BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Yuliani Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Tentang Permasalahan Merupaan landasan teori yang terdapat pada permasalahan yang dibahas Masalah tranportasi Masalah tranportasi dalam dunia distribusi pada perusahaan yang menyangut pendistribusian barang epada customer yang berupa barang pesanan ataupun bahan bau yang aan dijadian menjadi bahan jadi. Sistem transportasi yang terdiri dari node-node yang saling berhubung satu sama lain yang dapat diilustrasian seperti dibawah ini (K. Doerner,2000:3): Gambar 2.1. Grafi dengan 2 gudang dan 4 pesanan J = {1,...,n} menunjuan rangaian pesanan, dan D = {1,...,m} menunjuan rangaian pusat distribusi, dimana gudang dari tru. Kemudian, masalah pada TA ini digambaran pada gambar diatas bahwa grafi G = {V,A,d}, dimana V =
2 6 {v1,v2,v3,...,vn,vn+1,...,vn+m} adalah rangaian vete. Verte v1 sampai vn menunjuan pesanan 1 sampai n (ita arahan bagian dari V sebagai Vo), verte vn+1 sampai vn+m menunjuan gudang 1 sampai m (ita arahan bagian dari V sebagai Vd ). A = {(vi,vj); i j, V x V \ Vd x Vd} adalah rangaian dari arcs. Arcs (vi,vj) menggambaran perpindahan endaraan osong yang dibutuhan diantara pesanan i dan j, dan besarnya non-negatif jara dij. Berdasaran grafi, untu semua constraint bahwa semua node pesanan vi Vo adalah tepat yang aan didatangi dan tiap putaran mengiutan tepat satu node gudang vj Vd,. Ciri-ciri husus masalah transportasi adalah (Tjutju Tarliah Dimyati,2002:129): 1. Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan tertentu. 2. Kuantitas omoditas atau barang yang didistribusian dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu. 3. Komoditas yang diirim atau diangut dari suatu sumber e suatu tujuan, besarnya sesuai dengan permintaan dan atau apasitas sumber. 4. Ongos pengangutan omoditas dari suatu sumber e suatu tujuan besarnya tertentu Teori Ant Colony Menurut K. Doerner dalam (2000:3) menyebutan bahwa optimasi ant colony (Ant Colony Optimation-ACO) merupaan sistem cerdas yang diinspirasi oleh perilau semut dan oloninya, yang digunaan untu menyelesaian permasalahan optimasi disrit. Sistem ACO pertama ali diperenalan oleh
3 7 Marco Dorigo (1992), dan dinamaan sistem semut (Ant System-AS) yang pertama ali digunaan untu menyelesaian masalah perjalanan salesman (The Travelling Salesman Problem-TSP). AS sebagai hasil penelitian dalam bidang omputasi cerdas yang digunaan untu mendeati permasalahan optimasi ombinator Sistem Semut (Marco Dorigo,1999:3) Sebuah analogi terhadap bagaimana oloni semut berfungsi memberian sebuah definisi baru model perhitungan, yang dinamaan Sistem Semut (Ant System-AS). Sistem Semut diemuaan sebagai sebuah pendeatan baru untu optimasi ombinatorial. Karateristi utama dari model ini adalah feedbac positip, perhitungan distribusi dan menggunaan onsepsi greedy heuristic. Feedbac positip untu menghitung penemuan solusi yang bai secara cepat, perhitungan distribusi untu menghindari pertemuan sebelum watunya dan greedy heuristic untu membantu menemuan solusi yang coco dalam mengatur seja awal proses pencarian. Karateristi algorithma heuristic yang dapat digunaan untu memecahan perbedaan masalah optimasi ombinatorial adalah sebagai beriut: 1. Serbaguna, yaitu dapat digunaan untu versi serupa dari masalah yang sama; sebagai contoh, sebuah perluasan pendeatan masalah dari masalah perjalanan salesmen untu masalah perjalanan salesmen asymmetric. 2. Handal, masudnya dapat digunaan hanya dengan perubahan minimal untu masalah optimasi ombinatorial yang lain seperti quadratic asignment problem (QAP) dan masalah job-shop scheduling.
4 8 3. Pendeatan berdasaran jumlah pertumbuhan, Ini menari arena membolehan eploitasi feedbac positip sebagai sebuah meanisme pencarian dan juga membuat sistem menerima untu implementasi paralel. Sifat ini mengimbangi dengan fata bahwa, untu beberapa apliasi, sistem semut dapat menjadi outperformed hususnya pada algorithma. Ini adalah sebuah masalah erjasama dengan pendeatan populer yang lain seperti Simulated Annealing (SA) dan Tabu Search (TS), dibandingan dengan sistem semut. Ativitas pencarian semut adalah sebagai agen yang emampuannya sangat mendasar seali dalam meniru perilau semut sesungguhnya. Penelitian perilau semut sesungguhnya sangat mengilhami erja manusia. Salah satu masalah yang dipelajari oleh ethologist adalah memahami bagaimana binatang yang hampir buta seperti semut dapat mengatur untu menentuan jalur rute terpende e sumber maanan dan jalan embalinya. Telah ditemuan bahwa media yang digunaan untu omuniasi informasi diantara individu-individunya beraitan dengan jalur, dan digunaan untu menentuan emana dia pergi adalah jeja feromon. Semut yang berjalan meninggalan beberapa feromon dalam jumlah yang berbeda ditanah emudian jalur ditandai dengan substansi ini. Sementara semut yang terisolasi bergera secara random, semut yang menjumpai jalur yang ditandai sebelumnya dapat menemuannya dan memutusan dengan probabilitas yang tinggi untu mengiuti jalur tersebut, emudian meningatan jalur dengan feromonnya sendiri. Perilau oletif yang muncul adalah bentu perilau autocatalytic dimana lebih banya semut yang mengiuti sebuah jalur, semain menari jalur tersebut dan menjadiannya semain diiuti. Prosesnya emudian digolongan sebagai positive-feedbac loop, dimana probabilitas dengan jalur
5 9 yang dipilih oleh semut meningat dengan sejumlah semut yang sebelumnya telah memilih jalur yang sama Perilau Semut Untu dapat membayangan algoritma oloni semut beerja, ada bainya melihat bagaimana secara nyata semut dan oloninya menjalani ehidupannya. Jia ita amati, perjalanan semut dari sarang e tempat maanan dan sebalinya dari tempat maanan embali e sarang, cenderung membentu iring-iringan. Rute dari iring-iringan tersebut menyerupai sebuah garis, seperti diperlihatan pada Gambar 2.1. Cara utama yang digunaan oleh para semut untu membentu dan memelihara garis ini yaitu dengan apa yang dienal dengan istilah jeja feromon (pheromone trail). Feromon adalah zat yang dieluaran oleh semut untu mendetesi dan merespon eberadaan dari semut lain. Pada saat berjalan, feromon yang tercium lebih uat secara probabilisti aan lebih menari semut lain untu mengiutinya, daripada yang tercium lemah. Dengan demiian semutsemut itu cenderung mengiuti teman terdeatnya, dan membentu iring-iringan semut. Gambar 2.2. perilau semut Dasar perilau semut diatas dapat digunaan untu menjelasan bagaimana merea dapat menemuan rute terpende dan menyambung embali rute yang terputus aibat adanya penghalang. Iring-iringan semut etia diberi penghalang, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
6 10 Gambar 2.3. Iring-iringan semut diberi penghalang Ketia ada penghalang, maa semut yang berada di depan penghalang tida dapat melanjutan dan mengiuti jeja feromon. Yang terjadi emudian, semut-semut itu bisa memilih untu belo e anan atau e iri dengan probabilias yang sama. Keadaan ini digambaran seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.4. Pola awal perjalanan semut Selanjutnya menari untu dicatat, bahwa semut yang ebetulan memilih sisi lintasan yang lebih pende segera menemuan dan menyambung embali jeja feromon yang telah terputus dibandingan dengan merea yang memilih sisi lintasan yang lebih panjang. Dengan ejadian ini, pada sisi lintasan yang lebih pende aan terbentu sejumlah feromon yang lebih banya aibat banyanya semut yang memilih lintasan tersebut. Proses ini diberi istilah autocatalytic process dengan umpanbali positif. Segera setelah itu semua semut mengiuti
7 11 lintasan tersebut yang ternyata sebagai lintasan terpende. Seperti terlihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5. Pola ahir perjalanan semut Aspe yang sangat menari dari proses autocatalytic ini adalah penemuan rute terpende di seitar penghalang merupaan ejadian yang muncul oleh adanya interasi antara bentu penghalang dan perilau distribusi semut. Dengan asumsi semua semut bergera dengan ecepatan yang hampir sama dan tumpuan jeja feromon rata-rata sama, maa watu yang dibutuhan aan lebih cepat jia dipilih rute terpende, jia dibandingan apabila merea memilih lintasan yang lebih jauh Peranan Feromon CSP dinyataan dengan grafi lintasan G = (C, L) yang didefinisian sedemiian hingga simpul-simpul (omponen) merupaan pasangan (variabel, nilai) dan persambungan antar simpul yang secara penuh menghubungan simpulsimpul (lihat Gambar 2.6). Solusinya adalah berupa rangaian atau urutan n simpul yang dijadian sejumlah n variabel. Semut-semut menyusun solusi secara probabilitas dengan melauan pemilihan simpul dari tetangganya yang paling mungin. Tetangga yang paling mungin dari semut didefinisian sebagai
8 12 umpulan pasangan (variabel, nilai) sedemiian hingga variabel tersebut belum memberian nilai. Tetangga yang dipilih menerapan endala yaitu simpul yang memilii variabel yang sama buanlah pada solusi yang sama. Titi unci dari algoritma ini adalah pemilihan elemen-elemen grafi (omponen dan persambungan) dari feromon. Gambar 2.6. Grafi lintasan CSP dengan variabel biner a. Feromon di omponen Hal pertama yang mungin adalah meletaan feromon pada omponen. Dalam asus ini sejumlah feromon secara proporsional merupaan einginan dari pencarian solusi. Dengan pemilihan ini, aturan transisi eadaan ACS digunaan oleh semut (dinamaan aturan pseudo-random-proportional) yang dinyataan dalam : u, arg maxu J jia q q 0 s z, lainnya dimana, p ( z) 0, ( z) uj ( u), jia zj lainnya (2.1)
9 13 s adalah simpul beriutnya, (u) adalah nilai feromon pada simpul u, J adalah umpulan simpul dari tetangga dari semut yang paling mungin, q adalah variabel random yang terdistribusi serbasama pada [0,1], q 0 q 1) berupa parameter dari algoritma dan z dipilih secara probabilitas p. 0 ( 0 Aturan pembaharuan feromon dinyataan dengan persambungan beriut : 1. Pembaharuan feromon tahap demi tahap : semut, ss : ( s) (1 ). ( s). 0, 2. Pembaharuan feromon offline : ss : ( s) (1 ). ( s). g( S ), dimana S adalah solusi yang dibangun oleh semut, Sopt sebagai solusi terbai opt opt yang diperoleh,,, [0,1 ], adalah parameter-parameter algoritma dan 0 0 opt g ( S ) adalah fungsi monotoni yang tida menghasilan penurunan dari ualitas solusi Sopt. Untu eadaan seperti terlihat pada Gambar 2.1, yang bersesuaian antar simpul dan penempatannya adalah : ( x,1) x,( x,0) x,( y,1) y,( y,0) y,( z,1) z,( z,0) z. b. Feromon di persambungan Alternatif lain dari penempatan feromon adalah buan pada omponennya tetapi pada persambungannya. Jadi jumlah feromon yang terleta pada persambungan dua simpul secara proporsional merupaan euntungan dari pemilihan dua alternatif pencarian solusi. Untu semut yang bergera dari simpul r e simpul s, aturan (2.1) menjadi :, arg maxu J r, u jia q q 0 s z, lainnya
10 14 p ( r, z) 0, ( r, z) uj ( r, u), jia zj lainnya (2.2) dimana, ( r, u) adalah level omponen pada persambungan (r; u). Aturan pembaharuan feromon merupaan pengembangan dari aturan sebelumnya. c. Feromon di persambungan (dengan Jumlah) Kemunginan terahir adalah dengan cara melauan perhitungan etergantungan dari apa yang telah dilauan sebelumnya. Untu melauan hal ini, Persamaan (2.1) diubah menjadi sebagai beriut : arg maxu J ' w, u jia q q0 s w S z, lainnya, ws ' ( w, z) p ( r, z) uj ws ' ( w, u) 0,, jia zj lainnya (2.3) dimana, S ' menyataan umpulan simpul dari bagian lintasan yang sedang dilalui. Persamaan (2.3) menyataan jumlah feromon dari persambungan antar simpul. Aturan pembaharuan feromon diubah agar persambungan tiap pasangan simpul dari solusi terbarui (ter-update). Dengan demiian, terdapat tiga penempatan yang penting dari feromon sehingga dihasilan grafi lintasan untu pencarian solusi terbai berdasaran endala yang diberian. Yaitu feromon diletaan di omponen, di persambungan dan di persambungan dalam jumlah feromon tertentu. Solusi terbai inilah yang diharapan sebagai penyelesaian dari asus pencarian rute terpende.
11 Artificial Ant Colony System Karateristi utama dalam ant system (K. Doerner,2000:3): - Tida memilii control pusat. - Memilii emampuan auto-organization. - Terdapat eadaan biasa yang objetif bagi semua indivdu/agen dalam sistem. - Berdasaran pada tugas suatu divisi. Gambar 2.7 semut mencari jalan terpende Pemisalan alami dimana algoritma semut didasaran adalah oloni semut. Semut asli mampu menemuan rute terpende dari sumber maanan e sarang merea, tanpa menggunaan isyarat visual dengan memanfaatan informasi feromon. Ketia berjalan semut menempatan feromon di tanah dan mengiuti feromon yang sebelumnya telah diletaan oleh semut lain menurut probabilitasnya. Cara semut memanfaatan feromon untu menemuan rute terpende antara dua titi diperlihatan pada Gambar 2.8. Pada Gambar 2.8.a. : Semut-semut datang pada titi eputusan dimana merea harus memutusan henda berbelo e iri atau e anan. Karena merea tida memilii petunju mana pilihan yang terbai, merea memilih secara random. Berdasaran hal ini bisa diperiraan bahwa secara rata rata separuh
12 16 dari semut-semut tersebut memutusan untu berbelo e iri dan separuh yang lain berbelo e anan. Hal ini terjadi juga epada semut yang bergera dari iri e anan (merea yang memilii nama depan L) dan merea yang bergera dari anan e iri (yang bernama depan R). Gambar 2.8.b. dan 2.8.c. menunjuan apa yang terjadi beriut : Misalan semua semut berjalan dengan ecepatan yang urang lebih sama. Jumlah garis tanda urang lebih sebanding dengan jumlah feromon yang telah ditempatan semut di tanah. Karena rute paling bawah adalah lebih pende daripada yang paling atas, secara rata rata lebih banya semut yang aan mendatanginya, dan oleh arenanya feromon terumpul dengan cepat. Setelah periode lintasan pende perbedaan jumlah feromon pada dua rute cuup besar sehingga dapat mempengaruhi eputusan semut yang baru datang e dalam sistem (hal ini diperlihatan pada Gambar 2.8.d.). Seja saat ini, semut aan lebih memilih secara probabilitas rute yang paling bawah, arena pada titi eputusan merea merasaan jumlah feromon yang sangat besar pada rute paling bawah. Hal ini memicu peningatan, dengan pengaruh positive feedbac, jumlah semut yang memilih rute yang paling bawah dan rute yang terpende. Dalam watu singat semua semut aan menggunaan rute terpende.
13 17 Gambar 2.8. Cara semut menggunaan feromon untu menemuan rute terpende diantara 2 titi Keterangan Gambar 2.8 : a. Semut datang di titi eputusan b. Beberapa semut memilih rute teratas dan beberapa semut lainnya memilih rute terbawah. Pemilihan dilauan secara random. c. Karena semut bergera dengan ecepatan onstan, semut yang memilih rute terbawah dan terpende, mencapai titi eputusan yang berlawanan lebih cepat dibandingan dengan yang memilih rute yang teratas dan terjauh. d. Feromon terumpul dengan nilai yang lebih tinggi pada rute terpende. Jumlah garis tanda urang lebih sebanding dengan jumlah feromon yang diletaan oleh semut. Perilau semut asli diatas terinspirasi ant system, sebuah algoritma dimana seumpulan semut buatan beerjasama untu menyelesaian masalah
14 18 dengan saling bertuar informasi lewat feromon yang ditempatan pada busur grafi. Ide dasar Ant Colony System (ACS) adalah memilii seumpulan agen, disebut dengan semut, mencari secara sejajar penyelesaian yang bai untu rute terpende dan beerja sama melalui media ta langsung yaitu feromon dan omuniasi global. Memory mengambil bentu feromon yang ditempatan semut pada busur, sementara informasi heuristic diberian oleh panjang busur. Bagaimana ACS beerja dapat digambaran sebagai beriut : awalnya m semut ditempatan pada n ota yang dipilih sesuai dengan beberapa initialization rule (misalnya secara random). Masing masing semut membangun sebuah tur dengan berulang ulang menggunaan sebuah stochastic greedy rule ( state transition rule). Sementara membangun tur merea, semut juga mengubah sejumlah feromon pada busur yang diunjungi dengan menggunaan local updating rule. Seali semua semut mengahiri tur merea, sejumlah feromon pada busur diubah embali (dengan menggunaan global updating rule). Semut diendalian, dalam membangun tur merea, dengan informasi heuristic (merea lebih memilih busur yang pende) dan dengan informasi feromon : sebuah busur dengan jumlah feromon yang tinggi merupaan pilihan yang lebih diinginan. Pheromon updating rule didesain sehingga merea cenderung untu memberian feromon lebih untu busur yang harus diunjungi oleh semut Ant Colony Algorithm Dietahui satu set n ota, rute terpende dapat ditetapan sebagai masalah untu menemuan jara terdeat. Misalan dij adalah jara dari jalur
15 19 antara ota i dan j, dalam asus Euclidian TSP, dij adalah jara antara i dan j (dengan nilai dij=[(xi-xj) 2 + (yi-yj) 2 ] 1/2 ). Sebagai contoh diberian oleh sebuah grafi (N,E), dimana N = set dari ota, E=set simpul antar ota. Misalan bi(t)(i=1,2, n) adalah jumlah semut pada ota i pada saat t n dan m= i 1bi (t) adalah jumlah total semut. Tiap semut adalah agen sederhana dengan arateristi sebagi beriut : 1. Jia memilih ota tujuan dengan suatu probabilitas itu adalah sebuah fungsi dari jara ota dan jumlah dari tampilan jeja pada busur penghubung. 2. Untu memasa semut untu melauan legal tur, transisi e ota yang telah diunjungi tida diperbolehan sampai tur selesai (yang diontrol oleh tabu list). 3. Ketia tur selesai, semut meninggalan substansi yang disebut trail (jalur) pada setiap busur(i,j) yang diunjungi. Misalan ij (t) adalah intensitas jalur pada busur (i,j) pada watu t. Masing masing semut pada watu t memilih ota beriutnya, dimana itu terjadi pada watu t+1. Oleh arena itu jia memanggil sebuah iterasi dari algoritma AS, m geraan dibawa oleh m semut dalam interval (t,t+1) emudian setiap n iterasi dari algoritma (dimana disebut sebagai satu cycle) setiap semut harus sudah menyelesaian sebuah tur. Dalam hal ini intensitas jalur diperbarui menurut persamaan beriut: ij (t+n)=.ij (t)+ ij (2.4) dimana,
16 20 adalah oefisien seperti (1-) mewaili penguapan (evaporation) dari jalur antara watu t dan t+n, m ij = 1 ij (2.5) dimana, ij adalah jumlah per unit dari panjang substansi jalur (peromon pada semut sebenarnya) yang diletaan pada busur(i,j) oleh semut e- antara watu t dan t+n, yang diberian oleh : Q L jia semut e- menggunaan busur (I,j) dalam tournya (diantara ij = watu t dan t+n) 0 sebalinya (2.6) dimana, Q adalah onstan dan L adalah panjang tour dari semut e-. Koefisien harus diset dengan nilai <1 untu menghindari penimbunan jalur yang ta terbatas. Diset intensitas jalur pada watu 0, ij (0), e nilai onstan positif c. Dengan tujuan memenuhi batasan dimana semut mengunjungi semua n ota yang berbeda, dihubungan dengan masing masing semut sebuah strutur data bernama tabu list, yang menyimpan ota yang sudah diunjungi sampai watu t dan melarang semut untu mengunjunginya lagi sebelum n iterasi (satu tur) telah diselesaian. Ketia satu tur telah selesai, tabu list digunaan untu menghitung hasil semut saat ini ( yaitu jara dari jalur yang diiuti semut). Tabu list lalu diosongan dan semut bebas untu memilih lagi. Definisi tabu adalah vetor yang tumbuh secara dinami dimana mengandung tabu list dari semut e-
17 21, umpulan tabu dihasilan dari elemen-elemen tabu, dan tabu (s) adalah elemen e-s dari daftar (yaitu ota e-s yang telah diunjungi oleh semut e- pada tur saat ini). Disebutan bahwa visibility ij adalah sejumlah 1/dij. Jumlah ini tida berubah selama menjalanan AS, sebagai ebalian dari jalur dimana malah berubah sesuai dengan persamaan sebelumnya ( Persamaan (2.4)). Didefinisian probabilitas transisi dari ota i e ota j untu semut e- sebagai : (t). ij (t). i allowed ij i jia j allowedi p ij (t)= (2.7) 0 sebalinya dimana, allowed ={N-tabu} dan dimana dan adalah parameter yang mengontrol epentingan relatif jalur melawan visibility. Oleh arena itu probabilitas transisi adalah sebuah pertuaran antara visibility (yang mana diataan bahwa ota terdeat harus dipilih dengan probabilitas tinggi, hingga diterapan sebuah greedy constructive heuristic) dan intensitas jalur pada watu t ( yang disebutan bahwa jia pada busur (i,j) terdapat lalu lintas yang ramai maa busur tersebut sangat diinginan, hingga diterapan proses autocatalytic). Algoritma ant cycle ditetapan sebagai beriut :
18 22 Pada saat t=0, fase inisialisasi dilauan pada watu semut diposisian pada otaota yang berbeda dan inisial values ij (0) untu intensitas jalur diset pada busurbusur. Elemen pertama dari tabu list masing masing semut diset sama dengan ota awalnya. Kemudian setiap semut bergera dari ota i e ota j memilih ota tujuan dengan probabilitas yang berupa fungsi (dengan parameter dan, lihat Persamaan (2.7.) ) dari 2 perhitungan yang diinginan. Yang pertama, jalur ij (t), memberian informasi tentang berapa banya semut sebelumnya telah memilih busur (i,j)yang sama; yang edua, visibility ij, mengataan bahwa semain deat sebuah ota maa semain diinginan untu dipilih. Jelasnya, diset nilai =0, level jalur tida diperhitungan, dan algoritma stochastic greedy dengan titi awal yang dialian diuur. Setelah n iterasi semua semut telah menyelesaian tur, dan tabu list-nya aan penuh. Pada eadaan ini untu setiap semut nilai L aan dihitung dan nilai dari ij diperbarui sesuai dengan Persamaan (2.6). Dan rute terpende yang ditemuan oleh semut (yaitu min L, =1,.., m) disimpan dan semua tabu list diosongan. Proses ini teriterasi sampai counter tur mencapai masimum (userdefined) jumlah cycles NCMAX, atau semua semut membuat tur yang sama yang disebut sebagai stagnation behaviour arena ia merupaan suatu situasi dimana algoritma berhenti mencari solusi alternatif Algorithma ant cycle Step 1 : Inisialisasi Set t:=0 Set n:c=0 {t adalah time counter} {NC adalah Cycles counter}
19 23 Untu setiap busur (i,j) set sebuah initial value ij (t)=c untu intensitas jalur dan ij=0 Step 2 : Set s:=1 Letaan m semut pada simpul n For :=1 to m do {s adalah tabu list index} Letaan ota awal dari semut e- dalam tabu(s) Step 3 : Repeat until tabu list penuh {langah ini aan diulang (n-1) ali} Set s:=s+1 For :=1 to m do Pilih ota j untu bergera, dengan probabilitas pij (t) diberian oleh pers(4) {pada saat t semut e- berada pada ota i=tabu (s-1)} Pindahan semut e- e ota j Sisipan ota j dalam tabu(s) Step 4 : For :=1 to m do Pindahan semute- dari tabu(n) e tabu(1) Hitung jara L dari tur yang dibuat oleh semut e- Perbarui rute terpende yang sudah ada Untu setiap busur(i,j) For :=1 to m do Q jia (I,j) tur di buat oleh tabu L ij = 0 sebalinya ij= ij + ij ; Step 5 : Untu setiap busur(i,j) hitung ij (t+n) sesuai dengan persamaan ij (t+n)=. ij (t) + ij Set t:=t+n Set NC:=NC+1 Untu setiap busur(i,j) set ij :=0
20 24 Step 6 : If (NC<NCMAX) and (not stagnation behaviour) then Kosongan semua tabu list Goto step 2 else Print rute terpende Stop Komplesitas dari algoritma ant cycle adalah O (NCn 2 m ) jia algoritma dihentian setelah NC cycles. Pada fatanya step 1 adalah O(n 2 +m), step 2 adalah O(m), step 3 adalah O(n 2 m), step 4 adalah O(n 2 m),step 5 adalah O(n 2 ), step 6 adalah O(nm). Seja ditemuan relasi linear antara jumlah ota dan jumlah semut terbai, omplesitas algoritma adalah O(NCn 3 ). Terdapat dua algoritma AS yang lain yang disebut sebagai algoritma antdensity dan ant-quantity. Merea berbeda dalam hal memperbarui jalur. Dalam dua model ini masing masing semut meletaan jalurnya pada setiap step, tanpa menunggu ahir dari tur. Dalam model ant density sebuah wantitas Q dari jalur ditinggalan pada busur(i,j) setiap ali semut berangat dari i e j; dalam model ant-quantity seeor semut berangat dari i e j meninggalan sebuah wantitas Q/dij dari jalur pada busur(i,j) setiap ali ia berangat dari i e j. Oleh arena itu, dalam model ant-density terdapat: Q jia semut e- berangat dari i e j antara watu t dan t+1 ij = 0 sebalinya (2.8)
21 25 dan dalam model ant-quantity ita mempunyai : Q/dij jia semut e- berangat dari i e j antara watu t dan t+1 ij = (2.9) 0 sebalinya Dari definisi ini maa jelas bahwa peningatan dalam jalur pada busur (i,j) etia seeor semut berangat dari i e j adalah berdiri sendiri dari dij dalam model antdensity, sementara ia berbanding terbali dengan dij dalam model ant-quantity (yaitu busur terdeat dibuat lebih diinginan oleh semut dalam model antquantity).
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan
Lebih terperinciPENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT
Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium
Lebih terperinciPERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM
Seminar Nasional Sistem dan Informatia 2007; Bali, 16 November 2007 PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Fajar Saptono 1) I ing Mutahiroh
Lebih terperinciSistem Navigasi Perjalanan Berbasis Web Dengan Algoritma Koloni Semut (Ant Colony Algorithm)
Sistem Navigasi Perjalanan Berbasis Web Dengan Algoritma Koloni Semut (Ant Colony Algorithm) Arna Fariza 1, Entin Martiana 1, Fidi Wincoo Putro 2 Dosen 1, Mahasiswa 2 Politeni Eletronia Negeri Surabaya
Lebih terperinciModifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa
187 Modifiasi ACO untu Penentuan Rute Terpende e Kabupaten/Kota di Jawa Ahmad Jufri, Sunaryo, dan Purnomo Budi Santoso Abstract This research focused on modification ACO algorithm. The purpose of this
Lebih terperincipada Permasalahan Traveling Salesman Problem
Studi Perbandingan Algoritma Ant Colony System dan Algoritma Ant System Leonardo Z Tomarere Laboratorium Ilmu dan Reayasa Komputasi Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Jl. Ganesa
Lebih terperinciPEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA
PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA Iing Mutahiroh, Fajar Saptono, Nur Hasanah, Romi Wiryadinata Laboratorium Pemrograman dan Informatia
Lebih terperinciOptimasi Non-Linier. Metode Numeris
Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran
Lebih terperinciIMPLEMENTASI ALGORITMA KOLONI SEMUT PADA PROSES PENCARIAN JALUR TERPENDEK JALAN PROTOKOL DI KOTA YOGYAKARTA
Seminar Nasional Informatia 2009 (semnasif 2009) ISSN: 1979-2328 UPN Veteran Yogyaarta, 23 Mei 2009 IMPLEMENTASI ALGORITMA KOLONI SEMUT PADA PROSES PENCARIAN JALUR TERPENDEK JALAN PROTOKOL DI KOTA YOGYAKARTA
Lebih terperinciPEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN MINIMUM SPANNING TREE DENGAN ALGORITMA SEMUT
PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN MINIMUM SPANNING TREE DENGAN ALGORITMA SEMUT Alamsyah* * Abstract Without a program, computer is just a useless box. In general, the search for the minimum
Lebih terperinciPENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )
PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132
Lebih terperinciBAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING
Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan
Lebih terperinciAplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov
J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan
Lebih terperinciBAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH
BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti
Lebih terperinciVariasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D
Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,
Lebih terperinciBAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK
BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama
Lebih terperinciBAB IV Solusi Numerik
BAB IV Solusi Numeri 4. Algoritma Genetia Algoritma Genetia (AG) [2] merupaan teni pencarian stoasti yang berdasaran pada meanisme selesi alam dan prinsip penurunan genetia. Algoritma genetia ditemuan
Lebih terperinciImplementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan
Lebih terperinciBAB 2 TEORI PENUNJANG
BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti
Lebih terperinciPENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL
PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL Reisha Humaira NIM 13505047 Program Studi Teni Informatia Institut Tenologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if15047@students.if.itb.ac.id
Lebih terperinciBAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA
BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan
Lebih terperinciPenggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler
Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Keadaan dunia usaha yang selalu berubah membutuhan langah-langah untu mengendalian egiatan usaha di suatu perusahaan. Perencanaan adalah salah satu langah yang diperluan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang
Lebih terperinciANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT
Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry
Lebih terperinciBAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK
BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii
Lebih terperinciPENENTUAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI GOOGLE MAPS MASHUPS DENGAN MOBILE SYSTEM ANDROID
menciptaan apliasi merea sendiri untu digunaan oleh bermacam peranti bergera, oleh arena itu Android memilii omunitas besar Satria Prasamya, Ary Mazharuddin pengembang S., S.Kom, M.Comp.Sc program apliasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Lup [1] Sistem endali dapat diataan sebagai hubungan antara omponen yang membentu sebuah onfigurasi sistem, yang aan menghasilan tanggapan sistem yang diharapan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Graf dengan 4 node dan 5 edge
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Graf Graf digunaan untu merepresentasian obje-obje disrit dan hubungan antara obje-obje tersebut (Munir, 2005). Dalam menggambar graf, simpul digambaran dengan lingaran
Lebih terperinciIII DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT
III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT 3.1 Studi Literatur tentang Pengelolaan Sampah di Beberapa Kota di Dunia Kaian ilmiah dengan metode riset operasi tentang masalah
Lebih terperinciALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER
ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER Oleh: Supardi SEKOLAH PASCA SARJANA JURUSAN ILMU FISIKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 1 PENDAHULUAN Liquid Crystal elastomer (LCE
Lebih terperinciMODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM
MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM 1,2 Faultas MIPA, Universitas Tanjungpura e-mail: csuhery@sisom.untan.ac.id, email: dedi.triyanto@sisom.untan.ac.id Abstract
Lebih terperinciBAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.
BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas
Lebih terperinciPenentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway
Rea Racana Jurnal Online Institut Tenologi Nasional Teni Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Penentuan Nilai Eivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perotaan Menggunaan Metode Time Headway ENDI WIRYANA
Lebih terperinciCATATAN KULIAH RISET OPERASIONAL
CATATAN KULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan minggu pertama ( x 50 menit) Pemrograman Bulat Linear (Integer Linear Programming - ILP) Tuuan Instrusional Umum : Mahasiswa dapat menggunaan algoritma yang
Lebih terperinci4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem
Dalam pembahasan terdahulu ita telah mempelajari penerapan onsep dasar probabilitas untu menggambaran sistem dengan jumlah partiel ang cuup besar (N). Pada bab ini, ita aan menggabungan antara statisti
Lebih terperinciPELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.
JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses
Lebih terperinciMENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE
MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinciBAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas
BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?
Lebih terperinciBAB III METODE SCHNABEL
BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan
Lebih terperinciPENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA
1 Latar Belaang PENDAHULUAN Sistem biometri adalah suatu sistem pengenalan pola yang melauan identifiasi personal dengan menentuan eotentian dari arateristi fisiologis dari perilau tertentu yang dimilii
Lebih terperinciVI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice)
VI. PEMILIHAN MODA (Modal Split/Choice) 6.. UMUM Tujuan: Mengetahui proporsi pengaloasian perjalanan e berbagai moda transportasi. Ada dua emunginan situasi yang dihadapi dalam meramal pemilihan moda:
Lebih terperinciBAB VII. RELE JARAK (DISTANCE RELAY)
BAB VII. RELE JARAK (DISTANCE RELAY) 7.1 Pendahuluan. Rele jara merespon terhadap banya inputsebagai fungsi dari rangaian listri yang panjang (jauh) antara loasi rele dengan titi gangguan. Karena impedansi
Lebih terperinciISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2892
ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2892 PENENTUAN RUTE ARADA ENGGUNAKAN ALOGARITA TABU SEARCH PADA HOOGENUS FLEET VEHICLE ROUTING PROBLE WITH TIE WINDOWS DI PT.
Lebih terperinciKumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:
Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan
Lebih terperinciDESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO
DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO 1 Selvia Hana, Tohap Manurung 1 Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Abstra Antrian merupaan
Lebih terperinciMakalah Seminar Tugas Akhir
Maalah Seminar ugas Ahir Simulasi Penapisan Kalman Dengan Kendala Persamaan Keadaan Pada Kasus Penelusuran Posisi Kendaraan (Vehicle racing Problem Iput Kasiyanto [], Budi Setiyono, S., M. [], Darjat,
Lebih terperinciSUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA
SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidian MatematiaUniversitas Pendidian Ganesha E-mail: isuparta@yahoo.com ABSTRAK:
Lebih terperinciAgar Xn berperilaku acak yang dapat dipertanggungjawabkan :
ara memperoleh data Zaman dahulu, dgn cara : 1. Melempar dadu 2. Mengoco artu Zaman modern (>1940), dgn cara membentu bilangan aca secara numeri/ aritmati(menggunaan omputer), disebut Pseudo Random Number
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp
Lebih terperinciKONTROL MOTOR PID DENGAN KOEFISIEN ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA SIMULTANEOUS PERTURBATION
Konferensi Nasional Sistem dan Informatia 29; Bali, November 14, 29 KONTROL MOTOR PID DENGAN KOEFISIEN ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA SIMULTANEOUS PERTURBATION Sofyan Tan, Lie Hian Universitas Pelita Harapan,
Lebih terperinciAPLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID
APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID Ferry Tan, Giovani Gracianti, Susanti, Steven, Samuel Luas Jurusan Teni Informatia, Faultas
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN
RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN SAMSUL ARIFIN 04/177414/PA/09899 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM YOGYAKARTA 2008 HALAMAN PENGESAHAN
Lebih terperinciSISTEM ANTRIAN PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL DI TERMINAL BERLIAN PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA
SISTEM ANTRIAN PELAYANAN BONGKAR MUAT KAPAL DI TERMINAL BERLIAN PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Ruhana Khabibah, Hery Tri Sutanto 2, Yuliani Puji Astuti 3 Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu
Lebih terperinciPenempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming
JURAL TEKIK POMITS Vol. 2, o. 2, (2013) ISS: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Penempatan Optimal Phasor Measurement Unit (PMU) dengan Integer Programming Yunan Helmy Amrulloh, Rony Seto Wibowo, dan Sjamsjul
Lebih terperinciKumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k
Kumpulan soal-soal level selesi Kabupaten: 1. Sebuah heliopter berusaha menolong seorang orban banjir. Dari suatu etinggian L, heliopter ini menurunan tangga tali bagi sang orban banjir. Karena etautan,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. membentuk satu kesatuan. Pada sistematikanya, sistem informasi melakukan 3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem merupakan kumpulan 2 atau lebih bagian atau komponen yang saling terkait, berhubungan dan berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama membentuk satu
Lebih terperinciNeural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu:
2.4 Artificial Neural Networ 2.4.1 Konsep dasar Neural Networ Neural Networ (Jaringan Saraf Tiruan) merupaan prosesor yang sangat besar dan memilii ecenderungan untu menyimpan pengetahuan yang bersifat
Lebih terperinciPENGENDALIAN MOTOR DC MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
PENGENDALIAN MOTOR DC MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Wahyudi, Sorihi, dan Iwan Setiawan. Jurusan Teni Eletro Faultas Teni Universitas Diponegoro Semarang e-mail : wahyuditinom@yahoo.com.
Lebih terperinciPERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV
PERENCANAAN JUMLAH TENAGA PERAWAT DI RSUD PAMEKASAN MENGGUNAKAN RANTAI MARKOV Nama Mahasiswa : Husien Haial Fasha NRP : 1207 100 011 Jurusan : Matematia FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Drs. Suharmadi, Dipl.
Lebih terperinciPENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK
PENERAPAN FUZZY GOAL PROGRAMMING DALAM PENENTUAN INVESTASI BANK Nurul Khotimah *), Farida Hanum, Toni Bahtiar Departemen Matematia FMIPA, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan 2.1.1 Jadwal Secara Umum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jadwal adalah pembagian watu berdasaran rencana pengaturan urutan erja, daftar atau tabel egiatan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa
Lebih terperinciALGORITMA GENETKA PADA MULTI DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP)
ALGORITMA GENETKA PADA MULTI DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP) Igusta Wibis Vidi Abar Purwanto 2 FMIPA Universitas Negeri Malang E-mail: wibis.roccity@gmail.com Abstra: Multi Depot Vehicle Routing
Lebih terperincitidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama
BB IV PENGENDLIN TERDESENTRLISSI Untu menstabilan sistem yang tida stabil, dengan syarat sistem tersebut tida mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilauan dengan memberian ompensator terdesentralisasi.
Lebih terperinci( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang
Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan
Lebih terperinciBAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN
BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa
Lebih terperinciRANCANG BANGUN VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA TABU SEARCH
JURNAL FOURIER Otober 2015, Vol. 4, No. 2, 155 167 ISSN: 2252-763X RANCANG BANGUN VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA TABU SEARCH Sulistiono 1, Noor Saif Muhammad Mussafi 2 1 Program Studi Matematia
Lebih terperinciADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoko Sumaryono ABSTRACT
Jurnal Teni Eletro Vol. 3 No.1 Januari - Juni 1 6 ADAPTIVE NOISE CANCELING MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE (LMS) Anita Nardiana, SariSujoo Sumaryono ABSTRACT Noise is inevitable in communication
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) PENYELESAIAN MASALAH MINIMUM SPANNING TREE (MST) MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM (ACS)
Volume. I Nomor. 2, Bulan Otober 2012 - ISSN :2089-9033 35 PENYELESAIAN MASALAH MINIMUM SPANNING TREE (MST) MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM (ACS) Irawan Afrianto 1, Euis Wiiani Jamilah 2 1,2 Program Stui
Lebih terperinciMATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor
MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK [KODE/SKS : KD4 / SKS] Ruang Vetor FIELD: Ruang vetor V atas field salar K adalah himpunan ta osong dengan operasi penjumlahan vetor dan peralian salar. Himpunan ta osong
Lebih terperinciProses Keputusan Markovian
Proses Keputusan Marovian 1 Pengantar Proses eputusan Marovian adalah proses eputusan stoasti/probabilistidimana banyanya state adalah hingga (finit). Melibatan dua buah matris: matris transisi (P) dan
Lebih terperinciEstimasi Harga Saham Dengan Implementasi Metode Kalman Filter
Estimasi Harga Saham Dengan Implementasi Metode Kalman Filter eguh Herlambang 1, Denis Fidita 2, Puspandam Katias 2 1 Program Studi Sistem Informasi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Unusa Kampus B
Lebih terperinciEstimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunakan Metode Reduksi Kalman Filter dengan Pendekatan Elemen Hingga
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS ol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Estimasi Konsentrasi Polutan Sungai Menggunaan Metode Redusi Kalman Filter dengan Pendeatan Elemen Hingga Muyasaroh, Kamiran,
Lebih terperinciMETODE WATERMARKING UNTUK PENYISIPAN INDEKS DATA PADA IMAGE MENGGUNAKAN HAAR TRANSFORMASI WAVELET
METODE WATERMARKING UNTUK PENYISIPAN INDEKS DATA PADA IMAGE MENGGUNAKAN HAAR TRANSFORMASI WAVELET Maryanti 1, Nana Juhana, ST. 1, Manahan P.Siallagan S.Si, MT. 1 1) Jurusan Teni Informatia, FT, UNIKOM
Lebih terperinciTanggapan Waktu Alih Orde Tinggi
Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t
Lebih terperinciMASALAH VEKTOR EIGEN MATRIKS INVERS MONGE DI ALJABAR MAX-PLUS
Seminar Sains Penidi Sains VI UKSW Salatiga Juni 0 MSLH VEKTOR EIGEN MTRIKS INVERS MONGE DI LJBR MX-PLUS Farida Suwaibah Subiono Mahmud Yunus Jurusan Matematia FMIP Institut Tenologi Sepuluh Nopember Surabaya
Lebih terperinciVARIASI NILAI BATAS AWAL PADA HASIL ITERASI PERPINDAHAN PANAS METODE GAUSS-SEIDEL
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-1 Suraarta, Otober 016 VARIASI NILAI BATAS
Lebih terperinciPENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR
PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR Ngarap Im Mani 1) dan Lim Widya Sanjaya ), 1) & ) Jurs. Matematia Binus University PENGANTAR Perancangan percobaan adalah suatu
Lebih terperinciHUBUNGAN PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG
Volume, Nomor, Juli 6 (ISSN: 56-6) HUBUNGAN PENERAPAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG Firnanda Zia Azmi *) Tinu Istiarti **) Kusyogo Cahyo
Lebih terperinciPenyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)
Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Anna Maria 1, Elfira Yolanda Sinaga 2, Maria Helena Iwo 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen
Lebih terperinciMEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3
MEKANIKA TANAH MODUL 3 HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Setor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Silus hidrologi AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat
Lebih terperinciAPLIKASI METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (FMCDM) UNTUK OPTIMALISASI PENENTUAN LOKASI PROMOSI PRODUK
APLIKASI METODE FUZZY MULTI CRITERIA DECISION MAKING (FMCDM) UNTUK OPTIMALISASI PENENTUAN LOKASI PROMOSI PRODUK Novhirtamely Kahar, ST. 1, Nova Fitri, S.Kom. 2 1&2 Program Studi Teni Informatia, STMIK
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. antara lain konsep mengenai Short Message Service (SMS), Global System for
BAB II LANDASAN TEORI Untuk melakukan perancangan dan pembuatan aplikasi pencarian lokasi terdekat diperlukan pemahaman terhadap teori dan konsep yang mendasarinya, antara lain konsep mengenai Short Message
Lebih terperinciISSN: TEKNOMATIKA Vol.1, No.2, JANUARI
ISSN: 1979-7656 TEKNOMATIKA Vol.1, No.2, JANUARI 2009 25 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENDIAGNOSA JENIS PENYAKIT KANDUNGAN Bambang Yuwono Jurusan Teni Informatia UPN Veteran
Lebih terperinciANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PELAYANAN JASA PENGIRIMAN PAKET (KURIR) DENGAN MENGGUNAKAN METODE TOPSIS FUZZY
Jurnal Manti Penusa Vol No Desember ISSN 88-9 ANALISIS EPUASAN ONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PELAYANAN JASA PENGIRIMAN PAET (URIR DENGAN MENGGUNAAN METODE TOPSIS FUZZY Desi Vinsensia Program Studi Teni Informatia
Lebih terperinciSISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak
SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Oleh : Pandapotan Siagia, ST, M.Eng (Dosen tetap STIKOM Dinamia Bangsa Jambi) Abstra Sistem pengenal pola suara atau yang lebih dienal dengan
Lebih terperinciSISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER
SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Pandapotan Siagian, ST, M.Eng Dosen Tetap STIKOM Dinamia Bangsa - Jambi Jalan Sudirman Theoo Jambi Abstra Sistem pengenal pola suara atau
Lebih terperinciVIGOTIP SUBSTITUTION CIPHER
VIGOTIP SUBSTITUTION CIPHER Alwi Alfiansyah Ramdan 135 08 099 Program Studi Teni Informatia Institut Tenologi Bandung Jl Ganesha 10, Bandung e-mail: alfiansyahramdan@gmailcom ABSTRAK Maalah ini membahas
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK
PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3
Lebih terperinciSoal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.
Soal-Jawab Fisia OSN - ( poin) Sebuah pipa silinder yang sangat besar (dengan penampang lintang berbentu lingaran berjarijari R) terleta di atas tanah. Seorang ana ingin melempar sebuah bola tenis dari
Lebih terperinciBAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI
BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana
Lebih terperinciMakalah Seminar Tugas Akhir. Aplikasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self Tuning Regulator (STR)
Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi Kendali Adaptif pada Pengendalian Plant Pengatur Suhu dengan Self uning Regulator (SR) Oleh : Muhammad Fitriyanto e-mail : D_3_N2@yahoo.com Maalah Seminar ugas Ahir Apliasi
Lebih terperinciINTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh
INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001
Lebih terperinciMakalah Seminar Tugas Akhir
Maalah Seminar Tugas Ahir PENDETEKSI POSISI MENGGUNAKAN SENSOR ACCELEROMETER MMA7260Q BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 Muhammad Riyadi Wahyudi, ST., MT. Iwan Setiawan, ST., MT. Abstract Currently, determining
Lebih terperinciMANAJEMEN DISTRIBUSI MULTI PRODUK BERDASARKAN BOBOT PROSENTASE PENJUALAN DAN EFISIENSI BIAYA DISTRIBUSI (STUDI KASUS DI PT THAMRIN BROTHERS)
Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2011 (SNATI 2011) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 17-18 Juni 2011 MANAJEMEN DISTRIBUSI MULTI PRODUK BERDASARKAN BOBOT PROSENTASE PENJUALAN DAN EFISIENSI BIAYA DISTRIBUSI
Lebih terperinciDESAIN SENSOR KECEPATAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILTER KALMAN UNTUK ESTIMASI KECEPATAN DAN POSISI KAPAL
DESAIN SENSOR KECEPAAN BERBASIS DIODE MENGGUNAKAN FILER KALMAN UNUK ESIMASI KECEPAAN DAN POSISI KAPAL Alrijadjis, Bambang Siswanto Program Pascasarjana, Jurusan eni Eletro, Faultas enologi Industri Institut
Lebih terperinci