pada Permasalahan Traveling Salesman Problem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "pada Permasalahan Traveling Salesman Problem"

Transkripsi

1 Studi Perbandingan Algoritma Ant Colony System dan Algoritma Ant System Leonardo Z Tomarere Laboratorium Ilmu dan Reayasa Komputasi Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Jl. Ganesa 10, Bandung if12028@students.if.itb.ac.id ABSTRAK Pada tugas ahir ini aan dibandingan dua buah algoritma yang terinspirasi dari elauan oloni semut pada saat mencari maan, yaitu Algoritma Ant System (AS) serta Algoritma Ant Colont System (ACS) yang merupaan pengembangan dari Algoritma AS. Performa eduanya aan dibandingan melalui permasalahan Traveling Salesman Problem (TSP) yang didefenisian sebagai permasalahan untu menemuan Siruit Hamilton dengan bobot minimum pada sebuah graf terhubung. Perangat luna untu pengujian diembangan menggunaan Java 6 dengan aas pengembangan Java NetBeans 6.5. Seluruh TSP yang digunaan diambil dari TSPLIB95. Sedangan fous pengujian terleta pada ualitas solusi yang dihasilan serta watu pencarian yang dibutuhan. Hasil pengujian menunjuan bahwa untu jumlah semut dan jumlah iterasi yang sama, Algoritma ACS memberian solusi yang lebih bai serta watu pencarian yang lebih cepat daripada Algoritma AS. Dengan ata lain, Algoritma ACS terbuti lebih bai daripada Algoritma AS. Kata unci: Ant System, Ant Colony System, TSP, Pheromone, Siruit Hamilton, TSPLIB95, Java. 1. Pendahuluan Alam merupaan eajaiban. Salah satu eajaiban yang dapat diamati adalah oloni serangga. Koloni serangga digolongan sebagai serangga sosial, arena tingah launya lebih diarahan untu epentingan oloni secara eseluruhan dibandingan dengan ebutuhannya sendiri sebagai individu [6]. Koloni melauan oordinasi melalui interasi yang relatif sederhana. Namun, melalui interasi tersebut oloni dietahui mampu memecahan permasalahan yang sulit [2]. Hal inilah yang mendasari ilmuwan untu mengadaan riset terhadap ecerdasan yang dimilii oloni serangga (Swarm Intelligence). Salah satu riset yang diadaan mengarah pada oloni semut. Riset menunjuan bahwa pada saat mencari maanan (foraging), oloni semut mampu menemuan rute terpende dari sarang menuju sumber maanan [6]. Hal ini dapat dilauan arena semut beromuniasi secara tida langsung dengan semut yang lain menggunaan jeja pheromone (untu selanjutnya aan disebut dengan pheromone), dimana semut cenderung untu memilih rute dengan onsentrasi pheromone yang tinggi [6]. Secara singat, perilau ini dapat dijelasan sebagai beriut: pada mulanya, semut memilih rute secara aca sambil meletaan pheromone. Melalui observasi, jumlah semut per satuan watu yang berhasil melewati rute yang pende aan lebih banya daripada rute yang panjang. Dengan ata lain, onsentrasi pheromone pada rute yang pende aan lebih tinggi dibandingan rute yang panjang. Mulai saat ini, semut cenderung memilih rute yang pende arena memilii onsentrasi pheromone yang lebih tinggi daripada yang lain. Pada ahirnya, rute terpende yang ditemuan oloni merupaan rute dengan onsentrasi pheromone paling tinggi [5]. Terinspirasi dari perilau tersebut, pada tahun 1991 Marco Dorigo mengemuaan metode pencarian heuristi bernama Algoritma Ant System (AS) [6]. Metode ini meniru perilau oloni semut etia mencari maan dimana seumpulan semut buatan yang relatif sederhana aan beerja secara oletif sambil beromuniasi menggunaan pheromone pada permasalahan optimasi disrit yang sulit [6]. Karena esederhanaan serta emiripan rumusannya, Algoritma AS pertama ali diembangan pada TSP (Traveling Salesman Problem) [5]. TSP sendiri dapat dipandang sebagai masalah mencari rute terpende yang harus ditempuh oleh seseorang yang berangat dari ota asal untu mengunjungi setiap ota tepat satu ali lalu embali lagi e ota asal eberangatannya. Dengan ata lain, TSP adalah Hal 1 dari 16

2 permasalahan untu mencari Siruit Hamilton dengan bobot minimum pada sebuah graf terhubung [8]. Walaupun formulasinya sederhana dan mudah dimengerti, TSP merupaan salah satu permasalahan optimasi yang sulit dipandang dari sudut omputasinya [8]. Menggunaan algoritma exhauistive search (pada graf lengap), TSP dapat dipecahan dengan mengenumerasi ( n 1)! Siruit Hamilton. Aibatnya, untu n yang besar, 2 watu omputasinya aan meningat secara esponesial [9]. Algoritma AS memberian hasil yang menjanjian pada TSP yang ecil (n 30). Namun seiring bertambahnya uuran TSP, ualitas watu serta solusi yang dihasilan aan menurun. Oleh arena itu Algoritma AS dimodifiasi menjadi Algoritma Ant Colony System (ACS) dengan tujuan untu meningatan performanya pada TSP yang lebih besar [5]. Prinsip utama yang dipaai pada Algoritma AS masih dipaai pada Algoritma ACS yaitu pemaaian umpan bali positif (positive feedbac) melalui pemaaian pheromone. Pheromone yang diletaan disepanjang rute dimasudan agar semut lebih tertari untu mengambil rute tersebut (reinforcement), sehingga solusi terbai nantinya aan memilii onsentrasi pheromone yang tinggi. Agar tida terjeba edalam optimal loal (local optima) maa digunaan umpan bali negatif (negative feedbac) berupa penguapan pheromone [12]. Sedangan perbedaan utama antara Algoritma AS dan ACS adalah: aturan transisi status yang berbeda, aturan pembaharuan pheromone global yang berbeda, serta penambahan aturan pembaharuan pheromone loal [15]. Dengan modifiasi ini diharapan hasil optimasi pada TSP yang diperoleh aan menjadi lebih bai (mendapatan rute terpende dalam watu seminimal mungin). 1.1 Ruang Lingup Yang menjadi poo bahasan dalam maalah ini adalah: 1. Mempelajari Algoritma AS dan ACS serta proses penerapannya pada TSP untu mendapatan solusi yang lebih bai / mendeati optimal. 2. Merancang dan membangun perangat luna yang melauan optimasi pada TSP menggunaan Algoritma AS dan ACS. 3. Melauan analisis perbandingan terhadap hasil penerapan Algoritma AS dan Algoritma ACS pada TSP untu membutian bahwa Algoritma ACS memberian hasil yang lebih bai daripada Algoritma AS. 2. Dasar Teori 2.1 Graf Graf didefinisian sebagai strutur disrit yang terdiri dari seumpulan simpul (vertices) dan sisi (edges) yang secara matematis ditulisan sebagai G(V,E) [10]. Secara geometri, graf dapat digambaran sebagai seumpulan notah (simpul) pada bidang dwimatra yang dihubungan dengan seumpulan garis (sisi) [8] Jenis-jenis graf Berdasaran ada tidanya sisi gelang (loop) atau sisi ganda (multiple / pararel edges) pada suatu graf, maa graf dapat dielompoan menjadi dua [8], yaitu: 1. Graf sederhana (simple graph) Merupaan graf yang tida memilii sisi gelang maupun sisi ganda, seperti pada gambar 1-a. Sisi gelang merupaan sisi yang berawal dan berahir pada simpul yang sama, sedangan sisi ganda merupaan sisi-sisi yang menghubungan dua buah simpul yang sama. 2. Graf ta-sederhana (unsimple graph) Merupaan graf yang memilii gelang atau sisi ganda. Ada 2 macam graf ta-sederhana, yaitu graf semu (pseudograph) (gambar 1-b) dan graf ganda (multigraph) dan (gambar 1-c). Graf semu lebih umum daripada graf ganda, arena sisi pada graf semu dapat terhubung e dirinya sendiri (membentu gelang). Sedangan berdasaran orientasi arah pada sisi, maa graf dapat dibedaan atas dua jenis [8], yaitu: 1. Graf ta berarah (undirected graf) Merupaan graf yang tida mempunyai orientasi arah (gambar 1 (a, b, c)), sehingga urutan pasangan simpul yang dihubungan oleh sisi tida diperhatian, jadi (v j,v ) = (v,v j ) adalah sisi yang sama. 2. Graf berarah (directed graf/digraph) Merupaan graf yang setiap sisinya diberian orientasi arah (gambar 1-d). Pada graf berarah, sisi (v j,v ) dan sisi (v,v j ) menyataan dua sisi berbeda. Graf berarah sering dipaai untu menggambaran aliran proses, peta lalu lintas (jalan searah / dua arah), dsb. Pada graf berarah, gelang diperbolehan tetapi sisi ganda tida. Hal 2 dari 16

3 sederhana. Untu masuan yang ecil, permasalahan NP- Complete dapat diselesaian dengan cepat. Namun jia masuannya semain besar, maa watu yang dibutuhan aan meningat luar biasa (biasanya meningat secara esponensial). Gambar 2. Graf dengan Lintasan dan Siruit Hamilton [MUN03] Gambar 1. Jenis-jenis graf [8] Definisi graf diatas dapat diperluas hingga mencaup graf ganda berarah (gambar 1-e) [8]. Pada graf ganda berarah, gelang dan sisi ganda diperbolehan. Ringasan perluasan definisi graf dapat dilihat pada tabel 1. Jenis Tabel 1. Ringasan jenis-jenis graf [10] Sisi Sisi ganda dibolehan? Graf sederhana Taberarah Tida Graf ganda Taberarah Ya Graf semu Taberarah Ya Ya Grah berarah Berarah Tida Ya Graf-ganda berarah Berarah Ya ya Lintasan dan Siruit Hamilton Sisi gelang dibolehan? Tida Tida Lintasan Hamilton didefinisian sebagai lintasan yang melalui tiap simpul didalam graf tepat satu ali. Bila lintasan itu embali e simpul asal sehingga membentu lintasan tertutup, maa lintasan tertutup tersebut dinamaan Siruit Hamilton. Dengan ata lain, Siruit Hamilton ialah siruit yang melalui tiap simpul didalam graf tepat satu ali, ecuali simpul awal (sealigus simpul ahir) yang dilalui 2 ali [8]. Graf yang memilii Siruit Hamilton dinamaan Graf Hamilton, sedangan graf yang hanya memilii Lintasan Hamilton disebut Graf semi-hamilton (gambar 2). Setiap graf lengap adalah Graf Hamilton [8]. 2.2 Permasalahan NP-Complete Permasalahan optimasi ombinatorial yang NP- Complete biasanya memilii rumusan masalah yang Beberapa sifat yang dimilii oleh permasalahan NP- Complete adalah: 1. Sangat sulit diselesaian dilihat dari sisi omputasi. Belum ada algoritma yang dapat menyelesaiannya dalam orde watu polinomial [8]. 2. Belum ada buti bahwa permasalahan yang NP- Complete tida mungin diselesaian dalam orde watu polinomial [4]. 3. Jia ada sembarang masalah NP-Complete yang dapat diselesaian dalam orde watu polinomial, maa semua masalah yang termasu edalam NP-Complete dapat diselesaian pula dalam orde watu polinomial [14]. 4. Sebalinya, jia sembarang permasalahan NP- Complete dapat dibutian tida dapat diselesaian dalam orde watu polinomial, maa semua masalah yang termasu edalam NP- Complete juga terbuti tida dapat diselesaian dalam orde watu polinomial [14]. Jia solusi optimal pada permasalahan NP-Complete tida bisa diperoleh secara efisien, maa pada pratenya eoptimalan seringali diorbanan demi efisiensi [7]. Dengan ata lain, daripada mencari solusi optimal lebih bai mencari solusi yang mendeati optimal asalan selesai dalam orde watu polinomial. Hal ini dilauan dengan menggunaan metode heuristi. Metode heuristi bertujuan untu mencari solusi yang amat bai (mendeati optimal) dari suatu permasalahan optimasi ombinatorial [11]. Metode ini tida menjamin eoptimalan solusi yang diberian [7]. Namun arena biaya omputasi yang lebih rendah, sebagian besar permasalahan NP-Complete diselesaian menggunaan metode heuristi. Hal 3 dari 16

4 2.3 Traveling Salesman Problem (TSP) TSP merupaan permasalahan optimasi ombinatorial yang sangat terenal dalam teori graf. TSP diategorian sebagai permasalahan yang sulit ditinjau dari sudut omputasinya [8]. TSP juga termasu permasalahan NP- Complete yang lasi arena telah dipelajari selama beberapa deade. TSP dapat dipandang sebagai masalah mencari rute terpende yang harus ditempuh oleh seseorang yang berangat dari ota asal untu mengunjungi setiap ota tepat satu ali lalu embali lagi e ota asal eberangatannya. Dalam teori graf, TSP dinyataan sebagai graf G TSP = (N,A) dimana N menyataan himpunan simpul ota, sedangan A himpunan sisi yang menghubungan simpulsimpul ota pada graf. Bobot pada sisi menyataan jara antar dua buah ota. Dengan ata lain, TSP tida lain adalah permasalahan untu menemuan Siruit Hamilton yang memilii bobot minimum pada sebuah graf terhubung [8]. Untu TSP pada sembarang graf lengap, sangat mudah menghitung jumlah Siruit Hamilton yang ada. Dari simpul pertama ada n 1 pilihan, dari simpul edua ada n 2 pilihan, dari simpul etiga ada n 3 pilihan, dst. Sehingga untu n buah ota, ada ( n 1)! pilihan yang mungin. Namun arena Siruit Hamilton terhitung 2 ali maa pilihan yang ada harus dibagi dua menjadi ( n 1)! 2 buah Siruit Hamilton. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Contoh graf lengap dengan 4 simpul [8] Untu TSP pada graf lengap dengan n 4 seperti (4 1)! pada gambar 3, aan terdapat 3 Siruit 2 Hamilton, yaitu: S 1 = ( a, b, c, d, a) atau ( a, d, c, b, a) dengan panjang rute = = 45 S 2 = ( a, c, d, b, a) atau ( a, b, d, c, a) dengan panjang rute = = 41 S 3 = ( a, c, b, d, a) atau ( a, d, b, c, a) dengan panjang rute = = 32 Jadi, Siruit Hamilton terpende adalah S 3 = ( a, c, b, d, a) atau ( a, d, b, c, a) dengan panjang rute sebesar 32. Secara teoritis TSP dapat dipecahan dengan ( n 1)! melauan exhaustive search pada Siruit 2 Hamilton, menghitung panjang rute masing-masing lalu menentuan rute terpende. Namun untu n yang besar, maa jumlah Siruit Hamilton yang harus diperisa satu persatu aan sangat banya. Sebagai contoh, untu n = aan ada seitar 6 10 penyelesaian. Aibatnya, watu omputasi yang diperluan juga aan meningat secara esponensial (omplesitasnya O(n!)). Dengan ata lain, TSP termasu ategori permasalahan yang NP- Complete [9]. 2.4 Perilau oloni semut pada saat mencari maanan Ketia mencari maan, pengetahuan individu semut terhadap lingungannya amat terbatas. Secara individu, semut aan esulitan untu menemuan rute menuju sumber maanan jia pencarian dilauan pada area yang luas. Untu mengatasi eterbatasan tersebut, semut aan beerja secara oletif didalam oloni. Karena semut memilii penglihatan yang hampir buta, omuniasi tida dapat dilauan secara visual. Teni yang digunaan semut adalah dengan beromuniasi secara tida langsung (stigmergy) menggunaan zat imia yang disebut dengan pheromone. Komuniasi dapat dilauan arena semut cenderung memilih rute dengan onsentrasi pheromone yang tinggi [6]. Ketia berjalan, setiap semut aan meninggalan pheromone pada suatu rute. Semut beriutnya dapat mendetesi perbedaan onsentrasi pheromone dan cenderung memilih rute dengan onsentrasi pheromone tertinggi sambil menambahan pheromone-nya sendiri. Karena semut lain menunjuan perilau yang sama, aibatnya rute yang sering dipilih oleh setiap semut aan memilii onsentrasi pheromone paling tinggi. Untu lebih jelasnya dapat melihat contoh pada gambar 4 dan gambar 5. Gambar 4 menunjuan contoh ondisi awal oloni semut pada saat mencari maanan. Koloni pada gambar 4 terdiri dari tiga eor semut. Pada mulanya (t = 1) setiap semut aan memilih rute yang berbeda. S Menyataan sarang sedangan M menyataan loasi maanan. Hal 4 dari 16

5 Panjang rute iri enam langah, panjang rute tengah tiga langah, dan panjang rute anan empat langah. Warna pada rute menunjuan tingat onsentrasi pheromone saat ini. Pheromone aan mengalami penguapan setelah enam langah. Pada dasarnya semut memilih rute secara aca. Namun secara probabilitas, pilihannya cenderung jatuh pada rute dengan pheromone yang tinggi. Kiri 1 t = 1 S Tengah M Gambar 4. Contoh ondisi oloni semut di awal pencarian Langah-langah oloni melauan pencarian dapat dijelasan sebagai beriut (gambar 5): 1. Untu t = 2. Semut 1,2,3 bergera menuju loasi maanan sesuai rute masing-masing. 2. Untu t = 3. Karena rute tengah lebih pende, semut 2 tiba terlebih dahulu di loasi maanan. 3. Untu t = 4. Karena onsentrasi pheromone pada rute tengah lebih tinggi, maa probabilitas rute tersebut untu dipilih aca menjadi lebih besar. Aibatnya semut 2 memilih rute tengah untu embali e sarang sambil menambahan pheromone-nya. Pada saat yang sama semut 3 tiba di loasi maanan. 4. Untu t = 5. Walaupun probabilitas rute tengah lebih tinggi, semut 3 memilih rute anan untu embali e sarang. Hal ini terjadi arena pada dasarnya semut memilih secara aca. 5. Untu t = 6. Semut 1 tiba di loasi maanan. Semut 2 tiba di sarang. 6. Untu t = 7. Secara aca semut 1 memilih rute tengah untu embali e sarang (saat ini probabilitas rute tengah dan anan adalah sama). Saat ini telah terjadi penguapan pheromone di seluruh rute. Pheromone di rute tengah tetap lebih tinggi arena semut 2 menambahan pheromone embali sesaat setelah penguapan. 7. Untu t = 4. Karena onsentrasi pheromone pada rute tengah lebih tinggi, maa probabilitas rute tersebut untu dipilih aca menjadi lebih besar. Aibatnya semut 2 memilih rute tengah untu 2 3 embali e sarang sambil menambahan pheromone-nya. Pada saat yang sama semut 3 tiba di loasi maanan. 8. Untu t = 5. Walaupun probabilitas rute tengah lebih tinggi, semut 3 memilih rute anan untu embali e sarang. Hal ini terjadi arena pada dasarnya semut memilih secara aca. 9. Untu t = 6. Semut 1 tiba di loasi maanan. Semut 2 tiba di sarang. 10. Untu t = 7. Secara aca semut 1 memilih rute tengah untu embali e sarang (saat ini probabilitas rute tengah dan anan adalah sama). Saat ini telah terjadi penguapan pheromone di seluruh rute. Pheromone di rute tengah tetap lebih tinggi arena semut 2 menambahan pheromone embali sesaat setelah penguapan. 11. Untu t = 8. Semut 3 tiba di sarang. 12. Untu t = 9. Semut 3 aan embali e loasi maanan. Karena probabilitas rute tengah lebih besar, maa pilihan aca semut 3 jatuh pada rute tengah. 13. Pada t = 10, seluruh semut telah memilih rute tengah. Semut cenderung selalu memilih rute tengah arena probabilitasnya sangat tinggi. Sedangan probabilitas rute anan dan iri terus menurun arena penguapan pheromone. Dari eterangan diatas dapat disimpulan bahwa: 1. Pada mulanya onsentrasi pheromone mengalami enaian arena rute yang dilewati adalah rute yang pende (proses bola-bali lebih cepat dilauan). 2. Konsentrasi pheromone yang tinggi aan menari perhatian semut lain. 3. Aibatnya, setelah beberapa saat, onsentrasi pheromone menjadi semain tinggi arena semut yang melewati rute tersebut lebih banya dibandingan rute yang lain. Perilau ini lebih dienal sebagai perilau umpan-bali positif (positive feedbac) dengan menggunaan pheromone. Semain tinggi aumulasi pheromone pada suatu rute, maa rute tersebut semain menari untu diiuti. Dengan ata lain, probabilitas suatu rute untu dipilih berbanding lurus dengan onsentrasi pheromone pada rute tersebut [3]. Perilau inilah yang mendasari proses optimasi pada algoritma semut. Ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 6. Hal 5 dari 16

6 terhadap oloni semut [6]. Pada algoritma ini, oloni semut buatan aan beerjasama untu menemuan solusi permasalahan optimasi disrit sambil beromuniasi secara tida langsung dengan menggunaan pheromone [6]. Solusi ahir yang diberian merupaan hasil erja oletif didalam oloni [7] Karateristi Algoritma Semut Algoritma semut tergolong algoritma onstrutif arena setiap semut buatan (untu selanjutnya aan disebut dengan semut ) aan membangun solusi secara bertahap [3]. Sesuai dengan analoginya, oloni semut aan menelusuri graf esplorasi GS = (C,L) dimana: 1. C merupaan himpunan simpul andidat solusi. 2. L merupaan himpunan sisi yang menyataan relasi diantara pasangan simpul C. Pasangan (c i,c j ) dengan c i,c j ϵ C dapat menjadi indiasi bahwa pasangan (c i,c j ) merupaan solusi yang laya (feasible). 3. Bobot pada sisi (c i,c j ) menyataan biaya (cost) yang diperluan untu menjadian pasangan (c i,c j ) sebagai solusi yang laya. Gambar 5. Contoh proses pencarian maanan oleh oloni semut Gambar 6. Silus umpan bali positif pada oloni semut 2.4 Algoritma Semut Algoritma Semut diemuaan oleh Marco Dorigo pada tahun 1991 yang terinspirasi langsung dari observasi Solusi optimal dari suatu permasalahan optimasi ombinatorial diasosiasian dengan rute terpende dari graf G S. Setiap semut pada algoritma semut aan memilii arateristi sebagai beriut [7] : 1. Semut aan mengesplorasi graf G S berusaha mencari solusi optimal. 2. Semut memilii memori M yang menyimpan informasi mengenai rute yang ditempuh sejauh ini. Informasi ini dapat digunaan untu membangun serta mengevaluasi solusi. 3. Sebelum memulai pencarian, setiap semut memilii ondisi awal tertentu. Umumnya ondisi awal setiap semut diespresian oleh himpunan solusi osong. 4. Setiap semut aan mengunjungi setiap simpul sesuai batasan masalah sambil membangun solusi secara bertahap. Pencarian berhenti etia tida ada lagi simpul laya yang dapat ditambahan atau telah mencapai ondisi berhenti tertentu. 5. Semut bergera secara probabilitas menggunaan aturan transisi status tertentu (State transition rule). Aturan ini merupaan fungsi dari onsentrasi pheromone, informasi heuristi, dan memori semut bersangutan. 6. Di ahir tiap iterasi dilauan proses pembaharuan dalam bentu penambahan pheromone oleh semut serta penguapan pheromone pada sisi graf G S. Hal 6 dari 16

7 Secara informal algoritma semut terdiri dari tiga bagian utama: Inisialisasi, pembangunan solusi (solution construction), dan pembaharuan pheromone (pheromone update). Garis besar algoritma semut untu permasalahan optimasi ombinatorial dapat dilihat pada gambar 7. pheromone). Karena informasi heuristi telah diinisialisasi seja awal, maa informasi ini dapat membimbing semut agar tida sepenuhnya buta etia mengesplorasi area baru. Seiring bertambahnya pengalaman semut terhadap area esplorasi, maa pengaruh informasi ini aan berurang [3]. Setelah setiap semut selesai membangun solusi, maa langah selanjutnya adalah melauan evaluasi menggunaan aturan pembaharuan pheromone (pheromone update rule) untu menentuan besar onsentrasi pheromone yang aan ditambahan (atau diurangi) [7]. Gambar 7. Garis besar algoritma semut [7] Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa proses pembangunan solusi dan pembaharuan pheromone aan terus diulang hingga ondisi berhenti yang telah ditentuan terpenuhi Inisialisasi Inisialisasi dilauan agar tiap semut siap melauan esplorasi pada graf. Secara umum, langah-langah yang dilauan pada saat inisialisasi adalah: 1. Memilih jumlah semut yang aan digunaan. 2. Meletaan setiap semut pada simpulnya masing-masing secara aca. 3. Mengosongan / menginsialisasi memori tiap semut. 4. Menginisialisasi pheromone dan informasi heuristi Pembangunan Solusi Koloni semut aan membangun solusi secara bertahap dengan mengunjungi seluruh simpul solusi sesuai dengan batasan masalah. Simpul yang aan diunjungi dipilih berdasaran aturan transisi status tertentu dengan mempertimbangan fator pheromone, informasi heuristi, serta memori semut. Pheromone dapat diumpamaan sebagai bentu lain dari pengalaman oloni selama proses pencarian. Pada mulanya semut belum memilii pengalaman arena seluruh sisi graf memilii pheromone yang sama. Beberapa saat emudian, pengalaman semut aan bertambah seiring perbedaan pheromone yang timbul aibat ativitas oloni selama pencarian. Informasi heuristi adalah sebuah nilai diluar pheromone yang dapat memberian gambaran bagi semut mengenai graf yang sedang diesplorasi. Secara umum informasi ini sangat bermanfaat diawal pencarian etia semut masih belum berpengalaman (belum ada perbedaan Pembaharuan Pheromone Proses pembaharuan pheromone merupaan proses modifiasi terhadap pheromone yang ada pada graf esplorasi. Pheromone dapat meningat arena penambahan oleh semut atau berurang arena penguapan. Secara sederhana, umpan bali positif melalui proses penambahan pheromone aan meningatan peluang suatu sisi untu dipilih embali di masa depan. Sebalinya, penguapan pheromone merupaan bentu umpan bali negatif yang bermanfaat agar semut dapat melupaan pilihan sebelumnya dan mencoba mencari rute alternatif sehingga tida terjeba edalam optimal loal (local optima) [7]. 3. Analisis 3.1 Algoritma Semut pada TSP Algoritma semut diembangan agar dapat menyelesaian beragam permasalahan optimasi disrit [6]. Pada tugas ahir ini, algoritma semut aan diterapan pada permasalahan TSP. Permasalahan ini dipilih arena: 1. Perilau oloni semut pada saat mencari maan serupa dengan rumusan masalah TSP [1]. 2. TSP termasu permasalahan optimasi disrit yang NP-Complete [1]. 3. TSP merupaan permasalahan optimasi disrit yang paling banya dipelajari sehingga sering disebut sebagai bechmar problem [12]. 4. Kesederhaan rumusan TSP [7]. 5. TSP dapat diembangan edalam beragam variasi serta apliasi [12]. Sedangan TSP yang digunaan pada pengujian nanti merupaan graf yang terhubung lengap, tida berarah dengan jumlah simpul tida lebih dari 550 buah. Hal 7 dari 16

8 3.1.1 Graf Esplorasi Graf yang digunaan semut untu mengesplorasi identi dengan graf permasalahan pada TSP. Komponen graf esplorasi G S = (C,L) berorespondensi dengan graf TSP G TSP = (N,A). Komponen himpunan simpul C pada G S berorespondensi dengan himpunan ota N pada G TSP. Komponen himpunan sisi L pada G S berorespondensi dengan himpunan sisi A pada G TSP. Bobot pada himpunan sisi L berorespondensi dengan d ij yang menyataan jara antara ota i e ota j Pheromone dan Informasi Heuristi Pheromone yang diletaan pada TSP menyataan etertarian semut untu mengunjungi ota j dari ota i. Pheromone yang dinyataan dengan τ ij aan diletaan disepanjang sisi jalan antara ota i dan ota j. Nilai awal pheromone (τ 0 ) diatur sedemiian supaya sediit lebih besar dari yang dapat diletaan seeor semut dalam seali iterasi [7]. Hal ini penting arena jia nilai τ 0 terlalu ecil, maa pencarian aan berat sebelah arena semut cenderung selalu memilih rute yang telah ditemuan sebelumnya. Sedangan jia nilai τ 0 terlalu besar, maa pheromone yang ditambahan tida aan memilii arti selama proses pencarian. setiap langah, semut secara iteratif aan menambahan ota yang diunjungi edalam daftar turnya. Proses pembangunan solusi pada suatu iterasi dianggap selesai jia seluruh semut telah menyelesaian turnya, yaitu seluruh ota telah diunjungi oleh setiap semut dan embali e ota asal eberangatan. 3.2 Algoritma Ant System (AS) Algoritma Ant System (AS) merupaan usaha pertama untu menerapan perilau oloni semut pada TSP [6]. Ada tiga versi Algoritma AS yang diembangan: ant-density, ant-quantity, dan ant-cycle. Perbedaan etiganya terleta pada cara menghitung pheromone yang henda ditambahan. Pada versi ant-density dan ant-quantity, pheromone yang aan ditambahan dihitung di setiap langah perpindahan semut menuju ota yang baru. Sedangan pada versi ant-cycle, pheromone yang henda ditambahan dihitung setelah semut menyelesaian turnya masing-masing [3]. Karena performa ant-cycle lebih bai daripada ant-density maupun ant quantity, maa etia menyinggung Algoritma AS yang dimasud merupaan versi ant-cycle [7]. Komplesitas Algoritma AS adalah O(n 3 ). Pseudo-code Algoritma AS dapat dilihat pada gambar 8. Informasi heuristi dinyataan dengan η ij. Untu TSP, informasi heuristi aan menyataan visibilitas semut terhadap ota-ota diseitarnya. Nilai visibilitas η ij, dihitung secara heuristi berdasaran persamaan 1. 1 (1) ij d ij Persamaan 1 menyataan bahwa nilai visibiltas η ij merupaan nilai yang onstan arena menyataan invers jara ota i e ota j (d ij ). Informasi mengenai visibilitas aan sangat berguna di awal pencarian etia semut belum memilii pengalaman (arena pada TSP belum ada perbedaan onsentrasi pheromone) Pembangunan Solusi Satu-satunya batasan masalah pada TSP adalah setiap ota harus diunjungi satu ali (ecuali ota awal). Batasan ini diimplementasian dengan mengharusan setiap semut untu memastian bahwa ota yang aan diunjungi belum pernah diunjungi sebelumnya. Hal ini dilauan lewat bantuan memori M yang dimilii semut Inisialisasi Gambar 8. Pseudo Code Algoritma AS Pada mulanya pheromone (τ 0 ) diinisialisasi pada setiap sisi pada TSP menggunaan pendeatan heuristi. Aturan inisialisasi pheromone pada Algoritma AS dapat dilihat pada persamaan 2. m (2) ij 0 C greedy Dimana m menyataan jumlah semut dan C menyataan panjang tur yang dihasilan melalui algoritma greedy biasa [7]. Setelah itu dilauan inisialisasi informasi heuristi berupa visibilitas (η ij ) yang dihitung berdasaran persamaan 1. Setiap semut didalam oloni aan membangun solusinya masing-masing. Setiap semut memilii sembarang ota awal yang berbeda satu sama lain. Pada Hal 8 dari 16

9 3.2.1 Pembangunan Solusi Jumlah semut paling banya yang digunaan pada Algoritma AS sebainya sama dengan jumlah ota pada TSP [3]. Setelah setiap semut diletaan secara aca pada setiap ota, semut yang berada di ota i aan memilih ota j menurut aturan transisi status random proportional. Pada aturan ini, semut aan memilih ota secara aca namun cenderung memilih ota dengan probabilitas paling besar. Aturan ini dinyataan pada persamaan 3. Dimana ρ (0 < ρ 1) adalah onstanta sedemiian sehingga nilai (1 - ρ) aan menggambaran laju penguapan pheromone. Setelah penguapan, setiap sisi TSP aan menerima sejumlah pheromone berdasaran persamaan 5. m, ( i, j) TSP ij ij ij 1 (5) p ij [ ] ij ij, jia j N i [ ij ij (3) jni 0, sebalinya dan Dimana ij menyataan adar pheromone yang baru ij menyataan jumlah pheromone yang aan ditambahan oleh semut. Nilai berdasaran persamaan 6 ij dihitung Dimana p menyataan peluang semut untu ij mengunjungi ota j dari ota i. τ ij menyataan onsentrasi pheromone antara ota i dan ota j, η ij menyataan i visibilitas semut terhadap ota-ota diseitar i. N merupaan umpulan tetangga ota i yang mungin diunjungi oleh semut. Sedangan α dan β merupaan onstanta yang menyataan uat pengaruh pheromone (τ ij ) dan visibilitas (η ij ) terhadap pilihan semut. Jia onstanta α = 0, ecendrungan ota yang dipilih adalah ota yang terdeat atau serupa dengan proses pencarian greedy. Jia β = 0, maa pencarian hanya mengandalan pheromone, yang biasanya aan berujung pada hasil pencarian yang buru [DOR04]. Nantinya semua ota yang diunjungi oleh semut aan dicatat pada memori M. Selain menjamin agar semut tida mengunjungi ota yang sama, memori ini juga digunaan untu menghitung jara yang sudah ditempuh. Pada Algoritma AS, proses pembangunan solusi dapat diimplementasian secara paralel atau seuensial. Pada pencarian paralel, semua semut bergera dari satu ota e ota yang lain (membangun solusi) secara onuren. Sedangan pada pencarian seuensial, sebuah solusi harus dibangun terlebih dahulu, sebelum solusi beriutnya dapat dibangun oleh semut yang lain [7] Pembaharuan Pheromone Global Setelah semua semut menyelesaian turnya, pheromone aan diperbaharui secara menyeluruh. Hal ini dilauan dengan terlebih dahulu menguapan pheromone pada seluruh sisi TSP menggunaan persamaan 4. (1, ( i, j) TSP (4) ij ij 1/ C, ij 0, jia pasangan ( i, j) T sebalinya Dimana C menyataan panjang tur T. Sedangan tur T berisi sisi TSP yang diambil oleh semut. Berdasaran persamaan 6 dapat disimpulan bahwa semain pende rute yang ditempuh, semain besar jumlah pheromone yang dapat ditambahan. Semain sering sebuah rute dilewati juga aan menyebaban rute tersebut menerima pheromone yang lebih banya. Jia adar pheromone semain tinggi, maa rute tersebut emunginan besar aan dipilih embali pada iterasi beriutnya. Melalui pengujian, Algoritma AS memberian hasil yang menjanjian pada TSP yang ecil (n 30). Namun, performa Algoritma AS cenderung menurun seiring dengan bertambahnya uuran masuan. Oleh arena itu Algoritma AS dimodifiasi menjadi Algoritma Ant Colony System (ACS) [5]. 3.3 Algoritma Ant Colony System (ACS) Algoritma Ant Colony System (ACS) merupaan pengembangan yang dilauan terhadap AS [5]. Secara garis besar, Algoritma ACS sama dengan Algoritma AS. Namun Algoritma ACS memilii tiga perbedaan utama, yaitu: 1. Perubahan aturan transisi status yang mencoba untu menyeimbangan ecendrungan mengesploitasi rute yang lama dengan einginan untu mengesplorasi rute yang baru [5]. 2. Pembaharuan pheromone global (penguapan serta penambahan) hanya dilauan pada rute terbai saat ini [5]. (6) Hal 9 dari 16

10 3. Penambahan aturan pembaharuan pheromone loal setiap ali seeor semut berpindah e ota beriutnya [5]. Algoritma ACS memilii omplesitas algoritma O(n 3 ). Sedangan pseudo-code Algoritma ACS dapat dilihat pada gambar 9. Sedangan J merupaan ota yang dipilih berdasaran persamaan III-9. p ij [ ] ij ij, jia j N i [ ij ij (9) jni 0, sebalinya Dapat dilihat bahwa persamaan 9 sama dengan persamaan 3 pada Algoritma AS jia menggunaan onstanta α = Inisialisasi Gambar 9. Pseudo Code Algoritma ACS Inisialiasi awal pheromone (τ 0 ) pada Algoritma ACS ditentuan secara heuristi melalui persamaan 7. 1 = (7) ij 0 nc greedy Dengan n adalah jumlah ota pada TSP sedangan C greedy menyataan rute terbai berdasaran algoritma greedy [7]. Sedangan untu inisialisasi visibilitas (η ij ), aturan yang digunaan masih sama seperti persamaan Pembangunan Solusi Aturan transisi status yang digunaan pada Algoritma ACS memilii perbedaan dengan Algoritma AS. Aturan ini dinamaan aturan pseudorandom proportional yang dinyataan melalui persamaan 8. arg max { }, jia (esploitasi) q q il il 0 lni j J, jia q q (esplorasi) 0 Dimana q merupaan bilangan aca dengan nilai antara 0 sampai 1, q 0 merupaan onstanta pembanding yang telah ditentuan dari awal, β merupaan onstanta yang menyataan uat pengaruh visibilitas (η ij ), N merupaan umpulan ota diseitar i yang dapat dipilih oleh semut. i (8) Aturan pseudorandom proportional beerja sebagai beriut : 1. Mula-mula dibangitan bilangan aca q. 2. Jia q q 0, maa semut aan memilih ota dengan nilai terbai berdasaran informasi pheromone (τ ij ) dan visibilitas (η ij ) dari seluruh ota yang mungin diunjungi. Aturan yang digunaan adalah persamaan 8 (esploitasi). 3. Jia q > q 0, maa semut aan memilih ota berdasaran persamaan 9 (esplorasi). Dari eterangan diatas dapat disimpulan, pada probabilitas q 0, semut aan memilih sisi jalan dengan nilai pheromone dan visibilitas yang bai (mengesploitasi informasi yang sudah dianggap bai). Sedangan pada probabilitas (1 - q 0 ) semut aan mengesplorasi rute yang baru. Sehingga dengan mengatur parameter q 0 diharapan dapat menyeimbangan ecendrungan semut untu mengambil rute yang lama (dianggap bai) dengan einginan untu mengesplorasi rute alternatif [7] Pembaharuan Pheromone Global Proses pembaharuan pheromone global pada Algoritma ACS hanya dilauan pada rute terbai saat ini. Sama seperti Algoritma AS, proses ini dilauan diahir tiap iterasi setelah seluruh semut menyelesaian turnya. Aturan pembaharuan pheromone yang pada Algoritma ACS diberian pada persamaan 10. best best (1 ), ( i, j) T (10) ij ij ij Dimana ditambahan. persamaan 11. best ij menyataan adar pheromone yang aan Nilai best ij dihitung berdasaran best best ij 1/ C (11) Hal 10 dari 16

11 Persamaan 11 menyataan bahwa penguapan serta penambahan pheromone hanya dilauan pada rute terbai (T best ), tida pada seluruh sisi TSP [5]. Sama seperti Algoritma AS, nilai (1 ρ) juga menyataan penguapan pheromone Pembaharuan Pheromone Loal Pembaharuan pheromone loal, merupaan aturan baru pada Algoritma ACS. Aturan ini menyataan bahwa seeor semut yang bergera dari ota i e ota j dapat segera melauan pembaharuan pheromone pada sisi (i,j) sebelum menyelesaian turnya [7]. Pembaharuan pheromone loal dinyataan pada persamaan 12. (1 ) (12) ij ij 0 Dimana ξ (0 ξ 1) merupaan onstanta yang melalui esperimen disaranan nilainya adalah 0.1 [5]. Efe dari pembaharuan pheromone loal adalah setiap ali seeor semut melewati sebuah sisi (i,j), onsentrasi pheromone pada sisi tersebut aan berurang. Aibatnya pada iterasi beriutnya, sisi (i,j) menjadi urang menari untu diunjungi. Dengan ata lain, aturan ini dapat membuat daya tari sebuah sisi berubah secara dinamis. Ini merupaan hal yang bai, arena aan meningatan einginan semut untu mengesplorasi solusi alternatif [DOR04]. Tanpa adanya aturan ini, semut aan cenderung mengeplorasi rute yang sebelumnya telah ditemuan (arena sudah dianggap bai) [5]. Sebelumnya telah disebutan bahwa pencarian pada Algoritma AS dapat dilauan dalam dua cara: pararel maupun seuensial. Berbeda dengan Algoritma AS, arena pada Algoritma ACS terdapat aturan pembaharuan pheromone loal, maa pencarian pada Algoritma ACS sebainya dilauan secara pararel [7]. 4. Perangat Luna 4. Perangat luna menyediaan fasilitas untu membuat TSP. 5. Perangat luna menyediaan fasilitas untu menyimpan TSP yang baru dibuat. 6. Perangat luna mampu mencari solusi dari TSP menggunaan algoritma AS atau ACS serta menampilan prosesnya secara visual. 4.2 Diagram Use Case Berdasaran spesifiasi ebutuhan perangat luna yang dibuat, maa use case yang teridentifiasi adalah sebagai beriut: 1. Use Case Membua TSP, merupaan fungsionalitas yang digunaan oleh pengguna untu membua arsip TSP yang aan diselesaian. Arsip TSP berisi nama permasalahan, omentar, jumlah ota, jenis permasalahan, posisi/oordinat ota, solusi optimal (jia ada), dan tur optimal (jia ada). 2. Use Case Membuat TSP, merupaan fungsionalitas yang digunaan oleh pengguna untu membuat TSP sendiri. 3. Use Case Menyimpan TSP, merupaan fungsionalitas yang dapat digunaan untu menyimpan TSP yang baru saja dibuat / dibangitan edalam arsip esternal. 4. Use Case Menyelesaian TSP, merupaan fungsionalitas untu menyelesaian TSP menggunaan Algoritma AS atau ACS. 5. Use Case Mengatur Algoritma, merupaan fungsionalitas untu memilih algoritma, onstanta, serta ondisi berhenti yang diinginan. 6. Use Case Menghitung Greedy, merupaan fungsionalitas untu mencari solusi baru bagi TSP berdasaran algoritma greedy. Diagram Use Case dari perangat luna dapat dilihat pada gambar Spesifiasi Perangat Luna Spesifiasi ebutuhan perangat luna adalah sebagai beriut: 1. Perangat luna mampu membua arsip yang berisi desripsi TSP. 2. Perangat luna mampu mencari solusi pada TSP dengan menggunaan Algoritma AS, ACS, atau Greedy. 3. Perangat luna menyediaan fasilitas untu mengatur algoritma serta onstanta yang henda dipergunaan. Gambar 10. Diagram Use Case dari Perangat Luna Hal 11 dari 16

12 4.3 Implementasi Kelas Kelas-elas yang diperluan diimplementasian menggunaan bahasa pemrograman Java 6 dengan aas pengembangan Netbeans IDE 6.5. Kelas yang diimplementasian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Implementasi elas No Nama Kelas Nama File 1. AntActGUI AntActGUI.java 2. DialogAturAlgoritma DialogAturAlgoritma.java 3. DialogBuatTSP DialogBuatTSP.java 4. DialogBuaTSP DialogBuaTSP.java 5. DialogDataAnimasi DialogDataAnimasi.java 6. TSP TSP.java 7. Algo Algo.java 8. ParserTSP ParserTSP.java 9. DrawHandler DrawHandler.java 10. C_BuatTSP C_BuatTSP.java 11. C_Main C_Main.java 12. Ant Ant.java 13. Bound Bound.java 14. Matris Matris.java 15. Coordinate Coordinate.java 16. Tabel Tabel.java 17. Tour Tour.java 18. Utilities Utilities.java Gambar 11. Implementasi antarmua utama Gambar 12. Implementasi antarmua etia membua arsip TSP 4.3 Implementasi Antarmua Perangat luna yang diembangan memilii lima antarmua yang diimplementasian edalam lima elas. Impelementasi seluruh elas antarmua tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Sedangan tampilan eseluruhan antarmua tersebut dapat dilihat pada gambar 11 hingga gambar 15. Tabel 3. Implementasi elas antarmua No Antarmua Nama File 1. Antarmua utama AntActGUI.java 2. Antarmua membua arsip TSP DialogBuaTSP.java 3. Antarmua membuat TSP DialogBuatTSP.java 4. Antarmua untu mengatur algoritma DialogAturAlgoritma.java 5. Antarmua data animasi DialogDataAnimasi.java Gambar 13. Implementasi antarmua pembuatan TSP Gambar 14. Implementasi antarmua data animasi Hal 12 dari 16

13 (dapat menunjuan perbedaan watu pencarian pada edua algoritma) Analisis Pengaruh Jumlah Semut terhadap Solusi yang dihasilan Solusi optimal pada rob200 adalah sedangan solusi greedy yang ditemuan adalah Jumlah semut yang digunaan antara 20 hingga 200 eor dengan elipatan 20. Sedangan iterasi yang digunaan adalah 1000 iterasi. Gambar 15. Implementasi antarmua mengatur algoritma 5. Pengujian Terhadap Algoritma Senario pengujian yang direncanaan adalah sebagai beriut: 1. Menguji Algoritma AS dan ACS menggunaan sebuah TSP dengan jumlah semut dan jumlah iterasi yang bervariasi. 2. Menguji Algoritma AS dan ACS menggunaan berbagai TSP dengan jumlah semut serta jumlah iterasi yang sama untu masing-masing algoritma. Seluruh TSP yang digunaan dalam pengujian diambil dari TSPLIB95 [13]. TSPLIB95 merupaan library TSP yang sering digunaan dalam penelitian maupun riset. TSPLIB95 memilii TSP beruuran ecil (14 ota) hingga yang beruuran besar ( ota). Selain itu, TSPLIB menyertaan solusi optimalnya, bahan beberapa diantaranya menyertaan tur optimal. Uuran TSP yang digunaan selama pengujian beruuran dari 14 hingga 532 ota. Parameter onstanta yang digunaan pada Algoritma AS dan ACS mengiuti saran [7], yaitu: 1. Algoritma AS:,, 2. Algoritma ACS: ( selalu),,,, q0 Berdasaran grafi-1 dapat dilihat bahwa pada Algoritma AS, enaian jumlah semut aan memperbaii solusi yang dihasilan. Solusi terbai diperoleh etia menggunaan 160 semut dan terburu etia menggunaan 20 semut. Berdasaran grafi-1 dapat dilihat bahwa pada Algoritma ACS enaian jumlah semut juga mampu memperbaii solusi (solusi paling buru diperoleh etia menggunaan 20 semut dan terbai etia menggunaan 100 semut). Namun pengaruh enaian jumlah semut pada ACS tida seuat pada Algoritma AS Analisis Pengaruh Jumlah Iterasi terhadap Solusi yang dihasilan Berdasaran grafi 2, dapat dilihat bahwa enaian jumlah iterasi mampu memperbaii ualitas solusi (ratarata) dari Algoritma AS dan ACS. Hal ini disebaban semut memilii esempatan yang lebih banya untu menelusuri TSP, sehingga emunginan untu menemuan solusi yang lebih bai lebih besar. Berdasaran grafi 1 dan grafi 2 dapat pula dilihat bahwa untu jumlah semut serta jumlah iterasi yang sama, Algoritma ACS memberian solusi yang lebih bai daripada Algoritma ACS. 5.1 Pengujian Pertama Tujuan dari pengujian ini adalah untu melihat performansi Algoritma AS dan Algoritma ACS terhadap perubahan jumlah semut serta jumlah iterasi. TSP yang digunaan adalah rob200. TSP ini dipilih dengan pertimbangan uurannya tida terlalu besar (watu omputasinya tida terlalu lama) maupun terlalu ecil Grafi 1. Grafi Solusi - Jumlah Semut pada rob200 Hal 13 dari 16

14 Grafi 2. Grafi Solusi - Jumlah Iterasi pada rob Analisis Pengaruh Jumlah Semut terhadap Watu Pencarian Berdasaran grafi 3, dapat dilihat bahwa enaian jumlah semut aan meningatan watu pencarian yang dibutuhan oleh Algoritma AS maupun Algoritma ACS. Hal ini disebaban watu yang diperluan untu memobilisasi oloni dalam satu iterasi menjadi bertambah. Berdasaran grafi 4, dapat dilihat bahwa enaian jumlah iterasi aan meningatan watu pencarian yang dibutuhan oleh Algoritma AS dan Algoritma ACS. Hal ini disebaban arena jumlah iterasi yang dierjaan semain banya. Berdasaran grafi 3 dan grafi 4 dapat disimpulan bahwa Algoritma ACS membutuhan watu pencarian yang lebih singat dibandingan Algoritma AS. Dimana perbedaan diantara eduanya semain terlihat jia jumlah semut atau iterasi yang digunaan bertambah besar. Grafi 4. Grafi Watu - Jumlah Iterasi pada rob Pengujian e-2 TSP yang digunaan beruuran dari 14 ota hingga 532 ota. Jumlah semut yang digunaan adalah setengah dari jumlah ota. Setiap TSP diuji dengan 500 iterasi. Sedangan jumlah pengujian pada TSP, adalah sebagai beriut: 1. TSP beruuran 14 hingga 100 ota diuji sebanya 5 ali 2. TSP beruuran 101 hingga 300 ota diuji sebanya 3 ali 3. TSP beruuran diatas 300 ota diuji sebanya 1 ali Solusi rata-rata aan dicatat, lalu simpangannya dihitung dengan menggunaan persamaan 13. Solusi Algoritma Simpangan Solusi Optimal (13) Solusi Optimal Analisis Simpangan Pada Berbagai TSP Dari grafi 5 dapat dilihat bahwa seiring bertambahnya uuran TSP, perbedaan simpangan diantara eduanya semain besar. Namun, simpangan Algoritma ACS tida sebesar simpangan Algoritma AS. Dimana pada Algoritma AS, simpangan terbesar ada pada tsp225 (13,270%) sedangan pada Algoritma ACS, simpangannya pada pcb442 hanya 2,932% Analisis Watu Pencarian Terhadap Berbagai TSP Grafi 3. Grafi Watu - Jumlah Semut pada rob200 Berdasaran grafi 5, dapat dilihat bahwa semain besar uuran TSP, maa watu pencarian yang dibutuhan juga semain besar. Hal 14 dari 16

15 Tabel 4. Watu Pencarian Algoritma pada Berbagai TSP (lanjutan) No TSP Semut Optimal Watu Pencarian AS ACS 9 roa roc pr ch Grafi 5. Grafi simpangan pada berbagai TSP terhadap solusi optimal Grafi 6. Grafi watu pencarian terhadap berbagai TSP Berdasaran tabel 4, untu TSP yang ecil (dibawah 100 ota) Algoritma ACS memilii watu pencarian ratarata yang lebih cepat (ecuali eil51) daripada Algoritma AS walaupun selisihnya tida terlalu besar. Namun untu permasalahan yang lebih besar (diatas 100 ota), Algoritma ACS tetap memilii watu pencarian yang lebih cepat dibandingan Algoritma AS dengan selisih watu yang cuup besar. Tabel 4. Watu Pencarian Algoritma pada Berbagai TSP No TSP Semut Optimal Watu Pencarian AS ACS 1 burma ulysses ulysses att eil berlin st pr Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai beriut: 1. Algoritma semut, bai Algoritma Ant System (AS) maupun Ant Colony System (ACS) dapat diterapan epada TSP. 2. Perangat luna yang dibangun sanggup menyelesaian TSP dengan menggunaan Algoritma AS dan ACS. Perangat luna juga mampu menampilan TSP serta solusinya secara visual sehingga memudahan pengguna untu melauan pengamatan 3. Penggujian menggunaan TSPLIB95 menunjuan bahwa enaian jumlah semut pada Algoritma AS dan ACS mampu memperbaii solusi yang dihasilan, namun pada Algoritma ACS, pengaruh enaian jumlah semut tida seuat pada Algoritma AS. 4. Pengujian menggunaan TSPLIB95 menunjuan bahwa enaian jumlah iterasi pada Algoritma AS dan ACS dapat memperbaii ualitas solusi arena memberian esempatan yang lebih besar bagi semut untu menemuan solusi yang lebih bai. 5. Pengujian terhadap berbagai TSP dari TSPLIB95 menunjuan bahwa dengan jumlah semut dan jumlah iterasi yang sama, Algoritma ACS memberian solusi yang lebih bai serta watu pencarian yang lebih cepat dibandingan dengan Algoritma AS. Beberapa saran yang dapat diberian adalah sebagai beriut: 1. Mengaji ulang pengaturan onstanta yang digunaan pada tugas ahir ini untu membutian bahwa pengaturan onstanta yang disaranan merupaan ombinasi yang terbai. 2. Menerapan Algoritma AS maupun ACS pada permasalahan optimasi yang lain. 3. Membandingan inerja Algoritma ACS terhadap metode heuristi yang lain. 4. Mengembangan perangat luna supaya pengguna dapat menggambar TSP secara manual (tida hanya dibangitan otomatis secara aca). Hal 15 dari 16

16 5. Mengembangan perangat luna agar dapat melaporan esimpulan pencarian dengan menggunaan grafi agar analis dapat dilauan dengan lebih cepat dan lebih mudah. 5. Referensi dan Daftar Pustaa [1] Bonabeau, Eric; Dorigo, Marco; Theraulaz, Guy. (1999). Swarm Intelligence From Natural to Artificial Systems. Oxford University Press. [2] Bonabeau, Eric; Théraulaz, Guy. (2000). Swarm Smarts. Scientific American, Maret 2000, pp [3] Colorni, Alberto; Dorigo, Marco; Maniezzo, Vittorio. (1991). Positive feedbac as a search strategy. Technical Report , Dipartimento di Elettronica, Politecnico di Milano, IT. [4] Cormen, Thomas H., et al. (2001). Introduction to Algorithms. McGraw-Hill. [5] Dorigo, Marco; Gambardella, Luca. M. (1997). Ant Colony System: A Cooperative Learning Approach to the Traveling Salesman Problem. TR/IRIDIA/1996-5, Université Libre de Bruxelles, Belgium. [6] Dorigo, Marco; Di Caro, Giani; Gambardella, Luca. M. (1999). Ant Algorithm for Discrete Optimization. IRIDIA, Universite Libré de Bruxelles, Belgium. [7] Dorigo, Marco; Stützle, Thomas. (2004). Ant Colony Optimization. A Bradford Boo, The MIT Press. [8] Munir, Rinaldi. (2003). Matematia Disrit. Departemen Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung. [9] Munir, Rinaldi. (2006). Strategi Algoritmi. Departemen Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung. [10] Rosen, Kenneth H. (1999). Discrete Mathematics and Its Applications. McGraw-Hill. [11] Rosen, Kenneth H., et al. (2000). Handboo of Discrete and Combinatorial Mathematics. CRC Press. [12] Pintea, Camelia-Mihaela; Serban, Gabriela. (2004). Heuristics and Learning Approaches for Solving The Traveling Salesman Problem. Studia University, Babeş-Bolyai, Informatica, Vol. XLIX, No. 2. [13] TSPLIB95, (2009): Ruprecht-Karls-Universität Heidelberg, Tanggal ases: 13 November 2008, pl 12:56. [14] Wilf, Herbert S., (2002). Algorithms and Complexity. AK Peters, Ltd. Hal 16 dari 16

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

Modifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa

Modifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa 187 Modifiasi ACO untu Penentuan Rute Terpende e Kabupaten/Kota di Jawa Ahmad Jufri, Sunaryo, dan Purnomo Budi Santoso Abstract This research focused on modification ACO algorithm. The purpose of this

Lebih terperinci

Sistem Navigasi Perjalanan Berbasis Web Dengan Algoritma Koloni Semut (Ant Colony Algorithm)

Sistem Navigasi Perjalanan Berbasis Web Dengan Algoritma Koloni Semut (Ant Colony Algorithm) Sistem Navigasi Perjalanan Berbasis Web Dengan Algoritma Koloni Semut (Ant Colony Algorithm) Arna Fariza 1, Entin Martiana 1, Fidi Wincoo Putro 2 Dosen 1, Mahasiswa 2 Politeni Eletronia Negeri Surabaya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Seminar Nasional Sistem dan Informatia 2007; Bali, 16 November 2007 PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Fajar Saptono 1) I ing Mutahiroh

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA KOLONI SEMUT PADA PROSES PENCARIAN JALUR TERPENDEK JALAN PROTOKOL DI KOTA YOGYAKARTA

IMPLEMENTASI ALGORITMA KOLONI SEMUT PADA PROSES PENCARIAN JALUR TERPENDEK JALAN PROTOKOL DI KOTA YOGYAKARTA Seminar Nasional Informatia 2009 (semnasif 2009) ISSN: 1979-2328 UPN Veteran Yogyaarta, 23 Mei 2009 IMPLEMENTASI ALGORITMA KOLONI SEMUT PADA PROSES PENCARIAN JALUR TERPENDEK JALAN PROTOKOL DI KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA Iing Mutahiroh, Fajar Saptono, Nur Hasanah, Romi Wiryadinata Laboratorium Pemrograman dan Informatia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Tentang Permasalahan Merupaan landasan teori yang terdapat pada permasalahan yang dibahas. 2.1.1 Masalah tranportasi Masalah tranportasi dalam dunia distribusi

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan

Lebih terperinci

PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL

PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL Reisha Humaira NIM 13505047 Program Studi Teni Informatia Institut Tenologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if15047@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

PENENTUAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GOOGLE MAPS MASHUPS DENGAN MOBILE SYSTEM ANDROID

PENENTUAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GOOGLE MAPS MASHUPS DENGAN MOBILE SYSTEM ANDROID menciptaan apliasi merea sendiri untu digunaan oleh bermacam peranti bergera, oleh arena itu Android memilii omunitas besar Satria Prasamya, Ary Mazharuddin pengembang S., S.Kom, M.Comp.Sc program apliasi

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untu Merancang Algoritma Kriptografi Klasi Hendra Hadhil Choiri (135 08 041) Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN MINIMUM SPANNING TREE DENGAN ALGORITMA SEMUT

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN MINIMUM SPANNING TREE DENGAN ALGORITMA SEMUT PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN MINIMUM SPANNING TREE DENGAN ALGORITMA SEMUT Alamsyah* * Abstract Without a program, computer is just a useless box. In general, the search for the minimum

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Anna Maria 1, Elfira Yolanda Sinaga 2, Maria Helena Iwo 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Departemen

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Program

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Graf dengan 4 node dan 5 edge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Graf dengan 4 node dan 5 edge BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Graf Graf digunaan untu merepresentasian obje-obje disrit dan hubungan antara obje-obje tersebut (Munir, 2005). Dalam menggambar graf, simpul digambaran dengan lingaran

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS ALGORITMA PENCARIAN RUTE TERPENDEK DI KOTA SURABAYA

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS ALGORITMA PENCARIAN RUTE TERPENDEK DI KOTA SURABAYA 94 IMPLEMENTASI DAN ANALISIS ALGORITMA PENCARIAN RUTE TERPENDEK DI KOTA SURABAYA Yudhi Purwananto 1, Diana Purwitasari 2, Agung Wahyu Wibowo Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Watu : 1x 3x 50 Menit Pertemuan : 7 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Faultas Teni Informatia, Institut Tenologi Telom Jl. Teleomuniasi No.1 Bandung 40286 Telp. (022) 7564108

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming

Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming JURAL TEKIK POMITS Vol. 2, o. 2, (2013) ISS: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming Yunan Helmy Amrulloh, Rony Seto Wibowo, dan Sjamsjul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 Latar Belaang PENDAHULUAN Sistem biometri adalah suatu sistem pengenalan pola yang melauan identifiasi personal dengan menentuan eotentian dari arateristi fisiologis dari perilau tertentu yang dimilii

Lebih terperinci

TUGAS I RANCANGAN PERCOBAAN BAB I

TUGAS I RANCANGAN PERCOBAAN BAB I TUGAS I RANCANGAN PERCOBAAN Nama : Dwi Shinta Marselina A. Pengertian Desain Esperimen BAB I Desain Esperimen Merupaan langah-langah lengap yang perlu di ambil jauh sebelum esperimen dilauan supaya data

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PADA METODE K-HARMONIC MEANS UNTUK DATA CLUSTERING

PENERAPAN METODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PADA METODE K-HARMONIC MEANS UNTUK DATA CLUSTERING PENERAPAN METODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PADA METODE K-HARMONIC MEANS UNTUK DATA CLUSTERING Yoe Ota a, Ahmad Saihu, S.Si,MT. b Jurusan Teni Informatia, Faultas Tenologi Informasi, Institut Tenologi

Lebih terperinci

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

JURNAL IT STMIK HANDAYANI Nurilmiyanti Wardhani Teknik Informatika, STMIK Handayani Makassar ilmyangel@yahoo.com Abstrak Algoritma semut atau Ant Colony Optimization merupakan sebuah algoritma yang berasal dari alam. Algoritma

Lebih terperinci

VIGOTIP SUBSTITUTION CIPHER

VIGOTIP SUBSTITUTION CIPHER VIGOTIP SUBSTITUTION CIPHER Alwi Alfiansyah Ramdan 135 08 099 Program Studi Teni Informatia Institut Tenologi Bandung Jl Ganesha 10, Bandung e-mail: alfiansyahramdan@gmailcom ABSTRAK Maalah ini membahas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan 2.1.1 Jadwal Secara Umum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jadwal adalah pembagian watu berdasaran rencana pengaturan urutan erja, daftar atau tabel egiatan

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah

Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah Muhtar Hartopo 13513068 Program Sarjana Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl.

Lebih terperinci

ISSN: TEKNOMATIKA Vol.1, No.2, JANUARI

ISSN: TEKNOMATIKA Vol.1, No.2, JANUARI ISSN: 1979-7656 TEKNOMATIKA Vol.1, No.2, JANUARI 2009 25 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENDIAGNOSA JENIS PENYAKIT KANDUNGAN Bambang Yuwono Jurusan Teni Informatia UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Keadaan dunia usaha yang selalu berubah membutuhan langah-langah untu mengendalian egiatan usaha di suatu perusahaan. Perencanaan adalah salah satu langah yang diperluan

Lebih terperinci

Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunakan Metode Reduksi Kalman Filter dengan Pendekatan Elemen Hingga

Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunakan Metode Reduksi Kalman Filter dengan Pendekatan Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI POMITS ol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunaan Metode Redusi Kalman Filter dengan Pendeatan Elemen Hingga Muyasaroh, Kamiran,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem Dalam pembahasan terdahulu ita telah mempelajari penerapan onsep dasar probabilitas untu menggambaran sistem dengan jumlah partiel ang cuup besar (N). Pada bab ini, ita aan menggabungan antara statisti

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Apliasi Pada tahap implementasi ini merupaan penerapan apliasi dari hasil perancangan sistem yang ada untu mencapai suatu tujuan yang diinginan. Implementasimelasanaan

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Watu Penelitian Penelitian ini dilauan di Jurusan Matematia Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Watu penelitian dilauan selama semester

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan I. PENDAHULUAN. Latar Belaang Teori graf merupaan salah satu bagian ilmu dari matematia dan merupaan poo bahasan yang relatif muda jia dibandingan dengan cabang ilmu matematia yang lain seperti aljabar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Keranga Pemiiran Pemerintah ahir-ahir ini sering dihadapan pada masalah persediaan pupu bersubsidi yang daya serapnya rendah dan asus elangaan di berbagai loasi di Indonesia.

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV

PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Nama Mahasiswa : Husien Haial Fasha NRP : 1207 100 011 Jurusan : Matematia FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Drs. Suharmadi, Dipl.

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PENGENALAN POLA GEOMETRI WAJAH MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK Muhamad Tonovan *, Achmad Hidayatno **, R. Rizal Isnanto ** Abstra - Pengenalan waah adalah

Lebih terperinci

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID Ferry Tan, Giovani Gracianti, Susanti, Steven, Samuel Luas Jurusan Teni Informatia, Faultas

Lebih terperinci

KONTROL MOTOR PID DENGAN KOEFISIEN ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA SIMULTANEOUS PERTURBATION

KONTROL MOTOR PID DENGAN KOEFISIEN ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA SIMULTANEOUS PERTURBATION Konferensi Nasional Sistem dan Informatia 29; Bali, November 14, 29 KONTROL MOTOR PID DENGAN KOEFISIEN ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA SIMULTANEOUS PERTURBATION Sofyan Tan, Lie Hian Universitas Pelita Harapan,

Lebih terperinci

VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice)

VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice) VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice) 6.. UMUM Tujuan: Mengetahui proporsi pengaloasian perjalanan e berbagai moda transportasi. Ada dua emunginan situasi yang dihadapi dalam meramal pemilihan moda:

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

ANT COLONY OPTIMIZATION

ANT COLONY OPTIMIZATION ANT COLONY OPTIMIZATION WIDHAPRASA EKAMATRA WALIPRANA - 13508080 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung e-mail: w3w_stay@yahoo.com ABSTRAK The Ant Colony Optimization

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untuk Mencari Akar-akar Suatu Persamaan

Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untuk Mencari Akar-akar Suatu Persamaan Jurnal Penelitian Sains Volume 16 Nomor 1(A) Januari 013 Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untu Menari Aar-aar Suatu Persamaan Evi Yuliza Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indonesia Intisari:

Lebih terperinci

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO 1 Selvia Hana, Tohap Manurung 1 Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Abstra Antrian merupaan

Lebih terperinci

BAB III MODEL KANAL WIRELESS

BAB III MODEL KANAL WIRELESS BAB III MODEL KANAL WIRELESS Pemahaman mengenai anal wireless merupaan bagian poo dari pemahaman tentang operasi, desain dan analisis dari setiap sistem wireless secara eseluruhan, seperti pada sistem

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder The Variability of Stand Structure of Logged-over Natural Forest

Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder The Variability of Stand Structure of Logged-over Natural Forest JMHT Vol. XIV, (2): 81-87, Agustus 28 ISSN: 215-157X Keragaman Strutur Tegaan Hutan Alam Seunder The Variability of Stand Structure of Logged-over Natural Forest Abstract Muhdin 1*, Endang Suhendang 1,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1. Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI. II.1. Pendahuluan BAB II DASAR EORI II.1. Pendahuluan Pada bab ini pertama-tama aan dijelasan secara singat apa yang dimasud dengan target tracing dalam sistem Radar. Di dalam sebuah sistem Radar ada beberapa proses yang

Lebih terperinci

MUSIK KLASIK DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS TINGGI

MUSIK KLASIK DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS TINGGI Volume, Nomor 1, April 013 http://doi.org/10.1009/jppp MUSIK KLASIK DAN PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS TINGGI Jayanti Dwiputri Abdi* ** *Faultas Ilmu Pendidian, Universitas Negeri

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK UNTUK KLASIFIKASI DATA

JARINGAN SARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK UNTUK KLASIFIKASI DATA JARINGAN SARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK UNTUK KLASIFIKASI DATA Giri Dhaneswara 1) dan Veronica S. Moertini 2) Jurusan Ilmu Komputer, Universitas Katoli Parahyangan, Bandung Email: 1) rebirth_82@yahoo.com,

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI ) ISSN: `1907-5022 Yogyakarta, 19 Juni STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar ugas Ahir Simulasi Penapisan Kalman Dengan Kendala Persamaan Keadaan Pada Kasus Penelusuran Posisi Kendaraan (Vehicle racing Problem Iput Kasiyanto [], Budi Setiyono, S., M. [], Darjat,

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR

PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR Ngarap Im Mani 1) dan Lim Widya Sanjaya ), 1) & ) Jurs. Matematia Binus University PENGANTAR Perancangan percobaan adalah suatu

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA APRIORI UNTUK MEMPEROLEH ASSOCIATION RULE ANTAR ITEMSET BERDASARKAN PERIODE PENJUALAN DALAM SATU TRANSAKSI

PENERAPAN ALGORITMA APRIORI UNTUK MEMPEROLEH ASSOCIATION RULE ANTAR ITEMSET BERDASARKAN PERIODE PENJUALAN DALAM SATU TRANSAKSI PENERAPAN ALGORITMA APRIORI UNTUK MEMPEROLEH ASSOCIATION RULE ANTAR ITEMSET BERDASARKAN PERIODE PENJUALAN DALAM SATU TRANSAKSI Devi Fitrianah, Ade Hodijah Program Studi Teni Informatia, Faultas Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar Tugas Ahir PENDETEKSI POSISI MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER MMA7260Q BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 Muhammad Riyadi Wahyudi, ST., MT. Iwan Setiawan, ST., MT. Abstract Currently, determining

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidian MatematiaUniversitas Pendidian Ganesha E-mail: isuparta@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Di aman searang sebuah adal yang tersusun rapi merupaan ebutuhan bagi setiap individu. Namun masalah penyusunan sebuah adal merupaan sebuah masalah umum yang teradi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR)

Makalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR) Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self uning Regulator (SR) Oleh : Muhammad Fitriyanto e-mail : D_3_N2@yahoo.com Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi

Lebih terperinci

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham Materi IF37325P - Grafia Komputer Geometri Primitive Menggambar garis Irfan Malii Jurusan Teni Informatia FTIK - UNIKOM IF27325P Grafia Komputer 2008 IF27325P Grafia Komputer 2008 Halaman 2 Garis adalah

Lebih terperinci

MASALAH VEKTOR EIGEN MATRIKS INVERS MONGE DI ALJABAR MAX-PLUS

MASALAH VEKTOR EIGEN MATRIKS INVERS MONGE DI ALJABAR MAX-PLUS Seminar Sains Penidi Sains VI UKSW Salatiga Juni 0 MSLH VEKTOR EIGEN MTRIKS INVERS MONGE DI LJBR MX-PLUS Farida Suwaibah Subiono Mahmud Yunus Jurusan Matematia FMIP Institut Tenologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoko Sumaryono ABSTRACT

ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoko Sumaryono ABSTRACT Jurnal Teni Eletro Vol. 3 No.1 Januari - Juni 1 6 ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoo Sumaryono ABSTRACT Noise is inevitable in communication

Lebih terperinci

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA

PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA PEBANDINGAN METODE ROBUST MCD-LMS, MCD-LTS, MVE-LMS, DAN MVE-LTS DALAM ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA Sear Wulandari, Nur Salam, dan Dewi Anggraini Program Studi Matematia Universitas Lambung Mangurat

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT PADA EKOSISTEM PERAIRAN DANAU

MODEL MATEMATIKA KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT PADA EKOSISTEM PERAIRAN DANAU MDEL MATEMATIKA KNSENTRASI KSIGEN TERLARUT PADA EKSISTEM PERAIRAN DANAU Sutimin Jurusan Matematia, FMIPA Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto SH Tembalang, Semarang 5075 E-mail: su_timin@yanoo.com

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS PRODUK KOSMETIK PILIHAN BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN WARNA KULIT MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN

PENENTUAN JENIS PRODUK KOSMETIK PILIHAN BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN WARNA KULIT MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN PENENTUAN JENIS PRODUK KOSMETIK PILIHAN BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN WARNA KULIT MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN Amethis Otaorora 1, Bilqis Amaliah 2, Ahmad Saihu 3 Teni Informatia, Faultas Tenologi

Lebih terperinci

Kata Kunci : Multipath, LOS, N-LOS, Network Analyzer, IFFT, PDP. 1. Pendahuluan

Kata Kunci : Multipath, LOS, N-LOS, Network Analyzer, IFFT, PDP. 1. Pendahuluan Statisti Respon Kanal Radio Dalam Ruang Pada Freuensi,6 GHz Christophorus Triaji I, Gamantyo Hendrantoro, Puji Handayani Institut Tenologi Sepuluh opember, Faultas Tenologi Industri, Jurusan Teni Eletro

Lebih terperinci

Pendeteksi Rotasi Menggunakan Gyroscope Berbasis Mikrokontroler ATmega8535

Pendeteksi Rotasi Menggunakan Gyroscope Berbasis Mikrokontroler ATmega8535 Maalah Seminar Tugas Ahir Pendetesi Rotasi Menggunaan Gyroscope Berbasis Miroontroler ATmega8535 Asep Mubaro [1], Wahyudi, S.T, M.T [2], Iwan Setiawan, S.T, M.T [2] Jurusan Teni Eletro, Faultas Teni, Universitas

Lebih terperinci

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT 3.1 Studi Literatur tentang Pengelolaan Sampah di Beberapa Kota di Dunia Kaian ilmiah dengan metode riset operasi tentang masalah

Lebih terperinci

Pengaruh Proses Stemming Pada Kinerja Analisa Sentimen Pada Review Buku

Pengaruh Proses Stemming Pada Kinerja Analisa Sentimen Pada Review Buku Jurnal Hasil Penelitian LPPM Untag Surabaya Januari 2018, Vol. 03, No. 01, hal 55-59 jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/jhp17 E-ISSN : 2502-8308 P-ISSN : 2579-7980 Pengaruh Proses Stemming Pada Kinerja Analisa

Lebih terperinci

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL

FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 2 Otober 27 FUNGSI BANTU NONPARAMETRIK BARU UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMASI GLOBAL Ridwan Pandiya #, Emi Iryanti #2 # S Informatia, Faultas Tenologi Industri dan

Lebih terperinci

Perhitungan Kehilangan Pratekan Total dengan Memakai Teori Kemungkinan ABSTRAK

Perhitungan Kehilangan Pratekan Total dengan Memakai Teori Kemungkinan ABSTRAK Jurnal APLIKASI Volume 5, Nomor 1, Agustus 2008 Perhitungan Kehilangan Pratean Total dengan Memaai Teori Kemunginan M. Sigit Darmawan Dosen Jurusan Diploma Teni Sipil, FTSP - ITS Email: msdarmawan@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA CONJUGATE GRADIENT PADA JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK. Tesis

APLIKASI ALGORITMA CONJUGATE GRADIENT PADA JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK. Tesis APLIKASI ALGORITMA CONJUGATE GRADIENT PADA JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK Tesis Program Studi Teni Eletro Jurusan Ilmu-ilmu Teni disusun oleh : Wiwien Widyastuti 8475/I-/820/02 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci