PENDAHULUAN Drs. C. Jacob, M.Pd

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Drs. C. Jacob, M.Pd"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Umum Untuk mengerti matematika tertulis, kita harus mengerti aa yang membuat suatu argumen matematis benar, yaitu, suatu bukti. Untuk elajaran matematika, seseorang erlu untuk mengonstruksi argumen matematis dan sesungguhnya belum membaca enjelasan rinci. Hal ini jelas wajib mengerti suatu teknik yang digunakan untuk mengonstruksi bukti. Tujuan enulisan ini adalah untuk mengajar aa yang membuat suatu argumen matematis benar, dan untuk memberikan siswa alat yang dierlukan untuk mengonstruksi argumen ini. Banyak ernyataan matematis menuntut suatu sifat benar untuk semua bilangan bulat ositif. Contoh ernyataan seerti itu adalah untuk setia n 3 bilangan bulat ositif n: n! < n, n n daat dibagi dengan 3; dan jumlah n (n n(n + ) ) dari n bilangan bulat ositif ertama adalah 2. Tujuan utama enulisan 2 ini adalah untuk memberikan siswa mengerti induksi matematis dengan teliti atau cermat, yang digunakan untuk bukti hasil jenis ini. Kita telah mengetahui bersama bahwa untuk menyatakan himunan, barisan, dan fungsi adalah secara ekslisit. Yakni, kita menggambarkan himunan dengan mendaftarkan elemen-elemennya atau dengan memberikan suatu sifat yang mengklasifikasikan elemen-elemen ini. Kita memberikan formula untuk suku-suku barisan dan nilai fungsi. Ada cara enting lain untuk menyatakan objek-objek, yang didasarkan ada induksi matematis. Untuk menyatakan barisan dan fungsi, ada suku awal yang ditentukan, dan suatu aturan untuk menentukan nilai berikutnya dari nilai yang telah diketahui. Misalnya, kita daat menentukan barisan {2 n } dengan menentukan a = 2 dan a 2 n an untuk n =,2,3,

2 Himunan daat dinyatakan dengan mendaftarkan beberaa elemennya dan memberikan aturan untuk mengonstruksi elemen-elemen yang telah diketahui ini menjadi himunan. Sehingga definisi definisi rekursif ( recursive definition ), digunakan dalam semua matematika diskret dan sains komuter. Aabila suatu rosedur ditentukan untuk menyelesaikan suatu masalah, rosedur ini selalu menyelesaikan masalah secara benar. Namun, masih menguji dengan melihat bahwa hasil itu benar dieroleh dengan suatu himunan nilai masukan (inut) yang tidak menunjukkan rosedur yang selalu bekerja secara benar. Kebenaran dari suatu rosedur daat dijamin hanya dengan membuktikan bahwa kebenaran selalu menghasilkan hasil yang benar. Bagian terakhir memuat suatu engantar keada teknik verifikasi rogram. Teknik verifikasi rogram adalah suatu teknik formal untuk menguji rosedur adalah benar. Verifikasi rogram disajikan sebagai basis untuk usaha langsung keada bukti dalam suatu tamilan mekanik bahwa rogram benar.

3 METODE BUKTI Drs. C. Jacob, M.Pd 2. Pengantar Dua ertanyaan enting yang muncul dalam studi matematika adalah: () kaan suatu argumen matematis benar? (2) metode aa yang digunakan untuk mengonstruksi argumen matematis? Bagian ini membantu menjawab ertanyaan ini dengan menggambarkan berbagai bentuk; argumen matematis benar dan tidak benar. Teorema adalah suatu ernyataan yang daat ditunjukkan benar. Kita mendemonstrasikan bahwa suatu teorema benar terhada suatu barisan ernyataan yang membentuk suatu argumen, yang disebut bukti. Untuk mengonstruksi bukti, dierlukan metode untuk menurunkan ernyataan baru dari salah satu ernyataan sebelumnya. Pernyataan yang digunakan dalam suatu bukti daat meliuti aksioma atau ostulat, yang meruakan asumsi utama tentang struktur matematis, hiotesis dari teorema yang dibuktikan, dan teorema yang dibuktikan sebelumnya. Aturan inferensi, bermakna digunakan untuk menggambarkan konklusi dari ernyataan tegas lainnya, bersama-sama langkah-langkah dari suatu bukti. Dalam bagian ini, aturan inferensi akan didiskusikan. Aturan inferensi ini akan membantu menjelaskan aa yang membuat bukti benar. Ada bentuk biasa dari enalaran tidak benar, yang disebut kesesatan ( fallacies ) juga akan digambarkan. Selanjutnya, berbagai metode yang biasanya digunakan untuk membuktikan teorema yang akan dierkenalkan. Istilah lemma dan corollary digunakan untuk tie teorema tertentu. Suatu lemma (jamak lemmas atau lemmata) adalah suatu teorema sederhana yang digunakan dalam bukti teorema lainnya. Bukti rumit biasanya mudah dimengerti aabila dibuktikan dengan menggunakan sederetan lemma, di mana masing-masing lemma dibuktikan secara sendiri-sendiri. Suatu

4 corollary adalah suatu roosisi yang daat ditentukan secara langsung dari suatu teorema yang telah dibuktikan. 2.2 Aturan Inferensi Tautology [ ( )) meruakan basis dari aturan inferensi yang disebut modus onens, atau hukum detachmen ( law of detachment ). Tautology ini ditulis dalam cara berikut: Menggunakan notasi ini, hiotesis ditulis dalam suatu kolom dan konklusi di bawah suatu bar. (Simbol menyatakan jadi ). Modus onens menyatakan bahwa jika kedua imlikasi dan hiotesisnya diketahui benar, maka konklusi dari imlikasi ini benar. CONTOH Andaikan bahwa imlikasi jika hari ini turun hujan salju, maka kita akan ergi main tennis dan hiotesisnya, hari ini turun hujan salju, adalah benar. Maka, dengan modus onens, mengikuti konklusi dari imlikasi, kita akan ergi main tenis, adalah benar. CONTOH 2 Imlikasi jika n daat dibagi dengan 3, maka n 2 daat dibagi dengan 9, adalah benar. Konsekuensinya, jika n daat dibagi dengan 3, maka dengan modus onens, n 2 daat dibagi dengan 9. Tabel menyajikan beberaa aturan inferensi enting. Verifikasi aturan inferensi ini daat ditentukan sebagai latihan. Di sini beberaa contoh argumen menggunakan aturan inferensi ini.

5 CONTOH 3 Tentukan aturan inferensi manakah yang meruakan basis argumen berikut: di bawah sangat dingin sekarang. Jadi, ini terjadi salah satu; di bawah sangat dingin atau sekarang hujan. Solusi: Misalkan adalah roosisi Di bawah sangat dingin sekarang dan adalah roosisi Sekarang hujan. Maka argumen ini berbentuk: Argumen ini menggunakan aturan tambahan (addition rule). Tabel : Aturan Inferensi Aturan Referensi Tautology Nama ( ) Addition ( ) Simlification [ ( )] Modus Ponens [ ( )] Modus Tollens r r [( ) ( r)] ( r) Hyothetical Syllogism [( ) ] Disjunctive Syllogism

6 CONTOH 4 Tentukan aturan inferensi manakah yang meruakan basis dari argumen berikut: Di bawah sangat dingin dan hujan sekarang. Jadi, di bawah sangat dingin sekarang. Solusi: Misalkan adalah roosisi Di bawah sangat dingin sekarang, dan adalah roosisi Kini hujan. Argumen ini berbentuk : Argumen ini menggunakan simlification rule. CONTOH 5 Tentukan aturan inferensi manakah yang digunakan dalam argumen: Jika hujan hari ini, maka kita tidak daat bertamasya. Jika kita tidak daat bertamasya hari ini, maka kita akan bertamasya besok. Jadi, jika hujan hari ini, maka kita akan bertamasya besok. Solusi: Misalkan adalah roosisi hujan hari ini, misalkan adalah roosisi Kita tidak daat bertamasya hari ini, dan misalkan r adalah roosisi Kita akan bertamasya besok. Maka argumen ini berbentuk: r r Sehingga argumen ini adalah suatu Hyothetical Syllogism. Suatu argumen yang dibangun menggunakan aturan inferensi dikatakan valid. Aabila semua roosisi digunakan dalam suatu argumen valid adalah benar, ia bereran untuk suatu konklusi benar. Bagaimanaun, suatu argumen valid daat bereran untuk

7 suatu konklusi tidak benar jika satu atau lebih roosisi salah digunakan dalam argumen itu. Misalnya, jika 0 daat dibagi dengan 3, maka 0 2 daat dibagi dengan 9. 0 daat dibagi dengan 3. akibatnya, 0 2 daat dibagi dengan 9 adalah suatu argumen valid didasarkan ada modus onens. Bagaimanaun, konklusi dari argumen ini salah, karena 9 tidak membagi 0 2 = Proosisi salah 0 daat dibagi dengan 3 digunakan dalam argumen, yang berarti konklusi dari argumen daat salah. 2.3 Kesesatan (Fallacies) Ada berbagai kesesatan biasanya muncul dalam argumen tidak benar. Kesesatan ini miri dengan aturan inferensi tetai didasarkan ada kontingensi dari ada tautology. Ini didiskusikan di sini untuk menunjukkan erbedaan antara enalaran benar dan tidak benar. Proosisi [( ) ] adalah bukan suatu tautology karena roosisi salah aabila salah dan benar. Bagaimanaun, ada banyak argumen tidak benar yang dierlakukan ini sebagai suatu tautology. Tie enalaran yang tidak benar ini disebut: kesesatan mengesahkan konklusi (fallacy of affirming the conclusion ). CONTOH 6 Aakah argumen berikut valid? Jika anda menyelesaikan setia masalah dalam buku ini, maka anda akan belajar matematika diskret. Anda belajar matematika diskret. Jadi, anda daat menyelesaikan setia masalah dalam buku ini. Solusi: Misalkan adalah roosisi Anda menyelesaikan setia masalah dalam buku ini. Misalkan adalah roosisi Anda belajar matematika diskret. Maka argumen ini berbentuk: jika dan, maka. Ini meruakan suatu contoh dari argumen tidak benar yang menggunakan kesesatan mengesahkan konklusi.

8 Malahan, ini memungkinkan anda belajar matematika diskret dalam beberaa cara lain dariada dengan menyelesaikan setia masalah dalam buku ini. (Anda daat belajar matematika diskret dengan membaca, mendengarkan kuliah, menyelesaikan beberaa masalah tetai bukan semua masalah dalam buku ini, dan seterusnya). CONTOH 7 Misalkan adalah roosisi n (mod 3), dan misalkan adalah roosisi n 2 (mod 3). Imlikasi, yang adalah jika n (mod 3), maka n 2 (mod 3), adalah benar. Jika benar, sedemikian sehingga n 2 n (mod 3)? (mod 3), aakah benar, yaitu, Solusi: Ini tidak benar untuk menyimulkan bahwa benar, karena ini memungkinkan n 2 (mod 3). Jika konklusi tidak benar bahwa benar dibuat, ini akan meruakan suatu contoh dari kesesatan mengesahkan konklusi. Proosisi [( ) ] adalah bukan tautology, karena roosisi salah aabila salah dan benar. Ada banyak argumen tidak benar yang menggunakan ini secara tidak benar sebagai suatu aturan inferensi. Tie enalaran tidak benar ini disebut kesesatan menyangkal hiotesis ( fallacy of denying the hyothesis ). CONTOH 8 Misalkan dan seerti dalam Contoh 6. jika imlikasi benar, dan benar, aakah ini benar untuk menyimulkan bahwa benar? Dengan kata lain, aakah roosisi benar dengan mengasumsikan bahwa anda tidak belajar matematika diskret jika anda tidak menyelesaikan setia masalah dalam buku

9 ini, mengasumsikan bahwa jika anda menyelesaikan setia masalah dalam buku ini, maka anda belajar matematika diskret? Solusi: Ini memungkinkan anda belajar matematika diskret lengka jika anda tidak menyelesaikan setia masalah dalam buku ini. Argumen tidak benar ini berbentuk mengakibatkan menyangkal hiotesis. dan, yang meruakan suatu contoh kesesatan CONTOH 9 Misalkan dan adalah seerti dalam Contoh 7. Aakah benar untuk mengasumsikan bahwa jika benar, maka benar menggunakan fakta bahwa aakah ini benar untuk menyimulkan bahwa n 2 n (mod 3), menggunakan imlikasi: jika n n 2 (mod 3)? benar? Dengan kata lain, (mod 3) jika (mod 3), maka Solusi: Ini tidak benar untuk menyimulkan bahwa n 2 (mod 3) jika n (mod 3), karena n 2 (mod 3) aabila n 2 (mod 3). Argumen tidak benar ini meruakan contoh lain dari kesesatan menyangkal hiotesis. Banyak argumen tidak benar didasarkan ada suatu kesesatan yang disebut tidak menggunakan ertanyaan ( begging the uestion ). Kesesatan ini terjadi aabila satu atau lebih langkah suatu bukti yang didasarkan ada kebenaran ernyataan yang dibuktikan. Dengan kata lain, kesesatan ini muncul aabila suatu ernyataan dibuktikan menggunakan dirinya sendiri, atau suatu ernyataan yang ekuivalen dengan ernyataan tersebut. Itulah sebabnya kesesatan ini juga disebut enalaran sirkular ( circular reasoning ).

10 CONTOH 0 Aakah argumen berikut benar? Ini menurut dugaan menunjukkan bahwa n adalah suatu bilangan bulat gena aabila n 2 adalah suatu bilangan bulat gena. Andaikan bahwa n 2 adalah gena. Maka n 2 = 2k untuk suatu bilangan bulat k. Misalkan n = 2 l untuk suatu bilangan bulat l. Ini menunjukkan bahwa n gena. Solusi: Argumen ini tidak benar. Peryataan misalkan n = 2 l untuk suatu bilangan bulat l terjadi dalam bukti. Bukan argumen diberikan untuk menunjukkan bahwa ernyataan benar. Ini meruakan enalaran sirkular karena ernyataan ini ekuivalen dengan ernyataan yang dibuktikan, yaitu, n gena. Tentu, hasil dirinya-sendiri benar; hanya metode bukti salah. 2.4 Metode Pembuktian Teorema Kita membuktikan berbagai teorema sebelum seksi ini. Kini marilah kita lebih ekslisit tentang metodologi mengonstruksi bukti. Kita akan menggambarkan bagaimana tie ernyataan berbeda dibuktikan. Karena banyak teorema adalah imlikasi, teknik untuk membuktikan imlikasi adalah enting. Sebut, Ingat bahwa aabila ernyataan benar tana benar tetai salah. dibuktikan, ini hanya erlu menunjukkan bahwa benar jika benar; ini biasanya tidak meruakan kasus bahwa dibuktikan benar. Kita akan memberikan sebagian besar teknik biasa untuk membuktikan imlikasi dalam diskusi berikut. imlikasi S Andaikan bahwa hiotesis dari suatu imlikasi salah. Maka benar, karena ernyataan yang berbentuk S B atau S, dan oleh sebab itu benar. Akibatnya, jika ini daat ditunjukkan bahwa salah, maka suatu bukti, disebut bukti kosong ( vacuous roof ), dari

11 imlikasi daat diberikan. Bukti kosong sering digunakan untuk memerlihatkan kasus teorema khusus yang menyatakan bahwa suatu imlikasi benar untuk semua bilangan bulat ositif (misal, suatu teorema dari jenis n P (n) di mana P(n) adalah suatu fungsi roosisional). Teknik bukti untuk teorema dari jenis ini akan didiskusikan dalam seksi induksi matematis. CONTOH Tunjukkan bahwa roosisi P(0) benar di mana P(n) adalah fungsi roosisional jika n >, maka n 2 > n. Solusi: Ingat bahwa roosisi P(0) adalah imlikasi Jika 0 >, maka 0 2 > 0. Karena hiotesis 0 > salah, imlikasi P(0) secara otomatis benar. Perhatian: Fakta bahwa konklusi dari imlikasi ini, 0 2 > salah tidak relevan dengan nilai kebenaran imlikasi, karena suatu imlikasi dengan suatu hiotesis salah dijamin benar. Andaikan bahwa konklusi dari suatu imlikasi Maka atau benar. benar, karena ernyataan memiliki bentuk B B S B, yang adalah benar. Sehingga, jika ini daat ditunjukkan bahwa benar, maka suatu bukti, disebut bukti trivial ( trivial roof ), dari daat diberikan. Bukti trivial sering enting aabila kasus teorema khusus dibuktikan (lihat diskusi bukti dengan kasus) dan dalam induksi matematis, yang meruakan suatu teknik bukti yang didiskusikan dalam seksi induksi matematis. CONTOH 2 Misalkan P(n) adalah roosisi Jika a dan b adalah bilangan bulat ositif dengan a b, maka a n b n. Tunjukkan bahwa roosisi P(0) benar.

12 Solusi: Proosisi P(0) adalah Jika a b, maka a 0 b 0. Karena a o = b o =, konklusi P(0) benar. Sehingga P(0) benar. Ini meruakan suatu contoh dari bukti trivial. Ingat bahwa hiotesis, yang meruakan ernyataan a b, tidak dierlukan dalam bukti ini. Imlikasi daat dibuktikan dengan menunjukkan bahwa jika benar, maka juga harus benar. Ini menunjukkan bahwa kombinasi benar dan salah tidak ernah terjadi. Suatu bukti dari jenis ini disebut bukti langsung ( direct roof ). Untuk melaksanakan suatu bukti, asumsikan bahwa benar dan menggunakan aturan inferensi dan teorema yang telah dibuktikan untuk menunjukkan bahwa juga harus benar. CONTOH 3 Berikan suatu bukti langsung dari teorema Jika n gasal, maka n 2 gasal. Solusi: Asumsikan bahwa hiotesis dari imlikasi ini benar, yaitu, andaikan bahwa n gasal. Maka n = 2k +, di mana k adalah suatu bilangan bulat. Sehingga n 2 = (2k + ) 2 = 4k 2 + 4k + = 2 (2k 2 + 2k) +. Jadi, n 2 gasal ( lebih dari dua kali suatu bilangan bulat). Karena imlikasi ekuivalen dengan kontraositifnya,, imlikasi daat dibuktikan dengan menunjukkan bahwa kontraositifnya, benar. Hubungan imlikasi ini biasanya dibuktikan secara langsung, tetai setia teknik bukti daat digunakan. Suatu argumen dari tie ini disebut bukti tak langsung ( indirect roof ).

13 CONTOH 4 Berikan suatu bukti tak langsung dari teorema Jika 3n + 2 gasal, maka n gasal. Solusi: Asumsikan bahwa konklusi dari imlikasi ini salah; yaitu asumsikan bahwa n gena. Maka n = 2k untuk suatu bilangan bulat k. Sehingga, 3n + 2 = 3 (2k + 2) = 6k + 2 = 2 (3k + ), sedemikian hingga 3n + 2 gena, (karena meruakan keliatan 2). Sehingga negasi dari konklusi imlikasi mengakibatkan hiotesis salah, imlikasi asli benar. Andaikan bahwa suatu kontradiksi daat ditentukan sedemikian hingga roosisi benar, yaitu, S benar. Maka harus salah. Akibatnya, harus benar. Teknik ini daat digunakan aabila suatu kontradiksi, seerti r r, daat ditentukan sedemikian hingga memungkinkan untuk menunjukkan bahwa imlikasi ( r r) benar. Suatu argumen dari tie ini disebut bukti dengan kontradiksi ( roof by contradiction ). CONTOH 5 Buktikan bahwa dengan kontradiksi. 2 irasional dengan memberikan suatu bukti Solusi: Misalkan roosisi: 2 irasional. Andaikan bahwa benar. Maka 2 rasional. Akan ditunjukkan bahwa ini bereran untuk suatu kontradiksi. Di bawah asumsi bahwa 2 adalah rasional, ada bilangan bulat a dan b dengan 2 = a / b, di 2 = a 2 / b 2 mana a dan b tidak memiliki faktor sekutu (sehingga ecahan a / b dalam istilah lemah). Karena 2 = a / b, aabila kedua ruas dari ersamaan ini dikuadratkan dieroleh sehingga, 2 = a 2 /b 2. Sehingga, 2b 2 = a 2. Ini berarti a 2 gena, mengakibatkan a gena.

14 Selanjutnya karena a gena, a = 2c untuk suatu bilangan bulat c. Sehingga 2b 2 = 4c 2, b 2 = 2c 2. Ini berarti b 2 gena. Sehingga, b harus gena juga. Ini menunjukkan bahwa mengakibatkan 2 = a / b, di mana a dan b tidak memiliki faktor sekutu, dan 2 membagi a dan b. Ini meruakan suatu kontradiksi. Sehingga salah, dengan demikian : 2 irasional benar. Suatu bukti tak langsung dari suatu imlikasi daat dituliskan kembali sebagai suatu bukti bukti tak langsung kita menunjukkan bahwa dengan kontradiksi. Dalam suatu benar dengan menggunakan bukti langsung untuk menunjukkan bahwa benar.yakni dalam suatu bukti tak langsung dari kita asumsikan bahwa benar dan menunjukkan bahwa juga harus benar. Untuk menuliskan kembali suatu bukti tak langsung dari sebagai suatu bukti dengan kontradiksi, kita andaikan dan langsung benar. Maka kita gunakan langkah dari bukti untuk menunjukkan bahwa juga harus benar. Ini bereran untuk kontradiksi, yang melengkai bukti dengan kontradiksi. Contoh 6 mengilustrasikan bagaimana suatu bukti tak langsung dari suatu imlikasi daat dituliskan kembali sebagai suatu bukti dengan kontradiksi.

15 CONTOH 6 Berikan suatu bukti dengan kontradiksi dari teorema: Jika 3n + 2 gasal, maka n gasal. Solusi: Kita asumsikan bahwa 3n + 2 gasal dan n tidak gasal, sedemikian hingga n gena. Mengikuti langkah yang sama seerti dalam solusi Contoh 4 (suatu bukti tak langsung dari teorema ini), kita daat menunjukkan bahwa jika n gena, maka 3n + 2 gena. Kontradiksi ini mengasumsikan bahwa 3n + 2 gasal, yang melengkai bukti. Untuk bukti suatu imlikasi dari bentuk tautology ( 2... n ) [( 2... n ) ] [( ) ( 2 )... ( n )] daat digunakan sebagai suatu aturan inferensi. Ini menunjukkan bahwa imlikasi asli dengan suatu hiotesis membuat suatu disjungsi dari roosisi,...,, 2 n daat dibuktikan dengan membuktikan masing-masing dari n imlikasi i, i =, 2,, n, secara sendiri-sendiri. Sehingga suatu argumen seerti itu disebut bukti dengan kasus ( roof by cases ). Kadang-kadang untuk bukti bahwa suatu imlikasi benar, ini cocok untuk menggunakan suatu disjungsi... 2 n dariada sebagai hiotesis dari imlikasi, di mana dan... 2 n ekuivalen. Perhatikan contoh berikut.

16 CONTOH 7 Buktikan imlikasi Jika n suatu bilangan bulat yang tidak daat dibagi dengan 3, maka n 2 (mod 3). Solusi: Misalkan adalah roosisi n tidak daat dibagi dengan 3, dan misalkan adalah roosisi n 2 (mod 3). Maka ekuivalen dengan 2, di mana adalah n (mod 3) dan 2 adalah n 2 (mod 3). Sehingga, untuk menunjukkan bahwa ini daat menunjukan bahwa dan. Ini 2 mudah untuk memberikan bukti langsung dari dua imlikasi ini. Pertama, andaikan benar. Maka n (mod 3), sedemikian hingga n = 3k + untuk suatu bilangan bulat k. Sehingga, n 2 = 9k 2 + 6k + = 3 (3k 2 + 2k) +. Menyusul n 2 (mod 3). Sehingga, imliksi benar. Berikut andaikan bahwa 2 benar. Maka n 2 (mod 3), sedemikian sehingga n = 3k + 2 untuk suatu bilangan bulat k. Sehingga, n 2 = 9k 2 + 2k + 4 = 3 (3k 2 + 4k + ) +. Karena, n 2 (mod 3), sehingga imlikasi 2 benar. Sehingga ini menunjukkan bahwa dan 2 benar, ini daat disimulkan bahwa ( 2 ) benar. Selain itu, karena ekuivalen dengan 2, akibatnya benar. Untuk bukti suatu teorema adalah suatu akuivalensi, yaitu, salah satu dari suatu ernyataan berbentuk roosisi, tautology ( ) [( ) ( )] di mana dan

17 daat digunakan. Yakni, roosisi jika dan hanya jika daat dibuktikan jika imlikasi jika, maka dan jika, maka dibuktikan. CONTOH 8 Buktikan teorema bilangan bulat n adalah gasal jika dan hanya jika n 2 gasal. Solusi: Teorema ini berbentuk jika dan hanya jika, di mana adalah n gasal dan adalah n 2 gasal. Untuk membuktikan teorema ini, kita erlu untuk menunjukkan bahwa benar. Kita telah menunjukkan (dalam Contoh 3) bahwa dan benar. Kita akan menggunakan suatu bukti tak langsung untuk membuktikan bahwa. Asumsikan bahwa konklusinya salah, yaitu, n gena. Maka n = 2k untuk suatu bilangan bulat k. Maka n 2 = 4k 2 =2(2k 2 ), sehingga n 2 gena (karena ia meruakan suatu keliatan 2). Ini melengkai bukti tak langsung. Sehingga kita telah menunjukkan bahwa benar, kita telah menunjukkan bahwa teorema itu benar. dan Kadang-kadang suatu teorema menyatakan berbagai roosisi ekuivalen. Sehingga suatu teorema menyatakan roosisi,...,, 2, 3 n ekuivalen. Ini daat ditulis sebagai... 2 n yang menyatakan bahwa semua n roosisi memiliki nilai kebenaran yang sama. Salah satu cara untuk bukti ekuivalen satu sama lain adalah menggunakan tautology,

18 [ 2... n ] [( 2 ) ( 2 3)... ( n )]. Ini menunjukkan bahwa jika imlikasi, n daat ditunjukkan benar, maka 2 2 3,..., roosisi,...,, 2 n semuanya ekuivalen. CONTOH 9 Buktikan bahwa aabila n adalah suatu bilangan bulat, tiga ernyataan berikut ekuivalen. : n mod 3 = atau n mod 3 = 2 2 : n tidak daat dibagi dengan 3 3 : n 2 (mod 3) Solusi: untuk menunjukkan bahwa ernyataan-ernyataan itu ekuivalen, kita daat buktikan bahwa imlikasi 2, 2 3, dan 3 benar. Kita akan menggunakan bukti langsung untuk menunjukkan bahwa n mod 3 = atau 2. Dengan algoritma embagian, n = 3 + r di mana 0 r 3. Dengan definisi mod, kita eroleh r = n mod 3. Karena n daat dibagi dengan 3 jika dan hanya jika r = 0, asumsikan bahwa n mod 3 = atau 2 mengakibatkan bahwa n tidak daat dibagi dengan 3. Ini melengkai bukti bahwa 2 benar. Kita telah menunjukkan bahwa 2 3 benar dalam Contoh 7. Kita akan menggunakan suatu bukti tak langsung untuk menunjukkan bahwa 3 benar. Kita asumsikan bahwa konklusi dari imlikasi ini salah, yaitu, bahwa tak satuun; baik n mod 3 adalah mauun n mod 3 adalah 2. Karena n mod 3 = 0, atau 2, kita melihat bahwa n mod 3 = 0. Ini berarti bahwa 3 n,

19 sehingga n = 3k untuk suatu bilangan bulat k. Ini mengakibatkan bahwa n 2 = 9k 2 = 3 (3k 2 ), yang menunjukkan bahwa n 2 0 (mod 3), sehingga 3 salah. Ini melengkai bukti tak langsung bahwa 3, dan juga melengkai bukti teorema itu. 2.5 Teorema dan Kuantifier Banyak teorema dinyatakan sebagai roosisi yang meliuti kuantifier. Ada berbagai metode untuk membuktikan teorema adalah kauantifikasi. Kita akan menggambarkan beberaa dari yang sangat enting ini di sini. Banyak teorema menonjolkan objek-objek dari suatu tie khusus yang ada. Suatu teorema dari tie ini adalah suatu roosisi berbentuk P(x), di mana P adalah suatu redikat. Suatu bukti dari roosisi berbentuk x P (x) disebut bukti eksistensi ( existence roof ). Ada berbagai cara untuk bukti teorema dari tie ini. Kadang-kadang suatu bukti eksistensi P (x) daat diberikan dengan menentukan suatu elemen a sedemikian hingga P(a) benar. Sehingga suatu bukti eksistensi disebut konstruktif ( constructive ). Ini juga memungkinkan untuk memberikan suatu bukti eksistensi yang nonkonstruktif ( noncontructive ); yaitu, kita tidak daat menentukan suatu elemen a sedemikian hingga P(a) benar, tetai cuku membuktikan bahwa x P (x) benar dalam suatu cara lain. Salah satu metode biasa yang memberikan suatu bukti eksistensi nonkonstruktif adalah menggunakan bukti dengan kontradiksi dan menunjukkan bahwa negasi dari kuantifier eksistensial mengakibatkan suatu kontradiksi. Konse dari suatu bukti eksistensi konstruktif diilustrasikan dengan contoh berikut. x x CONTOH 20 Suatu bukti eksistensi konstruktif. Tunjukkan bahwa ada n bilangan bulat ositif komosif berurutan untuk setia bilangan

20 bulat ositif n. Ingat bahwa ernyataan ini untuk bukti kuantifikasi: n x (x + i adalah komosit untuk i =,2,, n). Solusi: Misalkan x = (n +)! +. Perhatikan bilangan bulat x +, x + 2,, x + n. Ingat bahwa i + membagi x + i = (n + )! + (i + ) untuk i =,2,, n. Sehingga, n bilangan bulat ositif komosit berurutan telah diberikan. Ingat bahwa dalam solusi suatu bilangan x sedemikian hingga x + i komosit untuk i =, 2,, n telah dihasilkan. Sehingga, ini meruakan suatu contoh dari suatu bukti eksistensi konstruktif. Perhatian: Bukti dalam Contoh 20 daat ditemukan dalam karya Euclid seorang matematisi Yunani kuno. Suatu contoh dari suatu bukti eksistensi nonkonstruktif diberikan berikut ini. CONTOH 2 Suatu bukti eksistensi nonkontruktif Tunjukkan bahwa untuk setia bilangan bulat ositif n ada suatu rima lebih besar dari n. Pertanyaan masalah ini untuk suatu bukti dari suatu kuantifikasi eksistensial yaitu x Q (x), di mana Q(x) adalah roosisi x adalah rima dan x lebih besar dari n, dan univers wacana adalah himunan bilangan bulat ositif. Solusi: Misalkan n adalah bilangan bulat ositif. Untuk menunjukkan bahwa ada suatu rima lebih besar dari n, erhatikan bilangan bulat n! +. Karena setia bilangan bulat memiliki suatu faktor rima, ada aling sedikit suatu rima membagi n! +. (Satu

21 kemungkinan adalah n! + sudah rima). Ingat aabila n! + dibagi dengan suatu bilangan bulat kurang dari atau sama dengan n, sisanya sama dengan. Sehingga, setia faktor rima dari bilangan bulat ini harus lebih besar dari n. Ini membuktikan hasil itu. Argumen ini meruakan suatu bukti eksistensi nonkonstruktif karena suatu rima lebih besar dari n tidak dihasilkan. Singkatnya, ini menunjukkan bahwa salah satu harus ada. Andaikan suatu ernyataan berbentuk x P(x) adalah salah. Bagaimana kita daat menunjukkan ini? Ingat bahwa roosisi xp(x) dan x P(x) ekuivalen. Ini berarti bahwa jika kita tentukan suatu elemen a sedemikian hingga P(a) adalah salah, maka kita menunjukkan bahwa x P(x)adalah benar, yang berarti bahwa x P(x) salah. Suatu elemen a di mana P(a) salah disebut contoh tandingan ( counterexamle ). Ingat bahwa hanya satu contoh tandingan erlu ditentukan untuk menunjukkan bahwa x P(x) salah. CONTOH 22 Tunjukkan bahwa ernyataan semua rima adalah gasal adalah salah. Solusi: Pernyataan Semua rima gasal adalah suatu kuantifikasi universal, yaitu, x O(x), di mana O(x) adalah roosisi x adalah gasal, dan univers wacana adalah himunan bilangan rima. Ingat bahwa x = 2 meruakan contoh tandingan, karena 2 adalah suatu bilangan rima gena. Sehingga, ernyataan Semua bilangan rima gasal adalah salah. 2.6 Beberaa Komentar ada Bukti

22 Kita telah menggambarkan berbagai metode untuk membuktikan teorema. Pembaca daat mengamati bahwa bukan algoritma untuk membuktikan teorema yang diberikan di sini sehingga suatu metode tidak ada. Ada banyak teorema yang buktinya mudah untuk menentukan dengan secara langsung bekerja melalui hiotesis dan definisi dari istilah-istilah dalam teorema. Bagaimanaun, ini sering sulit untuk bukti suatu teorema tana berusaha untuk mahir menggunakan suatu bukti tak langsung, bukti dengan kontradiksi, atau beberaa teknik bukti lain. Mengonstruksi bukti meruakan suatu seni yang daat dielajari dengan mencoba berbagai macam emecahan. Selain itu banyak ernyataan yang muncul menjadi teorema menantang usaha matematisi untuk seratus tahun. Misalnya, seerti ernyataan sederhana setia bilangan bulat ositif gena lebih besar dari 4 meruakan jumlah dua rima masih belum ditunjukkan benar, dan bukan contoh tandingan yang telah ditentukan. Pernyataan ini dikenal sebagai Goldbach s Conjucture dan meruakan salah satu dari banyak ernyataan tegas dalam matematika adalah sederhana untuk menyatakan, dengan suatu nilai kebenaran yang belum diketahui (anu). Christian Goldbach ( ) Christian Goldbach lahir di Konigsberg, Prusia, kota terkemuka untuk masalah jembatan terkenalnya (yang dikenal dalam teori Graf). Beliau menjadi rofessor matematika ada Academy in St. Petersburg 728. Tahun 728 Goldbach ergi ke Moscow menjadi tutor utra tsar. Ia memasuki dunia olitik tahun 742, ia menjadi anggota staf dalam Rusian

23 Ministry of Foreign Affairs. Goldbach sangat terkenal dengan koresondensinya terhada matematisi ulung/unggul, meliuti Leonhard Euler dan Daniel Bernoulli, untuk conjecture terkenalnya dalam teori bilangan, dan untuk berbagai konstribusi untuk analisis. LATIHAN. Aturan inferensi aakah yang digunakan dalam masing-masing argumen berikut? a) Donni menyenangi bola basket. Jadi, Donni menyenangi bola basket atau tolak eluru. b) Donni menyenangi bola basket dan tolak eluru. Jadi, Donni menyenangi bola basket. c) Jika hari ini tanggal 20 Mei, maka ada uacara bendera. Hari ini tanggal 20 Mei. Jadi, ada uacara bendera. d) Jika hari ini adalah hari Minggu, maka ara siswa libur. Para siswa tidak libur hari Minggu. Jadi, hari ini adalah bukan hari Minggu. e) Jika = 5, maka ibu kota rovinsi Kalsel adalah Samit. Jika ibu kota rovinsi Kalsel adalah Samit, maka 2 x 5 = Jadi, jika = 5, maka 2 x 5 = Tentukan manakah dari masing-masing argumen berikut adalah valid? Jika suatu argumen benar, aturan inferensi aakah yang digunakan? Jika argumen tidak benar, kesesatan aakah yang terjadi? a) Jika n suatu bilangan real sehingga n, maka n 2. Andaikan n 2. Maka n. b) Bilangan log 2 3 adalah irasional jika ia bukan rasio dari dua bilangan bulat. Jadi, karena log 2 3 tidak daat ditulis dalam bentuk a / b di mana a dan b bilangan bulat, irasional. 3. Buktikan atau tana dibuktikan bahwa hasilkali dua bilangan irasional adalah irasional? 4. Buktikan jika n adalah suatu bilangan bulat ositif, maka n adalah gasal jika dan hanya jika 5n + 6 adalah gasal.

PERTEMUAN Logika Matematika

PERTEMUAN Logika Matematika 3-1 PERTEMUAN 3 Nama Mata Kuliah : Matematika Diskrit (3 SKS) Nama Dosen Pengamu : Dr. Suarman E-mail : matdis@netcourrier.com HP : 0813801198 Judul Pokok Bahasan Tujuan Pembelajaran : 3. Logika Matematika

Lebih terperinci

ARGUMEN DAN METODE PENARIKAN KESIMPULAN

ARGUMEN DAN METODE PENARIKAN KESIMPULAN 1 ARGUMEN DAN METODE PENARIKAN KESIMPULAN Argumen adalah rangkaian ernyataan-ernyataan yang memunyai ungkaan ernyataan enarikan kesimulan (inferensi). Argumen terdiri dari ernyataanernyataan yang terdiri

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN PERNYATAAN LOGIKA PROPOSISI DENGAN MENGGUNAKAN RULES OF INFERENCE

PEMBUKTIAN PERNYATAAN LOGIKA PROPOSISI DENGAN MENGGUNAKAN RULES OF INFERENCE Jurnal Comutech & Bisnis, Vol. 3, No. 2, Desember 2009, 100-104 ISSN Pembuktian 1978-9629 Pernyataan Logika Proosisi...(Dadi Rosadi, Praswidhianingsih) PEMBUKTIAN PERNYATAAN LOGIKA PROPOSISI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM 3.1. Pengembangan Teorema Dalam enelitian dan erancangan algoritma ini, akan dibahas mengenai beberaa teorema uji rimalitas yang terbaru. Teorema-teorema

Lebih terperinci

Bab 5 Proposisi Lanjutan 29 BAB V PROPOSISI LANJUTAN TUJUAN PRAKTIKUM TEORI PENUNJANG

Bab 5 Proposisi Lanjutan 29 BAB V PROPOSISI LANJUTAN TUJUAN PRAKTIKUM TEORI PENUNJANG Bab 5 Proosisi Lanjutan 29 BAB V PROPOSISI LANJUTAN TUJUAN PRAKTIKUM 1. Memahami tentang Inferensi 2. Memahami tentang Argumentasi dan roosisi 3. Memahami dan menyelesaikan ermasalahan Inferensi TEORI

Lebih terperinci

1.6 RULES OF INFERENCE

1.6 RULES OF INFERENCE 1.6 RULES OF INFERENCE 1 Argumen Argumen dalam logika adalah kumpulan sejumlah proposisi. Seluruh proposisi dalam suatu argumen, kecuali proposisi terakhir, disebut premis. Sedangkan proposisi terakhir

Lebih terperinci

Hasil Kali Dalam Berbobot pada Ruang L p (X)

Hasil Kali Dalam Berbobot pada Ruang L p (X) Hasil Kali Dalam Berbobot ada Ruang L () Muhammad Jakfar, Hendra Gunawan, Mochammad Idris 3 Universitas Negeri Surabaya, muhammadjakfar@unesa.ac.id Institut Teknologi Bandung, hgunawan@math.itb.ac.id 3

Lebih terperinci

INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil

INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Email: cjacob@upi.edu 3. Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil pertama? Jumlah dari n bilangan bulat ganjil positif pertama

Lebih terperinci

INGKARAN DARI PERNYATAAN

INGKARAN DARI PERNYATAAN HAND-OUT Student Name : Subject : Matematika Wajib Grade/Class : / Toic : Logika Matematika Date : Teacher(s) : Mr. Daniel Kristanto Semester : 2 Parent s Signature : LOGIKA MATEMATIKA Kalimat logika matematika

Lebih terperinci

EVALUASI INTEGRAL ELIPTIK LENGKAP PERTAMA PADA MODULI SINGULAR

EVALUASI INTEGRAL ELIPTIK LENGKAP PERTAMA PADA MODULI SINGULAR EVALUASI INTEGRAL ELIPTIK LENGKAP PERTAMA PADA MODULI SINGULAR Elma Rahayu Manuharawati Jurusan Matematika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya 603 Jurusan Matematika Fakultas

Lebih terperinci

ARGUMEN (ARGUMENT) Drs. C. Jacob, M.Pd LOGIKA BERUSAHA UTK MEMBEDAKAN ARGUMEN VALID (CORRECT) & INVALID (INCORRECT)

ARGUMEN (ARGUMENT) Drs. C. Jacob, M.Pd   LOGIKA BERUSAHA UTK MEMBEDAKAN ARGUMEN VALID (CORRECT) & INVALID (INCORRECT) ARGUMEN (ARGUMENT) Drs. C. Jacob, M.Pd Email: cjacob@upi.edu LOGIKA BERUSAHA UTK MEMBEDAKAN ARGUMEN VALID (CORRECT) & INVALID (INCORRECT) SUATU ARGUMEN MEMUAT SATU ATAU LEBIH KALIMAT YG DISEBUT PREMIS

Lebih terperinci

Bab 1 LOGIKA MATEMATIKA

Bab 1 LOGIKA MATEMATIKA LOGIKA MATEMATIKA ab 1 Dalam setia melakukan kegiatan sering kita dituntut untuk menggunakan akal dan ikiran. Akal dan ikiran yang dibutuhkan harus memunyai ola ikir yang teat, akurat, rasional, logis,

Lebih terperinci

bab 1 Logika MATEMATIKA

bab 1 Logika MATEMATIKA bab 1 Logika MATEMATIKA, RINGKASAN MATERI A. PERNYATAAN DAN INGKARANNYA Pengertian Pernyataan Pernyataan adalah kalimat yang bernilai benar atau salah saja. Pernyataan biasanya dinotasikan dengan huruf

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT Penulis : Nelly Indriani Widiastuti S.Si., M.T. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG 2011 DAFTAR ISI Daftar Isi. 2 Bab 1 LOGIKA

Lebih terperinci

TEKNIK BUKTI: I Drs. C. Jacob, M.Pd

TEKNIK BUKTI: I Drs. C. Jacob, M.Pd TEKNIK BUKTI: I Drs C Jacob, MPd Email: cjacob@upiedu Dalam dua bagian pertama kita memperkenalkan suatu kata-kata sukar logika dan matematika Tujuannya adalah tentu, agar mampu untuk membaca dan menulis

Lebih terperinci

5.3 RECURSIVE DEFINITIONS AND STRUCTURAL INDUCTION

5.3 RECURSIVE DEFINITIONS AND STRUCTURAL INDUCTION 5.3 RECURSIVE DEFINITIONS AND STRUCTURAL INDUCTION Rekursif Ada kalanya kita mengalami kesulitan untuk mendefinisikan suatu obyek secara eksplisit. Mungkin lebih mudah untuk mendefinisikan obyek tersebut

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada 1

Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada 1 2. ALJABAR LOGIKA 2.1 Pernyataan / Proposisi Pernyataan adalah suatu kalimat yang mempunyai nilai kebenaran (benar atau salah), tetapi tidak keduanya. Contoh 1 : P = Tadi malam BBM mulai naik (memiliki

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily)

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily) TEKNIK PEMBUKTIAN (Yus Mochamad Cholily) Pembuktian merupakan aktifitas yang tidak bisa dipisahkan dengan Matematika. Hal ini disebabkan produk matematika pada umumnya berbentuk teorema yang harus dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Y dikatakan linear jika untuk setiap x, Diberikan ruang Hilbert X atas lapangan F dan T B( X ), operator T

BAB I PENDAHULUAN. Y dikatakan linear jika untuk setiap x, Diberikan ruang Hilbert X atas lapangan F dan T B( X ), operator T BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Permasalahan Bidang ilmu analisis meruakan salah satu cabang ilmu matematika yang di dalamnya banyak membicarakan konse, aksioma, teorema, lemma disertai embuktian

Lebih terperinci

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA 3. TEOREMA DASAR ARITMATIKA Definisi 3. Suatu bilangan bulat > disebut (bilangan) rima, jia embagi ositif bilangan tersebut hanya dan. Jia bilangan bulat lebih dari satu buan bilangan rima disebut (bilangan)

Lebih terperinci

Matematika Industri I

Matematika Industri I LOGIKA MATEMATIKA TIP FTP - UB Pokok Bahasan Proposisi dan negasinya Nilai kebenaran dari proposisi Tautologi Ekuivalen Kontradiksi Kuantor Validitas pembuktian Pokok Bahasan Proposisi dan negasinya Nilai

Lebih terperinci

BAHAN AJAR DIKLAT GURU MATEMATIKA

BAHAN AJAR DIKLAT GURU MATEMATIKA BAHAN AJAR DIKLAT GURU MATEMATIKA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN 005 Daftar Isi Kata Pengantar i Daftar Isi ii

Lebih terperinci

KUANTIFIER Drs. C. Jacob, M.Pd Dalam Bagian 1 kita menentukan kalimat. P(x): x 2 5x + 6 = 0. Untuk setiap x, x 2 5x + 6 = 0.

KUANTIFIER Drs. C. Jacob, M.Pd   Dalam Bagian 1 kita menentukan kalimat. P(x): x 2 5x + 6 = 0. Untuk setiap x, x 2 5x + 6 = 0. KUANTIFIER Drs. C. Jacob, M.Pd Email: cjacob@upi.edu Dalam Bagian 1 kita menentukan kalimat x 2 5x + 6 = 0 perlu diperhatikan dalam suatu konteks khusus agar menjadi suatu pernyataan. Apabila suatu kalimat

Lebih terperinci

1.6 RULES OF INFERENCE

1.6 RULES OF INFERENCE 1.6 RULES OF INFERENCE 1 Argumen Argumen dalam logika adalah kumpulan sejumlah proposisi. Seluruh proposisi dalam suatu argumen, kecuali proposisi terakhir, disebut premis. Sedangkan proposisi terakhir

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo January 12, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

Bab 4 PRINSIP PRINSIP PEMODELAN FISIS

Bab 4 PRINSIP PRINSIP PEMODELAN FISIS Bab 4 PRINSIP PRINSIP PEMODELAN FISIS 4. Fase-fase Pemodelan Dalam bab ini kita akan mendiskusikan bagaimana membangun model model matematika system dinamis. Kita akan memerhatikan masalah bagaimana mencaai

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo October 29, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

Logika Matematika. Logika Matematika. Jurusan Informatika FMIPA Unsyiah. September 26, 2012

Logika Matematika. Logika Matematika. Jurusan Informatika FMIPA Unsyiah. September 26, 2012 Jurusan Informatika FMIPA Unsyiah September 26, 2012 Cara menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dengan menggunakan tabel kebenaran, yaitu dengan membagi beberapa bagian (kolom). Nilai kebenarannya

Lebih terperinci

Argumen premis konklusi jika dan hanya jika Tautolog

Argumen premis konklusi jika dan hanya jika Tautolog INFERENSI LOGIKA Argumen adalah suatu pernyataan tegas yang diberikan oleh sekumpulan proposisi P 1, P 2,...,P n yang disebut premis (hipotesa/asumsi) dan menghasilkan proposisi Q yang lain yang disebut

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN MATEMATIKA PENARIKAN AKAR PANGKAT TIGA DARI BILANGAN BULAT DENGAN HASIL HAMPIRAN

MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN MATEMATIKA PENARIKAN AKAR PANGKAT TIGA DARI BILANGAN BULAT DENGAN HASIL HAMPIRAN MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN MATEMATIKA PENARIKAN AKAR PANGKAT TIGA DARI BILANGAN BULAT DENGAN HASIL HAMPIRAN OLEH LUKMANUDIN D07.090.5 PROGRAM STUDY PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n Nama : Yogi Sindy Prakoso NRP : 106 100 015 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Pembimbing : Drs. Suhud Wahyudi, M.Si Dra. Titik Mudiati, M.Si Abstrak Grah adalah

Lebih terperinci

Logika Matematika. Modul 1 PENDAHULUAN

Logika Matematika. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Logika Matematika Prof. Dr. Wahyudin M PENDAHULUAN atematika adalah suatu bidang studi yang hasil-hasilnya memberikan bantuan bersifat asti dan teliti dalam alur ikiran yang jelas. Namun demikian,

Lebih terperinci

ATURAN INFERENSI. Dr. Julan HERNADI & (Asrul dan Enggar) Pertemuan 6 FONDASI MATEMATIKA. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo

ATURAN INFERENSI. Dr. Julan HERNADI & (Asrul dan Enggar) Pertemuan 6 FONDASI MATEMATIKA. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Pertemuan 6 FONDASI MATEMATIKA Masalah Penarikan Kesimpulan Kesimpulan apa yang dapat diambil dari deskripsi berikut 1 Jika seseorang kuliah di perguruan

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV maka dapat disimpulkan sebagai

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV maka dapat disimpulkan sebagai BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian ada Bab III dan Bab IV maka daat disimulkan sebagai berikut 1. Keluarga emetaan K C,δ (R, R) dan L C,δ (R, R) adalah beberaa bentuk keluarga emetaan demi linear dari

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

Penerapan Kurva Eliptik Atas Zp Pada Skema Tanda Tangan Elgamal

Penerapan Kurva Eliptik Atas Zp Pada Skema Tanda Tangan Elgamal A7 : Peneraan Kurva Elitik Atas Z... Peneraan Kurva Elitik Atas Z Pada Skema Tanda Tangan Elgamal Oleh : Puguh Wahyu Prasetyo S Matematika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email : uguhw@gmail.com Muhamad

Lebih terperinci

LOGIKA MATEMATIKA. LA - WB (Lembar Aktivitas Warga Belajar) MATEMATIKA PAKET C TINGKAT V DERAJAT MAHIR 1 SETARA KELAS X

LOGIKA MATEMATIKA. LA - WB (Lembar Aktivitas Warga Belajar) MATEMATIKA PAKET C TINGKAT V DERAJAT MAHIR 1 SETARA KELAS X LA - WB (Lembar Aktivitas Warga Belajar) LOGIKA MATEMATIKA Oleh: Hj. ITA YULIANA, S.Pd, M.Pd MATEMATIKA PAKET C TINGKAT V DERAJAT MAHIR 1 SETARA KELAS X Created By Ita Yuliana 37 Logika Matematika Kompetensi

Lebih terperinci

Menentukan Rumus Umum Suku ke-n dari Barisan Bilangan dalam BentukPenjumlahan Polinom Melalui Sistim Persamaan Linier. OLEH WARMAN, S.Pd.

Menentukan Rumus Umum Suku ke-n dari Barisan Bilangan dalam BentukPenjumlahan Polinom Melalui Sistim Persamaan Linier. OLEH WARMAN, S.Pd. Menentukan Rumus Umum Suku ke-n dari Barisan Bilangan dalam BentukPenjumlahan Polinom Melalui Sistim Persamaan Linier OLEH WARMAN, S.Pd. DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BLITAR SMP NEGERI 1 GANDUSARI Agustus

Lebih terperinci

BAB I LOGIKA MATEMATIKA

BAB I LOGIKA MATEMATIKA BAB I LOGIKA MATEMATIKA A. Ringkasan Materi 1. Pernyataan dan Bukan Pernyataan Pernyataan adalah kalimat yang mempunyai nilai benar atau salah, tetapi tidak sekaligus benar dan salah. (pernyataan disebut

Lebih terperinci

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA Jurnal Matematika Murni dan Teraan εsilon Vol. 07, No.01, 013), Hal. 13 0 KAJIAN KONSEP RUANG NORMA- DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA Wahidah 1 dan Moch. Idris 1, Program Studi Matematika

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryatno Sudirham Studi Mandiri Integral dan Persamaan Diferensial ii Darublic BAB 3 Integral (3) (Integral Tentu) 3.. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu Integral tentu meruakan integral yang

Lebih terperinci

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP Kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari bab ini adalah sebagai berikut. (1) Dapat memberikan sepuluh contoh notasi dalam teori bilangan dan menjelaskan masing-masing

Lebih terperinci

BAB II FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI

BAB II FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI BAB II FUNGSI DAN GRAFIK FUNGSI. Funsi. Graik Funsi. Barisan dan Deret.4 Irisan Kerucut. Funsi Dalam berbaai alikasi koresondensi/hubunan antara dua himunan serin terjadi. Sebaai 4 contoh volume bola denan

Lebih terperinci

ARGUMEN DAN METODE PENARIKAN KESIMPULAN

ARGUMEN DAN METODE PENARIKAN KESIMPULAN 1 RGUMEN DN METODE PENRIKN KESIMPULN rgumen adalah rangkaian pernyataan-pernyataan yang mempunyai ungkapan pernyataan penarikan kesimpulan (inferensi). rgumen terdiri dari pernyataanpernyataan yang terdiri

Lebih terperinci

Teori Dasar Logika (Lanjutan)

Teori Dasar Logika (Lanjutan) Teori Dasar Logika (Lanjutan) Inferensi Logika Logika selalu berhubungan dengan pernyataan-pernyataan yang ditentukan nilai kebenarannya. Untuk menentukan benar tidaknya kesimpulan berdasarkan sejumlah

Lebih terperinci

oleh seperangkat variabel X, maka persamaan di atas dinamakan persamaan struktural, dan modelnya disebut model struktural.

oleh seperangkat variabel X, maka persamaan di atas dinamakan persamaan struktural, dan modelnya disebut model struktural. ANALISIS JALUR A. PENGERTIAN ANALISIS JALUR Telaah statistika menyatakan bahwa untuk tujuan eramalan/ endugaan nilai Y atas dasar nilai-nilai X 1, X,., X i, ola hubungan yang sesuai adalah ola hubungan

Lebih terperinci

BAB 6 LOGIKA MATEMATIKA

BAB 6 LOGIKA MATEMATIKA A 6 LOGIKA MATEMATIKA A RINGKAAN MATERI 1. Pengertian Logika adalah suatu metode yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran (bentuk pemikiran yang masuk akal). Pernyataan adalah kalimat yang hanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDIDIKAN TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 LEMBAR SOAL

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDIDIKAN TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 LEMBAR SOAL PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDIDIKAN TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 0/0 LEMBAR SOAL Mata Pelajaran : Matematika Jenjang : SMA/MA Program Studi : IPS Hari/Tanggal : Selasa, 5 Pebruari 0 Jam

Lebih terperinci

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION 5.1 MATHEMATICAL INDUCTION Jumlah n Bilangan Ganjil Positif 1 = 1 1 + 3 = 4 1 + 3 + 5 = 9 1 + 3 + 5 + 7 = 16 1 + 3 + 5 + 7 + 9 = 25 Tebakan: Jumlah dari n bilangan ganjil

Lebih terperinci

Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis Hertini. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran *E mail:

Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis Hertini. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran *E mail: Perubahan Perilaku Pengguna nstant Messenger dengan Menggunakan Analisis Koresondensi Bersama (Studi Kasus Mahasiswa di Program Studi S-1 Matematika FMPA Unad) Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis

Lebih terperinci

LOGIKA MATEMATIKA. Negasi/ingkaran pernyataan tunggal: ~p P (dibaca negasi/ingkaran dari p) B S

LOGIKA MATEMATIKA. Negasi/ingkaran pernyataan tunggal: ~p P (dibaca negasi/ingkaran dari p) B S ia UN Matematika LOGIKA MATEMATIKA Negasi/ingkaran ernyataan tunggal: ~ P (dibaca negasi/ingkaran dari ) ~ ( ) dibaca negasi/ingkaran dari lebih dari equivalen/sama dengan kurang dari sama dengan ~ ( )

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan jalur terendek (Shortest Path) meruakan suatu jaringan engarahan erjalanan dimana seseorang engarah jalan ingin menentukan jalur terendek antara dua kota

Lebih terperinci

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION

CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION CHAPTER 5 INDUCTION AND RECURSION 5.1 MATHEMATICAL INDUCTION Jumlah n Bilangan Ganjil Positif 1 = 1 1 + 3 = 4 1 + 3 + 5 = 9 1 + 3 + 5 + 7 = 16 1 + 3 + 5 + 7 + 9 = 25 Tebakan: Jumlah dari n bilangan ganjil

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Matematika

Antiremed Kelas 10 Matematika Antiremed Kelas Matematika Persamaan dan Fungsi Kuadrat - Persamaan Kuadrat - Soal Uraian Do Name: ARMAT Version : - halaman. Nyatakan ersamaan-ersamaan berikut ke dalam bentuk baku kemudian tentukan nilai

Lebih terperinci

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

BAB I INDUKSI MATEMATIKA BAB I INDUKSI MATEMATIKA 1.1 Induksi Matematika Induksi matematika adalah suatu metode yang digunakan untuk memeriksa validasi suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Dalam pembahasan

Lebih terperinci

Logika. Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si.

Logika. Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si. Logika Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si. Logika Matematika Kalimat Terbuka dan Tertutup Kalimat terbuka adalah kalimat yang tidak mengandung nilai kebenaran Contoh: Semoga kamu

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Matematika

Antiremed Kelas 10 Matematika Antiremed Kelas 1 Matematika Logika - Latihan Soal halaman 1 1. Misalkan adalah ernyataan yang bernilai benar dan adalah ernyataan yang benar. Dari tiga ernyataan berikut: (1) (2) ( yang bernilai benar

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2007/2008

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2007/2008 SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 7/8. Diketahui remis remis : () Jika Badu rajin belajar dan atuh ada orang tua, maka Aah membelikan bola basket () Aah tidak membelikan bola

Lebih terperinci

TRANSFORMASI AFFIN PADA BIDANG

TRANSFORMASI AFFIN PADA BIDANG Jurnal Matematika Vol. No. November 03 [ : 8 ] TRANSFORMASI AFFIN PADA BIDANG Gani Gunawan dan Suwanda Program Studi Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Bandung Prgram Studi Statistika, Fakultas

Lebih terperinci

Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield

Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield 2.6. Jaringan Saraf Tiruan Hofield Jaringan syaraf Tiruan Hofield termasuk iterative autoassociative network yang dikembangkan oleh Hofield ada tahun 1982, 1984. Dalam aringan Hofield, semua neuron saling

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan (Semester I Tahun 2011-2012) Analysis and Geometry Group, FMIPA-ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan August 8, 2011 Di sekolah menengah telah dipelajari apa yang

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

270 o. 90 o. 180 o PENDAHULUAN

270 o. 90 o. 180 o PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan analisis data saat ini masih bertumu ada analisis untuk data linear. Disisi lain, untuk kasus-kasus tertentu engukuran dilakukan secara sirkular. Beberaa ilustrasi

Lebih terperinci

PERSAMAAN KUADRAT. Untuk suatu kuadrat sempurna x bx c, nilai c diperoleh dengan membagi koefisien x dengan 2, kemudian mengkuadratkan hasilnya.

PERSAMAAN KUADRAT. Untuk suatu kuadrat sempurna x bx c, nilai c diperoleh dengan membagi koefisien x dengan 2, kemudian mengkuadratkan hasilnya. PERSAMAAN KUADRAT Bab. Bentuk Umum : a b c 0, a 0, a, b, c Real Menyelesaikan ersamaan kuadrat :. dg. Memfaktorkan : a b c a ( a )( a q) q a q = a ( q) a dimana : b = + q dan c, Jika ac 0 dan q berbeda

Lebih terperinci

Jadi penting itu baik, tapi jadi baik jauh lebih penting

Jadi penting itu baik, tapi jadi baik jauh lebih penting LOGIKA MATEMATIKA Logika Matematika - Pernyataan, Nilai Kebenaran, dan Kalimat Terbuka - Pernyataan Majemuk - Konvers, Invers, dan Kontraposisi - Kuantor Universal dan Kuantor Eksistensial - Ingkaran dari

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH... MODUL 1: LOGIKA MATEMATIKA 1.1 Kegiatan Belajar 1: Latihan Rangkuman Tes Formatif

TINJAUAN MATA KULIAH... MODUL 1: LOGIKA MATEMATIKA 1.1 Kegiatan Belajar 1: Latihan Rangkuman Tes Formatif Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... i MODUL 1: LOGIKA MATEMATIKA 1.1 Pernyataan, Negasi, DAN, ATAU, dan Hukum De Morgan...... 1.3 Latihan... 1.18 Rangkuman... 1.20 Tes Formatif 1...... 1.20 Jaringan Logika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah pertama mengenai teori graf ditulis oleh ahli matematika dari

BAB I PENDAHULUAN. Makalah pertama mengenai teori graf ditulis oleh ahli matematika dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makalah pertama mengenai teori graf ditulis oleh ahli matematika dari Swiss, Leonhard Euler, pada tahun 1736. Euler mencoba memecahkan persoalan jembatan Konigsberg.

Lebih terperinci

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF Unit 6 PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF Wahyudi Pendahuluan U nit ini membahas tentang penalaran induktif dan deduktif yang berisi penarikan kesimpulan dan penalaran indukti deduktif. Dalam penalaran induktif

Lebih terperinci

JEMBATAN KÖNIGSBERG. Puji Nugraheni. Abstrak

JEMBATAN KÖNIGSBERG. Puji Nugraheni. Abstrak JEMTN KÖNIGSERG Puji Nugraheni Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo bstrak erbagai ermasalahan dalam kehiduan sehari-hari daat dimodelkan dengan menggunakan diagram titik

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan I. Latar Belakang Masalah Dalam beberaa tahun terakhir ini, roses emonitoran kestabilan barisan matriks korelasi mendaatkan erhatian yang amat serius dalam literatur, terutama dalam literatur

Lebih terperinci

LOGIKA Matematika Industri I

LOGIKA Matematika Industri I LOGIKA TIP FTP UB Pokok Bahasan Pengertian Logika Pernyataan Matematika Nilai Kebenaran Operasi Uner Operasi Biner Tabel kebenaran Pernyataan Tautologi, Kontradiksi dan Kontingen Pernyataan-pernyataan

Lebih terperinci

Kompleksitas Algoritma Quick Sort

Kompleksitas Algoritma Quick Sort Komleksitas Algoritma Quick Sort Fachrie Lantera NIM: 130099 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha 10, Bandung E-mail : if099@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

LOGIKA MATEMATIKA. A. Negasi/Ingkaran Pernyataan Tunggal ~p p (dibaca negasi/ingkaran dari p) B S S B B S B S

LOGIKA MATEMATIKA. A. Negasi/Ingkaran Pernyataan Tunggal ~p p (dibaca negasi/ingkaran dari p) B S S B B S B S LOGIKA MATEMATIKA A. Negasi/Ingkaran Pernyataan Tunggal ~ (dibaca negasi/ingkaran dari ) ~ ( ), ~ ( ), ~ ( ), ~ ( ) ~ ( ) ~ (~ ) ~ ( ) dibaca negasi/ingkaran dari semua/setia equivalen/sama dengan ada/beberaa

Lebih terperinci

PEMODELAN PENJADWALAN MATA PELAJARAN DENGAN INTEGER PROGRAMMING

PEMODELAN PENJADWALAN MATA PELAJARAN DENGAN INTEGER PROGRAMMING PEMODELAN PENJADWALAN MATA PELAJARAN DENGAN INTEGER PROGRAMMING Dian Permata Sari, Sri Setyaningsih, dan Fitria Virgantari. Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Selamat Datang. MA 2151 Matematika Diskrit. Semester I 2008/2009

Selamat Datang. MA 2151 Matematika Diskrit. Semester I 2008/2009 Selamat Datang di MA 2151 Matematika Diskrit Semester I 2008/2009 Hilda Assiyatun & Djoko Suprijanto 1 Referensi Pustaka Kenneth H. Rosen, Discrete Mathematics and its Applications, 5 th edition. On the

Lebih terperinci

Inisiasi 2 (MATERI ENERGI GELOMBANG)

Inisiasi 2 (MATERI ENERGI GELOMBANG) Inisiasi 2 (MATEI ENEGI GELMBANG) Saudara mahasiswa, calon endidik bangsa, selamat bertemu dalam kegiatan tutorial online kedua. Untuk kegiatan kali ini, kita akan berdiskusi tentang gelombang, teatnya

Lebih terperinci

Induksi Matematika. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Kompetensi Dasar Dan Pengalaman Belajar

Induksi Matematika. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Kompetensi Dasar Dan Pengalaman Belajar Bab 3 Induksi Matematika Kompetensi Dasar Dan Pengalaman Belajar Kompetensi Dasar 1.1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 2.1. Menghayati perilaku disiplin, sikap kerjasama, sikap kritis

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Latihan 1 1. A. NOTASI SIGMA 1. Pengertian Notasi Sigma Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah S n = U 1 + U 2 + U 3 + + U

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR (Validitas Pembuktian)

MATEMATIKA DASAR (Validitas Pembuktian) MATEMATIKA DASAR (Validitas Pembuktian) Antonius Cahya Prihandoko Universitas Jember Indonesia Jember, 2015 Antonius Cahya Prihandoko (UNEJ) MDAS - Validitas Pembuktian Jember, 2015 1 / 22 Outline 1 Premis

Lebih terperinci

Struktur Diskrit. Catatan kuliah Struktur Diskrit Program Ilmu Komputer. disusun oleh Yusuf Hartono Fitri Maya Puspita

Struktur Diskrit. Catatan kuliah Struktur Diskrit Program Ilmu Komputer. disusun oleh Yusuf Hartono Fitri Maya Puspita Struktur Diskrit Catatan kuliah Struktur Diskrit Program Ilmu Komputer disusun oleh Yusuf Hartono Fitri Maya Puspita UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2006 Kata Pengantar Buku ini adalah versi pertama dari catatan

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Dr. Julan HERNADI & Uki Suhendar, S.Pd (Asrul dan Enggar) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo Pertemuan 8 FONDASI MATEMATIKA Matematika Bukan Sekedar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Teorema 1. Tidak ada bilangan asli N yang lebih besar dari semua bilangan bulat lainnya.

PEMBAHASAN. Teorema 1. Tidak ada bilangan asli N yang lebih besar dari semua bilangan bulat lainnya. PEMAHAAN 1. Pengertian Kontradiksi Kontradiksi adalah dua pernyataan yang bernilai salah untuk setiap nilai kebenaran dari setiap komponen-komponennya. 2. Pembuktian dengan Kontradiksi Kontradiksi merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG BERNORM. 2.1 Norm dan Ruang `p. De nisi 2.1 Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi k:k : V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut :

BAB 2 RUANG BERNORM. 2.1 Norm dan Ruang `p. De nisi 2.1 Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi k:k : V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut : BAB 2 RUANG BERNORM 2. Norm dan Ruang ` De nisi 2. Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi kk V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut [N] kxk 0 jika dan hanya jika x 0 [N2] kxk jj kxk untuk setia

Lebih terperinci

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika Bilangan prima telah dikenal sejak sekolah dasar, yaitu bilangan yang tidak mempunyai faktor selain dari 1 dan dirinya sendiri. Bilangan prima memegang peranan penting karena pada dasarnya konsep apapun

Lebih terperinci

PETA PERKULIAHAN MATA KULIAH : LOGIKA MATEMATIKA KODE MATA KULIAH : GD 321. SEMESTER : GANJIL (5) DOSEN : MAULANA, S.Pd., M.Pd.

PETA PERKULIAHAN MATA KULIAH : LOGIKA MATEMATIKA KODE MATA KULIAH : GD 321. SEMESTER : GANJIL (5) DOSEN : MAULANA, S.Pd., M.Pd. Doc Logika Matematika PGSD Maulana 1 PETA PERKULIAHAN MATA KULIAH : LOGIKA MATEMATIKA KODE MATA KULIAH : GD 321 BOBOT SKS : 2 (DUA) TAHUN AKADEMIK : 2007/2008 PROGRAM : PGSD S-1 KELAS SEMESTER : GANJIL

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Bukti menurut Educational Development Center (2003) adalah suatu argumentasi logis

Lebih terperinci

LOGIKA MATEMATIKA. Tabel kebenarannya sbb : p ~ p B S S B

LOGIKA MATEMATIKA. Tabel kebenarannya sbb : p ~ p B S S B LOGIKA MATEMATIKA A. Pernyataan, kalimat terbuka, dan ingkaran pernyataan. 1. Pernyataan Pernyataan adalah kalimat yang mengandung nilai benar atau salah tetapi tidak sekaligus kedua-duanya. a. Hasil kali

Lebih terperinci

KUANTOR. A. Fungsi Pernyataan

KUANTOR. A. Fungsi Pernyataan A. Fungsi Pernyataan KUANTOR Definisi : Suatu fungsi pernyataan adalah suatu kalimat terbuka di dalam semesta pembicaraan (semesta pembicaraan diberikan secara eksplisit atau implisit). Fungsi pernyataan

Lebih terperinci

SOLUSI OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI TAHUN 2004

SOLUSI OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI TAHUN 2004 SOLUSI OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI TAHUN 004 A. ISIAN SINGKAT. Setiap muka sebuah kubus diberi bilangan seperti pada gambar. Kemudian setiap titik sudut diberi bilangan yang merupakan hasil penjumlahan

Lebih terperinci

Siklus Carnot dan Hukum Termodinamika II

Siklus Carnot dan Hukum Termodinamika II Siklus Carnot dan Hukum Termodinamika II Siklus Carnot Siklus adalah suatu rangkaian roses sedemikian rua sehingga akhirnya kembali keada keadaan semula. Perhatikan Gambar 1! Gambar 1. Siklus termodinamika.

Lebih terperinci

1. Memahami pengertian proposisi dan predikat. 3. Memahami penggunaan penghubung dan tabel kebenaran

1. Memahami pengertian proposisi dan predikat. 3. Memahami penggunaan penghubung dan tabel kebenaran Modul 1 Logika Matematika Pendahuluan Pada Modul ini akan dibahas materi yang berkaitan dengan logika proposisi dan logika predikat, serta berbagai macam manipulasi didalamnya. Tujuan Instruksional Umum

Lebih terperinci

TUGAS KAPITA SELEKTA KELOMPOK ALJABAR FIELD BERHINGGA DOSEN PEMBINA: DR. AGUNG LUKITO, M.S. OLEH: MOH

TUGAS KAPITA SELEKTA KELOMPOK ALJABAR FIELD BERHINGGA DOSEN PEMBINA: DR. AGUNG LUKITO, M.S. OLEH: MOH TUGAS KAPITA SELEKTA KELOMPOK ALJABAR FIELD BERHINGGA DOSEN PEMBINA: DR. AGUNG LUKITO, M.S. OLEH: MOH. HAFIYUSHOLEH (117936019) PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2012 0

Lebih terperinci

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima BAB II KETERBAGIAN 2.1 Pendahuluan Pada pertemuan minggu ke-3, dan 4 ini dibahas konsep keterbagian, algoritma pembagian dan bilangan prima pada bilangan bulat. Relasi keterbagian pada himpunan semua bilangan

Lebih terperinci

I. PERNYATAAN DAN NEGASINYA

I. PERNYATAAN DAN NEGASINYA 1 I. PERNYATAAN DAN NEGASINYA A. Pernyataan. Pernyataan adalah suatu kalimat yang mempunyai nilai benar atau salah, tetapi tidak sekaligus keduanya. Benar atau salahnya suatu pernyataan dapat ditunjukkan

Lebih terperinci

PERANAN INDUKSI MATEMATIKA DALAM PEMBUKTIAN MATEMATIKA

PERANAN INDUKSI MATEMATIKA DALAM PEMBUKTIAN MATEMATIKA PERANAN INDUKSI MATEMATIKA DALAM PEMBUKTIAN MATEMATIKA Riani Rilanda NIM : 13505051 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung e-mail : if15051@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

SOLUSI PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDIDIKAN TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014

SOLUSI PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDIDIKAN TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SOLUSI PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DINAS PENDIDIKAN TRY OUT UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 0/0 Pilihan Ganda. Ingkaran ernyataan Jika hujan turun maka tanah gersang menjadi subur adalah... Jika hujan turun

Lebih terperinci

SIMAK UI 2010 Matematika Dasar

SIMAK UI 2010 Matematika Dasar SIMAK UI 00 Matematika Dasar Kode Soal 307 Doc. Name: SIMAKUI00MATDAS307 Version: 0-0 halaman 0. Dua buah dadu dilemar secara bersamaan. x adalah angka yang keluar dari dadu ertama. y adalah angka yang

Lebih terperinci