Bab 4 SIMULASI NUMERIK. 4.1 Kasus I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 4 SIMULASI NUMERIK. 4.1 Kasus I"

Transkripsi

1 Bab 4 SIMULASI NUMERIK Pada bab n akan dbahas analss model penyebaran penyakt flu burung untuk kasus adanya pertumbuhan dan kematan alam serta kasus tdak adanya pertumbuhan dan kematan alam secara numerk menggunakan MATLAB Hal n dmaksudkan untuk membandngkan kedua model sehngga dketahu pengaruh adanya faktor pertumbuhan dan kematan alam pada model. Selan tu, akan dlakukan smulas terhadap model untuk beberapa nla parameter λ, ξ, dan γ sebaga parameter penentu terjadnya gelombang berjalan pada penyebaran flu burung. Dalam smulas numerk n, penuls menggunakan metode MacCormack untuk menyelesakan model permasalahan yang berupa sstem persamaan dferensal parsal secara numerk. Model yang dselesakan adalah sstem persamaan dferensal parsal yang tak berdmens. Hal n dmaksudkan agar hasl yang dperoleh bsa dnterpretaskan secara umum, tdak hanya untuk suatu data dengan satuan tertentu saja. 4.1 Kasus I Pandang sstem persamaan dferensal parsal tak berdmens S t I t = IS + S x, = λi + IS + I x. 34

2 35 D ttk nteror persamaan akan ddskrtsaskan dengan metode MacCormack. Metode n merupakan metode eksplst, tahap, dengan tngkat akuras O(, t 3 ). Selanjutnya, akan dlakukan penyesuaan untuk ttk-ttk d batas kr dan kanan. Terakhr, model akan dsmulaskan dengan nla parameter yang bervaras. Dskrtsas model d ttk nteror sebaga berkut: 1. Tahap predctor Notaskan S n S(x, t n ). Pada tahap n akan dpredks nla dketahu nla S n dan S n +1. jka Ekspans Taylor untuk d sektar S n adalah = S n + S t n t + O( t ). (4.1.1) Mengngat S t = IS + S xx, dengan penerapan center dfference bag S xx dlanjutkan dengan substtus ke dalam (4.1.1) menghaslkan persamaan beda dengan tngkat akuras O(, t ). = S n + ( I n S n + Sn +1 Sn + S n 1 ) t, (4.1.) Dengan melakukan langkah dskrtsas yang sama terhadap persamaan dperoleh persamaan beda I t = λi + IS + I x, I n+1 = I n + ( λi n + I n Sn + In +1 In + I n 1 ) t, (4.1.3) dengan tngkat akuras O(, t ).. Tahap corrector Pada tahap n nla yang telah ddapat dar tahap predctor, dkoreks lag dengan tngkat akuras yang lebh tngg yatu O(, t 3 ). Sama halnya dengan tahap sebelumnya, tahap n dmula dar ekspans taylor untuk

3 d sektar S n. Namun, perbedaannya terletak pada suku S t n. Pada tahap corrector yang dgunakan adalah nla rata-rata dar S t n saat ndeks waktu n dan n + 1 yatu St n +St n+1. Pandang ekspans Taylor untuk = S n + S t n t + S tt n d sektar S n sebaga berkut t! Gunakan Forward Tme untuk mskrtsas suku S tt n (4.1.4): S tt n = S t n+1 S t n t 36 + O( t 3 ). (4.1.4) pada ekspans Taylor. (4.1.5) Substtus (4.1.5) ke (4.1.4) menghaslkan ekspans Taylor untuk d sektar S n pada tahap n sebaga berkut = S n + t (S t n + S t n+1 ) + O( t 3 ). Perhatkan bahwa persamaan d atas mempunya akuras dengan orde 3. Berdasarkan S t = IS+S xx, maka dengan mensubsttuskannya ke dalam ekspans Taylor d atas menghaslkan persamaan beda = S n + t ( + t dengan tngkat akuras O(, t 3 ). ( I n S n + Sn +1 Sn + S n 1 I n+1 S n+1 + Sn+1 +1 Sn ) ), (4.1.6) Analog dengan S, dskrtsas terhadap I menghaslkan persamaan beda I n+1 = I n + t ( ) λi n + I n Sn + In +1 I n + I 1 n x ( + t λi n+1 + I n+1 + In+1 +1 ) In+1 + I 1 n+1, (4.1.7) dengan tngkat akuras O(, t 3 ). Jad, untuk ttk nteror dterapkan persamaan beda (4.1.) & (4.1.3) pada tahap predctor, dan (4.1.6) & (4.1.7) pada tahap corrector.

4 Untuk penyesuaan d ttk-ttk batas kr dan kanan, dgunakan persamaan gelombang yang masng-masng berjalan ke kr dan ke kanan. Hal n dlakukan agar gelombang hasl smulas terus berjalan ke luar batas pengamatan sesua dengan keadaan sebenarnya. Pekatan Forward Tme Forward Space d batas kr menghaslkan persamaan beda: 1 = (1 C)S n 1 + CSn, I n+1 1 = (1 C)I n 1 + CI n, dan pekatan Forward Tme Backward Space d batas kanan menghaslkan persamaan beda: 37 Nx = (1 C)Sn Nx + CS n Nx 1, I n+1 Nx = (1 C)In Nx + CIn Nx 1, dengan C = c t, dan c adalah kecepatan gelombang. x 4. Kasus II Langkah dskrtsas untuk kasus II analog dengan kasus I. Perbedaannya hanya terletak pada penambahan suku ξs pada persamaan dferensal parsal bag S dan menggant parameter λ dengan γ pada persamaan dferensal parsal bag I, dperoleh persamaan beda: Tahap predctor: = S n + ( ξs n I n S n + Sn +1 Sn + S n 1 ) t, I n+1 = I n + ( γi n + I n Sn + In +1 I n + I 1 n ) t, dengan tngkat akuras O(, t ).

5 38 Tahap corrector: I n+1 = S n + t ( + t = I n + t ( + t dengan tngkat akuras O(, t 3 ). ( ξs n I n Sn + Sn +1 S n + S 1 n ) ξ I n+1 + Sn+1 +1 Sn+1 + S 1 n+1 ( γi n + I n Sn + In +1 In + I n 1 γi n+1 + I n+1 + In+1 +1 In+1 + I n+1 1 ) ) ),, Untuk smulas, pada kasus I dplh nla parameter λ = dan λ = 1.. Pada kasus II dengan memlh nla γ yang tetap yatu 0.5, dplh nla ξ yang berbeda yatu ξ = 0.6 dan ξ = Saat awal pengamatan, sumber epdem (ayam sakt) ada d tengah-tengah doman pengamatan sebanyak 10 % dar banyaknya populas ayam sehat saat awal pengamatan, sehngga dperoleh hasl smulas sebaga berkut: 1 Pemlhan nla parameter n ddasarkan pada nla threshold number untuk penyakt nfluenza, yatu 1/λ.

6 S(x,t) dan I(x,t) x S(x,t) dan I(x,t) x Gambar 4.1: Kasus I: Kurva-kurva S(x, t) (htam) dan I(x, t) (merah) terhadap poss x untuk beberapa waktu pengamatan 0 = t 0 < t 1 <... < t n = 60.1 dengan nla parameter λ = 0.5 (atas), dan λ = 1. (bawah). Dapat dlhat ketka λ = 0.5, jumlah ayam yang sakt d suatu tempat bertambah serng dengan bertambahnya waktu. Selanjutnya, nfeks tersebut menyebar ke sektarnya, dalam hal n ke kr dan ke kanan. Populas ayam sakt d daerah dengan jarak yang sama terhadap daerah pusat wabah mencapa nla maksmum yang sama. Dapat dlhat dar Gambar 4.1 atas, bahwa penyebaran penyakt mempunya bentuk yang tetap. Inlah yang dmaksudkan dengan gelombang berjalan pada penyebaran penyakt, atau gelombang epzootc penyebaran penyakt flu burung. Untuk nla λ < 1 lannya, dperoleh hasl yang serupa, penyebaran nfeks

7 40 mengkut gelombang berjalan. Namun, ketka dplh nla λ = 1., hasl smulas menunjukkan bahwa nfeks tetap menyebar ke sektarnya. Namun, dapat dlhat bahwa pola penyebarannya tdak mengkut pola gelombang berjalan. Hasl smulas n menunjukkan secara vsual makna dar pentngnya nla λ. Berdasarkan stud awal pada Subbab 3., ξ < 0 menjad syarat perlu terjadnya S(x,t) dan I(x,t) x S(x,t) dan I(x,t) x Gambar 4.: Kasus II: Kurva-kurva S(x, t) (htam) dan I(x, t) (merah) terhadap poss x untuk beberapa waktu pengamatan 0 = t 0 < t 1 <... < t n = 60.1 dengan nla parameter γ = 1.01/, ξ = 0.01/4 (atas), dan γ = 1.01/, ξ = 0.01/4 (bawah). gelombang berjalan pada penyebaran penyakt. Ketka dplh nla ξ = 0.01/4 pada smulas, terlhat dar Gambar 4. atas, nfeks menyebar ke kanan dan kr sumber nfeks serng dengan bertambahnya waktu. Seklas tampak bahwa nfeks menyebar dengan bentuk yang tetap. Tetap, jka damat dengan lebh seksama,

8 banyaknya ayam sakt maksmum berkurang serng dengan bertambahnya waktu. Jad, penyebaran penyakt tdak mengkut pola gelombang berjalan. 41 Alasan pemlhan parameter γ = 1.01/, ξ = 0.01/4 adalah sebaga berkut. Mengngat γ = λ + b/rs 0, dan ξ = (c b)/rs 0 maka pemlhan nla γ yang sedkt lebh dar 1/ dan ξ = 0.01/4 bsa dartkan: tdak ada kelahran alam namun ada kematan alam dengan faktor yang relatf kecl. Hal n dapat menjelaskan bahwa jumlah total ayam berkurang serng dengan bertambahnya waktu. Ketka dplh nla ξ = 0.01/4, postf, tampak jelas bahwa nfeks menyebar ke sektarnya dengan tdak mengkut pola gelombang berjalan. Hal n sesua dengan hasl analts d Subbab 3.. Bsa dlhat bahwa serng dengan bertambahnya waktu, banyak ayam sakt semakn bertambah dengan cukup sgnfkan. Berdasarkan smulas, pemlhan nla ξ = 0.01/4 dan ξ = 0.01/4 tdak menghaslkan penyebaran penyakt yang mengkut pola gelombang berjalan. Hal n mash sesua dengan hasl stud analts pada Subbab 3. yang menyatakan bahwa ξ < 0 merupakan syarat perlu terjadnya gelombang berjalan pada penyebaran penyakt. Jka ξ > 0, maka penyebaran nfeks past tdak mengkut pola gelombang berjalan. Jka ξ < 0, maka belum tentu nfeks menyebar mengkut pola gelombang berjalan. Sejauh n penuls belum menemukan batasan nla ξ yang bsa menghaslkan penyebaran nfeks berupa gelombang berjalan.

9 5. Saran 43 Dalam karya tuls lmah n belum dlakukan analss lebh lanjut mengena hubungan antara kesetmbangan solus gelombang berjalan pada model untuk kasus II dengan konds fssnya. Hal n dsebabkan adanya ketdaksesuaan hasl yang dperoleh dengan konds fss. Oleh karena tu, penuls menyarankan untuk dlakukan kajan lebh lanjut mengena hal n. Penuls juga menyarankan untuk dlakukan pencaran syarat cukup terjadnya gelombang berjalan pada penyebaran penyakt. Selan tu, perlu dlakukan smulas lebh lanjut terhadap model dengan berdasarkan data real yang akurat.

10 Daftar Pustaka [1] Murray, J.D Mathematcal Bology, nd Edton. New York: Sprnger- Verlag. [] Matthej, Robert, Jaap Molenaar. 00. Ordnary Dfferental Equatons n Theory and Practce. Phladelpha: SIAM (Socety for Industral and Appled Mathematc). [3] Brauer, Fred, Carlos Castllo-Chavez Mathematcal Models n Populaton Bology and Epdemology. Ithaca, N.Y., U.S.A.: Sprnger. [4] Edwards, C.H., JR Davd E. Penney Elementary Dfferental Equatons wth Boundary Value Problem, thrd edton. New Jersey: Prentce-Hall. [5] http : //d.wkpeda.org/wk/w abah [6] http : //d.wkpeda.org/wk/kejadan Luar Basa [7] http : // , d.html [8] http : // , d.html [9] http : // , d.html 44

11 Lampran Program MATLAB Program Model Penyebaran Flu Burung Tanpa Pertumbuhan dan Kematan Alam nla λ < 1 % SPD: SI + dfus pd 0 x L % sy awal: S(x,0)=1; I(x,0)=0 clear all format long Nt=700 Nx=00 dt=0.1 dx=0.5 lambda=0.5 %kecepatan mnmum gelombang berjalan c=*sqrt(1-lambda) %sy awal S(1:Nx,1)=1 I(1:Nx,1)=0 p=0.1; 45

12 46 I(Nx/,1)=p; for n=1:(nt-1) %persamaan beda model untuk batas kr Sp(1,n+1)=S(1,n)-dt*I(1,n)*S(1,n)+dt*(S(3,n)-*S(,n)+S(1,n))/dx/dx; Ip(1,n+1)=I(1,n)+dt*I(1,n)*S(1,n)-lambda*dt*I(1,n)+dt*(I(3,n)-*I(,n)+I(1,n))/dx/dx; %persamaan beda model untuk grd d tengah tahap predctor for =:(Nx-1) Sp(,n+1)=S(,n)-dt*I(,n)*S(,n)+dt*(S(+1,n)-*S(,n)+S(-1,n))/dx/dx; Ip(,n+1)=I(,n)+dt*I(,n)*S(,n)-lambda*dt*I(,n)+dt*(I(+1,n)-*I(,n)+I(-1,n))/dx/dx; %persamaan beda model untuk batas kanan Sp(Nx,n+1)=S(Nx,n)-dt*I(Nx,n)*S(Nx,n)+dt*(S(Nx,n)-*S(Nx-1,n)+S(Nx-,n))/dx/dx; Ip(Nx,n+1)=I(Nx,n)+dt*I(Nx,n)*S(Nx,n)-lambda*dt*I(Nx,n)+dt*(I(Nx,n)-*I(Nx- 1,n)+I(Nx-,n))/dx/dx; %persamaan beda gelombang untuk batas kr S(1,n+1)=(1-c)*S(1,n)-c*S(,n); I(1,n+1)=(1-c)*I(1,n)-c*I(,n); %persamaan beda model d grd tengah tahap corrector for =:(Nx-1) S(,n+1)=S(,n)+(dt/)*(-I(,n)*S(,n)-Ip(,n+1)*Sp(,n+1)) +(1/)*(dt/dx/dx)*(S(+1,n)-*S(,n)+S(-1,n)+Sp(+1,n+1)-*Sp(,n+1)+Sp(-1,n+1)); I(,n+1)=I(,n)+(dt/)*(I(,n)*S(,n)-lambda*I(,n)+Ip(,n+1)*Sp(,n+1)-lambda*Ip(,n+1)) +(1/)*(dt/dx/dx)*(I(+1,n)-*I(,n)+I(-1,n)+Ip(+1,n+1)-*Ip(,n+1)+Ip(-1,n+1)); %persamaan beda gelombang untuk batas kanan S(Nx,n+1)=(1-c)*S(Nx,n)+c*S(Nx-1,n);

13 47 I(Nx,n+1)=(1-c)*I(Nx,n)+c*I(Nx-1,n); %plot S(x,t) fgure(1) plot(s) %plot I(x,t) fgure() plot(i) %nsas untuk plot S(x,t) dan I(x,t) untuk waktu tertentu shft =0.5; banyakplot=7; pengal=100; for j = 1:banyakplot for = 1:Nx xplot(,j) = (-1) * *dx; Splot(,j) = S(,(j-1)*pengal+1); Iplot(,j) = I(,(j-1)*pengal+1); % Plot S(x,t) dan I(x,t) terhadap x fgure(3) plot(xplot,splot, -, Color, black, LneWdth,1.5) hold on plot(xplot,iplot, -., Color, red, LneWdth,1.5) hold off % nsas untuk plot S(x,t) dan I(x,t) untuk poss tertentu shft =0.5;

14 48 banyakplot=10; pengal=10; for j = 1:Nt for = 1:banyakplot tplot(,j) = (j-1) *dt; Splot1(,j) = S((-1)*pengal+1,j); Iplot1(,j) = I((-1)*pengal+1,j); % plot S(x,t) dan I(x,t) terhadap t fgure(4) plot(tplot,splot1, -, Color, black, LneWdth,1.5) hold on plot(tplot,iplot1, -., Color, red, LneWdth,1.5) hold off catatan: program smulas matlab untuk kasus λ > 1 dperoleh dengan mengubah nla lambda menjad > 1 Program Model Penyebaran Flu Burung Dengan Pertumbuhan dan Kematan Alam % SPD: SI + dfus pd 0 x L % sy awal: S(x,0)=1; I(x,0)=0 clear all format long Nt=700 Nx=00 dt=0.1

15 49 dx=0.5 ks=-0.01/4 gama=1.01/ % kecepatan mnmum gelombang berjalan c=*sqrt(sqrt(-ks*gama)) %syarat awal S(1:Nx,1)=1; I(1:Nx,1)=0; p=0.1; I(Nx/,1)=p; for n=1:(nt-1) % persamaan beda model d batas kr Sp(1,n+1)=S(1,n)+dt*ks*S(1,n)-dt*I(1,n)*S(1,n)+dt*(S(3,n)-*S(,n)+S(1,n))/dx/dx; Ip(1,n+1)=I(1,n)+dt*I(1,n)*S(1,n)-gama*dt*I(1,n)+dt*(I(3,n)-*I(,n)+I(1,n))/dx/dx; % persamaan beda model d grd tengah untuk tahap predctor for =:(Nx-1) Sp(,n+1)=S(,n)+dt*ks*S(,n)-dt*I(,n)*S(,n)+dt*(S(+1,n)-*S(,n)+S(-1,n))/dx/dx; Ip(,n+1)=I(,n)+dt*I(,n)*S(,n)-gama*dt*I(,n)+dt*(I(+1,n)-*I(,n)+I(-1,n))/dx/dx; % persamaan beda model d batas kanan Sp(Nx,n+1)=S(Nx,n)+dt*ks*S(Nx,n)-dt*I(Nx,n)*S(Nx,n) +dt*(s(nx,n)-*s(nx-1,n)+s(nx-,n))/dx/dx; Ip(Nx,n+1)=I(Nx,n)+dt*I(Nx,n)*S(Nx,n)-gama*dt*I(Nx,n) +dt*(i(nx,n)-*i(nx-1,n)+i(nx-,n))/dx/dx; % persamaan beda gelombang d batas kr S(1,n+1)=(1-c)*S(1,n)+c*S(,n);

16 50 I(1,n+1)=(1-c)*I(1,n)+c*I(,n); % persamaan beda model d grd tengah untuk tahap corrector for =:(Nx-1) S(,n+1)=S(,n)+(dt/)*(ks*S(,n)-I(,n)*S(,n)+ks*Sp(,n+1)-Ip(,n+1)*Sp(,n+1)) +(1/)*(dt/dx/dx)*(S(+1,n)-*S(,n)+S(-1,n)+Sp(+1,n+1)-*Sp(,n+1)+Sp(-1,n+1)); I(,n+1)=I(,n)+(dt/)*(I(,n)*S(,n)-gama*I(,n)+Ip(,n+1)*Sp(,n+1)-gama*Ip(,n+1)) +(1/)*(dt/dx/dx)*(I(+1,n)-*I(,n)+I(-1,n)+Ip(+1,n+1)-*Ip(,n+1)+Ip(-1,n+1)); % persamaan beda gelombang d batas kanan S(Nx,n+1)=(1-c)*S(Nx,n)+c*S(Nx-1,n); I(Nx,n+1)=(1-c)*I(Nx,n)+c*I(Nx-1,n); % plot S(x,t) fgure(1) plot(s) % plot I(x,t) fgure() plot(i) % nsas untuk plot S(x,t) dan I(x,t) untuk waktu tertentu shft =0.5; banyakplot=7; pengal=100; for j = 1:banyakplot for = 1:Nx xplot(,j) = (-1) * 0*dx; Splot(,j) = S(,(j-1)*pengal+1); Iplot(,j) = I(,(j-1)*pengal+1);

17 51 % plot S(x,t) dan I(x,t) terhadap x fgure(3) plot(xplot,splot, -, Color, black, LneWdth,1.5) hold on plot(xplot,iplot, -., Color, red, LneWdth,1.5) hold off % nsas untuk plot S(x,t) dan I(x,t) untuk poss tertentu shft =0.5; banyakplot=10; pengal=10; for j = 1:Nt for = 1:banyakplot tplot(,j) = (j-1) *dt; Splot1(,j) = S((-1)*pengal+1,j); Iplot1(,j) = I((-1)*pengal+1,j); % plot S(x,t) dan I(x,t) terhadap t fgure(4) plot(tplot,splot1, -, Color, black, LneWdth,1.5) hold on plot(tplot,iplot1, -., Color, red, LneWdth,1.5) hold off catatan: program smulas matlab untuk kasus ξγ > 0 dperoleh dengan mengubah nla ks menjad > 0

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Matematka sebaga bahasa smbol yang bersfat unversal memegang peranan pentng dalam perkembangan suatu teknolog. Matematka sangat erat hubungannya dengan kehdupan nyata.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Survey Parameter Survey parameter n dlakukan dengan mengubah satu jens parameter dengan membuat parameter lannya tetap. Pengamatan terhadap berbaga nla untuk satu parameter

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI DAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN

SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI DAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI DAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN Ita Rahmadayan 1, Syamsudhuha 2, Asmara Karma 2 1 Mahasswa Program Stud S1 Matematka

Lebih terperinci

CONTOH SOAL #: PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA. dx dengan nilai awal: y = 1 pada x = 0. Penyelesaian: KASUS: INITIAL VALUE PROBLEM (IVP)

CONTOH SOAL #: PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA. dx dengan nilai awal: y = 1 pada x = 0. Penyelesaian: KASUS: INITIAL VALUE PROBLEM (IVP) PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA KASUS: INITIAL VALUE PROBLEM (IVP) by: st dyar kholsoh Mater Kulah: Pengantar; Metode Euler; Perbakan Metode Euler; Metode Runge-Kutta; Penyelesaan Sstem Persamaan

Lebih terperinci

Bab 2 AKAR-AKAR PERSAMAAN

Bab 2 AKAR-AKAR PERSAMAAN Analsa Numerk Bahan Matrkulas Bab AKAR-AKAR PERSAMAAN Pada kulah n akan dpelajar beberapa metode untuk mencar akar-akar dar suatu persamaan yang kontnu. Untuk persamaan polnomal derajat, persamaannya dapat

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

BAB III SKEMA NUMERIK

BAB III SKEMA NUMERIK BAB III SKEMA NUMERIK Pada bab n, akan dbahas penusunan skema numerk dengan menggunakan metoda beda hngga Forward-Tme dan Centre-Space. Pertama kta elaskan operator beda hngga dan memberkan beberapa sfatna,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PANAS BALIK (BACKWARD HEAT PROBLEM)

PENYELESAIAN MASALAH PANAS BALIK (BACKWARD HEAT PROBLEM) PENYELESAIAN MASALAH PANAS BALIK (BACKWARD HEAT PROBLEM) Rcha Agustnngsh, Drs. Lukman Hanaf, M.Sc. Jurusan Matematka, Fakultas MIPA, Insttut Teknolog Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Aref Rahman Hakm, Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK BAB IV PEMBAASAN ASIL PENELITIAN PENGARU PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK TERADAP ASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI POKOK KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA A. Deskrps Data asl Peneltan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

Eksistensi Bifurkasi Mundur pada Model Penyebaran Penyakit Menular dengan Vaksinasi

Eksistensi Bifurkasi Mundur pada Model Penyebaran Penyakit Menular dengan Vaksinasi 1 Eksstens Bfurkas Mundur pada Model Penyebaran Penyakt Menular dengan Vaksnas Intan Putr Lestar, Drs. M. Setjo Wnarko, M.S Jurusan Matematka, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Insttut Teknolog

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a Lecture 2: Pure Strategy A. Strategy Optmum Hal pokok yang sesungguhnya menad nt dar teor permanan adalah menentukan solus optmum bag kedua phak yang salng bersang tersebut yang bersesuaan dengan strateg

Lebih terperinci

TEORI KESALAHAN (GALAT)

TEORI KESALAHAN (GALAT) TEORI KESALAHAN GALAT Penyelesaan numerk dar suatu persamaan matematk hanya memberkan nla perkraan yang mendekat nla eksak yang benar dar penyelesaan analts. Berart dalam penyelesaan numerk tersebut terdapat

Lebih terperinci

Penerapan Metode Runge-Kutta Orde 4 dalam Analisis Rangkaian RLC

Penerapan Metode Runge-Kutta Orde 4 dalam Analisis Rangkaian RLC Penerapan Metode Runge-Kutta Orde 4 dalam Analss Rangkaan RLC Rka Favora Gusa JurusanTeknk Elektro,Fakultas Teknk,Unverstas Bangka Beltung rka_favora@yahoo.com ABSTRACT The exstence of nductor and capactor

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Perancangan Sstem Sstem yang akan dkembangkan adalah berupa sstem yang dapat membantu keputusan pemodal untuk menentukan portofolo saham yang dperdagangkan d Bursa

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 23-32, April 2001, ISSN :

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 23-32, April 2001, ISSN : JRNAL MATEMATIKA DAN KOMPTER Vol 4 No 1, 3-3, Aprl 1, ISSN : 141-51 KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SK KONVEKSI Suhartono dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Mendeteksi pencilan dan penanganannya

Analisis Regresi 2. Mendeteksi pencilan dan penanganannya Analss Regres Pokok Bahasan : Mendeteks penclan dan penanganannya TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Mahasswa dapat mendeteks adanya penclan pada regres lner berganda Penclan Penclan adalah pengamatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SARS pertama kali dilaporkan terjadi di Propinsi Guandong Cina pada

BAB I PENDAHULUAN. SARS pertama kali dilaporkan terjadi di Propinsi Guandong Cina pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pergerakan populas sangat mempengaruh proses dnamka dar epdem penyakt. Hal n dapat dtunjukkan oleh beberapa penyakt menular. SARS pertama kal dlaporkan terjad

Lebih terperinci

BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I. Kesulitan ekonomi yang tengah terjadi akhir-akhir ini, memaksa

BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I. Kesulitan ekonomi yang tengah terjadi akhir-akhir ini, memaksa BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I 4. LATAR BELAKANG Kesultan ekonom yang tengah terjad akhr-akhr n, memaksa masyarakat memutar otak untuk mencar uang guna memenuh kebutuhan hdup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut teor molekuler benda, satu unt volume makroskopk gas (msalkan cm ) merupakan suatu sstem yang terdr atas sejumlah besar molekul (kra-kra sebanyak 0 0 buah molekul) yang

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN AKURASI GABUNGAN METODE FUNGSI WALSH DAN MULTIGRID UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM LINEAR

EFISIENSI DAN AKURASI GABUNGAN METODE FUNGSI WALSH DAN MULTIGRID UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM LINEAR EFISIENSI DAN AKURASI GABUNGAN METODE FUNGSI WALSH DAN MULTIGRID UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL FREDHOLM LINEAR Masduk Jurusan Penddkan Matematka FKIP UMS Abstrak. Penyelesaan persamaan ntegral

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep dasar dari fungsi mayor dan fungsi

BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep dasar dari fungsi mayor dan fungsi BAB III FUNGSI MAYOR DAN MINOR Pada bab n akan dbahas konsep-konsep dasar dar fungs mayor dan fungs mnor dar suatu fungs yang terdefns pada suatu nterval tertutup. Pendefnsan fungs mayor dan mnor tersebut

Lebih terperinci

Nama : Crishadi Juliantoro NPM :

Nama : Crishadi Juliantoro NPM : ANALISIS INVESTASI PADA PERUSAHAAN YANG MASUK DALAM PERHITUNGAN INDEX LQ-45 MENGGUNAKAN PORTOFOLIO DENGAN METODE SINGLE INDEX MODEL. Nama : Crshad Julantoro NPM : 110630 Latar Belakang Pemlhan saham yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

Pembayaran harapan yang berkaitan dengan strategi murni pemain P 2. Pembayaran Harapan bagi Pemain P1

Pembayaran harapan yang berkaitan dengan strategi murni pemain P 2. Pembayaran Harapan bagi Pemain P1 Lecture : Mxed Strategy: Graphcal Method A. Metode Campuran dengan Metode Grafk Metode grafk dapat dgunakan untuk menyelesakan kasus permanan dengan matrks pembayaran berukuran n atau n. B. Matrks berukuran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2 LNDSN TEORI 2. Teor engamblan Keputusan Menurut Supranto 99 keputusan adalah hasl pemecahan masalah yang dhadapnya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang past terhadap suatu pertanyaan.

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM BAB X RUANG HASIL KALI DALAM 0. Hasl Kal Dalam Defns. Hasl kal dalam adalah fungs yang mengatkan setap pasangan vektor d ruang vektor V (msalkan pasangan u dan v, dnotaskan dengan u, v ) dengan blangan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI Reky Stenly Wndah Dosen Jurusan Teknk Spl Fakultas Teknk Unverstas Sam Ratulang Manado ABSTRAK Pada bangunan tngg,

Lebih terperinci

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi Statstka, Vol. 9 No., 4 47 Me 009 Kecocokan Dstrbus Normal Menggunakan Plot Persentl-Persentl yang Dstandarsas Lsnur Wachdah Program Stud Statstka Fakultas MIPA Unsba e-mal : Lsnur_w@yahoo.co.d ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

BAB V INTEGRAL KOMPLEKS

BAB V INTEGRAL KOMPLEKS 6 BAB V INTEGRAL KOMPLEKS 5.. INTEGRAL LINTASAN Msal suatu lntasan yang dnyatakan dengan : (t) = x(t) + y(t) dengan t rl dan a t b. Lntasan dsebut lntasan tutup bla (a) = (b). Lntasan tutup dsebut lntasan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam 1 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMPN 8 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas VII SMPN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 01/013 yang terdr

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI.1 Analsa Regres Analsa regres dnterpretaskan sebaga suatu analsa yang berkatan dengan stud ketergantungan (hubungan kausal) dar suatu varabel tak bebas (dependent varable) atu dsebut

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA BAB ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA.1 Pendahuluan Pada sstem tga fasa, rak arus keluaran nverter pada beban dengan koneks delta dan wye memlk hubungan yang

Lebih terperinci

MATERI KULIAH STATISTIKA I UKURAN. (Nuryanto, ST., MT)

MATERI KULIAH STATISTIKA I UKURAN. (Nuryanto, ST., MT) MATERI KULIAH STATISTIKA I UKURAN (Nuryanto, ST., MT) Ukuran Statstk Ukuran Statstk : 1. Ukuran Pemusatan Bagamana, d mana data berpusat? Rata-Rata Htung = Arthmetc Mean Medan Modus Kuartl, Desl, Persentl.

Lebih terperinci

PENDUGAAN RASIO, BEDA DAN REGRESI

PENDUGAAN RASIO, BEDA DAN REGRESI TEKNIK SAMPLING PENDUGAAN RASIO, BEDA DAN REGRESI PENDAHULUAN Pendugaan parameter dar peubah Y seharusnya dlakukan dengan menggunakan nformas dar nla-nla peubah Y Bla nla-nla peubah Y sult ddapat, maka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negosas Negosas dapat dkategorkan dengan banyak cara, yatu berdasarkan sesuatu yang dnegosaskan, karakter dar orang yang melakukan negosas, protokol negosas, karakterstk dar nformas,

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA Dstrbus Bnomal Msalkan dalam melakukan percobaan Bernoull (Bernoull trals) berulang-ulang sebanyak n kal, dengan kebolehjadan sukses p pada tap percobaan,

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012 Pertemuan ke-4 Analsa Terapan: Metode Numerk 4 Oktober Persamaan Non Non--Lner: Metode NewtonNewton-Raphson Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Newton Newton--Raphson f( f( f( + [, f(] + = α + + f( f ( Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Kerangka Pemkran dan Hpotess Dalam proses peneltan n, akan duj beberapa varabel software yang telah dsebutkan pada bab sebelumnya. Sesua dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data terdr dar dua data utama, yatu data denyut jantung pada saat kalbras dan denyut jantung pada saat bekerja. Semuanya akan dbahas pada sub bab-sub bab berkut. A. Denyut Jantung

Lebih terperinci

Bab IV Pemodelan dan Perhitungan Sumberdaya Batubara

Bab IV Pemodelan dan Perhitungan Sumberdaya Batubara Bab IV Pemodelan dan Perhtungan Sumberdaa Batubara IV1 Pemodelan Endapan Batubara Pemodelan endapan batubara merupakan tahapan kegatan dalam evaluas sumberdaa batubara ang bertuuan menggambarkan atau menatakan

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

BAB V MODEL SEDERHANA DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN SIMULASINYA

BAB V MODEL SEDERHANA DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN SIMULASINYA BAB V MOEL SEERHANA ISTRIBUSI TEMPERATUR AN SIMULASINYA Model matemata yang terdapat pada bab sebelumnya merupaan model umum untu njes uap pada reservor dengan bottom water. Model tersebut merupaan model

Lebih terperinci

APROKSIMASI NON-UNIFORM SPASIAL PERSAMAAN PANAS 1D DENGAN FINITE POINTSET METHOD

APROKSIMASI NON-UNIFORM SPASIAL PERSAMAAN PANAS 1D DENGAN FINITE POINTSET METHOD Indonesan Sysmphosum on Computng 05 ISSN : 406-395 APROKSIMASI NON-UNIFORM SPASIA PERSAMAAN PANAS D DENGAN FINITE POINTSET METHOD Putu Harry Gunawan, Frska Frstella Industral and Fnancal Mathematcs Research

Lebih terperinci

Dalam sistem pengendalian berhirarki 2 level, maka optimasi dapat. dilakukan pada level pertama yaitu pengambil keputusan level pertama yang

Dalam sistem pengendalian berhirarki 2 level, maka optimasi dapat. dilakukan pada level pertama yaitu pengambil keputusan level pertama yang LARGE SCALE SYSEM Course by Dr. Ars rwyatno, S, M Dept. of Electrcal Engneerng Dponegoro Unversty BAB V OPIMASI SISEM Dalam sstem pengendalan berhrark level, maka optmas dapat dlakukan pada level pertama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI REGRESI NONLINEAR REGRESI LINEAR REGRESI KUADRATIK REGRESI LINEAR SEDERHANA REGRESI LINEAR BERGANDA REGRESI KUBIK

ANALISIS REGRESI REGRESI NONLINEAR REGRESI LINEAR REGRESI KUADRATIK REGRESI LINEAR SEDERHANA REGRESI LINEAR BERGANDA REGRESI KUBIK REGRESI NON LINIER ANALISIS REGRESI REGRESI LINEAR REGRESI NONLINEAR REGRESI LINEAR SEDERHANA REGRESI LINEAR BERGANDA REGRESI KUADRATIK REGRESI KUBIK Membentuk gars lurus Membentuk Gars Lengkung Regres

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan strategi pembelajaran mind mapping dalam pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan strategi pembelajaran mind mapping dalam pendekatan 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jens dan Desan Peneltan Jens peneltan n adalah kuas ekspermen. Pada peneltan n terdapat dua kelompok subjek peneltan yatu kelompok ekspermen yang dberkan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat BAB LANDASAN TEORI. 1 Analsa Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstk pada tahun 1877 oleh Sr Francs Galton. Galton melakukan stud tentang kecenderungan tngg badan anak. Teor Galton

Lebih terperinci

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi.

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi. BAB V TEOEMA-TEOEMA AGKAIA 5. Teorema Superposs Teorema superposs bagus dgunakan untuk menyelesakan permasalahan-permasalahan rangkaan yang mempunya lebh dar satu sumber tegangan atau sumber arus. Konsepnya

Lebih terperinci

Pendeteksian Data Pencilan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Diagnostik

Pendeteksian Data Pencilan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Diagnostik Pendeteksan Data Penclan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Dagnostk Sally Indra 1, Dod Vonanda, Rry Srnngsh 3 1 Student of Mathematcs Department State Unversty of Padang,

Lebih terperinci

4 PRAKIRAAN SUHU MAKSIMUM DAN MINIMUM

4 PRAKIRAAN SUHU MAKSIMUM DAN MINIMUM 4 PRAKIRAAN SUHU MAKSIMUM DAN MINIMUM Pendahuluan Parameter cuaca suhu maksmum dan mnmum merupakan parameter utama yang dprakrakan oleh lembaga pelayanan cuaca dantaranya BMKG. Suhu maksmum adalah suhu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE 6B.1 Pelathan ADALINE Model ADALINE (Adaptve Lnear Neuron) dtemukan oleh Wdrow & Hoff (1960) Arstekturnya mrp dengan perseptron Perbedaan

Lebih terperinci

Matematika Keuangan Dan Ekonomi. Indra Maipita

Matematika Keuangan Dan Ekonomi. Indra Maipita Matematka Keuangan Dan Ekonom Indra Mapta NUITS BIS Pendahuluan Sebaga penabung seta nda keluar sebaga pemenang hadah undan, dan dapat memlh salah satu hadah berkut: Menerma uang sejumlah Rp 50.000.000

Lebih terperinci

Catatan Kuliah 12 Memahami dan Menganalisa Optimisasi dengan Kendala Ketidaksamaan

Catatan Kuliah 12 Memahami dan Menganalisa Optimisasi dengan Kendala Ketidaksamaan Catatan Kulah Memaham dan Menganalsa Optmsas dengan Kendala Ketdaksamaan. Non Lnear Programmng Msalkan dhadapkan pada lustras berkut n : () Ma U = U ( ) :,,..., n st p B.: ; =,,..., n () Mn : C = pk K

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PEDAHULUA. Latar Belakang Rsko ddentfkaskan dengan ketdakpastan. Dalam mengambl keputusan nvestas para nvestor mengharapkan hasl yang maksmal dengan rsko tertentu atau hasl tertentu dengan rsko yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak d Jl. Gn. Tanggamus Raya Way Halm, kota Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel BAB LANDASAN TEORI. Analss Regres Regres merupakan suatu alat ukur yang dgunakan untuk mengukur ada atau tdaknya hubungan antar varabel. Dalam analss regres, suatu persamaan regres atau persamaan penduga

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

MODEL SUMBER - KONSUMEN. Oleh : UMI HIDAYATI G

MODEL SUMBER - KONSUMEN. Oleh : UMI HIDAYATI G MODEL SUMBER - KONSUMEN Oleh : UMI HIDAYATI G05400046 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK UMI HIDAYATI. Model Sumber Konsumen. D bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pretest postes control group design dengan satu macam perlakuan. Di dalam

BAB III METODE PENELITIAN. pretest postes control group design dengan satu macam perlakuan. Di dalam BAB III METODE PEELITIA A. Bentuk Peneltan Peneltan n merupakan peneltan ekspermen dengan model pretest postes control group desgn dengan satu macam perlakuan. D dalam model n sebelum dmula perlakuan kedua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. penerapan Customer Relationship Management pada tanggal 30 Juni 2011.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. penerapan Customer Relationship Management pada tanggal 30 Juni 2011. 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Penyajan Data Peneltan Untuk memperoleh data dar responden yang ada, maka dgunakan kuesoner yang telah dsebar pada para pelanggan (orang tua sswa) d Kumon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

Analisis Regresi 1. Diagnosa Model Melalui Pemeriksaan Sisaan dan Identifikasi Pengamatan Berpengaruh. Pokok Bahasan :

Analisis Regresi 1. Diagnosa Model Melalui Pemeriksaan Sisaan dan Identifikasi Pengamatan Berpengaruh. Pokok Bahasan : Analss Regres Pokok Bahasan : Dagnosa Model Melalu Pemerksaan Ssaan dan Identfkas Pengamatan Berpengaruh Itasa & Y Angran Dep. Statstka FMIPA-IPB Ssaan Ssaan adalah menympangnya nla amatan y terhadap dugaan

Lebih terperinci

BAB IV METODA RUNGE-KUTTA ORDE 4 PADA MODEL ALIRAN FLUIDA YANG TERGANGGU

BAB IV METODA RUNGE-KUTTA ORDE 4 PADA MODEL ALIRAN FLUIDA YANG TERGANGGU BAB IV METODA RUNGE-KUTTA ORDE 4 PADA MODEL ALIRAN FLUIDA YANG TERGANGGU Pada bab III, ka elah melakukan penguan erhadap meoda Runge-Kua orde 4 pada persamaan panas. Haslnya, solus analk persamaan panas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dependen (y) untuk n pengamatan berpasangan i i i. x : variabel prediktor; f x ) ). Bentuk kurva regresi f( x i

BAB 1 PENDAHULUAN. dependen (y) untuk n pengamatan berpasangan i i i. x : variabel prediktor; f x ) ). Bentuk kurva regresi f( x i BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan analss statstk yang dgunakan untuk memodelkan hubungan antara varabel ndependen (x) dengan varabel ( x, y ) n dependen (y) untuk n pengamatan

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI GRAF GIR

DIMENSI PARTISI GRAF GIR Jurnal Matematka UNAND Vol. 1 No. 2 Hal. 21 27 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematka FMIPA UNAND DIMENSI PARTISI GRAF GIR REFINA RIZA Program Stud Matematka, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ALGORITMA PELABELAN PSEUDO EDGE-MAGIC. memiliki derajat maksimum dan tidak ada titik yang terisolasi. Jika n i adalah

KAJIAN DAN ALGORITMA PELABELAN PSEUDO EDGE-MAGIC. memiliki derajat maksimum dan tidak ada titik yang terisolasi. Jika n i adalah BAB III KAJIAN DAN ALGORITMA PELABELAN PSEUDO EDGE-MAGIC III. Batas Bawah Magc Number pada Pelabelan Total Pseudo Edge-Magc Teorema 3.. Anggap G = (,E) adalah sebuah graf dengan n-ttk dan m-ss dan memlk

Lebih terperinci

UJI PRIMALITAS. Sangadji *

UJI PRIMALITAS. Sangadji * UJI PRIMALITAS Sangadj * ABSTRAK UJI PRIMALITAS. Makalah n membahas dan membuktkan tga teorema untuk testng prmaltas, yatu teorema Lucas, teorema Lucas yang dsempurnakan dan teorema Pocklngton. D sampng

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy ANALISIS REGRESI Regres Lner Sederhana : Contoh Perhtungan Regres Lner Sederhana Menghtung harga a dan b Menyusun Persamaan Regres Korelas Pearson (Product Moment) Koefsen Determnas (KD) Regres Ganda :

Lebih terperinci

PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN

PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN Pada koreks topograf ada satu nla yang belum dketahu nlanya yatu denstas batuan permukaan (rapat massa batuan dekat permukaan). Rapat massa batuan dekat permukaan dapat dtentukan

Lebih terperinci

Preferensi untuk alternatif A i diberikan

Preferensi untuk alternatif A i diberikan Bahan Kulah : Topk Khusus Metode Weghted Product (WP) menggunakan perkalan untuk menghubungkan ratng atrbut, dmana ratng setap atrbut harus dpangkatkan dulu dengan bobot atrbut yang bersangkutan. Proses

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM

MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM MEREDUKSI SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY PENUH DENGAN BILANGAN FUZZY TRAPESIUM Tut Susant, Mashad, Sukamto Mahasswa Program S Matematka Dosen Jurusan Matematka Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci