Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: / Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 2017 tumbuh melambat mencapai 6,25% (yoy), meski tetap terjaga lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,06% (yoy). Ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan III 2017 tersebut tumbuh di bawah kisaran proyeksi Bank Indonesia. Pendorong perlambatan dari sisi Lapangan Usaha adalah Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian ; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; serta Jasa Perusahaan. Di sisi perkembangan harga, laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2017 tercatat 4,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2017 (4,98%, yoy), terutama karena menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan; kelompok perumahan, air, listrik dan gas; serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2017 dan keseluruhan tahun 2017 kami perkirakan sedikit meningkat, masing-masing pada 7,0%-7,4% (yoy) dan 6,7 7,1 % (yoy). Kami mengharapkan ekonomi Sulsel akan didukung dengan munculnya sumber pertumbuhan baru, pembangunan infrastruktur yang tetap waktu, penguatan ekspor jangka panjang, reformasi struktural, dan substitusi impor. Di sisi lain, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan terjaga sehingga inflasi keseluruhan 2017 berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada 2017 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya dan pengendalian harga/tarif yang dikelola oleh Pemerintah daerah. Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, 22 November 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Bambang Kusmiarso Direktur Eksekutif iii

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. iv

5 DAFTAR ISI Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III V RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGELUARAN SISI LAPANGAN USAHA PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 23 BOKS 1.A. ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN BOKS 1.B. HASIL RISET KPJU UNGGULAN PROVINSI SULAWESI SELATAN BOKS 1.C. UPAYA MENURUNKAN DEFISIT CURRENT ACCOUNT DEFISIT 2. KEUANGAN PEMERINTAH STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB INFLASI DAERAH INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM STABILITAS KEUANGAN DAERAH PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58 BOKS 4.A STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAERAH: INDIKATOR RISIKO DAERAH DAN SEKTORAL PADA LEVEL YANG MASIH TERJAGA 5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 66 v

6 DAFTAR ISI 5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI JUAL-BELI VALUTA ASING 68 BOKS 5.A. DISEMINASI UANG ELEKTRONIK DI SULAWESI SELATAN TAHUN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEBIJAKAN 83 LAMPIRAN 85 vi

7 RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan III 2017 tumbuh melambat dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat. Perekonomian Sulsel triwulan III 2017 tumbuh 6,25% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yang tercatat 6,63% (yoy). Secara lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian ; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; serta Jasa Perusahaan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan secara umum dalam kondisi baik, sejalan dengan itu transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran juga menunjukkan perbaikan. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan meningkat, dikarenakan konsumsi pemerintah yang membaik serta membaiknya perdagangan luar negeri dan antar daerah. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan dari usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Listrik dan Gas; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan III 2017 menurun 4,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang mencapai 4,49% (yoy), sebagai implikasi pasokan bahan makanan yang tersedia dan daya beli yang terjaga. Pada triwulan IV 2017 tekanan inflasi diperkirakan masih dalam tren menurun, karena aktivitas masyarakat dan kondisi pasokan yang terjaga saat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan tahun baru. Sejalan dengan itu, untuk kondisi stabilitas keuangan daerah dan sistem pembayaran juga tetap terjaga dan dapat mendukung aktivitas ekonomi. Dengan kondisi tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulsel dan inflasi 2017 diprakirakan tetap dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia. Pertumbuhan Ekonomi Net Ekspor luar negeri dan konsumsi rumah tangga menjadi faktorpendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III Sementara itu, secara lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan terjadi di usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh neraca perdagangan yang menunjukkan penurunan. Kebutuhan impor yang meningkat dalam rangka pembangunan infrastruktur terus berlanjut di Sulawesi Selatan di tengah pertumbuhan ekspor yang melambat, menyebabkan neraca perdagangan Sulsel mangalami penurunan. Masih terus berlanjutnya pembangunan Pembangkit Listrik dan kegiatan investasi penerbangan, membuat impor tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan ekspor. Sementara dari sisi ekspor perlambatan terutama disebabkan penurunan ikan, udang, dan kakao. Dari sisi produksi, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh melambatnya Lapangan Usaha (LU) yang memiiki pangsa besar seperti Pertanian, 1

8 RINGKASAN EKSEKUTIF Penggalian ; Konstruksi. Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian ; serta Konstruksi. Perlambatan produksi dan tekanan harga bahan baku impor pada lapangan usaha tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi masih melanjutkan tren deselerasi di tengah permintaan domestik yang tumbuh signifikan. Hingga triwulan III 2017, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 6,25% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,63% (yoy). Libur akhir tahun dan HBKN, investasi pemerintah melalui pembangunan infrastruktur, dan belanja pemerintah yang umumnya meningkat sesuai pola serapan anggaran, akan meningkatkan pertumbuhan pada triwulan IV 2017 pada rentang 7,0%-7,4% (yoy) sehingga pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 akan berada pada rentang 6,7% - 7,1% (yoy). Keuangan Pemerintah Realisasi belanja APBN APBD Provinsi/Kab/Kota sampai dengan triwulan III 2017 sudah cukup baik. Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan III 2017 sudah cukup tinggi. Realisasi belanja hingga triwulan III 2017 tercatat mencapai Rp5,25 triliun atau 57,4% dari pagu anggaran sebesar Rp9,15 triliun, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 56,0%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 73,9%) dan belanja transfer (pangsa 20,2%), sementara untuk realisasi belanja modal mencapai 29,47%. Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel juga meningkat. Sampai dengan triwulan III 2017 telah terealisasi sebesar Rp10,93 triliun atau 61,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,7 triliun. Peningkatan komponen belanja terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali belanja modal. Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, sebagai instrumen fiskal menjadi peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2017, terutama stimulus pertumbuhan yang berbentuk pembangunan infrastruktur untuk memperlancar distribusi. Inflasi Tekanan harga triwulan III 2017 dari seluruh kelompok khususnya volatile food dan administered price melambat. Demikian pula, tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2017 tercatat 4,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2017 (4,49%, yoy) seiring dengan terkendalinya pasokan pangan dan telah berlalunya momentum penyesuaian tarif dasar listrik. Inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) berada pada posisi 2,79%(yoy) atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 4,86% (yoy), karena pasokan pangan yang terjaga. Demikian pula dari inflasi yang diatur pemerintah, sedikit menurun pasca berlalunya kenaikan tarif dasar listrik walau terdapat kenaikan cukai rokok yang memberikan tekanan inflasi selama triwulan III Tarikan permintaan domestik yang tinggi membuat inflasi inti bergerak naik khususnya disebabkan tahun ajaran baru. Pada triwulan IV 2017, inflasi diperkirakan akan lebih rendah sejalan dengan panen yang terjadi di awal triwulan. Selain itu, koordinasi TPID yang terus diperkuat untuk memastikan inflasi berada pada kisaran sasaran Bank Indonesia akan semakin memastikan inflasi tetap terkendali. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas keuangan daerah tetap terjaga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Sulsel yang berkelanjutan. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Sulsel yang berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan stabilnya tingkat rasio gagal bayar bunga dan pokok utang (non performing loan) pada level yang rendah di tengah pertumbuhan kredit yang melambat. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM terus 2

9 RINGKASAN EKSEKUTIF meningkat signifikan sebagai bentuk kehadiran Bank Indonesia pada ekonomi kelas menengah ke bawah. Pembangunan ekonomi yang inklusif tersebut juga dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan khususnya dari risiko keuangan korporasi menghadapi harga komoditas yang kembali menurun di triwulan III Risiko harga komoditas tersebut dapat terjaga tercermin dari risiko NPL yang stabil baik dari sisi korporasi maupun rumah tangga. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Transaksi nontunai melalui kliring pada triwulan III 2017 membaik, sementara kebutuhan uang kartal cenderung net inflow ke Bank Indonesia Kondisi sistem pembayaran non tunai tetap baik, namun transaksi tunai menunjukkan tren net inflow ke Bank Indonesia. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami perbaikan. Perbaikan pertumbuhan tersebut terjadi pada nominal maupun volume transaksi. Di sisi lain, kualitas transaksi mengalami perbaikan pula, terpantau dari rata-rata penolakan cek/bg kosong yang cenderung turun. Namun, sesuai dengan tren perlambatan ekonomi, transaksi tunai yang melalui Bank Indonesia dalam tren menurun, dengan kecenderungan terjadi net inflow selama lima triwulan berturut-turut. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan. Pengawasan terhadap transaksi KUPVA BB, menunjukkan transaksi pembelian valas yang relatif meningkat selama triwulan III 2017, karena peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Persentase penduduk miskin dan ketimpangan pendapatan di Sulsel menurun. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2017 tercatat 5,61%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4,80%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 2017 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan II Persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,38%). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,65% terdapat di Provinsi Gorontalo. Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik. Rasio Gini pada Maret 2017 menjadi 0,41 dibanding tahun sebelumnya (0,43). Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan juga terpantau membaik, dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada pada peringkat 14 secara nasional. Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2018 diprakirakan tetap kuat dengan inflasi yang terjaga. Perekonomian Sulsel pada triwulan I dan keseluruhan tahun 2018 diperkirakan akan tumbuh masing-masing pada kisaran 6,7-7,1% (yoy) dan 7,0 7,4% (yoy). Terus berlanjutnya reformasi struktural menjadi pondasi terus membaiknya ekonomi Sulsel secara keseluruhan. Sumber pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2018 diperkirakan akan berasal dari stabilnya konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) disebabkan faktor pilkada yang dapat mendorong konsumsi. Dari sisi perdagangan luar negeri, kinerja ekspor LN diperkirakan membaik seiring perbaikan ekonomi Negara mitra dagang dan membaiknya cuaca, menopang pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) Pertanian, sehingga dapat memperbaiki ekspor non tambang. Dari sisi produksi, LU pertanian diperkirakan akan tumbuh signifikan seperti tahun Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

10 RINGKASAN EKSEKUTIF sebelumnya disebabkan oleh panen dan situasi cuaca yang kondusif. Hal serupa diperkirakan juga akan terjadi pada LU Pertambangan dengan produksi nikel yang lebih tinggi karena telah selesainya maintenance mesin di perusahaan utama produsen nikel. Dari sisi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan I 2018 dan keseluruhan 2018 diperkirakan akan cenderung stabil pada kisaran 3,5+1%. Penguatan koordinasi melalui optimalisasi peran TPID Provinsi/Kabupaten/Kota akan terus ditingkatkan untuk memastikan inflasi berada pada rentang sasaran Bank Indonesia. Rekomendasi Kebijakan Melakukan identifikasi dan mencari sumber-sumber dan diversifikasi ekspor serta memperkuat industri agribisnis menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel. Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, beberapa kebijakan atau rekomendasi yang dapat dilakukan: (a). Menjaga proses pembangunan dan penyelesaian infrastruktur tepat waktu sesuai dengan target yang telah ditentukan sehingga dapat digunakan secara operasional, (b) Strategi diversifikasi ekspor yang mengarah pada negara non mitra dagang utama, misalnya Timur Tengah dan Amerika Latin, (c) Konsistensi reformasi struktural melalui penguatan industri agribisnis, (d) Mendorong munculnya sumber pertumbuhan baru melalui hilirisasi komoditi unggulan (berbasis sumber daya alam), serta sumber pertumbuhan baru dari jasa kesehatan, pendidikan, dan pariwisata, (e) Mendorong penelitian, pengembangan, dan kemitraan di sektor hulu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditi unggulan, (f) Mendorong soft infrastructur untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melalui pelatihan dan pendidikan, serta (g) Mendorong adanya paket kebijakan untuk mengeliminir hambatan investasi. Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal: (a) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian komoditas volatile food, (b) TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel, (c) Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota, (d) Penggunaan bibit unggul yang tahan cuaca buruk, pengaturan pola tanam serta manajemen persediaan; (e) Menjaga tingkat inflasi tetap rendah dan stabil sesuai dengan target inflasi nasional. 4

11 TABEL INDIKATOR EKONOMI TABEL INDIKATOR EKONOMI Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) MAKRO Indeks Harga Konsumen I II III IV I II III IV I II III Okt - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Laju Inflasi Bulanan (%, mtm) - Sulawesi Selatan (0.18) 0.97 (0.07) (0.31) - Sulawesi Utara (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.04) (0.06) - Sulawesi Tengah (0.68) (0.13) (1.31) - Sulawesi Tenggara (0.16) 3.24 (0.52) (0.88) - Sulawesi Barat (0.02) (0.29) (0.48) Laju Inflasi Tahun Kalender (%, ytd) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara (0.40) (1.02) (0.71) (0.94) Gorontalo (1.13) Sulawesi Tengah (2.39) (0.64) Sulawesi Tenggara (1.06) Sulawesi Barat (0.56) (0.45) Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) INDIKATOR - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA ,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,872 71,912 75,706 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,743 14,548 16,004 10,776 12,856 15,167 16,874 13,541 14,578 15,869 17,227 Pertambangan dan Penggalian 3,533 3,760 4,229 4,281 3,605 3,929 4,296 4,125 3,892 4,173 4,366 Industri Pengolahan 8,192 8,727 8,823 9,814 9,270 9,515 9,769 9,901 9,685 9,852 10,206 Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610 7,888 8,161 8,330 8,142 8,593 8,842 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8,212 8,623 9,405 8,675 8,939 9,572 10,313 9,537 9,592 10,553 11,304 Transportasi dan Pergudangan 2,129 2,239 2,394 2,380 2,418 2,440 2,614 2,386 2,449 2,590 2,859 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ,002 1,050 Informasi dan Komunikasi 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055 4,170 4,355 4,408 4,440 4,639 4,784 Jasa Keuangan 2,144 2,077 2,194 2,248 2,351 2,438 2,459 2,595 2,452 2,567 2,577 Real Estate 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411 2,442 2,445 2,485 2,511 2,549 2,561 Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,640 2,750 2,940 3,007 2,784 2,921 2,715 2,797 2,824 2,903 2,962 Jasa Pendidikan 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420 3,488 3,674 3,714 3,664 3,818 4,046 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 1,401 1,346 1,398 1,456 Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ** 1. Konsumsi 37,145 39,722 41,032 44,881 39,034 42,105 42,787 45,978 41,136 44,356 45, Investasi 22,896 25,139 26,517 27,071 25,370 26,415 27,396 27,919 26,838 27,985 30, Ekspor 14,134 13,878 14,737 10,692 8,436 9,906 9,987 7,624 10,707 10,519 10, Impor 15,333 16,303 15,560 19,889 9,718 10,985 8,919 13,997 10,809 10,948 10,847 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar * 2017** 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,872 71,912 75, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

12 TABEL INDIKATOR EKONOMI B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 104, , , , , , , , , , ,565 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) - 66,420-68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025 82,396 81,891 85,232 83,874 Giro 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802 10,388 12,434 12,532 12,562 Tabungan 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,800 44,994 41,400 43,973 43,308 Deposito 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 27,014 28,057 28,726 28,004 Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - 85,304-87,563-89,911 94,981 96, , , , , , ,583 - Modal Kerja 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653 39,952 40,620 42,311 41,776 - Investasi 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204 20,221 19,830 19,946 19,773 - Konsumsi 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917 43,718 44,347 45,898 46,034 LDR % % % % % % % % % % % Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - 85,304-87,563 89,911 94,981 96, , , , , , ,583 - Pertanian 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998 3,280 3,279 3,514 3,624 - Pertambangan Industri pengolahan 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104 7,582 7,494 7,555 7,477 - Listrik, Gas, dan Air Konstruksi 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305 6,698 6,305 6,602 6,637 - Perdagangan 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 32,555 32,970 33,787 33,256 - Pengangkutan 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730 2,627 2,420 2,508 2,441 - Jasa Dunia Usaha 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234 4,278 4,715 4,889 4,709 - Jasa Sosial Masyarakat 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 2,518 2,640 2,819 2,838 - Lain-lain 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 43,767 44,378 45,926 46,060 Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) - 27,428-28,301-28,501 30,641 31,110 32,156 32,936 33,233 36,798 34,306 34,297 Kredit Mikro* (Rp Miliar) - 6,221-6,679-6,880 7,892 8,698 8,993 9,050 9,277 9,234 9,800 9,950 - Modal Kerja 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329 6,580 6,707 6,841 6,711 7,211 7,334 - Investasi 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343 2,436 2,523 2,589 2,615 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - 10,893-11,161-11,580 12,412 12,433 12,687 12,549 12,695 13,070 13,409 13,384 - Modal Kerja 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265 7,540 7,713 7,817 8,341 9,116 9,114 - Investasi 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836 4,878 4,729 4,293 4,270 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - 10,313-10,461-10,042 10,337 9,979 10,476 11,336 11,260 14,495 11,097 10,964 - Modal Kerja 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542 8,568 8,013 7,965 7,850 - Investasi 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781 2,852 2,795 2,692 6,481 3,132 3,114 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Bank (%) % % % 3.19% 3.36% 3.05% 3.00% 2.29% 2.43% 2.45% 2.54% NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) % 5.14% 5.40% % 4.43% 4.14% 4.07% 3.78% 3.70% 3.93% 4.05% BANK UMUM SYARIAH 0 Total Aset (Rp Miliar) 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 6,718 6,703 6,708 6,365 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) - 3,187-3,287-3,382 3,853 3,517 3,630 3,872 3,972 3,967 3,921 3,680 Giro Tabungan 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886 2,020 2,008 2,037 2,053 Deposito 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 1,447 1,557 1,587 1,601 1,558 1,275 Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668 5,851 5,911 5,994 5,831 - Modal Kerja 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619 1,594 1,616 1,594 1,487 - Investasi 865 1,015 1,170 1,152 1,143 1, ,096 1,081 1,094 1,075 - Konsumsi 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015 3,025 3,079 3,162 3,213 3,306 3,269 FDR % % % % % % % % % % % Catatan: * (<Rp50 juta) ** (Rp50 < X < Rp500 juta) *** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar) 6

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK) INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar) 104, , , , , , , , , , ,565 DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) - 66,178-68,635 72,126 78,076 78,002 81,674 81,640 81,971 81,536 84,852 83,503 Giro 10,125 11,807 12,454 13,150 12,881 12,178 11,788 10,376 12,420 12,519 12,537 Tabungan 33,960 34,683 37,256 41,907 38,342 42,311 41,544 44,678 41,157 43,702 43,063 Deposito 22,093 22,145 22,416 23,019 26,778 27,185 28,309 26,917 27,959 28,632 27,903 Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 90,768 94,399 96, , , , , , , , ,482 - Modal Kerja 34,244 37,014 37,017 38,556 38,920 40,809 40,590 40,842 41,856 43,281 42,668 - Investasi 19,119 19,431 19,865 22,774 22,507 23,420 22,771 23,079 23,597 23,931 23,863 - Konsumsi 37,404 37,954 39,137 39,933 40,853 43,398 45,040 45,802 46,327 47,945 47,952 LDR % % % % % % % % % % % Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 90,768 94,399 96, , , , , , , , ,482 - Pertanian 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592 2,852 2,858 3,110 3,214 - Pertambangan Industri pengolahan 5,830 6,487 6,226 8,460 7,984 8,674 8,398 8,039 7,844 8,145 8,138 - Listrik, Gas, dan Air 2,093 2,340 2,436 2,572 2,290 2,149 2,203 2,239 2,835 2,823 2,871 - Konstruksi 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496 6,522 6,629 6,812 6,787 - Perdagangan 28,761 30,356 30,678 31,985 32,480 34,128 33,399 33,784 34,449 35,080 34,442 - Pengangkutan 2,407 2,343 2,381 2,442 2,501 2,433 2,414 2,314 2,152 2,224 2,212 - Jasa Dunia Usaha 4,046 4,249 4,187 4,409 4,637 4,804 5,022 5,165 5,570 5,725 5,574 - Jasa Sosial Masyarakat 2,425 2,610 2,409 2,480 2,449 2,574 2,412 2,567 2,690 2,882 2,899 - Lain-lain 37,532 38,063 39,228 39,996 40,902 43,456 45,064 45,851 46,358 47,976 47,981 Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 30,544 31,433 31,909 38,572 33,612 33,130 Kredit Mikro* (Rp Miliar) 6,202 6,650 6,810 7,583 8,368 8,740 8,788 8,999 8,978 9,563 9,742 - Modal Kerja 4,648 5,002 5,085 5,469 6,240 6,537 6,671 6,805 6,717 7,227 7,360 - Investasi 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,204 2,118 2,194 2,261 2,336 2,382 - Konsumsi Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 10,293 10,637 10,863 11,405 11,434 11,780 11,732 11,883 12,307 12,641 12,666 - Modal Kerja 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649 7,744 8,238 9,006 8,997 - Investasi 3,746 3,804 3,887 4,278 4,239 4,355 4,082 4,139 4,069 3,636 3,669 - Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 10,372 10,708 10,070 10,141 9,515 10,023 10,914 11,027 17,288 11,407 10,722 - Modal Kerja 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,200 8,321 8,105 7,778 7,639 - Investasi 2,808 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714 2,706 9,183 3,629 3,083 - Konsumsi NPL Total gross - Lokasi Proyek (%) NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%) BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar) 3.63% 3.71% 3.90% 3.40% 3.46% 3.21% 3.19% 2.54% 2.64% 2.67% 2.72% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31% 4.15% 3.98% 3.56% 4.04% 4.23% 6,000 6,184 6,489 6,976 7,018 6,687 6,633 6,718 6,703 6,708 6,365 3,187 3,275 3,369 3,804 3,462-3,569-3,794 3,865 3,870 3,829 3,586 DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,770 1,864 1,967 1,979 2,011 2,029 Deposito 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,502 1,533 1,535 1,494 1,207 Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647-6,778-6,359 6,522 6,628 6,605 6,482 - Modal Kerja 2,047 2,345 2,307 2,165 2,503 2,679 2,252 2,192 2,192 2,012 1,954 - Investasi 947 1,311 1,344 1,249 1,240 1,198 1,145 1,313 1,300 1,352 1,348 - Konsumsi 2,904 2,880 2,823 2,885 2,904 2,901 2,962 3,017 3,136 3,241 3,180 FDR % % % % % % % % % % % Catatan: * (<Rp50 juta) ** (Rp50 < X < Rp500 juta) *** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

14 TABEL INDIKATOR EKONOMI D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH I II III IV I II III IV I II III KAS Inflow (Rp Miliar) 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 4,104 4,612 3,343 2,405 Uang Kertas 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 1,562 4,612 3,343 2,405 Uang Logam Outflow (Rp Miliar) 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490 4,741 2,520 2,624 1,289 3,181 1,594 Uang Kertas 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485 4,735 2,517 2,620 1,286 3,177 1,592 Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) ,310 2,694 1,289 1,350 1, TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) 19,951 26,709 19,338 14,217 13,976 17,433 6,561 9,459 11,485 15,638 9,781 To / Incoming (Rp Miliar) 21,897 31,935 40, From - To (Rp Miliar) 3,778 4,272 3, TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226 19,308 15,603 15,754 14,471 11,360 12,850 Volume Kliring* (Lembar) 262, , , , , , , , , , ,059 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 887 1,027 1,617 4,280 8,917 10,499 7,038 6,579 6,540 5,926 6,922 Volume Kliring Kredit (Lembar) 34,547 32,940 53,395 86, , , , , , , ,734 RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) ,378 2,178 2,400 2,097 2,050 2,177 2,093 2,547 Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309 8,809 8,565 9,175 8,339 5,434 5,928 Volume Kliring Debet (Lembar) 227, , , , , , , , , , ,325 RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509 3,436 3,211 3,394 3,136 2,406 2,626 Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 6,571 5,552 5,012 6,003 6,040 6,336 6,194 6,421 5,925 5,644 4,842 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) Cek/BG Kosong INDIKATOR Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686 4,797 4,769 5,013 4,673 3,942 3,454 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) *) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari

15 TABEL INDIKATOR EKONOMI E. GRAFIK INDIKATOR % yoy 25% 20% Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional 11% 10% 9% % yoy Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy) 15% 10% 5% 0% Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 2017** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: PDRB TD 2010 ; KTI adalah Kaimantan, Sulampua, Balinusra; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) 8% 7% 6% 5% 4% 3% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) 6,25% 5,06% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 2016** 2017** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) 12% 10% Net Ekspor Investasi (PMTB) Konsumi LNPRT PDRB % yoy Perubahan Stok Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga 12% 10% Lainnya Perdagangan Konstruksi Industri Pengolahan Pertambangan Pertanian PDRB % yoy 8% 6% 4% 2% 8% 6% 4% 0% 2% -2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III * 2017** * 2017** Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% Inflasi Nasional (yoy) BI Rate 4,50% 3,72% 4,17% Inflasi Sulsel (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III (Rp Triliun) Aset Kredit Lokasi Bank DPK Lokasi Bank Pelapor LDR - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III % 190% 180% 170% 160% 150% 140% 130% 120% 110% 100% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan Jumlah Penduduk * 2017** 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% % Penduduk Miskin - Skala Kanan (Ribu Orang) Jumlah Penduduk Miskin % 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Keterangan: Data Agustus 2017; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka *) Data Maret 2017; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

16 TABEL INDIKATOR EKONOMI HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 10

17 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi 1 Perekonomian Sulsel triwulan III 2017 melambat terutama disebabkan oleh neraca perdagangan yang menurun. PDRB Sulsel triwulan III 2017 tumbuh 6,25% (yoy), dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,63% (yoy). Seiring dengan masih terus berlanjutnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di Sidrap serta kegiatan investasi jasa penerbangan, membuat impor tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan ekspor. Implikasinya, neraca Sulsel melambat, mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Secara lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian ; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; serta Jasa Perusahaan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga dan peningkatan impor. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV akan berada pada rentang 7,0% 7,4% (yoy). Hal ini didorong oleh peningkatan konsumsi Rumah Tangga di akhir tahun yang dibarengi dengan peningkatan serapan belanja pemerintah. 1 Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan III 2017 (data realisasi BPS) dan Triwulan IV 2017 (data proyeksi Bank Indonesia) 11

18 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan III 2017 tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan III 2017 sebesar 6,25% (yoy), secara berturut-turut lebih rendah dibandingkan dua triwulan sebelumnya. Lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas impor, khususnya untuk impor barang modal, sejalan dengan berlanjutnya reformasi struktural dalam rangka pembangunan alternatif energi terbarukan. Di sisi lain, pertumbuhan permintaan domestik yang masih tetap kuat mampu menahan perlambatan pertumbuhan lebih dalam seiring dengan kenaikan konsumsi pemerintah dan kenaikan investasi. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2017 diperkirakan membaik. Perbaikan tersebut sejalan dengan melambatnya aktivitas impor menyusul kegiatan investasi pembangunan PLTB Sidrap yang sudah mendekati akhir progres dan siap beroperasi sebagian di awal tahun Kegiatan impor diperkirakan masih ada, namun dalam level (magnitude) yang lebih rendah di tengah permintaan domestik yang tetap tumbuh tinggi. Dari sisi produksi, puncak panen raya di awal triwulan IV diperkirakan akan mengeskalasi pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) pertanian yang memiliki peran hingga seperempat dari pangsa ekonomi Sulsel. Selain itu, LU konstruksi juga diperkirakan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh aktivitas belanja infrastruktur pemerintah baik pusat maupun daerah. Faktor penahan dari sisi lapangan usaha diperkirakan berasal dari LU Industri pengolahan yang tumbuh lebih lambat karena menggunakan inventori dalam memenuhi permintaan rumah tangga. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sulsel akan berada pada rentang 7,0% - 7,4% (yoy) di triwulan IV Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel untuk keseluruhan tahun 2017 diperkirakan akan berada pada rentang 6,7% - 7,1%. Pertumbuhan ekonomi tersebut mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 7,41% (yoy). Melambatnya pertumbuhan pada tahun 2017 disebabkan terdeselerasinya pertumbuhan pada triwulan II dan III yang tumbuh di bawah rata-rata historis. Dengan pertumbuhan sebesar 6,63% pada triwulan II dan 6,25% pada triwulan III maka pertumbuhan pada triwulan IV diprediksi tidak akan mampu mengompensasi rendahnya pertumbuhan pada dua triwulan tersebut. Dari sisi lapangan usaha, penyebab utama perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah melambatnya pertumbuhan pada LU pertanian yang ditengarai disebabkan oleh menurunnya produksi ikan dan udang serta kakao di tengah pertumbuhan produksi tanaman bahan pangan yang cenderung stabil. Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara P : Prediksi Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan 1.2. Sisi Pengeluaran Permintaan domestik Sulsel tetap tumbuh. Permintaan domestik atau pertumbuhan yang dibangun oleh Belanja Pemerintah dan investasi menunjukkan peningkatan. Tingginya pertumbuhan permintaan domestik tersebut khususnya didorong oleh kenaikan investasi sejalan dengan impor mesin dan peralatan yang juga tumbuh tinggi. Meskipun permintaan domestik meningkat, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2017 terdeselerasi disebabkan oleh tingginya pertumbuhan impor di tengah ekspor yang membaik terbatas. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan impor mencapai 21,62% (yoy), melonjak drastis dari sebelumnya terkontraksi sebesar -0,33% (yoy). 12

19 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Sulsel secara kumulatif hingga triwulan III 2017 berada pada angka 6,78% (ytd). Pertumbuhan secara ytd tersebut merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir. Perlambatan secara tahunan disebabkan oleh aktivitas impor yang cukup tinggi sehingga membuat neraca perdagangan Sulsel mengalami tekanan di sepanjang tahun Impor yang tumbuh signifikan disebabkan oleh aktivitas impor mesin dan peralatan untuk mendukung kegiatan investasi infrastruktur seperti pembangunan waduk, listrik tenaga bayu, hingga kereta api. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun 2017 lebih bersifat temporer atau tidak fundamental. Pada triwulan IV, pertumbuhan ekonomi diperkirakan kembali terakselerasi terutama didukung oleh konsumsi RT dan belanja pemerintah. Libur akhir tahun yang didahului dengan libur natal akan meningkatkan konsumsi RT. Dari sisi investasi, investasi pemerintah melalui pembangunan infrastruktur diperkirakan akan mendorong investasi di tengah investasi swasta yang akan sedikit melambat di akhir tahun. Faktor pendorong lainnya adalah belanja pemerintah yang umumnya meningkat sesuai pola serapan anggaran. Sementara dari sisi perdagangan luar negeri dan antar daerah diperkirakan akan lebih moderat sejalan dengan aktivitas impor yang lebih rendah. Grafik 1.2 Pertumbuhan PDRB dan Permintaan Domestik Sulsel 2017 Grafik 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (ytd) Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan) Komponen * 2017** I II III IV TOTAL I II III 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.52) (7.43) (1.34) 3.75 (1.27) Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori (26.91) (124.47) (579.81) (54.29) (49.80) (28.52) (32.02) (63.22) Ekspor (11.40) (40.31) (28.62) (32.23) (28.70) (32.72) Impor (3.00) (36.62) (32.62) (42.68) (29.62) (34.98) (0.33) PDRB Konsumsi Konsumsi RT tumbuh melambat pasca hari besar keagamaan nasional (HBKN). Pada triwulan III 2017, konsumsi RT tumbuh 6,15% (yoy) atau mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,47% (yoy). Melambatnya konsumsi RT tersebut disebabkan oleh festive season seperti libur lebaran yang sudah berlalu sehingga daya dorong konsumsi RT berasal dari belanja pendidikan yang terjadi pada awal triwulan III Hal ini juga tercermin dari inflasi inti yang naik di awal triwulan III 2017, khususnya disebabkan oleh kenaikan uang sekolah baik SD, SMP, hingga SMA. Sejalan dengan itu, daya beli rumah tangga tetap kuat yang terindikasi dari inflasi inti perdagangan (core traded inflation) seperti pada kebutuhan seragam sekolah yang naik pada bulan Juli Konsumsi RT diperkirakan akan kembali naik pada akhir tahun (triwulan IV 2017) sejalan dengan libur natal dan tahun baru. Berdasarkan pantauan menggunakan traffic volume data, jangkauan akses internet, dan tiket pesawat terbang pada destinasi wisata dari dan menuju Sulawesi Selatan via Makassar sudah menunjukkan kenaikan signifikan. Harga jasa pariwisata pun sudah bergerak naik untuk tanggal liburan akhir tahun. Beberapa bisnis hotel juga memperkirakan kenaikan pesanan kamar sehingga konsumsi RT diperkirakan akan lebih tinggi sesuai pola historis akhir tahun. Hal ini juga semakin dipertegas dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang membaik baik IKK Bank Indonesia maupun Danareksa. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

20 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Kenaikan IKK yang dibarengi dengan kenaikan tendensi pembelian barang tahan lama (buying intention for durable goods) menunjukkan bahwa minat dan daya beli masyarakat yang meningkat di akhir tahun. Untuk keseluruhan tahun 2017, konsumsi RT diperkirakan tetap kuat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan memacu investasi. Pertumbuhan konsumsi kumulatif hingga triwulan III 2017 adalah sebesar 6,06% (yoy) atau lebih tinggi dari konsumsi RT tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,48% (yoy). Lebih tingginya konsumsi RT ini sejalan dengan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat Sulawesi Selatan yang menciptakan kelas menengah baru sehingga mendorong investasi swasta khususnya pada bidang usaha ritel dan kuliner. Pada tahun 2018, tantangan yang cukup besar adalah mempertahankan konsumsi RT untuk tetap tumbuh di rata-rata pertumbuhan barunya, yaitu di atas 6%. Belanja pemerintah pada triwulan III 2017 tumbuh positif sebesar 4,32% (yoy) atau jauh lebih baik dibandingkan triwulan II yang terkontraksi sebesar -1,27% (yoy). Lebih tingginya belanja pemerintah ini disebabkan oleh adanya pergeseran gaji ke 13 yang dicairkan pemerintah pada awal triwulan III Pencairan gaji ke-13 tersebut cukup membantu konsumsi RT khususnya dalam mengantisipasi biaya sekolah dan libur sekolah. Selain pergeseran gaji ke-13, realisasi belanja barang dan belanja modal pemerintah juga membuat konsumsi pemerintah meningkat dari sebelumnya berada pada teritori negatif. Belanja pemerintah diperkirakan akan lebih tinggi di akhir tahun Berdasarkan pola serapan anggaran pemerintah daerah, belanja pemerintah diperkirakan akan mengalami puncaknya pada akhir tahun Hal ini akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi menjelang akhir tahun, di tengah aktivitas investasi swasta yang diperkirakan akan cenderung lebih moderat. Belanja pemerintah terbesar diprakirakan akan berasal dari serapan belanja infrastruktur, disusul oleh belanja barang. Hingga triwulan III 2017, belanja pemerintah tumbuh 2,26% (yoy) atau lebih baik dibandingkan realisasi belanja pemerintah pada tahun sebelumnya. Akselerasi dan penyebaran belanja pemerintah ke periode awal tahun diyakini akan menciptakan pertumbuhan yang lebih baik walau beberapa kendala teknis serapan anggaran harus terlebih dahulu diatasi. Aktivitas politik menjelang tahun pilkada membuat belanja Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) seperti partai politik dan LSM mengalami peningkatan. Hingga triwulan III 2017, konsumsi LNPRT secara kumulatif tumbuh 6,58% (yoy) atau jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 3,26% (yoy). Sosialisasi oleh bakal calon walikota, bupati, dan gubernur membuat belanja LNPRT meningkat khususnya untuk keperluan spanduk, meeting, dan hotel. Pada akhir tahun 2017, kegiatan kampanye seperti deklarasi sudah mulai terlihat dan diperkirakan menelan biaya yang tak sedikit sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi setidaknya hingga pilkada selesai. Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.3. Indeks Penjualan Eceran Investasi Investasi tumbuh signifikan dan menjadi salah satu engine of growth PDRB Sulawesi Selatan. Iklim bisnis yang semakin kondusif 2 dan upaya peningkatan kemudahan berusaha oleh pemerintah baik pusat maupun daerah disertai dengan lebih baiknya kondisi makroekonomi global, nasional, dan regional membuat investasi di Sulawesi Selatan tumbuh 8,46% (yoy) pada triwulan III 207. Angka pertumbuhan investasi ini lebih baik dari dua triwulan sebelumnya yang masing-masing 2 Hasil kajian riset daya saing dan kemudahan berusaha Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan

21 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI tumbuh sebesar 7,36% (yoy) di triwulan I dan 8,25% (yoy) pada triwulan II. Sumbangan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel mencapai 3,16% dari pertumbuhan 6,25% (yoy) yang dicapai Sulawesi Selatan. Tingginya investasi ini khususnya didorong oleh pembangunan infrastruktur fundamental seperti Makassar new port yang masih berlanjut, terus berlangsungnya investasi pembangunan proyek rel kereta api trans sulawesi, pembangunan waduk dan irigasi, serta pembangkit listrik tenaga bayu. Namun demikian, peningkatan investasi ini mendorong kegiatan impor yang naik signifikan karena belum tersedianya input dan bahan baku dari dalam negeri. Pada triwulan IV 2017, investasi diprediksi akan lebih moderat sejalan dengan hampir selesainya beberapa proyek infrastruktur pemerintah dan swasta. Beberapa proyek infrastruktur sudah memasuki tahap final dan siap beroperasi di awal tahun 2018 seperti bendungan Baliase dan 3 turbin pertama pembangkit listrik tenaga bayu di Kab. Sidrap. Hal ini juga sesuai dengan pendalaman yang dilakukan Bank Indonesia dengan para pelaku usaha dimana pelaku usaha menyatakan bahwa importasi akan lebih menurun disebabkan kegiatan importasi tertinggi telah dilakukan pada triwulan III. Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit mengalami peningkatan. Total kredit yang disalurkan kepada dunia usaha di Sulsel mencapai 8,3% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7% (yoy). Sejalan dengan percepatan pertumbuhan investasi, penyaluran kredit juga mengalami peningkatan. Peningkatan penyaluran kredit bersumber dari kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 7,4% (yoy) dan 8,0% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (masing-masing 2,18% dan 6,0%). Iklim investasi yang baik serta pertumbuhan kelas menengah baru mendorong investasi di tahun Perbaikan iklim investasi nasional yang ditandai dengan perbaikan rating utang pemerintah membuat Indonesia semakin seksi bagi penanam modal. Dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang lebih tinggi dari nasional disertai dengan pertumbuhan kelas menengah baru, membuat proyeksi investasi menjadi lebih feasible dilakukan di Sulawesi Selatan. Untuk mendukung hal tersebut, beberapa proyek jangka panjang guna mendukung iklim bisnis terus disiapkan pemerintah bekerja sama dengan dunia usaha dari sisi swasta. Tercatat proyek pendukung tersebut antara lain pembangunan pembangkit listrik tenaga bayu, bendungan dan irigasi, serta pembangunan kereta api. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.5. Impor Barang Modal Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Investasi Bank Indonesia memperkirakan investasi akan memberikan daya dorong lebih besar pada tahun 2018 melalui multiplier effect. Proyek pembangunan listrik yang selesai akan mampu menghadirkan kepastian bisnis dari sisi dunia usaha untuk membangun atau setidaknya menambah kapasitas produksinya. Dukungan tersebut akan memberikan nilai tambah pada LU listrik dan gas yang kemudian memberikan nilai tambah kepada LU Industri pengolahan. Bank Indonesia akan turut mengawal percepatan reformasi struktural bekerjasama dengan pemerintah dan dunia usaha Ekspor dan Impor Ekspor meningkat terbatas pada triwulan III Kegiatan ekspor, baik ekspor ke luar negeri maupun antar daerah mengalami pertumbuhan sebesar 6,54% atau sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,18% (yoy). Perbaikan ekspor tersebut ditopang oleh membaiknya harga komoditas di pasar internasional termasuk harga nikel. Peran nikel terhadap ekspor Sulawesi Selatan, berdasarkan data BPS, mencapai 73,6% pada bulan September. Kenaikan peran ekspor nikel selain karena faktor harga, juga disebabkan oleh penurunan nilai ekspor secara total. Berdasarkan rilis data BPS mengenai ekspor impor Sulawesi Selatan, ekspor ikan, udang, dan kakao mengalami penurunan. Hasil pantauan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

22 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Bank Indonesia mengonfirmasi data temuan BPS tersebut dimana penurunan ekspor disebabkan faktor cuaca dan iklim yang membuat pasokan menjadi menurun di tengah permintaan global yang tetap tinggi. Grafik 1.7. Total Ekspor Sulawesi Selatan Grafik 1.8. Pangsa Ekspor Nikel terhadap Ekspor Sulsel Kinerja ekspor pada triwulan IV 2017 diperkirakan lebih baik, ditopang perbaikan ekonomi global. Membaiknya ekonomi mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Amerika, dan Tiongkok akan memberikan tarikan permintaan komoditas utama Sulsel. Sejalan dengan itu, hasil liaison Bank Indonesia mengkonfirmasi perbaikan produksi walau dalam level yang sangat terbatas. Sebagai contoh, produksi nikel diproyeksikan akan tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya karena terdapat rencana perbaikan pada mesin produksi di bulan Oktober. Sejalan dengan itu, produksi kakao dan ikan serta udang diperkirakan belum akan melonjak tinggi Grafik 1.9. Purchasing Manager Index Jepang Grafik Tiongkok Business Outlook Secara keseluruhan tahun, ekspor Sulsel mendapatkan tantangan besar selama tahun Berdasarkan rilis data ekspor BPS, ekspor sulsel kumulatif hingga bulan Oktober mencapai USD 823,3 Juta atau mengalami penurunan dibandingkan kumulatif ekspor periode yang sama di tahun lalu. Ekspor kumulatif tahun sebelumnya mencapai USD 924,8 juta. Penurunan ekspor disebabkan permasalahan struktural dari komoditas utama Sulsel non pertambangan seperti pada kakao dan udang. Di tengah membaiknya ekonomi global, penurunan ekspor tersebut menjadi anomali. Perlu upaya mendorong sektor hulu untuk menambah pasokan bahan baku yang tepat kualitas dan tepat kuantitas. Dari sisi impor, kenaikan impor cukup tinggi terkait dengan keberlanjutan reformasi struktural. Impor yang melonjak tinggi disebabkan adanya keperluan pembangunan infrastruktur di wilayah Sulawesi Selatan. Infrastruktur tersebut meliputi pembangunan pembangkit listrik, kereta api, hingga bendungan. Adapun kandungan impor tertinggi berada pada pembangkit listrik karena masih belum matangnya industri penunjang, sehingga memerlukan impor pada beberapa bagian. Dalam hal pembangunan pembangkit listrik di Sidrap, impor dilakukan untuk komponen turbin dengan nilai mencapai USD 30 juta. Hal ini membuat impor Sulsel naik signifikan khususnya pada bulan Agustus dan September. Selain itu, pada bulan Agustus 2017 terjadi impor kapal terbang dan bagiannya yang ditujukan untuk perbaikan pesawat komersil, serta pesawat untuk keperluan keamanan negara khususnya Indonesia bagian Timur. Sementara pada bulan September 2017, impor mesin dan peralatan listrik mengalami peningkatan disebabkan oleh adanya impor mesin turbin untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik di Sidrap. 16

23 Tabel 1.2. Komponen Impor Terbesar Berdasarkan Pangsanya Komoditas Impor Utama Pangsa (dalam juta USD) I II III IV I II III Pasar 1 Mesin dan Peralatan Listrik % 2 Gandum % 3 Gula dan Kembang Gula % 4 Kapal Terbang dan Bagiannya % 5 Mesin-mesin/Pesawat Mekani % 6 Sisa Industri Makanan % 7 Produk Keramik % 8 Biji Coklat dan Coklat Olahan % 9 Plastik dan Barang dari plastik % 10 Barang dari besi dan baja % 11 Lainnya % Nilai Impor Sulsel % Sumber : BPS, diolah BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Naiknya impor bersifat temporer dalam rangka mempercepat proses reformasi struktural. Melihat pola dan fundamental yang mendorong peningkatan kegiatan impor, mengindikasikan bahwa impor yang naik signifikan tersebut bersifat sementara. Beberapa proyek infrastruktur yang direncanakan beroperasi di awal 2018, membuat kegiatan impor terutama pembangkit listrik, diperkirakan akan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik Impor Sulawesi Selatan Grafik Komposisi Impor Sulawesi Selatan Secara tahunan, impor Sulsel mengalami peningkatan khususnya pada triwulan III Kenaikan impor setidaknya terjadi pada dua jenis, yaitu impor barang modal dan bahan baku. Impor pada barang modal sebagaimana dijelaskan di atas terjadi untuk mendukung reformasi struktural sedangkan pada bahan baku, peningkatan produksi domestik belum mampu dipasok seluruhnya oleh input domestik sehingga nilai impor meningkat. Fenomena impor kakao juga tak luput memperdalam impor yang dilakukan Sulsel menyusul tanaman kakao yang masih dalam tahap peremajaan. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Sulsel Sisi Lapangan Usaha USD Juta I II III IV I II III IV I II III Net Ekspor Impor Sumber: BPS Grafik 1.4. Neraca Perdagangan Bersih %, yoy g.net Ekspor Impor - sisi kanan Sejalan dengan sisi permintaan, PDRB dari sisi penawaran juga mengalami tekanan sehingga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 6,25% (yoy) atau melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,63% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh terdeselerasinya pertumbuhan LU Pertanian, LU Pertambangan, LU Konstruksi, LU Perdagangan Besar, dan LU Informasi komunikasi. Adapun andil terbesar perlambatan disumbang oleh LU pertanian mengingat pangsanya terhadap PDRB Sulawesi Selatan mencapai 25%. Walaupun perlambatan tidak bersifat menyeluruh (broadbased), tetapi kenaikan pertumbuhan pada LU Pengadaan air, LU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

24 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Penyediaan makan minum, serta LU Administrasi pemerintahan tidak mampu menopang pertumbuhan disebabkan pangsanya terhadap PDRB yang relatif kecil. LU Pertanian melambat cukup dalam menjadi 2,09% (yoy) pada triwulan III Pada tahun sebelumnya, triwulan III 2016, LU Pertanian mampu tumbuh 5,44% (yoy). Realisasi pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, triwulan II 2017, dimana LU Pertanian tumbuh sebesar 4,62% (yoy). Terdeselerasinya pertumbuhan LU Pertanian ini sejalan dengan kinerja ekspor yang juga mengalami perlambatan. Terdeselerasinya LU Pertanian khususnya disebabkan oleh produksi kakao dan udang yang mengalami gangguan produksi akibat gangguan hama dan iklim yang kurang kondusif. Adapun penurunan produksi pada kedua komoditas tersebut cukup mempengaruhi perlambatan secara keseluruhan walaupun produksi padi dan palawija tetap tumbuh dua digit seperti tahun-tahun sebelumnya. Dari LU Pertambangan, nilai tambah produksi pertambangan melambat disebabkan cash cost 3 yang naik. Produksi nikel yang naik tipis membuat LU Pertambangan cenderung tumbuh melambat. Terlebih lagi, biaya produksi nikel mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga nikel di pasar internasional. Hal ini disebabkan kenaikan harga batubara yang melebih kenaikan harga nikel. Sebagai informasi, produksi nikel memerlukan energi yang cukup tinggi dan korporasi melakukan inovasi dengan beralih dari bahan bakar minyak menjadi batubara. Kenaikan harga batubara membuat terjadinya kenaikan ongkos produksi sehingga margin korporasi sedikit terkikis dan menyebabkan nilai tambah menjadi lebih kecil. Penopang pertumbuhan berasal dari LU industri yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. LU Industri Pengolahan tumbuh sebesar 4,48% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pemupukan kembali inventori serta permintaan domestik yang tinggi membuat industri pengolahan melakukan lebih banyak produksi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini juga terindikasi dari impor bahan baku yang mengalami kenaikan cukup tinggi selama triwulan III Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.5. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB) Dilihat dari andil terhadap PDRB, lapangan usaha Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan III Pangsa usaha Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 24%. Usaha lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah usaha Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi, yang ketiganya memiliki pangsa terhadap total PDRB mencapai 39%. Sementara untuk lapangan usaha pertambangan memiliki pangsa di kisaran 5%. Lapangan usaha lainnya merupakan gabungan usaha non utama. 3 Biaya rutin dalam bentuk tunai seperti untuk pembayaran gaji pegawai dan bahan baku. 18

25 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Faktor iklim yang kurang bersahabat menyebabkan kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan melambat. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh melambat mencapai 2,09% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh 4,62% (yoy). Perlambatan tersebut dikarenakan merosotnya produksi rumput laut, kakao, dan udang. Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor ketiga komoditas tersebut yang mengalami penurunan sangat signifikan di tengah produksi padi dan palawija yang tumbuh dua digit. Rendahnya produksi ketiga komoditas tersebut ditengarai disebabkan faktor hama dan iklim yang kurang bersahabat sehingga mengganggu produksi. Adapun produksi tanaman bahan makanan tumbuh baik sejalan dengan inflasi harga pangan bergejolak yang terkendali, bahkan cenderung deflasi. Grafik Ekspor Biji Cokelat Grafik Ekspor Ikan Capaian produksi pertanian yang melambat ditengarai juga didorong oleh produksi yang belum optimal di tengah investasi lahan sektor pertanian. Di triwulan III 2017, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 31,8% (yoy) atau mencapai Rp3,4 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,9% (yoy). Pada triwulan IV 2017, perbaikan pada LU Pertanian diperkirakan masih terbatas disebabkan oleh masih berlangsungnya peremajaan tanaman perkebunan utama. Namun demikian, secara umum pola panen yang memuncak di bulan Oktober dan November 2017 membuat LU Pertanian dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, LU Pertanian diperkirakan lebih lambat dari perkiraan awal disebabkan faktor musiman. Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 1,63% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 6,20% (yoy). Stabilnya produksi nikel matte dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan sebagai penyebab melambatnya pertumbuhan lapangan usaha ini. Total produksi Nikel Matte baru mencapai metrik ton atau tumbuh -7,3% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode sebelumnya sebesar 3,8% (yoy). Produksi nikel yang menurun dibandingkan tahun lalu tersebut disebabkan kendala operasional korporasi dalam melakukan pemurnian akibat maintenance mesin smelter. Dalam kondisi harga yang tidak menentu, korporasi pertambangan juga cenderung untuk menerapkan zero inventory sehingga posisi stock tidak mengalami pertumbuhan signifikan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

26 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.7. Produksi Nikel dalam Matte Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.8. Penjualan Nikel dalam Matte Pertumbuhan LU Pertambangan dan Penggalian yang melambat, relatif sejalan dengan penyaluran kredit di usaha yang masih negatif. Di triwulan III 2017, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang sedikit membaik kendati masih mengalami kontraksi menjadi -6,9% (yoy) atau Rp 370 miliar, dari triwulan sebelumnya -11,7% (yoy). Pertumbuhan kredit lapangan usaha pertambangan yang masih mengalami konsolidasi ini antara lain mengindikasikan bahwa pembiayaan sektor pertambangan dan penggalian tidak menggunakan fasilitas perbankan sebagai sumber pendanaannya. Pada triwulan IV 2017, produksi nikel diperkirakan akan lebih lambat sejalan dengan rencana korporasi pertambangan melakukan perbaikan lebih lanjut pada mesin smelternya. Korporasi menargetkan produksi nikel akan berada pada rentang 18 ribu MT hingga 20 ribu MT dengan kecenderungan berada pada batas bawah. Adapun harga nikel yang masih melanjutkan tren kenaikan menjadi faktor penahan bagi LU Pertambangan agar tetap berada pada lintasan pertumbuhan positif. Selama 2017, perusahaan tambang dapat melakukan efisiensi karena harga bahan baku batu bara yang masih rendah. Oleh karena itu, harga batubara yang cenderung naik, berpotensi mengurangi nilai tambah tambang nikel di Sulsel. 80 (%; YOY) (20) (40) (60) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* Nikel Timah Seng Timah Hitam *) Data hingga Juli 2017 Sumber: World Bank Grafik 1.9. Harga Komoditas Tambang Lapangan Usaha Industri Pengolahan Sumber: LBU, diolah Grafik Kredit Lapangan usaha Pertambangan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat. Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan III 2017 tumbuh 4,48% (yoy), lebih baik dari triwulan II 2017 yang mencapai 3,54% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut didukung oleh dua sub industri utama di Sulawesi Selatan yang juga mengalami peningkatan produksi guna memupuk inventori dan memenuhi permintaan domestik. Produksi semen mengalami peningkatan sejalan dengan upaya korporasi melakukan diversifikasi penjualan melalui penguatan pasar ekspor. Demikian pula dengan produksi tepung terigu yang mengalami peningkatan cukup signifikan pada triwulan III

27 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pertumbuhan Industri Sumber: Eastern Pearl Indonesia, diolah Grafik Produksi Tepung Terigu Namun demikian, peningkatan kinerja LU Industri belum diikuti dengan perkembangan kredit. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat tumbuh negatif (-11,03%; yoy) atau Rp7,5 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya yang tumbuh -6,1% (yoy). Korporasi ditengarai lebih memilih menggunakan modal sendiri dalam melakukan aktivitas produksi disebabkan cost of capital yang lebih murah dalam kondisi ekonomi yang pulih terbatas. Memasuki periode triwulan IV 2017, pertumbuhan LU Industri diperkirakan cenderung stabil. Korporasi ditengarai akan mempertahankan pasokan di gudang untuk mengantisipasi tarikan permintaan di akhir tahun kendati jumlah hari kerja efektif yang lebih sedikit pada triwulan IV Secara tahunan, LU industri tumbuh lebih lambat sebagai dampak wait and see dari keberlanjutan proyek infrastruktur sehingga pada tahun 2018, kinerja LU Industri dapat lebih baik karena ketersediaan listrik dan sarana distribusi jalan yang lebih baik. Sumber: LBU Grafik Kredit Industri Pengolahan Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan III 2017, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh masih kuat, namun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh masih kuat 8,35% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2017 yang mencapai 6,99% (yoy), namun lebih rendah dari triwulan II 2017 (8,93%; yoy). Masih kuatnya LU Konstruksi dikarenakan terdapat beberapa proyek pemerintah yang dimulai pada triwulan laporan dan stabilnya penjualan semen. Penjualan semen yang konsisten tinggi tersebut diprakirakan digunakan untuk proyek infrastruktur pemerintah di tengah investasi swasta yang cenderung mengoptimasi skema brown field (penambahan kapasitas produksi melalui skema intensifikasi). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

28 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Eceran Semen Masih kuatnya Lapangan Usaha Konstruksi terkonfirmasi juga tercermin dari produksi semen. Produksi semen yang meningkat juga untuk menopang konsumsi semen domestik selain memenuhi pasar ekspor. Namun demikian kredit di sektor konstruksi justru melambat disebabkan model pendanaan yang lebih mengandalkan skema dana internal. Hal ini ditengarai karena masih berlanjutnya konsolidsasi perbankan khususnya dalam melakukan pemilihan pemberian kredit konstruksi. Ke depan LU Konstruksi diperkirakan masih akan tumbuh pada rata-rata barunya dengan tendensi lebih tinggi. Ratarata pertumbuhan dua triwulan terakhir adalah 8,6% (yoy) dan berpotensi lebih tinggi sejalan dengan serapan belanja pemerintah yang juga lebih tinggi di akhir tahun. Terus dipercepatnya pembangunan infrastruktur menjadi faktor fundamental pertumbuhan konstruksi akan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan, LU konstruksi tahun 2017 akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2016 sejalan dengan upaya mempercepat reformasi struktural. Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik Pengadaan Semen Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran tercatat tumbuh meningkat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 9,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama dengan tahun sebelumnya yang tercatat 10,25% (yoy). Aktivitas perdagangan yang lebih rendah ini disebabkan oleh telah berlalunya festive season berupa lebaran yang memicu pembelian lebih tinggi oleh konsumen. Sejalan dengan hal tersebut, aktivitas penjualan eceran juga terlihat lebih menurun pada triwulan III dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian pemupukan inventori barang dagangan di retailer ditengarai membuat kredit yang disalurkan pada korporasi atau pelaku usaha perdagangan mengalami peningkatan. Ke depan, kinerja LU perdagangan diperkirakan akan lebih tinggi sejalan dengan aktivitas konsumsi masyarakat yang lebih tinggi di akhir tahun. 22

29 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik Penjualan Barang Eceran Riil 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Lapangan Usaha Pertambangan Pertumbuhan ekonomi non tambang memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pada triwulan III 2017, pertumbuhan ekonomi non tambang tercatat tumbuh 6,55% (yoy) melambat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 6,65% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa Lapangan Usaha Pertambangan di periode laporan merupakan salah satu faktor pendorong perekonomian Sulsel dapat tetap tumbuh tinggi. Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi non pertambangan utamanya disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Konstruksi; dan Perdagangan Besar Eceran. Namun demikian, Lapangan Usaha Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran yang mengalami akselerasi mampu menahan laju perlambatan lebih dalam. Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan masih mendominasi. Pangsa lapangan usaha tersebut sebesar 23,6%, diikuti dengan Industri Pengolahan sebesar 13,4%, Perdagangan Besar dan Eceran 13,92% dan Konstruksi 12,69%. Pada Lapangan Usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang melambat karena terdapat peremejaan kakao yang masih terus berlanjut disertai dengan iklim yang kurang kondusif untuk melakukan produksi pertanian. Sementara itu, Lapangan Usaha konstruksi tetap kuat sesuai dengan timeline investasi pemerintah dan swasta. Sedangkan dari Lapangan Usaha perdagangan, perlambatan terjadi disebabkan berakhirnya HBKN sehingga konsumsi RT pada perdagangan lebih melambat. Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha non pertambangan diperkirakan dapat tumbuh terakselerasi berada pada kisaran 7,1%-7,5% (yoy). Akselerasi tersebut terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Konstruksi; dan Perdagangan. Lapangan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang diperkirakan akan mengalami akselerasi akibat kembali normalnya usaha ini pasca banjir di kawasan utama penghasil tanaman bahan makanan (tabama) di Kab. Bone, Soppeng, dan Wajo. Hal ini juga diperkuat oleh inflasi harga pangan bergejolak yang sedang dalam tren menurun. Kemudian dari perdagangan, aktivitas liburan akhir tahun diprakirakan akan menjadi katalis ekonomi Sulawesi Selatan. Grafik Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

30 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.A. Analisis SWOT Pengembangan Industri Rumput Laut di Sulawesi Selatan Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang potensial di Indonesia. Memiliki pulau dan panjang garis pantai km memberikan peluang yang sangat besar untuk pengembangan potensi rumput laut di Indonesia. Menurut Badan Pengkajian dan Pegembangan Kebijakan Perdagangan, rumput laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki produk olahan turunan dan nilai tambah yang tercipta pada komoditas tersebut. Berdasarkan data dari FAO, Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Tiongkok dan Filipina dalam produsen utama rumput laut dunia (Grafik 1.A.1). Grafik 1.A.1 Produksi Rumput Laut Dunia Berdasarkan Akuakultur Tahun Keterangan: Dalam Juta Ton Sumber : Global Reporting United Nation 2016 Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulsel, produksi rumput laut Indonesia semakin meningkat sejalan dengan peningkatan produksi di Sulawesi Selatan (Sulsel). Produksi rumput laut nasional di tahun 2008 mencapai 2,1 juta ton atau naik 425% di tahun 2016 yang mencapai 11,2 juta ton. Sementara itu, produksi rumput laut Sulsel mencapai 748 ribu ton di tahun 2008 atau tumbuh 355% di tahun 2016 yang mencapai 3,4 juta ton. Rata-rata pangsa rumput laut Sulsel terhadap nasional juga cukup tinggi atau mencapai 31,5% dai tahun (Tabel 1.A.1). Sebagai daerah produsen rumput laut, Provinsi Sulsel mempunyai sebaran rumput laut di beberapa kabupaten. Kabupaten Takalar merupakan produsen utama rumput laut dengan produksi sebesar ton atau 30,3% dari produksi rumput laut Sulsel. Produsen terbesar kedua adalah Kabupaten Kabupaten Luwu sebesar 540 ton (15,9%), kemudian Kabupaten Wajo, Luwu Timur, dan Bone masing-masing 389 ton (11,4%), 299 ton (8,8%) dan 215 ton (6,3%). Tabel 1.A.1 Produksi Rumput Laut Indonesia dan Sulsel (dalam ton) Grafik 1.A.2 Produksi Rumput Laut Sulsel 2016 Tahun Nasional Sulsel Pangsa ,145, , ,963, , ,915,017 1,517, ,170,201 1,675, ,514,854 2,104, ,298,474 2,422, ,076,992 2,888, ,112,107 3,289, ,269,342 3,409, Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Industri rumput laut di Sulsel ke depan memiliki peranan penting dalam perolehan devisa Negara dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan Sulsel memiliki keterkaitan yang cukup tinggi baik dari hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2016, ekspor rumput laut mencapai USD80 juta atau 6,8% dari pangsa ekspor Sulsel. Selain itu, berdasarkan data bea cukai, sebagian besar ekspor rumput laut Sulsel adalah dalam bentuk raw material (dalam bentuk kering). Meski memiliki potensi yang masih cukup besar, namun pengembangan rumput laut masih memiliki beberapa tantangan. Melalui 24

31 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI pendekatan SWOT (strengths, weaknesses, opportunities dan threats) dari hasil FGD dan informasi anekdotal, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi rumput laut seperti: (1) infrastruktur produksi yang belum optimal; (2) keterbatasan sarana dan prasarana dalam mengangkut rumput laut; (3) lemahnya daya saing produksi; (4) sistem atau teknik budidaya yang masih konvensial; (5) Terdapat limbah (alkali) yg mencemari lingkungan. Gambar 1.A.1 Analisis SWOT Pada Komoditas Rumput Laut SWOT ANALYSIS Ketersediaan bahan baku yang cukup banyak terbukti Sulsel merupakan daerah penghasil rumput laut terbesar di Sulawesi. Tersedianya tenaga kerja untuk budidaya rumput laut Komitmen pemerintah yang cukup kuat dalam mendorong pengembangan rumput laut Letak geografis yang mendukung perdagangan baik ekspor antar daerah maupun luar negeri Pasar internasional sangat terbuka Terdapat potensi diversifikasi produk olahan masih besar Potensi masih besar dengan dukungan dari pemerintah Sistem atau teknik budidaya yang masih konvensial Petani rumput laut memiliki modal terbatas karena ber-skala Rumah Tangga Pengolahan rumput laut masih terbatas di skala UMKM. Infrastruktur produksi yang belum optimal Terdapat limbah (alkali) yg mencemari lingkungan Lemahnya daya saing produksi Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel dan Informasi Anekdotal Lainnya Melihat tantangan pengembangan rumput laut, pemerintah daerah bersama-sama dengan stakeholders memiliki berbagai upaya dan kebijakan. Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan antara lain: (1) program pengembangan budidaya rumput laut di 16 Kab/Kota se-sulsel (tahun ); (2) Mendorong swasta untuk berinvestasi pada pengolahan rumput laut di Kab. Pinrang; (3) pengembangan teknik kultur jaringan untuk mempercepat panen dan meningkatkan jumlah produksi; (4) optimalisasi pemanfaatan areal budidaya; (5) diversifikasi produk olahan rumput laut melalui UMKM; (5) melaksanakan pola kemitran dengan industri sebagai pemberi modal dan pasar produk. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

32 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Boks 1.B Hasil Riset KPJU Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan Penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan adalah salah satu bentuk upaya identifikasi peluang investasi dan potensi ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan. Fokus target penelitian adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di daerah. Selain itu, penelitian KPJU Unggulan bertujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam memetakan prioritas kebijakan ekonomi sebagai upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka/tingkat kemiskinan di daerah. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) modified 4. Metode AHP digunakan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan pasangan data, pengambilan keputusan, prediksi, dan penentuan prioritas. Dalam penghitungannya, metode AHP memiliki 7 pilar penilaian yaitu: (1) skala rasio (normalisasi), (2) pembandingan berpasangan resiprokatif, (3) kondisi sensitivitas eigenvektor untuk diubah dalam penilaian, (4) homogenitas dan kluster, (5) sintesa yang bisa diperluas hingga ada ketergantungan dan umpan balik, (6) penetapan peringkat dan perubahan, dan (7) penilaian secara grup. Untuk menghasilkan keputusan yang optimal, metode AHP modified menggunakan metode tambahan yaitu metode Borda dan Bayer. Metode Borda digunakan untuk menetapkan peringkat secara preferensial. Alternatif pilihan dengan posisi peringkat atas diberi nilai lebih tinggi dengan kandidat pada posisi peringkat berikutnya dalam suatu perbandingan berpasangan. Sementara Metode Bayes salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Selain itu, terdapat metode tambahan lain yaitu Analisis Business Life Cycle (BLC) yang digunakan untuk melihat posisis KPJU dalam tahap introduksi, pertumbuhan (growth), matang (mature) atau kejenuhan dan cenderung menurun (decline) berdasarkan data time series. Tahap selanjutnya adalah KPJU melakukan analisis inflasi dengan pendekatan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat). Analisis SWOT dilakukan melalui pendekatan Focus Group Discussion (FGD) dan In-depth Interviews yang tentu saja digunakan sebagai metode pengumpulan data kualitatif dari masalah dan topik tertentu. Grafik 1.B.1. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Faktor Input Grafik 1.B.2. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Faktor Proses Faktor Input Tenaga Kerja Terampil (skilled) Bahan Baku (khusus KPJU) sektor Industri pengolahan Modal Sarana produksi / usaha Tingkat pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman kerja, jumlah lembaga/sekolah keterampilan/pelatihan Ketersediaan/kemudahan bahan baku kebutuhan investasi awal, kebutuhan modal kerja, aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan Kebutuhan teknologi dan kemudahan memperoleh teknologi Keramahan Terhadap Lingkungan Teknologi Dampak Lingkungan Ciri Khas Lokal, Sosial Budaya Penerimaan masyarakat, dan turun menurun Manajemen / pengelolaan usaha Faktor Proses/Operasi Ketersediaan/kemudahan memperoleh dan Harga Kemudahan mengatur dan mengolah Sumber: Riset KPJU 4 Metode Bayes dan Metode Borda 26

33 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Grafik 1.B.3. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Faktor Output Faktor Output Prospek Pasar Nilai Tambah Penyerapan Tenaga Kerja Sumbangan terhadap perekonomian wilayah Jangkauan/wilayah pemasaran dan kemudahan mendistribusikan Nilai tambah yang dihasikan Kemampuan penyerapan Tenaga Kerja Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU Unggulan dari yang paling penting berturut-turut adalah: Prospek Pasar (0,134); Penyerapan Tenaga Kerja (0,125); Teknologi (0,123); Modal (0,107); Bahan Baku (0,079); Tenaga Kerja Terampil (0,072); Sosial Budaya (0,071); Nilai Tambah (0,062); Pengelolaan Usaha (0,061); Dampak Lingkungan (0,059); Sumbangan Terhadap Perekonomian (0,058); Sarana Usaha (0,048). Jumlah jenis usaha yang terpengaruh karena keberadaan usaha ini (bacward & forward linkages) Sumber: Riset KPJU Dari keseluruhan metode tersebut, terdapat hasil KPJU di seluruh kabupaten/kota (Tabel 3.A.1). Adapun KPJU di Provinsi Sulsel yaitu Padi, Penjualan Beras, Budidaya Rumput Laut, Budidaya Ikan Bandeng, Mebel, Kopi Bubuk, Penggilingan Padi, Udang, Toko Kelontong dan Rumah Makan Campur. Tabel 1.B.1 Hasil KPJU unggulan di setiap Kabupaten/Kota yang Diteliti : Kabupaten Bantaeng Kabupaten Barru Kabupaten Bone Kabupaten Bulukumba Kabupaten Enrekang Kabupaten Gowa Kabupaten Jeneponto Kabupaten Kepulauan Selayar Kabupaten Luwu Timur Kabupaten Luwu Utara Kabupaten Luwu Kopi bubuk, padi, penggilingan padi, budidaya rumput laut, industri mebel, kopi, industri batu bara, keripik pisang, budidaya ikan nila dan warung makan (campur). Padi, budidaya udang vaname, toko kelontong, budidaya udang windu, abon ikan, toko bangunan, sapi pedaging, kue bolu, budidaya ikan bandeng dan keripik pisang. Padi, kayu jati, sapi potong, budidaya ikan bandeng, budidaya rumput laut, udang, penggilingan padi, kepiting, toko klontong dan pasir. Padi, mebel, budidaya udang windu, industri batu bata, tenun, ikan tuna tangkap, ikan cakalang tangkap, kayu jati, kelapa dan ikan bandeng budidaya. Bawang merah, kopi bubuk, kambing, penjualan kopi, kopi, sapi pedaging, jagung, reparasi motor, perdagangan bawang merah dan reparasi alat elektronik. Padi, jagung, budidaya ikan nila, ayam ras pedaging, kopi bubuk, gula merah/aren, kopi, kue tradisional, olahan ikan, dan sapi pedaging. Budidaya rumput laut, garam olahan, jagung, budidaya ikan bandeng, padi, gula merah, kambing, toko kelontong dan ikan layang tangkap. Ikan kerapu, kelapa, ikan cakalang, ikan tuna, kopra, ikan asin/ikan kering, cengkeh, ikan baronang, emping, melinjo dan kambing. Budidaya rumput laut, padi, kakao, budidaya udang vaname, mebel kayu hitam, abon ikan bandeng, lada, jati putih, kelapa sawit dan keripik pisang. Padi, mebel, kakao, jagung, industri tempe, perdagangan beras, rumput laut, olahan kakao, budidaya ikan bandeng dan kerajinan tangan/anyaman. Padi, perdagangan beras, cengkeh, ikan cakalang tangkap, ikan tuna tangkap, kakao, walet, budidaya ikan bandeng, budidaya rumput laut dan toko kelontong. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

34 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Kabupaten Maros Kabupaten Pangkep Kabupaten Pinrang Kabupaten Sidrap Kabupaten Sinjai Kabupaten Soppeng Kabupaten Takalar Kabupaten Tana Toraja Kabupaten Wajo Kota Palopo Kota Parepare Padi, penggilingan padi, sapi pedaging, budidaya udang vaname, budidaya udang windu, ayam ras pedaging, reparasi/bengkel motor, budidaya ikan bandeng, budidaya rumput laut dan mebel. Budidaya ikan bandeng, budidaya rumput laut, mebel, padi, abon ikan, budidaya udang vaname, garam, sapi potong, toko kelontong dan penjualan beras. Padi, penjualan beras, penggilingan padi, budidaya ikan bandeng, ikan cakalang tangkap, budidaya udang vaname, sapi pedaging, budidaya udang windu, ayam ras petelur dan pembuatan mebel. Padi, ayam ras petelur, jagung, penggilingan padi budidaya ikan nila, penjualan beras, budidaya ikan mas, sapi potong, ikan gabus tangkap dan toko kelontong. Ikan cakalang tangkap, padi, ikan tongkol tangkap, budidaya rumput laut, budidaya ikan bandeng, ikan tuna tangkap, olahan ikan, kopi bubuk, ayam buras dan cengkeh. Padi, kue nennu-nennu, kakao, jagung, mebel, budidaya ikan nila, ayam ras petelur, sapi pedaging, penjualan gabah dan budidaya ikan mas. Padi, budidaya rumput laut, penggilingan padi, ayam ras pedaging, budidaya udang, jagung, warung coto/konro, kerajinan keramik, cabai merah dan sapi pedaging. Babi, kopi, kerbau, budidaya ikan mas, kopi bubuk, padi, budidaya ikan lele, kue tori, ayam buras/kampung dan rumah makan toraja. Padi, budidaya rumput laut, ikan bandeng budidaya, sapi, penjualan beras, kakao, ikan mas budidaya, kerajinan sutra, tenun dan ikan nila budidaya. Budidaya ikan bandeng, budidaya rumput laut, budidaya ikan mas, budidaya ikan nila, udang windu, kue tradisional, kopi bubuk, keripik pisang, padi, dan rental mobil. Toko kelontong, toko bangunan, abon ikan, penjualan beras, mebel, hotel melati, ikan cakalang tangkap, reparasi motor, roti mantau, kedai kopi. 28

35 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Boks 1.C. Upaya Menurunkan Defisit Current Account Defisit Neraca perdagangan luar negeri Sulsel hampir selalu mencatat surplus. Neraca perdagangan luar negeri Sulsel cenderung dipengaruhi oleh ekspor sumber daya alam yang nilai tambahnya belum terlalu besar. Sehingga surplus perdagangan dapat menipis atau bahkan terjadi defisit ketika ekspor menurun disertai dengan peningkatan impor komponen yang relatif besar, misalnya pada periode tahun 2009, 2013, bahkan hingga periode tahun 2015 hingga saat ini. Oleh karena itu, diperlukan munculnya sumber pertumbuhan baru melalui hilirisasi komoditi unggulan (berbasis sumber daya alam), serta sumber pertumbuhan baru dari jasa kesehatan, pendidikan, dan pariwisata Juta USD NET EXPORT IMPORT Periode harga komoditas naik tinggi Periode harga komoditas naik tinggi Peningkatan impor mesin mekanik Peningkatan impor pesawat Periode harga komoditas jatuh Peningkatan impor pesawat Peningkatan impor pesawat Harga komoditas masih rendah, peningkatan impor kapal laut, pesawat, dan mesin pembangkit I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 1.C.1 Perkembangan Surplus Neraca Perdagangan Luar Negeri Sulsel Secara nilai, ekspor di Sulsel cenderung berfluktuasi karena dipengaruhi harga komoditas primer. Selain nikel, beberapa komoditas utama di Sulsel adalah ikan/udang, coklat, rumput laut, dan buah-buahan. Pangsa dari 5 komoditas utama ekspor pangsanya 88,8%. Tabel 1.C.1 Komoditas Ekspor Sulsel Impor utama Sulsel berupa barang dengan nilai tambah yang relatif tinggi, yang berpotensi mendorong defisit neraca perdagangan luar negeri. Pangsa 5 komoditas utama yaitu mesin, gula, kapal terbang, gandum, dan sisa industri makanan sebesar 70,7%. Beberapa periode terakhir, kebutuhan impor untuk kapal laut juga menunjukkan peningkatan. Ketergantungan Sulsel terhadap impor relatif besar, karena Karakteristik impor terutama untuk bahan baku dan bahan modal antara lain gandum (Australia), sisa industri makanan (Argentina), dan gula (AS, China). Bahkan dalam periode tertentu, impor mesin dan kapal terbang meningkat signifikan. Tabel 1.C.2 Komoditas Impor Sulsel Untuk meningkatkan surplus perdagangan Sulsel, diperlukan 3 upaya utama antara lain (1) penguatan ekspor jangka panjang, (2) reformasi struktural, dan (3) substitusi impor. Untuk penguatan ekspor jangka panjang diperlukan (a) industrialisasi sisi hulu antara lain peremajaan komoditas strategis (kakao, rumput laut, ikan dan udang) dan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

36 BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D pembentukan corporate farming, (b) mendorong jasa pariwisata dengan memperkuat posisi pariwisata (peningkatan jumlah, lenght of stay, dan spending turis) dan memanfaatkan peran sebagai hub Indonesia Timur, (c) diversifikasi ekspor melalui meningkatkan ekspor ke negara non-tradisional, seperti Amerika Latin. Komoditas ekspor yang potensial dikembangkan ke Amerikan Latin antara lain Makanan Olahan, Bahan Nabati, ikan, Udang Segar/Beku, dan hasil pertanian. Reformasi struktural dengan pembangunan infrastruktur dan rehabilitasi komoditas strategis. Untuk subtitusi impor diperlukan (a) penguatan industri perkapalan dengan mengurangi ketergantungan terhadap jasa perkapalan asing dengan penguatan industri kapal domestik, dan (b) impor yang lebih selektif melalui penjadwalan impor barang modal (seperti pesawat dan mesin) serta upaya subtitusi impor ribu USD UDANG SEGAR/BEKU IKAN DAN LAIN-LAIN BAHAN NABATI HASIL PERTANIAN LAINNYA Grafik 1.C.2 Ekspor Komoditas Pertanian Ke Amerika Latin ribu USD MAKANAN OLAHAN HASIL INDUSTRI LAINNYA Grafik 1.C.3 Ekspor Komoditas Industri Ke Amerika Latin 30

37 2. KEUANGAN PEMERINTAH Bab 2 Keuangan Pemerintah Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan III 2017 sudah cukup tinggi. Realisasi belanja hingga triwulan III 2017 tercatat mencapai Rp5,25 triliun atau 57,4% dari pagu anggaran sebesar Rp9,15 triliun, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 56,0%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 73,9%) dan belanja transfer (pangsa 20,2%), sementara untuk realisasi belanja modal mencapai 6,0%. Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel juga meningkat. Sampai dengan triwulan III 2017 telah terealisasi sebesar Rp10,93 triliun atau 61,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,7 triliun. Peningkatan komponen belanja terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali belanja modal. Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2017, terutama stimulus pertumbuhan yang berbentuk pembangunan infrastruktur untuk memperlancar distribusi. 31

38 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD 2.1 Struktur Anggaran Pagu anggaran belanja terbesar berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, (2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp31,23 triliun atau 53,9% dari total pagu anggaran belanja 2017 sebesar Rp57,97 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp17,59 triliun (30,3%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja dari APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp9,15 triliun (15,8%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan III 2017 telah berhasil direalisasikan sebesar Rp34,60 triliun atau 59,6% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran triwulan III 2017 tersebut meningkat dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 55,08% atau Rp34,12 triliun. APBN 30,3% APBN 31.6% APBD KAB/ KOTA 53,9% ANGGARAN 2017 APBD KAB/ KOTA* 53.2% REALISASI TW III-2017 APBD PROVINSI 15,8% APBD PROVINSI 15.2% Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2017 Keterangan: *) Perkiraan Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan III 2017 Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan III 2017, nilai realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp18,4 triliun atau 53,2% dari total realisasi belanja pemerintah daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp10,93 triliun (31,6%), dan disusul oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp5,25 triliun atau 15,2% (Grafik 2.2). Sementara untuk triwulan III 2016, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, APBN di Sulsel, dan APBD Pemerintah Provinsi masing-masing porsinya 54,0%; 34,2%; dan 11,9%. 2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Pendapatan Struktur Realisasi Pendapatan Pada triwulan III 2017, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer sebesar 59%. Pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat mencapai Rp3,75 triliun dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp6,32 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing dengan porsi mencapai 52,5% dan 40,4%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, serta transfer pemerintah pusat-lainnya. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal III 2017 mencapai 72,6% dari target atau lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 70,9% dari target. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan III 2017 mencapai Rp2,56 triliun (40,5%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp2,21 triliun dengan porsi 86,4% dari PAD. Sementara sumber pendapatan lain berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, lain-lain PAD yang sah dan Pendapatan Retribusi. Pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan, dengan porsi PAD yang meningkat. Hingga triwulan III 2017, realisasi pendapatan telah mencapai Rp6,32 triliun atau 71,0% dari yang ditargetkan sebesar Rp8,9 32

39 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH triliun pada tahun Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai Rp3,75 triliun atau 72,6%, PAD mencapai 68,7% dan sumber lain-lain pendapatan yang sah mencapai 89,2% dari yang ditargetkan untuk tahun % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Rp1,709 Rp1,787 Rp1,918 Rp2,019 Rp2,711 Rp3,748 Rp1,606 Rp1,847 Rp2,129 Rp2,325 Rp2,431 Rp2,559 Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III Tw III Tw III Tw III Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan III 2017 mencapai 71,0% dari target yang dianggarkan tahun Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya 70,1%. Secara nominal, realisasi pendapatan APBD pada triwulan III 2017 sebesar Rp6,32 triliun, lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,15 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Seluruh komponen pada pendapatan transfer mengalami peningkatan. Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (DBH) mencapai Rp219,56 miliar (73,9%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp199,3 miliar (70,7%). Dana Alokasi Umum mencapai Rp1,97 triliun (86,9%), lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,16 triliun (83,3%). Dana Alokasi Khusus dan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya juga meningkat masing-masing sebesar Rp1,51 triliun (58,3%) dan Rp7,5 miliar (100%) dari triwulan III 2016 yang mencapai Rp130,14 miliar (30,2%) dan Rp1,21 triliun (71,1%). Peningkatan transfer terutama karena terdapat pembangunan infrastruktur skala nasional di Sulsel seperti Makassar New Port, Kereta Api, dan jalan 5. PENDAPATAN U R A I A N Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel ANGGARAN 2016 JUMLAH PENDAPATAN 7, , % 8, , % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Sementara itu, sampai dengan triwulan III 2017 realisasi PAD mencapai 68,7% dari target atau sebesar Rp2,56 triliun, yang berarti lebih kecil dari realisasi PAD tahun lalu 69,2% dari target atau sebesar Rp2,41 triliun. Komponen PAD yang meningkat adalah lain-lain PAD yang sah Rp160,09 miliar (80,9%) lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun (Rp Miliar) REALISASI s/d TRIWULAN III 2016 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN III 2017 NOMINAL % REALISASI 2017 NOMINAL % REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH 3, , % 3, , % - Pendapatan Pajak Daerah 3, , % 3, , % - Pendapatan Retribusi Daerah % % - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan % % - Lain-lain PAD yang Sah % % PENDAPATAN TRANSFER 3, , % 5, , % - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak % % - DAU 1, , % 2, , % - DAK % 2, , % - Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1, , % % LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH % % 5 Sesuai dengan Informasi APBN 2017 pada: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

40 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD lalu sebesar Rp104,39 miliar (55,8%). Sementara itu, pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan menurun menjadi masing-masing Rp2,21 triliun (66,7%), Rp60,8 miliar (67,4%), dan Rp126,7 triliun (103,8%), dari periode sebelumnya yang masing-masing mencapai Rp 2,16 triliun (68,6%), Rp51,25 miliar (70,6%), dan Rp106,3 miliar (114,8%). PAD yang menurun diperkirakan karena Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta pembelian mobil baru dan mobil bekas yang stagnan atau menurun. Meski demikian, Badan Pendapatan Daerah Sulsel terus mendorong pendapatan Sulsel melalui pembayaran pajak melalui kartu ATM dan debet (Electronic Data Capture) Belanja Struktur Realisasi Belanja Belanja operasional mendominasi struktur belanja Provinsi Sulsel. Sampai dengan triwulan III 2017, nilai realisasi belanja operasional mencapai Rp3,88 triliun (pangsa 73,9%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,89 triliun (pangsa 71,5%). Sejalan dengan itu, belanja modal dan transfer juga mengalami peningkatan baik dari nominal maupun persentase realisasi masing-masing menjadi Rp312,23 miliar (29,5%) dan Rp1,06 triliun (68,0%) dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing Rp246,5 miliar (28,09%) dan Rp904,9 miliar (65,4%). 100% 90% Rp491 Rp605 Rp760 Rp894 Rp905 Rp1,058 80% 70% Rp719 Rp124 Rp295 Rp327 Rp246 Rp312 60% 50% 40% 30% Rp2,028 Rp2,206 Rp2,350 Rp2,493 Rp2,894 Rp3,880 20% 10% 0% Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III Tw III Tw III Tw III Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat dibandingkan triwulan III Realisasi belanja hingga triwulan III 2017 tercatat sebesar Rp5,25 triliun atau 57,4% dari yang ditargetkan sebesar Rp9,15 triliun. Pencapaian realisasi belanja tersebut lebih tinggi dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp4,04 atau 56,0% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Dengan persentase realisasi belanja sampai dengan akhir September tersebut, maka terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp1,07 triliun. Presentase realisasi belanja operasional lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional hingga triwulan III 2017 terealisasi Rp3,88 triliun (59,6%), dimana persentase realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,89 triliun (58,6%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada seluruh komponen kecuali belanja hibah. Kenaikan belanja pegawai diperkirakan karena terdapat realisasi gaji ke-14 yang terjadi pada awal triwulan III Realisasi belanja modal meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan III 2017 realisasi belanja modal telah mencapai Rp312,23 miliar atau 29,5% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,06 triliun, meningkat dibandingkan pencapaian pada triwulan III tahun 2016 sebesar Rp246,50 miliar atau 28,1%. Belanja modal yang sudah terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin, gedung dan bangunan, belanja jalan/irigasi/jaringan, belanja aset tetap lainnya dan aset lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp127,23 miliar (40,7%), Rp127,56 miliar (23,2%), dan Rp54,67 miliar (22,1%). 34

41 BELANJA BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar) REALISASI s/d TRIWULAN III 2016 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN III 2017 ANGGARAN 2016 NOMINAL % REALISASI 2017 NOMINAL % REALISASI BELANJA OPERASIONAL 4, , % 6, , % - Belanja Pegawai 1, % 3, , % - Belanja Barang 1, % 1, % - Belanja Bunga % % - Belanja Hibah 1, , % 1, , % - Belanja Bantuan Keuangan % % BELANJA MODAL % 1, % - Belanja Tanah % % - Belanja Peralatan & Mesin % % - Belanja Gedung dan Bangunan % % - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan % % - Belanja Aset Tetap Lainnya % % - Aset Lainnya % % BELANJA TIDAK TERDUGA % % JUMLAH BELANJA 5, , % 7, , % TRANSFER 1, % 1, , % - TOTAL BELANJA 7, , % 9, , % SURPLUS / (DEFISIT) , % (247.53) 1, % PEMBIAYAAN U R A I A N PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH % % PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH % % JUMLAH PEMBIAYAAN (121.10) (22.04) 18.20% % Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota juga tercatat lebih tinggi. Realisasi transfer sampai dengan triwulan III 2017 tercatat Rp1,06 triliun (68,0%), lebih tinggi dari triwulan III tahun sebelumnya Rp904,9 miliar (65,4%). Transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing. 2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel Struktur Realisasi Belanja Realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi oleh belanja pegawai. Sampai dengan triwulan III 2017 realisasi belanja pegawai mencapai 74,1% atau Rp4,98 triliun dari pagu sebesar Rp6,72 triliun, dimana pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 73,4% atau Rp5,18 triliun dari pagu sebesar Rp7,06 triliun. Selanjutnya disusul realisasi belanja barang tercatat sebesar 60,7% atau Rp3,89 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 56,1% atau Rp4,02 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal menjadi Rp2,03 triliun (45,2%), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar Rp2,45 triliun (49,0%), dan realisasi belanja untuk bantuan sosial menjadi Rp28,1 miliar (51,7%) naik dibandingkan realisasi triwulan III tahun 2016 sebesar Rp19,3 miliar (39,3%). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

42 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Rp1,190 Rp848 Rp796 Rp868 Rp19 Rp28 Rp2,450 Rp2,034 Rp1,644 Rp2,268 Rp2,072 Rp1,696 Rp4,016 Rp3,888 Rp2,775 Rp2,741 Rp1,977 Rp2,278 Rp3,183 Rp3,535 Rp3,882 Rp4,765 Rp5,180 Rp4,978 Tw III Tw III Tw III Tw III Tw III Tw III Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan III 2017 menunjukkan kinerja yang membaik dibandingkan dengan triwulan III Pada triwulan III 2017, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 61,8% atau sebesar Rp10,93 triliun, lebih tinggi dari pencapaian triwulan III 2016 yang mencapai 60,5% atau Rp11,67 triliun. Persentase dan nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel terutama untuk keperluan belanja pegawai. Realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai 74,1% (Rp4,98 triliun) lebih tinggi dari triwulan III 2016 yang mencapai 73,4% (Rp5,18 triliun). Peningkatan tersebut diperkirakan karena terdapat penyaluran gaji ke-14 yang terjadi pada awal triwulan laporan, akibat tahun sebelumnya penyaluran terjadi pada triwulan II Di sisi lain, persentase belanja modal mengalami penurunan. Pada triwulan laporan, persentase belanja modal mencapai 45,2% (Rp2,03 triliun) dibandingkan triwulan III 2016 mencapai 49,0% (Rp2,45 triliun). Meningkatnya realisasi belanja modal diperkirakan karena aktivitas pembangunan yang meningkat, jumlah hari kerja yang naik, dan pola penyerapan anggaran di triwulan laporan. Sedangkan belanja bantuan sosial juga mengalami peningkatan baik secara presentasi maupun nominal yang disalurkan sebesar Rp28,11 miliar (51,7%). Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan 6. U R A I A N Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan II 2017 Per Jenis Belanja ANGGARAN 2016 Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai Rp miliar Realisasi s/d Triwulan III 2016 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN III 2017 Nominal % Realisasi 2017 NOMINAL % REALISASI Belanja Pegawai 7, , % 6, , % Belanja Barang 7, , % 6, , % Belanja Modal 5, , % 4, , % Belanja Bantuan Sosial % % JUMLAH BELANJA 19, , % 17, , % 2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren menurun 7 sejak 3 tahun terakhir. Rasio pada triwulan III 2017 tercatat 2,33% sedikit menurun dibanding triwulan III Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus). 7 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 36

43 BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH yang terhitung 2,41%. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 2,68% di 2016 menjadi 3,41% pada Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah belum dapat mengimbangi peningkatan pendapatan transfer, sehingga kecenderungan ketergantungan kepada pendapatan transfer dari pemerintah pusat semakin meningkat. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, mengingat belum dapatnya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan menggali pendapatan asli daerah tersebut, dapat disebabkan oleh kewenangannya yang semakin terbatas atau terdapat ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pelaksanaannya % Tw III-2013 Tw III Tw III Tw III Tw III Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB % Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB Tw III-2013 Tw III Tw III Tw III Tw III Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB ADHB sedikit menurun di tahun Penurunan rasio belanja operasional dan modal terhadap PDRB ADHB masing-masing menjadi 11,63% dan 2,14%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian dalam kondisi sedikit menurun di periode laporan. Diharapkan pemerintah dapat mendorong realisasi belanja ditengah situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan. 8 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

44 BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 38

45 3. INFLASI DAERAH Bab 3 Inflasi Daerah Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan III 2017 tercatat 4,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2017 (4,49%, yoy) disebabkan terkendalinya pasokan pangan dan telah berlalunya momentum penyesuaian tarif dasar listrik. Adapun inflasi harga pangan bergejola (volatile food) berada pada posisi 2,96%(yoy) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,72% (yoy). Tarikan permintaan domestik yang tinggi membuat inflasi inti bergerak naik khususnya disebabkan tahun ajaran baru. Dari inflasi harga pangan bergejolak, pasokan yang terjaga membuat inflasi volatile food menjadi lebih rendah. Sedangkan dari inflasi yang diatur pemerintah, sedikit menurun pasca berlalunya kenaikan tarif dasar listrik walau terdapat kenaikan cukai rokok yang memberikan tekanan inflasi selama triwulan III Pada triwulan IV, inflasi diperkirakan akan lebih rendah sejalan dengan panen yang terjadi di awal triwulan IV. Selain itu, koordinasi TPID yang terus diperkuat untuk memastikan inflasi berada pada kisaran sasaran Bank Indonesia akan semakin memastikan inflasi tetap terkendali. 39

46 BAB 3INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2017 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan III 2017 tercatat 4,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2017 yang tercatat 4,49% (yoy). Penurunan tersebut sejalan dengan inflasi Nasional yang juga menurun menjadi 3,72% (yoy) dari triwulan sebelumnya 4,37% (yoy). Secara umum, penurunan tekanan inflasi disebabkan oleh menurunnya harga di awal triwulan III pada hampir seluruh kelompok seperti bahan makanan; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; sandang; dan transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Penurunan inflasi terbesar terjadi pada bahan makanan khususnya sayuran dan hortikultura, serta jasa transportasi khususnya angkutan udara. Pada triwulan IV 2017 tekanan inflasi diperkirakan menurun. Dari kelompok administered price, dampak pada penyesuaian subsidi listrik 900 VA untuk rumah tangga sudah berangsur berkurang. Selain itu, pada kelompok volatile food, permintaan masyarakat diperkirakan kembali pada pola normalnya dan bahkan bisa lebih rendah lagi Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 9 Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan Penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2017 terjadi pada Kelompok Bahan Makanan; Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar; Sandang; Pendidikan, Rekreasi, Olahraga; serta Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Inflasi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 5,55% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 5,85% (yoy). Selain itu, kelompok lain yang mengalami penurunan pada periode laporan yaitu kelompok Bahan Makanan; Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan menjadi masing-masing 3,55% (yoy) dan 4,46% (yoy). dari sebelumnya 5,19%(yoy) dan 5,47% (yoy). Sedangkan kelompok makanan jadi; sandang; kelompok kesehatan dan pendidikan mengalami peningkatan tekanan inflasi masing-masing dari 3,72% (yoy); 2,05% (yoy); 2,36% (yoy); dan 0,82%(yoy) menjadi 3,77% (yoy); 2,60% (yoy); 3,00% (yoy); dan 4,23%(yoy). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM I 8,01 4,57 3,43 6,03 2,28 3,54 0,89 4, II 6,22 4,63 3,60 2,61 1,99 3,33 3,96 4,36 III 10,76 4,70 4,76 2,77 3,23 3,66 12,01 7,24 IV 6,97 4,47 6,06 2,36 3,71 1,39 11,58 6,22 I 4,76 5,39 6,25 3,73 3,79 1,33 10,31 5, II 6,15 5,38 5,96 5,65 5,22 1,38 7,91 5,92 III 1,97 5,80 6,32 4,12 5,28 1,97 0,87 3,72 IV 16,02 6,21 6,87 3,24 5,08 1,85 10,15 8,61 I 12,87 6,34 7,33 4,51 5,75 2,18 4,35 7, II 15,01 6,54 7,84 4,86 5,52 2,35 6,00 8,06 III 16,11 6,23 6,48 6,95 5,28 2,63 7,20 8,36 IV 8,78 5,48 4,13 6,01 5,02 2,57 (0,99) 4,48 I 12,46 4,82 3,40 5,89 3,87 2,25 2,80 5, II 9,46 5,26 2,75 6,36 3,14 2,10 (0,76) 4,30 III 6,51 4,01 2,63 3,13 2,51 0,78 (0,48) 3,07 IV 6,36 3,63 2,76 2,97 2,65 0,83 (0,87) 2,94 I 3,94 4,28 3,52 1,89 2,74 0,81 3,61 3, II 5,19 3,72 5,85 2,05 2,36 0,82 5,47 4,49 III 3,55 3,77 5,55 2,60 3,00 4,23 4,46 4,17 Sumber: Badan Pusat Statistik 9 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi 40

47 BAB 3INFLASI DAERAH Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan III 2017, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 5,19 (yoy) pada akhir triwulan II 2017 menjadi 3,55% (yoy) di akhir triwulan III Adapun komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi terjadi di subkelompok telur, susu dan hasil lainnya; sayuransayuran; kacang-kacangan; dan buah-buahan dari masing-masing 1,61% (yoy); 8,90% (yoy); -2,21% (yoy); dan 6,72% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi 3,19% (yoy); 13,07% (yoy); -1,58% (yoy); dan 10,66% (yoy) di triwulan III Sementara subkelompok padi-padian umbi-umbian dan hasilnya; daging dan hasil-hasilnya; ikan segar; Bumbu-bumbuan; lemak dan minya tercatat deflasi. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Faktor utama penyebab penurunan tekanan inflasi adalah menurunnya harga komoditas di pasar. Siklus yang berulang pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dimana pasca inflasi tinggi di triwulan II disusul dengan deflasi dibulan bulan berikutnya. Sisa produksi komoditas pasar yang melimpah untuk menampung kebutuhan hari raya sebelumnya juga mempengaruhi harga di triwulan III. Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok bumbu-bumbuan dari 9,47% (yoy) di triwulan II menjadi -9,37% (yoy). Subkelompok sayur-sayuran merupakan penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan III subkelompok sayur-sayuran tercatat inflasinya sebesar 13,07%(yoy). Komoditas yang tercatat memiliki inflasi tinggi pada subkelompok ini adalah sawi putih, tomat sayur dan daun kacang panjang muda masing-masing sebesar 47,78 (yoy); 43,46% (yoy); dan 30,57% (yoy). Subkelompok lain yang mengalami kenaikan tertinggi adalah subkelompok buah-buahan sebesar 10,66%(yoy). Curah hujan pada tingkat menengah di akhir periode laporan mendukung panen tanaman hortikultura sehingga mampu menahan kenaikan laju inflasi kelompok ini. Baik Sulsel bagian Selatan maupun Utara memiliki intensitas curah hujan yang rendah ( mm). Sementara Sulsel bagian tengah yang merupakan sentra hortikultura memiliki intensitas curah hujan menengah ( mm) sehingga salah satu faktor penurunan inflasi pada subkelompok bumbubumbuan. Perkembangan hingga awal triwulan IV 2017 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan IV Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama sehingga pasokan menurun serta curah hujan yang meningkat dari menengah menjadi tinggi di bulan Desember yang dapat mengganggu aktivitas nelayan. Namun demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan akan turun di akhir triwulan IV 2017 akibat pasokan bahan makanan (padi dan hortikultura) memasuki masa panen (panen gadu). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

48 BAB 3INFLASI DAERAH Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan III 2017 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi 3,80% (yoy) pada triwulan III 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 3,72% (yoy) (Grafik 3.3). Peningkatan tekanan inflasi terjadi di subkelompok makanan jadi; dan tembakau dan minuman beralkohol masingmasing dari 3,97% (yoy) dan 7,97%(yoy) di triwulan II 2017 menjadi 4,01% (yoy) dan 8,96%(yoy) di triwulan III Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi Gula pasir merupakan salah satu komoditas yang mengalami penurunan terdalam pada subkelompok minuman tidak beralkohol di triwulan III Menurunnya tekanan inflasi gula pasir dari -10,88% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi - 13,44% (yoy) di triwulan III 2017 disebabkan oleh adanya kebijakan Kementerian Perdagangan terkait dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula pasir konsumen sebesar Rp12.500/kg. Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 28 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas gula pasir, ayam goreng, sop, pecel dan air kemasan tercatat sebagai lima komoditas utama yang mengalami penurunan inflasi di triwulan III Di sisi lain, komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan III 2017 yaitu ketupat/lontong sayur, pizza, kue basah, dan roti tawar. Sementara untuk 4 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Hingga awal triwulan IV 2017, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola yang menurun, dan perkirakan tetap terjadi hingga akhir triwulan IV Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok makanan jadi. Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Idul Adha dan ketersediaan pasokan yang terjaga Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan III 2017, laju inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar mengalami penurunan. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 5,55% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 5,85% (yoy). Adapun komoditi yang mengalami peningkatan tekanan inflasi hanya terjadi pada subkelompok biaya tempat tinggal; perlengkapan rumah tangga; penyelenggaraan rumah tangga dengan magnitude yang sangat kecil, sementara subkelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami penurunan. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 35 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan III Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah pasir, tarip listrik, panci, lemari makanan dan pembasmi nyamuk elektrik. Inflasi kelima komoditas tersebut turun signifikan masing-masing dari 4,02% (yoy), 36,88% (yoy), 5,70% (yoy), 7,14% (yoy) dan 0% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 1,79% (yoy), 32,75% (yoy), 2,29% (yoy), 4,33% (yoy), dan -4,84% (yoy) pada triwulan III Namun demikian, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah besi beton, kain gorden, lemari pakaian, mixer, dan lemari hias yang meningkat masing-masing menjadi 0,47% (yoy), 1,79% (yoy), 1,95% (yoy), 3,18% (yoy) dan 2,52% (yoy) pada triwulan III 2017, dari triwulan II 2017 masing-masing -4,08% (yoy), 0,25% (yoy), -1,68% (yoy), 0,98% (yoy) dan 0,29% (yoy). Sementara untuk 5 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. 42

49 BAB 3INFLASI DAERAH %, yoy Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar IHPR gindeks - Skala Kanan P: Angka perkiraan Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial Tekanan inflasi pada subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air turun dan merupakan adalah penyebab utama tekanan inflasi pada kelompok ini menurun. Tidak seperti periode sebelumnya yang memiliki tingkat inflasi tinggi dikarenakan tarif listrik, pada triwulan III masyarakat sudah terbiasa dengan tarif listrik yang baru yang menyebabkan tekanan inflasi justru turun pada subkelompok tarip listrik. Bahkan penurunan tidak hanya terjadi di komoditas listrik namun komoditas air dan gas juga tercatat dalam tekanan inflasi yang menurun. Hingga awal triwulan IV 2017 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar cenderung menurun, dan penurunannya diperkirakan berpotensi berlanjut hingga akhir triwulan. Hal ini dikarenakan harga bahan bakar rumah tangga ukuran 3 kg cenderung stabil pada kisaran Rp Rp di Kota Makassar, Kota Parepare, Kota Palopo, Kabupaten Watampone dan Kabupaten Bulukumba. Harga eceran tersebut sesuai dengan komitmen pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian yang tidak akan menaikkan harga LPG ukuran 3 kg untuk menjaga daya beli masyarakat menengah-bawah Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang triwulan III 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan III 2017, inflasi kelompok ini tercatat 2,60% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2017 sebesar 2,05% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki; sandang wanita;dan sandang anak-anak secara berurutan tercatat 3,02% (yoy); 2,70% (yoy); dan 2,33% (yoy) di triwulan III 2017 lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang tercatat 2,71% (yoy); 2,52% (yoy); dan 1,72% (yoy). Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 40 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan II Lima komoditas utama yang mendorong inflasi adalah baju kaos berkerah wanita, Blus anak-anak, baju kaos berkerah anak-anak, baju muslim anak, dan celana panjang jeans anak. Inflasi kelima komoditas ini naik dari masing-masing 2,83% (yoy), -0,18% (yoy), 5,07% (yoy), -3,03% (yoy), dan 1,76% (yoy) di triwulan II 2017, menjadi masing-masing 333,01% (yoy), 210,06% (yoy), 156,48% (yoy), 112,29% (yoy), dan 111,58% (yoy) di triwulan III Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 29 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terdalam adalah baju muslim wanita, kemeja pendek anak, ikat pinggang, sepatu anak dan BH katun dari masing-masing 0,71% (yoy), -0,66% (yoy), 15,27% (yoy), 0,89% (yoy,) dan 15,85% (yoy) di triwulan II 2017, menjadi -19,61% (yoy), -20,42% (yoy), 2,38% (yoy), -7,66% (yoy) dan 8,04% (yoy). Sementara untuk 7 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Pada awal triwulan IV 2017, inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dan diperkirakan berlanjut hingga akhir triwulan. Subkelompok yang naik hingga awal triwulan IV 2017 terutama pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi karena perayaan hari raya Idul Adha. Selain itu, peningkatan terjadi pada komoditas emas perhiasan yang diperkirakan akibat menguatnya harga emas dunia, serta melemahnya kurs US dollar turut mendorong harga emas naik. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

50 BAB 3INFLASI DAERAH 2, , , , , , $/troy oz %, yoy Emas gharga - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan. Pada triwulan III 2017, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 3,00% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat inflasi 2,36% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi berasal dari seluruh subkelompok kecuali subkelompok jasa perawatan jasmani. Adapun subkelompok lainnya mengalami kenaikan seperti subkelompok jasa kesehatan, obat-obatan, serta perawatan jasmani dan kosmetika. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Jasa perawatan jasmani tarip gunting rambut anak menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi di kelompok ini. Inflasi Jasa perawatan jasmani tarip gunting rambut anak meningkat cukup signifikan dari 4,25% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi 13,24% (yoy) di triwulan III Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 16 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan III Lima komoditas utama yang menahan tekanan inflasi di kelompok ini adalah creambath, tarip gunting rambut pria, hand body lotion, alas bedak dan parfum. Kelima komoditas ini mengalami penurunan tekanan inflasi dari masing-masing 12,10% (yoy), 3,18% (yoy), 3,71% (yoy), 1,22% (yoy), dan 1,93% (yoy) di triwulan II 2017, menjadi masing-masing 9,60% (yoy), 0,58% (yoy), 1,61% (yoy), 0,00% (yoy), dan 0.98% (yoy) di triwulan III Di sisi lain, dari 24 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas diantaranya mengalami peningkatan inflasi terbesar yaitu tarip gunting rambut anak, dokter umum, alat kontrasepsi, tarip puskesman, dan pasta gigi. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi dari 4,25% (yoy), 2,67% (yoy), 0,33% (yoy), 0,00% (yoy) dan 1,34% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi 13,24% (yoy), 11,38% (yoy), 6,48% (yoy), 5,06% (yoy), dan 5,06% (yoy) pada triwulan III Sementara untuk 6 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Di awal triwulan IV 2017, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi pada seluruh kelompok kesehatan. Peningkatan inflasi terbesar berasal dari perawatan jasmani dan kosmetika khususnya minyak rambut. Risiko yang diperkirakan dapat mendorong inflasi kelompok ini adalah subkelompok Obat-obatan, serta Jasa Perawatan Jasmani dan Kosmetika dimana obat/perlengkapan untuk perawatan jasmani dan kosmetika berasal dari impor yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah. 44

51 BAB 3INFLASI DAERAH Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan III Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 tercatat 4,23% (yoy), meningkat dari triwulan II 2017 sebesar 0,82% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini didorong oleh meningkatnya pembiayaan pada subkelompok pendidikan dan perlengkapan/peralatan pendidikan masing masing dari 0,58%(yoy) dan 0,21%(yoy) di triwulan II 2017 menjadi 8,18%(yoy) dan 0,26%(yoy) di triwulan III Sedangkan 3 subkelompok lainnya yaitu kursus-kursus/pelatihan, rekreasi, dan olahraga mengalami penurunan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Peningkatan tekanan inflasi terbesar didorong oleh subkelompok pendidikan. Tekanan inflasi yang terjadi pada subkelompok pendidikan didorong oleh biaya pendidikan yang meningkat diseluruh tingkatan pendidikan terkecuali taman kanak-kanak. Tingkatan pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan akademi/perguruan tinggi mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 1,44%(yoy), 1,17%(yoy), 0,28%(yoy), dan 0,28%(yoy) di triwulan II 2017 menjadi 11,67%(yoy), 3,97%(yoy), 12,63%(yoy), dan 6,89%(yoy) (yoy) di triwulan III Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 31 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan III Lima komoditas utama yang mengalami penurunan tekanan inflasi di kelompok ini flashdisk, pakaian olahraga pria, VCD/DVD player, kursus komputer, dan sewa lapangan futsal. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 1,23% (yoy), 3,75% (yoy), -0,08% (yoy), 1,19% (yoy), dan 1,58% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi -2,43% (yoy), 2,07% (yoy), -1,66% (yoy), 0,08% (yoy), dan 0,59% (yoy) pada triwulan III Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi terjadi di lima komoditas, yang mengalami peningkatan tertinggi terjadi di komoditas rekreasi, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan akademi/perguruan tinggi. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 1,14%; 1,44%(yoy), 1,17%(yoy), 0,28%(yoy), dan 0,28%(yoy) di triwulan II 2017 menjadi 340,57%(yoy), 11,67%(yoy), 3,97%(yoy), 12,63%(yoy), dan 6,89%(yoy) (yoy) di triwulan III Sementara itu, 14 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan I Di awal triwulan IV 2017 tekanan inflasi cenderung stabil pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Dengan naiknya biaya pendidikan yang merupakan faktor terbesar di kelompok ini pada triwulan III membuat biaya lainnya di triwulan berikutnya cenderung akan stabil. Namun akhir triwulan tekanan inflasi diperkirakan kembali meningkat dengan libur panjang terlebih pada subkelompok rekreasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan III 2017, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan. Di triwulan III 2017, kelompok ini tercatat inflasi 4,46% (yoy) atau menurun dari triwulan sebelumnya 5,47% (yoy). Inflasi yang menurun di kelompok ini didorong oleh subkelompok komunikasi dan pengiriman sebesar 9,43% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 3,93% (yoy) pada triwulan III Sementara itu, subkelompok transpor, sarana dan penunjang transpor, serta jasa keuangan mengalami peningkatan dari 2,95% (yoy), 17,86% (yoy), dan 0,00% (yoy) menjadi 3,23% (yoy), 18,98% (yoy), dan 0,18% (yoy) di triwulan III Komoditas BBM jenis solar dan bensin menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi BBM jenis bensin meningkat dari 2,40% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi 2,57% (yoy) di triwulan III Diperkirakan didorong peningkatan permintaan bensin jenis pertalite pasca hari raya. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 15 dari 38 komoditas pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan III Lima komoditas utama yang mengalami peningkatan inflasi di kelompok ini adalah perbaikan ringan kendaraan, ban dalam motor, angkutan udara, bahan pelumas/oli, dan angkutan antar kota masing-masing dari 2,62% (yoy), 4,00% (yoy), 11,50% (yoy), 3,71% (yoy), dan 0,86% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 12,28% (yoy), 11,06% (yoy), 16,70% (yoy), 5,19% (yoy), dan 2,10% (yoy). Di sisi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

52 BAB 3INFLASI DAERAH lain, terdapat 2 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, yaitu tarif pulsa ponsel dan angkutan dalam kota. Kedua komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 18,45% (yoy), dan 1,24% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi 7,34% (yoy), dan 0,0% (yoy)di triwulan III Sementara itu, 17 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan penurunan tekanan inflasi di awal triwulan IV 2017, dan berpotensi bertahan hingga akhir triwulan. Penurunan inflasi ini terjadi di seluruh subkelompok kecuali sarana dan penunjang transpor. Selain itu, penyesuaian harga BBM khususnya jenis pertalite menjadi salah satu risiko yang terus diwaspadai karena mengikuti harga minyak dunia. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 3.3. Inflasi Menurut Kota IHK 10 Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan III 2017 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di tiga kabupaten/kota IHK di Sulsel. Kota Makassar, dan Kota Palopo mengalami penurunan inflasi pada triwulan III 2017 masing-masing menjadi 4,07% (yoy), dan 3,63 % (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 masing-masing 4,53% (yoy), dan 3,88% (yoy). Sementara itu, tekanan inflasi di Kota Makassar diperkirakan karena karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal. Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy) Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Makassar Palopo Parepare Watampone Bulukumba Sulawesi Selatan *) Keterangan: Data hingga Oktober 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy) Kota I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* Makassar Palopo , Parepare Watampone Bulukumba Sulawesi Selatan *) Keterangan: Data hingga Oktober 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada triwulan III 2017, Bulukumba menjadi daerah dengan inflasi tertinggi di Sulawesi Selatan. Peningkatan inflasi yang terjadi di Bulukumba pada triwulan laporan mencapai 5,65% (yoy) meningkat cukup signifikan dari sebelumnya 5,18% (yoy). Komoditas yang memberikan andil inflasi di Kabupaten Bulukumba yaitu tarif listrik, ikan bandeng/bolu, ikan 10 Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. 46

53 BAB 3INFLASI DAERAH laying/benggol, tarif pulsa ponsel, dan kue kering berminyak dengan andil inflasi masing-masing 1,56% (yoy), 0,97% (yoy), 0,49% (yoy), 0,34% (yoy) dan 0,25% (yoy) di triwulan laporan. Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi yang cukup tinggi di Sulsel yaitu 4,07% (yoy). Komoditas yang menyumbang andil inflasi di Kota Makassar pada triwulan laporan yaitu tarif listrik, ikan bandeng, daging ayam ras, wortel, dan cabe merah dengan inflasi masing-masing 0,51% (yoy), 0,31% (yoy), 0,13% (yoy), 0,09% (yoy), dan 0,06% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, dengan ongkos distribusinya yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksesibilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, peningkatan tekanan harga terutama disebabkan oleh komoditas yang termasuk dalam inflasi inti. Komoditas itu antara lain emas perhiasan dan biaya pendidikan baik level SD, SLTA, SMA, dan Perguruan Tinggi. Namun demikian, masih terdapat beberapa daerah yang inflasinya dipicu oleh beberapa komoditas pangan seperti komoditas bayam di Parepare, ikan bandeng dan cakalang di Watampone dan Bulukumba serta Palopo. Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Emas Perhiasan Akademi/ PT Cakalang Bandeng Akademi/ PT Akademi/ PT 2 Akademi/ PT Besi Beton Bandeng Layang/ Benggol Bandeng Emas Perhiasan 3 Sekolah Dasar Bayam Seng Apel Leamari Hias Sekolah Dasar 4 Beras Seng Baronang Kembung Asam SLTA 5 SLTA Udang Basah Selar Teri Kentang Cakalang Sumber: Badan Pusat Statistik Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

54 BAB 3INFLASI DAERAH Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel 1 Tomat Sayur Bayam Besi Beton Tomat Sayur Tomat Sayur Cabai Rawit 2 Angkutan Udara Cakalang/Sisik Cat Tembok Layang/Benggol Cabai Rawit Bawang Putih 3 Tomat Buah Tomat Buah Telur Ayam Ras Kacang Panjang Ayam Hidup Bawang Merah 4 Bawang Merah Kangkung Emas Perhiasan Cabai Rawit Minyak Goreng Wortel 5 Cabai Merah Layang/Benggol Televisi Berwarna Telur Ayam Ras Bawang Merah Bayam Sumber: Badan Pusat Statistik 3.4. Disagregasi Inflasi 11 Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 menurun. Inflasi pada triwulan III 2017 sebesar 4,17% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,49% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi IHK disebabkan turunnya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) menjadi 2,79% (yoy) dari sebelumnya 4,86% (yoy). Selain tekanan pada volatile food yang menurun, tekanan inflasi dari penyesuaian tarif dasar listrik yang sudah berlalu membuat inflasi administered price juga mereda. Inflasi dari kelompok harga yang diatur pemerintah ini turun menjadi 10,51% (yoy) dari sebelumnya 10,78% (yoy). Adapun inflasi inti mengalami kenaikan sejalan dengan tarikan permintaan domestik yang lebih tinggi, yaitu menjadi 2,96% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,72% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi Inflasi volatile food menurun ditopang oleh panen komoditas pertanian dan pasokan pangan yang terkendali. Musim panen yang berada di akhir periode triwulan III membuat harga pangan mengalami disinflasi harga. Panen yang terjadi di sejumlah daerah seperti Kab. Wajo dan Gowa pada komoditas sayuran membuat harga pangan menurun. Selain itu, panen raya bawang merah di Kab. Brebes dan Nganjuk memengaruhi harga bawang merah di Kab. Enrekang yang turun Kelompok administered price juga mengalami penurunan. Telah berakhirnya liburan anak sekolah membuat permintaan tiket angkutan udara kembali normal. Seiring dengan kembali normalnya permintaan rumah tangga, maskapai penerbangan kembali menyesuaikan harga tiket pesawat ke harga normal. Meski demikian, deflasi kelompok harga yang diatur pemerintah sedikit tertahan akibat kenaikan cukai rokok sebesar 8,9% yang berdampak pada kenaikan rokok kretek filter. Tekanan inflasi pada kelompok inti sedikit mengalami peningkatan disebabkan aktivitas transaksi RT yang meningkat. Kenaikan tersebut tercermin dari dua komoditas tertinggi yang menyumbangkan inflasi, yaitu emas perhiasan dan biaya sekolah baik di tingkat SD, SMP, dan SMA. Tingginya permintaan emas perhiasan ditengarai disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor investasi dan kebutuhan menjelang musim pernikahan di akhir tahun. Selain itu, kenaikan uang sekolah di bulan Juli juga memberikan tekanan sejalan dengan tahun ajaran baru. Masuknya tahun ajaran baru juga sedikit memberikan tekanan inflasi pada komoditas pakaian sekolah walau dengan magnitude yang sangat kecil. 11 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. 48

55 BAB 3INFLASI DAERAH Rp/kWh 1,900 1,700 1,500 1,300 1, I II III IV I II III IV I II III* TR TM TT L/TR, TM, TT Keterangan: TR (Tegangan Rendah); TM (Tegangan Menengah); TT (Tegangan Tinggi); L (Tegangan Khusus) Sumber: PLN Grafik 3.13 Perkembangan Tarif Listrik PLN Minyak Mentah $/bbl gharga - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III* *) Data hingga Juli 2017 Sumber: World Bank Grafik Harga Minyak Mentah Global Pada awal triwulan IV 2017, tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat namun masih dalam rentang sasaran Bank Indonesia. Tekanan inflasi diprakirakan berasal dari tekanan inflasi inti sejalan dengan tarikan permintaan RT di akhir tahum. Libur panjang natal dan tahun baru juga memungkinkan wisatawan akan bertambah dan melakukan spending lebih besar sehingga menarik inflasi inti ke atas. Namun demikian, tarikan inflasi inti tersebut termitigasi oleh musim panen di bulan Oktober dan November sehingga tekanan inflasi dari harga pangan bergejolak menurun. Demikian pula dengan inflasi harga yang diatur pemerintah, dengan indikasi tidak ada kenaikan harga gas di penghujung tahun 2017, inflasi administered price diperkirakan akan cenderung stabil Koordinasi Pengendalian Inflasi TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian inflasi di Sulsel. Selama triwulan III 2017 dan awal triwulan IV 2017, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk pemantauan harga, penguatan kerjasama dan koordinasi baik di TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan (Tabel 3.6). Tabel 3.6.Kegiatan TPID Triwulan III s.d Oktober 2017 NO TPID KEGIATAN / TEMPAT TANGGAL KETERANGAN 1 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Aryaduta 19 Juli 2017 Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dan TPID Maluku dalam rangka Inisiasi Kerja Sama Antar Daerah Dalam Pengendalian Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi 2 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta 27Juli 2017 Rapat Koordinasi Nasional TPID se-indonesia 3 Provinsi/Kabupaten/Kota se-sulawesi Selatan Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel 4 Agustus 2017 Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel 4 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Bank Indonesia 10 Agustus 2017 Rapat Koordinasi Pengendian Inflasi Kelompok Bahan Makanan 5 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Bank Indonesia 31 Agustus 2017 Rapat Koordinasi dalam rangka Penyusunan SK TPID dan Antisipasi Kenaikan Harga Menjelang Idul Adha. 6 Provinsi dan Kab/Kota se Sulsel Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel 11 September 2017 Rapat Koordinasi dalam rangka sosialisasi Kepres no.23 Tahun 2017, perkembangan Inflasi dan Kerjasama antar daerah. 7 Zona Makassar Ruang Rapat Pemkot Makassar 2 Oktober 2017 Rapat Koordinasi membahas tentang perkembangan inflasi, tantangan dan program pegendalian inflasi kedepan Pencapaian inflasi triwulan III 2017 yang masih terjaga, didukung oleh koordinasi di Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam berbagai kegiatan. Pada bulan Januari, kegiatan sebagian besar difokuskan pada upaya pemantauan harga komoditas Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

56 BAB 3INFLASI DAERAH cabe akibat kenaikan harga yang tinggi. Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di Pasar Pabaeng-baeng dan rapat teknis terkait dengan kenaikan harga cabe telah dilakukan bersama dengan BI, TPID, dan KPPU, sehingga dapat mengetahui penyebab kenaikan harga komoditas cabe dan langkah strategis yang akan diambil dalam upaya pengendaliannya. Pada triwulan III 2017, kegiatan TPID lebih kepada koordinasi dengan TPID luar Sulsel. Pada tanggal 19 Juli 2017, Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dan TPID Maluku dalam rangka Inisiasi Kerja Sama Antar Daerah Dalam Pengendalian Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.Rencana kerja sama Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Maluku di bidang perdagangan untuk menekan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi meliputi beberapa sektor yaitu sektor partanian, perkebunan, perikanan, dan perindustrian, perlu ditindaklanjuti dengan identifikasi komoditi surplus/defisit masing-masing daerah serta penentuan saluran distribusi dan pola mekasime kerjasama.provinsi Sulsel telah melaksanakan misi dagang pada 31 Agustus 2017 di Ambon, Maluku dan TPID yang diharapkan dapat mendorong terjalinnya kerjasama yang lebih baik. Provinsi Sulawesi Selatan mengharapkan ke depan dapat membuka kantor representatif di Provinsi Maluku agar dapat memudahkan sistem kerja sama bilateral di beberapa sektor. Pada tanggal 4 Agustus, terdapat rapat teknis TPID Provinsi Sulsel. Pembahasan rapat dalam mengatasi harga LPG 3 kg diatas HET telah disepakati beberapa solusi seperti (1) membentuk forum bersama untuk dapat turun langsung memonitor harga Elpiji; (2) membatasi jumlah pangkalan dan agen penjual; (3) merumuskan inovasi dengan merujuk pada produk TPID Bali dalam melakukan monitor harga LPG. Pada tanggal 10 Agustus 2017, terdapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Kelompok Bahan Makanan. Beberapa poin pada rapat tersebut adalah (1) Salah satu alternatif pengendalian inflasi yang perlu dilakukan adalah dengan menjadikan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai buffer stock pangan di dearah; (2)Gudang perlu dikelola secara professional agar pemanfaatan dapat lebih optimal untuk menjaga ketersediaan pasokan sehingga volatilitas harga bahan pangan dapat lebih terkendali; (3)Dalam pengembangan aplikasi SIGAP, dukungan dari setiap instansi terkait untuk menyampaikan data secara rutin sangat diperlukan; (4)Diperlukan sosialisasi ke petani dan peternak mengenai inflasi sehingga dengan mengetahui dampak inflasi diharapkan petani dan peternak dapat turut berpartisipasi dalam upaya pengendalian inflasi. Memasuki triwulan IV 2017, upaya Pengendalian harga difokuskan pada persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan tahun baru. Pada bulan Desember 2017, TPID Provinsi Sulawesi Selatan direncanakan mengadakan pertemuan untuk mengidentifikasi dan mempersiapkan langkah antisipatif untuk menjaga harga tetap stabil selama triwulan akhir 2017 agar Bank Indonesia mampu mencapai sasaran inflasi berada pada kisaran yang sudah ditetapkan, yaitu 4+1%. 50

57 4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Sulsel yang berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan stabilnya tingkat rasio gagal bayar bunga dan pokok utang (non performing loan) pada level yang rendah di tengah pertumbuhan kredit yang melambat. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM terus meningkat signifikan sebagai bentuk kehadiran Bank Indonesia pada ekonomi kelas menengah ke bawah. Pembangunan ekonomi yang inklusif tersebut juga dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan khususnya dari risiko keuangan korporasi menghadapi harga komoditas yang kembali menurun di triwulan III dibandingkan raihan triwulan II. Risiko harga komoditas tersebut dapat terjaga tercermin dari risiko NPL yang stabil baik dari sisi korporasi maupun rumah tangga. 51

58 Pesimis Optimis Pesimis Optimis BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 4.1. Stabilitas Keuangan Daerah Asesmen Sektor Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 2017 sejalan dengan kinerja konsumsi Rumah Tangga (RT) yang melambat. Meski demikian, kinerja konsumsi RT yang melambat tetap tumbuh tinggi dan menjadi pertumbuhan tertinggi selama 5 tahun terakhir ( ), sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi di periode laporan. Salah satu dasar melambatnya konsumsi RT yaitu telah kembali normalnya aktivitas masyarakat paska Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) (Grafik 4.1). Melambatnya pertumbuhan konsumsi RT tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menurun, meski masih dalam tingkat optimis diatas 100 (Grafik 4.2). Responden dari survei konsumen Bank Indonesia mengindikasikan bahwa ekonomi baik saat ini maupun yang akan datang (ekspektasi) cenderung menahan konsumsi khususnya untuk barang durable goods. Sejalan dengan konsumsi RT Sulsel, konsumsi nasional juga menunjukkan sedikit perlambatan. Pertumbuhan konsumsi RT nasional sedikit melambat dari 4,95% (yoy) di triwulan II 2017 menjadi 4,93% (yoy) di triwulan III Sementara itu, konsumsi RT Sulsel melambat dari 6,47% (yoy) menjadi 6,15% (yoy) di periode laporan. Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia, responden menyatakan pesimis ( <100 ) terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan, meski ekspektasi penghasilan dan ekspektasi kegiatan usaha masih menunjukkan level yang optimis (Grafik 4.3). Pangsa Terhadap PDRB yoyy Indeks % 58% 7.00% 6.15% 6.50% % 54% 52% 50% 48% 46% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Pangsa Konsumsi RT gkonsumsi RT - Skala Kanan 6.00% 5.50% 5.00% 4.50% 4.00% Pesimis Optimis I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Sumber: BPS Prov. Sulsel Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel Indeks Indeks I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Kegiatan Usaha Penghasilan saat ini Ketersediaan lapangan kerja Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama Jul-17 Aug-17 Sep-17 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu Inflasi relatif terjaga setelah Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) membuat persepsi RT terhadap kenaikan harga menurun. RT meyakini bahwa harga di pasar akan cenderung lebih turun akibat ketersediaan pangan dan distribusi barang yang lebih lancar serta berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pusat dan Bank Indonesia melalui TPID dalam pengendalian harga. Selain itu, pada Agustus 2017, pemerintah pusat juga terus melakukan kebijakan dalam rangka pengendalian harga pangan, salah satunya adalah penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada komoditas beras 12 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga. 52

59 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM sebesar Rp12.800,00 untuk premium dan Rp9.450/kg untuk beras medium yang berlaku di seluruh Provinsi. Dengan kebijakan tersebut, ekspektasi harga konsumen yang terjaga membuat kenaikan harga atau inflasi cenderung stabil selama triwulan III (Grafik 4.4). Indeks % Ramadhan Kena ikan (0.50) (1.00) Ekspektasi Perubahan Harga Inflasi Sulsel (mtm) - RHS Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.4. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Yang Akan Datang Tingginya kebutuhan saat tahun ajaran baru mendorong masyarakat menggunakan tabungan. Untuk mempertahankan konsumsi pada triwulan III 2017, RT menggunakan porsi tabungannya. Hal ini terlihat dari data survei konsumen Bank Indonesia, porsi tabungan RT menurun dari 25,6% menjadi 23,9% yang mengindikasikan bahwa RT menggunakan porsi tersebut untuk konsumsi yang meningkat dari 58,3% menjadi 63%. Sumber pendapatan yang tetap ditengah meningkatnya kebutuhan juga menurunkan porsi tabungan yang akhirnya diambil dari perbankan (Grafik 4.5). 25.6% 58.3% 23.9% 63.0% Tw II-2017 Tw III % 13.1% Konsumsi Pinjaman Tabungan Konsumsi Pinjaman Tabungan Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.5. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan Eksposur Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga Sejalan dengan survei konsumen Bank Indonesia, DPK RT juga mengalami sedikit perlambatan. DPK atau Dana Pihak Ketiga dari perseorangan (kategori RT) mengalami pertumbuhan 4,2% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,4% (yoy). Perlambatan tersebut disinyalir karena kebutuhan RT yang tinggi menjelang tahun ajaran baru baik tingkat SD/SMP/SMA sehingga mendorong RT untuk menggunakan dana bagi kebutuhan pendidikan. Namun demikian, secara umum DPK diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan positif walau dalam magnitude yang lebih rendah (Grafik 4.7). Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan didominasi oleh sektor rumah tangga. Peran RT dalam pembentukan DPK yang besar membuat perbankan terus mengoptimalkan perluasan jaringan kantor khususnya di beberapa kabupaten/ kota atau melakukan persuasi kepada RT untuk meningkatkan saldo DPK. Perilaku perbankan Sulsel ditengarai menempatkan Sulsel sebagai tujuan penyaluran dana dibandingkan penghimpunan dana. Hal ini sejalan dengan investasi Sulsel yang tinggi sehingga membutuhkan dana yang lebih besar. Selain itu, beberapa korporasi utama yang ada di Sulsel juga cenderung berkantor pusat di luar Sulsel sehingga aliran dana korporasi dalam bentuk simpanan cenderung diarahkan pada kantor pusatnya (Grafik 4.6). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

60 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Pangsa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw IV-16 Tw I-17 Tw II-17 Tw III-17 % yoy 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Perseorangan Bukan Perseorangan TOTAL Perseorangan Bukan Perseorangan Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.6. Komposisi DPK Sulsel Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.7. Pertumbuhan DPK Perseorangan Kebutuhan likuiditas yang tinggi bagi masyarakat menjadikan dasar penempatan dana pada tenor pendek. Sebagian besar perilaku RT dalam memegang uang (termasuk menyimpan uang) berdasarkan 3 faktor yaitu kebutuhan konsumsi, keperluan berjaga-jaga, dan motivasi spekulasi (Keynes, 1936). RT ditengarai menggunakan dana untuk keperluan berjaga-jaga dalam memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang, sehingga penempatan dana cenderung pada tenor pendek di perbankan (Grafik 4.8). Pada triwulan III 2017 pertumbuhan DPK RT ditopang oleh pertumbuhan giro. Pertumbuhan giro RT pada triwulan III 2017 adalah 5,4% (yoy) atau mengalami peningkatkan yang signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -2,3% (yoy). Lebih tingginya pertumbuhan pada DPK jenis giro ditengarai akibat pengusaha (perseorangan) sedang tidak ekspansif, sehingga dana lebih banyak disimpan terlebih dahulu dalam bentuk giro. Pertumbuhan yang sama juga dialami oleh jenis DPK tabungan yang menunjukkan peningkatan. Tingginya kebutuhan RT di triwulan III 2017 diperkirakan menjadi salah satu faktor DPK tabungan yang meningkat. Di sisi lain, suku bunga deposito masih melanjutkan tren menurun sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mendorong perekonomian melalui penurunan suku bunga kebijakan (Grafik 4.9). Pangsa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Giro Tabungan Deposito Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel yoy 40% 9% 30% 8% 20% 7% 6% 10% 5% 0% 4% -10% 3% -20% 2% -30% 1% -40% Giro Tabungan Deposito sk. Bunga Deposito (RHS) 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Di sisi lain, penyaluran kredit yang diberikan kepada RT terfokus pada kredit konsumsi. Tidak terjadi pergeseran prilaku seperti triwulan ataupun tahun sebelumnya. Kredit yang diberikan kepada RT oleh perbankan ditujukan untuk konsumsi dengan porsi lebih dari 50%. Besarnya penggunaan kredit konsumsi tersebut terutama untuk pemenuhan kebutuhan multiguna dan KPR. 54

61 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM TRIWULAN III % 59.1% 30.1% 2.3% 17.5% 41.7% 8.9% 29.6% Modal Kerja Investasi Konsumsi KPR KKB Multiguna RT Lainnya Lain-Lain Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Peran Bank Indonesia yang didukung oleh seluruh stakeholder daerah membuat penetrasi literasi keuangan meningkat yang ditandai dengan peningkatan jumlah rekening individu. Jumlah rekening individu atau RT mengalami peningkatakan khususnya pada jenis DPK tabungan. Jumlah rekening Sulsel pada triwulan III 2017 berada pada angka 42,8 juta rekening. Jumlah tersebut naik 1,6% (yoy) atau dari 63,5% di triwulan II 2017 menjadi 65,1% di triwulan III Peningkatan jumlah rekening menjadi salah satu faktor fundamental dalam pendalaman pasar keuangan dimana kepemilikan rekening perbankan membuka akses kepada kredit sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang Asesmen Sektor Korporasi Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi Kontraksi ekspor yang disebabkan oleh komoditas unggulan non tambang secara umum masih dalam level aman bagi keuangan korporasi. Penurunan ekspor yang terjadi pada komoditas rumput laut dan kakao berdasarkan informasi dari pelaku usaha merupakan fenomena cuaca, iklim yang kurang bersahabat, hama yang menyerang tanaman kakao, peremajaan tanaman kakao yang masih terus berlangsung serta harga kakao yang masih turun. Dengan demikian, pelaku usaha mengharapkan cuaca yang lebih baik serta peningkatan harga komoditas untuk memacu produksinya dan mendorong insentif/pendapatan petani. Kontraksi ekspor yang dalam belum berdampak signifikan pada posisi keuangan korporasi karena faktor siklikal (sikuls cuaca) memang umum terjadi. Untuk memitigasi resiko dari sisi pendapatan ekspor, upaya diversifikasi tujuan ekspor oleh korporasi perlu terus dilakukan. Ekspor Sulsel selama ini bergantung pada mitra dagang konvensional seperti Jepang, Amerika Serikat, hingga Tiongkok. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi global yang masih berjuang dalam pemulihan membuat pelaku usaha perlu mendiversifikasi tujan ekspornya pada negara-negara yang selama ini belum terjamah oleh Sulsel. Dalam melakukan penetrasi ke pasar baru, pertimbangan neraca dan daya saing produk unggulan menjadi diperlukan. Bilamana neraca perdagangan mengalami surplus, maka negara tersebut memiliki kemampuan untuk membeli barang atau komoditas yang bisa ditawarkan Sulsel. Namun selain masalah neraca perdagangan, faktor daya saing juga menentukan apakah barang yang diekspor bisa compete (bersaing) di pasar negara tersebut. Untuk Sulsel, negara yang dapat dijadikan negara tujuan ekspor baru terdapat pada kuadran I, yaitu daya saing tinggi dan neraca perdagangan surplus seperti pada negara Belanda, Mesir, India, hingga Afrika Selatan (Grafik 4.11) Grafik Kuadran Potensi Ekspor pada Beberapa Negara Tujuan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

62 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kinerja Sektor Korporasi Kinerja keuangan korporasi masih menunjukkan kondisi yang baik. Pada tahun 2016, korporasi terindentifikasi melakukan kosolidasi untuk melakukan penyehatan neraca. Konsolidasi neraca dalam perspektif ekonomi didefinisikan sebagai upaya untuk menyehatkan rasio keuangan sehingga ke depan memiliki prospek yang lebih baik. Dalam tahap ini, korporasi di Sulsel terlihat masih melakukan efisiensi untuk kembali membuat laporan keuangan membaik. Dari sisi korporasi tambang, relaksasi ekspor mineral mentah justru menunjukan laba yang terkontraksi disebabkan harga nikel yang kembali terkontraksi karena banjirnya pasokan di pasar internasional. Di sisi lain, laba korporasi non tambang juga mengalami hal serupa dengan magnitude berbeda (Grafik 4.12). Fenomena ini sejalan dengan stabilnya inflasi inti di tengah tekanan kenaikan harga bahan baku. Korporasi ditengarai masih enggan melakukan pass through kenaikan harga jual di tengah isu daya beli dan persaingan usaha yang lebih ketat. Rasio (%) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Tambang Non Tambang Sumber: Bloomberg, Laporan Keuangan Korporasi, diolah Grafik Rasio Laba terhadap Penjualan (Profit Margin) Rasio laba juga menunjukkan peningkatan, sejalan dengan pertumbuhan penjualan yang masih menunjukkan angka positif. Dari sektor non tambang, pertumbuhan penjualan menunjukkan kinerja yang meningkat, meski pada sektor tambang pertumbuhan menunjukkan perlambatan. Perlambatan penjualan sektor tambang ditunjukkan oleh produksi nikel yang menurun dan berpengaruh pada penjualan korporasi menurun. %, yoy 60% 40% 20% 0% -20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III % -60% Tambang Non Tambang Sumber: Bloomberg, Laporan Keuangan Korporasi, diolah Grafik Pertumbuhan Omset Penjualan (sales revenue) Ke depan, perbaikan diperkirakan terus berlanjut sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan nasional. Rasio laba terhadap penjualan serta pertumbuhan penjualan yang tetap tumbuh positif menjadi salah satu kinerja korporasi untuk terus menjaga performancenya. Pondasi ekonomi untuk tumbuh berkelanjutan dengan tetap mempertahankan stabilitas sistem keuangan terlihat jelas dari stance pemangku kebijakan baik pemerintah maupun Bank Indonesia Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi. Korporasi di Sulsel memanfaatkan kredit dari perbankan pada lajur modal kerja. Porsi kredit modal kerja korporasi memiliki pangsa yang dominan terhadap total kredit yang disalurkan oleh perbankan pada korporasi. Kredit modal kerja nemiliki pangsa hingga 63%. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak korporasi yang untuk transaksi hariannya menggunakan modal dari perbankan. Sedangkan sisanya adalah kredit investasi dengan pangsa 37% merupakan alternatif pembiayaan manakala korporasi hendak melakukan ekspansi. 56

63 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan kredit menunjukkan perbaikan. Hal ini sejalan dengan perkembangan kredit nasional yang hingga year to date menunjukkan pertumbuhan 3,6% (yoy). Kondisi korporasi yang menunjukkan mulai perbaikan setelah sebelumnya cenderung berhati-hati, mendorong korporasi mengajukan kredit kepada perbankan. Selain itu, pertumbuhan kredit yang meningkat juga mengindikasikan bahwa korporasi melakukan investasi sejalan dengan pertumbuhan investasi yang meningkat (Grafik 4.14). Modal Kerja Investasi Konsumsi 37% TW III % YOY 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% Modal Kerja Korporasi Investasi Korporasi Kredit Korporasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Penggunaan Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan) 13 Indikator perbankan Sulsel menunjukkan pertumbuhan yang membaik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset perbankan Sulsel yang tumbuh 6,5% (yoy). Total aset perbankan Sulsel hingga September 2017 berada pada level Rp131,2 triliun. Meski melambat, namun pertumbuhan DPK dan kredit masih menunjukkan kinerja yang positif. DPK tumbuh pertumbuhan sebesar 3,7%(yoy) dan diimbangi dengan pertumbuhan kredit sebesar 6,3%(yoy). Konsekuensi dari lebih cepatnya pertumbuhan kredit dibandingkan DPK adalah rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang diatas 100%. Adapun LDR Sulsel kini berada pada level 128,5% yang berarti Sulsel mengalami defisit tabungan dan menggunakan dana dari luar Sulsel untuk memenuhi kebutuhan kredit (investasi maupun konsumsi). Hal ini sangat wajar dalam pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi di atas rata-rata nasional. 30 % yoy % Kredit Aset DPK LDR - skala kanan 140% % % % % 5 115% % Grafik Indikator Perkembangan Sulsel Dari sisi penghimpunan DPK, Makassar masih menjadi kota dengan penyumbang terbesar. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa Makassar adalah kota besar dengan PDRB yang juga mendominasi. Pangsa kota Makassar dalam pembentukan DPK mencapai 65,3% disusul oleh Pare-Pare, Palopo, Bone, dan Wajo dengan pangsa masing-masing 3,7%; 3,3%; 3,0%; dan 2,5%. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, sebagian besar kabupaten/kota mengalami perlambata. Meski demikian, perlambatan tersebut dapat ditahan oleh pertumbuhan DPK Kota Makassar yang meningkat. Hal ini dikarenakan pangsa DPK Kota Makassar yang mendominasi Sulsel (Grafik 4.18). 13 Data perbankan lokasi bank Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

64 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Makassar 65.3% Parepare 3.7% Palopo 3.3% Bone 3.0% Wajo 2.5% Gowa 1.9% Bulukumba 1.7% Tana Toraja 1.7% Pinrang 1.6% Luwu Utara 1.6% 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% Makassar 4% Parepare 4% Palopo 3% Bone 10% Wajo 16% Gowa 7% Bulukumba 10% Tana Toraja 10% Pinrang 9% Luwu Utara 19% 0% 5% 10% 15% 20% Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank, diolah) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank, diolah) Grafik Pangsa DPK per Kab/Kota Grafik Pertumbuhan DPK per Kab/ Kota TANA TORAJA PINRANG PAREPARE BARRU PANGKEP MAKASSAR TAKALAR JENEPONTO LUWU UTARA TORUT ENREKANG SIDRAP SOPPENG MAROS GOWA 0 1% 1,1% - 2% > 2% BONE PALOPO BANTAENG LUWU WAJO SINJAI LUWU TIMUR BULUKUMBA SELAYAR Risiko kredit yang dihadapi perbankan Sulsel masih dalam batas aman sebagaimana ditunjukkan oleh NPL yang masih berada di bawah ambang batas 5%. NPL Kredit Sulsel pada triwulan III 2017 adalah sebesar 2,6% atau berada jauh di bawah ambang batas risiko kredit yang dapat mempengaruhi kinerja perbankan. NPL tersebut mayoritas berada pada sektor pertambangan, konstruksi dan jasa dunia usaha. Di lihat dari kabupaten/ kota, NPL di masing-masing kabupaten/ kota di Sulsel juga menunjukkan bahwa risiko berada di bawah ambang batas normal. Risiko NPL tertinggi hanya berada di kisaran 2%-3% dengan lokasi Makassar, Parepare dan Bone sedangkan sisanya berada di bawah 2%. Grafik 4.19 Risiko Kredit berdasarkan NPL di Kabupaten/ Kota 4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Penetrasi kredit UMKM terus dilakukan untuk mendukung perekonomian dan pemerataan akses keuangan. Kredit UMKM di triwulan III 2017 tercatat sebesar Rp35,1 triliun, tumbuh 6,5% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,1%. Dari nilai tersebut 38,7% merupakan kredit usaha kecil dan 32% lainnya adalah kredit usaha menengah sedangkan sisanya merupakan usaha mikro. 58

65 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 50% 40% 30% 20% 10% 32.0% 29.3% 0% -10% % 32,1% 6,5% 13,7% 8,1% -1,0% Porsi thd Total Kredit UMKM Mikro Kecil Menengah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit UMKM Mikro Kecil Menengah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.6. Pangsa Kredit UMKM Kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dengan pertumbuhan kredit tertinggi di lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Berdasarkan lapangan usaha, kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (58,2%), diikuti lapangan usaha pertanian, perburuan, dan kehutanan (8,1%), dan lapangan usaha industri pengolahan (5,8%). Pertumbuhan kredit UMKM tertinggi tercatat pada lapangan usaha industri jasa kesehatan dan kegiatan sosial (76,4%, yoy), diikuti lapangan usaha pertanian, perburuan, dan kehutanan (29,0%, yoy), dan perikanan (22,8%, yoy). Secara spasial, penyaluran kredit UMKM didominasi oleh daerah perkotaan khususnya Makassar. Penyaluran kredit UMKM di Sulsel sangat didominasi oleh Kota Makassar dengan porsi 50,8%, diikuti Kota Parepare (7,5%), dan Kota Palopo (4,0%). Daerah yang memiliki pertumbuhan kredit UMKM tertinggi adalah Kab. Luwu Timur (34,5%; yoy), diikuti Kab. Takalar (33,5%; yoy), dan Kab. Luwu (28,9%; yoy). Tabel 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi SEKTOR EKONOMI YOY Growth (%) Nominal Kredit (Rp T) Share Aug-17 Sep-17 Aug-17 Sep-17 Sept-17 (%) 1 PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 28,5% 29,0% 2,8 2,8 8,1% 2 PERIKANAN 32,4% 22,8% 0,4 0,4 1,2% 3 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -16,5% -14,3% 0,2 0,2 0,6% 4 INDUSTRI PENGOLAHAN 0,4% 1,7% 2,0 2,0 5,8% 5 LISTRIK, GAS DAN AIR 25,3% -11,7% 0,1 0,1 0,3% 6 KONSTRUKSI 6,8% 10,2% 1,7 1,8 5,0% 7 PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 6,5% 5,9% 20,3 20,4 58,2% 8 PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 8,8% 11,6% 1,7 1,7 4,9% 9 TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI -15,3% -14,5% 1,3 1,3 3,6% 10 PERANTARA KEUANGAN -29,7% -33,0% 0,6 0,6 1,6% 11 REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN -2,9% -0,3% 1,2 1,3 3,6% 12 ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 22,7% 18,7% 0,0 0,0 0,0% 13 JASA PENDIDIKAN 9,0% -3,0% 0,1 0,1 0,4% 14 JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL 55,6% 76,4% 0,3 0,3 0,9% 15 JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA 18,2% 20,4% 1,9 1,9 5,4% 16 JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA 3,4% 3,2% 0,1 0,1 0,4% 17 BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA -34,0% -63,2% 0,0 0,0 0,0% 18 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA 0,2% 12,3% 0,0 0,0 0,1% 19 PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA 0,0% 0,0% 0,0 0,0 0,0% 20 LAIN-LAIN 0,0% 0,0% 0,0 0,0 0,0% TOTAL KREDIT UMKM 8,0% 6,5% 34,8 35,1 100,0% Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

66 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Boks 4.A Stabilitas Sistem Keuangan Daerah: Indikator Risiko Daerah dan Sektoral Pada Level yang Masih Terjaga 14 Sebagai salah satu tools untuk memantau stabilitas sistem keuangan daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan menyusun Regional Financial Account and Balance Sheet (RFABS). RFABS merupakan turunan dari National Balance Sheet (NBS) yang merupakan neraca terintegrasi yang menggambarkan aktivitas finansial antarsektor perekonomian. RFABS digunakan untuk melengkapi asesmen makroprudensial di tingkat regional, khususnya yang berkaitan dengan dimensi cross-section antar sektor dan antar regional. RFABS juga digunakan untuk menganalisis risiko keuangan yang bersumber dari ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) yang dapat memicu terjadinya risiko sistemik 15. Berdasarkan analisis RFABS triwulan I 2017, sistem keuangan di Sulawesi Selatan masih terpantau stabil. Hal ini tercermin dari indikator risiko daerah (risiko likuiditas, risiko eksternal, rasio leverage dan risiko solvabilitas) dan sektoral (Korporasi, Rumah Tangga, Perbankan, IKNB dan Pemerintah Daerah) yang bergerak pada level yang masih terjaga. Risk Profile Analysis Neraca Regional Gambar 4.A.1. Pangsa Kepemilikan Aset dan Kewajiban Gambar 4.A.2. Pangsa Aset dan Kewajiban per Instrumen Peningkatan kewajiban yang lebih besar dibandingkan pertambahan aset menyebabkan Sulsel mengalami net kewajiban finansial, berbalik arah dari periode sebelumnya. Secara regional, aset Sulsel didominasi oleh aset finansial dengan pangsa yang relatif meningkat dibandingkan triwulan IV Pertumbuhan aset finansial didorong oleh peningkatan debt securities (13,20%;qtq), namun sedikit tertahan oleh penurunan currency & deposit sebesar 2,93% (qtq). Sementara di sisi lain, kewajiban finansial relatif tumbuh lebih besar dibandingkan aset yang berasal dari peningkatan instrumen loans sebesar 11,2% (qtq). Hal ini mendorong komposisi debt meningkat dan masih mendominasi kewajiban sebesar 83,23%. 14 Menggunakan data sementara posisi awal triwulan IV 2016 dan posisi akhir triwulan I Penjelasan mengenai konsep NBS dan RFABS dapat dibaca lebih lanjut pada KEKR edisi Februari

67 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Gambar 4.A.3. Neraca Sektoral Jika meninjau neraca sektoral, peningkatan nilai aset regional terutama terdapat pada instrumen debt securities dan loans yang dimiliki perbankan. Sementara pada sisi liabilitas, terjadi peningkatan utang pada sektor riil (korporasi dan rumah tangga). Komposisi aset dan liabilitas sektor riil sedikit mengalami perubahan seiring penarikan currency and deposit oleh sektor riil serta peningkatan utang dan debt securities pada korporasi. Sektor publik (Pemda) mengalami peningkatan currency and deposit yang signifikan seiring dropping APBN yang kemudian mendorong posisi simpanan di perbankan. Risk Profile Analysis Neraca Regional Risiko likuiditas masih terjaga, tercermin dari indikator Net Short Term (ST) Position yang masih berada pada posisi net short term asset sebesar Rp8,89T atau mencapai 2,29% dari PDRB. Namun, terdapat indikasi peningkatan risiko seiring dengan menurunnya posisi net ST aset dari Rp20,14T menjadi Rp8,89T. Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya short term liabilities dari sektor riil (korporasi dan RT) dalam bentuk pinjaman dan menurunnya aset likuid sektor riil dalam bentuk simpanan. Sementara penarikan simpanan korporasi yang lebih besar dibandingkan penerbitan utang baru mengindikasikan bahwa korporasi cenderung memanfaatkan kepemilikan aset sebagai sumber pembiayaan di tengah perlambatan ekonomi dan belum kuatnya optimisme dunia usaha. Risiko eksternal masih pada level yang terjaga. Meskipun nominal kewajiban eksternal daerah sedikit meningkat, namun porsinya terhadap PDRB relatif turun dari 0,94% menjadi 0,92% terhadap PDRB. Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya nilai kewajiban akseptasi perbankan yg dimiliki oleh sektor eksternal namun kondisi ini dapat diredam dengan penurunan kewajiban eksternal sektor korporasi berupa utang luar negeri yang turun sebesar Rp30,58 miliar (0,85%, qtq) seiring dengan utang luar negeri yang jatuh tempo. Dari sisi struktur permodalan daerah, pembiayaan Sulsel relatif masih mengandalkan utang, tercermin dari posisi capital structure yang masih negatif. Terdapat indikasi peningkatan rasio leverage yang direpresentasikan oleh penurunan posisi capital structure yang berasal peningkatan utang korporasi dan rumah tangga. Rasio utang terhadap kewajiban daerah mencapai 83,23% dimana sebanyak 40,82% didanai oleh perbankan sehingga perbankan di Sulsel terekspos risiko kredit yang relatif tinggi. Risiko solvabilitas relatif terjaga. Pada triwulan I 2017, Sulsel tercatat mengalami net kewajiban finansial, berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami net aset finansial. Hal ini didorong oleh peningkatan kewajiban sektor riil berupa utang, sementara dari sisi aset sektor riil juga melakukan penarikan simpanan. Namun demikian, secara net kekayaan Sulsel masih mengalami net wealth dengan jumlah aset non finansial dan finansial yang masih mencukupi untuk membiayai seluruh kewajiban di regional meskipun porsinya sedikit mengalami penurunan terhadap PDRB. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

68 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Gambar 4.A.4.Net Short Term Position (% thd PDRB), Liquidity Risk Gambar 4.A.5.Net External Position (% thd PDRB), External Risk Gambar 4.A.6.Capital Structure Position(% thd PDRB), Leverage Ratio Gambar 4.A.7.Net Financial Position (% thd PDRB), Solvency Risk Network Analysis Network Analysis dilakukan melalui analisis posisi maupun transaksi antar sektor institusi. Analisis posisi menggunakan data gross exposure atau posisi kepemilikan aset dan kewajiban suatu sektor yang terkoneksi dengan sektor lain yang bertujuan untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko pada sektor dan instrumen keuangan tertentu. Sedangkan analisis transaksi dengan menggunakan data neto transaksi bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan pola neto transaksi masing-masing sektor yang akan memicu peningkatan risiko imbalances jika terjadi perubahan secara struktural. 62

69 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Gambar 3.A.8. Network Net Transaksi Sektor rumah tangga (RT) mengalami net inflow terutama didorong oleh peningkatan pinjaman ke perbankan sebesar Rp10,60 T. Hal ini terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit konsumsi yang cukup kuat di triwulan I Sektor korporasi mengalami net inflow, terutama disebabkan oleh penarikan simpanan di perbankan sebesar Rp3,86T dan peningkatan utang sebesar Rp2,36 T. Adanya penarikan simpanan dan peningkatan utang tsb menyebabkan bank mengalami net outflow. Meskipun, tdp inflow yang cukup besar bersumber dari meningkatnya pembiayaan dari region lain dan simpanan Pemda yg bersifat musiman di awal tahun. Gambar 3.A.9. Network Net Posisi Perbankan memiliki interkoneksi paling tinggi dengan sektor RT, terekspos oleh risiko kredit (NPL) terutama pada saat kapabilitas RT dalam memenuhi kewajiban menurun. Glossary: NFC (Non Financial Corporation) : korporasi ODC (Other Deposit Taking Corporations/Banking) : perbankan OFC (Other Financial Corporations) : IKNB LG (Local Government ) : Pemerintah daerah HH (Households) : Rumah tangga ROI (Rest of Indonesia) : Provinsi lain di luar Sulawesi Selatan ROW (Rest of The World) :Luar Negeri Kebutuhan pendanaan korporasi utamanya bersumber dari region lain (31,22%), IKNB (23,12%), perbankan (19,81%) dan penanaman ekuitas oleh RT (16,16%). RT terekspos oleh risiko capital loss dan likuiditas atas pembiayaan melalui ekuitas, sementara bank terekspos oleh risiko kredit (NPL) atas pendanaan melalui pinjaman. Tekanan pada korporasi dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Sulsel, sehingga perlu monitoring berkala atas kinerja keuangan korporasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

70 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 64

71 5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami perbaikan. Perbaikan pertumbuhan tersebut terjadi pada nominal maupun volume transaksi. Selain itu, kualitas transaksi mengalami perbaikan pula, terpantau dari rata-rata penolakan cek/bg kosong yang cenderung turun. Sementara transaksi tunai yang melalui Bank Indonesia dalam tren menurun, dengan kecenderungan terjadi net inflow selama lima triwulan berturutturut. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan. Pengawasan terhadap transaksi KUPVA BB, menunjukkan transaksi pembelian valas yang relatif meningkat selama triwulan III 2017 karena adanya peningkatan aktivitas kunjungan wisatawan mancanegara. 65

72 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Proporsi transaksi non tunai di Sulawesi Selatan merupakan yang terbesar se-sulawesi pada triwulan III Pangsa nilai RTGS dari (from) Sulawesi Selatan mencapai 59,3% (Rp9,78 triliun). Sementara proporsi nilai kliring (kliring kredit dan kliring penyerahan) Sulawesi Selatan triwulan III 2017 mencapai 58,8% (Rp12,90 triliun). Gorontalo Sulawesi Gorontalo Sulawesi 6.4% Sulawesi Sulawesi Tenggara 3.7% Tenggara Utara Utara 8.5% 4.5% 19.4% 17.1% Sulawesi Tengah 10.4% Sulawesi Tengah 11.8% Sulawesi Selatan 59.3% Sulawesi Selatan 58.8% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.1. Proporsi Nilai RTGS se-sulawesi Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.2. Proporsi Nilai Kliring se-sulawesi Perkembangan Transaksi Non Tunai Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami perbaikan. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan III 2017 tercatat sebanyak 300 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp12,85 triliun meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 279 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp11,36 triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan III 2017 tersebut mengalami pertumbuhan mencapai -17,6% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -41,2%(yoy). Membaiknya perputaran transaksi pembayaran di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang mencapai Rp0,22 triliun per hari atau tumbuh terkontraksi - 14,8% (yoy) pada triwulan III 2017 dibandingkan -30,1% (yoy) pada triwulan II Demikian pula, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) pada periode yang sama menunjukkan perbaikan dari 2,98% menjadi 2,72% pada periode laporan. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) Lembar (%) Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.2. Pengelolaan Uang Rupiah Perbandingan Transaksi Tunai Antar Daerah Proporsi transaksi tunai (inflow-outflow) di Sulawesi Selatan merupakan yang terbesar se-sulawesi pada triwulan III Pangsa nilai inflow Sulawesi Selatan mencapai 54,8% (Rp 2,4 triliun). Sementara proporsi nilai outflow Sulawesi Selatan triwulan III 2017 mencapai 51,8% (Rp 1,59 triliun). Proporsi inflow Sulsel yang lebih besar dibandingkan outflow, 66

73 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM menunjukkan bahwa aliran uang dari beberapa daerah di luar Sulawesi Selatan ke Sulawesi Selatan lebih banyak. Hal ini sejalan dengan perekonomian Sulsel yang mencapai separuh dari ekonomi Sulawesi. Selain itu, Sulsel juga sebagai kutub pertumbuhan di Sulawesi. Sulawesi Sulawesi Barat Tenggara 1.9% 11.1% Sulawesi Utara 22.2% Sulawesi Tenggara 11.6% Sulawesi Barat 6.8% Sulawesi Utara 19.7% Sulawesi Tengah 9.9% Sulawesi Tengah 10.0% Sulawesi Selatan 54.8% Sulawesi Selatan 51.8% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3. Proporsi Inflow se-sulawesi Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Proporsi Outflow se-sulawesi Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 2017 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp2,40 triliun, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,34 triliun. Namun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflow tercatat lebih rendah sebesar -63,29% (yoy) (Grafik 5.1). Demikian pula, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp3,18 triliun pada triwulan II 2017 menjadi Rp1,59 triliun pada triwulan III 2017, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp0,81 triliun (Grafik 5.5 dan Grafik 5.6). Net inflow diperkirakan terjadi karena provinsi Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur Indonesia, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Sampai dengan triwulan III 2017, terdapat 4 (empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari dan Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel Rp Triliun Inflow ginflow - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Inflow %, yoy Outflow goutflow - Skala Kanan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Outflow Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

74 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Rp Triliun Net Inflow Net Outflow I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan III 2017 tercatat sebanyak 763 lembar, naik dari triwulan II 2017 yaitu 543 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan III 2017 adalah pecahan Rp (57,1%), Rp (41,4%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 1,4% (Grafik 5.8). Pecahan uang palsu tersebut terutama ditemukan berdasarkan permintaan klarifikasi bank (95,8%), setoran bank-bank (3,0%), penukaran masyarakat di Bank Indonesia (1,2%) (Grafik 5.7). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbankan dan masyarakat semakin peduli dan sadar untuk melaporkan kepada Bank Indonesia apabila menemukan uang palsu atau meragukan keaslian uang yang diterimanya. Hal ini juga menandakan bahwa pemahaman perbankan dan masyarakat terhadap ciriciri keaslian uang Rupiah juga semakian meningkat. Untuk itu, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) untuk mengantisipasi peredaran uang palsu dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, akan terus dilakukan khususnya kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Hal tersebut diharapkan dengan semakin pahamnya masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang Rupiah maka peredaran uang palsu diharapkan semakin menurun Temuan Uang Palsu Y.O.Y. I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu 200% 160% 120% 80% 40% 0% -40% -80% -120% 5.3. Perkembangan Transaksi Jual-Beli Valuta Asing Pada triwulan III 2017, proporsi pembelian valuta asing (valas) lebih tinggi dibandingkan penjualan. Dari data/informasi pedagang valuta asing yang diawasi Bank Indonesia, penjualan valas di Sulsel mencapai Rp 486,60 miliar dibandingkan pembelian valas Rp 838,98 miliar. Peningkatan pembelian karena meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulsel. Pembelian valas, berturut-turut didominasi oleh mata uang US dollar, Yuan, Singapura Dollar, Riyal, Euro, dan Yen. Sementara penjualan didominasi oleh mata uang US dollar, Riyal, Euro, Yuan, Singapura Dollar, dan Yen. 68

75 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Lainnya Lainnya 10.7% 13.1% USD 19.0% Yuan 21.4% USD 36.7% Yuan 16.2% EUR 17.8% Riyal 4.8% JPY 1.7% SGD 20.0% EUR 4.7% Riyal 19.0% JPY 5.7% SGD 9.3% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.9. Pembelian Valas oleh KUPVA Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Penjualan Valas oleh KUPVA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

76 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Boks 5.A. Diseminasi Uang Elektronik di Sulawesi Selatan Tahun 2017 Tujuan diseminasi uang elektronik (unik) dalam rangka kampanye program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) Bank Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS). Dalam diseminasi ini, uang Elektronik (UNIK) menjadi salah satu instrumen non tunai yang dapat digunakan. UNIK dapat digunakan untuk pembayaran jalan tol, transaksi di ritel atau merchant-merchant yang mendukung penggunaan non tunai serta transaksi parkir. Penggunaan UNIK di jalan tol dilakukan serentak secara nasional, per Oktober Grand Launching E-Toll di jalan tol Kota Makassar dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober Kepala KPw Bank Indonesia Sulsel, Bambang Kusmiarso mengatakan Bank Indonesia melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi secara intensif agar masyarakat mengerti tujuan dan manfaat penggunaan uang elektronik. Penerapan elektronifikasi tol di Makassar diproyeksikan bisa menjadi pemacu pemanfaatan uang elektronik untuk transaksi diluar jalan tol, tutur Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan, Bambang Kusmiarso. Elektronifikasi tol atau transaksi non tunai melalui UNIK akan terus berlanjut di masa yang akan datang, mengingat transaksi non tunai memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi karena bisa dilakukan dengan lebih cepat, efisien, dan aman. Selain itu juga membantu pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan govern oleh pemerintah dan pelaku usaha. Gambar 5.A.1. Foto Gubernur SulSel, bersama Kepala KPw BI Prov. Sulsel dan pimpinan Perbankan membuka acara Fun Rally GNNT 2017 Gambar 5.A.2. Kepala KPw Bank Indonesia melakukan pembayaran jalan tol dengan menggunakan uang elektronik Penetrasi transaksi pembayaran jalan tol non tunai mencapai 77,26% pada 3 November 2017 dengan jumlah lalu lintas yaitu kendaraan. Per tanggal 9 November, implementasi elektronifikasi jalan tol Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 74,06%, yang didominasi oleh penggunaan kartu uang elektronik BRIZZI ( UNIK), E-toll Mandiri ( UNIK), dan Flazz BCA ( UNIK). Terhadap beberapa kendala yang menghambat peningkatan penetrasi elektronifikasi jalan tol, Bank Indonesia terus melakukan koordinasi yang intensif dengan BUJT dan Perbankan. BUJT telah berkomitmen untuk mempercepat pembangunan GTO dengan perbandingan 60% GTO dengan 40% gerbang hybrid dengan target sebelum Desember Grafik 5.1. Penggunaan Non Tunai dalam pembayaran di Jalan Tol Sulawesi Selatan Sosialisasi pengunaan UNIK gencar dilakukan oleh Bank Indonesia agar seluruh informasi mengenai penggunaan UNIK dapat tersebar secara merata di masyarakat, yaitu antara lain kepada Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sulsel, Ikatan Wanita Bank (IWABA) Sulsel, mahasiswa/i Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar dan berbagai pihak lainnya. Diseminasi atau sosialisasi Unik ini ditujukan untuk memberi dan menyebarkan informasi tentang kegunaan Unik yang akan memudahkan dan lebih praktis daripada uang tunai. 70

77 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Gambar 5.A.3. Sosialisasi Uang Elektronik kepada Organda Sulsel Gambar 5.A.4. Sosialisasi Uang Elektronik ke Ikatan Wanita Bank (IWABA) Sulsel Gambar 5.A.5. Sosialisasi Uang Elektronik ke Mahasiswa UIN Untuk menjamin keamanan uang yang tersimpan dalam uang elektronik, Bank Indonesia mewajibkan kepada penerbit UNIK untuk mengelola dana yang tersimpan dalam uang elektronik dalam bentuk asset yang likuid sebesar jumlah kewajiban yang dimilikinya kepada seluruh pemegang. Aset tersebut hanya dapat digunakan dalam rangka pembayaran transfer yang dilakukan nasabah maupun klaim oleh merchant. Selanjutnya, untuk menjamin keamanan sistem UNIK, maka Bank Indonesia mensyaratkan adanya audit terhadap seluruh sistem dan infrastruktur pada saat pengajuan izin, termasuk aspek keamanan (security) yang dilakukan oleh auditor independen. Penerbit juga diwajibkan untuk melakukan audit IT secara regular. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

78 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 72

79 6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2017 tercatat 5,61%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4,80%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 2017 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan II Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2017 mengalami penurunan dibandingkan Maret 2016 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,38%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi. Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik, dimana rasio gini pada Maret 2017 menjadi 0,41 dibanding Maret 2016 (0,43%). Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan juga terlihat membaik, dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada pada peringkat 14 secara nasional. 73

80 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel meningkat. Per Agustus TPT mencapai 5,61%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4,80%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari orang per Agustus 2016 menjadi orang per Agustus Peningkatan pengangguran mengindikasikan perlambatan ekonomi pada triwulan III 2017 yang berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2017 turun sebanyak orang atau turun -1,77% dibandingkan periode yang sama tahun Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus Angkatan Kerja 3,881,003 3,812,358 a. Bekerja 3,694,712 3,598,663 b. Pengangguran 186, ,695 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.92% 60.98% Tingkat Pengangguran Terbuka 4.80% 5.61% Sumber : BPS, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun. TPAK turun dari 62,9% pada Agustus 2016 menjadi 61,0% pada Agustus Penurunan ini terjadi karena penurunan penyerapan tenaga kerja pada hampir semua lapangan usaha. Pada periode Agustus 2017, sektor pertanian menyerap 1,39 juta orang atau 38,67% dari total tenaga kerja. Angka ini tumbuh -5,20% dibandingkan periode yang sama tahun Penurunan ini disebabkan siklus pertanian dalam masa tanam sehingga kebutuhan pekerja pertanian turun. Penurunan jumlah tenaga kerja yang terserap juga terjadi pada Lapangan Usaha Industri, Perdagangan, dan Lainnya masing-masing -7,01%; -0,39%; dan -2,85% (yoy). Peningkatan penyerapan tenaga kerja hanya terjadi pada Lapangan Usaha Jasa yang meningkat 2,92% (yoy). KEGIATAN UTAMA Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2016 Agustus 2017 Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan Pertanian 1,467, % 0.93% 1,391, % -5.20% Industri 282, % 22.67% 262, % -7.01% Perdagangan 769, % 11.83% 766, % -0.39% Jasa 634, % 2.92% 652, % 2.92% Lainnya 539, % 8.87% 524, % -2.85% Total 3,694, % 6.00% 3,598, % -2.60% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI 65% 65% 64% 64% 63% 63% 62% 62% 61% 61% 60% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 64.6% 64.3% 63.6% 62.9% 62.8% 62.0% 62.0% 62.2% 61.6% 60.9% 61.0% 60.5% Feb-12Agt-12Feb-13Agt-13Feb-14Agt-14Feb-15Agt-15Feb-16Agt-16Feb-17Agt-17 Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 16 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November) 74

81 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.2 Penduduk Miskin 17 Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret jumlah penduduk miskin mencapai 813 ribu orang atau 9,38% dari total penduduk Sulsel. Angka kemiskinan tersebut naik dibandingkan posisi Maret 2016 sebesar 0,75%. Kenaikan penduduk miskin disebabkan oleh bertambahnya penduduk miskin di kota sebesar 2,97% sedangkan kemiskinan di desa cenderung tidak bertambah (Grafik 6.3). Kenaikan angkan kemiskinan di kota antara lain dipengaruhi oleh inflasi di kota Makassar yang lebih tinggi dibandingkan zona lainnya. Hal ini ditengarai dipengaruhi oleh kenaikan tarif dasar listrik pada pengguna listrik 900 VA yang memberikan tekanan pengeluaran pada kelompok miskin di perkotaan. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.2. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.3. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 2017 Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa. Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 2017 yang semakin menurun (3,42%; yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (5,70%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju kemiskinan menurun. Penurunan tekanan inflasi, didorong oleh koreksi ke bawah inflasi kelompok bahan pangan (volatile food) di Sulsel, karena pasokan bahan pangan khususnya beras relatif terjaga. Grafik 6.4. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini mencapai 0,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan harga beras memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi beras merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan 19. Oleh karena itu, jika inflasi beras semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi beras perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya menekan tingkat kemiskinan. Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Sulawesi Selatan Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Kota 262, , , , , % 11.25% 7.44% 4.57% 5.31% 8.61% 8.36% 5.70% 3.07% 3.42% Desa 240, , , , , % 16.16% 9.78% 5.07% 4.08% Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI 17 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari) 18 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari) 19 Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

82 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,38%) setelah Sulawesi Utara (8,10%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,65% terdapat di Provinsi Gorontalo. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi Mar-16 Sep-16 Mar-17 Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 6.3 Rasio Gini 20 Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel Maret 2017 sebesar 0,41, menurun dibandingkan Maret 2016 yang mencapai 0,43. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini ratio Sulsel cenderung menurun, namun demikian dibandingkan dengan nasional, nilai gini ratio Sulsel cenderung lebih tinggi meski pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio Sulsel sempat bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Sementara itu dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 2017 berada pada peringkat kedua tertinggi di Sulawesi. Nilai gini ratio tertinggi di Sulawesi berada di Provinsi Gorontalo (0,43) dan terendah berada di Provinsi Sulawesi Barat (0,35). Nilai gini ratio yang tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat maupun daerah. Perhatian pemerintah terkait dengan upaya mengurangi ketimpangan terlihat dari paket kebijakan ekonomi pertama pada tanggal 9 September 2015 yaitu Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan. Lebih lanjut, World Bank (2014) juga mengemukakan bahwa salah satu strategi dalam penurunan ketimpangan adalah dengan penyediaan akses yang merata ke seluruh daerah seperti pendidikan dan kesehatan. Melihat perhatian dari pemerintah pusat yang cukup tinggi terhadap ketimpangan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga turut serta dalam strategi pembangunan ekonomi yang lebih inklusif. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulsel dari APS tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing 97,59; 87,69; 61,66 pada tahun 2013 menjadi masingmasing 99,50; 95,00; dan 64,25 pada tahun Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi Provinsi Mar 2016 Mar 2017 Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Indonesia *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS 6.4 Nilai Tukar Petani 22 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2017 masih cukup baik (>100), dengan pertumbuhan tahunan membaik. NTP Sulsel pada triwulan III 2017 membaik menjadi sebesar 100,02, dibandingkan triwulan sebelumnya 100,54. Perbaikan NTP tersebut dikarenakan oleh kenaikan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani naik dari 128,74 pada triwulan II 2017 menjadi 129,03 pada triwulan III 2017 (Grafik 6.8). Sementara 20 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 21 Sesuai dengan target dari RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). 76

83 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani mengalami peningkatan dari 128,05 pada triwulan II 2017 menjadi 129,01 pada triwulan III 2017 (Grafik 6.7) Indeks Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani yoy 5% 3% 1% -1% -3% -5% 135 Indeks Indeks yang Dibayar Petani yoy 12% 130 g.indeks - sisi kanan 10% 125 8% 120 6% 115 4% % 100 0% 95-2% 90-4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode korelasi kedua variabel tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode mencapai -0,42. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, dan sebaliknya. Dari grafik juga terlihat bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus 2016 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari 2016 September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Namun, pada saat triwulan III 2017, inflasi terpantau melambat diikuti penurunan pertumbuhan NTP, karena harga bahan makanan relatif stabil seiring dengan produksinya yang meningkat. Kondisi tersebut juga dapat terjadi karena kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat dibandingkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara mengurangi asymmetric information harga komoditi pertanian, membangun, atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barangbarang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat, serta jembatan untuk memperpendek rantai distribusi dari produsen kepada konsumen Indeks Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani yoy 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% -2% -4% 10% 8% 6% 4% 2% 0% -2% -4% -6% yoy korelasi = -0,38 korelasi = -0,42 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Inflasi Nilai Tukar Petani Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani 6.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan meningkat pada Peningkatan IPM terjadi pada indikator harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita (tabel 6.8). Dengan kondisi tersebut, IPM Sulsel berada pada peringkat 14 secara nasional, baik pada tahun 2015 maupun Potensi untuk meningkatkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

84 BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN IPM masih terbuka, karena nilai IPM Sulsel (69,8) masih berada di bawah angka nasional (70,2). Sebagian besar komponen indikator IPM Sulsel masih berada di bawah indikator IPM Nasional. Angka Harapan Hidup saat Lahir (tahun) Tabel 6.8. Perkembangan IPM per Provinsi se Indonesia Harapan Lama Sekolah (tahun) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Pengeluaran per Kapita (Rp 000) Aceh 69,5 69,5 13,7 13,9 8,8 8, ,5 70,0 Sumatera Utara 68,3 68,3 12,8 13,0 9,0 9, ,5 70,0 Sumatera Barat 68,7 68,7 13,6 13,8 8,4 8, ,0 70,7 Riau 70,9 71,0 12,7 12,9 8,5 8, ,8 71,2 Jambi 70,6 70,7 12,6 12,7 8,0 8, ,9 69,6 Sumatera Selatan 69,1 69,2 12,0 12,2 7,8 7, ,5 68,2 Bengkulu 68,5 68,6 13,2 13,4 8,3 8, ,6 69,3 Lampung 69,9 69,9 12,3 12,4 7,6 7, ,0 67,7 Kep. Bangka Belitung 69,9 69,9 11,6 11,7 7,5 7, ,1 69,6 Kepulauan Riau 69,4 69,5 12,6 12,7 9,7 9, ,8 74,0 DKI Jakarta 72,4 72,5 12,6 12,7 10,7 10, ,0 79,6 Jawa Barat 72,4 72,4 12,2 12,3 7,9 8, ,5 70,1 Jawa Tengah 74,0 74,0 12,4 12,5 7,0 7, ,5 70,0 DI Yogyakarta 74,7 74,7 15,0 15,2 9,0 9, ,6 78,4 Jawa Timur 70,7 70,7 12,7 13,0 7,1 7, ,0 69,7 Banten 69,4 69,5 12,4 12,7 8,3 8, ,3 71,0 Bali 71,4 71,4 13,0 13,0 8,3 8, ,3 73,7 Nusa Tenggara Barat 65,4 65,5 13,0 13,2 6,7 6, ,2 65,8 Nusa Tenggara Timur 66,0 66,0 12,8 13,0 6,9 7, ,7 63,1 Kalimantan Barat 69,9 69,9 12,3 12,4 6,9 7, ,6 65,9 Kalimantan Tengah 69,5 69,6 12,2 12,3 8,0 8, ,5 69,1 Kalimantan Selatan 67,8 67,9 12,2 12,3 7,8 7, ,4 69,1 Kalimantan Timur 73,7 73,7 13,2 13,4 9,2 9, ,2 74,6 Kalimantan Utara 72,2 72,4 12,5 12,6 8,4 8, ,8 69,2 Sulawesi Utara 71,0 71,0 12,4 12,6 8,9 9, ,4 71,1 Sulawesi Tengah 67,3 67,3 12,7 12,9 8,0 8, ,8 67,5 Sulawesi Selatan 69,8 69,8 13,0 13,2 7,6 7, ,2 69,8 Sulawesi Tenggara 70,4 70,5 13,1 13,2 8,2 8, ,8 69,3 Gorontalo 67,1 67,1 12,7 12,9 7,1 7, ,9 66,3 Sulawesi Barat 64,2 64,3 12,2 12,3 6,9 7, ,0 63,6 Maluku 65,3 65,4 13,6 13,7 9,2 9, ,1 67,6 Maluku Utara 67,4 67,5 13,1 13,5 8,4 8, ,9 66,6 Papua Barat 65,2 65,3 12,1 12,3 7,0 7, ,7 62,2 Papua 65,1 65,1 10,0 10,2 6,0 6, ,3 58,1 Indonesia 70,8 70,9 12,6 12,7 7,8 8, ,6 70,2 IPM 78

85 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Bab 7 Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulsel pada triwulan I dan keseluruhan tahun 2018 diperkirakan akan tumbuh masing-masing pada kisaran 6,7-7,1% (yoy) dan 7,0 7,4% (yoy). Terus berlanjutnya reformasi struktural menjadi pondasi terus membaiknya ekonomi Sulsel secara keseluruhan. Sumber pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2018 diperkirakan akan berasal dari stabilnya konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) disebabkan faktor pilkada yang dapat mendorong konsumsi. Dari sisi perdagangan luar negeri, kinerja ekspor LN diperkirakan membaik seiring perbaikan ekonomi Negara mitra dagang, membaiknya cuaca yang menopang pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) pertanian sehingga dapat memperbaiki ekspor non tambang. Dari sisi produksi, LU pertanian diperkirakan akan tumbuh signifikan seperti tahun sebelumnya disebabkan oleh panen dan situasi cuaca yang kondusif. Hal serupa diperkirakan juga akan terjadi pada LU Pertambangan dengan produksi nikel yang lebih tinggi karena telah selesainya maintenance mesin di perusahaan utama produsen nikel. Dari sisi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan I 2018 dan keseluruhan 2018 diperkirakan akan cenderung stabil pada kisaran 3,5+1%. Penguatan koordinasi melalui optimalisasi peran TPID Provinsi/Kabupaten/Kota akan terus ditingkatkan untuk memastikan inflasi berada pada rentang sasaran Bank Indonesia. 79

86 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2018 diperkirakan berada dalam kisaran 6,7 7,1% (yoy). Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2018 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2017 yang berada pada kisaran 7,0-7,4% (yoy), seiring dengan berakhirnya HBKN dan libur menjelang akhir tahun serta siklus pengeluaran pemerintah yang meningkat di akhir tahun. Adapun faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2018 antara lain adalah LU Pertanian seiring dengan faktor cuaca yang diperkirakan kondusif / iklim yang lebih baik dan adanya musim panen pada bulan Maret-April Selain itu, LU Pertambangan juga diperkirakan tetap kuat seiring dengan produksi yang stabil. Dari sisi permintaan, konsumsi Rumah Tangga dan LNPRT tetap terjaga serta kinerja ekspor yang menguat menjadi faktor utama penahan pertumbuhan tumbuh terdeselerasi ,7-7,1 7,0-7, ,0-7,4 6,7-7, P 2018P Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya I II III IVP IP 2017** 2018 Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan membaik dalam kisaran 7,0 7,4% (yoy), dengan kecenderungan berada di batas bawah kisaran. Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Sulsel akan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2017 yang diperkirakan tumbuh melambat di kisaran angka 6,7 7,1% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan mencapai 5,3% di tahun 2018, meningkat dari target tahun 2017 yang mencapai 5,1% 23. Peningkatan pertumbuhan tersebut didorong oleh stimulus fiskal pemerintah dalam realisasi belanja infrastruktur dan upaya pemangkasan perizinan sehingga menggiatkan dunia usaha. Dalam jangka pendek, investasi swasta akan terdorong oleh realisasi belanja modal pemerintah yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin membaik di tahun 2018 dengan target 3,7% dari target tahun 2017 yang mencapai 3,6% 24, juga turut mendorong kinerja ekspor yang diperkirakan tetap dalam kondisi surplus neraca perdagangan. Selain itu, pertumbuhan konsumsi RT yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah akan menjadi faktor pendorong investasi swasta. Upaya pemerintah dan Bank Indonesia yang akan mengoptimasi kapasitas Sulsel dalam industri agribisnis diharapkan mampu meningkatkan daya saing sehingga ekspor ke luar negeri dapat terus ditingkatkan Prospek Sisi Pengeluaran Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2018 akan bertumpu pada pengeluaran konsumsi RT dan LNPRT jelang pilkada yang tetap kuat dan kinerja ekspor semakin membaik. Memasuki pilkada 2018, geliat belanja LNPRT akan lebih intens sehingga mampu menjaga konsumsi RT dan LNPRT pada kisaran angka pertumbuhan 5,3-5,7%. Kinerja ekspor yang membaik juga menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi lainnya. Prakiraan perbaikan ekonomi negara mitra dagang Sulsel diperkirakan akan mengerek ekspor komoditas unggulan. Terlebih faktor cuaca dan iklim yang lebih baik dapat meningkatkan produksi serta mendukung kinerja ekspor komoditas unggulan pada triwulan I Konsumsi Rumah Tangga dan pemerintah diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan I Konsumsi RT dan pemerintah pada triwulan I 2018 diperkirakan melambat dari triwulan IV 2017 yang disebabkan oleh kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), namun diperkirakan masih tetap kuat dan menjadi 23 Berdasarkan IMF pada November persen- 24 World Economy Outlook October

87 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN salah satu faktor penopang ekonomi Sulsel. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan melambat karena belum dimulainya proyek dan sesuai dengan pola historisnya. Sementara itu, keseluruhan tahun 2018 diperkirakan didorong oleh konsumsi Rumah Tangga yang tetap terjaga, konsumsi pemerintah dan kinerja ekspor luar negeri. Konsumsi RT yang terjaga dipengaruhi oleh peningkatan Upah Minimum Provinsi, pemberian gaji ke-13 dan 14, dan pemilu yang mendorong dan menjaga ekspektasi penghasilan RT. Konsumsi pemerintah yang meningkat didorong oleh optimalisasi pendapatan negara melalui peningkatan rasio pajak serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan aset negara, kualitas belanja modal yang produktif dan kebijakan keberlanjutan serta efisiensi pembiayaan. Ekspor luar negeri yang membaik dipengaruhi oleh kinerja nikel yang cenderung stabil dan negara mitra dagang yang membaik, serta nilai tukar yang diperkirakan cenderung stabil. Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 2018 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang telah mulai membaik sejak triwulan III 2016, yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 2018 diperkirakan tumbuh 4,5%, dimana pada tahun 2017 harga nikel diperkirakan akan berada pada kisaran USD/metrik ton , , , , , , , , , , $/mt Nikel gharga - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III %, yoy P P (10) (20) (30) (40) (50) ($/dmtu) Iron Ore gharga - Skala Kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III %, yoy P P 2,500 2,000 1,500 1, Sumber: World Bank Grafik 7.2. Perkembangan Harga Internasional Nikel Sumber: World Bank Grafik 7.3. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi Prospek Sisi Lapangan Usaha Selaras dengan sisi permintaan, dari sisi lapangan usaha perbaikan ekonomi pada triwulan I 2018 dan keseluruhan tahun 2018 diprakirakan terjadi di beberapa lapangan usaha. Pertumbuhan paling signifikan yang menopang pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan I 2018 dan keseluruhan tahun 2018 diprediksi akan berasal dari LU pertanian; pertambangan dan penggalian; dan industri pengolahan. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan I Kondisi cuaca yang relatif kondusif di awal tahun dengan tingkat curah hujan pada tingkat menengah, mendukung tanaman bahan makanan. Selain itu, musim panen raya yang diperkirakan terjadi pada bulan Maret-April 2018 menjadi salah faktor utama pendorong LU ini. Tren harga internasional untuk coklat yang membaik, mendorong nilai ekspor komoditas tersebut dalam tren yang meningkat. Meski demikian, secara kesuruhan tahun 2018, LU Pertanian menghadapi tantangan dari peremajaan kakao yang masih berlangsung sehingga masih belum terdapat produksi. Produksi padi juga diperkirakan meningkat dari tahun Sumber: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Periode November

88 BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN $/kg Kakao gharga - Skala Kanan Desember 2017 Januari 2018 Februari 2018 I II III IV I II III IV I II III IV I II III %, yoy P P (10.0) (20.0) (30.0) (40.0) Sumber: World Bank Grafik 7.4. Perkembangan Harga Internasional Coklat Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Grafik 7.5. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan Produksi nikel yang stabil menjaga LU Pertambangan dan penggalian. Pada triwulan I 2018, produksi nikel diperkirakan akan meningkat pasca maintenance yang dilakukan oleh perusahaan utama nikel di triwulan IV Sementara itu, secara keseluruhan tahun 2018, produksi nikel diperkirakan terjaga pada kisaran ribu MT. Kondisi LU Pertambangan yang menguat juga didorong oleh membaiknya harga nikel yang tumbuh positif di tahun LU konstruksi diperkirakan tumbuh relatif melambat pada triwulan I Melambatnya LU konstruksi sesuai dengan pola historisnya dimana pada triwulan I 2018 masih belum terdapat realisasi belanja modal dari pemerintah maupun investasi dari pihak swasta. Meski demikian, secara keseluruhan tahun 2018 LU konstruksi akan mengalami peningkatan yang didorong oleh pembangunan beberapa infrastruktur berskala nasional seperti Makassar New Port (MNP) Tahap 1 A, Kereta Api Trans Sulawesi (Makassar-Parepare), Bendungan Karaloe dan Bendungan Passeloreng. LU Perdagangan Besar dan Eceran diperkirakan tetap terjaga. Beberapa faktor pendukung adalah pilkada yang terjadi di triwulan I-II 2018 yang dapat mendorong belanja khususnya pada barang-barang seperti kertas dan barang cetakan. Sementara untuk keseluruhan tahun 2018, LU perdagangan besar dan eceran didorong oleh peningkatan UMP sebesar 8,7% serta terus berlangsungnya gaji di tahun Prospek Inflasi Inflasi di triwulan I 2018 dan keseluruhan tahun 2018 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi nasional walau terdapat beberapa potensi tekanan inflasi. Harga komoditas minyak dunia diperkirakan akan terkoreksi ke atas pada tahun Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi Sulsel pada tahun 2018 ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 3,5+1%. Adapun faktor-faktor yang mendukung terkendalinya inflasi adalah distribusi pangan yang diperkirakan terjaga, tidak ada kebijakan dari pemerintah yang meningkatkan tekanan inflasi secara simultan serta kerjasama TPID dan seluruh stakeholders dalam upaya mengendalikan harga yang berjalan secara optimal. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan terjaga melalui fungsi TPID di seluruh Kabupaten/Kota. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan terjaga seiring dengan kondusifnya cuaca dan musim panen tanaman bahan makanan di triwulan I Selain itu, Bank Indonesia bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sulsel juga terus meningkatkan koordinasi melalui pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang lebih optimal, rapat teknis dan kebijakan high level meeting untuk memantau dan menjaga ketersediaan pangan. Sementara itu, inflasi administered price diperkirakan juga terjaga karena tidak terdapat kebijakan pemerintah yang akan menaikkan tarif listrik, BBM dan LPG 26. Meski demikian, terdapat kebijakan penyederhanaan golongan listik dimana konsumen listrik 900 VA akan didorong menggunakan daya VA, sementara pengguna VA VA menjadi VA. Hal tersebut diperkirakan akan dapat mendorong penggunaan daya listrik yang berakibat pada peningkatan konsumsi listrik 27. Selain itu, tren kenaikan harga minyak dunia juga menjadi faktor yang patut diwaspadai terhadap peningkatan laju inflasi. 26 Sesuai dengan pernyataan dari Menteri Keuangan pada 27 Sumber: 82

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN I 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 216 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 No. 13/02/71/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2016 TUMBUH 6,17 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari - 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. NOVEMBER 2016 (Kajian Triwulan III-2016) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH NOVEMBER 216 (Kajian Triwulan III-216) VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan. Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER - 217 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci