RUANG METRIK FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RUANG METRIK FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA"

Transkripsi

1 RUANG METRIK FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Universias Negeri Yogyakara Unuk Memenuhi Sebagai Persyaraan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Oleh Ambar Sio Jai NIM PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

2 ii

3 iii

4 iv

5 MOTTO Sapa emen dha inemu, inemonan ing pamburi, jer basuki mawa beya, beya budi luhur yeki, sura dira jayaningra, lebur dening pangasui ~Kinanhi Urip Sejaine Gawe Urup v

6 PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada: Bapak dan Ibu yang erkasih. Tidak ada yang dapa saya sampaikan selain rasa syukur dan erimakasih aas limpahan kasih dan sayang yang selama ini selalu ercurah bagi kami pura-purimu. Adik-adikku; Tio, Tio, Uma, banyak awa canda yang selalu ercipa dalam kebersamaan kia dalam seiap suasana. Dari kalian, aku coba pahami apa iu saling berbagai, mengisi, mengasihi, dan oleransi. Semoga keidaksempurnaan yang keluarga kia miliki, menjadikan kia semakin saling menyayangi. Mei, Agung, Teguh, Febri, Uki, dan Rosyid, erlalu banyak yang ingin disampaikan, hingga ak ahu yang mana yang harus kuuliskan. Namun yang pasi, kebersamaan kia di kelas, perpusakaan, food cour, konrakan, panai, gunung, dan di empa lain yang pernah kia singgahi, akan selalu menjadi kenangan manis penuh ari. Tak perlu foo aaupun video sebagai kenangan, cukup ingaan akan kebersamaan yang ak kan erhapus zaman. Semua eman-eman Maemaika Swadana 2010, aas kebersamaan kia mengenal maemaika sejak empa ahun yang lalu. Tak erasa waku begiu cepa berlalu. Semua eman, saudara, dan keraba, yang idak dapa penulis sebukan sau per sau. vi

7 RUANG METRIK FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA Oleh : Ambar Sio Jai ABSTRAK Ruang merik merupakan himpunan idak kosong yang dilengkapi dengan fungsi jarak. Himpunan fuzzy adalah suau himpunan dimana nilai keanggoaan dari elemennya adalah bilangan real dalam inerval eruup, -. Konsep himpunan fuzzy erus dipelajari dan dikembangkan oleh para ilmuwan baik secara eoriis maupun aplikasi dalam berbagai bidang. Konsep ruang merik fuzzy merupakan perluasan dari ruang merik dan himpunan fuzzy. Tugas akhir ini berujuan menjelaskan pengerian dan sifa-sifa ruang merik fuzzy, kaian ruang merik biasa dan ruang merik fuzzy, sera kekonvergenan dan kelengkapan di ruang merik fuzzy. Penjelasan ruang merik fuzzy dalam skripsi ini menggunakan definisi yang diperkenalkan oleh George dan Veeramani yaiu dengan banuan norm- koninu. Hasil dari skripsi ini adalah berupa kajian enang pengerian ruang merik fuzzy dan ruang merik yang menginduksi suau ruang merik fuzzy dengan suau fungsi keanggoaan dan norm- koninu erenu. Skripsi ini juga mengkaji kaian anara kekonvergenan suau barisan di ruang merik dan kekonvergenan barisan ersebu di ruang merik fuzzy. Kaa Kunci: himpunan fuzzy, ruang merik fuzzy, kekonvergenan, kelengkapan vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjakan kepada Allah SWT, yang elah melimpahkan segala rahma, nikma dan karunia -Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi yang berjudul Ruang Merik Fuzzy dan Sifa-Sifanya ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna unuk memenuhi persyaraan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Program Sudi Maemaika di Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Universias Negeri Yogyakara. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan ini idak lepas dari dukungan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena iu penulis menyampaikan erima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Harono selaku Dekan Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Universias Negeri Yogyakara yang elah memberikan kesempaan kepada penulis unuk menyeleaikan sudi. 2. Bapak Dr. Sugiman selaku Keua Jurusan Pendidikan Maemaika yang elah memberikan kelancaran dalam pelayanan akademik unuk menyelesaikan sudi. 3. Bapak Dr. Agus Maman Abadi selaku Keua Program Sudi Maemaika sekaligus dosen pembimbing yang elah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 4. Bapak Nurhadi Waryano, M.Eng, selaku Dosen Penasiha Akademik. Terimakasih unuk semua nasiha, moivasi dan dukungan selama menjadi mahasiswa maemaika swadana viii

9 5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Maemaika yang memberikan ilmu yang bermanfaa kepada penulis. 6. Keluarga ercina yang selalu memberi moivasi dan semanga. 7. Seluruh Mahasiswa Maemaika Angkaan 2010 sera semua pihak yang elah membanu sehingga skripsi ini bisa erselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena iu, penulis menerima saran dan kriik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini penulis susun. Semoga skripsi dapa memberikan manfaa bagi penulis pembaca. Yogyakara, Juli 2014 Ambar Sio Jai ix

10 DAFTAR ISI PERSETUJUAN... ii PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR SIMBOL... xi BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang... 1 B. Pembaasan Masalah... 2 C. Perumusan Masalah... 3 D. Tujuan Peneliian... 3 E. Manfaa Peneliian... 3 BAB II KAJIAN TEORI A. Himpunan Fuzzy... 4 B. Ruang Merik... 9 C. Barisan di Ruang Merik BAB III KONSEP DASAR RUANG METRIK FUZZY A. Pengerian Ruang Merik Fuzzy B. Ruang Merik Fuzzy yang Diinduksi dari Ruang Merik x

11 C. Topologi dan Ruang Merik Fuzzy Bola Terbuka, Bola Teruup, dan Himpunan Terbuka di Ruang Merik Fuzzy Topologi yang Diinduksi dari Ruang Merik Fuzzy Hubungan Ruang Merik Fuzzy dan Ruang Hausdorff D. Kekonvergenan dan Kelengkapan di Ruang Merik Fuzzy Barisan Konvergen di Ruang Merik Fuzzy Barisan Cauchy di Ruang Merik Fuzzy Hubungan Barisan Konvergen dan Barisan Cauchy di Ruang Merik Fuzzy Ruang Merik Fuzzy Lengkap Barisan konvergen, Barisan Cauchy, dan Ruang Merik Fuzzy lengkap BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Grafik Fungsi Keanggoaan Himpunan fuzzy dan... 7 Gambar 2.2 Grafik Fungsi Keanggoaan Himpunan fuzzy dan... 8 Gambar 2.3 Grafik Fungsi Keanggoaan Gabungan Himpunan fuzzy dan Gambar 2.4 Grafik Fungsi Keanggoaan Irisan himpunan fuzzy dan... 9 xii

13 DAFTAR SIMBOL : fungsi keanggoaan dari suau himpunan fuzzy : komplemen dari suau himpunan : himpunan semua iik limi dari himpunan ( ) : bola erbuka di ruang merik ( ) dengan jari-jari dan pusa, - : bola eruup di ruang merik ( ) dengan jari-jari dan pusa : unuk seiap : erdapa : elemen suau himpunan : bukan elemen suau himpunan : gabungan dua himpunan : irisan dua himpunan : merik ( ) : ruang merik : himpunan eruup : himpunan dari semua iik inerior : himpunan bilangan asli : himpunan bagian : himpunan kosong : himpunan bilangan real xiii

14 : himpunan erbuka ( ) : himpunan yang memua semua closure poins dari : opologi ( ) : ruang opologi : opologi yang diinduksi oleh merik * + : barisan : elemen dari barisan * + : norm- koninu : himpunan fuzzy pada ( ) ( ) : fungsi keanggoaan dari suau himpunan fuzzy ( ) : ruang merik fuzzy ( ) : merik fuzzy sandar yang diinduksi oleh merik ( ) : bola erbuka pada ( ) dengan pusa dan jari-jari, - : bola eruup pada ( ) dengan pusa dan jari-jari : opologi yang diinduksi oleh merik fuzzy xiv

15 BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Profesor Lofi A. Zadeh dari Universias California, Barkeley perama kali memperkenalkan eori fuzzy pada ahun 1965 melalui ulisannya yang berjudul Fuzzy Ses. Berdasarkan Wang (1997), pada waku eori fuzzy mulai dipublikasikan, beberapa ilmuwan maemaika berpendapa bahwa eori baru iu sama saja dengan eori probabilias yang sudah lama dikenal dalam dunia maemaika. Mereka menyaakan bahwa eori probabilias sudah cukup unuk menyelesaikan masalah yang mengandung keidakpasian dan yang bisa diselesaikan oleh eori fuzzy. Karena pada awalnya idak ada aplikasi yang nyaa dari eori fuzzy, maka kebanyakan lembaga rise idak menganggap eori fuzzy sebagai bidang peneliian yang serius. Namun, beberapa ilmuwan yang erarik pada eori fuzzy, seperi Richard Bellman, mulai mempelajari eori fuzzy secara mendalam. Seiring dengan perkembangan zaman, eori fuzzy berkembang semakin pesa. Banyak maemaikawan yang mempelajari dan mengembangkan himpunan fuzzy baik aplikasinya dalam berbagai bidang maupun konsep-konsep aau eori-eori erkai himpunan fuzzy. Perkembangan eori fuzzy akhirnya membua para ahli maemaika mulai memperimbangakan unuk mempelajari eori maemaika lain yang dipadukan dengan eori himpunan fuzzy. Salah saunya adalah ruang merik fuzzy. 1

16 Ivan Kramosil dan Jiri Michalek (1975) adalah maemaikawan yang perama kali memperkenalkan konsep ruang merik fuzzy. Pembahasan ruang merik fuzzy erus berkembang. George dan Veeramani (1994) mendefinisikan ruang merik fuzzy menggunakan norm- koninu. Selanjunya banyak maemaikawan yang mempelajari ruang merik fuzzy menggunakan definisi ersebu. Conohnya adalah Sapena (2001) dan Gregori (2009) yang mempelajari sifa-sifa ruang merik fuzzy sesuai dengan definisi ruang merik fuzzy yang digunakan oleh George dan Veeramani. Selanjunya, V. Gregori, A. Lopez-Crevillen, S. Morillas, dan A. Sapena (2009) mempelajari kekonvergenan dan kelengkapan di ruang merik fuzzy sera mendefinisikan barisan p konvergen, p Cauchy, dan ruang merik fuzzy p lengkap. Pembahasan ruang merik fuzzy dan sifa-sifanya banyak dilakukan hingga sekarang. Selain iu peneliian kaian ruang merik dengan ruang merik fuzzy juga poensial unuk erus dikembangkan. Sehingga dalam ugas akhir ini akan dibahas pengerian ruang merik fuzzy, kaian ruang merik dan ruang merik fuzzy, sera konsep barisan konvergen dan barisan Cauchy dalam ruang merik fuzzy, dan ruang merik fuzzy lengkap. B. Pembaasan Masalah Agar pembahasan dalam peneliian ini idak erlalu luas, masalah yang akan dielii dibaasi hanya pada pengerian ruang merik fuzzy, kaian ruang merik dan ruang merik fuzzy, sera konsep barisan konvergen dan barisan Cauchy dalam ruang merik fuzzy, dan ruang merik fuzzy lengkap. 2

17 C. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai beriku. 1. Bagaimana menjelaskan pengerian ruang merik fuzzy? 2. Bagaimana menjelaskan kaian anara ruang merik dan ruang merik fuzzy? 3. Bagaimana menjelaskan sifa-sifa kekonvergenan dan kelengkapan di ruang merik fuzzy? D. Tujuan Peneliian Adapun ujuan peneliian ini adalah sebagai beriku. 1. Menjelaskan pengerian ruang merik fuzzy. 2. Menjelaskan kaian anara ruang merik dan ruang merik fuzzy. 3. Menjelaskan sifa-sifa kekonvergenan dan kelengkapan di ruang merik fuzzy. E. Manfaa Peneliian Peneliian ini diharapkan dapa bermanfaa sebagai referensi guna melakukan peneliian lebih lanju yang berkaian dengan pengerian dan sifa-sifa ruang merik fuzzy, kaian ruang merik dan ruang merik fuzzy, sera kekonvergenan kelengkapan di ruang merik fuzzy. 3

18 BAB II KAJIAN TEORI A. Himpunan Fuzzy Himpunan egas (crisp) merupakan himpunan yang unuk seiap elemen dalam semesanya selalu dapa dienukan secara egas elemen ersebu merupakan anggoa dari himpunan ersebu aau idak. Namun, himpunan dalam kehidupan sehari-hari idak selalu dapa didefinisikan dengan cara demikian. Misalnya himpunan orang berbadan inggi. Jika didefinisikan bahwa orang inggi adalah orang yang ingginya lebih dari aau sama dengan 1,7 meer, maka orang yang ingginya 1,69 meer ermasuk orang yang idak inggi. Padahal pada kenyaaannya suli unuk menerima bahwa orang yang ingginya 1,69 meer ermasuk orang yang idak inggi. Oleh karena iu, pada ahun 1965 Lofi A. Zadeh mengaasi permasalahan ersebu dengan memperkenalkan eori himpunan fuzzy. Lofi A. Zadeh mengaikan himpunan dengan suau fungsi yang menyaakan deraja kesesuaian unsur-unsur dalam semesanya dengan konsep yang merupakan syara keanggoaan himpunan ersebu. Fungsi dengan sifa demikian disebu fungsi keanggoaan himpunan fuzzy dan nilai fungsi keanggoaan ersebu disebu deraja keanggoaan suau unsur dalam himpunan fuzzy. Fungsi keanggoaan dari suau himpunan fuzzy A dalam semesa X adalah pemeaan μ A dari X ke selang [0,1], yaiu μ A : X [0,1]. Nilai fungsi μ A (x) menyaakan deraja keanggoaan unsur x X dalam himpunan fuzzy A. 4

19 Definisi (George Klir, 1997) Misalkan X adalah himpunan ak kosong. Himpunan fuzzy A di X adalah suau himpunan yang fungi keanggoaannya μ A : X [0,1]. Sehingga himpunan fuzzy A di X dapa dinyaakan sebagai beriku: A = {(x, μ A (x)) x X dan μ A (x) menyaakan deraja keanggoaan x di A}. Berdasarkan definisi himpunan fuzzy di aas, maka himpunan egas (crisp) merupakan kejadian khusus dari himpunan fuzzy, yaiu himpunan fuzzy yang fungsi keanggoaannya hanya bernilai 0 aau 1 saja. Unuk lebih memahami himpunan fuzzy, diberikan sau conoh himpunan fuzzy beriku. Conoh Misalkan X = {1,2,3,4,5,6,7,8,9}. Didefinisikan himpunan fuzzy A di X dengan fungsi keanggoaan 1 μ A (x) = 1 + (x 5) 2 Maka diperoleh A = {(1, 0.06), (2, 0.1), (3, 0.2)(4, 0.5), (5, 1), (6, 0.5), (7,0.2), (8,0.1), (9,0.06)}. Himpunan fuzzy A dapa disebu himpunan bilangan asli yang deka ke 5. Menuru George Klir (1997), himpunan fuzzy A dan B dalam semesa X dikaakan sama, diulis A = B, jika memenuhi μ A (x) = μ B (x), unuk seiap x X. Himpunan fuzzy A dikaakan merupakan himpunan bagian dari himpunan fuzzy B dalam semesa X, diulis A B, jika memenuhi μ A (x) μ B (x), unuk seiap x X. 5

20 Menuru George Klir (1997), pada himpunan fuzzy dapa didefiniskan operasi komplemen, gabungan dan irisan sebagai beriku. 1. Komplemen dari suau himpunan fuzzy A merupakan himpunan fuzzy A C dengan fungsi keanggoaan μ A C(x) = {1 μ A (x)} unuk seiap x X, dan secara lengkap dapa diulis sebagai beriku: A C = {(x, μ A C(x)) μ A C(x) = {1 μ A (x)}, x X }. 2. Gabungan dua himpunan fuzzy A dan B merupakan himpunan fuzzy A B dengan fungsi keanggoaan μ A B (x) = max{μ A (x), μ B (x)} unuk seiap x X, dan secara lengkap dapa diulis sebagai beriku: A B = {(x, μ A B (x)) μ A B (x) = max{μ A (x), μ B (x)}, x X }. 3. Irisan dua himpunan fuzzy A dan B merupakan himpunan fuzzy A B dengan fungsi keanggoaan μ A B (x) = min{μ A (x), μ B (x)} unuk seiap x X, dan secara lengkap dapa diulis sebagai beriku: A B = {(x, μ A B (x)) μ A B (x) = min{μ A (x), μ B (x)}, x X }. Conoh Misalkan dikeahui himpunan X = [0,100] dan didefinisikan dua himpunan fuzzy pada X yaiu himpunan fuzzy Muda dan himpunan fuzzy Tua dengan fungsi keanggoaan masing-masing didefinisikan sebagai beriku: 6

21 μ Muda (x) = { 1 x, 0 x , unuk x yang lain μ Tua (x) = { x 25 75, 25 x 100 0, unuk x yang lain Maka himpunan fuzzy Muda dan himpunan fuzzy Tua dapa direpresenasikan dengan grafik beriku Muda Himpunan Fuzzy Muda dan Tua Tua 0.8 Nilai fungsi keanggoaan Umur (ahun) Gambar 2.1 Grafik Fungsi Keanggoaan Himpunan Fuzzy Muda dan Himpunan Fuzzy Tua Selanjunya akan dijelaskan komplemen himpunan fuzzy Muda, gabungan himpunan fuzzy Muda dan himpunan fuzzy Tua, dan irisan himpunan fuzzy Muda dan himpunan fuzzy Tua sebagai beriku. 7

22 Muda Himpunan Fuzzy Muda dan Komplemennya Muda c Nilai fungsi keanggoaan Umur (ahun) Gambar 2.2 Grafik Fungsi Keanggoaan Himpunan Fuzzy Muda dan Himpunan Fuzzy Muda C Himpunan Fuzzy Muda U Himpunan Fuzzy Tua 0.8 Nilai fungsi keanggoaan Umur (ahun) Gambar 2.3 Grafik Fungsi Keanggoaan Gabungan Himpunan Fuzzy Muda dan Himpunan Fuzzy Tua 8

23 Muda Tua Nilai fungsi keanggoaan Irisan himpunan fuzzy muda dan himpunan fuzzy ua Umur (ahun) Gambar 2.4 Grafik Fungsi Keanggoaan Irisan Himpunan Fuzzy Muda dan B. Ruang Merik Himpunan Fuzzy Tua Sub-bab ini menjelaskan definisi-definisi dasar enang ruang merik dan opologi. Beberapa eorema yang dipelajari dalam ruang merik dan opologi juga dijelaskan dan diberi conoh. Definisi (Davis, 2005) Diberikan suau himpunan idak kosong X, suau fungsi d: X X R yang memenuhi kondisi beriku, unuk seiap x, y, z X, (i) d(x, y) 0; (ii) (iii) (iv) d(x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y; d(x, y) = d(y, x); d(x, z) d(x, y) + d(y, z); Maka d disebu merik pada X dan (X, d) disebu ruang merik. 9

24 Selanjunya, dua conoh ruang merik beriku ini diberikan agar definisi ruang merik dapa lebih dipahami. Conoh Himpunan bilangan real R dengan fungsi d 1 yang didefinisikan dengan d 1 (x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan suau ruang merik, sebab (i) d 1 (x, y) = x y 0; (ii) (iii) (iv) d 1 (x, y) = x y = 0 jika dan hanya jika x = y; d 1 (x, y) = x y = y x = d 1 (y, x); d 1 (x, z) = x z = (x y) + (y z) d 1 (x, y) + d 1 (y, z). Jadi erbuki bahwa (R, d 1 ) merupakan ruang merik. Conoh Misalkan X suau himpunan idak kosong dan d 2 : X X R didefinisikan dengan d 2 (x, y) = { 2, jika x y 0 jika x = y unuk seiap x, y X, maka (X, d 2 ) merupakan suau ruang merik, sebab (i) d 2 (x, y) 0; (ii) d 2 (x, y) = 0 jika dan hanya jika x = y; (iii) d 2 (x, y) = d 2 (y, x); (iv) Jika y = z maka d 2 (x, y) + d 2 (y, z) = d 2 (x, y) = d 2 (x, z) = d 2 (x, z) Jika x = y maka d 2 (x, y) + d 2 (y, z) = d 2 (y, z) = d 2 (x, z) d 2 (x, z) Unuk yang lain, d 2 (x, y) + d 2 (y, z) = = 4 > (x, z). Jadi erbuki bahwa (X, d 2 ) merupakan ruang merik. 10

25 Definisi (Parzynski, 1987) Misal (X, d) suau ruang merik dan A himpunan bagian idak kosong dari X. A disebu erbaas jika erdapa bilangan real posiif M sehingga d(x, y) M, x, y A. Conoh Misalkan ruang merik (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R. Maka A = [0,1] R merupakan himpunan erbaas karena erdapa bilangan real posiif M = 1 sehingga d(x, y) = x y M = 1, x, y [0,1]. Beberapa konsep dasar dalam opologi seperi bola erbuka, himpunan erbuka, himpunan eruup, dan iik limi akan dijelaskan dan diberi conoh. Definisi (Davis, 2005) Misalkan (X, d) suau ruang merik dan r suau bilangan real dengan r > 0. Bola erbuka pada (X, d) dengan jari-jari r dan pusa x X didefiniskan dengan B d (x, r) = {y X d(x, y) < r}. Conoh Dari Conoh dikeahui (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan ruang merik. Bola erbuka pada (R, d) dengan jari-jari 0.25 dan pusa 0 R didefinisikan dengan B d (0, 0.25) = {y R y < 0.25} = {y R 0.25 < y < 0.25} 11

26 Teorema beriku menjelaskan bahwa dua bola erbuka dengan pusa yang sama maka salah saunya merupakan himpunan bagian dari yang lain. Teorema (Aphane, 2009) Misalkan B d (x, r 1 ) dan B d (x, r 2 ) bola erbuka dengan pusa yang sama yaiu x X, dengan r 1, r 2 > 0. Maka B d (x, r 1 ) B d (x, r 2 ) aau B d (x, r 2 ) B d (x, r 1 ). Buki: i) Jika r 1 = r 2, maka B d (x, r 1 ) = B d (x, r 2 ), sehingga B d (x, r 1 ) B d (x, r 2 ) aau B d (x, r 2 ) B d (x, r 1 ). ii) Jika r 1 r 2, anpa mengurangi kemumuman diasumsikan r 1 > r 2. Misalkan a B d (x, r 2 ), maka d(x, a) < r 2. Karena r 1 > r 2 maka d(x, a) < r 1. Sehingga a B d (x, r 1 ). Jadi B d (x, r 2 ) B d (x, r 1 ). Selanjunya dengan mengasumsikan r 2 > r 1 dan dengan langkahlangkah yang sama dapa dibukikan bahwa B d (x, r 1 ) B d (x, r 2 ). Jadi unuk sebarang B d (x, r 1 ) dan B d (x, r 2 ) bola erbuka dengan pusa yang sama maka B d (x, r 1 ) B d (x, r 2 ) aau B d (x, r 2 ) B d (x, r 1 ). Conoh Dari Conoh dikeahui (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan ruang merik. Misalkan B d (x, r 1 ) dan B d (x, r 2 ) merupakan bola erbuka pada (R, d) dengan pusa yang sama yaiu x R, dengan r 1, r 2 > 0. Maka 12

27 B d (x, r 1 ) = {y R d(x, y) < r 1 } = {y R x y < r 1 }, B d (x, r 2 ) = {y R d(x, y) < r 2 } = {y R x y < r 2 } Jika r 1 = r 2 maka B d (x, r 1 ) = {y R x y < r 1 = r 2 } = B d (x, r 2 ). Jika r 1 < r 2 maka B d (x, r 1 ) = {y R x y < r 1 < r 2 } B d (x, r 2 ). Jika r 2 < r 1 maka B d (x, r 2 ) = {y R x y < r 2 < r 1 } B d (x, r 1 ). Maka B d (x, r 1 ) B d (x, r 2 ) aau B d (x, r 2 ) B d (x, r 1 ). Jika Definisi menjelaskan pengerian bola erbuka, maka Definisi di bawah ini menjelaskan pengerian bola eruup dalam suau ruang merik. Selanjunya diberikan conoh bola eruup melalui Conoh Definisi (Davis, 2005) Misalkan (X, d) suau ruang merik dan r suau bilangan real dengan r > 0. Bola eruup dengan jari-jari r dan pusa x X didefiniskan dengan B d [x, r] = {y X d(x, y) r}. Conoh Dari Conoh dikeahui (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan ruang merik. Bola eruup pada (R, d) dengan jari-jari 2 dan pusa 0 R didefiniskan dengan B d [0,2] = {y R d(0, y) 2} = {y R y 2} 13

28 Konsep enang iik inerior yang dijelaskan melalui Definisi di bawah ini berkaian dengan konsep himpunan erbuka dalam suau ruang merik yang akan dijelaskan melalui Definisi Definisi (Davis, 2005) Misalkan (X, d) suau ruang merik dan U himpunan bagian dari X. Suau iik x U disebu iik inerior dari U jika erdapa r > 0 sedemikian sehingga B d (x, r) U. Himpunan dari semua iik inerior U diuliskan dengan InU. Conoh Dikeahui ruang merik (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R. Jika U = {x N: 0 < x 3} X maka InU = {x N: 1 x 2} = {1,2}. Definisi (Davis, 2005) Misalkan (X, d) suau ruang merik. U X disebu erbuka jika unuk seiap x U maka erdapa r > 0 sedemikian sehingga B d (x, r) U. Conoh Jika (X, d) adalah ruang merik diskre dan {x} X, maka {x} merupakan himpunan erbuka, sebab erdapa r = 1 > 0 sehingga bola erbuka dengan pusa x {x}, jari- 2 jari r = 1 2 yaiu B d (x, 1 2 ) = {y X d(x, y) < 1 2 } {x}. Teorema di bawah ini menjelaskan bahwa seiap bola erbuka merupakan suau himpunan erbuka. 14

29 Teorema (T.W. Korner, 2014) Seiap bola erbuka B d (x, r) = {y A d(x, y) < r} merupakan himpunan erbuka, unuk seiap x X dan r > 0. Buki: Misalkan x X, r > 0 dan y B d (x, r). Pilih r 1 > 0 dengan r 1 = r d(x, y). Misalkan z B d (y, r 1 ), maka d(y, z) < r 1. Sehingga berdasarkan peridaksamaan segiiga diperoleh d(x, z) d(x, y) + d(y, z) < d(x, y) + r 1 = d(x, y) + r d(x, y) = r. Karena d(x, z) < r maka z B d (x, r). Sehingga B d (x, r) himpunan erbuka. Teorema (T.W. Korner, 2014) Dikeahui suau ruang merik (X, d). Maka: Buki: (1) dan X erbuka. (2) Jika U α erbuka unuk seiap α I maka α I U α erbuka. n (3) Jika U j erbuka unuk seiap 1 j n maka j=1 U j erbuka. (1) Jelas bahwa idak erdapa suau elemen di, sehingga pernyaaan unuk seiap x maka erdapa r > 0 sedemikian sehingga B d (x, r) bernilai benar. Sehingga erbuka. X jelas erbuka berdasarkan definisi himpunan erbuka. 15

30 (2) Misalkan x α I U α, kemudian pilih β I sedemikian sehingga x U β. Karena U β erbuka, maka dapa dipilih r > 0 sehingga B d (x, r) U β. Karena U β α I U α maka B d (x, r) U α Sehingga α I U α erbuka. α I. (3) Karena U j erbuka, maka unuk seiap x X erdapa r j > 0 sedemikian sehingga B d (x, r j ) U j unuk seiap 1 j n. Misalkan r = min{r 1, r 2,, r j,, r n }, maka B d (x, r) U j unuk seiap n n 1 j n. Sehingga B d (x, r) j=1 U j. Akibanya, j=1 U j erbuka. Conoh Dikeahui suau ruang merik (R, d). Maka: (1) dan R erbuka. (2) Misalkan U 1 = B d (0,2) dan U 2 = {x R 1 < x < 4}, maka U 1 dan U 2 erbuka. Sehingga U 1 U 2 = {x R 2 < x < 4} erbuka. (3) Misalkan U 1 = B d (0,2) dan U 2 = {x R 1 < x < 4}, maka U 1 dan U 2 erbuka. Sehingga U 1 U 2 = {x R 1 < x < 2} erbuka. Definisi (Davis, 2005) Misalkan (X, d) suau ruang merik dan A himpunan bagian dari X. Suau iik x X disebu iik limi dari A jika unuk seiap r > 0, erdapa y B d (x, r) {x}. Aau dapa diulis {B d (x, r) {x}} A. Himpunan semua iik limi dari A diulis dengan A dan disebu derived se dari A. 16

31 Conoh Dikeahui ruang merik (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R. Jika A = {x R: 0 < x 3} X maka 0 A dan 3 A adalah iik limi dari A. Jika A = {x N: 0 < x 3} X maka 0 A, 1 A, 3 A bukan iik limi dari A. Definisi (Davis, 2005) Suau himpunan bagian F dari ruang merik (X, d) disebu eruup jika F memua seiap iik liminya. Conoh Dikeahui ruang merik (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R. Jika A = {x R: 0 < x 3} X maka A idak eruup karena 0 A adalah iik limi dari A. Jika A = {x R: 0 x 3} X maka A eruup karena A memua semua iik liminya. Teorema (Parzynski, 1987) Suau himpunan bagian F dari ruang merik (X, d) eruup jika dan hanya jika X F merupakan himpunan erbuka. Buki: ( ) Misalkan F eruup. Terdapa dua kemungkinan, yaiu (1) X F =. Berdasarkan Teorema , merupakan himpunan erbuka, sehingga = X F erbuka. 17

32 (2) X F. Ambil sebarang y X F, sehingga y F. Karena F eruup maka F memua semua iik liminya. Sehingga y bukan iik limi F. Maka erdapa r > 0 sehingga B d (y, r) {y} F =. Akibanya B d (y, r) X F. Jadi unuk seiap y X F erdapa r > 0 sehingga B d (y, r) X F. Maka X F erbuka. ( ) Misalkan X F erbuka dan y X F. Maka erdapa B d (y, r) X F. Sehingga erdapa B d (y, r) dengan B d (y, r) F =. Sehingga y bukan iik limi F. Akibanya, jika x iik limi F maka x F. Arinya, F memua semua iik liminya. Sehingga F eruup. Teorema (T.W. Korner, 2014) Dikeahui suau ruang merik (X, d). Maka: Buki: (1) dan X eruup. (2) Jika F α eruup unuk seiap α A maka α A F α eruup. n (3) Jika F j eruup unuk seiap 1 j n maka j=1 F j eruup. (1) adalah himpunan eruup, sebab X = X adalah himpunan erbuka. X adalah himpunan eruup, sebab X X = adalah himpunan erbuka. (2) Karena F α eruup, maka X F α erbuka unuk seiap α A. Sehingga X α A F α = α A (X F α ) merupakan himpunan erbuka. Akibanya α A F α eruup. 18

33 (3) Karena F j eruup maka X F j erbuka unuk seiap 1 j n. Akibanya n n X j=1 F j = j=1 (X F j ) merupakan himpunan erbuka. Sehingga n j=1 F j merupakan himpunan eruup. Teorema menjelaskan bahwa seiap bola erbuka merupakan suau himpunan erbuka, sedangkan Teorema di bawah ini menjelaskan bahwa seiap bola eruup merupakan himpunan eruup. Teorema (Davis, 2005) Seiap bola eruup dalam sebarang ruang merik (X, d) merupakan himpunan eruup. Buki: Misalkan dikeahui sebarang bola eruup B d [x, r] = {y X d(x, y) r}. Akan dibukikan bahwa B d [x, r] himpunan eruup dengan cara menunjukkan bahwa X B d [x, r] merupakan himpunan erbuka. Misalkan z X B d [x, r], maka d(x, z) > r. Misalkan s = d(x, z) r > 0, maka B d [z, s] X B d [x, r]. Misalkan y B d (z, s), maka d(x, z) d(x, y) + d(y, z) sehingga d(x, y) d(x, z) d(y, z) > d(x, z) s = r. Akibanya y X B d [x, r]. Sehingga X B d [x, r] merupakan himpunan erbuka. Jadi erbuki bahwa seiap bola eruup dalam sebarang ruang merik (X, d) merupakan himpunan eruup. 19

34 Definisi (Cain, 1994) Misalkan X sebarang himpunan. Didefinisikan τ koleksi himpunan bagian X yang memenuhi kondisi beriku: (i) τ dan X τ. (ii) Jika U α τ unuk seiap α I maka α I U α τ. n (iii) Jika U j τ unuk seiap 1 j n maka j=1 U j τ. Maka τ disebu opologi pada X dan (X, τ) disebu ruang opologi. Conoh a. Misalkan X = {1,2,3} dan τ = {, {2}, {1,2,3}}. Maka τ merupakan opologi pada X. b. Misalkan X = {1,2,3} dan τ = {, {1}, {2}, {1,2,3}}. Maka τ bukan merupakan opologi pada X sebab {1} {2} = {1,2} τ. c. Misalkan X = {a, b}, maka τ = {, {a, b}, {a}} merupakan opologi pada X. Teorema (T.W. Korner, 2014) Misalkan (X, d) suau ruang merik maka koleksi dari himpunan bagian erbuka membenuk suau opologi. Buki: Sesuai dengan Teorema Teorema di bawah ini menjelaskan bahwa suau merik dapa menginduksi suau opologi merik. 20

35 Teorema (Aphane, 2009) Misalkan (X, d) suau ruang merik dan didefinisikan τ d sebagai beriku: τ d = {A X x A r > 0 sehingga B d (x, r) A }. Maka τ d adalah suau opologi pada X. Buki: (i) Jelas bahwa τ d dan X τ d. (ii) Misalkan A 1, A 2, A 3,, A i τ d dan U = i I A i. Akan diunjukkan bahwa U τ d. Misalkan a i I A i, maka a A i unuk suau i I. Karena A i τ d, maka erdapa r > 0 sehingga B d (a, r) A i. Sehingga B d (a, r) A i i I A i = U. Jadi U τ d. n (iii) Misalkan A j τ d unuk seiap 1 j n dan V = j=1 A j. Akan diunjukkan bahwa V τ d. Misalkan a n j=1 A j, maka a A j unuk seiap 1 j n. Sehingga unuk seiap 1 j n erdapa r j > 0, sehingga B d (a, r j ) A i. Misalkan r = min{r j } dengan 1 j n. Sehingga r r j unuk seiap 1 j n. Akibanya B d (a, r) A j unuk seiap 1 j n. n Sehingga B d (a, r) j=1 A j = V. Jadi V τ d. Selanjunya τ d disebu opologi merik yang diinduksi oleh merik d. 21

36 Definisi (T.W. Korner, 2014) Suau ruang opologi (X, τ) disebu ruang Hausdorff jika unuk seiap x, y X dengan x y, maka erdapa dua himpunan erbuka U dan V dengan U V = sedemikian sehingga x U dan y V. Conoh Misalkan dikeahui suau ruang opologi (X, τ) dengan X = {a, b, c, d} dan τ = 2 x. Maka (X, τ) merupakan suau ruang Hausdorff sebab a, b X dengan x y, maka erdapa U = {x} dan V = {y} sehingga x U, y V dan U V =. Conoh Misal ruang opologi (X, τ) dengan X = {a, b, c, d} dan τ = {{a, b}, {c, d}, X, }. Maka (X, τ) bukan ruang Hausdorff sebab a, b X dengan a b, sehingga erdapa U = {a, b} dan V = {a, b, c, d} dengan x U, y V dan U V = {a, b}. Teorema (T.W. Korner, 2014) Seiap ruang merik merupakan ruang Hausdorff. Buki: Misalkan (X, d) suau ruang merik dan x, y X dengan x y. Misalkan U = {x} dan V = {y}, maka U V = dengan x U dan y V. Sehingga erbuki bahwa seiap ruang merik merupakan ruang Hausdorff. 22

37 C. Barisan di Ruang Merik Definisi-definisi enang barisan, barisan konvergen, barisan Cauchy, dan ruang merik lengkap akan dijelaskan dalam bagian ini. Selanjunya beberapa eorema yang dipelajari dalam barisan di ruang merik juga dijelaskan dan diberi conoh. Definisi di bawah ini menjelaskan pengerian barisan dalam suau ruang merik dan selanjunya conohnya disampaikan melalui Conoh Definisi (Shirali, 2006) Misalkan (X, d) suau ruang merik. Suau fungsi f: N X disebu barisan jika unuk seiap n N, f(n) = x n X. Conoh Dari Conoh dikeahui (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan ruang merik. Maka {x n } = 1 unuk seiap n N merupakan barisan dalam n ruang merik (R, d), sebab n N, {x n } = 1 n R. Definisi (Parzynski, 1987) Misalkan (X, d) suau ruang merik, {x n } suau barisan di X. Barisan {x n } konvergen ke x X jika unuk seiap ε > 0, erdapa n 0 N sedemikian sehingga d(x n, x) < ε, n n 0. 23

38 Suau barisan {x n } di ruang merik (X, d) konvergen ke x X diulis dengan x n x aau lim d(x n, x) = 0. Conoh Misalkan X = R + {0} dan merik d(x, y) = x y. Maka barisan {x n } yang didiefinisikan dengan x n = 1 unuk seiap n N merupakan barisan yang konvergen n ke 0, sebab unuk seiap ε > 0, maka erdapa n 0 N sedemikian sehingga n 0 > 1. ε Sehingga jika n n 0 maka 1 n 0 = 1 n = 1 n 1 < ε. n 0 Jadi barisan {x n } konvergen ke 0. Definisi (Parzynski, 1987) Suau barisan {x n } dalam suau ruang merik (X, d) disebu barisan Cauchy jika unuk seiap ε > 0, erdapa n 0 N sedemikian sehingga, d(x n, x m ) < ε, n, m n 0 Conoh Barisan {x n } = 1 unuk seiap n N pada Conoh merupakan barisan Cauchy, n sebab unuk seiap ε > 0, maka erdapa n 0 N sedemikian sehingga n 0 > 2 ε. Jika n, m n 0 maka 1 n 1 n 0 dan 1 m 1 n 0. Sehingga unuk seiap n, m n 0 1 n 1 m = 1 n + 1 m < 2 n 0 < ε. Jadi barisan {x n } adalah barisan Cauchy. 24

39 Teorema (Parzynski, 1987) Barisan {x n } yang konvergen dalam suau ruang merik (X, d) adalah barisan Cauchy. Buki: Misal {x n } konvergen ke x X maka unuk seiap ε > 0 erdapa n 0 N sehingga jika n n 0 maka d(x n, x) < ε sehingga d(x n, x) < ε. 2 Misal n, m n 0 maka d(x n, x) < ε dan d(x 2 m, x) < ε. 2 Dengan peridaksamaan segiiga maka d(x n, x m ) d(x n, x) + d(x, x m ) < ε + ε = ε. 2 2 Jadi erbuki bahwa barisan yang konvergen dalam suau ruang merik merupakan barisan Cauchy. Pengerian ruang merik lengkap dijelaskan melalui Definisi di bawah ini. Selanjunya unuk lebih memahami ruang merik lengkap diberikan sau conoh ruang merik idak lengkap yaiu Conoh dan dan sau conoh ruang merik lengkap yaiu Conoh Definisi (Parzynski, 1987) Suau ruang merik (X, d) disebu lengkap jika seiap barisan Cauchy dalam (X, d) konvergen. Conoh Misalkan A = (0,1) R dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y A. Maka ruang merik (A, d) bukan merupakan ruang merik lengkap. Sebab, {x n } = 1 merupakan n barisan Cauchy eapi idak konvergen ke suau elemen di A. 25

40 Conoh (Parzynski, 1987) Ruang merik (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan suau ruang merik lengkap. Sebab, erdapa Teorema Krieria Konvergensi Cauchy yang menyaakan bahwa seiap barisan bilangan real {x n } merupakan barisan konvergen jika dan hanya jika {x n } barisan Cauchy. Arinya, misalkan {x n } adalah barisan Cauchy di ruang merik (R, d) maka {x n } merupakan barisan konvergen. Sehingga (R, d) dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y R merupakan ruang merik lengkap. 26

41 BAB III KONSEP DASAR RUANG METRIK FUZZY Bab III erbagi menjadi empa sub-bab, yaiu sub-bab A, sub-bab B, sub-bab C dan sub-bab D. Sub-bab A menjelaskan pengerian ruang merik fuzzy dan conoh ruang merik fuzzy. Sub-bab B menjelaskan kaian ruang merik dan ruang merik fuzzy dan sifa-sifa yang erdapa dalam ruang merik dan ruang merik fuzzy. Sub-bab C membahas pengerian, conoh dan eorema yang berlaku dalam opologi yang dibangun oleh suau ruang merik fuzzy. Selanjunya Sub-bab D menjelaskan pengerian kekonvergenan dan kelengkapan di ruang merik fuzzy. A. Pengerian Ruang Merik Fuzzy Terdapa lebih dari sau cara mendefinisikan ruang merik fuzzy. Definisi ruang merik fuzzy yang diperkenalkan oleh George dan Veeramani, yang digunakan sebagai acuan oleh penulis, menggunakan banuan norm- koninu. Sehingga akan dijelaskan pengerian norm- koninu melalui Definisi dan conoh norm- koninu yaiu Conoh Definisi (Sapena, 2001) Operasi biner : [0,1] [0,1] [0,1] disebu norm- jika memenuhi kondisi: (i) (ii) Operasi biner bersifa komuaif dan asosiaif; Unuk seiap a [0,1], a 1 = a; (iii) Jika a c dan b d maka a b c d, a, b, c, d [0,1]. Jika koninu maka disebu norm- koninu. 27

42 Conoh Operasi biner : [0,1] [0,1] [0,1] didefinisikan dengan a b = a b, a, b [0,1]. Operasi biner adalah norm-, sebab a, b, c, d [0,1] (i) operasi biner bersifa komuaif dan asosiaif, yaiu a b = a b = b a = b a, dan (a b) c = (a b) c = a b c = a (b c) = a (b c); (ii) (iii) unuk seiap a [0,1], a 1 = a 1 = a; jika a c maka a b = a b c b = c b, jika b d maka b c = b c d c = d c, sehingga a b = a b c b = b c d c = c d = c d. Maka adalah norm-. Selajunya dibukikan koninu di (a, b) [0,1] [0,1], yaiu a) Operasi biner erdefinisi di (a, b) karena (a, b) = a b = a b [0,1]; b) lim (x) = a b = a b [0,1], sehingga lim (x) ada; x (a,b) x (a,b) c) (a, b) = a b = lim x (a,b) (x) Jadi adalah norm- koninu. Seperi yang elah dijelaskan sebelumnya bahwa erdapa lebih dari sau cara mendefinisikan ruang merik fuzzy. Definisi ruang merik fuzzy yang diperkenalkan oleh George dan Veeramani yang digunakan sebagai acuan oleh penulis adalah sebagai beriku. 28

43 Definisi (V. Gregori, 2009) Misalkan X suau himpunan idak kosong, suau norm- koninu, dan M suau himpunan fuzzy pada X X (0, ) yang memenuhi kondisi beriku, unuk seiap x, y, z X dan s, > 0, (i) M(x, y, ) > 0; (ii) (iii) (iv) (v) M(x, y, ) = 1 jika dan hanya jika x = y; M(x, y, ) = M(y, x, ); M(x, y, ) M(y, z, s) M(x, z, + s); M(x, y, ): (0, ) (0,1] koninu (X, M, ) disebu ruang merik fuzzy. Nilai M(x, y, ) merepresenasikan deraja kedekaan anara x dan y erhadap. Conoh (V. Gregori, 2009) Misalkan X = (0,1) R. Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1] dan misalkan M adalah himpunan fuzzy pada X X (0, ) dengan fungsi keanggoaan yang didefinisikan sebagai beriku: 1, x = y; M(x, y, ) = { xy, x y, 1; xy, x y, > 1 unuk seiap x, y X dan > 0. 29

44 Akan dibukikan bahwa (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. (i) (ii) (iii) (iv) M(x, y, ) > 0 berdasarkan definisi M(x, y, ); M(x, y, ) = 1 jika dan hanya jika x = y berdasarkan definisi M(x, y, ); M(x, y, ) = M(y, x, ) berdasarkan definisi M(x, y, ); Akan dibukikan M(x, y, ) M(y, z, s) M(x, z, + s); x, y, z X dan, s > 0, (1) x = y = z x, y, z X dan, s > 0. Maka M(x, y, ) = 1, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = 1. Akibanya M(x, y, ) M(y, z, s) = M(x, z, + s). (2) x y = z Jika, s 1, dan + s 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = xz( + s). Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy 1 = xy = xz xz + xzs = M(x, z, + s). Jika, s 1, dan + s > 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy = xy = xz xz = M(x, z, + s). Jika, s > 1, maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = xz. 30

45 Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy 1 = xy = xz = M(x, z, + s). Jika 1, dan s > 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy = xz xz = M(x, z, + s). Jika > 1, dan s 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy = xz = M(x, z, + s). (3) x = y z Jika, s 1, dan + s 1 maka M(x, y, ) = 1, M(y, z, s) = yzs dan M(x, z, + s) = xz( + s). Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = yzs = xzs xz + xzs = M(x, z, + s). Jika, s 1, dan + s > 1 maka M(x, y, ) = 1, M(y, z, s) = yzs dan M(x, z, + s) = xz( + s). Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = yzs = xzs xz + xzs = M(x, z, + s). Jika 1 dan s > 1 maka M(x, y, ) = 1, M(y, z, s) = yz dan M(x, z, + s) = xz. 31

46 Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = yz = xz = M(x, z, + s). Jika > 1, dan s 1 maka M(x, y, ) = 1, M(y, z, s) = yzs dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = yzs xz = M(x, z, + s). (4) x y z Jika, s 1, dan + s 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = yzs & M(x, z, + s) = xz( + s). Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy yzs = xy 2 zs < xz + xzs = M(x, z, + s). Jika, s 1, dan + s > 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = yzs dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy yzs = xy 2 zs < xz = M(x, z, + s). Jika 1 dan s > 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = yz dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy yz = xy 2 z < xz = M(x, z, + s). 32

47 Jika > 1, dan s 1 maka M(x, y, ) = xy, M(y, z, s) = yzs dan M(x, z, + s) = xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = xy yzs = xy 2 zs < xz = M(x, z, + s). (v) Berdasarkan definisi dari M(x, y, ) maka M(x, y, ) koninu. (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. Definisi (Sapena, 2001) Suau ruang merik fuzzy (X, M, ) dengan M(x, y, ) yang idak berganung pada nilai disebu ruang merik fuzzy sasioner. Conoh Misalkan X = N. Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1] dan M adalah himpunan fuzzy pada X X (0, ) dengan fungsi keanggoaan yang didefinisikan sebagai beriku: unuk seiap > 0. 1 jika x = y M(x, y, ) { 1 jika x y xy Akan diunjukkan bahwa (X, M, ) merupakan ruang merik fuzzy. (i) M(x, y, ) > 0; (ii) M(x, y, ) = 1 jika dan hanya jika x = y; 33

48 (iii) (iv) x, y X dan > 0 jelas bahwa M(x, y, ) = M(y, x, ). Unuk membukikan M(x, y, ) M(y, z, s) M(x, z, + s), diperhaikan beberapa kemungkinan; (1) x = y = z x, y, z X dan, s > 0. Maka M(x, y, ) = 1, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = 1. Akibanya M(x, y, ) M(y, z, s) = 1 = M(x, z, + s). (2) x y = z Maka M(x, y, ) = 1 xy, M(y, z, s) = 1 dan M(x, z, + s) = 1 xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = 1 (3) x = y z xy = 1 xz = M(x, z, + s). M(x, y, ) = 1, M(y, z, ) = 1 yz dan M(x, z, + s) = 1 xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = 1 = 1 = M(x, z, + s). yz xz (4) x y z M(x, y, ) = 1 xy, M(y, z, s) = 1 yz dan M(x, z, + s) = 1 xz. Sehingga M(x, y, ) M(y, z, s) = 1 1 = 1 1 = M(x, z, + s). xy yz xy 2 z xz (v) M(x, y, ) idak berganung pada, sehingga M(x, y, ) adalah fungsi koninu. (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. 34

49 Konsep himpunan erbaas (bounded se) dalam suau ruang merik elah dijelaskan dalam Bab II melalui Definisi 2.2.4, selanjunya dalam konsep ruang merik fuzzy, akan dijelaskan pengerian F-bounded melalui Definisi di bawah ini. Definisi (Sapena, 2001) Misalkan (X, M, ) ruang merik fuzzy dan A himpunan bagian idak kosong dari X. Himpunan A disebu F-bounded jika erdapa > 0 dan 0 < r < 1 sehingga M(x, y, ) > 1 r, x, y A. Conoh Dikeahui ruang merik fuzzy pada Conoh Misal A = {x} (0,1), maka A merupakan himpunan F-bounded karena unuk = 1 dan r = 1, maka M(x, y, ) = 1 > B. Ruang Merik Fuzzy yang diinduksi dari Ruang Merik Penulis elah menjelaskan sifa-sifa ruang merik dalam Bab II. Selanjunya pada bagian ini akan dijelaskan dan diberi conoh suau eorema yang menyaakan bahwa seiap ruang merik menginduksi suau ruang merik fuzzy dengan suau fungsi keanggoaan dan norm- koninu erenu. Teorema (Aphane, 2009) Misal (X, d) adalah suau ruang merik. Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1]. 35

50 Misalkan M adalah himpunan fuzzy pada X X (0, ) dengan fungsi keanggoaan yang didefinisikan sebagai beriku: M(x, y, ) = k n k n + md(x, y) x, y X, > 0 dan k, m, n N. Maka (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. Buki: (i) Akan dibukikan bahwa M(x, y, ) = k n k n +md(x,y) > 0. Dikeahui bahwa d merupakan merik, sehingga d(x, y) 0. Karena d(x, y) 0, > 0 dan k, m, n N maka M(x, y, ) = (ii) Akan dibukikan bahwa M(x, y, ) = jika x = y. ( ) ( ) M(x, y, ) = k n k n +md(x,y) = 1 k n = k n + md(x, y) md(x, y) = 0 d(x, y) = 0 x = y x = y maka d(x, y) = 0, sehingga M(x, y, ) = k n k n +md(x,y) = kn k n +0 = 1 k n k n + md(x, y) > 0. k n k n +md(x,y) = 1 jika dan hanya 36

51 (iii) Akan dibukikan bahwa M(x, y, ) = M(y, x, ). Karena d merupakan merik, maka d(x, y) = d(y, x). Sehingga diperoleh M(x, y, ) = k n k n +md(x,y) = k n k n +md(y,x) = M(y, x, ). (iv) Akan dibukikan M(x, y, ) M(y, z, s) M(x, z, + s); x, y, z X dan, s > 0. Karena d merupakan merik, maka d(x, z) d(x, y) + d(y, z). M(x, y, ) M(y, z, s) = = k n k n + md(x, y) ks n ks n + md(y, z) (k n )(ks n ) (k n + md(x, y))(ks n + md(y, z)) d(x, z) d(x, y) + d(y, z) dan m > 0, sehingga md(x, z) md(x, y) + md(y, z) k( + s) n + md(x, z) k( + s) n + md(x, y) + md(y, z) (k n )(ks n ){k( + s) n + md(x, z)} (k n )(ks n ){k( + s) n + md(x, y) + md(y, z)} = k( + s) n (k n )(ks n ) + (k n )(ks n )md(x, y) + (k n )(ks n )md(y, z) k( + s) n (k n )(ks n ) + (k( + s) n )(ks n )md(x, y) + (k n )(k(s + ) n )md(y, z) = k( + s) n {(k n )(ks n ) + (ks n )md(x, y) + (k n )md(y, z)} 37

52 k( + s) n {(k n )(ks n ) + (ks n )md(x, y) + (k n )md(y, z) + m 2 d(x, y)d(y, z)} = k( + s) n (k n + md(x, y))((ks n ) + md(y, z)) Sehingga (k n )(ks n ){k( + s) n + md(x, z)} k( + s) n (k n + md(x, y))((ks n ) + md(y, z)). (k n )(ks n ) (k n + md(x, y))((ks n ) + md(y, z)) k( + s) n k( + s) n + md(x, z) Akibanya, (k n )(ks n ) M(x, y, ) M(y, z, s) = (k n + md(x, y))((ks n ) + md(y, z)) k( + s) n k( + s) n = M(x, z, + s) + md(x, z) (v) Akan dibukikan bahwa M(x, y, ): (0, ) [0,1] koninu. Dikeahui M(x, y, ) = k n k n +md(x,y). Misalkan f() = k n dan g() = k n + md(x, y), maka M(x, y, ) = k n k n +md(x,y) = f() g(). f() = k n > 0 koninu & g() = k n + md(x, y) > 0 koninu, sehingga f() g() = k n k n +md(x,y) koninu. Maka M(x, y, ): (0, ) [0,1] adalah fungsi koninu. (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. 38

53 Conoh (X, d) adalah suau ruang merik dengan X = R dan merik d yang didefinisikan dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y X. Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1] dan M adalah himpunan fuzzy pada X X [0, ) dengan fungsi keanggoaan sebagai beriku: M(x, y, ) = k n k n + md(x, y) x, y X, > 0 dan k, m, n N. Maka (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. Definisi (Sapena, 2001) Misalkan (X, d) adalah ruang merik. Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1] dan M himpunan fuzzy pada X X (0, ) dengan fungsi keanggoaan M d (x, y, ) = + d(x, y) maka (X, M d, ) adalah ruang merik fuzzy sandar. Selanjunya M d (x, y, ) = +d(x,y) disebu merik fuzzy sandar yang diinduksi oleh merik d. Conoh (X, d) adalah suau ruang merik dengan X = R dan merik d yang didefinisikan dengan d(x, y) = x y unuk seiap x, y X. 39

54 Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1]. M d adalah himpunan fuzzy pada X X [0, ) dengan fungsi keanggoaan yang didefinisikan sebagai beriku: unuk seiap x, y X, > 0. M d (x, y, ) = + d(x, y) Maka (X, M d, ) adalah ruang merik fuzzy sandar yang diinduksi oleh merik d. Teorema di bawah ini, menjelaskan bagaimana hubungan himpunan erbaas (bounded) dari suau ruang merik, dengan himpunan F-bounded dalam ruang merik fuzzy yang diinduksi oleh merik yang erkai. Teorema (Sapena 2001) Misalkan (X, M d, ) ruang merik fuzzy yang diinduksi oleh ruang merik (X, d) dengan M d (x, y, ) = +d(x,y) unuk seiap, y X, > 0, dan A himpunan bagian idak kosong dari X. Maka A merupakan himpunan F-bounded di (X, M d, ) jika dan hanya jika A erbaas (bounded) di (X, d). Buki: ( ) Misalkan A himpunan bagian idak kosong dari X dan A merupakan himpunan F-bounded di ruang merik fuzzy (X, M d, ), maka erdapa > 0 dan 0 < r < 1 sehingga 40

55 M d (x, y, ) = + d(x, y) > 1 r, x, y A > ( + d(x, y))(1 r) > r + d(x, y) rd(x, y) r > d(x, y)(1 r) r > d(x, y) (1 r) Misalkan M = r (1 r), maka d(x, y) < M, x, y A. Jadi A merupakan himpunan erbaas di (X, d). ( ) Misalkan A himpunan bagian idak kosong dari X dan A erbaas di (X, d), maka erdapa bilangan real posiif M sehingga d(x, y) M, x, y A. Sehingga M d (x, y, ) = Misal <, maka Misal 1 r = +M > M d (x, y, ) =. +d(x,y) +M +M, sehingga + d(x, y) + M >, maka M +M d(x, y, ) > = 1 r. +M Maka erdapa r, dengan 0 < r < 1, sehingga M d (x, y, ) > 1 r unuk seiap x, y A dan > 0. Jadi A himpunan F-bounded di (X, M d, ). + M 41

56 C. Topologi dan Ruang Merik Fuzzy Bagian ini menjelaskan pengerian bola erbuka, himpunan erbuka, dan bola eruup di ruang merik fuzzy. Selain iu, juga dikaji opologi yang diinduksi oleh merik fuzzy. 1. Bola Terbuka, Bola Teruup, dan Himpunan Terbuka di Ruang Merik Fuzzy Definisi (V. Gregori, 2009) Misalkan (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. Bola erbuka B M (x, r, ) dengan pusa x X, jari-jari r dengan 0 < r < 1, > 0 didefinisikan sebagai B M (x, r, ) = {y X M(x, y, ) > 1 r}. Conoh Dikeahui ruang merik fuzzy pada Conoh Bola erbuka B M (x, r, ) dengan pusa 0,5 X dan jari-jari 0,25 dengan = 1 didefinisikan sebagai B M (0,5,0,25, 1) = {y X M(0,5, y, 1) > 0.75} = {y X 0,5 y > 0.75} = {y X y > 0,15}. Teorema dalam Bab II menjelaskan bahwa jika dua bola erbuka dengan pusa yang sama dalam suau ruang merik maka salah saunya merupakan himpunan bagian dari yang lain. Sedangkan Teorema di bawah ini menjelaskan jika dua bola erbuka dengan pusa yang sama dalam suau ruang merik fuzzy maka salah saunya merupakan himpunan bagian dari yang lain. 42

57 Teorema (Aphane, 2009) Misalkan B M (x, r 1, ) dan B M (x, r 2, ) adalah dua bola erbuka dengan pusa yang sama yaiu x X dan > 0 dengan jari-jari masing-masing 0 < r 1 < 1 dan 0 < r 2 < 1. Maka B M (x, r 1, ) B M (x, r 2, ) aau B M (x, r 2, ) B M (x, r 1, ). Buki: Dikeahui bahwa 0 < r 1 < 1 dan 0 < r 2 < 1. i) Jika r 1 = r 2, maka B M (x, r 1, ) = B M (x, r 2, ), sehingga B M (x, r 1, ) B M (x, r 2, ) dan B M (x, r 2, ) B M (x, r 1, ). ii) Jika r 1 r 2, maka anpa mengurangi keumuman diasumsikan 0 < r 1 < r 2 < 1. Sehingga 1 r 2 < 1 r 1. Misal a B M (x, r 1, ), maka M(x, a, ) > 1 r 1, Akibanya, M(x, a, ) > 1 r 2. Arinya a B M (x, r 2, ), sehingga B M (x, r 1, ) B M (x, r 2, ). Selanjunya dengan mengasumsikan 0 < r 2 < r 1 < 1 dan langkah-langkah yang sama dapa dibukikan bahwa B M (x, r 2, ) B M (x, r 1, ). Keerangan: Pembukian diambil dari Aphane (2009) Definisi (Hakan, 2007) Misalkan (X, M, ) adalah ruang merik fuzzy. Bola eruup B M [x, r, ] dengan pusa x X, jari-jari r dengan 0 < r < 1, > 0 didefinisikan sebagai B M [x, r, ] = {y X M(x, y, ) 1 r}. 43

58 Conoh Dikeahui ruang merik fuzzy pada Conoh Bola erbuka B M [x, r, ] dengan pusa 0,5 X dan jari-jari 0,25 dengan = 1 didefinisikan sebagai B M [0,5,0,25, 1] = {y X M(0,5, y, 1) 0.75} = {y X 0,5 y 0.75} = {y X y 0,15}. Konsep himpunan erbuka yang erdapa dalam ruang merik juga erdapa dalam ruang merik fuzzy yang dijelaskan melalui Definisi dan Conoh di bawah ini. Definisi (Aphane, 2009) Misalkan (X, M, ) adalah suau ruang merik fuzzy. Suau himpunan bagian A dari X disebu erbuka jika unuk seiap a A, maka erdapa 0 < r < 1 dan > 0 sehingga B M (a, r, ) A. Conoh Misalkan (X, d) adalah suau ruang merik dengan merik d adalah merik diskre. Didefinisikan norm- koninu a b = a b unuk seiap a, b [0,1]. Misalkan M d adalah himpunan fuzzy pada X X [0, ) dengan fungsi keanggoaan yang didefinisikan dengan M d (x, y, ) = +d(x,y) unuk seiap x, y X, > 0. Maka (X, M d, ) adalah ruang merik fuzzy sandar yang diinduksi oleh merik d. 44

59 Misalkan A = {x} X, maka himpunan A erbuka karena unuk seiap a A, erdapa 0 < r = 1 < 1 dan = 1 > 0 sehingga 2 B M (a, 1 2, 1) = {y X M(a, y, ) = d(a, y) > 1 2 } A. 2. Topologi yang Diinduksi dari Merik Fuzzy Teorema dalam Bab II menjelaskan bagaimana suau merik dapa menginduksi opologi merik. Hal demikian juga erdapa dalam konsep ruang merik fuzzy yang dijelaskan melalui Teorema di bawah ini. Teorema (Tirado, 2012) Misalkan (X, M, ) adalah suau ruang merik fuzzy. Didefinisikan τ M = {A X x A > 0 & r, 0 < r < 1, sehingga B M (x, r, ) A }. Maka τ M adalah suau opologi pada X. Buki: (i) Jelas bahwa τ M dan X τ M. (ii) Misalkan A 1, A 2, A 3,, A i τ M dan U = i I A i. Akan diunjukkan bahwa U τ M. Misalkan a i I A i Karena A i τ M, maka erdapa, maka a A i unuk suau i I. > 0 dan 0 < r < 1, sedemikian sehingga B M (a, r, ) A i. Sehingga B M (a, r, ) A i i I A i = U. Jadi U τ M. 45

60 (iii) Misalkan A 1, A 2, A 3,, A i τ M dan V = i I A i. Akan diunjukkan bahwa V τ M. Misalkan a i I A i Sehingga unuk seiap i I erdapa, maka a A i unuk seiap i I. i > 0 dan 0 < r i < 1, sedemikian sehingga B M (a, r i, i ) A i. Misalkan r = min{r i, i I} dan = min{ i, i I}. Sehingga r < r i dan 1 r 1 r i unuk seiap i I. Akibanya B M (a, r, ) A i unuk seiap i I. Sehingga B M (a, r, ) i I A i = V. Jadi V τ M. Jadi, erbuki bahwa τ M adalah suau opologi pada X. Keerangan: Pembukian diambil dari Aphane (2009) Selanjunya, kaian anara opologi yang diinduksi oleh suau merik dan opologi yang diinduksi oleh merik fuzzy sandar akan dijelaskan melalui eorema di bawah ini. Teorema (Tirado, 2012) Misalkan (X, d) suau ruang merik dan M d (x, y, ) = +d(x,y) adalah merik fuzzy sandar pada X. Maka opologi τ d yang diinduksi oleh merik d dan opologi τ Md yang diinduksi oleh merik fuzzy M d adalah sama, yaiu τ d = τ Md. Buki: 46

61 (i) Akan diunjukkan bahwa menunjukkan bahwa τ d τ Md. Misal A τ d, maka erdapa ε > 0 sehingga B d (x, ε) = {y X d(x, y) ε} A, unuk seiap x A. Misal >, maka M d (x, y, ) = + d(x, y) + ε > + ε. Misal 1 r = +ε, maka M d(x, y, ) > 1 r. Arinya, unuk seiap x A, erdapa r, dengan 0 < r < 1 dan > 0 sehingga B Md (x, r, ) A. Akibanya A τ Md. Hal ini menunjukkan bahwa τ d τ Md. (ii) Akan diunjukkan bahwa menunjukkan bahwa τ Md τ d. Misalkan A τ Md, maka erdapa 0 < r < 1 dan > 0 sehingga B Md (x, r, ) = {y X M d (x, y, ) > 1 r} A unuk seiap x A. M d (x, y, ) = +d(x,y) > 1 r > (1 r) + (1 r)d(x, y) d(x, y) < r 1 r Misalkan ε = r, maka d(x, y) < ε. 1 r Arinya, unuk seiap x A, erdapa ε > 0 sehingga B d (x, ε) A. Akibanya A τ d. Hal ini menunjukkan bahwa τ Md τ d. Karena τ d τ Md dan τ Md τ d maka τ d = τ Md. Keerangan: Pembukian diambil dari Aphane (2009) 47

STRUKTUR SUBGRUP FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA

STRUKTUR SUBGRUP FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA LAPORAN PENELITIAN STRUKTUR SUBGRUP FUZZY DAN SIFAT-SIFATNYA Oleh: 1. Mushofa, S.Si 2. Karyai, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1 LIMIT FUNGSI. Limi f unuk c Tinjau sebuah fungsi f, apakah fungsi f ersebu sama dengan fungsi g -? Daerah asal dari fungsi g adalah semua bilangan real, sedangkan daerah asal fungsi f adalah bilangan real

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI I. PENDAHULUAN. Laar Belakang Menuru Sharpe e al (993), invesasi adalah mengorbankan ase yang dimiliki sekarang guna mendapakan ase pada masa mendaang yang enu saja dengan jumlah yang lebih besar. Invesasi

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA

PENDUGAAN PARAMETER DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA PENDUGAAN PARAMEER DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY DAN DIMAS HARI SANOSO Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor Jl Merani, Kampus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Propinsi Sumaera Uara merupakan salah sau propinsi yang mempunyai perkembangan yang pesa di bidang ransporasi, khususnya perkembangan kendaraan bermoor. Hal ini dapa

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan mampu menjelaskan hubungan anara vekor posisi, vekor kecepaan, dan vekor percepaan unuk gerak

Lebih terperinci

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt BAB ESPONS FUNGSI STEP PADA ANGKAIAN DAN C. Persamaan Diferensial Orde Sau Adapun benuk yang sederhana dari suau persamaan ferensial orde sau adalah: 0 a.i a 0 (.) mana a o dan a konsana. Persamaan (.)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Maemaika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN 2301-9115 IDEAL ANTI FUZZY PADA ALJABAR_CI Sii Nur Laili (S1 Maemaika, Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam, Universias Negeri Surabaya)

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 7.1

0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 7.1 BAB 7 LIMIT FUNGSI Sandar Kompeensi Menggunakan konsep i fungsi dan urunan fungsi dalam pemecahan masalah Kompeensi Dasar. Menjelaskan secara inuiif ari i fungsi di suau iik dan di akhingga. Menggunakan

Lebih terperinci

Fungsi Bernilai Vektor

Fungsi Bernilai Vektor Fungsi Bernilai Vekor 1 Deinisi Fungsi bernilai vekor adalah suau auran yang memadankan seiap F R R dengan epa sau vekor Noasi : : R R F i j, 1 1 F i j k 1 dengan 1,, ungsi bernilai real Conoh : 1. 1 F

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1988

Matematika EBTANAS Tahun 1988 Maemaika EBTANAS Tahun 988 EBT-SMA-88- cos = EBT-SMA-88- Sisi sisi segiiga ABC : a = 6, b = dan c = 8 Nilai cos A 8 4 8 EBT-SMA-88- Layang-layang garis singgung OAPB, sudu APB = 6 dan panjang OP = cm.

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ISSN 5-73X PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ISIKA SISWA Henok Siagian dan Iran Susano Jurusan isika, MIPA Universias Negeri Medan Jl. Willem Iskandar, Psr V -Medan

Lebih terperinci

Aljabar C* dan Mekanika Kuantum 1

Aljabar C* dan Mekanika Kuantum 1 Aljabar C* dan Mekanika Kuanum 1 Oleh: Rizky Rosjanuardi rizky@upi.edu Jurusan Pendidikan Maemaika FPMIPA Universias Pendidikan Indonesia Absrak Pada makalah ini dibahas konsep aljabar-c* dan kaiannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Sampel dan Kejadian 2.1.1 Definisi Ruang Sampel Himpunan semua hasil semua hasil (oucome) yang mungkin muncul pada suau percobaan disebu ruang sampel dan dinoasikan dengan

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA K 1,m K 1,n untuk d = 1 atau d = 2

PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA K 1,m K 1,n untuk d = 1 atau d = 2 Jurnal Maemaika UNAND Vol. No. 1 Hal. 3 36 ISSN : 303 910 c Jurusan Maemaika FMIPA UNAND PELABELAN TOTAL (a, d)-sisi ANTIAJAIB SUPER PADA K 1,m K 1,n unuk d = 1 aau d = DINA YELNI Program Sudi Maemaika,

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF.1 Pendahuluan Di lapangan, yang menjadi perhaian umumnya adalah besar peluang dari peubah acak pada beberapa nilai aau suau selang, misalkan P(a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham Analisis angkaian Lisrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham, Analisis angkaian Lisrik () BAB 3 Fungsi Jargan Pembahasan fungsi jargan akan membua kia memahami makna fungsi jargan, fungsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 11 Laar Belakang Seiap orang mendambakan berheni bekerja di suau masa dalam siklus kehidupannya dan menikmai masa uanya dengan enram Terjaminnya kesejaheraan di masa ua akan mencipakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 robabilias 2.1.1 Definisi robabilias adalah kemungkinan yang daa erjadi dalam suau erisiwa erenu. Definisi robabilias daa diliha dari iga macam endekaan, yaiu endekaan klasik,

Lebih terperinci

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond Vol. 5, No.2, 58-65, Januari 2009 Suau aaan Maemaika Model Ekonomi Diamond Jeffry Kusuma Absrak Model maemaika diberikan unuk menjelaskan fenomena dalam dunia ekonomi makro seperi modal/kapial, enaga kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Salah sau masalah analisis persediaan adalah kesulian dalam menenukan reorder poin (iik pemesanan kembali). Reorder poin diperlukan unuk mencegah erjadinya kehabisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiaan uamanya menerima simpanan giro, abungan dan deposio. Kemudian bank juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

ROTASI (PUTARAN) Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah GEOMETRI TRANSFORMASI yang diampuh oleh Ekasatya Aldila A., M.Sc.

ROTASI (PUTARAN) Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah GEOMETRI TRANSFORMASI yang diampuh oleh Ekasatya Aldila A., M.Sc. ROTSI (UTRN) Diajukan unuk memenuhi ugas maa kuliah GEOMETRI TRNSFORMSI yang diampuh oleh Ekasaya ldila., M.Sc. Di susun oleh: NIM: SEKOLH TINGGI KEGURUN DN ILMU ENDIDIKN (STKI) GRUTJl. ahlawan No. 32

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI PENDAHULUAN Kinemaika adalah bagian dari mekanika ang membahas enang gerak anpa memperhaikan penebab benda iu bergerak. Arina pembahasanna idak meninjau aau idak menghubungkan

Lebih terperinci

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar Kumpulan Makalah Seminar Semiraa 013 Fakulas MIPA Universias Lampung Penduga Daa Pada Rancangan Bujur Sangkar Lain Dasar Idhia Sriliana Jurusan Maemaika FMIPA UNIB E-mail: aha_muflih@yahoo.co.id Absrak.

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

Bilangan Dominasi Jarak Dua Pada Graf Hasil Operasi Amalgamasi

Bilangan Dominasi Jarak Dua Pada Graf Hasil Operasi Amalgamasi Bilangan Dominasi Jarak Dua Pada Graf Hasil Operasi Amalgamasi Ilham Saifudin ) ) Jurusan Teknik Informaika, Fakulas Teknik, Universias Muhammadiyah Jember Jl. Karimaa No. 49 Jember Kode Pos 68 Email :

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

BAB II MATERI PENUNJANG. 2.1 Keuangan Opsi

BAB II MATERI PENUNJANG. 2.1 Keuangan Opsi Bab II Maeri Penunjang BAB II MATERI PENUNJANG.1 Keuangan.1.1 Opsi Sebuah opsi keuangan memberikan hak (bukan kewajiban) unuk membeli aau menjual sebuah asse di waku yang akan daang dengan harga yang disepakai.

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryano Sudirham Sudi Mandiri Inegral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic 4.1. Pengerian BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Sau) Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

SEBARAN STASIONER PADA SISTEM BONUS-MALUS SWISS SERTA MODIFIKASINYA (Cherry Galatia Ballangan)

SEBARAN STASIONER PADA SISTEM BONUS-MALUS SWISS SERTA MODIFIKASINYA (Cherry Galatia Ballangan) SEBARAN STASIONER PADA SISTEM BONUS-MALUS SWISS SERTA MODIFIKASINYA (Cherry Galaia Ballangan) SEBARAN STASIONER PADA SISTEM BONUS-MALUS SWISS SERTA MODIFIKASINYA (Saionary Disribuion of Swiss Bonus-Malus

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL DIFUSI NON HOMOGEN SATU DIMENSI

PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL DIFUSI NON HOMOGEN SATU DIMENSI ISSN: 3-989 Vol. V, No. II, April 6 ERSAMAAN DIFFERENSIAL ARSIAL DIFUSI NON HOMOGEN SATU DIMENSI Rukmono Budi Uomo endidikan Maemaika FKI UMT E-mail: rukmono.budi.u@mail.ugm.ac.id Absrak Dalam peneliian

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan Teori Floquet

Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan Teori Floquet JURNAL FOURIER Okober 6, Vol. 5, No., 67-8 ISSN 5-763X; E-ISSN 54-539 Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan eori Floque Syarifah Inayai Program Sudi Maemaika, Fakulas Maemaika dan

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) K3 Kelas X FISIKA GLB DAN GLBB TUJUAN PEMBELAJARAN Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan beriku.. Memahami konsep gerak lurus berauran dan gerak lurus berubah berauran.. Menganalisis

Lebih terperinci

1. Pengertian Digital

1. Pengertian Digital Kegiaan elajar. Pengerian Digial Tujuan Khusus Pembelajaran Pesera harus dapa: Menyebukan definisi besaran analog Menyebukan definisi besaran digial Menggambarkan keadaan logika Menyebukan perbedaan nilai

Lebih terperinci

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES Universias Muhammadiyah Purwokero malim.muhammad@gmail.com Absrak Pada persamaan regresi linier sederhana dimana variabel dependen dan variabel independen

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah 37 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian-pengerian Kependudukan sanga era kaiannya dengan demgrafi. Kaa demgrafi berasal dari bahasa Yunani yang berari Dems adalah rakya aau penduduk, dan Grafein adalah

Lebih terperinci

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI BAB 4 PENANAISAAN RANKAIAN DENAN PERSAMAAN DIFERENSIA ORDE DUA ATAU EBIH TINI 4. Pendahuluan Persamaan-persamaan ferensial yang pergunakan pada penganalisaan yang lalu hanya erbaas pada persamaan-persamaan

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t 9 TKE 35 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a (bagian 2) Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 29 2.4. Isyara Periodik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI PERTEMUAN KINEMATIKA SATU DIMENSI RABU 30 SEPTEMBER 05 OLEH: FERDINAND FASSA PERTANYAAN Pernahkah Anda meliha aau mengamai pesawa erbang yang mendara di landasannya? Berapakah jarak empuh hingga pesawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2)

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2) FI Mekanika B Sem. 7- Pekan #3 Osilasi Persamaan diferensial linear Misal kia memiliki sebuah fungsi berganung waku (. Persamaan diferensial linear dalam adalah persamaan yang mengandung variabel dan urunannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekaan dan Meode Peneliian Jenis peneliian yang digunakan adalah jenis peneliian kualiaif dengan menggunakan daa kuaniaif. Daa kualiaif adalah mengeahui Gambaran pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 13 ISSN: 338-4417 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 1/13

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

PELATIHAN STOCK ASSESSMENT

PELATIHAN STOCK ASSESSMENT PELATIHA STOCK ASSESSMET Modul 5 PERTUMBUHA Mennofaria Boer Kiagus Abdul Aziz Maeri Pelaihan Sock Assessmen Donggala, 1-14 Sepember 27 DIAS PERIKAA DA KELAUTA KABUPATE DOGGALA bekerjasama dengan PKSPL

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan

BAB IV METODE PENELITIAN. dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendekaan Peneliiaan Peneliian sudi kasus ini menggunakan peneliian pendekaan kualiaif. menuru (Sugiono, 2009:15), meode peneliian kualiaif adalah meode peneliian ang berlandaskan

Lebih terperinci