PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA INDONESIA YANG KOMPETITIF PADA SITUASI PERSAINGAN YANG ADIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA INDONESIA YANG KOMPETITIF PADA SITUASI PERSAINGAN YANG ADIL"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA INDONESIA YANG KOMPETITIF PADA SITUASI PERSAINGAN YANG ADIL Wayan R. Suila 1 dan Bonar M. Sinaga 2 1 Lembaga Rie Perkebunan Indoneia, Jalan Salak No. 1A, Bogor Program Pacaarjana, Iniu Peranian Bogor, Kampu IPB Darmaga, Bogor ABSTRAK Induri gula Indoneia kini edang menghadapi berbagai maalah yang aling erkai, eperi inefiieni baik pada ingka uaha ani maupun pabrik, bia kebijakan pemerinah, era diori perdagangan yang inggi di paar inernaional. Sebagai akibanya, produkivia dan rendemen cenderung menurun, yang dalam jangka panjang akan mengancam keberadaan induri gula Indoneia. Unuk mengaai maalah erebu, ada iga upaya aau kebijakan yang perlu diprioriakan. Perama, meningkakan efiieni di ingka uaha ani yang mencakup: 1) penanaman variea unggul, 2) percepaan peremajaan anaman kepraan, 3) opimai maa anam dan ebang, dan 4) perbaikan iem bagi hail. Kedua, meningkakan efiieni pabrik gula melalui: 1) penuupan pabrik gula yang idak efiien, 2) rehabiliai pabrik gula yang maih poenial, dan 3) konolidai pabrik gula yang lokainya berdekaan. Keiga, mencipakan peraingan yang adil bagi induri gula Indoneia dengan iga pilihan kebijakan, yaiu: 1) memperahankan eeni kebijakan aa niaga impor gula, 2) meningkakan arif impor menjadi ekiar 50%, aau 3) menerapkan kebijakan provenue-ariff rae quoa. Pemerinah perlu pula memberikan inenif dan dukungan kebijakan unuk pengembangan induri gula di luar Jawa. Kaa kunci: Induri gula, kebijakan pengembangan, peraingan yang adil, Indoneia ABSTRACT Developmen of Indoneian ugar indury in he fair compeiion iuaion Sugar indury in Indoneia ha been facing ome inerrelaed problem, uch a inefficiency boh in farm and ugar mill, biaed governmen policie, and highly diored inernaional marke. A he reul, produciviy and rendemen ended o decline ha hrea he exience of he Indoneian ugar indury in he long run. To overcome hoe problem, hree effor or policie hould be given a high prioriy. Fir, he indury ha o increae i efficiency in farm level by 1) planing high produciviy ugar cane varieie, 2) peeding up he rehabiliaion of raoon planaion, 3) opimizing milling and harveing chedule, and 4) improving he haring yem beween farmer and ugar mill managemen. Second, ugar mill have o increae heir efficiency hrough 1) cloing inefficien ugar mill, 2) rehabiliaing poenial ugar mill, and 3) conolidaing (mergering) neighboring ugar mill. Third, governmen hould creae a more fair compeiion for Indoneian ugar indury. In hi cae, here are hree policy opion, namely 1) coninuaion of he eence of conrolled ugar impor policie, 2) increaing impor ariff up o 50%, and 3) impoiion of provenue-ariff rae quoa policie. In addiion, he governmen hould provide ome incenive and upporing policie o promoe he developmen of ugar indurie ouide Java. Keyword: Sugar indury, developmen policie, perfec compeiion, Indoneia Secara hiori, induri gula merupakan alah au induri perkebunan erua dan erpening di Indoneia. Sejarah menunjukkan bahwa Indoneia pernah mengalami era kejayaan induri gula pada ahun 1930-an dengan jumlah pabrik gula (PG) yang beroperai 179 pabrik, produkivia ekiar 14,80%, dan rendemen 11 13,80%. Produki puncak mencapai ekiar 3 jua on dan ekpor gula 2,40 jua on. Berbagai keberhailan erebu didukung oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang ubur, enaga kerja murah, prioria irigai, dan diiplin dalam penerapan eknologi (Simaupang e al. 1999; Tjokrodirdjo e al. 1999; Sudana e al. 2000). Seelah mengalami berbagai paang uru, induri gula Indoneia kini hanya didukung oleh 60 PG yang akif, yaiu 43 PG dikelola oleh BUMN dan 17 PG oleh waa (Dewan Gula Indoneia 2000). Lua areal ebu yang dikelola pada ahun 1999 mencapai ha yang umumnya erkonenrai di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawei Selaan. Pada dekade erakhir, induri gula Indoneia mulai menghadapi berbagai maalah yang eriu, anara lain diunjukkan oleh volume impor gula yang eru meningka dengan laju 21,62%/ ahun pada periode , padahal Jurnal Libang Peranian, 24(1),

2 laju impor pada dekade ebelumnya ( ) hanya 0,98%/ahun. Hal ini erjadi karena konumi meningka dengan laju 2,56%/ahun pada periode , emenara produki gula dalam negeri menurun dengan laju -2,02/ahun. Pada 5 ahun erakhir, produki gula bahkan mengalami penurunan dengan laju 3,80%/ahun (Pakpahan 2000). Penurunan produki dan kenaikan defii gula diebabkan oleh berbagai fakor inernal dan ekernal yang aling erkai. Penurunan produki diebabkan oleh penurunan areal dan produkivia. Sebagai conoh, rendemen yang dicapai pada ahun 1970-an maih ekiar 10%, eapi raa-raa rendemen pada 5 ahun erakhir hanya 6,92% (Dewan Gula Indoneia 1999). Kebijakan pemerinah yang lebih memihak kepada uaha ani padi juga menyebabkan menurunnya areal ebu (Soenoro e al. 1999; Sudana e al. 2000). Sebagai conoh, raio anara harga daar gabah dan harga provenue yang emula ekiar 2,40, pada dekade erakhir eru menurun menjadi 1,80 pada ahun Harga gula di paar inernaional yang eru menurun dan mencapai iik erendah pada ahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran induri gula Indoneia. Penurunan harga gula ini eruama diebabkan oleh kebijakan hampir emua negara produen dan konumen uama yang melakukan inerveni erhadap induri dan perdagangan gula. Sebagai conoh, hampir emua negara menerapkan arif impor lebih dari 50%. Di amping iu, kebijakan dukungan harga (price uppor) dan ubidi ekpor maih dilakukan oleh negara-negara bear eperi Eropa Bara dan Amerika Serika (Devado dan Kropf 1996; Noble 1997; Groombridge 2001; Kennedy 2001). Hal ini mempoiikan Indoneia pada iuai peraingan yang idak adil (unfair). Membiarkan induri gula eru mengalami kemunduran jela akan menimbulkan maalah bagi Indoneia karena alaan beriku. Perama, induri gula melibakan ekiar 1,40 jua peani dan enaga kerja yang mempunyai keerganungan ekonomi yang anga kua pada induri gula. Walaupun ebagian dari mereka dapa melakukan kegiaan lain di nongula, ebagian dari mereka uli unuk beralih pada uaha ani yang lain (Bakrie dan Sumiadi 1999). Kebangkruan induri gula juga berkaian dengan inveai yang anga bear yang idak dapa dialihkan ke bidang lain aau diebu inveai erperangkap. Nilai inveai unuk membangun au PG berkiar anara US$ jua (Sumiadi 1998) ehingga inveai yang erperangkap unuk 60 PG ekiar Rp50 riliun. Kedua, gula merupakan kebuuhan pokok yang mempunyai pengaruh langung erhadap inflai. Lebih jauh, membiarkan keerganungan kebuuhan pokok yang harganya anga flukuaif dengan koefiien keragaman harga ahunan ekiar 48% akan berpengaruh negaif erhadap upaya pencapaian keahanan pangan (Pakpahan 2000). Simaupang e al. (2000) menyebukan bahwa keahanan pangan merupakan alah au indikaor abilia ekonomi. Selanjunya, beban devia unuk mengimpor gula akan eru meningka yang pada 5 ahun erakhir elah mencapai US$ 200 jua (Direkora Jenderal Perkebunan 2000). Sehubungan dengan maalah erebu, maka dalam ulian ini akan diuraikan uau konepi pengembangan induri gula Indoneia yang kompeiif dalam iuai peraingan yang adil di paar inernaional. Berbagai maalah yang dihadapi induri gula Indoneia dibaha dierai konepi dan upaya pemecahannya. PERMASALAHAN INDUSTRI GULA INDONESIA Menurunnya kinerja induri gula Indoneia diebabkan oleh berbagai maalah yang aling erkai (Gambar 1). Secara umum, permaalahan erebu dikelompokkan menjadi empa yaiu: 1) menurunnya areal dan meningkanya propori areal ebu egalan, 2) inefiieni di ingka uaha ani, 3) inefiieni di ingka pabrik, dan 4) perdagangan dan induri gula di paar inernaional yang anga diorif. Penurunan Areal dan Peningkaan Propori Areal Tebu Tegalan Pada dekade erakhir, areal ebu Indoneia menurun dengan laju -0,50%/ahun, di mana areal ebu awah cenderung menurun dan areal ebu egalan meningka. Kondii ini anara lain diebabkan oleh peraingan yang emakin inggi dalam penggunaan lahan, khuunya dengan padi. Pengalihan areal unuk ebu ke padi emakin kua ebagai akiba bia kebijakan pemerinah ke padi. Sebagai conoh, raio harga provenue gula yang emula ekiar 2,40, elah menurun menjadi 1,86 (Ruara e al. 2000; Sudana e al. 2000). Konveri lahan awah aau areal ebu unuk induri dan perumahan juga memberi konribui erhadap menurunnya areal ebu. Konveri lahan di Jawa pada periode cukup ignifikan dengan laju ekiar ha/ahun dan lebih dari 65% dikonveri unuk kegiaan nonperanian. Siuai ini diperkirakan akan eru berlanju karena baik inrumen paar maupun nonpaar uli mencegah konveri lahan peranian ke penggunaan nonperanian (Sumaryano e al. 1995). Kebijakan pemerinah dalam penyediaan kredi unuk uaha ani ebu yang ering erlamba era jumlahnya idak memadai juga mempunyai andil erhadap menurunnya areal ebu (Woeryano 2000). Uaha ani ebu memerlukan waku lebih lama dibanding uaha ani anaman pangan eperi padi (Woeryano 2000) ehingga keerediaan kredi anga diperlukan. Keidakpaian keerediaan kredi membua peani ragu-ragu bahkan mengalihkan uaha ani ebu ke uaha ani yang maa pengembalian modalnya lebih cepa, eperi padi aau bawang merah (Huodo 2000; Murdiyamo 2000; Pakpahan 2000; Woeryano 2000). Diori perdagangan dunia dan kebijakan arif impor gula Indoneia yang relaif rendah menyebabkan harga gula di paar dalam negeri menjadi rendah ehingga mengurangi mina peani unuk menanam ebu. Inefiieni Uaha Tani Beramaan dengan penurunan areal, uaha ani ebu juga idak efiien, yang ercermin dari penurunan produkivia. Pada ahun 1990, produkivia ebu ekiar 76,90 ebu/ha, dan pada ahun 1999 hanya 62,70 /ha (Hadi dan Surino 2000) aau menurun -2,24%/ahun. Gambar 1 memperlihakan bahwa produkivia yang rendah berpangkal dari belum opimalnya iem budi daya akiba 1) kualia bahan anaman yang kurang baik, 2) iem bagi hail anara peani dan PG yang dinilai peani kurang ranparan, 3) harga yang rendah khuunya pada dekade erakhir, dan 2 Jurnal Libang Peranian, 24(1), 2005

3 Diori paar inernaional Variea kepraan Siem bagi hail Harga rendah flukuaif Budi daya ubopimal Muu ebu Jadwal anam Jadwal ebang Siem ebang Kebijakan ubopimal - Kredi - Jaminan harga - Tarif impor - Subidi inpu Produkivia urun Rendemen urun PG ua rehabiliai Areal ebu urun Kapaia kurang Konolidai PG Inveai di luar Jawa Produki urun Konumi meningka Dampak Peningkaan impor - US$ 200 jua/ahun Keberadaan induri gula - 1,30 jua enaga kerja - Inveai Rp50 riliun Sabilia ekonomi oial - Inflai - Keahanan pangan Gambar 1. Skema permaalahan induri gula Indoneia dan alernaif pemecahannya (Suila 2005). 4) kebijakan pemerinah yang kurang mendukung. Terkai dengan bahan anaman, ada dua fakor penyebab rendahnya produkivia. Perama, variea yang dianam umumnya udah ua eperi BZ 148 (M442-51) dengan produkivia yang lebih rendah dibanding variea baru (Marjayani dan Arana 1999; Soeparmono 1999; Murdiyamo 2000; Roemano dan Nahdodin 2001). Sebagai ilurai, produkivia variea BZ 148 unuk PC hanya berkiar 94,40 ebu/ ha aau 4,17 hablur/ha, edangkan produkivia variea baru eperi PS mencapai 123,90 ebu/ha eara dengan ekiar 12,50 hablur/ha (Soeparmono 1999). Maalah kedua adalah umumnya peani idak melakukan peremajaan ecara berkala ehingga anaman yang ada ebagian bear berupa anaman kepraan dengan poeni produkivia hanya 67 85% dari anaman perama aau PC (Marjayani dan Arana 1999). Marjayani dan Arana (1999) memperkirakan propori anaman kepraan di Jawa mencapai lebih dari 50%. Keengganan peani unuk menanam variea baru aau melakukan peremajaan anaman eruama diebabkan oleh keerbaaan modal. Perganian anaman dengan variea baru memerlukan modal ekiar Rp16 jua/ha. Pada ahun perama, peani akan mengalami kerugian dan baru ahun kedua mereka dapa menik- Jurnal Libang Peranian, 24(1),

4 mai keunungan (Roemano dan Nahdodin 2001). Kebijakan pemerinah yang ering berubah juga kurang mendorong peani unuk menanamkan modalnya dengan menanam variea baru. Harga gula yang rendah hampir elama au dekade era idak adanya jaminan harga gula juga merupakan fakor penghamba peani dalam melakukan peremajaan dengan variea unggul. Jaminan harga gula anga pening unuk mendorong peani melakukan peremajaan dan perganian variea (Murdiyamo 2000; Suila 2005). Adanya maalah yang berkaian dengan iem bagi hail anara PG dan peani juga idak mendukung upaya peningkaan produkivia. Siem bagi hail yang berlaku, yaiu 65% dari oal produki gula unuk peani dan 35% unuk PG ebagai upah pengolahan, maih ering menimbulkan perdebaan. Bagi peani, bagian mereka eharunya bia lebih inggi bila pengolahan di PG berjalan efiien dan kapaia giling cukup memadai. Berdaarkan hail wawancara penuli dengan 50 peani di Jawa Timur dan Jawa Tengah, bagi hail yang euai menuru peani adalah 67 70%. Siuai ini menyebabkan peani enggan meningkakan produkivia. Huodo (2000) juga menyebukan perlunya upaya peningkaan bagian gula yang dierima peani. Permaalahan dalam iem bagi hail erebu berkaian dengan maih lemahnya kelembagaan peani ehingga bargaining poiion peani relaif lemah (Adiamio 1998; Pakpahan 2000). Kurangnya pengeahuan peani dan kerumian dalam pengukuran rendemen menimbulkan kecurigaan PG memanipulai rendemen gula. Di ii lain, PG menilai muu ebu peani kurang baik karena banyak mengandung kooran, dan peani memberi pupuk yang membua bobo ebu meningka (Woeryano 2000). Oleh karena iu, iem penenuan rendemen yang lebih ranparan dan adil anga diperlukan unuk mendorong peani memproduki ebu dengan rendemen yang inggi (Roemano dan Nahdodin 2001). Karena perbaikan ini memerlukan langkah yang berifa kolekif, maka penguaan kelembagaan peani merupakan uau keharuan. Penguaan kelembagaan Aoiai Peani Tebu Rakya Indoneia (APTRI) dan kelompok ani, era iem penenuan rendemen yang ranparan dan adil merupakan upaya raegi unuk meningkakan poii rebu-awar peani, yang dalam jangka panjang akan meningkakan efiieni induri gula naional (Pakpahan 2000). Harga gula yang rendah dan flukuaif juga dapa menurunkan produkivia ebu, khuunya ebu rakya. Walaupun repon produkivia erhadap harga inelai, menurunnya harga gula akan menyebabkan penurunan produkivia (Abidin 2000; Suila dan Sumiadi 2000 ), karena peani kurang opimal dalam menerapkan eknik budi daya, eruama yang memerlukan dukungan uang unai. Kebijakan pemerinah yang bia ke uaha ani padi, pencabuan ubidi pupuk, dan ulinya mengimplemenaikan jaminan harga (harga provenue) juga berdampak negaif erhadap peningkaan produkivia. Pencabuan ubidi akan meningkakan biaya produki, dan idak adanya jaminan harga menyebabkan penerapan eknik budi daya kurang opimal ehingga produkivia menurun (Soenoro e al. 1999; Murdiyamo 2000; Suila dan Sumiadi 2000). Seperi juga produkivia, rendemen ebu ecara umum eru menurun. Pada dekade erakhir, rendemen menurun dengan laju -1,30%/ahun dan pada ahun 1998 rendemen raa-raa naional mencapai iik 5,49%. Penurunan rendemen berumber dari kualia ebu (uaha ani) yang rendah dan inefiieni pabrik yang maing-maing mempunyai konribui 60 75% dan 25 40% (Woeryano 2000). Di amping iu, fakor iklim eperi kekeringan juga mengakibakan penurunan rendemen, eperi yang erjadi pada ahun 1998 (Murdiyamo 2000). Keerganungan pada kredi dan belum elaranya hubungan anara PG dan peani ebu juga menjadi penyebab penurunan rendemen (Adiamio 1998). Gambar 1 memperlihakan, kualia ebu yang idak euai andar diebabkan oleh beberapa fakor, anara lain penerapan eknik budi daya, waku ebang, dan kualia ebang yang kurang epa. Penerapan eknik budi daya yang idak euai dengan andar anara lain mencakup penggunaan variea yang produkivianya rendah, anaman kepraan yang melebihi kepraan kedua, pemupukan yang idak memadai, dan penerapan eknik pengendalian hama dan penyaki yang idak memenuhi andar ekni (Murdiyamo 2000). Kualia ebangan mencakup keberihan ebu dari daun-daun dan raning yang eria era inggi ebangan. Hail pengamaan penuli di delapan PG di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung menunjukkan bahwa muu ebangan yang idak berih anara lain diebabkan oleh iem ebang yang menggunakan iem borongan berdaarkan bobo ebu. Sebagai akibanya, penebang beruaha mencapai bobo ebu yang makimal dengan mengabaikan muu ebang. Rendemen yang rendah juga diebabkan oleh maa ebang yang idak opimal (Murdiyamo 2000; Woeryano 2000). Maa ebang opimal dicapai pada umur ebu bulan. Maa ebang yang idak opimal anara lain berkaian dengan kurang erinegrainya perencanaan anam, ebang, era kapaia pabrik. Sebagai akibanya, erjadi peraingan anara peani, pedagang aau peani bear, dan PG unuk memperoleh maa ebang opimal (Adiamio 1998). Keerbaaan kapaia pabrik dan kurang erinegrainya perencanaan waku anam dan waku ebang mengakibakan idak emua ebu dapa diebang pada aa umur opimal aau rendemennya makimal. Siuai ini ering menimbulkan maalah, baik anara peani dengan PG maupun di anara peani endiri dalam memperebukan maa ebang opimal (Adiamio 1998; Murdiyamo 2000; Woeryano 2000). Inefiieni di Tingka Pabrik Penurunan rendemen akiba inefiieni di ingka PG mencapai 30%. Kondii ini diebabkan oleh beberapa fakor. Perama, pabrik gula eruama yang ada di Jawa umumnya udah ua ehingga idak dapa mencapai efiieni yang makimal (Huodo 2000; Murdiyamo 2000; Woeryano 2000). Berbagai upaya unuk meningkakan efiieni elah dilakukan dengan memperbaiki aau memperbarui peralaan, namun upaya ini erkendala oleh keerbaaan dana maupun eknologi (PT Perkebunan Nuanara XI 2000). Fakor kedua adalah keerediaan bahan baku yang erbaa ehingga pabrik beroperai di bawah kapaia opimal. Penurunan areal ebu menyebabkan keerediaan bahan baku berkurang ehingga PG ering mengalami keulian unuk mencapai kapaia minimal. Dalam 10 ahun erakhir, dari 59 PG di Jawa, 17 PG memiliki oal hari giling di bawah andar naional yaiu 150 hari giling/ahun. Dengan krieria minimum 4 Jurnal Libang Peranian, 24(1), 2005

5 kapaia giling ebu/hari, 28 pabrik idak memenuhi andar erebu (Arifin 2000). Peraingan yang Tidak Adil Sebelum 23 Sepember 2002, keika kebijakan aa niaga impor dierapkan, induri gula Indoneia dihadapkan pada peraingan yang idak adil, baik pada apek produki maupun perdagangan. Induri gula dunia anga diorif, edangkan induri gula Indoneia hanya dilindungi oleh kebijakan arif impor 25%. Negara produen dan konumen uama melakukan ubidi dan proeki yang anga inggi ehingga perdagangan gula dunia menjadi anga diorif (Devado dan Kropf 1996; Noble 1997; Groombridge 2001; Kennedy 2001). Raa-raa harga gula dunia pada dekade erakhir ebear US$ 8,36/lb (1 lb = 0,48 kg) yang jauh di bawah biaya Tabel 1. Kebijakan pergulaan di beberapa negara. produki yang raa-raa mencapai US$ 17,46/lb. Groombridge (2001) dan Kennedy (2001) menyebukan bahwa induri gula merupakan induri dengan ingka diori eringgi akiba adanya inerveni yang kua dari pemerinah unuk melindungi induri gula maing-maing (Tabel 1). Amerika Serika ecara hiori menerapkan berbagai kebijakan unuk mendukung aau melindungi induri gulanya. Kebijakan erebu menyebabkan ekiar 67% pendapaan produen gula di AS merupakan komponen dari kebijakan harga ubidi aau price uppor. Landaan hukum erbaru yang digunakan AS unuk mendukung kebijakan erebu adalah Farm Securiy and Rural Invemen Ac of 2002 (2002 Farm Ac). Beberapa kebijakan pening yang dierapkan adalah kebijakan banuan domeik (price uppor loan), ariff-rae quoa, ubidi ekpor, program re-ekpor, dan kebijakan pembayaran dalam benuk Negara Kebijakan daar Eeni kebijakan Brail Domeic/price uppor Dukungan harga (1998) (US$ 743 jua/ahun) India Eenial commodiie ACT 1955 Produki Diribui Parial price conrol Alokai dan konrol produki (levy ugar) Harga erjangkau oleh konumen (raion card) Jaminan harga ebu dan gula (levy price dan marke price) Thailand Price uppor Dukungan harga Producion managemen Pengendalian/kuoa produki Jepang Jaminan harga (Y 71 miliar) Kepaian harga Tarif impor yang inggi Membaai impor CAP Price uppor Jaminan harga Producion managemen Pengendalian/kuoa produki TRQ Pengendalian impor Safe guard mechanim Pengendalian impor Expor ubidy Penurunan penawaran di paar domeik Amerika Sumber: Suila (2002) Farm Ac dan FAIR ACT of 1996 (US$ 1,90 miliar) Price uppor loan Tariff-rae quoa Expor ubidy Re-expor pragram Paymen-in-kind Jaminan harga dan kredi Pengendalian impor Kompenai ke induri berbahan baku gula Mengurangi keerkaian kebijakan dengan diori yang diimbulkan naura aau paymen-in-kind. Tariff-rae quoa (TRQ) merupakan uau kebijakan pengendalian harga domeik dengan inrumen pengendalian impor. TRQ anga efekif mengendalikan harga di dalam negeri karena TRQ merupakan kombinai anara arif dan kuoa. Kebijakan ini maih diizinkan dierapkan dalam kerangka liberaliai perdagangan.akiba kebijakan TRQ dan kebijakan lainnya, harga gula di paar domeik AS jauh di aa harga gula dunia. Unuk gula menah, perbedaan anara harga di paar inernaional dan harga domeik mencapai US$c 12/lb aau 126%, edangkan unuk gula puih ekiar US$c 13/lb aau 104% (USDA 2003). Biaya unuk memperahankan kebijakan erebu anga inggi. Sebagai conoh, pada ahun 1998 biaya inerveni mencapai US$ 1,90 miliar. Pemerinah haru menyiapkan dana ekiar US$ 1,68 miliar/ahun unuk pembelian gula. Keejaheraan yang hilang (welfare lo) ebagai akiba kebijakan erebu diperkirakan mencapai US$ 1 miliar/ahun (Kennedy 2001). Eropa Bara (EC) dikenal ebagai kelompok negara dengan ingka diori paling inggi. Inerveni dilakukan hampir pada emua apek induri dan perdagangan gula. Unuk melindungi ekanan dari paar inernaional, dierapkan ingka arif impor yang inggi. Sebelum Puaran Uruguay (PU) diandaangani, inrumen arif impor merupakan kebijakan yang variable levie, arinya arif impor dapa dinaikkan jika harga gula di paar inernaional urun ecara ignifikan. Seelah PU diandaangani, EC menerapkan binding ariff yang relaif maih inggi yaiu 146% dengan pendekaan fixed ariff. Kebijakan yang paling diorif yang dierapkan oleh EC idenik dengan yang dilakukan di AS yaiu ubidi inpu aau kredi dan jaminan harga. Kebijakan ini diimplemenaikan dengan membagi produki menjadi iga kaegori yaiu kuoa A, B, dan C. Unuk kuoa A yang dipaarkan di dalam negeri, peani menerima harga euai dengan harga inerveni (harga ubidi). Unuk kuoa B, produen juga menerima harga ubidi, namun dikurangi pajak yang lebih inggi yaiu 39,50% dibandingkan kuoa A yang pajaknya 2%. Unuk produki di aa kuoa A dan B, produen menerima harga euai dengan harga di paar inernaional. Kebijakan ubidi harga Jurnal Libang Peranian, 24(1),

6 diperkirakan mencapai 41% dari pendapaan peani. Di ii lain, konumen menerima beban ekiar US$ 3,80 miliar/ ahun ebagai akiba harga gula domeik yang inggi (Noble 1997). India juga melakukan inerveni yang cukup inenif erhadap induri gulanya. Salah au landaan hukum kebijakan pergulaan di India adalah dimaukkannya gula pada Eenial Commodiie Ac of Kebijakan pergulaan di India pada daarnya diekankan pada apek produki-harga dan diribui-harga. Kebijakan produkiharga yang dierapkan di India mengacu pada konep harga daar. Dengan kebijakan erebu, pemerinah meneapkan harga daar gula unuk PG ebagai landaan unuk menenukan harga ebu peani (Purell dan Gupa 1997). Pemerinah India juga melakukan inerveni pada diribui melalui kombinai anara kebijakan diribui dan difereniai harga aau parial price conrol. Pengolah diwajibkan mengalokaikan produki gulanya 30 60% unuk 'dijual' ke Food Corporaion of India (FCI), emacam Bulog di Indoneia. Gula erebu dikenal ebagai levy ugar dan dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang berlaku di paar. Levy ugar elanjunya dibeli oleh konumen dengan menggunakan uau karu yang dikenal ebagai raion card. Raion card diberikan ama unuk eiap konumen anpa mempedulikan ingka pendapaan (Purell dan Gupa 1997). Kebijakan harga-produki yang dierapkan di Thailand idenik dengan kebijakan alokai produki di EC. Thailand membagi produki gula menjadi iga kelompok yaiu kuoa A, B, dan C. Kuoa A dinilai dengan harga paar domeik yang mendapa perlindungan arif impor 65% ad valorem unuk volume ampai dengan on dan 104% unuk volume lebih dari iu. Gula B diekpor oleh Thai Cane dan Sugar Corporaion. Nilai penjualan kuoa A dan B menjadi daar penerimaan peani. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH Berdaarkan analii maalah yang menjadi penyebab penurunan kinerja induri gula Indoneia, ada beberapa prioria upaya dan kebijakan yang perlu dilakukan. Secara gari bear, upaya aau kebijakan erebu dibagi menjadi iga kelompok yaiu: 1) peningkaan efiieni di ingka uaha ani, 2) peningkaan efiieni di ingka pabrik, dan 3) pencipaan peraingan yang adil. Peningkaan Efiieni di Tingka Uaha Tani Berdaarkan penyebab inefiieni di ingka uaha ani, maka peningkaan efiieni di ingka uaha ani dapa dilakukan melalui 1) penanaman variea unggul, 2) percepaan peremajaan anaman kepraan, 3) opimai jadwal anam dan ebang, dan 4) perbaikan iem bagi hail. Penanaman variea unggul. Beberapa variea unggul baru mempunyai poeni produkivia lebih inggi dari variea yang udah lama dianam peani. Variea unggul erebu adalah PS 851, PS 861, PS 862, dan PS 863 (Murdiyamo 2000). Percepaan peremajaan anaman kepraan. Areal anaman kepraan ecara berahap haru dikurangi. Upaya yang dapa dilakukan adalah dengan menginvenariai anaman dan periode kepraan ehingga dapa diuun rencana peremajaan anaman kepraan. Hal ini ejalan dengan program akelerai pembangunan induri gula yang dilakanakan oleh pemerinah. Opimai jadwal anam dan ebang. Opimai jadwal anam dan ebang anaman ebu anga pening unuk meningkakan efiieni (Roemano dan Nahdodin 2001). Opimai erebu dapa Tabel 2. Rendemen (%) diwujudkan dengan membua rencana anam dan ebang era kompoii variea ehingga anaman dapa diebang pada umur yang opimal. Opimai ini akan mencakup iga dimeni yaiu 1) opimai maa anam, 2) opimai maa ebang, 3) opimai kompoii variea. Perbaikan iem bagi hail. Perbaikan iem bagi hail anara peani dan PG perlu diperbaiki unuk memberi inenif kepada peani dalam peningkaan produkivia. Siem bagi hail dengan propori 65% produki unuk peani dan 35% unuk PG dinilai peani belum memadai. Salah au alernaif yang diuulkan adalah propori biaya pengolahan berbanding erbalik dengan produkivia yang dalam hal ini menggunakan rendemen ebagai indikaor. Dengan perkaaan lain, emakin inggi rendemen ebu peani, emakin kecil propori yang dierima PG. Selain lebih adil, pendekaan erebu diharapkan akan memberi inenif kepada peani unuk memperbaiki muu ebu yang dihailkan. Penerapan konep ini di PG Kebon Agung berhail meningkakan keunungan peani maupun PG (Suila 2002). Salah au alernaif iem bagi hail diajikan pada Tabel 2. Peningkaan Efiieni PG Siem bagi hail anara peani dan pabrik gula. Di amping memperbaiki manajemen, peningkaan efiieni PG dapa dilakukan dengan 1) menuup PG yang udah idak mempunyai peluang unuk berahan (idak efiien), 2) merehabiliai PG yang udah ua eapi maih dapa diingkakan efiieninya, era 3) meningkakan Bagian (kg gula/1 kw ebu) Bagi hail (%) Peani PG Peani PG 6,50 4,25 2,25 65,38 34,62 6,75 4,43 2,33 65,56 34,44 7 4,61 2,40 65,79 34,21 7,25 4,79 2,46 66,07 33,93 7,50 4,98 2,52 66,40 33,60 7,75 5,18 2,58 66,77 33,23 8 5,38 2,63 67,19 32,81 8,50 5,79 2,72 68,06 31,94 9 6,21 2,80 68,94 31,06 9,50 6,64 2,87 69,84 30, ,08 2,93 70,75 29,25 6 Jurnal Libang Peranian, 24(1), 2005

7 konolidai anar-pg yang bahan bakunya berdekaan (Wahyudi dan Erwidodo 1999). Penuupan PG yang idak efiien. Penuupan PG yang uli unuk berahan memerlukan analii yang mendalam menginga inveai unuk membangun ebuah PG relaif bear. Seiap PG haru dianalii ingka efiieninya era peluang unuk meningkakan efiieni erebu. Jika uau PG memiliki ingka efiieni yang anga rendah, eperi dicerminkan oleh biaya produki yang inggi era umber-umber penyebab inefiieni uli unuk dicari oluinya, maka PG erebu dapa diuup. Rehabiliai PG. Upaya unuk merehabiliai PG eruama yang udah ua perlu dilakukan unuk meningkakan efiieni di ingka pabrik. Upaya rehabiliai enunya dilakanakan ecara elekif ehingga dapa mencapai ujuan ecara efiien. Dana unuk konolidai dan rehabiliai diharapkan diperoleh dari inveor aau perbankan. Konolidai PG. Konolidai PG yang umber bahan bakunya berada dalam uau wilayah yang berdekaan eruama berujuan unuk menekan biaya eap era mengopimalkan kapaia produki maing-maing PG. Opimai erebu dapa berupa opimai penggunaan peralaan era harmoniai lua areal, jadwal anam, ebang, era iem angku ebu. Melalui upaya ini, efiieni PG diharapkan mengalami peningkaan. Pencipaan Peraingan yang Adil Meliha ingka diori di paar inernaional, baik yang berumber pada apek proeki maupun ubidi, pencipaan peraingan yang adil oleh pemerinah merupakan yara keharuan. Tanpa peraingan yang adil, peningkaan efiieni di ingka uaha ani dan PG uli erwujud ecara berkelanjuan. Kebijakan erebu bukan unuk melindungi emua PG, eapi dengan peraingan yang adil, induri gula yang efiien akan berahan, edangkan yang idak efiien akan erpinggirkan. Unuk mewujudkan hal erebu, ada iga pilihan kebijakan yaiu: 1) memperahankan eeni kebijakan aa niaga impor (SK Menperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002, 2) meningkakan arif impor, 3) menerapkan ariff-rae quoa era didukung oleh 4) kebijakan inenif dan dukungan pengembangan induri gula di luar Jawa. Memperahankan eeni kebijakan aa niaga impor. Seelah menerapkan berbagai kebijakan ejak ahun 1971, pemerinah meneapkan kebijakan aa niaga impor gula yang eruang dalam SK Menperindag No. 643/MPP/Kep/ 9/2002, anggal 23 Sepember Kebijakan ini berujuan unuk membaai jumlah gula impor dengan mengurangi jumlah imporir, yaiu hanya imporir produen dan imporir erdafar. Di amping iu, impor dapa dilakukan bila harga di ingka peani mencapai minimum Rp3.100/kg. Hail evaluai Suila (2005) menunjukkan bahwa kebijakan erebu dapa membanu mewujudkan peraingan yang adil bagi induri gula era efekif mendorong perumbuhan induri gula dalam negeri dan meningkakan keejaheraan peani ebu. Melalui kebijakan erebu, areal ebu naional akan meningka 8,21% dibanding anpa kebijakan ehingga produki meningka 7,23%. Dampak poiif lainnya adalah pendapaan peani meningka ekiar 5%. Kebijakan erebu idak berdampak ignifikan erhadap konumi, karena konumi berifa inelai erhadap perubahan harga, eapi akan menurunkan impor gula 7,35% (Suila 2005). Meningkakan arif impor. Peningkaan arif impor juga efekif mencipakan peraingan yang adil dan ekaligu memacu perumbuhan induri gula. Suila (2005) menyaakan bahwa penerapan arif impor gula 25% mempunyai dampak yang ignifikan erhadap induri gula Indoneia. Penerapan arif impor erebu dapa meningkakan produki dan harga domeik lebih inggi maingmaing 7,47% dan 11% dibandingkan anpa arif impor. Sebagai akibanya, pendapaan peani dan urplu produen maing-maing meningka 11,60% dan 15%. Lebih jauh, impor juga menurun 8,41% (Suila dan Sumiadi 2000). Dengan memperimbangkan diori perdagangan di paar inernaional, perkiraan harga dunia dan nilai ukar rupiah, binding ariff Indoneia erkai dengan WTO, dan kepeningan konumen di dalam negeri, arif impor yang dinilai memadai adalah ekiar 50%. Imporir produen dapa diberikan perlakuan khuu aau dikecualikan dari kebijakan erebu. Provenue-TRQ. Pilihan kebijakan yang modera dan diperkirakan cukup efekif dalam pengembangan induri gula naional adalah kombinai kebijakan harga provenue (Rp3.400/kg) dan TRQ. Unuk TRQ, bai kuoa mialnya dieapkan 1 jua on, dengan arif rendah Rp700/kg dan arif inggi Rp1.300/kg. Arinya, unuk impor ampai dengan 1 jua on, ingka arif impor adalah Rp700/kg. Impor gula di aa 1 jua on dikenakan arif impor Rp1.300/kg. Secara umum, PG dan peani yang mampu memproduki gula dengan biaya makimum Rp3.400/kg maih dapa berahan, edangkan PG dan peani dengan biaya produki di aa Rp 3.400/kg akan uup. Dengan kebijakan erebu, kinerja induri gula naional diproyekikan akan mengalami peningkaan yang cukup ignifikan. Kebijakan ini membua harga di ingka peani dan eceran maingmaing menjadi 14,60% dan 15% lebih inggi dibandingkan dengan kenario arif impor 25%. Penerapan kebijakan erebu dapa meningkakan areal anaman ebu raa-raa 13,41% dan produki gula 7,74% era menurunkan volume impor 15,63% (Suila 2005). Kebijakan ini haru diimplemenaikan dalam au pake ehingga biaya yang menjadi beban pemerinah minimal. Salah au implemenai dari kebijakan ini adalah pemberian izin mengimpor gula hanya bagi peruahaan yang membeli gula peani aau PG pada harga provenue. Karena volume produki dalam negeri dan impor relaif berimbang, peruahaan yang membeli au uni gula peani aau PG berhak mengimpor au uni gula (diebu kebijakan provenue- TRQ11). Kebijakan ini pada daarnya idak memerlukan dukungan dana khuu dari pemerinah karena penerapan harga provenue diharapkan dapa dibiayai peruahaan yang akan melakukan impor. Pemerinah juru akan memperoleh dana yang lebih inggi dari pengenaan arif impor unuk volume gula di aa 1 jua on. Penerimaan pemerinah dari kebijakan TRQ diperkirakan mencapai Rp1,787 riliun. Penerapan kebijakan provenue- TRQ11 eap memperhaikan kompeii anara gula domeik dan gula impor. Dengan aumi harga gula di paar inernaional (FOB) US$ 150 US$ 250/ on dan nilai ukar rupiah Rp8.000 Rp10.000/US$, maka harga gula impor pada ingka imporir aau pedagang Jurnal Libang Peranian, 24(1),

8 bear akan bervariai anara Rp2.592 Rp3.805/kg. Secara umum, harga gula impor akan lebih murah dibandingkan harga di paar domeik bila harga gula di paar inernaional makimum US$ 230/on. Jika dieapkan kebijakan provenue- TRQ11 dan harga gula di paar inernaional di bawah US$ 230/on, maka akan erdapa eliih harga anara gula impor dan gula domeik (ren) yang menjadi daya arik para imporir. Dengan harga gula US$ 150 US$ 230/on, maka nilai ren erebu berkiar Rp63 Rp808/kg, dengan raa-raa Rp379/kg. Makin rendah harga gula di paar inernaional era makin kua rupiah erhadap US$ (rupiah erapreiai), makin inggi nilai ren erebu ehingga makin bear inenif unuk melakukan impor, dan ebaliknya. Ren merupakan alah au ii poiif dari kebijakan provenue-trq11. Dengan perkaaan lain, agar imporir dapa memperoleh ren erebu, mereka haru membeli gula produki dalam negeri pada harga provenue Rp3.400/kg. Agar harga gula di ingka konumen maih wajar, pemerinah perlu mengaur jadwal impor euai dengan perkembangan harga eceran. Dengan harga provenue Rp3.400/kg, maka kiaran harga yang wajar unuk ingka konumen adalah Rp3.740 Rp4.250/kg. Unuk mencapai kiaran harga erebu, impor haru dilakukan dengan cerma ehingga penawaran gula dalam negeri relaif abil. Keika muim giling (Mei- November), impor gula relaif kecil, dan ebaliknya. Penerapan kebijakan ini perlu memperhaikan poeni maalah yang mungkin muncul. Perama, eperi kebijakan aa niaga gula, kebijakan ini akan memberi peluang erjadinya penyelundupan karena peruahaan yang berhak mengimpor gula adalah peruahaan yang elah membeli gula peani pada harga provenue. Dengan demikian, akan ada peruahaan yang melakukan penyelundupan karena margin yang akan diperoleh cukup inggi. Jika pemerinah idak mampu menekan upaya penyelundupan, pihak yang paling dirugikan adalah peruahaan yang elah membeli gula peani pada harga provenue. Jika hal ini idak dapa dicegah, maka idak akan ada peruahaan yang mau membeli gula peani pada harga provenue. Maalah kedua adalah erkonenrainya penawaran gula pada ejumlah kecil peruahaan. Hal ini dapa erjadi bila ejumlah kecil peruahaan mampu membeli ebagian bear gula peani ehingga peruahaan erebu ekaligu juga akan menguaai impor gula. Oleh karena iu, pemerinah perlu mendiribuikan pembelian gula peani, mialnya dengan menggunakan pendekaan regional, aau membaai volume gula peani yang dapa dibeli oleh uau peruahaan. Jika pemerinah bermakud mencipakan peraingan yang adil era mempercepa pengembangan induri gula naional melalui peningkaan efiieni di ingka peani dan PG, maka kombinai kebijakan provenue-trq11 dapa dierapkan yang didukung dengan ubidi inpu. Kebijakan ini ejalan dengan program Akelerai Pembangunan Induri Gula Naional. Program ini memberikan dukungan erhadap induri gula naional melalui ubidi bibi, biaya pengolahan anah unuk perganian anaman (PC), rehabiliai PG, dan perbaikan infrarukur eperi irigai. Dari egi pendanaan, kebijakan ini memiliki ii penerimaan dan pengeluaran. Kebijakan TRQ akan memberikan penerimaan ke negara Rp1,787 riliun/ahun. Sebaliknya, ubidi maukan produki merupakan ii pengeluaran. Jika diaumikan pemerinah memberikan ubidi bibi Rp /ha dan lua areal ebu rakya ekiar ha, maka nilai ubidi bibi mencapai Rp131,10 miliar unuk periode 4 5 ahun aau ekiar Rp30 miliar/ahun. Jika ubidi pengolahan anah unuk perganian anaman (membongkar anaman kepraan) enilai Rp1 jua/ha, maka nilai ubidi berkiar Rp172,50 miliar/ahun unuk periode 4 5 ahun aau raa-raa ekiar Rp58 miliar/ ahun. Unuk ubidi pupuk (2%), nilai ubidi diperkirakan ekiar Rp71 miliar/ ahun. Dengan demikian, ubidi unuk peani diperkirakan bernilai ekiar Rp158 miliar/ahun. Nilai ubidi erebu hanya 8,90% dari penerimaan arif impor gula. Jika induri gula menggunakan pendekaan membiayai endiri indurinya (elf-financing), maka penerimaan dari arif impor cukup memadai unuk ubidi maukan produki, rahabiliai PG aaupun perbaikan infraukur. Unuk mengaai emakin menyempinya areal ebu di Jawa, upaya pengembangan induri gula di luar Jawa perlu diingkakan. Berdaarkan hail invenariai, areal yang poenial unuk pengembangan ebu di luar Jawa diperkirakan ekiar 1,80 jua ha, yang erebar di Papua ha, Maluku ha, dan Kalimanan Tengah ha (Bakrie dan Sumiadi 1999). Selanjunya, Roemano dan Nahdodin (2001) mengidenifikai ha lahan yang cocok unuk ebu di Papua dan Maluku. Namun demikian, pengembangan induri gula di luar Jawa menghadapi berbagai hambaan. Salah au hambaan erebu adalah biaya inveai yang mahal, yaiu anara US$ jua unuk pabrik dengan kapaia ebu/hari, era maa pengembalian modal relaif lamba (Sumiadi 1998). Dengan poeni areal yang demikian lua, maka keediaan inveor unuk menanamkan modalnya merupakan kunci keberhailan erebu. Agar inveor erarik menanamkan modalnya, maka inveai induri gula di Jawa haru mengunungkan. KESIMPULAN Seelah pernah mengalami maa kejayaan, induri gula Indoneia pada dekade erakhir cenderung mengalami kemunduran karena adanya berbagai maalah inernal dan ekernal yang aling erkai. Maalah inernal erebu adalah: 1) menurunnya areal dan meningkanya propori areal ebu egalan era 2) inefiieni di ingka uaha ani dan pabrik, edangkan maalah ekernal anara lain adalah: 1) bia kebijakan pemerinah baik kebijakan domeik maupun perdagangan inernaional era 2) diori yang inggi pada perdagangan inernaional. Menginga peran raegi gula di Indoneia, berbagai upaya perlu dilakukan unuk menumbuhkan induri gula yang efiien era menuup induri (PG) yang idak efiien. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z Dampak Liberaliai Perdagangan erhadap Keragaan Induri Gula Indoneia: Suau Analii Kebijakan. Dierai Dokor, Program Pacaarjana, Iniu Peranian Bogor, Bogor. Adiamio, K Siem Kelembagaan ebagai alah au umber pokok permaalahan program TRI: Suau injauan reropeki. Bulein Pua Peneliian Perkebunan Gula Indoneia (148): Arifin, B Kebijakan produki dan perdagangan gula naional: Suau elaah 8 Jurnal Libang Peranian, 24(1), 2005

9 ekonomi poliik. Makalah diampaikan pada Dikui Panel Kebijakan Induri Gula, Surabaya, 26 Juli Bakrie, F. dan A. Sumiadi Propek pergulaan naional diinjau dari perpekif inernaional. Gula Indoneia, Ikaan Ahli Gula Indoneia XXIV(2): Devado, S. and J. Kropf Impac of rade liberalizaion under he Uruguay Round on he world ugar marke. Agric. Econ. (15): Dewan Gula Indoneia Rerukuriai Gula Indoneia April Bahan Dikui Reformai Gula Indoneia, Dewan Gula Indoneia, Jakara. Dewan Gula Indoneia Pabrik Gula Indoneia. Laporan Inern, Dewan Gula Indoneia, Jakara. Direkora Jenderal Perkebunan Saiik Perkebunan: Gula. Direkora Jenderal Perkebunan, Jakara. Groombridge, M.A America Bierwee Sugar Policy. Trade Briefing Paper. Cener for Trade Policy Sudy, CATO Iniue, Wahingon DC. Hadi, S. dan Surino Ikhiar Angka Peruahaan Tahun Giling Pua Peneliian Perkebunan Gula Indoneia, Pauruan. Huodo, S.Y Menuju penyelamaan induri gula naional. hlm Dalam A. Supriono (Ed.). Proiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indoneia, 26 Juli Aoiai Peneliian Perkebunan Indoneia, Bogor. Kennedy, P.L Sugar Policy. Louiiana Sae Univeriy, Louiiana. Marjayani, S. dan W.D. Arana Keragaan beberapa variea ebu pada beberapa maa anam/kepra di lahan kering Jairoo. Beria Pua Peneliian Perkebunan Gula Indoneia (24): Murdiyamo, U Dukungan eknologi dalam pembangunan induri gula Indoneia. hlm Dalam A. Supriono (Ed.). Proiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indoneia, 26 Juli Aoiai Peneliian Perkebunan Indoneia, Bogor. Noble, J The European Sugar Policy o World Sugar and Sweeener Yearbook 1996/1997, D13 DA21. Pakpahan, A Membangun Kembali Induri Gula Indoneia. Direkora Jenderal Perkebunan, Jakara. PT. Perkebunan Nuanara XI Upaya peningkaan efiieni dan pengolahan menuju liberaliai perdagangan. hlm Dalam A. Supriono (Ed.). Proiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indoneia, 26 Juli Aoiai Peneliian Perkebunan Indoneia, Bogor. Purell, G. and A. Gupa Trade Policie and Incenive in Indian Agriculure. Developmen. Reearch Group, he World Bank, New Delhi. Roemano, J. dan Nahdodin Propek induri gula Indoneia di era oonomi daerah. Tinjauan Komodia Perkebunan 2(1): Ruara, W., S. Suprihaini, M. Iqbal, and B. Borrell A Framework for Policy Analyi of he Indoneian Sugar Indury. Cener for Agro-ocio Economic Reearch, Bogor. Simaupang, P., A. Rachman, dan L. Peliaari Gula dalam kebijakan pangan naional: Analii hiori. hlm Dalam A.H. Sawi, P. Suharno, dan A. Rachman (Ed.). Ekonomi Gula Indoneia. Pua Peneliian Soial Ekonomi Peranian, Bogor. Simaupang, P., N. Syafaa, K.M. Noekman, A. Syam, S.K. Dermoredjo, dan B. Sanoo Kelayakan Peranian ebagai Sekor Andalan Pembangunan Ekonomi Naional. Pua Peneliian Soial Ekonomi Peranian, Bogor. Soenoro, V. Indiaro, dan A.M.S. Ali Uaha ani dan ebu rakya inenifikai di Jawa. hlm Dalam A.H. Sawi, P. Suharno, dan A. Rachman (Ed.). Ekonomi Gula Indoneia, Pua Peneliian Soial Ekonomi Peranian, Bogor. Soeparmono Hail emu lapang dalam rangka pengenalan variea unggul baru melalui Warung Tebu. Beria Pua Peneliian Perkebunan Gula Indoneia (24): Sudana, W., P. Simaupang, S. Friyano, C. Mulim, dan T. Soeliiyo Dampak Deregulai Induri Gula erhadap Realokai Sumber Daya, Produki Pangan, dan Pendapaan Peani. Laporan Peneliian, Pua Peneliian Soial Ekonomi Peranian, Bogor. Sumaryano, N. Syafa a, M. Ariani, dan S. Friyano Analii Kebijakan Konveri Lahan Sawah ke Penggunaan Nonperanian, Laporan Peneliian, Pua Peneliian Soial Ekonomi Peranian, Bogor. Suila, W.R. dan A. Sumiadi Analii Dampak Pembebaan Tarif Impor dan Perdagangan Beba erhadap Induri Gula. Laporan Peneliian, Aoiai Peneliian Perkebunan Indoneia, Bogor. Suila, W.R Dengan kemiraan, pabrik gula dan peani maju berama. Wara Peneliian dan Pengembangan Peranian 24 (5): Suila, W.R Pengembangan Induri Gula Indoneia: Analii Kebijakan dan Keerpaduan Siem Produki. Dierai Dokor. Iniu Peranian Bogor, Bogor. Sumiadi, A Krii Moneer dan Pengaruhnya erhadap Induri Gula Indoneia. Makalah diampaikan pada Seminar Sehari Krii Moneer dan Langkah Aniipaif Penanggulangan Dampak Kekeringan pada Produki Gula 1998, Pauruan, 10 Deember Tjokrodirdjo, H.S., L.M. Syafein, dan B. Subroo Induri gula di luar Jawa. hlm Dalam A.H. Sawi, P. Suharno, dan A. Rachman (Ed.). Ekonomi Gula Indoneia, Pua Peneliian Soial Ekonomi Peranian, Bogor. USDA World Sugar Policy Review. Sugar and Sweeener Oulook, SSS 236. Unied Sae Deparmen of Agriculure, Wahingon, DC. Wahyudi, A. dan Erwidodo Analii Pendugaan Tarif Impor Opimum pada Perdagangan Gula Indoneia. Pua Peneliian Soial Ekonomi Kehuanan dan Perkebunan, Bogor. Woeryano Peningkaan efiieni manajemen induri gula. hlm Dalam A. Supriono (Ed.). Proiding Seminar Sehari Pembangunan Perkebunan Indoneia, 26 Juli Aoiai Peneliian Perkebunan Indoneia, Bogor. Jurnal Libang Peranian, 24(1),

Bab III. Menggunakan Jaringan

Bab III. Menggunakan Jaringan Bab III Pembuaan Jadwal Pelajaran Sekolah dengan Menggunakan Jaringan Pada bab ini akan dipaparkan cara memodelkan uau jaringan, ehingga dapa merepreenaikan uau jadwal pelajaran di ekolah. Tahap perama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA GERAK LURUS

BAB KINEMATIKA GERAK LURUS BAB KINEMATIKA GERAK LURUS.Pada ekiar ahun 53, eorang ilmuwan Ialia,Taraglia,elah beruaha unuk mempelajari gerakan peluru meriam yang diembakkan. Taraglia melakukan ekperimen dengan menembakkan peluru

Lebih terperinci

Lag: Waktu yang diperlukan timbulnya respons (Y) akibat suatu aksi (X)

Lag: Waktu yang diperlukan timbulnya respons (Y) akibat suatu aksi (X) Lag: Waku yang diperlukan imbulnya repon ( akiba uau aki ( Conoh: Pengaruh kredi erhadap produki Suplai Uang mempengaruhi ingka inflai eelah beberapa kwaral Hubungan pengeluaran R & D dengan produkifia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2007/ 2008 UJIAN SEMESTER GANJIL

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2007/ 2008 UJIAN SEMESTER GANJIL PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 27/ 28 UJIAN SEMESTER GANJIL Maa Pelajar Fiika Kela XII IPA Waku 12 meni 1. Hubungan anara jarak () dengan waku () dari

Lebih terperinci

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DAN SNOWBALL THROWING

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DAN SNOWBALL THROWING Vol I. No., Mare 07, hlm. 69-74 PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DAN SNOWBALL THROWING Ririn Sundari, Sri Rahmah Dewi Saragih Pendidikan Maemaika, Univeria

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian mengenai konribusi pengelolaan huan rakya erhadap pendapaan rumah angga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamaan Sindangagung, Kabupaen Kuningan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Bagian 1

Transformasi Laplace Bagian 1 Modul Tranformai aplace Bagian M PENDAHUUAN Prof. S.M. Nababan, Ph.D eode maemaika adalah alah au cabang ilmu maemaika yang mempelajari berbagai meode unuk menyeleaikan maalah-maalah fii yang dimodelkan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Kontrol dengan Tanggapan Waktu

Perancangan Sistem Kontrol dengan Tanggapan Waktu erancangan Siem onrol dengan anggapan Waku 4 erancangan Siem onrol dengan anggapan Waku.. endahuluan ada bab ini, akan dibaha mengenai perancangan uau iem konrol ingleinpu-ingle-oupu linier ime-invarian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER EKONOMETRIKA TIME SERIES (ECEU601302) SEMESTER GASAL

UJIAN TENGAH SEMESTER EKONOMETRIKA TIME SERIES (ECEU601302) SEMESTER GASAL Univeria Indoneia Fakula Ekonomi dan Bini UJIAN TENGAH SEMESTER EKONOMETRIKA TIME SERIES (ECEU601302) SEMESTER GASAL 2017-2018 Hari /gl : Rabu, 18 Okober 2017 Waku : 120 Meni Pengajar : Riyano Sifa : Caaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

15. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan yang berubah-ubah seperti yang digambarkan pada grafik berikut ini.

15. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan yang berubah-ubah seperti yang digambarkan pada grafik berikut ini. NAMA : NO ABSEN : ULANGAN HARIAN KELAS VIII D SISTEM GERAK PADA TUMBUHAN DAN BENDA Rabu, 03 Sepember 2014 A. Pilihlah au jawaban yang paling epa 1. Gerak pada umbuhan yang dipengaruhi rangangan dari luar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN LANDASAN TEORI PENDAHULUAN Laar Belakang Salah au maalah aru dalam uau nework adalah penenuan pah erpendek. Maalah pah erpendek ini merupakan maalah pengopimuman, karena dengan diperolehnya pah erpendek diharapkan dapa

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengerian dan peunjuk yang digunakan unuk menggambarkan kejadian, keadaan, kelompok, aau

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN MELALUI KEMITRAAN USAHA. Saptana dan Ashari

PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN MELALUI KEMITRAAN USAHA. Saptana dan Ashari PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN MELALUI KEMITRAAN USAHA Sapana dan Ahari Pua Analii Soial Ekonomi dan Kebijakan Peranian, Jalan Ahmad Yani No. 70, Bogor 16161 ABSTRAK Pembangunan (ermauk ekor peranian)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Journal Indusrial Servicess Vol. No. Okober 0 MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Abdul Gopar ) Program Sudi Teknik Indusri Universias

Lebih terperinci

SISTEM USAHA TANI TERINTEGRASI TANAMAN-TERNAK SEBAGAI RESPONS PETANI TERHADAP FAKTOR RISIKO. Tjeppy D. Soedjana

SISTEM USAHA TANI TERINTEGRASI TANAMAN-TERNAK SEBAGAI RESPONS PETANI TERHADAP FAKTOR RISIKO. Tjeppy D. Soedjana SISTEM USAHA TANI TERINTEGRASI TANAMAN-TERNAK SEBAGAI RESPONS PETANI TERHADAP FAKTOR RISIKO Tjeppy D. Soedjana Pua Peneliian dan Pengembangan Peernakan, Jalan Raya Pajajaran Kav. E. 59, Bogor 16151 ABSTRAK

Lebih terperinci

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia SUPLEMEN 3 Resume Hasil Peneliian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredi Bank di Sumaera Selaan erhadap Kebijakan Moneer Bank Indonesia Salah sau program kerja Bank Indonesia Palembang dalam ahun 2007 adalah

Lebih terperinci

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekaan dan Meode Peneliian Jenis peneliian yang digunakan adalah jenis peneliian kualiaif dengan menggunakan daa kuaniaif. Daa kualiaif adalah mengeahui Gambaran pengelolaan

Lebih terperinci

PENILAIAN TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH DI GARDU INDUK KONVENSIONAL DAN BERISOLASI GAS

PENILAIAN TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH DI GARDU INDUK KONVENSIONAL DAN BERISOLASI GAS Keenagalirikan dan Energi Terbarukan Vol. 13 No. 2 Deember 2014 : 139 1 ISSN 1978-2365 PENILAIAN TEGANGAN SENTUH DAN TEGANGAN LANGKAH DI GARDU INDUK KONVENSIONAL DAN BERISOLASI GAS EVALUATION OF TOUCH

Lebih terperinci

STRATEGI KOMUNIKASI MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN. Parlaungan Adil Rangkuti

STRATEGI KOMUNIKASI MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN. Parlaungan Adil Rangkuti STRATEGI KOMUNIKASI MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN Parlaungan Adil Rangkui Fakula Teknologi Peranian, Iniu Peranian Bogor, Kampu IPB Darmaga, Koak Po 220 Bogor 16002 Telp.(0251) 8621210, Fak.(0251) 8623203,

Lebih terperinci

ANALISIS INSTRUMEN. Evaluasi Pendidikan

ANALISIS INSTRUMEN. Evaluasi Pendidikan 1 ANALISIS INSTRUMEN Pengerian inrumen dalam lingku evaluai didefiniikan ebagai erangka unuk mengukur hail belajar iwa yang mencaku hail belajar dalam ranah kogniif, afekif dan ikomoor. Benuk inrumen daa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

ULANGAN IPA BAB I GERAK PADA MAKHLUK HIDUP DAN BENDA

ULANGAN IPA BAB I GERAK PADA MAKHLUK HIDUP DAN BENDA Nama No Aben Kela ULANGAN IPA BAB I GERAK PADA MAKHLUK HIDUP DAN BENDA Romawi I 1. Gerak umbuhan yang dipengaruhi oleh rangangan dari dalam umbuhan iu endiri diebu... a. Endonom c. Higrokopi b. Eionom

Lebih terperinci

REPRESENTASI INTEGRAL STOKASTIK UNTUK GERAK BROWN FRAKSIONAL

REPRESENTASI INTEGRAL STOKASTIK UNTUK GERAK BROWN FRAKSIONAL Proiding Seminar Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISBN: 978-6-6--9 hal 5-4 November 6 hp://jurnal.fkip.un.ac.id REPRESENTASI INTEGRAL STOKASTIK UNTUK GERAK BROWN FRAKSIONAL Chaarina Enny Murwaningya,,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SISTEM PENTANAHAN PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 kv NGIMBANG- LAMONGAN DENGAN METODE FINITE ELEMENT METHOD (FEM)

ANALISIS KINERJA SISTEM PENTANAHAN PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 kv NGIMBANG- LAMONGAN DENGAN METODE FINITE ELEMENT METHOD (FEM) JURNAL TEKNIK POMITS, (2014 1-6 1 ANALISIS KINERJA SISTEM PENTANAHAN PT. PLN (PERSERO GARDU INDUK 150 kv NGIMBANG- LAMONGAN DENGAN METODE FINITE ELEMENT METHOD (FEM Yoe Rizal, IGN Sariyadi Hernanda, S.T,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Tahapan Pemecahan Masalah Tahapan pemecahan masalah berfungsi unuk memudahkan dalam mencari jawaban dalam proses peneliian yang dilakukan agar sesuai dengan arah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 54 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian dilakukan di kabupaen Siubondo, Lumajang dan Jember di Jawa Timur. Pemilihan Jawa Timur dilakukan secara purposive dengan perimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian dilaksanakan di iga empa berbeda. Unuk mengeahui ingka parisipasi masyaraka penelii mengambil sampel di RT 03/RW 04 Kelurahan Susukan dan RT 05/RW

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

Badikenita Sitepu a, a Swiss German University. [diterima: 18 Maret 2016 disetujui: 8 Mei 2017 terbit daring: 29 Mei 2017]

Badikenita Sitepu a, a Swiss German University. [diterima: 18 Maret 2016 disetujui: 8 Mei 2017 terbit daring: 29 Mei 2017] 28 Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indoneia Vol. 17 No. 1 Juli 2016: 28-43 p-issn 1411-5212; e-issn 2406-9280 DOI: hp://dx.doi.org/10.21002/jepi.v17i1.605 Analii Anggaran Pemerinah (APBN dan APBN-P) dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond Vol. 5, No.2, 58-65, Januari 2009 Suau aaan Maemaika Model Ekonomi Diamond Jeffry Kusuma Absrak Model maemaika diberikan unuk menjelaskan fenomena dalam dunia ekonomi makro seperi modal/kapial, enaga kerja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN MINYAK PALA BANDA SEBAGAI KOMODITAS EKSPOR MALUKU. Sjahrul Bustaman

PROSPEK PENGEMBANGAN MINYAK PALA BANDA SEBAGAI KOMODITAS EKSPOR MALUKU. Sjahrul Bustaman PRSPEK PENGEMBANGAN MINYAK PALA BANDA SEBAGAI KMDITAS EKSPR MALUKU Sjahrul Buaman Balai Bear Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Peranian, Jalan Tenara Pelajar No. 10, Bogor 16114 ABSTRAK Minyak pala

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 13 ISSN: 338-4417 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 1/13

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan 40 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Baasan Operasional Konsep dasar dan baasan operasional pada peneliian ini adalah sebagai beriku: Indusri pengolahan adalah suau kegiaan ekonomi yang melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waku dan Tempa Peneliian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboraorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakulur, Deparemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini METODE PENELITIAN Kerangka Pendekaan Sudi Penaagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaen Kulon Progo didasarkan pada karakerisik fisik, finansial usaha ani dan pemanfaaan saa ini. Karakerisik fisik adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoriis 3.1.1. Analisis Penawaran Gula Model penawaran dan perminaan merupakan salah sau dari persamaan simulan. Penawaran dan perminaan secara bersama-sama

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK Oleh: Yoyo Zakaria Ansori Peneliian ini dilaarbelakangi rendahnya kemampuan memecahkan

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Capial Expendiure (Belanja Modal) Capial Expendiure aau juga dikenal dengan nama belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan perusahaan unuk mendapakan aau memperbarui ase

Lebih terperinci

PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID DENGAN METODA MULTIPLE INTEGRATION

PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID DENGAN METODA MULTIPLE INTEGRATION PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID DENGAN METODA MULTIPLE INTEGRATION Bayu Seio Handhoko Ir. Agung Wario DHET Sumardi, ST, MT Juruan Teknik Elekro Fakula Teknik Univeria Diponegoro Semarang Abrak - Semenjak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Modul ini adalah modul ke-4 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini

Modul ini adalah modul ke-4 dalam mata kuliah Matematika. Isi modul ini BANGUN-BANGUN GEOMETRI P PENDAHULUAN Modul ini adalah modul ke-4 dalam maa kuliah Maemaika. Ii modul ini membaha enang bangun-bangun geomeri. Modul ini erdiri dari 3 kegiaan belajar. Pada kegiaan belajar

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* BERLIAN SETIAWATY DAN HIRASAWA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai BAB III PENILAIAN HARGA WAJAR SAHAM PAA SEKTOR INUSTRI BATUBARA ENGAN MENGGUNAKAN TRINOMIAL IVIEN ISCOUNT MOEL 3.. Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai ahapan perhiungan unuk menilai harga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Persediaan Persediaan dapa diarikan sebagai barang-barang yang disimpan unuk digunakan aau dijual pada masa aau periode yang akan daang. Persediaan erdiri dari bahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X USULAN ENERAAN METODE KOEISIEN MANAJEMEN (BOMAN S) SEBAGAI ALTERNATI MODEL ERENCANAAN RODUKSI RINTER TIE LX400 ADA T X Hendi Dwi Hardiman Jurusan Teknik Manajemen Indusri - Sekolah Tinggi Manajemen Indusri

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) (STUDI KASUS PADA TANG JEPIT JAW LOCKING PLIERS)

KAJIAN AWAL PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) (STUDI KASUS PADA TANG JEPIT JAW LOCKING PLIERS) KAJIAN AWAL PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE QFD (QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT) (STUDI KASUS PADA TANG JEPIT JAW LOCKING PLIERS) K. Rihendra Dane Juruan Pendidikan Teknik Mein, Fakula Teknik

Lebih terperinci

Ulangan Bab 3. Pembahasan : Diketahui : s = 600 m t = 2 menit = 120 sekon s. 600 m

Ulangan Bab 3. Pembahasan : Diketahui : s = 600 m t = 2 menit = 120 sekon s. 600 m Ulangan Bab 3 I. Peranyaan Teori. Seekor cheeah menempuh jarak 6 m dalam waku dua meni. Jika kecepaan cheeah eap, berapakah bearnya kecepaan cheeah erebu? Pembahaan : Dikeahui : = 6 m = meni = ekon 6 m

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENENTUAN BESARAN UPAH DAN INSENTIF UNTUK OPERATOR BERDASARKAN WAKTU DAN BIAYA BELAJAR OPERATOR BARU

PENGEMBANGAN MODEL PENENTUAN BESARAN UPAH DAN INSENTIF UNTUK OPERATOR BERDASARKAN WAKTU DAN BIAYA BELAJAR OPERATOR BARU PNGMBANGAN MODL PNNTUAN BSARAN UPAH DAN INSNTIF UNTUK OPRATOR BRDASARKAN WAKTU DAN BIAYA BLAJAR OPRATOR BARU Yemizari Muchiar 1), Dei Mufi 2) Fakua Teknoogi Induri, Juruan Teknik Induri Univeria Bung Haa

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Kabupaen Labuhan Bau merupakan pusa perkebunan kelapa sawi di Sumaera Uara, baik yang dikelola oleh perusahaan negara / swasa maupun perkebunan rakya. Kabupaen Labuhan

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL MOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUAHAAN MEBEL INAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. ii Rukayah*), Achmad yaichu**) ABTRAK Peneliian ini berujuan unuk

Lebih terperinci

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI Yusep Suparman Universias Padjadjaran yusep.suparman@unpad.ac.id ABSTRAK.

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) K3 Kelas X FISIKA GLB DAN GLBB TUJUAN PEMBELAJARAN Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan beriku.. Memahami konsep gerak lurus berauran dan gerak lurus berubah berauran.. Menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoriis Pengerian proyek menuru Arifin yang dikuip dari Mariyanne (2006) adalah suau akivias di mana dikeluarkannya uang dengan harapan unuk mendapakan hasil

Lebih terperinci

Model Rangkaian Elektrik

Model Rangkaian Elektrik Tuga Siem Linier Model Rangkaian Elekrik Model model unuk beberapa rangkaian elekrik, eperi: reiani, kapaiani, dan indukani ecara ederhana diperlihakan dalam gambar dibawah. Dalam gambar erebu juga di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Tempa Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamaan Lembang, Kabupaen Bandung, Jawa Bara. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah 37 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian-pengerian Kependudukan sanga era kaiannya dengan demgrafi. Kaa demgrafi berasal dari bahasa Yunani yang berari Dems adalah rakya aau penduduk, dan Grafein adalah

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci