Integral dan Persamaan Diferensial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Integral dan Persamaan Diferensial"

Transkripsi

1 Sudaryano Sudirham Sudi Mandiri Inegral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic

2 4.1. Pengerian BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Sau) Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih urunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai: 1. Menuru jenis aau ipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua idak kia pelajari di buku ini, karena kia hanya meninjau fungsi dengan sau peubah bebas.. Menuru orde: orde persamaan diferensial adalah orde eringgi 3 d y urunan fungsi yang ada dalam persamaan. adalah orde 3 d y iga; adalah orde dua; adalah orde sau. 3. Menuru deraja: deraja suau persamaan diferensial adalah pangka eringgi dari urunan fungsi orde eringgi. 5 3 d y d y y Sebagai conoh: = e adalah persamaan 3 1 diferensial biasa, orde iga, deraja dua. Dalam buku ini kia hanya akan membahas persamaan diferensial biasa, orde sau dan orde dua, deraja sau. 4.. Solusi Suau fungsi y = f() dikaakan merupakan solusi suau persamaan diferensial jika persamaan ersebu eap erpenuhi dengan diganikannya y dan urunannya dalam persamaan ersebu oleh f() dan urunannya. Kia ambil sau conoh: 4-1

3 y= ke adalah solusi dari persamaan y= 0 karena urunan y= ke adalah = ke, dan jika ini kia masukkan dalam persamaan akan kia peroleh ke ke = 0 Persamaan erpenuhi. Pada conoh di aas kia liha bahwa persamaan diferensial orde sau mempunyai solusi yang melibakan sau eapan sembarang yaiu k. Pada umumnya suau persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n eapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua yang akan kia bahas di bab berikunya, kia akan menemukan solusi dengan dua eapan sembarang. Nilai dari eapan ini dienukan oleh kondisi awal Persamaan Diferensial Orde Sau Dengan Peubah Yang Dapa Dipisahkan Solusi suau persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah dapa dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kia mengumpulkan semua y dengan dan semua dengan. Jika hal ini bisa dilakukan maka persamaan ersebu dapa kia uliskan dalam benuk f ( y) g( ) = 0 (4.1) Apabila kia lakukan inegrasi kia akan mendapakan solusi umum dengan sau eapan sembarang K, yaiu Kia ambil dua conoh. f y) g( ) ) = ( K (4.) 1). y e = e. Persamaan ini dapa kia uliskan = e sehingga kia dapakan persamaan dengan peubah erpisah sehingga y e e = 0 e y dan e = K aau e = e K y y e e = K y 4- Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

4 ). = 1 y. Pemisahan peubah akan memberikan benuk y = 0 dan K y = sehingga y ln = K aau y = ln K 4.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Sau Suau persamaan disebu homogen jika ia dapa diuliskan dalam benuk y = F (4.3) Persamaan demikian ini dapa dipecahkan dengan membua peubah bebas baru y v= Dengan peubah baru ini maka dv y= v dan = v Persamaan (14.) menjadi dv v = F(v) (4.4) yang kemudian dapa dicari solusinya melalui pemisahan peubah. dv = 0 v F( v) (4.5) Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan mengganikan v dengan y/ seelah persamaan erakhir ini dipecahkan. Kia ambil conoh: ( y ) y= 0 Persamaan ini dapa kia ulis y (1 ) y= 0 aau 4-3

5 y y (1 ) = sehingga 1 ( y / ) = = F( y / ) ( y / ) yang merupakan benuk persamaan homogen. Peubah baru v = y/ memberikan y= v dan dan membua persamaan menjadi dv 1 v v = aau v Dari sini kia dapakan dv = (1 3v ) / v = v dv dv 1 v 1 3v = v = v v vdv aau 0 1 3v = Kia harus mencari solusi persamaan ini unuk mendapakan v sebagai fungsi. Kia perlu pengalaman unuk ini. Kia ahu bahwa d(ln ) 1 =. Kia coba hiung d ln(1 3 ) d ln(1 3 ) d(1 3 ) 1 = = (6) d(1 3 ) 1 3 Kembali ke persamaan kia. Dari percobaan perhiungan di aas kia dapakan solusi dari vdv 0 1 3v = 1 1 adalah ln ln(1 3v ) = K = ln K aau 3 3 3ln ln(1 3v ) = K = ln K 3 sehingga (1 3v ) = K Dalam dan y solusi ini adalah ( 1 3( y / ) ) = K aau ( 3 y ) = K Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

6 4.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Sau Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderaja sau aau nol. Dalam menenukan deraja ini kia harus memperhiungkan pangka dari peubah dan urunannya; misal y(/) adalah berderaja dua karena y dan / masing-masing berpangka sau dan harus kia jumlahkan unuk menenukan deraja dari y(/). Persamaan diferensial orde sau yang juga linier dapa kia uliskan dalam benuk Py= Q (4.6) dengan P dan Q merupakan fungsi aau eapan. Persamaan diferensial benuk inilah selanjunya akan kia bahas dan kia akan membaasi pada siuasi dimana P adalah suau eapan. Hal ini kia lakukan karena kia akan langsung meliha pemanfaaan prakis dengan conoh yang erjadi pada analisis rangkaian lisrik. Dalam analisis rangkaian lisrik, peubah fisis seperi egangan dan arus merupakan fungsi waku. Oleh karena iu persamaan diferensial yang akan kia injau kia uliskan secara umum sebagai a by= f () (4.7) Persamaan diferensial linier orde sau seperi ini biasa kia emui pada perisiwa ransien (aau perisiwa peralihan) dalam rangkaian lisrik. Cara yang akan kia gunakan unuk mencari solusi adalah cara pendugaan. Peubah y adalah keluaran rangkaian (aau biasa disebu anggapan rangkaian) yang dapa berupa egangan aaupun arus sedangkan nilai a dan b dienukan oleh nilai-nilai elemen yang membenuk rangkaian. Fungsi f() adalah masukan pada rangkaian yang dapa berupa egangan aaupun arus dan disebu fungsi pemaksa aau fungsi penggerak. Persamaan diferensial seperi (4.7) mempunyai solusi oal yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapa memenuhi persamaan (4.7) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapa memenuhi persamaan homogen a by= 0 (4.8) 4-5

7 Hal ini dapa difahami karena jika f 1 () memenuhi (4.7) dan fungsi f () memenuhi (4.8), maka y = (f 1 f ) akan memenuhi (4.7) sebab ( f f ) d a by= a 1 b( f1 f) df = 1 df df a bf 1 1 a bf = a bf1 0 Jadi y = (f 1 f ) adalah solusi dari (4.7), dan kia sebu solusi oal yang erdiri dari solusi khusus f 1 dari (4.7) dan solusi homogen f dari (4.8). Perisiwa Transien. Sebagaimana elah disebukan, persamaan diferensial seperi (14.7) dijumpai dalam perisiwa ransien, yaiu selang peralihan dari suau keadaan manap ke keadaan manap yang lain.. Peralihan kia anggap mulai erjadi pada = 0 dan perisiwa ransien yang kia injau erjadi dalam kurun waku seelah mulai erjadi perubahan yaiu dalam kurun waku > 0. Sesaa seelah mulai perubahan kia beri anda = 0 dan sesaa sebelum erjadi perubahan kia beri anda = 0. Solusi Homogen. Persamaan (4.8) menyaakan bahwa y diambah dengan suau koefisien konsan kali /, sama dengan nol unuk semua nilai. Hal ini hanya mungkin erjadi jika y dan / berbenuk sama. Fungsi yang urunannya mempunyai benuk sama dengan fungsi iu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kia dapa menduga bahwa solusi dari (4.8) mempunyai benuk eksponensial y = K 1 e s. Jika solusi dugaan ini kia masukkan ke (4.8), kia peroleh ( as b) 0 s s ak1 se bk1e = 0 aau K1 y= 4-6 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial (4.9) Peubah y idak mungkin bernilai nol unuk seluruh dan K 1 juga idak boleh bernilai nol karena hal iu akan membua y bernilai nol unuk seluruh. Sau-saunya cara agar persamaan (4.9) erpenuhi adalah as b=0 (4.10) Persamaan (4.10) ini disebu persamaan karakerisik sisem orde perama. Persamaan ini hanya mempunyai sau akar yaiu s = (b/a). Jadi solusi homogen yang kia cari adalah s ( b / a) ya = K1e = K1e (4.11) Nilai K 1 masih harus kia enukan melalui penerapan suau persyaraan erenu yang kia sebu kondisi awal yaiu kondisi pada = 0 sesaa

8 seelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y elah mempunyai nilai erenu pada = 0 sehingga nilai K 1 haruslah sedemikian rupa sehingga nilai y pada = 0 ersebu dapa dipenuhi. Akan eapi kondisi awal ini idak dapa kia erapkan pada solusi homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi awal harus kia erapkan pada solusi oal dan bukan hanya unuk solusi homogen saja. Oleh karena iu kia harus mencari solusi khusus lebih dulu agar solusi oal dapa kia peroleh unuk kemudian menerapkan kondisi awal. Solusi khusus. Solusi khusus dari (4.7) erganung dari benuk fungsi pemaksa f(). Seperi halnya dengan solusi homogen, kia dapa melakukan pendugaan pada solusi khusus. Benuk solusi khusus haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (4.7) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan iu akan berisi benuk fungsi yang sama. Jika solusi khusus kia sebu y p, maka y p dan urunannya harus mempunyai benuk sama agar hal ersebu erpenuhi. Unuk berbagai benuk f(), solusi khusus dugaan y p adalah sebagai beriku. Jika f ( ) = 0, maka y p = 0 Jika f ( ) = A= konsan, maka y p = konsan= K Jika Jika α f ( ) = Ae = eksponensial, maka α y p = eksponensial= Ke f ( ) = Asinω, aau f ( ) = Acosω, maka y p = Kc cosω Ks sinω Perhaikan : y= Kc cosω Ks sinω adalah benuk umum fungsi sinus maupun cosinus. Solusi oal. Jika solusi khusus kia sebu y p, maka solusi oal adalah s y= y p ya = y p K1e (4.1) Pada solusi lengkap inilah kia dapa menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K 1. Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal erjadinya perubahan yaiu pada = 0. Dalam menurunkan persamaan diferensial pada perisiwa ransien kia harus memilih peubah yang disebu peubah 4-7

9 saus. Peubah saus harus merupakan fungsi koninyu. Nilai peubah ini, sesaa sesudah dan sesaa sebelum erjadi perubahan harus bernilai sama. Jika kondisi awal ini kia sebu y(0 ) maka y (0 ) = y(0 ) (4.13) Jika kondisi awal ini kia masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.1) akan kia peroleh nilai K 1. ( = p 1 1 p y 0 ) y (0 ) K K = y(0 ) y (0 ) (4.14) y p (0 ) adalah nilai solusi khusus pada = 0. Nilai y(0 ) dan y p (0 ) adalah erenu (yaiu nilai pada = 0 ). Jika kia sebu y( 0 ) y p (0 ) = A 0 (4.15) maka solusi oal menjadi s y= y p A0 e (4.16) 4.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa Tanpa Fungsi Pemaksa, f() = 0. Jika f() =0 maka solusi yang akan kia peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam mencari soluai kia akan menganggap bahwa fungsi pemaksa eap ada, akan eapi bernilai nol. Hal ini kia lakukan karena kondisi awal harus dierapkan pada solusi oal, sedangkan solusi oal harus erdiri dari solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal idak dapa dierapkan hanya pada solusi homogen saja aau solusi khusus saja. Conoh: Dari suau analisis rangkaian diperoleh persamaan dv 1000 v= 0 unuk > 0. Kondisi awal adalah v(0 ) = 1 V. Persamaan karakerisik : s 1000= 0 s= 1000 Dugaan solusi homogen : Dugaan solusi khusus: Dugaan solusi oal v p : v= v v p a = A e A e = 0 (karena idak ada fungsi pemaksa) 4-8 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial 0 s = 0 A e

10 Kondisi awal : v(0 ) = v(0 ) = 1 V. Penerapan kondisi awal pada memberikan : 1= 0 A0 A0 = Solusi oal menjadi : v= 1 e V dugaan solusi oal Conoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 10 menghasilkan persamaan dv 3 v= 0 V, analisis ransien Persamaan karakerisik : s 3= 0 s= 3 Dugaan solusi homogen : Dugaan solusi khusus : Dugaan solusi oal: Kondisi awal : v(0 ) = 10 V 3 va = A0e v p = 0 3 v= vp A0e Penerapan kondisi awal memberikan: 10= 0 A0 3 Solusi oal menjadi: v= 10 e V Fungsi Pemaksa Berbenuk Anak Tangga. Kia elah mempelajari bahwa fungsi anak angga adalah fungsi yang bernilai 0 unuk < 0 dan bernilai konsan unuk > 0. Jadi jika kia hanya meninjau keadaan unuk > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak angga dapa kia uliskan sebagai f() = A (eapan). Conoh: Suau analisis rangkaian memberikan persamaan 10 3 dv v=1 dengan kondisi awal v(0 ) = 0 V. 3 3 Persamaan karakerisik : 10 s 1= 0 s= 1/10 = 1000 Dugaan solusi homogen : 1000 va = A0e 4-9

11 Karena f() = 1 konsan, kia dapa menduga bahwa solusi khusus akan bernilai konsan juga karena urunannya akan nol sehingga kedua ruas persamaan ersebu dapa berisi suau nilai konsan. Dugaan solusi khusus: Masukkan v p vp = K dugaan ini ke persamaan : 1000 Dugaan solusi oal : v= 1 A0e V Kondisi awal : v(0 ) = v(0 ) = 0. 0 K = 1 vp = 1 Penerapan kondisi awal memberikan: 0= 1 A0 A0 = Solusi oal menjadi : v= 1 1 e V Conoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 11 V, analisis ransien menghasilkan persamaan dv 5 v= 00 Persamaan karakerisik : s 5= 0 s= 5 Dugaan solusi homogen : Dugaan solusi khusus: Dugaan solusi lengkap: Kondisi awal : 5 va = A0e v p = K 0 5K = 00 v p = v= v p A0e = 40 A0e v(0 ) = 11V. Penerapan kondisi awal memberikan: 11= 40 A0 A0 = 9 5 Tanggapan oal: v= 40 9 e V. Fungsi Pemaksa Berbenuk Sinus. Beriku ini kia akan mencari solusi jika fungsi pemaksa berbenuk sinus. Karena solusi homogen idak erganung dari benuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen dari persamaan ini sama seperi apa yang kia liha pada conoh-conoh sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhaian kia lebih kia ujukan pada pencarian solusi khusus. Dengan pengerian bahwa kia hanya memandang kejadian pada > 0, benuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada = 0 kia uliskan y = Acos( ω θ) 4-10 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

12 Melalui relasi { cosω cosθ sinω θ} y = Acos( ωθ) = A sin benuk umum fungsi sinus dapa kia uliskan sebagai y= A c dengan cosω A sinω A = Acosθ c s dan A = Asinθ Dengan benuk umum seperi di aas kia erhindar dari perhiungan sudu fasa θ, karena sudu fasa ini ercakup dalam koefisien A c dan A s. Koefisien A c dan A s idak selalu ada. Jika sudu fasa θ = 0 maka A s = 0 dan jika θ = 90 o maka A c = 0. Jika kia memerlukan nilai sudu fasa θ dari fungsi sinus yang dinyaakan dengan pernyaaan umum, kia dapa As menggunakan relasi an θ=. Ac Turunan fungsi sinus akan berbenuk sinus juga. Oleh karena iu, penjumlahan y = sinω dan urunannya akan berbenuk fungsi sinus juga. y= A cosω A sinω ; c = Acω sinω Asω cosω d y = Acω s s cosω Aω s ; sinω Conoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 0 V suau analisis ransien dv menghasilkan persamaan 5 v=100cos10 Persamaan karakerisik : s 5= 0 s= 5 Dugaan solusi homogen : v a = A e 5 0 Fungsi pemaksa berbenuk sinus. Solusi khusus kia duga akan berbenuk sinus juga. 4-11

13 Dugaan solusi khusus: v p = Ac cos10 As sin10 Subsiusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan: 10Ac sin10 10As cos10 5Ac cos10 5As sin10 = 100 cos10 10Ac 5As = 0 dan 10As 5Ac = 100 As = Ac 0Ac 5Ac = 100 Ac = 4 dan As = 8 Solusi khusus: v p = 4cos10 8sin10 5 Dugaan solusi oal : v= 4cos10 8sin10 A0e Kondisi awal v(0 ) = 0. Penerapan kondisi awal : 0= 4 A0 A0 = 4 5 Jadi: v= 4cos10 8sin10 4e V Conoh: Apabila kondisi awal adalah v(0 ) = 10 V, bagaimanakah solusi pada conoh sebelum ini? Solusi oal elah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah. 5 Solusi oal : v = 4 cos10 8sin10 A0e Kondisi awal v(0 ) = 10 10= 4 A0 A0 = 6 5 Jadi : v = 4 cos10 8 sin10 6 e V Ringkasan. Solusi oal erdiri dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi homogen merupakan bagian ransien dengan konsana waku yang dienukan oleh eapan-eapan dalam persamaan, yang dalam hal rangkaian lisrik dienukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi khusus merupakan solusi yang erganung dari benuk fungsi pemaksa, yang dalam hal rangkaian lisrik dienukan oleh masukan dari luar; solusi khusus merupakan bagian manap aau kondisi final. 4-1 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

14 τ = ( ) / y y p A0 e Solusi khusus : dienukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen manap; eap ada unuk. Solusi homogen : idak dienukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen ransien; hilang pada ; sudah dapa dianggap hilang pada = 5τ. konsana waku τ = a/b pada (14.10) Soal-Soal: 1. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. dv a). 10v= 0, v(0 ) = 10 ; dv b). 15v= 0, v(0 ) = 5. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. di a). 8i = 0, i(0 ) = ; di 4 b). 10 i= 0, i(0 ) = 0,

15 3. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. dv a). 10v= 10u( ), v(0 ) = 0 ; dv b). 10v= 10u( ), v(0 ) = 5 4. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. di 4 a). 10 i= 100u( ), i(0 ) = 0 ; di 4 b). 10 i= 100u( ), i(0 ) = 0,0 5. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. dv a). 5v= 10 cos(5) u( ), v(0 ) = 0 ; dv b). 10v= 10 cos(5) u( ), v(0 ) = Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

16 4-15

Darpublic Nopember 2013

Darpublic Nopember 2013 Darpublic Nopember 01 www.darpublic.com 4.1. Pengerian 4. Persamaan Diferensial (Orde Sau) Sudarano Sudirham Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih urunan fungsi. Persamaan

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 Sudaryano Sudirham Analisis Rangkaian Lisrik Jilid 2 Darpublic Hak cipa pada penulis, 21 SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis Rangkaian Lisrik (2 Darpublic, Bandung are-71 edisi Juli 211 hp://ee-cafe.org Alama

Lebih terperinci

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt BAB ESPONS FUNGSI STEP PADA ANGKAIAN DAN C. Persamaan Diferensial Orde Sau Adapun benuk yang sederhana dari suau persamaan ferensial orde sau adalah: 0 a.i a 0 (.) mana a o dan a konsana. Persamaan (.)

Lebih terperinci

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI BAB 4 PENANAISAAN RANKAIAN DENAN PERSAMAAN DIFERENSIA ORDE DUA ATAU EBIH TINI 4. Pendahuluan Persamaan-persamaan ferensial yang pergunakan pada penganalisaan yang lalu hanya erbaas pada persamaan-persamaan

Lebih terperinci

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2)

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2) FI Mekanika B Sem. 7- Pekan #3 Osilasi Persamaan diferensial linear Misal kia memiliki sebuah fungsi berganung waku (. Persamaan diferensial linear dalam adalah persamaan yang mengandung variabel dan urunannya

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu Sudaryano Sudirham Analisis Rangkaian Lisrik Di Kawasan Waku 2-2 Sudaryano Sudirham, Analisis Rangkaian Lisrik (1) BAB 2 Besaran Lisrik Dan Model Sinyal Dengan mempelajari besaran lisrik dan model sinyal,

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral Maeri XII Tujuan :. Mahasiswa dapa memahami menyelesiakan persamaan inegral yang lebih kompleks. Mahasiswa mampunyelesiakan persamaan yang lebih rumi 3. Mahasiswa mengimplemenasikan konsep inegral pada

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

Gambar 1, Efek transien pada rangkaian RC

Gambar 1, Efek transien pada rangkaian RC Bab I, Efek Transien Hal: 04 BAB I EFEK TANSIEN Kapasior pada sinyal D Jika sinyal D berikan pada kapasior (mula-mula ak ermuai) yang -seri-kan dengan hambaan, maka pada saa hubungkan ( 0 s) akan ada arus

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto Oleh : Danny Kurniano; Risa Farrid Chrisiani Sekolah Tinggi Teknologi Telemaika Telkom Purwokero Pendahuluan Seelah kia mempelajari anggapan alamiah dari suau rangkaian RL aau RC, yaiu anggapan saa sumber

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t 9 TKE 35 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a (bagian 2) Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 29 2.4. Isyara Periodik

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1 LIMIT FUNGSI. Limi f unuk c Tinjau sebuah fungsi f, apakah fungsi f ersebu sama dengan fungsi g -? Daerah asal dari fungsi g adalah semua bilangan real, sedangkan daerah asal fungsi f adalah bilangan real

Lebih terperinci

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan KINEMATIKA Kinemaika adalah mempelajari mengenai gerak benda anpa memperhiungkan penyebab erjadi gerakan iu. Benda diasumsikan sebagai benda iik yaiu ukuran, benuk, roasi dan gearannya diabaikan eapi massanya

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik

Analisis Rangkaian Listrik Sudaryano Sudirham Analisis Rangkaian Lisrik Jilid 1 Darpublic Hak cipa pada penulis, 21 SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis Rangkaian Lisrik (1) Darpublic, Bandung are-71 edisi Juli 211 hp://ee-cafe.org Alama

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham Analisis angkaian Lisrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham, Analisis angkaian Lisrik () BAB 3 Fungsi Jargan Pembahasan fungsi jargan akan membua kia memahami makna fungsi jargan, fungsi

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) K3 Kelas X FISIKA GLB DAN GLBB TUJUAN PEMBELAJARAN Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan beriku.. Memahami konsep gerak lurus berauran dan gerak lurus berubah berauran.. Menganalisis

Lebih terperinci

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN MODUL 1 FI 2104 ELEKTRONIKA 1 MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN 1. TUJUAN PRAKTIKUM Seelah melakukan prakikum, prakikan diharapkan elah memiliki kemampuan sebagai beriku : 1.1. Mampu

Lebih terperinci

BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Bab ini membahas suatu vektor tidak nol x dan skalar l yang mempunyai

BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Bab ini membahas suatu vektor tidak nol x dan skalar l yang mempunyai BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Bab ini membahas suau vekor idak nol dan skalar l yang mempunyai hubungan erenu dengan suau mariks A. Hubungan ersebu dinyaakan dalam benuk A λ. Bagaimana kia memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

Slide : Tri Harsono Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) - ITS

Slide : Tri Harsono Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) - ITS Persamaan Differensial Biasa Orde Slide : Tri Harsono Polieknik Elekronika Negeri Surabaya ITS Polieknik Elekronika Negeri Surabaya PENS - ITS 1 1. PD Linier Homogin Dengan Koefisien Benuk Umum: Konsan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN 2015

Soal-Jawab Fisika OSN 2015 Soal-Jawab Fisika OSN 5. ( poin) Tinjau sebuah bola salju yang sedang menggelinding. Seperi kia ahu, fenomena menggelindingnya bola salju diikui oleh perambahan massa bola ersebu. Biarpun massa berambah,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik

Analisis Rangkaian Listrik Open Course Analisis Rangkaian Lisrik Di Kawasan Waku () Oleh: Sudaryano Sudirham Penganar Dalam kuliah ini dibahas analisis rangkaian lisrik di kawasan waku dalam kondisi manap Kuliah ini merupakan ahap

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

Relasi LOGIK FUNGSI AND, FUNGSI OR, DAN FUNGSI NOT

Relasi LOGIK FUNGSI AND, FUNGSI OR, DAN FUNGSI NOT 2 Relasi LOGIK FUNGSI ND, FUNGSI OR, DN FUNGSI NOT Tujuan : Seelah mempelajari Relasi Logik diharapkan dapa,. Memahami auran-auran relasi logik unuk fungsi-fungsi dasar ND, OR dan fungsi dasar NOT 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan mampu menjelaskan hubungan anara vekor posisi, vekor kecepaan, dan vekor percepaan unuk gerak

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang Gerak Jauh Bebas 14:1:55 Gerak Jauh Bebas Gerak jauh bebas merupakan gerakan objekyang dipengaruhi gaya graiasi. Persamaan maemaik gerak jauh bebas sama dengan persamaan gerak1d unuk percepaan konsan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH,

BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH, BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH, S.Si NIP. 198308202011011005 SMA NEGERI 9 BATANGHARI 2013 I. JUDUL MATERI : GERAK LURUS II. INDIKATOR : 1. Menganalisis besaran-besaran

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer Silabus : Aljabar Linear Elemener MA SKS Bab I Mariks dan Operasinya Bab II Deerminan Mariks Bab III Sisem Persamaan Linear Bab IV Vekor di Bidang dan di Ruang Bab V Ruang Vekor Bab VI Ruang Hasil Kali

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI PENDAHULUAN Kinemaika adalah bagian dari mekanika ang membahas enang gerak anpa memperhaikan penebab benda iu bergerak. Arina pembahasanna idak meninjau aau idak menghubungkan

Lebih terperinci

Persamaan Differensial

Persamaan Differensial Persamaan Differensial Slide : Tri Harsono April, 2005 Polieknik Elekronika Negeri Surabaya ITS 1 Jenis PD Berdasarkan ruas kanannya: PD Homogin PD Non Homogin Berdasarkan independen variable-nya: PD Biasa

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUHG/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 8 VEKTOR DAN NILAI EIGEN /5/7 9.9 Beberapa Aplikasi Ruang Eigen Uji Kesabilan dalam sisem dinamik Opimasi dengan SVD pada pengolahan Cira Sisem Transmisi dan lain-lain.

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan Teori Floquet

Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan Teori Floquet JURNAL FOURIER Okober 6, Vol. 5, No., 67-8 ISSN 5-763X; E-ISSN 54-539 Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan eori Floque Syarifah Inayai Program Sudi Maemaika, Fakulas Maemaika dan

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial Sudaratno Sudirham Integral dan Persamaan Diferensial Bahan Kuliah Terbuka dalam format pdf tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dalam format pps beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org Bahasan akan mencakup

Lebih terperinci

Percobaan PENYEARAH GELOMBANG. (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY)

Percobaan PENYEARAH GELOMBANG. (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY) Percobaan PENYEARAH GELOMBANG (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY) E-mail : sumarna@uny.ac.id) 1. Tujuan 1). Mempelajari cara kerja rangkaian penyearah. 2). Mengamai benuk gelombang keluaran.

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode:

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode: Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri SAINTEK Fisika 2013 Kode: 131 TKD SAINTEK FISIKA www.bimbinganalumniui.com 1. Gerak sebuah benda dinyaakan dalam sebuah grafik kecepaan erhadap waku beriku

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Mobil Robo Mobil robo adalah robo yang memiliki kemampuan unuk berpindah empa mobiliy, mobil robo yang bergerak dari posisi awal ke posisi yang diinginkan, suau sisem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB 7 NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 7 NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 7 NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Nilai Eigen dan Vekor Eigen. Diagonalisasi. Diagonalisasi secara Orogonal 7. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Definisi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

IR. STEVANUS ARIANTO 1

IR. STEVANUS ARIANTO 1 GERAK TRANSLASI GERAK PELURU GERAK ROTASI DEFINISI POSISI PERPINDAHAN MEMADU GERAK D E F I N I S I PANJANG LINTASAN KECEPATAN RATA-RATA KELAJUAN RATA-RATA KECEPATAN SESAAT KELAJUAN SESAAT PERCEPATAN RATA-RATA

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI PERTEMUAN KINEMATIKA SATU DIMENSI RABU 30 SEPTEMBER 05 OLEH: FERDINAND FASSA PERTANYAAN Pernahkah Anda meliha aau mengamai pesawa erbang yang mendara di landasannya? Berapakah jarak empuh hingga pesawa

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 robabilias 2.1.1 Definisi robabilias adalah kemungkinan yang daa erjadi dalam suau erisiwa erenu. Definisi robabilias daa diliha dari iga macam endekaan, yaiu endekaan klasik,

Lebih terperinci

B a b. Aplikasi Dioda

B a b. Aplikasi Dioda Aplikasi ioda B a b 2 Aplikasi ioda Seelah mengeahui konsruksi, karakerisik dan model dari dioda semikondukor, diharapkan mahasiswa dapa memahami pula berbagai konfigurasi dioda dengan menggunkan model

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian mengenai konribusi pengelolaan huan rakya erhadap pendapaan rumah angga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamaan Sindangagung, Kabupaen Kuningan,

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. AnalisisRangkaian. RangkaianListrik di KawasanWaktu #1

Sudaryatno Sudirham. AnalisisRangkaian. RangkaianListrik di KawasanWaktu #1 Sudaryano Sudirham AnalisisRangkaian RangkaianLisrik di KawasanWaku # Bahan Kuliah Terbuka dalam forma pdf ersedia di www.buku-e.lipi.go.id dalam forma pps beranimasi ersedia di www.ee-cafe.org Teori dan

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

Matematika EBTANAS Tahun 1988

Matematika EBTANAS Tahun 1988 Maemaika EBTANAS Tahun 988 EBT-SMA-88- cos = EBT-SMA-88- Sisi sisi segiiga ABC : a = 6, b = dan c = 8 Nilai cos A 8 4 8 EBT-SMA-88- Layang-layang garis singgung OAPB, sudu APB = 6 dan panjang OP = cm.

Lebih terperinci

Fungsi Bernilai Vektor

Fungsi Bernilai Vektor Fungsi Bernilai Vekor 1 Deinisi Fungsi bernilai vekor adalah suau auran yang memadankan seiap F R R dengan epa sau vekor Noasi : : R R F i j, 1 1 F i j k 1 dengan 1,, ungsi bernilai real Conoh : 1. 1 F

Lebih terperinci

PELATIHAN STOCK ASSESSMENT

PELATIHAN STOCK ASSESSMENT PELATIHA STOCK ASSESSMET Modul 5 PERTUMBUHA Mennofaria Boer Kiagus Abdul Aziz Maeri Pelaihan Sock Assessmen Donggala, 1-14 Sepember 27 DIAS PERIKAA DA KELAUTA KABUPATE DOGGALA bekerjasama dengan PKSPL

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

Analisis Gerak Osilator Harmonik Dengan Gaya pemaksa Bebas Menggunakan Metode Elemen Hingga Dewi Sartika junaid 1,*, Tasrief Surungan 1, Eko Juarlin 1

Analisis Gerak Osilator Harmonik Dengan Gaya pemaksa Bebas Menggunakan Metode Elemen Hingga Dewi Sartika junaid 1,*, Tasrief Surungan 1, Eko Juarlin 1 Analisis Gerak Osilaor Harmonik Dengan Gaya pemaksa Bebas Menggunakan Meode Elemen Hingga Dewi Sarika junaid 1,*, Tasrief Surungan 1, Eko Juarlin 1 1 Jurusan Fisika FMIPA Universias Hasanuddin, Makassar

Lebih terperinci

BAB MOMENTUM DAN IMPULS

BAB MOMENTUM DAN IMPULS 1 BAB MOMENTUM DAN IMPULS Conoh 8.1 Sebuah benda bermassa 5 kg yang bergerak dengan kecepaan 3 m/s ke arah imur dikenai gaya yang menyebabkan kecepaannya berubah menjadi 7 m/s dalam arah semula. Tenukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI ARTION-FUNDO. Naufal Helmi, Mariatul Kiftiah, Bayu Prihandono

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI ARTION-FUNDO. Naufal Helmi, Mariatul Kiftiah, Bayu Prihandono Bulein Ilmiah Ma. Sa. dan Terapannya (Bimaser) Volume 5, No. 3 (216), hal 195 24. PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI ARTION-FUNDO Naufal Helmi, Mariaul

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP Karakerisik Umur Produk (Sudarno) KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL Sudarno Saf Pengajar Program Sudi Saisika FMIPA UNDIP Absrac Long life of produc can reflec is qualiy. Generally, good producs

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK

BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK Dengan memperhaikan fungsi sebaran peluang berahan dari masingmasing sebaran klaim, sebagai mana diulis pada persamaan (3.45), (3.70) dan (3.90), perhiungan numerik idak mudah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

Jawaban Soal Latihan

Jawaban Soal Latihan an Soal Laihan 1. Terangkanlah ari grafik-grafik di bawah ini. dan ulis persamaan geraknya. an: a. Merupakan grafik kecepaan erhadap waku, kecepaan eap. Persamaan v()=v b. Merupakan grafik jarak erhadap

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Solusi Eksak Persamaan Boltzman dengan Nilai Awal Bobylev Misalkan dipilih nilai awal Bobylev berikut:

PEMBAHASAN. Solusi Eksak Persamaan Boltzman dengan Nilai Awal Bobylev Misalkan dipilih nilai awal Bobylev berikut: PEMBAHASAN Paa karya ilmiah ini persamaan Bolzmann yang akan icari solusinya aalah persamaan Bolzmann spasial homogen yaiu persamaan Bolzmann engan x bernilai nol iuliskan: S cos [ ] e. g θ 4 uas kiri

Lebih terperinci

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Seminar Nasional Saisika IX Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Brodjol Suijo Jurusan Saisika ITS Surabaya ABSTRAK Pada umumnya daa ekonomi bersifa ime

Lebih terperinci

v dan persamaan di C menjadi : L x L x

v dan persamaan di C menjadi : L x L x PERSMN GELOMBNG SSIONER. Pada proses panulan gelombang, erjadi gelombang panul ang mempunai ampliudo dan frekwensi ang sama dengan gelombang daangna, hana saja arah rambaanna ang berlawanan. hasil inerferensi

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Sampel dan Kejadian 2.1.1 Definisi Ruang Sampel Himpunan semua hasil semua hasil (oucome) yang mungkin muncul pada suau percobaan disebu ruang sampel dan dinoasikan dengan

Lebih terperinci

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan MA101 MATEMATIKA A Hendra Gunawan Semeser II, 016/017 9 Mare 017 Kuliah yang Lalu 11 Fungsi dua (aau lebih) peubah 1 Turunan Parsial 13 Limi dan Kekoninuan 14 Turunan ungsi dua peubah 15 Turunan berarah

Lebih terperinci

BAB 2 Materi Penunjang

BAB 2 Materi Penunjang BAB. MATERI PENUNJANG 4 BAB Maeri Penunjang. Vanilla Opion Derivaives adalah salah sau conoh dari insrumen keuangan, aau lebih sederhananya bisa dianggap sebagai perjanjian anara dua orang, yang nilainya

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Arus Listrik. Arus dan Gerak Muatan. Q t. Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia. Satuan SI untuk arus: 1 A = 1 C/s.

Arus Listrik. Arus dan Gerak Muatan. Q t. Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia. Satuan SI untuk arus: 1 A = 1 C/s. Arus Lisrik Surya Darma, M.Sc Deparemen Fisika Universias Indonesia Arus Lisrik Arus dan Gerak Muaan Arus lisrik didefinisikan sebagai laju aliran muaan lisrik yang melalui suau luasan penampang linang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawaan (Mainenance) Mainenance adalah akivias agar komponen aau sisem yang rusak akan dikembalikan aau diperbaiki dalam suau kondisi erenu pada periode waku erenu (Ebeling,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI I. PENDAHULUAN. Laar Belakang Menuru Sharpe e al (993), invesasi adalah mengorbankan ase yang dimiliki sekarang guna mendapakan ase pada masa mendaang yang enu saja dengan jumlah yang lebih besar. Invesasi

Lebih terperinci