BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Sifat Dasar Neutron Neutron yang dihasilan dari reator nulir biasanya merupaan neutron berenergi rendah. Secara umum, neutron energi rendah dapat dilasifiasian dalam tiga enis yaitu neutron dingin (cold neutron), neutron thermal (thermal neutron), dan neutron panas (hot neutron) (G.L. Squires, 1978). Selain itu, ada pula yang menglasifiasiannya e dalam empat enis yaitu neutron dingin (cold neutron), neutron thermal (thermal neutron), neutron panas (hot neutron), dan neutron epithermal (epithermal neutron) (S.W. Lovesey, 1987). Perbedaan antara etiga enis neutron tersebut berdasaran range energi, temperatur, serta panang gelombang. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel.1. Tabel.1. Perbedaan etiga enis neutron Sumber Energi(Mev) Temperatur(K) Panang Gelombang(10-10 m) Cold Thermal Hot Sumber: G.L. Squires 1978, 5 Hamburan neutron merupaan salah satu teni yang bai untu mengamati strutur dan dinamia suatu material (T. Chatteri, 006). Kegunaan teni hamburan ini arena adanya sifat-sifat dasar yang dimilii neutron sebagai salah satu partiel penyusun inti atom seperti dielasan dalam tabel.. Besarnya massa neutron yaitu 1, g. Hal ini menyebaban panang gelombang de Broglie dari neutron thermal bernilai seitar 1,8 Å, memilii orde yang sama dengan ara antar atom dalam suatu material, sehingga memunginan teradinya efe interferensi. Hamburan neutron dalam hal ini dapat memberian informasi mengenai strutur material. Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008 4

2 5 Tabel.. Sifat dasar neutron Sifat Nilai Massa g Muatan 0 Spin Momen Magnet µN Sumber: Tapan Chatteri 007, 3 Energi neutron thermal memilii orde yang sama dengan ebanyaan energi esitasi atom pada material terondensasi. Hamburan tida elasti antara neutron dengan suatu material aan memberian informasi mengenai energi esitasi atom dalam suatu material. Neutron merupaan partiel yang tida memilii muatan listri menyebaban neutron dapat menembus suatu material cuup dalam tanpa mengalami interasi Coulomb. Sehingga neutron dapat berada cuup deat dengan inti atom sebelum ahirnya terhambur oleh gaya inti. Neutron memilii momen magneti sehingga neutron dapat berinterasi dengan eletron tida berpasangan pada suatu atom magneti. Hambu ran neutron inelasti dalam hal ini dapat memberian informasi mengenai energi esitasi magneti. Selain itu, hamburan elasti dari suatu material magneti memberian informasi mengenai strutur magneti dari material tersebut. ½. Teori Hamburan Neutron..1 Definisi Penampang Lintang Hamburan Untu dapat mendisripsian penampang lintang hamburan, maa dapat dimisalan suatu asus seperti ini. Anggap terdapat suatu beras neutron thermal datang menumbu suatu target (gambar.1) dan menyebaban neutron terhambur. Target dalam hal ini merupaan umpulan atom, seperti ristal, amorph, cairan ataupun gas. Target ini biasa disebut uga sebagai sistem hamburan. Hasil hamburan dalam asus seperti ini biasa dinyataan dalam suatu besaran yang disebut penampang lintang (cross-section). Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

3 6 Gambar.1. Geometri Esperimen Hamburan 7 Sumber: Squires 1978, 5 Anggap ita memilii detetor (pencacah neutron) untu menghitung umlah neutron yang terhambur pada suatu arah sebagai fungsi energi. Dalam hal ini, detetor ditempatan cuup auh dari sistem hamburan, sehingga sudut ruang detetor dari sistem penghambur, dω adalah cuup ecil. Misalan arah neutron terhambur dinyataan dalam θ dan φ, maa penampang lintang diferensial sebagian (partial differential cross-section) didefinisian sebagai d d de (umlah neutron yang terhambur per - deti dalam suatu sudut ruang dω pada arah θ, φ dengan energi ahir antara E de) /Φ dω de (.1) dengan Φ merupaan flux dari neutron datang, yang dinyataan sebagai umlah neutron yang menumbu suatu luasan/area per deti. Namun terdapat sumber lain yang menyebut penampang lintang ini sebagai penampang lintang diferensial ganda (double differential cross section) 13. Jia ita hanya ingin mengetahui umlah neutron terhambur dalam suatu sudut ruang dω pada arah θ dan φ tanpa menghitungnya sebagai fungsi energimaa penampang lintang yang berhubungan dengan asus seperti ini disebut penampang lintang diferensial (differential cross-section), dan dinyataan dengan d (umlah neutron terhambur per deti dalam suatu sudut (.) d ruang d pada arah, ) / Φ dω Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

4 7 Penampang lintang hamburan total dapat dinyataan dengan (umlah total partiel terhambur per satuan watu)/ (.3) tot Jumlah total yang dimasud merupaan umlah neutron terhambur e segala arah. Dari etiga definisi penampang lintang hamburan di atas, maa etiganya dapat dihubungan dengan persamaan sebagai beriut d d 0 d de, d de (.4) tot d d d semua arah (.5) Jia hamburan yang teradi simetri, dalam arti dσ/dω hanya bergantung pada θ dan tida pada maa persamaan (.5) menadi tot d sin d. d 0 (.6) Penampang lintang yang diperoleh dalam esperimen biasa dinyataan dalam satuan per atom atau per moleul, sehingga persamaan penampang lintang di atas perlu dibagi oleh umlah atom atau moleul.. Hamburan Neutron Oleh Inti Atom Untu dapat menelasan penampang lintang hamburan secara teoritis, pertama-tama dapat diambil suatu asus sederhana, yaitu hamburan neutron oleh satu inti atom yang berada pada posisi tetap. Perlu diperhatian bahwa pada asus ini diasumsian inti atom berada pada posisi yang tetap, neutron tida dapat memberian energi epada inti, sehingga besar nilai vetor gelombang neutron datang dan neutron terhambur adalah sama. Dengan ata lain hamburan dalam asus ini adalah elasti, energi neutron serta nilai adalah tetap. Setelah menelasan asus yang paling sederhana tersebut, aan dibahas asus yang lebih umum, yaitu asus hamburan oleh Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

5 8 seumpulan partiel. Pada asus ini digunaan dua pendeatan untu memperoleh rumusan teoritis dari penampang lintang hamburannya, yaitu: 1) Pendeatan stati (static approximation). Pada pendeatan stati, dianggap perubahan energi neutron yang teradi dapat diabaian (, dan adalah besar vetor gelombang neutron setelah dan sebelum hamburan), sehingga hamburan yang teradi seolah-olah elasti. Namun demiian, pendeatan ini tidalah sama persis dengan hamburan elasti. Pada hamburan elasti, eadaan sistem hamburan sebelum dan setelah tumbuan adalah sama, sedangan pada pendeatan stati, eadaan sistem hamburan sebelum dan setelah tumbuan dapat berbeda, asalan perubahan energi neutron yang teradi masih dapat diabaian. ) Hamburan hanya bergantung pada besar perubahan vetor gelombang neutron. Artinya, hasil hamburan tida bergantung pada orientasi sampel. Pendeatan ini berlau untu sistem hamburan yang isotropi, contohnya adalah bubu ristalin (crystalline powder), zat cair, dan material amorph. Pada bagian.1 telah disebutan bahwa neutron dapat menembus suatu material cuup dalam, sebelum ahirnya terhambur oleh gaya inti. Gaya inti yang dapat menyebaban teradinya hamburan memilii pengaruh pada ara seitar m. Sementara panang gelombang neutron thermal memilii orde m, auh lebih besar dibandingan range pengaruh gaya inti tersebut. Dalam asus seperti ini, berdasaran teori difrasi, yaitu ia suatu gelombang dihamburan oleh suatu obe yang auh lebih ecil dibandingan panang gelombangnya, maa gelombang tersebut aan terhambur secara simetri bola. Anggap geometri asus tersebut dapat didesripsian seperti gambar.1, inti berada pada pusat oordinat, serta arah vetor gelombang neutron datang berada pada sumbu polar. Fungsi gelombang neutron datang dapat dinyataan dengan persamaan Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

6 9 inc exp( iz). (.7) Seperti telah disebutan sebelumnya bahwa hamburan pada asus ini bersifat simetri bola, maa fungsi gelombang neutron terhambur pada suatu titi r dapat dinyataan dengan persamaan b sc r exp( ir) (.8) dengan b adalah suatu onstanta yang tida bergantung pada θ, anda negatif pada persamaan di atas digunaan agar nilai b positif untu potensial yang menghasilan gaya tola. Besaran b pada ψ sc biasa disebut panang hamburan (scattering length). Nilai panang hamburan b berbeda untu setiap enis atom yang berbeda. Berdasaran panang hamburannya, terdapat dua enis atom, yaitu atom dengan panang hamburan berupa bilangan omples, dan atom dengan panang hamburan berupa bilangan riil. Untu atom-atom dengan panang hamburan omples, nilai panang hamburannya bergantung pada besar energi neutron datang. Bagian imainer dari panang hamburan terait dengan penyerapan energi neutron aibat esitasi. Contoh unsur dengan panang hamburan omples adalah 103 Rh, 113 Cd, 157 Gd, dan 176 Lu. Sebagian besar unsur yang dienal sampai saat ini memilii panang hamburan riil (atau hampir riil, dimana bagian imainernya sangat ecil dan dapat diabaian). Untu unsur enis ini, panang hamburannya tida bergantung pada energi neutron yang datang. Penampang lintang dσ/dω untu asus hamburan oleh satu inti atom pada posisi tetap dapat diturunan dari persamaan (.7) dan (.8). Jia ν merupaan ecepatan neutron (bernilai sama untu neutron datang maupun neutron terhambur), maa umlah neutron yang melewati suatu luasan ds per deti adalah (lihat gambar.1) b ds sc ds b d r (.8) Flus neutron datang dapat dinyataan dengan Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

7 10 inc (.9) Dari definisi penampang lintang, maa diperoleh persamaan untu asus hamburan neutron tersebut sebagai beriut serta d b d d d b (.10) tot 4b (.11) Beriutnya aan dibahas asus yang lebih omples, yaitu asus hamburan neutron oleh suatu sistem/ seumpulan partiel. Kasus ini disederhanaan dengan mengabaian spin dari neutron, sehingga eadaan neutron hanya dipengaruhi oleh momentumnya. Dengan ata lain hanya dipengaruhi oleh vetor gelombangnya saa. Anggap terdapat neutron dengan vetor gelombang datang menuu sistem hamburan dengan eadaan yang ditandai dengan index λ. Fungsi gelombang neutron dapat dinyataan dengan ψ serta fungsi gelombang sistem hamburan dengan χ λ. Anggap pula bahwa neutron berinterasi dengan sistem hamburan melalui suatu potensial V, emudian terhambur. Sehingga vetor gelombang neutron ahir adalah dan eadaan ahir sistem hamburan adalah λ. Pusat oordinat yang digunaan berada pada sembarang titi dalam sistem hamburan. Jia dalam sistem hamburan terdapat N umlah atom, maa vetor posisi inti atom e- dapat dinotasian dengan R ( = 1, N), sedangan vetor posisi neutron dapat dinotasian dengan r. Penampang lintang hamburan diferensial (dσ/dω) dapat mewaili seluruh proses hamburan yang mengubah sistem hamburan dari dari λ e λ, dan vetor gelombang neutron dari e. Penumlahan dilauan untu semua nilai di dalam sudut ruang dω pada arah dimana nilai, λ, dan λ diambil onstan. Dari definisi penampang lintang hamburan diferensial pada (.), maa diperoleh suatu persamaan Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

8 11 d d 1 1 d W,, dlm d (.1) dengan W,λ,λ adalah umlah transisi dari eadaan, λ e eadaan, λ per deti, dan Φ adalah flus neutron datang. Pengeraan suu iri persamaan (.1) menggunaan persamaan yang cuup terenal dalam meania uantum, yaitu aturan emas Fermi ( Fermi s golden rule) yang dinyataan dengan persamaan W dlm d,, V (.13) dimana ρ adalah banyanya eadaan momentum dalam sudut ruang dω per satuan interval energi untu neutron pada eadaan. Elemen matrix dinyataan secara esplisit dengan V * V dr dr * (.14) serta dr dr dr... dr 1 N, (.15) dr i merupaan elemen volume untu inti atom e- dan dr merupaan elemen volume neutron. Integral dieraan untu masing-masing variabel untu semua ruang. Perlu diperhatian bahwa suu pada sisi iri persamaan (.13) diumlahan untu semua nilai dalam dω, namun pada sisi anan persamaan hanya dimasuan satu nilai. Dalam penurunan aturan emas Fermi, penumlahan dieraan untu semua nilai. Dari penurunan tersebut terlihat bahwa untu nilai-nilai, λ, dan λ yang tetap, probabilitas transisi dari eadaan, λ e eadaan, λ dapat diabaian ecuali untu nilai-nilai yang berada dalam suatu interval ecil tertentu. Pusat dari interval ini adalah nilai yang memenuhi eealan energi dari neutron dan sistem hamburan, nilai inilah yang dimasuan e sisi anan persamaan (.13). Untu penurunan lebih lanut, digunaan metode yang umum digunaan dalam meania uantum, yaitu normalisasi ota (box normalisation), dengan Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

9 1 menganggap neutron dan sistem hamburan berada dalam suatu ota yang besar. Metode ini memunginan ita untu menghitung nilai ρ serta onstanta normalisasi fungsi gelombang neutron. Keadaan neutron yang diperbolehan hanya eadaan dimana fungsi gelombang neutron periodi di dalam ota normalisasi tersebut. Vetor gelombang dari eadaan-eadaan tersebut aan membentu isi pada ruang (isi bali). Volume unit sel dari isi tersebut dapat dinyataan dengan ( ) Y, (.16) dengan Y merupaan volume ota normalisasi. Energi ahir neutron adalah 3 serta E m (.17) de d m (.18) Dengan mendefinisian ρ de sebagai banya eadaan dalam dω dengan energi antara E dan E +de, yang merupaan umlah titi vetor gelombang pada elemen volume ddω (gambar.3), maa 1 de d d. Dengan menggabungan persamaan (.16) sampai (.19) maa diperoleh Y m d 3 ( ) (.19) (.0) Fungsi gelombang neutron ψ merupaan gelombang berbentu bidang dan dapat diwaili dengan exp(i.r). Dengan menggunaan metode normalisasi ota dapat diperoleh bahwa terdapat satu neutron dalam ota dengan volume Y tersebut, maa erapatan neutron dalam ota adalah 1/Y, sehingga fungsi gelombang neutron beserta onstanta normalisasinya dapat dinyataan dengan 1 exp( i.r) (.1) Y Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

10 13 Gambar. Perhitungan ρ. Titi-titi pada gambar mewaili nilai yang diperbolehan dalam ota normalisasi Sumber: Squires 1978, 11 Flus neutron datang merupaan hasil ali antara erapatan neutron dengan ecepatannya, yaitu (.) Dengan menggabungan persamaan (.13), (.0), (.) e dalam persamaan (.1), maa diperoleh persamaan untu menghitung penampang lintang diferensial, yaitu (.3) Dengan melauan pendeatan stati, sehingga 1, maa persamaan (.3) dapat ditulis (.4) dengan (.5) m Y 1. V m d d. V m d d r R.r.r r R d d i V i d d V V ) exp( ) exp( * * * Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

11 14 Untu penurunan lebih lanut, perlu dietahui bentu potensial V dalam elemen matris pada persamaan (.5). Untu memodelan potensial tersebut, telah disebutan pada bagian. bahwa neutron berinterasi dengan inti atom melalui gaya inti. Gaya inti tersebut menimbulan gangguan/ peturbasi pada neutron sehingga menyebaban neutron terhambur. Oleh arena itu, potensial tersebut dapat dimodelan dengan suatu potensial yang disebut Fermi pseudopotential yang dinyataan dengan persamaan V ( r) m b ( r) (.6) Namun arena elemen matrix harus dievaluasi dengan mengintegralan potensial terhadap r, posisi neutron, maa potensial yang dialami neutron arena suatu inti atom yang berada pada posisi R adalah V ( r) m b ( r R) (.7) Delta Dirac dalam persamaan tersebut muncul arena potensial antara neutron dan inti atom beera pada ara yang sangat deat. Karena sistem hamburan adalah umpulan atom, maa potensial interasi antara neutron dengan sistem hamburan ditulis dalam persamaan (.8) Dengan mensubstitusian persamaan (.8) e dalam persamaan (.4) dapat diperoleh dengan (.9). Setelah mengevaluasi elemen matris dalam braet pada persamaan (.9), dan dengan asumsi panang hamburan setiap inti atom adalah riil maa diperoleh d d V ( r) b V m exp( i R b ( r R b exp( i r) ( r R )exp( i r) drdr ) Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

12 15 d d b b exp( i R ) exp( i R ) (.30) Namun pada asus yang sesungguhnya, dalam hal ini pada esperimen, besaran penampang lintang yang diperoleh buan merupaan penampang lintang dari suatu proses yang mengubah eadaan suatu sistem dari λ e λ, namun penampang lintang yang sesuai dengan definisi pada persamaan (.). Untu memperoleh penampang lintang sesuai dengan definisi pada persamaan (.), maa persamaan (.30) harus diumlahan pada seluruh eadaan ahir λ, lalu emudian dilauan rata-rata terhadap eadaan awal λ. Langah pertama dapat dilauan dengan menggunaan suatu hubungan yang disebut closure relation yang dinyataan dengan sehingga persamaan (.30) dapat disederhanaan menadi d d (.31) (.3) Langah beriutnya, yaitu melauan rata-rata terhadap λ dapat dilauan dengan mengalian persamaan (.3) dengan eadaan λ, lalu diumlahan untu semua eadaan λ. Boltzmann yang dinyataan dengan A B AB b b exp( i R p, probabilitas sistem hamburan berada pada p diperoleh dari distribusi dengan Z merupaan fungsi partisi (dimasuan untu menamin p 1) 1 p exp( E ) Z ) (.33) Z exp( E ) (.34) Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

13 16 Untu mempersingat penulisan, rata-rata thermal besaran A pada temperatur T, p A ditulisan sebagai A. Sehingga rata-rata persamaan (.3) terhadap λ dapat ditulis dalam persamaan sebagai beriut d d b b p b b exp( i R exp( i R ) (.35) Untu menunuan rata-rata terhadap variasi isotop dan spin, maa persamaan (.35) dinyataan dengan ) d b b exp( i R d ) (.36).3 Fungsi Distribusi Pasangan (Pair Distribution Function) Pada material ristalin, semua posisi atom dapat didefinisian apabila telah ditetapan beberapa parameter seperti posisi dan ara antar atom, namun hal tersebut tida mungin dilauan pada material amorph, cairan ataupun gas (Y. Waseda, 1980). Oleh arena itu, perlu cara lain untu dapat menelasan strutur pada sistem buan ristal. Penelasan mengenai distribusi atom pada material buan ristal biasanya memenuhi suatu fungsi distribusi, dalam hal ini fungsi distribusi pasangan (pair distribution function), yang merupaan rata-rata erapatan atom lain pada ara r dari atom acuan (pada r = 0)..4 Hubungan Fungsi Distribusi Pasangan Dengan Hamburan Neutron Beraitan dengan asus hamburan neutron, maa persamaan (.36) perlu sediit diubah agar diperoleh suatu hubungan antara penampang lintang hamburan dan fungsi distribusi pasangan. Persamaan (.36) bisa diubah menadi d b b exp( i R ) d (.37) I I 1 Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

14 I1 N c b 17 dengan (.38) (.39) I 1 dienal dengan hamburan tida oheren (incoherent scattering) serta I dienal dengan hamburan oheren (coherent scattering). Dimisalan umlah atom dalam sistem hamburan adalah N dan umlah enis atom dalam sistem ini adalah n. Indes dan aan digunaan untu menunuan individu atom, dan indes dan untu menunuan enis atom. Jadi, indes aan menunuan atom e- dari atom enis e-, sedangan N μ menunuan umlah total atom berenis. Konsentrasi atom enis ditulis sebagai N c N. Untu mempermudah perhitungan pada sistem multiomponen, dimana terdapat lebih dari satu enis atom, persamaan (.38) dan (.39) dapat disederhanaan dengan menggunaan menadi b N b serta N Nc. Persamaan (.38) I I b 1 b b exp( i R ; ( ) ( ) ( ) ) I 1 N c b (.39) dengan menggunaan serta beberapa perubahan, maa persamaan (.39) menadi I b b exp( i R ( ) ( ) ) (.41) dimana tanda asen menunuan bahwa saat maa sumasi = dapat diabaian. Untu mempermudah perhitungan beriutnya, besaran esponensial dalam matris elemen bisa diubah menadi Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

15 18 exp( i R ) dr exp( i r) ( r R ( ) ( )) (.4) setelah dilauan penurunan, maa persamaan (.41) menadi I dr exp( i r) b b ( r R ( ) ( ) ) ( ) ( ) (.43) Dengan asumsi bahwa distribusi atom yang terbentu isotropi, maa dapat didefinisian suatu fungsi distribusi g V ( r) ( r R ( ) ( ) ). N N (.44) ( ) ( ) Persamaan (.44) belum memilii mana fisis arena r ) untu ( R ( ) ( ) r R ( ) ( ) V 4 R 3 / 3 rdr. Namun setelah diintegralan terhadap r, maa persamaan (.44) menadi serta dengan menggunaan 3 R n ( r) g ( r) 3 N r dr (.45) dengan n ( r) rdr r ( ) ( ) ( r R N ( ) ( ) ) dr (.46) n (r) merupaan rata-rata umlah inti atom enis ν pada ara antara r dan r+dr dari inti atom enis μ. Besaran ini biasa disebut bilangan oordinasi (coordination number) sebagai fungsi ara. 3 Dengan menggunaan N 4 R / 3, maa persamaan (.45) bisa dinyataan dengan bentu lain menadi g ( r) Persamaan (.47) menyataan bahwa g (r) n ( r) 4 r dr (.47) merupaan perbandingan antara umlah Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

16 19 rata-rata erapatan inti atom enis ν pada ara antara r dan r+dr di seitar suatu inti atom enis μ, dengan erapatan rata-rata inti atom enis ν dalam sampel. Persamaan (.47) dienal dengan fungsi distribusi pasangan (D.A. Keen, 001) atau fungsi distribusi radial (S.W. Lovesey, 1987). Dengan mensubstitusi persamaan (.45) e dalam persamaan (.41) serta dengan melauan beberapa penurunan, maa diperoleh hubungan antara hamburan oheren dengan fungsi distribusi pasangan, yaitu 3 I N b b c c 0[( ) ( ) dr exp( i r){ g ( r) 1}] (.48) Namun, suu ( ) merupaan asus tida teradi hamburan sama seali, sehingga suu pertama dalam urung siu dapat diabaian, sehingga persamaan (.48) menadi I N b b c c dr exp( i r){ g ( ) 1} 0 r (.49) Setelah beberapa penurunan, dengan asumsi bahwa g (r) bersifat isotropi dan dengan menggunaan fator strutur parsial Faber-Ziman (T. Faber & J.M. Ziman, 1965) A (Q), maa diperoleh suatu hubungan atau A 0 sin( Qr) g ( r) 1 dr ( Q) r (.50) Qr (.51) Persamaan (.50) merupaan hubungan transformasi Fourier yang menghubungan fator strutur parsial dengan fungsi distribusi pasangan parsial. Namun arena hasil difrasi yang diperoleh merupaan hasil hamburan total, maa perlu didefinisian fungsi strutur serta fungsi distribusi pasangan total. Jia fator strutur total, F(Q) serta fungsi distribusi pasangan total, G(r) didefinisian sebagai I Nb b c c ( A ( Q) 1) F ( Q) b b c c A ( Q) 1 Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

17 0 (.5) (.53) maa sesuai dengan persamaan (.50) aan diperoleh suatu hubungan transformasi Fourier sebagai beriut serta transformasi balinya G( r) b b c c g ( r) 1 F( Q) 0 1 G( r) ( ) sin( Qr) 4 r G( r) dr Qr sin( Qr) 4 Q F( Q) dq Qr (.54) (.55).5 Optimasi Global dengan Algoritma Evolusi Differensial Evolusi diferensial (differential evolution) merupaan salah satu algoritma optimasi global yang berbasis evolusi. Algoritma ini diperenalan oleh Price dan Storn pada tahun 1996 (R. Storn & K. Price, n.d). Dasar pemiiran dari algoritma ini adalah menganggap individu sebagai vetor, modifiasi individu pada mutasi dan reombinasi dilauan dengan operasi penumlahan dan pengurangan vetor. Optimasi yang dieraan dengan evolusi diferensial adalah minimalisasi. Pada banya asus, evolusi diferensial terbuti lebih handal dibanding algoritma -algoritma evolusi lainnya, namun sampai saat ini evolusi diferensial belum dap at dibutian eonvergenannya. Untu menggambaran proses algoritma evolusi diferensial, dimisalan fungsi obetif yang ingin dieraan adalah f(c), dimana C adalah argumen yang berupa array satu dimensi (vetor) dengan panang np. Untu evolusi diferensial, C dan f(c) harus bernilai riil. Dimisalan uga umlah individu dalam populasi adalah nc, nc harus lebih atau sama dengan empat. Dalam proses mutasi evolusi diferensial aan dibutuhan suatu onstanta yang disebut fator mutasi (mutation factor). Fator mutasi biasa dilambangan dengan F dan bernilai [0,]. Selanutnya dalam proses reombinasi uga dibutuhan suatu onstanta yang dinamaan probabilitas reombinasi. Probabilitas reombinasi ini biasa dilambangan dengan cr dan bernilai Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

18 1 [0,1]. Nilai edua parameter ini dimasuan di awal program dan biasanya selalu tetap selama program dialanan. Secara umum, proses-proses dalam evolusi diferensial sama seperti algoritma evolusi lainnya, yaitu: 1) inisialisasi ) mutasi Pada proses ini, dibuat populasi awal secara aca. Dimisalan masing-masing parameter dalam suatu individu dilambangan dengan p, bentu individu yang dibuat adalah: Ci,1 p1, i,1, p, i,1,, p np, i,1 i 1,..., nc Indes pertama dari C menunuan urutan individu di dalam populasi, dan indes edua menunuan generasi. Indes pertama pada p menunuan urutan parameter dalam individu, indes edua menunuan urutan individu penampung parameter di dalam populasi, dan indes etiga menyataan generasi. Setiap individu yang dibuat harus berada dalam domain fungsi obetif yang dieraan. Pada proses ini, untu setiap individu dalam C dibentu suatu individu baru, individu baru ini disebut vetor donor (donor vector). Langah-langah proses mutasi adalah: a) untu setiap individu C i,g, pilih 3 indes lain secara aca, dimisalan indes-indes tersebut adalah r 1, r, dan r 3. Indes i, r 1, r, dan r 3 tida boleh ada yang sama. Di, G 1 b) untu setiap individu C i,g, vetor donor didefinisian dengan alabar vetor sebagai beriut: D C F C C i, G 1 r1, G r, G r3, G dimana: Di, G1 D1, i, G 1, D, i, G 1,, D np, i, G1 i 1,, nc Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

19 3) reombinasi Pada proses ini, dibentu individu-individu baru yang disebut vetor percobaan (trial vector). Langah-langah pembentuan vetor-vetor ini adalah: a) pilih satu indes parameter yang aan selalu direombinasi. Hal ini dieraan agar vetor percobaan yang terbentu tida persis sama dengan vetor dalam populasi. Misalan indes ini adalah I rand. Ei, G 1 b) notasian vetor percobaan yang terbentu dengan, dimana: Ei, G1 E1, i, G 1, E, i, G 1,, E np, i, G1 i 1,, nc emudian definisian: E, i, G1 D ia rand cr atau I p ia rand > cr dan I, i, G1, i rand, i, G1, i rand dimana rand,i adalah bilangan aca dalam [0,1] yang didefinisian untu setiap pasangan i,. Ei, G 1 c) perisa embali apaah masu dalam domain fungsi obetif. 4) selesi E Ei, G 1 berada di luar domain, gantian dengan individu i, G 1 Jia yang dibuat secara aca. Pada proses ini dilauan pemilihan individu-individu yang aan masu e dalam generasi selanutnya. Langah-langah proses ini adalah: a) bandingan setiap vetor percobaan dengan setiap individu yang berindes sama dalam populasi searang. b) vetor yang menghasilan nilai fungsi obetif lebih rendah masu e C i, G1 populasi generasi selanutnya: E ia f E f C C ia f E f C i, G1 i, G 1 i, G i, G i, G 1 i, G Setelah selesi, diperisa apaah solusi yang didapat telah memehuhi riteria panghenti, ia belum memenuhi, proses aan dilanutan embali e proses mutasi. Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

20 3 Proses-proses ini terus dieraan sampai riteria penghenti terpenuhi. Kriteria penghenti dapat berupa toleransi tertentu pada nilai fungsi obetif, atau umlah generasi masimum. Studi Difrasi..., Resta Agung Susilo, FMIPA UI, 008

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem Dalam pembahasan terdahulu ita telah mempelajari penerapan onsep dasar probabilitas untu menggambaran sistem dengan jumlah partiel ang cuup besar (N). Pada bab ini, ita aan menggabungan antara statisti

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi:

Kumpulan soal-soal level seleksi provinsi: solusi: Kumpulan soal-soal level selesi provinsi: 1. Sebuah bola A berjari-jari r menggelinding tanpa slip e bawah dari punca sebuah bola B berjarijari R. Anggap bola bawah tida bergera sama seali. Hitung ecepatan

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k

Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: Solusi: a a k Kumpulan soal-soal level selesi Kabupaten: 1. Sebuah heliopter berusaha menolong seorang orban banjir. Dari suatu etinggian L, heliopter ini menurunan tangga tali bagi sang orban banjir. Karena etautan,

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER Oleh: Supardi SEKOLAH PASCA SARJANA JURUSAN ILMU FISIKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 1 PENDAHULUAN Liquid Crystal elastomer (LCE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT

STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT TUGAS AKHIR STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT 040803023 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disampaian beberapa pengertian dasar yang diperluan pada bab selanutnya. Selain definisi, diberian pula lemma dan teorema dengan atau tanpa buti. Untu beberapa teorema

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL

KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL KENNETH CHRISTIAN NATHANAEL. Sistem Bilang Real. Fungsi dan Grafi. Limit dan Keontinuan 4. Limit Ta Hingga 5. Turunan Fungsi 6. Turunan Fungsi Trigonometri 7. Teorema Rantai 8. Turunan Tingat Tinggi 9.

Lebih terperinci

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGANGKUTAN SAMPAH DI JAKARTA PUSAT 3.1 Studi Literatur tentang Pengelolaan Sampah di Beberapa Kota di Dunia Kaian ilmiah dengan metode riset operasi tentang masalah

Lebih terperinci

Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Kerangka acuan inersial dan Transformasi Lorentz Materi :

Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Kerangka acuan inersial dan Transformasi Lorentz Materi : Bahan Minggu II, III dan IV Tema : Keranga auan inersial dan Transformasi Lorent Materi : Terdaat dua endeatan ang digunaan untu menelusuri aedah transformasi antara besaran besaran fisis (transformasi

Lebih terperinci

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov

Aplikasi diagonalisasi matriks pada rantai Markov J. Sains Dasar 2014 3(1) 20-24 Apliasi diagonalisasi matris pada rantai Marov (Application of matrix diagonalization on Marov chain) Bidayatul hidayah, Rahayu Budhiyati V., dan Putriaji Hendiawati Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks.

Soal-Jawab Fisika OSN x dan = min. Abaikan gesekan udara. v R Tentukan: a) besar kelajuan pelemparan v sebagai fungsi h. b) besar h maks. Soal-Jawab Fisia OSN - ( poin) Sebuah pipa silinder yang sangat besar (dengan penampang lintang berbentu lingaran berjarijari R) terleta di atas tanah. Seorang ana ingin melempar sebuah bola tenis dari

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

TEORI KINETIKA REAKSI KIMIA

TEORI KINETIKA REAKSI KIMIA TORI KINTIK RKSI KII da (dua) pendeatan teoreti untu menjelasan ecepatan reasi, yaitu: () Teori tumbuan (collision theory) () Teori eadaan transisi (transition-state theory) atau teori omples atif atau

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

BAB V ALGORITMA PEMBELAJARAN DALAM JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB V ALGORITMA PEMBELAJARAN DALAM JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB V ALGORITMA PEMBELAJARAN DALAM JARINGAN SYARAF TIRUAN Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami onsep pembelaaran dalam JST Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui prinsip algoritma Perceptron 2. Dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor

MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK 2 [KODE/SKS : KD / 2 SKS] Ruang Vektor MATA KULIAH MATEMATIKA TEKNIK [KODE/SKS : KD4 / SKS] Ruang Vetor FIELD: Ruang vetor V atas field salar K adalah himpunan ta osong dengan operasi penjumlahan vetor dan peralian salar. Himpunan ta osong

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( x) LANDASAN TEORI. ω Ω ke satu dan hanya satu bilangan real X( ω ) disebut peubah acak. Ρ = Ρ. Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang LANDASAN TEORI Ruang Contoh Kejadian dan Peluang Suatu percobaan yang dapat diulang dalam ondisi yang sama yang hasilnya tida dapat dipredisi secara tepat tetapi ita dapat mengetahui semua emunginan hasil

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

Analisa Drop Tegangan dan Susut Daya pada Jaringan Listrik Penyulang Renon Menggunakan Metode Artificial Neural Network

Analisa Drop Tegangan dan Susut Daya pada Jaringan Listrik Penyulang Renon Menggunakan Metode Artificial Neural Network Analisa Drop Tegangan dan Susut Daya pada Jaringan Listri Penyulang Renon Menggunaan Metode Artificial Neural Networ I Gede Dyana Arana Jurusan Teni Eletro Faultas Teni, Universitas Udayana Denpasar, Bali,

Lebih terperinci

Neural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu:

Neural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu: 2.4 Artificial Neural Networ 2.4.1 Konsep dasar Neural Networ Neural Networ (Jaringan Saraf Tiruan) merupaan prosesor yang sangat besar dan memilii ecenderungan untu menyimpan pengetahuan yang bersifat

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3

MEKANIKA TANAH HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS MODUL 3 MEKANIKA TANAH MODUL 3 HIDROLIKA TANAH DAN PERMEABILITAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Setor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Silus hidrologi AIR TANAH DEFINISI : air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Faultas Teni Informatia, Institut Tenologi Telom Jl. Teleomuniasi No.1 Bandung 40286 Telp. (022) 7564108

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Keranga Pemiiran Pemerintah ahir-ahir ini sering dihadapan pada masalah persediaan pupu bersubsidi yang daya serapnya rendah dan asus elangaan di berbagai loasi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV Solusi Numerik

BAB IV Solusi Numerik BAB IV Solusi Numeri 4. Algoritma Genetia Algoritma Genetia (AG) [2] merupaan teni pencarian stoasti yang berdasaran pada meanisme selesi alam dan prinsip penurunan genetia. Algoritma genetia ditemuan

Lebih terperinci

MODEL SISTEM ANTRIAN

MODEL SISTEM ANTRIAN BB V MODEL SISTEM TRI ada teori antrian, suatu model antrian digunaan untu memperiraan suatu situasi antrian sesungguhnya, sehingga elauan antrian dapat dianalisa secara matemati. Dengan model sistem antrian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

OSN 2014 Matematika SMA/MA

OSN 2014 Matematika SMA/MA Soal 5. Suatu barisan bilangan asli a 1, a 2, a 3,... memenuhi a + a l = a m + a n untu setiap bilangan asli, l, m, n dengan l = mn. Jia m membagi n, butian bahwa a m a n. Solusi. Andaian terdapat bilangan

Lebih terperinci

BAB III. dan menghamburkan

BAB III. dan menghamburkan BAB III MODEL GELOMBANG DAN MODEL ARUS III... Model Numeri Medan Gelombang Untu dapat menggambaran ondisi pola arus di daerah pantai ang diaibatan oleh gelombang maa ita harus dapat mengetahui ondisi medan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Variabel Variabel ialah sesuatu yang nilainya berubah-ubah menurut watu atau berbeda menurut elemen/tempat. Umumnya nilai arateristi merupaan variabel dan diberi simbol huruf X.

Lebih terperinci

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas

BAB ELASTISITAS. Pertambahan panjang pegas BAB ELASTISITAS 4. Elastisitas Zat Padat Dibandingan dengan zat cair, zat padat lebih eras dan lebih berat. sifat zat padat yang seperti ini telah anda pelajari di elas SLTP. enapa Zat pada lebih eras?

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK UNTUK KLASIFIKASI DATA

JARINGAN SARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK UNTUK KLASIFIKASI DATA JARINGAN SARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK UNTUK KLASIFIKASI DATA Giri Dhaneswara 1) dan Veronica S. Moertini 2) Jurusan Ilmu Komputer, Universitas Katoli Parahyangan, Bandung Email: 1) rebirth_82@yahoo.com,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 Latar Belaang PENDAHULUAN Sistem biometri adalah suatu sistem pengenalan pola yang melauan identifiasi personal dengan menentuan eotentian dari arateristi fisiologis dari perilau tertentu yang dimilii

Lebih terperinci

BAB III MENYELESAIKAN MASALAH REGRESI YANG TIDAK LINIER DENGAN ANALISIS REGRESI FOURIER

BAB III MENYELESAIKAN MASALAH REGRESI YANG TIDAK LINIER DENGAN ANALISIS REGRESI FOURIER BAB III MENYELESAIKAN MASALAH REGRESI YANG TIAK LINIER ENGAN ANALISIS REGRESI FOURIER 3.1 Pengantar Model ARIMA digunaan untu analisis data deret watu pada ategori data berala tunggal, atau sering diategorian

Lebih terperinci

BEBERAPA MODIFIKASI METODE NEWTON RAPHSON UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH AKAR GANDA. Supriadi Putra, M,Si

BEBERAPA MODIFIKASI METODE NEWTON RAPHSON UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH AKAR GANDA. Supriadi Putra, M,Si BEBERAPA ODIFIKASI ETODE NEWTON RAPHSON UNTUK ENYELESAIKAN ASALAH AKAR GANDA Suriadi Putra,,Si Laboratorium Komutasi Numeri Jurusan atematia Faultas atematia & Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kamus

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GETARAN HARMONIS K-13. A. Getaran Harmonis Sederhana

FISIKA. Kelas X GETARAN HARMONIS K-13. A. Getaran Harmonis Sederhana K-13 Kelas X FISIKA GETARAN HARMONIS TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, amu diharapan memilii emampuan sebagai beriut. 1. Memahami onsep getaran harmonis sederhana pada bandul dan pegas

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL

MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BILANGAN BULAT DAN BILANGAN RASIONAL Sarta Meliana 1, Mashadi 2, Sri Gemawati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematia 2 Dosen Jurusan Matematia Faultas Matematia dan

Lebih terperinci

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA

3.1 TEOREMA DASAR ARITMATIKA 3. TEOREMA DASAR ARITMATIKA Definisi 3. Suatu bilangan bulat > disebut (bilangan) rima, jia embagi ositif bilangan tersebut hanya dan. Jia bilangan bulat lebih dari satu buan bilangan rima disebut (bilangan)

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB

PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB Wirda Ayu Utari Universitas Gunadarma utari.hiaru@gmail.com ABSTRAK Program pengenalan pola ini merupaan program yang dibuat

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012

KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012 KINETIKA REAKSI KIMIA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB Konsep Kinetia/ Laju Reasi Laju reasi menyataan laju perubahan onsentrasi zat-zat omponen reasi setiap satuan watu: V [ M ] t Laju pengurangan onsentrasi

Lebih terperinci

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID

APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID APLIKASI PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION DENGAN METODE PEMBELAJARAN HYBRID Ferry Tan, Giovani Gracianti, Susanti, Steven, Samuel Luas Jurusan Teni Informatia, Faultas

Lebih terperinci

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA

SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA SUATU KLAS BILANGAN BULAT DAN PERANNYA DALAM MENGKONSTRUKSI BILANGAN PRIMA I Nengah Suparta dan I. B. Wiasa Jurusan Pendidian MatematiaUniversitas Pendidian Ganesha E-mail: isuparta@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI PARAMETER BACKPROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA IRIS

ANALISIS VARIASI PARAMETER BACKPROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA IRIS Jurnal Teni dan Ilmu Komputer ANALISIS VARIASI PARAMETER BACKPROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TERHADAP PENGENALAN POLA DATA IRIS AN ANALYSIS OF THE VARIATION PARAMETERS OF THE ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar ugas Ahir Simulasi Penapisan Kalman Dengan Kendala Persamaan Keadaan Pada Kasus Penelusuran Posisi Kendaraan (Vehicle racing Problem Iput Kasiyanto [], Budi Setiyono, S., M. [], Darjat,

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN SAMSUL ARIFIN 04/177414/PA/09899 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM YOGYAKARTA 2008 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 BIDANG ILMU FISIKA

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 BIDANG ILMU FISIKA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 BIDANG ILMU FISIKA SELEKSI TIM INDONESIA untu IPhO 2013 SOAL TES TEORI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH

Lebih terperinci

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE

MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE MENGHITUNG PELUANG PERSEBARAN TRUMP DALAM PERMAINAN CONTRACT BRIDGE Desfrianta Salmon Barus - 350807 Jurusan Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung Bandung e-mail: if807@students.itb.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham Materi IF37325P - Grafia Komputer Geometri Primitive Menggambar garis Irfan Malii Jurusan Teni Informatia FTIK - UNIKOM IF27325P Grafia Komputer 2008 IF27325P Grafia Komputer 2008 Halaman 2 Garis adalah

Lebih terperinci

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi

Tanggapan Waktu Alih Orde Tinggi Tanggapan Watu Alih Orde Tinggi Sistem Orde-3 : C(s) R(s) ω P ( < ζ (s + ζω s + ω )(s + p) Respons unit stepnya: c(t) βζ n n < n ζωn t e ( β ) + βζ [ ζ + { βζ ( β ) cos ( β ) + ] sin ζ ) ζ ζ ω ω n n t

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA DUA KELOMPOK VARIABEL KUANTITATIF DALAM ANALISIS KANONIK

KORELASI ANTARA DUA KELOMPOK VARIABEL KUANTITATIF DALAM ANALISIS KANONIK Jurnal Pengaaran MIPA, Vol. 0 No. Desember 007 ISSN: -097 KORELASI ANARA DUA KELOMPOK VARIABEL KUANIAIF DALAM ANALISIS KANONIK Oleh : Dewi Rachmatin, S.Si., M.Si. Jurusan Pendidian Matematia FPMIPA Universitas

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS PRODUK KOSMETIK PILIHAN BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN WARNA KULIT MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN

PENENTUAN JENIS PRODUK KOSMETIK PILIHAN BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN WARNA KULIT MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN PENENTUAN JENIS PRODUK KOSMETIK PILIHAN BERDASARKAN FAKTOR USIA DAN WARNA KULIT MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN Amethis Otaorora 1, Bilqis Amaliah 2, Ahmad Saihu 3 Teni Informatia, Faultas Tenologi

Lebih terperinci

PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTILAYER FEEDFORWARD NETWORK DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTILAYER FEEDFORWARD NETWORK DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION Konferensi Nasional Sistem dan Informatia 2008; Bali, November 5, 2008 PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTILAYER FEEDFORWARD NETWORK DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION Wahyudi Setiawan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Relasi Dispersi Pada bagian ini aan dibahas relasi dispersi untu gelombang internal pada fluida dua-lapisan.tinjau lapisan fluida dengan ρ a dan ρ b berturut-turut merupaan

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI PARAMETER BACKPROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA SISTEM PENGENALAN WAJAH BERBASIS PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

ANALISIS VARIASI PARAMETER BACKPROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA SISTEM PENGENALAN WAJAH BERBASIS PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS ANALISIS VARIASI PARAMETER BACKPROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PADA SISTEM PENGENALAN WAJAH BERBASIS PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Ihwannul Kholis, 2 Ahmad Rofii. 1 Universitas 17 Agustus 1945 Jaarta,

Lebih terperinci

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama

tidak mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilakukan dengan memberikan kompensator terdesentralisasi. Fixed mode terdesentralisasi pertama BB IV PENGENDLIN TERDESENTRLISSI Untu menstabilan sistem yang tida stabil, dengan syarat sistem tersebut tida mempunyai fixed mode terdesentralisasi, dapat dilauan dengan memberian ompensator terdesentralisasi.

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MOTOR DC MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENDALIAN MOTOR DC MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENDALIAN MOTOR DC MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Wahyudi, Sorihi, dan Iwan Setiawan. Jurusan Teni Eletro Faultas Teni Universitas Diponegoro Semarang e-mail : wahyuditinom@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR

BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR BAB III DIMENSI PARTISI GRAF KIPAS DAN GRAF KINCIR 3. Dimensi Partisi Graf Kipas (F n ) Berdasaran Proposisi dan Proposisi, semua graf G selain graf P n dan K n memilii 3 pd(g) n -. Lebih husus, graf Kipas

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PENGENALAN POLA GEOMETRI WAJAH MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK Muhamad Tonovan *, Achmad Hidayatno **, R. Rizal Isnanto ** Abstra - Pengenalan waah adalah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Seminar Nasional Sistem dan Informatia 2007; Bali, 16 November 2007 PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Fajar Saptono 1) I ing Mutahiroh

Lebih terperinci

SOLUSI BAGIAN PERTAMA

SOLUSI BAGIAN PERTAMA SOLUSI BAGIAN PERTAMA 1. 13.. 931 3. 4 9 4. 63 5. 3 13 13 6. 3996 7. 1 03 8. 3 + 9 9. 3 10. 4 11. 6 1. 9 13. 31 14. 383 8 15. 1764 16. 5 17. + 7 18. 51 19. 8 0. 360 1 SOLUSI BAGIAN PERTAMA Soal 1. Misalan

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Perpindahan Panas Menggunakan Metode Beda Hingga dan Crank-Nicholson

Studi Perbandingan Perpindahan Panas Menggunakan Metode Beda Hingga dan Crank-Nicholson 1 Studi Perbandingan Perpindahan Panas Menggunaan Metode Beda Hingga dan Cran-Nicholson Durmin, Drs. Luman Hanafi, M.Sc Jurusan Matematia, Faultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Tenologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1. Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI. II.1. Pendahuluan BAB II DASAR EORI II.1. Pendahuluan Pada bab ini pertama-tama aan dijelasan secara singat apa yang dimasud dengan target tracing dalam sistem Radar. Di dalam sebuah sistem Radar ada beberapa proses yang

Lebih terperinci

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing . DISTRIUSI INOMIL pabila sebuah oin mata uang yang memilii dua sisi bertulisan ambar () dan nga () dilempar satu ali, maa peluang untu mendapatan sisi ambar adalah,5 atau. pabila oin tersebut dilempar

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA Iing Mutahiroh, Fajar Saptono, Nur Hasanah, Romi Wiryadinata Laboratorium Pemrograman dan Informatia

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN

KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN KENDALI OPTIMAL PADA MASALAH INVENTORI YANG MENGALAMI PENINGKATAN Pardi Affandi, Faisal, Yuni Yulida Abstra: Banya permasalahan yang melibatan teori sistem dan teori ontrol serta apliasinya. Beberapa referensi

Lebih terperinci

Sistem Peramalan Jumlah Produksi Air PDAM Samarinda Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Sistem Peramalan Jumlah Produksi Air PDAM Samarinda Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Sistem Peramalan Jumlah Produsi Air PDAM Samarinda Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Anindita Septiarini 1 dan Nur Sya baniah 2 1 Program Studi Ilmu Komputer FMIPA, Universitas Mulaarman

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROBABILITAS DISKRIT TEORITIS 1. Distribusi Seragam Diskrit

DISTRIBUSI PROBABILITAS DISKRIT TEORITIS 1. Distribusi Seragam Diskrit DISTRIBUSI PROBABILITAS DISKRIT TEORITIS 1 TI2131 TEORI PROBABILITAS MINGGU KE-9 Distribusi Seragam Disrit Jia sebuah variabel random X mengambil nilai x 1, x 2,, x dengan probabilitas yang sama, maa distribusi

Lebih terperinci

TRY OUT UJIAN NASIONAL 2013 Mata Pelajaran : FISIKA

TRY OUT UJIAN NASIONAL 2013 Mata Pelajaran : FISIKA TRY OUT UJIN NSIONL 2013 Mata Pelajaran : FISIK 1. ndi menguur diameter sebuah lingaran dengan menggunaan janga sorong. Hasil penguurannya terlihat pada gambar. Diameter lingaran tersebut. 1,21 cm. 1,25

Lebih terperinci

TEORI GAUGE DAN GRUP SIMETRI INTERNAL

TEORI GAUGE DAN GRUP SIMETRI INTERNAL Seminar Nasional Fisia 1 Jaarta 9 Juni 1 EORI GAUGE DAN GRUP SIMERI INERNAL. B. Prayitno Jurusan Fisia Universitas Negeri Jaarta Jl. Pemuda Rawamangun No. 1 Jaarta imur trun_@yahoo.com Abstra Pada maalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution

ANALISIS PERBANDINGAN KOMULAN TERHADAP BEBERAPA JENIS DISTRIBUSI KHUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution Jurnal Bareeng Vol. 8 No. Hal. 5 0 (04) ANALISIS PRBANDINGAN OMULAN TRHADAP BBRAPA JNIS DISTRIBUSI HUSUS Analysis of Comulans Comparative on some Types of Special Distribution ABRAHAM ZACARIA WATTIMNA,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Off-Line Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Pengemudian Otomatis pada Kendaraan Beroda Jurusan Teknik Elektronika PENS 2009

Model Pembelajaran Off-Line Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Pengemudian Otomatis pada Kendaraan Beroda Jurusan Teknik Elektronika PENS 2009 Model Pembelaaran Off-Line Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Untu Pengemudian Otomatis pada Kendaraan Beroda Jurusan Teni Eletronia PENS 2009 Arie Setya Wulandari#, Eru Puspita S.T., M.Kom#2 # Jurusan

Lebih terperinci

PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL

PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL PENERAPAN PROGRAM DINAMIS UNTUK MENGHITUNG ANGKA FIBONACCI DAN KOEFISIEN BINOMIAL Reisha Humaira NIM 13505047 Program Studi Teni Informatia Institut Tenologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if15047@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

BAB II KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR TAHAN GEMPA BAB II KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR TAHAN GEMPA. GEMPA BUMI Gempa bumi adalah suatu geraan tiba-tiba atau suatu rentetetan geraan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. relevan, lengkap, dan terkini sejalan dengan permasalahan yang dihadapi. Di sini juga

BAB 2 LANDASAN TEORI. relevan, lengkap, dan terkini sejalan dengan permasalahan yang dihadapi. Di sini juga BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam landasan teori ini, pada dasarnya aan dielasan mengenai teori yang relevan, lengap, dan terini sealan dengan permasalahan yang dihadapi. Di sini uga terdapat hubungan antara

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi FENOMENA KUANTUM A. TEORI KUANTUM

FISIKA. Sesi FENOMENA KUANTUM A. TEORI KUANTUM FISIKA KLAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 13 Sesi NGAN FNOMNA KUANTUM A. TORI KUANTUM Teri uantum diemuaan leh Plan terait dengan cahaya. Cahaya merupaan gelmbang eletrmagneti berupa paet-paet energi yang

Lebih terperinci