunan Sulsel juga masih lebih rendah dari laju inflasi tahunan nasional yang pada triwulan II 214 tercatat sebesar 6,7% (yoy) (Grafik 3.1). Dilihat secara triwulanan, inflasi Sulsel pada triwulan II tercatat mengalami kenaikan sebesar,5% (qtq) pada triwulan II (2) % Nasional (yoy) Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq) III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan 9 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 3 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

37 BAB 3 INFLASI DAERAH Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan II 214, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan seiring faktor musiman dan gangguan pasokan. Kenaikan inflasi terjadi dari 4,76% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi 6,15% (yoy) pada triwulan II 214 (Grafik 3.2). Naiknya harga terutama terjadi pada subkelompok daging serta hasilnya, telur, susu, serta hasilnya, subkelompok ikan segar, dan ikan yang diawetkan. Naiknya harga komoditas daging serta hasilnya seperti daging sapi dan daging ayam dinilai merupakan dampak musiman terutama pada akhir triwulan seiring dengan dimulainya masa puasa dan persiapan Lebaran. Kegiatan masyarakat yang cukup banyak pada triwulan laporan juga menjadi pemicu naiknya harga komoditas-komoditas tersebut (5) (1) % Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan yoy qtq Sementara itu, pasokan yang tidak sebaik perkiraan menyebabkan kenaikan harga baik ikan tangkap yang masih segar maupun ikan yang telah diolah melalui proses pengawetan. Pada awal triwulan laporan, terjadi gangguan pasokan ikan bandeng karena kegagalan petani tambak untuk melakukan panen dari bibit yang dimiliki karena kualitas bibit yang menurun. Nelayan juga disinyalir enggan untuk melaut karena prakiraan cuaca yang masih tidak menentu serta adanya pemilu legislatif yang menyebabkan kenaikan harga ikan kembung dan jenis ikan tangkap lainnya. Berdasarkan kunjungan ke TPI Paotere pada 22 Juni 214, tangkapan yang belum optimal dipengaruhi oleh arah angin yang tidak menguntungkan para nelayan. Adapun secara keseluruhan, laju inflasi kelompok bahan makanan tertahan oleh harga bumbu, sayur, serta buah yang tidak tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Aneka Ikan Aneka Sayur dan Buah 4 3 Bandeng Udang Basah Cakalang Kembung %,yoy 2 15 Tomat Sayur Tomat Buah Jeruk Kangkung (1) (2) 5 (5) (3) (1) Aneka Bumbu Daging, Telur, dan Susu Bawang Merah Bawang Putih Cabe Merah Cabe Rawit Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi Susu Bubuk (1 ) (5) (1) (2 ) (3 ) Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik 3.3. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), harga komoditas aneka ikan, daging ayam ras, daging sapi, telur ayam ras, serta susu bubuk memang mengalami kenaikan. Setelah mengalami penurunan pada triwulan I 214, laju inflasi pada komoditas aneka ikan kembali meningkat, khususnya ikan cakalang, kembung, serta udang basah (Grafik 3.3). Inflasi tahunan komoditas daging dan telur pun terlihat mengalami peningkatan seiring pengaruh dari banyaknya kegiatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

38 BAB 3 INFLASI DAERAH masyarakat dan persiapan menyambut hari besar keagamaan. Di sisi lain, inflasi untuk bawang merah, cabe, serta aneka buah dan sayur cenderung mengalami penurunan yang dinilai karena kondisi pasokan yang lebih baik seiring masih berlangsungnya panen dan cuaca yang lebih bersahabat Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan II 214 tercatat relatif sama dengan triwulan I 214. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,38% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.4). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi yang tercatat adalah sebesar 5,39% (yoy). Inflasi subkelompok makanan jadi meningkat pada triwulan II 214 seiring menguatnya permintaan karena intensitas kegiatan masyarakat yang banyak serta dimulainya Ramadhan pada akhir triwulan. Di lain pihak, inflasi subkelompok minuman tidak beralkohol serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I 214 sehingga inflasi kelompok ini tidak terakselerasi lebih lanjut dan cenderung stabil % Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi yoy qtq Adanya peningkatan laju inflasi pada subkelompok makanan jadi serta penurunan laju inflasi pada dua subkelompok yang lain juga tercermin pada hasil SPH. Masih naiknya harga minyak goreng membuat harga makanan jadi yang sebelumnya diolah dengan minyak goreng mengalami peningkatan. Harga kue dan mie kering instant juga terlihat mengalami kenaikan (Grafik 3.5). Permintaan yang kuat seiring Paskah, Waisak, awal Ramadhan, liburan sekolah, persiapan dan penyelenggaraan pemilu, serta masih cukup ramainya kegiatan masyarakat turut memengaruhi inflasi di kelompok ini. Meski demikian, laju inflasi secara umum bergerak stabil karena adanya penurunan pada beberapa komoditas di dalam subkelompok yang lain seperti gula pasir dan rokok kretek (Grafik 3.5). Makanan dan Minuman Rokok (1) (2) (3) (4) (5) Minyak Goreng Mie Kering Instant %,yoy Kue Basah Gula Pasir Rokok Kretek Rokok Kretek Filter Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik 3.5. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Makanan Jadi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan II 214, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar menurun dibandingkan triwulan I 214 terutama karena turunnya inflasi hampir di semua subkelompok. Laju inflasi tercatat sebesar 5,96% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (6,25) (Grafik 3.6). Turunnya laju inflasi tahunan didorong oleh penurunan pada subkelompok biaya tempat tinggal, subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air, serta subkelompok perlengkapan rumah tangga sedangkan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga masih mencatat peningkatan laju inflasi pada triwulan II 214. Tidak berlanjutnya penyesuaian harga bahan bakar menjadi salah satu faktor pendorong penurunan laju inflasi kelompok ini. Harga LPG (liquefied petroleum gas) 12 kg mengalami kenaikan pada Januari 214 namun kembali 32 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

39 BAB 3 INFLASI DAERAH diturunkan agar tidak terlalu membebankan masyarakat dan tidak memicu inflasi hingga ke triwulan II 214. Penurunan inflasi tersebut didukung juga oleh harga bahan bakar rumah tangga (RT) jenis lainnya yang tidak mengalami perubahan signifikan seperti yang terjadi pada tahun 213 akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kemudian, harga bahan bangunan (pasir) masih cukup stabil di tengah pergerakan harga properti yang cenderung meningkat, tercermin dari Indeks Harga Properti Residential di Makassar (IHPR) (Grafik 3.7 dan Grafik 3.8). Adapun komoditas yang mengalami peningkatan laju inflasi berdasarkan hasil SPH salah satunya adalah sabun detergen bubuk yang dinilai memengaruhi peningkatan inflasi subkelompok penyelenggaraan rumah tangga % yoy qtq (5) (1) Bahan Bakar Rumah Tangga Pasir Sabun Detergen Bubuk %,yoy Kenaikan harga bahan bakar rumah tangga > 5% (yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik 3.7. Perubahan Harga Alat dan Bahan Kebutuhan RT Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh peningkatan laju inflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Pada triwulan I 214, inflasi tercatat sebesar 3,73% (yoy) yang kemudian naik menjadi 5,65% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.9). Naiknya harga komoditas dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, khususnya komoditas emas perhiasan, juga diikuti oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok yang lain, khususnya sandang laki-laki. Permintaan yang meningkat seiring banyaknya momen perayaan dinilai menjadi penyebab naiknya harga komoditas sandang yang merupakan salah satu kebutuhan primer. IHPR gindeks - Skala Kanan Indeks (2) (4) % yoy qtq Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.8. Indeks Harga Properti Residensial Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Sandang Dari sisi nominal, harga emas pada dasarnya tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I 214 namun secara tahunan tetap tumbuh lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga pada triwulan laporan tidak sebesar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata harga emas di pasar global tercatat turun sebesar -13,23% (qtq) pada triwulan II 213 sedangkan pada triwulan II 214 hanya turun sebesar -,35% (qtq). Harga emas perhiasan yang disurvei pun terlihat mengikuti pola yang serupa (Grafik 3.1 dan Grafik 3.11). Penurunan harga emas di pasar global tersebut dipengaruhi antara lain oleh sentimen positif terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS) serta faktor pola musiman. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

40 BAB 3 INFLASI DAERAH Harga Emas Perhiasan gharga - Skala Kanan Rp Ribu (5) (1) (15) 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Harga Emas gharga - Skala Kanan US$/troy oz (1) (2) (3) Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik 3.1. Perubahan Harga Emas Perhiasan Sumber: World Bank Grafik Perubahan Harga Emas Internasional Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami peningkatan pada triwulan II 214 yang didorong oleh masih kuatnya permintaan dan pengaruh perubahan nilai tukar pada tahun 213. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,22% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,79% (yoy) pada triwulan IV 213 (Grafik 3.12). Sumber utama peningkatan tersebut berasal dari inflasi pada subkelompok obat-obatan, subkelompok jasa perawatan jasmani, serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika. Dampak penyesuaian harga produk impor seiring apresiasi mata uang dollar Amerika Serikat (US$) masih terus berlanjut. Hal ini membuat harga komoditas obat-obatan, produk komestika, maupun produk perawatan jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Apalagi permintaan terhadap produk komestika, produk perawatan jasmani, maupun jasa perawatan jasmani dinilai masih kuat seiring masih tingginya intensitas kegiatan masyarakat dalam menyambut berbagai event Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami sedikit peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 214. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,38% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (1,33%; yoy) (Grafik 3.13). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di beberapa subkelompok meski tidak terjadi secara signifikan. Adapun laju inflasi dari subkelompok olahraga mengalami penurunan sehingga mampu menahan peningkatan inflasi yang terjadi pada kelompok ini % yoy qtq (.5) % yoy qtq Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Kelompok Kesehatan Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Kelompok Pendidikan Kenaikan yang terjadi pada beberapa komoditas masih disebabkan oleh tingkat permintaan yang lebih tinggi dari para konsumen. Permintaan yang meningkat mendorong terjadinya peningkatan laju inflasi pada komoditas untuk perlengkapan sekolah, peralatan sekolah, maupun jasa rekreasi. Apalagi, akhir triwulan laporan ditandai dengan segera dimulainya liburan sekolah yang akan disusul oleh periode sekolah (semester) yang baru. Terkait inflasi yang masih cukup 34 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

41 BAB 3 INFLASI DAERAH terkendali, hal tersebut didukung oleh dampak kenaikan biaya pendidikan yang terus mereda sejak triwulan IV 213 setelah kenaikan biaya pendidikan yang terjadi pada triwulan IV Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 214, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan terus menurun dari triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 7,91% (yoy), turun dari 1,31% (yoy) pada triwulan IV 213 (Grafik 3.14). Inflasi kelompok ini yang kembali menurun didukung oleh tidak adanya kebijakan dari sisi pemerintah untuk menaikkan harga komoditas strategis seperti BBM bersubsidi yang sebelumnya terjadi pada triwulan II 213, tepatnya tanggal 22 Juni 213. Hal ini membuat laju inflasi tahunan menjadi tidak setinggi triwulan sebelumnya (2) % yoy qtq Harga Karet gharga - Skala Kanan US$/kg (2) (4) (6) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Kelompok Transpor Sumber: World Bank Grafik Perubahan Harga Karet Internasional Selanjutnya, angka inflasi yang masih cukup tinggi pada kelompok ini didorong oleh kenaikan tarif transportasi. Pada triwulan laporan, tarif angkutan antarkota serta tarif tranportasi laut dan udara mengalami peningkatan seiring persiapan Lebaran yang dibarengi oleh arus mudik dan arus balik. Meski kegiatan mudik baru akan terjadi pada awal triwulan III 214, proses pemesanan dan pembelian tiket jasa transportasi telah berlangsung sejak triwulan II 214. Tekanan inflasi juga dinilai datang dari komoditas penunjang transpor seperti ban mobil seiring meningkatnya inflasi pada harga bahan baku (karet) meskipun memang tidak signifikan (Grafik 3.15) Inflasi Menurut Kota IHK 1 Pada triwulan II 214, tekanan inflasi yang sedikit meningkat didorong oleh peningkatan inflasi yang terjadi di Watampone, Palopo, dan Bulukumba. Inflasi di Watampone, Palopo, dan Bulukumba pada triwulan II 214 secara berurutan tercatat sebesar 8,14% (yoy), 7,36% (yoy), dan 14,1% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 7,86% (yoy), 6,22% (yoy), dan 13,94% (yoy). Selanjutnya, inflasi di Makassar dan Parepare mengalami penurunan. Inflasi di kedua kota IHK tersebut masing-masing tercatat sebesar 5,38% (yoy) dan 5,57% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 5,46% (yoy) dan 5,58% (yoy) (Grafik 3.16). Tabel 3.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota Watampone.3%.32%.17%.14%.2%.19%.22%.22%.23%.22%.36%.31%.45%.47% Makassar 5.32% 5.35% 2.87% 2.42% 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.1% 5.25% 4.27% 4.2% Palopo.35%.35%.19%.16%.22%.21%.25%.24%.25%.24%.4%.34%.4%.47% Parepare.34%.35%.18%.16%.22%.21%.24%.24%.24%.23%.39%.33%.39%.39% Bulukumba.38%.39% Sulawasi Selatan 6.32% 6.37% 3.37% 2.88% 4.6% 3.85% 4.48% 4.4% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 1 Mulai Januari 214, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

42 BAB 3 INFLASI DAERAH Gangguan pasokan ikan serta musim perayaan yang memicu peningkatan permintaan dinilai tetap menjadi penyebab utama kenaikan inflasi di beberapa kota. Hal tersebut memicu peningkatan sumbangan inflasi dari beberapa kota IHK di Sulsel. Peningkatan sumbangan terbesar diberikan oleh Palopo yaitu dari,4% menjadi,47% pada triwulan laporan. Sementara itu, Watampone dan Bulukumba mencatat peningkatan yang tidak terlalu besar. Adapun sumbangan dari Makassar terhadap inflasi mengalami penurunan sedangkan sumbangan dari parepare tercatat stabil (Tabel 3.2) Sulawasi Selatan Bulukumba Makassar Palopo Parepare Watampone III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 3.3. Disagregasi Inflasi 11 Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan II 214 terutama didorong oleh komponen volatile food dan core inflation. Komponen volatile food mencatat inflasi 6,11% (yoy), setelah tercatat sebesar 4,62% (yoy) pada triwulan I 214 (Grafik 3.17). Adanya faktor yang bersifat musiman yaitu perayaan hari besar keagamaan dan liburan sekolah di akhir triwulan memengaruhi harga bahan makanan seperti daging sapi, daging ayam, dan telur ayam meskipun produksi pada dasarnya masih cukup memadai dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Gangguan pasokan justru terjadi pada komoditas perikanan. Penyebabnya antara lain adalah kondisi curah hujan yang tidak menentu serta arah angin yang belum menguntungkan bagi para nelayan. Nelayan juga disinyalir tidak melakukan penangkapan pada minggu pelaksaan pemilu legislatif yang jatuh pada awal triwulan laporan. Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food I II III IV I II Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi Selanjutnya, inflasi inti (core inflation) meningkat karena tekanan inflasi dari berbagai faktor fundamental. Inflasi tercatat menjadi 4,47% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,93% (yoy). Permintaan masyarakat yang meningkat seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terutama untuk barang kebutuhan primer dan sekunder, menjadi salah satu pendorong utama kenaikan pada inflasi inti yang bersumber dari komoditas makanan jadi, perlengkapan/peralatan rumah tangga, pakaian, produk kosmetika dan perawatan jasmani, perlengkapan/peralatan sekolah, maupun jasa rekreasi. Faktor fundamental lainnya yang memengaruhi inflasi inti adalah pergerakan harga di pasar global, seperti emas dan karet, yang turut memberi dampak pada peningkatan inflasi komoditas emas perhiasan dan penunjang transpor. 11 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 36 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

43 BAB 3 INFLASI DAERAH Adapun pengaruh penguatan nilai tukar US$ membuat adanya faktor imported inflation pada komoditas obat-obatan yang masih mengalami kenaikan pada triwulan laporan. Inflasi administered price menjadi faktor penahan inflasi sehingga tidak tercatat lebih tinggi lagi pada triwulan II 214. Di triwulan I 214, inflasi komponen ini tercatat sebesar 15,31% (yoy) dan kemudian menurun menjadi 11,22% (yoy) pada triwulan laporan. Turunnya inflasi administered price disebabkan oleh tidak adanya kebijakan pemerintah yang cukup signifikan seperti kenaikan harga LPG 12 kg pada triwulan I 214 yang kemudian telah diturunkan kembali maupun penyesuaian BBM bersubsidi pada triwulan II 213. Hal ini membuat laju inflasi secara tahunan tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya meski dengan adanya risiko kenaikan tarif angkutan seiring perayaan Lebaran Koordinasi Pengendalian Inflasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh bertambahnya TPID di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan secara aktif terus mendorong pembentukan TPID di Daerah Tingkat II (DATI II) agar koordinasi dan harmonisasi program pengendalian harga di Sulsel berjalan semakin baik. Tercatat hingga triwulan laporan, telah terbentuk 22 (dua puluh dua) TPID di tingkat kabupaten/kota (Tabel 3.3). Jumlah tersebut bertambah dari angka pada triwulan I 214 yang tercatat sebanyak 18 TPID. Ke-18 kabupaten/kota yang telah memiliki TPID pada triwulan sebelumnya adalah Makassar, Parepare, Palopo, Bone (Watampone), Bulukumba, Soppeng, Pangkep, Tana Toraja, Sinjai, Maros, Takalar, Barru, Enrekang, Luwu Timur, Bantaeng, Wajo, Jeneponto, dan Toraja Utara. Selanjutnya, empat kabupaten/kota yang membentuk TPID selama periode triwulan laporan adalah Selayar, Pinrang, Sidrap, serta Luwu Utara. Selama triwulan II 214, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi baik di tingkat wilayah, provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), selain melakukan Rakorwil Pertama TPID 214 pada 14 April 214 di Makassar untuk membahas langkah penguatan kelembagaan dan sosialisasi awal slogan TPID Sulampua, juga telah dilakukan Rakorwil Kedua TPID 214 pada 14 Mei 214 di Palu. Rakorwil Kedua tersebut lebih khusus membahas isu konektivitas antardaerah dengan mengundang pihak Pelindo sebagai narasumber. Di tingkat provinsi, TPID Provinsi Sulbar telah menyelenggarakan high level meeting pada 25 Juni 214 dalam rangka memperkuat kelembagaan di tingkat DATI II serta diseminasi informasi harga komoditas utama kepada masyarakat. Sementara itu, koordinasi di tingkat kabupaten/kota dilakukan sebanyak dua kali di Zona Bulukumba yaitu rapat teknis pada 19 Mei 214 serta high level meeting pemantauan pergerakan harga barang saaat Lebaran pada 12 Juni 214. Tabel 3.3. Perkembangan TPID Tingkat Kabupaten dan Kota Menurut Zona No Nama Zona Kabupaten/Kota Belum Memiliki TPID 1 Zona Palopo Palopo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, Toraja Utara, Tana Toraja 2 Zona Parepare Parepare, Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru - 3 Zona Bone Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai - 4 Zona Bulukumba Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Selayar - Luwu 5 Zona Makassar Makassar, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar Gowa KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

44 BAB 3 INFLASI DAERAH Boks 2.A. Peningkatan Intensitas Koordinasi TPID se-sulsel Sepanjang tahun 214, kelembagaan TPID semakin berkembang. Kabupaten dan Kota se-sulsel terlihat antusias membentuk TPID kab/kota. Hingga akhir triwulan II 214, sudah terbentuk 22 TPID kab/kota, dari 24 Kab/Kota se-sulsel. Dan untuk meningkatkan efektivitas koordinasi, Pemprov. Sulsel beserta KPw BI Wilayah I Sulampua berinisiatif membagi TPID Kab/Kota se-sulsel menjadi 5 zona atas dasar kota inflasi, lokasi antar TPID, dan keseimbangan sebaran wilayah administratif. Sejak kemunculan TPID Sulsel, koordinasi yang lebih intens selalu digelar menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Tahun ini adalah kali keenam. Diawali dengan surat Gubernur Sulsel selaku pengarah TPID Sulsel, kepada 24 bupati/walikota se- Sulsel pada tanggal 26 Mei 214 sebagai antisipasi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok Menghadapi Puasa, Pilpres, dan Idul Fitri Tahun 214 di Sulsel. Perintahnya adalah melakukan koordinasi pelaku usaha/asosiasi, aktif melakukan kunjungan ke pasar tradisional/gudang pengecer/sentra distribusi, mengintensifkan pemantauan pasokan dan harga kebutuhan pokok, menyiapkan jalur distribusi alternatif apabila ada hambatan transportasi, menyelenggarakan pasar murah minimal 2-3 kali, dan membentuk dan mengintensifkan posko kebutuhan pokok, dalam rangka memberikan informasi kepada masyarakat. Menindaklanjuti instruksi Gubernur, selanjutnya dilakukan pertemuan koordinasi menjelang Ramadhan. Koordinasi untuk lebih memastikan terjaminnya pasokan/stok, kelancaran distribusi, dan sekaligus komunikasi menghadapi ekspektasi permintaan saat Ramadhan/Idul Fitri 1435 H. Gubernur Sulsel mengumpulkan Bupati dan Dinas Perindustrian/Perdagangan di 24 Kabupaten/Kota, Bank Indonesia, anggota TPID, Asosiasi distributor, Kadin, perbankan, Pertamina, dan Pelindo pada tanggal 18 Juni 214. Kesimpulannya, stok Aman untuk beras hingga 28 bulan, gula hingga 5 bulan, terigu hingga 4 bulan, migor hingga 3 bulan, sementara daging dan telur hingga 3 bulan. Gambar 1. Rapat Koordinasi Gubernur Sulsel beserta jajaran Muspida dan Kepala BI Wilayah I Gambar 2. Koordinasi TPID Zona Bulukumba oleh Bupati Bulukumba beserta Deputi Kepala BI Wilayah I dan Edukasi Keuangan Sementara di level teknis, menindaklanjuti himbauan Gubernur, TPID Sulsel melakukan koordinasi dan monitoring ke TPID Zona Bulukumba. Zona Bulukumba terdiri dari TPID Kabupaten Bulukumba, TPID Kabupaten Bantaeng, TPID Kabupaten Jeneponto, dan TPID Kabupaten Selayar. Zona Bulukumba dipilih karena Bulukumba sebagai kota inflasi yang baru, mengalami inflasi tinggi mencapai 14,5% (yoy) hingga Mei 214. Koordinasi se-zona Bulukumba tanggal 12 Juni 214, dipimpin langsung oleh Bupati Bulukumba, H. Zainuddin Hasan dan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I, Causa Iman Karana, serta Sekda Kabupaten Sinjai sebagai TPID berprestasi Tahun 213. Pengukuhan Kabupaten Sinjai sebagai TPID berprestasi dilakukan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) V Tim Pengendalian Inflasi Tahun 214 di Jakarta pada 21 Mei 214. Hasil identifikasi awal, pengendalian inflasi di Bulukumba masih terkendala faktor-faktor non struktural yang berlangsung secara persisten. Komoditas ikan-ikanan tergantung penentuan harga jual dan lokasi penjualan oleh nelayan pemilik kapal (punggawa). Kuatnya jaringan punggawa, mendorong pengentasan masalah mengalami kendala. Hingga saat ini, kemiskinan masih terjadi pada nelayan penggarap. Punggawa lebih bankable, sehingga kredit perbankan justru disalurkan kepada punggawa, bukan nelayan penggarap. Oleh karena itu, secara paralel di waktu yang berbarengan diselenggarakan pula Edukasi Keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Kelompok Tani/Nelayan Kabupaten Bulukumba. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 1 PPL dan 1 nelayan di Kabupaten Bulukumba. 38 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

45 BAB 3 INFLASI DAERAH Boks 2.B. Mengurai Permasalahan Logistik: Isu Mendasar Wilayah Indonesia Timur Tekanan inflasi di wilayah Indonesia Timur seperti yang sudah banyak diketahui dan sering menjadi bahan diskusi adalah hambatan di bidang logistik, sehingga mengakibatkan level harga barang kebutuhan masyarakat menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia Barat. Dengan level harga yang tinggi, membentuk pendapatan masyarakat yang jauh dibawah rata-rata Indonesia. Menyadari kompleksnya isu ditinjau dari aspek perlunya koordinasi antar instansi, maka TPID sebagai wadah koordinasi antara Pemda, Instansi Pemerintah, dan Bank Indonesia, melalui Rakorwil TPID Sulampua, turut berkontribusi positif melalui pembahasan intensif dan akan ditindaklajuti berbagai rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada masing-masing pemangku kebijakan untuk ditindaklajuti. Gambar 1. Suasana Rakorwil II Tahun 214 Rakorwil TPID Sulampua yang ke yang diselenggarakan di Palu adalah menindaklajuti salah satu rekomendasi Rakorwil ke di Makassar, yaitu perlunya pemetaan permasalahan logistik. Pelaksanaan Rakorwil pada 13 Mei 214, mengundang PT. Pelindo IV, operator utama kepelabuhanan di wilayah Sulampua, serta seluruh TPID Prov/Kab/Kota se-sulampua, diselenggarakan di Kota Palu dengan pertimbangan sebagai salah satu gerbang logistik yang melayani wilayah timur Indonesia selain Makassar. Kegiatan Rakorwil II Tahun 214 TPID Sulampua, dibuka oleh Gubernur Sulawesi Tengah disampingi oleh Kepala KPw BI Wilayah I, Direktur Utama Pelindo IV, dan Direktur Operasional (Alif Abadi) Pelindo IV, serta Syahbandar Pelabuhan Sulteng. Tantangan logistik di Sulampua cukup berat. Dari kacamata PT. Pelindo IV, wilayah Sulampua yang terdiri atas pulaupulau, kondisi logistik kelautannya memiliki beberapa tantangan kuat antara lain, ketidakseimbangan muatan (jumlah muatan dari wilayah timur ke wilayah barat relatif rendah sedangkan arah sebaliknya besar), kapal yang digunakan umunya kapasitas kecil sehingga nilai ekonomisnya berkurang, biaya investasi pembangunan infrastruktur yang tinggi, profit yang relatif kecil sehingga kurang menarik bagi investor, serta waktu tunggu kapal di pelabuhan yang lama. Selain itu, di kawasan timur, terdapat banyak angkutan peti kemas yang membutuhkan trailer yang panjang sehingga muatan harus dibongkar dulu di dalam pelabuhan dalam wujud cargo. Armada internasional telah melayani pengiriman barang secara langsung dari Sulampua. Dirut PT Pelindo IV menyampaikan berita positif, yaitu sejak 14 April 214 pengiriman barang dari Bitung dapat langsung menuju Malaysia, tanpa harus melalui pelabuhan di Surabaya/Jakarta. Pengiriman dilakukan oleh MAERSK Line, perusahaan pelayaran yang berkantor pusat di Copenhagen, Denmark. Pengiriman akan dilakukan sebulan dua kali dengan rute dari Papua Nugini ke Bitung lalu ke Tanjung Pelepas di Johor, Malaysia. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

46 BAB 3 INFLASI DAERAH Pengembangan kegiatan operasional terus menerus dilakukan oleh Pelindo IV. Direktur Operasional Pelindo IV menyampaikan pengembangan pelabuhan yang akan dilakukan ke depan antara lain, (1) Process excellence and improving port performance (tahun ) dengan meningkatkan service level, melakukan perbaikan hard&soft infrastruktur, dan meningkatkan koordinasi pengelolaan tenaga kerja bongkar muat (TKBM); (2) Growing throughput and port development (tahun ) antara lain keterhubungan antara jalur utama dan jalur pendukung antara lain melakukan transshipment service (mengurangi jumlah muatan yang transit di Jakarta dan Surabaya dengan mengalihkan ke pelabuhan di Makassar, Bitung dan Ambon) dan menawarkan kepada perusahaan pelayaran untuk menggunakan pelabuhan di KTI sebagai homebase; serta (3) Global terminal and quantum leap (tahun ): meningkatkan fasilitas untuk bisa melayani lebih banyak kapal, menambah kapasitas dermaga, dan mengirimkan sumber daya manusia untuk belajar di pelabuhan luar negeri. Armada laut untuk komoditas khusus belum tersedia. Syahbadar Sulteng menyampaikan bahwa hingga April 214, terdapat unit kapal niaga, dimana 87% dimiliki oleh perusahaan angkutan laut nasional (pemegang SIUPAL) dan 13% dimiliki oleh perusahaan angkutan laut khusus (pemegang SIOPSUS). Pemerintah akan mendorong adanya angkutan sapi antar pulau. Saat ini, tidak adanya asuransi untuk pengiriman sapi antar pulau, dan belum ada kapal nasional & sistem bongkar muat khusus pengangkut sapi antar pulau. Rekomendasi Rakorwil II Tahun 214 TPID Sulampua mengharapkan permasalahan dapat terurai. Rekomendasi peserta Rakorwil II Tahun 214 TPID Sulampua antara lain, (1) pengiriman barang dari Makassar Singapura dilakukan secara langsung; (2) pengkajian pembangunan pelabuhan dan transportasi angkutan laut di Sulampua sebaiknya dilihat dari sisi ekonomi, dan pertimbangan keuntungan jangan menjadi prioritas; (3) Sebaiknya dividen oleh PELINDO antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan kawasan timur Indonesia (KTI) dibedakan, sehingga PELINDO akan lebih tertarik untuk melakukan investasi di KTI; (4) Dalam rangka menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 215, peran dari Balai Karantina perlu ditingkatkan untuk menghindari pemberlakuan hambatan non tarif (technical barriers) dari negara lain sehingga produk Indonesia dapat diterima di negara tersebut. Untuk itu diperlukan fasilitas CIQ (Custom Immigration Quarantine) di pelabuhan; (5) Struktur biaya terbesar di salah satu pelabuhan ialah biaya TKBM dikarenakan adanya monopoli oleh salah satu pihak. Diusulkan untuk mendorong adanya kompetisi sehingga dapat menurunkan biaya TKBM; serta (6) untuk itu mengatasi permasalahan logistik, diperlukan dukungan dari pemerintah pusat, antara lain agar alokasi APBN untuk pembangunan infrastruktur harus diprioritaskan untuk KTI. Kementerian Perhubungan diharapkan mampu mendorong terciptanya jalur kereta api di Sulawesi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap angkutan laut, serta adanya integrasi moda transportasi yang menghubungkan pelabuhan dan kawasan industri. 4 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

47 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II 214, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan arah pertumbuhan yang masih cukup baik. Pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh pertumbuhan aset bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Sementara itu, kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan II 214 menjadi sebesar 129,21% seiring perlambatan pertumbuhan kredit di tengah akselerasi penghimpunan DPK. Sementara itu, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio Non Performing Loans (NPLs) bank umum masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM meski perlu ada perhatian khusu pada kualitas kredit yang disalurkan bagi korporasi daerah. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

48 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1. Kondisi Umum Perbankan Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan II 214, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 46 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Tidak adanya penambahan kantor perbankan baik itu kantor cabang (KC), kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK), maupun kantor fungsional (KF) membuat jumlah kantor bank di Sulsel juga tidak berubah (Tabel 4.1). RINCIAN Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor* BPR *) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF Aset Perbankan Total aset bank umum pada triwulan II 214 tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 12,97% (yoy) atau menjadi Rp97,57 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 214 yang tumbuh sebesar 12,41% (yoy) (Tabel 4.2). Percepatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan terutama oleh meningkatnya pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank asing dan bank campuran, masing-masing dari 8,97% (yoy) dan 2,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 11,72% (yoy) dan 12,12% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, bank swasta nasional menunjukkan perlambatan pertumbuhan aset yaitu dari 17,82% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 14,87% (yoy) pada triwulan laporan. Aset Menurut Kelompok Bank Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan () Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II I II III IV I II Total Aset ,876 86,366 9,288 9,932 9,99 97,572 Bank Pemerintah ,337 51,537 53,3 52,533 52,67 57,579 Bank Swasta Nasional ,919 34,293 36,341 37,682 37,66 39,391 Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (.2) Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis giro dan deposito yang dihimpun oleh Bank Umum pada triwulan II 214 tumbuh lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp61,4 triliun atau tumbuh sebesar 14,86% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,2% (yoy) (Tabel 4.3). Akselerasi pertumbuhan DPK disebabkan oleh membaiknya kinerja jenis simpanan giro dan deposito. Giro tumbuh lebih cepat dari 2,83% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi 2,24% (yoy) sedangkan deposito tumbuh dari 16,53% (yoy) menjadi 2,97% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun tabungan tumbuh melambat dari 1,66% (yoy) menjadi 1,31% (yoy). Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 214 seiring perlambatan pada kredit yang digunakan untuk investasi dan konsumsi. Kredit tercatat tumbuh sebesar 8,77% (yoy) menjadi Rp79,34 12 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 214, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun 42 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

49 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN triliun setelah tumbuh 1,97% (yoy) pada triwulan I 214. Perlambatan ini didorong oleh melambatnya penyaluran kredit untuk investasi dan konsumsi sedangkan kredit untuk modal kerja dapat mencatat akselerasi pertumbuhan (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat terutama pada sektor tersier yaitu sektor perdagangan, sektor pengangkutan, dan sektor jasa dunia usaha (Tabel 4.4). Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan () Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II I II III IV I II DPK ,32 53,457 57,359 6,444 58,162 61,42 a. Giro ,77 8,92 9,221 7,845 7,99 9,73 b. Tabungan ,321 3,68 32,76 35,7 32,446 33,168 c. Deposito ,211 15,297 16,62 17,592 17,726 18,54 Kredit ,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 a. Modal Kerja ,98 26,659 26,16 27,231 27,257 29,62 b. Investasi ,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 c. Konsumsi ,158 31,793 33,85 33,663 33,974 34,87 LDR (%) NPLs Gross (%) Dengan pertumbuhan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat sedikit menurun yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 129,21% pada triwulan I 214, sedikit lebih rendah dari triwulan I 214 yang tercatat sebesar 13,45% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 1%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor jasa dunia usaha, sektor konstruksi, dan sektor industri pengolahan. Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan II 214 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPLs) Bank Umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,14%. Angka ini tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,14% (Tabel 4.3). Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, perbankan harus tetap menjaga kualitas kredit para nasabanya agar rasio NPLs terus terjaga di bawah batas aman. Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan () Nominal (Rp Miliar) Komponen I II III IV I II I II III IV I II Kredit ,371 72,937 75,14 75,388 75,874 79,336 Pertanian ,43 1,396 1,385 1,4 1,45 1,499 Pertambangan (.7) (15.62) Industri Pengolahan (2.26) (26.55) (24.54) 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,21 Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (1.2) Konstruksi ,565 2,78 2,966 3,34 3,43 3,666 Perdagangan ,933 22,957 23,36 24,132 24,334 25,587 Pengangkutan ,631 2,763 2,864 2,923 2,96 2,95 Jasa Dunia Usaha ,24 3,433 3,414 3,55 3,747 3,598 Jasa Sosial Masyarakat ,619 1,65 1,733 1,78 1,828 1,968 Lain-lain ,65 31,814 33,96 33,794 34,43 35,53 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

50 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bank Syariah Total aset perbankan syariah pada triwulan II 214 tumbuh lebih lambat dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 9,72% menjadi Rp5,58 triliun, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I 214 yang tumbuh sebesar 16,31% (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan aset baik milik bank pemerintah maupun bank swasta nasional dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Komponen Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan () Nominal (Rp Miliar) I II III IV I II I II III IV I II Aset ,82 5,85 5,42 5,576 5,586 5,58 Bank Pemerinta ,33 1,45 1,52 1,51 Bank Swasta Na ,89 4,128 4,387 4,531 4,534 4,529 DPK ,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 a. Giro (12.64) b. Tabungan ,162 1,37 1,261 1,261 c. Deposito ,188 1,239 1,26 1,272 Pembiayaan ,87 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 FDR (%) NPF Gross (%) Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan II 214 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK dan pembiayaan. Pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan tercatat lebih cepat dari triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 3,73% (yoy) dan 17,14% (yoy) pada triwulan laporan. Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 174,2% yang menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,97% pada triwulan laporan yang meningkat dibandigkan triwulan sebelumnya (1,65%) Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan II 214, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski indikator menunjukkan adanya perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi dan sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari membesarnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan I 214 sebesar 177,98% menjadi 187,46%. Di sisi penghimpunan DPK, BPR mengalami perlambatan pertumbuhan dari 29,15% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi 17,41% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan tumbuh melambat dari 25,62% (yoy) menjadi sebesar 18,54% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -,5% (yoy), jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,46% (yoy). 1,4 1,2 1, Rp Miliar Aset gaset - Skala Kanan ,2 1, Rp Miliar DPK Kredit LDR - Skala Kanan % III IV I II (1) III IV I II Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR 44 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

51 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.2. Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Di triwulan II 214, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam struktur kredit kepada korporasi yang tercatat sebesar Rp17,93 triliun (kredit produktif non-umkm). Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.3). Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi tumbuh lebih baik di triwulan II 214. Menguatnya pertumbuhan kredit korporasi ditopang oleh kredit bagi sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan. Di sisi lain, kredit korporasi kepada sektor perdagangan tidak tumbuh sebaik capaian triwulan I 214 sedangkan kredit kepada sektor pertanian mengalami kontraksi yang lebih dalam (Grafik 4.4). Lebih lanjut terkait aspek pertumbuhan, total kredit tercatat tumbuh 5,61% (yoy), lebih tinggi dari triwulan I 214 (3,81). Sektor pertambangan mencatat peningkatan pertumbuhan yang sangat signifikan yaitu dari kontraksi sebesar -3,77% (yoy) menjadi 42,6% (yoy) pada triwulan laporan. Faktor pendorong pertumbuhan lainnya adalah sektor industri pengolahan yang kontraksinya semakin menipis dari -39,37% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi -35,53% (yoy). Kredit ke sektor lainnya seperti sektor LGA, sektor konstruksi, dan sektor pengangkutan juga tercatat mengalami pertumbuhan yang lebih baik pada triwulan II 214. Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan harus mendapat perhatian dari pihak perbankan agar tetap terjaga di level aman. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPLs tercatat menjadi 4,99% setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,34% (Grafik 4.5). Naiknya NPLs di semua sektor korporasi, kecuali sektor jasa dunia usaha, mendorong peningkatan NPLs secara keseluruhan. Tercatat NPLs di sektor pertanian dan pertambangan telah melebihi batas aman sebesar 5%. NPLs sektor perdagangan juga menunjukkan peningkatan sehingga perbankan diharapkan dapat memperbaiki kinerja ketahanan sektor korporasi daerah (5) (1) % Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Total - Skala Kanan Pertambangan Perdagangan Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.5. NPLs Kredit Korporasi Pangsa Triwulan II 214 Pertanian (.9%) Pertambangan (1.9%) Industri (15.%) Perdagangan (53.1%) Lainnya (29.1%) I II III IV I II III IV I II Total Perdagangan Pertambangan - Skala Kanan Pertanian Industri Industri Pertanian - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II % (1) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

52 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit pemilikan rumah (KPR) mengambil pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan II 214. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,5 triliun, KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 3%, disusul kredit multiguna, kredit kendaraan bermotor (KKB), dan terakhir kredit rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat akselerasi kinerja pada triwulan II 214. Total kredit tumbuh dari 9,58% (yoy) menjadi 1,18% (yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran KKB dan kredit multiguna pada triwulan II 214 yang tumbuh lebih baik dari capaian di triwulan sebelumnya. Angka pertumbuhan KKB tercatat meningkat dari 3,5% (yoy) menjadi 35,46% (yoy). Sementara itu, setelah terkontraksi sebesar -1,1% (yoy) pada triwulan I 214, kredit multiguna berhasil tumbuh sebesar 2,26% (yoy) di triwulan II 214. Di sisi lain, KPR serta kredit rumah tangga lainnya tercatat menunjukkan perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 4.7). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPLs di bawah batas aman 5%. Rasio NPLs tercatat sedikit meningkat dari 1,78% menjadi 1,86% pada triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,3%. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan II 214 (Grafik 4.8) (2) (4) (6) % Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga Total KKB Multiguna - Skala Kanan Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.8. NPLs Kredit Rumah Tangga Pangsa Triwulan II 214 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (36.4%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (11.8%) Kredit Multiguna (3.5%) Kredit Rumah Tangga Lainnya (3.1%) Kredit Lain-lain (18.1%) KPR RT Lainnya - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna I II III IV I II III IV I II (5) 4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan II 214 kembali tumbuh lebih lambat dari triwulan I 214. Melambatnya pertumbuhan kredit di UMKM menggambarkan masih belum optimalnya pengembangan akses keuangan sehingga berpotensi untuk ditingkatkan lagi (Grafik 4.9). Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 9,63% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 13,77% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,39% atau sebesar Rp26,49 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.1). Angka NPLs kredit UMKM bergerak turun pada triwulan II 214 sehingga tetap berada di bawah batas aman yaitu sebesar 4,77% (Grafik 4.9). 46 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

53 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Upaya pengembangan UMKM yang memiliki peran penting dalam perekonomian Sulsel dilakukan untuk memberikan mereka akses kepada sumber pembiayaan. Namun demikian, hal ini tidak mudah untuk diwujudkan mengingat tidak semua masyarakat sudah memahami mengenai produk dan jasa keuangan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua terus mencoba melakukan kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan yang dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung. Pada 29 April 214, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan perbankan kepada Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kabupaten Soppeng. Kegiatan serupa kemudian dilakukan juga bagi Petugas Penyuluh Lapangan dan Kelompok Tani/Nelayan di Kabupaten Bulukumba pada 12 Juni 214. Pada 19-2 Juni 214, telah dilakukan juga pelatihan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan petani/peternak di Kabupaten Barru dan Bulukumba yang bertujuan untuk (1) memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada petani/peternak binaan dalam pengelolaan organisasi dan usaha kelompok yang baik menuju kemandirian petani; serta (2) memberikan informasi mengenai prosedur dab persyaratan akses pembiayaan pada sumber-sumber pembiayaan formal % NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan Total Kredit Non-UMKM 67% Total Kredit UMKM 33% Pangsa Kredit UMKM Modal Kerja Investasi 32% 68% I II III IV I II III IV I II Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.1. Pangsa Kredit UMKM KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

54 BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 48 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

55 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang membaik pada triwulan II 214. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transasksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan II 214. Meski masih mengalami net inflow, aliran uang yang ditarik mulai menunjukkan peningkatan seiring akan dimulainya Ramadhan dan persiapan Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga awal triwulan mendatang. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

56 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan II 214, transaksi nontunai melalui sarana RTGS ditandai dengan pertumbuhan yang positif setelah terkontraksi pada triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan II 214 sebesar Rp64,81 triliun atau tumbuh hingga 1,89% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 214 sebesar Rp48,3 triliun yang mengalami kontraksi -6,15% (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp33,67 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (to/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp21,37 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp9,76 triliun. Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk dari Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel menunjukkan perbaikan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel tumbuh lebih cepat pada triwulan II 214 yaitu dari 15,66% (yoy) menjadi 21,37% (yoy) (Grafik 5.1). Transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami kontraksi yang lebih tipis pada triwulan II 214 yaitu sebesar -6,79% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar -14,89% (yoy) (Grafik 5.2). Kemudian, transaksi dari perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel tumbuh cukup signifikan yaitu dari 11,85% (yoy) pada triwulan I 214 menjadi 98,44% (yoy) (Grafik 5.3) RTGS From Rp Triliun grtgs From - Skala Kanan (5) (1) RTGS To grtgs To - Skala Kanan Rp Triliun (1) (2) Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) RTGS From-To grtgs From-To - Skala Kanan 6 Rp Triliun Rp Triliun (2) (4) Inflow ginflow - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi nontunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit masih mengalami penurunan pada triwulan II 214. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan penurunan. Nilai kliring pada triwulan laporan turun sebesar -3,61% (yoy) dimana sebelumnya juga mengalami penurunan sebesar - 2,61% (yoy). Penurunan ini juga terindikasi dari menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan II 214 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan peningkatan pada triwulan II 214 yaitu dari 2,61% menjadi 3,66%. Meski 5 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

57 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG demikian, dari sisi jumlah warkat, rasio penolakan menunjukkan pergerakan yang stabil yaitu dari 2,47% menjadi 2,46%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan II 214 lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. URAIAN Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Pengelolaan Uang Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal Pada triwulan I 214, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel masih menunjukkan net inflow sebesar Rp,24 triliun. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp4,7 triliun pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp5,3 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami peningkatan dari Rp2,35 triliun pada triwulan I 214 menjadi Rp3,83 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Net inflow yang terjadi namun diikuti oleh mulai meningkatnya intensitas penarikan uang dipengaruhi oleh faktor musiman dimulainya Ramadhan untuk menyambut Lebaran (Grafik 5.6). Pada awal triwulan III 214, kegiatan penarikan uang diperkirakan akan semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan penyetoran sehingga akan terjadi net outflow yang sesuai dengan pola historis pada Lebaran di tahun yang lalu Rp Triliun Outflow goutflow - Skala Kanan Rp Triliun (.5) (5) (1.) Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara kontinyu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulsel, bahkan hingga wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada akhir Maret 214 yaitu dari tanggal 18 sampai dengan 22, kas keliling dibuka di daerah Mambi, Pana, dan Sumarorong di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Kemudian, pada tanggal 19 sampai dengan 23 Mei 214, telah dilakukan kegiatan kas keliling di daerah Jalang dan Doping, Kabupaten Sengkang, Sulawesi Selatan. Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan II 214, telah dilakukan sebanyak KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

58 BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 6 (enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu Papua Barat (4-21 April), Ambon (14-17 April serta 23 Juni), Kendari (28 April sampai dengan 2 Mei serta 19 Juni), dan ke Kupang (15 April). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 214 tercatat sebesar Rp,62 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp,75 (Grafik 5.7) Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 615 lembar pada triwulan II 214. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp5. (72,2%), diikuti Rp1. (26,2%), Rp2. (1,14%), Rp5. (,49%), dan Rp1. (,16%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) juga telah melakukan kegiatan sosialisasi dengan materi dimaksud hingga ke pelosok daerah, baik di Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Barat Rp Triliun Nominal UTLE gutle - Skala Kanan 2, 1,5 1, 5 (5) 72.2% 1.79% 26.2% Pecahan 1. Pecahan 5. Pecahan Lainnya * Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu 52 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

59 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,8% (Sakernas Februari 214) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya 5,83% (Februari 213). Selain itu, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan I 214 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 214 meningkat dibanding September 213 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 214 tercatat melambat dibandingkan dengan September 213 yang disebabkan oleh penurunan inflasi yoy pada Maret 214. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

60 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Tenaga Kerja TPT Sulsel mencapai 5,8% (Sakernas Februari 214) atau menurun tipis (,3%) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,83% (Februari 213). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 211,6 ribu orang per Februari 213 menjadi 212,57 ribu orang per Februari 214 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 214 yang mencapai 3.677,57 ribu orang dari 3.619,99 ribu orang pada Februari 213 atau naik 57 ribu orang, tingkat pengangguran menjadi cenderung sama. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja. Sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih rendah hampir 2 (dua) ribu pekerja dibandingkan tahun 213, yang disebabkan oleh makin menurunya aktivitas sektor pertanian. Namun demikian, secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 4,7% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 214. Sebaliknya, sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 5 (lima) ribu pekerja atau sebesar 2,23% (yoy) menjadi 231,97 ribu orang di bulan Februari 214. Kenaikan tertingi dicatat oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar 42 ribu pekerja atau sebesar 6,22% (yoy) menjadi sekitar 729,35 ribu orang (Tabel 6.2). Sementara itu, sektor jasa meningkat 2,82% (yoy) atau menjadi 644,25 ribu orang. Berdasarkan pekerjaan utama hingga Februari 214, terjadi peningkatan pada jumlah pekerja formal (buruh/karyawan) yang tumbuh 7,19% (yoy) menjadi 1,13 juta orang. Demikian pula untuk pekerja yang berusaha sendiri yang tumbuh 12,24% (yoy) menjadi 638,26 ribu orang. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama Kegiatan Utama Feb-13 Feb Angkatan Kerja Bekerja Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 63,6% 62,% 3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,83% 5,8% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel sedikit menurun karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih sedikit dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 63,6% pada Februari 213 menjadi 62,% pada Februari 214. Jumlah angkatan kerja pada Februari 214 mencapai 3,46 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,41 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai penurunan TPAK terjadi karena pengurangan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) pada triwulan laporan menurun sebesar -2,34% (yoy). Penurunan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar -9,98% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga turun dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 turun sebesar -2,13% (yoy) lebih kecil dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-7,44). Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini 54 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

61 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kategori Februari 213 Februari 214 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian ,39% -3,98% ,65% -,17% Industri ,66% -4,48% ,7% 2,23% Perdagangan ,14% 4,17% ,5% 6,22% Jasa ,38% 7,53% ,59% 2,82% Lainnya ,43% -,1% ,1% -1,58% Jumlah ,%,5% ,% 1,64% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 6.2. Penduduk Miskin 13 Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 214 meningkat dibanding September 213 baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 864,3 ribu pada Maret 214, dari 857,44 ribu per September 213, atau naik sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan sebesar 1% (yoy) menjadi 162,49 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami kenaikan sebesar 1% (yoy), menjadi 71,91 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,2% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 18,8% disumbang oleh penduduk kota. Diperlukan upaya terpadu melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi pengangguran, juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, diharapkan juga minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa dapat ditingkatkan agar dapat mengurangi tingkat urbanisasi. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 213 Pertumbuhan garis kemiskinan pada Maret 214 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan September 213. Perlambatan tersebut sejalan dengan penurunan inflasi pada Maret 214 menjadi sebesar 5,88% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 7,24% (yoy) pada September 213. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir triwulan I 214 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. 13 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

62 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Kota 26,21 215,79 221, ,488 24, % 9.13% 8.29% 4.61% 7.24% 5.88% Desa 191, , ,161 27,23 211,271.51% 12.54% 9.94% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se- Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (1,28%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,3%) dan Sulawesi Utara (8,75%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada September 214. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 3,5% dan masih terdapat di Provinsi Papua Rasio Gini 14 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio selama empat tahun terakhir (21 sampai dengan 213) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 212, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni,41. Namun demikian, pada 213, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi,43 atau lebih tinggi daripada nasional (,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi (,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 212. Tabel 6.3. Nilai Gini Ratio Provinsi Gorontalo,43,46,44,44 Papua,41,42,44,44 Sulawesi Selatan,4,41,41,43 Sulawesi Tenggara,42,41,4,43 Papua Barat,38,4,43,43 Sulawesi Utara,37,39,43,42 Sulawesi Tengah,37,38,4,41 Maluku,33,41,38,37 Sulawesi Barat,36,34,31,35 Maluku Utara,34,33,34,32 Indonesia,38,41,41,41 Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus Nilai Tukar Petani 15 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 214 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulsel pada triwulan II 214 membaik menjadi sebesar 15,81 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (15,56) (Grafik 6.5). Kenaikan tersebut secara umum disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama triwulan II 214. Namun demikian, berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan selama triwulan II 214, terjadi penurunan NTP untuk subsektor tanaman pangan, peternakan, dan perikanan di bulan Juni 214 dibandingkan Mei 214. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan tipis 14 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 15 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). 56 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

63 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN NTP sebesar,7% (mtm) yaitu dari 15,89 menjadi 15,81. Sementara itu, Indeks yang Diterima Petani triwulan II 214 mengalami kenaikan sebesar 9,53% (yoy) dari sebesar 16,92 menjadi 117,11 (grafik 6.7) begitu pula halnya dengan Indeks yang Dibayar Petani yang juga mengalami kenaikan sebesar 8,7% (yoy) dari sebesar 11,82 menjadi 11,67 (grafik 6.6). Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

64 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 58 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

65 7. PROSPEK PEREKONOMIAN Bab 7 Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan III 214 dan untuk keseluruhan tahun 214, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,1% - 8,1% (yoy) dan 7,% - 8,% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 214 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) yang tetap kuat. Sementara itu, kegiatan ekspor diperkirakan tertekan oleh pelemahan permintaan luar negeri. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Hanya saja, sektor pertanian diperkirakan melambat, karena curah hujan yang cenderung lebih rendah, dan keterbatasan produksi perkebunan. Laju inflasi triwulan III 214 diprakirakan akan terjaga ke rentang target inflasi nasional. Masih kuatnya permintaan masyarakat direspons dengan ketersediaan dan produksi yang mencukupi. Di sisi lain, peningkatan ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan, direspons ekspektasi pedagang dengan relatif stabil. Meskipun sepanjang tahun 214 akan terjadi penyesuaian tarif, namun dampaknya tidak sebesar kenaikan harga BBM subsidi di 213. Respons yang seimbang dari sisi permintaan maupun produksi tersebut, salah satunya melalui intensitas kegiatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota, dengan skala dan frekuensi kegiatan yang lebih tinggi. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

66 211 Q1 211 Q2 211 Q3 211 Q4 212 Q1 212 Q2 212 Q3 212 Q4 213 Q1 213 Q2 213 Q3 213 Q4 214 Q1 214 Q2 214 Q3 214 Q4 215 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan III 214 diperkirakan masih didorong oleh aktivitas konsumsi maupun investasi, sementara aktivitas perdagangan ekspor cenderung melemah. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 214 diperkirakan tetap stabil dengan kecenderungan meningkat dalam kisaran 7,1% - 8,1% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, dengan adanya peningkatan permintaan lokal saat Ramadhan dan Idul Fitri, serta aktivitas kampanye. Aktivitas konsumsi lokal ini, mendorong impor Sulsel yang lebih tinggi, karena untuk memenuhi permintaan masyarakat, industri di Sulsel mengimpor bahan baku sekitar 6% total impor. Di sisi lain, kegiatan ekspor dan pengiriman ke luar pulau diperkirakan masih melemah. Dari sisi sektoral, konsumsi lokal mendorong aktivitas sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan sektor perdagangan. Masih melemahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi 214, negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren perlambatan ekonomi dunia, mendorong melemahnya ekspor. Meskipun ekonomi global membaik, namun lebih rendah dan tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju, sementara ekonomi negara berkembang melambat. Secara kawasan, China dan ASEAN cenderung melemah, sementara ekonomi Jepang meningkat. Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 214 diperkirakan cenderung stabil pada kisaran 7,% - 8,% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 213 (7,65) : 8,4% 215: 7,3% - 8,3% : 7,6% 213 : 7,6% 214: 7,% - 8,% Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya Sementara untuk tahun 215, ekonomi Sulsel diperkirakan kembali meningkat, didukung pertumbuhan sektor utama dan kuatnya permintaan. Sektor utama yang diperkirakan meningkat antara lain sektor Pertambangan, sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, dan sektor Transportasi. Peningkatan beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi. Kegiatan sektor-sektor tersebut secara tidak langsung meningkatkan permintaan barang/jasa masyarakat (konsumsi) dan kegiatan ekspor/impor Prospek Sisi Permintaan Pada triwulan III 214, komponen sisi permintaan lokal cenderung masih kuat dibandingkan triwulan II 214. Komponen permintaan lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, serta komponen investasi, cenderung masih kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 214 adalah adanya tambahan pendapatan (THR dan gaji ke-13), namun masih didukung ekspektasi konsumen yang relatif terjaga. Hasil survei BPS menunjukkan turunnya ekspektasi masyarakat terutama didorong oleh melemahnya pendapatan maupun rencana masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat. Hingga semester I 214, penyerapan anggaran APBD Sulsel sudah lebih tinggi dibandingkan tahun 213, dan termasuk provinsi yang penyerapannya melebihi rata-rata nasional. 6 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

67 Sumber : BPS BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 12, 115, 11, 15, 1, 15,5 18,1 111,8 11,1 111,1 11,1 11,5 95, I II III IV I II IIIp Indeks Tendensi Konsumen Rencana pembelian barang durable Perkiraan Pendapatan RT Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan III 214. Keberlanjutan proyekproyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter) tambang/mineral dan dukungan daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU, 2x1 MW), pembangunan LNG di Kabupaten Wajo, kelanjutan proyek pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai kamar di Makassar, Pembangunan Stadion Barombong dengan 4. tempat duduk, dan pembangunan pusat belanja terintegrasi. Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan melemah sehubungan dengan melambatnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan neraca perdagangan bersih (ekspor netto) cenderung belum membaik pada tahun 214. Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 214 untuk negara China dan ASEAN diperkirakan melambat, sedangkan Jepang sedikit membaik. Sementara ekonomi negara maju di Amerika dan Eropa, cenderung masih melemah. Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi April 214 Juli 214 () p 215p p 215p Amerika Serikat 1,9 2,8 3, 1,9 1,7 3, Kawasan Eropa -,5 1,2 1,5 -,4 1,1 1,5 Kawasan Asia China 7,7 7,5 7,3 7,7 7,4 7,1 Jepang 1,5 1,4 1, 1,5 1,6 1,1 Kawasan ASEAN* 5,2 4,9 5,4 5,2 4,6 5,6 *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya Sama dengan perkiraan sebelumnya Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Pada tahun 214, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan meningkat. Harga nikel dan kakao mulai membaik awal 214, dan masing-masing tumbuh sebesar 32,97% (yoy) 38,4% (yoy), hingga Juli 214. Naiknya harga nikel karena berkurangnya pasokan, dengan berlakunya pembatasan ekspor ore oleh Indonesia. Sementara peningkatan harga kakao terkait pasokan yang ketat karena faktor musiman, sehingga masih akan kemungkinan kenaikan 5-6% (yoy) hingga akhir tahun 214. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

68 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 3. $/mt Harga Internasional Nikel yoy 5% 25. g.harga Internasional Nikel - sisi kanan 4% 3% 2. 2% 1% 15. % 1. -1% -2% 5. -3% -4% Jul Sumber: World Bank Grafik 7.3. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel 4 USD/kg yoy 4% 3,5 3% 3 2% 2,5 1% 2 % 1,5-1% 1-2%,5-3% -4% Jul Harga Internasional Coklat g.harga Internasional Coklat - sisi kanan Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Coklat Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan juga akan menjadi pendorong pertumbuhan ekspor dan impor Sulsel. Dukungan infrastruktur yang semakin membaik, dengan penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru 16, akan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antar pulau saat ini menggunakan truk dan fasilitas kapal roro. Pengiriman barang dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. Namun demikian, metode tersebut masih berlangsung untuk pengiriman dalam partai kecil. Selama triwulan III 214, menghadapi kenaikan permintaan menjelang Ramadhan/Idul Fitri, diperkirakan pengiriman barang industri dari Jawa diperkirakan meningkat Prospek Sisi Penawaran Pada triwulan III 214, hampir seluruh sektor ekonomi diperkirakan meningkat, seiring faktor musiman dan tetap kuatnya permintaan domestik. Hampir semua sektor ekonomi di Sulsel meningkat, kecuali sektor pertanian yang cenderung karena faktor musiman. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional dan dapat mendukung target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 214 (5,1% - 5,5). Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan melambat pada triwulan III 214. Beberapa daerah areal utama padi, cenderung dalam masa tanam gadu (musim tanam antara penghujan dan kemarau), sehingga hasilnya lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh curah hujan yang sudah rendah di sebagian besar wilayah Sulsel. Curah hujan tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 213, dimana di Sulsel bagian utama masih mengalami curah hujan menengah. Di sisi lain, peningkatan harga kakao cenderung berdampak minimal, karena keterbatasan produksi. Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kenaikan harga nikel yang diperkirakan mendorong produksi. Sektor pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Implikasi UU Mineral dan Batubara 17 dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM 18 dan Menteri Keuangan 19, diperkirakan dampaknya minimal di Sulsel. Besarnya produksi cenderung dipengaruhi oleh harga internasional nikel. Hingga Juli 214, harga nikel naik 32,97% (yoy) hingga level harga USD per metric ton. Sektor industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan III 214. Untuk merespons peningkatan permintaan musiman, industri tepung terigu akan meningkatkan produksinya untuk menghadapi kenaikan permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara keseluruhan 214, industri tepung masih optimis dengan meningkatkan target penambahan produksi sampai dengan 25% per bulan sebagai upaya antisipasi kenaikan permintaan tahun 214 sekitar 5% (yoy). Industri pengolahan biji nikel di Sulsel 2 diperkirakan akan meningkatkan produksinya untuk merespons 16 Diresmikan tanggal 29 April UU No. 4 Tahun 29 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 18 Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 214: Pemerintah masih mengizinkan ekspor enam komoditas mineral yang sudah diolah atau berbentuk konsentrat hingga PMK Nomor 6/PMK.11/214: Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 2% atau 25% sampai dengan 6% secara bertahap setiap semester 2 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. 62 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

69 Inflasi Tahunan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN kenaikan harga internasional nikel dan membaiknya negara Jepang. Sementara itu, dua industri semen 21 di Sulsel diperkirakan meningkatkan produksinya untuk mengimbangi pembangunan infrastruktur dan sektor konstruksi yang masih meningkat. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh menguat pada triwulan III 214. Kapasitas infrastruktur perhubungan semakin tinggi, yaitu Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Garongkong. Selain itu, diperkirakan kegiatan perdagangan relatif meningkat, terutama untuk pengiriman barang dari luar Sulsel, untuk mengantisipasi Ramadhan/Idul Fitri. Selain itu, dimulainya proses pelaksanaan kampanye 22 pemilu eksekutif akan meningkatkan kegiatan di sektor PHR. Kemudian, sektor keuangan diperkirakan sedikit meningkat, sesuai pola historisnya. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II 214, memperkirakan peningkatan pertumbuhan kredit triwulan III 214. Sementara keseluruhan tahun 214 akan sebesar 18,2% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (18,), maupun realisasi tahun 213 (21,8%) 23. Perlambatan sektor keuangan tahun 214 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga Bank Indonesia 24 pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/dpk nasional tahun 214 berkisar antara 15% - 17% (yoy) lebih rendah dari tahun 213. Diperkirakan perbankan telah menyesuaikan rencana bisnis bank 214 untuk menjaga prinsip kehati-hatian Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan III 214 secara umum berpotensi kembali ke rentang target 4,5%±1%. Tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered price, sementara inflasi inti cenderung tetap stabil. Relatif stabilnya inflasi karena, tekanan permintaan konsumen yang meningkat, direspons dengan ketersediaan barang yang relatif mencukupi. Beberapa sektor yang menyediakan kebutuhan barang kebutuhan masyarakat telah merespons dengan produksi yang tetap tinggi dan ketersediaan yang mencukupi. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan tarif dasar listrik cenderung berdampak minimal. Respons yang seimbang dari sisi permintaan maupun produksi tersebut, salah satunya melalui pengoptimalan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota, dengan skala kegiatan yang lebih menyebar dan intensitas lebih tinggi. Diperkirakan inflasi Sulsel 214 akan mampu mendukung pencapaian target nasional (4,5% ± 1%), dalam rentang 4,6% - 5,6% (yoy). 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % Nasional yoy Sasaran Inflasi 211: 5% + 1 Sulsel 211: 2,87% Nasional 211: 3,79% Sulsel yoy Sasaran Inflasi 212: 4,5% + 1 Sulsel 212: 4,41% Nasional 212: 4,3% Sasaran Inflasi 213: 4,5% + 1 Sulsel 213: 6,22% Nasional 211: 8,38% Sasaran Inflasi 214: 4,5% Grafik 7.4. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya Inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun dengan pasokan yang mencukupi. Faktor yang mendukung adalah stok pangan 25 yang cukup sampai dengan beberapa bulan ke depan. Panen raya padi serta komoditas hortikultura juga dinilai masih berlangsung di sektor transisi Sulsel maupun sektor timur Sulsel sedangkan sektor barat Sulsel memasuki masa tanam. Dari aspek cuaca, curah hujan yang relatif rendah dibandingkan triwulan sebelumnya akan mendukung 21 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 214, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,3% (yoy) dan 42,6% (yoy). 22 Periode pelaksanaan kampanye Pilpres 4 Juni - 5 Juli Statistik Perbankan Indonesia 24 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November Hasil Rapat Koordinasi TPID antara Gubernur Sulsel dengan seluruh Kab/Kota dan asosiasi tanggal 18 Juni 214, stok Aman untuk beras hingga 28 bulan, gula hingga 5 bulan, terigu hingga 4 bulan, migor hingga 3 bulan, sementara daging dan telur hingga 3 bulan. KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II

70 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN kegiatan penangkapan ikan maupun pengolahan lahan pertanian. Namun demikian, penangkapan ikan akan terkendala angin kencang yang masih berlangsung hingga Juli 214. Juli 214 Agustus 214 September 214 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.5. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan Inflasi administered price tahun 214 diperkirakan relatif melemah. Penurunan inflasi administered price juga didorong faktor dasar perhitungan dari semester II 213 yang cenderung tinggi setelah kenaikan BBM bersubsidi, sehingga pada semester II 214 cenderung terkoreksi. Kenaikan harga yang diatur pemerintah masih terjadi, namun dampaknya tidak sebesar kenaikan harga BBM bersubsidi di 213. Terjadi kenaikan tarif angkutan dan harga rokok. Kenaikan tarif angkutan karena pengusaha transportasi memanfaatkan kenaikan permintaan saat arus mudik dan arus balik dalam rangka Lebaran. Sementara itu, inflasi pada rokok kretek filter ditengarai dampak penyesuaian dari pajak daerah seiring naiknya harga bahan baku yang diimpor (tembakau). Adapun kebijakan pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi yaitu dari pukul diterapkan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali sehingga belum akan memberi dampak yang signifikan bagi Sulsel pada khususnya. Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, karena peningkatan ekspektasi konsumen tidak disertai dengan kenaikan harga di tingkat pedagang. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.7) yang indeksnya meningkat menjadi 184 dari triwulan sebelumnya (167,83). Di sisi lain, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif stabil (Grafik 7.8), menjadi 1 dari triwulan sebelumnya (1,6). Selain itu, harga emas perhiasan meningkat, ditengarai akibat pergerakan harga emas di pasar global yang tumbuh dalam tren meningkat seiring impor emas oleh India yang cukup signifikan. Kenaikan harga emas juga dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat untuk menyambut hari raya. Informasi pedagang menyatakan bahwa konsumen menyisihkan THR untuk membeli emas untuk investasi Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad I II III IV I II III IV I II III* IV* 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1, 99,9 99,8 99,7 99,6 99,5 Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad I II III IV I II III IV I II III* IV* Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.6. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga 64 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Triwulan II 214

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Yos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada

Lebih terperinci