KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-I 2011

2 Halam ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

3 Kata Pengantar Sebagaimana diketahui dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang tujuan Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Lebih lanjut, tugas-tugas pokoknya adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Sejalan dengan Undang-Undang tersebut, Kantor Bank Indonesia (KBI) di daerah dalam era otonomi mempunyai peranan yang strategis, selain sebagai economic intelligence dan research unit di wilayah kerjanya. Dalam kaitan dengan peran tersebut, KBI bertugas untuk melakukan pengumpulan data dan informasi (antara lain melalui survei), dan melakukan pengkajian serta penelitian mengenai perkembangan ekonomi daerah secara terkini dan berkala. Sejak tahun 2002 KBI Makassar telah melakukan Kajian terhadap Perkembangan Ekonomi Daerah secara triwulanan atau disingkat menjadi KER dengan cakupan daerah Sulawesi Selatan. Sejak ditetapkannya secara resmi pemisahan antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, maka sejak tahun 2007 ini materi kajian untuk masing-masing provinsi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat) akan dipisahkan dan disampaikan dalam buku laporan yang terpisah. Adapun cakupan kajian (KER) tersebut adalah pada aspek makroekonomi, inflasi, moneter-perbankan-sistem pembayaran, keuangan daerah dan prospek ekonomi. Dalam perkembangannya, cakupan ini akan kami kembangkan terus sejalan dengan ketersediaan data ekonomi daerah yang kami peroleh. Selanjutnya, informasi dan hasil kajian/riset tersebut akan disampaikan ke Kantor Pusat Bank Indonesia, sebagai masukan dalam formulasi kebijakan moneter. Disamping itu, hasil kajian tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi stakeholder Bank Indonesia di daerah antara lain: Pemerintah Daerah, DPRD, akademisi, pihak swasta dan kalangan masyarakat Iainnya. Saran dan masukan dan semua pihak, sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas laporan ini di masa mendatang. Perlu kami sampaikan pula penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu secara aktif dalam penyusunan laporan ini, dengan memberikan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu dan reliable. Selanjutnya, kami nantikan kerjasama tersebut dapat terus berlangsung di masa mendatang guna mendukung kesinambungan penyusunan laporan ini. Makassar, Mei 2011 BANK INDONESIA MAKASSAR ttd. Lambok A. Siahaan Pemimpin

4 Halam ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

5 Daftar Isi KATA PENGANTAR ~ iii DAFTAR ISI ~ v DAFTAR GRAFIK ~ vii DAFTAR TABEL ~ ix RINGKASAN EKSEKUTIF ~ 1 INDIKATOR EKONOMI KER Trw. I-2011 ~5 BAB 1 PERKEMBANGAN KONDISI MAKRO EKONOMI ~ Permintaan Daerah ~ Konsumsi ~ Investasi ~ Perdagangan Eksternal (Ekspor Impor) ~ Penawaran Daerah (Sektoral) ~ Sektor Angkutan Komunikasi ~ Sektor Pertanian ~ Sektor Perdagangan-Hotel-Restauran ~ Sektor Bangunan ~ Sektor Jasa-jasa ~ Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan ~ Sektor Listrik-Gas-Air ~ Sektor Industri Pengolahan ~ Sektor Pertambangan-Penggalian ~ 23 BOKS I KONDISI TERKINI PRODUKSI PANGAN DAN DISTRIBUSI PASOKAN PANGAN STRATEGIS ~ 25 BOKS II PENGARUH TSUNAMI DI JEPANG TERHADAP PEREKONOMIAN SULAMPUA ~ 29 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI ~ Perkembangan Inflasi ~ Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa ~ Inflasi Berdasarkan Kota ~ Disagregasi Inflasi ~ 43

6 2.3 Pemantauan Inflasi oleh KBI~ 45 BOKS III DEKLARASI KENDARI, KESEPAKATAN TPID SE-SULAMPUA DALAM PENGENDALIAN INFLASI ~ 47 BOKS IV KENAIKAN HARGA KOMODITAS GLOBAL DAN DAMPAKNYA PADA DAYA BELI MASYARAKAT DI DAERAH BASIS EKSPOR PERTANIAN ~ 49 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN ~ Kondisi Umum ~ Perkembangan Kelembagaan ~ Perkembangan Aset Perbankan ~ Intermediasi Perbankan ~ Perkembangan Dana Masyarakat ~ Penyaluran Kredit ~ Kredit UMKM ~ Perbankan Syariah ~ Perbankan BPR ~ 61 BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ~ Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) ~ Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) ~ Perkembangan Uang Palsu yang Ditemukan ~ Perkembangan Kliring dan RTGS ~ Perkembangan RTGS ~ Perkembangan Kliring ~ 67 BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ~ Ketenagakerjaan ~ Kesejahteraan ~ Nilai Tukar Petani ~ Jumlah Penduduk Miskin ~ Survei ~ 73 BAB 6 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ~ Pendapatan Daerah ~ Belanja Daerah dan Transfer ~ 75

7 BAB 7 OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI ~ Outlook Kondisi Makroregional ~ Outlook Inflasi ~ Prospek Perbankan ~ 82 LAMPIRAN ~ 83

8 Daftar Grafik Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB ~ 7 Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi ~ 9 Grafik 1.3. Prompt Indikator Kinerja Investasi ~ 10 Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor ~ 12 Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor ~ 13 Grafik 1.6. Prompt Indikator Kinerja Sektor Angkutan ~ 15 Grafik 1.7. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertanian ~ 17 Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restauran ~ 18 Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan ~ 19 Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan ~ 21 Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih ~ 22 Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Industri Pengolahan ~ 22 Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian ~ 23 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan~ 31 Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan ~ 32 Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kel. Bahan Makanan Hasil SPH di Makassar ~ 33 Grafik 2.4. Harga CPO Internasional ~ 29 Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang~ 34 Grafik 2.6. Perkembangan Harga Internasioanal: Komoditas Emas~ 34 Grafik 2.7. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Pakaian dan Perlengkapan~ 34 Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kel. Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau ~ 35 Grafik 2.9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi- Rokok SPH di Makassar~ 36 Grafik Harga Gula Internasional~ 36 Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Makanan dan Tembakau~ 36 Grafik Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar~ 37 Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi ~ 37 Grafik Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan ~ 38 Grafik Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi ~ 39 Grafik Perkembangan Rata-rata Harga Minyak Dunia ~40 Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Kendaraan & Suku Cadang ~40 Grafik Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan ~41 Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Peralatan Tulis ~41 Grafik Perkembangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulawesi Selatan ~ 42 Grafik Sumbangan Inflasi Inti, Administered, dan Volatile ~ 44 Grafik Pertumbuhan Inflasi Inti, Administered, dan Volatile ~ 44 Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen ~ 56 Grafik 3.2. Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan ~ 56 Grafik 3.3. Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Sektor Ekonomi ~ 56 Grafik 3.4. NPLs Per Sektor Ekonomi ~ 59 Grafik 3.5. Pangsa Kredit/Pembiayaan MKM Bank Umum Per Sektor Ekonomi ~ 59 Grafik 3.6. Perkembangan Aset BPR/S ~ 61 Grafik 3.7. Perkembangan DPK, Kredit & LDR BPR/S ~ 61

9 Grafik 4.1. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) ~ 63 Grafik 4.2. Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow) ~ 63 Grafik 4.3. Pemberian Tanda Tidak Berharga dan Inflow ~ 64 Grafik 4.4. Proporsi Jumlah Lembar Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Trw.IV-2010 ~ 64 Grafik 4.5. Transaksi RTGS Total Transaksi ~ 66 Grafik 4.6. Transaksi RTGS Incoming ~ 66 Grafik 4.7. Transaksi RTGS Outgoing ~ 66 Grafik 5.1. Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ~ 70 Grafik 5.2. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani ~ 72 Grafik 5.3. Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Diterima Petani ~ 72 Grafik 5.4. Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Dibayar Petani ~ 72 Grafik 5.5. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan ~ 72 Grafik 5.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskin se-sulampua per Maret 2010 ~ 73 Grafik 5.7. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini ~ 74 Grafik 5.8. Indeks Penghasilan Saat ini Dibandingkan 6 Yang Lalu ~ 74 Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen ~ 78 Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d ~ 78 Grafik 7.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi 6 bulan y.a.d ~ 78 Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan Konsumen 6 bulan y.a.d ~ 78 Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 bulan y.a.d ~ 79 Grafik 7.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD ~ 79 Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Terhadap Harga-harga dalam 3 bulan y.a.d ~ 81 Grafik 7.8. Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Sulsel dan Proyeksinya ~ 81

10 Daftar Tabel Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (yoy) ~ 8 Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah (yoy) ~ 14 Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) ~ 32 Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kelompok Bahan Makanan ~ 32 Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kelompok Sandang~ 34 Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau ~ 35 Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bahan Bakar ~ 37 Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan ~ 38 Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan ~ 39 Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga~ 41 Tabel 2.9. Sumbangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulawesi Selatan ~ 43 Tabel 3.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan ~ 53 Tabel 3.2. Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ~ 54 Tabel 3.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum ~ 55 Tabel 3.4. Penyaluran Kredit /Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan~ 55 Tabel 3.5. Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi ~ 58 Tabel 3.6. Perkembangan NPLs Net dan Gross Bank Umum ~ 58 Tabel 3.7. Pertumbuhan Kredit/Pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank Umum (y.o.y) ~ 60 Tabel 3.8. Perkembangan Bank Umum Syariah ~ 60 Tabel 4.1. Perkembangan Temuan Uang Palsu di Wilker KBI Makassar Trw. IV-2010 ~ 65 Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong ~ 67 Tabel 5.1. Penduduk Usia 15+ Menurut Kegiatan Utama ~ 69 Tabel 6.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Semester II-2010~ 76

11 Halam ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

12 Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I-2011 cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan I-2010 (sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 7,04% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 sebesar 8,93%, dan pada triwulan I-2010 sebesar 7,35%. Perekonomian Sulsel tumbuh di atas pertumbuhan nasional dengan pola pertumbuhan yang relatif searah. Pada triwulan I-2011, perekonomian nasional mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy). Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh pertumbuhan investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran (sektoral), sektor utama yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertanian, perdaganganhotel-restauran, angkutan-komunikaasi dan jasa-jasa. Asesmen Inflasi Laju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan I-2011, masih sejalan dengan proyeksi inflasi di kisaran 6,52% ± 0.5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,32% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2010 sebesar 3,45% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy). Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy) 1. Inflasi tahunan Sulsel masih tercatat lebih rendah, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy) 2. Secara tahunan, terdapat 3 (tiga) kelompok komoditas yang memiliki laju inflasi terbesar yaitu kelompok bahan makanan, kelompok sandang dan kelompok makanan jadiminuman-rokok-tembakau. Tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga pada sub-kelompok bumbu-bumbuan, sub-kelompok ikan segar dan subkelompok lemak-minyak. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hampir semua kelompok mengalami peningkatan, kecuali kelompok makanan jadi-minuman-rokok tembakau dan kelompok pendidikan. 1 Sumber : BPS 2 Sumber : BPS

13 Asesmen Perbankan Kinerja perbankan Sulsel pada triwulan I-2011 secara umum mengalami pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan IV Hal ini tercermin dari peningkatan beberapa indikator perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana Pihak Ketiga) dan penyaluran kredit. Penyebab meningkatnya kinerja perbankan tersebut terutama karena peningkatan pertumbuhan di sisi kredit dan DPK pada Bank Umum konvensional, selain itu kinerja Bank Syariah yang juga menunjukan peningkatan pertumbuhan pada penyaluran kredit. Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami peningkatan pertumbuhan, terutama karena pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan DPK. Sedangkan NPLs (Non Performing Loans) Bank Umum pada triwulan laporan secara gross adalah sebesar 3,2%, masih berada dibawah batas aman 5,0. Meski di sisi lain, perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) relatif menurun namun masih pada tingkat yang moderat. Asesmen Sistem Pembayaran Nilai transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan I-2011 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel dan juga sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit dan LDR di Sulsel pada triwulan laporan. Pada triwulan I-2011, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp1,08 triliun yaitu aliran uang masuk ke dalam Bank Indonesia (inflow) melebihi aliran uang keluar ke Bank Indonesia (outflow). Pada triwulan I-2011, jumlah uang kartal dengan kondisi tidak layak edar yang telah dibukukan sebagai PTTB tercatat sebesar Rp1,22 triliun, relatif meningkat jika dibandingkan PTTB pada triwulan IV-2010 yaitu sebesar Rp0,99 triliun. Kemudian, jumlah temuan uang palsu di KBI Makassar selama triwulan laporan tercatat sebanyak 439 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp27,75 juta, mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kemudian, secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel hingga akhir triwulan I-2011 melambat menjadi Rp29,8 triliun atau tumbuh sebesar 0,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp42,2 triliun yang hanya tumbuh sebesar 15,3% (yoy). Transaksi BI- RTGS dalam periode laporan masih didominasi oleh aliran dana yang masuk (incoming) ke perbankan Sulsel. Selain itu, secara nominal perputaran kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp8,2 triliun atau tumbuh sebesar 12,2% (yoy). Secara nominal jumlah kliring pada triwulan I-2011, relatif sama jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010.

14 Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daya serap perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulsel selama tahun 2010 terhadap angkatan kerja cukup baik, sebagaimana terlihat dari naiknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2010 (64,1%) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (62,5%). Sejalan dengan itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel tercatat mengalami penurunan sebesar 0,5%, dari 8,9% pada Agustus 2009 menjadi 8,4% pada Agustus Selanjutnya di sisi lain pertumbuhan ekonomi Sulsel juga memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I tercatat tumbuh meningkat sebesar 3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,76% (yoy). Asesmen Keuangan Daerah Kinerja keuangan Pemerintah Propinsi Sulsel sampai dengan semester I-2011 berada pada posisi yang relatif baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2010, meskipun realisasi pertumbuhan pendapatan dan belanja pada triwulan I-2011 lebih kecil daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada sisi penerimaan, realisasi jumlah pendapatan belum mencapai 25% pada triwulan I-2011, begitu pula jika dilihat dari sisi belanja daerah yang realisasinya masih relatif kecil. Namun demikian, kondisi tersebut relatif sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 2011 yang masih relatif kecil. Prospek Ekonomi Triwulan I-2011 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan I Pada sisi permintaan, perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah. Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup tinggi sejalan dengan proyekproyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel. Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel. Pada sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan diprediksikan karena meningkatnya kinerja sektor perdaganganhotel-restauran (PHR), angkutan-komunikasi, industri pengolahan dan pertambanganpenggalian. Peningkatan pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan akan beriringan dengan naiknya pertumbuhan pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan dipicu oleh

15 kegiatan liburan anak sekolah dan juga semakin meningkatnya intensitas MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). Kemudian sektor industri pengolahan diperkirakan akan didorong oleh industri semen sebagai dampak dari peningkatan investasi untuk proyek-proyek pembangunan. Kinerja sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan akan meningkat sejalan dengan membaiknya kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung akan meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I Tekanan inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan inflasi volatile food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih relatif terkendali karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong kenaikan harga. Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan I Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit, LDR yang meningkat dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.

16 INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN TRIWULAN PROPINSI SULAWESI SELATAN a. INFLASI dan PDRB INDIKATOR MAKRO Indeks Haga Konsumen - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Irian Jaya Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Laju Inflasi Tahunan (y.o.y;%) - Sulawesi Selatan Sulawesi Utara (0.01) Gorontalo Papua Irian Jaya Barat Maluku 8.84 (0.21) (3.29) Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara PDRB - Harga Konstan (Miliar Rp) 1. Pertanian 3, , , , , , , , Pertambangan dan Penggalian , , , , , Industri Pengolahan 1, , , , , , , , Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi/Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 1, , , , , , , , Angkutan dan Komunikasi , , , , , , Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa 1, , , , , , , , Pertumbuhan PDRB (y.o.y;%) Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton) Nilai Impor Non Migas (USD Juta) Volume Impor Non Migas (Ribu Ton) *) Sementara Catt : Per Trw.II-2008, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar *

17 LANJUTAN... INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN TRIWULAN PROPINSI SULAWESI SELATAN B. PERBANKAN INDIKATOR * 2* 3 * 4 * 1 * BANK UMUM : Total Aset (Rp. Miliar) 37, , , , , , , , , D P K (Rp. Miliar) 28, , , , , , , , , Giro 5, , , , , , , , , Tabungan 14, , , , , , , , , Deposito 9, , , , , , , , , Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar) 31, , , , , , , , , Modal Kerja 12, , , , , , , , , Investasi 6, , , , , , , , , Konsumsi 12, , , , , , , , , L D R % % % % % % % % % Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar) 31, , , , , , , , , Pertanian Pertambangan Industri pengolahan 3, , , , , , , , , Listrik,Gas dan Air Konstruksi 1, , , , , , , , , Perdagangan 8, , , , , , , , , Pengangkutan 1, , , , , , , , , Jasa Dunia Usaha 1, , , , , , , Jasa Sosial Masyarakat , , , , , Lain-lain 12, , , , , , , , , Kredit UMKM (Rp. Miliar) , , , , , , , , , Kredit Mikro* (Rp. Miliar) 6, , , , , , , , , Modal Kerja 1, , , , , , , , Investasi Konsumsi 5, , , , , , Kredit Kecil ** (Rp. Miliar) 10, , , , , , , , , Modal Kerja 2, , , , , , , , , Investasi , , , , , , Konsumsi 6, , , , , , Kredit Menengah *** (Rp. Miliar) 6, , , , , , , , , Modal Kerja 4, , , , , , , , , Investasi , , , , , , , Konsumsi 1, , , , NPL Total gross (%) 3.82% 3.05% 4.08% 3.08% 3.47% 2.95% 3.06% 2.94% 3.25% NPL UMKM gross (%) 2.96% 3.37% 3.45% 2.93% 2.99% 3.01% 3.75% 3.94% 4.82% BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp. Miliar) 1, , , , ,465,949 1,638,555 1,586,776 1,978,888 1,994,611 D P K (Rp. Miliar) , , , Giro Tabungan Deposito Pembiayaan - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Milia 1, , , , ,323 1,699 1,954 2,020 2,358 - Modal Kerja Investasi Konsumsi , , FDR % % % % % % % % Catt. * (<Rp. 50 Juta) ** (Rp. 50 < X < Rp. 500 Juta) *** (Rp. 500 Juta < X < Rp. 5 M) **** Data Sementara

18 Bab 1 Perkembangan Kondisi Makroekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I-2011 cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan I-2010 (sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 7,04% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 sebesar 8,93%, dan pada triwulan I sebesar 7,35%. Perekonomian Sulsel tumbuh di atas pertumbuhan nasional dengan pola pertumbuhan yang relatif searah. Pada triwulan I-2011, perekonomian nasional mencatat angka pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy). Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh pertumbuhan investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran (sektoral), sektor utama yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pertanian, perdagangan-hotelrestauran, angkutan-komunikaasi dan jasa-jasa. Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB 1 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% y.o.y Sulsel y.o.y Nas Sumber : BPS, diolah Permintaan Daerah Pada triwulan I-2011, investasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, dimana biasanya peran konsumsi lebih dominan dalam pertumbuhan perekonomian

19 Sulsel. Pertumbuhan investasi pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 18,9 (y.o.y), tumbuh cukup signifikan jika dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,62%. Meski pertumbuhan konsumsi cenderung melambat pada triwulan laporan yaitu sebesar 4,65% (y.o.y) atau lebih kecil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (5,78%), namun sumbangan pertumbuhan konsumsi masih cukup besar. Kemudian dari sisi perdagangan eksternal, juga terjadi perlambatan pertumbuhan pada ekspor dan impor, dimana secara net ekspor terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 11,8 pda triwulan I-2011 sedangkan tumbuh 57,38% pasa triwulan IV Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (y.o.y) PERIODE PERTUMBUHAN (yoy) SUMBANGAN (yoy) Kons Inv Eks Imp Net Eksim TOTAL Kons Inv Eks Imp Net Eksim TOTAL % 32.03% % % % 4.09% 3.34% 6.29% % % -5.54% 4.09% % 11.09% % % -5.13% 6.19% 4.31% 2.34% % % -0.46% 6.19% % % % 38.34% 8.04% 4.41% 0.22% % % 3.41% 8.04% % % 43.77% % 5.17% 4.43% 10.65% 13.71% -3.06% 6.53% % 2.75% 90.54% 98.08% 53.35% 7.35% 4.38% 0.69% 22.98% % 7.35% % 9.64% 57.06% 67.22% 29.55% 9.04% 4.53% 2.13% 17.04% 14.66% 2.38% 9.04% % 7.03% % 18.68% 7.39% 3.88% 1.39% 18.05% 15.93% 2.13% 7.39% % 6.62% 18.27% 12.97% 57.38% 8.93% 4.16% 1.48% 8.77% 5.48% 3.29% 8.93% % % % 3.26% 4.51% % -0.72% 7.04% * 2011** Sumber : BPS & Proyeksi BI * Angka Sementara & ** Angka Sangat Sementara Konsumsi Kinerja konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,65% (yoy), tumbuh melambat dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 5,78% (yoy) dan triwulan I-2010 sebesar 6,19% (yoy). Pertumbuhan konsumsi yang relatif melambat tersebut disebabkan oleh masih relatif kecilnya realisasi anggaran pemerintah pada triwulan I-2011, dimana realisasinya baru sebesar 9,78% dari total anggaran Rp2,97 triliun. Sejalan dengan itu, konsumsi rumah tangga-nirlaba juga mengalami perlambatan pertumbuhan konsumsi namun pada tingkat yang moderat. Pertumbuhan konsumsi yang cukup tinggi pada triwulan yang sama tahun 2010 disebabkan oleh diselenggarkannya 6 (enam) kabupaten di Sulsel menyelenggarakan Pilkada pada Maret Besarnya anggaran pilkada tersebut bervariasi mulai dari Rp6 miliar sampai dengan Rp12 miliar, disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk menggelar satu atau dua kali putaran dalam pilkada kabupaten periode Pertumbuhan konsumsi yang melambat tersebut didukung pula oleh hasil survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Makassar yang menunjukkan optimisme indeks keyakinan konsumen pada triwulan laporan yang cenderung menurun dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik 1.2.1). Prompt indikator yang juga menunjukkan perkembangan yang cenderung menurun adalah melambatnya pertumbuhan konsumsi listrik sektor rumah tangga (grafik ) dan sektor sosial (grafik ), serta melambatnya volume impor

20 consumer goods (grafik ). Selain itu, perkembangan indeks penjualan eceran untuk kelompok perlatan rumah tangga (grafik ) dan kelompok bahan bakar (grafik ) sebagai prompt indikator yang menggambarkan konsumsi masyarakat terlihat juga mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi Grafik Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks % 1 5% -5% -1-15% Juta GWH Grafik Konsumsi Listrik Sektor RT Rumah Tangga y.o.y Sbr : PLN Divre VII * 5 45% 4 35% 3 25% 2 15% 1 5% Grafik Konsumsi Listrik Sektor Sosial Grafik Volume Impor Consumers Goods Sosial y.o.y Sbr : PLN Divre VII 25% 2 15% 1 5% Consumer Goods Consumer Goods * Sementara Smb : Cognos - BI y.o.y Juta GWH * Juta Kg * 1** Smb : SPE Grafik Indeks Penjualan Eceran Kel. Peralatan Rumah Tangga Perlt RT yoy Grafik Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Bakar Smb : SPE Bhn Bkr yoy

21 Investasi Perkembangan kinerja investasi pada triwulan laporan tumbuh cukup signifikan menjadi 18,9 (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yang tumbuh sebesar 6,62%. Pertumbuhan kinerja investasi di Sulsel pada triwulan ini diperkirakan lebih dominan berasal dari sektor proyek-proyek infrastruktur swasta. Sementara investasi di sektor pemerintah diduga tumbuh relatif kecil dan cenderung melambat, melihat dari realisasi belanja modal pemda yang masih kecil yaitu sebesar 2,97%. Beberapa investasi yang mulai berjalan antara lain adalah penambahan investasi di SPBU untuk dispenser atau pompa untuk bahan bakar pertamax sebagai pengalihan BBM bersubsidi dari premium ke pertamax. Kemudian, potensi investasi dari sektor LGA di waktu mendatang juga akan didorong oleh penambahan kapasitas PLTG tahap dua. Dimana tahap pertama, telah menambah kapasitas sebesar 60 MW, dengan investasi US$ 80 juta di tahun Kemudian, proyek tahap kedua di 2011 dimana akan menambah kapasitas 60 MW senilai US$ 70 juta. Selain itu, terdapat perluasan pabrik Semen Bosowa dengan tambahan investasi sebesar US $300juta, yang digunakan untuk peningkatan kapasitas pabrik lama dan pembangunan pabrik baru. Kemudian pembangunan PLTU Jeneponto 2x125MW milik kelompok Bosowa, yang diperkirakan akan masuk ke dalam sistem di Sulselbar mulai April Sampai dengan saat ini diperkirakan telah selesai 2 dari proyeksi total 2,2 T. Perkembangan investasi tercermin dari hasil survei penjualan eceran untuk kelompok bahan konstruksi dan kelompok kendaraan-suku cadang yang pada triwulan I-2011 menunjukan peningkatan (grafik ). Selain itu, penigkatan pertumbuhan investasi, ditandai dengan volume impor capital goods (barang modal) yang cenderung naiknya (grafik ). Selain volume impor, kondisi perkembangan kinerja investasi pada triwulan ini juga tercermin dari prompt indikator realisasi pengadaan semen (grafik ) yang juga menunjukan kecenderungan meningkat. Grafik 1.3. Prompt Indikator Kinerja Investasi Smb : SPE Grafik Indeks Penjualan Eceran Kel. Kendaraan & Sk. Cadang Kend & Sk Cd yoy Juta Kg Grafik Volume Impor Capital Goods Capital Goods * Sementara Smb : Cognos - BI Series2 Capital Goods * 1**

22 Grafik Realisasi Pengadaan Semen Grafik Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi Ribuan Ton Sulsel y.o.y Sumber : ASI * : Sementara * Smb : SPE Bhn Kons yoy Selain itu, pertumbuhan kinerja investasi pada triwulan laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2010 (2,75%). Kondisi tersebut disebabkan karena pada triwulan I-2010, terjadi penurunan investasi swasta yang cukup besar seiring dengan rampungnya beberapa mega proyek pembangunan di Sulawesi Selatan, seperti trans-studio dan pembangunan jalan tol Makassar Perdagangan Eksternal (Ekspor Impor) Dari sisi lain perdagangan eksternal, kinerja net ekspor-impor Sulsel pada triwulan laporan, mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan triwulan IV- 2010, yang tumbuh sebesar 57,38% menjadi negatif 11,8 (yoy). Pertumbuhan kinerja net ekspor-impor pada triwulan laporan didominasi oleh perlambatan kinerja import, dibandingkan triwulan IV Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan total volume ekspor luar negeri non migas Sulsel (grafik 1.4.1). Tingginya penurunan kinerja ekspor Sulsel yang lebih besar daripada impor, menyebabkan net ekspor Sulsel mengalami kontraksi yang sangat signifikan pada triwulan I-2011, yaitu tumbuh negatif 11,8 (y.o.y). Perlambatan pertumbuhan ekspor tercermin dari penurunan yang cukup signifikan pada ekspor komoditas unggulan Sulsel, seperti ikan-udang-kerang-dll, kopi-teh-kakao dan sejenisnya, ekspor nikel dan barang-barang kayu olahan yang cenderung menurun pada triwulan laporan (grafik 1.4.4, 1.4.5, dan 1.4.7). Penurunan kinerja ekspor nikel disebabkan oleh perawatan pabrik yang akan berakhir pada triwulan I Perlambatan pada sektor dimaksud juga sejalan dengan prompt muat luar negeri via pelabuhan (grafik 1.4.3). Di sisi lain, pertumbuhan ekspor Sulsel pada triwulan laporan terbantu oleh kinerja perdagangan antar pulau (ekspor antar pulau), yang tercermin dari peningkatan aktivitas muat dalam negeri via pelabuhan (grafik 1.4.2). Hal ini diperkirakan didominasi oleh ekspor komoditas makanan seperti beras dan gula, dimana pasokan komoditas tersebut cukup berlimpah di wilayah Sulsel sehubungan dengan panen raya yang terjadi pada Maret-April

23 2011 dan juga terdapat pabrik gula rafinasi di Sulsel yang cukup besar produksinya untuk memenuhi permintaan daerah di luar Sulsel. Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Non Migas Total Grafik Volume Muat Dalam Neg. via Pelabuhan EKSPOR NON MIGAS TOTAL y.o.y Smb : Cognos - BI * Sementara MUAT AP yoy Sumber : Pelindo IV * : Sementara Ribu Ton * Ribu Ton * -6 Grafik Volume Muat Luar Negeri via Pelabuhan Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain MUAT LN yoy Sumber : Pelindo IV * : Sementara IKAN, UDANG, KERANG, DLL TOTAL y.o.y Smb : Cognos - BI * Sementara Ribu Ton * Ribu Ton * 2008 Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Kopi, Teh, Kakao dan Sejenisnya Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Komoditas Nikel Ribu Ton KOPI, TEH, KAKAO & SEJENISNYA Smb : Cognos - BI * Sementara TOTAL y.o.y * Volume Ekspor Nikel y.o.y Smb : Cognos - BI * Sementara *

24 Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Kayu Olahan Ribu Ton BARANG2 KAYU & GABUS TOTAL y.o.y Smb : Cognos - BI * Sementara * Sementara kinerja impor juga tercatat mengalami perlambatan, yang terutama didorong oleh perlambatan permintaan akan barang-barang konsumsen (consumer goods) dan intermediate goods. Perlambatan impor terhadap barang-barang konsumen sejalan dengan turunnya aktivitas bongkar dalam negeri dan luar negeri via pelabuhan (grafik dan garfik 1.5.6). Hal tersebut sejalan dengan kecenderungan melambatnya aktivitas perekonomian pada awal tahun yang juga tercermin pada hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia yang cenderung menurun pada triwulan I Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor Juta Kg Grafik Volume Impor Luar Negeri Capital Goods Capital Goods * Sementara Smb : Cognos -BI Series2 Capital Goods * 1** Grafik Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks % 1 5% -5% -1-15% Grafik Volume Impor Luar Negeri Consumer Goods Juta Kg Consumer Goods Consumer Goods * Sementara Smb : Cognos - BI y.o.y * 1** Grafik Vol. Impor Luar Negeri Intermediate Goods Intermediate Goods Juta Kg Intermediate Goods * Sementara Smb : Cognos -BI y.o.y * 1**

25 Grafik Volume Bongkar Dalam Negeri via Pelabuhan BONGKAR AP yoy Sumber : Pelindo IV * : Sementara * Grafik Volume Bongkar Luar Negeri via Pelabuhan BONGKAR LN yoy Sumber : Pelindo IV * : Sementara * Ribu Ton Ribu Ton Pola perlambatan pertumbuhan net ekspor-impor juga terjadi jika membandingkan pertumbuhan triwulan laporan dengan triwulan I-2010 (53,35%) yang tumbuh sangat signifikan. Hal tersebut diperkirakan salah satunya bersumber dari peningkatan impor antar provinsi yang cukup besar sebagai dampak dari persiapan Pilkada 6 (enam) kabupaten di Sulsel yang berlangsung pada Maret Hal tersebut tercermin dari meningkatnya volume bongkar dalam negeri via pelabuhan pada triwulan I-2010 (grafik 1.5.5) Penawaran Daerah (Sektoral) Dari sisi penawaran (sektoral), secara tahunan (yoy), pertanian, perdagangan-hotelrestauran, dan angkutan-komunikasi tercatat masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Secara umum, hampir semua sektor mengalami perlambatan pertumbuhan kecuali 2 (dua) sektor, yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa yang tumbuh lebih tinggi pada triwulan I-2011 dibandingkan triwulan IV PERIODE * 2011** Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah (y.o.y) PERTUMBUHAN (yoy) Tani Tambang Industri LGA Bgn PHR Angkom Keu Jasa TOTAL % % % 15.78% 10.93% 4.77% 5.94% 7.65% 4.09% % -4.51% 6.69% 9.86% 11.74% 10.55% 8.67% 9.16% % % -4.31% 11.78% 13.62% 14.64% 10.28% 10.75% 11.41% 6.71% 8.04% % 5.73% 1.72% 2.47% 14.34% 11.33% 15.99% 18.24% 3.39% 6.53% % 25.52% 14.12% 5.08% 11.83% 8.99% 17.56% 25.16% 3.25% 7.35% % 17.85% 3.56% 12.58% 9.07% 9.67% 15.44% 15.88% 3.13% 9.04% % 12.52% -0.16% 6.31% 7.33% 10.51% 13.38% 11.82% 4.21% 7.39% % % % 17.15% 13.39% 15.07% 6.44% 8.93% % % % 8.48% 11.52% 13.11% 6.77% % 2 3 4

26 PERIODE SUMBANGAN (yoy) Tani Tambang Industri LGA Bgn PHR Angkom Keu Jasa TOTAL % -1.37% -0.81% 0.09% 0.77% 1.69% 0.38% 0.38% 0.85% 4.09% % % 1.65% % 0.76% 6.19% % -0.38% 1.62% 0.14% 0.77% 1.65% 0.89% 0.73% 0.74% 8.04% % % 0.03% 0.79% 1.81% 1.36% 1.17% 0.39% 6.53% % 2.07% 1.79% 0.05% 0.65% 1.48% 1.39% 1.64% 0.37% 7.35% % 1.42% 0.51% 0.13% % 1.28% 1.08% 0.35% 9.04% % 0.99% -0.02% 0.07% 0.41% 1.72% 1.14% 0.78% 0.46% 7.39% % 0.97% 1.17% 0.08% 0.51% 2.87% 1.24% 1.08% 0.73% 8.93% % -1.25% 0.42% 0.04% 0.48% 1.93% 1.14% 0.52% 0.75% 7.04% * 2010* 2011 Sumber : BPS & Proyeksi BI * Angka Sementara & ** Angka Sangat Sementara Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor angkutan-komunikasi, yang diikuti berturut-turut oleh sektor pertanian, perdagangan-hotel-restauran, bangunan, jasa-jasa, keuangan-persewaan-jasa perusahaan, listrik-gas-air bersih dan industri pengolahan. Sementara pertumbuhan terendah tercatat pada sektor pertambangan-penggalian Sektor Angkutan-Komunikasi Pertumbuhan sektor angkutan-komunikasi menduduki (13,11%; y.o.y) posisi tertinggi jika dibandingkan sektor lainnya pada triwulan I Namun, perkembangan sektor angkutan-komunikasi pada triwulan I-2011 relatif melambat, tercatat tumbuh sebesar 13,11% (yoy), atau sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 (13,39%). Perlambatan sektor ini sejalan dengan prompt indikator dimana aktivitas lalu lintas penumpang dan pesawat udara pada triwulan laporan cenderung mengalami penurunan meski masih pada level yang moderat (grafik dan 1.6.2). Grafik 1.6. Prompt Indikator Kinerja Subsektor Angkutan 1,600 1,400 1,200 1, Ribu Org Grafik Lalu Lintas Penumpang Angkutan Udara DEP y.o.y ARR Smb : Bandara S. Hasanuddin * : Sementara Lalu Lintas Penumpang * ,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Grafik Lalu Lintas Pesawat Angkutan Udara DEP ARR y.o.y Lalu Lintas Pesawat Smb : Bandara S. Hasanuddin * : Sementara * % 2 15% 1 5% -5% -1

27 ribu org Grafik Lalu Lintas Penumpang Angkutan Laut Embarkasi (keluar) Debarkasi (masuk) Y.O.Y Sumber : Pelindo IV * : Sementara Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Kendaraan & Suku Cadangan Smb : SPE Kend & Sk Cd yoy Namun di sisi lain, dorongan pertumbuhan pada sektor ini diperkirakan berasal dari aktivitas antar daerah via jalur darat. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Bank Indonesia, dimana perlembangan indeks penjualan eceran kelompok kendaraan dan suku cadang cenderung meningkat (grafik 1.6.4). Selain itu, pertumbuhan aktivitas lalu lintas penumpang angkutan laut juga relatif meningkat (grafik 1.6.3). Selain itu, diperkiraan pertumbuhan subsektor komunikasi juga cukup baik pada triwulan I Pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan, juga tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I-2010 (17,56%), yang diperkirakan tumbuh karena pengaruh Pilkada 6 kabupaten di Sulsel yang diselenggarakan pada Maret Hal tersebut ditandai dengan tingginya tingkat pertumbuhan beberapa prompt indikator seperti, indeks penjualan eceran untuk kelompok kendaraan dan suku cadangnya (grafik ), lalu lintas penumpang angkutan laut pada periode lalu lintas penumpang dan pesawat udara (grafik dan 1.6.2) dan juga peningkatan pada lalu lintas penumpang angkutan laut (grafik 1.6.3) Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian (11,52%; y.o.y), berada pada urutan kedua paling tinggi pada triwulan laporan. Pada triwulan I-2011, sektor pertanian tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dimana pada triwulan IV-2010 hanya tumbuh sebesar 1,09% dan kemudian tumbuh menjadi 11,52% (y.o.y) pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi khususnya beras di Sulsel. Hal ini sejalan dengan data angka sementara 2010 dan angka ramalan 2011 (grafik 1.7.1), luas panen dan produksi beras yang cenderung mengalami peningkatan. Kondisi pertanian Sulsel cukup unik jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Meski perubahan iklim yang membuat beberapa wilayah di Indonesia sulit memproduksi pangan karena gagal panen, Sulsel mengalami kondisi yang berbeda. Di sejumlah kabupaten/ kota Sulsel terjadi penambahan lahan pertanian dan intensitas masa tanam yang semakin

28 meningkat khususnya untuk lahan pertanian tadah hujan. Lahan pertanian tadah hujan yang hanya terjadi sekali setahun pada saat curah hujan tinggi sehingga dapat membuat banyak lahan persawahan yang selalu tergenangi air atau mendapat pasokan air yang cukup sehingga sangat berpotensi menanam lebih dari sekali. Peningkatan pertumbuhan pertanian dimaksud juga dicerminkan oleh peningkatan petumbuhan indeks Nilai Tukar Petani (grafik 1.7.2) dan indeks rata-rata yang diterima petani (grafik 1.7.3). Grafik 1.7. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertanian 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , ,000 - Grafik Realisasi dan Perkiraan Luas Panen & Produksi Padi Periode Januari-April asem 2010 aram 2011 Luas Panen (Ha) Hasil/Ha Produksi (ton) Grafik Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani NTP y.o.y % 3% 2% 1% -1% -2% Grafik Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Diterima Petani Indeks Yang Diterima Petani y.o.y % 12% 1 8% 6% 4% 2% Pertumbuhan kinerja sektor pertanian ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2010 yang terkontraksi cukup besar yaitu tumbuh negatif 6,98% (y.o.y). Penurunan kinerja sektor pertanian yang cukup besar pada tahun sebelumnya disebabkan karena pengaruh faktor eksternal, yaitu cuaca buruk yang menghambat pertumbuhan pertanian Sulsel sejak triwulan IV-2010 dan berlanjut hingga mencapai puncaknya pada triwulan I Terjadi pergeseran awal musim hujan dan kemarau menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam dan waktu tanam. Sehingga panen yang seyogyanya terjadi pada triwulan I-2011 banyak yang justru mengalami gagal panen dan juga turunnya kualitas

29 komoditas pertanian pada periode tersebut. Pada tahun 2010, terjadi pergeseran awal musim hujan dan kemarau Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran (PHR) Pertumbuhan sektor ini juga cukup tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama dengan sektor pertanian, yaitu sebesar 11,52% (y.o.y). Meski demikian, namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pertumbuhannya cenderung melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (17,15%). Perlambatan pada sektor ini didorong oleh sub-sektor perdagangan dan hotel yang ditandai dengan melambatnya prompt indikator volume bongkar muat via pelabuhan (grafik 1.8.1) dan rata-rata tingkat penghunian kamar (TPK) berbintang (garfik 1.8.2). Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran BONGKAR MUAT Grafik Volume Bongkar Muat Via Pelabuhan Sumber : Pelindo IV * : Sementara * Grafik Rata-rata Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang - Ss yoy * 2 15% 1 5% -5% -1-15% Ribu Ton Sumber: BPS Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Makanan dan Tembakau Mknn & Temb yoy Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Peralatan Rumah Tangga Perlt RT yoy Smb : SPE Smb : SPE Sementara disisi lain terdapat dorongan pertumbuhan yang diperkirakan berasal dari konsumsi masyarakat yang bersifat bahan makanan maupun makanan jadi, yang secara tidak langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan sub-sektor perdagangan pada triwulan laporan. Hal tersebut diindikasikan dari peningkatan indeks penjualan eceran untuk

30 kelompok komoditas makanan dan tembakau (grafik ) serta kelompok komoditas peralatan rumah tangga (1.8.4.) Sektor Bangunan Sektor bangunan pada triwulan laporan tumbuh cukup tinggi, yaitu tercatat sebesar 8,48% (yoy), namun sedikit lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,68%. Perlambatan sektor bangunan, diperkirakan terjadi karena masih belum optimalnya realisasi pembangunan atas proyek-proyek pemerintah. Hal ini sejalan dengan masih relatif kecilnya realisasi Belanja Modal, yaitu sebesar 2,97%. Namun di sisi lain, masih cukup tingginya pertumbuhan sektor dimaksud sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan laporan (18,9). Hal tersebut diperkirakan berasal dari cukup tingginya kontribusi sektor swasta pada sektor konstruksi, yang tercemin dari terjadinya peningkatan realisasi pengadaan semen (grafik ) dan juga meningkatnya indeks penjualan eceran untuk kelompok bahan konstruksi (grafik ). Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan Grafik Realisasi Pengadaan Semen Grafik Indeks Penjualan Eceran Kel. Bahan Konstruksi Rib u an To n Sulsel y.o.y Sumber : ASI * : Sementara * Smb : SPE Bhn Kons yoy Namun pertumbuhan sektor bangunan pada triwulan ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 (11,83%), dimana pada triwulan dimaksud penyelesaian proyek-proyek yang didanai oleh stimulus fiskal pada tahun 2009, masih berdampak yang cukup besar pada triwulan I-2010, yang merupakan imbas dari penyelesaikan proyek-proyek dimaksud Sektor Jasa-jasa Pertumbuhan sektor ini tercatat menduduki peringkat kelima dari 9 (sembilan) sektor perekonomian pada triwulan I Pertumbuhan sektor ini tidak juga seperti kebanyakan sektor sektor lain yang mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, sektor jasa-jasa

31 sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yang tumbuh sebesar 15,07% (y.o.y). Peningkatan ini diperkirakan karena adanya peningkatan pada kegiatan penunjang dalam memproduksi hasil pertanian dan kegiatan sejenisnya. Kegiatan yang mencakup penunjang pertanian atas dasar balas jasa atau kontrak, antara lain mencakup jasa penyiapan lahan pertanian, penanaman lahan pertanian, pemeliharaan lahan pertanian, penyiraman lahan pertanian (termasuk penyiraman lahan melalui udara), perapihan (trimming) pohon buah dan anggur, transplantasi padi dan bit, pemanenan, pengendalian hama (termasuk kelinci) dalam hubungannya dengan pertanian, pengoperasian peralatan irigasi pertanian, penyediaan perlengkapan mesin pertanian dengan operator dan jasa pemeliharaan kondisi lahan agar baik digunakan untuk pertanian 1. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan sektor pertanian Sulsel pada triwulan laporan hingga mencapai 11,52% (tabel 1.2) Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan Pertumbuhan sektor ini berada pada urutan keenam yaitu sebesar 6,77% (y.o.y), dari 9 (sembilan) sektor perekonomian di Sulsel. Namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2010, maka sektor ini mengalami perlambatan dari tumbuh sebesar 15,07% (y.o.y) menjadi sebesar 6,77% pada triwulan I Perlambatan tersebut diperkiraan disebabkan karena terjadinya penurunan sub-sektor persewaan seperti persewaan motor, mobil dan bus parwisata, dimana pada triwulan I-2011 masih relatif kecilnya aktivitas jasa perusahaan sehingga juga turut penyebabkan perlambatan pada sektor dimaksud. Di tambah lagi dengan kecenderungan penurunan pada subsektor keuangan khususnya yang berasal dari lembaga keuangan non-bank. Selain itu, perlambatan sektor dimaksud juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) Bank Umum relatif melambat (grafik ). Sementara pertumbuhan triwulan I-2011 relatif lebih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2010 (25,16%; y.o.y). Tingginya pertumbuhan sektor keuanganpersewaan dan jasa perusahaan pada triwulan I-2010 karena bersamaan dengan diselenggarakannya aktivitas Pilkada di 6 (enam) kabupaten di Sulsel pda Maret Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan NTB Bank Umum (grafik ) yang sangat tinggi pada triwulan I-2010 dan juga tercermin dari terjadinya peningkatan transaksi RTGS di Sulsel (grafik ) yang tumbuh cukup tinggi sejak 2 (dua) triwulan sebelum terselenggaranya Pilkada. 1

32 Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan M illio n s Grafik Pembiayaan Lemb. Keuangan Non Bank Sbr : Kanwil Pegadaian Mks * Sementara Triliun Rp Grafik Perkembangan Kredit Bank Umum KREDIT yoy * 35% 3 25% 2 15% 1 5% Grafik Nilai Tambah Bruto Bank Umum Grafik Transaksi RTGS NTB SULSEL Sbr : LBU - BI y.o.y Total Y.O.Y Trilyun Rp * Sektor Listrik-Gas-Air Bersih Pertumbuhan sektor listrik-gas-air bersih menduduki peringkat ke tujuh dari 9 (sembilan) sektor perekonomian Sulsel. Kinerja sektor listrik-gas-air pada triwulan laporan cenderung mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan sektor ini tercatat tumbuh sebesar 3,1 (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 8,2. Perlambatan pertumbuhan tersebut diduga sejalan dengan melambatnya aktivitas perekonomian Sulsel pada awal tahun 2011 dimana hal ini tercermin pada pertumbuhan penjualan listrik pada triwulan I-2011 yang relatif melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (grafik 1.11). Sementara secara tahunan, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I (5,08%; yoy), pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan masih tercatat lebih rendah. Selain itu, kinerja penyediaan air bersih relatif terhambat pada musim penghujan, karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) belum dapat menjamin tingkat kejernihan air 100 persen untuk disuplai ke pelanggan setiap harinya. Tingkat kejernihan air masih dapat dipengaruhi atau berubah keruh jika intensitas curah hujan setiap hari meningkat atau jika tidak terjadi kendala dalam masalah mesin milik PDAM.

33 Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih Juta KWH Penjualan Listrik (Juta Kwh) Total Pemakaian Listrik y.o.y Sbr : PLN Divre VII * 2 15% 1 5% -5% Sektor Industri Pengolahan Pada triwulan I-2011, sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup besar jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari tumbuh dari sebesar 8,74% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi sebesar 3,1 pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan tersebut diperkirakan karena perlambatan pada industri tepung terigu di Sulsel (grafik ), sebagai akibat dari masih tingginya harga gandum internasional (grafik ). Selain itu, melambatnya industri di Sulsel juga tercermin dari perlambatan pada volume impor intermediate goods (grafik ), yang berarti bahwa kapasitas produksi dari sektor ini masih belum digunakan secara optimal. Namun di sisi lain, dorong pertumbuhan dari industri semen masih cukup baik, meskipun dari sisi volume realisasi pengadaan semen juga cenderung menurun jika dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik ). Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Industri Pengolahan Grafik Realisasi Produksi Tepung Terigu Grafik Harga Gandum Internasional Rib uan To n Produksi-axis kiri yoy-axis kanan Sumber : EFM Mks % 3 25% 2 15% 1 5% -5% -1-15% -2 1,200 1, $/bushel yoy indeks

34 Juta Kg Grafik Volume Impor Intermediate Goods Intermediate Goods Intermediate Goods * Sementara Smb : Cognos -BI y.o.y * 1** Ribuan Ton Grafik Realisasi Pengadaan Semen Sulsel y.o.y Sumber : ASI * : Sementara * Namun di sisi lain, dorong pertumbuhan dari industri semen masih cukup baik, meskipun dari sisi volume realisasi pengadaan semen juga cenderung menurun jika dibandingkan triwulan IV-2010 (grafik ) Sektor Pertambangan - Penggalian Pada triwulan laporan sektor ini mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu dari negatif 11,2 pada triwulan IV-2010 menjadi 13,16% (y.o.y) pada triwulan laporan. Perlambatan sektor dimaksud tercermin pada perlambatan volume ekspor luar negeri barang mineral non-logam (grafik ). Kontraksi tersebut diperkirakan karena PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan pabrik pada akhir triwulan I-2011, dimana selama proses pemeliharaan, secara langsung akan mengakibatkan turunnya produksi karena akan terjadi shutdown sementara. Hal ini tercermin pada relatif melambatnya volume ekspor luar negeri komoditas nikel (grafik ). Selain itu, perkembangan sektor ini ditandai dengan volume ekspor barang mineral non-logam (grafik ) yang pertumbuhannya relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, yang terutama dipengaruhi oleh perlambatan volume ekspor nikel (grafik ). Grafik Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Barang Mineral Non Logam Grafik Volume Ekspor Luar Negeri Nikel Ribu Ton BARANG2 DARI MINERAL NON LOGAM TOTAL y.o.y Smb : Cognos - BI * Sementara * Volume Ekspor Nikel y.o.y Smb : Cognos - BI * Sementara *

35 Thousands Grafik Harga Nikel Internasional USD/metric ton yoy indeks Namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2010 yang sebesar 25,52% (yoy), maka pertumbuhan pada triwulan ini tercatat jauh lebih rendah yang relatif disebabkan pengaruh faktor harga nikel di pasar internasional (grafik ) yang pada triwulan I-2010 cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan I Hal tersebut, dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global setelah krisis keuangan global yang melanda di tahun

36 BOKS I Kondisi Terkini Produksi Pangan Dan Distribusi Pasokan Pangan Strategis Kondisi Capaian Produksi Pangan Di tahun 2010 pencapaian produksi pangan di Wilayah Sulampua menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan. Produksi padi yang merupakan bahan pangan utama Sulampua tumbuh 2,3 (yoy), melambat dibandingkan tahun 2009 sebesar 3,59% (yoy). Rendahnyapencapaian produksi beras tahun 2010 terutama disebabkan oleh faktor anomali cuaca yang mengganggu proses tanam/produksi. Sebaliknya pertumbuhan produksi bahan pangan lainnya seperti jagung dan ubi kayu menunjukkan peningkatan. Perbaikan kinerja produksi jagung terutama disumbangkan oleh peningkatan Gorontalo sejalan dengan perluasan lahan tanam jagung yang cukup masif mencapai ha. Sementara peningkatan produksi ubi kayu didorong oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan. Produksi Bahan Pangan Sulampua (% yoy) KOMODITAS Produksi (Ribu Ton) Pertumbuhan (yoy) * * Padi 7, , , % % Jagung 2, , , % 3.36% 3.59% Ubi Kayu 1, , , % 11.05% 6.95% *) Angka Ramalan Sumber : Kementerian Pertanian Pada tahun 2011 produksi padi Sulampua diperkirakan optimis mencapai 7,5 juta ton atau tumbuh sebesar 4,04% (yoy). Volume produksi tersebut sebagian besar dihasilkan di Sulawesi Selatan (6). Peningkatan produksi didorong oleh peningkatan luas panen (2,89%) yang terjadi di Sulawesi Selatan seluas 16,9 ribu hektar. Perluasan tersebut merupakan hasil program rehabilitasi dan pembangunan sistem irigasi pertanian di seluruh kabupaten yang dapat meningkatkan frekuensi panen. Pada subround I-2011 (bulan Januari-April) capaian produksi padi di Sulampua diperkirakan cukup baik, yaitu sebesar 2,6 juta ton atau tumbuh 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun Curah hujan yang cukup tinggi di awal tahun 2011 (saat benih berumur +1 bulan) dan cenderung turun di bulan Februari dan Maret (saat musim panen dimulai) mendorong peningkatan produksi tersebut. Selain itu diperoleh informasi bahwa tidak terdapat gangguan berupa banjir/hama/kekeringan yang secara signifikan mengganggu proses panen.

37 Produksi padi Sulampua pada subround II-2011 (bulan Mei-Agustus) diperkirakan lebih tinggi dari Subround I-2011, yaitu meningkat 8,57% dibandingkan Subround I atau tumbuh 2,2% (yoy). Pola produksi tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2010 terjadi pergeseran pola panen akibat anomali cuaca yang terjadi sejak awal tahun. Kondisi Distribusi Pasokan Kebutuhan Pokok Meskipun kondisi produksi telah kembali normal namun masih terdapat indikasi terkendalanya proses distribusi yang tercermin dari masih tertahannya penurunan harga beras walaupun musim panen sudah dimulai. Margin harga beras yang relatif tinggi diperkirakan akan menambah jumlah pemain (pedagang besar) yang dapat kembali mendorong kenaikan harga beras (vicious circle). Indikasi makin bertambahnya para pemain komoditas beras dapat dikonfirmasi dengan pertumbuhan kredit modal kerja untuk pembelian beras di Sulsel yang sangat tinggi sebesar 221% (yoy). Berdasarkan informasi dari Bulog Divre VII Sulselbar, tingginya harga beras saat ini diperkirakan akan mengurangi kemampuan penyerapan beras bulog tahun 2011 sebesar 17,8% dibandingkan tahun lalu. Pada tahun ini penyerapan Bulog Divre VII diperkirakan hanya sebesar ton, lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan beras Bulog tahun 2010 sebesar ton. Mengingat bahwa Sulsel dapat memenuhi 6 kebutuhan beras Sulampua, kondisi ini cukup mengganggu stabilisasi harga beras oleh Bulog. Kendala pada proses distribusi pangan perlu dicermati terutama pada daerah yang berpotensi rawan pangan. Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia (Badan Ketahanan Pangan, 2009), dari 30 kabupaten yang memiliki potensi rawan pangan tinggi, 20 diantaranya berada di Wilayah Sulampua terutama Papua (17 kabupaten). Ketahanan pangan Papua sangat rentan karena tidak memiliki areal pertanian pangan memadai dan bergantung pada suplai dari provinsi lain, sementara akses transportasi masih cukup minim. Program Peningkatan Ketahanan Pangan Dalam rangka menjaga ketahanan pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) memiliki beberapa program yang pelaksanaannya terkoordinasi secara nasional. Program utama BKP adalah (1) Program Peningkatan Diversifikasi Pangan Non Beras dengan target menurunkan konsumsi beras masyarakat 1,5% di tahun 2013, (2) Pengembangan Desa Mandiri Pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan di desa rawan pangan,

38 (3) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM). Program (1) dan (2) dilaksanakan di semua provinsi, sedangkan program (3) dilakukan di daerah sentra produksi beras (Sulsel, Sulteng, dan Sulut). Khusus provinsi Papua yang merupakan provinsi dengan kerentanan pangan tertinggi, pada tahun 2011 akan mengadakan pelatihan penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan, Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi dan SKPG agar antisipasi kekurangan pangan dan gizi dapat dilakukan dengan cepat sampai ke tingkat distrik. Selain itu pemerintah juga menyediakan dana bantuan sosial Rp25 juta per kabupaten untuk mengatasi ketika terjadi rawan pangan. Realisasi Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Untuk meningkatkan produksi pangan di tahun 2011, beberapa program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah antara lain (1) Bantuan benih dan pupuk, (2) Pendampingan dan penyuluhan kepada petani, (3) Bantuan alat mesin pertanian, (4) Pembangunan alat pengering (lantai jemur, terpal, dan silo dryer, dan (6) Rehabilitasi dan pembangunan sistem irigasi. Pelaksanaan program-program tersebut diperkirakan baru akan berjalan di pertengahan tahun 2011, sehingga peningkatan produksi akan tercatat pada Subround III-2011 (bulan September-Desember).

39 BOKS II Pengaruh Tsunami di Jepang Terhadap Perekonomian Sulampua Tsunami Jepang yang terjadi pada tanggal 11 Maret 2011 diperkirakan akan mengoreksi pertumbuhan ekonomi Sulampua, karena Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama bagi provinsi yang ada di Sulampua. Nilai ekspor Sulampua ke Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 3,35 miliar, atau sebesar 32% dari total nilai ekspor Sulampua. Berdasarkan nilai ekspornya, komoditas yang mendominasi yaitu tembaga (48,7%) dan nikel (41,5%). Share Nilai Ekspor Sulampua Berdasarkan Negara Tujuan Share Nilai Ekspor Komoditas Sulampua dengan Tujuan Ekspor Jepang Malaysia 6% Spanyol 8% Korea Selatan 9% US 4% Lainnya 19% India 1 Cina 12% Jepang 32% Nikel, 41.45% Tembaga, 48.71% Batubara, 4.54% Hasil Ikan, 2.9 Produk Kayu, 1.36% Timah, 0.43% Lainnnya, 0.6 Nilai ekspor Sulampua ke Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 3,35 miliar, atau sebesar 32% dari total nilai ekspor Sulampua. Komoditas yang mendominasi yaitu tembaga (48,7% dari total ekspor Sulampua ke Jepang) dan nikel (41,5% dari total ekspor Sulampua ke Jepang). Potensi gangguan ekspor dengan tujuan Jepang dapat diperkecil bila pelaku usaha di Sulampua dapat melakukan pengalihan ekspor ke negara lain. Ekspor tembaga diperkirakan cukup aman mengingat banyak negara lain yang mampu menyerap hasil produksi tembaga, misalkan Filipina, India, Korea Selatan, dan Cina. Sementara untuk komoditas nikel, hanya Cina yang memiliki volume pembelian hampir setara dengan Jepang. Permintaan nikel Cina diprediksikan akan terus menguat mengingat tingginya pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

40 Share Ekspor Tembaga Sulampua Negara Tujuan Share Nilai Share Volume Jepang % India 19.18% 19.47% Spanyol 18.13% 17.36% Cina 14.73% 14.58% Korea Selatan 6.64% 6.26% Filipina 4.12% 4.79% Share Ekspor Nikel Sulampua Negara Tujuan Share Nilai Share Volume Jepang 76.03% 9.28% Cina % Lainnya 4.68% 10.07% Bila dilihat dari volume ekspor, share Jepang terhadap total ekspor hanya sebesar 11% dari total ekspor Sulampua. Volume ekspor menjadi sedemikian kecil karena tingginya nilai komoditas utama ekspor ke Jepang, yaitu matte nikel. Dalam hal volume, Cina mencatat share terbesar. Share Volume Ekspor Sulampua Berdasarkan Negara Tujuan Share Volume Ekspor Komoditas Sulampua dengan Tujuan Ekspor Jepang Singapura 3% Korea Selatan 4% India 8% Jepang 11% Lainnya 19% Batubara, 39.97% Tembaga, 16.14% Ikan- Ikanan, 0.45% Kayu Olahan, 1.03% RRC 55% Nikel, 41.8 Lainnya, 0.61% Pengaruh kedua yang harus diwaspadai adalah penurunan impor. Selama tahun 2010 impor Sulampua yang berasal dari Jepang mencatat share 11,9%, dengan komoditas utama ban mobil dan plat baja. Pengiriman kedua komoditas tersebut diprediksi akan terganggu karena lokasi pabriknya sempat terhantam gempa dan tsunami. Namun diperkirakan pembeli di Sulampua dapat memenuhi kebutuhannya dari negara lain atau dari hasil produksi lokal. Share Komoditas Impor Utama Jepang ke Sulampua Komoditas Ban Mobil Plat Baja Terhadap Impor dari Jepang 16.9% 4.4% Terhadap Impor Komoditas di Sulampua 57.3% 54. Terhadap Total Impor Sulampua 2.02% 0.53%

41 Bab 2 Perkembangan Inflasi 2.1. Perkembangan Inflasi Laju inflasi tahunan Sulsel pada triwulan I-2011, masih sejalan dengan proyeksi inflasi di kisaran 6,52% ± 0.5% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,32% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I-2010 sebesar 3,45% (yoy) namun menurun dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 6,56% (yoy). Sementara itu, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy) 1. Inflasi tahunan Sulsel masih tercatat lebih rendah, dibandingkan inflasi Nasional sebesar 6,65% (yoy) % Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan y.o.y - Nas y.o.y - Ss y.t.d - Ss Sumber : BPS diolah Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Secara tahunan, urutan inflasi Sulsel pada triwulan I-2011 berdasarkan kelompok barang dan jasa, dari yang tertinggi hingga terkecil adalah sebagai berikut : Kelompok Bahan Makanan, laju inflasi tahunan pada triwulan laporan meningkat cukup tinggi menjadi sebesar 13,96%, dibandingkan triwulan yang sama tahun 2010 sebesar 2,68% (tabel 2.1). Peningkatan inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga pada sub-kelompok bumbu-bumbuan, sub-kelompok ikan segar dan sub-kelompok lemak-minyak yang inflasi secara berurutan sebesar 76,64% (yoy); 22,89%; dan 14,44% pada triwulan I- 1 Sumber : BPS 2 Sumber : BPS Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

42 2011 dimana lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I-2010 masing-masing sebesar 74,18%; 6,58% dan 10,81% (tabel 2.2). Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) TAHUN Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM (5.01) (4.72) (2.32) Sumber : BPS, diolah Ket : Sejak Tahun 2008 menggunakan tahun dasar 2007 Tekanan inflasi pada sub-kelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar tersebut disebabkan terutama karena faktor cuaca yang kurang kondusif, yaitu masih cukup tingginya curah hujan. Sifat komoditas sayur-sayuran yang tidak tahan lama menyebabkan komoditas tersebut cepat busuk/rusak. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya ketersediaan komoditi pada sub-kelompok tersebut yang pada akhirnya memberi tekanan pada inflasi % Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kel. Bahan Makanan Sumber : BPS diolah y.t.d y.o.y Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kel. Bahan Makanan Keterangan No BAHAN MAKANAN 2.69% 14.27% 13.96% 1 Padi-padian % 6.47% 2 Daging & Hasilnya -0.81% 8.45% 0.55% 3 Ikan Segar -4.02% 6.58% 22.91% 4 Ikan Diawetkan -1.83% % 5 Telur, Susu & Hasilnya 0.71% 4.42% 6.02% 6 Sayur-sayuran 4.58% 15.98% 8.31% 7 Kacang-kacangan 1.67% 9.02% 6.63% 8 Buah-buahan 28.49% 12.42% -5.17% 9 Bumbu-bumbuan -9.22% 74.18% 76.59% 10 Lemak & Minyak -5.08% 10.81% 14.44% 11 Bhn Makanan Lainnya 2.55% 4.97% 3.85% Selain itu, cuaca ekstrim yang terutama terjadi pada awal triwulan I-2011 menyebabkan nelayan sulit melaut sehingga harga ikan laut di sejumlah pasar tradisional dan Pusat Pelelangan Ikan naik sekitar 40 persen dari sebelumnya(lihat grafik 2.3). Tekanan inflasi juga terjadi pada sub-kelompok lemak dan minyak. Hal ini disebabkan karena harga CPO di tingkat dunia yang masih terus meningkat sejak triwulan II Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

43 Lonjakan harga tersebut mempengaruhi peningkatan harga minyak goreng di Indonesia yang penentuan harganya mengacu pada harga jual CPO yang semakin meningkat (grafik 2.4). Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kel. Bahan Makanan Hasil SPH di Makassar Cakalang dan Tongkol Bawang Merah 40,000 Tongkol Cakalang Harga Bawang Merah Growth (yoy) 30,000 25,000 35, ,000 20, ,000 15,000 20, ,000 15, , Minyak Goreng Sawi Hijau dan Bayam Minyak Goreng Growth (yoy) ,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Sawi Hijau Bayam Grafik 2.4. Harga CPO Internasional 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, ringgit/ton (metrik) yoy indeks Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maka inflasi triwulan laporan juga tercatat lebih rendah sebesar 0,31% jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar (14,27%; yoy), dimana sumber perlambatan inflasinya juga berasal dari sub-kelompok padi-padian, daging-hasilnya, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan buahbuahan. Penyebabnya utamanya adalah karena faktor musiman, dimana pada pada triwulan IV-2010 terdapat perayaan Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Tahun Baru dan liburan sekolah yang menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan yang cukup signifkan yang kemudian tekanan permintaan berkurang pada awal tahun Selain itu, pada akhir Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

44 triwulan I-2011 Sulsel memasuki panen raya, dimana hasil panen padi di Sulawesi Selatan justru meningkat. Hal ini menandakan bahwa faktor cuaca ekstrem yang melanda Indonesia tidak banyak berpengaruh terhadap komoditas padi di Sulsel. Kelompok Sandang, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I-2011 yang sebesar 8,3 (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2019 sebesar 2,17% (yoy) karena meningkat sebesar 6,14%. Peningkatan tersebut bersumber dari kenaikan inflasi pada sub-kelompok barang pribadi dan sandang lain, khususnya pada komoditas emas yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan sejak tahun 2010 (grafik 2.6). Masih belum pulihnya perekonomian global menyebabkan emas menjadi salah satu komoditas yang diburu mengingat nilainya yang cenderung naik dari tahun ke tahun. Selain itu, kenaikan inflasi juga terjadi pada sub-kelompok sandang anakanak. Penigkatan inflasi pada kelompok dandang sejalan dengan indeks penjualan eceran untuk kelompok pakaian dan perlengkapan pada triwulan I-2011 yang tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 (grafik 2.7) Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kel. Sandang Sumber : BPS diolah y.t.d y.o.y Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kel. Sandang No Keterangan SANDANG 2.17% 7.35% Sandang Laki-laki 4.52% % 2 Sandang Wanita 3.53% 2.72% 2.38% 3 Sandang Anak-anak 7.71% 8.58% Brg Pribadi & Sandang Lain -3.38% 13.85% 17.51% % ,600 1,400 1,200 1, Grafik 2.6. Perkembangan Harga Internasaional: Komoditas Emas 1 $/troy oz % 4 35% 3 25% 2 15% 1 5% -5% Grafik 2.7. Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel.Pakaian dan Perlengkapan Smb : SPE Pakn & Perlgk yoy Kemudian, secara triwulanan, inflasi pada triwulan laporan cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu naik dari 7,35% menjadi 8,3 (yoy), dimana sumber pemicu inflasinya juga berasal dari sub-kelompok barang pribadi dan 34 Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

45 sandang lain. Namun di sisi lain, terjadi penurunan inflasi pada sub-kelompok sandang wanita dan anak-anak. Perlambatan inflasi pada sub-kelompok dimaksud, diduga merupakan dampak musiman dimana pada permintaan pakaian, khususnya wanita an anak-anak meningkat pada triwulan IV-2010 jika dibandingkan dengan triwulan I-2011, karena terdapat perayaan Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I-2011 relatif melambat. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 4,47% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 sebesar 6,22% (yoy) (tabel 2.4). Penurunan inflasi pada kelompok dimaksud disebabkan karena terjadi penurunan yang cukup signifikan pada sub-kelompok minuman yang tidak beralkohol (tabel 2.4). Salah satu komoditas yang cukup dominan dalam mempengaruhi inflasi sub-kelompok dimaksud adalah gula pasir. Meski tingkat harga internasional gula pasir masih cukup tinggi, namun pergerakan harga gula pasir didalam negeri relatif cukup terkendali sejak triwulan II-2010 karena pasokan gula passir Sulsel terjaga, dimana hal ini searah dengan hasil Survei Pemantauan Harga yang dilakukan oleh KBI Makassar (grafik 2.9) Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kel. Makanan Jadi- Minuman-Rokok-Tembakau y.t.d y.o.y Sumber : BPS diolah Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kel. Makanan Jadi- Minuman-Rokok-Tembakau No Keterangan MKNN JADI, M, R & T. 6.22% % 1 Makanan Jadi 5.69% 5.65% 4.11% 2 Min. yg tdk Beralkohol 10.95% 8.17% 3.78% 3 Temb. & Min. Beralkohol 5.04% 4.97% 5.9 % 2008 Kemudian jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, maka laju inflasi kelompok dimaksud juga mengalami perlambatan yaitu dari 5,9 pada triwulan IV-2010 menjadi 4,47% (yoy) (lihat grafik 2.8). Perlambatan laju inflasi dimaksud, terutama juga didorong oleh menurunnya laju inflasi sub-kelompok minuman yang tidak beralkohol, dimana laju inflasinya tercatat melambat dari 8,17% menjadi 3,78%. Hal tersebut, disebabkan oleh penurunan harga gula pasir (grafik 2.10), yang merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi utama pada sub-kelompok tersebut, mengalami penurunan harga di tingkat agen. Turunnya harga gula pasir akibat dari faktor distribusi yang lancar dan stok yang cukup banyak, sedangkan di sisi lain permintaannya relatif stagnan sehingga Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

46 menyebabkan harga gula pasir menjadi cenderung turun. Selain itu, harga komoditas makanan jadi juga relatif menurun yang disebabkan karena pengaruh dari turunnya inflasi pada kelompok bahan makanan (grafik 2.3). Grafik 2.9. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi-rokok Hasil SPH di Makassar Nasi Nasi Growth (y.o.y) ,600 9,400 9,200 9,000 8,800 8,600 8,400 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Mie yoy - a.kanan Mie % 16% 14% 12% 1 8% 6% 4% 2% Kue Basah Gula Pasir Kue Basah Growth (y.o.y) 4,500 4,400 4, Gula Pasir Growth (yoy) 14,000 12,000 10, , , , , , , , , , Grafik Harga Gula Internasional USD/Pound USD/Pound Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Makanan dan Tembakau Smb : SPE Mknn & Temb yoy Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas-Bahan Bakar, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, inflasi pada triwulan I-2011 sedikit mengalami peningkatan dari sebesar 3,48% menjadi 4,16% (yoy). Kenaikan laju inflasi tahunan tersebut didorong oleh 36 Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

47 peningkatan laju inflasi pada sub-kelompok biaya tempat tinggal dan sub-kelompok perlengkapan rumah tangga (tabel 2.5). Peningkatan laju inflasi pada sub-kelompok biaya tempat tinggal diduga didorong oleh ekspektasi kenaikan harga bahan bangunan. Hal tersebut disebabkan karena meroketnya harga pangan internasional, anomali musim dan kenaikan harga minyak yang akan menimbulkan efek berantai, dimana akan menyebabkan terjadinya inflasi dan akhirnya harga bahan baku juga akan ikut disesuaikan. Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) kelompok bahan konstruksi yang menunjukkan kecenderungan kenaikan tingkat harga (grafik 2.13.) % Grafik Perkembangan Inflasi Kel. Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar Sumber : BPS diolah y.t.d y.o.y Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kel. Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar No Keterangan PERUMAHAN,A, L,G & BB 3.48% 4.14% 4.16% 1 Biaya Tempat Tinggal % 3.79% 2 BB, Penerangan & Air 7.32% 6.62% 6.36% 3 Perlengkapan RT 2.27% 1.88% 2.59% 4 Penyelenggaraan RT 3.19% 2.42% 2.41% Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi pada triwulan laporan cenderung stabil. Inflasi pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 4,14%, relatif stabil yaitu sebesar 4,16% (yoy) pada triwulan I-2011, atau hanya meningkat sebesar 0,02% daripada triwulan IV Hal ini diduga karena ada pengaruh faktor cuaca, yang dapat mempengaruhi proses produksi bahan baku bangunan. Misalnya harga batu bata yang relatif meningkat karena pengaruh musim penghujan sehingga proses pengeringan batu bata menjadi terhambat sehingga pasokan menjadi terbatas. Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Bhn Konstruksi Smb : SPE Bhn Kons yoy Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

48 Kelompok Kesehatan, inflasi periode laporan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terlihat cenderung naik dari 2,98% pada triwulan I-2010, menjadi sebesar 3,08% (yoy) pada triwulan I-2011 (grafik 2.14). Sub-kelompok yang mengalami kenaikan terbesar adalah pada sub-kelompok obat-obatan. Tekanan inflasi pada sub-kelompok obatobatan disebabkan oleh harga bahan baku obat telah melambung sekitar 5%-8% sejak awal tahun 2011 sehingga harga obat naik sekitar 10 persen. Faktor-faktor tersebut menyebabkan inflasi pada sub-kelompok obat-obatan pada triwulan ini meningkat jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Grafik Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan Sumber : BPS diolah y.t.d y.o.y Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan No Keterangan KESEHATAN 2.98% 3.06% 3.08% 1 Jasa Kesehatan 6.49% 6.47% 5.68% 2 Obat-obatan 1.02% 2.62% 3.32% 3 Js Prwtn Jas. 6.81% % 4 Prwtn Jas. & Kos. 1.04% 0.98% 1.3 % 2008 Namun di sisi lain, sub-kelompok jasa perawatan jasmani cenderung menurun inflasinya karena diduga karena maraknya bisnis perawatan kecantikan yang baru dibuka pada awal tahun 2011, khususnya di Makassar sehingga membawa persaingan harga yang cukup kompetitif atas jasa-jasa yang ditawarkan dan akhirnya menekan laju inflasi pada subkelompok dimaksud. Di sisi lain, jika periode triwulan I-2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi kelompok kesehatan relatif stabil dimana laju inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar 3,06% (yoy) menjadi 3,08% pada triwulan I Peningkatan laju inflasi pada triwulan laporan ini didorong oleh sub-kelompok obat-obatan namun di sisi lain diredam oleh melambatnya inflasi pada sub-kelompok jasa perawatan jasmani (tabel 2.6). Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka inflasi pada triwulan I-2011 sedikit mengalami peningkatan, yaitu dari 1,18% menjadi sebesar 1,84% (yoy) (grafik 2.15). Kenaikan laju inflasi kelompok ini terbesar terdapat pada sub-kelompok sarana dan penunjang transpor. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam menaikkan biaya pengurusan jasa Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) dan biaya perpanjangan dan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) pada 38 Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

49 awal Juli dan diperkirakan akan memberikan dampak peningkatan inflasi subkelompok dimaksud hingga 1 (satu) tahun kedepan. Selain itu, juga terdapat beberapa kenaikan jenis tarif layanan yang berkisar antara 8 hingga 10. Tarif yang mengalami kenaikan itu, di antaranya penerbitan SIM, pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator, penerbitan STNK, penerbitan surat tanda coba kendaraan (STCK), dan penerbitan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB). Ditambah lagi dengan kenaikan tarif pada penerbitan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), penerbitan surat mutasi kendaraan ke luar daerah, penerbitan surat izin senjata api dan bahan peledak, penerbitan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), penerbitan surat keterangan lapor diri, serta penerbitan kartu sidik jari. Selain dari kenaikan tarif pengurusan surat-surat, juga terjadi peningkatan tarif untuk pembuatan pelat nomor kendaraan sebesar 10. Selain itu, pengaruh dari penigkatan harga minyak dunia pada triwulan I-2010 juga memicu inflasi pada sub-kelompok dimaksud, karena akan berdampak pada penignkatan harga karet dan akhirnya berpengaruh pada harga ban kendaraan. Grafik Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi (2) % (4) (6) y.t.d y.o.y Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kel. Transpor-Komunikasi-Jasa Keuangan No Keterangan TRANSPOR, KOM. & JK 1.18% 1.75% 1.84% 1 Transpor 1.51% 0.46% 0.63% 2 Kom. & Pengiriman % -0.36% 3 Srn & Penunjang Transpor 4.93% 21.73% Js Keuangan 0.41% (8) Sumber : BPS diolah Namun di sisi lain, inflasi pada sub-kelompok transpor mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan karena masih relatif banyaknya paket-paket promo yang di tawarkan oleh maskapai penerbangan pada awal tahun 2011, untuk merangsang jumlah penumpang. Dimana aktivitas bandar udara Makassar selaku pintu gerbang Indoesia Timur juga semakin tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penerbangan ke/dan dari Makassar sehingga tingkat harga angkutan udara juga semakin kompetitif. Kemudian jika inflasi triwulan I-2011 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi kelompok transportasi-komunikasi-jasa keuangan, juga mengalami peningkatan inflasi 3 Kenaikan Biaya Perpanjangan STNK Sumbang Inflasi Sulsel, Tribun Timur.com, Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

50 yaitu dari 1,75% pada triwulan IV-2010 menjadi 1,84% (yoy) pada triwulan laporan (tabel 2.7). Peningkatan laju inflasi pada kelompok dimaksud terutama dipengaruhi oleh kenaikan inflasi pada sub-kelompok transpor. Hal tersebut diduga disebabkan karena perkembangan harga minyak dunia yang cenderung meningkat (grafik 2.16) sehingga mempengaruhi kenaikan harga tiket angkutan udara pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan IV Grafik Perkembangan Rata-rata Harga Minyak Dunia $/barrel yoy indeks Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Kendaraan & Suku Cadang 0 Smb : SPE Kend & Sk Cd yoy Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka inflasi periode triwulan I-2011 mengalami perlambatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 sebesar 7,09% menjadi sebesar 1,48% (yoy) pada triwulan I Perlambatan tersebut terjadi di seluruh sub-kelompok. Perlambatan inflasi yang paling besar terjadi pada sub-kelompok pendidikan. Hal ini disebabkan karena pada triwulan I-2010 terjadi kenaikan biaya pendidikan yang mencapai 13,24% (yoy). Selain itu, sub-kelompok olahraga juga mengalami perlambat inflasi pada level yang moderate. Lebih tingginya inflasi sub-kelompok dimakasud pada tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 2011 diperkirakan karena penyelenggaraan piala dunia pada Juni 2010, namun dampaknya yang ditimbulkan sebelumnya diperkirakan sudah cukup terasa. Kemudian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, maka inflasi kelompok ini juga mengalami perlambatan meski pada level yang kecil, yaitu dari sebesar 1,8 pada triwulan IV-2010 melambat menjadi sebesar 1,48% (yoy) pada triwulan laporan (grafik 2.18). Hampir semua sub-kelompok pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga mengalami perlambatan. Perlambatan laju inflasi terutama bersumber dari perlambatan pada subkelompok rekreasi. Hal ini diduga karena pngaruh faktor musiman, dimana pada awal tahun menjadi penanda berkhirnya masa liburan anak sekolah, libur akhir tahun yang bersamaan dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. 40 Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

51 Namun di sisi lain, sub-kelompok olahraga mengalami kenaikan inflasi. Hal ini diperkirakan karena pada triwulan I-2011 terdapat beberapa event yang melibatkan aktivitas olahraga, seperti kegiatan jalan santai yang diikuti oleh sekitar 5000 siswa-siswi Makassar, baik SD, SMP dan SMA yang merupakan perayaan acara ulang tahun salah satu bimbel (bimbingan belajar) di Makassar. Selin itu, juga ada kegiatan sepeda santai yang diadakan oleh organisasi masyarakat maupun perbankan dimana hal tersebut menyebababkan terjadinya peningkatan pembelian untuk pakaian olahraga pria maupun wanita % Grafik Perkembangan Inflasi Kel. Pendidikan y.t.d y.o.y Sumber : BPS diolah Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kel. Pendidikan-Rekreasi- Olahraga No Keterangan PENDIDIKAN, R & OR 7.09% % 1 Pendidikan 13.24% 2.05% 2.03% 2 Kursus/Pelatihan 3.43% 2.21% 2.08% 3 Prlngkpn/Prltn Pendd. 1.83% 1.68% 1.59% 4 Rekreasi 1.47% 1.57% 0.28% 5 Olahraga 2.31% 0.74% 1.59% Grafik Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Kel. Peralatan Tulis 0 Smb : SPE Prltn Tls yoy Inflasi Berdasarkan Kota Dari pergerakan data mengenai pertumbuhan Inflasi daerah-daerah yang tergabung dalam Provinsi Sulsel dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut: Berdasarkan perbandingan tingkat pertumbuhan inflasi dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, maka kota/daerah yang menunjukkan pergerakan pertumbuhan inflasi yang paling tinggi adalah kota Pare-pare dengan tingkat inflasi sebesar 5,66% pada triwulan I-2011, meningkat signifikan sebesar 4,18%, dibandingkan triwulan I-2010 sebesar 1,48%. Pertumbuhan inflasi kedua tertinggi di Provinsi Sulsel adalah kota Makassar dengan tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 6,6 naik dibandingkan triwulan I-2010 yang Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

52 tercatat sebesar 3,41%. Kemudian, kota terakhir yang mengalami peningkatan inflasi adalah kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96%, naik dibandingkan inflasi triwulan I-2010 sebesar 3,78%. Sebaliknya, kota yang mengalami perlambatan inflasi adalah kota Watampone dengan tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 5,97%, sedikit turun dibandingkan triwulan I-2010 yang tercatat sebesar 6,09% (grafik 2.18). Jika dilakukan perbandingan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya, maka didapati bahwa 4 (empat) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi mengalami perlambatan. Kota yang mengalami penurunan inflasi terbesar adalah kota Watampone dengan tingkat inflasi pada triwulan I-2011 sebesar 5,97% sedangkan tingkat inflasi pada triwulan IV-2010 sebesar 6,74%. Kota yang mencatat perlambatan terbesar kedua adalah kota Makassar dengan tingkat inflasi sebesar 6,6 pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV-2010 yang sebesar 6,82%. Kota ketiga yang mencatat perlambatan terbesar adalah kota Pare-pare dengan tingkat inflasi sebesar 5,66% pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV yang sebesar 5,79%. Sedangkan kota yang mencatat penurunan tingkat inflasi paling kecil adalah kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96% pada triwulan I-2011, turun dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar 3,99%. Grafik Perkembangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulsel Growth (y.o.y) Makasar Palopo Pare-pare Watampone Sulawasi Selatan I II III IV I II III IV I II III IV I 2008 Hal yang menarik untuk diamati dari data maupun grafik yang disajikan adalah pergerakan pertumbuhan semua kota yang ada di Sulsel adalah searah, yang dimana secara garis tren menunjukkan indikasi bahwa pergerakan pertumbuhan inflasi yang relatif stabil sejak akhir Kota yang pergerakan inflasinya mirip dengan pergerakan inflasi Provinsi Sulsel secara keseluruhan adalah kota Makassar. Selain itu, pergerakan inflasi kota Palopo mengalami penurunan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya, dimana sebelum triwulan I-2010 tingkat inflasinya berada diatas inflasi Sulawesi Selatan. Namun setelah triwulan I-2010 berada di bawah inflasi Sulsel bahkan sejak triwulan IV Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

53 tingkat inflasinya paling rendah jika dibandingkan dengan 3 (tiga kota) lainnya, yaitu Makasar, Watampone dan Pare-pare. Berdasarkan bobot inflasi masing-masing kota di Provinsi Sulsel, Makassar memiliki bobot inflasi terbesar baik terhadap nasional maupun terhadap Provinsi Sulsel, yang bobot inflasinya masing-masing sebesar 2,56% dan 81,27%. Kota kedua yang memiliki bobot inflasi cukup besar adalah Palopo, yaitu sebesar 0,22% terhadap nasional, sedangkan terhadap Sulsel sebesar 5,98%. Kota yang terendah bobot inflasinya adalah Watampone dimana bobot inflasinya terhadap nasional dan terhadap Sulsel berturut-turut sebesar 0,18% dan 5,71%. Keterangan Tabel 2.9. Sumbangan Inflasi 4 (Empat) Kota di Sulsel Sumbangan Inflasi Kota Trw I-2010 Trw IV-2010 Trw I-2011 Watampone 0.17% 0.32% 0.3 Makassar % 5.32% Palopo 0.19% 0.36% 0.35% Pare-pare 0.19% 0.36% 0.34% Sulawasi Selatan 3.45% 6.56% 6.32% Kota yang memberikan sumbangan inflasi terbesar untuk Provinsi Sulsel pada triwulan I-2011 masih diduduki oleh Makassar sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel, yaitu sebesar 5,32%. Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2010 (2,9). Namun nilai tersebut cenderung lebih rendah jika dibandingkan pada triwulan IV-2010 (5,51%). Kemudian hal yang serupa terjadi pada kota Palopo yang menyumbangkan inflasi 0,35% di triwulan I-2011, atau meningkat jika dibandingkan dengan triwulan I-2010 (0,19%), akan tetapi sumbangan inflasi kota Palopo pada triwulan laporan cenderung tetap jika dibandingkan dengan periode sebelumnya(0,36%), tabel Disagregasi Inflasi Selain analisa inflasi berdasarkan pengelompokan Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran berdasarkan Classification of Individual Consumption According to Purpose (COICOP), dilakukan juga analisa disagregasi inflasi yang membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile dan administred inflation). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental, dimana inflasi dapat Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

54 bersumber dari adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang, serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Kemudian inflasi non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari inflasi komponen bergejolak (volatile foods) yang biasa dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. Terakhir adalah inflasi komponen harga yang diatur Pemerintah (administered price), dimana inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan lain-lain. Grafik Sumbangan Inflasi Inti, Administered dan Volatile Sumber: BPS Diolah Administered Inflation Core Inflation Volatile Inflation Grafik Pertumbuhan Inflasi Inti, Administered dan Volatile Sumber: BPS Diolah Administered Inflation Volatile Inflation Core Inflation Total Sumbangan inflasi Sulsel, secara rata-rata (sejak tahun 2009 hingga pertengahan 2010) didominasi oleh inflasi inti, kemudian pada urutan kedua adalah inflasi komponen bergerak (volatile inflation) dan yang terakhir adalah inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered inflation). Namun pada triwulan I-2011, sumbangan inflasi terbesar berasal dari volatile inflation (3,46%) kemudian diikuti dengan inflasi inti (2,26%) dan yang terakhir disumbang oleh administered inflation (0,62%), lihat grafik Jika dilihat dari sisi pergerakan pertumbuhannya, maka pada triwulan I-2011 volatile inflation tercatat sebesar 16,78% (yoy), meningkat sangat tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2,31%; yoy), namun relatif menurun jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 (16,98%; yoy), lihat grafik Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

55 Dominasi volatile inflation dalam inflasi di Sulsel triwulan I-2011 disebabkan karena curah hujan yang masih cukup tinggi sehingga menyebabkan turunnya produksi bahan makanan, khususnya pada komoditas sayur-sayuran serta hasil tangkapan ikan. Selain itu, kurang kondusifnya cuaca pada triwulan I-2011 dapat mengurangi kualitas panen beras, mengurangi produksi udang tambak dan mengakibatkan proses distribusi barang kurang lancar. 2.3 Pemantauan Inflasi oleh KBI Pada tanggal 28 Februari 2011, dalam rangka penguatan koordinasi antar instansi dalam rangka pengendalian inflasi provinsi Sulawesi Selatan, maka diadakan pertemuan High Level Meeting (HLM) Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (FKPPI) bertujuan antara lain membahas Program Kerja FKPPI Tahun 2011, untuk mendukung upaya penguatan koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, Instansi Terkait dan Pelaku Usaha. Kemudian menetapkan langkah strategis pengendalian inflasi yang akan dilakukan pada tahun 2011 termasuk. Pembentukan sub FKPPID Kabupaten Watampone, Pare-pare dan Palopo. Pertemuan tersebut dihadiri antara lain oleh Pemimpin Bank Indonesia Makassar selaku Pembina FKPPI, Asisten Gubernur Bidang Ekonomi yang bertindak selaku Wakil Ketua FKPPI sekaligus mewakili Gubernur Sulawesi Selatan yang berhalangan hadir. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pertemuan FKPPI dimaksud adalah mencoba melihat beberapa hal seperti pola historis inflasi beserta tantangan inflasi yang akan melanda Indonesia di tahun Jika inflasi ditinjau dari sumber penyebab, maka setiap instansi mempunyai peran masing-masing dalam upaya mengendalikan inflasi. Dari sisi supply, peran pemerintah dalam hal ini Pemda dapat mengintervensi melalui penetapan kebijakan. Sementara Bank Indonesia berperan dari sisi demand (permintaan). Untuk itu koordinasi antar institusi perlu ditingkatkan agar pengendalian inflasi daerah dapat dilakukan secara optimal. Kemudian forum FKPPI menyepakati bahwa terdapat beberapa faktor yang perlu dicermati dalam meningkatkan efektifitas pengendalian inflasi di Sulsel a.l pola distribusi, struktur pasar dan kecukupan pasokan dari komoditas-komoditas penting yang menyumbang inflasi cukup tinggi, seperti beras, gula pasir, minyak goreng dan cabai. Selain itu, untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas FKPPI, pertemuan forum FKPPI menyetujui usulan program kerja FKPPI tahun Dengan disepakatinya program kerja tersebut, diharapkan agar jajaran FKPPI kiranya dapat menindaklanjutinya. Berkaitan dengan permasalahan inflasi dan faktor-faktor yang menjadi pemicu inflasi di Sulsel, forum juga sepakat untuk menetapkan 11 (sebelas) langkah strategis pengendalian inflasi tahun 2011, termasuk mempercepat terbentuknya sub FKPPI di kabupaten/kota, di Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

56 Watampone, Palopo, dan Parepare. Adapun 11 (sebelas) langkah strategis tersebut adalah, sebagai berikut : 1. Mengembangkan sistem pencatatan harga, stok dan arus perdagangan di seluruh kabupaten dan provinsi 2. Menginformasikan harga dan stok kepada masyarakat secara rutin melalui media massa. 3. Pelaksanaan Pasar Murah oleh beberapa lembaga/instansi secara terkoordinasi 4. Penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan penimbunan maupun praktek persaingan usaha yang tidak sehat 5. Pembentukan cluster komoditas pangan yang terintegrasi dari proses produksi, pengolahan lanjutan, penyimpanan, dan penjualan 6. Peningkatan produktivitas pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi produksi 7. Percepatan realisasi pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur pendukung kelancaran produksi dan pasokan komoditas pangan, yaitu : 8. Optimalisasi Pemanfaatan Pasar Tradisional-Modern di 24 Kabupaten 9. Pembangunan Silo Dryer padi 10. Penyediaan mobil coolbox untuk mengangkut hasil panen sayur-sayuran dan hortikultura 11. Pembentukan Forum Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi di kabupaten/kota, terutama di Watampone, Palopo, dan Parepare, 12. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengendalian inflasi melalui sosialisasi 13. Penelitian untuk memahami struktur pasar, pola distribusi, dan perilaku pembentukan harga komoditas -- komoditas penyumbang inflasi tinggi di Sulsel 14. Meningkatkan pemanfaatan Sistem Resi gudang, khususnya komoditas unggulan Adapun rencana tindak lanjut dari pertemuan dimaksud yaitu mengadakan Forum Kordinasi antar FKPPI wilayah Sulampua yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2011 (Box1: Deklarasi Kendari, Kesepakatan TPID Se-Sulampua dalam Pengendalian Inflasi), dengan agenda utama membahas isu strategis pengendalian inflasi Sulampua dan bentuk koordinasi antar daerah Sulampua. Kemudian dengan mengacu kepada Program Kerja dan Langkah-Langkah Strategis Pengendalian Inflasi tahun 2011, maka Tim Teknis FKPPI Sulsel dapat melakukan pertemuan secara reguler untuk membahas permasalahan inflasi dan realisasi dari 11 langkah tersebut, serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kota Watampone, Pare-pare dan Palopo, untuk mewujudkan rencana pembentukan sub FKPPI di daerah dimaksud. 46 Triwulan I 2011 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

57 BOKS II Deklarasi Kendari, Kesepakatan TPID Se-Sulampua dalam Pengendalian Inflasi Dalam rangka membahas stabilisasi harga komoditas pangan strategis di tahun 2011, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua berkumpul pada acara Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID Sulampua di Swiss Belhotel Kendari, Sulawesi Tenggara, Hari Senin (7 Maret 2011). Pertemuan dihadiri oleh Ketua dan Anggota TPID dan pejabat Kantor Bank Indonesia se-sulampua, serta perwakilan beberapa daerah yang menjadi tempat perhitungan inflasi. Pertemuan diawali dengan sambutan dari Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Nur Alam, dan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ardhayadi Mitroatmodjo. Dengan mengangkat tema Stabilisasi Harga Komoditas Pangan Strategis Melalui Penanganan Masalah Pasokan, Distribusi, dan Struktur Pasar di Wilayah Sulampua, Rakorwil TPID Sulampua bertujuan untuk membangun komunikasi dan koordinasi antar TPID se-sulampua, serta merumuskan solusi terhadap masalah inflasi komoditas pangan di Sulampua. Rakorwil juga dilaksanakan sebagai persiapan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID di Jakarta, Maret 2011 nanti. Mencermati inflasi Sulampua, inflasi tahunan Sulampua tahun 2010 tercatat 6,4, lebih rendah dari nasional sebesar 6,96%. Laju inflasi Sulampua secara tahunan disebabkan oleh komponen volatie food yang mencapai angka realisasi sebesar 16,14% pada bulan Desember 2010, sebagian besar berasal dari kenaikan harga kelompok bahan makanan antara lain beras, gula pasir, telur, dan bawang merah. Sementara inflasi inti (core inflation) dan administered price secara tahunan hanya mencapai sebesar 4,57% dan 4,35%. Pada tahun 2011 Bank Indonesia memperkirakan inflasi Sulampua akan mencapai 6,2% + 1%. Salah satu penyebab inflasi di Sulampua tidak terlepas dari pengaruh peningkatan tekanan inflasi secara global. Peningkatan tekanan inflasi global didorong setidaknya oleh tiga hal yaitu kenaikan harga komoditas internasional, buruknya kondisi cuaca, dan meningkatnya ketegangan politik di Timur Tengah dan Afrika Utara. Selain itu terdapat faktor-faktor domestik yang memberi tekanan inflasi pada komoditas pangan di Sulampua. Faktor-faktor tersebut dibahas oleh Kabid Harga Pangan,Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Herena Pudjihastuti), Kabid Disperindag Sulsel (Hadi Basalamah), dan Komisioner KPPU (Erwin Syahril). Diskusi tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa diperlukan koordinasi antar daerah di Sulampua untuk mengatasi permasalahan inflasi yang dipicu oleh pasokan, distribusi, dan struktur pasar yang diakibakan struktur pasar yang monopoli dan oligopoli.

58 Secara nasional upaya menekan laju inflasi telah direspon dengan peningkatan suku bunga acuan dari 6,5 menjadi 6,75% yang diputuskan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 4 Februari Keputusan tersebut ditetapkan sebagai langkah antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi yang cenderung meningkat ke depan. Sementara di tingkat wilayah Sulampua, Rakorwil TPID Sulampua telah menghasilkan Deklarasi Kendari, yaitu kesepakatan 9 TPID se-sulampua mengenai langkah bersama pengendalian inflasi dan rekomendasi untuk pemerintah pusat. Deklarasi tersebut merupakan hasil diskusi bersama mengenai isu dan langkah strategis pengendalian inflasi yang diawali dengan paparan dari Bank Indonesia dan 3 TPID yaitu, Bank Indonesia Makassar (Bambang Kusmiarso, Deputi Pemimpin Bank Indonesia Makassar), TPID Sulsel (H. Amal Natsir, Asisten II Bid. Ekonomi dan Pembangunan Setda Sulawesi Selatan), TPID Sultra (Saemu Alwi, Kadisperindag Provinsi Sulawesi Tenggara), dan TPID Sulut (Yanny Rembet, Kabid Disperindag Provinsi Sulawesi Utara). Dalam rangka meningkatkan sinergi untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil, 6 Langkah Bersama yang disepakati pada Deklarasi Kendari yaitu : 1. Optimalisasi pencatatan harga, pemantauan persediaan dan pasokan melalui koordinasi perdagangan antar daerah 2. Penerapan Sistem Resi Gudang 3. Gerakan bersama optimalisasi pemanfaatan lahan 4. Gerakan dan sosialisasi diversifikasi pangan non-beras 5. Penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan penimbunan bahan pokok dan mengambil keuntungan secara tidak wajar. 6. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pengaruh konsumsi berlebihan terhadap peningkatan inflasi Kemudian, 3 rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah pusat pada Rakornas TPID tanggal Maret 2011 mendatang, yaitu 7. Optimalisasi distribusi benih dan pupuk untuk petani 8. Menata kembali tataniaga gula dan mempertimbangkan untuk mencabut SK Menteri Perdagangan RI No.527 Tahun Percepatan pengaturan jalur pelayaran, bongkar muat di pelabuhan, dan penerbangan guna memperlancar distribusi

59 BOKS IV Kenaikan Harga Komoditas Global Dan Dampaknya Pada Daya Beli Masyarakat Di Daerah Basis Ekspor Pertanian Harga kakao dan CPO, komoditas ekspor utama berbasis pertanian di Sulampua, mengalami peningkatan di pasaran dunia. Trend peningkatan harga kakao dimulai sejak bulan Desember 2010, dan pada bulan Maret 2011 telah naik 22,5% dibandingkan Maret 2010 dan berada pada tingkat harga USD3.064 per ton. Harga CPO juga memperlihatkan trend peningkatan harga, yaitu sejak akhir triwulan III Saat ini harga CPO di pasar internasional mencapai USD per ton, atau meningkat 50,7% dibandingkan Maret Perkembangan Harga Kakao Internasional Perkembangan Harga CPO Internasional 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, * ,400 1,200 1, * Harga Kakao Internasional g.mtm g.yoy Harga CPO Internasional g.mtm g.yoy Peningkatan harga komoditas kakao dan CPO berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat. Berdasarkan struktur pasar kedua komoditas tersebut, pihak yang berpotensi mengalami kenaikan daya beli yaitu petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan hulu (pada kelapa sawit), dan eksportir1. Mengingat bahwa struktur tenaga kerja di Sulampua didominasi oleh petani, daya beli masyarakat dianggap meningkat jika terdapat peningkatan yang signifikan pada daya beli petani. Daya Beli Petani Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan dan juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang yang dikonsumsi

60 maupun untuk biaya produksi. Untuk melihat pengaruh kenaikan harga komoditas kakao dan kelapa sawit, maka perlu diamati pergerakan NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Dalam kondisi peningkatan harga kakao dan CPO yang demikian besar, daya beli petani pada subsektor tanaman perkebunan rakyat mencatat kenaikan yang minim. Sulawesi Barat sebagai sentra produksi kelapa sawit di Sulampua pada bulan Maret 2011 hanya mencatat peningkatan NTP sebesar 1,33% dibandingkan periode yang sama tahun Sementara Sulawesi Tengah yang merupakan penghasil kakao terbesar di Sulampua hanya mencatat kenaikan NTP sebesar 2,07%. Minimnya peningkatan NTP mengindikasikan bahwa kenaikan harga komoditas kakao dan CPO tidak signifikan dalam meningkatkan daya beli petani dengan penjelasan sebagai berikut: Nilai Tukar Petani (NTP) Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat 140 Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Pengaruh Kenaikan Harga Kakao Petani kakao tidak memperoleh banyak keuntungan dari peningkatan harga kakao di pasar internasional. Harga beli yang ditentukan pedagang pengumpul relatif tetap, sementara petani juga menghadapi tantangan berupa serangan hama dan penurunan kualitas akibat curah hujan tinggi. Buruknya imbal balik petani kakao ditandai oleh konversi lahan kakao menjadi lahan sawit yang terjadi di Sulsel dan Sulteng1. Secara umum margin keuntungan tebesar dinikmati oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli kakao dari petani. Ketika eksportir meningkatkan harga belinya saat harga kakao internasional naik, harga beli dari petani tetap rendah dengan alasan rendahnya kualitas. Di sisi lain eksportir tidak banyak diuntungkan oleh kenaikan harga kakao tersebut. Eksportir tidak dapat meningkatkan margin dengan menahan harga beli karena eksportir bersaing dengan industri pengolahan untuk memperoleh biji kakao.

61 Selain itu bea ekspor progresif1 yang ditetapkan pemerintah menyebabkan sekitar 3 eksportir menghentikan ekspornya agar tidak merugi. Sementara penguatan nilai Rupiah dinyatakan tidak banyak berpengaruh terhadap kondisi tersebut..produksi Kakao Wilayah Sulampua Share Produksi Kakao Wilayah Sulampua Produksi Kakao g.yoy % 3 25% 2 15% 1 5% -5% % 2.28% 1.92% 16.84% 22.98% 0.63% 0.61% 0.51% 28.59% 24.02% Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Papua Maluku Gorontalo Sulawesi Utara Papua Barat Sumber : Departemen Pertanian Sumber : Departemen Pertanian Pengaruh Kenaikan Harga CPO Kenaikan harga CPO secara langsung meningkatkan harga beli kelapa sawit di Sulampua karena harga pembelian TBS menggunakan standar harga CPO. Peningkatan tersebut memberikan keuntungan terutama bagi produsen kelapa sawit, yang biasanya sekaligus sebagai perusahaan pengolahan CPO. Namun kenaikan keuntungan tersebut diperkirakan tidak banyak berkontribusi terhadap peningkatan daya beli masyarakat Sulampua karena luas lahan terbesar dikuasai oleh perkebunan besar swasta. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kebijakan bea ekspor progresif. Dengan tingkat harga CPO saat ini, bea keluar mencapai 25%. Dampak dari pajak progresif tersebut menyebabkan pengusaha kelapa sawit tidak mendapatkan keuntungan untuk ekspansi industrinya dari kenaikan harga CPO. Produksi kelapa sawit Sulbar tahun 2009 tercatat 718 ribu ton, atau 3,85% dari total produksi kelapa sawit Indonesia. Pada akhir tahun 2010, Sulbar memberikan kontribusi sebesar 53,51% terhadap produksi kelapa sawit Sulampua. Produsen terbesar kedua adalah Sulawesi Tengah, yaitu 23,56% dari produksi kelapa sawit Sulampua. Produksi Kelapa Sawit Wilayah Sulampua Share Produksi Kelapa Sawit Wilayah Sulampua Produksi Kelapa Sawit g.yoy % 6.93% 1.01% % 23.65% 53.51% Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Papua Barat Papua Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sumber : Departemen Pertanian Sumber : Departemen Pertanian

62 Bab 3 Perkembangan Perbankan Kinerja perbankan Sulsel pada triwulan I-2011 secara umum mengalami pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan IV Hal ini tercermin dari peningkatan beberapa indikator perbankan seperti penghimpunan DPK (Dana Pihak Ketiga) dan penyaluran kredit. Penyebab meningkatnya kinerja perbankan tersebut terutama karena peningkatan pertumbuhan di sisi kredit dan DPK pada Bank Umum konvensional, selain itu kinerja Bank Syariah yang juga menunjukan peningkatan pertumbuhan pada penyaluran kredit. Sejalan dengan itu, kinerja intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) secara keseluruhan mengalami peningkatan pertumbuhan, terutama karena pertumbuhan kredit melebihi pertumbuhan DPK. Sedangkan NPLs (Non Performing Loans) Bank Umum pada triwulan laporan secara gross adalah sebesar 3,2%, masih berada dibawah batas aman 5,0. Meski di sisi lain, perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) relatif menurun namun masih pada tingkat yang moderat Kondisi Umum Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I-2011, jumlah bank di Sulsel bertambah 1 (satu) bank yaitu Standart Carter. Kemudian jumlah kantor bank umum di SulSel juga mengalami peningkatan sebanyak 2 (dua) kantor cabang pembantu (KCP), yaitu BSM (Bank Syariah Mandiri) Sengkang dan BNI (Bank Negara Indonesia) Menara Bosowa sehingga menjadi 704 kantor bank (tabel 3.1). Tabel 3.1 Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan Kelembagaan Jumlah Bank Bank Umum Konvensional Syariah UUS BPR Jumlah Kantor Bank Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (SEKDA)

63 3.1.2 Perkembangan Aset Perbankan Total aset Bank Umum pada triwulan I-2011 tumbuh sebesar 27,2% menjadi Rp53,5 triliun, lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,8% (tabel 3.2). Peningkatan pertumbuhan terbesar disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan bank asing-campuran dan bank pemerintah yaitu masingmasing sebesar negatif 53, dan positif 14,6% pada triwulan sebelumnya, kemudian tumbuh menjadi 19,8% dan 23,1%(yoy) pada triwulan laporan. Sementara pertumbuhan tahunan (yoy) aset bank swasta nasional mengalami kontraksi dari 37,6% pada triwulan IV menjadi negatif 34,2%. Peningkatan pertumbuhan aset Bank Umum di Sulsel ini terutama karena adanya penambahan kantor cabang bank pemerintah (BSM Sengkang dan BNI Menara Bosowa) dan 1 bank asing (Standart Carter). Oleh karena itu, aset Bank di Sulsel pada triwulan laporan mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan triwulan IV KOMPONEN Tabel 3.2 Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar) I II III IV I* I II III IV I* Total Aset 11.91% 18.61% 21.17% 20.84% 27.17% 42, , , , , Bank Pemerintah 11.66% 13.42% 14.25% 14.56% 23.08% 26, , , , , Bank Swasta Nasional 17.24% 32.11% 38.85% 37.64% 34.19% 15, , , , , Bank Asing&Campuran % % % Intermediasi Perbankan Kinerja intermediasi perbankan tercermin dari trend pergerakan LDR pada triwulan I sebesar 124,2% mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 yaitu sebesar 115,4%. Peningkatan tersebut terutama karena terdapat peningkatan penyaluran kredit lebih besar dibandingkan peningkatan DPK yang dihimpun pada triwulan I Perkembangan Dana Masyarakat Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I-2011 mencapai Rp37,5 triliun, mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11, (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 24,14% (yoy); tabel 3.3. Kenaikan pertumbuhan DPK ini terutama karena terjadi peningkatan pertumbuhan pada simpanan giro, tabungan dan deposito. Giro, tabungan dan deposito masing-masing tercatat tumbuh lebih tinggi dari 12,7%; 13,02% dan 6,5% menjadi 26,6%; 33,9% dan 9,15% (yoy).

64 Peningkatan pertumbuhan DPK baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito, diduga terkait dengan penambahan bank asing di Sulsel dan kantor cabang pembantu (KCP) yang menyebabkan pencapaian penghimpunan DPK meningkat cukup signifikan pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 3.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar) KOMPONEN I II III IV I* I II III IV I* 1. DPK 5.41% 10.95% 15.31% % 30,175 32,753 33,959 37,299 37,461 a. Giro 0.79% 13.22% 20.41% 12.69% 26.55% 5,149 5,731 5,948 5,628 6,516 b. Tabungan 3.82% 10.34% % 33.87% 14,676 16,737 18,274 20,865 19,648 c. Deposito 10.33% 10.71% 2.01% % 10,350 10,284 9,738 10,806 11, Kredit 17.36% 21.16% % 37,041 39,884 41,120 43,025 46, LDR (%) 122.8% 121.8% 121.1% 115.4% 124.2% 4. NPLs Gross (%) 3.5% 2.9% 3.1% 2.9% 3.2% Catatan: Mulai Januari 2010 sistem pencatatan data perbankan menggunakan sistem Basel II Penyaluran Kredit Pada triwulan I-2011, pertumbuhan kredit perbankan di Sulsel juga mengalami peningkatan menjadi 25,6% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2010 sebesar 18,1% (yoy); tabel 3.4. Salah satu faktor utama penyebab meningkatnya penyaluran kredit di Sulsel diduga juga karena penambahan 1 bank asing dan 2 kantor bank pemerintah di Sulsel sehingga pasokan kredit yang siap untuk di saluran juga otomatis bertambah cukup besar. Peningkatan ini terutama disebabkan kenaikan pertumbuhan pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kenaikan pada kredit modal kerja diperkirakan sebagai dampak dari ekspektasi kondisi perekonomian daerah yang cenderung meningkat pada triwulan II-2011, dimana hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen pada bulan April 2011 (grafik 3.1). Tabel 3.4 Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (RP Milyar) KOMPONEN I II III IV I* I II III IV I* Kredit (lokasi proyek) 17.36% 21.16% % 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520 - Modal Kerja % 13.56% 13.21% 24.49% 13,854 14,873 15,424 16,610 17,247 - Investasi 20.42% % 18.72% 7,705 8,143 7,976 8,961 9,148 - Konsumsi 19.38% 25.41% 26.66% 16.45% 29.99% 15,482 16,867 17,720 17,455 20,125 *Angka Sementara Kondisi ekonomi yang demikian ini nampaknya membuat masyarakat menjadi lebih optimis dalam membuat keputusan terkait pengajuan kredit konsumsi, akibatnya terdapat peningkatan kredit konsumsi yang cukup besar pada triwulan laporan yaitu dari 16,5% menjadi 30, (yoy). Peningkatan kredit konsumsi dimaksud juga relatif sejalan dengan hasil Survey Konsumen yang menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat akan penghasilan

65 mereka pada 2 (dua) triwulan mendatang akan cenderung meningkat jika dibandingkan dengan awal tahun Hal ini sejalan dengan adanya kenaikan gaji PNS dan rapel pembayarannya yang jatuh pada bulan April Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks % 1 5% -5% Grafik 3.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan 6 bln y.a.d Indeks ekspektasi penghasilan 6 bln yg akan dtg y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks % 1 5% -5% -1-15% Pertumbuhan kredit modal kerja pada triwulan I-2011 juga tercatat mengalami peningkatan cukup tinggi jika dibanding pada periode sebelumnya dari 13,2% menjadi 24,5% (yoy). Namun demikian, kondisi tersebut masih belum dapat merubah struktur kredit Sulsel, dimana share kredit konsumsi masih menempati posisi pertama paling besar yaitu Rp20,1 triliun (43%), diikuti kredit modal kerja Rp17,3 triliun (37%) dan kredit investasi Rp9,2 triliun (2) (grafik 3.2.). Grafik 3.2 Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan Grafik 3.3 Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Sektor Ekonomi Konsumsi 43% Investasi 2 Modal Kerja 37% Lain-lain 47% Pengangkutan Jasa Sos Masy 2% 4% Jasa Dunia Usaha 4% Pertambangan 1% Pertanian 1% Pengolahan 8% LGA 1% Konstruksi 6% Perdagangan 26% Secara sektoral, penyaluran kredit pada triwulan I-2011 masih tetap didominasi 3 (tiga) sektor utama yaitu sektor lain-lain (konsumsi), sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan masing-masing sebesar 47,4%, 25,8% dan 8, (grafik 3.3). Sementara 3 (tiga) sektor ekonomi yang mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan,

66 dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yaitu sektor jasa dunia usaha, konstruksi, dan perdagangan. Peningkatan pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa dunia usaha, yaitu dari negatif 19,7% pada triwulan lalu menjadi 75,6% pada triwulan I-2011 (tabel 3.5). Kredit di sektor konstruksi juga meningkat dengan signifikan dari 20,4% menjadi 48,3% (yoy). Sektor perdagangan juga yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan yaitu sebesar 32,4% (yoy), jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 14,2% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit di sektor jasa dunia usaha, konstruksi dan perdagangan sejalan dengan beberapa langkah kerjasama maupun program bank, pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada peningkatan kredit pada sektor-sektor tersebut. Peningkatan pada sektor jasa dunia usaha diduga juga terkait erat dengan program dukungan kepada MKM (Mikro Kecil dan Menengah) tahun 2011, dimana salah satu fokus perbankan nasional, termasuk Sulsel, adalah penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selain melakukan pendekatan kepada komunitas usaha potensial yang bertumbuh kembang yang berbentuk cluster, bank juga bekerjasama dengan departemen teknis, dalam penyaluran kredit bagi usaha sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Hal-hal tersebut mempengaruhi jumlah alokasi dana kredit bank yang meningkat untuk MKM. Selain itu, peningkatan pertumbuhan kredit untuk sektor konstruksi pada triwulan laporan diduga karena sejak awal Maret 2011, Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Sulsel bekerjasama dengan perbankan untuk membiayai sektor jasa konstruksi, khususnya untuk properti dan perumahan. Saat ini Gapeksindo Sulsel sudah bekerja sama dengan BRI cabang Makassar untuk pemberian kredit modal kerja. Kredit yang diberikan kepada anggota Gapeksindo Sulsel, disalurkan tanpa menggunakan agunan, dimana Surat Perintah Kerja (SPK) sudah bisa dijadikan jaminan pengambilan kredit. Kemudian meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, sejalan dengan perkembangan ekonomi Sulsel yang semakin baik. Dimana hal tersebut secara tidak langsung meningkatkan prospek bisnis di kawasan Indonesia bagian timur, khususnya Makassar yang menjadi kota sentra bisnis, terutama jika ditinjau dari sisi perdagangan, agro industri, hasil usaha laut, furniture dan pariwisata. Sehubungan dengan hal dimaksud, sejak awal tahun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) berusaha membantu dan mengembangkan pelaku bisnis ekspor dan impor untuk prospek bisnis di kawasan Indonesia Timur dengan cara melakukan sosialisasi yang menginfromasikan bahwa BRI akan membantu para pengusaha yang akan melakukan perdagangan internasional maupun domestik dengan menyediakan layanan transaksi pembayaran internasional yang meliputi Internasional Trade berupa Penerbitan LC impor, Jasa Penagihan Ekspor, Pembiayaan Dalam rangka ekspor ( Pre-

67 shipment Financing & Post-shipment Financing) dan Domestik trade berupa Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), Bill Purchase Financing serta Garansi (SBLC) dengan keuntungan komparatif yang aman dan terpercaya sehingga sangat membantu para pelaku usaha yang ingin melakukan trade ke luar negeri maupun domestik. Tentu saja hal tersebut secara tidak langsung juga berhubungan dengan dukungan mereka untuk menyalurkan kredit kepada para pengusaha yang potensial, dimana pada akhirnya hal ini yang menyebabkan pertumbuhan kredit untuk sektor dimaksud juga meningkat. Tabel 3.5 Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar) KOMPONEN I II III IV I* I II III IV I* Kredit 17.36% 21.16% % 37,041 39,884 41,120 43,025 46,520 * Pertanian % % % * Pertambangan 54.22% 52.87% 20.56% 64.37% 28.95% * Industri pengolahan % -3.48% 6.52% 23.36% 26.66% * Listrik,Gas dan Air % % % 23.61% * Konstruksi 0.11% 6.85% 12.53% % * Perdagangan 5.58% 3.62% 16.62% 14.16% 32.43% * Pengangkutan % 19.06% -3.73% % % * Jasa Dunia Usaha % % % * Jasa Sosial Masyarakat % % % 11.16% * Lain-lain 40.48% 45.46% 37.42% 22.23% 20.97% * Angka Sementara Pengelolaan manajemen risiko usaha Bank Umum di Sulsel pada triwulan I-2011 menunjukkan kondisi yang cenderung membaik, tercermin dari rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) Bank Umum yang relatif cukup baik, yaitu sebesar 3,25%, meski NPL pada periode laporan mengalami sedikit kenaikan jika dibandingkan dengan triwulan IV sebesar 2,94% (tabel 3.6). Tabel 3.6 Perkembangan NPLs Gross Bank Umum KOMPONEN I II III IV I II III IV I* NPL Gross 3.82% 3.05% 4.08% 3.08% 3.47% 2.95% 3.06% 2.94% 3.25% *Angka Sementara

68 Grafik 3.4 NPLs Per Sektor Ekonomi 5% 1 15% 2 Listrik,Gas dan Air Lain-lain Pengangkutan Jasa Sosial Masyarakat Perdagangan Konstruksi Jasa Dunia Usaha Industri pengolahan Pertambangan Pertanian 0.01% 1.75% % 3.22% 4.66% % 9.18% 17.92% Secara sektoral, NPL tertinggi terjadi terdapat pada sektor pertanian yang mencapai 17,9% (grafik 3.4). Kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan industri pengolahan yang masing-masing NPL-nya adalah sebesar 9,2% dan 7,9%. Rasio NPL yang sangat tinggi di sektor pertanian diduga terjadi karena ketergantungan yang cukup besar pada faktor alam seperti cuaca sehingga pada dari cuaca esktrim yang teradi pada triwulan I-2011 masih mengganggu produksi pertanian Sulsel. Hal ini kemudian mempengaruhi pendapatan atau kemampuan para petani untuk membayar kreditnya Kredit UMKM Berdasarkan segmentasi skala usaha debitur, sebagian besar kredit/pembiayaan Bank Umum Sulsel diklasifikasikan sebagai kredit/pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM). Pangsa kredit/pembiayaan MKM per sektor ekonomi per Maret 2011 sebagian besar masih didominasi oleh sektor perdagangan 52%, kemudian diikuti oleh sektor lain-lain sebesar 13% (grafik 3.5). Grafik 3.5 Pangsa Kredit/pembiayaan MKM Bank Umum Per Sektor Ekonomi Pertambangan 1% Jasa Sosial Masyarakat 1 Jasa Dunia Usaha 6% Pengangkutan 3% Pertanian 2% Lain-lain 13% Perdagangan 52% Listrik,Gas dan Air Industri pengolahan 5% Konstruksi 8%

69 Tabel 3.7. Pertumbuhan Kredit/Pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank Umum (y.o.y) Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (RP Milyar) KOMPONEN I II III IV I* I II III IV I* Pertumbuhan Kredit (y.o.y) -22% -16% -46% -51% -13% 17,563 20,208 13,412 13,199 15,200 * Pertanian -68% -63% -47% -53% 106% * Pertambangan 69% 92% 4 281% * Industri pengolahan -25% 42% 62% 59% 128% * Listrik,Gas dan Air -26% 257% 149% * Konstruksi -5 14% % 428 1,126 1,245 1,201 1,207 * Perdagangan -22% -15% 8% -1% 65% 4,827 5,806 7,588 7,748 7,972 * Pengangkutan 48% 87% 69% 45% 69% * Jasa Dunia Usaha -35% -41% -43% * Jasa Sosial Masyarakat 382% 332% 279% 336% 1 1,346 1,389 1,288 1,377 1,480 * Lain-lain -27% -26% -92% -96% -8 9,395 9,869 1, ,910 * Angka Sementara Kinerja pertumbuhan kredit/pembiayaan MKM secara tahunan mengalami perbaikan jika dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2010, yaitu dari negatif 51% menjadi negatif 13% (yoy) (tabel 3.7.). Hampir seluruh sektor mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan kecuali 2 (dua) sektor yang mengalami perlambatan, yaitu adalah sektor jasa sosial masyarakat dan pertambangan. Peningkatan pertumbuhan kredit MKM hampir diseluruh sektor tesebut sejalan dengan membaiknya kinerja pertumbuhan kredit MKM secara total pada triwulan I Perbankan Syariah Pada triwulan laporan, jumlah perbankan syariah tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan IV-2010, yakni sebanyak 12 Bank Syariah yang terdiri dari 5 (lima) Bank Umum Syariah dan 7 Unit Usaha Syariah. Posisi ini masih tetap sama sejak triwulan III Tabel 3.8. Perkembangan Bank Umum Syariah Pertumbuhan (y.o.y) Nominal (Rp Milyar) KOMPONEN I II III IV I* I II III IV I* 1. DPK 23.84% 8.01% 10.53% 32.69% 41.75% 884, , ,409 1,192,436 1,253,507 a. Giro -6.12% % % 46.32% % 79,860 92, , , ,304 b. Tabungan 24.61% 15.93% 24.79% 32.78% 44.17% 377, , , , ,776 c. Deposito 30.95% 23.56% 6.13% 27.69% 28.09% 426, , , , , Pembiayaan 13.83% 9.26% 37.44% 41.08% 58.88% 1,484,158 1,536,028 1,954,476 2,020,185 2,357, FDR (%) 167.8% 170.5% 205.2% 169.4% 188.1% 4. NPFs Gross (%) 5.8% 4.9% 3.9% % Catatan: Mulai Januari 2010 sistem pencatatan data perbankan menggunakan sistem Basel II

70 Kinerja perbankan Syariah Sulsel pada triwulan I-2011 cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan IV Hal ini tercermin dari peningkatan pertumbuhan beberapa indikator total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) pembiayaan dan Finance to Deposit Ratio (FDR) dibandingkan triwulan sebelumnya (tabel 3.8.). Peningkatan pembiayaan dan FDR disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan DPK lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan. Pola yang sama juga terjadi pada bank Umum, dimana perbankan akan cenderung mulai mengurangi pengumpulan dana mengingat masih besarnya dana yang mereka kelola, melihat hal tersebut Bank relatif memiliki likuiditas yang cukup besar sehingga tidak perlu tambahan dana untuk peningkatan penyaluran kredit. Di sisi lain, kualitas kredit yang disalurkan terlihat cenderung semakin membaik. Hal ini tercermin dari nilai Non Performing Loans (NPLs) secara gross yang turun dari 3, di triwulan sebelumnya menjadi 2,5% 3.4. Perbankan BPR Dari sisi kelembagaan, jumlah jaringan kantor BPR yang beroperasi pada triwulan I (per Maret 2011), tidak mengalami perubahan sehingga jumlahnya tetap 53 kantor. Pada triwulan I-2011, total aset perbankan kelompok BPR/S tercatat tumbuh sebesar 35,2% (yoy) atau sebesar menjadi Rp538 milyar dimana posisi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,8% (yoy) atau sebesar 525 milyar (grafik 3.6.). Pertumbuhan aset ini terutama bersumber dari pertumbuhan kredit/pembiayaan yang cukup tinggi. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga BPR/S mengalami sedikit penurunan pertumbuhan yaitu menjadi sebesar 35,96% (yoy) pada triwulan I-2011, dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 39,47% (yoy). Pada triwulan laporan, kredit/pembiayaan yang berhasil disalurkan oleh BPR tumbuh 40,87% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (35,48%) (grafik 3.7.). Grafik 3.6. Perkembangan Aset BPR/S Grafik 3.7. Perkembangan DPK, Kredit & LDR BPR/S Rp Milyar Aset y.o.y Smb : LB-BPR/S * Sementara * M ilyar Rp 50 0 DPK Kredit LDR Smb : LB-BPR/S * Sementara *

71 Rasio perbandingan kredit/pembiayaan dengan Dana Pihak Ketiga BPR/S pada triwulan laporan tercatat sebesar 161,6%, lebih tinggi dibanding LDR pada triwulan IV-2010 yang sebesar 156,3%. Kenaikan LDR ini lebih disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan Kredit yang disalurkan pada triwulan I Peningkatan LDR pada BPR diperkirakan sejalan dengan pola peningkatan FDR pada Bank Syariah maupun LDR pada Bank Umum. Hal tersebut disebabkan oleh masih tingginya likuiditas dana di masyarakat sehingga Bank memliki kecenderungan untuk mengurangi pengumpulan dana yang mereka kelola (khususnya untuk Bank Syariah dan BPR/S), dan lebih berfokus untuk meningkatkan penyaluran dana/pembiayaan, dimana hal ini secara otomatis meningkatkan LDR maupun FDR Bank di Sulsel pada triwulan I-2011.

72 Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran Nilai transaksi tunai maupun non tunai pada triwulan I-2011 menunjukkan peningkatan, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Sulsel dan juga sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit dan LDR di Sulsel pada triwulan laporan Perkembangan Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) Pada triwulan I-2011, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp1,08 triliun yaitu aliran uang masuk ke dalam Bank Indonesia (inflow) melebihi aliran uang keluar ke Bank Indonesia (outflow). Sementara, kondisi yang berlawanan terjadi pada triwulan IV-2010, yang menunjukkan net outflow sebesar Rp0,15 triliun. Peningkatan net inflow pada triwulan laporan terjadi karena faktor seasonal sejalan dengan menurunnya kebutuhan uang kartal karena berakhirnya kegiatan perayaan beberapa Hari Raya Keagamaan seperti Idul Adha, Natal, Tahun Baru dan liburan anak sekolah pada triwulan IV Triliun Rp - Grafik 4.1 Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow) Inflow Y.O.Y Triliun Rp - Grafik 4.2 Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow) Outflow Y.O.Y Jumlah aliran uang masuk (inflow) triwulan I-2011 tercatat sebesar Rp2,33 triliun atau meningkat dibandingkan triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar Rp1,2 triliun (grafik 4.1). Namun aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia menunjukan arah yang berlawanan yaitu mencatat penurunan dari Rp1,35 triliun menjadi Rp1,25 triliun (grafik 4.2). Kondisi net inflow pada triwulan I-2011 didorong oleh perlambatan konsumsi masyarakat. Pada triwulan I-2011, perlambatan konsumsi masyarakat dan pemerintah terjadi pasca peningkatan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

73 aktivitas masyarakat di akhir tahun. Selain itu, pola pembiayaan proyek-proyek pemerintah yang relatif tertahan realisasinya pada awal tahun juga menyebabkan aliran uang yang keluar (outflow) relatif kecil pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Dalam rangka menerapkan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia Makassar secara berkala, melakukan kegiatan penukaran uang dan kas keliling yang menjangkau seluruh daerah di Sulawesi Selatan. Selain itu juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) dengan terlebih dahulu melakukan pemberian tanda tidak berharga (PTTB). Pada triwulan I-2011, jumlah uang kartal dengan kondisi tidak layak edar yang telah dibukukan sebagai PTTB tercatat sebesar Rp1,22 triliun, relatif meningkat jika dibandingkan PTTB pada triwulan IV-2010 yaitu sebesar Rp0,99 triliun (grafik 4.3). Meningkatnya jumlah uang tidak layak edar pada periode laporan, sejalan dengan peningkatan aliran uang kartal yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia Makassar baik secara nominal maupun pertumbuhannya. Peningkatan inflow tersebut merupakan akibat dari peningkatan aktivitas masyarakat pada triwulan IV-2010, dimana pengeluran masyarakat cenderung meningkat menjelang perayaan Hari Raya Keagamaan sperti Idul Adha, Natal, perayaan Tahun Baru dan masa liburan anak sekolah sehingga setelah periode tersebut, otomatis akan terjadi penurunan uang kartal yang beredar (meningkatnya inflow ke dalam BI Makassar). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah uang lusuh (PTTB) juga cenderung meningkat. Namun di sisi lain, perbandingan antara jumlah PTTB dan inflow uang kartal terjadi penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari 82,7% pada triwulan IV-2010 menjadi 52,4% pada triwulan I Hal ini mengindikasikan bahwa program clean money policy yang diterapkan oleh BI Makassar dalam rangka menjaga kondisi uang layak edar di masyarakat telah membuahkan hasil yang memuaskan. Grafik 4.3 Pemberian Tanda Tidak Berharga dan Inflow 2.5 Inflow 70 PTTB 60 Inflow & PTTB (Triliun Rp) PTTB/Inflow PTTB Growth (yoy) PTTB / Inflow Triwulan I Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

74 4.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu Grafik 4.4 Proporsi Jumlah Lembar Uang Palsu Berdasarkan Pecahan Triwulan I , % 20, % 100, % 1, , % 5, % 2, Jumlah temuan uang palsu di KBI Makassar selama triwulan laporan tercatat sebanyak 439 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp27,75 juta, mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebanyak 850 lembar dengan nominal sebesar Rp39,40 juta. Berdasarkan jenis pecahan, selama triwulan I-2011 (grafik 4.4 dan tabel 4.1), uang kertas yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp50.000,- sebanyak 299 lembar (68,11%), diikuti pecahan Rp ,- sebanyak 126 lembar (28,7), pecahan Rp sebanyak 7 lembar (1,59%), pecahan Rp sebanyak 5 lembar (1.14%), pecahan Rp5.000 dan sebanyak 2 lembar (0,46%). Tidak didapati uang palsu untuk pecahan kecil, seperti pecahan Rp2.000,- dan Rp1.000,-. Periode Tabel 4.1 Perkembangan Temuan Uang Palsu di Wilker KBI Makassar Triwulan I-2011 Pecahan 100,000 50,000 20,000 10,000 5,000 2,000 1,000 Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Sumber : Bank Indonesia Total 4.4. Perkembangan Transaksi RTGS dan Kliring Perkembangan RTGS Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel hingga akhir triwulan I-2011 melambat menjadi Rp29,8 triliun atau tumbuh sebesar 0,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp42,2 triliun yang hanya tumbuh sebesar 15,3% (yoy), lihat grafik 4.5. Transaksi BI- RTGS dalam periode laporan masih didominasi oleh aliran dana yang masuk (incoming) ke Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

75 perbankan Sulsel dengan nilai sebesar Rp20,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan aliran yang keluar (outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp9,8 triliun Total Y.O.Y Grafik 4.5. Transaksi RTGS Total Transaksi Pada triwulan I-2011, pertumbuhan aliran dana yang masuk (incoming) ke perbankan Sulsel via RTGS menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 32,3% menjadi 12,6% (yoy) (grafik 4.6), terutama karena meningkatnya masih relatif rendahnya realisasi pembayaran untuk keperluan proyek-proyek pemerintah pada triwulan laporan. Hal yang serupa terjadi pada pertumbuhan aliran dana yang keluar via RTGS (outgoing) pada triwulan laporan juga mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010, yaitu dari negatif 9, tumbuh menjadi negatif 18,2% (yoy), lihat grafik 4.7. Perlambatan tersebut diperkirakan karena menurunnya aktivitas transaksi masyarakat, swasta dan pemerintah pada awal tahun jika dibandingkan dengan periode akhir tahun, dimana hal ini sejalan dengan pergerakan perekonomian Sulsel Triliun Rp Grafik 4.6. Transaksi RTGS Incoming Incoming Y.O.Y Triliun R p Grafik 4.7. Transaksi RTGS Outgoing Outgoing Y.O.Y Triwulan I Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

76 Perkembangan Kliring Secara nominal perputaran kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp8,2 triliun atau tumbuh sebesar 12,2% (yoy). Secara nominal jumlah kliring pada triwulan I-2011, relatif sama jika dibandingkan dengan triwulan IV Namun pertumbuhan tahunan menunjukan terjadi peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dari triwulan IV-2010 ke triwulan I-2011, yaitu dari negatif 70.65% (y.o.y) menjadi 12.86%, lihat tabel 4.2. Peningkatan pertumbuhan perputaran kliring sejalan aktivitas perekonomian Sulsel yang trendnya cenderung meningkat, dimana hal tersebut tercermin pada pertumbuhan Sulsel yang berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan kliring yang lebih tinggi pada triwulan I-2011 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya diduga terkait dengan meningkatnya peran perbankan dalam penyaluran kreditnya. Hal ini tercermin dari kinerja perbankan Sulsel yang pertumbuhan kredit dan LDR-nya cenderung meningkat pada periode laporan, dimana tentunya aliran kredit itu akan langsung dipergunakan untuk menopang atau mengembangkan aktivitas bisnis para pengusaha dan hal tersebut seyogyanya tercermin pada meningkatnya aktivitas kliring di Sulsel. Sementara dari sisi rata-rata harian, nilai nominal perputaran kliring sedikit mengalami peningkatan. Rata-rata harian nilai nominal perputaran kliring pada triwulan I tercatat sebesar Rp128 miliar, mengalami peningkatan apabila dibanding triwulan IV yang sebesar Rp126,1 miliar. Selain itu, rasio rata-rata harian penolakan warkat (Cek/BG) kosong pada triwulan laporan, secara nominal mengalami penurunan namun dari sisi jumlah lembarnya relatif tetap. Secara nominal, rasio rata-rata warkat yang ditolak meningkat dari sebesar 1,9% (Rp2,39 miliar) pada triwulan IV-2010 menjadi sebesar 2,4% (Rp3,06 miliar) pada triwulan laporan. Sementara dari jumlah lembar, rasio rata-rata harian warkat yang relatif tetap jika membandingkan antara triwulan IV-2010 dan triwulan I-2011, yaitu sebesar 2,1%. URAIAN Tabel 4.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Total Perputaran Kliring - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Perputaran Kliring - Nominal (triliun rupiah) Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/ BG Kosong - Nominal (%) Lembar (%) Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan I

77 Halam ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank 68 Triwulan I Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan

78 Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daya serap perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulsel selama tahun 2010 terhadap angkatan kerja cukup baik, sebagaimana terlihat dari naiknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2010 (64,1%) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (62,5%). Sejalan dengan itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel tercatat mengalami penurunan sebesar 0,5%, dari 8,9% pada Agustus 2009 menjadi 8,4% pada Agustus Selanjutnya di sisi lain pertumbuhan ekonomi Sulsel juga memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-2011 tercatat tumbuh meningkat sebesar 3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,76% (yoy) Ketenagakerjaan Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 + Menurut Kegiatan Utama KEGIATAN UTAMA Februari Februari Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas 5,721,682 5,590,797 Angkatan Kerja 3,560,893 3,634,355 a. Bekerja 3,276,523 3,391,334 b. Pengangguran 284, ,021 Bukan Angkatan Kerja 2,160,789 1,956,442 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 65. Tingkat Pengangguran Terbuka % Sumber : BPS Perkembangan ketenagakerjaan Sulsel hingga Februari 2011 menunjukkan kecenderungan lebih baik jika dibandingkan tahun sabelumnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah angkatan kerja sebesar 2,06% dari 3,56 juta orang pada Februari 2010, sehingga menjadi 3,63 juta orang pada Februari 2011 (Tabel 5.1). Meskipun di sisi lain terdapat penurunan Penduduk Usia 15 Tahun ke atas sebesar 2,29%, dimana pada Februari 2010 sebesar orang menjadi orang per Februari Kondisi ini menyebabkan TPAK meningkat dari 62,2% pada Februari 2010 menjadi 65, pada Februari Sedangkan, di sisi lain, menurunnya jumlah pengangguran dari orang per Februari 2010 menjadi orang per Februari 2011 mengakibatkan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 1,3% sehingga menjadi 6,7% pada Februari Menurunnya TPT Sulsel tersebut

79 mengindikasikan bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV-2009 sebesar 6,53% jika dibandingkan dengan triwulan IV-2010 sebesar 8,93% berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari sisi lapangan pekerjaan utama, untuk periode Februari 2010 dan Februari 2011 komposisi tenaga kerja di sektor pertanian cenderung mengecil, sebaliknya komposisi tenaga kerja di sektor non pertanian bertambah besar, terutama pada sektor jasa. Pangsa jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian pada Fenruari 2011 tercatat sebesar 47%, turun dibandingkan Februari 2010 tercatat sebesar 5. Kondisi ini menunjukkan terjadinya pergeseran struktur perekonomian yang ditandai dengan mulai beralihnya jumlah tenaga kerja dari sektor pertanian selaku sektor utama di Sulsel ke sektor lainnya. Hal tersebut dimungkinkan karena tingkat pendapatan sektor pertanian yang bersifat musiman dan pengaruh tingkat harga produk hasil pertanian yang relatif kurang menguntungkan. Di sisi lain, pangsa jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa meningkat dari 12% pada Februari 2010, menjadi sebesar 18% Februari Selain itu Meski terjadi penurunan pangsa jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan pada Februari 2011 jika dibandingkan tahun sebelumnya, namun share tenaga kerja untuk masing-masing sektor masih cukup besar jika dibandingkan sektor lainnya yaitu 18%. Grafik 5.1. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Februari 2010 Februari 2011 Jasa 12% Angkutan/ Komunikasi 5% Lainnya *) 2% Pertanian 5 Angkutan/ Komunikasi 5% Jasa 18% Lainnya *) 2% Pertanian 47% Perdagangan 19% Perdagangan 18% Konstruksi 6% Industri 6% Konstruksi 5% Industri 6% 5.2. Kesejahteraan Nilai Tukar Petani Pertumbuhan daya beli masyarakat yang berkerja di sektor pertanian relatif meningkat pada triwulan laporan, tercermin dari meningkatnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) Sulsel pada triwulan laporan.

80 Tingkat kesejahteraan petani Sulsel pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Rata-rata pertumbuhan NTP Sulsel pada triwulan I-2011 tercatat tumbuh 3,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan NTP pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 0,76% (yoy), lihat grafik 5.2. NTP yang lebih tinggi pada triwulan I-2011, menunjukan indeks harga hasil produksi pertanian lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Meski perubahan iklim yang membuat beberapa wilayah di Indonesia sulit memproduksi pangan karena gagal panen, Sulsel mengalami kondisi yang berbeda. Di sejumlah kabupaten/ kota Sulsel terjadi penambahan lahan pertanian dan intensitas masa tanam yang semakin meningkat khususnya untuk lahan pertanian tadah hujan. Lahan pertanian tadah hujan yang hanya terjadi sekali setahun pada saat curah hujan tinggi sehingga dapat membuat banyak lahan persawahan yang selalu tergenangi air atau mendapat pasokan air yang cukup sehingga sangat berpotensi menanam lebih dari sekali. Perkembangan pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani jika dibandingkan dengan sebelumnya, mengalami peningkatan dari sebesar 6,31% (yoy) menjadi sebesar 8,61% pada triwulan laporan (grafik 5.3). Secara rata-rata pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani meningkat karena pada triwulan I-2011 Sulsel memasuki panen raya, dimana hasil panen padi di Sulawesi Selatan justru meningkat. Hal ini menandakan bahwa faktor cuaca ekstrem yang melanda Indonesia tidak banyak berpengaruh terhadap komoditas padi di Sulsel. Panen di sebagian daerah Sulsel yang sudah dimulai sejak Januari 2011, menciptakan peluang bagi petani untuk mendapatkan harga produksi yang lebih baik dimana biasanya pedagang pengumpul memberikan patokan harga yang lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), karena pada periode awal panen ketersediaan beras di lapangan masih terbatas. Selain itu, dukungan perbankan dalam menyalurkan kreditnya untuk sektor pertanian semakin besar di tahun Hal ini disebabkan karena bank masih optimis terhadap kinerja sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor utama di Sulsel, meski di sisi lain faktor anomali cuaca masih menjadi penghamabat pertumbuhan sektor dimaksud. Namun di sisi lain, Indeks yang Dibayar Petani juga menunjukkan penurunan pertumbuhan yang relatif kecil, yaitu dari 5,52% (yoy) pada triwulan IV-2010 menjadi 5,3 pada triwulan laporan (grafik 5.4). Menurunnya pertumbuhan Indeks yang Dibayar Petani sejalan dengan pertumbuhan laju inflasi Sulsel yang cenderung melambat pada triwulan I jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang tidak naik pada triwulan I-2011, merupakan salah satu faktor yang meringankan biaya produksi para petani. Hal ini tentu saja menyebabkan tekanan harga terhadap konsumsi petani relatif menurun.

81 Grafik 5.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 5.3 Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Diterima Petani NTP y.o.y % 3% 2% 1% -1% -2% Indeks Yang Diterima Petani y.o.y % 12% 1 8% 6% 4% 2% Grafik 5.4 Perkembangan Rata-rata Indeks Yang Dibayar Petani Indeks Yang Dibayar Petani y.o.y % 14% 12% 1 8% 6% 4% 2% Jumlah Penduduk Miskin Jumlah penduduk miskin di Sulsel per Maret 2010 tercatat sebesar 11,6% dari jumlah penduduknya atau sebesar 913,4 ribu orang (grafik 5.5). Dari jumlah tersebut, 13, berada di daerah perkotaan sedangkan sisanya berada di daerah pedesaan. Persentase pangsa jumlah penduduk miskin di perkotaan tersebut relatif tetap dibanding Maret 2009 yang tercatat sebesar 12,9% dari jumlah penduduk miskin pada tahun tersebut Sumber : BPS 13.3% Grafik 5.5. Jumlah Penduduk Miskin Sulsel % Jml Pendd Miskin Desa Jml Pendd Miskin Kota % Total Pendd Miskin 11.6% Dari sisi jumlah, jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan, dari 963,6 ribu per Maret 2009 menjadi 913,4 ribu pada Maret 2010, atau menurun 5,2%, sementara pada tahun 2009 turun sebesar 6,6%. Penurunan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi di pedesaan sebesar 5,3%, dari 839,1 ribu orang pada Maret 2009 menjadi 794,2 ribu 13.5% % % %

82 orang. Jumlah tersebut relatif masih cukup besar, yaitu sekitar 10,1% dari total penduduk Sulsel. Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi di perkotaan yang tercatat menurun sebesar 4,3%, dari 124,5 ribu orang menjadi 119,2 ribu orang. Jumlah penduduk miskin perkotaan tersebut tercatat sebesar 1,5% dari total penduduk Sulsel. Terkonsentrasinya jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut perlu mendapatkan perhatian tersendiri, mengingat sektor unggulan ekonomi Sulsel masih terletak pada sektor pertanian, dimana penduduk pedesaan sebagian besar mata pencariannya adalah petani. Apabila dibandingkan dengan provinsi se-sulampua, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel masih berada pada urutan ketiga terendah (11,6%) setelah Provinsi Sulawesi Utara (9,1%) dan Maluku Utara (9,4%). Urutan Provinsi Sulut dan Malut tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 36,8% masih terdapat di Provinsi Papua. Jumlah penduduk miskin se-sulampua tersebut tercatat sebesar 1,65% dari total penduduk Indonesia, sementara pada Maret 2009 tercatat sebesar 1,73% dari total penduduk Indonesia. Sumber : BPS, diolah Grafik 5.6. Persentase Jumlah Penduduk Miskin se-sulampua per Maret Desa Kota % Total Penddk Miskin Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gor Sulbar Maluku Malut Irjabar Papua % Survei Hasil Survei Konsumen, pada triwulan laporan rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) relatif menunjukan perlambatan pada level yang moderat. Rata-rata IKLK pada triwulan laporan tercatat tumbuh lebih rendah yaitu sebesar negatif 2,87% (yoy), sementara pada triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 1,16% (grafik 5.7). Menurunnya pertumbuhan indeks ini sejalan dengan menurunnya aktivitas perekonomian Sulsel pada triwulan I-2011, dimana realisasi anggaran pemerintah dan swasta masih relatif kecil sehingga proyek-proyek permbangunan pemerintah juga masih relatif stagnan.

83 Grafik 5.7. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 5.8. Indeks Penghasilan Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu Indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks 3 25% 2 15% 1 5% Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yg lalu y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks 1 5% -5% -1-15% % % Namun di sisi lain, dengan perkembangan rata-rata Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 bulan lalu (IPD6) juga mengalami pertumbuhan yang lebih baik dimana tercermin dari pergerakan pertumbuhan IPD6 yang pada triwulan IV-2011 negatif 10,01 meningkat cukup signifikan menjadi sebesar 2,6 pada triwulan laporan (grafik 5.8). Hal tersebut menunjukan bahwa meski secara umum siklus perekonomian pada triwulan I-2011 menunjukan perlambatan, namun ternyata berdasarkan hasil Survei Konsumen, terjadi peningkatan pertumbuhan penghasilan dibandingkan 6 bulan yang lalu, dimana hal ini masih sejalan dengan pertumbuhan NTP dan Indeks diterima petani Sulsel sehingga hal ini menunjukan bahwa pertanian merupakan salah satu penting yang dapat dijadikan acuan pergerakan kesejahteraan masyarakat Sulsel.

84 Bab 6 Keuangan Daerah Kinerja keuangan Pemerintah Propinsi Sulsel sampai dengan semester I-2011 berada pada posisi yang relatif baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2010, meskipun realisasi pertumbuhan pendapatan dan belanja pada triwulan I-2011 lebih kecil daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada sisi penerimaan, realisasi jumlah pendapatan belum mencapai 25% pada triwulan I-2011, begitu pula jika dilihat dari sisi belanja daerah yang realisasinya masih relatif kecil. Namun demikian, kondisi tersebut relatif sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I-2011 yang masih relatif kecil, yaitu sebesar 1,62% (y.o.y) Pendapatan Daerah Realisasi anggaran pendapatan daerah sampai dengan triwulan I-2011 tercatat sebesar Rp0,55 triliun atau 19,23% dari total target pendapatan sebesar Rp2,87 triliun. Pencapaian realisasi pendapatan tersebut sedikit lebih kecil dari realisasi pendapatan pada triwulan I-2010 yang tercatat sebesar Rp0,58 triliun. Meski demikian, akselerasi realisasi pendapatan diperkirakan akan terjadi pada akhir triwulan II-2011 dan berlanjut hingga akhir tahun. Dari komponen pendapatan, realisasi Dana Perimbangan mencapai 14,56%, terutama didorong oleh sub komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebesar 16,67%. Sementara realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah telah mencapai 22,09%, pada sub komponen Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dan Pendapatan Pajak Daerah yang masing-masing telah mencapai 45,69% dan 22,75%. Realisasi pada sub-komponen Pendapatan Pajak Daerah tersebut relatif menggambarkan kinerja konsumsi rumah tangga (PDRB) Sulsel, mengingat objek penerimaan dari Pendapatan Pajak Daerah tersebut antara lain adalah pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor Belanja Daerah dan Transfer Dari sisi anggaran belanja daerah, sampai dengan triwulan I-2011, realisasinya masih relatif kecil yaitu sebesar Rp0,29 triliun atau 9,78% dari target yang ditetapkan sebesar Rp2,97 triliun. Namun jika dibandingkan dengan realisasi triwulan I-2010 yaitu sebesar Rp0,29 triliun, maka kinerja realisasi belanja semester I-2011 tersebut masih relatif stabil.

85 Realisasi terbesar terjadi pada pos Belanja Bunga yang sebesar 29,69%, diikuti oleh pos Belanja Pegawai (19,98%). Realisasi pos Belanja Tidak Langsung pada triwulan laporan meningkat sebesar 11,27% (Rp 0,21 Triliun), relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan semester sebelumnya sebesar RP 0,25 Triliun. Realisasi Belanja Langsung lebih banyak dipergunakan untuk Belanja Pegawai dengan realisasi sebesar 10,45% dan untuk Belanja Barang dan Jasa yang telah terealisasi sebesar 9,4. Sementara untuk Belanja Modal, realisasi masih relatif kecil yaitu sebesar 2,97%. Hal ini sejalan dengan relatif kecilnya pertumbuhan konsumsi permerintah (PDRB) secara tahunan pada triwulan laporan, yang tumbuh 1,62% (yoy) atau jauh lebih kecil daripada triwulan I-2010 yang tumbuh sebesar 4,31%. Tabel 6.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Triwulan I-2011 (Milyar Rupiah) NO. U R A I A N ANGGARAN 2011 Realisasi s/d TRIWULAN I-2011 Nominal % REALISASI % (y.o.y) 1. PENDAPATAN 1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 1, % 21.59% - Pendapatan Pajak Daerah 1, % 19.01% - Pendapatan Retribusi Daerah % - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah % % 1.2. DANA PERIMBANGAN 1, % % - Dana Bagi Hasil Pjk dan Bukan Pjk % % - DAU % % - DAK Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah JUMLAH PENDAPATAN 2, % -5.49% 2. BELANJA 2.1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 1, % % - Belanja Pegawai % 11.26% - Belanja Bunga % % - Belanja Hibah % 66.09% - Belanja Bantuan Sosial % % - Belanja Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota&Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota&Pemerintahan Desa % % - Belanja Tidak Terduga % % 2.2. BELANJA LANGSUNG 1, % 81.61% - Belanja Pegawai % - - Belanja Barang & Jasa % - Belanja Modal % JUMLAH BELANJA 2, % -0.36% SURPLUS / (DEFISIT) (99.81) % PEMBIAYAAN 3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH % - JUMLAH PEMBIAYAAN (0.35) -2.99% - Sumber : Pemprov Sulsel

86 Bab7 Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan cenderung menigkat jika dibandingkan dengan triwulan I Pada sisi permintaan, perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah sejalan dengan proyeksi meningkatnya aktivitas perekonomian Sulsel. Ditambah lagi dengan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS pada bulan April 2011 yang akan mendorong pengeluran pada triwulan II Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup tinggi sejalan dengan proyek-proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel. Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel. Kondisi ini antra lain akan didorong oleh peningkatan produksi nikel oleh PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan pabrik pada akhir triwulan I Pada sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan diprediksikan karena meningkatnya kinerja sektor perdagangan-hotel-restauran (PHR), angkutan-komunikasi, industri pengolahan dan pertambangan-penggalian. Peningkatan pertumbuhan pada sektor PHR diperkirakaan akan beriringan dengan naiknya pertumbuhan pada sektor angkutan-komunikasi, yang akan dipicu oleh kegiatan liburan anak sekolah dan juga semakin meningkatnya intensitas MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). Kemudian sektor industri pengolahan diperkirakan akan didorong oleh industri semen sebagai dampak dari peningkatan investasi untuk proyek-proyek pembangunan. Kinerja sektor pertambangan-penggalian diproyeksikan akan meningkat sejalan dengan membaiknya kinerja ekpor Sulsel pada triwulan II Pada triwulan mendatang, laju inflasi tahunan diperkirakan akan cenderung akan meningkat pada level yang moderat jika dibandingkan dengan triwulan I Tekanan inflasi pada triwulan II-2011 diperkirakan masih bersumber dari peningkatan inflasi volatile food dan inflasi inti. Sementara laju inflasi administered diperkirakan masih relatif terkendali karena belum ada kebijakan pemerintah yang berpotensi mendorong kenaikan harga. Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II-2011 diduga akan tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan I Intermediasi perbankan diprediksi akan semakin

87 membaik tercermin dari pertumbuhan kredit, LDR yang meningkat dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5% Outlook Kondisi Makroregional Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan di triwulan II-2011 diperkirakan akan cenderung meningkat jika dibandingkan dengan triwulan I Pada sisi permintaan, perkiraan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-2011 cenderung dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, swasta dan pemerintah sejalan dengan proyeksi meningkatnya aktivitas perekonomian Sulsel dan juga realisasi belanja pemerintah pada triwulan mendatang. Ditambah lagi dengan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS pada bulan April 2011, diperkirakan akan menyebabkan terjadinya pertambahan pengeluaran masyarakat, yang biasanya peningkatan penghasilan tersebut akan digunakan pada saat liburan anak sekolah Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks % 1 5% -5% 1 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% Grafik 7.2. Perkembangan PDRB Sulsel (y.o.y) dan Proyeksinya y.o.y Sulsel y.o.y Nas Sumber : BPS, diolah 8.47% 7.97% 7.04% 7.47% * Grafik 7.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi 6 Bulan Yang Akan Datang Kondisi ekonomi 6 bln yg akan datang Smb : Survei Konsumen KBI Mks y.o.y Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan Yang Akan Datang Indeks ekspektasi penghasilan 6 bln yg akan dtg y.o.y Smb : Survei Konsumen KBI Mks % 1 5% -5% -1-15%

88 Grafik 7.5. Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan Yang Akan Datang Grafik 7.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Indeks ketersediaan lapangan kerja 6 bln yg akan dtg y.o.y 25% 2 9,500 9,000 Rata-rata Kurs Tengah yoy % 8, , % 7, , Smb : Survei Konsumen KBI Mks -5% 6, , Peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan II-2011 sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia Makassar, dimana Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) menunjukan kecenderungan ekspektasi masyarakat pada triwulan I-2011 cenderung lebih optimis jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks Ekspektasi Konsumen merupakan gabungan dari indeks ekspektasi masyarakat akan kondisi perekonomian, ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja (grafik 7.1, grafik 7.3 dan grafik 7.4). Kemudian untuk investasi, pada triwulan II-2011 diprediksi masih akan cukup cukup tinggi sejalan dengan proyek-proyek lanjutan yang dikerjakan sejak awal tahun 2011 di Sulsel antara lain adalah City Gas Sengkang yang diperkirakan senilai Rp1,253 1,40 triliun, proyek energi bio etanol dan pembangkit listrik dengan memanfaatkan tanaman sweet sorghum di Luwu Timur dengan perkiraan investasi Rp400 miliar. Kemudian terdapat proyek pembangunan Waterboom di Makassar yang bernilai belasan miliar dan GDP (Gowa Discovery Park) di Somba Opu dengan nilai investasi Rp45 miliar. Ditambah lagi dengan investasi untuk perluasan pabrik Semen Bosowa yaitu sebesar US $300juta, yang digunakan untuk peningkatan kapasitas pabrik lama dan pembangunan pabrik baru. Kemudian juga Sintesa Group melalui PT Sindoka yang akan menanamkan investasi senilai 40 juta dolar AS atau mencapai Rp 400 miliar (kurs Rp 10 ribu) untuk membangun produksi energi, bio ethanol, termasuk pembangkit listrik. PLTA berkapasitas 100 MW ini diperkirakan akan menelan investasi hingga Rp 2 triliun dengan tahapan pembangunan dimulai akhir tahun ini. Meningkatnya perkiraan petumbuhan investasi pada triwulan mendatang sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia mengenai perkembangan indeks ketersedian lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang (grafik 7.5). Pada sisi ekspor-impor, diperkirakan akan terjadi perbaikan kinerja net ekspor Sulsel. Kondisi ini antra lain akan didorong oleh peningkatan produksi nikel oleh PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) berencana menggenjot produksi pasca melakukan perawatan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 211 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II - 211 Halam ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Triwulan II -

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 211 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan III - 211 Halam ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 2010

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 2010 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 2010 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar Sebagaimana diketahui dengan diberlakukannya UU No. 23

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan III - 212 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Kata Pengantar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 2009

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III 009 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan III - 009 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-I 2010

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-I 2010 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-I 2010 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar Sebagaimana diketahui dengan diberlakukannya UU No. 23

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-IV Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan IV-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-IV Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan IV-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-IV 2008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan IV-2008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-I 212 Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan I - 212 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Kata Pengantar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Makassar, Februasi 2008 BANK INDONESIA MAKASSAR. Ttd. Rizal A. Djaafara Pemimpin

Kata Pengantar. Makassar, Februasi 2008 BANK INDONESIA MAKASSAR. Ttd. Rizal A. Djaafara Pemimpin Kata Pengantar Sebagaimana diketahui dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang tujuan Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004, tujuan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global

Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global Proyeksi Perekonomian Sulsel 2009 Menghadapi Krisis Keuangan Global Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Acara Raker Multi Niaga Group, dengan Tema : Tumbuh di Tengah Krisis keuangan Global. Graha Multi Niaga,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2009 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL BAB 1. PERKEMBANGAN 7 BAB 1. PERKEMBANGAN KAJIAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2008 KANTOR 8 BAB 1. PERKEMBANGAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan II 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN 24 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2008 KANTOR 25 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III-2013 Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Bali Triwulan III-2013 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Asesmen Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2009 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-213 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan IV-213 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 Sementara itu tumbuhnya kegiatan impor luar negeri sedikit diredam oleh melambatnya kinerja impor antar pulau. Indikator dimaksud ditunjukkan oleh volume bongkar di beberapa pelabuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV 21 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011 BANK INDONESIA MEDAN 2011 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-III Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank ii Triwulan III - Kata Pengantar Sebagaimana diketahui dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional

Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional Bab 1. Perkembangan Makroekonomi Regional KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2009 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-312417 LAPORAN TRIWULANAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Lampung Triwulan IV - 2007 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2009 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, Agustus 2009 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, Agustus 2009 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

Kendari, Mei 2010 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin

Kendari, Mei 2010 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci