Untuk Keluarga Tercinta
|
|
- Liani Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Untuk Keluarga Tercinta 1
2 Daftar Isi Daftar Tabel 5 Daftar Gambar 7 Kata Pengantar 8 1 Konsep Dasar Klasifikasi Persamaan Difrensial Solusi PDB Metoda Penyelesaian Masalah Nilai Awal (MNA) PDB Linier Order Satu PDB Linier Order Satu Homogen PDB Eksak Solusi PDB Eksak Faktor Integrasi Teknik Variabel Terpisah PDB Linier Order Satu Nonhomogen
3 DAFTAR ISI 3 3 Aplikasi PDB Order Satu Masalah Dalam Mekanik Pertumbuhan dan Peluruhan Pertumbuhan Populasi Peluruhan Radioaktif Hukum Pendinginan Newton Campuran PDB Linier Order Dua PDB Order n Homogen PDB Order n Nonhomogen PDB Order Dua PDB Order Dua Homogen PDB Order Dua Nonhomogen Aplikasi PDB Order Dua Vibrasi Bebas dan Takteredam Vibrasi Bebas dan Teredam Vibrasi Takbebas Gaya Luar Sistem PDB Solusi Sistem PDB Linier Orde Satu Homogen dengan Koefisien Kosntan Akar Riel dan Berbeda Akar-Akar Komplek Akar Riel dan Sama
4 DAFTAR ISI Metoda Operator PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Sistem Linier Sistem Otonomus dan Trayektori Kestabilan Titik Kritis dari Sistem Otonomus Potret Fase Sistem Otonomus Potret Fase Sistem PDB Nonlinier dan Aplikasi Interaksi Populasi Mekanika Taklinier Ayunan Sederhana
5 Daftar Tabel 4.1 Panduan permisalan solusi khusus PDB non homogen Potret fase dan stabilitas sistem PDB otonomus linier Potret fase dan stabilitas sistem PDB otonomus nonlinier
6 Daftar Gambar 1.1 Diagram kekonvekan untuk D R Diagram kekonvekan untuk D R Solusi kualitatif persamaan pertumbuhan populasi Proses campuran dalam tangki Gerakan benda pada bidang miring Vibrasi pada pegas Getaran pada pegas tak teredam dan bebas gaya luar Getaran pada pegas teredam dan bebas gaya luar Ekspresi getaran suku fungsi pertama Ekspresi getaran suku fungsi kedua Getaran pada pegas takbebas gaya luar Dua tangki yang saling berhubungan Gerak harmonis sebuah pegas dengan dua beban Trayektori sistem PDB dengan variasi nilai awal Potret fase sistem PDB dengan MAPLE Ringkasan potret fase
7 DAFTAR GAMBAR Potret fase untuk nilai awal tertentu Potret fase sistem secara umum Potret fase untuk nilai awal tertentu Potret fase sistem secara umum Potret fase model interaksi Pemangsa dan Mangsa Potret fase sistem secara umum Ayunan Bandul Trayekktori sistem ayunan bandul Potret fase Potret fase secara umum Dua tangki yang saling berhubungan Rangkaian tertutup seri R, L dan C
8 Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas anugerah dan karuniahnya penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan judul Persamaan Diferensial Biasa dan Aplikasinya. Buku ini dibuat untuk membantu mahasiswa menemukan refrensi utama mata kuliah Persamaan Difrensial Biasa memandang cukup langkanya buku-buku persamaan difrensial dalam bahasa Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana konsep persamaaan difrensial secara umum, PDB order satu homogen dan nonhomogen, PDB order dua atau lebih serta aplikasi dari suatu PDB, sistem PDB, sistem Otonomus, kestabilan dan fase potret dari sistem Otonomus. Pokok bahasan ini disajikan dengan harapan mahasiswa memahami esensi dari persamaan difrensial dan sekaligus sebagai penunjang langsung materi perkuliahan. Dalam buku pegangan ini dilengkapi beberapa fungsi dalam MAPLE programming serta latihan soal-soal tutorial untuk memperdalam wawasan pemahaman mahasiswa tentang PDB. Semua materi dalam buku ini ditulis dalam LATEX2E word processing sehingga ekspresi fungsi matematik dapat disajikan dengan benar. Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan FKIP Universitas Jember. 8
9 DAFTAR GAMBAR 9 2. Ketua Program Pendidikan Matematika yang telah memberikan motivasi dan rekomendasi penggunaannya dalam perkuliahan. 3. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam penyusunan buku ajar ini. Semoga bantuan rielnya mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T. Akhirnya penulis berharap agar buku pegangan ini memberikan manfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk penyempurnaan dikemudian hari. Jember, September 2008 Penulis
10 Daftar Isi 10
11 Daftar Tabel 11
12 Daftar Gambar 12
13 BAB 1 Konsep Dasar 1.1 Klasifikasi Persamaan Difrensial Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui perbedaan kedua jenis persamaan difrensial itu dapat dilihat dalam definisi berikut. Definisi Persamaan Difrensial Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut Persamaan Difrensial. Selanjutnya jika turunan fungsi itu hanya tergantung pada satu variabel bebas maka disebut Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan Difrensial Parsial (PDP) Contoh Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB dan PDP. 1. y + y + xy = 5 x t 1
14 BAB 1. KONSEP DASAR 2 2. ( 2 dy + d2 y dy + dx dx dx) 3x = y s 2 4. d 3 y dx y y = 0 t ( ) 3 d 2 y + dx 2 ( dy dx) 2 x = 2y 5. u + u + u = 5 x y z ( ( 6. dy dx ) 5 + d2 y dx 2 + dy dx ) 2 = 7 y x Dalam bahan ajar ini pembahasan persamaan difrensial akan difokuskan pada Persamaan Difrensial Biasa (PDB). Sehingga semua contoh soal dan aplikasinya akan dikaitkan dengan model fenomena persamaan difrensial yang hanya terikat pada satu variabel bebas. Definisi Order Order suatu PDB adalah order tertinggi dari turunan dalam persamaan F (x, y, y,..., y (n) ) = 0. Definisi Linieritas dan Homogenitas PDB Order n dikatakan linier bila dapat dinyatakan dalam bentuk a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n 1) + + a n (x)y = F (x), dimana a 0 (x) 0 Selanjutnya: 1. Bila tidak dapat dinyatakan dengan bentuk diatas dikatakan tak linier 2. Bila koefisien a 0 (x), a 1 (x),..., a n (x) konstan dikatakan mempunyai koefisien konstan bila tidak, dikatakan mempunyai koefisien variabel. 3. Bila F (x) = 0 maka PDB tersebut dikatakan homogen bila tidak, disebut nonhomogen.
15 BAB 1. KONSEP DASAR Solusi PDB Berikut ini akan dijelaskan pengertian dan bentuk solusi suatu PDB. Definisi Suatu PDB order n yang ditulis dalam persamaan berikut: F ( x, y, y, y,..., y (n) ) = 0 (1.1) dimana F adalah fungsi real dengan (n + 2) argumen akan mempunyai solusi eksplisit dan implisit dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bila f adalah suatu fungsi dimana f C(I) dan f C n (I) untuk x I dan I adalah sebarang interval real, maka f dikatakan solusi eksplisit dari (1.1) jika F ( x, f, f, f,..., f (n) ) C(I) dan F ( x, f, f, f,..., f (n) ) = 0 untuk x I. 2. Sedangkan g(x, y) = 0 disebut solusi implisit dari (1.1) jika fungsi g dapat ditransformasikan dalam fungsi eksplisit f C(I) untuk x I dan minimal satu merupakan solusi eksplisitnya. Secara umum kedua solusi ini masih dikategorikan lagi kedalam tiga jenis solusi yaitu 1. Solusi umum, yaitu solusi PDB yang mengandung konstanta esensial, katakanlah C. Sebagai contoh, diketahui sutau PDB y = 3y + 1 maka solusi umunnya adalah y = 1/3 + Ce 3 x. 2. Solusi khusus, yaitu solusi yang tidak mengandung konstanta esensial yang disebabkan oleh tambahan sarat awal pada suatu PDB. Misal PDB itu y = 3y + 1, y(0) = 1 maka solusi khususnya adalah y = 1/ e3 x.
16 BAB 1. KONSEP DASAR 4 3. Solusi singular, yaitu solusi yang tidak didapat dari hasil mensubstitusikan suatu nilai pada konstanta pada solusi umumnya. Contoh y = Cx + C 2 adalah solusi umum dari (y ) 2 + xy = y, namun demikian disisi lain PDB ini mempunyai solusi singular y = 1 4 x Metoda Penyelesaian Terdapat tiga jenis metoda yang dapat digunakan untuk menentukan solusi dari suatu PDB yaitu: 1. Metoda Analitik. Metoda ini dapat menghasilkan dua bentuk solusi yaitu bentuk eksplisit dan implisit, yang dicari melalui teknik deduktif analogis dengan menggunakan konsep-konsep matematik. Kelebihannya dapat mengetahui bentuk fungsi solusinya namun tidak cukup fleksibel untuk masalah-masalah yang komplek. Dengan komputer dapat diselesaikan dengan software MATLAB atau MAPLE. Prosedur dalam MATLAB ditulis sebagai berikut: %Menggunakan fungsi dsolve dsolve( Dy=3*y+1, y(0)=1 ) 2. Metoda kualitatif. Solusi ini hanya dapat memberikan gambaran secara geometris bagaimana visualisasi dari solusi PDB. Dengan mengamati pola grafik gradien field (direction field) maka dapat diestimasi solusi PDB itu. Keunggulannya dapat memahami secara mudah kelakuan solusi suatu PDB namun fungsi asli dari solusinya tidak diketahui, dan juga kurang
17 BAB 1. KONSEP DASAR 5 fleksibel untuk kasus yang komplek. Dengan MATLAB direction field dapat digambar sebagai berikut: %Menggunakan fungsi fieldplot atau DEplot %Misal akan diamati pola solusi dari PDB y = 1 2ty with(plots): fieldplot([t, 1 2 t y], t = 1..4, y = 1..2, arrows = LINE, color = t); %Atau dengan menggunakan fungsi DEplot eq1:=diff(y(t),t)=1-2*t*y(t); DEplot(eq1,y(t),t=-1..4,y=-1..2); Hasil dari menjalankan fungsi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 1.1: Diagram kekonvekan untuk D R 2 Atau dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam matematika untuk menggambar suatu fungsi, (lihat KALKULUS). 3. Metoda Numerik. Pada saat sekarang metoda ini merupakan metoda
18 BAB 1. KONSEP DASAR 6 yang sangat fleksibel. Metoda ini berkembangan sesuai dengan perkembangan komputer dan dapat menyelesaiakan suatu PDB dari level yang mudah sampai level yang komplek. Walaupun fungsi solusi tidak diketahui secara eksplisit maupun implisit namun data yang diberikan dapat divisualisir dalam grafik sehingga dapat dianalisis dengan baik. Namun metoda ini berdasarkan pada prinsip-prinsip aproksimasi sehingga solusi yang dihasilkan adalah solusi hampiran (pendekatan). Sebagai konsukwensi dari penggunaan metoda ini adalah adanya evaluasi berulang dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah satu metoda ang telah anda kenal adalah metoda EULER dengan rumus y n+1 = y n + hf(t, y), (lihat catatan Algoritma dan Pemerograman). Dibawah diberikan programming metoda EULER dengan menggunakan MATLAB programming. %Programming Untuk Menyelesaikan PDB %y = y t 2 + 1, y(0) = 0.5 %Dengan menggunakan metoda Euler n=input( Jumlah iterasi : ); y(1)=0.5; t(1)=0; h=0.2; for i=2:n fprintf( \n y(i) = 1.2 y(i 1) 0.2 t(i 1) ; t(i) = t(1) + (i 1) h; end plot(t,y) hold on f = t t exp(t); plot(t,f, o )
19 BAB 1. KONSEP DASAR Masalah Nilai Awal (MNA) Persamaan difrensial order satu secara umum ditulis dengan y = dy dx = f(x, y) dimana f adalah kontinyu atas variabel x, y pada domain D (dalam bidang xy). Misal (x 0, y 0 ) adalah titik pada D, maka masalah nilai awal yang berkenaan dengan dengan y = f(x, y) adalah masalah untuk menentukan solusi y yang memenuhi nilai awal y(x 0 ) = y 0. Dengan notasi umum sebabagai berikut: y = f(x, y), y(0) = y 0 (1.2) Permasalahannya sekarang apakah solusi y(x) yang memenuhi y(x 0 ) = y 0 selalu ada (principle of existence), kalau benar apakah solusi itu tunggal (principle of uniqueness). Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan mengingat betapa kompleknya suatu model fenomena riel yang banyak dimungkinkan tidak dapat diselesaikan dengan metoda analitik ataupun kualitatif. Untuk memudahkan pemeriksaan awal tentang dua hal ini dalam hal ini dikembangkan teorema Lipschitz dan teorema Picard. Definisi (Sarat Lipschitz) Suatu fungsi f(t, y) dikatakan memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y di suatu domain D R 2 jika ada konstanta L > 0 sedemikian hingga f(t, y 1 ) f(t, y 2 ) L y 1 y 2 untuk sebarang (t, y 1 ), (t, y 2 ) D. Selanjutnya konstanta L disebut sebagai konstanta Lipschitz.
20 BAB 1. KONSEP DASAR 8 Definisi (Konvek) Suatu himpunan D R 2 dikatakn konvek bila untuk sebarang (t, y 1 ), (t, y 2 ) D maka titik ((1 λ)t 1 + λt 2, (1 λ)y 1 + λy 2 ) juga merupakan elemen dari D untuk λ [0, 1]. Secara geometris dapat digambarkan sebagai berikut (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 Konvek Tidak Konvek Gambar 1.2: Diagram kekonvekan untuk D R 2 Teorema Teorema Lipschitz. Andaikata f(t, y) terdefinisi dalam himpunan konvek D R 2 dan ada konstanta L > 0 dimana df (t, y) dy L, untuk semua (t, y) D, (1.3) maka f memenuhi suatu sarat Lipschitz. Teorema Misal D = {(t, y) a t b, y } dan f(t, y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y maka masalah nilai awal y (t) = f(t, y), a t b y(a) = α mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b. Contoh y = 1 + t sin(ty), 0 t 2, y(0) = 0. Tentukan apakah persamaan ini mempunyai solusi tunggal.
21 BAB 1. KONSEP DASAR 9 Penyelesaian f(t, y) = 1 + t sin(ty), kemudian terapkan teorema nilai rata-rata pada KALKULUS yaitu untuk sebarang y 1 < y 2, maka ada bilangan ξ (y 1, y 2 ) sedmikian hingga f(t, y 2 ) f(t, y 1 ) y 2 y 1 = y f(t, ξ) = t2 cos(tξ). Kemudian f(t, y 2 ) f(t, y 1 ) = (y 2 y 1 )t 2 cos(tξ) f(t, y 2 ) f(t, y 1 ) = (y 2 y 1 )t 2 cos(tξ) y 2 y 1 t 2 cos(tξ) y 2 y 1 max 0 t 2 t2 cos(tξ) = 4 y 2 y 1. Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu f(t, y 1 ) f(t, y 2 ) L y 1 y 2, dimana konstanta Lipschitznya adalah L = 4, berarti persamaan itu mempunyai solusi tunggal. Teorema Teorema Picard. Suatu masalah nilai awal y = f(x, y), y(x 0 ) = y 0 mempunyai solusi tunggal y = φ(x) pada interval x x 0 ɛ, dimana ɛ adalah bilangan positif dan kecil sekali, bila 1. f C(D) dimana D adalah daerah pada bidang xy, yaitu D = {(x, y), a < x < b, c < y < d} 2. y x C(D) yang memuat nilai kondisi awal (x 0, y 0 )
22 BAB 1. KONSEP DASAR 10 Latihan Tutorial 1 1. Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB dan PDP. (a) y x + y (b) dy dx + d2 y dx 2 + (c) 2 y s 2 (d) d3 y dx 3 + (e) u (f) t + xy = 5 + y ( dy dx) 2 3x = 0 y = 0 t ( ) 3 d 2 y + dx 2 + u + u x y ( dy dx = 5 z ( ) 5 + d2 y dx 2 + ( dy dx) 2 x = 2y dy dx ) 2 = 7 y x 2. Tentukan orde dan sifat-sifat kelinieran dari persamaan diferensial berikut ini (a) y + x xy = xe x ( ) 5 (b) d4 y d y + 5y = 0 dx 4 dx 2 (c) d2 y + ysinx = 0 dx 2 (d) d6 u dt 6 + ( d 2 u )( d 5 u dt 2 (e) x 2 dy + y 2 dx = 0 (f) (g) ( d 2 y (h) d3 y dt 3 dt 5 ) + t = 2u ) 5 + xsiny = 0 dx 2 ( ) 4 d 2 u d = 5 u + t = 2u dt 2 dt 5 + t dy dt + (cos2 t)y = t 2 (i) (1 + s 2 ) d2 y ds 2 + s dy ds + y = es
23 BAB 1. KONSEP DASAR 11 (j) d4 y (k) dt 4 (l) d2 y dt 2 + d3 y dt 3 + d2 y dt 2 + y = 0 ( d 3 y dx 3 ) 2 + xtan 2 (xy) = 0 (m) (1 + t 2 ) d2 y dt 2 (n) d5 y ds 5 + dy dt + (cos2 (t + 2))y = t 2 + t dy dt + tey = 0 + cosec(2s 2 2) = siny 3. Ulangilah soal nomor 2, tentukan sifat kehomgenan dari masing-masing soal tersebut 4. Selidikilah apakah solusi yang diberikan merupakan solusi dari persamaan diferensial berikut ini (a) y + 2y 3y = 0; y 1 (t) = e 3t, y 2 (t) = e t (b) ty y = t 2 ; y(t) = 3t + t 2 (c) y (4) + 4y (3) + 3y = t; y 1 (t) = t 3, y 2(t) = e t + t 3 (d) 2t 2 y + 3ty y = 0, t > 0; y 1 (t) = t 1 2, y 2 (t) = t 1 (e) y 2ty = 1; y(t) = e t2 t 0 e s2 ds + e t2 5. Cermati apakah fungsi solusi dibawah ini merupakan solusi terhadap masalah nilai awal yang bersesuaian (a) y = y; y(0) = 2, y(x) = 2e x (b) y + 4y = 0; y(0) = 1, y (0) = 0, y(x) = cos(2x) (c) y + 3y + 2y = 0; y(0) = 0, y (0) = 1, y(x) = e x e 2x 6. Periksalaha mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz:
24 BAB 1. KONSEP DASAR 12 (a) f(t, y) = y cos t, 0 t 1, y(0) = 1 (b) f(t, y) = 1 + t sin y, 0 t 2, y(0) = 0 (c) f(t, y) = 2 t y + t2 e 2, 1 t 2, y(1) = 0 (d) f(t, y) = 4t3 y 1+t 4, 0 t 1, y(0) = 1 dan tentukan besar konstanta Lipschitz dari masing-masing soal ini. 7. Selidiki apakah persamaan diferensial berikut ini mempunyai solusi tunggal pada interval yang memuat kondisi awal berikut (a) y = 1 2y, y(0) = 0 (b) y = 2 + t y, y(0) = 1 (c) y = e t + y, y(1) = 3 (d) y = y, x y(0) = 1 8. Tentukan untuk titik-titik (x 0, y 0 ) yang mana PDB berikut ini memenuhi teori kewujudan dan ketunggalan dari Picard. (a) y = x2 +y x y (b) y = (2x y) 1 3 (c) y = (1 x 2 2xy 2 ) 3 2 (d) 2xy = x 2 + y 2
25 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif dy dx = f(x, y) M(x, y)dx + N(x, y)dy = 0 (2.1) PDB Eksak Definisi Misal F suatu fungsi dari dua variabel real, dan F kontinyu pada turunan pertama pada domain D maka jumlah difrensial df didefinisikan sebagai df (x, y) = F (x, y) dx + x F (x, y) dy y untuk semua (x, y) D. 13
26 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 14 Definisi Persamaan 2.1 disebut difrensial eksak pada domain D jika ada fungsi F dari dua variabel x, y sedemikian hingga ekspresi tersebut sama dengan jumlah df (x, y) untuk (x, y) D. Sesuaikan definisi dengan persamaan 2.1 diperoleh F (x, y) M(x, y) = x F (x, y) N(x, y) = y Teorema Persamaan 2.1 dengan M, N kontinyu pada turunan pertamanyan (M, N C 1 (D)) akan memenuhi dua kondisi berikut: 1. Bila 2.1 PDB eksak di D maka M(x,y) y = N(x,y) x untuk (x, y) D 2. Sebaliknya bila M(x,y) y adalah PDB eksak. = N(x,y) x untuk (x, y) D maka dikatakan 2.1 Bukti Akan dibutkikan bagian pertama dari teorema ini. Jika 2.1 eksak di D maka Mdx + Ndy adalah eksak difrensial di D. Dengan definisi dan 2.1.2, maka terdapat suatu fungsi F sedemikian hingga F (x, y) x = M(x, y), dan F (x, y) y = N(x, y) untuk (x, y) D. Selanjutnya turunkan M terhadap y dan N terhadap x diperoleh 2 F (x, y) x y = M(x, y), dan 2 F (x, y) y y x = N(x, y) x Kita tahu bahwa F (x, y) x y = F (x, y) y x
27 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 15 untuk (x, y) D, sehingga dapat disimpulkan M(x, y) y = N(x, y) x (x, y) D. Selanjutnya gunakan fakta ini untuk membuktikan bagian yang kedua Solusi PDB Eksak Ada dua cara menyelesaikan PDB jenis ini, yaitu menggunakan prosedur dalam teorema atau dengan teknik pengelompokan. Contoh Tentukan solusi PDB eksak (3x 2 + 4xy)dx + (2x 2 + 2y)dy = 0 Penyelesaian Jelas persamaan ini adalah PDB eksak karena M(x, y) y = 4x = N(x, y) x (x, y) D. Dengan menggunakan cara yang pertama maka kita mempunyai F (x, y) x = 3x 2 + 4y dan F (x, y) y = 2x 2 + 2y Integralkan bentuk pertama F (x, y) = M(x, y) x + φ(y) = (3x 2 + 4xy) x + φ(y) Kemudian turunkan terhadap y F (x, y) y = 2x 2 + dφ(y) dy, padahal kita punya F (x, y) y = N(x, y) = 2x 2 + 2y
28 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 16 sehingga 2x 2 + 2y = 2x 2 + dφ(y) dy atau dφ(y) dy = 2y. Integralkan persamaan terakhir ini diperoleh φ(y) = y 2 + c 0, dengan demikian F (x, y) menjadi F (x, y) = x 3 + 2x 2 y + y 2 + c 0. Bila F (x, y) merupakan solusi umum maka keluarga solusi itu adalah F (x, y) = c 1 sehingga x 3 + 2x 2 y + y 2 + c 0 = c1 atau x 3 + 2x 2 y + y 2 = c yang merupakan solusi persamaan PDB eksak yang dimaksud. Cara yang kedua adalah dengan menggunakan teknik pengelompokan, lihat catatan dalam perkuliahan Faktor Integrasi Faktor integrasi ini digunakan untuk menyelesaikan PDB order satu tidak eksak. Langkah yang dimaksud adalah merubah PDB tidak eksak menjadi eksak. Renungkan lagi persamaan 2.1, bila M(x,y) y sedemikian hingga N(x,y) x maka dapat ditentukan µ(x, y) µ(x, y)m(x, y)dx + µ(x, y)n(x, y)dy = 0 (2.2)
29 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 17 merupakan PDB eksak. Sekarang bagaimana prosedur menentukan µ(x, y), dapatlah digunakan teorema diatas. Bila persamaan 2.2 eksak maka (µm) y µ y M + µ M y [ M µ y N ] x = (µn) x = µ x N + µ N x = N µ x M µ y µ(x, y) = N µ M µ x y M y N x (2.3) adalah merupakan formula faktor integrasi secara umum. Contoh Tentukan solusi PDB berikut ini 1. (4xy+3y 2 x)dx+x(x+2y)dy = 0, bila faktor integrasinya hanya tergantung pada x saja 2. (x 2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + (x 3 + 2x 2 y + 3x)dy = 0, bila faktor integrasinya hanya tergantung pada xy Penyelesaian Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita bahas soal nomor 2. Jika µ tergantung pada xy ini berarti µ = µ(x, y) misal z = xy maka sedangkan µ x = µ(z) µ y atau z y = µ(z) z x M y = x2 + 4xy + 3, dan N x = 3x2 + 4xy + 3. Sekarang gunakan faktor integrasi 2.3 dan substitusikan nilai-nilai diatas ini,
30 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 18 maka didapat µ = (x3 + 2x 2 y + 3x) µ(z) z µ = µ z z = 1 µ µ 1 z = µ µ z = ln µ y (x2 y + 2xy 2 + 2x + 3y) µ(z) x z (x 2 + 4xy + 3) (3x 2 + 4xy + 3) µ = e z = e xy Dengan demikian faktor integrasinya adalah µ(x, y) = e xy. Sekarang soal nomor dua menjadi PDB eksak dengan mengalikan faktor integrasi terhadap sukusukunya dimasing-masing ruas. e xy (x 2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + e xy (x 3 + 2x 2 y + 3x)dy = 0 Dengan meyakini persamaan ini merupakan PDB eksak cara menyelesaikan sama dengan teknik diatas yakni terdapat dua cara. Coba anda kerjakan sebagai latihan Teknik Variabel Terpisah Bila persaman 2.1 kita transformasikan kedalam bentuk f 1 (x)g 1 (y)dx + f 2 (x)g 2 (y)dy = 0 (2.4) selanjutnya kalikan persamaan ini dengan g 1 (y)f 2 (x) maka akan diadapat f 1 (x) f 2 (x) dx + g 2(x) dy = 0 (2.5) g 1 (y)
31 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 19 Persamaan 2.4 tidak eksak namun persamaan 2.5 adalah eksak sehingga teknik penyelesaiannya menyesuaikan. Bisa juga dengan mengintegralkan langsung bentuk itu menjadi f1 (x) f 2 (x) dx + g2 (x) g 1 (y) dy = 0 Contoh Tentukan solusi PDB berikut ini dengan menggunakan teknik pemisahan variabel. 1. (x + y) 2 dx xydy = 0 2. (2xy + 3y 2 )dx (2xy + x 2 )dy = 0 Penyelesaian Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita bahas soal nomor 2. Ambil suatu permisalan y = vx dan tentunya dy = vdx+xdv, lalu substitusikan kedalam persamaan nomor 2. (2x 2 v + 3x 2 v 2 )dx (2x 2 v + x 2 )(vdx + xdv) = 0 2x 2 vdx + 3x 2 v 2 dx 2x 2 v 2 dx 2x 3 vdv x 2 vdx x 3 dv = 0 x 2 (v + v 2 )dx x 3 (2v 1)dv = 0 1 (2v 1) dx x (v + v 2 ) dv = 0 Jelas persamaan terakhir ini merupakan PDB eksak sehingga gunakan cara yang sama untuk menyelesaikannya. Atau bisa diintegralkan langsung menjadi 1 x dx (2v 1) (v + v 2 ) dv = 0 ln x + c 0 + ln v 3 ln(1 + v) + c 1 = 0 ln x + c 0 + ln(y/x) 3 ln(1 + (y/x)) + c 1 = 0 ln x + ln(y/x) 3 ln(1 + (y/x)) = c Persamaan terakhir adalah solusi umum dari PDB yang dimaksud.
32 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU PDB Linier Order Satu Nonhomogen Pada umumnya PDB linier order satu nonhomogen dapat dinyatakan dengan Untuk persamaan 2.6 dapat kita tulis dalam dy + P (x)y = Q(x) dx (2.6) dy dx + P (x)y = Q(x)yn (2.7) (P (x)y Q(x))dx + dy = 0 sehingga M(x, y) = P (x)y Q(x) dan N(x, y) = 1. Sekarang M(x, y) y = P (x) dan N(x, y) x = 0 dengan demikian persamaan ini bukan merupakan PDB eksak, sehingga perlu ditentukan faktor integrasinya. Kita pilih faktor integrasi yang hanya tergantung pada x, yaitu µ(x). sedemikian (µ(x)p (x)y µ(x)q(x))dx + µ(x)dy = 0 merupakan PDB eksak, yang berakibat bahwa ( ) µ(x)p (x)y µ(x)q(x) y = µ(x) x Selesaikan bentuk ini didapat P (x)dx = ln µ = 1 µ(x) µ(x) P (x)dx µ = e R P (x)dx µ > 0
33 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 21 Kalikan µ terhadap persamaan 2.6 didapat yang mana hal ini sama dengan e R P (x)dx dy dx + er P (x)dx P (x)y = Q(x)e R P (x)dx ( d R ) R P e (x)dx P (x)dx y = Q(x)e dx atau R P e (x)dx y = e R P (x)dx Q(x)dx + c atau y = e R P (x)dx e R P (x)dx Q(x)dx + c (2.8) Persamaan ini disebut Persamaan Bernoulli Selanjutnya untuk persamaan 2.7 dapat kita tulis dalam Misal v = y 1 n maka dy = 1 dv yn dx (1 n) dx n dy y dx + P (x)y1 n = Q(x). sehingga persamaan diatas menjadi dv + (1 n)p (x)v = Q(x)(1 n) dx Misal P p (x) = (1 n)p (x) dan Q q (x) = (1 n)q(x) maka persamaan diatas dapat direduksi kedalam bentuk dv dx + P p(x)v = Q q (x) adalah persaman sebagaimana 2.6, sehingga cara menyelesaikan sama. Contoh Tentukan solusi PDB berikut ini 1. (x 2 + 1) dy + 4xy = x, y(2) = 1 dx
34 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU dy dx + y = xy3, y(0) = 2 Penyelesaian Soal nomor 1 dapat diselesaikan langsung dengan persamaan 2.8, sehingga dy dx + 4x (x 2 + 1) y = x (x 2 + 1) maka P (x) = 4x (x 2 +1) dan Q(x) = x (x 2 +1) y = e R P (x)dx sehingga dengan menggunakan e R P (x)dx Q(x)dx + c y dapat ditentukan sebagai y = x 4 4(x 2 + 1) 2 + x 2 2(x 2 + 1) 2 + c (x 2 + 1) 2 untuk y(2) = 1 maka substitusikan ke persamaan ini didapat c = 19, akhirnya solusi khususnya adalah y = x 4 4(x 2 + 1) 2 + x 2 2(x 2 + 1) (x 2 + 1) 2 Ikuti langkah dalam prosedur yang telah diberikan untuk mengerjakan soal nomor 2. Anda kerjakan sebagai latihan
35 BAB 2. PDB LINIER ORDER SATU 23 Latihan Tutorial 2 1. Mana diantara soal-soal berikut ini yang merupakan PDB order 1 eksak. (a) (y sec 2 x + sec x tan x)dx + (tan x + 2y)dy = 0 (b) (θ 2 + 1) cos rdr + 2θ sin rdθ = 0 ( ) ( 2s 1 s s (c) ds + )dt 2 = 0 t t 2 2. Selesaikanlah PD order 1 eksak berikut ini (a) (2y sin x cos x + y 2 sin x)dx + (sin 2 x 2y cos x)dy = 0; y(0) = 3 ( ) ( ) (b) 1+8xy 2/3 x 2/3 y 1/3 dx + 2x 4/3 y 2/3 x 1/3 y 4/3 dy = 0; y(1) = 8 3. Tentukan faktor integrasi µ untuk masing-masing soal berikut ini (a) (x 2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + (x 3 + 2x 2 y + 3x)dy = 0, bila µ tergantung pada xy (b) (y 3 2x 2 y)dx + (2xy 2 x 3 )dy = 0, bila µ tergantung pada x + y 4. Gunakan metoda variabel terpisah untuk menyelesaikan beberapa persoalan berikut ini (a) (x tan y + y)dx xdy = 0 x (b) ( x + y + x y)dx + ( x y x + y)dy = 0 5. Gunakan metoda Bernoulli untuk menyelesaikan PD berikut ini (a) (x 2 + x 2) dy + 3(x + 1)y = x 1 dx (b) dr dθ + r tan θ = cosθ, r( pi 4 ) = 1
36 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3.1 Masalah Dalam Mekanik Misal x adalah perubahan jarak yang ditimbulkan benda bergerak selama waktu t maka kecepatan rata-rata didefinisikan Selanjutnya kecepatan sesaat adalah v r = x t = x B x A t B t A. x v = lim v r = lim 0 t 0 t v = dx (m/dt). dt a = dv dt (m/dt 2 ) Hukum (Hukum Newton I) Hukum ini juga disebut hukum Kelembaman Newton yang berbunyi; setiap benda akan tetap berada pada keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika benda itu dipaksa oleh gaya-gaya yang bekerja pada benda itu. 24
37 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 25 Hukum (Hukum Newton II) Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada sebuah benda berbanding lurus (sebanding) dengan besar gaya itu, dan berbanding terbalik dengan massa kelembaman banda itu. Secara matematis dapat ditulis sebagai a = F/m atau F = ma dimana F adalah gaya dan m suatu massa. Analog dengan hukum Newton II ini, gerak jatuh bebas suatu benda dengan berat W tanpa mengikutsertakan gaya gesek udara adalah W = mg. F dalam hal ini direpresentasikan dengan W dan a = g, sehingga bisa kita tulis mg = W ma = F m dv dt = F m dv dx dx dt = F mv dv dx = F adalah model dari PDB order satu. Contoh Benda dengan berat 8 newton dijatuhkan dari suatu ketinggian tertentu, yang bearawal dari keadaan diam. Jika kecepatan benda jatuh itu v, dan kecepatan gravitasi bumi adalah g = 10m/dt 2, serta gaya gesek udara adalah 2v. Tentukan ekspresi kecepatan v dan jarak x pada saat tertentu.
38 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 26 Penyelesaian Hukum newton mengatakan F = ma atau F = ma. Dalam hal ini f 1 = W = 8 newton (gaya kebawah), dan F 2 =gaya gesek udara = 2v (gaya keatas) sehingga m dv dt = F 1 + F 2 8 dv 10 dt = 8 2v 1 10 dv = 8 2v 8 dt Karena benda berawal dari keadaan diam maka v(0) = 0, sehingga model PDB sekarang adalah 1 8 2v dv = 10 8 dt v(0) = 0 Integralkan kedua ruasnya didapat 1 2 ln(8 2v) + c 0 = 10 8 t + c 1 ln(8 2v) = 5 2 t + c 2 (8 2v) = e 5 2 t+c 2 2v = Ce 5 2 t + 8 v = 1 2 (8 Ce 5 2 t ) Dengan memasukkan nilai awal v(0) = 0 maka c = 4 sehingga ekspresi kecepatan adalah v(t) = 4 2e 5 2 t. Selanjutnya untuk menentukan ekspresi jarak maka rubah v(t) kedalam v = dx dt
39 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 27 sehingga model PDB sekarang adalalah dx dt x(0) = 0 = 4 2e 5 2 t Dengan cara yang sama untuk solusi PDB ini maka ekspresi jarak terhadap waktu adalah x(t) = 4t 4 5 e 5 2 t Pertumbuhan dan Peluruhan Jika Q menunjukkan jumlah, kuantitas atau kualitas sesuatu dalam waktu t, maka perubahan (bertambah=pertumbuhan atau berkurang=peluruhan) yang disimbulkan dengan dq dt berbanding lurus dengan kuantitas Q, dengan kata lain dq dt dq dt = rq pertumbuhan = rq peluruhan Pertumbuhan Populasi Jika y adalah jumlah populasi dalam waktu t, k adalah konstanta proportionalitas atau tingkat pertumbuhan maka model PDB pertumbuhan populasi adalah dy dt = ky y(t 0 ) = y 0
40 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 28 Selanjutnya bila k berubah-ubah maka dapat kita ganti dengan h(y) yang dapat dipilih h(y) = r ay maka model pertumbuhan menjadi dy dt = (r ay)y dy dt = r(1 y K )y dimana K = r a y(t 0 ) = y 0 PDB ini dikenal dengan persamaan Verhulst atau persamaan Logistik. Solusi kualitatif persamaan ini untuk r, K positip adalah tertera dalam Gambar 3.1. Asymptotic solution y(x) x Gambar 3.1: Solusi kualitatif persamaan pertumbuhan populasi. Contoh Pertumbuhan populasi memenuhi model sebagai berikut dx dt = x 1 (10) 8 x2 Bila tahun 1980 jumlah populasinya 100,000 maka 1. berapa besar populasi tahaun tahun berapa jumlah populasi akan menjadi 2 tahun berapa jumlah populasi terbesar untuk t > 1980
41 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 29 Penyelesaian Bila tahun 1980 jumlah populasi 100,000 maka dapat dikatakan x(1980) = 100, 000 sehingga model PDB sekarang adalah dx dt = x 1 (10) 8 x2 x(t 0 ) = x 0 Rubah kedalam kedalam PD dengan variabel terpisah 1 dx = dt (10) 2 x (10) 8 x2 Integralkan kedua ruasnya 1 (10) 2 x(1 (10) 6 x) dx = x + (10) 6 1 (10) 6 x dx = dt dt 100 ( ln x ln(1 (10) 6 x) ) + c 0 = t + c 1 x ln 1 (10) 6 x = t c 2 x 1 (10) 6 x = e t 100 +c 2 x 1 (10) 6 x = ce t 100 x = Terapkan nilai awal x(1980) = 100, 000 didapat c = (10)6 9e 19.8 x(t) = ce t (10) 6 ce t 100 sehingga e 19.8 t/100 (3.1) Dengan demikian beberapa pertanyaan itu dapat diselesaikan sebagai berikut 1. jumlah populasi tahun 2000 artinya t = Substitusikan nilai t ini kedalam persamaan 3.1 didapat x = 119, 495. Dengan demikian jumlah populasi tahun 2000 adalah 119,495 orang.
42 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU jumlah populasi 2 tahun 1980, berarti x = 200, 000. Substitusikan nilai x ini kedalam persamaan 3.1 didapat t = Dengan demikian jumlah populasi akan dua kali lipat tahun 1980 dicapai pada tahun Besar populasi untuk waktu yang tidak terbatas (t ) berarti x = lim t e 19.8 t/100 x = lim t e 19.8 e t/100 x = 10 6 = 1, 000, 000 Dengan demikian jumlah maksimum populasi untuk waktu yang tidak terbatas adalah satu juta orang Peluruhan Radioaktif Contoh Radioaktif isotop Thorium-234 meluruh pada tingkat yang sebanding dengan jumlah isotop. Jika 100 mg dari material meluruh menjadi mg dalam satu minggu, maka 1. tentukan ekspresi jumlah pada saat tertentu 2. tentukan interval waktu sehingga isotop itu meluruh menjadi setengah dari jumlah semula. Penyelesaian Gunakan rumus peluruhan. Misal Q jumlah isotop Thorium- 234 maka dalam waktu t model peristiwa peluruhan itu adalah dq dt = rq Q(0) = 100
43 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 31 Kemudian selesaikan PDB ini akan diperoleh Q(t) = 100e rt Kemudian terapkan sarat kedua, yakni dalam satu minggu (7 hari) isotop menjadi mg artinya Q(7) = mg akan didapat nilai r, sedemikian hingga ekspresi jumlah terhadap waktu (hari) adalah Q(t) = 100e t. Dengan mengetahui ekspresi ini akan menjadi mudah untuk mengerjakan pertanyaanpertanyaan diatas. (Teruskan sebagai latihan.) 3.3 Hukum Pendinginan Newton Perubahan suhu suatu benda atau bahan yang mengalami proses pendinginan sebanding dengan perbedaan antara suhu benda dan suhu disekitarnya. Dengan demikian bila Suhu benda itu adalah x dan suhu sekitarnya itu adalah x s maka proses pendinginan Newton terhadap waktu t digambarkan dengan dx dt = k(x x s), k > 0 dimana k adalah konstanta tingkat pendinginan. Contoh Suatu benda dengan suhu 80 o C diletakkan diruangan yang bersuhu 50 o C pada saat t = 0. Dalam waktu 5 menit suhu benda tersebut menjadi 70 o C, maka 1. tentukan fungsi suhu pada saat tertentu 2. tentukan besarnya suhu benda pada 10 menit terakhir
44 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU kapan suhu menjadi 60 o C Penyelesaian Dengan memahami persoalan ini maka model PDB proses pendinginan dapat ditulis sebagai Solusi dari persamaan itu adalah dx dt = k(x 50) x(0) = 80 dan x(5) = 70 ln(x 50) + c 0 = kt + c 1 (x 50) = ce kt x = 50 + ce kt Masukkan nilai awal maka nilai c = 30 sehingga persamaan menjadi x = e kt Dan masukkan kondisi kedua didapat sehingga ekspresi terakhir menjadi e k = ( 2) x(t) = ( 2) t 5 3 Selanjutnya anda selesaikan pertanyaan diatas dengan memakai ekspresi ini. 3.4 Campuran Suatu bahan dengan konsentrasi terterntu dicampur dengan bahan lain dalam suatu tempat sehingga bahan bercampur dengan sempurna dan menjadi campuran lain dengan konsentrasi berbeda. Bila Q menunjukkan jumlah bahan pada
45 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 33 saat tertentu, maka perubahan Q terhadap t ditunjukkan dengan dq dt. Kemudian bila proses yang terjadi adalah terdapat campuran masuk dan campuran yang keluar, dimana laju jumlah bahan masuk dinyatakan dengan proses IN dan laju jumlah bahan keluar dinyatakan dengan proses OUT maka dq dt = IN OUT v =r liter/min k =s gram/liter v =r liter/min K= L liter Q(0) = Q_0 gram Gambar 3.2: Proses campuran dalam tangki. Dimana bila laju masuk sama dengan laju keluar maka Contoh IN = kv = sr gram/liter OUT = Q K v = Qr L gram/liter Suatu tangki mula-mula berisi 200 liter larutan yang mengandung 100 gram garam. Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/liter masuk kedalam tangki dengan laju 4 liter/menit dan bercampur dengan sempurna, kemudian campuran itu diperkenankan keluar dengan laju 4 liter/menit. 1. Formulasikan masalah nilai awal tersebut
46 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU Tentukan jumlah garam Q setiap saat. Penyelesaian Formula campuran adalah dq dt = IN OUT. Diketahui s = 1 gram/liter, r = 4 liter/menit, L = 200 liter dan Q(0) = 100 didapat Sehingga IN = kv = s gram/liter r liter/menit = 4 gram/liter OUT = Q K v = Q K gram/liter r liter/menit = 4Q 200 gram/liter 1. Model PDBnya adalah dq dt = 4 4Q 200 = 4 Q 50 Q(0) = Dengan menyelesaikan PDB ini didapat ekspresi jumlah garam setiap saat Q(t) = e t/50
47 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 35 Latihan Tutorial 3 1. Suatu benda yang massanya 50 kg dari keadaan diam di suatu puncak bergerak diatas bidang miring dengan panjang 20 m dari puncak ketanah, dan sudut kemiringan 45 o (lihat Gambar 1). Bila koefisien gesek kinitis µ k = 0.2. Tentukan: (i) ekspresi fungsi kecepatan dalam waktu t, (ii) berapa jarak yang ditempuh benda selama 5 detik, dan (iii) berapa waktu t yang dibutuhkan untuk mencapai tanah. N f gesek 45 o W 45 o Gambar 3.3: Gerakan benda pada bidang miring. {Petunjuk : uraikan gaya-gaya yang bekerja pada benda dan ingat f gesek = µ k N }. 2. Suatu benda dengan massa konstan m ditembakkan tegak lurus keatas menjauhi permukaan bumi dengan kecepatan awal V 0 km/dt 2. Bila diasumsikan tidak ada gesekan udara namun berat benda berubah dalam jarak-jarak tertentu terhadap bumi, maka tentukan (a) model matematik dari kecepatan V (t) selama benda itu meluncur (b) tentukan V 0 untuk mencapai ketinggian maksimum 100 km
48 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 36 (c) tentukan maksimum V 0 supaya benda yang ditembakkan tadi tidak kembali kebumi. (Petunjuk : gunakan g = km/dt 2, jari-jari bumi R = km dan fungsi berat dalam jarak x terhadap bumi yang umumnya dinyatakan sebagai w(x) = mgr2 (R+x) 2 ) 3. Model pertumbuhan populasi dapat ditulis dalam persamaan dy dt = ry( 1 T y 1 ) untuk r dan T konstanta positip, maka (a) gambar grafik f(y) dan y. (b) tentukan model grafik y dan t untuk memberikan gambaran solusi kualitatif dari PD tersebut. 4. Jam WIB seseorang mengambil secangkir kopi panas dari microwave oven dan meletakkan di ruang tamu dengan maksud untuk meminumnya setelah agak dingin. Awal mula suhu kopi adalah 95 o C. Selanjutnya 10 menit kemudian besar suhu kopi menjadi 75 o C. Asumsikan suhu ruang tamu itu adalah konstan 27 o C. (a) Berapa besar suhu kopi pada jam WIB (b) Orang ini suka meminum kopi yang suhunya antara 55 o C sampai 60 o C, maka antara jam berapa dia harus minum kopi itu. 5. Sebuah tangki besar awal mula berisi 300 liter larutan yang mengandung 5 kg garam. Larutan lain yang mengandung garam de-ngan konsentrasi 1kg/liter dituangkan kedalam tangki dengan laju 5 liter/menit dan campu- 2 ran dalam tangki mengalir keluar dengan laju 3 liter/menit.
49 BAB 3. APLIKASI PDB ORDER SATU 37 (a) Tentukan model matematik tentang banyaknya garam dalam tangki setiap saat. (b) Bila kapasitas maksimum tangki 750 liter tentukan domain waktu t sehingga model diatas tetap berlaku. (c) Pada poin (b) berapa besar konsentrasi larutan pada saat tangki penuh. (d) Bila tangki tidak mempunyai kapasitas maksimum, tentukan konsentrasi larutan untuk jangka waktu tak terbatas. 6. Suatu tangki berkapasitas 500 liter mula-mula berisi 200 liter larutan yang mengandung 100 gram garam. Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/liter masuk kedalam tangki dengan laju 3 liter/menit dan campuran dalam tangki diperkenankan keluar dengan laju 2 liter/menit. Tentukan model matematik yang menyatakan banyaknya garam dalam tangki setiap saat (sebelum dan sesudah tangki penuh).
50 BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum PDB order n. 4.1 PDB Order n Homogen Definisi Bila f 1, f 2,..., f m adalah fungsi kontinyu pada sebarang x [a, b] dan c 1, c 2,..., c m adalah konstanta sebanyak m maka kombinasi linier fungsi ini ditulis dengan c 1 f 1 + c 2 f c m f m Definisi Fungsi f 1, f 2,..., f m dikatakan tergantung linier pada interval [a, b] bila terdapat c 1, c 2,..., c m yang tidak semuanya nol sedemikian hingga c 1 f 1 + c 2 f c m f m = 0 untuk sebarang x [a, b], dan dikatakan bebas linier bila semua c 1, c 2,..., c m sama dengan nol. Teorema Suatu PDB disajikan dalam a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n 1) + + a n (x)y = 0, dimana a 0 (x) 0. (4.1) 38
51 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 39 Misal f 1, f 2,..., f m solusi sebanyak m maka solusi umum PDB ini merupakan kombinasi bebas linier dari fungsi-fungsi ini, yaitu y = c 1 f 1 + c 2 f c m f m. Bukti : Turunkan solusi umum ini sebanyak n kali kemudian substitusikan kedalam persamaan (4.3). y = c 1 f 1 + c 2 f c m f m y = c 1 f 1 + c 2 f c m f m. y (n 1) = c 1 f (n 1) 1 + c 2 f (n 1) c m f (n 1) m y (n) = c 1 f (n) 1 + c 2 f (n) c m f (n) m ( ) ( maka a 0 (x) c 1 f (n) 1 + c 2 f (n) c m f m (n) + a 1 (x) c 1 f (n 1) 1 + c 2 f (n 1) ) ) c m f m (n 1) + +a n (x) (c 1 f 1 +c 2 f 2 + +c m f m = 0, dan dapat disederhanakan menjadi c 1 ( a 0 (x)f (n) 1 +a 1 (x)f (n 1) 1 + +a n (x)f 1 ) +c 2 ( a 0 (x)f (n) 2 +a 1 (x)f (n 1) 2 + ) ( ) + a n (x)f c m a 0 (x)f m (n) + a 1 (x)f m (n 1) + + a n (x)f m = 0. Analog dari persamaan (4.3) maka ruas kiri persamaan terakhir akan sama dengan nol, sehingga terbukti y = c 1 f 1 + c 2 f c m f m merupakan solusi umum. Definisi Misal f 1, f 2,..., f m adalah fungsi riel yang kontinyu pada turunan ke (n 1) dalam interval [a, b] maka f 1 f 2... f n f 1 f 2... f n W (f 1, f 2,..., f n ) =.... f (n 1) 1 f (n 1) 2... f n (n 1) disebut determinan matrik Wronskian yang terdefinisi pada [a, b].
52 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 40 Teorema Fungsi-fungsi solusi f 1, f 2,..., f n dari PDB homogen order n dikatakan bebas linier bila W (f 1, f 2,..., f n ) 0 Contoh Buktikan bahwa 1. Jika sin x, cos x merupakan solusi dari y +y = 0 maka y = c 1 sin x+c 2 cos x juga solusi PDB ini, dan buktikan solusi-solusi itu bebas linier. 2. Jika e x, e x, e 2x merupakan solusi dari y 2y y + 2y = 0 maka y = c 1 e x +c 2 e x +c 3 e 2x juga solusi PDB ini, dan buktikan solusi-solusi itu bebas linier. Cara sederhana untuk menyelesaikan PDB homogen order n ini adalah dengan cara mereduksi ordernya. Teorema Suatu PDB a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n 1) + + a n (x)y = 0, a 0 (x) 0 maka permisalan y = f(x)v akan mengurangi order PDB menjadi (n 1). Contoh Salah satu solusi PDB (x 2 + 1)y 2xy + 2y = 0 adalah f 1 = x maka tentukan solusi umumnya. Penyelesaian Misal f 2 = y = f 1 v = xv y = v + xv y = 2v + xv.
53 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 41 Substitusikan kedalam PDB pada persoalan ini didapat x(x 2 +1)v +2v = 0 dan misal w = v maka x(x 2 + 1) dw dx + 2w = 0 dw dx = 2w x(x 2 + 1) 1 w dw = 2 x(x 2 + 1) dx ( = 2 x + 2x (x 2 + 1) ) dx ln w = ln x 2 + ln(x 2 + 1) + ln c ln w = ln 1 x 2 (x2 + 1) sehingga solusi umunnya adalah w = 1 x 2 (x2 + 1). Sementara w = v, maka persamaan terakhir dapat diperoses menjadi dv dx = c(x2 + 1) x 2 dv = (x2 + 1) pilih c = 1 x 2 dv = (1 + 1x ) dx 2 v = x 1 x. Sekarang f 2 = f 1 v = x ( x 1 x) = x 2 1 maka solusi umum dari PDB diatas adalah y = c 1 x + c 2 (x 2 1).
54 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA PDB Order n Nonhomogen Suatu PDB order n nonhomogen disajikan dalam bentuk a 0 (x)y (n) + a 1 (x)y (n 1) + + a n (x)y = F (x), a 0 (x) 0 (4.2) Teorema Bila u adalah solusi umum PDB homogen dari persamaan (4.4) dan v solusi khusus persamaan (4.4) maka u + v adalah solusi umum PDB nonhomogen. Misal diberikan PDB y + y = x. Bila solusi umum PDB y + y = 0 adalah y u = c 1 sin x + c 2 cos x dan solusi khusus y + y = x adalah y k = x maka solusi umum PDB ini adalah y = y u + y k atau y = c 1 sin x + c 2 cos x + x. 4.3 PDB Order Dua PDB Order Dua Homogen Suatu PDB order dua didefinisikan dengan persamaan p(x)y + q(x)y + r(x)y = 0, (4.3) bila p, q, r adalah fungsi konstan maka dapat ditulis dengan persamaan berikut ay + by + cy = 0. (4.4) Persamaan karakteristik dari persamaan ini diperoleh dengan cara memisalkan y = e rt y = re rt y = r 2 e rt
55 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 43 sehingga persamaan (4.4) menjadi ar 2 e rt + bre rt + ce rt = 0 (ar 2 + br + c)e rt = 0. Bila e rt 0 maka ar 2 + br + c = 0 merupakan persamaan karakteristik dari PDB order dua homogen dengan dengan koefisien konstan, dan y = e rt merupakan solusi dari persamaan (4.4). Akar-Akar Riel dan Berbeda Bila persamaan karakteristik mempunyai akar-akar riel dan berbeda (D > 0) maka ditemukan r 1 r 2 sehingga solusi PDB dalam persamaan (4.4) adalah y = c 1 e r1t + c 2 e r2t. Misal diberikan PDB y + 5y + 6y = 0 maka persamaan karakteristiknya adalah r 2 + 5r + 6 = 0, dengan akar-akar r 1 = 2 dan r 2 = 3, sehingga solusi umumnya y = c 1 e 2t + c 2 e 3t. Selanjutnya bila diterapkan nilai awal y(0) = 2 dan y (0) = 3 maka nilai c 1, c 2 dapat diperoleh dengan cara menurunkan solusi umum dua kali, yaitu y = 2c 1 e 2t 3c 2 e 3t dan y = 4c 1 e 2t + 9c 2 e 3t dan substitusikan kedua nilai awal itu kedalam persamaan ini, diperoleh sistem c 1 + c 2 = 2 2c 1 3c 2 = 3 dimana c 1 = 9 dan c 2 = 7 dan solusi khususnya menjadi y = 9e 2t 7e 3t. Contoh Selesaikan persoalan berikut 1. 4y 8y + 3y = 0 y(0) = 2, y (0) = 1 2
56 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA y + 4y + 3y = 0 y(0) = 4, y (0) = 0 3. y + 5y + 3y = 0 y(0) = 1, y (0) = 0 Akar-Akar Komplek Persamaan karakteristik persamaan PDB order dua homogen adalah ar 2 +br+c = 0. Jika D < 0 maka akar-akarnya adalah bilangan komplek, yaitu r 1 = λ + iµ dan r 2 = λ iµ, dengan demikian solusi kompleknya adalah y 1 = c 1 e (λ+iµ)t (4.5) y 2 = c 1 e (λ iµ)t (4.6) Teorema (Teorema Taylor) Jika f(t) mempunyai n + 1 turunan kontinyu pada interval [a, b] untuk beberapa n 0 dan bila t, t 0 [a, b] maka f(t) p n (t) + R n+1 (t) p n (t) = f(t 0 ) + (t t 0) f (t 0 ) + + (t t 0) n f (n) (t 0 ) 1! n! R n+1 (t) = 1 n! untuk ξ antara t 0 dan t. t t 0 (t t) n f (n+1) (t)dt = (t t 0) n+1 f (n+1) (ξ) (n + 1)! Dengan menerapkan teorema ini maka aproksimasi untuk fungsi-fungsi berikut pada t 0 = 0 adalah: e at = 1 + at + (at)2 2! sin at = (at)1 1! cos at = (at)0 0! (at)3 3! (at)2 2! + (at)3 3! + (at)5 5! + (at)4 4! + = = = (at) n n=0 n! ( 1) n=1 n=0 n 1 (at)2n 1 ( 1) n (at)2n (2n)! (2n 1)!
57 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 45 Selanjutnya dalam ekspresi solusi komplek e it dapat ditulis sebagai berikut e it = 1 + it + (it)2 + (it) ! 3! = ( 1) n (at)2n (2n)! + i n=0 = cos t + i sin t. n=1 n 1 (at)2n 1 ( 1) (2n 1)! Dengan menerapkan persamaan terakhir ini maka solusi komplek (4.5) dan (4.6) menjadi y 1 = e (λ+iµ)t = e λt( cos µt + i sin µt ) y 2 = e (λ iµ)t = e λt( cos µt i sin µt ). Bila keduanya dijumlahkan dan dikurangkan maka u(t) = y 1 + y 2 = 2e λt cos µt v(t) = y 1 y 2 = 2ie λt sin µt. Abaikan bilangan 2 dan 2i dengan pertimbangan diganti dengan konstanta esensial lainnya maka solusi umum PDB dengan persamaan akar karakteristik komplek adalah y = c 1 u(t) + c 2 v(t) = c 1 e λt cos µt + c 2 e λt sin µt. Suatu contoh dapat ditunjukkan untuk menyelesaikan PDB y + y + y = 0. Persamaan karakteristik PDB ini adalah r 2 + r + 1 = 0 sehingga akar-akar kompleknya adalah r 12 = 1 ± i 3. Jadi λ = 1 dan µ = 3 sehingga solusi umunya y = c 1 e 1 2 t 3 cos t + c 4 2e 1 2 t 3 sin t. 4
58 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 46 Akar-Akar Riel dan Sama Untuk kasus ini, persamaan karakteristik ar 2 + br + c = 0 akan mempunyai D = b 2 4ac = 0 sehingga r 1 = r 2 = b. Dengan demikian salah satu solusi 2a PDB adalah y k = e b 2a t. Misal solusi umumnya adalah y = v(t)y k (t) = v(t)e b 2a t maka y = v (t)e b 2a t b 2a v(t)e b 2a t y = v (t)e b 2a t b a v (t)e b 2a t + b2 4a 2 v(t)e Sehingga dengan mensubstitusikan kedalam PDB ay + by + cy = 0 diperoleh [ ( ) ( ) ] a v (t) b a v (t) + b2 v(t) + b v (t) b v(t) + cv(t) e b 4a 2 2a t = 0. Bila e b 2a t 0 2a ( ) maka av (t) + b2 + c = 0. Karena b 2 4ac = 0 maka persamaan ini menjadi 4a av (t) = 0 dimana solusi umumnya adalah v(t) = c 1 t + c 2. Dengan demikian solusi umum PDB dengan akar persamaan karakteristik berulang adalah: b 2a t y = v(t)y 1 (t) = c 1 e b 2a t + c 2 te b 2a t PDB Order Dua Nonhomogen Suatu PDB disajikan dalam persamaan berikut: L[y] = y + p(t)y + q(t)y = g(t) (4.7) L[y] = y + p(t)y + q(t)y = 0 (4.8) Teorema Jika Y 1 dan Y 2 adalah solusi persamaan (4.7) maka Y 1 Y 2 adalah solusi persamaan (4.7). Dan bila y 1, y 2 solusi persamaan (4.7) maka Y 1 (t) Y 2 (t) = c 1 y 1 (t) + c 2 y 2 (t)
59 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 47 Ini berarti solusi umum dari persamaan (4.7) adalah y(t) = c 1 y 1 (t) + c 2 y 2 t +y }{{} k (t) solusi homogen Diberikan PDB y 3y 4y = 3e 2t. Solusi persamaan homogennya adalah y h = c 1 e t + c 1 e 4t. Kemudian akan ditentukan solusi persamaan nonhomogen dengan memisalkan y k = Ae 2t sebagai solusi. Berikutnya adalah menentukan nilai A yang dalam dalam hal ini diperoleh dari menurunkannnya dua kali y k = 2Ae2t dan y k = 4Ae2t kemudian mensubstitusikan kedalam PDB diperoleh A = 1 2. Sehingga solusi umumnya adalah y = c 1 e t + c 1 e 4t 1 2 e2t. Permasalahan yang paling banyak dihadapi nantinya adalah bagaimana membuat permisalan untuk menentukan solusi khusus y k. Kadangkala pemisalahan itu harus diulang dua kali untuk menentukan koefisien yang tepat bagi solusi ini. Oleh karena itu untuk memudahkannya diberikan panduan berikut. g i (t) Y i (t) P n (t) = a 0 t n + a 1 t n a n t s (A 0 t n + A 1 t n a N ) P n (t)e at t s (A 0 t n + A 1 t n a N )e { at sin βt P n (t)e at t [(A s 0 t n + A 1 t n a N )e at cos βt+ cos βt ] (A 0 t n + A 1 t n a N )e at sin βt Tabel 4.1: Panduan permisalan solusi khusus PDB non homogen. Contoh Selesaikan persoalan berikut 1. y 3y 4y = 2 sin t 2. y 2y 3y = 8e t cos 2t 3. y y 2y = 5e 5t + 2 sin 3t 18e t cos 4t
60 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 48 Variasi Parameter Diberikan PDB nonhomogen y (t) + p(t)y (t) + q(t)y(t) = g(t), (4.9) maka y h (t) = c 1 y 1 (t) + c 2 y 2 (t) adalah solusi PDB homogen y + p(t)y + q(t)y = 0. (4.10) Kemudian bila c 1 diganti dengan u 1 (t) dan c 2 dengan u 2 (t) maka diperoleh y(t) = u 1 (t)y 1 (t) + u 2 (t)y 2 (t), (4.11) adalah solusi umum persamaan (4.9). Turunkan satu kali y (t) = u 1(t)y 1 (t) + u 1 (t)y 1(t) + u 2(t)y 2 (t) + u 2 (t)y 2(t). Set u 1(t)y 1 (t) + u 2(t)y 2 (t) = 0 (4.12) maka y (t) = u 1 (t)y 1(t) + u 2 (t)y 2(t) y (t) = u 1(t)y 1(t) + u 1 (t)y 1(t) + u 2(t)y 2(t) + u 2 (t)y 2(t). Substitusikan dua persamaan terakhir ini kedalam persamaan (4.9) diperoleh [ ] [ ] u 1 (t) y 1(t)+p(t)y 1(t)+q(t)y 1 (t) +u 2 (t) y 2(t)+p(t)y 2(t)+q(t)y 2 (t) +u 1(t)y 1(t)+ u 2(t)y 2(t) = g(t). Suku pertama dan kedua adalah sama dengan nol, karena y 1, y 2 adalah solusi PDB (4.11) sehingga u 1(t)y 1(t) + u 2(t)y 2(t) = g(t) (4.13)
61 BAB 4. PDB LINIER ORDER DUA 49 Dua persamaan (4.12) dan (4.13) akan membentuk sistem persamaan linier dimana u 1(t) dan u 2(t) dapat ditentukan sebagai berikut: 0 y 2 (t) g(t) y 2(t) u 1(t) = = y 2(t)g(t) W (y 1, y 2 )(t) W. y 1 (t) 0 y 1(t) g(t) u 2(t) = = y 1(t)g(t) W (y 1, y 2 )(t) W. Sehingga u 1 (t) = u 2 (t) = y 2(t)g(t) W dt + c 1 y1 (t)g(t) W dt + c 2. Dan solusi umum (4.11) menjadi y(t) = y 2(t)g(t) W dt y 1(t) + y 1 (t)g(t) dt y W 2(t) Sebagai contoh dapat diselesaikan PDB y +4y = 3 csc t. Persamaan homogennya adalah y +4y = 0 dengan persamaan karakteristik r 2 +4 = 0 dan mempunyai akar komplek r 12 = 0 ± 2i. Dengan demikian solusinya y h = c 1 cos 2t + c 2 sin 2t. Dari keseluruhan soal ini dapat disimpulkan bahwa g(t) = 3 csc t, y 1 (t) = cos 2t dan y 2 = sin 2t sehingga y 1(t) = 2 sin 2t dan y 2(t) = 2 sin 2t. Dengan menerapkan prosedur diatas maka 0 y 2 (t) g(t) y 2(t) u 1(t) = W (y 1, y 2 )(t) 3 sin 2t csc t = 2[cos 2 2t + sin 2 2t]
BAB 2 PDB Linier Order Satu 2
BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3.1 Masalah Dalam Mekanik Misal 4x adalah perubahan jarak yang ditimbulkan benda bergerak selama waktu 4t maka kecepatan
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU Definisi: Persamaan diferensial adalah suatu hubungan yang terdapat antara suatu variabel independen x, suatu variabel dependen y, dan satu atau lebih turunan y terhadap
Lebih terperinciBAB 1. KONSEP DASAR. d y ; 3x = d3 y ; y = 3 d y ; x = @u @z 5 6. d y = 7 y x Dalam bahan ajar ini pemba
BAB 1 Konsep Dasar 1.1 Klasikasi Persamaan Difrensial Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB PDB Linier Order Satu
BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB PDB Linier Order Satu BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum
Lebih terperinciUntuk Keluarga Tercinta ii
PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA (Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial) Oleh Drs. D a f i k, M.Sc. NIP. 132 052 409 Program Pendikan Matematika FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER
Lebih terperinciBAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx +
BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx + N(x y) = 0 (2.1) 2.1.1 PDB Eksak
Lebih terperinciBAB 1 Konsep Dasar 1
BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial 2 BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal
Lebih terperinciBAB 2 PDB Linier Order Satu 2
BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam
Lebih terperinciperpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :
1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan
Lebih terperinciPENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A
PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa
Lebih terperinciBAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu
Lebih terperinciKONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai
Lebih terperinci4. Dibawah ini persamaan diferensial ordo dua berderajat satu adalah
Pilihlah jawaban yang benar dengan cara mencakra huruf didepan jawaban yang saudara anggap benar pada lembar jawaban 1. Dibawah ini bentuk persamaan diferensial biasa linier homogen adalah a. y + xy =
Lebih terperinciPertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu
Lebih terperinciBAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK
BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan
Lebih terperinciBAB 2 PDB Linier Order Satu 2
BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan 7
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU PDB orde satu dapat dinyatakan dalam: atau dalam bentuk: = f(x, y) M(x, y) + N(x, y) = 0 Penyelesaian PDB orde satu dengan integrasi secara langsung Jika
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan
Lebih terperinciBAB 2 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA
BAB 2 BIASA 2.1. KONSEP DASAR Persamaan Diferensial (PD) Biasa adalah persamaan yang mengandung satu atau beberapa penurunan y (varibel terikat) terhadap x (variabel bebas) yang tidak spesifik dan ditentukan
Lebih terperinciKuliah PD. Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu.
Kuliah PD Pertemuan ke-1: Motivasi: 1. Mekanika A. Hukum Newton ke-: Gaya yang bekerj a pada suatu massa sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu. Misalkan F: gaya, m: massa benda, a: percepatan,
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER NON HOMOGEN
LINIER NON HOMOGEN Contoh PD linier non homogen orde 2. Bentuk umum persamaan PD Linier Non Homogen Orde 2, adalah sebagai berikut : y + f(x) y + g(x) y = r(x) ( 2-35) Solusi umum y(x) akan didapatkan
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kompetensi
BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan
Lebih terperinciHANDOUT PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PDB 4)SKS. DOSEN Efendi, M.Si. BUKU)REFERENSI: )Persamaan )Diferensial)oleh)Dr.St. Budi Waluya, M.
HANDOUT PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA PDB 4)SKS DOSEN Efendi, M.Si BUKU)REFERENSI: )Persamaan )Diferensial)oleh)Dr.St. Budi Waluya, M.Si Daftar Isi 1 Pengantar Persamaan Diferensial 1 1.1 Pendahuluan...............................
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER
PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER Persamaan Differensial Linier Pengertian : Suatu persamaan differensial orde satu dikatakan linier jika persamaan tersebut dapat dituliskan sbb: y + p x y = r(x) (1) linier
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU Kompetensi Mahasiswa diharapkan: 1. Mengenali bentuk PD orde satu dengan variabel terpisah dan tak terpisah.. Dapat mengubah bentuk PD tak terpisah menjadi terpisah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kompetensi
BAB I PENDAHULUAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan 1. Memiliki kesadaran tentang manfaat yang diperoleh dalam mempelajari materi kuliah persamaan diferensial. 2. Memahami konsep-konsep penting dalam persamaan
Lebih terperinciPERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
PERSAMAAN DIFERENSIAL I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Persamaan Diferensial Biasa 1. PDB Tingkat Satu (PDB) 1.1. Persamaan diferensial 1.2. Metode pemisahan peubah dan PD koefisien fungsi homogen 1.3. Persamaan
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU Kompetensi Mahasiswa diharapkan: 1. Mengenali bentuk PD orde satu dengan variabel terpisah dan tak terpisah.. Dapat mengubah bentuk PD tak terpisah menjadi terpisah
Lebih terperinciPersamaan Di erensial Orde-2
oki neswan FMIPA-ITB Persamaan Di erensial Orde- Persamaan diferensial orde-n adalah persamaan yang melibatkan x; y; dan turunan-turunan y; dengan yang paling tinggi adalah turunan ke-n: F x; y; y ; y
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL
BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Tujuan Instruksional: Mampu memahami definisi Persamaan Diferensial Mampu memahami klasifikasi Persamaan Diferensial Mampu memahami bentuk bentuk solusi Persamaan
Lebih terperinciPersamaan Differensial Biasa
Bab 7 cakul fi5080 by khbasar; sem1 2010-2011 Persamaan Differensial Biasa Dalam banyak persoalan fisika, suatu topik sering dinyatakan dalam bentuk perubahan (laju perubahan). Telah disinggung sebelumnya
Lebih terperinciRingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang
ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang
Lebih terperinciPersamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui.
1 Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi yang tidak diketahui. Jika persamaan diferensial memiliki satu peubah tak bebas maka disebut Persamaan Diferensial
Lebih terperinciBAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA(PDB) ORDE SATU PDB orde satu dapat dinyatakan dalam: atau dalam bentuk: Penyelesaian PDB orde satu dengan integrasi secara langsung Jika PDB dapat disusun dalam bentuk,
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Biasa. Rippi Maya
Persamaan Diferensial Biasa Rippi Maya Maret 204 ii Contents PENDAHULUAN. Solusi persamaan diferensial..................... 2.. Solusi Implisit dan Solusi Eksplisit............. 2..2 Solusi Umum dan Solusi
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan
Lebih terperinciBAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.
BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan
Lebih terperinciBAB 1 Konsep Dasar 1
BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3 BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4 BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal 5
Lebih terperinciProgram Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II
Program Perkuliahan Dasar Umum Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Persamaan Diferensial Orde II [MA4] PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka Persamaan
Lebih terperinciPersamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi
Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi
Lebih terperinciUniversitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika. Persamaan Diferensial Orde II
Universitas Indonusa Esa Unggul Fakultas Ilmu Komputer Teknik Informatika Persamaan Diferensial Orde II PDB Orde II Bentuk umum : y + p(x)y + g(x)y = r(x) p(x), g(x) disebut koefisien jika r(x) = 0, maka
Lebih terperinciHendra Gunawan. 25 April 2014
MA101 MATEMATIKA A Hendra Gunawan Semester II, 013/014 5 April 014 Kuliah yang Lalu 15.11 Persamaan Diferensial Linear Orde, Homogen 15. Persamaan Diferensial Linear Orde, Tak Homogen 15.3 Penggunaan Persamaan
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen & Non Homogen Tk. n (Differential: Linier Homogen & Non Homogen Orde n) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan
Lebih terperinciCatatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN
BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz dan Turunan Tingkat Tinggi Penurunan Implisit Laju yang Berkaitan
Lebih terperinciMata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb
Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial
Lebih terperinciMATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO. Mohamad Sidiq
MATEMATIKA TEKNIK 2 S1-TEKNIK ELEKTRO REFERENSI E-BOOK REFERENSI ONLINE SOS Mathematics http://www.sosmath.com/diffeq/diffeq.html Wolfram Research Math World http://mathworld.wolfram.com/ordinarydifferentialequation.h
Lebih terperinciTURUNAN. Bogor, Departemen Matematika FMIPA-IPB. (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, / 50
TURUNAN Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Kalkulus: Turunan Bogor, 2012 1 / 50 Topik Bahasan 1 Pendahuluan 2 Turunan Fungsi 3 Tafsiran Lain Turunan 4 Kaitan
Lebih terperinciBAB IV PERSAMAAN TAKHOMOGEN
BAB IV PERSAMAAN TAKHOMOGEN Kompetensi Mahasiswa mampu 1. Menentukan selesaian khusus PD tak homogen dengan metode koefisien tak tentu 2. Menentukan selesaian khusus PD tak homogen dengan metode variasi
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Linier Homogen Tk. 2 (Differential: Linier Homogen Orde 2) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya PD linier homogen orde 2 Bentuk
Lebih terperinciDIKTAT. Persamaan Diferensial
Diktat Persamaan Diferensial; Dwi Lestari, M.S. 3 DIKTAT Persamaan Diferensial Disusun oleh: Dwi Lestari, M.S email: dwilestari@un.a.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciBab 16. Model Pemangsa-Mangsa
Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.
Lebih terperinciDERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)
DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan
Lebih terperinciBAB 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDER SATU
BAB PERSAAA DIFERESIAL ORDER SATU PEDAHULUA Persamaan Diferensial adalah salah satu cabang ilmu matematika ang banak digunakan dalam memahami permasalahan-permasalahan di bidang fisika dan teknik Persamaan
Lebih terperinciIntegral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN
Modul 1 Integral Tak Tentu M PENDAHULUAN Drs. Hidayat Sardi, M.Si odul ini akan membahas operasi balikan dari penurunan (pendiferensialan) yang disebut anti turunan (antipendiferensialan). Dengan mengikuti
Lebih terperinciHendra Gunawan. 16 Oktober 2013
MA1101 MATEMATIKA 1A Hendra Gunawan Semester I, 2013/2014 16 Oktober 2013 Latihan (Kuliah yang Lalu) 1. Diketahui g(x) = x 3 /3, x є [ 2,2]. Hitung nilai rata rata g pada [ 2,2] dan tentukan c є ( 2,2)
Lebih terperinciBAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD)
BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD) Banak masalah dalam kehidupan sehari-hari ang dapat dimodelkan dalam persamaan diferensial. Untuk menelesaikan masalah tersebut kita perlu menelesaikan pula persamaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa
Lebih terperinciBAB III Diferensial. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia
BAB III Diferensial Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia BAB III. TURUNAN Kecepatan Sesaat dan Gradien Garis Singgung Turunan dan Hubungannya dengan Kekontinuan Aturan Dasar Turunan Notasi Leibniz
Lebih terperinciBERBAGAI MODEL MATEMATIKA BERBENTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA TINGKAT SATU
BERBAGAI MODEL MATEMATIKA BERBENTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA TINGKAT SATU Budiyono Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Untuk mengetahui peranan matematika dalam
Lebih terperinciMODUL MATEMATIKA II. Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI
MODUL MATEMATIKA II Oleh: Dr. Eng. LILYA SUSANTI DEPARTEMEN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL KATA PENGANTAR Puji sukur kehadirat Allah SWT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi
Lebih terperinciBAB III PD LINIER HOMOGEN
BAB III PD LINIER HOMOGEN Kompetensi Mahasiswa diharapkan. Mampu menentukan selesaian umum dari PD linier homogen orde dua dengan jenis akarakar karakteristik yang berbeda-beda. Memahami pengertian kebebaslinieran
Lebih terperinciBANK SOAL METODE KOMPUTASI
BANK SOAL METODE KOMPUTASI 006 iv DAFTAR ISI Halaman Bio Data Singkat Penulis.. Kata Pengantar Daftar Isi i iii iv Pengantar... Kesalahan Bilangan Pendekatan... 6 Akar-akar Persamaan Tidak Linier.....
Lebih terperinciPersamaan Diferensial
Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab
Lebih terperincidigunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3
Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciBAB VI INTEGRAL TAK TENTU DAN PENGGUNAANNYA
BAB VI INTEGRAL TAK TENTU DAN PENGGUNAANNYA Jika dari suatu fungsi kita dapat memperoleh turunannya, bagaimana mengembalikan turunan suatu fungsi ke fungsi semula? Operasi semacam ini disebut operasi balikan
Lebih terperinciI. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)
I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu
Lebih terperinciMA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world
Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN DASAR
BAB I PENGERTIAN DASAR Kompetensi Dasar: Menjelaskan pengertian dan klasifikasi dari persamaan diferensial serta beberapa hal yang terkait. Indikator: a. Menjelaskankan pengertian persamaan diferensial.
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 2 - II
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE - II.Persamaan Homogen dengan Koefisien Konstan Suatu persamaan linier homogen y + ay + by = 0 (1) mempunyai koefisien a dan b adalah konstan. Persamaan ini mempunyai
Lebih terperinciMETODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT
METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika
Lebih terperinciSASARAN PEMBELAJARAN
OSILASI SASARAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengenal persamaan matematik osilasi harmonik sederhana. Mahasiswa mampu mencari besaranbesaran osilasi antara lain amplitudo, frekuensi, fasa awal. Syarat Kelulusan
Lebih terperinciKALKULUS MULTIVARIABEL II
Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Orde Satu
Modul Persamaan Diferensial Orde Satu P PENDAHULUAN Prof. SM. Nababan, Ph. ersamaan Diferensial (PD) adalah salah satu cabang matematika ang banak digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah fisis. Masalahmasalah
Lebih terperinciKalkulus Diferensial week 09. W. Rofianto, ST, MSi
Kalkulus Diferensial week 09 W. Rofianto, ST, MSi Tingkat Perubahan Rata-rata Jakarta Km 0 jam Bandung Km 140 Kecepatan rata-rata s t 140Km jam 70Km / jam Konsep Diferensiasi Bentuk y/ disebut difference
Lebih terperinciKalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018
Kalkulus 2 Teknik Pengintegralan ke - 1 Tim Pengajar Kalkulus ITK Institut Teknologi Kalimantan Januari 2018 Tim Pengajar Kalkulus ITK (Institut Teknologi Kalimantan) Kalkulus 2 Januari 2018 1 / 36 Daftar
Lebih terperinciRingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1
Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan
Lebih terperinciDepartment of Mathematics FMIPAUNS
Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan
Lebih terperinciGERAK HARMONIK SEDERHANA
GERAK HARMONIK SEDERHANA Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak-balik benda melalui suatu titik kesetimbangan tertentu dengan banyaknya getaran benda dalam setiap sekon selalu konstan. Gerak harmonik
Lebih terperinci1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta
1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang
Lebih terperinciBab 7 Persamaan Differensial Non-homogen
Bab 7 Persamaan Differensial Non-homogen Persamaan Differensial Orde- Non Homogen Bentuk hukum : d y dy + p( ) + Q( ) y R( ) (*) Dimana, P(), Q(), dan R() dapat juga berwujud suatu leoust Solusinya : y
Lebih terperinciPersamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian
Modul 1 Persamaan Diferensial: Pengertian, Asal Mula dan Penyelesaian Drs. Sardjono, S.U. M PENDAHULUAN odul 1 ini berisi uraian tentang persamaan diferensial, yang mencakup pengertian-pengertian dalam
Lebih terperinciKeep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1
VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial merupakan persamaan yang didalamnya terdapat beberapa derivatif. Persamaan diferensial menyatakan hubungan antara derivatif dari satu variabel
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - II
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - II c. Metoda Persamaan Differensial Pasti (Exact) Pada kalkulus bahwa jika suatu fungsi u(x,y) mempunyai turunan parsial yang sifatnya kontinyu, turunan pasti
Lebih terperinciKarakteristik Gerak Harmonik Sederhana
Pertemuan GEARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (5B0809), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 06 Beberapa parameter yang menentukan karaktersitik getaran: Amplitudo
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA (MAM2201) DISUSUN OLEH : 1. Zulkarnain, M.Si 2. Khozin Mu tamar, M.Si
MODUL PRAKTIKUM PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA (MAM01) DISUSUN OLEH : 1. Zulkarnain, M.Si. Khozin Mu tamar, M.Si PRODI S1 MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
Lebih terperincidy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Persamaan diferensial berperang penting di alam, sebab kebanyakan fenomena alam dirumuskan dalam bentuk diferensial. Persamaan diferensial sering digunakan sebagai model
Lebih terperinciGETARAN DAN GELOMBANG
GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Biasa
Darmawijoyo Persamaan Diferensial Biasa Suatu Pengantar FKIP-UNSRI Untuk istriku tercinta Nelly Efrina dan anak-anakku tersayang, Yaya, Haris, dan Oji. Pendahuluan Buku Persamaan Diferensial Suatu Pengantar
Lebih terperinciCatatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi
Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut
Lebih terperinciMODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI
MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk
Lebih terperinciGERAK HARMONIK. Pembahasan Persamaan Gerak. untuk Osilator Harmonik Sederhana
GERAK HARMONIK Pembahasan Persamaan Gerak untuk Osilator Harmonik Sederhana Ilustrasi Pegas posisi setimbang, F = 0 Pegas teregang, F = - k.x Pegas tertekan, F = k.x Persamaan tsb mengandung turunan terhadap
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa
Lebih terperinci= + atau = - 2. TURUNAN 2.1 Definisi Turunan fungsi f adalah fungsi yang nilainya di setiap bilangan sebarang c di dalam D f diberikan oleh
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA-UPI BANDUNG HAND OUT TURUNAN DAN DIFERENSIASI OLEH: FIRDAUS-UPI 0716 1. GARIS SINGGUNG 1.1 Definisi Misalkan fungsi f kontinu di c. Garis singgung ( tangent line )
Lebih terperinci