Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat. NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER Kantor Perwakilan Bank Indonesia

2 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju Sulawesi Barat 91511, Indonesia Telepon: , Faksimili:

3 KATA PENGANTAR Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi makro, keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Tim Penyusun Penanggung Jawab Dadal Angkoro Koordinator Penyusun Surya Alamsyah Editor Anton Kisworo Tim Penulis Surya Alamsyah - Stabilitas Keuangan Daerah, Keuangan Pemerintah Anton Kisworo - Perkembangan Ekonomi, Prospek Perekonomian Doddy Dirgantara P. - Inflasi Fadel Muhammad - Sistem Pembayaran, Yassed Satria - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Potensi Energi Baru dan Terbarukan di Sulawesi Barat - Anton Kisworo Pengembangan Klaster Bawang Merah - Doddy Dirgantara P. Kontributor Unit Pengelolaan Uang Rupiah Unit Operasional Sistem Pembayaran s_alamsyah@bi.go.id anton_k@bi.go.id Mamuju, November 217 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI BARAT ttd Dadal Angkoro Deputi Direktur i

4 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism - Excellence - Public Interest - Coordination and Teamwork. ii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i RINGKASAN EKSEKUTIF viii TABEL INDIKATOR EKONOMI xiii 1. Perkembangan Ekonomi Kondisi Umum Sisi Permintaan Sisi Penawaran 1 2. Keuangan Pemerintah Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat Inflasi Inflasi Secara Umum Inflasi Bulanan Inflasi Dari Sisi Penawaran Inflasi Dari Sisi Permintaan Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas Disagregasi Inflasi Stabilitas Keuangan Daerah Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi Perkembangan Institusi Perbankan Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan Sistem Pembayaran Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan Nilai Tukar Petani Tingkat Kemiskinan Prospek Perekonomian Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Inflasi Rekomendasi 72 Lampiran 73 iii

6 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi (%yoy) 3 Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 4 Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 1 Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat 21 Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 24 Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) 26 Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar 32 Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan 34 Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 35 Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 35 Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang 35 Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan 36 Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 36 Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 36 Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen Triwulan I Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen 45 Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa) 62 Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) 63 Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor 65 Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan 66 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) 3 Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 5 Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan 5 Grafik 1.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat 5 Grafik 1.5. Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat 5 Grafik 1.6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu 6 Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi 6 Grafik 1.8. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 7 Grafik 1.9. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat 7 Grafik 1.1. Investasi Bangunan 8 Grafik Realisasi Pengadaan Semen 8 Grafik Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat 8 Grafik Perkembangan Ekspor Impor 9 Grafik Negara Tujuan Ekspor CPO 9 Grafik Perkembangan Harga CPO Dunia 9 Grafik Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran 11 Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian 12 Grafik Perkembangan Kredit Pertanian 12 Grafik Perkembangan Curah Hujan 12 Grafik 1.2. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan 13 iv

7 Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri 13 Grafik Perkembangan Kredit Industri 13 Grafik Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil 14 Grafik Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang 14 Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan 14 Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Konstruksi 15 Grafik Realisasi Pengadaan Semen 16 Grafik Perkembangan Kredit Konstruksi 16 Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan I 22 Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat 22 Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat 23 Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 25 Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 25 Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju 31 Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan 31 Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan 31 Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK 33 Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 33 Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan 34 Grafik 3.8. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 37 Grafik 3.9. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 37 Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga 43 Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju 43 Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju 45 Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen 45 Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang 46 Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen 46 Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat 48 Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat 48 Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat 49 Grafik 4.1. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat 49 Grafik Perkembangan Kredit Rumah Tangga 5 Grafik Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga 5 Grafik Perkembangan Kredit Korporasi 51 Grafik Perkembangan Risiko Kredit Korporasi 51 Grafik Perkembangan Aset dan DPK 52 Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit 52 Grafik Perkembangan Kredit UMKM 52 Grafik Perkembangan Risiko Kredit UMKM 52 Grafik Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 53 Grafik 4.2. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 53 Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat 56 Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar 56 Grafik 5.3. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat 57 Grafik 5.4. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat 59 v

8 Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy) 62 Grafik 6.2. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada Periode Agustus 63 Grafik 6.4. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu 64 Grafik 6.5. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini 64 Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya 64 Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 65 Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) 69 Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) 69 Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (Brent) 71 Grafik 7.4. Prospek Inflasi 71 vi

9 DAFTAR BOKS Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di Sulawesi Barat 17 Boks 2. Pengembangan Klaster Bawang Merah 39 vii

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat meningkat pesat di triwulan III 217 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada periode ketiga di tahun 217 sebesar 6,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 217 yang sebesar 4,98% (yoy). Dilihat dari sisi permintaan, akselerasi ekonomi Sulawesi Barat triwulan III 217 disebabkan peningkatan kinerja konsumsi pemerintah. Bergesernya pencairan gaji ke- 13 ke bulan Juli menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi pemerintah. Selain itu, meningkatnya aktivitas pembangunan turut mendorong meningkatknya investasi bangunan. Sementara, meski mengalami perlambatan, konsumsi rumah tangga masih tumbuh dengan cukup baik. Di triwulan III 217, beberapa lapangan usaha mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tahunan di atas 1% yaitu industri pengolahan, administrasi pemerintahan, informasi dan komunikasi, jasa perusahaan, dan pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang. Selain itu, sektor utama yaitu lapangan usaha konstruksi mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Namun, beberapa lapangan usaha utama mengalami perlambatan yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan dan perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor. Memasuki triwulan IV 217, kinerja perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin membaik. Indikator perekonomian terkini memperlihatkan bahwa perekonomian Sulawesi Barat bergerak pada kisaran yang cukup tinggi yaitu 7,5% - 7,9% (yoy). Akselerasi terutama didorong peningkatan di akhir tahun pada konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Dari sisi penawaran, sektor primer dan sekunder menjadi penopang utama perekonomian dimana produksi kelapa sawit diperkirakan akan mencapai puncaknya di tahun 217 sehingga baik dari lapangan usaha pertanian maupun industri pengolahan akan memberikan andil yang besar terhadap perekonomian di akhir tahun. Secara umum, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 217 dibandingkan 216. Pada tahun 217, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 216 yaitu 6,6% - 7,% (yoy). Dampak El Nino yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan dalam hal perbaikan produksi kelapa sawit yang mengalami penurunan pada tahun 216. Kondisi tersebut ditambah tingkat permintaan global akan CPO cenderung meningkat baik dari Tiongkok maupun dari negara Asia. Keuangan Pemerintah Realisasi belanja menunjukkan perkembangan positif Realisasi APBN di Sulawesi Barat pada triwulan III 217 sebesar 6,6%, sedikit lebih rendah dibandingkan 63,1% triwulan yang sama tahun lalu. Kembali rendahnya realisasi belanja modal menjadi hal utama yang melatarbelakangi kondisi ini. Berdasarkan lokasinya, rendahnya tingkat penyerapan anggaran APBN di Kabupaten Mamuju turut mempengaruhi capaian realisasi anggaran pada periode ini. Selain untuk mendukung penyerapan anggaran, tentunya pembangunan infrastruktur bermanfaat untuk mempermudah akses dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana mestinya. Jumlah pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 217 sebesar Rp1,32 triliun atau 73,% dari target pendapatan di tahun 217. Tingkat realisasi tersebut viii

11 lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 67,2% namun belum sebaik tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah meningkatkan kinerjanya dalam hal realisasi anggaran. Kondisi ini terlihat pada tingkat realisasi anggaran pada triwulan III sebesar 57,3%. Nilai belanja ini meningkat 13,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 6,66% (yoy). Ekspansi fiskal ini didorong oleh pertumbuhan belanja operasional dan belanja modal, keduanya mencatat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu realisasi pengeluaran untuk transfer, pertumbuhannya justru menurun dibandingkan triwulan lalu. Secara umum, trend belanja pemerintah masih mengikuti pola lama, dimana pembelanjaan pemerintah akan digenjot pada semester II, terutama mendekati akhir tahun. Inflasi Inflasi selama triwulan III 217 relatif terkendali Tekanan inflasi triwulan III 217 secara tahunan cenderung menguat. Laju inflasi triwulan III 217 sebesar 4,53% (yoy) menguat dibandingkan 3,59% (yoy) pada triwulan II 217. Jika ditinjau komponen disagregasi inflasi, penguatan disumbangkan oleh masing-masing komponen sebesar 3,71% (yoy) untuk Core, 4,98% (yoy) untuk Volatile Food (VF), dan 7,43% (yoy) untuk Administrered Price (AP). Inflasi triwulan ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, sebesar yaitu 3,42% (yoy). Secara umum, pasokan komoditas utama konsumsi terjaga selama periode triwulan III 217. Periode panen padi berlangsung dengan baik mengingat beberapa perbaikan produktivitas telah dilakukan. Namun, penerapan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) sedikit memberikan tekanan terhadap harga beras yang beredar di masyarakat. Hal ini terlihat pada bulan Agustus dimana beras menjadi salah satu komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi di Sulawesi Barat. Selain itu, meski secara produksi ikan di laut cukup baik selama triwulan III 217, pasokan ikan di pasaran relatif terbatas. Beberapa permasalahan sehingga pasokan ikan terbatas antara lain perizinan nelayan untuk melaut, infrastruktur pendukung, dan struktur pasar yang belum kompetitif. Hal ini mengakibatkan komoditas ikan segar memberikan tekanan inflasi yang cukup kuat pada bulan Agustus-September. Inflasi triwulan IV diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan permintaan sejumlah komoditas volatile food yang menyebabkan tekanan inflasi tidak sekuat triwulan sebelumnya. Selain itu, penyesuaian tarif dasar listrik diperkirakan tidak akan terjadi hingga akhir tahun 217 sehingga tidak memberikan tekanan inflasi. Secara kumulatif, inflasi 217 mengalami peningkatan dibanding tahun 216. Penyebab utamanya adalah penyesuaian tarif listrik yang ditetapkan oleh pemerintah memberikan tekanan inflasi yang kuat pada tahun ini. Stabilitas Keuangan Daerah Tingkat kerentanan keuangan rumah tangga menurun. Sementara, risiko keuangan korporasi menurun Perekonomian Sulawesi Barat didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Peran konsumsi rumah tangga dalam perekonomian masih cukup sentral, terlihat dengan pangsanya yang mendominasi dalam PDRB, sebesar 5,35% dari total PDRB harga berlaku sebesar Rp1,12 triliun. Pada periode laporan peran konsumsi rumah tangga sedikit menurun karena kembali normalnya konsumsi pasca perayaan Lebaran dan pesatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, namun sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi masih cukup besar, yaitu 2,24% dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,94% (yoy) pada triwulan III 217. ix

12 Kredit korporasi di triwulan II 217 kembali melemah, tumbuh 7,44% (yoy). Kredit korporasi pada triwulan III 217 kembali mengalami perlambatan pertumbuhan, dari 8,6% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,44% (yoy) pada periode ini. Dengan pertumbuhan ini nilai krdeit korporasi di Sulawesi Barat sebesar Rp3,7 triliun. Kredit korporasi tersebut didominasi oleh kredit untuk sektor perdagangan sebesar 54,5% atau sebesar Rp2,2 triliun dan kredit di sektor pertanian sebesar Rp1,9 triliun atau 29,58% dari total kredit. Besarnya pangsa kedua jenis kredit ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada keduanya di triwulan ini memberikan dampak masif terhadap pertumbuhan kredit korporasi. Pada triwulan laporan, tercatat sudah dua triwulan kredit korporasi tidak mengalami pertumbuhan berarti secara tahunan (yoy), hany dibawah 1% (yoy). Sementara pertumbuhan kredit pertanian melambat dari 47,17% (yoy) menjadi 25,58% (yoy). Kinerja perbankan pada triwulan III menunjukkan perkembangan yang tidak cukup baik. Intermediasi perbankan pada triwulan III 217 tidak mengalami perbaikan berarti dibandingkan triwulan lalu namun masih mencatat pertumbuhan kredit pada level 2 digit, yaitu sebesar 14,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 15,6% (yoy). Pada saat bersamaan DPK perbankan pun mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 4,17% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar -,48% (yoy). Meningkatnya DPK disebabkan melambatnya giro yang keluar pada triwulan ini yaitu -12,27% (yoy) dibandingkan -25,75% (yoy) pada triwulan lalu. Melemahnya indikator tersebut menyebabkan pertumbuhan aset hanya tumbuh tipis sekitar 12,7% (yoy) dibandingkan 11,7% (yoy) pada triwulan lalu. Melemahnya daya beli mempengaruhi aktivitas UMKM. Melemahnya daya beli masyarakat berdampak cukup berarti terhadap kegiatan usaha UMKM, sehingga pertumbuhan kreditnya pun melambat, dari 1,71% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,48% (yoy) pada saat ini, nilai kredit UMKM pun turun dari Rp3,31 triliun menjadi Rp3,21 triliun. Dengan penurunan ini pangsa kredit UMKM terhadap total sebesar 38,53%. Penurunan ini cukup signifikan mengingat pada awal tahun 217 pangsa kredit UMKM lebih dari 4%. Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat mengalami peningkatan. Seiring dengan meningkatnya minat menabung masyarakat, rasio rekening terhadap penduduk bekerjadi Sulawesi Barat pada Agustus 217 senilai 128,11 meningkat dibandingkan 11,76 pada triwulan I 217 atau pun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 95,28. Sementara, rasio rekening kredit terhadap penduduk bekerja juga ikut meningkat dari 14,7% pada triwulan I 217 (maret 217) menjadi 2,57% pada Agustus 217. Perkembangan ini cukup baik, dan secara tidaka langsung mencerminkan kemudahan akses perbankan kepada calon debitur, dalam hal ini penduduk yang bekerja semakin meluas jaringannya dan semakin luas hal yang mampu di cakup oleh perbankan. Sistem Pembayaran Pada triwulan II 217, Sulawesi Barat mengalami net outflow. Pertumbuhan inflow triwulan III 217 tercatat sebesar 1,2% (yoy) atau menurun dibandingkan pertumbuhan pada periode triwulan II 217 sebesar 233,2% (yoy). Arus uang kartal masuk ke Bank Indonesia (Inflow) Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III tercatat sejumlah Rp 214 miliar, meningkat dibandingkan triwulan II 217 yang hanya sebesar Rp 131 miliar. Disisi lain, arus uang kartal keluar dari Bank Indonesia (outflow) Provinsi Sulawesi Barat tercatat menurun dari Rp 897 miliar pada triwulan II menjadi Rp 48 miliar pada triwulan III 217. Namun, pertumbuhan outflow tercatat relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 27,4% (yoy) menjadi 58,1% (yoy). Secara keseluruhan, selama triwulan III terjadi net outflow sebesar Rp 266 miliar x

13 di Sulawesi Barat atau menurun dibandingkan triwulan II yang tercatat net outflow sebesar Rp 765 miliar. Adapun UTLE diperoleh melalui setoran Bank di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan III 217 mencapai Rp 112 miliar dengan pertumbuhan 2,48% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan triwulan II 217 yang mencapai 387,2% (yoy). Upaya lain yang dilakukan pada penarikan UTLE adalah dengan melakukan penukaran uang dalam seluruh pecahan dan penggantian uang rusak melalui kas keliling baik di dalam kota (Kab. Mamuju) maupun di seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Barat. Tercatat sepanjang triwulan III 217 telah dilakukan 28 kali kas keliling dalam kota dan 2 kali kas keliling luar kota dengan realisasi penukaran sebesar Rp 3,3 miliar. Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 217 mengalami peningkatan jumlah transaksi dibandingkan triwulan III 216. Tercatat sebanyak 31 transaksi terjadi pada triwulan III 217 atau tumbuh sebesar 4,91% dari 22 transaksi yang tercatat di triwulan III 216. Peningkatan frekuensi transaksi juga diikuti dengan peningkatan dari sisi nominal transaksi, dimana pada triwulan III 217 tercatat sebesar Rp 18,1 miliar atau meningkat 18,14% (yoy). Peningkatan transaksi kliring dari sisi volume maupun nominal di triwulan III 217 merupakan sinyal yang positif atas perkembangan penggunaan transaksi non tunai di Sulawesi Barat Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran Sulawesi Barat masih lebih rendah dibanding nasional Berdasarkan data BPS, per Agustus 217 tingkat pengangguran di Sulawesi Barat mengalami sedikit peningkatan. Jumlah penduduk yang berkategori usia kerja per Agustus 217 mencapai 918 ribu jiwa dengan pertumbuhan 2,24% (yoy). Meskipun jumlah penduduk usia kerja mengalami peningkatan, namun dengan ketersediaan lapangan kerja yang minim diperkirakan banyak tenaga kerja yang tidak terserap. Potensi yang tinggi dari jumlah tenaga belum mampu menjadi pendorong perekonomian Provinsi Sulawesi Barat. Jika ditinjau lebih rinci, persentase jumlah penduduk angkatan kerja pada bulan Agustus 217 adalah 7,68% atau 614,7 ribu jiwa yang mengalami penurunan sebesar -4,84% (yoy). Sebaliknya, jumlah penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 33,4 ribu jiwa atau tumbuh sebesar 2,26%. Nilai Tukar Pertani (NTP) pada triwulan laporan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 15,43 pada triwulan II 217 menjadi 16,23 pada triwulan III. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 216, NTP mengalami penurunan sebesar -1,54% (yoy). Secara periode laporan selama tahun 217, NTP pada triwulan III adalah tertinggi dibandingkan dua triwulan sebelumnya. Dengan kenaikan tingkat pertumbuhan NTP triwulan III 217, mengindikasikan kondisi yang dialami mengalami kenaikan keuntungan dibandingkan triwulan sebelumnya. Prospek Perekonomian Ke depannya, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat masih cukup tinggi dengan inflasi terkendali Di periode awal tahun 218 yaitu triwulan I pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 217. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 218 diperkirakan berada pada kisaran 6,4% - 6,8% (yoy). Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan konsumsinya pada awal tahun demi mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II. Konsumsi pemerintah juga akan lebih rendah dari triwulan IV 217 karena awal tahun dimana realisasi anggaran belum terlalu tinggi. Sementara itu, lapangan usaha industri mengalami perbaikan seiiring produksi yang optimal pada periode ini. Diiringi dengan prospek harga CPO yang cenderung xi

14 meningkat, ekspor luar negeri Sulawesi Barat juga diharapkan akan lebih baik pada triwulan I 218. Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 218 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun 217. Pada tahun 218, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang sedikit lebih rendah dibandingkan 217 yaitu 6,4% - 6,8% (yoy). Pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan untuk menggenjot perekonomian. Arahan Presiden Republik Indonesia dimana Sulawesi Barat tidak hanyak fokus dalam pembangunan infrastruktur konektivitas namun juga infrastruktur pendukung pertanian. Selain itu, pengoperasian PLTU Belang-Belang tidak hanya sekedar memenuhi hasrat kebutuhan energi di Sulawesi Barat akan tetapi juga mampu menjadi magnet bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat. Inflasi pada triwulan I 218 akan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV 217. Pada awal tahun 218 diperkirakan tingkat permintaan masyarakat diperkirakan akan mereda pasca perayaan tahun baru 218. Potensi kenaikan harga berasal dari kenaikan upah pekerja sebagai tuntutan atas kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar 8,71% yang mulai berlaku sejak 218. Selain itu, kenaikan harga kebutuhan tersier seperti mobil dan motor untuk menyesuaikan terhadap biaya operasional yang terus meningkat. Namun, kenaikan upah dan kebutuhan tersier diperkirakan tidak signifikan karena produsen menjaga harga jual agar tetap mampu dicapai oleh para konsumen. Meski begitu, kenaikan harga ikan dapat muncul secara tiba-tiba apabila kondisi yang menghambat produksi terjadi seperti cuaca ekstrim atau kondisi infrastruktur. Inflasi Sulawesi Barat pada triwulan pertama 218 diperkirakan berada pada kisaran 3,1%-3,5% (yoy). Pencapaian inflasi 218 diperkirakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 3,5%±1%. Peningkatan inflasi di tahun 217 lebih disebabkan tekanan dari administered price. Kenaikan biaya perpanjangan STNK sempat memberikan shock sementara di awal tahun 217. Kemudian, hilangnya subisidi listrik cukup memberikan tekanan yang berarti hingga akhir semester I 217. Selain itu, kenaikan bea cukai rokok juga memberi andil terhadap peningkatan inflasi di 217. Tekanan-tekanan inflasi tersebut diperkirakan tidak akan terjadi selama 218. Meski perkiraan World Bank bahwa harga minyak dunia akan mengalami peningkatan pada 218, peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Sehingga diperkirakan pemerintah tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak di tahun 218. xii

15 TABEL INDIKATOR EKONOMI Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sisi Permintaan Harga Konstan (Rp Miliar) Konsumsi Rumah Tangga 3, , ,41. 3,45.5 3, , ,525. 3,51.7 3, , ,681.8 Konsumsi Lembaga Non Profit RT Konsumsi Pemerintah ,3. 1,14.9 1, , ,45. 1, ,87.1 1,639.5 Investasi 1, , , , , ,977. 2,54.7 2,97.1 1, ,12.7 2,18. Ekspor 2, , ,54.2 3,535. 3, ,37. 3, , , , ,398.6 Impor 2, , , , , ,7.8 3, ,94.3 2, ,42. 3,416.3 Total PDRB 6,3.1 6, , , , ,78.8 7,8. 7, , , ,494.6 Pertumbuhan Tahunan (% yoy) Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Non Profit RT Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor Total PDRB Sisi Penawaran Harga Konstan (Rp Miliar) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2, , ,68.2 2, , , ,73.3 2, , , ,827.8 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Inflasi Indeks Harga Konsumen Laju Inflasi Tahunan (% yoy) Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) xiii

16 Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III Stabilitas Keuangan Perbankan Nominal (Rp Miliar) Total Aset 4.745,3 5.8,2 5.86, , ,8 5.99,3 5.99, , ,7 6.6, ,1 Total DPK 317,6 358,3 3872,9 334,6 3593,2 4164,5 3862,2 3475,9 3944,1 4144,6 423,3 Giro 86,3 972, ,5 477, , ,9 1.78,7 439, ,5 1.19,4 946,3 Tabungan 1819,1 192, 233,5 2529,9 298,4 239,3 2373,8 2679,8 24,5 2621,7 2588,6 Deposito 491,3 634, 694,9 297, 352,2 41,2 49,8 356,7 432,1 53,4 488,5 Total Kredit (Lokasi Proyek) 5836,1 643,8 6237,7 653,8 6765,7 7416,1 7735,7 7826,9 825,6 8336,6 8339,4 Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 1746, 1818,4 1874,5 198,9 2155,4 223, 222,7 2243,2 2321, 2444,8 2432,4 Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 841,3 899,4 938,8 1.9,1 1.13, 1.14, , , , , ,6 Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 3248,8 3326, 3424,6 3459,9 357,2 446, 4288,2 4317,1 4391,2 465,9 4635,4 Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2.298, ,6 2.41, , ,9 3.14,5 3.12,3 3.88, ,4 3.38, ,2 Risiko Keuangan NPL Gross (%) Total Kredit (Lokasi Proyek) 3,71 3,28 2,8 2,7 2,13 2,3 2,5 1,91 1,91 1,95 1,8 Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 6,81 5,82 4,34 2,87 2,68 2,47 2,5 3,7 3,54 3,55 3,53 Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 7,78 4,72 3,19 2,48 2,6 1,57 1,93 1,7 2,65 2,52 1,89 Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek),68,72,66,63,59,42,39,41,83,94,82 Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 7,13 5,62 4,6 2,74 2,51 2,22 2,31 2,35 3,6 3,58 3,71 Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Tunai Nominal (Rp Miliar) In Flow 49,2 16,4 39,4 193,9 142,3 284,1 131,3 213,8 Out Flow 647,1 136,5 73,7 33,5 37,3 254,2 896,8 479,9 Net Flow -597,8 24, -664,3-19,6-228, 29,9-765,5-266,1 Sistem Pembayaran Non Tunai Nominal Kliring (Rp Miliar) 9,6 7,7 6,7 6,4 14,1 41,9 9,1 18,1 Jumlah Warkat Kliring Sumber: Laporan Bank Umum Bank Indonesia xiv

17 Bab 1. Perkembangan Ekonomi 1. Perkembangan Ekonomi Bab 1 PERKEMBANGAN EKONOMI 1

18 Bab 1. Perkembangan Ekonomi 2

19 Bab 1. Perkembangan Ekonomi 1.1. Kondisi Umum Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat mengalami akselerasi pada triwulan III 217. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada periode ketiga di tahun 217 yaitu 6,94% (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan II 217 yang sebesar 4,98% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan meningkatnya konsumsi pemerintah. Sejalan dengan sisi permintaan, dari sisi penawaran kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan juga mengalami peningkatan. Selain sektor pemerintahan, akselerasi ekonomi terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sejalan dengan apa yang terjadi dengan perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, searah dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari 5,1% pada triwulan II 217 menjadi 5,6% (yoy). Di tingkat nasional, perbaikan ekonomi ditopang perbaikan kinerja ekspor dan investasi. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi (%yoy) PDRB Sulbar Pertumbuhan Sulbar (yoy) Rp miliar % Provinsi Triwulan II-217 Triwulan III-217 Pertumbuhan Nasional (yoy) 8, ,5 8. 7, , , 5.5 5, , 4. I II III IV I II III IV I II III Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Wilayah Sulawesi lainnya mengalami pergerakan ekonomi yang beragam, beberapa mengalami peningkatan sisanya mengalami peningkatan. Provinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi searah dengan Sulawesi Barat yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dimana Sulawesi Tengah mengalami peningkatan paling signifikan dengan perubahan 6,6% (yoy) pada triwulan II 217 menjadi 8,68% (yoy) pada triwulan III 217. Sementara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo mengalami perlambatan ekonomi. Meskipun begitu, pertumbuhan ekonomi ketiga daerah yang mengalami perlambatan masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Memasuki triwulan IV 217, kinerja perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin membaik. Indikator perekonomian terkini memperlihatkan bahwa perekonomian Sulawesi Barat bergerak pada kisaran yang cukup tinggi yaitu 7,5% - 7,9% (yoy). Akselerasi terutama didorong peningkatan di akhir tahun pada konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Dari sisi penawaran, sektor primer dan sekunder menjadi penopang utama perekonomian dimana produksi kelapa sawit diperkirakan akan mencapai puncaknya di tahun 217 sehingga baik dari lapangan usaha pertanian maupun industri pengolahan akan memberikan andil yang besar terhadap perekonomian di akhir tahun. Secara umum, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 217 dibandingkan 216. Pada tahun 217, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 216 yaitu 6,6% - 7,% (yoy). Dampak El Nino yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan dalam hal perbaikan produksi kelapa sawit yang mengalami penurunan pada tahun 216. Kondisi tersebut ditambah tingkat permintaan global akan CPO cenderung meningkat baik dari Tiongkok maupun dari negara Asia. Pembangunan PLTU Belang-Belang yang telah 3

20 Bab 1. Perkembangan Ekonomi memasuki tahap penyelesaian juga menjadi salah satu katalis perekonomian Sulawesi Barat di tahun 217 dan ke depannya. Dengan adanya PLTU tersebut, pasokan listrik dapat melebihi tingkat permintaan yang ada sehingga dapat menopang korporasi jika ingin beroperasi di Sulawesi Barat Sisi Permintaan Dilihat dari sisi permintaan, akselerasi ekonomi Sulawesi Barat triwulan III 217 disebabkan peningkatan kinerja konsumsi pemerintah. Bergesernya pencairan gaji ke-13 ke bulan Juli menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi pemerintah. Selain itu, meningkatnya aktivitas pembangunan turut mendorong meningkatknya investasi bangunan. Sementara, meski mengalami perlambatan, konsumsi rumah tangga masih tumbuh dengan cukup baik. Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan PERTUMBUHAN YOY (%) I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) PERUBAHAN PERSEDIAAN EKSPOR IMPOR TOTAL PDRB PANGSA (%) I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) PERUBAHAN PERSEDIAAN NET EKSPOR IMPOR TOTAL PDRB ANDIL PERTUMBUHAN (%) I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) PERUBAHAN PERSEDIAAN NET EKSPOR IMPOR TOTAL PDRB Komponen konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Meski mendominasi, pangsa konsumsi rumah tangga menurun dari 53,% di triwulan II 217 menjadi 5,3% di triwulan III 217. Komponen lain yang memiliki porsi besar dalam perekonomian Sulawesi Barat di triwulan II 217 yaitu Pembentukan Modal Tetap Domestik Regional Bruto (PMTDRB) atau biasa disebut investasi. Sebagai salah satu provinsi yang masih berkembang di Indonesia, pergerakan investasi diharapkan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kinerja positif pada periode laporan, pangsa konsumsi pemerintah meningkat dari 17,4% di triwulan II 217 menjadi 25,3% di triwulan III 217. Kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan akan semakin meningkat di akhir tahun 217. Mendekati akhir periode tahun 217, pemerintah daerah akan berupaya secara optimal agar anggaran belanja dapat terserap seluruhnya. Kinerja investasi diharapkan dari pembangunan infrastruktur bangunan baik dari pemerintah dan swasta. Sementara, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya terkait peningkatan konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun baik untuk perayaan acara keagamaan maupun liburan sekolah. Meskipun peningkatan konsumsi rumah tangga diperkirakan tidak signifikan karena tingkat penghasilan yang belum mengalami peningkatan yang solid. 4

21 Makanan Minuman Sandang Perumahan dan Perlengkapan RT Kesehatan dan Pendidikan Transportasi dan Komunikasi Restoran dan Hotel Lainnya Bab 1. Perkembangan Ekonomi Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan Konsumsi RT 5.3% Konsumsi LNPRT.8% Konsumsi Pemerintah 25.3% % Konsumsi RT Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi Perubahan Persediaan Net Ekspor Impor PDRB Investasi 31.4% -6 I II III IV I II III IV I II III Konsumsi pemerintah yang lebih rendah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya pertumbuhan ekonomi di tahun 217 dibanding 216. Hal ini lebih disebabkan pertumbuhan konsumsi pemerintah di tahun 216 akibat hadirnya instansi baru di Sulawesi Barat sehingga pertumbuhan konsumsi pemerintah di 217 kembali normal. Selain itu, investasi yang masuk di 217 tidak lagi setinggi pada tahun Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga hanya mengalami sedikit perlambatan pada triwulan III 217. Pada periode laporan, konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan sebesar 4,45% (yoy). Realisasi tersebut relatif sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan II 217 yang mencapai 5,11% (yoy). Perlambatan tersebut lebih disebabkan normalisasi konsumsi masyarakat pasca bulan puasa dan hari raya Lebaran yang merupakan periode konsumsi tertinggi bagi masyarakat Sulawesi Barat. Grafik 1.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat Grafik 1.5. Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat Makanan Minuman 52.8% Sandang 2.9% Perumahan dan Perlengkapan RT 15.8% % yoy Tw II 217 Tw III 217 Kesehatan dan Pendidikan 5.1% 4 2 Lainnya 3.9% Transportasi dan Komunikasi 17.4% Restoran dan Hotel 2.2% (2) Perlambatan konsumsi hampir terjadi untuk seluruh kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari pangsanya, konsumsi masyarakat Sulawesi Barat pada triwulan III 217 yang terbesar yaitu makanan dan minuman (52,8%), transportasi dan pendidikan (17,4%), dan perumahan dan perlengkapan rumah tangga (15,8%). Konsumsi rumah tangga yang berupa makanan dan minuman mengalami pertumbuhan 5,25% (yoy) atau lebih sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 5,33% (yoy). Konsumsi sandang mengalami perlambatan paling signifikan dengan pertumbuhan 7,88% (yoy) pada triwulan II 217 menjadi 2,2% (yoy) pada triwulan III 217. Konsumsi transportasi dan komunikasi menjadi satu-satunya kebutuhan yang mengalami peningkatan dengan berhasil tumbuh lebih baik dari 5,45% (yoy) menjadi 5,98% (yoy) pada triwulan III 217. Peningkatan yang terjadi pada transportasi dan komunikasi lebih disebabkan penambahan rute dan maskapai angkutan udara yang terjadi pada akhir triwulan II

22 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penghasilan masyarakat yang mengalami penurunan. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Bank Indonesia, indeks penghasilan konsumen triwulan III 217 (bulan September 217) berada pada level 11, atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 217 (bulan Juni 217) yang sebesar 12,. Penurunan penghasilan terutama diakibatkan penurunan produksi beberapa komoditas di Sulawesi Barat. Mengingat secara ekonomi masyarakat Sulawesi Barat banyak mengandalkan dari sektor pertanian dan perkebunan, penurunan produksi akan mempengaruhi pendapatan sehari-hari. Dengan penurunan penghasilan tersebut, kecenderungan konsumsi barang tahan lama juga semakin dibatasi oleh masyarakat. Indeks konsumsi barang kebutuhan tahan lama mengalami penurunan hingga dari 84, di triwulan II 217 menjadi 7, di triwulan III 217. Berdasarkan informasi dari kontak Liaison, pertumbuhan penjualan mobil mengalami kontraksi pada periode laporan. Terbatasnya lapangan kerja, membuat masyarakat perlu melakukan pengelolaan keuangan yang baik agar stabilitas keuangan rumah tangga tetap terjaga. Konsumsi rumah tangga diutamakan bagi kebutuhan pokok seperti pangan. Grafik 1.6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi Indeks Feb-16 Mar-16 Apr-16 Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17 Rp miliar Kredit Konsumsi Pert. Kredit Konsumsi - rhs 5, 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 I II III IV I II III IV I II III % yoy Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Kredit konsumsi juga mengalami perlambatan. Mesikipun masih positif, kredit konsumsi mengalami perlambatan dengan tumbuh 11,44% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan yang tumbuh 13,84% (yoy). Masyarakat akan cenderung menggunakan tabungan untuk melakukan konsumsi dibandingkan meningkatkan risiko stabilitas keuangan rumah tangga dengan mengambil kredit. Padahal saat ini, suku bunga kredit lebih rendah setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan. Konsumsi rumah tangga di triwulan IV 217 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Melihat perkembangan perilaku rumah tangga di Sulawesi Barat, masyarakat akan meningkatkan konsumsi menjelang akhir tahun. Selain perayaan acara keagamaan, momentum liburan sekolah dimanfaatkan untuk meningkatkan konsumsi terutama kebutuhan transportasi. Meskipun begitu, peningkatan yang terjadi diperkirakan tidak akan signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan indikator terkini memperlihatkan pendapatan yang diterima masyarakat belum mampu untuk melakukan konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Secara keseluruhan 217, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tidak jauh berbeda dibanding 216. Meski salah satu sumber penghasilan masyarakat yaitu kelapa sawit, produksinya membaik, namun harga jual yang beredar di Sulawesi Barat mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima masyarakat tidak jauh berbeda dibanding 216 yang produksi kelapa sawit mengalami pelemahan. 6

23 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan yang menggembirakan pada triwulan III 217. Di periode triwulan III di tahun 217, konsumsi pemerintah meningkat sebesar 16,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan II 217 yang mengalami kontraksi 2,67% (yoy). Pertumbuhan positif pada periode ini menjadi diakibatkan pencairan gaji ke-13 yang jatuh pada bulan Juli. Sedangkan pada tahun 216, gaji ke-13 yang menjadi penghasilan tambahan bagi aparatur sipil negara dibebankan pada bulan Juni atau triwulan II. Selain itu, belanja operasional pemerintah lainnya juga menunjukkan pertumbuhan yang positif. Grafik 1.8. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat Grafik 1.9. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat 2, 1,8 1,6 1,4 1,2 1, Belanja Pert. Belanja - rhs Realisasi Belanja Non Kumulatif - rhs (2.) (4.) (6.) I II III IV I II III IV I II III IV I II III Rp miliar Konsumsi Pemerintah Pert. Konsumsi Pemerintah - rhs % 2, , ,5 15 1, I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Peningkatan konsumsi pemerintah diindikasikan berasal dari akselerasi belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat hingga triwulan III 217 mencapai 56,8%. Realisasi tersebut lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kinerja belanja pemerintah yang sempat terhambat pada triwulan II 217, tidak terjadi pada periode laporan. Seluruh komponen belanja pemerintah baik dari sisi belanja operasional maupun modal lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Perbaikan ini menjadi awal yang positif bagi pemerintah daerah yang baru untuk mengembangkan Provinsi Sulawesi Barat di tahun berikutnya. Kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan akan semakin meningkat di triwulan IV 217. Upaya penyelesaian anggaran yang telah dicanangkan di awal tahun akan lebih dioptimalkan di periode 3 bulan terakhir di tahun 217. Optimalisasi anggaran akan menjadi tolak ukur bagi pemerintah daerah dimana Sulawesi Barat terkenal dengan penyerapan anggaran belanja yang sangat baik di setiap tahunnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 217 diperkirakan lebih rendah dibanding 216. Hal ini ditengarai disebabkan pertumbuhan siginifikan konsumsi pemerintah pada 216 akibat hadirnya instansi baru di Sulawesi Barat. Di tahun 217, praktis pertumbuhan konsumsi pemerintah kembali normal dan hanya mengandalkan pertumbuhan belanja pemerintah yang meningkat tidak terlalu signifikan Investasi Investasi di Sulawesi Barat tumbuh cukup baik pada triwulan III 217. Pertumbuhan investasi di triwulan III 217 yang mencapai 6,1% (yoy) hanya sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan investasi terutama disebabkan investasi non bangunan yang hanya tumbuh 1,26% (yoy). Namun, invsestasi bangunan tumbuh pesat hingga mencapai 8,47% (yoy). Hal tersebut tidak terlepas dari fokus pengembangan daerah melalui infrastruktur. Pembangunan infrastruktur bangunan tidak hanya dari pembangunan akses jalan Mamuju-Mamasa, namun juga infrastruktur pendukung seperti irigasi, bendungan, dan pengembangan runway bandara Tampa 7

24 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Padang. Sementara, investasi dari pihak swasta relatif lebih terbatas karena sudah dilakukan pada semester awal tahun 217. Grafik 1.1. Investasi Bangunan Grafik Realisasi Pengadaan Semen % yoy Pert. Investasi Bangunan Pert. Investasi Non Bangunan I II III IV I II III IV I II III ton Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhs %, yoy I II III IV I II III IV I II III Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Peningkatan kinerja Investasi bangunan yang baik tergambarkan dari realisasi semen yang meningkat. Selama triwulan III 217, jumlah realisasi pengadaan semen berjumlah 99 ribu ton. Jumlah tersebut lebih baik dibandingkan realisasi semen pada triwulan II 217 yang mencapai 72 ribu ton. Bahkan, realisasi pada periode laporan mengalami peningkatan sebesar 34,5% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Permintaan semen di Sulawesi Barat memang sebagian besar dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur. Penanaman modal dalam negeri pada periode laporan lebih rendah dibanding periode sebelumnya. Selama triwulan III 217, jumlah penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang masuk ke Sulawesi Barat sebesar Rp22,7 miliar. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,9 miliar. Dari jumlah modal yang masuk tersebut, investasi yang paling besar mengarah ke industri makanan dimana korporasi pengolah kelapa sawit melakukan investasi untuk meningkatkan produksi. Selain itu, sebagian aliran modal masuk untuk menyelesaikan pembangunan pembangkit listrik yang sedang dalam tahap proses penyelesaian. Selain itu, Sulawesi Barat mendapat suntikan modal asing (PMA) sebesar USD2,4 juta. Grafik Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing - skala kanan 7. Rp miliar juta USD I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Investasi pada triwulan IV 217 diperkirakan akan semakin meningkat, ditopang investasi bangunan. Menjelang akhir tahun, beberapa proyek yang sudah memasuki tenggat waktu akan semakin digenjot agar dapat selesai sebelum tahun 217 berakhir. Tercatat, pembangunan PLTU Belang-Belang diharapkan sudah memasuki tahap akhir penyelesaian pembangunan agar dapat beroperasi pada awal tahun 218. Pembangunan irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian juga terus diupayakan secara optimal. Sementara pembangunan jalan masih berlangsung dengan pelaksanaan diharapkan sesuai dengan perencanaaan awal. 8

25 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Keterbatasan investasi pada tahun 217 membuat pertumbuhan investasi tidak setinggi 216. Investasi yang terjadi pada tahun 217 hanya bersifat melanjutkan rencana pembangunan yang telah dicanangkan. Sedangkan belum ada investor swasta yang masuk untuk membangun pabrik pengolahan sumber daya alam di Sulawesi Barat seperti pada tahun 216. Pembangunan infrastruktur di tahun 217 yang diharapkan menjadi tumpuan perekonomian Sulawesi Barat yaitu PLTU Belang-Belang dengan kapasitas listrik 2x25 MW Ekspor dan Impor Pada triwulan III 217, ekspor Sulawesi Barat mengalami perlambatan. Pada periode tersebut, ekspor tumbuh hanya tumbuh,39% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pencapaian pada triwulan sebelumnya yang mencapai 7,33% (yoy). Kinerja ekspor Sulawesi Barat tertekan kontraksi ekspor antar daerah. Sementara, ekspor luar negeri mengalami perkembangan yang sangat baik ditopang produksi CPO yang semakin meningkat. Penurunan kinerja ekspor antar daerah lebih disebabkan rendahnya produksi kakao dan komoditas buah-buahan yang tidak sebaik tahun sebelumnya. Grafik Perkembangan Ekspor Impor Grafik Negara Tujuan Ekspor CPO 4,5 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 Ekspor Impor Pertumbuhan Ekspor - skala kanan Pertumbuhan Impor - skala kanan Rp miliar %yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III % Filipina India Pakistan Tiongkok Republik Korea Other Asia I II III IV I II III IV I II III Sumber: Bea Cukai, diolah Permintaan kebutuhan yang berasal dari luar Sulawesi Barat cenderung lebih rendah dibanding saat periode hari raya Lebaran. Pada triwulan III 217, pertumbuhan impor Sulawesi Barat mencapai 2,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 217 yang mencapai 13,7% (yoy). Kondisi tersebut ditengarai normalisasi kebutuhan masyarakat meningkatnya pasca bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Dengan penurunan ekspor antar daerah yang cukup dalam, neraca perdagangan Sulawesi Barat mengalami defisit. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan III 217 mencatat nilai defisit Rp674,1 miliar. Kondisi tersebut melanjutkan defisit triwulan sebelumnya sebesar Rp379 miliar. Penurunan tajam ekspor ke luar daerah Sulawesi Barat menjadi salah satu penyebab defisit neraca perdagangan. Grafik Perkembangan Harga CPO Dunia USD/metric ton Harga CPO Pert. Harga CPO - rhs % yoy I II III IV I II III IV I II III Sumber: World Bank, diolah 9

26 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Benua Asia menjadi sasaran ekspor CPO Sulawesi Barat. Meski pada triwulan III 217 tidak tercatat ekspor CPO ke Tiongkok, kinerja ekspor luar negeri meningkat cukup pesat hingga 69,7% (yoy). Negara yang menjadi tujuan berkisar di wilayah Asia seperti Filipina, Pakistan dan Korea. Ekspor tertinggi dari Sulawesi Barat yaitu ke Filipina mencapai USD37 juta. Pada triwulan IV 217, peningkatan impor diperkirakan akan semakin menekan neraca perdagangan Sulawesi Barat. Kenaikan permintaan kebutuhan masyarakat menjelang akhir tahun akan menjadi pemicu kenaikan impor terutama dari daerah pusat perdagangan seperti Makassar. Meskipun begitu, kinerja ekspor diharapkan akan membaik sehingga defisit neraca perdagangan tidak terlalu dalam. Sementara itu, harga CPO global belum begitu membaik. Namun, penurunan harga CPO lebih disebabkan produksi kelapa sawit yang lebih baik dibanding tahun lalu. Secara umum, di tahun 217 diperkirakan kinerja ekspor lebih baik dibanding 216. Kondisi tersebut ditopang peningkatan produksi kelapa sawit dan tanaman pangan. Selain itu, tingkat permintaan CPO dari luar negeri juga mengalami peningkatan sehingga mendorong ekspor luar negeri ke beberapa negara Asia lebih tinggi. Kinerja ekspor yang tinggi disertai pertumbuhan impor yang tidak setinggi tahun 216. Keterbatasan lapangan perkerjaan membuat masyarakat membatasi konsumsi terutama barang kebutuhan impor yang memiliki tingkat harga yang tinggi. Dengan meningkatnya ekspor dan menurunnya impor, diperkirakan neraca perdagangan selama 217 akan mengalami surplus Sisi Penawaran Di triwulan III 217, beberapa lapangan usaha mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tahunan di atas 1% yaitu industri pengolahan, administrasi pemerintahan, informasi dan komunikasi, jasa perusahaan, dan pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang. Selain itu, sektor utama yaitu lapangan usaha konstruksi mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Namun, beberapa lapangan usaha utama mengalami perlambatan yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan dan perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor. Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran PERTUMBUHAN YOY (%) I II III IV I II III IV I II III Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya TOTAL PDRB Pada triwulan III 217, 3 (tiga) lapangan usaha terbesar di Sulawesi Barat yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan (4,4%), perdagangan (1,2%), dan administrasi pemerintahan (9,7%). Sumber daya alam memang masih menjadi sumber penghasilan utama masyarakat Sulawesi Barat. Luasnya daratan maupun lautan yang 1

27 Bab 1. Perkembangan Ekonomi belum terjamah membuat lapangan usaha ini masih berpotensi menopang perekonomian Sulawesi Barat lebih jauh. Lapangan usaha industri pengolahan yang berkembang saat ini dengan bahan baku kelapa sawit. Kenaikan produksi kelapa sawit mendorong industri di Sulawesi Barat untuk tumbuh lebih tinggi pada periode laporan. Sementara itu, administrasi pemerintahan juga menjadi salah satu sektor utama di Sulawesi Barat yang meruapakan salah satu provinsi muda di Indonesia. Grafik Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran Pertambangan 2.3% Industri 9.3% Konstruksi 8.2% Pertanian 4.4% Perdagangan 1.2% Lainnya.1% Jasa Pendidikan 5.3% Informasi dan Komunikasi 4.1% Jasa Keuangan 2.2% Real Estate 2.6% Administrasi Pemerintahan 9.7% Pada triwulan IV 217, hampir seluruh lapangan usaha utama diperkirakan akan mengalami peningkatan. Lapangan usaha tersebut antara lain pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pengolahan, konstruksi, dan administrasi pemerintahan. Periode triwulan IV 217 diperkirakan akan menjadi masa produksi yang optimal buat kelapa sawit. Kondisi tersebut akan mendorong sektor pertanian dan industri untuk lebih baik di periode tersebut. Sementara itu, konstruksi akan semakin ditingkatkan demi penyelesaian beberapa pembangunan proyek infrastruktur yang memasuki tenggat waktu penyelesaian. Lapangan usaha yang menjadi penopang perbaikan ekonomi di tahun 217 yaitu pertanian, kehutanan, perikanan, dan industri pengolahan. Perbaikan produksi kelapa sawit mendorong kedua lapangan usaha utama di Sulawesi Barat tersebut mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi. Apalagi beberapa korporasi telah melakukan investasi untuk meningkatkan produktivitas CPO yang dihasilkan. Namun, pertumbuhan di tahun 217 tertahan perlambatan yang terjadi pada administrasi pemerintahan dan konstruksi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan 4,61% (yoy) pada triwulan III 217. Meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,92% (yoy), pertumbuhan tersebut jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (3,65%). Penurunan produksi kakao menjadi salah satu penyebab penurunan sektor utama Sulawesi Barat ini. Perlambatan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat juga disebabkan penurunan produksi buah-buahan. Pada triwulan III 217, curah hujan menjadi yang tertinggi setidaknya dalam 4 (empat) tahun terakhir pada periode yang sama. Padahal curah hujan di tahun-tahun sebelumnya karena pada triwulan III merupakan musim kemarau di Sulawesi Barat. Namun, di tahun 217 seperti tidak ada musim kemarau dan hujan masih turun meski pada masa yang seharusnya kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan komoditas buah-buahan di Sulawesi Barat tidak dapat berproduksi optimal. Selain itu, kredit pertanian yang mengalir di Sulawesi Barat juga menunjukkan perlambatan. Penambahan modal yang dilakukan oleh petani mulai dibatasi sembari melihat hasil dari investasi yang dilakukan pada periode sebelumnya. 11

28 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian Rp miliar Pertanian Pert. Pertanian - rhs Andil Pertumbuhan - rhs % 3,1 14 2,9 12 2,7 1 2, ,3 4 2,1 2 1,9 1,7-2 1,5-4 I II III IV I II III IV I II III Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan IV 217. Periode triwulan IV biasanya merupakan periode dengan curah hujan tertinggi sepanjang tahun. Dengan curah hujan yang tinggi, maka produksi kelapa sawit akan lebih optimal. Selain itu, komoditas tanaman pangan juga mengalami masa panen dimana komoditas jagung telah mengalami pertumbuhan yang pesat mendampingi komoditas unggulan Sulawesi Barat lainnya yaitu padi. Grafik Perkembangan Kredit Pertanian Grafik Perkembangan Curah Hujan Rp miliar Kredit Pertanian Pert. Kredit Pertanian - rhs 1,2 1, I II III IV I II III IV I II III % yoy mm % yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III , Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, diolah Produksi kelapa sawit yang membaik, mendorong lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan tahun 217 lebih baik dibanding 216. Dampak El Nino sudah tidak terasa di 217 sehingga produksi kelapa sawit dapat optimal. Selain itu, komoditas tanaman pangan turut mengalami peningkatan baik dari komoditas padai maupun jagung. Namun, seharusnya lapangan usaha ini dapat tumbuh lebih tinggi apabila produksi kakao tidak terganggu hama dan penyakit Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran Perdagangan besar dan eceran mengalami perlambatan di triwulan II 217. Pada triwulan III 217, lapangan usaha perdagangan besar eceran tumbuh 5,9% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan II 217 yang mencapai 6,32% (yoy). Perlambatan sektor ini disebabkan normalisasi aktivitas perdagangan pasca bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Beberapa pusat perbelanjaan tidak mengalami penjualan sepesat pada triwulan sebelumnya. Lapangan usaha perdagangan besar dan kecil akan kembali meningkat pada triwulan IV 217. Menjelang akhir tahun, aktivitas perdangangan diperkirakan akan meningkat. Pedagang akan memanfaatkan momentum untuk 12

29 Bab 1. Perkembangan Ekonomi meningkatkan ekspor dengan menyediakan berbagai jenis kebutuhan masyarakat. Meskipun hal tersebut harus dilakukan melalui impor mengingat keterbatasan kebutuhan yang tersedia di Sulawesi Barat. Grafik 1.2. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan Rp miliar 75 Perdagangan Pert. Perdagangan - rhs Andil Pertumbuhan - rhs % I II III IV I II III IV I Secara umum lapangan usaha perdagangan pada 217 membaik dibanding 216. Dengan peningkatan produksi pertanian dan perkebunan turut mendorong kinerja perdagangan lebih baik dibanding tahun lalu. Meski tidak meningkat signifikan, kondisi tahun 217 sudah lebih baik dibanding saat El Nino mempengaruhi produksi kelapa sawit pada 216. Selain itu, pertumbuhan gerai minimarket juga turut mendorong pertumbuhan perdagangan di Sulawesi Barat Lapangan Usaha Industri Pengolahan Industri pengolahan mengalami pertumbuhan signifikan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha industri pengolahan mengalami pertumbuhan 12,45% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan periode triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy). Pulihnya produksi kelapa sawit sejak triwulan IV 216 memberikan dampak positif terhadap industri pengolahan hingga triwulan III 217. Pasokan bahan baku untuk diolah menjadi CPO telah kembali normal paska efek El Nino yang menurunkan produksi kelapa sawit hingga 2%. Peningkatan lapangan usaha industri tidak terlepas dari investasi yang dilakukan korporasi pada periode semester pertama di tahun 217. Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri Grafik Perkembangan Kredit Industri Rp miliar % Industri Pert. Industri - rhs Andil Pertumbuhan - rhs I II III IV I II III IV I II III Rp miliar Kredit Industri Pert. Kredit Industri - rhs I II III IV I II III IV I II III % yoy Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Peningkatan industri terjadi pada seluruh segmen. Pada triwulan III 217, industri mikro kecil tumbuh 17,72% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 16,92% (yoy). Industri mikro dan kecil masih didominasi industri di bidang pangan dan sandang. Perkembangan industri besar dan sedang juga mengalami 13

30 Bab 1. Perkembangan Ekonomi pertumbuhan sejalan dengan industri mikro dan kecil dimana mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Industri besar dan sedang tumbuh 5,58% (yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya 2,7% (yoy). Grafik Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil % yoy IMK Makanan IMK Pakaian Jadi IMK I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang % yoy Makanan Industri Besar dan Sedang I II III IV I II III IV I II III IV I II III Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan masih akan tumbuh baik pada triwulan IV 217. Produksi kelapa sawit yang baik sepanjang 217 dapat dijadikan modal bahan baku bagi industri CPO hingga akhir 217. Investasi yang dilakukan korporasi pada semester awal 217 pun sudah menunjukkan hasilnya pada triwulan III 217. Sementara itu, industri pengolahan beras juga akan mengalami peningkatan seiiring dengan musim panen yang akan terjadi. Dengan penambahan kapasitas penggilingan pada periode sebelumnya, makan proses pengolahan padi dapat menampung seluruh produksi dan hasilnya lebih optimal. Kinerja lapangan usaha industri pengolahan untuk keseluruhan 217 meningkat signifikan dibanding 216. Bahan baku industri pengolahan Sulawesi Barat sebagian besar berasa dari kelapa sawit sehingga perbaikan produksi kelapa sawit akan membantu pertumbuhan sektor industri. Lapangan usaha ini sempat mengalami kontraksi pada tahun 216 karena keterbatasan produksi kelapa sawit. Upaya korporasi dalam melakukan investasi turut meningkatkan kinerja industri pengolahan di Sulawesi Barat Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Rp miliar 9 Adm. Pemerintahan Pert. Adm. Pemerintahan - rhs Andil Pertumbuhan - rhs % I II III IV I II III IV I II III Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami peningkatan signifikan pada triwulan III 217. Pada periode laporan, lapangan usaha tersebut tumbuh 12,35% (yoy) dimana pada periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 4,4% (yoy). Peningkatan lapangan usaha ini disebabkan 14

31 Bab 1. Perkembangan Ekonomi pencairan gaji ke-13 bagi aparat sipil negara yang jatuh pada bulan Juli. Selain itu, realisasi belanja pemerintah periode ini mencatat rekor tertinggi untuk beberapa tahun terakhir. Kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib akan semakin membaik pada triwulan IV 217. Menjelang akhir tahun 217, pemerintahan akan semakin intens melaksanakan pelayanannnya kepada masyarakat dengan merealisasikan program-program yang telah dicanangkan. Dengan track record cukup baik dalam realisasi anggaran belanja, diperkirakan pemerintah daerah di Sulawesi Barat mampu melaksanakan program pemerintah dengan baik. Meski kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan meningkat menjelang akhir tahun, kinerja lapangan usaha secara keseluruhan di tahun 217 lebih rendah dibanding 216. Penurunan kinerja lebih disebabkan normalisasi pelayanan pemerintah setelah masuknya instansi baru pada tahun 216. Secara pelayanan, pemerintah daerah pada tahun 217 semakin baik dari tahun ke tahun. Meski anggaran yang tersedia bersifat terbatas, namun tidak menghalangi kinerja pemerintah daerah yang terus membaik Lapangan Usaha Konstruksi Konstruksi mengalami peningkatan pada triwulan III 217. Pada triwulan III 217, perkembangan konstruksi mengalami perbaikan dengan tumbuh 7,71% (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan II 217 yang mencapai 7,4% (yoy). Perbaikan sektor konstruksi ini sejalan dengan perkembangan pembangunan infrastruktur yang terus meningkat sejak pertengahan tahun. Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, proyek konstruksi yang terjadi di Sulawesi Barat banyak tergantung terhadap realisasi program pemerintah daerah yang banyak melakukan pembangunan infrastruktur. Grafik Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Konstruksi Rp miliar 7 Konstruksi Pert. Konstruksi - rhs % Andil Pertumbuhan - rhs I II III IV I II III IV I II III Peningkatan konstruksi tercermin dari peningkatan realisasi pengadaan semen. Pengadaan semen mengalami pertumbuhan hingga 34,5% (yoy) atau lebih baik dibandingkan periode sebelumnya (28,5%, yoy). Kredit konstruksi yang mengalir di Sulawesi Barat telah memasuki fase ekspansif meski masih mengalami kontraksi. Peningkatan konstruksi tidak terlepas intesifnya pembangunan kantor-kantor baru di Sulawesi Barat serta perbaikan jalan yang menjadi program rutin pemerintah daerah demi kelancaran jalur distribusi di Sulawesi Barat. Di triwulan IV 217, lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih akan mengalami peningkatan. Pemerintah daerah akan mengoptimalkan belanja modal daerah untuk pengembangan infrastruktur meski terkadang terkendala permasalahan topografi. Proyek pembangunan irigiasi di Kalukku dan Malunda diharapkan sudah dapat dimulai pada triwulan IV 217 sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Sulawesi Barat ke 15

32 Bab 1. Perkembangan Ekonomi depannya. Selain itu, di daerah Mamasa sedang digenjot pembangunan jalan akses Mamuju-Mamasa-Toraja serta pembangunan kontrol bencana alam. Proses penyelesaian konstruksi PLTU Belang-Belang juga semakin mendukung peningkatan aktivitas konstruksi dari phak swasta. Pengembangan listrik di Sulawesi Barat tersebut diharapkan sudah dapat beroperasi dan dinikmati masyarakat Sulawesi Barat pada awal tahun 218. Grafik Realisasi Pengadaan Semen Grafik Perkembangan Kredit Konstruksi ton Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhs %, yoy I II III IV I II III IV I II III Rp miliar Kredit Konstruksi Pert. Kredit Konstruksi - rhs I II III IV I II III IV I II III % yoy Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Pertumbuhan konstruksi di tahun 217 diperkirakan sedikit lebih rendah dibanding 216. Pergantian kepala daerah di tahun 217 turut mempengaruhi kinerja konstruksi dimana pembangunan yang ada di tahun 217 hanya bersifat melanjutkan program yang telah dicanangkan. Proyek konstruksi yang berjalan selama 217 antara lain pembangunan gedung pemerintahan, PLTU Belang-Belang, pembangunan jalan Mamuju-Mamasa-Toraja, serta pengembangan bandara. Untuk program baru yang akan menjadi katalis perekonomian diperkirakan akan dimulai pada tahun

33 Bab 1. Perkembangan Ekonomi Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di Sulawesi Barat POTENSI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN di SULAWESI BARAT Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 217 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) disebutkan bahwa energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi bagian penting dalam pengembangan energi nasional. Hal tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang ada dimana belum memanfaatkan EBT secara optimal. Permasalahan itu antara lain menurunya produksi minyak dalam negeri, pergerakan harga minyak dunia yang fluktuatif, dan akses terhadap energi terbatas. Dengan menurunnya produksi minyak dalam negeri, Indonesia tergantung impor minyak dari luar negeri dengan harga yang sulit diprediksi. Tentunya hal tersebut dapat berimbas kepada masyarakat terutama dalam hal pergerakan harga BBM dan tarif listrik yang memang masih mengandalkan energi fosil. Dari sisi kelistrikan sendiri, Indonesia memiliki target bahwa seluruh penduduk memiliki akses terhadap listrik. Sulawesi Barat sendiri sebagai salah satu provinsi muda memiliki rasio elektrifikasi sebesar 7,2% (September 217, PLN Area Mamuju) dengan kapasitas terpasang 138,9 MW. BOKS 1 Gambar 1.1. Sistem Kelistrikan Sulawesi Barat Gambar 1.2. Perkiraan Investasi EBT PLTD PASANGKAY 5.52 UkW 4.4 kw 4.68 kw PLTD TOPOYO Overnight Cost ($/kw) procurement, construction, engineering, development, other cost (training, sertification, fee) 226 Non EBT 1,14 EBT 2,671 1,877 4,985 5,945 PLTMH KALUKKU 2 x 7 kw 1.4 kw 5. kw 5,3 kw 5. kw P BU 2 X Fixed O&M ($/kwyr) employee, tax, insurance, & life-cycle maintenance kw GI MAMUJU 5 MW 27 MW 5 MW GI MAJENE 2 MW 12,6 MW 2 MW GI POLEWALI 5 MW 17,3 MW 42 MW PLTMH BONEHAU 2 x 2. kw kw kw PLTMH BALLA 2 x 35 kw 7 kw 7 kw 1 2 Variable O&M ($/MWh) direct maintenance, office, outsourcing maintenance Batu Bara Gas Alam Surya Bayu Biomass Nuklir Sumber: PLN Area Mamuju Sumber: US Energy Information Administration Dengan berbagai permasalahan terhadap sumber energi fosil, EBT dapat menjadi alternatif yang memungkinkan demi ketahanan energi nasional. Namun, EBT memiliki kekurangan yaitu salah satunya biaya investasi yang relatif mahal. Beberapa teknologi yang harus ada dalam pengembangan EBT harus didatangkan dari luar negeri yang telah memproduksi teknologi tersebut. Belum lagi tenaga ahli EBT dalam pemanfataannya belum banyak ada di Indonesia sehingga biaya tenga ahli tersebut juga relatif mahal. Akan tetapi, EBT menjadi alternatif sebagai solusi permasalahan energi di Indonesia dan mencapai 1% rasio elektrifikasi nasional. Hal ini dikarenakan potensi EBT di Indonesia yang sangat besar dan belum dioptimalkan. Selain itu, beberapa sumber EBT ke depannya menjadi energi murah pasca investasi. Sulawesi Barat sendiri menjadi pelopor dalam pengembangan salah satu sumber EBT yaitu PLTMH (Pembangkit Listrik Mikro Hidro) di Mamasa. Meski dahulunya listrik negara belum masuk ke wilayah Mamasa, daerah tersebut dapat berswadaya listrik dan sekarang sudah menjadi salah satu EBT yang dimanfaatkan di seluruh Indonesia. Selain itu, pemanfaatan bio energi juga telah lama dilakukan sejak 21 dengan memanfaatkan peternakan dan 17

34 Bab 1. Perkembangan Ekonomi ampas kelapa sawit yang menjadi salah satu komoditas utama Sulawesi Barat. Meski sudah banyak yang dimanfaatkan, potensi EBT Sulawesi Barat masih sangat besar. Apalagi Sulawesi Barat dilalui garis khatulistiwa sehingga potensi tenaga surya sangat besar seperti yang telah dilakukan di beberapa wilayah dan saat ini sedang dibangun di Pulau Karampuang. Berdasarkan RUEN dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi EBT di Sulawesi Barat yang belum termanfaatkan dengan perkiraan sebesar 3.14 MW dengan rincian energi panas bumi 373 MW, energi air 369,5 MW, energi angin (bayu) 514 MW, bio energi 26 MW, dan energi surya 1,677 MW. Hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas listrik berpotensi memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat rata-rata per tahun sebesar,22% di atas baseline atau simulasi tanpa kebijakan. Penyerapan tenaga kerja juga berpotensi meningkat hingga,4% secara kumulatif di tahun 22. Simulasi tersebut mengasumsikan peningkatan kapasitas listrik sebesar 5% dari kondisi existing dan terdapat peningkatan produktivitas sebagai akibat penambahan kapasitas listrik. Gambar 1.3. Hasil Simulasi Kelistrikan Sulawesi Barat % rata-rata yoy Growth PDRB,22% % perubahan terhadap baseline Output Ekspor Tenaga Kerja,9%,1%,8% Sumber: Kajian Bank Indonesia Dengan pembangunan listrik diharapkan ke depannya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. Kapasitas listrik yang terpenuhi membuat masyarakat akan lebih produktif. Seperti diungkapkan dalam (Narayan & Smyth, 23) bahwa konsumsi listrik yang meningkat akan meningkatkan sektor ketenagakerjaan dan pendapatan riil masyarakat. Hal ini disebabkan dengan tersedianya infrastruktur listrik dapat menjadi penarik bagi investor swasta ke Sulawesi Barat sehingga pembangunan tidak hanya bersumber dari sisi pemerintah saja. 18

35 Bab 2. Keuangan Pemerintah 2. Keuangan Pemerintah Bab 2 Keuangan Pemerintah 19

36 Bab 2. Keuangan Pemerintah 2

37 Bab 2. Keuangan Pemerintah 2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat Secara tahunan (yoy), pertumbuhan belanja pemerintah pada triwulan ini sebesar 34,%, relatif stabil dibandingkan 34,6% pada triwulan lalu. Relatif rendahnya realisasi belanja modal menjadi faktor utama yang menghambat perkembangan akselerasi pembelanjaan pemerintah. Realisasi anggaran sedikit lebih rendah dibandingkan peride yang sama tahun lalu. Realisasi APBN pada triwulan III 217 sebesar 6,6%, sedikit lebih rendah dibandingkan 63,1% triwulan yang sama tahun lalu. Kembali rendahnya realisasi belanja modal menjadi hal utama yang melatarbelakangi kondisi ini. Berdasarkan lokasinya, rendahnya tingkat penyerapan anggaran APBN di Kabupaten Mamuju turut mempengaruhi capaian realisasi anggaran pada periode ini. Selain untuk mendukung penyerapan anggaran, tentunya pembangunan infrastruktur bermanfaat untuk mempermudah akses dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana mestinya. Periode Belanja Pegawai Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat Pagu APBN tumbuh sedikit melemah dibandingkan triwulan lalu. Pagu APBN pada triwulan III 217 meningkat Rp1,26 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp4,44 triliun. Atau secara tahunan (yoy), pagu APBN tumbuh 39,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 27,58% (yoy) pada triwulan lalu. Peningkatan pagu terutama untuk belanja pegawai, terkait dengan pemberian gaji ke 13 yang telah dilakukan pada awal triwulan III 217. Kenaikan alokasi anggaran untuk gaji tersebut meningkat 53,69% (yoy) menjadi Rp872,5 miliar, merupakan peningkatan yang terbesar di antara komponen lainnya. Berdasarkan alokasinya, pagu APBN terbesar masih diperuntukan bagi belanja modal, sebesar 26,82%. Realisasi APBN tumbuh melemah dibandingkan triwulan lalu. Pesatnya kenaikan pagu APBN belum diikuti dengan realisasi anggaran yang cukup memuaskan. Pada triwulan III 217, tingkat realisasi anggaran sebesar 6,6%, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 63,1%. Meskipun tingkat realisasinya lebih rendah, namun pertumbuhan pembelanjaan APBN pada triwulan ini cukup tinggi sebesar 34,%, setara dengan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 34,6%. Besarnya realisasi APBN pada triwulan ini terutama didorong oleh kenaikan anggaran untuk belanja pegawai yang tumbuh 57,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 51,7% (yoy). Sehingga nilai belanja pegawai pada saat ini sebesar Rp648,68 miliar. Belanja Barang Pagu (Rp Miliar) Belanja Modal Bantuan Sosial Transfer Total Belanja Pegawai Belanja Barang Berbeda dengan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan modal pada triwulan ini masih menunjukkan kontraksi, namun sedikit membaik dibandingkan triwulan lalu. Untuk belanja barang, koreksi nilai realisasinya membaik dari -15,75% (yoy) menjadi -11,6% (yoy) demikian juga dengan belanja modal yang masih terkoreksi Belanja Modal Realisasi (Rp Miliar) Bantuan Sosial Transfer Total Pertumbuh an (yoy) I , , % II , , % III , , , % IV , , , , % I , , , % II , , , % III , , , , % IV , , , ,.96 2, , % I , , , % II , , , , % III , , , , % IV , , , , , , % 217 I , , , % II , , , , % III ,1.3 1, , , , % 21

38 Bab 2. Keuangan Pemerintah -31,15% (yoy) relatif sama dibandingkan triwulan lalu. Pembelanjaan barang dan modal yang rendah tersebut menyebabkan pertumbuhan belanja APBN oleh pemerintah menjadi tertahan pada kisaran 34,% (yoy). Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan I Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat Rp. Miliar Pagu realisasi % % 5,. 4,5. 4,. 3,5. 3,. 2,5. 2,. 1,5. 1,. 5.. Tw IIII 214 Tw IIII 215 Tw IIII 216 Tw IIII % Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Tw III 214 Tw III 215 Tw III 216 Tw III 217 Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah Realisasi belanja modal terbesar pada tingkat Provinsi. Realisasi belanja modal dari APBN pada triwulan laporan masih relatif rendah, rata-rata sebesar 5,5% dari pagu anggaran atau sebesar Rp595,54 miliar. Tercatat hanya belanja modal di level Provinsi saja yang lebih tinggi dari rata-rata realisasi, yaitu sebesar 52,75%. Sementara pada tingkat kabupaten, realisasi belanja modal terbesar pada Kabupaten Mamasa besar 42,32%, diikuti Kabupaten Mamuju Utara sebesar 42,18% dan Kabupaten Mamuju sebesar 39,27%. Meskipun nilai belanja modal untuk kabupaten relatif minim jumlahnya secara total, namun tingkat realisasi yang rendah pada beberapa Kabupaten mempengaruhi pencapaian realisasi belanja modal secara keseluruhan. Dominan APBN digunakan untuk belanja modal bagi infrastruktur dengan penyerapan anggaran yang cukup baik. Alokasi belanja modal APBN di triwulan laporan, terbesar diperuntukkan bagi perluasan jaringan, nilainya mencapai Rp386,91 miliar atau 32,5% dari total belanja modal. Diikuti dengan belanja modal untuk gedung dan bangunan sebesar 24,55% dan penambahan nilai jalan serta jembatan sebesar 2,16%. Pengembangan infrastruktur tersebut sebagian besar untuk pemanfaatan air bersih dan perluasan bandara Tampa Padang. Alokasi belanja modal bangunan yang terbesar untuk pembangunan kantor Kepolisian Daerah Sulbar, pangsanya 16,66%, sementara untuk jalan merupakan perawatan jalan nasional. Dari alokasi anggaran tersebut, sebagian besar telah terealisasi lebih dari 5%, seperti belanja modal untuk jaringan yang telah terealisasi 59,79%, realisasi belanja jalan dan jembatan sebesar 71,73% serta belanja untuk penambahan nilai jalan dan jembatan dengan realisasi 54,26%. Namun demikian terdapat beberapa proyek yang penyerapan anggarannya masih relatif rendah, antara lain belanja gedung dan bangunan yang baru terealisasi 25,14%, penyerapan anggaran untuk irigasi sebesar 46,84%. Hanya kedua proyek itu saja yang bernilai besar, proyek lain yang realisasinya rendah umumnya bernilai kecil Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat Sempat mengalami kendala akibat perubahan nomenklatur anggaran pada triwulan lalu, kinerja fiskal pada triwulan ini menunjukkan perkembangan positif. Realisasi PAD dan konsumsi pemerintah lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi pendapatan kali ini mencapai 73,% dari target 217 atau sebesar Rp1,19 triliun. Pencapaian ini tak lepas dari meningkatnya penerimaan dari dana perimbangan daerah. Tak hanya pendapatan, perkembangan positif ditunjukkan pula pada aktivitas belanja pemerintah yang mencapai 57,3% dari target tahunan atau sebesar Rp1,13 triliun. Lebih rendah dari target ideal sebesar 75,%, namun merupakan 22

39 Bab 2. Keuangan Pemerintah yang terbaik dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Kembali, realisasi belanja operasional menjadi motor dari kenaikan belanja pemerintah di triwulan ini sementara belanja modal belum mengalami perkembangan signifikan. Perkembangan APBD tersebut mengindikasikan surplus keuangan daerah yang terjadi pada periode ini, sebesar Rp199,34 miliar. Mengalami penurunan sebesar 16,2% secara tahunan (yoy). Sementara itu, terkait dengan pembiayaan daerah, pada triwulan ini tercatat surplus Rp64,59 miliar, terbesar di tahun 217 namun masih lebih rendah 38,64% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat Pendapatan Belanja 27.7% 28.9% 29.4% 15.9% 25.1% 52.3% 52.9% 51.3% 41.1% 45.5% 76.9% 79.8% 81.4% 67.2% 73.% 98.3% 11.6% 13.% 99.3% Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 7.5% 13.% 11.7% 5.5% 12.3% 31.6% 32.4% 27.7% 31.4% 36.9% 43.9% 56.% 53.9% 46.% 57.3% 88.% 9.% 98.4% 95.1% Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Pendapatan Realisasi pendapatan tumbuh signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 217 sebesar Rp1,32 triliun atau 73,% dari target pendapatan di tahun 217. Tingkat realisasi tersebut lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 67,2% namun belum sebaik tahun-tahun sebelumnya (Grafik 2.3). Meskipun realisasinya cukup baik, dengan nilai pendapatan yang tumbuh 15,44% (yoy), namun tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 17,77% (yoy). Sedikit disayangkan bahwa peningkatan pendapatan belum ditopang oleh pertumbuhan PAD, namun lebih didorong oleh meningkatnya penerimaan yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khsusus (DAK) yang masing-masing tumbuh 21,18% (yoy) dan 37,81% (yoy). PAD masih potensial untuk ditingkatkan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 217 tercatat Rp135,52 miliar, terlihat mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan lalu yang berjumlah Rp88,8 miliar. Namun secara tahunan nilai PAD tersebut mengalami penurunan 16,3% (yoy). Berbagia perkembangan tersebut membawa tingkat realisasi PAD hingga triwulan III 217 sebesar 45,3% dari target tahun 217. Melambatnya pertumbuhan PAD secara tahunan karena berakhirnya periode tax amnest yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, sehingga penerimaan pajak yang merupakan penyumbang utama dalam PAD Sulawesi Barat mengalami penurunan sebesar 22,6% (yoy) dan pada triwulan ini tercatat Rp111,95 miliar. Hal yang menggembirakan yaitu pertumbuhan retribusi di tahun 217 yang dalam 2 (dua) triwulan terakhir mencatat pertumbuhan yang memuaskan, masing-masing 67,64% (yoy) di triwulan II 217 dan 46,5% (yoy) pada saat ini dan jumlahnya menjadi Rp9,82 miliar. Demikian pula dengan komponen lain-lain PAD yang sah, nilainya sebesar 23

40 Bab 2. Keuangan Pemerintah Rp9,24 miliar atau tumbuh 12,49% (yoy) pada triwulan ini, padahal pada triwulan lalu mencatat koreksi sebesar -8,68% (yoy). Pertumbuhan pendapatan transfer cukup baik, tercermin dari tingkat pertumbuhannya sebesar 2,86% (yoy) pada periode laporan dan nilainya menjadi Rp1,19 triliun. Pendapatan transfer utamanya disumbang oleh pertumbuhan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 37,81% (yoy), sehingga nilainya menjadi Rp345,91 miliar dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan lalu, pada triwulan ini sebesar 21,18% (yoy) dengan nilai sebesar Rp82,49 miliar. Sementara pendapatan yang berasal dari kekayaan alam dan aktivitas ekonomi Sulawesi Barat seperti bagi hasil Pajak dan bagi hasil sumber daya alam, untuk wilayah Sulawesi Barat nilai masih relatif kecil namun nilainya cenderung meningkat. Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Tw III 216 Anggaran 217 Tw I 217 Tw II 217 Tw III 217 % Realisasi Tw III 217 Pendapatan 1,147, ,813, , , ,324, % Pendapatan Asli Daerah (PAD) 161, , , , , % Pendapatan Pajak Daerah 143, , , , , % Pendapatan Retribusi Daerah 6, ,79. 2, , , % Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan 3, ,5.. 4, , % Lain - lain PAD yang Sah 8, , , , , % Pendapatan Transfer 982, ,512, , ,.89 1,188, % Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 982, ,512, , ,.89 1,188, % Bagi Hasil Pajak 11, , , , , % Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam % Dana Alokasi Umum (DAU) 677, , , , , % Dana Alokasi Khusus (DAK) 251, , , , , % Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik. Dana Insentif Daerah (DID) 42, Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya Dana Penyesuaian Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah 2, , % Pendapatan Hibah Pendapatan Lainnya 2, , % Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tahun 217, upaya peningkatan pendapatan terus dilakukan pemerintah. Meningkatnya jumlah penduduk yang bermigrasi ke Sulawesi Barat, terutama karena dibukanya beberapa instansi dan mendorong peningkatan kebutuhan masyarakat. Desakan kebutuhan tersebut memicu pemerintah Sulawesi Barat untuk semakin kreatif meningkatkan pendapatannya, antara lain dengan pembenahan berkesinambungan dalam pengelolaan retribusi parkir di berbagai wilayah, pelaksanaan berbagai kegiatan wisata dan event-event olahraga untuk meningkatkan minat wisatawan domestik datang ke Sulawesi Barat, penyederhanaan perizinan untuk menarik investor dan mengembangkan kegiatan usaha terus dilakukan. Inisiasi untuk memudahkan pembayaran PKB melalui ATM telah digagas. Berbagai upaya tersebut diyakini mampu mendorong peningkatan PAD di Sulawesi Barat. 24

41 Bab 2. Keuangan Pemerintah Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat Rp Juta 1,8, 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Rp Juta 2,, 1,8, 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak Terduga 6, 6, 4, 4, 2, 2, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Belanja Pemerintah Pemerintah meningkatkan kinerjanya dalam hal realisasi anggaran. Kondisi ini terlihat pada tingkat realisasi anggaran pada triwulan III sebesar 57,3%. Nilai belanja ini meningkat 13,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 6,66% (yoy). Ekspansi fiskal ini didorong oleh pertumbuhan belanja operasional dan belanja modal, keduanya mencatat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu realisasi pengeluaran untuk transfer, pertumbuhannya justru menurun dibandingkan triwulan lalu. Secara umum, trend belanja pemerintah masih mengikuti pola lama, dimana pembelanjaan pemerintah akan digenjot pada semester II, terutama mendekati akhir tahun. Realisasi belanja operasional cukup baik, ditopang oleh belanja pegawai. Realisasi belanja operasional pada triwulan III 217 tercatat Rp822,94 miliar atau 65,1% dibandingkan target 217. Belanja APBD pemerintah tersebut mengalami peningkatan 15,8% (yoy), lebih baik dibandingkan 8,36% (yoy) pada triwulan lalu. Realisasi anggaran yang cukup pesat terjadi pada belanja pegawai, yang pada triwulan laporan sebesar Rp33,8 miliar atau setara dengan 82,4% dari target 217. Perkembangan positif terjadi juga pada belanja bantuan sosial yang tumbuh 3,83% (yoy), namun nilainya saat ini masih relatif kecil, sekitar Rp11,75 miliar. Sementara itu, penyerapan anggaran untuk belanja barang dan jasa serta belanja hibah, relatif belum menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu, saat ini keduanya masih mencatat kontaksi, masing-masing -,79% (yoy) dan -21,92% (yoy) dengan nilai masing-masing sebesar Rp23,37 miliar dan Rp242,4 miliar. Realisasi belanja modal 39,1%. Setelah mencatat moderasi pertumbuhan pada triwulan lalu, sebesar -,11% (yoy), belanja modal pada triwulan ini sebesar Rp211,36 miliar atau sebesar 39,1% dari target. Meski nilainya masih relatif rendah namun meningkat 6,31% (yoy). Perkembangan yang siginifikan terlihat pada belanja modal untuk gedung dan bangunan serta peralatan dan mesin yang masing-masing tumbuh sebesar 51,46% (yoy) dan 51,87% (yoy). Tingginya tingkat pertumbuhan tersebut cukup memuaskan, terlebih pada triwulan lalu belanja gedung dan bangunan masih mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -7,64% (yoy). 25

42 Bab 2. Keuangan Pemerintah Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Tw III 216 Anggaran 217 Tw I 217 Tw II 217 Tw III 217 % Realisasi Tw III 217 BELANJA 99, ,85, , , ,34, % BELANJA OPERASI 71, ,263, , , , % Belanja Pegawai 158, , , , , % Belanja Barang dan Jasa 232, , , , , % Belanja Bunga , ,63.3 4, , % Belanja Hibah 39, , , , , % Belanja Bantuan Sosial 8, ,.. 5, , % BELANJA MODAL 198, , , , , % Belanja Modal Tanah 5, , , , % Belanja Modal Peralatan dan Mesin 37, ,8.91 1, , , % Belanja Modal Gedung dan Bangunan 68, , , , , % Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan 83, , , , , % Belanja Modal dan Tetap Lainnya 3, , , % Belanja Modal Aset Lainnya BELANJA TAK TERDUGA. 2, % Belanja Tak Terduga. 2, % TRANSFER 83, , , , , % TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 68, , , , , % Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 68, , , , , % TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 15,3.5 48, ,31. 23, % Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah L 15,3.5 47,33.. 8,31. 22, % Transfer Bantuan Keuangan Lainnya. 1, % SURPLUS/ (DEFISIT) 154, , , , , % PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN 29, , , , , % Penggunaan SILPA. 46, % Pinjaman Dalam Negeri 29, , , , , % PENGELUARAN PEMBIAYAAN 2,. 8,. 8,. 8,. 8,. 1.% Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah 2,. 8,. 8,. 8,. 8,. 1.% PEMBIAYAAN NETTO 27, , , , % SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA) 181, , , Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian Surplus APBD Sulawesi Barat pada triwulan III 217 Rp199,34 miliar, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan surplus tersebut ditopang oleh pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan transfer. Pada triwulan III 217 DAU dan DAK masing-masing tumbuha 2,86% (yoy) dan 37,81% (yoy). Sementara pendapatan yang berasal dari kekayaan alam dan aktivitas ekonomi Sulawesi Barat seperti bagi hasil Pajak dan bagi hasil sumber daya alam, untuk wilayah Sulawesi Barat nilainya masih relatif kecil namun cenderung meningkat. Pada triwulan depan surplus anggaran diperkirakan berkurang, karena pemerintah akan menggenjot pengeluarannya, terutama pelaksanaan beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang masih terkendala di triwulan lalu dan saat ini, seperti perbaikan jalan, pembangunan irigasi dan beberapa gedung pemerintahan. Rasio kemandirian keuangan daerah relatif terjaga. Upaya untuk meningkatkan kemandirian oleh Pemerintah Sulawesi Barat terlihat dengan terjaganya rasio kemandirian pada triwulan ini, sebesar 1,23%, hanya sedikit lebih 26

43 Bab 2. Keuangan Pemerintah rendah dibandingkan 1,76% pada triwulan lalu. Hal ini mengindikasikan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan dengan Pemerintah Pusat, dengan meningkatkan pendapatan yang berasal dari sumber internal. Meskipun tingkat kemandirian saat ini masih relatif rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun kedepannya Pemerintah Sulawesi Barat akan terus berupaya menggenjot penerimaan daerah untuk meningkatkan kemampuan dalam pembangunan. 27

44 Bab 2. Keuangan Pemerintah 28

45 Bab 3. Inflasi 3. Inflasi Bab 3 Inflasi 29

46 Bab 3. Inflasi 3

47 Bab 3. Inflasi 3.1. Inflasi Secara Umum Tekanan inflasi triwulan III 217 secara tahunan cenderung menguat. Laju inflasi triwulan III 217 sebesar 4,53% (yoy) menguat dibandingkan 3,59% (yoy) pada triwulan II 217. Jika ditinjau komponen disagregasi inflasi, penguatan disumbangkan oleh masing-masing komponen sebesar 3,71% (yoy) untuk Core, 4,98% (yoy) untuk Volatile Food (VF), dan 7,43% (yoy) untuk Administrered Price (AP). Inflasi triwulan ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, sebesar yaitu 3,42% (yoy). Secara bulanan, inflasi Mamuju relatif lebih tinggi dibanding inflasi KTI dan Nasional, inflasi tertinggi di bulan Agustus 217. Pada bulan Juli 217, penurunan permintaan terhadap komoditas pangan utama seperti ikan pada periode lebaran mengakibatkan penurunan inflasi yang cukup signifikan, menjadi,6% (mtm) dibandingkan bulan Juni 217 sebesar,99% (mtm). Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi KTI dan Nasional, masingmasing sebesar,35% (mtm) dan,22% (mtm). Paska lebaran, tekanan inflasi kembali menguat seiring dengan peningkatan permintaan ikan sehingga inflasi Agustus tercatat sebesar,42% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi KTI dan Nasional yang tercatat -,3% (mtm) dan -,7% (mtm). Pada akhir triwulan III, harga komoditas di Mamuju relatif stabil, terindikasi dari inflasi September 217 hanya sebesar,1% (mtm), sementara inflasi KTI dan Nasional pada periode yang sama masing-masing tercatat -,13% (mtm) dan Nasional sebesar,13% (mtm). Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju % Puasa dan Lebaran Sulbar (mtm) Sulbar (yoy) Kenaikan BBM Penurunan BBM Tekanan harga di awal triwulan IV 217 melemah dan mengalami deflasi. Tekanan harga pada awal triwulan IV 217, tepatnya bulan Oktober menunjukkan kecenderungan melemah, diindikasikan dengan inflasi sebesar -,48% (mtm). Hal ini disebabkan penurunan indeks harga pada tiga keompok pengeluaran yaitu kelompok makanan bahan makanan, sandang, dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan % Nasional (mtm) Sulbar (mtm) KTI (mtm) % Nasional (yoy) Sulbar (yoy) KTI (yoy) Inflasi triwulan IV diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan permintaan sejumlah komoditas volatile food yang menyebabkan tekanan inflasi tidak sekuat triwulan 31

48 Bab 3. Inflasi sebelumnya. Selain itu, penyesuaian tarif dasar listrik diperkirakan tidak akan terjadi hingga akhir tahun 217 sehingga tidak memberikan tekanan inflasi. Secara kumulatif, inflasi 217 mengalami peningkatan dibanding tahun 216. Penyebab utamanya adalah penyesuaian tarif listrik yang ditetapkan oleh pemerintah memberikan tekanan inflasi yang kuat pada tahun ini Inflasi Bulanan Juli 217: Normalnya permintaan paska Lebaran, terutama volatile food, mempengaruhi rendahnya inflasi Juli. Paska berlalunya Lebaran, tingkat permintaan kembali normal, terutama untuk komoditas bahan makanan. Salah satu yang mengalami penurunan cukup signifikan yaitu permintaan terhadap ikan segar. Hal ini terjadi pada beberapa komoditas ikan seperti cakalang, bandeng dan layang. Turunnya permintaan terhadap beberapa jenis ikan tersebut memberikan sumbangan cukup berarti terhadap capaian inflasi bulan Juli sebesar,6% (mtm). Hal ini dapat dilihat dari andil komoditas tersebut terhadap inflasi bulanan yaitu cakalang sebesar -,27%, ikan bandeng -,1%, dan ikan layang -,9%. Walaupun inflasi tercatat menurun, kelompok core masih mengalami inflasi dan memberikan andil yang cukup besar yaitu,69% terutama biaya pendidikan sekolah yaitu sekolah dasar tercatat,36% dan perguruan tinggi,31%. Agustus 217: Permintaan terhadap ikan dan beras mengakibatkan tekanan inflasi. Inflasi bulan ini tercatat,42% (mtm) yang didominasi oleh andil inflasi volatile food sebesar,38%. Andil inflasi terbesar pada bulan ini yaitu ikan cakalang tercatat,15%, diikuti ikan layang sebesar,11% dan ikan bandeng,8%. Selain komoditas ikan, meningkatnya harga beras juga memberikan andil sebesar,5%. September 217: Tekanan harga relatif stabil. Inflasi bulan ini tercatat,1% (mtm), menurun dibandingkan bulan lalu. Komoditas yang memberikan andil cukup besar yaitu ikan layang dan cakalang tercatat memberikan andil inflasi negatif yaitu -,8% dan -,3%. Sementara komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi yaitu jeruk nipis, memberikan andil inflasi terbesar pada bulan ini yaitu,5%, diikuti ikan bandeng,4%. Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar Juli,6 Agustus,42 September,1 SEKOLAH DASAR,36 IKAN CAKALANG,15 JERUK NIPIS,5 AKADEMI/PERGURUAN TIN,31 IKAN LAYANG,11 IKAN BANDENG,4 BAWANG MERAH,9 IKAN BANDENG,8 IKAN KAKAP MERAH,3 MAKANAN RINGAN/SNACK,4 BERAS,5 IKAN KEMBUNG,3 TAMAN KANAK-KANAK,4 TELUR AYAM RAS,3 KATAMBA,2 IKAN CAKALANG -,27 ANGKUTAN UDARA -,3 IKAN LAYANG -,8 IKAN BANDENG -,1 CABAI RAWIT -,3 BAWANG MERAH -,5 IKAN LAYANG -,9 BAWANG MERAH -,3 IKAN CAKALANG -,3 BAWANG PUTIH -,6 WORTEL -,2 TOMAT BUAH -,2 BAYAM -,5 CABAI MERAH -,1 TOMAT SAYUR -,2 Oktober 217: Deflasi yang cukup dalam disebabkan kelompok volatile food. Komoditas penyebab utama deflasi masih bersumber dari bahan pangan utama masyarakat Mamuju yaitu ikan cakalang dan ikan layang. Kelompok inflasi lainnya juga mengalami deflasi meski terbatas. Kelompok inti mengalami deflasi sebesar,2% (mtm) sedangkan kelompok administered prices deflasi sebesar,1% (mtm). 32

49 Bab 3. Inflasi 3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran Secara umum, pasokan komoditas utama konsumsi terjaga selama periode triwulan III 217. Periode panen padi berlangsung dengan baik mengingat beberapa perbaikan produktivitas telah dilakukan. Namun, penerapan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) sedikit memberikan tekanan terhadap harga beras yang beredar di masyarakat. Hal ini terlihat pada bulan Agustus dimana beras menjadi salah satu komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi di Sulawesi Barat. Selain itu, meski secara produksi ikan di laut cukup baik selama triwulan III 217, pasokan ikan di pasaran relatif terbatas. Beberapa permasalahan sehingga pasokan ikan terbatas antara lain perizinan nelayan untuk melaut, infrastruktur pendukung, dan struktur pasar yang belum kompetitif. Hal ini mengakibatkan komoditas ikan segar memberikan tekanan inflasi yang cukup kuat pada bulan Agustus- September. Proyeksi inflasi kota Mamuju sebagai sampel inflasi di Sulawesi Barat pada triwulan berjalan diperkirakan masih berada pada rentang 3,8% (yoy) - 4,2% (yoy). Normalisasi konsumsi rumah tangga yang masih berlangsung mengakibatkan masyarakat cenderung menahan permintaannya dengan menerapkan prioritas pola konsumsi. Rendahnya inflasi inti pada bulan Oktober mengindikasikan tingkat permintaan masyarakat Mamuju masih rendah pada periode normal dan hanya meningkatkan konsumsi pada periode khusus seperti bulan puasa dan hari raya Idul Fitri Inflasi Dari Sisi Permintaan Permintaan melemah dibandingkan triwulan lalu. Menurunnya konsumsi rumah tangga paska bulan puasa berimbas pada aktivitas perekonomian yang relatif melemah. Di samping itu, peningkatan produksi sawit pada triwulan ini belum memberikan efek pada triwulan ini dan terdapat lagging terhadap ekspor kelapa sawit. Kondisi cuaca yang menyulitkan nelayan untuk menangkap ikan mengakibatkan peningkatan inflasi. Selain itu, pasokan beras yang semakin menipis dan belum masuknya periode tanam mengakibatkan terjadinya inflasi beras pada bulan Agustus. Keseluruhan informasi ini sejalan dengan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang menurun pada laporan triwulan III sebesar 12,3 dibandingkan triwulan II yang tercatat 19,3. Kondisi ini juga diikuti dengan indikasi lain yaitu penurunan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama yang menurun dari 84 pada triwulan II menjadi 7 pada triwulan III. Indeks ketenaga kerjaan menurun sebesar 14 pada triwulan III dibandingkan pada triwulan II yaitu 152. Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Optimis Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja OPTIMIS PESIMIS 8. Pesimis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi saat ini Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) (IKE) 6. Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17 Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Jika ditinjau lebih lanjut, perkembangan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 217, masyarakat masih pesimis bahwa kegiatan dunia usaha akan membaik pada periode selanjutnya. Hal ini didasarkan pada survei Indeks Kegiatan Usaha yang turun menjadi 118, dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 148,. Indikasi lain 33

50 Bab 3. Inflasi adalah penurunan Indeks Penghasilan Konsumen 6 bulan ke depan yang menurun dari 148 pada triwulan II menjadi 121 pada triwulan III. Memperhatikan hal tersebut, pencapaian inflasi secara keseluruhan pada triwulan IV 217 diprediksi akan menurun dibandingkan triwulan laporan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peningkatan koordinasi TPID baik Provinsi maupun Kabupaten akan lebih digiatkan, untuk mencapai target inflasi pada level yang telah ditetapkan yaitu 4% +/- 1% Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas Jika ditinjau secara tahunan, peningkatan laju inflasi dibandingkan triwulan lalu yang tercatat dari 4,19% (yoy) menjadi 4,53% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh adanya sejumlah komoditas volatile food seperti beras, mie kering instan, dan ikan bandeng. Selain itu, kebijakan pemerintah terhadap tarif listrik dan penyesuaian cukai rokok ikut memberikan andil peningkatan laju inflasi pada triwulan ini. Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 217 Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Llistrik, Gas & Bahan Bakar % Kesehatan Perumahan, Air, Llistrik, Gas & Bahan Bakar Bahan Makanan Sandang Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau. Kesehatan Sandang -2. I II III IV I II III IV I II III Dari grafik 3.6 dapat diketahui bahwa andil terbesar penyebab inflasi triwulan laporan secara tahunan dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan yang tercatat 1,41% (yoy). Jika ditinjau lebih dalam, komoditas yang berperan dalam pembentuk inflasi kelompok ini adalah beras yang memberikan andil sebesar 3,99% (yoy). Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Bahan Makanan,73 1,41 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya -,15 -,8 Daging dan Hasil-hasilnya -,1 -,4 Ikan Segar,98 1,6 Ikan Diawetkan,2,1 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -,3,4 Sayur-sayuran -,4,1 Kacang-kacangan -,3 -,1 Buah-buahan,1 -,5 Bumbu-bumbuan -,1 -,22 Lemak dan Minyak,7,7 Bahan Makanan Lainnya,, Sumbangan inflasi Perumahan Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar menurun tipis sebesar 1,3% (yoy) dibandingkan triwulan II 217 yang tercatat 1,38% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok ini didominasi oleh sumbangan sub 34

51 Bab 3. Inflasi kelompok bahan bakar, penerangan, dan air dengan andil,84% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, andil pada sub kelompok tersebut diwakili oleh tarif listrik akibat adanya penyesuaian kebijakan pemerintah terhadap tarif TDL. Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,38 1,3 Biaya Tempat Tinggal,3,35 Bahan Bakar, Penerangan dan Air,96,84 Perlengkapan Rumah Tangga,7,6 Penyelenggaraan Rumah Tangga,5,5 Andil kelompok komoditas makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menurun menjadi,59% (yoy). Terjadinya deflasi pada seluruh sub kelompok inflasi ini terutama pada makanan jadi yang menurun menjadi,47% (yoy) yang ditinjau lebih lanjut disebabkan oleh makanan ringan/snack yang tercatat pada triwulan ini sebesar,23% (yoy) dibandingkan pada triwulan II sebesar,31% (yoy). Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau,85,59 Makanan Jadi,63,47 Minuman yang Tidak Beralkohol -,4 -,7 Tembakau dan Minuman Beralkohol,26,2 Kelompok inflasi sandang tercatat mengalami penurunan andil dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III tercatat,5% (yoy) dibandingkan triwulan II sebesar,58% (yoy). Seluruh sub kelompok mengalami penurunan yang disebabkan oleh penurunan permintaan masyarakat setelah periode lebaran dan tahun ajaran baru. Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Sandang,58,5 Sandang Laki-Laki,18,3 Sandang Wanita,17,1 Sandang Anak-Anak,19,1 Barang Pribadi dan Sandang Lain,5, Andil kelompok inflasi kesehatan hanya sebesar,1% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II yang tercatat,5% (yoy). Tercatat hanya sub kelompok jasa perawatan jasmani yang mengalami peningkatan harga dan memberikan sedikit andil terhadap inflasi, sebesar,1%. 35

52 Bab 3. Inflasi Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Kesehatan,5,1 Jasa Kesehatan,, Obat-obatan,, Jasa Perawatan Jasmani,3,1 Perawatan Jasmani dan Kosmetika,2, Tekanan inflasi dari sub kelompok pendidikan memberikan andil peningkatan inflasi pada triwulan III ini. Peningkatan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga meningkat sebesar,79% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat,17% (yoy). Hal ini disebabkan biaya pendidikan sekolah yang memasuki periode tahun ajaran baru mengakibatkan peningkatan inflasi pada kelompok ini. Jika ditinjau lebih lanjut, sub kelompok pendidikan yang berasal dari sekolah dasar dan akademi/perguruan tinggi yang memberikan andil sebesar,38% (yoy). Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga,17,79 Pendidikan,15,79 Kursus-Kursus / Pelatihan,, Perlengkapan / Peralatan Pendidikan,2,1 Rekreasi -,1 -,1 Olahraga,, Penurunan tipis kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan pada triwulan III ini. Kelompok ini tercatat menurun dari,42% (yoy) menjadi,37% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh dua sub kelompok yaitu transport dan komunikasi dan pengiriman yang tercatat masing-masing sebesar,25%(yoy) dan,6% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, pada sub kelompok transport menurun disebabkan oleh tarif angkutan dalam kota yang menurun dari,7% (yoy) pada triwulan II menjadi,3% (yoy) pada triwulan III 217. Untuk sub kelompok komunikasi dan pengiriman, penurunan andil inflasi disebabkan oleh tarif pulsa ponsel yang tercatat menurun sebesar,6% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya,11% (yoy). Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw II 217 Tw III 217 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan,42,37 Transpor,28,25 Komunikasi dan Pengiriman,8,6 Sarana dan Penunjang Transpor,5,5 Jasa Keuangan,, 36

53 Bab 3. Inflasi 3.6. Disagregasi Inflasi Sumber tekanan inflasi triwulan ini disumbang oleh seluruh komponen yaitu Administered Price, Core, dan Volatile Food. Penguatan tersebut tercermin dari pencapaian inflasi triwulan ini secara tahunan. Jika dilihat dari grafik 3.9, sempat meningkat di bulan Agustus, saat ini menurun pada bulan September 217. Komponen VF sempat deflasi pada bulan Juli, namun meningkat cukup tajam pada bulan Agustus sebesar 5,47% (yoy) dan kembali menurun pada September 217 menjadi 4,98% (yoy). Inflasi core terpantau sangat stabil dibandingkan 2 kelompok lainnya. Grafik 3.8. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 3.9. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi %mtm IHK Administered Price Core Volatile Food % yoy IHK Administered Price Core Volatile Food Jan 215 Mar 215 May 215 Jul 215 Sep 215 Nov 215 Jan 216 Mar 216 May 216 Jul 216 Sep 216 Nov 216 Jan 217 Mar 217 May I II III IV I II III IV I II Volatile Food Kelompok Volatile Food mengalami inflasi sebesar 4,98% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan lalu senilai 1,82% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh beras, mie instan dan kelompok ikan segar. Beras memberikan sumbangan inflasi terbesar pada triwulan ini dengan andil 3,99% (yoy). Mie kering instan memberikan andil sebesar,37% (yoy). Dari kelompok ikan-ikanan yang memberikan sumbangan inflasi adalah ikan bandeng dan cakalang dengan andil sebesar,3% (yoy). Inflasi pada kelompok ini akan lebih stabil pada triwulan berjalan. Hal ini disebabkan mulai masuknya periode tanam pada sejumlah komoditi hortikultura dan tingkat konsumsi masyarakat masih dalam tahap normalisasi pada periode ini yang mengakibatkan potensi menurunnya sub kelompok inflasi ini. Selain itu, koordinasi TPID secara kontinu berjalan untuk menjaga pasokan dan kestabilan harga di pasar. Inflasi volatile food pada tahun ini diproyeksikan akan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan produksi komoditas utama masyarakat yaitu ikan-ikanan dan hortikultura. Kondisi cuaca yang tidak kondusif dan pengurusan administrasi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) adalah beberapa penyebab peningkatan inflasi Administered Price Penyesuaian tarif listrik berdampak pada kelompok inflasi ini yang tercatat mencapai 7,43% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,% (yoy). Merupakan komoditas yang memberikan andil tertinggi terhadap pencapaian inflasi, tercatat,85%. Komoditas lainnya yang ikut memberikan andil tinggi berasal dari rokok kretek filter, rokok putih, dan bensin yang tercatat memberikan andil masing-masing sebesar,1% (yoy),,6% (yoy), dan,7% (yoy). 37

54 Bab 3. Inflasi Komponen inflasi administrered price akan meningkat pada triwulan berjalan. Kebijakan pemerintah terhadap penyesuaian tarif listrik dan harga BBM yang tidak dilakukan hingga akhir tahun merupakan potensi yang positif terhadap inflasi triwulan berjalan. Namun, potensi tekanan inflasi pada komponen ini bersumber dari kenaikan cukai rokok yang diharapkan menjadi potensi pendapatan nasional, serta permintaan transportasi menjelang periode Natal dan Tahun Baru 218. Tekanan inflasi administrated price pada tahun 217 lebih kuat dibandingkan tahun lalu. Peningkatan inflasi disebabkan terutama kebijakan pemerintah terhadap penyesuaian tarif listrik, bea cukai rokok, serta penambahan biaya administrasi SIM dan STNK turut memberikan kontribusi peningkatan inflasi administered price pada tahun ini Core Inflation Tekanan inflasi pada kelompok ini tercatat menurun tipis sebesar 2,4% (yoy). Beberapa komoditas seperti air kemasan, besi beton, dan gula pasir memberikan andil penurunan inflasi yang tercatat masing-masing sebesar -,8% (yoy), -,4% (yoy), dan -,3% (yoy). Namun, komoditas lain yang tergabung pada kelompok ini dan memberikan andil yang besar adalah biaya pendidikan perguruan tinggi, sekolah dasar, dan biaya tukang bukan mandor yang tercatat masing-masing sebesar,38% (yoy),,38% (yoy), dan,26% (yoy). Terkhusus untuk biaya pendidikan, karena mulai memasuki tahun ajaran baru yang meningkatnya inflasi pada komponen ini. Inflasi core diperkirakan akan menurun pada triwulan berjalan. Telah dimulainya tahun ajaran baru sekolah dan perguruan tinggi yang menjadi penyebab tekanan inflasi pada triwulan III berpotensi tidak memberikan lanjutan pada triwulan IV. Tekanan inflasi core diproyeksikan akan menurun dibandingkan tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyebab yaitu biaya tukang bukan mandor yang tidak meningkat signifikan, rendahnya permintaan sejumlah peralatan rumah tangga dan sepeda motor turut memberikan andil penurunan realisasi inflasi tahun ini. 38

55 Bab 3. Inflasi Boks 2. Pengembangan Klaster Bawang Merah PENGEMBANGAN KLASTER BAWANG MERAH BOKS 2 Pencapaian inflasi Sulawesi Barat tercatat sangat baik dari tahun ke tahun. Inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar 7,88% (yoy) pada tahun 214, kemudian menurun menjadi 5,7% (yoy) pada tahun 215 dan terakhir menjadi 2,23% (yoy) pada tahun 216. Pengendalian inflasi yang salah satunya merupakan hasil koordinasi dan komunikasi dari TPID Sulawesi Barat telah melakukan langkah dan koordinasi untuk mengatasi gejolak inflasi yang dapat ditimbulkan dari seperti beras, ikan-ikanan, dan hortikultura. Inflasi yang berasal dari hortikultura kerap terjadi di Sulawesi Barat, terutama pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena ketergantungan dengan pasokan dari luar Sulawesi Barat. Sementara pada beberapa wilayah, terdapat potensi pengembangan hortikultura yang cukup menjanjikan, salah satunya adalah kabupaten Majene. Melihat potensi pengembangan hortikultura terutama bawang merah di Kabupaten Majene terutama luas lahan yang mencapai 682 Ha perlu mendapatkan perhatian khusus. Tantangan utamanya adalah belum optimalnya produktivitas yang dihasilkan dengan luas lahan yang ada. Sampai dengan saat ini produksi bawang merah tercatat 587 ton pada tahun 217 di tengah kebutuhan konsumsi masyarakat sebesar 1.647,2 ton. Adanya defisit antara produksi dengan kebutuhan konsumsi masyarakat tersebut menyebabkan rata-rata pencapaian inflasi komoditas bawang merah secara tahunan dari Januari 213 s.d. Juni 217 adalah sebesar 37,2% (yoy). Tantangan lain adalah permintaan bawang merah untuk konsumsi dan benih dalam negeri yang terus meningkat perlu didukung dengan peningkatan kualitas produksi dan mutu hasil bawang merah melalui penggunaan benih unggul bawang merah yang bersertifikat. Gambar 3.1. Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Gambar 3.2. Bimbingan Teknis Manajemen Usaha Tani Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Memperhatikan hal tersebut, pengembangan klaster bawang merah perlu didorong sebagai bentuk penguatan ketahanan pangan di Sulawesi Barat. Dalam pengembangan bawang merah, peran benih sebagai sarana produksi tidak dapat digantikan oleh sarana lain, sehingga upaya pengembangannya sangat ditentukan oleh mutu benihnya. Upaya meningkatkan ketersediaan benih bermutu bawang merah dari dalam negeri perlu dilakukan dengan cara meningkatkan ketersediaan benih sumber dan memperbaiki penerapan teknologi produksinya. Sehubungan dengan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat melakukan pembinaan kelompok tani bawang merah di Kelurahan Baruga Dhua dan Kelurahan Mosso, Kabupaten Majene. Kegiatan ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi petani bawang merah di Kabupaten Majene khususnya dan petani Sulawesi Barat umumnya dalam ketersediaan benih bersertifikat dan layak tanam. 39

56 Bab 3. Inflasi Pelaksanaan pembinaan dilakukan dengan bertahap yaitu memberikan perubahan mindset kepada para petani, bimbingan teknis mengenai bercocok tanam, serta edukasi manajemen usaha. Di sisi lain, KPw BI Provinsi Sulawesi Barat menyediakan kebutuhan benih bawang merah dengan varietas yaitu bunga tanjung, bauji dan mentes untuk membandingkan hasil produksinya pada wilayah tersebut serta pembangunan rumah bawang merah. Pembangunan ini akan mengikutsertakan penggunaan teknologi terapan ozonisasi yang dapat memperpanjang umur bawang merah hingga 6 bulan. Diharapkan dengan teknologi tersebut petani dapat menyesuaikan penjualan bawang merah pada harga yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Gambar 3.3. Evaluasi dan Pemantauan Penanaman Bawang Merah Gambar 3.4. Pemantauan Pembangunan Rumah Bawang Merah Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Pelaksanaan pilot project ini dilakukan di lahan Kelompok Tani Bunga Tanjung dan Sinar Delapan dengan luas masing-masing 5 m 2. Pilot project diawali dengan persiapan lahan dari sisi penggunaan pupuk kompos, sistem pengairan, dan pengukuran ph tanah. Setelah proses pengolahan lahan selesai, penanaman bawang merah akan dibagi menjadi tiga petak yaitu varietas bima brebes dengan luas lahan 3m 2 serta varietas mentes dan bauji masing-masing 1 m 2. Panen bawang direncanakan dapat dilakukan pada tanggal 5 Desember 217 untuk bawang merah konsumsi dan 9 Desember 217 untuk bibit bawang merah. Secara umum, pelaksanaan bawang merah telah berjalan dengan baik dimana dapat dilihat dari kondisi tanaman yang baik. Evaluasi dan pemantauan terus dilaksanakan untuk keberhasilan pilot project ini. 4

57 Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah 4. Stabilitas Keuangan Daerah Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah 41

58 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah 42

59 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept OPTIMIS Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah 4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Perekonomian Sulawesi Barat didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Peran konsumsi rumah tangga dalam perekonomian masih cukup sentral, terlihat dengan pangsanya yang mendominasi dalam PDRB, sebesar 5,35% dari total PDRB harga berlaku sebesar Rp1,12 triliun. Pada periode laporan peran konsumsi rumah tangga sedikit menurun karena kembali normalnya konsumsi pasca perayaan Lebaran dan pesatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, namun sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi masih cukup besar, yaitu 2,24% dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,94% (yoy) pada triwulan III 217 (Grafik 4.1). Menurunnya konsumsi rumah tangga memiliki damapak cukup besar dalam perekonomian, salah satunya yaitu tekanan inflasi, meskipun tak dapat dikesampingkan peran faktor lain seperti kondisi cuaca dan kestabilan dalam mempengaruhi kestabilan harga. Hal ini diindikasikan melemahnya inflasi core dibanding triwulan lalu, dari 3,85% (yoy) menjadi 3,71% (yoy), dimana penurunan tersebut dipengarui oleh menurunnya permintaan terutama untuk makanan jadi dan sandang. Hasil Survei Konsumen pun mengindikasikan terjadinya penurunan konsumsi RT, dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen dari 136,67 di triwulan lalu menjadi 124,83 pada saat ini. Penurunan tersebut terutama di picu oleh salah satu variabel pembentuknya yaitu indeks konsumsi barang tahan lama, yang turun dari 132,6 menjadi 85,. Kecenderungan menurunnya konsumsi tercermin pula dari melambatnya ekspansi kredit yang mampu dilakukan oleh perbankandi Sulawesi Barat, pada triwulan ini kredit tumbuh sebesar 14,67% (yoy) sedikit menurun dibandingkan 15,6% (yoy) pada periode lalu. Perlambatan tersebut terutama di pengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi. Dengan pangsa kredit yang dominan, yaitu 59,13%, melambatnya pertumbuhan akan memberikan dampak berate terhadap pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Kerentanan terhadap konsumsi RT terlihat pula pada pertumbuhan kredit RT yang mengalami penurunan dan turut memberikan andil terhadap fluktuasi kredit di periode ini. Cenderung melemahnya konsumsi masyarakat terlihat pada perkembangan simpanan masyarakat di Bank Umum, pada triwulan ini pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mengalami ekspansi sebesar 3,21% dibandingkan triwulan lalu yang mengalami kontraksi sebesar 4,31% (yoy). Peningkatan DPK tersebut dipicu oleh pertumbuhan tabungan yang menguat dari 7,52% (yoy) menjadi 12,25% (yoy). Perkembangan lainnya yaitu transaksi giro yang menjadi alat pembayaran untuk dunia usaha menunjukkan pertumbuhan negative. Hal ini mengindikasikan bahwa pada triwulan ini masyarakat mengurangi konsumsinya dan sementara waktu menempatkan pendapatannya di perbankan. Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju Pangsa dalam PDRB (%) %, yoy Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) 6. Pangsa Kontribusi (skala kanan) gkonsumsi RT (skala kanan) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Batas Optimisme I II III IV Total I II III IV Total I II III IV Total I II III PESIMIS 8. Sumber: Bank Indonesia, diolah 43

60 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah Survei Konsumen mengkonfirmasi melemahnya konsumsi rumah tangga. Seperti halnya indikasi yang diperoleh dari data PDRB, hasil survei konsumen pun mengkonfirmasi bahwa konsumsi RT pada triwulan ini melemah dibandingkan triwulan lalu. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan III 217 tercatat sebesar 124,83 terkoreksi 12,73 poin (yoy), pada triwulan lalu IKK sebesar 136,67. Koreksi pertumbuhan ini lebih dalam dibandingkan triwulan lalu sebesar 1,22 poin (yoy). Utamanya pelemahan tersebut dipicu oleh optimisme masyarakat tehadap kondisi ekonomi saat ini atau Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang masih melemah, pada triwulan ini sebesar 11,67 atau turun 25,77 poin (yoy), lebih besar dibandingkan penurunan indeks triwulan lalu yang sebesar -15,33 poin (yoy). Pelemahan tersebut terutama dipicu oleh persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini / Indeks kondisi Ekonomi saat ini yang terkoreksi 15,33 poin (yoy). Kembali, keengganan masyarakat untuk mengkonsumsi barang tahan lama, yang mengalami penurunan indeks sebesar 34, poin (yoy) menjadi pendorong utama dari penurunan IKE. Meskipun konsumen berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini relatif belum cukup baik, namun ekspektasi konsumen pada 6 bulan ke depan (bulan Maret 218), masih relatif cukup baik meskipun pertumbuhannya berada pada level moderat. Pada triwulan ini Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) tumbuh,33 poin (yoy) menjadi 139,. Lambatnya pertumbuhan IEK dipengaruhi oleh kenaikan indeks ketersediaan lapangan kerja yang tidak sebaik tahun lalu, atau mengalami penurunan sebesar 9,33 poin (yoy). Pertumbuhan KPR dan kredit jangka pendek (multi guna) masih cukup baik. Ditengah penundaan konsumsi dan normalisasi konsumsi paska Lebaran, melemahnya konsumsi RT pun terlihat dari perkembangan intermediasi perbankan di triwulan ini dengan nilai kredit kepada RT sebesar Rp4,64 triliun, secara umum pertumbuhannya melambat. Namun ditengah perlambatan tersebut, KPR dan kredit multiguna masih mampu untuk tumbuh cukup baik, masing-masing 24,59% (yoy) dan 5,68% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp64 miliar dan Rp2,28 triliun. Disamping itu terdapat peningkatan signifikan pada kredit lainnya. Berbagai hal tersebut mampu menahan melambatnya laju pertumbuhan kredit RT dan masih mencatat pertumbuhan yang memuaskan, sebesar 55,79% (yoy), meskipun dibanding triwulan lalu (kembali) menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan lalu kredit untuk RT mampu tumbuh sebesar 8,26% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit RT lainnya bersifat pelengkap seperti kredit untuk pembelian kendaraan bermotor, kredit untuk pembelian peralatan RT ataupun kreedit untuk membeli ruko, pada triwulan ini mengalami kontraksi pertumbuhan secara tahunan (yoy). Kondisi ini seolah kembali menegaskan terjadinya penundaan dan prioritas konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini semakin menurun. Hasil Survei Konsumen pada periode laporan mencatat bahwa Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) masiah berada pada level optimis (indeks lebih dari 1), namun optimisme konsumen semakin menurun. Pada triwulan ini penurunannya sebesar 25,77 poin (yoy), lebih dalam dibandingkan -15,33 poin (yoy) pada triwulan lalu. Dengan perubahan tersebut, IKE pun berubah dari 12, pada triwulan lalu menjadi 11,67 di triwulan ini. Melambatnya optimisme pada IKE dipengaruhi oleh penurunan optimisme yang terjadi pada seluruh komponen pembentuknya, namun pengaruh terbesar pada penurunan indeks konsumsi barang tahan lama, yang masih berada di level pesimis yaitu sebesar 85,, pada triwulan lalu sebesar 89,67. Atau secara tahunan (yoy) mengalami penurunan sebesar 34, poin. Sementara itu komponen IKE lainnya seperti indeks penghasilan konsumen dan indeks ketersediaan lapangan kerja, meskipun menunjukkan perlambatan secara tahunan (yoy) dan tidak lebih baik dibandingkan triwulan lalu, namun keduanya masih berada pada level optimis, masing-masing indeksnya sebesar 18,33 dan 138,67. Kedua indeks tersebut pada triwulan ini mencatat koreksi pertumbuhan sebesar 2,67 poin (yoy) dan 22,67 poin (yoy). 44

61 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept OPTIMIS Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah Konsumen menengarai bawah kekhawatiran terhadap kestabilan pendapatan pada saat ini, disertai dengan lapangan usaha yang masih relatif terbatas mendorong konsumen untuk berhati-hati dalam melakukan konsumsi. Bagi pada konsumen di sektor informal, kondisi cuaca di akhir tahun yang biasanya kurang bersahabat menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen untuk berjaga-jaga dan melakukan prioritas konsumsi. Grafik 4.3. Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen 2. Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Batas Optimisme 18. Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Kegiatan Usaha Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Batas Optimisme OPTIMIS PESIMIS 6. Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept PESIMIS 8. Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Kelompok pengeluaran konsumen: konsumsi menurun, cicilan meningkat. Paralel dengan IKK dan IKE, rata-rata pengeluaran konsumen untuk konsumsi di triwulan ini sebesar 59,33% menurun dibandingkan 61,46% pada triwulan lalu. Saat bersamaan komposisi untuk pembayaran angsuran/cicilan (Debt Service Ratio / DSR) meningkat dari 18,55 menjadi 19,77% di triwulan laporan. Kecenderungan meningkatnya DSR dalam beberapa triwulan terakhir perlu diwaspadai mengingat pengalihan konsumsi tersebut menjadi beban pengeluaran pada masa mendatang. Pada sisi perbankan kerentanan terhadap RT meningkat, karena umumnya kredit yang diminta oleh RT merupakan kredit konsumtif, baik itu kredit Terkait dengan perubahan pola konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, yang sebelumnya belanja tunai menjadi cicilan, baik itu metode belanja secara konvensional ataupun online, dan terdapat kecenderungan prioritas konsumsi oleh masyarakat, terindikasi bahwa kecenderungan perubahan tersebut telah terjadi selama beberapa periode terakhir. Dimana konsumen semakin pintar dalam melakukan konsumsinya dan menempatkan kelebihan dananya untuk sementara waktu di perbankan dengan motif berjaga-jaga. Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen Triwulan II 217 Keterangan Tingkat Pengeluaran (%) Konsumsi Cicilan Tabungan Sumber: Bank Indonesia, diolah Keterangan (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen Triwulan III 217 Keterangan Tingkat Pengeluaran (%) Konsumsi Cicilan Tabungan Sumber: Bank Indonesia, diolah Keterangan (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < Konsumen memperkirakan kondisi 6 bulan ke depan cukup baik dengan peningkatan yang terbatas. Ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian 6 bulan ke depan masih cukup baik, berada pada level optimis sebagaimana tercermin dengan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 139,. Eskpektasi tersebut didukung oleh ekspektasi ketersediaan lapangan pekerjaan pada 6 bulan yang akan datang (Maret 218) dengan indeks sebesar 141,67, tertinggi diantara dua komponen lainnya yaitu indeks ekspektasi penghasilan dan indeks 45

62 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah ekspektasi kegiatan usaha, masiang-masing sebesar 136, dan 139,33. Khusus untuk ekspektasi ketersediaan tenaga kerja, meskipun tertinggi namun peningkatannya cenderung melambat. Ditengarai ekspektasi akan lapangan pekerjaan tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan musim panen raya di bulan Maret, namun pada saat bersamaan realisasi anggaran pemerintah yang masih cukup rendah di awal tahun 218, sehingga sedikit menahan laju penciptaan lapangan pekerjaan. Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen % Inflasi (qtq) perubahan harga 3 bulan ke depan - RHS Konsumsi Cicilan Pinjaman Tabungan % 9.% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% I II III IV I II III Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Pada sisi lain, harapan akan peningkatan penghasilan dipengaruhi oleh pelaksanaan musim panen padi yang diperkirakan terjadi pada triwulan I 218. Disamping harapan akan adanya kegiatan usaha yang terkait dengan pelaksanaan aktivitas pemilu di beberapa daerah. Beberapa usaha perdagangan kecil, yang bermunculan dalam beberapa waktu belakangan, terutama terkait dengan kuliner, diperkirakan masih akan terus berkembang dalam beberapa bulan ke depan. Kerentanan rumah tangga melemah seiring dengan melambatnya tekanan harga dan ekspektasi pengeluaran untuk konsumsi yang menurun. Melemahnya permintaan masyarakat yang diperkirakan masih terus berlanjut mempengaruhi ekspektasi terhadap tekanan harga dalam 3 bulan kedepan (lihat Grafik 4.5). Terindikasi bahwa masyarakat memperkirakan ada kenaikan harga pada triwulan mendatang, namun karena tingkat konsumsi atau permintaan yang cenderung melemah maka peningkatan harga pun diperkirakan tindak setinggi periode yang sama di tahun sebelumnya. Indeks harga pada 3 bulan ke depan, pada akhir tahun 217 sebesar 132,. Senada dengan ekspektasi harga 3 bulan ke depan, konsumen pun memperkirakan bahwa pengeluaran untuk konsumsi dalam 3 bulan kedepan belum akan mengalami perkembangan berarti, konsumen masih akan berhatihati dalam melakukan konsumsi dan melakukan konsumsi sesuai dengan prioritas kebutuhannya. Berdasarkan jenis barang, perubahan harga yang tertinggi diperkirakan terjadi pada kelompok energi, diikuti dengan perubahan harga untuk bidang jasa seperti misalnya jasa perhotelan, dan kelompok makanan Kinerja Keuangan Rumah Tangga Kerentanan risiko keuangan meningkat seiring kenaikan Debt Service Ratio (DSR). Paska peningkatan konsumsi yang terjadi di triwulan lalu saat puasa dan Lebaran, tingkat konsumsi terutama untuk bahan pangan dan sandang kembali normal, pada sisi lain terdapat peningkatan angsuran dalam komposisi pengeluaran responden. Peningkatan komposisi angsuran tersebut mengindikasikan sentimen masyarakat untuk berbelanja barang tahan lama telah meningkat secara perlahan, dengan tetap memperhatikan kecukupan likuiditas yang dimiliki. Kondisi ini telah mendorong Debt Service Ratio (DSR) di kota Mamuju kembali meningkat dari rata-rata 22,37% menjadi pada triwulan lalu menjadi 24,59% di triwulan laporan. 46

63 Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah Selain berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam berbelanja online (daring), tentunya hal ini tak lepas dari keterbatasan pilihan komoditas yang ada di Sulawesi Barat dan tindakan berjaga-jaga terhadap ketidakstabilan penghasilan yang diperoleh rumah tangga. Dari rasio DSR tersebut, sebaran terbesar masih didominasi oleh responden pada kelompok 1 dan 2, dengan jumlah pendapatan antara, Rp1 juta Rp3 juta. Range angsuran pada kedua kelompok tersebut antara 3,% - 23,7%. Hal ini mengindikasikan sentimen konsumsi masyarakat masih realtif tinggi, ditengah keterbatasan pendapatan yang mereka miliki. Menilik rasio DSR pada kelompok pendapatan ini, risiko terhadap keseluruhan tingkat konsumsi masyarakat masih relatif rendah. Sementara itu kelompok responden yang meiliki pendapatan diatas Rp3 juta memiliki rasio DSR yang rendah, relatif stabil dibandingkat triwulan lalu. Ihwal penundaan konsumsi lebih terlihat pada kelompok pendapatan lebih dari Rp3 juta, dimana terdapat kecenderungan untuk menekan pangsa angsurannya. Tabel 4.5. Debt Service Ratio Triwulan II 217 Tabel 4.6. Debt Service Ratio Triwulan III 217 Rasio Angsuran/ bulan % 29.% 12.% 4.3%.7%.7%.%.%.3% 1-2% 11.% 3.3%.3%.7%.%.%.%.% 2-3% 6.7% 6.7% 1.7%.3%.3%.%.%.% >=3% 6.7% 5.7% 4.% 2.7%.3% 1.3% 1.%.3% Rasio Angsuran/ bulan % 23.7% 12.% 2.7% 1.%.%.3%.%.% 1-2% 18.7% 3.%.%.3%.3%.%.%.% 2-3% 9.% 4.7% 1.3%.7%.%.%.%.% >=3% 1.3% 4.7% 5.7%.3%.3%.3%.%.7% Sumber: Bank Indonesia, diolah Keterangan (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < Sumber: Bank Indonesia, diolah Keterangan (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <-3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt; (4) Rp4jt < - 5 jt (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < Kerentanan risiko pendapatan menurun. Mengantisipasi kerentanan pendapatan RT, masyarakat yang berpenghasilan antara Rp1-3 juta berupaya untuk menjaga kestabilan pendapatan dengan meningkatkan rasio tabungannya (Saving To Income Ratio / SITR). Rasio tabungan yang terbesar pada kelompok pengeluaran antara Rp1 2 juta, terdapat kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan terutama pada rasio tabungan antara % - 1%, jika sebelumnya 18,% menjadi 3,3%. Sementara pada rasio tabungan antara 1%-2% sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 4.3. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Rasio Tabungan/bulan Triwulan II % 18.% 8.7% 3.7% 3.%.7%.7%.7%.7% 1-2% 21.% 1.% 3.% 1.%.3%.7%.%.% 2-3% 9.3% 5.% 2.7%.%.3%.%.3%.% >=3% 5.% 4.% 1.%.3%.%.%.%.% Tabel 4.4. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Rasio Tabungan/bulan Triwulan III % 3.3% 7.% 3.7% 1.%.3%.%.%.3% 1-2% 16.% 4.3% 2.7%.3%.%.7%.%.% 2-3% 7.3% 4.3% 1.7%.3%.3%.%.%.3% >=3% 8.% 8.7% 1.7%.7%.%.%.%.% Sumber: Bank Indonesia, diolah Keterangan (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < Sumber: Bank Indonesia, diolah Keterangan (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < 47

64 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah Perkembangan DSR dan SITR di atas mengindikasikan bahwa pada level pendapatan cukup menengah (Rp3 juta kea tas), terdapat kecenderungan penundaan konsumsi, termasuk pula konsumsi barang tahan lama dengan menggunakan sistem angsuran. Sementara upaya untuk menjaga kestabilan pendapatan ditengah kebutuhan yang meningkat lebih terlihat pada konsumen dengan tingkat pendapatan antara Rp1 3 juta. Pada triwulan depan, seiring dengan adanya perayaan menjelang pergantian tahun, konsumsi akan kembali menguat. Disamping itu, promosi dan diskon pada akhir tahun diperkirakan akan mempengaruhi minat konsumen untuk berbelanja. Kondisi ini akan mendorong DSR meningkat lagi pada triwulan IV Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan Dana perseorangan kembali mencatatkan pertumbuhan yang menguat. Melanjutkan trend sebelumnya, nilai dana pihak ketiga (DPK) di perbankan Sulawesi Barat pada triwulan III 217 sebesar Rp4,2 triliun, bertambah Rp33,45 miliar selama triwulan III 217. Lebih dari 75% DPK berasal dari dana perseorangan. Pada triwulan ini, kembali terlihat efek seasonal konsumsi, yang kembali melemah paska Lebaran sehingga mendorong masyarakat untuk kembali menempatkan pendapatannya di perbankan. Sejalan dengan peningkatan nilai DPK, pertumbuhannya pun kembali menjejak level positif, yaitu sebesar 3,21% (yoy) setelah periode lalu sempat terkoreksi menjadi -4,31% (yoy). Pertumbuhan DPK di triwulan laporan dimotori oleh deposito yang tumbuh 44,46% (yoy) menjadi 356,86 miliar, diikuti pertumbuhan tabungan sebesar 12,25% (yoy) menjadi Rp2,54 triliun. Tingkat pertumbuhan keduanya lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 13,29% (yoy) untuk deposito dan 7,52% (yoy) untuk tabungan. Sementara simpanan giro masih melanjutkan trend pertumbuhan negative, sebesar -14,25% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ini disebabkan oleh realisasi anggaran pemerintah yang jumlahnya cukup besar di perbankan. Giro pemerintah tersebut dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan program pemerintah. Sementara itu pangsa alokasi dana belum mengalami perubahan berarti, terbesar masih pada tabungan sebesar 83,85% diikuti dengan pangsa deposito yang tumbuh cukup pesat dari 9,94% menjadi 11,8%, terakhir simpanan giro yang pangsanya menurun menjadi 4,35%. Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat Perseorangan Bukan Perseorangan Giro Tabungan Deposito 71.6% 7.9% 66.2% 83.3% 63.7% 65.7% 63.2% 85.3% 64.5% 66.3% 72.1% 89.1% 69.7% 73.56% 75.16% 83.5% 78.8% 83.7% 84.1% 84.7% 78.1% 78.8% 85.% 85.9% 82.7% 8.3% 81.48% 85.29% 83.78% 83.85% I II III IV I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Normalisasi konsumsi RT berkontribusi positif terhadap pertumbuhan dana perbankan. Penundaan konsumsi yang terjadi di Sulawesi Barat cenderung bergerak menjadi penundaan konsumsi dalam jangka waktu yang relatif panjang, hal ini secara tidak langsung terrgambarkan dari peningkatan deposito yang culup pesat di triwulan ini. Hal ini mengindikasikan tingkat konsumsi dan daya beli di Sulawesi Barat yang cenderung melemah pada triwulan 48

65 Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah ini. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perlu kembali didorong peningkatan konsumsi masyarakat, yang notabene merupakan salah satu motor pertumbuhan ekonomi selain konsumsi pemerintah Terkait dengan pertumbuhan deposito, pada triwulan ini suku bunga deposito sebesar 6,97%, meningkat dibandingkan 5,97% pada triwulan lalu. Kenaikan suku bunga tersebut ditengarai turut mempengaruhi peningkatan deposito yang terjadi pada saat ini. Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat Grafik 4.1. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat % yoy Perseorangan DPK Total Bukan Perseorangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Giro % yoy Tabungan % 15. Deposito 8.5 Suku bunga deposito - skala kanan I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan kredit RT melambat. Pertumbuhan kredit rumah tangga (berdasarkan lokasi proyek) pada triwulan III kembali menunjukkan perlambatan pertumbuhan, setelah triwulan II 217 mencatat pertumbuhan 8,26% (%yoy) pada triwulan III 217 kembali melemah menjadi 55,79% (yoy), nilainya menjadi Rp4,64 triliun. Lambatnya pertumbuhan kredit RT didorong oleh kontaksi pertumbuhan pada beberapa jenis kredit seperti kredit untuk ruko/rukan, KPA dan kredit untuk pembelian kredit rumah tangga. Pertumbuhan kredit ini dirasakan semakin berat kala KPR dan kredit multi guna yang merupakan motor pertumbuhan kredit rumah tangga di Sulawesi Barat, pertumbuannya pun melemah. Lebih lanjut, mayoritas komponen kredit rumah tangga mengalami kontraksi pertumbuhan, penurunan terdalam pada kredit ruko/rukan dan krdeit untuk pembelian peralatan rumah tangga yang masing-masing mencatat pertumbuhan -31,75% (yoy) dan 31,26% (yoy), memburuk dibandingkan triwulan lalu dimana kredit ruko/ rukan tumbuh -12,8%, bahkan kredit untuk pembelian peralatan RT triwulan lalu mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 46,22% (yoy). Penurunan signifikan juga dicatat oleh kredit untuk pembelian kendaraan bermotor (KKB) yang turun dari 236,35% (yoy) pada triwulan II 217 menjadi -,65% (yoy) pada triwulan laporan. Menilik penurunan pertumbuhan yang signifikan pada KKB dan krdeit untuk peralatan rumah tangga, hal ini tak lepas dari faktor seasonal, yaitu kecenderungan konsumen untuk meningkatkan konsumsinya menjelang Lebaran, baik itu mempersiapkan kendaraan untuk mudik ataupun membeli perlengkapan rumah tangga. Sementara itu, kredit multiguna (KMG) yang memiliki pangsa dominan dalam kredit rumah tangga sebesar 49,2% atau senilai Rp2,28 triliun, pada triwulan ini pertumbuhannya melambat dari 18,82% di triwulan lalu menjadi 5,68% (yoy) pada triwulan ini. Kondisi serupa terjadi juga pada KPR yang pertumbuhannya sedikit melambat dari 28,7% (yoy) menjadi 24,59% (yoy) sehingga nilainya di triwulan III 217 sebesar Rp64 miliar. Meskipun pertumbuhan kedua jenis kredit ini melemah pada triwulan laporan, namun pada triwulan depan diperkirakan akan kembali meningkat, antara lain dipengaruhi oleh momen menjelang pergantian tahun dan 49

66 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah masih kuatnya permintaan untuk perumahan, terutama perumahan sederhana, yang permintaannya menguat seiring dengan bertambahnya penduduk di Sulawesi Barat. Grafik Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga Pertumbuhan KPR Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga % yoy Pertumbuhan KMG Pertumbuhan KKB (RHS) 4% NPL KPR NPL KKB NPL KMG NPL Kredit Rumah Tangga % 3% 2% 2% 1.96% 1.87% % 1%.84%.44% -2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III -1. % I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Risiko kredit rumah tangga menurun. Meskipun pertumbhan kredit melambat, namun tidak demikian halnya dengan risiko kredit RT yang rasionya semakin menurun, dari 1,3% pada triwulan lalu menjadi,84% pada triwulan ini. Menurunnya rasio NPL tersebut karena dominan kredit rumah tangga terjaga NPLnya pada level aman, dibawah 2%, hany terdapat 2 jenis kredit yang NPL nya melebih level aman tersebut, yaitu KPA dan NPL rukan/ruko sebesar 4,33% dan 15,28%. Menurunnya risiko kredit rumah tangga terlihat pula dari menurunnya jumlah kredit rumah tangga yang berisiko (loan at risk) dari Rp473,79 miliar menjadi Rp433,76 miliar, dengan kata lain rasionya menurun dari 1,42% menjadi 9,26% 4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi Kredit korporasi di triwulan II 217 kembali melemah, tumbuh 7,44% (yoy). Kredit korporasi pada triwulan III 217 kembali mengalami perlambatan pertumbuhan, dari 8,6% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,44% (yoy) pada periode ini. Dengan pertumbuhan ini nilai krdeit korporasi di Sulawesi Barat sebesar Rp3,7 triliun. Kredit korporasi tersebut didominasi oleh kredit untuk sektor perdagangan sebesar 54,5% atau sebesar Rp2,2 triliun dan kredit di sektor pertanian sebesar Rp1,9 triliun atau 29,58% dari total kredit. Besarnya pangsa kedua jenis kredit ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada keduanya di triwulan ini memberikan dampak masif terhadap pertumbuhan kredit korporasi. Pada triwulan laporan, tercatat sudah dua triwulan kredit korporasi tidak mengalami pertumbuhan berarti secara tahunan (yoy), hany dibawah 1% (yoy). Sementara pertumbuhan kredit pertanian melambat dari 47,17% (yoy) menjadi 25,58% (yoy). Selain kedua sektor tersebut, penyaluran kredit untuk sektor-sektor lainnya relatif rendah nilainya, semisal kredit untuk jasa masyarakat yang nilainya sebesar Rp28,16 miliar, kredit konstruksi Rp139,37 miliar dan sektor-sektor lainnya yang memiliki nilai kredit di bawah Rp1 miliar. Sehingga perkembangannya tidak terlampau mamberikan dampak berarti terhadap fluktuasi kredit korporasi. Pada triwulan depan, kredit untuk sektor perdagangan dan pertanian diperkirakan akan meningkat. Seiring dengan dimulainya musim tanam padi di sektor pertanian serta kecenderungan peningkatan harga sawit sehingga mendorong pada pengusaha sawit untuk meningkatkan produksi dan pembiayaannya. 5

67 Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah Grafik Perkembangan Kredit Korporasi Grafik Perkembangan Risiko Kredit Korporasi % yoy Pertanian Pengangkutan Pertumbuhan Kredit Korporasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III % 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% NPL Kredit Pertanian NPL Kredit Perdagangan NPL Kredit Korporasi I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Risiko kredit korporasi menurun. Meskipun pertumbuhan kredit melemah, namun kinerja perbankan dalam menjaga risiko kredit patut diapresiasi. Hal ini ditandai dengan menurunnya rasio NPL kredit korporasi dari 3,19% pada triwulan lalu menjadi 1,11% pada triwulan laporan. Penurunan rasio NPL ini terutama karena membaiknya NPL di sektor pertanian dari 1,28% pada triwulan lalu menjadi,58% pada triwulan ini. Demikian pula dengan NPL sektor perdagangan yang membaik secar triwulanan, dari 3,54% menjadi 2,88%. Sektor-sektor lain pun mencata penurunan NPL, kecuali sektor pertambangan yang justtru megalami peningkatan rasio NPL dari,8% menjadi 2,6%. Sejalan dengan penurunan NPL, loan at risk di kredit korporasi pen menurun dari Rp173,31 miliar atau 4,74% dari total kredit korporasi menjadi Rp128,84 miliar atau 3,48%. Kinerja ini cukup positif ditengah melambatnya pertumbuhan kredit yang terjadi beberapa waktu belakangan ini Perkembangan Institusi Perbankan Kinerja perbankan pada triwulan III menunjukkan perkembangan yang tidak cukup baik. Intermediasi perbankan pada triwulan III 217 tidak mengalami perbaikan berarti dibandingkan triwulan lalu namun masih mencatat pertumbuhan kredit pada level 2 digit, yaitu sebesar 14,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 15,6% (yoy). Pada saat bersamaan DPK perbankan pun mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 4,17% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar -,48% (yoy). Meningkatnya DPK disebabkan melambatnya giro yang keluar pada triwulan ini yaitu -12,27% (yoy) dibandingkan -25,75% (yoy) pada triwulan lalu. Melemahnya indikator tersebut menyebabkan pertumbuhan aset hanya tumbuh tipis sekitar 12,7% (yoy) dibandingkan 11,7% (yoy) pada triwulan lalu. Berdasarkan jenis kreditnya, melambatnya pertumbuhan pada kredit konsumsi dari 13,84% (yoy) di triwulan II 217 menjadi 8,1% (yoy) pada triwulan ini. Sekali lagi hal ini menegaskan terjadinya penundaan konsumsi pada periode ini. Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi, yang terkait erat dengan aktivitas dunia usaha pada triwulan ini menunjukkan kondisi yang berbeda. Dimana kredit modal kerja mencatat kenaikan pertumbuhan dari 9,63% (yoy) menjadi 1,43%, sementara kredit investasi pertumbuhannya melambat dari 12,79% menjadi 2,14% (yoy). Dengan perkembangan ini, nilai kredit untuk setiap jenisnya yaitu konsumsi sebesar Rp4,63 triliun, kredit modal kerja sebesar Rp2,43 triliun dan kredit investasi sebesar Rp1,27 triliun. Berdasarkan pangsanya, terbesar masih berupa kredit konsumsi sebesar 55,58%, diikuti kredit modal kerja sebesar 29,17% dan kredit investasi sebesar 15,25%. Pangsa kredit untuk investasi dan modal kerja mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan lalu, sementara pangsa kredit konsumsi mengalami peningkatan. 51

68 Bab 4. Stabilitas Keuangan Daerah Grafik Perkembangan Aset dan DPK Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit % yoy 25 Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Aset Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Pertumbuhan Kredit Konsumsi % yoy Pertumbuhan Kredit Investasi Pertumbuhan Kredit I II III IV I II III IV I II III IV I II III -5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan Melemahnya daya beli mempengaruhi aktivitas UMKM. Melemahnya daya beli masyarakat berdampak cukup berarti terhadap kegiatan usaha UMKM, sehingga pertumbuhan kreditnya pun melambat, dari 1,71% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,48% (yoy) pada saat ini, nilai kredit UMKM pun turun dari Rp3,31 triliun menjadi Rp3,21 triliun. Dengan penurunan ini pangsa kredit UMKM terhadap total sebesar 38,53%. Penurunan ini cukup signifikan mengingat pada awal tahun 217 pangsa kredit UMKM lebih dari 4%. Sementara itu, tingkat NPL UMKM masih cukup tinggi meskipun cenderung menurun dibandingkan triwulan lalu (Grafik 4.18) dari 3,575 menjadi 3,48%. Sejalan dengan penurunan NPL, jumlah kredit berisiko di kelompok UMKM juga menurun nilainya dari Rp31,73 miliar menjadi Rp29,18 miliar. Kedepannya kredit berisiko ini masih akan menurun, labih disebabkan karena lambatnya pertumbuhan kredit dan upaya perbankan untuk memitigasi risiko kredit. Grafik Perkembangan Kredit UMKM Grafik Perkembangan Risiko Kredit UMKM Kredit UMKM 8,% Rp Triliun 4, Pertumbuhan Kredit UMKM - skala kanan Pangsa Kredit UMKM - skala kanan % yoy 5, 7,% 6,% 3,5 3, 2,5 2, 4, 3, 2, 5,% 4,% 3,% 1,5 1,,5 1,, 2,% 1,%, I II III IV I II III IV I II III IV I II III -1,,% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat mengalami peningkatan. Seiring dengan meningkatnya minat menabung masyarakat, rasio rekening terhadap penduduk bekerjadi Sulawesi Barat pada Agustus 217 senilai 128,11 meningkat dibandingkan 11,76 pada triwulan I 217 atau pun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 95,28. 52

69 Bab 4. Stabilitias Keuangan Daerah Sementara, rasio rekening kredit terhadap penduduk bekerja juga ikut meningkat dari 14,7% pada triwulan I 217 (maret 217) menjadi 2,57% pada Agustus 217. Perkembangan ini cukup baik, dan secara tidaka langsung mencerminkan kemudahan akses perbankan kepada calon debitur, dalam hal ini penduduk yang bekerja semakin meluas jaringannya dan semakin luas hal yang mampu di cakup oleh perbankan. Grafik Rasio Rekening DPK per Penduduk Grafik 4.2. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja Bekerja 128,11 2,57 69,33 77,12 83,35 77,18 71,58 78,29 82,5 95,28 11,76 11,8 12,14 11,47 11,58 1,67 11,62 12,23 12,96 14,7 Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 53

70 Bab 5. Sistem Pembayaran 5. Sistem Pembayaran Bab 5 Sistem Pembayaran 54

71 Bab 5. Sistem Pembayaran 55

72 Bab 5. Sistem Pembayaran 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal Pertumbuhan inflow triwulan III 217 tercatat sebesar 1,2% (yoy) atau menurun dibandingkan pertumbuhan pada periode triwulan II 217 sebesar 233,2% (yoy). Arus uang kartal masuk ke Bank Indonesia (Inflow) Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III tercatat sejumlah Rp 214 miliar, meningkat dibandingkan triwulan II 217 yang hanya sebesar Rp 131 miliar. Disisi lain, arus uang kartal keluar dari Bank Indonesia (outflow) Provinsi Sulawesi Barat tercatat menurun dari Rp 897 miliar pada triwulan II menjadi Rp 48 miliar pada triwulan III 217. Namun, pertumbuhan outflow tercatat relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 27,4% (yoy) menjadi 58,1% (yoy). Secara keseluruhan, selama triwulan III terjadi net outflow sebesar Rp 266 miliar di Sulawesi Barat atau menurun dibandingkan triwulan II yang tercatat net outflow sebesar Rp 765 miliar. Pertumbuhan aliran outflow yang menguat pada triwulan III 217 merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat yang membaik. Pada triwulan III 217, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat menguat sebesar 6,94% (yoy) dibandingkan dengan triwulan III tahun 216 yang hanya sebesar 5,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ini mendorong kenaikan uang kartal untuk menunjang aktivitas perekonomian pada triwulan III 217. Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar Rp miliar Netflow ginflow - rhs goutflow - rhs TW IV TW I TW II TW III % yoy Rp miliar Total Setoran UTLE gsetoran UTLE - rhs TW IV TW I TW II TW III % yoy Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Penarikan Uang Tidak Layak Edar Dalam mendukung kebijakan Clean Money Policy yang diterapkan oleh Bank Indonesia di seluruh wilayah NKRI, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara rutin melakukan upaya penarikan UTLE (Uang Tidak Layak Edar) yang ada di masyarakat untuk digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE). Adapun UTLE diperoleh melalui setoran Bank di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan III 217 mencapai Rp 112 miliar dengan pertumbuhan 2,48% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan triwulan II 217 yang mencapai 387,2% (yoy). Upaya lain yang dilakukan pada penarikan UTLE adalah dengan melakukan penukaran uang dalam seluruh pecahan dan penggantian uang rusak melalui kas keliling baik di dalam kota (Kab. Mamuju) maupun di seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Barat. Tercatat sepanjang triwulan III 217 telah dilakukan 28 kali kas keliling dalam kota dan 2 kali kas keliling luar kota dengan realisasi penukaran sebesar Rp 3,3 miliar. Peran serta masyarakat Sulawesi Barat sangat diharapkan untuk mendukung kebijakan Clean Money Policy. Dengan moto 3D (didapat, disimpan, disayang) dan sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan adanya UTLE di Sulawesi Barat. 56

73 Bab 5. Sistem Pembayaran Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat Pecahan Rp1.,- dan Rp5.,- masih mendominasi aliran perkasan untuk Uang Kertas (UK) selama Triwulan III 217 baik terhadap sisi inflow maupun outflow. Sepanjang triwulan III 217, pada sisi outflow, jumlah Uang Kertas (UK) pecahan Rp5.,- mencapai 2,92 juta lembar atau mencapai 22,98% dari total lembar UK yang keluar. Kemudian diikuti oleh UK pecahan Rp1.,- yang mencapai 2,78 juta lembar atau 21,81% dari total UK yang keluar. Sedangkan untuk Uang Logam (UL), pecahan Rp1.,- dan Rp5,- masih mendominasi outflow uang yakni mencapai 135,4 ribu keping (3,31%) dan 147,25 ribu keping (33,5%) untuk tiap pecahan. Pada sisi inflow terjadi pola yang hampir sama, jumlah aliran masuk UK Rp5.,- mencapai 1,63 juta lembar (26,9%) dan UK Rp1.,- mencapai 1,7 juta lembar (17,59%). Pola ini juga terjadi pada UL dimana didominasi oleh pecahan Rp5,- yang mencapai 4,5 ribu keping (36,76%) dan pecahan UL Rp1,- sebanyak 3,75 ribu keping (34,1%). Grafik 5.3. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat Grafik 5.5. Denominasi Outflow Uang Logam Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Denominasi Inflow Uang Kartal Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.7. Denominasi Inflow Uang Logam Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Dalam pelaksanaan kas keliling dalam dan luar kota sepanjang Triwulan III 217, permintaan masyarakat dalam penukaran uang masih didominasi oleh Uang Pecahan Kecil (UPK). UK pecahan Rp 5.,- terealisasi sebesar 156,1 ribu lembar (26,4%) dan pecahan Rp 2.,- terealisasi sebesar 179,7 ribu lembar (3,4%). Sedangkan untuk UL pecahan Rp 5,- masih diminati oleh masyarakat dengan realisasi sebesar 98,5 ribu keping atau sebesar 44% dari total UL yang terealisasi. Dari sisi UK yang diterima oleh tim kas keliling, Uang Pecahan Besar (UPB) Rp 5.,- mendominasi penukaran dengan jumlah sebanyak 24,3 ribu lembar atau sebesar 24,5% dari total uang yang diterima. Sedangkan hasil penerimaan UL didominasi oleh pecahan Rp 5,- dengan jumlah sebanyak 3,6 ribu keping atau sebesar 38,8% dari total pecahan UL yang diterima oleh tim kas keliling. 57

74 Bab 5. Sistem Pembayaran Grafik 5.8. Denominasi Uang Kartal Kas Keliling Dalam Kota Grafik 5.9. Denominasi Uang Logam Kas Keliling Dalam Kota.2%6.6% 19.2% UK % UK - 5 UK - 2 UK - 1 UK % UK % UK % 15.8% 44.% 23.9% UL - 1 UL - 5 UL - 2 UL - 1 Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.1. Denominasi Uang Kartal Kas Keliling Luar Kota Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik Denominasi Uang Logam Kas Keliling Luar Kota 15.2% 15.% 6.3% 16.9% 24.5% UK - 1 UK - 5 UK - 2 UK - 1 UK - 5 UK %.% 1.5% 35.2% UL - 1 UL - 5 UL - 2 UL - 1 UL % 8.2% UK % Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Uang yang Diragukan Keasliannya Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulawesi Barat. Pada triwulan III 217 tercatat sebanyak 47 (empat puluh tujuh) lembar uang yang diragukan keasliannya ditemukan, meningkat dibandingkan triwulan II yang hanya ada 8 (delapan) lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan di triwulan III adalah pecahan Rp 1.,- (72%) dan sisanya adalah pecahan Rp 5.,- (28%). Adapun temuan uang palsu tersebut didasarkan pada permintaan klarifikasi perbankan sebanyak 36 (tiga puluh enam) lembar dan setoran perbankan sebanyak 11 (sebelas) lembar. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dan perbankan semakin peduli dan sadar untuk melaporkan uang yang diragukan keasliannya. Selain itu, hal ini juga mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat dan perbankan semakin meningkat tentang ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Disisi lain, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat terus melakukan sosialisasi ciri ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) secara berkala kepada masyarakat baik pada saat kegiatan kas keliling dalam dan luar kota maupun pada saat kegiatan - kegiatan sosialisasi lainnya Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Sistem Kliring Bank Indonesia Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 217 mengalami peningkatan jumlah transaksi dibandingkan triwulan III 216. Tercatat sebanyak 31 transaksi terjadi pada triwulan III 217 atau tumbuh sebesar 4,91% dari 22 transaksi yang tercatat di triwulan III 216. Peningkatan frekuensi transaksi juga diikuti dengan peningkatan dari sisi nominal transaksi, dimana pada triwulan III 217 tercatat sebesar Rp 18,1 miliar atau meningkat 18,14% (yoy). Peningkatan transaksi kliring dari sisi volume maupun nominal di triwulan III 217 merupakan sinyal yang positif atas perkembangan penggunaan transaksi non tunai di Sulawesi Barat. 58

75 Bab 5. Sistem Pembayaran Grafik 5.4. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat Rp miliar Nominal Kliring TW IV TW I TW II TW III Pert. Kliring % (YoY) Sumber: Bank Indonesia, diolah Elektronifikasi Pada 22 Agustus 217, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat mengadakan diskusi panel dengan pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten terkait surat edaran Kemendagri No. 91/1866/SJ tanggal 17 April 217 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib melaksanakan transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran secara non tunai selambat-lambatnya pada 1 Januari 218. Penerapan transaksi non tunai di Sulawesi Barat harus didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan diskusi panel yang telah dilakukan, terdapat 2 (dua) infrastruktur utama yang harus ada untuk menunjang implementasi transaksi non tunai, yaitu listrik dan telekomunikasi. Dengan dukungan 2 (dua) infrastruktur tersebut ditambah dengan keberadaan perbankan melalui agen LKD, penerapan transaksi non tunai keuangan pemerintah dapat menjangkau seluruh masyarakat. 59

76 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Bab 6 Ketenagakerjaan & Kesejahteraan 6

77 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 61

78 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6.1. Ketenagakerjaan Berdasarkan data BPS, per Agustus 217 tingkat pengangguran di Sulawesi Barat mengalami sedikit peningkatan. Jumlah penduduk yang berkategori usia kerja per Agustus 217 mencapai 918 ribu jiwa dengan pertumbuhan 2,24% (yoy). Meskipun jumlah penduduk usia kerja mengalami peningkatan, namun dengan ketersediaan lapangan kerja yang minim diperkirakan banyak tenaga kerja yang tidak terserap. Potensi yang tinggi dari jumlah tenaga belum mampu menjadi pendorong perekonomian Provinsi Sulawesi Barat. Jika ditinjau lebih rinci, persentase jumlah penduduk angkatan kerja pada bulan Agustus 217 adalah 7,68% atau 614,7 ribu jiwa yang mengalami penurunan sebesar -4,84% (yoy). Sebaliknya, jumlah penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 33,4 ribu jiwa atau tumbuh sebesar 2,26%. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa) Keterangan Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Penduduk Usia Kerja (15+) Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) ,21 Penurunan jumlah tenaga kerja terjadi di semua sektor. Jumlah tenaga kerja pada sektor perdagangan masih mengalami pertumbuhan negatif, bahkan jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tenaga kerja di sektor pertanian tumbuh negatif 26,26% (yoy). Begitu pula tenaga kerja pada sektor pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 3,41%. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penurunan ini sedikit lebih rendah. Penurunan jumlah tenaga kerja pada triwulan laporan juga terjadi pada sektor industri. Jika dibandingan, pada triwulan II jumlah tenaga kerja pada sektor ini justru mengalami peningkatan, sedangkan pada triwulan III turun drastis dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 15,91%. Hal ini diperkirakan akibat kecenderungan masyarakat untuk memilih pekerjaan pada sektor lain seperti jasa kemasyarakatan yang masih tumbuh postif walaupun mengalami perlambatan. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada sektor jasa kemasyarakatan adalah sebesar sebesar,53% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II, dimana sektor jasa kemasyarakatan tumbuh sebesar18,66%. Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy) Pertanian Jasa Kemasyarakatan % yoy Industri - skala kanan Perdagangan - skala kanan % yoy Feb-14 Aug-14 Feb-15 Aug-15 Feb-16 Aug-16 Feb-17 Aug-17-4 Serapan tenaga kerja di sektor formal terus mengalami peningkatan. Mengikuti tren periode sebelumnya, terjadi penurunan pertumbuhan status pekerja di sektor informal. Jumlah pekerja sektor informal di Sulawesi Barat mencapai 68,42% atau 47,1 ribu jiwa, dimana tercatat mengalami penurunan sebesar -2,46% dibandingkan 62

79 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan pada sektor formal, jumlah pekerja tercatat meningkat menjadi 187,9 ribu jiwa dibandingkan Agustus 216 sebesar 186,3 ribu jiwa. Masyarakat mulai mengarah ke sektor tenaga kerja dengan tingkat kepastian penghasilan yang lebih baik dibandingkan pada sektor informal. Kedepannya diperkirakan pertumbuhan tenaga kerja di sektor formal akan semakin tinggi mengingat dikeluarkannya Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja tentang kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,71% dari UMP tahun 217, dan secara resmi kenaikan UMP tersebut akan dimulai per 1 Januari 218. Kebijakan pemerintah ini diyakini akan menjadi pendorong banyaknya tenaga kerja yang akan berpindah dari sektor informal ke sektor formal. Selain itu, diperkirakan peningkatan jumlah tenaga kerja juga disebabkan karena mulai beroperasi PLTU Belang-Belang yang diprediksi menyerap banyak tenaga kerja. Pada periode tersebut juga terlihat bahwa pekerjaan terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat didominasi oleh pekerja buruh atau karyawan mencapai 167,6 ribu jiwa atau 28,17 persen, disusul oleh pekerja dengan status bekerja sendiri sebanyak 133,4 ribu jiwa atau 22,42%. Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) Status Pekerjaan Utama Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja Bebas Pekerja Tak Dibayar Jumlah Tenaga Kerja Sektor Formal 3.4% 26.8% 24.4% 26.3% 29.5% 29.9% 3.2% 31.6% Sektor Informal 69.6% 73.2% 75.6% 73.7% 7.5% 7.2% 69.8% 68.4% Tenaga kerja berpendidikan tinggi di Sulawesi Barat meningkat. Jumlah tenaga kerja lulusan sekolah dasar mengalami penurunan dari 54,8% pada Agustus 216 menjadi 54,% pada Agustus 217. Peningkatan kualitas tenaga kerja terlihat pada meningkatnya porsi tenaga kerja lulusan sekolah menengah atas, tamatan diploma, dan universitas masing-masing menjadi 14,4%, 2,2%, dan 8,9% pada Agustus 217. Kesadaran masyarakat Sulawesi Barat terhadap pendidikan mengalami peningkatan demi kesejahteraan. Grafik 6.2. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 217 Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada Periode Agustus Aug-16 Aug-17 % Nasional Sulbar 6.% 8 5.% 7 4.% 3.% 2.% % 2.% SD ke Bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Peningkatan pengangguran dipengaruhi oleh penurunan ketersediaan lapangan pekerjaan di Sulawesi Barat di awal triwulan III. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, ketersediaan lapangan pekerjaan mengalami 63

80 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17 Pesimis Optimis Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan penurunan setelah sebelumnya sempat naik pada akhir triwulan II menuju awal triwulan III. Hal ini tergambar dari hasil survei konsumen yang memperlihatkan penurunan drastis khususnya dari bulan Juli ke bulan Agustus yaitu dari 152 menjadi 11. (Grafik 6.4). Namun hal ini tidak berjalan paralel dengan tingkat penghasilan konsumen. Ketika ketersediaan lapangan pekerjaan di triwulan III mengalami penurunan, penghasilan konsumen justru mengalami kenaikan tipis. Grafik 6.4. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu Grafik 6.5. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Optimis Pesimis Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah 6.2. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Pertani (NTP) pada triwulan laporan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 15,43 pada triwulan II 217 menjadi 16,23 pada triwulan III. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 216, NTP mengalami penurunan sebesar -1,54% (yoy). Secara periode laporan selama tahun 217, NTP pada triwulan III adalah tertinggi dibandingkan dua triwulan sebelumnya. Dengan kenaikan tingkat pertumbuhan NTP triwulan III 217, mengindikasikan kondisi yang dialami mengalami kenaikan keuntungan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya indeks NTP Indeks Harga Diterima Indeks Harga DIbayar Pertumbuhan NTP - skala kanan I II III IV I II III IV I II III % yoy Secara yoy, kenaikan NTP terutama terjadi pada sektor Hortikultura, Perikanan (NTNP) dan Nelayan (NTN). Nilai tukar petani triwulan III 217 untuk holtikultura, perikanan dan nelayan mengalami kenaikan masing-masing sebesar,6% (yoy) dan 1,37% (yoy) dan 2,93 (yoy). Sedangkan untuk indeks harga petani yang diterima untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat mengalami penurunan masing-masing sebesar -,72% dan - 4,5% (yoy). Untuk indeks tanaman pangan cenderung turun dikarenakan indeks harga subkelompok padi dan palawija menurun dibandingkan pada periode yang sama tahun 216. Sedangkan subsektor tanaman perkebunan rakyat mengalami penurunan nilai tukar petani dikarenakan peningkatan indeks yang harus dibayar petani yaitu indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) dan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPM). 64

81 Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan URAIAN I II III IV I II III IV I II III NILAI TUKAR PETANI (NTP) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar Tanaman Pangan (NTPP) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar Hortikultura (NTPH) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar Peternakan (NTPT) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar Perikanan (NTNP) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar NTN (nelayan) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar NTPI (pembudidaya ikan) Indeks Harga diterima Indeks Harga dibayar Tingkat Kemiskinan Menurut data terakhir BPS, terjadi perbaikan angka kemiskinan di Sulawesi Barat. Pada periode Maret 217 tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,3%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 216 yang mencapai 11,74%. Jumlah penduduk miskin menurun menjadi 149,76 ribu jiwa pada Maret 217 dari sebelumnya 152,73 ribu jiwa pada periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar,1%, namun secara absolut jumlah penduduk miskin perkotaan mengalami penurunan sebesar 1,57 ribu jiwa. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami peningkatan,3% atau sebesar 4,43 ribu jiwa. Namun secara yoy, jumlah penduduk miskin bulan maret di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar,6% (yoy), namun secara absolut jumlah penduduk miskin meningkat sebesar,65 ribu jiwa. Sedangkan di daerah perdesaan persentase penduduk miskin mengalami penurunan,53% (yoy) atau sebesar 3,62 ribu jiwa. Kondisi tersebut sejalan dengan peningkatan kesejahteraan penduduk dari desa menjadi lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan jumlah penduduk secara umum di perkotaan menyebabkan jumlah penduduk miskin bertambah. Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat % 14 Mar 215 Mar 216 Mar Total Kota Desa 65

82 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Pertumbuhan garis kemiskinan (GK) mengalami perlambatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada Maret 217 berada pada level Rp /kapita/bulan atau tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun 215 yang mencapai 5,58% (yoy). Perlambatan garis kemiskinan terjadi baik pada garis kemiskinan makanan (GKM) maupun garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan berada pada level Rp239,359/kapita/bulan atau tumbuh 5,35% (yoy), sedangkan garis kemiskinan non makanan berada pada level Rp63.493/kapita/bulan atau tumbuh 6,47%(yoy). Peningkatan garis kemiskinan diduga karena terjadinya inflasi umum yang cukup tinggi (2,66%) pada kurun waktu September Maret 217 serta terjadinya penurunan NTP sebesar -2,91% pada kurun waktu yag sama. KOTA Makanan Bukan Makanan Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Total Makanan Bukan Makanan Total Jumlah (ribu jiwa) Pertumbuhan (% yoy) Tingkat Kemiskinan (%) Mar ,476 52, , Sep ,226 56, , Mar ,53 57, , Sep ,419 59,698 28, Mar ,412 61, , DESA Mar ,873 53, , Sep ,332 58, , Mar ,339 6,1 29, Sep ,676 62,63 295, Mar ,94 63,946 34, TOTAL Daerah Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Pertumbuhan (% yoy) Penduduk Miskin Mar ,787 53,95 261, Sep ,5 57, , Mar ,28 59, , Sep ,96 61, , Mar ,359 63,493 32,

83 Bab 7. Prospek Perekonomian 7. Prospek Perekonomian Bab 7 Prospek Perekonomian 67

84 Bab 7. Prospek Perekonomian 68

85 Bab 7. Prospek Perekonomian 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Di periode awal tahun 218 yaitu triwulan I pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 217. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 218 diperkirakan berada pada kisaran 6,4% - 6,8% (yoy). Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan konsumsinya pada awal tahun demi mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II. Konsumsi pemerintah juga akan lebih rendah dari triwulan IV 217 karena awal tahun dimana realisasi anggaran belum terlalu tinggi. Aktivitas pemilihan umum kepala daerah pada kabupaten Mamasa dan Polewali Mandar diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Sementara itu, lapangan usaha industri mengalami perbaikan seiiring produksi yang optimal pada periode ini. Diiringi dengan prospek harga CPO yang cenderung meningkat, ekspor luar negeri Sulawesi Barat juga diharapkan akan lebih baik pada triwulan I 218. Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) %, yoy %, yoy ,73% ,25% 8,86% ,93% 7,39% 6,3% 217: 7, - 6,6% 218: 6,4-6,8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 218 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun 217. Pada tahun 218, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang sedikit lebih rendah dibandingkan 217 yaitu 6,4% - 6,8% (yoy). Pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan untuk menggenjot perekonomian. Arahan Presiden Republik Indonesia dimana Sulawesi Barat tidak hanyak fokus dalam pembangunan infrastruktur konektivitas namun juga infrastruktur pendukung pertanian. Selain itu, pengoperasian PLTU Belang-Belang tidak hanya sekedar memenuhi hasrat kebutuhan energi di Sulawesi Barat akan tetapi juga mampu menjadi magnet bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat Prospek Sisi Permintaan Di triwulan I 218, meski konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen paling berperan besar, diperkirakan akan mengalami perlambatan. Pola konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan di awal tahun lebih disebabkan perilaku masyarakat yang meningkatkan konsumsi pada periode tertentu. Apalagi pada tahun 217, ketersediaan lapangan pekerjaan dan penghasilan yang dirasakan masyarakat sangat terbats. Hal ini menyebabkan rumah tangga harus melakukan pengaturan keuangan agar dapat memiliki dana yang cukup pada bulan puasa dan hari raya Lebaran. Sementara itu, perlambatan pada awal tahun juga didorong pelemahan konsumsi pemerintah. Pengalokasian anggaran pemerintah daerah di awal tahun perlu penyesuaian kembali agar dapat dicairkan untuk kepentingan pelaksanaan program. Konsumsi pemerintah akan lebih terbatas pada belanja operasional kantor dan pegawai. 69

86 Bab 7. Prospek Perekonomian Seperti halnya dengan konsumsi pemerintah, kinerja investasi juga akan mengalami perlambatan pada awal tahun 218. Investasi diperkirakan masih akan didominasi dari pihak pemerintah daerah. Dengan masih terhambatnya proses realisasi anggaran pemerintah daerah tentunya akan membuat beberapa program yang dicanangkan belum akan dapat berjalan dengan baik pada triwulan I. Secara keseluruhan, baik konsumsi rumah tangga dan pemerintah diperkirakan akan lebih baik pada tahun 218. Meski membaik, tingkat kenaikan pertumbuhannya diprakirakan tidak akan signifikan. Peningkatan pendapatan melalui kenaikan UMP dan ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak di tahun 218 diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga. Sementara konsumsi pemerintah masih banyak berharap dari program pemerintah pusat dalam mengembangkan sektor pertanian Sulawesi Barat. Melihat kondisi terkini dimana investasi mengandalkan kebijakan pemerintah pusat dan masih terbatasinya lirikan swasta, membuat investasi juga tidak banyak mengalami perubahan dibanding tahun 217. Harapan peningkatan perekonomian berasal dari ekspor luar negeri Sulawesi Barat yang didukung produksi kelapa sawit yang baik disertai tingkat permintaan yang meningkat di kawasan Asia. Menurut Commodity Market Outlook (CMO) per Oktober 217, harga CPO di tahun 218 akan mengalami peningkatan meski terbatas di kisaran 1,7% (yoy) Prospek Sisi Penawaran Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan Prakiraan Januari 218 Prakiraan Februari 218 Prakiraan Januari 218 Prakiraan Februari 218 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami peningkatan di awal tahun 218. Curah hujan diprediksi cukup tinggi pada awal tahun 218 sebagaimana yang terjadi pada periode yang sama pada tahun 217. Periode curah hujan tinggi menjadi masa produksi optimal bagi kelapa sawit. Selain kelapa sawit, masa panen juga diperkirakan terjadi pada padi yang juga komoditas unggulan di Sulawesi Barat. Dengan program intesifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan pada 217 diharapkan hasilnya dapat terlihat pada 218. Dengan meningkatnya sektor pertanian, dampak positifnya juga diharapkan pertumbuhan yang baik dari industri pengolahan. Industri pengolahan kelapa sawit dapat berproduksi dengan optimal jika produksi bahan baku tersedia dengan baik. Begitu pula dengan pengolahan beras yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian di Polewali Mandar. Di tahun 218, lapangan usaha Sulawesi Barat masih akan bergantung pada sektor pertanian. Sebagian besar lapangan usaha di Sulawesi Barat selama 218 masih akan tumbuh positif meski sedikit mengalami perlambatan dibanding 217. Dari tingkat pertumbuhan, lapangan usaha pengadaan listrik diperkirakan menjadi sektor dengan 7

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari - 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten Dwiki K. [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 KATEGORI 2015 Konsumsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur Buwono Budisantoso : Kepala

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah Triwulan I-2015 Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date]

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date] Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten OKI;Andayani [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KATEGORI Konsumsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 No. 78/11/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015 TUMBUH 6,28 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan III-2015 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 52/08/52/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017 MENGALAMI KONTRAKSI 1,96 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat November 2017 No. 67/11//76/Th.XI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan III-2017

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I Tahun 2014 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I Tahun 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bengkulu dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu,

Lebih terperinci

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR November KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci