TUGAS KAPITA SELEKTA KELOMPOK ALJABAR FIELD BERHINGGA DOSEN PEMBINA: DR. AGUNG LUKITO, M.S. OLEH: MOH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS KAPITA SELEKTA KELOMPOK ALJABAR FIELD BERHINGGA DOSEN PEMBINA: DR. AGUNG LUKITO, M.S. OLEH: MOH"

Transkripsi

1 TUGAS KAPITA SELEKTA KELOMPOK ALJABAR FIELD BERHINGGA DOSEN PEMBINA: DR. AGUNG LUKITO, M.S. OLEH: MOH. HAFIYUSHOLEH ( ) PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2 4. FIELD BERHINGGA Suatu esan dalam dunia digital biasanya dibuat dalam bentuk kode atau sandi. Kode adalah daftar kata atau simbol yang mengganti secara khusus kata lain. Dalam roses engiriman esan yang telah diubah ke dalam bentuk kode sering mengalami gangguan (noise) sehingga menyebabkan esan yang dikirim keliru. Untuk mengatasi kesalahan (error) dalam sistem komunikasi, maka dierlukan suatu sistem yang daat mengoreksi error tersebut. Sistem yang dimaksud adalah sistem engkodean. Kode yang biasa digunakan dalam roses koreksi error antara lain kode Hamming yang mamu mengoreksi satu kesalahan (single error), kode BCH yang mamu mengoreksi dua kesalahan (double error), kode Golay yang mamu mengoreksi tiga kesalahan (trile error), dan juga terdaat kode Reed Solomon yang mamu mengoreksi multile error. Field berhingga meruakan konse yang sangat enting untuk mengkonstruksi multile-error-correcting codes. Pengetahuan mengenai field berhingga diergunakan agar memahami kelas terenting dari engkodean siklis. Pertama-tama kita akan mendiskusikan grou secara singkat, karena konse menegnai grou dierlukan dalam teori field berhingga. 4.1 Gru Gru G adalah himunan elemen-elemen dan sebuah oerasi, sebut *, yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut: i. G tertutu terhada oerasi *, yaitu, jika g, h G, maka berlaku g * h G ii. Oerasi * adalah asosiatif iii.g memunyai sebuah identitas e sedemikian sehingga g * e e * g g, g G 1 iv. Untuk setia unsure g di G memunyai sebuah invers, yang dilambangkan dengan g sedemikian sehingga berlaku g g 1 * g 1 * g e Daat ditunjukkan bahwa ada suatu gru, elemen identitasnya adalah tunggal dan invers dari setia elemen juga tunggal. Gru G disebut abelian jika berlaku g*h = h*g untuk setia g,h di G. Pada kajian ini kita hanya akan memerhatikan gru abelian. Contoh: Kode C adalah gru abelian 1

3 terhada oerasi +. Elemen identitasnya adalah vektor nol. Jika C adalah suatu kode biner, maka setia vektor adalah inversnya sendiri. Definisi suatu field daat dinyatakan dalam engertian gru. Suatu field F adalah himunan elemen-elemen dengan dua oerasi, yaitu oerasi + (enjumlahan) dan * (erkalian) sedemikian hingga F adalah gru abelian dibawah oerasi +, dan elemen tak nol dalam F meruakan gru abelian dibawah oerasi * dan memenuhi sifat distributif. Untuk selanjutnya lambang oerasi gru * akan diganti dengan lambang.. Dalam notasi (g*g*g* *g) dengan g sebanyak r ditulis g r. Untuk oerasi +, hasil dari g + g +.+ g, dengan g sebanyak r, ditulis rg dan g -1 ditulis g. Order suatu gru G adalah banyaknya elemen-elemen didalam gru itu dan kita nyatakan hanya di gru berhingga. Order suatu elemen g dalam gru G adalah bilangan bulat ositi terkecil r sedemikian hingga g r = e. Perhatikan bahwa elemen order r memunyai r erangkatan yang berbeda Subgru H dari G adalah subset dari G yang meruakan suatu gru dengan oerasi yang sama seerti di G. Teorema 23 (Lagrange): Order subgru H dari G membagi order G. Misal G gru berorder n ditulis o(g) = n. Misalkan ula o(h) = r dan h ଵ, h ଶ,, h adalah elemen-elemen yang berbeda di H,. Jika H = G, jelas ernyataan bernilai benar..ܪ,ܩ maka terdaat,ܩ ܪ Misalkan Daftar semua elemen-elemen seanjang 2 baris sebagai berikut h ଵ, h ଶ,, h h ଵ, h ଶ,, h Kita klaim bahwa semua entri-entri di baris kedua adalah berbeda satu dengan yang lain dan juga berbeda dengan baris ertama. Karena jika untuk setia dua di baris kedua adalah sama, maka dieroleh h = h dengan. Dengan hukum enghausan dieroleh h = h, kontradiksi. Jika entri di baris kedua sama dengan entri-entri di baris ertama, maka h =.ܪ Hal ini kontradiksi dengan.ܪ h sehingga dieroleh = h ଵ h Jadi, kita memunyai (ܪ) 2 elemen. Jika elemen-elemen tersebut sebanyak G, maka kita selesai. Jika tidak, maka terdaat ܩ yang tidak terdaat dalam kedua baris. 2

4 Perhatikan daftar baru h ଵ, h ଶ,, h h ଵ, h ଶ,, h h ଵ, h ଶ,, h Dengan jalan yang sama, kita asumsikan dua entri di baris ketiga tidak sama dengan setia entri yang lain, sehingga kita memunyai (ܪ) 3 elemen. Dengan melanjutkan langkah di atas, karena G adalah gru berhingga, maka kita eroleh (ܪ) elemen yang berbeda sehingga (ܩ) = (ܪ) Jadi order H membagi order G.. = 4 (ܩ) erkalian, } adalah gru terhada oerasi, 1, {1, = ܩ Contoh: Misalkan dengan subgru {1, = ܪ 1} yang berorder 2. Untuk ܩ dieroleh = 2 ) ଶ ܪ) }, {, = ଵ ܪ Dengan demikian = 4 2(2) = 2 = 2 + ) ଵ ܪ) + (ܪ) = ) ଵ ܪ ܪ) = (ܩ) = 4 Corrolary: Order sebarang elemen g di G membagi order G Misal r adalah order dari g. Buat himunan H = g i i r dan klaim H membentuk suatu subgru dari G. Klaim juga o(g) = r adalah banyaknya elemen-elemen dalam subgru siklis yang dibangkitkan oleh g. Karena =, subgru tersebut memunyai aling banyak r elemen. Jika.ݎ < < 0 banyaknya elemen kurang dari r, maka = untuk suatu bilangan bulat Oleh karena itu, =, sedangkan 0 < <.ݎ Kontradiksi dengan =. Jadi subgru siklis yang dibangkitkan oleh g memunyai r elemen. Berdasarkan.(ܩ) ( ) Lagrange, Teorema 3

5 Jika C adalah kode biner (n,k) dalam ruang V n-tuel maka V adalah gru abelian terhada + dan C adalah subgru. Order dari V adalah 2 n dan order C adalah 2 k, yang membagi 2 n. C memunyai 2 n-k koset. Suatu gru G disebut siklik jika G memuat sebuah elemen g dengan erangkatannya. Elemen g disebut generator dari G. Suatu gru siklik daat memunyai lebih dari satu generator. Suatu elemen g di G membangkitkan subgru siklik H dari G dengan erangkatan dari g. Teorema 24: Jika sebuah elemen g memunyai order r, maka g s = e jika dan hanya jika s adalah keliatan dari r. () Andaikan s tidak keliatan r, maka berdasar algoritma embagian, s = ar + b dengan 0 < b < r. Sehingga g s = g ar+b = (g r ) a g b = e a g b = g b = e yang kontradiksi dengan kenyataan bahwa r adalah order dari g. Jadi s keliatan r. () Karena s adalah keliatan r, maka g s = g ra (g r ) a = e a = e. Teorema 25: Jika g adalah sebuah elemen berorder r, maka g s memunyai order r/fpb (s,r) Perhatikan ilustrasi berikut: Pada = {0,1,2,3,4,5,6,7} membentuk gru terhada oerasi enjumlahan Misal g = 2, maka 2 ସ = 0 sehingga o(2) = 4 = r = 4 ( 6 ) = ) ଷ 2 ) Selanjutnya misalkan s = 3, maka (2 ଷ ) ସ = 0 sehingga ( 3,4 )ܤ ܨ/ 4 = 4/1 = 4 = ) ଷ 2 ) Karena FPB(s,r) = FPB(3,4) = 1, dieroleh Misal g = 3, maka 3 = 0 sehingga o(3) = 8 = r Misalkan ula s = 2, maka (3 ଶ ) ସ = 0 sehingga 3 ) ଶ ) = 4 ( 4,8 )ܤ ܨ/ 8 = 8/2 = 4 = ) ଶ 3 ) Karena FPB(s,r) = FPB(4,8) =2, maka dieroleh Diketahui =. Misalkan = ௦ embangkit sebuah gru siklis H dari G. Akan (ݎ,ݏ)ܤ ܨ/ݎ atau H memunyai (ݎ,ݏ)ܤ ܨ/ݎ ditunjukkan bahwa order dari ௦ adalah elemen. 4

6 Perhatikan bahwa H memunyai beberaa elemen sebagai angkat terkecil b yang memberikan identitas. Pandang bahwa = ௦ dan = jika dan hanya jika ( ௦) = ௦ = atau jika dan hanya jika r membagi ms. Pertanyaannya adalah aa nilai terkecil m sehingga r membagi ms? Jika d adalah bilangan terbesar yang membagi r dan s, maka dalam eksresi ቀ ቁ, faktor d dari r akan membagi faktor s dari ms. Tidak ada faktor rima dari r/d = ݎ yang daat dicaku oleh s dan d, karena kita telah memilih d sebagai bilangan bulat terbesar yang membagi r dan s. Jadi semua r/d harus dicaku di dalam m, sehingga bilangan terkecil m adalah (ݎ,ݏ)ܤ ܨ/ݎ = ݎ = Teorema 26: Jika g dan h adalah elemen dari gru abelian, g memunyai order r dan h berorder s dan FPB (r,s) = 1, maka gh berorder rs. Misalkan G subgru yang dibangkitkan (generated) oleh g dan H adalah subgru = ܪ ܩ sertaݏ (r,s) = 1, maka = (ܪ) dan ݎ = (ܩ) yang dibangkitkan oleh h. Karena ( ). Berdasarkan teorema Lagrange, ݎ (ܪ ܩ) dan ܩ).ݏ (ܪ Misal ( h) =, > 0. Karena gh = hg, maka = ( h) = h, sehingga = h ܪ ܩ = ( ). Jadi =, dimana dan ݎ h =, dimana s. Karena (r,s)=1 dan r dan s keduanya membagi i, maka rs membagi i. Jadi ݏݎ. Karena ( h) ௦ = ௦ h ௦ =, kita lihat bahwa rs adalah bilangan bulat ositif terkecil i, sedemikian sehingga ( h) =. Ini berarti rs adalah order dari gh. Misal kita memunyai field berhingga F, maka F memunyai elemen identitas erkalian yaitu 1. Menurut enjumlahan, gru siklik dibangkitkan oleh 1. Karena elemenelemen dari F membentuk suatu gru terhada oerasi +, ini adalah subgru dari F dan 1 memunyai suatu order finit n. Ini adalah bilangan terkecil yaitu : nkali 5

7 Jelaslah n harus bilangan rima, karena jika n = ab = 0, maka a atau b adalah 0. Seerti yang kita tahu dalam field biner 1+1 = 0 dalam field 3 elemen = 0. Misal GF() menyatakan himunan bilangan bulat modulo. GF() terdiri dari bilangan 0,1,2,... 1 dengan oerasi biasa ada modulo. Contoh, jika = 7, GF(7) = 0,1,2,3,4,5,6 dan 3.4 = 12 5 (modulo7). Teorema 27: Jika bilangan rima, maka bilangan bulat modulo, GF() meruakan suatu field. Setia field berhingga F memuat suatu subfield yaitu GF(), untuk suatu bilangan rima dan. = 0,untuk setia di F Sebagaimana yang kita ketahui, Untuk setia field berhingga F, memuat bilangan bulat modulo untuk suatu. Kita hanya akan menunjukkan bahwa elemen-elemen tersebut meruakan field. Jelasnya, elemen-elemen di GF() membentuk gru abel terhada oerasi (+). Untuk melihat bahwa himunan tersebut membentuk gru abelian dibawah oerasi erkalian (.), kita hanya erlu menunjukkan bahwa setia elemen tak nol di GF() memiliki invers erkalian.. Karena rima, untuk a <, FPB(a,) = 1. Jika FPB(a,) = 1, maka terdaat b dan c sedemikian hingga ab + c = 1, yang berarti ab 1 (mod ). dan terdaat bilangan bulat b antara 1 dan 1 sedemikian hingga b b (mod ) dan ab 1 (mod ). Dengan demikian b adalah invers a. Jadi terbukti bahwa setia elemen tak nol memunyai invers. Perhatikan bahwa. = (.1) = 0. = 0.. Jika F memuat field rima GF(), maka disebut karakteristik dari F. Teorema 28: Pada field F berkarakteristik. Perluasan x y x y x y, untuk sebarang x dan y di F. ( x y) berdasarkan teorema binomial adalah: x x 1 1 y x y... y. 6

8 Setia suku, kecuali yang ertama dan terakhir, dikalikan dengan koefisien binomial untuk 1 i 1. Jika dijabarkan, 1) + ) 2) )( 1 ) ቀ = ቁ ( 1)( 2) 3 2 1, i sehingga masing masing suku memunyai koefisien. Karena adalah karakterisik F, maka semua suku (kecuali ertama dan terakhir) adalah 0. Untuk dengan y ada erluasannya. Sehingga didaat x y x y ( x y) kita ganti y Contoh: Dalam Ζ ଷ berlaku, + ݔ) 1) ଷ = ݔ ଷ + ݔ 3 ଶ + ݔ = 1 + ݔ 3 ଷ + 1 ଷ Corrolary : x y m x m y m Misal m = t. dengan menggunakan teorema 28, didaat : m t x y x y t x y t x m y m Order dari field berhingga adalah banyaknya elemen didalamnya. Setia field berhingga F dinyatakan dengan GF(n) dengan n adalah order dari F. Huruf GF mengacu ada Field Galois yaitu nama gru yang ditemukan oleh Evarisk Galois ( ), yang meninggal ada umur 20 tahun. Kita sering melihat field Galois GF(16) dengan 16 elemen, yang memunyai karakteristik 2. Seerti yang kita lihat, setia field berhingga memunyai r elemen untuk beberaa bilangan rima dan kita daat secara teat menyebutnya GF( r ) karena ada hanya satu field dengan r elemen. 4.2 Struktur Field Berhingga Jika F adalah field, F[x] adalah himunan semua olinomial dalam x dengan koefisien dalam F dengan enjumlahan, embagian dan erkalian olinomial secara biasa. Jelas bahwa F[x] adalah ring. [ݔ] (ݔ) : catatan ) Untuk suatu olinomial monik f(x) dengan derajat tidak nol disebut olinomial monik jika koefisien tak nol dari angkat tertinggi x adalah 1), kita 7

9 misalkan F[x]/f(x) adalah himunan kelas-kelas kongruen olinomial dalam F[x] modulo f(x). Ini disebut ring olinomial modulo f(x). Pada ring ini adalah ring yang memuat semua olinomial berderajat lebih kecil dari derajat f(x) dengan enjumlahan, embagian dan erkalian olinomial modulo f(x). Definisi: Polinomial (ݔ) [ݔ]ܨ disebut taktereduksi (irreducible) jika f(x) berderajat ositif dan f(x) tidak daat dinyatakan sebagai erkalian antara dua olinomial berderajat ositif. Dengan kata lain, jika f(x) = g(x)h(x), maka g(x) konstan atau h(x) konstan. Contoh: ݔ = (ݔ) ଶ + 1 meruakan olinomial tak tereduksi di R[x], akan tetai 1). ݔ) 1൯ + ݔ൫ tereduksi di C[x], karena f(x) daat dinyatakan sebagai erkalian Teorema 29: F[x]/f(x) adalah field jika dan hanya jika f(x) tak tereduksi. Misal f(x) adalah olinomial tak tereduksi berderjat m atas GF(), maka F = GF()[x]/f(x) adalah field dengan m elemen. Kita juga daat menyatakan F sebagai himunan olinomial dalam dengan oerasi yang biasa, untuk adalah akar dari f(x). () Andaikan f(x) adalah olinomial tereduksi, maka f(x) daat dinyatakan sebagai dengan 1 deg( ), deg(h) < deg ( ). Karena masing-masing (ݔ) h (ݔ) = (ݔ) derajat dan h mereresentasikan masing-masing kelas di,(ݔ) /[ݔ]ܨ maka kita memunyai h = 0, dengan demikian h = 0 di.(ݔ) /[ݔ]ܨ Hal ini kontradiksi dengan (ݔ) /[ݔ]ܨ sebagai field yang tidak memunyai embagi nol. () Kita klaim (ݔ) /[ݔ]ܨ sebagai ring komutatif dengen elemen identitas, akan (ݔ) /[ݔ]ܨ [(ݔ) ] ditunjukkan setia elemen tak nolnya memunyai invers. Ambil dengan (ݔ) ] 0]. Karena [1] meruakan elemen identitas terhada oerasi erkalian, [1] = [(ݔ) h ].[(ݔ) ] sedemikian hingga (ݔ) /[ݔ]ܨ [(ݔ) h ] akan ditunjukkan terdaat atau (ݔ) 1( (ݔ) h.((ݔ) Karena (ݔ) meruakan olinomial tak tereduksi dan 1. Akibatnya terdaat olinomial = ((ݔ),(ݔ) )ܤ ܨ maka,(ݔ) tidak membagi (ݔ).((ݔ) 1( (ݔ) (ݔ)ݏ = 1 atau (ݔ) (ݔ)ݐ + (ݔ) (ݔ)ݏ sehingga (ݔ)ݐ dan (ݔ)ݏ.[(ݔ)ݏ] = ଵ [(ݔ) ] [1], sehingga = [(ݔ) ] [(ݔ)ݏ] Lebih lanjut dieroleh 8

10 Contoh 1: Misalkan diketahui olinomial tak tereduksi ݔ = (ݔ) ଶ + + ݔ 1 atas field ଶ. Elemen-elemen dalam + ݔ,ݔ 1, {0, = (ݔ) /[ݔ] ଶ 1}, yaitu himunan dalam [ݔ] ଶ yang berderajad kurang dari dua. Oerasi enjumlahan sama dengan oerasi enjumlahan olinomial biasa ada.[ݔ] ଶ Sebagai contoh: = 1] + ݔ 2 ] = [ݔ] + 1] + ݔ] [1]. Sedangkan [ݔ] ଶ untuk oerasi erkaliannya sama dengan oerasi erkalian olinomial biasa ada.(ݔ) kemudian mereduksikan hasilnya dengan menghitung sisanya setelah dibagi dengan Untuk mereduksinya daat dikerjakan menggunakan embagian biasa atau menggunakan hubungan ݔ ଶ + ݔ 1 yang digunakan untuk mereduksi hasil erkalian yang berderajad 2. Sebagai contoh: ݔ] = 1] + ݔ][ 1 + ݔ] ଶ + = 1] + 1) + ݔ)] = 1] + ݔ 2.[ݔ] Tabel enjumlahan dan erkalian daat disajikan sebagai berikut: x x x x x +1 x x x x x +1 x + 1 x x x x x + 1 x 0 x x x +1 0 x x Contoh 2: Misalkan olinomial tereduksi ݔ = (ݔ) ଶ + 1 atas field ଶ. Elemen-elemen dalam + ݔ,ݔ 1, {0, = (ݔ) /[ݔ] ଶ 1}. Tabel oerasi enjumlahan x x x x x +1 x x x x x +1 x + 1 x 1 0 9

11 Untuk membuat tabel oerasi erkalian dalam,(ݔ) /[ݔ] ଶ dengan memerhatikan kenyataan ݔ ଶ 1 sehingga dieroleh tabel sebagai berikut:. 0 1 x x x x + 1 x 0 x 1 x + 1 x +1 0 x + 1 x Karena (x + 1)(x + 10 = 0, maka himunan tersebut bukan field tetai hanya ring komutatif dengan unsur satuan. Teorema 29 sangat berguna untuk mengkonstruksi field berhingga F. Kita katakan bahwa adalah elemen-elemen rimitif dari F jika untuk setia elemen tak nol dalam F adalah angkat dari. Order dari suatu elemen field berhingga adalah order multilikatifnya. Sebuah elemen rimitif dalam field dengan q elemen memunyai order q- 1. Ini tidak selalu menjadi kasus bahwa akar dari suatu olinomial yang tidak tereduksi adalah elemen rimitif. Suatu olinomial yang tak tereduksi memunyai elemen rimitif, sebagai sebuah akar yang disebut olinomial rimitif. Suatu olinomial rimitif atas GF() dieroleh dari derajat m, tabel untuk F daat disusun sebagaimana GF(16). Sayangnya untuk menyatakan aakah untuk setia diberikan olinomial tidak tereduksi adalah rimitif tidaklah mudah. Untuk keerluan tersebut, diberikan teorema sebagai berikut: Teorema 30: Setia field berhingga memiliki sebuah elemen rimitif. Misal F memiliki q elemen dan misal adalah elemen di F dengan order aling besar, yang dinyatakan dengan r. Maka r q 1, sebab angkat, 2, 3,.., r harus berbeda dan tidak nol. Misal adalah suatu elemen lain di F yang berorder s. Kita tunjukkan s harus membagi r. Misal a i i r dan s i b i adalah dekomosisi angkat bilangan rima r dan s. Misal a i i a jika ai bi dan misalkan b i jika bi ai. b i Maka FPB (r/a, s/b) = 1 dan rs/ab = KPK (r,s). Berdasarkan teorema 25, order r/a dan b memunyai order s/b. Sehingga berdasarkan teorema 26, 10 a memunyai a b

12 memunyai order rs/ab = KPK (r,s) dan r. Tetai dengan emilihan ini harus sama dengan r sehingga s membagi r. Oleh karena itu setia elemen adalah akar dari ersamaan x r 1 = 0. Seerti olinomial ini memunyai aling banyak r akar berbeda. Menurut teorema 22, r = q-1. Corollary: Setia elemen di field F berorder q memenuhi ersamaan x q = x. elemen tak nol di F memenuhi ersamaan x q-1 = 1. Setia Ambil sebarang ܨ ݔ. Jelas bahwa ݔ = ݔ dienuhi oleh x = 0. Selanjutnya elemen tak nol membentuk suatu gru yang berorder q-1 di bawah oerasi erkalian. Dengan menggunakan fakta bahwa = 1 ݔ untuk sebarang elemen ݔ dari gru berhingga G, kita eroleh untuk semua 0 ܨ ݔ memenuhi ݔ ଵ = 1 yang berarti.ݔ = ݔ Teorema 30 menyatakan bahwa gru multilikatif dari suatu field berhingga adalah siklik. Corrolary berikut untuk bilangan bulat sangat berguna berikutnya. Corrolary: Setia bilangan bulat x sedemikian hingga FPB (x, ) = 1, memenuhi ersamaan x -1 1 (mod ). + ݔ FPB (x, ) = 1 berarti terdaat bilangan bulat m, n sedemikian sehingga 1. Berdasarkan teorema ݔ yaitu,( ( 1 ݔ 1, lebih lanjut dieroleh = = + ݔ sebelumnya, untuk setia elemen tak nol memenuhi x -1 = 1, maka dieroleh. ଵ ݔ ݔ atau,( ( ଵ ݔ ݔ ଵ, sehingga ݔ Karena ݔ 1 dan ݔ ݔ ଵ, maka ݔ + ݔ 1 ݔ ଵ dengan demikian ݔ ଵ 1 yang berarti x -1 1 (mod ). 11

13 Teorema 31: Setia field berhingga F memiliki m elemen untuk suatu bilangan rima. Setia F memuat subfield rima yaitu GF(). Elemen-elemen di F membentuk ruang vektor atas GF(). Karena F field berhingga, maka dimensi F berhingga. Misalkan dimensi F adalah m, maka terdaat m vektor yang bebas linear dan membangun F. Misalkan ݔ} ଵ, ݔ ଶ,, ݔ } basis dari F, akibatnya setia anggota dari F daat disajikan secara tunggal sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor basis yaitu {()ܨܩ ߙ : ݔ ߙ + + ଶ ݔ ଶ ߙ + ଵ ݔ ଵ ߙ} = ܨ Jadi banyaknya elemen dari F adalah. Sebuah field berhingga F disebut isomorfik ke field berhingga F jika order dari F sama dengan order dari F, dan ada suatu emetaan dari F ke F sedemikian sehingga : 1. mengawetkan enjumlahan, ( ) ( ) ( ) 2. mengawetkan erkalian, (. ) ( ). ( ) 3. onto yaitu untuk sebarang di F sama dengan ( ) untuk suatu dalam F. Karena field kita adalah berhingga, maka onto jika dan hanya jika satu-satu, yaitu ( ) 0 mengakibatkan = 0. Selanjutnya disebut isomorhisme. Suatu isomorhisme memunyai arti yang sama untuk elabelan ulang dari lemen-elemen dari field yang mengawetkan + dan. Ini berimlikasi bahwa ( 0) 0 dan ( 1) 1. Suatu isomorfisme yang membawa suatu field F onto dirinya sendiri disebut automorfisme. Teorema 32: Jika F field berhingga dengan karakteristik, maka emetaan yang didefinisikan oleh ( ) adalah suatu automorfisme dari F. Misalkan : ܨ ܨ dengan ߙ = (ߙ), ߙ.ܨ Akan ditunjukkan automorfisme. Jelas order dari domain dan kodomain sama. Ambil ܨ ߚ,ߙ dengan ߙ = (ߙ) dan, akan ditunjukkan ߚ = (ߚ) mengawetkan enjumlahan, erkalian dan memenuhi emetaan onto dan satu-satu. 12

14 = (ߚ + ߙ). Dengan memerhatikan teorema 28, dieroleh (ߚ + ߙ) = (ߚ + ߙ) sehingga mengawetkan enjumlahan,(ߚ) + (ߙ) = ߚ + ߙ = (ߚ + ߙ) = (ߚߙ) (ߚߙ) = ߙ ߚ =.(ߚ) (ߙ) dengan demikian mengawetkan erkalian Untuk menunjukkan onto dan satu-satu, cuku ditunjukkan jika = (ߙ) 0 maka 0. = ߙ Karena = (ߙ) 0, maka ߙ = 0, dengan kata lain ߙ ߙ ଵ = 0. Karena ߙ ଵ 0, 0. = ߙ maka Jadi adalah automorfisme 13

15 Daftar Pustaka Pless, Vera Introduction to the theory of error-correcting codes. 2 nd ed. Canada: John Wiley & Sons. Inc. Fraleigh, John B A First Course In Abstract Algebra, Third Edition.Philiines: Addison-Wesley Publishing Comany, Inc. Ball, Richard W Princiles of Abstract Algebra, USA: Holt, Rinehardt & Winson. Inc. Herstein, I.N, Toics In Algebra. 2 nd ed. Chicago: John Wiley & Sons. Inc. 14

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM 3.1. Pengembangan Teorema Dalam enelitian dan erancangan algoritma ini, akan dibahas mengenai beberaa teorema uji rimalitas yang terbaru. Teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. untuk setiap e G. 4. G mengandung balikan. Untuk setiap a G, terdapat b G sehingga a b =

BAB II TEORI DASAR. untuk setiap e G. 4. G mengandung balikan. Untuk setiap a G, terdapat b G sehingga a b = BAB II TEORI DASAR 2.1. Group Misalkan operasi biner didefinisikan untuk elemen-elemen dari himpunan G. Maka G adalah grup dengan operasi * jika kondisi di bawah ini terpenuhi : 1. G tertutup terhadap.

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis sebagai landasan teori dalam penelitian ini yaitu teori bilangan, bilangan bulat modulo?, struktur aljabar dan masalah logaritma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: arithmetic, cyclic group, GF(5 ), primitive polynomial, cryptography.

ABSTRACT. Keywords: arithmetic, cyclic group, GF(5 ), primitive polynomial, cryptography. ABSTRACT AHMADI. The Construction of Arithmetic Algorithms GF(5 m ) Generated by Cyclic Grou Proerties. Suervised by SUGI GURITMAN and NUR ALIATININGTYAS. To construct a crytograhic algorithm, many arithmetic

Lebih terperinci

SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH. Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstact. Keywords : extension fields, elemen algebra

SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH. Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP. Abstact. Keywords : extension fields, elemen algebra JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 4 No 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : 1410-8518 SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstact Field is integral domain and is a

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk encaai tujuan enelitian, dierlukan beberaa engertian dan teori yang relevan dengan ebahasan. Dala bab ini akan diberikan beberaa teori berua definisi, teorea, auun lea yang

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

Penerapan Kurva Eliptik Atas Zp Pada Skema Tanda Tangan Elgamal

Penerapan Kurva Eliptik Atas Zp Pada Skema Tanda Tangan Elgamal A7 : Peneraan Kurva Elitik Atas Z... Peneraan Kurva Elitik Atas Z Pada Skema Tanda Tangan Elgamal Oleh : Puguh Wahyu Prasetyo S Matematika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email : uguhw@gmail.com Muhamad

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: GRUP

STRUKTUR ALJABAR: GRUP STRUKTUR ALJABAR: GRUP BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI Bandung 2016 1 A. Pendahuluan Ilustrasi 1.1: Perhatikan

Lebih terperinci

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal

Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Vol. 9, No.1, 49-56, Juli 2012 Himpunan Ω-Stabil Sebagai Daerah Faktorisasi Tunggal Nur Erawaty 1, Andi Kresna Jaya 1, Nirwana 1 Abstrak Misalkan D adalah daerah integral. Unsur tak nol yang bukan unit

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 4 No 2, 65-70, Agustus 2001, ISSN : 1410-8518 SYARAT PERLU LAPANGAN PEMISAH Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Abstact Field is integral domain and is a

Lebih terperinci

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABLE SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL PADA RING MODULO Saropah Mahasiswa Jurusan Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang e-mail: haforas@rocketmail.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK

LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK LAPORAN PENELITIAN EFISIENSI ALGORITME ARITMETIK ( ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK PADA KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK Oleh : Dra. Eleonora Dwi W., M.Pd Ahmadi, M.Si FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

Hasil Kali Dalam Berbobot pada Ruang L p (X)

Hasil Kali Dalam Berbobot pada Ruang L p (X) Hasil Kali Dalam Berbobot ada Ruang L () Muhammad Jakfar, Hendra Gunawan, Mochammad Idris 3 Universitas Negeri Surabaya, muhammadjakfar@unesa.ac.id Institut Teknologi Bandung, hgunawan@math.itb.ac.id 3

Lebih terperinci

Antonius C. Prihandoko

Antonius C. Prihandoko Antonius C. Prihandoko Didanai oleh Proyek DIA-BERMUTU 2009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember Prakata Puji syukur ke hadirat

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 1 10 KARAKTERISASI DAERAH DEDEKIND Elvinus R. Persulessy 1, Novita Dahoklory 1, Jurusan Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan. himpunan bilangan prima kurang dari 12 yaitu A = {2,3,5,7,11}.

BAB II KAJIAN TEORI. Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan. himpunan bilangan prima kurang dari 12 yaitu A = {2,3,5,7,11}. BAB II KAJIAN TEORI A. Lapangan Berhingga Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan dengan jelas pada suatu batasan-batasan tertentu. Contoh himpunan hewan berkaki empat H4 ={sapi,

Lebih terperinci

EVALUASI INTEGRAL ELIPTIK LENGKAP PERTAMA PADA MODULI SINGULAR

EVALUASI INTEGRAL ELIPTIK LENGKAP PERTAMA PADA MODULI SINGULAR EVALUASI INTEGRAL ELIPTIK LENGKAP PERTAMA PADA MODULI SINGULAR Elma Rahayu Manuharawati Jurusan Matematika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya 603 Jurusan Matematika Fakultas

Lebih terperinci

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com 2 G R U P Struktur aljabar adalah suatu himpunan tak kosong S yang dilengkapi dengan satu atau lebih operasi biner. Jika himpunan S dilengkapi dengan satu operasi biner * maka struktur aljabar tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. Hal ini dimulai dengan memberikan pengertian dari group

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom BAB 9 RING POLINOM Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV maka dapat disimpulkan sebagai

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada Bab III dan Bab IV maka dapat disimpulkan sebagai BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian ada Bab III dan Bab IV maka daat disimulkan sebagai berikut 1. Keluarga emetaan K C,δ (R, R) dan L C,δ (R, R) adalah beberaa bentuk keluarga emetaan demi linear dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

TRANSFORMASI AFFIN PADA BIDANG

TRANSFORMASI AFFIN PADA BIDANG Jurnal Matematika Vol. No. November 03 [ : 8 ] TRANSFORMASI AFFIN PADA BIDANG Gani Gunawan dan Suwanda Program Studi Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Bandung Prgram Studi Statistika, Fakultas

Lebih terperinci

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Rio Yohanes 1, Nora Hariadi 2, Kiki Ariyanti Sugeng 3 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia rio.yohanes@sci.ui.ac.id,

Lebih terperinci

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL

AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL AKAR-AKAR POLINOMIAL SEPARABEL SEBAGAI PEMBENTUK PERLUASAN NORMAL (Oleh: Sulastri Daruni, Bayu Surarso, Bambang Irawanto) Abstrak Misalnya F adalah lapangan perluasan dari lapangan K dan f(x) adalah polinomial

Lebih terperinci

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan 1. GRUP Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan pasangan elemen ( ab, ) pada G, yang memenuhi dua kondisi berikut: 1. Setiap pasangan elemen

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF

DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL ATAS RING KOMUTATIF Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Tahun 2014 Inovasi Pendidikan Sains dalam Menyongsong Pelaksanaan Kurikulum 2013 Surabaya 18 Januari 2014 DIMENSI PARTISI SUBGRAF TERINDUKSI PADA GRAF TOTAL

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan II. LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Untuk lebih mudah memahami, akan diberikan beberapa contoh. Berikut ini

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN 2301-9115 GRAF TOTAL SUATU MODUL BERDASARKAN SUBMODUL SINGULER Dian Ambarsari (S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan masalah dan bagaimana mengeksplorasinya dengan logaritma diskret pada menggunakan algoritme Exhaustive Search Baby-Step

Lebih terperinci

ORDER UNSUR DARI GRUP S 4

ORDER UNSUR DARI GRUP S 4 Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 142 147 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ORDER UNSUR DARI GRUP S 4 FEBYOLA, YANITA, MONIKA RIANTI HELMI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari Grup Permutasi dan Grup Siklis Winita Sulandari Grup Permutasi Suatu Permutasi dari suatu himpunan berhingga S yang tidak kosong, dinyatakan sebagai suatu pemetaan bijektif dari himpunan S pada dirinya

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n Nama : Yogi Sindy Prakoso NRP : 106 100 015 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Pembimbing : Drs. Suhud Wahyudi, M.Si Dra. Titik Mudiati, M.Si Abstrak Grah adalah

Lebih terperinci

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar Mashuri, Kristina Wijayanti, Rahayu Budhiati Veronica, Isnarto Jurusan Matenmatika FMIPA

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan menenai teori teori yan berhubunan denan penelitian sehina dapat dijadikan sebaai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah dalam

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir.

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. Abstrak Diberikan suatu polinom primitif f(x) F q [x] berderajat m, lapangan F q [x]/(f(x)) isomorf dengan ruang vektor

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT SEMIGRUP BEBAS DAN MONOID BEBAS DALAM BENTUK HIMPUNAN WORD

SIFAT-SIFAT SEMIGRUP BEBAS DAN MONOID BEBAS DALAM BENTUK HIMPUNAN WORD Prosiding Semirata FMIP Universitas Lung 213 SIFT-SIFT SEMIGRUP BEBS DN MONOID BEBS DLM BENTUK HIMPUNN WORD Rolan Pane 1 Sri Gemawati 1 Novia Yumitha sarie 2 Firdaus 1 Deartment of mathematis FMIP Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG BERNORM. 2.1 Norm dan Ruang `p. De nisi 2.1 Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi k:k : V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut :

BAB 2 RUANG BERNORM. 2.1 Norm dan Ruang `p. De nisi 2.1 Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi k:k : V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut : BAB 2 RUANG BERNORM 2. Norm dan Ruang ` De nisi 2. Misalkan V ruang vektor atas R, Sebuah fungsi kk V! R yang memenuhi sifat-sifat berikut [N] kxk 0 jika dan hanya jika x 0 [N2] kxk jj kxk untuk setia

Lebih terperinci

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Handout MK Aljabar Abstract PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Disusun oleh : Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc, Ph.D e-mail: antoniuscp.ilkom@unej.ac.id Staf Pengajar Pada Program Studi Sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung proses penelitian. 2.1 Teori Grup Definisi 2.1.1 Operasi Biner Suatu operasi biner pada suatu himpunan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai teori grup. 2.1 Grup Dalam struktur aljabar, himpunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011 0 KATA PENGANTAR Aljabar abstrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

SIFAT ARMENDARIZ P A D A BEBERAPA RING GRUP

SIFAT ARMENDARIZ P A D A BEBERAPA RING GRUP SIFAT ARMENDARIZ P A D A BEBERAPA RING GRUP oleh : Mulvi Ludiana (1) Cece Kustiawan (2) Sumanang Muhtar Gozali (2) ABSTRAK Dari suatu ring dan grup, dapat dikonstruksi suatu ring baru yang disebut ring

Lebih terperinci

BAHAN AJAR DIKLAT GURU MATEMATIKA

BAHAN AJAR DIKLAT GURU MATEMATIKA BAHAN AJAR DIKLAT GURU MATEMATIKA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN 005 Daftar Isi Kata Pengantar i Daftar Isi ii

Lebih terperinci

LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT. Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA.

LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT. Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA. LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA PONDOK CINA, MARET 2004 0 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I STRUKTUR ALJABAR...

Lebih terperinci

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA

KAJIAN KONSEP RUANG NORMA-2 DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA Jurnal Matematika Murni dan Teraan εsilon Vol. 07, No.01, 013), Hal. 13 0 KAJIAN KONSEP RUANG NORMA- DENGAN DOMAIN PEMETAAN BERUPA RUANG BERDIMENSI HINGGA Wahidah 1 dan Moch. Idris 1, Program Studi Matematika

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya STRUKTUR ALJABAR 1 Kristiana Wijaya i ii Daftar Isi Judul Daftar Isi i iii 1 Himpunan 1 2 Partisi dan Relasi Ekuivalen 3 3 Grup 6 4 Koset Dan Teorema Lagrange, Homomorphisma Grup Dan Grup Faktor 11 Indeks

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Reed-Solomon sebagai Kode Siklik dengan Polinomial Generator Ryan Pebriansyah Jamal 1,*, Loeky Haryanto 2, Amir Kamal Amir 3

Konstruksi Kode Reed-Solomon sebagai Kode Siklik dengan Polinomial Generator Ryan Pebriansyah Jamal 1,*, Loeky Haryanto 2, Amir Kamal Amir 3 Konstruksi Kode Reed-Solomon sebagai Kode Siklik dengan Polinomial Generator Ryan Pebriansyah Jamal 1,*, Loeky Haryanto 2, Amir Kamal Amir 3 1 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Elvri Teresia br Sembiring adalah Guru Matematika SMA Negeri 1 Berastagi

Elvri Teresia br Sembiring adalah Guru Matematika SMA Negeri 1 Berastagi PENERAPAN SIFAT-SIFAT GRUP PENJUMLAHAN MODULO 12 DAN 24 PADA JAM Elvri Teresia br Sembiring Abstrak Makalah ini membahas mengenai penerapan sifat-sifat grup penjumlahan modulo 12 (Z 12 ) dan modulo 24

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

PENERAPAN MASALAH LOGARITMA DISKRIT PADA KRIPTOGRAFI KUNCI PUBLIK

PENERAPAN MASALAH LOGARITMA DISKRIT PADA KRIPTOGRAFI KUNCI PUBLIK Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Peneraan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 PENERAPAN MASALAH LOGARITMA DISRIT PADA RIPTOGRAFI UNCI PUBLI MUHAMAD ZAI RIYANTO

Lebih terperinci

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Vol 11, No 1, 71-76, Juli 2014 IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Qharnida Khariani, Amir Kamal Amir dan Nur Erawaty Abstrak Teori gelanggang merupakan salah satu bagian di matematika

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Pertemuan Standar kompetensi: mahasiswa memahami cara membangun sistem bilangan real, aturan dan sifat-sifat dasarnya. Kompetensi dasar Memahami aksioma atau sifat aljabar bilangan real Memahami fakta-fakta

Lebih terperinci

Sifat Lapangan pada Bilangan Kompleks

Sifat Lapangan pada Bilangan Kompleks Jurnal Analisa 3 (1) (2017) 70-75 p-issn: 2549-5135 http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/index e-issn: 2549-5143 Sifat Lapangan pada Bilangan Kompleks Ida Nuraida 1,a) 1 Prodi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk melakukan penelitian ini terlebih dahulu harus memahami konsep yang terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar yang menunjang dan disajikan

Lebih terperinci

GRUP AUTOMORFISME GRAF HELM, GRAF HELM TERTUTUP, DAN GRAF BUKU

GRUP AUTOMORFISME GRAF HELM, GRAF HELM TERTUTUP, DAN GRAF BUKU GRUP AUTOMORFISM GRAF HLM, GRAF HLM TRTUTUP, DAN GRAF BUKU Antoni Nurhidayat 1, Dr. Agung Lukito, M. S. 2 1 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 6 RING (GELANGGANG) Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat suatu Ring, Integral Domain dan Field Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis

I. PENDAHULUAN. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis 1 I. PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang dan Masalah Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu, dengan batas waktu sekitar tahun

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING Dr. Adi Setiawan, M.Sc G R A F I K A Penerbit Tisara Grafika SALATIGA 2014 Katalog Dalam Terbitan 512.24 ADI Adi Setiawan d Dasar-dasar aljabar modern:

Lebih terperinci

KLASIFIKASI NEAR-RING Classifications of Near Ring

KLASIFIKASI NEAR-RING Classifications of Near Ring Jurnal Barekeng Vol 8 No Hal 33 39 (14) KLASIFIKASI NEAR-RING Classifications of Near Ring ELVINUS RICHARD PERSULESSY Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura Jl Ir M Putuhena, Kampus Unpatti,

Lebih terperinci

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING

IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL PRIME IDEAL AND MAXIMAL IDEAL IN A POLYNOMIAL RING IDEAL PRIMA DAN IDEAL MAKSIMAL PADA GELANGGANG POLINOMIAL Qharnida Khariani, Amir Kamal Amir dan Nur Erawati Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

GRUP AUTOMORFISME GRAF KIPAS DAN GRAF KIPAS GANDA

GRUP AUTOMORFISME GRAF KIPAS DAN GRAF KIPAS GANDA GRUP AUTOMORFISME GRAF KIPAS DAN GRAF KIPAS GANDA Siti Rohmawati 1, Dr.Agung Lukito, M.S. 2 1 Matematika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya Jalan Ketintang Gedung

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup BAB 3 DASAR DASAR GRUP Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8.

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8. BILANGAN CACAH a. Pengertian Bilangan Cacah Bilangan cacah terdiri dari semua bilangan asli (bilangan bulat positif) dan unsur (elemen) nol yang diberi lambang 0, yaitu 0, 1, 2, 3, Bilangan cacah disajikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG FUNGSI KLASIK Oleh: Encum Sumiaty FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

PENGEMBANGAN RUANG FUNGSI KLASIK Oleh: Encum Sumiaty FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung PENGEMBANGAN RUANG FUNGSI KLASIK Oleh: Encum Sumiaty FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung e-mail: e.sumiaty@yahoo.com Abstrak Diketahui ruang fungsi klasik L (, ). Melalui oerator T ada ruang

Lebih terperinci

Menghitung Jumlah Graf Sederhana dengan Teorema Polya

Menghitung Jumlah Graf Sederhana dengan Teorema Polya Menghitung Jumlah Graf Sederhana dengan Teorema Polya Hafni Syaeful Sulun NIM : 13505058 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data A-3 Luthfiana Arista 1, Atmini Dhoruri 2, Dwi Lestari 3 1,

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

SIFAT OPERASI DAN EKSISTENSI INVERS SUATU MATRIKS DALAM ALJABAR MAX-PLUS SISKA MARYANA DEWI

SIFAT OPERASI DAN EKSISTENSI INVERS SUATU MATRIKS DALAM ALJABAR MAX-PLUS SISKA MARYANA DEWI SIFAT OPERASI DAN EKSISTENSI INVERS SUATU MATRIKS DALAM ALJABAR MAX-PLUS SISKA MARYANA DEWI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN Logika Matematika

PERTEMUAN Logika Matematika 3-1 PERTEMUAN 3 Nama Mata Kuliah : Matematika Diskrit (3 SKS) Nama Dosen Pengamu : Dr. Suarman E-mail : matdis@netcourrier.com HP : 0813801198 Judul Pokok Bahasan Tujuan Pembelajaran : 3. Logika Matematika

Lebih terperinci

AUTOMORFISME GRAF BINTANG DAN GRAF LINTASAN

AUTOMORFISME GRAF BINTANG DAN GRAF LINTASAN AUTOMORFISME GRAF BINTANG DAN GRAF LINTASAN Reni Tri Damayanti Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Matematika Universitas Brawijaya Email: si_cerdazzz@rocketmail.com ABSTRAK Salah satu topik yang menarik untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah. 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Huffman Code Algoritma Huffman menggunakan prinsip penyandian yang mirip dengan kode Morse, yaitu tiap karakter (simbol) disandikan dengan rangkaian bit. Karakter yang sering

Lebih terperinci

Aplikasi Teorema Polya Pada Enumerasi Graf Sederhana

Aplikasi Teorema Polya Pada Enumerasi Graf Sederhana Aplikasi Teorema Polya Pada Enumerasi Graf Sederhana M. Faisal Baehaki Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Bandung 40135 e-mail: faisal.baihaki@comlabs.itb.ac.id Intisari Metode untuk

Lebih terperinci