MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK"

Transkripsi

1 MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Happy Christanti NIM: PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i

2 DETERMINISTIC AND STOCHASTIC VERHULST MODEL Thesis Presented as a Partial Fulfillment of the Requirement to Obtain the Sarjana Sains Degree in Mathematics By : Happy Christanti Student Number: MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2016 ii

3 iii

4 iv

5 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 31 Maret 2016 Penulis, Happy Christanti v

6 HALAMAN PERSEMBAHAN Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! (Roma 12:12) Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertaiku Mama, Papa dan Kakak tercinta yang selalu mendukungku vi

7 ABSTRAK Dinamika populasi merupakan salah satu penelitian di bidang matematika biologi yang paling aktif. Pada skripsi ini akan dibahas model Verhulst dan beberapa pengembangannya, seperti model Verhulst dengan batas bawah, model pemanenan Schaefer, model penyebaran teknologi, dan model Verhulst dengan laju pertumbuhan tidak konstan. Model Verhulst dan beberapa pengembangannya tersebut akan diselesaikan secara analitik. Kita juga akan memeriksa kestabilan titik ekuilibrium dan menyajikan grafik dengan menggunakan Matlab atau Maple. Lebih lanjut lagi, kita akan mengkonstruksi model stokastik Verhulst dengan mempertimbangkan derau putih yang berasal dari gerak Brown ke dalam model deterministik yang bersesuaian. Kita selesaikan model stokastik tersebut menggunakan kalkulus stokastik Ito. vii

8 ABSTRACT Population dynamic is one of the most active research areas in mathematical biology. In this thesis we will discuss the Verhulst model and some of its modifications, such as Verhulst model with lower threshold, harvesting model of Schaefer, spreading-technology model, and Verhulst model with time dependent growth rate. Some of these models will be solved analytically. We also investigate the stability of the equilibrium solutions and present some simulations by using Matlab or Maple. Furthermore, we will construct a stochastic Verhulst model by incorporating a white noise coming from Brownian motion to the corresponding deterministic model. We solve the stochastic model by using Ito s stochastic calculus. viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbing penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Strata satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak pihak yang membantu penulis dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan selama proses penulisan skripsi. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Hartono, Ph.D selaku Kaprodi Matematika dan Dosen Pembimbing Akademik. 2. Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen prodi matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan. 4. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah. ix

10 5. Teman-teman Matematika 2012: Boby, Ajeng, Tika, Oxi, Putri, Juli, Ferni, Risma, Ega, Rian, Budi, Lia, Anggun, Sila, Noni, Arum, Dewi, Ilga, Amanda, terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan, semangat dan bantuan selama proses perkuliahan. Banyak suka dan duka, namun tidak ada kata menyerah. 6. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat: Kak Indra, Kak Ensi, Kak Ochi, Kak Jojo, Kak Ayu, Kak Tika, Kak Pandu, Kak Ratri, Kak Astri, Ambar, Bintang, Inge, Dion, Rey, Agung, Bella, Monik dan yang lainnya, terimakasih untuk semangat dan dukungannya. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga segala perhatian, dukungan, bantuan dan cinta yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi belajar yang baik. Yogyakarta, 31 Maret 2016 Penulis, Happy Christanti x

11 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Happy Christanti Nomor Mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 31 Maret 2016 Yang menyatakan (Happy Christanti) xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii HALAMAN PENGESAHAN...iv HALAMAN KEASLIAN KARYA...v HALAMAN PERSEMBAHAN...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii KATA PENGANTAR...ix LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...xi DAFTAR ISI...xii DAFTAR GAMBAR...xv BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...7 C. Batasan Masalah...7 D. Tujuan Penulisan...8 E. Manfaat Penulisan...8 F. Metode Penulisan...8 G. Sistematika Penulisan...9 xii

13 BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL...11 A. Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Persamaan Diferensial Linier Persamaan Diferensial Variabel Terpisah...14 B. Persamaan Diferensial Stokastik Teori Peluang Integral Ito Persamaan Diferensial Stokastik...54 BAB III MODEL VERHULST DETERMINISTIK...58 A. Model Pertumbuhan Populasi Verhulst Penyelesaian Model Verhulst Analisa Kualitatif Model Verhulst...69 B. Beberapa Pengembangan Model Pertumbuhan Populasi Verhulst Model Verhulst dengan Batas Bawah (Threshold) Model Pemanenan Schaefer Model Penyebaran Teknologi Model Verhulst dengan Laju Pertumbuhan tidak Konstan BAB IV MODEL VERHULST STOKASTIK A. Model Pertumbuhan Stokastik yang Memuat Derau yang Berasal dari Gerak Brown B. Penyelesaian Model Verhulst Stokastik xiii

14 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Ilustrasi Grafik Fungsi Densitas Peluang...23 Gambar 2.2 Contoh Lintasan Sampel Gerak Brown dengan...31 Gambar 2.3 Ilustrasi geometri integral Riemann...33 Gambar 2.4 Ilustrasi Jumlahan Riemann-Stieltjes...39 Gambar 2.5 Ilustrasi Jumlahan Riemann-Stieltjes...40 Gambar 3.1 Grafik Penyelesaian Model Malthus saat...59 Gambar 3.2 Grafik Penyelesaian Model Gompertz dengan dan...62 Gambar 3.3 Grafik Penyelesaian Model Gompertz dengan dan...63 Gambar 3.4 Grafik Penyelesaian Model Gompertz dengan dan...63 Gambar 3.5 Grafik Penyelesaian Model Verhulst dengan...73 Gambar 3.6 Grafik Penyelesaian Model Verhulst dengan Batas Bawah dengan,, dan...87 Gambar 3.7 Grafik Penyelesaian Model Schaefer saat dan...93 Gambar 3.8 Grafik Penyelesaian Model Schaefer saat,, dan...94 Gambar 3.9 Grafik Penyelesaian Model Schaefer saat,, dan...95 xv

16 Gambar 3.10 Grafik Penyelesaian Model Penyebaran Teknologi saat,, dan Gambar 3.11 Grafik Penyelesaian Model Verhulst Laju tak Konstan dengan Gambar 3.12 Grafik Penyelesaian Model Verhulst Laju tak Konstan dengan Gambar 3.13 Grafik Penyelesaian Model Verhulst Laju tak Konstan dengan Gambar 4.1 Contoh Lintasan Sampel Penyelesaian Model Verhulst Stokastik saat,,, dan Gambar 4.2 Contoh Lintasan Sampel Penyelesaian Model Verhulst Stokastik saat,,, dan Gambar 4.3 Contoh Lintasan Sampel Penyelesaian Model Verhulst Stokastik saat,,, dan xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak matematikawan yang sudah mengembangkan model matematika untuk pertumbuhan populasi. Thomas Robert Malthus (1798), seorang ahli ekonomi asal Inggris, menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan model pertumbuhan populasi. Model Malthus atau disebut juga model eksponensial, yaitu:, dengan t adalah variabel waktu, r adalah konstanta laju pertumbuhan intrinsik yang besarnya adalah, dan adalah banyaknya individu di dalam populasi pada waktu t. Dengan metode pemisahan variabel masalah nilai awal tersebut mempunyai penyelesaian: Hal ini berarti bahwa pertumbuhan populasi bertumbuh secara eksponensial dan besarnya bergantung pada kondisi awal, konstanta laju pertumbuhan r dan waktu t. Hal tersebut tidak realistis untuk, sebab tidak mungkin suatu populasi bertumbuh secara eksponensial tanpa batas. Sebagai ilustrasi, jika diambil t menuju tak hingga, maka diperoleh juga menuju tak hingga. 1

18 2 Model Gompertz merupakan salah satu pengembangan model Malthus yang cukup terkenal. Biasanya model Gompertz digunakan untuk memodelkan pertumbuhan tumor maupun dinamika populasi. Dalam skripsi ini akan dibahas model Gompertz yaitu:, dengan adalah variabel waktu, adalah banyaknya individu di dalam populasi pada waktu t, pertumbuhan populasi, dan adalah konstanta positif yang menyatakan laju adalah konstanta positif yang menunjukkan seberapa cepat penyelesaian model Gompertz menuju ke kestabilan asimtotik. Kita juga dapat menyatakan sebagai laju perubahan besarnya populasi. Dengan menggunakan metode pemisahan variabel masalah nilai awal tersebut memiliki penyelesaian Jika diambil nilai limitnya, maka kita memperoleh: Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam jangka waktu yang lama penyelesaiannya bergerak menuju ke suatu nilai yang bergantung pada dan. Meskipun ada beberapa kekurangan pada model Malthus, misalnya tidak dipertimbangkannya aspek logistik yaitu keterbatasan kapasitas alam untuk mengadopsi atau menghidupi populasi, namun model tersebut digunakan sampai awal abad ke-xix. Pada tahun 1838, seorang matematikawan asal

19 3 Belgia bernama Pierre-François Verhulst, memperbaiki model Malthus yang dianggap tidak realistis. Model Verhulst tersebut kemudian berkembang dan menjadi salah satu model sederhana terbaik untuk memodelkan pertumbuhan populasi. Model Verhulst juga disebut sebagai model logistik, yaitu:, 4 5 dengan t adalah variabel waktu, r adalah konstanta laju pertumbuhan, adalah banyaknya individu dalam populasi pada waktu t, dan K adalah kapasitas ambang atau kemampuan maksimum alam untuk menghidupi populasi. Dengan metode pemisahan variabel masalah nilai awal tersebut tersebut mempunyai penyelesaian:. / Model ini lebih realistis, sebab jika diambil nilai t menuju tak hingga, maka diperoleh:. / Hal ini berarti populasi akan bertumbuh secara asimtotik ke K untuk t menuju tak hingga. Konstanta laju pertumbuhan r menandakan bahwa laju pertumbuhan suatu populasi bersifat konstan terhadap waktu. Dengan kata lain, waktu tidak mempengaruhi konstanta laju pertumbuhan populasi. Hal tersebut bisa saja terjadi, namun secara umum tidak mungkin bahwa laju pertumbuhan populasi

20 4 konstan terhadap waktu. Pada skripsi ini model Verhulst akan dikembangkan lagi menjadi model Verhulst dengan laju pertumbuhan tidak konstan atau laju pertumbuhannya merupakan fungsi dari waktu, yaitu:, 4 5 dengan suatu fungsi terhadap t yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan populasi besarnya bergantung pada waktu. Populasi yang berbeda mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda-beda pula terhadap waktu. Beberapa populasi memiliki periode reproduksi yang berbeda-beda, bergantung pada waktu. Misalnya pada beberapa mamalia memiliki waktu reproduksi yang berbeda. Mamalia seperti anjing, serigala, dan beruang hanya bereproduksi sekali dalam setahun, sedangkan mamalia seperti kuda dan domba memiliki siklus reproduksi yang pendek, sehingga dalam setahun bisa bereproduksi lebih dari satu kali. Selain model Verhulst dengan laju pertumbuhan tidak konstan, model Verhulst juga dapat dikembangkan lagi menjadi model Verhulst dengan batas bawah dan model Schaefer (model pemanenan). Model Verhulst dengan batas bawah pada dasarnya menyatakan bahwa terdapat konstanta T yang merepresentasikan batas bawah banyaknya individu dalam suatu populasi yang menyebabkan populasi tersebut tidak punah. Dengan kata lain, jika banyaknya individu dalam populasi kurang dari T, maka populasi tersebut menuju kepunahan. Model Verhulst dengan batas bawah yaitu:

21 5, 4 5 ( * dengan t adalah variabel waktu, r adalah konstanta laju pertumbuhan, adalah banyaknya individu dalam populasi pada waktu t, K adalah kapasitas ambang atau kemampuan maksimum alam untuk menghidupi populasi, dan T adalah batas bawah banyaknya individu agar populasi tidak punah. Model Schaefer atau model pemanenan berbentuk:, 4 5 dengan t adalah variabel waktu, r adalah konstanta laju pertumbuhan populasi normal, adalah banyaknya individu dalam populasi pada waktu t, K adalah kapasitas ambang atau kemampuan maksimum alam untuk menghidupi populasi, dan E adalah konstanta positif yang menyatakan laju pemanenan. Selain untuk memodelkan dinamika populasi, model Verhulst juga dapat dimodifikasi untuk memodelkan penyebaran teknologi. Model penyebaran teknologi serupa dengan model pertumbuhan populasi Verhulst, yaitu:, ( * dengan adalah variabel waktu, adalah banyaknya individu yang berpotensi menggunakan teknologi, adalah konstanta positif yang menyatakan laju penyebaran teknologi, menyatakan limit asimtotik, dengan adalah konstanta positif yang menyatakan seberapa besar penurunan limit asimtotik.

22 6 Kita dapat menginterpretasikan sebagai laju penurunan minat pengguna teknologi yang berkaitan. Pada kenyataannya, sering kali pertumbuhan populasi diganggu oleh hal-hal yang tidak direncanakan (tidak terduga), misalnya: bencana alam, penyakit, predator alami, perburuan dan lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan model deterministik menjadi tidak relevan lagi untuk digunakan. Oleh karena itu kita perlu memperbaiki model deterministik menjadi model stokastik. Model stokastik memuat unsur acak atau ketidakpastian. Model Verhulst stokastik dirumuskan seperti model Verhulst deterministik dengan menambahkan faktor derau pada fungsi laju pertumbuhan, yakni. Model Verhulst deterministik sekarang menjadi:, Derau di dalam kalkulus stokastik dipandang sebagai derau putih Gaussian, yaitu turunan terhadap waktu dari gerak Brown. Jadi model Verhulst stokastik diberikan oleh: dengan adalah fungsi laju pertumbuhan berkaitan dengan model deterministik, koefisien difusi yang menyatakan seberapa besar derau atau gangguan yang mempengaruhi laju pertumbuhan populasi dan

23 7 adalah proses Wiener atau gerak Brown. Namun dalam skripsi ini akan dicari penyelesaian model Verhulst stokastik yang lebih sederhana, yaitu 4 5 dengan berturut-turut adalah konstanta laju pertumbuhan populasi berkaitan dengan suku deterministik dan stokastik. Dalam skripsi ini juga akan disajikan grafik penyelesaian model Verhulst deterministik dan stokastik dengan menggunakan Matlab atau Maple. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibicarakan pada skripsi ini adalah: 1. Bagaimana model Verhulst deterministik untuk pertumbuhan populasi dan beberapa pengembangannya dirumuskan, diselesaikan, dan dianalisa? 2. Bagaimana model Verhulst stokastik untuk pertumbuhan populasi dirumuskan dan diselesaikan? C. Batasan Masalah Skripsi ini dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut. 1. Model deterministik yang dibahas ialah model Verhulst serta beberapa pengembangannya, seperti model Verhulst dengan batas bawah, model Verhulst dengan laju pertumbuhan tidak konstan, model Schaefer (model pemanenan), dan model penyebaran teknologi. 2. Model stokastik yang dibahas ialah model Verhulst yang memuat derau yang berasal dari gerak Brown. 3. Baik model deterministik dan stokastik dibatasi pada populasi homogen, yakni populasi yang terdiri dari satu jenis spesies saja.

24 8 4. Model yang dibicarakan ialah model kontinu, yaitu menggunakan persamaan diferensial biasa tingkat satu. 5. Populasi pada model yang dibicarakan hanya menempati satu daerah yang tetap. D. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menyelesaikan dan menganalisa model pertumbuhan populasi Verhulst, baik yang bersifat deterministik maupun stokastik. E. Manfaat penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah kita dapat memahami dan menganalisa pertumbuhan populasi satu spesies dengan model matematika, khususnya dengan model Verhulst deterministik dan stokastik. Selain itu juga kita dapat memperkirakan besarnya populasi satu spesies di masa yang akan datang. F. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku atau jurnal-jurnal yang berkaitan dengan model pertumbuhan populasi Verhulst, baik deterministik maupun stokastik.

25 9 G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Persamaan Diferensial Biasa 1. Persamaan Diferensial 2. Persamaan Diferensial Linier 3. Persamaan Diferensial Variabel Terpisah B. Persamaan Diferensial Stokastik 1. Teori Peluang 2. Integral Ito 3. Persamaan Diferensial Stokastik BAB III MODEL VERHULST DETERMINISTIK A. Model Pertumbuhan Populasi Verhulst 1. Penyelesaian Model Verhulst 2. Analisa Kualitatif Model Verhulst

26 10 B. Beberapa Pengembangan Model Pertumbuhan Populasi Verhulst 1. Model Verhulst dengan Batas Bawah (Threshold) (Efek Allee) 2. Model Pemanenan Schaefer 3. Model Penyebaran Teknologi 4. Model Verhulst dengan Laju Pertumbuhan tidak Konstan BAB IV MODEL VERHULST STOKASTIK A. Model Pertumbuhan Stokastik yang Memuat Derau yang Berasal dari Gerak Brown B. Penyelesaian Model Verhulst Stokastik BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

27 BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Persamaan Diferensial Biasa 1. Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabelvariabel tak bebas dan turunan-turunannya terhadap variabel bebas. Secara umum, persamaan diferensial dikategorikan dalam dua kelas yaitu biasa dan parsial. Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang hanya melibatkan satu variabel bebas. Misal adalah fungsi satu variabel, dengan adalah variabel bebas dan adalah variabel tak bebas, maka suatu persamaan diferensial biasa dapat dinyatakan dalam bentuk: ( ) Jika maka persamaan diferensial di atas dinamakan persamaan diferensial homogen. Sementara itu, persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas. Definisi 2.1 Tingkat Persamaan Diferensial Tingkat atau order dari persamaan diferensial didefinisikan sebagai tingkat dari turunan tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial. 11

28 12 Contoh merupakan persamaan diferensial biasa tingkat satu. 2. merupakan persamaan diferensial biasa tingkat dua. 3. merupakan persamaan diferensial parsial tingkat satu. 4. merupakan persamaan diferensial parsial tingkat dua. 2. Persamaan Diferensial Linier Persamaan diferensial dikatakan linier jika: a) tidak ada perkalian antara variabel-variabel tak bebas dengan dirinya sendiri atau dengan turunan-turunannya, b) tidak ada fungsi transendental (trigonometri, logaritma, eksponensial, siklometri, hiperbolik) yang terlibat dari fungsi dalam variabelvariabel tak bebas. Persamaan diferensial yang tidak linier disebut persamaan diferensial tak linier. Sebagai contoh: - merupakan persamaan diferensial yang linier dalam. - merupakan persamaan diferensial yang tak linier dalam karena terdapat perkalian antara variabel tak bebas dengan turunannya, yaitu. - merupakan persamaan diferensial yang tidak linier karena memuat.

29 13 - merupakan persamaan diferensial yang tak linier karena terdapat perkalian antara variabel-variabel tak bebasnya, yaitu. Secara umum, persamaan diferensial linier tingkat satu dapat ditulis sebagai berikut: (2.1) dengan adalah fungsi yang kontinu, merupakan interval untuk dan merupakan interval untuk. Definisi 2.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial Fungsi terdiferensial dikatakan penyelesaian persamaan diferensial (2.1) pada sebuah interval dengan syarat untuk, apabila adalah fungsi yang terdiferensial kontinu pada, dan ( ), untuk. Definisi 2.3 Masalah Nilai Awal (Intial Value Problem) Masalah nilai awal adalah persamaan diferensial yang dilengkapi dengan data pada satu titik awal domain. Definisi 2.4 Penyelesaian Masalah Nilai Awal Misal dan diasumsikan kontinu pada. Kita katakan fungsi adalah penyelesaian masalah nilai awal: { (2.2)

30 14 pada interval dengan syarat, apabila adalah penyelesaian dari persamaan (2.1) pada, dan. Titik dinamakan titik awal untuk masalah nilai awal (2.2) dan dikatakan nilai awal untuk masalah nilai awal (2.2). 3. Persamaan Diferensial Variabel Terpisah Untuk mengidentifikasi persamaan diferensial variabel terpisah, pertama kita tulis persamaan diferensial tingkat satu (2.1) dalam bentuk: (2.3) dengan dan merupakan fungsi yang bergantung pada dan. Jika kita ambil adalah suatu fungsi yang hanya bergantung dan adalah sebuah fungsi yang hanya bergantung, maka persamaan (2.3) menjadi: (2.4) Persamaan (2.4) disebut persamaan diferensial variabel terpisah. Metode yang dipakai untuk menyelesaikan persamaan diferensial variabel terpisah dinamakan metode pemisahan variabel. Penyelesaian persamaan diferensial (2.4) dapat dicari dengan terlebih dahulu menuliskan dalam bentuk diferensial

31 15 Selanjutnya, integralkan masing-masing sukunya untuk suatu. Contoh 2.2 Temukan solusi persamaan diferensial : Jawab: Persamaan diferensial tersebut merupakan persamaan diferensial variabel terpisah. Misalkan dan. Langkah 1: bagi kedua ruas dengan, diperoleh: Langkah 2: Integralkan masing-masing suku, diperoleh: Definisi 2.5 Titik Ekuilibrium dari Persamaan Diferensial Diberikan persamaan diferensial sebagai berikut

32 16 Titik dimana disebut titik ekuilibrium jika untuk setiap. Dengan kata lain titik ekuilibrium terjadi saat Contoh 2.3 Diberikan persamaan diferensial sebagai berikut Syarat ekuilibrium yaitu Sehingga, titik ekuilibrium persamaan diferensial di atas yaitu dan. B. Persamaan Diferensial Stokastik Alasan munculnya kalkulus stokastik yaitu karena seringkali kita menjumpai situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya atau disebut unsur acak, sehingga metode-metode pada kalkulus deterministik tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Persamaan diferensial stokastik adalah persamaan diferensial yang memuat unsur acak yang biasa disebut derau (noise), yaitu: dengan merupakan sebuah proses stokastik, dan adalah fungsi-fungsi dua variabel, dan menyatakan gangguan atau unsur acak dari masalah yang bersangkutan. Pada skripsi ini akan dibahas yang

33 17 berasal dari gerak Brown, yaitu unsur acak atau gangguan yang memiliki variansi yang tak terbatas. 1. Teori Peluang Untuk menyelesaikan persamaan diferensial stokastik kita perlu mempelajari kalkulus Itô. Pertama, kita harus mengingat konsep dasar teori peluang. Definisi 2.6 Percobaan Acak (Random Experiment) Sebuah percobaan dikatakan acak apabila hasil dari percobaan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Definisi 2.7 Ruang Sampel (Sample Space) dan Titik Sampel (Sample Point) Himpunan, yaitu semua kemungkinan hasil dari percobaan acak dinamakan ruang sampel. Suatu anggota dinamakan titik sampel. Contoh 2.4 Pada sebuah percobaan pelemparan koin, kemungkinan hasil yang muncul adalah angka dan gambar". Jadi * +. dan disebut titik sampel. Definisi 2.8 Kejadian (Event) Sebuah kejadian adalah suatu koleksi dari hasil percobaan yang merupakan himpunan bagian dari ruang sampel. Definisi 2.9 Jika dan adalah kejadian dari ruang sampel, maka i. Gabungan dari dua kejadian dapat ditulis sebagai berikut * +

34 18 ii. Irisan dari dua kejadian dapat ditulis sebagai berikut * + iii. Komplemen suatu kejadian dapat ditulis sebagai berikut * + iv. Selisih suatu kejadian dapat ditulis sebagai berikut Definisi 2.10 Kejadian Saling Asing (Disjoint) Sepasang kejadian dan dikatakan saling asing jika Definisi 2.11 Peluang (Probability) Misal adalah kejadian pada ruang sampel berhingga, notasi peluang menyatakan peluang kejadian akan terjadi dan diberikan oleh: Definisi 2.12 Aljabar- ( -Algebra) Misal himpunan tak kosong. Aljabar- pada adalah koleksi himpunan bagian dari yang memenuhi: i. ii. jika, maka iii. jika, maka. Contoh 2.5 Koleksi berikut merupakan aljabar- dari himpunan bagian : 1. * +

35 19 2. * + untuk suatu dan 3. * + merupakan aljabar- terkecil pada, dan (himpunan kuasa dari ) merupakan aljabar- terbesar yang memuat semua himpunan bagian yang mungkin dari. Sedangkan * + untuk suatu dan bukan merupakan aljabar-, karena. Definisi 2.13 Ukuran Peluang (Probability Measure) M aljabar- pada himpunan tak kosong. Fungsi, ) disebut ukuran peluang jika memenuhi: i. Untuk sebarang kejadian,. ii.. iii. Jika, maka ( + Kesamaan berlaku jika adalah barisan himpunan yang saling asing. Definisi 2.14 Misal adalah aljabar- pada himpunan tak kosong dan ukuran peluang pada. i. disebut ruang terukur (measurable space) ii. Tripel ( ) disebut ruang peluang (probability space)

36 20 Teorema 2.1 Jika dan adalah kejadian dan adalah ruang sampel, maka i.. ii.. iii. Jika, maka. iv.. Lebih lanjut, jika dan saling asing maka Bukti: i. Karena maka. ii. Karena maka. iii. Karena dan, maka, -, - dan karena, -, maka diperoleh. iv. Kita punya dan himpunan-himpunan pada sisi kanan saling asing. Sehingga

37 21 Maka, -, - Jadi. Jika dan saling asing, maka. Kita memperoleh Contoh 2.6 Dari 52 kartu remi diambil sebuah kartu secara acak. Berapa peluang terambilnya sebuah kartu berbentuk hati atau As. Jawab: Misal adalah ruang sampel dengan, adalah kejadian terambilnya kartu hati dengan, dan adalah kejadian terambilnya kartu As dengan. Kejadian menyatakan kejadian kartu As berbentuk hati. Karena hanya ada satu kartu As yang berbentuk hati, maka ( ). Kita akan mencari peluang terambilnya sebuah kartu berbentuk hati atau As yaitu. Kita tahu bahwa satu dari kartu As berbentuk hati, maka. Dari teorema 2.1 (iv), kita dapatkan

38 22 Definisi 2.15 Kejadian Saling Bebas (Independent) Dua kejadian dan dikatakan saling bebas jika Definisi 2.16 Variabel Acak (Random Variable) Misal adalah ruang sampel, fungsi disebut variabel acak. Sebuah variabel acak dikatakan diskrit apabila atau terhitung (artinya terdapat fungsi bijektif ). Sedangkan jika tidak terhitung maka variabel acak dikatakan kontinu. Contoh 2.7 Pada sebuah percobaan pelemparan koin, kita tulis 1 untuk angka dan 0 untuk gambar". Jadi kita peroleh variabel acak * + untuk * +. Dengan kata lain * + adalah sebuah variabel acak diskrit. Definisi 2.17 Variabel Acak Saling Bebas (Independent) Dua variabel acak dan dikatakan saling bebas jika untuk setiap himpunan bagian yang mungkin dan dari. Hal ini berarti kejadian * + dan * + saling bebas. Dalam hal ini * + adalah notasi singkat untuk * +.

39 23 Definisi 2.18 Fungsi Densitas Peluang (Probability Density Function) Fungsi disebut fungsi densitas peluang dari variabel acak pada ruang peluang ( ) jika i., ; ii. untuk sebarang sedemikian sehingga ; iii.. Berikut adalah ilustrasi grafik dari fungsi densitas peluang. (i) ditunjukkan dengan kurva yang selalu berada di atas sumbu horizontal, (ii) dtunjukkan oleh daerah yang diarsir dan (iii) merupakan luas total area di bawah kurva. Gambar 2.1 Ilustrasi Grafik Fungsi Densitas Peluang. Definisi 2.19 Nilai Harapan (Expectation/ Mean/ Expectation Value) Nilai harapan dari sebuah variabel acak kontinu diberikan oleh: dimana adalah fungsi densitas peluang.

40 24 Nilai harapan dapat diintepretasikan sebagai rata-rata berbobot (weighted average) dari nilai pada ruang sampelnya. Teorema 2.2 Nilai Harapan Perkalian Dua Variabel Acak yang Saling Bebas Misal adalah dua variabel acak yang saling bebas, maka Bukti: Menurut definisi nilai harapan. Karena dan saling bebas maka dapat ditulis Definisi 2.20 Variansi (Variance) Misalkan adalah variabel acak kontinu, variansi dinotasikan dengan atau menyatakan ukuran dari variasi atau penyebaran distribusi peluang dari variabel acak dan didefinisikan oleh 0( ) 1, - Akar dari variansi disebut standar deviasi dari, yaitu

41 25 Definisi 2.21 Fungsi Distribusi (Distribution Function) Didefinisikan fungsi distribusi sebagai peluang variabel acak bernilai kurang dari atau sama dengan, yaitu Persamaan di atas mengakibatkan saat dan Definisi 2.22 Momen ke- Momen ke- suatu variabel acak yaitu. Definisi 2.23 Fungsi Pembangkit Momen (Moment-Generating Function) Fungsi pembangkit momen untuk suatu variabel acak didefinisikan sebagai berikut Fungsi pembangkit momen dikatakan ada jika terdapat konstanta positif sedemikian sehingga hingga untuk. Teorema 2.3 Jika ada, maka untuk sebarang bilangan bulat positif Bukti Teorema 2.2 dapat dilihat pada buku Mathematical Statistics with Applications karangan Dennis D. Wackerly, dkk, tahun 2008 halaman 139 (Teorema 3.12).

42 26 Definisi 2.24 Distribusi Normal (Normal Distribution) Suatu variabel acak dikatakan berdistribusi normal dengan rata-rata dan variansi (notasi: ) jika memiliki fungsi densitas peluang berbentuk Teorema 2.4 Misal adalah variabel acak berdistribusi normal, maka dan Bukti: Pertama kita cari fungsi pembangkit momen dari variabel acak yang berdistribusi normal, yaitu [ ] [ ] [ ]

43 27 0. / [. / ]. /. / Fungsi. / merupakan fungsi densitas peluang distribusi normal dengan rata-rata dan variansi, dan menurut definisi fungsi densitas peluang, maka. / Sehingga kita peroleh fungsi pembangkit momen distribusi normal yaitu Dengan menggunakan teorema 2.3, kita memperoleh

44 28 dan Selanjutnya akan ditunjukkan. 0( ) 1, - ( ) Catatan: Jika suatu variabel acak berdistribusi normal memiliki rata-rata dan variansi maka variabel acak dikatakan berdistribusi normal standar dan dinotasikan oleh. Definisi 2.25 Proses Stokastik (Stochastic Process) Proses stokastik * +, dengan adalah koleksi dari variabel acak yang terdefinisi pada ruang peluang ( ) yang terindeks dengan parameter.

45 29 Definisi 2.26 Lintasan Sampel (Sample Path) Untuk suatu, koleksi * + dinamakan lintasan sampel dari pada. Definisi 2.27 Aljabar- yang dibangkitkan oleh proses stokastik Untuk sebuah proses stokastik * +, aljabar- adalah aljabar- terkecil yang memuat semua himpunan yang berbentuk * ( ) + untuk setiap himpunan yang mungkin dari fungsi pada. Maka disebut aljabar- yang dibangkitkan oleh. Definisi 2.28 Proses stokastik * + dan * + pada ruang peluang dikatakan ekuivalen jika: * + untuk setiap. Kita katakan adalah versi dari, dan sebaliknya. Definisi 2.29 Filtrasi (Filtration) Filtrasi pada ruang terukur adalah koleksi aljabar- pada yang memenuhi: untuk setiap. Definisi 2.30 Proses stokastik dikatakan teradaptasi terhadap filtrasi (adapted to the filtration) ( ) jika:

46 30 untuk setiap. Fungsi disebut -terukur. Proses stokastik selalu teradaptasi terhadap filtrasi natural yang dibangkitkan oleh : Definisi 2.31 Gerak Brown (Brownian Motion) Proses stokastik dinamakan gerak Brown atau proses Wiener jika memenuhi kondisi-kondisi berikut: i.. ii. berdistribusi normal dengan rata-rata dan variansi untuk, artinya untuk setiap, dengan berlaku iii. adalah variabel acak-variabel acak yang saling bebas untuk. Dengan kata lain, mempunyai kenaikan yang saling bebas (independent increments) atau untuk setiap, dengan. iv. Mempunyai lintasan sampel yang kontinu, yakni untuk setiap fungsi, ) adalah fungsi kontinu. Berikut adalah contoh lintasan sampel gerak Brown.

47 31 Gambar 2.2 Contoh Lintasan Sampel Gerak Brown dengan. Sifat lintasan sampel gerak Brown: i. Kontinu dimana-mana tapi tidak terdiferensial dimana-mana, ii. Memiliki variasi fungsi yang tidak terbatas pada setiap interval kompak. Artinya untuk setiap interval tertutup dan terbatas, - berlaku dengan supremumnya diambil dari semua partisi yang mungkin pada, -. iii. Gerak Brown selalu teradaptasi terhadap filtrasi naturalnya. Bukti dapat dilihat pada buku Elementary Stochastic Calculus with Finance in View karangan Thomas Mikosch tahun 1998 halaman 36. Derau putih (white noise) didefinisikan sebagai turunan distribusi dari gerak Brown terhadap waktu, yakni

48 32 Pengertian derau putih sebagai turunan distribusi ini akan kita gunakan secara informal. Dari sini diperoleh bahwa derau putih adalah sebuah proses Gauss (berdistri-busi normal) dengan rata-rata dan variansi. Derau putih sering digunakan sebagai model matematika untuk gangguan acak yang bersifat saling bebas untuk tiap waktu yang berbeda dan memiliki fluktuasi yang besar. 2. Integral Itô Kita telah mengetahui bahwa lintasan sampel gerak Brown tidak terdiferensial dimana-mana dan memiliki variasi yang tak terbatas pada suatu interval kompak. Pada bagian ini akan ditunjukkan bahwa integral yang telah kita kenal yaitu integral Riemann ataupun integral Riemann- Stietjes tidak dapat digunakan untuk mengintegralkan fungsi dengan integratornya merupakan lintasan gerak Brown. Selanjutnya akan didefinisikan integral stokastik Itô sebagai alat untuk mengintegralkan fungsi yang memuat lintasan sampel gerak Brown. a. Integral Riemann Integral Riemann tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, karena sudah pernah kita pelajari pada kalkulus dasar. Pada bagian ini akan dijelaskan integral Riemann secara sederhana. Secara geometri, integral Riemann sering diintepretasikan sebagai jumlahan luas area yang dibentuk untuk mencari luas daerah yang dibatasi oleh suatu kurva. Berikut ini adalah ilustrasi secara geometri integral Riemann:

49 33 Gambar 2.3 Ilustrasi geometri integral Riemann., - Secara matematis, integral Riemann didefinisikan sebagai berikut. Misal adalah fungsi bernilai real yang terdefinisi pada interval, - dan misal * + dimana adalah partisi pada, -, kita katakan terintegral Riemann pada interval, - jika limit berikut ada: dengan dan, - disebut titik evaluasi (tag). Jumlahan disebut jumlahan Riemann.

50 34 Catatan: 1. Untuk menentukan jumlah partisi pada interval, - menjadi subinterval yang sama panjang, gunakan rumus 2. Jika terbatas pada, - atau berarti, - dan kontinu di sana kecuali pada sejumlah titik yang berhingga, maka terintegral Riemann pada, -. Lebih lanjut, jika kontinu pada seluruh interval, -, maka terintegral Riemann pada, -. Contoh 2.8 Hitung! Jawab: Bagi, - dalam buah subinterval yang sama panjang, yaitu masing-masing intervalnya memiliki panjang Kita peroleh

51 35 Jadi,. /, sehingga untuk setiap, - ( * ( * Berdasarkan kelinieran notasi sigma, kita peroleh Berdasarkan rumus jumlah khusus (lihat lampiran 2), kita peroleh [ ]

52 36 ( * Karena merupakan suatu partisi yang tetap, maka setara dengan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa [ ( *] Ada dua teorema penting penting dalam teori integral Riemann. Teorema 2.5 Teorema Dasar Kalkulus I Jika kontinu pada interval tertutup, - dan misal adalah sebuah titik pada ( ), maka Teorema 2.6 Teorema Dasar Kalkulus II Jika kontinu (dan terintegral Riemann) pada interval, - dan misal sebarang antiturunan pada pada, -, maka Bukti teorema dasar kalkulus pertama dan kedua dapat dilihat pada buku Calculus (9th Edition) karangan Dale Varberg, dkk tahun 2007 halaman 235 (Teorema A) dan 243 (Teorema A) berturut-urut.

53 37 Contoh 2.9 Gunakan teorema dasar kalkulus kedua untuk menghitung integral yang diberikan pada contoh sebelumnya! Jawab: Pada kita punya,, dan. Kita hitung dan sebagai berikut: Dengan teorema dasar kalkulus kedua, kita peroleh b. Integral Riemann-Stieltjes Integral Remann-Stieltjes merupakan integral Riemann yang diperumum. Integral ini melibatkan dua fungsi dan yang terdefinisi pada interval, -, dinotasikan. Jika kita ambil, maka kita peroleh integral Riemann. Definisi integral Riemann-Stieltjes dari terhadap serupa dengan integral Riemann. Misal adalah fungsi kontinu bernilai real yang terdefinisi pada interval, - dan adalah fungsi naik monoton yang terdefinisi pada interval, -. Misal * + dimana adalah partisi pada, -, kita katakan dikata-

54 38 kan terintegral Rieman-Stieltjes pada, - terhadap fungsi jika limit berikut ada ( ) dengan dan, - disebut titik evaluasi (tag). Contoh 2.10 Bagaimana jika kontinu dan naik monoton dengan kontinu, apakah ada? Jawab: Dengan menggunakan integral parsial, kita misalkan dan Kita peroleh: Karena kontinu dan kontinu dan naik monoton, maka terintegral Riemann-Stieltjes. Contoh 2.11 Jika dan keduanya kontinu pada, -, apakah ada?

55 39 Jawab: Belum tentu. Untuk menunjukkan hal ini, kita selidiki kasus, yakni apakah ada? Misalkan * + adalah partisi pada, -. Didefinisikan, - (2.5) yaitu jumlah Riemann-Stieltjes dengan titik evaluasi (batas kiri). Lihat ilustrasi berikut. Gambar 2.4 Ilustrasi Jumlahan Riemann-Stieltjes. Selanjutnya kita definisikan, - (2.6) yaitu jumlah Riemann-Stieltjes dengan titik evaluasi (batas kanan). Lihat ilustrasi berikut.

56 40 Gambar 2.5 Ilustrasi Jumlahan Riemann-Stieltjes. Misal, cek apakah? Dari (2.5) dan (2.6) kita peroleh, -, - *, -, -+, -, -, - (2.7) dan, -, - *, -, -+, -, -

57 41 (2.8) Dari persamaan (2.7) dan (2.8), kita memperoleh, - [, - ] (2.9) dan, - [, - ] (2.10) Perhatikan persamaan (2.7). Nilai, - disebut variasi kuadratik fungsi pada, -. Jadi jelas bahwa jika variasi kuadratik fungsi pada, - tidak sama dengan nol. Dengan kata lain, integral Riemann-Stieltjes berlaku jika variasi kuadratik fungsi pada, - sama dengan nol.

58 42 Bagaimana jika yaitu gerak Brown, apakah integral Riemann-Stieltjes memungkinkan untuk mencari? Berikut adalah sifat-sifat dasar dari gerak Brown. 1. Kontinu dimana-mana tetapi tidak terdiferensial dimana-mana. 2. Untuk sebarang, berdistribusi normal dengan rata-rata dan variansi. Untuk sebarang, * +. Bukti: Asumsikan, karena berdistribusi normal dan memiliki kenaikan yang saling bebas, maka ( ) Sifat distributif ( ) Kelinieran nilai harapan Definisi gerak Brown Definisi gerak Brown yang berarti sama dengan * Untuk yang tetap, proses stokastik juga merupakan gerak Brown. 4. Untuk sebarang bilangan real, proses stokastik juga merupakan gerak Brown. 5. Variasi kuadratik pada setiap interval, - adalah. Untuk melihat hal ini, perhatikan teorema berikut:

59 43 Teorema 2.7 Misal * + adalah partisi dari interval kompak, -. Maka: (2.11) pada dengan. Dengan * + Bukti: Ingat bahwa dan misalkan 0 1 (2.12) dengan. Maka: (2.13) untuk, dan karena mempunyai kenaikan yang saling bebas dan. Di sisi lain, (lihat lampiran 3) dan untuk pada persamaan (2.13), diperoleh 2 3

60 44 Sehingga, dari persamaan (2.13) kita memperoleh saat. Hal ini menunjukkan bahwa konvergen ke 0 di. Dan dari persamaan (2.12), mengakibatkan persamaan (2.11) terpenuhi. Pada gerak Brown, kita mempunyai dan dengan titik evaluasi untuk yaitu pada dan pada. Kita mempunyai dan

61 45 Kita memperoleh [ ] dan [ ] Menggunakan teorema 2.7, kita peroleh [ ] dan [ ] Sehingga kita dapatkan variasi kuadratik dari gerak Brown yaitu [ ] [ ] Jadi integral Riemann-Stieltjes tidak bisa dipakai untuk mendefinsikan integral fungsi terhadap gerak Brown. Oleh karena itu muncullah teori integral stokastik yang pertama kali diperkenalkan oleh matematikawan Jepang Kiyoshi Itô pada tahun Tujuannya ialah jika diberikan sebarang proses stokastik dengan

62 46 sifat-sifat tertentu dan diberikan gerak Brown, kita ingin mendefinisikan integral stokastik dengan, -. Integral tersebut selanjutnya dikenal dengan nama integral Itô. c. Integral Itô Persamaan diferensial yang memuat derau: dengan merupakan suatu fungsi dan diintepretasikan sebagai turunan dari gerak Brown yaitu. Persamaan tersebut dapat kita tulis atau jika ditulis dalam bentuk diferensial kita peroleh persamaan diferensial stokastik: Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan integral sebagai berikut:

63 47 Disini merupakan bentuk integral Riemann, sedangkan merupakan bentuk integral Itô yang didefinisikan sebagai integral sebuah fungsi dari proses stokastik terhadap gerak Brown. Selanjutnya, akan dikonstruksikan integral Itô. Definisi 2.32 Misal merupakan aljabar- yang dibangkitkan oleh variabel acak. Untuk, didefinisikan kelas dari fungsi, ) yang memenuhi i. teradaptasi-. ii Misal menotasikan semua himpunan dari fungsi tangga di, yaitu fungsi yang berbentuk dengan, untuk partisi. Didefinisikan integral Itô untuk fungsi tangga sebagai berikut, -

64 48 Lemma 2.1 Sifat-Sifat Integral Itô Untuk sebarang dan, integral Itô memenuhi i., - bersifat terukur-, ii. (, -) iii.,(, -) -, -, iv., -, -, -. Lemma 2.2 Ruang padat di. Artinya yaitu untuk setiap terdapat barisan * + di dalam sehingga. Bukti Lemma 2.1 dan 2.2 dapat dilihat di Lecture Notes Stochastic Differential Equations karangan Thomas Önskog tahun 2009 pada halaman 21 (Lemma 3.4) dan 22 (Lemma 3.5) berturut-urut. Definisi 2.33 Itô integral dari didefinisikan oleh dengan limitnya berada di dan * + adalah barisan dari fungsi di sedemikian sehingga, - jika.

65 49 Contoh 2.12 Hitung integral. Jawab: Misal adalah partisi dari interval, -. Pilih dengan. Maka 6 7 * + [. / ] [ [( * ( *] ( * jika.

66 50 Sehingga kita tahu bahwa. / dengan. Sekarang perhatikan Dari persamaan di atas, kita memperoleh 0 1 Menurut teorema 2.7, sehingga Sehingga kita peroleh

67 51 Teorema 2.8 Rumus Itô Misal adalah proses Itô yang diberikan oleh: dan (, ) ) yaitu fungsi yang terdiferensial kontinu dua kali pada, ). Maka, juga merupakan proses Itô, dan berlaku dengan dihitung berdasarkan aturan: Bukti teorema Rumus Itô dapat dilihat pada buku Stochastic Differential Equations. An Introduction with Applications karangan Bernt Øksendal tahun 2003 halaman 44 (Teorema 4.1.2). Bentuk Integral dari Rumus Itô Dengan mengintegralkan rumus Itô terhadap variabel waktu dari sampai kita memperoleh 6 7 Contoh 2.13 Hitung: a.

68 52 b. Jawab: a. Pilih, maka dan dari rumus Itô kita memperoleh 6 7 ( * Sehingga diperoleh b. Pilih, maka dan dari rumus Itô diperoleh 6 7 ( * Sehingga kita memperoleh

69 53 Teorema 2.9 Teorema Fundamental Kalkulus Itô Misal adalah antiderivatif atau integral tak tentu dalam variabel dari fungsi kontinu dengan dan kontinu, maka berlaku: [ ] Khususnya, jika tidak bergantung waktu, yakni, maka Teorema di atas merupakan bentuk lain dari Rumus Itô jika mempunyai antiturunan. Contoh 2.14 Hitung! Jawab: Jika maka dan Dengan menggunakan metode integral parsial, kita misalkan dan maka

70 54 untuk. Jadi menurut Teorema Fundamental Kalkulus Itô kita memperoleh Berdasarkan contoh 2.12 (b), kita memperoleh 4 5 Sehingga diperoleh ( * 3. Persamaan Diferensial Stokastik berbentuk: Persamaan diferensial stokastik ialah persamaan diferensial yang

71 55 (2.14) dengan ( ) adalah variabel acak yang merupakan penyelesaian dari persamaan tersebut, adalah gerak Brown, adalah koefisien bagian deterministik dan adalah koefisien bagian stokastik. Fungsi-fungsi dan selalu diasumsikan memenuhi sifat-sifat terbatas dan kontinu agar teorema eksistensi dan ketunggalan penyelesaian berlaku. (Lihat buku Stochastic Differential Equations An Introduction with Applications karangan Bernt Øksendal halaman 66 (Teorema 5.2.1)). Proposisi 2.1 Persamaan Diferensial Stokastik Linier Persamaan diferensial stokastik linier: ( ) ( ) (2.15) dengan nilai awal mempunyai penyelesaian umum: 4 ( ) 5 dengan 4 ( ( ) * 5 Lihat Lecture Notes Stochastic Differential Equations karangan Thomas Önskog tahun 2009 halaman 36 (Proposisi 4.2).

72 56 Kita juga bisa meyelesaikan persamaan diferensial stokastik tak linier: (2.16) dengan mengambil transformasi, dimana adalah fungsi yang memiliki invers (paling tidak pada interval tertutup, - ) dan linier. Sekarang, kita evaluasi nilai dengan menggunakan rumus Itô:, -, -, - karena dan, maka ( ) 6 ( ) 7 (2.17) Misal, maka:

73 57 ( ) (2.18) dan (2.19)

74 BAB III MODEL VERHULST DETERMINISTIK Model populasi untuk satu spesies dikemukakan pertama kali oleh Malthus. Modelnya diberikan oleh masalah nilai awal:, (3.1) dengan t adalah variabel waktu, r adalah konstanta laju pertumbuhan yang besarnya adalah, dan banyaknya individu di dalam populasi pada waktu t. Dengan metode pemisahan variabel model pertumbuhan populasi (3.1) dapat diselesaikan sebagai berikut: (3.2) Integralkan kedua ruas persamaan (3.2): ( ) dengan. Jadi, Misal, maka: (3.3) Subtitusikan nilai awal ke persamaan (3.3) untuk mendapatkan nilai yang memenuhi: 58

75 59 (3.4) Substitusikan persamaan (3.4) ke (3.3), diperoleh: yang menandakan bahwa pertumbuhan populasi bertumbuh secara eksponensial dan besarnya bergantung pada kondisi awal, konstanta laju pertumbuhan r dan waktu t. Oleh karena itu model Malthus disebut juga model eksponensial. Model eksponensial tidak realistis, sebab untuk, tidak mungkin suatu populasi bertumbuh secara eksponensial tanpa batas. Sebagai ilustrasi, jika diambil t menuju tak hingga, maka diperoleh juga menuju tak hingga. Grafik model Malthus ditunjukan oleh Gambar 3.1, sebagai berikut: Gambar 3.1 Grafik Penyelesaian Model Malthus saat.

76 60 Terdapat pengembangan model Malthus yang cukup terkenal, yaitu model Gompertz yang biasanya digunakan untuk memodelkan pertumbuhan tanaman, penyebaran penyakit tumor, dan lain sebagainya. Berikut akan dibahas penyelesaian dan analisa kestabilan titik ekuilibrium model Gompertz. Model Gompertz berbentuk masalah nilai awal sebagai berikut:, (3.5) dengan t adalah variabel waktu, adalah konstanta laju pertumbuhan, adalah banyaknya individu di dalam populasi pada waktu t, dan adalah konstanta positif yang menunjukkan seberapa cepat penyelesaian model Gompertz menuju ke kestabilan asimtotik. Kita juga dapat menyatakan sebagai laju perubahan besarnya populasi. a. Penyelesaian Dengan metode pemisahan variabel model Gompertz (3.5) dapat ditulis: (3.6) Integralkan kedua ruas persamaan (3.6): ( ) untuk suatu. Jadi,

77 61 Misal, maka: (3.7) Subtitusikan nilai awal ke persamaan (3.7) untuk mendapatkan nilai yang memenuhi: (3.8) Substitusikan persamaan (3.8) ke (3.7), diperoleh: b. Analisa Kualitatif 1) Analisa Penyelesaian Model Gompertz Penyelesaian model Gompertz (3.43) diberikan oleh: (3.9) Perilaku jangka panjang dari penyelesaian model Gompertz diberikan oleh:

78 62 Dengan kata lain penyelesaian model Gompertz akan menuju suatu nilai yang bergantung pada nilai awal, konstanta, dan konstanta. Berikut grafik penyelesaian model Gompertz untuk beberapa nilai awal yang berbeda. Gambar 3.2 Grafik Penyelesaian Model Gompertz dengan dan. Akan ditunjukkan pula grafik penyelesaian model Gompertz untuk beberapa nilai konstanta laju pertumbuhan yang berbeda.

79 63 Gambar 3.3 Grafik Penyelesaian Model Gompertz dengan dan. Selanjutnya akan disajikan grafik penyelesaian model Gompertz untuk beberapa nilai konstanta yang berbeda. Gambar 3.4 Grafik Penyelesaian Model Gompertz dengan dan.

80 64 2) Analisa Kestabilan Titik Ekuilibrium Model Gompertz Syarat ekuilibrium yaitu Sehingga model Gompertz menjadi: Jelas bahwa titik ekuilibrium tersebut tidak stabil sebab untuk sebarang nilai awal penyelesaiannya bergerak menjauhi nol ketika. Selanjutnya, model Malthus dikembangkan lagi oleh seorang matematikawan Belgia bernama Pierre-François Verhulst (1838) dan modelnya disebut model Verhulst atau model logistik. Model ini dinamakan logistik sebab pada model Verhulst sudah mempertimbangkan aspek logistik yaitu keterbatasan kapasitas alam untuk menghidupi populasi. Berikut akan dibahas penyelesaian sekaligus analisa model Verhulst dan beberapa pengembangannya. A. Model Pertumbuhan Populasi Verhulst Model Verhulst merupakan salah satu modifikasi dari model Malthus. Inspirasi munculnya model Verhulst yakni karena solusi pada model Malthus tidak realistik, yaitu naik atau turun secara eksponensial. Sebagai contoh, untuk populasi manusia pada suatu negara, tidak mungkin dalam jangka waktu yang lama, banyaknya populasi manusia mendekati tak hingga, sebab alam memiliki keterbatasan ruang, makanan ataupun daya dukung lainnya. Model Verhulst juga disebut sebagai model logistik, yaitu:

81 65, 4 5 (3.10) dengan t adalah variabel waktu, r adalah konstanta laju pertumbuhan, adalah banyaknya individu dalam populasi pada waktu t, dan K adalah kapasitas ambang atau kemampuan maksimum alam untuk menghidupi populasi. 1. Penyelesaian Model Verhulst Model Verhulst (3.10) dapat ditulis menjadi: ( * (3.11) Dengan menggunakan metode pecahan parsial, ruas kiri persamaan (3.11) dapat ditulis: ( * ( ( *, (3.12) Akan dicari nilai dan yang memenuhi (3.12). ( * ( ( * * ( *. / ( *

82 66 Dari persamaan di atas diperoleh: (3.13) dan Karena, maka: (3.14) Substitusikan (3.13) dan (3.14) ke (3.12): ( * ( ( *, (3.15) Persamaan (3.11) menjadi: ( ( *, ( * (3.16) Integralkan kedua ruas persamaan (3.16): ( ( * ) ( *

83 67 ( ) untuk suatu. ( ) 4 5 ( ) Misal, maka Kalikan kedua ruas dengan, diperoleh: ( ) (3.17) Subtitusikan nilai awal ke persamaan (3.17) untuk mendapatkan nilai yang memenuhi:

84 68 (3.18) Substitusikan persamaan (3.18) ke persamaan (3.17) untuk memperoleh. /. /

85 69 2. Analisa Kualitatif Model Verhulst a. Analisa Penyelesaian Model Verhulst Dari perhitungan di atas kita memperoleh penyelesaian model Verhulst adalah. / (3.19) Penyelesaian tersebut lebih realistis dibandingkan dengan penyelesaian model Malthus, sebab jika diambil nilai t menuju tak hingga, maka diperoleh:. / Hal ini berarti populasi akan bertumbuh secara asimtotik ke K saat t menuju tak hingga. Akan dicari titik ekuilibrium dari model Verhulst, yaitu: Kita memperoleh 4 5 atau 4 5

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh : Agung Christian

Lebih terperinci

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL oleh ASRI SEJATI M0110009 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

HUKUM ITERASI LOGARITMA. TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM.

HUKUM ITERASI LOGARITMA. TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM. HUKUM ITERASI LOGARITMA TUGAS AKHIR untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana sains SORTA PURNAWANTI NIM. 00290 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI PELUANG

DASAR-DASAR TEORI PELUANG DASAR-DASAR TEORI PELUANG Herry P. Suryawan 1 Ruang Peluang Definisi 1.1 Diberikan himpunan tak kosong Ω. Aljabar-σ (σ-algebra pada Ω adalah koleksi subhimpunan A dari Ω dengan sifat (i, Ω A (ii jika A

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

FILTER KALMAN SKRIPSI

FILTER KALMAN SKRIPSI FILTER KALMAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Disusun oleh: Auxilia Maria Aroran NIM: 123114004 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

APLIKASI METODE KAPLAN MEIER UNTUK MENDUGA SELANG WAKTU KETAHANAN HIDUP (Studi Kasus: Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta)

APLIKASI METODE KAPLAN MEIER UNTUK MENDUGA SELANG WAKTU KETAHANAN HIDUP (Studi Kasus: Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta) APLIKASI METODE KAPLAN MEIER UNTUK MENDUGA SELANG WAKTU KETAHANAN HIDUP (Studi Kasus: Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta) Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

MODEL STOKASTIK PERTUMBUHAN POPULASI (PURE BIRTH PROCESS)

MODEL STOKASTIK PERTUMBUHAN POPULASI (PURE BIRTH PROCESS) Jurnal Euclid, Vol. 4, No. 1, p.675 MODEL STOKASTIK PERTUMBUHAN POPULASI (PURE BIRTH PROCESS) Surya Amami Pramuditya 1, Tonah 2 1,2 Pendidikan Matematika FKIP Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon amamisurya@fkip-unswagati.ac.id

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN MSE PENDUGA KERNEL SERAGAM FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

KEKONVERGENAN MSE PENDUGA KERNEL SERAGAM FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT KEKONVERGENAN MSE PENDUGA KERNEL SERAGAM FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT Ro fah Nur Rachmawati Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SIMULASI MONTE CARLO UNTUK PENILAIAN OPSI PUT AMERIKA

BAB V IMPLEMENTASI SIMULASI MONTE CARLO UNTUK PENILAIAN OPSI PUT AMERIKA BAB V IMPLEMENTASI SIMULASI MONTE CARLO UNTUK PENILAIAN OPSI PUT AMERIKA 5.1 Harga Saham ( ( )) Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa opsi Amerika dapat dieksekusi kapan saja saat dimulainya kontrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Ilmu pengetahuan merupakan hal yang mengalami perkembangan secara terus-menerus. Diantaranya teori integral yaitu ilmu bidang matematika analisis yang

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hasil percobaan yang berbeda dan masing-masing mempunyai. itu menyusun kejadian, maka probabilitas kejadian

BAB II KAJIAN TEORI. hasil percobaan yang berbeda dan masing-masing mempunyai. itu menyusun kejadian, maka probabilitas kejadian BAB II KAJIAN TEORI A. Probabilitas Teorema 2.1 (Walpole, 1992) Probabilitas menunjukan suatu percobaan mempunyai hasil percobaan yang berbeda dan masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk terjadi,

Lebih terperinci

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN EKSISTENSI SOLUSI LOKAL DAN KETUNGGALAN SOLUSI MASALAH NILAI AWAL PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDAAN Muhammad Abdulloh Mahin Manuharawati Matematika, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Matematika, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dianggap mendekati normal dengan mean μ = μ dan variansi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dianggap mendekati normal dengan mean μ = μ dan variansi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang melambangkan kemajuan zaman. Oleh karena itu matematika banyak digunakan oleh cabang ilmu lain

Lebih terperinci

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah ANALISIS KOMPLEKS Pendahuluan Bil Kompleks Bil Riil Bil Imaginer (khayal) Bil Rasional Bil Irasional Bil Pecahan Bil Bulat Sistem Bilangan Kompleks Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + Untuk maka bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER µ DAN σ 2 PADA DISTRIBUSI EKSPONENSIAL TERGENERALISIR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN FUNGSI PEMBANGKIT MOMEN SKRIPSI

ESTIMASI PARAMETER µ DAN σ 2 PADA DISTRIBUSI EKSPONENSIAL TERGENERALISIR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN FUNGSI PEMBANGKIT MOMEN SKRIPSI ESTIMASI PARAMETER µ DAN σ 2 PADA DISTRIBUSI EKSPONENSIAL TERGENERALISIR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN FUNGSI PEMBANGKIT MOMEN SKRIPSI GHAZALI WARDHONO 090823040 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komoditas, model pergerakan harga komoditas, rantai Markov, simulasi Standard

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komoditas, model pergerakan harga komoditas, rantai Markov, simulasi Standard BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa tinjauan mengenai teori yang diperlukan dalam pembahasan bab-bab selanjutnya antara lain tentang kontrak berjangka komoditas, model pergerakan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Statistika Pemodelan Sistem

Dasar-dasar Statistika Pemodelan Sistem Dasar-dasar Statistika Pemodelan Sistem Kuliah Pemodelan Sistem Semester Genap 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U Januari 2016 MZI (FIF Tel-U) Statistika Pemodelan Januari 2016

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

II. LANDASAN TEORI. 2. P bersifat aditif tak hingga, yaitu jika dengan. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang II. LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI PEMANGSA-MANGSA MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN TESIS diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Disusun

Lebih terperinci

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya ANALISIS KESTABILAN DAN MEAN DISTRIBUSI MODEL EPIDEMIK SIR PADA WAKTU DISKRIT Arisma Yuni Hardiningsih 1206 100 050 Dosen Pembimbing : Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada Bab II, selanjutnya pada bab ini akan dipelajari gagasan mengenai fungsi terukur Lebesgue. Gagasan mengenai

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T. DESKRIPSI MATA KULIAH TK-... Matematika Dasar: S1, 3 SKS, Semester I Mata kuliah ini merupakan kuliah dasar. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika

Lebih terperinci

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T.

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Pendidikan Teknik Elektro/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T. DESKRIPSI MATA KULIAH TK-301 Matematika: S1, 3 SKS, Semester I Mata kuliah ini merupakan kuliah dasar. Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep matematika dan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Analisis merupakan salah satu cabang matematika yang mempelajari antara lain barisan, limit, deret, kekontinuan, kekonvergenan, integral, dan yang lainnya.

Lebih terperinci

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I 7 INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Memahami konsep dasar integral, teorema-teorema, sifat-sifat, notasi jumlah, fungsi transenden dan teknik-teknik pengintegralan. Materi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT MENGGUNAKAN METODE TIPE KERNEL

PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT MENGGUNAKAN METODE TIPE KERNEL PENDUGAAN FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT MENGGUNAKAN METODE TIPE KERNEL Ro fah Nur Rachmawati Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Binus University Jl.

Lebih terperinci

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari. 6.. Proses Kelahiran Murni Dalam bab ini, akan dibahas beberapa contoh penting dari waktu kontinu, state diskrit, proses Markov. Khususnya, dengan kumpulan dari variabel acak {;0 } di mana nilai yang mungkin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, banyak permasalahan yang dapat dimodelkan dengan proses stokastik. Proses stokastik dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses stokastik dengan waktu

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI

KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR. Oleh : M.LUTHFI RUSYDI KENDALI OPTIMAL PERMAINAN NON-KOOPERATIF KONTINU SKALAR DUA PEMAIN DENGAN STRATEGI NASH TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Matematika Oleh

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang. 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran

II LANDASAN TEORI. 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang. 2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran II LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan sering kali diperlukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul akan diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ( )

BAB I PENDAHULUAN ( ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas dan dituliskan dengan

Lebih terperinci

Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD.

Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Catatan Kuliah AK5161 Matematika Keuangan Aktuaria Insure and Invest! Dosen: Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan Statistika - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2014 1 Tentang AK5161 Matematika

Lebih terperinci

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY Skripsi Diajukan untuk Menempuh Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran Kurikulum 6/1 matematika K e l a s XI LIMIT ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat mendeskripsikan konsep it fungsi aljabar dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci

RPS MATA KULIAH KALKULUS 1B

RPS MATA KULIAH KALKULUS 1B RPS MATA KULIAH KALKULUS 1B CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH: 1. Mempunyai pengetahuan dibidang matematika, statistika, komputasi (algoritma), dan pengetahuan dasar dalam menyelesaikan permasalahan dibidang

Lebih terperinci

STATISTIKA UNIPA SURABAYA

STATISTIKA UNIPA SURABAYA MATEMATIKA STATISTIKA (MATHEMATICAL STATISTICS) GANGGA ANURAGA Materi : Distribusi variabel random Teori Himpunan Fungsi Himpunan Fungsi Himpunan Peluang Variabel Random Fungsi Kepadatan Peluang Fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan beberapa definisi dan teorema yang digunakan dalam pembahasan berikutnya. 2.1 Teori Peluang Definisi 2.1.1 (Percobaan Acak) (Ross 2000) Suatu percobaan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n MENGGUNAKAN TEOREMA TONELLI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n MENGGUNAKAN TEOREMA TONELLI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n MENGGUNAKAN TEOREMA TONELLI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana S-1 Oleh : NURWIYATI 0901060149 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Masalah Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen pada interval dengan fungsi intensitas yang tidak diketahui. Fungsi intensitas diasumsikan terintegralkan lokal

Lebih terperinci

Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter

Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter Jurnal ILMU DASAR, Vol.14, No,2, Juli 2013 : 85-90 85 Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter Solution Estimation of Logistic Growth Model with Ensemble Kalman Filter

Lebih terperinci

Integral Baire-1 Stieltjes, Henstock-Stieltjes dan Riemann-Stieltjes. The Stieltjes Integrals of Baire-1, Henstock and Riemann

Integral Baire-1 Stieltjes, Henstock-Stieltjes dan Riemann-Stieltjes. The Stieltjes Integrals of Baire-1, Henstock and Riemann Integral Baire-1 Stieltjes, Henstock-Stieltjes dan Riemann-Stieltjes Kalfin D Muchtar 1, Jullia Titaley 2, Mans L Mananohas 3 1 Program Studi Matematika, FMIPA, UNSRAT Manado, kalfin_muchtar@yahoocom 2

Lebih terperinci

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN

Asimtot.wordpress.com FUNGSI TRANSENDEN FUNGSI TRANSENDEN 7.1 Fungsi Logaritma Asli 7.2 Fungsi-fungsi Balikan dan Turunannya 7.3 Fungsi-fungsi Eksponen Asli 7.4 Fungsi Eksponen dan Logaritma Umum 7.5 Pertumbuhan dan Peluruhan Eksponen 7.6 Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keputusan yang nyata biasanya dibuat dalam keadaan ketidakpastian. Untuk memodelkan ketidakpastian, selama ini digunakan teori probabilitas yang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I INTEGRAL TAK TENTU

BAB I INTEGRAL TAK TENTU BAB I INTEGRAL TAK TENTU TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menentukan pengertian integral sebagai anti turunan. 2. Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA NONLINIER ORDE DUA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ilmiah. Pencacahan atau pengukuran karakteristik suatu objek kajian yang

BAB II LANDASAN TEORI. ilmiah. Pencacahan atau pengukuran karakteristik suatu objek kajian yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Peluang Pada dasarnya statistika berkaitan dengan penyajian dan penafsiran hasil yang berkemungkinan (hasil yang belum dapat ditentukan sebelumnya) yang muncul dalam

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA (Bekal untuk Para Sarjana dan Magister Matematika) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. December 26, 2007 Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Apakah masuk akal untuk membahas luas daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Integral Riemann-Stieltjes, Fractional Brownian Motion, nilai indeks saham

ABSTRAK. Kata kunci : Integral Riemann-Stieltjes, Fractional Brownian Motion, nilai indeks saham Judul Nama : Pendekatan Integral Riemann-Stieltjes pada Fungsi Fractional Brownian Motion : Sherly Octavia Bouk Pembimbing : 1. Luh Putu Ida Harini, S.Si., M.Sc. 2. Kartika Sari, S.Si., M.Sc. ABSTRAK Integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan, kedokteran, teknik mesin, software komputer, bahkan militer

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan, kedokteran, teknik mesin, software komputer, bahkan militer BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Statistika merupakan salah satu ilmu matematika yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Di dalamnya mencakup berbagai sub pokok-sub pokok materi yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2) INTEGRAL, Vol. 1 No. 1, Maret 5 FUNGSI DELTA DIRAC Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi ) 1) Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PERTUMBUHAN LOGISTIK DENGAN MEMPERHATIKAN LAJU INTRINSIK

PENERAPAN MODEL PERTUMBUHAN LOGISTIK DENGAN MEMPERHATIKAN LAJU INTRINSIK PENERAPAN MODEL PERTUMBUHAN LOGISTIK DENGAN MEMPERHATIKAN LAJU INTRINSIK Andrian Guntur Nugrahanto, Respatiwulan dan Siswanto Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Kalkulus: Fungsi Satu Variabel Oleh: Prayudi Editor: Kartono Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2006 Hak Cipta 2005 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Distribusi eksponensial tergenaralisir (Generalized Eponential Distribution) pertama kali diperkenalkan oleh Gupta dan Kundu pada tahun 1999. Distribusi ini diambil

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world Catatan Kuliah MA20 KALKULUS 2A Do maths and you see the world disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 203 Catatan kuliah ini ditulis

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI IDENTITAS MAHASISWA NAMA NPM KELOMPOK : : : DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Bilangan

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS)

MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS) MODEL EPIDEMI STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED SUSCEPTIBLE (SIS) oleh SILVIA KRISTANTI M0109060 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Program Studi: Statistika Fakultas: Sains dan Matematika Mata Kuliah: Kalkulus I Kode: AST21-312 SKS: 3 Sem: I Dosen Pengampu: Drs. Agus Rusgiyono, M.Si., Sutrisno, S.Si,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 6: Rantai Markov Waktu Kontinu Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Pendahuluan Rantai Markov Waktu Kontinu Pendahuluan Pada bab ini, kita akan belajar mengenai

Lebih terperinci

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA

RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA RATA-RATA KUADRAT SESATAN PENDUGA REGRESI DENGAN KOMBINASI LINIER DUA VARIABEL BANTU PADA SAMPEL ACAK SEDERHANA oleh INTAN LISDIANA NUR PRATIWI NIM. M0110040 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, Lecture 4. Limit B A. Continuity Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada, (2) lim f(x) ada, (3) lim f(x) =

Lebih terperinci

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL BAB V. INTEGRAL Anti-turunan dan Integral TakTentu Persamaan Diferensial Sederhana Notasi Sigma dan Luas Daerah di Bawah Kurva Integral Tentu Teorema Dasar Kalkulus Sifat-sifat Integral Tentu Lebih Lanjut

Lebih terperinci

KALKULUS INTEGRAL 2013

KALKULUS INTEGRAL 2013 KALKULUS INTEGRAL 0 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI MATA KULIAH Isi pokok mata kuliah ini memuat pemahaman tentang: () Anti turunan: pengertian anti turunan, teorema-teorema, dan teknik anti turunan, () Integral

Lebih terperinci

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah SILABUS Nama Sekolah : SMA PGRI 1 AMLAPURA Mata Pelajaran : MATEMATIKA Kelas/Program : XII / IPA Semester : 1 STANDAR KOMPETENSI: 1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah. KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MUG1A4 KALKULUS 1 Disusun oleh: Jondri, M.Si. PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS INFORMATIKA TELKOM UNIVERSITY LEMBAR PENGESAHAN Rencana Semester (RPS) ini

Lebih terperinci

MODEL BLACK-SCHOLES HARGA OPSI BELI TIPE EROPA DENGAN PEMBAGIAN DIVIDEN

MODEL BLACK-SCHOLES HARGA OPSI BELI TIPE EROPA DENGAN PEMBAGIAN DIVIDEN MODEL BLACK-SCHOLES HARGA OPSI BELI TIPE EROPA DENGAN PEMBAGIAN DIVIDEN oleh RETNO TRI VULANDARI M0106062 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass

Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass Jurnal Matematika, Statistika & Komputasi 1 Penerapan Aproksimasi Fejer dalam Membuktikan Teorema Weierstrass Islamiyah Abbas 1, Naimah Aris 2, Jusmawati M 3. Abstrak Dalam skripsi ini dibahas pembuktian

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Penentuan nilai suku bunga menggunakan metode Cox Ingersoll Ross

BAB III PEMBAHASAN. A. Penentuan nilai suku bunga menggunakan metode Cox Ingersoll Ross BAB III PEMBAHASAN A. Penentuan nilai suku bunga menggunakan metode Cox Ingersoll Ross Dalam perkembangan ekonomi, suku bunga konstan dianggap kurang efektif, maka diperlukannya model yang bisa memprediksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

FUNGSI BERVARIASI TERBATAS DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI

FUNGSI BERVARIASI TERBATAS DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI FUNGSI BERVARIASI TERBATAS DAN SIFAT-SIFATNYA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70

Matematika I: APLIKASI TURUNAN. Dadang Amir Hamzah. Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I / 70 Matematika I: APLIKASI TURUNAN Dadang Amir Hamzah 2015 Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 1 / 70 Outline 1 Maksimum dan Minimum Dadang Amir Hamzah Matematika I Semester I 2015 2 / 70 Outline

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT. Kuliah 2 Sinyal Acak

SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT. Kuliah 2 Sinyal Acak TK 403 SISTM PNGOLAHAN ISYARAT Kuliah Sinyal Acak Indah Susilawati, S.T., M.ng. Program Studi Teknik lektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 009 KULIAH SISTM PNGOLAHAN

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci