BAB 2 DIGRAPH DWIWARNA PRIMITIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 DIGRAPH DWIWARNA PRIMITIF"

Transkripsi

1 BAB 2 DIGRAPH DWIWARNA PRIMITIF Pada bagian ini akan diberikan beberapa konsep dasar seperti teorema dan definisi sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Konsep dasar tersebut berkaitan dengan definisi digraph, digraph dwiwarna, terhubung kuat, primitifitas, eksponen dan eksponen titik digraph dwiwarna yang dirujuk dari Brualdi dan Ryser (1991). 2.1 Definisi Pada sub-bab ini akan diberikan beberapa definisi tentang digraph dan digraph dwiwarna serta notasi-notasi yang akan dipergunakan dalam pembahasan selanjutnya Digraph Secara sederhana graph adalah kumpulan titik atau lingkaran kecil yang dihubungkan oleh garis. Jika segmen garis tersebut diberi arah maka hal yang demikian disebut dengan digraph. Formalnya, digraph adalah objek yang terdiri dari dua himpunan yaitu : 1. Himpunan berhingga tak kosong V = {v 0, v 1,..., v m } yang elemen-elemen dari himpunan V disebut verteks atau titik dari digraph D. 2. Himpunan E yakni himpunan bagian dari pasangan berurut V XV dengan semua titik tidak harus berbeda dan elemen-elemenya disebut arc dari digraph D. Jika diberikan α = (u, v) adalah suatu arc di D, maka titik u disebut sebagai titik awal dan titik v sebagai titik akhir. Suatu arc (u, v) dapat juga digambarkan 6

2 7 sebagai u v yang menghubungkan titik u dan v. Contoh Himpunan titik V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } bersamaan dengan himpunan arc E = {v 1 v 4, v 4 v 4, v 4 v 1, v 4 v 3, v 3 v 2, v 2 v 1, v 1 v 1 } adalah suatu digraph dengan 4 titik dan 7 arc, dinotasikan dengan D(4, 7). Representasi grafis digraph tersebut diperlihatkan seperti pada Gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Digraph dengan 4 titik dan 7 arc Andaikan D adalah sebuah digraph. Misalkan u dan v adalah titik di D. Suatu walk dengan panjang l dari u ke v adalah suatu barisan arc dalam bentuk u = v 0 v 1 v l 1 v l = v Dengan l > 0, v 0 = u dan v l = v. Walk tersebut adalah tertutup jika u = v dan walk disebut terbuka jika u v. Cycle adalah suatu path tertutup uv dan loop adalah sebuah cycle yang panjangnya satu. Dengan menggunakan digraph pada contoh akan dijelaskan beberapa definisi diatas. a. Barisan arc v 1 v 4 v 1 v 4 v 3 v 2 v 1 adalah sebuah walk tetapi bukan path karena ada perulangan titik v 1. b. Barisan arc v 1 v 4 v 3 v 2 adalah sebuah path terbuka. c. Barisan arc v 1 v 4 v 3 v 2 v 1 adalah sebuah path tertutup dan disebut juga dengan cycle. d. Dan v 1 v 1 dan v 4 v 4 adalah loop.

3 Digraph Dwiwarna Andaikan D adalah sebuah digraph atas n titik v 1, v 2,..., v n. Digraph dwiwarna adalah sebuah digraph D yang setiap arcnya diwarnai dengan warna merah atau warna biru dan dinotasikan dengan D (2). Sebuah arc merah (u, v) dinotasikan dengan u r v dan sebuah arc biru (u, v) dinotasikan dengan u b v. Contoh Himpunan titik V = {v 1, v 2, v 3, v 4, v 5 } bersama dengan himpunan arc merah R = {(v 3, v 4 ), (v 4, v 5 ), (v 5, v 3 ), (v 3, v 3 )} dan himpunan arc biru B = {(v 5, v 1 ), (v 1, v 2 ), (v 2, v 3 )} adalah sebuah digraph dwiwarna D (2) dengan 5 titik, 4 arc merah dan 3 arc biru. Secara grafis, digraph dwiwarna D (2) dapat direpresentasikan dengan cara berikut a. Setiap titik digambarkan dengan lingkaran kecil hitam. b. Setiap arc merah (a, b) digambarkan dengan garis berarah tidak putus-putus dari titik a ke titik b. c. Setiap arc biru (c, d) digambarkan dengan garis berarah putus-putus dari titik c ke titik d. Dengan demikian contoh dapat diperlihatkan pada gambar berikut. Gambar 2.2 : Digraph dwiwarna 5 titik dan 7 arc Sebuah (g, h)-walk di digraph dwiwarna D (2) adalah walk yang terdiri dari g- arc merah dan h-arc biru. Andaikan w adalah sebuah walk. Banyaknya arc merah dan arc biru yang termuat di walk w dinotasikan dengan r(w) dan b(w) berturut-turut

4 dengan panjang walk w adalah l(w) = r(w) + b(w). Vektor komposisi dari walk w. r(w) b(w) 9 disebut sebagai Sebuah path adalah sebuah walk dengan semua titik-titiknya berbeda. Cycle adalah path tertutup dan loop adalah cycle dengan komposisi 1 0 atau 0 1. Berdasarakan definisi tersebut, dari Gambar 2.2 diperoleh a. v 1 b v 2 b v 3 r v 3 r v 4 adalah sebuah walk dengan komposisi 2 2. b. v 1 b v 2 b v 3 r v 4 r v 5 adalah sebuah path terbuka dengan komposisi 2 2. c. v 5 r v 3 r v 4 r v 5 adalah sebuah cycle dengan komposisi 3 0. d. v 3 r v 3 adalah sebuah loop dengan komposisi Matriks Adjacency Sebuah digraph D atau digraph dwiwarna D (2) atas n titik dapat dinyatakan dalam (0, 1)-matriks, yaitu sebuah matriks dengan entri 0 atau 1. Matriks yang demikian dikenal dengan sebutan matriks adjacency Matriks Adjacency Digraph Untuk digraph D atas n titik, matriks adjacency dari D adalah A(D) = [a ij ] dengan ketentuan berikut { 1, jika terdapat arc dari vi ke v j di D a ij = 0, jika sebaliknya

5 10 Sebagai contoh perhatikan digraph D pada Gambar 2.3 berikut Gambar 2.3 : Digraph dengan 4 titik dan 7 arc matriks adjacency dari digraph pada Gambar 2.3 adalah sebagai berikut A(D) = Matriks Adjacency Digraph Dwiwarna Pada digraph dwiwarna D (2), matriks adjacency dari D (2) terbagi atas dua buah matriks adjacency yakni, matriks adjacency untuk arc merah, R = [r ij ] dan matriks adjacency untuk arc biru, B = [b ij ] yang masing-masing orde n dengan ketentuan berikut dan { 1, jika terdapat arc merah dari vi ke v j di D (2) r ij = 0, jika sebaliknya { 1, jika terdapat arc biru dari vi ke v j di D (2) b ij = 0, jika sebaliknya Dengan demikian, matriks adjacency dari Gambar 2.2 pada contoh adalah sebagai berikut

6 11 a. Arc merah dari D (2) pada contoh adalah {v 3 v 3, v 3 v 4, v 4 v 5, v 5 v 3 }. Sehingga matriks adjacency arc merah R = [r ij ] dari D (2) tersebut adalah R = b. Arc biru dari D (2) pada contoh adalah {v 5 v 1, v 1 v 2, v 2 v 3 }. Sehingga matriks adjacency arc biru B = [b ij ] dari digraph dwiwarna D (2) tersebut adalah B = Primitifitas Dari Digraph Dwiwarna Terhubung Kuat Pada bagian ini akan dibahas tentang digraph dan digraph dwiwarna terhubung kuat serta primitifitasnya Digraph Primitif Sebuah digraph D disebut terhubung kuat jika untuk setiap pasang titik u dan v terdapat walk dari titik u ke v dan walk dari titik v ke u, sebaliknya digraph D disebut tidak terhubung kuat jika terdapat sembarang satu titik atau lebih sehingga tidak terdapat walk dari u ke v. Berikut ini diberikan contoh digraph terhubung kuat dan tidak terhubung kuat.

7 12 Contoh Representasi dari dua buah digraph terhubung kuat dan tidak terhubung kuat. Gambar 2.4 : Digraph terhubung kuat dan tidak terhubung kuat Gambar 2.4 menunjukan bahwa (a) adalah terhubung kuat karena terdapat walk dari satu titik ke titik lainya, sedangkan (b) tidak terhubung kuat karena tidak terdapat walk dari v 1 ke v 2. Misalkan himpunan C = {γ 1, γ 2,..., γ t } adalah himpunan semua cycle-cycle yang terdapat pada digrap D dengan panjang dari cycle-cycle tersebut dinotasikan dengan l(γ i ), i = 1, 2,..., t. Digraph terhubung kuat D disebut primitif jika gcd(l(γ i )) = 1, sebaliknya digraph D disebut tidak primitif jika gcd(l(γ i )) 1 (Brualdi dan Ryser, 1991). Berikut ini diberikan representasi grafis digraph yang terhubung kuat dan primitif. Contoh Representasi dari digraph terhubung kuat atas 5 titik dan 6 arc. Gambar 2.5 : Digraph terhubung kuat dan primitif

8 13 Digraph D pada Gambar 2.5 adalah terhubung kuat yang terdiri dari dua cycle, yaitu cycle γ 1 = v 1 v 2 v 3 v 5 v 4 v 1 dengan l(γ 1 ) = 5 dan cycle γ 2 = v 4 v 3 v 5 v 4 dengan panjang l(γ 2 ) = 3. Sehingga gcd(l(γ 1 ), l(γ 2 )) = gcd(5, 3) = 1. Karena gcd(l(γ 1 ), l(γ 2 )) = 1, oleh definisi dapat disimpulkan bahwa digraph D adalah primitif Digraph Dwiwarna Primitif Sebuah digraph dwiwarna D (2) adalah terhubung kuat jika untuk setiap pasang titik u dan v di D (2) terdapat walk dari titik u ke titik v dan walk dari titik v ke titik u tanpa memperhatikan warna setiap arc yang dilalui. Perhatikan contoh digraph dwiwarna D (2) terhubung kuat dan digraph dwiwarna D (2) tidak terhubung kuat berikut Contoh Representasi dari digraph dwiwarna terhubung kuat Gambar 2.6 : Digraph dwiwarna terhubung kuat dan tidak terhubung kuat Gambar 2.6 memperlihatkan bahwa (a) adalah digraph dwiwarna D (2) terhubung kuat karena terdapat walk dari satu titik ke titik yang lain dan (b) adalah digraph dwiwarna D (2) yang tidak terhubung kuat karena tidak terdapat walk dari v 1 ke v 2. Sebuah digraph dwiwarna terhubung kuat D (2) disebut primitif jika terdapat bilangan tak negatif g dan h sehingga untuk setiap pasang titik u dan v di D (2) terdapat (g, h)-walk dari u ke v. Andaikan C = {γ 1, γ 2,..., γ t } adalah himpunan semua cycle-cycle yang terdapat di D (2) dan didefinisikan M sebagai matriks cycle dari D (2)

9 14 orde 2 t dengan setiap kolom ke-i dari M merupakan komposisi dari cycle-cycle γ i, i = 1, 2,..., t seperti berikut [ ] r(γ1 ) r(γ 2 ) r(γ t ) M =. b(γ 1 ) b(γ 2 ) b(γ t ) Sebuah digraph dwiwarna D (2) adalah primitif jika dan hanya jika pembagi persekutuan terbesar dari determinan submatriks 2 2 dari M adalah ±1 (Fonarsini dan Valcher, 1997). Lemma Andaikan D (2) adalah digraph dwiwarna terhubung kuat dengan paling sedikit satu arc setiap warna. Misalkan M adalah matriks cycle dari D (2). Digraph D (2) adalah primitif jika dan hanya jika content dari matriks M adalah 1. Contoh Representasi digraph dwiwarna terhubung kuat dan primitif Gambar 2.7 : Digraph dwiwarna primitif. Digraph dwiwarna D (2) pada Gambar 2.7 adalah terhubung kuat yang terdiri b r r r r dari cycle v 1 v 5 v 4 v 3 v 2 v 1 dengan komposisi 4 1 dengan komposisi 1, maka matriks cycle dari D (2) adalah M = 0 dan loop v 1 r v dengan det (M) = 1. Oleh karena det (M) = 1, maka digraph dwiwarna terhubung kuat D (2) adalah primitif. 2.4 Matriks Tak Negatif dan Eksponen Digraph Dwiwarna Berikut ini akan dibahas pengertian matriks tak negatif dan hubungannya dengan

10 15 Digraph dwiwarna D (2) Matriks Tak Negatif Matriks tak negatif A merupakan sebuah matriks yang setiap entri-entri a ij dari A adalah bilangan bulat tak negatif, sebaliknya jika setiap entri-entri a ij dari matriks A adalah bilangan bulat positif maka matriks tersebut disebut matriks positif. Perhatikan dua buah matriks berikut ini N = 3 1 7, matriks tak negatif; P = 3 1 8, matriks positif Eksponen Digraph Eksponen dari sebuah digraph D didefinisikan sebagai bilangan bulat positif terkecil k sehingga untuk setiap pasang titik u dan v di D terdapat walk dari u ke v dengan panjang k dan dinotasikan dengan exp(d). Proposisi Andaikan A adalah suatu matriks adjacency dari digraph D. Entri a k ij dari A k menyatakan banyak walk dari v i ke v j yang panjangnya k di digraph D. Bukti. Andaikan A adalah suatu matriks adjacency dari digraph D, maka setiap entri (i, j) dari A menyatakan arc dari titik v i ke v j di digraph D. Ini mengakibatkan jika k = 1, maka setiap entri a 1 ij dari A 1 menyatakan walk dari titik v i ke v j dengan panjang 1. Andaikan setiap entri a (k) ij dari A k menyatakan banyaknya walk dari titik v i ke v j yang panjangnya k di D, untuk k 1. Selanjutnya akan diperlihatkan bahwa a (k+1) ij adalah banyaknya walk dari v i ke v j dengan panjang k + 1 di D dengan k 1.

11 16 Perhatikan setiap walk dari titik v i ke v j di D dengan panjang k+1 yang terdiri dari walk v i ke v l dengan panjang k untuk l = 1, 2,..., n, dan dilanjutkan dengan arc dari titik v i ke v j, sehingga a (k) il a ij menyatakan walk dengan panjang k+1 dari titik v i ke v j di D untuk k = 1, 2,..., n. Jika tidak terdapat walk yang panjangnya k dari titik v i ke v j di D, maka a (k) il = 0 sehingga a (k) il a ij = 0. Hal ini berakibat tidak terdapat walk yang panjangnya k +1 dari titik v i ke v j melalui titik v l di D sehingga diperoleh banyaknya walk yang panjangnya k + 1 dari titik v i ke v j di D adalah a (k) i1 a 1j + a (k) i2 a 2j a (k) in a nj = n a k il a lj i=1 karena A k+1 = A k A maka Sehingga a (k+1) ij a (k) ij = n a k il a lj i=1 adalah benar menyatakan banyaknya walk dari titik v i ke titik v j yang panjangnya k + 1 di D. Berikut ini diberikan contoh dari sebuah digraph yang akan dicari eksponennya dengan menggunakan proposisi Contoh Representasi digraph dengan 3 titik dan 6 arc. Gambar 2.8 : Digraph dengan 3 titik dan 6 arc. Matriks adjacency dari digraph pada Gambar 2.8 adalah sebagai berikut A =

12 17 Berdasarkan proposisi 2.4.1, banyaknya walk dari titik v i ke titik v j dengan panjang k dinyatakan oleh entri a k ij dari matriks A k yang semuanya positif. Eksponen dari digraph D adalah bilangan positif terkecil k yang mengakibatkan matriks A k positif. Perhatikan matriks berikut a. Untuk k = 1; diperoleh A 1 = Bukan eksponen dari digraph pada contoh 2.4.1, karena tidak terdapat walk dengan panjang 1 dari titik 1 ke titik 3, titik 2 ke titik 1 dan titik 3 ke titik b. Untuk k = 2; diperoleh A 2 = Karena terdapat walk dengan panjang 2 dari tiap pasang titik yang ada di D, maka eksponen dari digraph pada contoh adalah exp(d) = Eksponen Digraph Dwiwarna Pada digraph dwiwarna D (2), eksponen dari D (2) didefinisikan sebagai bilangan bulat positif terkecil g + h dari semua bilangan bulat tak negatif g dan h yang ada sehingga untuk setiap pasang titik u dan v di D (2) terdapat sebuah (g, h)-walk dari u ke v yang terdiri dari g-arc merah dan h-arc biru. Eksponen dari digraph dwiwarna D (2) dinotasikan oleh exp(d (2) ). Andaikan A dan B adalah matiks tak negatif orde m. Untuk bilangan tak negatif g dan h, didefinisikan (g, h)-hurwitz product, (A, B) (g,h) dari A dan B adalah jumlah keseluruhan matriks dari hasil perkalian A sebanyak g kali dan B sebanyak h kali. Sebagai contoh, (A, B) (1,0) = A, (A, B) (0,1) = B, (A, B) (1,1) = AB+BA dan (A, B) (2,2) = A 2 B 2 + ABAB + AB 2 A + BABA + B 2 A 2. Lemma Jika (R,B) adalah matriks adjacency dari digraph dwiwarna D (2),

13 18 maka entri (i, j) dari (R, B) (g,h) adalah jumlah (g, h)-walk dari titik u ke v di D (2). Bukti. Lemma akan dibuktikan dengan induksi pada (g + h) dan (g + h + 1), jika g = 0 maka h = 1 atau jika g = 1 maka h = 0. Jika g = 0 maka entri (i,j) dari (R, B) (0,1) = B adalah walk dengan komposisi 0 1 di D (2). Dengan cara yang sama, jika h = 0 maka (R, B) (1,0) = R adalah walk dengan entri (i, j) menyatakan walk dengan komposisi 1 0 di D (2). Anggap lemma benar untuk semua bilangan bulat tak negatif g dan h dengan g +h g +h, akan diperlihatkan untuk g +h+1 juga benar dengan catatan sebagai berikut (R, B) (g+1,h) = R(R, B) (g,h) + B(R, B) (g+1,h 1) dengan induksi matematika entri (i, j) pada R(R, B) (g,h) adalah walk dari v i ke v j yang dimulai dengan arc merah diikuti oleh sebuah (g, h)-walk dan entri (i, j) pada B(R, B) (g+1,h 1) adalah jumlah walk dari v i ke v j yang dimulai dengan sebuah arc biru dan diikuti oleh sebuah (g + 1, h 1)-walk sedemikian sehingga entri (i, j) dari (R, B) (g+1,h) adalah jumlah (g + 1, h)-walk dari i ke j. Perhatikan contoh berikut. Contoh Reprensentasi D (2) dengan 3 titik, 3 arc merah dan 1 arc biru Gambar 2.9 : Digraph dwiwarna dengan 3 titik dan 4 arc

14 19 Matriks adjacency merah dan biru dari Gambar 2.9 adalah R = dan B = Berdasarkan Lemma 2.4.1, banyaknya walk dari titik i ke titik j dengan panjang g + h adalah entri (i, j) dari (R, B) (g,h) yang semuanya bernilai positif, dan (g + h) terkecil dari yang demikian adalah eksponen dari matriks (R, B) (g+h). Perhatikan matriks (R, B) (g,h) berikut a. Untuk g + h = 1, maka (R, B) (1,0) = R = (R, B) (0,1) = B = b. Untuk g + h = 2, maka (R, B) (2,0) = R 2 = (R, B) (0,2) = B 2 = (R, B) (1,1) = RB + BR = c. Untuk g + h = 3, maka (R, B) (3,0) = R 3 =

15 20 2. (R, B) (0,3) = B 3 = 3. (R, B) (1,2) = RB 2 + B(R, B) (1,1) = (R, B) (2,1) = R(R, B) (1,1) + BR 2 = d. Untuk g + h = 4, maka (R, B) (4,0) = R 4 = (R, B) (0,4) = B 4 = 3. (R, B) (1,3) = RB 3 + B(R, B) (1,2) = (R, B) (2,2) = R(R, B) (1,2) + B(R, B) (2,1) = (R, B) (3,1) = R(R, B) (2,1) + BR 3 = d. Untuk g + h = 5, maka (R, B) (5,0) = R 5 =

16 (R, B) (4,1) = R(R, B) (3,1) + BR 4 = Karena terdapat walk dengan panjang 5 dari tiap pasang titik pada digraph dwiwarna D (2), maka eksponen dari digraph dwiwarna D (2) pada Gambar 2.9 adalah exp(d 2 ) = 5, dengan komposisi 4 1 yang terdiri 4 arc merah dan 1 arc biru. 2.5 Eksponen Titik Digraph dan Digraph Dwiwarna Pada sub-bab ini akan dibahas tentang definisi eksponen titik digraph D dan eksponen titik digraph dwiwarna D (2) serta contoh bagaimana menentukan eksponen titik dari digraph D dan digraph dwiwarna D (2) Eksponen Titik Digraph Misalkan D adalah sebuah digraph primitif atas n titik v 1, v 2,..., v n. Untuk suatu v i di D, i = 1, 2,..., n, eksponen titik v i yang dinotasikan dengan exp D (v i ) adalah bilangan bulat positif terkecil t sehingga terdapat walk dengan panjang t dari v i kesetiap titik di D, dan himpunan eksponen exp D (X) adalah bilangan bulat positif terkecil p sehingga untuk setiap titik v j di D terdapat sebuah walk dari paling sedikit satu titik di X ke v j dengan panjang p. Andaikan D adalah digraph primitif orde n. Jika titik-titik di D adalah (v 1, v 2,..., v n ) sedemikian hingga exp D (v 1 ) exp D (v 2 ) exp D (v n ) maka exp D (v k ) adalah tipe pertama generalisasi eksponen ke-k dari D, dinotasikan exp D (v k ) (Brualdi dan Liu, 1990).

17 22 Contoh Berikut ini akan dicari eksponen titik dari tiap masing-masing titik di digraph D pada Gambar 2.9 dengan asumsi bahwa digraph tersebut tidak diwarnai dengan merah dan biru. Matriks adjacency dari digraph yang demikian adalah A = Berdasarkan Proposisi 2.4.1, eksponen titik dari D diperoleh dengan melihat entri a ij dari A k, dengan entri pada baris ke-i harus bernilai positif. Perhatikan matriks A k berikut a. Untuk k = 2, A 2 = Karena semua entri pada baris pertama dari matriks A 2 sudah bernilai positif, maka exp D (v 1 ) = b. Untuk k = 3, A 3 = Karena semua entri pada baris kedua dari matriks A 3 sudah bernilai positif, maka exp D (v 2 ) = c. Untuk k = 4, A 4 = Karena semua entri pada baris ketiga dari matriks A 4 sudah bernilai positif, maka exp D (v 3 ) = 4. Dengan demikian eksponen titik digraph pada Gambar 2.9 tanpa diwarnai dengan warna merah dan biru sudah ditemukan yaitu, exp D (v 1 ) = 2, exp D (v 2 ) = 3, dan exp D (v 3 ) = Eksponen Titik Digraph Dwiwarna Misalkan D (2) adalah digraph dwiwarna primitif dan V (D (2) ) adalah himpunan semua titik yang ada di D (2) dengan V (D (2) ) = {v 1, v 2,..., v n }. Untuk suatu v i V (D (2) ) dan X V (D (2) ), eksponen titik v i yang dinotasikan oleh exp D (2)(v i ), adalah bilangan bulat positif terkecil p 1 +p 2 sedemikian hingga terdapat sebuah (p 1, p 2 )-walk dari v i ke

18 23 setiap titik di D (2), dan himpunan eksponen exp D (2)(X) adalah bilangan bulat positif terkecil m 1 +m 2 sehingga untuk setiap titik v j di D (2) terdapat sebuah (m 1, m 2 )-walk dari paling sedikit satu titik di X ke v j. Andaikan D (2) adalah digraph dwiwarna primitif orde n. Jika titik-titik di D (2) adalah (v 1, v 2,..., v n ) sedemikian hingga exp D (2)(v 1 ) exp D (2)(v 2 ) exp D (2)(v k ) maka exp D (2)(v k ) adalah tipe pertama generalisasi eksponen titik ke-k dari digraph dwiwarna D (2) (Gao dan Shao, 2009). Untuk mencari eksponen titik digraph dwiwarna primitif D (2), akan dilakukan dengan operasi (g, h)-matriks Hurwitz Product R dan B yang dapat didefinisikan secara rekurensif. Untuk bilangan bulat tak negatif terkecil g dan h, jika k adalah adalah titik di D (2), maka semua entri pada baris ke-k dari matriks tersebut bernilai positif. Contoh Berikut ini akan dicari eksponen titik dari masing-masing titik di digraph dwiwarna D (2) pada Gambar 2.9, yaitu dengan melihat entri (i, j) dari (R, B) (g,h) dimana semua entri pada baris ke-i harus bernilai positif. Menggunakan Contoh telah diperoleh matriks-matriks (R, B) (g,h), perhatikan bahwa a. Untuk g + h = 3 pada (R, B) (2,1) = R(R, B) (1,1) + BR 2 = Karena semua entri pada baris pertama dari matriks (R, B) (2,1) sudah bernilai positif, maka exp D (2)(v 1 ) = 3 dengan komposisi 2 1 yang terdiri dari 2-arc merah dan 1-arc biru b. Untuk g + g = 4 pada (R, B) (3,1) = R(R, B) (2,1) + BR 3 = Karena semua entri pada baris kedua dari matriks (R, B) (3,1) sudah bernilai

19 24 positif, maka exp D (2)(v 2 ) = 4 dengan komposisi 3 1 yang terdiri dari 3-arc merah dan 1-arc biru c. Untuk g + h = 5 dari (R, B) (4,1) = R(R, B) (3,1) + BR 4 = Karena semua entri pada baris ketiga dari matriks (R, B) (4,1) sudah bernilai positif, maka exp D (2)(v 3 ) = 5 dengan komposisi merah dan 1-arc biru. 4 1 yang terdiri dari 4-arc Dengan demikian sudah ditemukan eksponen titik dari digraph dwiwarna D (2) yaitu, exp D (2)(v 1 ) = 3, exp D (2) (v 2 ) = 4, dan exp D (2)(v 3 ) = Sistem Persamaan Diophantine Persamaan diophantine adalah suatu persamaan dalam bentuk a 1 x 1 + a 2 x a n x n = b (1) dengan solusi dari persamaan tersebut adalah bilangan bulat untuk semua bilangan bulat a 1, a 2,..., a n, b. Andaikan bahwa n 1 dan koefisien-koefisien a 1, a 2,..., a n tak semuanya nol. Teorema Persamaan (1) adalah punya solusi bulat jika dan hanya jika gcd(a 1, a 2,..., a n ) b. Sistem persamaan diophantine adalah himpunan dari m persamaan diophantine dalam n variabel yang sama dengan m dan n adalah bilangan bulat positif seperti

20 25 berikut a 11 x 1 + a 12 x a 1n x n = b 1 a 21 x 1 + a 22 x a 2n x n = b 2. (2) a m1 x 1 + a m2 x a mn x n = b m Sistem persamaan diophantine pada persamaan (2) dapat juga diekspresikan sebagai sebuah persamaan matriks Ax = b, dimana A = a 11 a 12 a 1n a 21 a 22 a 2n......, x = x 1 x 2., b = b 1 b 2.. a m1 a m2 a mn x n b m Perhatikan bahwa kolom-kolom dari matriks A adalah koefisien-koefisien dari variabel x 1, x 2,..., x n pada persamaan (2). Sistem persamaan diophantine Ax = b adalah punya solusi bilangan bulat jika dan hanya jika pembagi persekutuan terbesar dari determinan submatriks 2 2 dari A adalah ± Formula Eksponen Titik Digraph Dwiwarna dengan Dua Cycle Di bagian ini akan didiskusikan suatu cara untuk menentukan batas atas dan batas bawah eksponen titik digraph dwiwarna primitif. Suwilo (2011) menawarkan suatu teknik untuk menentukan batas atas dan batas bawah eksponen titik digraph dwiwarna primitif yang memuat dua cycle. Pertama sekali akan diberikan suatu teknik untuk menentukan batas bawah eksponen titik digraph dwiwarna primitif pada Lemma berikut. Lemma Andaikan D (2) adalah digraph dwiwarna primitif yang memuat dua cycle dengan matrik cycle M = r(γ 1) b(γ 2 ). Misalkan v k adalah sembarang titik b(γ 1 ) r(γ 2 )

21 26 dari D (2) dan terdapat sebuah (g, h)-walk dari titik v k ke setiap titik v j di D (2) dengan g = M u, maka u M 1 r(p k,j) untuk sembarang bilangan bulat h v v b(p k,j ) tak negatif u, v dan untuk suatu path p (k,j) dari v k ke v j. Bukti. Untuk sembarang j = 1, 2,..., n, misalkan p k,j adalah path dari titik v k ke titik v j. Karena D (2) memuat dua cycle maka setiap walknya dapat didekomposisi kedalam path dan cycle pada persamaan (3) berikut g = M x 1 + r(p k,j) (3) h b(p k,j ) x 2 dengan x 1, x 2 0. Karena D (2) primitif, maka M punya invers. Menggunakan g h = M u v dan persamaan (3) diperoleh persamaan berikut M u = M x 1 + r(p k,j) v x 2 b(p k,j ) M x 1 = M u r(p k,j) x 2 v b(p k,j ) x 1 = u M 1 r(p k,j) 0 x 2 v b(p k,j ) sehingga u M 1 r(p k,j) dan Lemma (2.7.1) terbukti. v b(p k,j ) Berdasarkan informasi yang ada pada pembuktian Lemma (2.7.1), diperoleh teorema berikut ini. Teorema Andaikan D (2) adalah digraph dwiwarna primitif yang terdiri dari cycle γ 1 dan γ 2. Misalkan v k adalah titik di D (2). Untuk sembarang titik v i dan v j di D (2), definisikan u 0 = b(γ 2 )r(p k,j ) r(γ 2 )b(p k,j ) dan v 0 = r(γ 1 )b(p k,j ) b(γ 1 )r(p k,j ). Maka g M u 0, sehingga exp D (2)(v k ) l(γ 1 )u 0 + l(γ 2 )v 0. h v 0

22 27 Bukti. Andaikan bahwa eksponen titik v k dicapai oleh (g, h)-walk dengan g h = M u v dan diperoleh persamaan berikut u v M 1 r(p k,j) b(p k,j ) = untuk sembarang path p k,j dari titik v k ke titik v j. b(γ 2)r(p k,j ) r(γ 2 )b(p k,j ) r(γ 1 )b(p k,j ) b(γ 1 )r(p k,j ) (4) Jika untuk sembarang titik v j, j = 1, 2,..., n diperoleh nilai b(γ 2 )r(p k,j ) r(γ 2 )b(p k,j ) 0, maka definisikan u 0 = b(γ 2 )r(p k,j ) r(γ 2 )b(p k,j ) 0 (5) dan jika untuk sembarang titik v i, i = 1, 2,..., n diperoleh nilai r(γ 1 )b(p k,i ) b(γ 1 )r(p k,i ) 0, maka definisikan v 0 = r(γ 1 )b(p k,i ) b(γ 1 )r(p k,i ) 0 (6) sehingga u u 0 dan v v 0. Oleh Lemma (2.6.1) diperoleh g = M u M u 0 (7) h v sehingga exp D (2)(v k ) = g+h (r(γ 1 )+b(γ 1 ))u 0 +(r(γ 2 )+b(γ 2 ))v 0 = l(γ 1 )u 0 +l(γ 2 )v 0. v 0 Proposisi berikut ini diberikan untuk menentukan batas atas eksponen titik digraph dwiwarna primitif dari sebuah titik yang ditentukan, sebut titik tersebut v. Definisikan d(v k, v) sebagai jarak dari titik v k ke titik v, yakni panjang walk terpendek dari v k ke v. Proposisi Asumsikan D (2) adalah digraph dwiwarna primitif atas n titik. Misalkan v adalah sebuah titik di D (2) dengan exp D (2)(v). Untuk sembarang titik v k, k =

23 28 1, 2,..., n di D (2), exp D (2)(v k ) exp D (2)(v) + d(v k, v). Bukti. Untuk setiap k = 1, 2,..., n misalkan p k,v adalah (r(p k,v ), b(p k,v ))-path dari v k ke titik v dengan panjang d(v k, v). Karena eksponen titik v adalah exp D (2)(v), maka terdapat (g, h)-walk dengan panjang exp D (2)(v) = g + h dari v ke setiap titik v j, j = 1, 2,..., n. Ini menunjukan bahwa setiap titik v k di D (2) terdapat suatu (g + r(p k,v ), h + b(p k,v ))-walk dari titik v k ke setiap titik v j. Walk tersebut berawal dari v k menuju v melalui (r(p k,v ), b(p k,v ))-path dan kemudian menuju v j melalui suatu (g, h)-walk dari v ke v j. Oleh karena itu diperoleh exp D (2)(v k ) exp D (2)(v) + d(v k, v) Proposisi berikut diberikan untuk menentukan batas atas eksponen titik digraph dwiwarna primitif yang memuat dua cycle. Proposisi Andaikan D (2) adalah digraph dwiwarna yang terdiri atas cycle γ 1 dan γ 2. Misalkan v k adalah titik di D (2) yang terdapat pada cycle γ 1 dan cycle γ 2. Jika untuk setiap i = 1, 2,..., n dan sembarang bilangan bulat positif g dan h, terdapat path p k,i dari v k ke v i sehingga sistem persamaan Mx + r(p k,i) = g (8) b(p k,i ) h punya solusi bilangan bulat tak negatif, maka exp D (2)(v k ) g + h. Bukti. Misalkan bahwa solusi dari sistem persamaan (8) adalah x = (x 1, x 2 ) T. Karena D (2) adalah primitif, maka matriks cycle M adalah invertible, sehingga x 1 dan x 2 tidak dapat nol kedua-duanya. Karena x 1, x 2 0 dan kedua cycle γ 1 dan γ 2 memuat titik v k, maka terdapat tiga kemungkinan berikut. Jika x 1 > 0 dan x 2 > 0, maka walk dari titik v k ke titik v i akan bergerak sebanyak x 1 kali mengelilingi cycle γ 1 dan bergerak sebanyak x 2 kali mengelilingi cycle γ 2 dan kembali lagi ke titik v k, kemudian terus bergerak menuju titik v i di sepanjang path p k,i adalah sebuah (g, h)-walk dari v k ke v i. Jika x 1 = 0 dan x 2 > 0, maka

24 29 walk dari titik v k ke titik v i akan bergerak sebanyak x 2 kali mengelilingi cycle γ 2 dan kembali lagi ke titik v k, kemudian terus bergerak menuju titik v i di sepanjang path p k,i adalah sebuah (g, h)-walk dari v k ke v i. Jika x 1 > 0 dan x 2 = 0, maka walk dari titik v k ke titik v i akan bergerak sebanyak x 1 kali mengelilingi cycle γ 1 dan kembali lagi ke titik v k, kemudian terus bergerak menuju titik v i di sepanjang path p k,i adalah sebuah (g, h)-walk dari v k ke v i. Dengan demikian, untuk setiap titik v i, i = 1, 2,..., n terdapat sebuah (g, h)-walk dari v k ke v i, sehingga exp D (2)(v k ) g + h

BAB 2 DIGRAF DWIWARNA PRIMITIF

BAB 2 DIGRAF DWIWARNA PRIMITIF BAB 2 DIGRAF DWIWARNA PRIMITIF Pada bab ini akan dibahas teorema, definisi dan landasan teori pada penelitian ini. Berikut akan dibahas mengenai digraf, digraf dwiwarna dan hubungan keduanya dengan primitifitas,

Lebih terperinci

2. Himpunan E yang merupakan himpunan pasangan berurut V V yang tak harus berbeda dari semua titik, elemen dari E disebut arc dari digraf D.

2. Himpunan E yang merupakan himpunan pasangan berurut V V yang tak harus berbeda dari semua titik, elemen dari E disebut arc dari digraf D. BAB 2 DIGRAF DWI-WARNA PRIMITIF Pada Bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. konsep dasar yang dimaksud adalah yang berkaitan

Lebih terperinci

VERTEX EXPONENT OF A TWO-COLOURED DIGRAPH WITH 2 LOOPS ABSTRACT

VERTEX EXPONENT OF A TWO-COLOURED DIGRAPH WITH 2 LOOPS ABSTRACT vi VERTEX EXPONENT OF A TWO-COLOURED DIGRAPH WITH 2 LOOPS ABSTRACT A digraph D in which each of its arcs is coloured by either red or blue is called two-coloured digraph. A strongly connected of two-coloured

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERSETUJUAN PERNYATAAN PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR GAMBAR BAB 1. PENDAHULUAN 1

DAFTAR ISI PERSETUJUAN PERNYATAAN PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR GAMBAR BAB 1. PENDAHULUAN 1 DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PERNYATAAN PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR i ii iii iv v vi viii BAB 1. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 1.2. Perumusan Masalah 3 1.3.

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian mengenai eksponen digraf dwiwarna telah banyak dilakukan. Shader dan Suwilo (003) adalah yang pertama sekali melakukan penelitian tersebut. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Studi mengenai eksponen dari sebuah digraph menjadi pembahasan yang lebih sederhana setelah Wielandt (Schneider, H. 2002) mengemukakan sebuah gagasan mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian diamati oleh suatu objek di matematika yang disebut dengan digraph.

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian diamati oleh suatu objek di matematika yang disebut dengan digraph. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar atau melihat sistem jalan satu arah, arus listrik, jaringan kerja dll. Biasanya hal-hal tersebut diatas

Lebih terperinci

BAB 2 DIGRAPH. Representasi dari sebuah digraph D dapat dilihat pada contoh berikut. Contoh 2.1. Representasi dari digraph dengan 5 buah verteks.

BAB 2 DIGRAPH. Representasi dari sebuah digraph D dapat dilihat pada contoh berikut. Contoh 2.1. Representasi dari digraph dengan 5 buah verteks. BAB 2 DIGRAPH Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori dasar tentang digraph yang meliputi definisi dua cycle, primitifitas dari digraph, eksponen, dan lokal eksponen. Dengan demikian, akan mempermudah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan permasalahan, seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. 2.1 Graf Graf

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada Bagian ini akan dijelaskan beberapa definisi dan teorema terkait graf, matriks adjency, terhubung, primitifitas, dan scrambling index sebagai landasan teori yang menjadi acuan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah graph G adalah sebuah objek yang terdiri atas sekumpulan titik yang disebut verteks dan garis yang menghubungkan dua buah verteks yang disebut sisi atau edge.

Lebih terperinci

2-EKSPONEN DARI DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK YANG MEMUAT CYCLE PRIMITIF TESIS

2-EKSPONEN DARI DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK YANG MEMUAT CYCLE PRIMITIF TESIS 2-EKSPONEN DARI DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK YANG MEMUAT CYCLE PRIMITIF TESIS Oleh TITIK NGATMINTARSIH 067021030/MT SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 2-EKSPONEN DARI DIGRAPH DWIWARNA

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi graf, istilah-istilah dalam graf, matriks ketetanggaan, graf terhubung, primitivitas graf, dan scrambling index. 2.1 Definisi Graf

Lebih terperinci

SCRAMBLING INDEX DARI KELAS DIGRAF HAMILTON DWIWARNA DENGAN N TITIK GANJIL SKRIPSI MERRYANTY LESTARI P

SCRAMBLING INDEX DARI KELAS DIGRAF HAMILTON DWIWARNA DENGAN N TITIK GANJIL SKRIPSI MERRYANTY LESTARI P SCRAMBLING INDEX DARI KELAS DIGRAF HAMILTON DWIWARNA DENGAN N TITIK GANJIL SKRIPSI MERRYANTY LESTARI P 110803067 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf BAB 2 GRAF PRIMITIF Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan teori dalam penelitian ini. Konsep dasar tersebut berkaitan dengan definisi graf,

Lebih terperinci

BAB 2 DIGRAF PRIMITIF

BAB 2 DIGRAF PRIMITIF 6 BAB 2 DIGRAF PRIMITIF Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan bahwa digraf k D n merupakan sebuah digraf primitif. Penjelasan tersebut diperkuat dengan memaparkan beberapa definisi digraf dan beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori graf adalah cabang kajian matematika yang mempelajari sifat-sifat graf. Secara sederhana, suatu graf adalah himpunan benda-benda yang disebut titik yang terhubung

Lebih terperinci

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Bulletin of Matheatics Vol. 03 No. 0 (20) pp. 39 48. 2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Mardiningsih Saib Suwilo dan Indra Syahputra Abstract. Let D asyetric two-coloured-digraph

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Graf merupakan pokok bahasan matematika yang banyak mendapat perhatian karena aplikasinya sangat berguna untuk menyelesaikan persoalan kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diperlihatkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diperlihatkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diperlihatkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini dan akan mempermudah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Universitas Sumatera Utara iv ABSTRAK Untuk menemukan matching maksimum pada graph tak berarah dapat diformulasikan sebagai masalah rank matriks. Matriks Tutte dipopulerkan oleh Tutte sebagai gambaran sebuah graph tak berarah, yang

Lebih terperinci

9.1 RELATIONS AND THEIR PROPERTIES

9.1 RELATIONS AND THEIR PROPERTIES CHAPTER 9 RELATION 9. RELATIONS AND THEIR PROPERTIES 2 Relasi Hubungan antar anggota himpunan direpresentasikan dengan menggunakan struktur yang disebut relasi. Untuk mendeskripsikan relasi antar anggota

Lebih terperinci

EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA DENGAN PANJANG SELISIH 2

EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA DENGAN PANJANG SELISIH 2 EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA DENGAN PANJANG SELISIH 2 TESIS Oleh HARI SUMARDI 127021003/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 EKSPONEN LOKAL

Lebih terperinci

5. Representasi Matrix

5. Representasi Matrix 5. Representasi Matrix Oleh : Ade Nurhopipah Pokok Bahasan : 1. Matrix Ketetanggaan 2. Walk Pada Graph dan Digraph 3. Matrix Insidensi Sumber : Aldous, Joan M.,Wilson, Robin J. 2004. Graph and Applications.

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

2-EKSPONEN DARI 2-DIGRAPH DENGAN LOOP SKRIPSI RICHARD ALBERT NASUTION

2-EKSPONEN DARI 2-DIGRAPH DENGAN LOOP SKRIPSI RICHARD ALBERT NASUTION 2-EKSPONEN DARI 2-DIGRAPH DENGAN LOOP SKRIPSI RICHARD ALBERT NASUTION 010803013 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 2-EKSPONEN DARI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian ini dan akan mempermudah

Lebih terperinci

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari Grup Permutasi dan Grup Siklis Winita Sulandari Grup Permutasi Suatu Permutasi dari suatu himpunan berhingga S yang tidak kosong, dinyatakan sebagai suatu pemetaan bijektif dari himpunan S pada dirinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Teori Graph 2.1.1 Graph Tak Berarah dan Digraph Suatu Graph Tak Berarah (Undirected Graph) merupakan kumpulan dari titik yang disebut verteks dan segmen garis yang

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUHG3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN Determinan Matriks Determinan Matriks Sub Pokok Bahasan Permutasi dan Determinan Matriks Determinan dengan OBE Determinan dengan Ekspansi Kofaktor Beberapa Aplikasi

Lebih terperinci

Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan. Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015

Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan. Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015 Matematika Teknik I: Matriks, Inverse, dan Determinan Oleh: Dadang Amir Hamzah STT DR. KHEZ MUTTAQIEN 2015 Dadang Amir Hamzah (STT) Matematika Teknik I Semester 3, 2015 1 / 33 Outline 1 Matriks Dadang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelum sampai pada pendefenisian masalah lintasan terpendek, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan mengenai konsep-konsep dasar dari model graph dan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dalam beberapa tahun terakhir, model graph secara statistik telah diaplikasikan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dalam beberapa tahun terakhir, model graph secara statistik telah diaplikasikan BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Dalam beberapa tahun terakhir, model graph secara statistik telah diaplikasikan dengan baik pada aplikasi pengenalan suara, pengolahan citra (Willsky, 2002 dan Choi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung II.TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung dalam penelitian ini. 2.1. Konsep Dasar Teori Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan terurut

Lebih terperinci

Matriks. Baris ke 2 Baris ke 3

Matriks. Baris ke 2 Baris ke 3 Matriks A. Matriks Matriks adalah susunan bilangan yang diatur menurut aturan baris dan kolom dalam suatu jajaran berbentuk persegi atau persegi panjang. Susunan bilangan itu diletakkan di dalam kurung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi penjumlahan dua bilangan kuadrat sempurna. Seperti, teori keterbagian bilangan bulat, bilangan prima, kongruensi

Lebih terperinci

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66 MATRIKS Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, 2012 1 / 66 Topik Bahasan 1 Matriks 2 Operasi Matriks 3 Determinan matriks 4 Matriks Invers 5 Operasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Secara garis besar ilmu statistik dibagi menjadi dua bagian yaitu:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Secara garis besar ilmu statistik dibagi menjadi dua bagian yaitu: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembagian Ilmu Statistik Secara garis besar ilmu statistik dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Statistik Parametrik Statistik parametrik adalah ilmu statistik yang digunakan untuk

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT)

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT) 1 RUANG VEKTOR Nurdinintya Athari (NDT) RUANG VEKTOR Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Basis Subruang Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem kontrol

Lebih terperinci

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi graf sebagai landasan teori dari penelitian ini... Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan

Lebih terperinci

Part III DETERMINAN. Oleh: Yeni Susanti

Part III DETERMINAN. Oleh: Yeni Susanti Part III DETERMINAN Oleh: Yeni Susanti Perhatikan determinan matriks ukuran 2x2 berikut: Pada masing-masing jumlahan dan Terdapat wakil dari setiap baris dan setiap kolom. Bagaimana dengan tanda + (PLUS)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

Pertemuan 12. Teori Graf

Pertemuan 12. Teori Graf Pertemuan 2 Teori Graf Derajat Definisi Misalkan adalah titik dalam suatu Graf G. Derajat titik (simbol d()) adalah jumlah garis yang berhubungan dengan titik dan garis suatu loop dihitung dua kali. Derajat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matriks merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jajaran persegi panjang dari bilangan-bilangan dan setiap matriks akan mempunyai baris dan kolom. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh individu-individu dalam populasi berkaitan dengan perubahan tahap-tahap dalam kehidupan.

Lebih terperinci

MATEMATIKA DISKRIT RELASI

MATEMATIKA DISKRIT RELASI MATEMATIKA DISKRIT RELASI Relasi Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a dihubungankan dengan b oleh

Lebih terperinci

untuk setiap x sehingga f g

untuk setiap x sehingga f g Jadi ( f ( f ) bernilai nol untuk setiap x, sehingga ( f ( f ) fungsi nol atau ( f ( f ) Aksioma 5 Ambil f, g F, R, ( f g )( f g ( g( g( ( f g)( Karena ( f g )( ( f g)( untuk setiap x sehingga f g Aksioma

Lebih terperinci

Bagaimana merepresentasikan struktur berikut? A E

Bagaimana merepresentasikan struktur berikut? A E Bagaimana merepresentasikan struktur berikut? B D A E F C G Bagaimana merepresentasikan struktur berikut? Contoh-contoh aplikasi graf Peta (jaringan jalan dan hubungan antar kota) Jaringan komputer Jaringan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Sebuah graf didefinisikan sebagai pasangan terurut himpunan dimana: 1. adalah sebuah himpunan tidak kosong yang berhingga yang anggotaanggotanya

Lebih terperinci

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Matriks Tujuan Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Pengertian Matriks Adalah kumpulan bilangan yang disajikan secara teratur dalam

Lebih terperinci

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori Dasar Graf 2.1.1 Graf dan Graf Sederhana Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tak kosong dan E adalah himpunan sisi. Untuk selanjutnya,

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin hasma_ba@yahoo.com Abstract Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai

Lebih terperinci

Part II SPL Homogen Matriks

Part II SPL Homogen Matriks Part II SPL Homogen Matriks SPL Homogen Bentuk Umum SPL homogen dalam m persamaan dan n variabel x 1, x 2,, x n : a 11 x 1 + a 12 x 2 + + a 1n x n = 0 a 21 x 1 + a 22 x 2 + + a 2n x n = 0 a m1 x 1 + a

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

GRAF. Graph seperti dimaksud diatas, ditulis sebagai G(E,V).

GRAF. Graph seperti dimaksud diatas, ditulis sebagai G(E,V). GRAF GRAF Suatu Graph mengandung 2 himpunan, yaitu : 1. Himpunan V yang elemennya disebut simpul (Vertex atau Point atau Node atau Titik) 2. Himpunan E yang merupakan pasangan tak urut dari simpul. Anggotanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

Trihastuti Agustinah

Trihastuti Agustinah TE 467 Teknik Numerik Sistem Linear Trihastuti Agustinah Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro - FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember O U T L I N E OBJEKTIF 2 3 CONTOH 4 SIMPULAN

Lebih terperinci

Matematika Teknik INVERS MATRIKS

Matematika Teknik INVERS MATRIKS INVERS MATRIKS Dalam menentukan solusi suatu SPL selama ini kita dihadapkan kepada bentuk matriks diperbesar dari SPL. Cara lain yang akan dikenalkan disini adalah dengan melakukan OBE pada matriks koefisien

Lebih terperinci

Pertemuan 8 Aljabar Linear & Matriks

Pertemuan 8 Aljabar Linear & Matriks Pertemuan 8 Aljabar Linear & Matriks 1 Jika A adl matriks nxn yg invertible, untuk setiap matriks b dgn ukuran nx1, maka sistem persamaan linier Ax = b mempunyai tepat 1 penyelesaian, yaitu x = A -1 b

Lebih terperinci

Struktur dan Organisasi Data 2 G R A P H

Struktur dan Organisasi Data 2 G R A P H G R A P H Graf adalah : Himpunan V (Vertex) yang elemennya disebut simpul (atau point atau node atau titik) Himpunan E (Edge) yang merupakan pasangan tak urut dari simpul, anggotanya disebut ruas (rusuk

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 7

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 7 Aljabar Linier Elementer Kuliah 7 Materi Kuliah Ekspansi kofaktor Aturan Cramer 2 2.4 Espansi Kofaktor; Aturan Cramer Definisi: Jika A adalah matriks bujur sangkar, maka minor dari entri a ij dinyatakan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 6 II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada sub bab ini akan diberikan

Lebih terperinci

Matriks Jawab:

Matriks Jawab: Matriks A. Operasi Matriks 1) Penjumlahan Matriks Jika A dan B adalah sembarang Matriks yang berordo sama, maka penjumlahan Matriks A dengan Matriks B adalah Matriks yang diperoleh dengan cara menjumlahkan

Lebih terperinci

EKSPONEN TITIK KELUAR DARI SEBUAH KELAS DIGRAF DWIWARNA PRIMITIF DENGAN n-titik GANJIL SKRIPSI MARDHA TILLAH

EKSPONEN TITIK KELUAR DARI SEBUAH KELAS DIGRAF DWIWARNA PRIMITIF DENGAN n-titik GANJIL SKRIPSI MARDHA TILLAH EKSPONEN TITIK KELUAR DARI SEBUAH KELAS DIGRAF DWIWARNA PRIMITIF DENGAN n-titik GANJIL SKRIPSI MARDHA TILLAH 090803044 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

6 Sistem Persamaan Linear

6 Sistem Persamaan Linear 6 Sistem Persamaan Linear Pada bab, kita diminta untuk mencari suatu nilai x yang memenuhi persamaan f(x) = 0. Pada bab ini, masalah tersebut diperumum dengan mencari x = (x, x,..., x n ) yang secara sekaligus

Lebih terperinci

Modul 2.2 Matriks dan Sistem Persamaan Linear (Topik 3) A. Pendahuluan Matriks dan Sistem Persamaan Linear

Modul 2.2 Matriks dan Sistem Persamaan Linear (Topik 3) A. Pendahuluan Matriks dan Sistem Persamaan Linear Modul 2.2 Matriks dan Sistem Persamaan Linear (Topik 3) A. Pendahuluan Salah satu kajian matematika sekolah menengah yang memiliki banyak aplikasinya dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kehidupan

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n. Oleh : Yogi Sindy Prakoso ( ) JURUSAN MATEMATIKA. Company

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n. Oleh : Yogi Sindy Prakoso ( ) JURUSAN MATEMATIKA. Company DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n Oleh : Yogi Sindy Prakoso (1206100015) JURUSAN MATEMATIKA Company FAKULTAS MATEMATIKA Click to DAN add ILMU subtitle PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

R = {(Amir, IF251), (Amir, IF323), (Budi, IF221), (Budi, IF251), (Cecep, IF323) }

R = {(Amir, IF251), (Amir, IF323), (Budi, IF221), (Budi, IF251), (Cecep, IF323) } Pertemuan 9 Relasi Relasi Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a dihubungankan dengan b oleh R a R b

Lebih terperinci

Shortlist Soal OSN Matematika 2015

Shortlist Soal OSN Matematika 2015 Shortlist Soal OSN Matematika 2015 Olimpiade Sains Nasional ke-14 Yogyakarta, 18-24 Mei 2015 ii Shortlist OSN 2015 1 Aljabar A1 Fungsi f : R R dikatakan periodik, jika f bukan fungsi konstan dan terdapat

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR. Sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu

BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR. Sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu BAB II SISTEM PERSAMAAN LINEAR Sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu pengetahuan. Di bidang ilmu ukur, diperlukan untuk mencari titik potong dua garis dalam satu bidang. Di bidang

Lebih terperinci

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS A. OPERASI ELEMENTER TERHADAP BARIS DAN KOLOM SUATU MATRIKS Matriks A = berdimensi mxn dapat dibentuk matriks baru dengan menggandakan perubahan bentuk baris dan/atau

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 Sebelum membuktikan Teorema 2.3, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang berhubungan dengan pembuktian Teorema 2.3. Definisi 1 (Matriks Eselon Baris)

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan 4 II. LANDASAN TEORI Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan Konisberg yang kemudian menghasilkan konsep graf Eulerian merupakan awal dari lahirnya teori graf. Euler mengilustrasikan

Lebih terperinci

Minggu Ke XIV Uraian dan Contoh

Minggu Ke XIV Uraian dan Contoh Minggu Ke XIV 4. Uraian dan Contoh Suatu graf berarah (directed graph) D atau digraph terdiri dari dua komponen : (i) Himpunan V yang elemen-elemennya disebut titik-titik, (ii) Himpunan A dari pasangan-pasangan

Lebih terperinci

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Vol. 9, No.2, 114-122, Januari 2013 Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Hasmawati 1 Abstrak Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai ke

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik pencacahan dalam bentuk definisi dan teorema yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2.1

Lebih terperinci

DEFINISI. Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B).

DEFINISI. Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). BAB 3 RELASI DEFINISI Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a dihubungankan dengan b oleh R a R b adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.. Definisi Graf Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E) ditulis dengan notasi G = (V, E), yang dalam hal ini: V = himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

Kumpulan Soal,,,,,!!!

Kumpulan Soal,,,,,!!! Kumpulan Soal,,,,,!!! Materi: Matriks & Ruang Vektor 1. BEBAS LINEAR S 3. BASIS DAN DIMENSI O A L 2. KOMBINASI LINEAR NeXt FITRIYANTI NAKUL Page 1 1. BEBAS LINEAR Cakupan materi ini mengkaji tentang himpunan

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.00). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Pewarnaan

Lebih terperinci

03-Pemecahan Persamaan Linier (2)

03-Pemecahan Persamaan Linier (2) -Pemecahan Persamaan Linier () Dosen: Anny Yuniarti, M.Comp.Sc Gasal - Anny Agenda Bagian : Matriks Invers Bagian : Eliminasi = Faktorisasi: A = LU Bagian : Transpos dan Permutasi Anny Bagian MATRIKS INVERS

Lebih terperinci

Relasi. Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B).

Relasi. Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). Relasi Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a dihubungankan dengan b oleh R a R b adalah notasi untuk

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan, adalah banyaknya cara menyusun partisi suatu himpunan dengan elemen ke

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Teori Graf. Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013

Dasar-Dasar Teori Graf. Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013 Dasar-Dasar Teori Graf Sistem Informasi Universitas Gunadarma 2012/2013 Teori Graf Teori Graf mulai dikenal saat matematikawan kebangsaan Swiss bernama Leonhard Euler, yang berhasil mengungkapkan Misteri

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut:

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: Bagian 5. RUANG VEKTOR 5.1 Lapangan (Field) Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: 1. dan 2., 3.,

Lebih terperinci

SIFAT NILAI EIGEN MATRIKS ANTI ADJACENCY DARI GRAF SIMETRIK

SIFAT NILAI EIGEN MATRIKS ANTI ADJACENCY DARI GRAF SIMETRIK Faktor Exacta 10 (2): 154-161, 2017 SIFAT NILAI EIGEN MATRIKS ANTI ADJACENCY DARI GRAF SIMETRIK NONI SELVIA noni.selvia@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik,Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Teori Dasar Graf (Lanjutan)

Teori Dasar Graf (Lanjutan) Teori Dasar Graf (Lanjutan) MATRIKS DAN GRAF Untuk menyelesaikan suatu permasalahan model graf dengan bantuan komputer, maka graf tersebut disajikan dalam bentuk matriks. Matriks-matriks yang dapat menyajikan

Lebih terperinci

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan

KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS. 1. Pendahuluan KETERCAPAIAN DARI RUANG EIGEN MATRIKS ATAS ALJABAR MAKS-PLUS Tri Anggoro Putro, Siswanto, Supriyadi Wibowo Program Studi Matematika FMIPA UNS Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Lebih terperinci