IV.1. PERANAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA IV.1.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV.1. PERANAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA IV.1.1."

Transkripsi

1 BAB IV PERHITUNGAN IV.1. PERANAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA IV.1.1. Sekor Perambangan Baubara Dalam Pembangunan Seperi yang sudah disebukan dalam pembahasan sebelumnya enang sekor perambangan baubara, dapa dikeahui bahwa baubara memegang peranan yang cukup pening dalam pembangunan nasional. Khususnya unuk masalah yang berkaian dengan pemenuhan kebuuhan energi nasional dan akivias ambang baubara. Secara makro, peranan sekor perambangan baubara di dalam srukur perekonomian erliha gambarannya dalam model abel inpu oupu. Dengan menggunakan model I-O dapa diliha sekor-sekor yang menggunakan oupu dari sekor perambangan baubara, maupun sekor-sekor yang memberikan inpu kepada sekor perambangan baubara. Termasuk juga perminaan akhir (final demand) erhadap sekor perambangan baubara. Dari model I-O 1995 dan model I-O 2000 dilakukan analisis deskripif unuk mendapakan parameer-parameer yang menunjukkan peranan sekor perambangan baubara. Sekaligus dapa juga diperlihakan bagaimana perkembangan-perkembangan yang dicapai pada kurun waku ersebu sehingga dapa menjadi dasar dalam merencanakan kebijakan pembangunan pada sekor perambangan baubara. Parameer-parameer yang dapa dihiung berdasarkan model I-O anara lain parameer keerkaian dan pengganda dapa diliha pada Tabel IV.1. IV - 1

2 Tabel IV.1. Hasil Perhiungan Parameer Keerkaian dan Pengganda Dari Model I-O Sekor Keerkaian Hulu Keerkaian Hilir Pengganda Pendapaan Pengganda Nilai Tambah Pengganda Surplus Pengganda Invesasi Padi 0,766 0,739 0,819 0,828 12,41 15,33 5,91 5,92 3,72 4,02 35,41 31,52 Tanaman Bahan Makanan Lain 0,711 0,674 0,702 0,697 15,34 11,74 5,22 5,57 3,28 3,78 125,36 81,25 Tanaman Peranian 0,867 0,853 0,893 0,964 7,52 7,37 8,10 8,95 5,10 6,07 21,11 19,96 Peernakan 1,127 1,191 0,922 0,867 16,58 9,99 10,19 15,00 6,41 10,17 64,88 77,71 Kehuanan 0,808 0,792 0,729 0,651 12,55 12,04 6,83 7,07 4,30 4,79 9,01 9,87 Perikanan 0,807 0,826 0,662 0,638 13,10 12,60 6,46 7,16 4,06 4,86 14,60 14,63 Perambangan Baubara 0,817 0,768 0,694 0,745 6,00 5,16 12,73 13,14 8,01 8,91 7,74 11,72 Perambangan & Penggalian Lainnya 0,737 0,700 1,276 1,671 14,98 17,90 5,87 5,93 3,69 4,02 9,47 12,11 Indusri Makanan, Minuman, & Tembakau 1,207 1,209 1,017 1,198 22,79 20,78 21,99 26,20 13,83 17,77 14,16 18,19 Indusri Lainnya 1,391 1,333 3,143 2,451 17,08 16,85 22,46 23,93 14,13 16,23 9,61 12,52 Pengilangan Minyak Bumi 1,037 0,942 0,965 1,019 28,26 34,20 13,31 11,11 8,37 7,53 5,47 7,44 Lisrik, Gas, & Air Minum 1,132 1,192 0,797 0,741 17,25 25,39 21,69 26,40 13,65 17,90 1,76 3,72 Bangunan 1,346 1,317 0,776 0,774 10,32 11,58 33,63 31,57 21,16 21,41 8,41 16,65 Perdagangan 0,825 0,995 1,063 1,698 10,59 12,05 7,89 10,63 4,96 7,21 4,36 12,14 Resoran & Hoel 1,220 1,213 0,736 0,712 12,64 12,92 17,79 19,38 11,19 13,15 6,69 19,67 Pengangkuan & Komunikasi 1,006 1,207 1,287 1,144 11,96 16,93 12,35 22,88 7,77 15,52 1,21 3,89 Lembaga Keuangan, Bangunan & Jasa Perusahaan 0,909 0,869 1,425 1,362 9,89 14,27 8,90 7,77 5,60 5,27 2,01 11,74 Pemerinahan Umum & Perahanan 0,955 0,994 0,602 0,597 2,81 3,10 0,00 0,00 0,00 0,00 2,19 15,92 Jasa-jasa 1,124 1,071 0,839 0,653 5,37 4,74 25,29 34,25 15,91 23,23 0,98 12,12 Diolah dari daa Tabel Inpu-Oupu Biro Pusa Saisik, 1995 dan 2000 IV - 2

3 Dari hasil analisis deskripif dari model I-O ahun 1995 dan 2000 memberikan hasil sebagai beriku: Keerkaian ke depan (forward linkage) meningka dari 0,694 menjadi 0,745 Keerkaian ke depan/hilir yang meningka menunjukkan bahwa sekor perambangan baubara semakin memberikan konribusi oupu yang lebih baik dari periode sebelumnya. Aau dengan kaa lain, peranan sekor perambangan baubara kepada sekor-sekor hilirnya menjadi lebih besar. Namun walaupun mengalami kenaikan keerkaian kedepan yang lebih besar dibandingkan dengan periode sebelumnya, keerkaian sekor perambangan baubara ke hilir perlu diingkakan hingga lebih dari 1. Angka keerkaian yang kurang dari 1 mengindikasikan sekor perambangan belum dapa memberikan konribusi oupu yang opimal kepada sekor-sekor hilirnya. Peningkaan oupu sekor perambangan kepada sekor-sekor yang lain akan dapa meningkakan keerkaian ke depan dari sekor perambangan. Keerkaian ke belakang menurun dari 0,817 menjadi 0,786. Nilai keerkaian ke belakang sebesar ersebu di aas membukikan bahwa invesasi di seor perambangan baubara memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan sekor-sekor keerkaian hulunya. Jika diliha dari fungsinya sebagai pusa perumbuhan ekonom maka angka keerkaian hulu yang lebih kecil dari sau menunjukkan keberadaan sekor perambangan baubara belum dapa menumbuhkan keberadaan sekor-sekor yang lain. Nilai pengganda seperi pengganda nilai ambah, pengganda surplus, dan pengganda invesasi yang diimbulkan karena keberadaan sekor perambangan baubara mengalami peningkaan dari periode ahun 1995 ke periode ahun Walaupun demikian, nilai pengganda yang diimbulkan oleh sekor perambangan baubara relaif kecil dibandingkan dengan sekor-sekor yang lain dalam perekonomian. Semenara iu, injauan dari sisi ekspor dilakukan unuk mengeahui besarnya peranan ekspor baubara dalam perumbuhan ekonomi. Analisis deskripif peranan ekpor baubara dalam perekonomian yang diperoleh dari Model I-O ahun 1995 dan 2000 dapa diliha pada Tabel IV.2. Dari abel ersebu dikeahui bahwa proporsi ekspor baubara baik IV - 3

4 erahadap oal ekspor maupun erhadap GDP bernilai sanga kecil, walaupun prosenasenya mengalami kenaikan dari ahun 1995 ke ahun Tabel IV.2. Proporsi Ekspor Baubara Dalam Perekonomian Prosenase Ekspor Baubara Terhadap Toal Ekspor Prosenase Ekspor Baubara Terhadap GDP ,48% 1,70% 0,34% 0,70% Meliha perkembangan sekor perambangan baubara dalam perkonomian, dapa dikeahui bahwa peranan sekor perambangan baubara saa ini belum opimal sehingga masih perlu diingkakan peranannya dalam mendukung pembangunan ekonomi. IV.1.2. Efisiensi Pemanfaaan Energi Peranan sekor perambangan baubara dapa diliha capaiannya dari pemanfaaan baubara sebagai sumber energi. Baubara dan sumber energi yang lain digunakan sebagai fakor produksi dalam pembangunan nasional, yang kemudian menghasilkan pendapaan nasional dan perumbuhan/penurunan ekonomi. Salah sau cara unuk mengeahui opimal idaknya pemanfaaan sumberdaya baubara nasional ersebu adalah dengan meliha efisiensinya bersama-sama dengan sumber energi yang lain unuk menghasilkan pendapaan nasional dan perumbuhan ekonomi. Indikaor yang dipakai adalah inensias energi. Semenara iu, olak ukur yang digunakan unuk menenukan opimal idaknya penggunaan fakor produksi ersebu adalah erhadap inensias energi yang dicapai oleh negara-negara maju di Asia Pasifik. Jika inensias energi Indonesia elah mendekai raa-raa inensias energi negara maju di Asia Pasifik, maka pemanfaaan energi sudah opimal. Begiu pula dengan sebaliknya. Gambaran mengenai efisiensi pemanfaaan energi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Pasifik dari ahun dapa diliha pada Tabel IV.3. Dari daa ersebu dapa dikeahui bahwa inensias energi Indonesia masih jauh berada di aas inensias energi negara maju di Asia Pasifik seperi Jepang, Korea Selaan, Taiwan. Hal ersebu menandakan bahwa efisiensi pemanfaaan energi di Indonesia lebih buruk dibandingkan dengan efisiensi pemanfaaaan energi negara-negara maju di Asia Pasifik. Sehingga dapa IV - 4

5 diambil kesimpulan bahwa pemanfaaan fakor produksi energi yang salah saunya adalah baubara, belum dapa memberikan hasil yang opimal unuk memacu perumbuhan perekonomian di Indonesia. Tabel IV.3. Inensias Energi Negara-Negara di Asia Pasifik Negara Inensias Energi (TOE/Ribu US$) Ausralia 0,248 0,237 0,255 0,285 0,269 0,214 0,190 China 1,669 1,388 1,274 1,286 1,456 1,540 1,610 Hongkong, China 0,104 0,101 0,092 0,111 0,118 0,117 0,123 Indonesia 0,612 0,531 0,575 0,721 0,646 0,567 0,591 Jepang 0,134 0,119 0,111 0,124 0,126 0,114 0,106 Korea Selaan 0,477 0,403 0,373 0,421 0,399 0,381 0,359 Malaysia 0,803 0,752 0,825 0,864 0,884 0,919 0,919 Philipina 1,032 0,966 1,027 1,169 1,173 1,219 1,216 Singapore 0,428 0,384 0,377 0,465 0,440 0,403 0,419 Taiwan 0,287 0,275 0,264 0,297 0,306 0,307 0,290 Thailand 0,875 0,786 0,832 0,919 0,918 0,906 0,891 Diolah dari daa BP Saisical Review 2005 dan Daa IMF 2006 IV.2. Sisemaika Perhiungan Hasil perhiungan indikaor-indikaor unuk menilai peran baubara dalam pembangunan nasional pada Sub-bab 4.1 memperlihakan hasil bahwa peran baubara dalam pembangunan belum opimal. Dengan demikian langkah selanjunya akan dilakukan perhiungan unuk menenukan produksi baubara yang opimal sera peran baubara dalam pemenuhan kebuuhan energi nasional. Krieria yang digunakan unuk menenukan produksi baubara yang opimal berdasarkan prinsip konservasi adalah: 1. Produksi baubara yang dihasilkan dapa digunakan unuk memenuhi kebuuhan energi nasional. 2. Efisiensi penggunaan baubara dan sumber energi yang lain unuk menghasilkan pendapaan di negara Indonesia konvergen erhadap negaranegara maju di Asia Pasifik. Aau dengan kaa lain erjadi konvergensi inensias energi. 3. Perumbuhan penduduk Indonesia diasumsikan eap mengikui perumbuhan raa-raa pada ahun sebelumnya. Energy Mix nasional idak dijadikan krieria dalam menenukan ingka produksi baubara yang opimal. Karena salah sau keluaran yang diharapkan dari prediksi produksi baubara IV - 5

6 yang opimal adalah bagian/peran baubara dalam pemenuhan kebuuhan energi nasional (peran baubara dalam Energy Mix). Langkah-langkah perhiungan yang dilakukan unuk menenukan opimasi peroduksi baubara Indonesia dan peranan baubara dalam mendukung pembangunan ekonomi adalah sebagai beriku : 1. Mengelompokkan negara-negara di Asia Pasifik berdasarkan kondisi perekonomiannya unuk menenukan olok ukur dalam mengkonvergensikan perumbuhan ekonomi dan inensias energi Indonesia. 2. Menelii konvergensi perumbuhan ekonomi Indonesia erhadap Asia Pasifik, melalui perumbuhan GDP perkapia. Dimana poensi konvergensi inensias energi imbul apabila erjadi konvergensi dalam perumbuhan ekonomi. 3. Membenuk model persamaan ekonomerika unuk melakukan peramalan inensias energi yang konvergen. 4. Peramalan inensias energi Indonesia dan melakukan sensiivias unuk menenukan perumbuhan ekonomi yang dapa mengkonvergensikan inensias energi Indonesia erhadap Asia Pasifik. 5. Menggunakan oupu perumbuhan ekonomi Indonesia di aas, sebagai masukan dalam model I-O, unuk mendapakan proyeksi oupu baubara yang opimal. Oupu yang dihasilkan melipui oupu unuk keperluan dalam negeri dan pasar ekspor. 6. Dari hasil perhiungan peramalan inensias energi dan ingka GDP perkapia yang dapa menimbulkan konvergensi inensias energi dihiung kebuuhan energi Indonesia sampai ahun Menghiung kebuuhan energi yang dipasok oleh baubara unuk menenukan peranan baubara dalam energy mix nasional. 8. Meramalkan produksi pasar baubara anpa baasan konservas yang diprediksi dari daa-daa hisoris produksi baubara Indonesia. 9. Informasi yang diperoleh dari hasil peramalan oupu baubara opimal, peramalan produksi baubara sesuai mekanisme pasar, dan peranan baubara dalam energy mix nasional dapa menjadi suau masukan dalam menenukan usulan auran pengusahaan sumberdaya baubara yang berdasarkan asas konservasi. IV - 6

7 Gambar IV.1. Diagram Alir Perhiungan Menenukan Peran Baubara Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi IV - 7

8 IV.3. Pengelompokan Negara-Negara di Asia Pasifik dan Penenuan Tolok Ukur Konvergensi Dalam menganalisis konvergensi ekonomi dan konvergensi inensias energi Indonesia, maka diperlukan suau olak ukur yang jelas. Tolak ukur yang digunakan harus realisis, sehingga konvergensi yang dilakukan idak erlalu berlebihan. Yang perama dilakukan adalah mengelompokkan negara-negara di Asia Pasifik berdasarkan kondisi ekonominya, sehingga dikeahui secara jelas dimana posisi perekonomian Indonesia di Asia Pasifik. Selanjunya, baru dilakukan prediksi inensias energi Indonesia berdasarkan olak ukur yang dieapkan. Pengelompokan negara-negara Asia Pasifik berdasarkan kondisi perekonomiannya dapa diliha melalaui daa-daa pada abel di bawah in Tabel IV.4. Perkembangan Perekonomian Negara-Negara Asia Pasifik Negara GDP (Billion USD) GDP per kapia (Thousand USD/kapia) Unemploymen Rae Ausralia 534, ,580 26,863 31,057 6,1 5,5 China 781, ,887 0,605 0,662 n.a. n.a. Hongkong 178, ,912 26,090 28,038 7,9 6,9 Indonesia 183, ,472 0,861 0,857 n.a. n.a. Jepang 4,429,441 4,851,355 34,706 37, ,7 Korea Selaan 556, ,484 11,622 12,593 3,6 3,7 Malaysia 61,183 65,609 2,448 2,576 n.a. n.a. Philipina 20,019 20,560 0,247 0,249 n.a. n.a. Singapore 96, ,589 22,942 25,375 4,0 3,4 Taiwan 308, ,525 13,659 14,876 5,0 4,4 Thailand 83,518 91,454 1,305 1,405 n.a. n.a. Sumber : Daa Saisik IMF, 2006 Berdasarkan definisi dari Bank Dunia (World Bank) yang disadur dalam disebukan bahwa negara yang digolongkan dalam negara berkembang (Developing Counry) merupakan negara yang mempunyai GDP per kapia kurang dari USD 9,200, semenara iu unuk negara dengan GDP per kapia lebih dari USD 9,200 digolongkan negara maju (Developed Counry). Sebenarnya krieria unuk menenukan/mengelompokkan negara maju dan berkembang masih memerlukan beberapa persyaraan, anara lain srukur ekonomi yang idak lagi berganung pada sekor eksrakif dan kondisi sosial budaya yang biasanya diperlihakan dalam Human Developmen Index (HDI). Namun berdasarkan keersediaan IV - 8

9 daa, krieria yang digunakan unuk menenukan negara maju aau berkembang hanya berdasarkan ingka pendapaan perkapia. Meliha daa dan krieria di aas, dapa diidenifikasi kaegori negara-negara yang berada di Asia Pasifik sebagai beriku, Negara Maju (Developed Counry), anara lain: o Ausralia o Hongkong o Jepang o Korea Selaan o Singapore o Taiwan Negara Berkembang (Developing Counry), anara lain: o China o Indonesia o Malaysia o Philiphina o Thailand Parameer lain yang digunakan unuk menenukan olok ukur konvergensi adalah inensias energi. Inensias energi yang merupakan penggunaan energi per uni GDP dapa menunjukkan efisiensi penggunaan energi suau negara dalam melakukan pembangunan. Oleh karena iu, keberhasilan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi juga harus diimbangi oleh efisiensi penggunaan energi. Pada Gambar IV.2 diperlihakan sebaran GDP per kapia (sumbu x) dan inensias energi (sumbu y) pada negara-negara di Asia Pasifik pada ahun 2004, yang menunjukkan suau kondisi dimana: Negara-negara maju yang berada di sebelah kanan garis verikal mempunyai efisiensi penggunaan energi yang inggi. Negara-negara berkembang yang berada di sebelah kiri garis verikal mempunyai efisiensi penggunaan energi yang rendah, dengan caaan sebagai beriku : o China merupakan negara yang saa ini sedang dalam ahap pembangunan sekor indusri-nya. Akibanya penggunaan energi besar dengan efisiensi yang rendah. IV - 9

10 o Malaysia dan Thailand juga merupakan negara yang sedang menuju ahap peralihan dari negara yang memanfaakan sumberdaya alam menjadi negara indusri. Diperkirakan kebuuhan energinya juga akan mengalami peningkaan. o Indonesia merupakan negara yang GDP-nya masih berganung pada sekor primer, sehingga efisiensi energi-nya masih rendah. GDP Per Kapia dan Inensias Energi Inensias Energi GDP Per Kapia Ausralia China Hongkong Indonesia Jepang Korea Selaan Malaysia Philiphina Singapore Taiwan Thailand Gambar IV.2. Ploing GDP per kapia dan Inensias Energi Negara di Asia Pasifik Meliha kondisi perekonomian dan efisiensi penggunaan energi di aas, dapa dibua sandar unuk menkonvergesikan inensias energi Indonesia yaiu inensias energi raaraa negara maju di Asia Pasifik. Iu disebabkan karena inensias energi di Indonesia elah lebih baik daripada negara-negara berkembang di Asia Pasifik. Sehingga perubahan inensias energi Indonesia yang konvergen kepada inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik dapa membawa ke arah perbaikan efisiensi penggunaan energi Indonesia yang diikui oleh perubahan srukur ekonomi dan kebijakan pembangunan. IV.4. Perhiungan Konvergensi Pendapaan IV.4.1. Memperkirakan Konvergensi Melalui Kecepaan Perumbuhan Konsep klasik dari kondisi konvergen mengasumsikan bahwa negara dengan ekonomi yang ergolong rendah (Indonesia digolongkan dalam negara dengan kondisi ekonomi yang rendah) cenderung unuk mengalami perumbuhan ekonomi yang lebih cepa daripada negara maju, idak hanya menuru perhiungan ingka pendapaan, namun juga pada beberapa variable seperi ingka eknolog ingka perumbuhan penduduk, ec (Sala-i- Marin, ) ). IV - 10

11 Perhiungan konvergensi ekonomi diarahkan pada konvergensi GDP per kapia. Dimana pada saa erjadi konvergens perumbuhan GDP perkapia Indonesia akan lebih besar daripada perumbuhan GDP perkapia raa-raa negara maju Asia Pasifik. Dalam melakukan esimasi erhadap peumbuhan ekonomi menggunakan persamaan bunga gabungan (compound ineres) sebagai beriku, ( r) y = y (4.1) ( r) ln 1 (4.2) y = ln y + ln 1 + Jika, 1 = ln y 1 β dan β = ln( 1+ r) diperoleh : ln y β + β 2 1 2, dan mensubsiusikan pada persmaan 4.2, maka akan = (4.3) Dengan memasukkan gangguan, maka persamaan di aas akan menjadi seperi beriku, ln y β + β + υ (4.4) = 1 2 dimana, y : pendapaan per kapia : waku r : raa-raa perumbuhan dari y Model di aas merupakan model persamaan regresi linier dengan variable erika y dan variable bebas sera parameer β 1 dan β 2. Sehingga unuk menyelesaikannya dapa menggunakan meode Ordinary Leas Square (OLS). IV.4.2. Perhiungan Kecepaan Perumbuhan Sebagai masukan unuk menenukan ingka perumbuhan ekonom digunakan daa-daa pendapaan per kapia Indonesia dan pendapaan per kapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik ahun Daa yang digunakan mulai ahun 1998 dan sesudahnya, karena ahun ersebu perekonomian negara-negara di Asia Pasifik mulai mengalami perbaikan lagi seelah erjadinya krisis ekonomi. Daa ersebu dapa diliha pada Tabel IV.5. Sedangkan hasil esimasi persamaan perumbuhan ekonomi Indonesia dan raa-raa negara maju Asia Pasific dengan menggunakan meode Ordinary Leas Square (OLS) dengan banuan perangka lunak Eviews dapa diliha pada Tabel IV.6 dan IV.7. IV - 11

12 Tabel IV.5. Daa Masukan Menenukan Tingka Perumbuhan Ekonomi y ina, Tahun Time y r-developed, (ribu US$/kapia) (ribu US$/kapia) ,639 19, ,810 21, ,807 22, ,676 20, ,767 20, ,861 22, ,857 19,314 Tabel IV.6. Hasil Esimasi Menenukan Tingka Perumbuhan Ekonomi Indonesia Dependen Mehod: Leas Squares Dae: 11/22/06 Time: 17:45 Sample: Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C -0, , , TIME 0, , , R-squared 0, Mean dependen var -0, Adjused R-squared 0, S,D, dependen var 0, S.E. of regression 0, Akaike info crierion -1, Sum squared resid 0, Schwarz crierion -1, Log likelihood 7, F-saisic 3, Durbin-Wason sa 2, Prob(F-saisic) 0, Tabel IV.7. Hasil Esimasi Menenukan Tingka Perumbuhan Ekonomi Raa-raa Negara Maju Asia Pasifik Dependen Mehod: Leas Squares Dae: 01/28/07 Time: 22:04 Sample: Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C 2, , , TIME 0, , , R-squared 0, Mean dependen var 3, Adjused R-squared 0, S,D, dependen var 0, S.E. of regression 0, Akaike info crierion -2, Sum squared resid 0, Schwarz crierion -2, Log likelihood 11,29328 F-saisic 7, Durbin-Wason sa 1, Prob(F-saisic) 0, IV - 12

13 Dari hasil esimasi di aas dapa dibenuk persamaan unuk menenukan raa-raa perumbuhan GDP perkapia Indonesia dan Asia Pasifik sebagai beriku : Indonesia : ln yi, = 0,398+ 0, υ (4.5) Asia Pasifik : ln ydev, = 2,950+ 0, υ (4.6) Esimasi dari persamaan 4.6 berdasarkan daa-daa GDP perkapia Indonesia dan raa-raa negara maju di Asia Pasifik menghasilkan nilai slope (β 2 ) unuk Indonesia bernilai 0,034 dan raa-raa Asia Pasifik bernilai 0,030. Dari nilai β 2 dapa dihiung perumbuhan ekonomi raa-raa Indonesia dan Asia Pasifik pada periode waku ersebu, yang menghasilkan nilai perumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,46% dan perumbuhan ekonomi raa-raa Asia Pasifik 3,05%. Perhiungan perumbuhan ekonomi raa-raa di Indonesia dan negara maju di Asia Pasifik menunjukkan bahwa perumbuhan ekonomi di Indonesia sediki lebih besar daripada perumbuhan ekonomi raa-raa negara-negara di Asia Pasifik. Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa erdapa konvergensi pendapaan (GDP perkapia) anara Indonesia dengan pendapaan raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Sehubungan dengan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik, maka GDP perkapia merupakan salah sau insrumen unuk konvergensi ersebu. Sasaran yang ingin dicapai adalah menggunakan perumbuhan ekonomi yang dicerminkan melalui perumbuhan GDP perkapia sebagai pendorong unuk meningkakan efisiensi penggunaan energi. Sehingga dengan peningkaan pendapaan perkapia dan efisiensi energi akan menjadikan inensias energi Indonesia berkurang mendekai raa-raa inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik. IV.5. Esimasi Konvergensi Pada Inensias Energi IV.5.1. Memperkirakan Persamaan Konvergensi Inensias Energi Esimasi perubahan dari konsumsi energi per kapia di Indonesia didasarkan pada perubahan inensias energi dan pendapaan perkapia, seperi dapa diliha pada persamaan beriku, IV - 13

14 E Y e = (4.7) Y P e = ε y (4.8) dimana, E : oal konsumsi energi final e : konsumsi energi final perkapia P : populasi penduduk Y : oal pendapaan nasional GDP (Gross Domesic Produc) y : GDP perkapia ε : Inensias energi raa-raa negara di Asia Pasifik : waku i : Indonesia a : Raa-raa Asia Pasifik Dari persamaan yang dibenuk di aas, diharapkan dapa menjawab peranyaan sebagai beriku: Perubahan dari konsumsi energi perkapia Indonesia relaif erhadap raa-raa konsumsi energi perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasik. Inensias energi Indonesia unuk ahun berikunya. Perubahan dari inensias energi erhadap raa-raa insensias energi negara maju di Asia Pasifik dapa didefinisikan pada persamaan 4.9, η y ε * ε a, A a, y = (4.9) Dimana, ε * merupakan inensias energi yang dikehendaki oleh Indonesia. A merupakan konsana yang dienukan, dan η merupakan elasisias. Seperi yang elah disebukan dalam bahasan sebelumnya, bahwa GDP perkapia merupakan insrumen unuk melakukan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap inensias energi raa-raa negara maju Asia Pasifik. Dengan meliha persamaan di aas, dapa dikeahui bahwa dengan mengurangi gap anara GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik maka akan dapa mengurangi gap inensias energi anara Indonesia dengan Asia Pasifik. Sebagai IV - 14

15 cooh, nilai A 0,5 dan elasisias (η) 1, peningkaan GDP perkapia Indonesia sebesar 1% erhadap GDP perkapia akan menyebabkan pengurangan gap inensias energi sebesar 0,5%. Sebagai ambahan, diperlukan penyesuaian unuk menenukan inensias energi akual berdasarkan nilai inensias energi yang dikehendak seperi pada persamaan 4.10, ε ε ε * 1 μ i, = ε 1 (4.10) Parameer μ merupakan fakor elasisias yang menyesuaikan anara inensias energi akual berdasarkan perubahan pada inensias energi yang dikehendaki. Sebagai conoh, A bernilai 0,5 dan μ bernilai 1 akan menyebabkan peningkaan gap anara inensias energi yang dikehendaki dengan nilai akual ahun sebelumnya akan menghasilkan pengurangan gap sebesar 0,5%. Berdasarkan persamaan 4.9 dan 4.10, maka dibenuk suau persamaan linear unuk dapa melakukan esimasi nilai-nilai parameer yang idak dikeahu seperi A, η, dan μ. Dengan membenuk persamaan 4.9 dan 4.10 menjadi persamaan logarima naural, maka persamaan ersebu menjadi seperi beriku, ( ln y a, ln y ) ε a ln ε * = ln A + η + ln, (4.11) ln ε (4.12) i = lnε 1 + μ lnε * μ ε 1, ln Dengan melakukan subsiusi persamaan 4.11 pada persamaan 4.12, maka menghasilkan, ( ln lnε ) = μln + μ( lnε lnε ) + μη( ln y y ) ε (4.13) 1 A a, 1 a, ln Jika B = μ ln A, C = μ, dan D = μ η. Sera memasukkan gangguan, maka persamaan 4.13 menjadi sebagai beriku, ε ε a, ya, ln B C D + + υ ε = + ln i ε ln i y (4.14), 1, 1 Dari persamaan di aas dapa diuraikan bahwa ln( ε ) inensias energi di Indonesia, dan ( ε ) a, 1 ε merupakan perumbuhan 1 ε merupakan perbandingan anara inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik dan inensias energi awal di Indonesia. ( y ) y a, merupakan perbandingan anara GPD perkapia raa-raa negara maju Asia IV - 15

16 Pasifik erhadap GDP perkapia Indonesia pada ahun ke- dan merepresenasikan gap pendapaan anara negara maju di Asia Pasifik dengan Indonesia. Apabila C > 0, maka erdapa korelasi posiif anara variabel ak bebas dengan rasio inensias energi Asia Pasifik dan Indonesia. C merupakan raa-raa dimana inensias energi dari Indonesia akan disesuaikan (naik aau urun) sehingga dapa konvergen dengan inensias energi negara maju di Asia Pasifik. Sebagai conoh, penurunan pada rasio ersebu yang berari ε a, < ε -1, memasikan erjadinya pengurangan inensias energi di Indonesia dengan perumbuhan raa-raa sebesar C%. Parameer lain di persamaan di aas adalah D. Apabila D > 0, erdapa hubungan langsung anara variabel ak bebas dan ( y ) y a, dinyaakan dan diperkua oleh keberadaan konvergensi pendapaan. Apabila erdapa konvergensi pendapaan, D > 0 menunjukkan bahwa penurunan gap dari GDP perkapia anara negara maju di Asia Pasifik dan Indonesia, mengurangi inensias energi Indonesia dengan perumbuhan sebesar D%. Dengan memisalkan Z = ln( ε ε ), X 1 = ln( ε ε ) X 2 = ( y ) y a, 1 a, 1, dan ln, maka persamaan 4.14 dapa diubah menjadi benuk umum Z = f (X 1, X 2 ) = B + CX 1 + DX 2 + υ. Dengan demikian persamaan di aas dapa dilakukan esimasi menggunakan meode OLS. IV.5.2. Perhiungan Parameer Persamaan Konvergensi Inensias Energi Sebagai daa masukan yang digunakan unuk mengesimasi persamaan dalam menenukan konvergensi inensias adalah daa GDP perkapia dan daa inensias energi ahun baik unuk Indonesia maupun raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Daa yang digunakan unuk esimasi dapa diliha pada Tabel IV.8. Semenara hasil esimasi persamaan 4.14 dengan menggunakan meode Ordinary Leas Square (OLS) dengan banuan perangka lunak Eviews dapa diliha pada Tabel IV.9. IV - 16

17 Tabel IV.8. Daa Masukan Dalam Menenukan Esimasi Parameer Konvergensi Energi Tahun y ε y a, ε a, (ribu US$/kapia) (oe/ribu US$) (ribu US$/kapia) (oe/ribu US$) ,970 0,030 12,637 0, ,238 0,030 12,773 0, ,960 0,031 11,702 0, ,419 0,044 11,054 0, ,099 0,055 11,373 0, ,808 0,057 10,715 0, ,414 0,066 11,991 0, ,736 0,086 13,787 0, ,764 0,085 15,904 0, ,773 0,096 16,650 0, ,845 0,104 17,073 0, ,826 0,110 17,931 0, ,843 0,116 18,694 0, ,905 0,118 19,686 0, ,969 0,119 21,473 0, ,039 0,124 23,160 0, ,092 0,131 22,985 0, ,572 0,162 22,238 0, ,639 0,612 19,314 0, ,810 0,531 21,070 0, ,807 0,575 22,163 0, ,676 0,721 20,332 0, ,767 0,646 20,802 0, ,861 0,567 22,647 0, ,857 0,591 24,987 0,248 Tabel IV.9. Hasil Esimasi Menenukan Parameer Konvergensi Inensias Energi Dependen Mehod: Leas Squares Dae: 01/29/07 Time: 00:38 Sample(adjused): Included observaions: 24 afer adjusing endpoins Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C -2, , , , , , , , , R-squared 0, Mean dependen var 0, Adjused R-squared 0, S.D. dependen var 0, S.E. of regression 0, Akaike info crierion -2, Sum squared resid 0, Schwarz crierion -2, Log likelihood 32,84906 F-saisic 201,8023 Durbin-Wason sa 0, Prob(F-saisic) 0, IV - 17

18 Dari hasil esimasi di aas dapa dienukan parameer-parameer unuk menenukan konvergensi inensias energi sebagai beriku, ε = + ε + a, a, ln υ ε 2,470 0,874 ln + i ε 0,970 ln i y (4.15), 1, 1 Esimasi dari persamaan di aas berdasarkan daa yang ada menghasilkan nilai inersep B = -2,470, slope C = 0,874 sera D = 0,970. Dengan dikeahuinya nilai koefisien B, C, dan D maka parameer-parameer unuk menenukan konvergensi dapa dianalisis dan dilakukan perhiungan sebagai beriku, y Nilai C sebesar 0,874 menunjukkan adanya korelasi posiif anara perumbuhan inensias energi Indonesia dengan rasio inenias energi negara maju Asia Pasifik erhadap Indonesia, dimana penurunan rasio energi inensias ersebu akan menyebabkan pengurangan sebesar 12,6% {(1 0,874) x 100%}. Nilai D sebesar 0,970 menunjukkan adanya korelasi posiif anara perumbuhan inensias energi Indonesia dengan rasio GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik erhadap Indonesia, dimana penurunan rasio GDP perkapia ersebu menyebabkan pengurangan inensias energi sebesar 3% {(1 0,970) x 100%} Dengan nilai-nilai parameer B, C, dan D seperi di aas, maka : o C = μ = 0,874 o D = μ x η = 0,970 η = 0,970/0,874 = 1,111 o B = μ ln A A = e (-2,47/0,874) = o Sehingga, A = 0,059, μ = 0,874, dan η = 1,111 Dengan memasukkan parameer-parameer yang dihiung berdasarkan hasil esimas maka persamaan 4.9 dan 4.10 menjadi seperi beriku, 1,111 y a, = 0, a, y (4.16) ε * 059 ε = ε * 0,874 ε ε 1 (4.17) ε 1 IV - 18

19 IV.6. Peramalan Inensias Energi Indonesia Peramalan inensias energi di Indonesia unuk ahun-ahun berikunya akan dilakukan dengan menggunakan insrumen GDP perkapia. Dimana dalam menurunkan inensias energi Indonesia adalah dengan mengurangi gap GDP perkapia Indonesia dengan raa-raa GDP perkapia negara maju di Asia Pasifik. Sehingga pada akhirnya dapa dikeahui besarnya perumbuhan ekonomi Indonesia yang perlu dicapai unuk mencapai konvergensi pada inensias energi. Dalam mencari konvergensi inensias energi menggunakan persamaan di aas, akan digunakan beberapa asums yaiu : Perumbuhan GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik diasumsikan eap, mengikui perumbuhan saa ini yaiu 3.05% perahun. Inensias energi negara maju di Asia Pasifik diperkirakan akan erus mengalami penurunan, karena negara-negara maju ersebu elah cukup baik dalam melakukan efisiensi dalam penggunaan energinya. Perumbuhan GDP perkapia Indonesia alernaif 1 adalah sesuai dengan perhiungan, yaiu 3,46% perahun. Perumbuhan GDP perkapia Indonesia alernaif 2 adalah sesuai dengan perumbuhan ekonomi 2 ahun erakhir (2004 dan 2005), yaiu 5% perahun. Perumbuhan GDP perkapia Indonesia alernaif 3 adalah sesuai dengan perumbuhan ekonomi 6,5% perahun. IV.6.1. Perhiungan Perumbuhan Inensias Energi Asia Pasifik Berdasarkan persamaan 4.16 dan 4.17, variabel yang diperlukan unuk melakukan peramalan inensias energi namun belum erdefinisi adalah perumbuhan inensias energi negara maju di Asia Pasifik unuk peramalan ahun ke-. Inensias energi negara maju Asia Pasifik diasumsikan mengalami peningkaan sesuai dengan ingka perumbuhan yang elah dicapai sampai dengan saa ini. Persamaan regresi linier yang digunakan unuk memperkirakan perumbuhan inensias energi negara maju di Asia Pasifik adalah persamaan log-linier compound ineres seperi pada persamaan 4.4. Daa-daa yang dipergunakan adalah daa inensias energi Asia Pasifik ahun , seperi yang erliha pada Tabel IV.10. IV - 19

20 Tabel IV.10. Daa Masukan Menenukan Perumbuhan Inensias Energi Pada Negara maju Asia Pasifik Tahun Time ε a, (oe/ribu US$) , , , , , , ,248 Sumber, BP Saisical Review 2005 dan Daa Saisik IMF 2006 Persamaan 4.4 ersebu akan diselesaikan dengan menggunkan meode OLS menggunakan daa pada Tabel IV.10 unuk mendapakan perumbuhan inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Hasil esimasi menggunakan banuan perangka lunak Eviews dapa diliha pada Tabel IV.11. Tabel IV.11. Hasil Esimasi Penenuan Perumbuhan Inensias Energi Negara Maju Asia Pasifik Dependen Mehod: Leas Squares Dae: 01/29/07 Time: 12:35 Sample: Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C -1, , , TIME -0, , , R-squared 0, Mean dependen var -1, Adjused R-squared -0, S.D. dependen var 0, S.E. of regression 0, Akaike info crierion -2, Sum squared resid 0, Schwarz crierion -2, Log likelihood 10,41748 F-saisic 0, Durbin-Wason sa 1, Prob(F-saisic) 0, Dari hasil esimasi di aas dapa dibenuk persamaan unuk menenukan raa-raa perumbuhan inesias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik sebagai beriku, ln ε, + (4.18) a = 1,305 0, 008 υ IV - 20

21 Pada persamaan 4.18 ersebu dikeahui nilai β 2 adalah -0,008. Nilai β 2 yang merupakan ln(1+r), menghasilkan nilai r, yang juga merupakan raa-raa perumbuhan inensias energi raa-raa negara Asia Pasifik sebesar -0,8% per ahun (mengalami penurunan). IV.6.2. Perhiungan Peramalan Inensias Energi Sampai Tahun 2030 Dengan menggunakan asumsi-asumsi di aas dan persamaan model fi hasil esimasi unuk memperkirakan inensias energi di Indonesia (persamaan 4.16 dan 4.17), maka dapa dihiung inensias energi Indonesia sampai ahun 2030 seperi yang erliha pada Tabel IV.12 dan Gambar IV.3. IV - 21

22 Tabel IV.12. Peramalan Inensias Energi Indonesia Sampai Tahun 2020 Tahun Negara Maju di Asia Pasific Indonesia** ) Indonesia** ) Indonesia** ) r a, y a, ε a, r y ε* ε r y ε* ε r y ε* ε ,05% 19,314 0,280 3,46% 0,639 0,612 3,46% 0,639 0,612 3,46% 0,639 0, ,05% 21,070 0,253 3,46% 0,810 0,531 3,46% 0,810 0,531 3,46% 0,810 0, ,05% 22,163 0,246 3,46% 0,807 0,575 3,46% 0,807 0,575 3,46% 0,807 0, ,05% 20,332 0,284 3,46% 0,676 0,721 3,46% 0,676 0,721 3,46% 0,676 0, ,05% 20,802 0,276 3,46% 0,767 0,646 3,46% 0,767 0,646 3,46% 0,767 0, ,05% 22,647 0,256 3,46% 0,861 0,567 3,46% 0,861 0,567 3,46% 0,861 0, ,05% 24,987 0,248 3,46% 0,857 0,591 3,46% 0,857 0,591 3,46% 0,857 0, * ) 3,05% 25,748 0,246 3,46% 0,887 0,613 0,610 5,00% 0,900 0,603 0,601 6,50% 0,913 0,594 0, * ) 3,05% 26,532 0,244 3,46% 0,917 0,605 0,606 5,00% 0,945 0,586 0,588 6,50% 0,972 0,568 0, * ) 3,05% 27,340 0,242 3,46% 0,949 0,598 0,599 5,00% 0,992 0,569 0,571 6,50% 1,035 0,543 0, * ) 3,05% 28,173 0,240 3,46% 0,982 0,591 0,592 5,00% 1,042 0,553 0,555 6,50% 1,103 0,519 0, * ) 3,05% 29,031 0,238 3,46% 1,016 0,583 0,584 5,00% 1,094 0,537 0,539 6,50% 1,174 0,497 0, * ) 3,05% 29,915 0,236 3,46% 1,051 0,576 0,577 5,00% 1,149 0,522 0,524 6,50% 1,251 0,475 0, * ) 3,05% 30,826 0,234 3,46% 1,087 0,569 0,570 5,00% 1,206 0,507 0,509 6,50% 1,332 0,454 0, * ) 3,05% 31,765 0,232 3,46% 1,125 0,562 0,563 5,00% 1,266 0,493 0,495 6,50% 1,419 0,434 0, * ) 3,05% 32,732 0,231 3,46% 1,164 0,555 0,556 5,00% 1,330 0,479 0,481 6,50% 1,511 0,415 0, * ) 3,05% 33,729 0,229 3,46% 1,204 0,548 0,549 5,00% 1,396 0,465 0,467 6,50% 1,609 0,397 0, * ) 3,05% 34,756 0,227 3,46% 1,246 0,541 0,542 5,00% 1,466 0,452 0,454 6,50% 1,714 0,380 0, * ) 3,05% 35,814 0,225 3,46% 1,289 0,535 0,536 5,00% 1,539 0,439 0,441 6,50% 1,825 0,363 0, * ) 3,05% 36,905 0,223 3,46% 1,333 0,528 0,529 5,00% 1,616 0,426 0,428 6,50% 1,944 0,347 0, * ) 3,05% 38,029 0,222 3,46% 1,380 0,521 0,522 5,00% 1,697 0,414 0,416 6,50% 2,070 0,332 0, * ) 3,05% 39,187 0,220 3,46% 1,427 0,515 0,516 5,00% 1,782 0,403 0,404 6,50% 2,204 0,318 0, * ) 3,05% 40,381 0,218 3,46% 1,477 0,509 0,510 5,00% 1,871 0,391 0,393 6,50% 2,348 0,304 0, * ) 3,05% 41,611 0,216 3,46% 1,528 0,502 0,503 5,00% 1,965 0,380 0,382 6,50% 2,500 0,291 0, * ) 3,05% 42,878 0,215 3,46% 1,580 0,496 0,497 5,00% 2,063 0,369 0,371 6,50% 2,663 0,278 0, * ) 3,05% 44,184 0,213 3,46% 1,635 0,490 0,491 5,00% 2,166 0,359 0,360 6,50% 2,836 0,266 0, * ) 3,05% 45,529 0,211 3,46% 1,692 0,484 0,485 5,00% 2,274 0,348 0,350 6,50% 3,020 0,254 0, * ) 3,05% 46,916 0,209 3,46% 1,750 0,478 0,479 5,00% 2,388 0,338 0,340 6,50% 3,217 0,243 0, * ) 3,05% 48,345 0,208 3,46% 1,811 0,472 0,473 5,00% 2,507 0,329 0,330 6,50% 3,426 0,233 0, * ) 3,05% 49,817 0,206 3,46% 1,873 0,466 0,467 5,00% 2,633 0,320 0,321 6,50% 3,648 0,222 0, * ) 3,05% 51,334 0,204 3,46% 1,938 0,461 0,461 5,00% 2,764 0,310 0,312 6,50% 3,886 0,213 0, * ) 3,05% 52,897 0,203 3,46% 2,005 0,455 0,456 5,00% 2,903 0,302 0,303 6,50% 4,138 0,203 0, * ) 3,05% 54,508 0,201 3,46% 2,074 0,449 0,450 5,00% 3,048 0,293 0,294 6,50% 4,407 0,195 0,196 Keerangan : * ) : Esimasi *** ) : Alernaif 2 dengan ingka perumbuhan ekonomi 5,00% ** ) : Alernaif 1 dengan ingka perumbuhan ekonomi 3,46% **** ) : Alernaif 2 dengan ingka perumbuhan ekonomi 6,50% IV - 22

23 Prediksi Inensias Energi Sampai Tahun Convergece 0.6 Inensias Energi (oe/ribu USD) Akual Prediksi Negara Maju Ina Al 1 Ina Al 2 Ina Al Tahun Gambar IV.3. Peramalan Inensias Energi Indonesia dan Negara Maju di Asia Pasifik Sampai Tahun 2030 Hasil peramalan inensias energi di Indonesia dengan memasukkan unsur konvergensi pada GDP perkapia dan konvergensi inensias energi mengindikasikan hal-hal sebagai beriku: Pada ingka perumbuhan ekonomi saa in dimana perumbuhan GDP perkapia Indoensia mencapai 3,46% perahun dan perumbuhan GDP perkapia raa-raa negara maju di Asia Pasifik mencapai 3,05% perahun, maka konvergensi pendapaan ersebu akan menjadikan berkurangnya inensias energi Indonesia sehingga konvergen mendekai raa-raa inensias energi negara Asia Pasifik. Namun sampai dengan ahun 2030 perumbuhan ekonomi ersebu belum bisa memacu inensias energi Indonesia unuk menyamai inensias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik. Kondisi yang sama juga dijumpai keika ingka perumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,00% perahun. Dengan menaikkan insrumen konvergensi inensias energi yaiu perumbuhan ekonomi menjadi 6,5% perahun, maka konvergensi inensias energi Indonesia IV - 23

24 erhadap inensias energi negara maju di Asia Pasifik menjadi lebih cepa. Dimana inensias energi Indonesia akan sama dengan raa-raa inensias energi negara maju di Asia Pasifik seelah ahun IV.7. Perhiungan Perumbuhan GDP Indonesia IV.7.1. Penenuan Perumbuhan Penduduk Indonesia Salah sau kegunaan model I-O adalah unuk melakukan proyeksi oupu nasional. Yaiu dengan meliha peningkaaan oupu karena peningkaan pada perminaan akhir. Perminaan akhir pada model I-O, yang erdiri aas C, G, I, X dan M dapa didefinisikan sebagai GDP. Sehingga peningkaan perminaan akhir pada model I-O merupakan peningkaan perekonomian/perumbuhan ekonomi. Pada Sub-bab sebelumnya elah dilakukan perhiungan perumbuhan ekonomi Indonesia yang dapa menimbulkan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap negara maju di Asia Pasifik. Perumbuhan ekonomi yang dienukan ersebu adalah perumbuhan GDP perkapia Indonesia. Semenara unuk menenukan proyeksi oupu nasional diperlukan proyeksi parameer GDP yang berari GDP perkapia dikalikan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia. Unuk iu, perlu dilakukan penyesuaian perumbuhan ekonomi Indonesia yang semula berdasarkan pada perumbuhan GDP perkapia menjadi berdasarkan GDP. Fakor unuk menyesuaikan ersebu adalah proyeksi perumbuhan dan jumlah penduduk Indonesia pada masa yang akan daang. Seperi yang disebukan dalam Sub-bab 4.2, dalam melakukan opimasi produksi baubara salah sau krierianya adalah mengasumsikan bahwa perumbuhan penduduk Indonesia sama dengan perumbuhan raa-raa pada ahun sebelumnya. Unuk melakukan perhiungan perumbuhan raa-raa penduduk Indonesia digunakan daa-daa populasi Indonesia ahun seperi pada Tabel IV.13. Sedangkan unuk perhiungan digunakan persamaan compound ineres (persamaan 4.4) dan penyelesaian meode OLS dengan banuan perangka lunak Eviews. Hasil esimasi persamaan compound ineres unuk menenukan perumbuhan penduduk dapa diliha pada Tabel IV.14. IV - 24

25 Tabel IV.13. Daa Perhiungan Perumbuhan Populasi Indonesia Tahun Time Jumlah Penduduk (Jua Jiwa) , , , , , , ,382 Sumber: Daa IMF 2006 Tabel IV.14. Hasil Esimasi Penenuan Perumbuhan Penduduk Indonesia Dependen Mehod: Leas Squares Dae: 04/16/07 Time: 09:45 Sample: Included observaions: 7 Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. C 5, , , TIME 0, , , R-squared 0, Mean dependen var 5, Adjused R-squared 0, S.D. dependen var 0, S.E. of regression 0, Akaike info crierion -6, Sum squared resid 0, Schwarz crierion -6, Log likelihood 25,18371 F-saisic 38,08369 Durbin-Wason sa 1, Prob(F-saisic) 0, Dari hasil esimasi di aas dapa dibenuk persamaan unuk menenukan raa-raa perumbuhan inesias energi raa-raa negara maju di Asia Pasifik sebagai beriku, ln P = 5, , υ (4.19) Pada persamaan 4.19 ersebu dikeahui nilai β 2 adalah 0,009. Nilai β 2 yang merupakan ln(1+r), menghasilkan nilai r, yang merupakan raa-raa perumbuhan penduduk Indonesia sebesar 0,92% per ahun. IV.7.2. Penenuan Perumbuhan GDP Indonesia Dalam menenukan perumbuhan GDP Indonesia memerlukan beberapa masukan anara lain; prediksi GDP perkapia dan prediksi jumlah penduduk pada ahun erenu. IV - 25

26 Perumbuhan GDP ersebu naninya akan menjadi masukan dalam model I-O unuk menenukan besarnya oupu sekoral. Berdasarkan perhiungan pada Tabel IV.15 dapa dikeahui bahwa perumbuhan GDP Indonesia pada saa perumbuhan GDP perkapia 6,50% perahun dan perumbuhan penduduk 0,92% perahun adalah 7,48% perahun. Perumbuhan GDP sebesar 7,48% perahun merupakan perumbuhan GDP yang dapa menimbulkan konvergensi inensias energi Indonesia erhadap negara maju di Asia Pasifik. Tahun Perumbuhan GDP perkapia Tabel IV.15. Penenuan Perumbuhan GDP Indonesia Perumbuhan Penduduk GDP perkapia (Ribu USD/kapia) Jumlah Penduduk (Jua Jiwa) GDP (Milyar USD) Perumbuhan Ekonomi ,50% 0,92% 0, , ,343 7,48% ,50% 0,92% 0, , ,250 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,273 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,493 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,002 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,895 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,275 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,254 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,952 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,497 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,027 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,690 7,48% ,50% 0,92% 1, , ,647 7,48% ,50% 0,92% 2, , ,068 7,48% ,50% 0,92% 2, , ,139 7,48% ,50% 0,92% 2, , ,056 7,48% IV.8. Perhiungan Proyeksi Produksi Baubara Opimal Perhiungan proyeksi oupu sekor perambangan baubara dilakukan dengan menggunakan banuan abel I-O Indonesia ahun 2000 dengan perumbuhan GDP sebesar 7,48% perahun selama ahun proyeksi. Perumbuhan GDP ersebu merupakan perubahan perminaan akhir (final demand) pada model I-O yang selanjunya akan dihiung oupu oal menggunakan mariks pengganda (Leonief Inverse Marix). Perhiungan proyeksi perminaan akhir dan oupu nasional khususnya pada sekor perambangan baubara sampai ahun 2020 seperi yang erliha pada Tabel IV.16. Hasil perhiungan proyeksi oupu sekor perambangan baubara ersebu masih dalam sauan nilai uang, sehingga perlu dilakukan konversi unuk mendapakan oupu baubara IV - 26

27 dalam benuk sauan massa (onase erproduksi). Unuk iu perlu dilakukan pembagian proyeksi oupu sekor perambangan baubara pada Tabel IV.16 dengan fakor harga. Harga yang digunakan unuk menenukan jumlah onase dari baubara adalah harga pada saa abel I-O ersebu dibenuk, yaiu ahun Harga pada ahun 2000 akan digunakan sebagai ala unuk memprediksi jumlah oupu baubara yang opimal pada ahun berikunya disebabkan sifa dari abel I-O yang saik. Akibanya, harga yang digunakan unuk prediksi merupakan harga pada ahun dasar. Dengan membagi oupu sekor perambangan baubara dengan harga ahun dapa dihiung prediksi oupu (produksi) baubara Indonesia unuk keperluan dalam negeri dan keperluan ekspor seperi yang erliha pada Tabel IV.17. Komponen yang digunakan unuk memprediksi oupu dalam negeri adalah menggunakan proyeksi oupu anara. Semenara unuk memprediksi oupu ekspor menggunakan proyeksi perminaan akhir. Komponen perminaan akhir sebenarnya melipui C, G, I, X, dan M. Namun pada sekor perambangan baubara perminaan akhir hanya erdiri dari komponen ekspor. Sehingga jumlah perminaan akhir baubara merupakan nilai ekspor dari baubara. Tabel IV.16. Proyeksi Oupu Opimal Sekor Perambangan Baubara Tahun Oupu Anara Perminaan Akhir Toal Oupu (Jua Rupiah) (Jua Rupiah) (Jua Rupiah) IV - 27

28 Tabel IV.17. Prediksi Oupu Opimal Baubara Indonesia Tahun Pasar Domesik Pasar Ekspor Toal Produksi (Jua Ton) (Jua Ton) (Jua Ton) ,78 80,71 117, ,54 86,74 126, ,49 93,23 135, ,67 100,21 145, ,09 107,70 156, ,76 115,76 168, ,71 124,42 181, ,95 133,72 194, ,51 143,72 209, ,41 154,48 224, ,67 166,03 241, ,33 178,45 259, ,42 191,80 279, ,96 206,14 300, ,98 221,56 322, ,54 238,14 346,67 Hasil prediksi oupu baubara sampai ahun 2020 menunjukkan bahwa jumlah baubara yang opimal unuk diproduksi sampai dengan ahun 2020 adalah sejumlah 346,67 jua on pada ingka perumbuhan ekonomi yang diinginkan sebesar 7,48% per ahun. Pembagian oupu ersebu adalah 108 jua on unuk oupu dalam neger semenara 346 jua on unuk oupu ekspor (pasar inernasional). Dengan ingka oupu (produksi) baubara sejumlah ersebu diharapkan akan dapa menimbulkan konvergensi pada inensias energi indonesia erhadap raa-raa inensias energi negara maju di Asia Pasifik. IV.9. Perhiungan Produksi Baubara Dengan Meode ARIMA Perhiungan produksi baubara yang dilakukan pada sub-bab sebelumnya akan dilakukan perbandingan dengan perhiungan produksi baubara yang dihiung dengan menggunakan meode ARIMA. Peramalan dengan meode ARIMA akan menelii rend produksi baubara pada ahun sebelumnya, unuk meramalkan produksi ahun berikunya. Pembenukan model ARIMA dari produksi baubara dilakukan dengan menelii lag variable dari fakor-fakor yang mempengaruhi produksi baubara Indonesia. Perhiungan produksi di sini idak memperhaikan keseimbangan perminaan dan penawaran aaupun harga pada iik keseimbangan perminaan dan penawaran baubara. Hal ersebu didasari oleh asumsi beriku: IV - 28

29 Perminaan baubara yang bersifa hampir idak elasis Perminaan erhadap baubara hampir bersifa idak elasis. Dimana berapapun harga yang berlaku di pasar, perminaan erhadap baubara relaif eap. Kondisi ersebu disebabkan karena peran dari produk baubara iu sendiri sebagai sumber energi yang sraegis, sehingga seiap produksi yang dilakukan oleh perusahaan perambangan baubara di Indonesia selalu dapa erserap oleh pasar. Penawaran baubara yang bersifa hampir idak elasis Diinjau dari sisi penawaran, produk baubara mempunyai elasisias penawaran rendah sehingga berapapun harga yang berlaku di pasar, baubara yang diproduksi idak akan berubah secara signifikan. Hal ini lebih disebabkan karena kemenerusan produksi suau ambang baubara. Dimana produksi baubara idak dapa berubah secara fleksibel karena penjadwalan produksi dan keberadaan ala produksi. Kedua fakor di aas yang mendasari peramalan produksi baubara Indonesia menggunakan menggunakan meode ARIMA. Peramalan menggunakan meode ARIMA akan dilakukan dengan erlebih dahulu membenuk model fi dari produksi baubara Indonesia dari lag variabel produksi baubara. Model fi yang erbenuk selanjunya akan digunakan unuk meramal produksi baubara Indonesia unuk ahun-ahun berikunya. IV.9.1. Daa Perhiungan Model ARIMA dari produksi baubara Indonesia dibenuk dari lag variable produksi baubara. Daa produksi baubara Indonesia bersumber dari BP Saisik Review 2005, dapa diliha pada Tabel IV.18. IV - 29

30 Tabel IV.18. Produksi Baubara Indonesia dan Harga Baubara Tahun Benchmark Harga Impor Seam Coal Jepang (USD/on) Produksi Baubara Indonesia (Jua Ton) Sumber : Saisical Review 2005, BP IV.9.2. Idenifikasi Sasionary Pembuaan model dan peramalan menggunakan meode ARIMA mensyarakan daa yang sasioner. Peramalan menggunakan daa yang idak sasioner menjadikan regresi yang dilakukan menjadi palsu (sporious regression). Saionary dicapai apabila variabel pada ime series daa mempunyai raaan dan variance yang konsan unuk seiap periode waku sera mempunyai covariance dianara dua periode waku hanya berganung pada jarak aau gap dianara dua periode waku ersebu dan idak pada waku akual dimana covariance dihiung. Sasionary diidenifikasi dengan menggunakan beberapa meode, seperi uji korelogram dan uni roo es. Uji korelogram dan uni roo es yang dilakukan pada variabel produksi baubara Indonesia menunjukkan hasil seperi yang diunjukkan pada Tabel IV.19 dan IV.20. IV - 30

31 Tabel IV.19. Corelogram Produksi Baubara Tabel IV.20. Uni Roo Tes Produksi Baubara Null Hypohesis: PRODUKSI has a uni roo Exogenous: None Lag Lengh: 3 (Auomaic based on SIC, MAXLAG=8) -Saisic Prob.* Augmened Dickey-Fuller es saisic 0, ,7718 Tes criical values: 1% level -2, % level -1, % level -1, *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmened Dickey-Fuller Tes Equaion Dependen Variable: D(PRODUKSI) Mehod: Leas Squares Dae: 01/22/07 Time: 12:08 Sample(adjused): Included observaions: 20 afer adjusing endpoins Variable Coefficien Sd. Error -Saisic Prob. PRODUKSI(-1) 0, , , ,7431 D(PRODUKSI(-1)) -0, , , ,5852 D(PRODUKSI(-2)) 0, , , ,1639 D(PRODUKSI(-3)) 0, , , ,0008 R-squared 0, Mean dependen var 6, Adjused R-squared 0, S.D. dependen var 5, S.E. of regression 2, Akaike info crierion 4, Sum squared resid 107,2494 Schwarz crierion 5, Log likelihood -45,17302 Durbin-Wason sa 2, Seelah dilakukan pengujian dengan menggunakan korelogram dan Uni Roo Tes, dilanjukan dengan meliha signifikansi parameer-parameer yang dihasilkan oleh kedua uji ersebu unuk menenukan sasioner idaknya daa ime series ersebu. Uji yang dilakukan adalah sebagai beriku: IV - 31

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Seminar Nasional Saisika IX Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Brodjol Suijo Jurusan Saisika ITS Surabaya ABSTRAK Pada umumnya daa ekonomi bersifa ime

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PERAMALAN DALAM ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR DENGAN GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSKEDASTICITY

PENGGUNAAN METODE PERAMALAN DALAM ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR DENGAN GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSKEDASTICITY PENGGUNAAN METODE PERAMALAN DALAM ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR DENGAN GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSKEDASTICITY Hermansah Program Sudi Pendidikan Maemaika, Fakulas Keguruan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) ARIMA (Auoregressive Inegraed Moving Average) I. Prinsip Dasar dan Tujuan Analisis. Prinsip Dasar ARIMA sering juga disebu meode runun waku Box-Jenkins. ARIMA sanga baik keepaannya unuk peramalan jangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen Bab 5 Penaksiran Fungsi Perminaan 1 Ekonomi Manajerial Manajemen Peranyaan Umum Tenang Perminaan Seberapa besar penerimaan perusahaan akan berubah seelah adanya peningkaan harga? Berapa banyak produk yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

UJI MULTIKOLINEARITAS DAN PERBAIKAN MULTIKOLINEARITAS

UJI MULTIKOLINEARITAS DAN PERBAIKAN MULTIKOLINEARITAS BAHAN AJAR EKONOMETRIKA AGUS TRI BASUKI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UJI MULTIKOLINEARITAS DAN PERBAIKAN MULTIKOLINEARITAS 6.1. Uji Mulikolinearias Sebagaimana dikemukakan di aas, bahwa salah sau

Lebih terperinci

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES Universias Muhammadiyah Purwokero malim.muhammad@gmail.com Absrak Pada persamaan regresi linier sederhana dimana variabel dependen dan variabel independen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis JURNAL SAINS DAN NI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin) D-224 Peramalan Penjualan Sepeda Moor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis Desy Musika dan Seiawan Jurusan Saisika,

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X USULAN ENERAAN METODE KOEISIEN MANAJEMEN (BOMAN S) SEBAGAI ALTERNATI MODEL ERENCANAAN RODUKSI RINTER TIE LX400 ADA T X Hendi Dwi Hardiman Jurusan Teknik Manajemen Indusri - Sekolah Tinggi Manajemen Indusri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Pengangguran Pengangguran aau una karya merupakan isilah unuk orang yang idak mau bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia BAB 3 DATA DAN METODOLOGI 3.1 Variabel-Variabel Peneliian 3.1.1 Variabel dependen Variabel dependen yang digunakan adalah reurn Indeks Harga Saham Gabungan yang dihiung dari perubahan logarima naural IHSG

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Dalam peneliian ini, penulis akan menggunakan life cycle model (LCM) yang dikembangkan oleh Modigliani (1986). Model ini merupakan eori sandar unuk menjelaskan perubahan dari

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Salah sau ujuan didirikannya perusahaan adalah dalam rangka memaksimalkan firm of value. Salah sau cara unuk mengukur seberapa besar perusahaan mencipakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Propinsi Sumaera Uara merupakan salah sau propinsi yang mempunyai perkembangan yang pesa di bidang ransporasi, khususnya perkembangan kendaraan bermoor. Hal ini dapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Kabupaen Labuhan Bau merupakan pusa perkebunan kelapa sawi di Sumaera Uara, baik yang dikelola oleh perusahaan negara / swasa maupun perkebunan rakya. Kabupaen Labuhan

Lebih terperinci

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia SUPLEMEN 3 Resume Hasil Peneliian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredi Bank di Sumaera Selaan erhadap Kebijakan Moneer Bank Indonesia Salah sau program kerja Bank Indonesia Palembang dalam ahun 2007 adalah

Lebih terperinci

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND Noeryani 1, Ely Okafiani 2, Fera Andriyani 3 1,2,3) Jurusan maemaika, Fakulas Sains Terapan, Insiu Sains & Teknologi

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian mengenai konribusi pengelolaan huan rakya erhadap pendapaan rumah angga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamaan Sindangagung, Kabupaen Kuningan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu (time series) bulanan

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu (time series) bulanan III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Daa Daa yang digunakan adalah daa sekunder runun waku (ime series) bulanan dari 2002:01 sampai dengan 2009:06 yang bersumber dari Laporan dan websie Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

1999 sampai bulan September Data ini diperoleh dari yahoo!finance.

1999 sampai bulan September Data ini diperoleh dari yahoo!finance. 7 999 sampai bulan Sepember 8. Daa ini diperoleh dari yahoo!finance. Meode Langkah-langkah pemodelan nilai harian IHSG secara garis besar dapa diliha pada Lampiran dengan penjelasan sebagai beriku:. Melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

PENELUSURAN EMPIRIS KETERKAITAN PASAR KEUANGAN DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA,

PENELUSURAN EMPIRIS KETERKAITAN PASAR KEUANGAN DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA, PENELUSURAN EMPIRIS KETERKAITAN PASAR KEUANGAN DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA, 2004-2008 Banoon Sasmiasiwi, Program MSi FEB UGM Malik Cahyadin, FE UNS Absraksi Perkembangan ekonomi akhir-akhir

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus, Ph.D

Muhammad Firdaus, Ph.D Muhammad Firdaus, Ph.D DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FEM-IPB 010 PENGERTIAN GARIS REGRESI Garis regresi adalah garis yang memplokan hubungan variabel dependen (respon, idak bebas, yang dipengaruhi) dengan variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Model Peneliian Dalam menganalisa efekifias kebijakan pemerinah, maka model yang digunakan dalam skripsi ini adalah model yang diurunkan dari eori kekuaan monopoli,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab 13 BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Aspek Teknis Sudi mengenai aspek eknis dan produksi ini sifanya sanga sraegis, sebab berkaian dengan kapasias proyek, lokasi, aa leak ala produksi, kajian aas bahan dan sumbernya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI 7 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengerian dan peunjuk yang digunakan unuk menggambarkan kejadian, keadaan, kelompok, aau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

*Corresponding Author:

*Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 5 Periode Mare 6, Samarinda, Indonesia ISBN: 978-6-7658--3 Penerapan Model Neuro-Garch Pada Peramalan (Sudi Kasus: Reurn Indeks Harga Saham Gabungan) Applicaion

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Suau negara yang memuuskan unuk menempuh kebijakan huang luar negeri biasanya didasari oleh alasan-alasan yang dianggap rasional dan pening. Huang luar negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Peran pasar obligasi dipandang oleh pemerinah sebagai sarana sraegis sumber pembiayaan alernaif selain pembiayaan perbankan dalam benuk pinjaman (loan). Kondisi anggaran

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL MOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUAHAAN MEBEL INAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. ii Rukayah*), Achmad yaichu**) ABTRAK Peneliian ini berujuan unuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Ramalan adalah sesuau kegiaan siuasi aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

PEMODELAN VOLATILITAS DALAM ANALISIS DATA MAKROEKONOMI STUDI KASUS PADA INFLASI.

PEMODELAN VOLATILITAS DALAM ANALISIS DATA MAKROEKONOMI STUDI KASUS PADA INFLASI. Prosiding Seminar Nasional Peneliian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakulas MIPA, Universias Negeri Yogyakara, 16 Mei 29 PEMODELAN VOLATILITAS DALAM ANALISIS DATA MAKROEKONOMI STUDI KASUS PADA INFLASI.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Peneliian ini ialah berujuan (1) unuk menerapkan model Arbirage Pricing Theory (APT) guna memprediksi bea (sensiivias reurn saham) dan risk premium fakor kurs, harga minyak,

Lebih terperinci

Abstrak Hampir seluruh aktivitas manusia di berbagai belahan bumi sangat bergantung terhadap ketersediaan air bersih.

Abstrak Hampir seluruh aktivitas manusia di berbagai belahan bumi sangat bergantung terhadap ketersediaan air bersih. 1 Peramalan Volume Produksi Air Bersih di PDAM Kabupaen Bojonegoro berdasarkan Jumlah Pelanggan dan Volume Konsumsi Air Fasha Aulia Pradhani dan Adaul Mukarromah Jurusan Saisika, FMIPA, ITS Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Tahapan Pemecahan Masalah Tahapan pemecahan masalah berfungsi unuk memudahkan dalam mencari jawaban dalam proses peneliian yang dilakukan agar sesuai dengan arah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data III METODOLOGI 3. Waku dan Tempa Peneliian dilakukan pada Bulan Mare sampai dengan Bulan April 007. Lokasi peneliian berada di Pelabuhan Perikanan Nusanara Pemangka Kabupaen Sambas, Provinsi Kalimanan

Lebih terperinci

PERAMALAN DENGAN MODEL VARI PADA DATA IHK KELOMPOK PADI-PADIAN DAN BUMBU-BUMBUAN (STUDI KASUS KOTA SALATIGA, BULAN JANUARI 2014 JULI 2016)

PERAMALAN DENGAN MODEL VARI PADA DATA IHK KELOMPOK PADI-PADIAN DAN BUMBU-BUMBUAN (STUDI KASUS KOTA SALATIGA, BULAN JANUARI 2014 JULI 2016) Prosiding Seminar Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISBN: 978-602-622-20-9 hal 935-950 November 206 hp://jurnal.fkip.uns.ac.id PERAMALAN DENGAN MODEL VARI PADA DATA IHK KELOMPOK PADI-PADIAN DAN BUMBU-BUMBUAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES Daa merupakan bagian pening dalam peramalan. Beriku adalah empa krieria yang dapa digunakan sebagai acuan agar daa dapa digunakan dalam peramalan.. Daa harus dapa dipercaya

Lebih terperinci

BAB II LA DASA TEORI

BAB II LA DASA TEORI 9 BAB II LA DASA TEORI.7 Daa Mining Yang dimaksud dengan Daa Mining adalah proses menghasilkan informasi yang valid, komprehensif, dan dapa diolah kembali dari daabase yang massive, dan menggunakannya

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X JURAL SAIS DA SEI ITS Vol. 6, o.1, (2017) 2337-3520 (2301-928X Prin) A 1 Perbandingan Meode Winer Eksponensial Smoohing dan Meode Even Based unuk Menenukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X Elisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan kemajuan kearah yang dicapai. Seperti yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan kemajuan kearah yang dicapai. Seperti yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan pada umumnya adalah perubahan secara erus menerus yang merupakan kemajuan kearah yang dicapai. Seperi yang erdapa pada rumusan GBHN, yaiu mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN perpusakaan.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Indonesia dengan periode ahun 984 sampai dengan ahun 0. Peneliian ini memfokuskan pada fakor-fakor

Lebih terperinci

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 5, Nomor 2, Nopember 2014 ISSN

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 5, Nomor 2, Nopember 2014 ISSN Peramalan Dengan Meode Smoohing dan Verifikasi Meode Peramalan Dengan Grafik Pengendali Moving Range () (Sudi Kasus: Produksi Air Bersih di PDAM Tira Kencana Samarinda) Forecasing wih Smoohing and Verificaion

Lebih terperinci

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI Yusep Suparman Universias Padjadjaran yusep.suparman@unpad.ac.id ABSTRAK.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Tempa Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamaan Lembang, Kabupaen Bandung, Jawa Bara. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

(T.9) PENAKSIRAN MODEL GARCH DENGAN METODE BOUNDED M-ESTIMATES

(T.9) PENAKSIRAN MODEL GARCH DENGAN METODE BOUNDED M-ESTIMATES PROSIDING ISSN : 087-590. Seminar Nasional Saisika November 0 Vol, November 0 (T.9) PENAKSIRAN MODEL GARCH DENGAN METODE BOUNDED M-ESTIMATES Yahya Ubaid ), Budi Nurani R. ), Mulyana K. 3) )Mahasiswa Program

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

TINGKAT KEBUGARAN JASMANI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 DONOROJO TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI. Oleh:

TINGKAT KEBUGARAN JASMANI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 DONOROJO TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI. Oleh: Arikel Skripsi TINGKAT KEBUGARAN JASMANI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 DONOROJO TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015 SKRIPSI Diajukan Unuk Memenuhi Sebagian Syara Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH GAJI, UPAH, DAN TUNJANGAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. XYZ

PENGARUH GAJI, UPAH, DAN TUNJANGAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. XYZ PENGARUH GAJI, UPAH, DAN TUNJANGAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. XYZ Khairunnisa aubara 1, Ir. Sugiharo Pujangkoro, MM 2, uchari, ST, M.Kes 2 Deparemen Teknik Indusri, Fakulas Teknik, Universias

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci