KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-21 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

2 Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : Fax :

3 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsifungsi utama.

4 Halaman ini sengaja dikosongkan

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-21 ini akhirnya dapat diselesaikan. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-21 secara umum masih kondusif. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-21 mencapai 4,5%. Dari sisi permintaan, perlambatan disebabkan tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada sektor industri pengolahan, terutama pada industri makanan dan minuman serta tekstil. Secara keseluruhan tahun 21, perekonomian Jawa Barat dapat tumbuh sebesar 6,9%. Dari sisi harga, laju inflasi Jawa Barat relatif rendah dan menjadi sumber yang mampu menahan inflasi nasional tidak meningkat sangat tinggi. Sementara itu, kondisi dan ketahanan perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan penguatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak ketiga, dan outstanding kredit, yang terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, efisiensi BPR juga turut membaik dengan risiko kredit dan likuiditas yang masih kuat. Dari sisi keuangan daerah, realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan IV-21. Adapun penerimaan pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan, sementara penerimaan Pemerintah Provinsi terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sementara itu, dari sisi belanja, realisasi belanja Pemerintah Pusat dan Provinsi di Jawa Barat mengalami peningkatan pada proyek infrastruktur jalan (Jalan Tol Bogor Ring Road, Jalan Tol Cisumdawu, jalan pintas Cibungur Tanjungrasa), fly over (Lippo Village, Merak dan Balaraja), irigasi (DAS Citarum) dan waduk (Jatigede). Di sisi tenaga kerja, perekonomian ekonomi Jawa Barat dalam tiga tahun terakhir mampu menyerap tenaga kerja relatif siginifikan. Setiap satu persen pertumbuhan PDRB Jawa Barat secara rata-rata selama 3 tahun terakhir mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 197 ribu orang. Sementara itu, dari sisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan meningkat. Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, serta PT. Kereta Api. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini. v

6 Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, 8 Februari 211 Lucky Fathul A.H. Pemimpin vi

7 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... v vii ix x xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor Lainnya BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Inflasi Triwulanan Inflasi Menurut Kota Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Fundamental Eksternal Ekspektasi Inflasi Interaksi Permintaan dan Penawaran Non Fundamental Volatile Foods Administered price Boks 1. Tingginya Kenaikan Harga Cabai BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Struktur Perbankan di Jawa Barat Bank Umum Konvensional Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Risiko Likuiditas Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Risiko Kredit Bank Umum Syariah Bank Perkreditan Rakyat BAB 4 KEUANGAN DAERAH Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat Pendapatan Pemerintah Pusat di Daerah Pendapatan Pemerintah Provinsi Belanja Daerah Belanja APBN di Jawa Barat Belanja Dana Tugas Pembantuan vii

8 Belanja Dana Dekonsentrasi Belanja APBD Provinsi Jawa Barat BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Pengedaran Uang Kartal Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Uang Palsu Sistem Pembayaran Non Tunai Kliring Lokal Real Time Gross Settlement (RTGS) BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Ketenagakerjaan Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat Kesejahteraan BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Ekonomi Makro Prakiraan Inflasi Boks 2. Kondisi Bahan Pangan Dapat Memenuhi Demand Jawa Barat di Awal Tahun LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy)... 1 Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat-Sisi Penawaran Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (juta kwh) Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV- 21 (qtq, %) Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 4 Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat... 6 Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat... 6 Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tabel 4.3. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tabel 4.4. Anggaran dan Realisasi 5 Daerah Penerima Dana Tugas Bantuan Terbesar Tabel 4.5. Realisasi Belanja Dinas Provinsi Jawa Barat Tabel 4.6. Realisasi Belanja Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat Tabel 6.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan PekerjaanUtama... 8 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor di Jawa Barat (27=1) ix

10 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)... 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen... 1 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi Grafik 1.1. Nilai Tukar Petani Grafik Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek Grafik Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek Grafik Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota Grafik Indeks Penjualan Bahan Konstruksi Grafik Penjualan Semen di Jawa Barat Grafik Impor Barang Modal Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik Volume Ekspor Jawa Barat Grafik Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat Grafik 1.2. Nilai dan Volume Ekspor TPT Grafik Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi Grafik Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik Grafik Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Grafik Volume Ekspor Jawa Barat Grafik Nilai Impor Jawa Barat Grafik Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Grafik Luas Panen Padi di Jawa Barat Grafik 1.3. Konsumsi Listrik Industri Grafik Penjualan Motor Nasional Grafik Penjualan Mobil Nasional Grafik Nilai Ekspor Kendaraan Grafik Volume Ekspor Kendaraan Grafik Produksi Kendaraan Bermotor Grafik Indeks Penjualan Makanan dan Minuman Grafik Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon Grafik Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Grafik 1.4. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan, Gudang, dan Komunikasi Grafik Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi Grafik Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.4. Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV x

11 Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bandung Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Bandung Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Bekasi Grafik Inflasi Tahunan Kota Depok Grafik Perkembangan Inflasi Kota Depok Grafik Inflasi Tahunan Kota Bogor Grafik Perkembangan Inflasi Kota Bogor... 4 Grafik Inflasi Tahunan Kota Cirebon... 4 Grafik Perkembangan Inflasi Kota Cirebon Grafik Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Grafik Inflasi Kota Sukabumi Grafik Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Tasikmalaya Grafik Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang Grafik Perkembangan Kurs Rupiah Grafik Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional Grafik Perkembangan Harga Gula di Pasar Internasional Grafik Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik Utilisasi Kapasitas Sektor Ekonomi Grafik Andil Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan Grafik Awareness Masyarakat Grafik 2.3. Peningkatan Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Jawa Barat Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat Grafik 3.5. Perkembangan DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas Grafik 3.1. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan Grafik Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan Grafik Porsi Kredit Per Sektor Ekonomi Grafik Perkembangan Kredit Per Sektor Ekonomi Grafik Porsi Kredit Per Kelompok Bank Grafik Perkembangan Kredit Per Kelompok Bank Grafik Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat Grafik Porsi Kredit UMKM per Jenis Penggunaan di Jawa Barat Grafik Perkembangan NPL Grafik Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik 3.2. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat Grafik Perkembangan Aset BPR Jawa Barat Grafik Perkembangan DPK dan Kredit BPR di Jawa Barat Grafik Perkembangan BOPO BPR di Jawa Barat... 6 Grafik 4.1. Perkembangan Dana Perimbangan Daerah Jawa Barat Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang xi

12 Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat Grafik 6.2. Rata-rata Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan PDRB 1%... 8 Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja Grafik 6.4. Indeks Penghasilan Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 7.2. Impor Barang Modal Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik 7.4. Kapasitas Terpakai Sektor Ekonomi di Jawa Barat xii

13 TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO INDIKATOR Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV PDRB - harga konstan (Rp Miliar) Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik. Gas. dan Air Bersih Bangunan Perdagangan. Hotel. dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan. Persewaan. dan Jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %) 3,2 4, 6,1 5,6 8,5 5,8 4,5 Ekspor-Impor*) 3.119, , , , ,3 2.17,89 2.1,84 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.681, , , , , , ,1 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.921, , , , ,2 1.45, ,72 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.562, , , , , , ,17 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 246,97 272,1 25,9 339,65 373,33 3,35 29,62 Indeks Harga Konsumen* 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 121,74 123,5 - Kota Bandung ,51 115,8 116,5 116,6 119,18 12,29 - Kota Bekasi 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 122,14 123,93 - Kota Bogor 116,6 118,6 118,5 119,81 121,53 124,86 126,29 - Kota Sukabumi 116,64 118,1 118,31 119,3 12,24 123,8 124,73 - Kota Cirebon 118,3 121,25 122, 122,44 123,97 128,33 13,18 - Kota Tasikmalaya 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 124,68 126,53 - Kota Depok 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 121,85 124,59 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)**) 3,13 1,87 2,2 2,99 4,68 5,41 6,62 - Kota Bandung 2,17 1,61 2,11 2,86 3,5 4,8 4,53 - Kota Bekasi 3,59 1,51 1,93 3,2 5,62 6,76 7,88 - Kota Bogor 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 5,28 6,57 - Kota Sukabumi 3,38 3,31 3,49 2,41 3,9 4,83 5,43 - Kota Cirebon 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 5,84 6,7 - Kota Tasikmalaya 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 5,21 5,56 - Kota Depok 6,87 1,33 1,3 2,96 5,47 5,56 7,97 Keterangan: *) Data Ekspor Impor triwulan IV-21 meliputi data pada bulan Oktober-November 21 **) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 27 xiii

14 II. PERBANKAN No. Indikator Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III A Bank Umum Konvensional Tw.IV** 1 Total Aset DPK Giro Tabungan Deposito Kredit berdasarkan lokasi proyek Investasi Modal Kerja Konsumsi Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang Investasi Modal Kerja Konsumsi LDR Rasio NPL Gross Kredit MKM * B Bank Umum Syariah 1 DPK Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang FDR C BPR Konvensional 1 Aset DPK Tabungan Deposito Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang Keterangan: *) Konsep kredit MKM pada tahun 29 adalah berdasarkan plafon kredit sedangkan 21 menurut jenis usahanya **) Data Laporan Bank Umum per Desember 21 III. SISTEM PEMBAYARAN Indikator Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV* Transaksi Tunai Posisi Kas gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,1 5,49 3,67 6,5 3,6 Inflow (Rp Triliun) 7,2 3,34 3,71 6 6,72 5 8,22 5,97 Outflow (Rp Triliun),81 2,1 3,14 2,5,8 2,18 5,9 3,14 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 13,57 138,64 159,53 147,18 151,19 169,98 188,69 22,65 Volume Transaksi BI-RTGS Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,48 2,74 3,4 3,7 Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS Kliring Nominal Perputaran Kliring (Rp Triliun) 28,3 3, 3,8 31,7 31,1 32,1 33,8 33,8 Volume Perputaran Kliring Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp Triliun),48,48,49,5,51,52,55,51 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring Keterangan: *) Data Sistem Pembayaran BI Bandung per Desember 21 xiv

15 RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF 1

16 2 RINGKASAN EKSEKUTIF

17 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat Dari sisi permintaan, perlambatan dipicu oleh tingginya realisasi impor Dari sisi penawaran, sumber perlambatan laju pertumbuhan ekonomi berasal dari menurunnya kinerja sektor industri pengolahan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-21 mengalami pertumbuhan sebesar 4,5% (yoy), atau melambat apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,82%. Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor. Dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh turunnya kinerja sektor industri pengolahan, karena turunnya kinerja industri makanan dan minuman serta tekstil. Di sisi lain, sektor Perdagangan, Hotel, dan restoran (PHR) dan sektor pertanian tumbuh meningkat sehingga mampu meredam perlambatan pertumbuhan ekonomi. Laju inflasi masihmengalami peningkatan Tekanan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga sebagian besar kelompok barang/jasa PERKEMBANGAN INFLASI Selama triwulan IV-21 laju inflasi Jawa Barat meningkat, yakni dari 5,4% menjadi 6,6%. Namun demikian, secara bulanan, laju inflasi menunjukkan tren yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam. Tekanan inflasi yang terjadi bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa, terutama dipicu oleh inflasi kelompok bahan makanan. Berdasarkan faktor penyebabnya, volatile foods merupakan penyebab utama naiknya laju inflasi sementara, pengaruh faktor fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga. Meskipun laju inflasi Jawa Barat meningkat, namun lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Kondisi perekonomian yang masih baik mendukung kinerja perbankan pada periode laporan PERKEMBANGAN PERBANKAN Intermediasi perbankan meningkat yakni dengan pertumbuhan hingga akhir tahun sebesar 27% dengan risiko kredit yang terjaga (5,3%). Sementara itu, pertumbuhan DPK juga tumbuh dengan laju yang lebih tinggi (33,6%) dibandingkan dengan penyaluran kredit. Kinerja kredit BPR juga cukup baik, yakni tumbuh 21%. Pada periode laporan, efisiensi BPR membaik dari 74,5% menjadi 73,4% sementara risiko kredit dan likuiditas juga masih kuat, sebagaimana yang diindikasikan oleh indikator NPL sebesar (7,28%) dan CAR sebesar 21,4%. Dengan demikian, ketahanan perbankan pada triwulan IV-21 masih cukup kuat. Penerimaan pemerintah pusat dan provinsi di Jawa Barat mengalami peningkatan Kinerja realisasi belanja infastruktur membaik PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan IV-21. Penerimaan pajak pemerintah pusat tumbuh menjadi 14,6% terutama pada pos Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan. Sementara itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga mengalami peningkatan yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Meski belanja pemerintah pusat maupun provinsi di Jawa Barat masih terbatas yakni dalam kisaran 85% menjadi 9% akibat gangguan cuaca serta terkendalanya penyerahan belanja bantuan, pembiayaan kepada 3

18 RINGKASAN EKSEKUTIF proyek infrastruktur membaik dibandingkan periode sebelumnya. Pembangunan jalan dan jembatan, irigrasi serta waduk berjalan dengan bak karena proses pelaksanaan kegiatan yang lebih cepat dari tahun sebelumnya serta penggunaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dalam proses lelang. Transaksi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat masih mengalami kenaikan PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan IV- 21 secara umum mengalami penurunan, ditunjukkan dengan perkembangan indikator net inflow yang turun dari sebesar Rp3,13 triliun pada triwulan III-21 menjadi Rp2,83 triliun pada triwulan IV- 21. Di sisi lain, sistem pembayaran non tunai, terutama transaksi RTGS, mengalami kenaikan sebesar 7,4% selama triwulan IV-21. Sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah dan cara perlakuan uang rupiah sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat pemalsuan uang dan memperpanjang umur uang kartal. Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan terus meningkat Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat mengalami peningkatan. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 1,96% pada Agustus 29 menjadi 1,33% pada Agustus 21 seiring dengan membaiknya perekonomian Jawa Barat selama tahun 29 hingga 21. Kondisi tersebut terindikasikan oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja, sebagai dampak dari masih kondusifnya perekonomian pada beberapa sektor perekonomian utama di Jawa Barat. Dalam rentang waktu 3 tahun, perekonomian Jawa Barat mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Setiap satu persen pertumbuhan PDRB secara rata-rata mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 19 ribu orang. Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga membaik sebagaimana peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat dari 99,8 pada periode sebelumnya menjadi 11,4 pada triwulan IV-21 seiring perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Kesejahteraan diperkirakan mengalami peningkatan, sebagaimana tercermin dari masih optimisnya Indeks Penghasilan masyarakat serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan IV-21. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I-211 diperkirakan mengalami peningkatan PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 21 diperkirakan akan semakin menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,5% (yoy) pada triwulan IV-21, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-21 diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang berada pada kisaran 5,8-6,4%. Dari sisi permintaan, relatif tingginya pertumbuhan masih disumbang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan kenaikan investasi. Sementara itu, dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat, meliputi sektor industri pengolahan, PHR, dan pertanian, diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan I- 211 dibandingkan triwulan sebelumnya. 4

19 RINGKASAN EKSEKUTIF Dari sisi harga, inflasi Jawa Barat pada triwulan I-211 diperkirakan cenderung menurun dengan kisaran 6,%-6,8% Pada periode laporan, laju inflasi Jawa Barat diperkirakan relatif terkendali. Faktor penyebab turunnya laju inflasi Jawa Barat antara lain adalah Terjaganya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan permintaan domestik, nilai tukar rupiah yang terjaga, serta harga volatile foods yang relatif stabil. Namun demikian, kondisi eksternal yang belum stabil menjadi risiko tekanan inflasi (upside risk) pada triwulan I

20 RINGKASAN EKSEKUTIF Halaman ini sengaja dikosongkan 6

21 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 7

22 8 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

23 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat selama triwulan IV-21. Setelah peningkatan laju pertumbuhan yang tinggi pada periode sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-21 tumbuh melambat dengan pertumbuhan sebesar 4,5% (yoy). Dari sisi permintaan, melambatnya perekonomian Jawa Barat dikarenakan tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Di sisi penawaran, melambatnya perekonomian disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor industri pengolahan. Sementara meningkatnya sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor pertanian mampu menahan perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV-21. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 6,9% tidak berbeda dibandingkan pertumbuhan nasional yang mencapai 6,1%. Relatif kuatnya pertumbuhan tersebut terutama bersumber dari tingginya pertumbuhan triwulan II-21 yang mencapai 8,5%. Pertumbuhan pada triwulan II-21 tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi yang pernah dicapai oleh Jawa Barat dalam periode tiga tahun terakhir. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) 1.% 8.% 6.% 4.% 7.1% 4.7% 6.4% 4.5% 4.4% 4.% 3.2% 6.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.5% 2.%.% Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1. Sisi Permintaan Membaiknya komponen permintaan agregat didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, dan investasi di Jawa Barat pada triwulan IV-21 (Tabel 1.1). Peningkatan terbesar komponen permintaan agregat terlihat dari tingginya konsumsi rumah tangga khususnya pada akhir tahun, serta investasi di Jawa Barat yang terus meningkat. Sementara itu, perkembangan ekspor di Jawa Barat tumbuh meningkat, namun lebih tingginya pertumbuhan impor menyebabkan secara netto ekspor menurun. 9

24 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy) Komponen Penggunaan Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Konsumsi Rumah Tangga 8.% 4.8% 7.8% 4.3% 7.1% 5.6% 8.% 3.5% 4.1% 5.4% 3.4% 5.4% Konsumsi Pemerintah 2.9% 14.5% 11.% 5.% 4.5% 7.% 3.2% 1.1% 15.9% 1.1% 9.1% 2.7% Pembentukan Modal Tetap Bruto 1.4% 8.5% 14.% 7.9% 12.7% 4.4% 9.%.2% 6.1% 6.9% 6.5% 4.2% Ekspor 14.2% 1.5% 2.8% 8.4% 13.7% 13.% 9.5% 5.3% 6.1% 1.2% 18.4% 19.3% Impor 5.5% 14.3% 19.8% 3.9% 8.8% 2.8% 5.8% 8.2% 2.6% 5.6% 11.4% 21.7% PDRB 7.1% 4.7% 6.4% 4.5% 4.4% 3.2% 4.% 6.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.5% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-21 mengalami peningkatan pertumbuhan yang relatif tinggi yaitu sebesar 5,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 3,4%. Meningkatnya konsumsi masyarakat pada masa liburan akhir tahun serta banyaknya promosi yang diselenggarakan dalam rangka natal dan tahun baru turut mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat. Hal ini juga didukung oleh tekanan inflasi yang relatif menurun selama triwulan IV-21. Namun, pertumbuhan tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 21 sedikit tertahan dikarenakan menurunnya jumlah ekspor Jawa Barat. Kenaikan konsumsi rumah tangga diindikasikan salah satunya oleh meningkatnya keyakinan konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen 1 (IKK) di Kota Bandung meningkat dari rata-rata 96,28 pada triwulan III-21, menjadi 96,65 pada triwulan IV- 21 (Grafik 1.2). Namun jika dilihat dari pertumbuhan secara tahunan pertumbuhan pada triwulan ini mengalami perlambatan, dari 2% (yoy) pada triwulan III-21 menjadi -6% pada triwulan IV-21. Berdasarkan pergerakan Indeks tersebut, keyakinan masyarakat terhadap ekonomi cenderung lebih pesimis, terutama pada bulan November. Namun secara keseluruhan masih terdapat kecenderungan pada konsumsi masyarakat untuk meningkat selama triwulan IV- 21. Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. 1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung 1

25 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi Penghasilan saat ini Garis 1 Pembelian durable goods Ketersediaan lapangan kerja saat ini Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 1 Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi penghasilan Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-21 juga diindikasikan oleh Indeks Penjualan Eceran yang cenderung meningkat (Grafik 1.5). Kecenderungan peningkatan penjualan terutama terjadi pada kelompok makanan dan minuman. Indikasi meningkatnya konsumsi juga tercermin dari kredit konsumsi di Jawa Barat yang tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 22,5% (yoy). Indikator lain yang mengindikasikan peningkatan konsumsi masyarakat Jawa Barat pada triwulan IV-21 turut ditopang oleh tingginya pertumbuhan impor barang konsumsi sebesar 23,1% (yoy). 2 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman Indeks Penjualan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Makanan & Tembakau Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Juta kwh 4, % 25% Rp Triliun 6 % 4 3,2 2,4 2% 15% ,6 8 1% 5% Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV % Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy) Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung 11

26 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) turut mendorong naiknya konsumsi masyarakat di Jawa Barat. Walaupun terdapat ancaman anomali iklim dan serangan hama terhadap produksi padi, namun NTP terus mengalami peningkatan yang menggambarkan naiknya daya beli untuk kalangan petani di Jawa Barat. Hal ini diindikasikan oleh peningkatan NTP. Rata-rata NTP selama triwulan IV-21 adalah sebesar 11.4, lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya yang sebesar 99,8 2. Peningkatan ini terjadi karena Indeks Harga yang Diterima Petani meningkat lebih besar (3,3% qtq) dibandingkan Indek Harga yang Dibayar Petani (1,8% qtq). Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi Grafik 1.1. Nilai Tukar Petani kg 12,5, 25% ,, 7,5, 2% 15% 1% ,, 5% 11 2,5, % -5% -1% Sumber: Bank Indonesia Barang Konsumsi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) NTP (LHS) Indeks yang dibayar petani (RHS) Sumber: BPS Jawa Barat Indeks yang diterima petani (RHS) 1.2. Investasi Peningkatan realisasi investasi di Jawa Barat pada triwulan IV-21 didorong oleh optimisme pelaku usaha dalam memandang prospek perekonomian ke depan. Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) mengalami pertumbuhan walaupun melambat yaitu sebesar 4,2% (yoy) pada triwulan IV-21 dari 6,5% pada periode sebelumnya. Indikasi perbaikan meningkatnya investasi di Jawa Barat juga dapat dilihat melalui meningkatnya realisasi sebesar Rp.14 triliun untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan USD,9 miliar untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan demikian, realisasi investasi tumbuh meningkat dari 68% (yoy) pada triwulan III-21 menjadi 115% pada triwulan IV-21. Namun dari sisi jumlah proyek yang terealisasi pada triwulan IV-21, pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 7% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya pertumbuhan realisasi jumlah proyek konstan. 2 NTP > 1 menunjukkan kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani lebih baik dibandingkan keadaan pada tahun dasar. 12

27 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek Rp Miliar 25, 2, 15, 1, 5, - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat % Grafik Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Jumlah Proyek Pertumbuhan (yoy) Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat % Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi merupakan tujuan realisasi terbesar di Jawa Barat selama tahun 21. Total nilai realisasi investasi PMA/PMDN di Kota Bandung mencatat 3,38% dari keseluruhan di Jawa Barat, sedangkan Kabupaten bekasi mencatat 29,18% dari keseluruhan di Jawa Barat. Selanjutnya, investai tertinggi diikuti oleh Kabupaten Karawang (9,74%), Kabupaten Cirebon (8,82%), dan Kabupaten Bogor (5,99%). Investasi yang dilakukan, baik oleh swasta maupun pemerintah, dilakukan dalam bentuk bangunan maupun non bangunan. Kenaikan investasi bangunan dan proyek infrastruktur di Jawa Barat diantaranya tercermin dari meningkatnya Indeks Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan konstruksi, serta pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat. Walaupun masih mengalami kontraksi, Indeks Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan konstruksi meningkat dari -53,5% (yoy) pada triwulan III-21 menjadi -41,9% pada triwulan IV-21. Grafik Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota Kabupaten Bogor Kabupaten Cirebon Kabupaten Karawang Lainnya Kabupaten Bekasi Kota Bandung Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Grafik Indeks Penjualan Bahan Konstruksi Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia % Peningkatan investasi bangunan juga diindikasikan oleh pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat. Walaupun masih terus mengalami kontraksi pertumbuhan secara tahunan, namun jumlah penjualan semen pada triwulan IV-21 meningkat dibanding penjualan pada triwulan III-21. Penjualan semen selama triwulan IV-21 juga memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. 13

28 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Selain itu, peningkatan investasi didorong oleh peningkatan investasi non bangunan tercermin dari kenaikan pertumbuhan impor barang modal ke Jawa Barat yang tumbuh sebesar 98,4% (yoy). Pertumbuhan impor barang modal secara tahunan pada triwulan IV-21 mengalami perlambatan di bandingkan pertumbuhan pada triwulan III-21 sebesar 121%. Walaupun pertumbuhan tersebut masih lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun peningkatannya masih cukup tinggi dalam mendorong pertumbuhan investasi. Grafik Penjualan Semen di Jawa Barat Ribu Ton % Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia. Grafik Impor Barang Modal Ribu Ton 5 9% 8% 7% 6% 5% 25 4% 3% 2% 1% % -1% Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Investasi dalam proyek infrastruktur di Jawa Barat juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah. Pada triwulan IV-21 tercatat kurang lebih 12 proyek infrastruktur baik swasta maupun pemerintah dengan nilai proyek sebesar 27,7 trilyun dan US$ 16,34 miliar yang masih dalam tahap penyelesaian proyek. Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat No Proyek Investasi Pendanaan Biaya Progress 1 Pembangunan Fly over Lippo Village 1,9 Km Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat 2 Pembangunan fly over Merak (1,5 km) dan Balaraja Proyek Pemerintah Pusat di (1 km) Jawa Barat 3 Penanggulangan banjir di Daerah Aliran Sungai Proyek Pemerintah Pusat di (DAS) Citarum Jawa Barat 4 Pembangunan Waduk Jatigede Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat 5 Proyek Listrik 1. MW (PLTP Kamojang unit 5 dan 6, dan PLTP Tangkuban Perahu, Jawa Barat.) Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat Rp 22 miliar beroperasi Juli 21 Rp 18 miliar Rp 132,4 miliar jika mengacu kontrak fly over selesai Januari 211 Rp 642,14 miliar penyeleaiannya mundur dari 212 menjadi 214, terhambat masalah pembebasan lahan dan komunikasi dengan kontraktor USD 16,34 miliar 6 Bandara Internasional Kertajati Jawa Barat Proyek Pemerintah Provinsi Rp 6 triliun Pencarian investor 7 Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) Proyek Pemerintah Provinsi Rp69 miliar - Cisumdawu pada tahap tender Jalan Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja) Jalan Tol Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR) konstruksi dan dibangun tahun Soroja dan BIUTR pengerjaannya masih tahun Jalan pintas Cibungur-Tanjungrasa, kereta api Proyek Pemerintah Provinsi Rp 15 miliar pembebasan lahan Bandung-Cirebon 9 jalan tol Cileunyi-Tasikmalaya (Citas) Proyek Swasta Rp 3,2 triliun persiapan 1 Pembangunan Pelabuhan Pengumpul Kota Karawang Proyek Swasta (PT Pelindo II) Rp 9,7 triliun Pembahasan oleh Pemda, DPR, DPRD 11 Jalan Tol Bogor Ring Road (BORR) Proyek Pemerintah Pusat di Rp 8 miliar dan seksi I telah selesai dan dilanjutkan seksi Jawa Barat 1,1 triliun II pada tahun 211 ini 12 Jalan Tol Ciawi Sukabumi Proyek Swasta Rp 5,2 Triliun pembebasan lahan 14

29 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.3. Ekspor Impor Kinerja ekspor Jawa Barat pada triwulan IV-21 mengalami pertumbuhan yang meningkat. Pertumbuhan ekspor Jawa Barat meningkat dari 18,37% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 19,26% di triwulan IV-21. Peningkatan tersebut dikarenakan masih adanya sisa inventori dari periode sebelumnya yang di ekspor pada periode laporan, sehingga menyumbang pertumbuhan ekspor. Sementara itu, laju pertumbuhan impor pada triwulan IV-21 adalah sebesar 21,65% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11,44%. Kondisi tersebut menunjukkan tingginya laju pertumbuhan impor dibandingkan ekspor. Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik Volume Ekspor Jawa Barat USD Juta Ribu Ton 2,5 4% 9 5% 2,25 25% 2, 2% 1,75 6 % 1,5 % -25% 1,25 1, -2% 3-5% Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Terdapat empat jenis produk yang merupakan ekspor unggulan dilihat dari Sumber: Bank Indonesia Grafik Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat besarnya nilai ekspor dibanding keseluruhan ekspor Jawa Barat. Produk tekstil dan produksi tekstil (TPT) menyumbang 23% dari keseluruhan nilai ekspor Jawa Barat, diikuti dengan produk telokomunikasi (19%), produk mesin elektrik (8%), serta produk kendaraan bermotor (4%). Industri Lainnya 46% Mesin Elektrik 8% Tekstil dan Produk Tekstil 23% Kendaraan Bermotor 4% Alat Telekomunikasi 19% Pada triwulan IV-21, dua industri penyumbang ekspor terbesar di Jawa Barat, yaitu industri alat telekomunikasi Sumber: Bank Indonesia dan TPT, mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor secara keseluruhan. Sedangkan industri kendaraan bermotor dan mesin elektrik mengalami perlambatan pertumbuhan. Nilai ekspor alat telekomunikasi tumbuh dari 7,8% menjadi 15,%, dimana volumenya juga meningkat dari -9,3% menjadi 11,7%. Nilai ekspor TPT tumbuh meningkat dari 22,6% menjadi 27,7%, walaupun secara volume tumbuh melambat dari 19,8% menjadi 13,9%. Sementara itu, untuk kendaraan bermotor, nilai ekspornya tumbuh melambat dari 49,6% menjadi 32,1%, sementara volumenya melambat dari 15

30 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 45,8% menjadi 18,8%. Kondisi yang sama juga terjadi pada mesin elektrik, yang nilainya tumbuh melambat dari 15,% menjadi 14,1%, sementara volumenya tumbuh melambat dari -3,2% menjadi - 5,2%. Grafik 1.2. Nilai dan Volume Ekspor TPT USD Juta 6 Ribu Ton 11 USD Juta 4 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi Ribu Ton Sumber: Bank Indonesia Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia Nilai Ekspor Volume Ekspor USD Juta 2 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik Ribu Ton 25 USD Juta 1 Grafik Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan Ribu Ton Nilai Ekspor Volume Ekspor Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan benua asal pembeli, terlihat pertumbuhan positif nilai ekpsor ke benua tujuan ekspor Jawa Barat selama triwulan IV-21. Peningkatan pertumbuhan ekspor terjadi pada tujuan ekspor ke benua Amerika, Asia, Australia, dan Eropa. Sedangkan ekspor tujuan ke benua Afrika mengalami perlamabatan pertumbuhan pada periode laporan. USD Ribu 1,5, 1,2, 9, 6, 3, Grafik Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Amerika Asia Eropa Australia Afrika Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli Benua Pertumbuhan Tw.III-21 Pertumbuhan Tw.IV-21 Afrika 32.1%.1% Amerika 23.5% 23.8% Asia 2.8% 23.3% Australia & Oceania 19.6% 34.6% Eropa -1.2% 1.% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 16

31 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Berdasarkan hasil liaison KBI Bandung, Permintaan ekspor cenderung naik normal secara kuantitas untuk perusahaan di sektor TPT, logam, serta alat angkut, mesin, dan peralatannya, karena sudah membaiknya kembali permintaan setelah menurun drastis pada 29 akibat dampak krisis keuangan global. Namun terdapat juga produsen di sektor alat angkut, mesin, dan peralatan yang masih terpengaruh krisis keuangan global sehingga tingkat penjualannya masih menurun (pasar Amerika). Grafik Volume Impor Jawa Barat Grafik Nilai Impor Jawa Barat Ribu Ton USD Juta 4 15% 2,234 16% 3 1% 12% 5% 8% 2 4% % % 1-5% -4% % % Sumber: Bank Indonesia Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sejalan dengan ekspor, kegiatan impor ke Jawa Barat juga mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-21. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya pertumbuhan volume impor sebesar 65,3% (yoy) selama triwulan III-21, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 48,3%. Sementara itu, untuk nilai impor mengalami perlambatan dari 88,4% pada periode sebelumnya menjadi 74,5%. Meningkatnya pertumbuhan volume impor dikarenakan banyaknya impor untuk barang konsumsi seiring dengan tingginya pertumbuhan subsektor perdagangan di Jawa Barat pada triwulan IV Sisi Penawaran Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-21 yang melambat didorong oleh melambatnya kinerja sektor dominan terutama sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang melambat sehubungan dengan penurunan kinerja industri makanan dan minuman serta tekstil. Sementara itu, sektor PHR dan pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan, sehingga mampu menyumbang pertumbuhan perekonomian pada triwulan IV-21. Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy) Lapangan Usaha Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 17

32 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian kembali tumbuh meningkat pada triwulan IV-21 menjadi 4,1% (yoy). Berdasarkan Angka Sementara dari Dinas Pertanian Jawa Barat, terjadi peningkatan produksi padi sawah dan ladang dari 5,3% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 25,4%. Peningkatan juga ditunjukkan oleh meningkatnya luas panen padi sawah dan ladang pada triwulan IV-21 dari 11,3% (yoy) menjadi 34,%. Kondisi tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kinerja sektor pertanian tumbuh meningkat pada triwulan IV-21. Hasil pertanian lainnya juga mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Berdasarkan Angka Sementara Dinas Pertanian, produksi tanaman non padi tumbuh meningkat, dari yang sebelumnya turun 2,1% (yoy) menjadi meningkat sebesar 11,6%. Salah satunya adalah produksi jagung yang mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV-21 sebesar 93,7% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 23,7%. Peningkatan produksi baik tanaman padi maupun non padi tersebut berhasil meningkatkan kinerja sektor pertanian selama periode laporan. Grafik Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Ton 4,, % 15% Ha 8, Grafik Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat % 15% 3,, 1% 6, 1% 2,, 5% 4, 5% 1,, % 2, % - Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat -5% - -5% Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat Angka Ramalan III hasil rilis BPS memperkuat perkiraan peningkatan panen tanaman padi selama triwulan IV-21. Luas panen padi selama subround III-21 (September s.d. Desember 21) diperkirakan mengalami pertumbuhan yang meningkat mencapai 445 ribu hektar. Pertumbuhan tersebut meningkat sebesar 26,5% dibandingkan subround III pada tahun sebelumnya. Grafik Luas Panen Padi Jawa Barat Subround.84 I.86 Jan-Apr (Angka Ramalan III) II Mei-Ags (Angka Tetap) 28 (Angka Tetap) 27 III Sep-Des Jan-Des Juta Ha Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 18

33 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.2. Sektor Industri Pengolahan Industri pengolahan di Jawa Barat mengalami perlambatan selama triwulan IV-21. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya kinerja subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau dan industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di Jawa Barat. Sedangkan subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya menunjukkan peningkatan kinerja. Grafik 1.3. Konsumsi Listrik Industri Juta kwh 6, 4, 2, - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten % 4% 3% 2% 1% % PERKEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN Dalam rentang waktu periode pengamatan, kategori penjualan pada Likert Scale (LS) memiliki korelasi yang cukup kuat dengan pergerakan PDRB Jawa Barat. Selanjutnya, sehubungan dengan besarnya responden Liaison yang bergerak di sektor industri pengolahan, pergerakan LS juga cukup searah dengan pergerakan dari nilai tambah PDRB di sektor industri pengolahan. Pada triwulan IV-21, penurunan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, baik secara keseluruhan (-1,21%, qtq) maupun khusus untuk industri pengolahan (-,1%, qtq), juga tercermin pada hasil Liaison triwulan IV-21, khususnya untuk kategori penjualan/permintaan. PDRB dan Penjualan Penjualan dan Industri Pengolahan 1,2,7 1,2,1,6,9,5,9,5,6,4,3,6,3,2,3 (,3) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 29 21,1,1,2 (,3) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 29 21,5,1 (,6),3 (,6),15 Penjualan (LS, LHS) PDRB (qtq, RHS) Penjualan (LS, LHS) Industri Pengolahan (qtq, RHS) 19

34 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Turunnya kinerja sektor industri pengolahan pada periode laporan juga tercermin dari menurunnya kapasitas utilisasi responden Liaison pada triwulan IV-21. Penurunan kapasitas utilisasi tersebut dilakukan oleh para responden dalam menyikapi turunnya permintaan pada triwulan laporan, khususnya ekspor. Kapasitas Utilisasi dan Industri Pengolahan,6,1,2,5 (,2) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV (,6),5 (1,),1 (1,4) Kapasitas Utilisasi (LS, LHS) Industri Pengolahan (qtq, RHS),15 Industri Otomotif Berdasarkan hasil liaison KBI Bandung, permintaan domestik untuk industri otomotif meningkat diatas normal dibanding tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh meningkatnya target penjualan kendaraan bermotor secara nasional hingga 3%. Selain itu menurunnya suku bunga pinjaman membuat masyarakat lebih mudah memperoleh pembiayaan dalam membeli kendaraan. Disisi lain, industri otomotif mengalami tantangan dengan adanya kenaikan BBM sejak triwulan IV-21 dan juga adanya tarif pajak kendaraan bermotor. Dampak ACFTA pada industri otomotif saat ini belum terasa signifikan, karena belum ada kendaraan roda empat buatan Cina yang mampu menembus pasar nasional secara signifikan. Industri Tekstil dan Produsen Tekstil Diketahui untuk contact pada industri tekstil dan produsen tekstil, terjadi penurunan penjualan yang dialami oleh produsen pakaian yang menggunakan bahan baku benang katun. Kenaikan harga kapas internasional, sekitar 3%, sejak pertengahan tahun 21 membuat biaya produksi meningkat tajam. Disisi lain, produsen benang polyester mengalami kenaikan permintaan akibat adanya peralihan konsumen dari benang katun ke benang polyester. Subsektor Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, terindikasikan oleh naiknya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor selama triwulan IV-21. Peningkatan permintaan masyarakat dikarenakan banyaknya aksi promosi berupa bunga murah dan diskon yang dilakukan oleh dealer serta didukung oleh peran perusahaan multifinance yang mengucurkan kredit kendaraan bermotor. Selain itu, peningkatan tersebut juga turut didukung oleh kondisi makro ekonomi nasional, inflasi, dan nilai tukar yang stabil serta rendahnya suku bunga kredit. Pada Bulan November 21, dilangsungkan acara Jakarta Motor Cycle Show (JMCS) 21 yang turut menyumbang peningkatan penjualan motor pada periode laporan. Kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya dilihat dari penjualan motor dan mobil nasional mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan penjualan motor tumbuh positif 4% (yoy) selama triwulan IV-21, walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan 2

35 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL periode sebelumnya yang mencapai 22%. Selama triwulan IV-21, pertumbuhan penjualan mobil mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 4% (yoy), namun pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibanding periode sebelumnya sebesar 46%. Berdasarkan hasil rilis BPS, industri kendaraan bermotor di Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-21. Industri kendaraan bermotor mengalami peningkatan pertumbuhan dari 8,69% pada periode sebelumnya menjadi 8,86%. Sedangkan kinerja industri mesin dan perlengkapannya di Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif selama triwulan IV-21 sebesar 6,25%, namun mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya sebesar 8,32%. Bila dilihat dari pertumbuhan ekspor kendaraan bermotor, pertumbuhan volume dan juga nilai ekspor kendaraan bermotor memiliki tren yang cenderung meningkat di bulan Oktober dan November 21 jika dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 1.33 dan 1.34).. Grafik Penjualan Motor Nasional Unit 2,, 9% Grafik Penjualan Mobil Nasional Unit 2, 8% 6% 4% 1,, 3% 1, % % Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV -3% Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV -4% Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia, AISI Penjualan Mobil Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo Grafik Nilai Ekspor Kendaraan Grafik Volume Ekspor Kendaraan USD Juta 1 yoy 1% Ribu Ton 15 yoy 1% 8 75% 75% 6 5% 25% 1 5% 25% 4 % -25% 5 % -25% 2-5% -5% -75% -75% Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 21

36 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sedangkan jika dilihat dari produksi kendaraan bermotor di Jawa Barat, industri tersebut selama triwulan IV-21 mengalami pertumbuhan yang masih tinggi, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan produksi kendaraan bermotor melambat dari 52% (yoy) pada triwulan III-21 menjadi 31% pada triwulan IV-21. Grafik Produksi Kendaraan Bermotor 25, 8.% 2, 6.% 4.% 15, 2.% 1,.% 5, 2.% 4.% Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: CEIC Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki mengalami pertumbuhan yang relatif stabil selama triwulan IV-21. Industri TPT mendapat tekanan dari kenaikan harga bahan baku yang dapat menghambat pencapaian target. Pada paruh kedua tahun 21, harga bahan baku TPT seperti kapas mengalami kenaikan hingga 14%. Namun secara keseluruhan permintaan baik domestik maupun luar negeri untuk produk tekstil mengalami peningkatan di tahun 21. Hal ini dipengaruhi oleh membaiknya situasi perekonomian dunia sehingga mendorong konsumsi TPT dari negara tujuan. Di pasar domestik pertumbuhan konsumsi masyarakat yang meningkat pada tahun 21 cukup mendorong konsumsi TPT. Berdasarkan hasil rilis BPS, pada triwulan IV-21 industri tekstil mengalami penurunan pertumbuhan sedangkan industri barang kulit dan alas kaki mengalami peningkatan pertumbuhan. Kinerja industri tekstil melambat dari,27% pada periode sebelumnya menjadi -,53%. Sementara itu, industri barang kulit dan alas kaki tumbuh sebesar,1%, meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar -6,87%. Kondisi tersebut mendorong kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki mengalami pertumbuhan yang stabil selama periode laporan. Subsektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Kinerja subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa barat mengalami perlambatan pertumbuhan selama triwulan IV-21. Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan Indeks Penjualan Makanan dan Minuman Grafik Indeks Penjualan Makanan dan dari 47% (yoy) pada periode sebelumnya Minuman menjadi 33%. % Kondisi tersebut juga didukung oleh hasil liaison yang dilakukan oleh KBI Bandung, yang menyatakan bahwa sektor makanan dan minuman mengalami pertumbuhan yang melambat selama tahun 21, Makanan & Tembakau Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia

37 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL walaupun pertumbuhan tersebut berada diatas pertumbuhan pada tahun 29 yang masih terdampak krisis keuangan global. Hasil rilis BPS turut menyatakan bahwa industri makanan dan minuman di Jawa Barat mengalami penurunan pada triwulan IV-21 dari 2,81% pada periode sebelumnya menjadi - 1,58% Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) kembali mengalami pertumbuhan pada triwulan IV- 21. Sektor PHR mengalami pertumbuhan sebesar 8%(yoy). Tingginya pertumbuhan sektor PHR antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, perdagangan ritel serta ekspor. Musim belanja dan diskon besar pada akhir tahun 21 seiring dengan adanya perayaan natal dan Grafik Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon 1.2., 1.., 8., 6., 4., 2.,, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: PT Pelindo II tahun baru berimbas pada perdagangan ritel yang meningkat. Meningkatnya kinerja subsektor perdagangan diindikasikan dengan meningkatnya arus bongkar muat di Pelabuhan Cirebon. Tercatat sekitar 937 ribu ton muatan melalui Pelabuhan Cirebon selama triwulan IV-21, meningkat dibandingkan muatan selama triwulan sebelumnya sebesar 921 ribu ton. Sedangkan berdasarkan Survei Konsumen Kantor Bank Indonesia Bandung, pembelian Durable Goods yang juga merupakan indikator kinerja subsektor perdagangan menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV-21. Pertumbuhan Pembelian Durable Goods menurun dari 14% (yoy) pada triwulan III-21 menjadi 1% di triwulan IV-21. Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tingkat Hunian Kamar Pertumbuhan Pertumbuhan Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.III-1 (yoy) Tw.IV-1 (yoy) Hotel Bintang % 2.8% Hotel Non Bintang % 18.6% Hotel Bintang & Non Bintang % 6.4% Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data THK (Tingkat Hunian Kamar) bulanan Grafik Perkembangan Wisatawan Grafik Asal Wisatawan Mancanegara 23

38 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat orang 12 orang 12 yang Berkunjung ke Jawa Barat Lainnya Singapura Amerika Eropa Australia Husein Sastranegara (LHS) Total Muarajati (RHS) Sumber: BPS Provinsi Jabar Malaysia Sumber: BPS Provinsi Jabar Sementara itu, subsektor hotel mengalami kenaikan, yang diindikasikan oleh meningkatnya Tingkat Hunian Kamar (THK) perhotelan di Jawa Barat selama triwulan IV-21 (Tabel 1.4). Secara rata-rata, THK hotel di Jawa Barat selama triwulan IV-21 adalah sebesar 45.51, meningkat dibandingkat ratarata pada periode sebelumnya sebesar Hal ini dikarenakan adanya penignkatan jumlah kunjungan wisata di Jawa Barat selama musim liburan akhir tahun 21. Dilihat dari asalnya, kenaikan jumlah wisman yang datang tersebut terutama berasal dari Malaysia, dengan pangsa sebesar 87,6% dari seluruh wisman, meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan III-21 yang sebesar 87,5% Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan pada triwulan IV-21. Kondisi tersebut diindikasikan oleh pertumbuhan penumpang yang masuk ke Jawa Barat, baik melalui Bandara Husein Sastranegara, maupun jalan tol di Jawa Barat. Jumlah penumpang yang masuk ke Jawa Barat melalui Bandara Husein Sastranegara mengalami pertumbuhan sebesar 31% (yoy) didorong oleh masih aktifnya aktifitas penerbangan domestik dan mancanegara. Grafik 1.4. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara Kondisi transportasi darat berupa angkutan jalan di Jawa barat, menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada triwulan IV-21, jumlah kendaraan yang melintasi 12 gerbang tol di Jawa Barat mengalami rata-rata pertumbuhan yang meningkat. Kondisi tersebut didukung dengan peningkatan rata-rata kendaraan masuk sebesar 6,7%, dan rata-rata kendaraan keluar sebesar 6,3% selama triwulan IV-21. orang 28, 21, 14, 7, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Jumlah Penumpang Sumber: PT Persero Angkasa Pura II Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat 125% 1% 75% 5% 25% % -25% 24

39 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Sementara itu, jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan Cirebon mengalami perlambatan pertumbuhan dari 2,55% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi -,94% pada triwulan IV-21. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya jumlah penumpang kereta api di kelas eksekutif, ekonomi, dan lokal bisnis. Sedangkan penumpang yang menggunakan kelas bisnis dan lokal ekonomi justru mengalami peningkatan pertumbuhan. Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon Penyaluran kredit oleh bank umum ke sektor pengangkutan, gudang, dan komunikasi mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan IV-21. Pertumbuhan penyaluran kredit untuk sektor tersebut meningkat menjadi 2,6% (yoy) dari yang sebelumnya 12,6%. Rp Triliun Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan, Gudang, dan Komunikasi Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV % Sektor Bangunan/Konstruksi Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung Sektor bangunan/konstruksi pada triwulan IV-21 mengalami pertumbuhan sebesar 14.4% (yoy). Peningkatan kinerja sektor bangunan/konstruksi diindikasikan oleh meningkatnya pembiayaan 25

40 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL melalui kredit oleh bank umum untuk sektor konstruksi. Penyaluran kredit untuk sektor konstruksi tumbuh meningkat dari 22,3% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 24,6%. Rp Triliun Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi % Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami pertumbuhan yang melambat pada triwulan IV-21. Sektor tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar -22,6% (yoy). Perlambatan sektor listrik, gas, dan air bersih diindikasikan oleh penurunan pemakaian listrik terutama oleh pengguna industri di Jawa Barat dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan konsumsi listrik oleh pengguna rumah tangga relatif stabil..3.2 Grafik Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Rp Triliun.4 % Dari sisi penyaluran kredit oleh bank umum di Jawa Barat untuk sektor listrik, gas, air bersih secara umum masih mengalami kontraksi, walaupun pada triwulan IV- 21 mengalami peningkatan sebesar -51,9% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya sebesar - 65,9% Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 26

41 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Kinerja sektor jasa-jasa di Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan IV-21. Sektor jasa-jasa di Jawa Barat mengalami pertumbuhan menjadi 16,2% (yoy). Kinerja sektor jasa yang meningkat didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya yang kemudian membutuhkan dukungan dari sektor jasa. 27

42 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Halaman ini sengaja dikosongkan 28

43 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

44 3 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

45 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Selama periode triwulan IV-21, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum mengalami inflasi yang semakin meningkat. Sementara itu, bila dibandingkan dengan triwulan III- 21 laju inflasi tahunan Jawa Barat mengalami peningkatan. Laju inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan III-21 tercatat sebesar 5,41%, sedangkan pada triwulan IV-21 meningkat menjadi 6,62%. Peningkatan laju inflasi pada triwulan laporan ini lebih banyak didorong karena faktor cuaca dan iklim yang mengganggu pasokan sejumlah komoditas bergejolak (volatile foods) sehingga harga komoditas tersebut meningkat secara umum. Meskipun laju inflasi meningkat, namun inflasi di Jawa Barat tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional. Secara tahunan, inflasi di Jawa Barat meningkat menjadi 6,62% (yoy) pada triwulan IV-21, sedangkan inflasi tahunan nasional tercatat lebih tinggi, yaitu sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV-21. Rendahnya inflasi Jawa Barat yang bersumber dari rendahnya inflasi di kota Bandung, telah mampu menarik inflasi nasional tidak terlalu jauh dari targetnya sebesar 5 ± 1%, mengingat bobot Jawa Barat dalam pembentukan inflasi nasional yang mencapai 18,63%. Penyebab rendahnya inflasi Jawa Barat dibandingkan dengan inflasi nasional adalah rendahnya inflasi kelompok bahan makanan di Bandung dan Sukabumi. Ditinjau secara per kota, rendahnya inflasi Jawa Barat tersebut bersumber dari inflasi kota Bogor, Sukabumi, Bandung, dan Tasikmalaya, masing-masing sebesar 6,57%, 5,43%, 4,53% dan 5,56% sedangkan inflasi kota Cirebon, Bekasi dan Depok mencapai 6,7%, 7,88% dan 7,97%. 1. PERKEMBANGAN INFLASI Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional % (mtm) Jabar Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Nasional Perkembangan harga secara umum di Jawa Barat selama triwulan IV-21 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dari tren indeks harga konsumen (IHK) yang mengindikasikan terjadinya inflasi. Tren inflasi Jawa Barat pada pada triwulan IV-21 meningkat dan pada akhir bulan Desember 21 inflasi bulanan (mtm) Jawa Barat mencapai,73%. Meningkatnya inflasi tersebut bersumber dari naiknya inflasi kelompok bahan makanan yang disebabkan oleh turunnya produksi karena gangguan cuaca/iklim dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Sepanjang tahun 21, inflasi bulanan cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun 29 sehingga inflasi tahunan 21 mencapai 6,62% (yoy). Meskipun inflasi Jabar meningkat, namun masih lebih rendah dari inflasi nasional yang tercatat mencapai 6,96%. 31

46 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Secara bulanan, tren laju inflasi Jawa Barat pada bulan Oktober hingga Desember 21 memiliki tren meningkat. Hal ini sangat berbeda dengan triwulan sebelumnya yang memiliki tren laju inflasi yang menurun. Titik balik penurunan tersebut terjadi pada bulan Oktober 21. Pada bulan Oktober 21 inflasi bulanan Jawa Barat tercatat sebesar,2%, kemudian pada November 21 terjadi peningkatan inflasi secara signifikan yang tercatat sebesar,68%. Tren peningkatan tersebut masih berlanjut pada bulan Desember 21 yang tercatat sebesar,73%. Laju inflasi Desember 21 merupakan laju inflasi bulanan tertinggi dibandingkan dengan inflasi bulan Desember pada tahuntahun sebelumnya, meskipun laju inflasi Jawa Barat pada bulan tersebut masih lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional. Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional % (yoy) Jabar Nasional Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV % (qtq) 3. Jabar Nasional Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Secara tahunan, tren peningkatan laju inflasi terus berlanjut dari 5,41% (yoy) pada triwulan III-21 menjadi 6,62% (yoy) pada triwulan IV-21. Namun demikian, inflasi tahunan nasional tercatat lebih tinggi, yaitu sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV-21. Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan, seperti beras, sayuran dan bumbu-bumbuan. Apabila ditelisik lebih lanjut, kenaikan harga bahan makanan tersebut dipicu oleh menurunnya jumlah pasokan dari daerah sentra produksi yang mengalami bencana alam serta anomali iklim. Secara triwulanan, laju inflasi pada triwulan IV-21 melambat dari 2,58% pada triwulan III- 21 menjadi 1,45% pada triwulan IV-21. Laju inflasi nasional pun melambat dari 2,79% triwulan III-21 menjadi 1,59% pada triwulan IV-21, namun masih tercatat lebih tinggi dari inflasi Jawa Barat. Salah satu penyebab perlambatan laju inflasi tersebut adalah menurunnya jumlah permintaan paska bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada akhir triwulan III INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Tahunan Meningkatnya inflasi pada triwulan laporan terutama bersumber dari kenaikan inflasi kelompok bahan makanan secara signifikan. Inflasi tahunan kelompok bahan makanan pada triwulan laporan tercatat sebesar 16,7%, sehingga memberikan sumbangan terhadap pembentukan 32

47 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH inflasi Jawa barat sebesar 3,62%. Hal ini disebabkan oleh terkendalanya pasokan sejumlah komoditas bergejolak (volatile foods), seperti beras, cabai merah, daging ayam ras, dan sayur-sayuran sehingga menyebabkan kenaikan harga. Faktor cuaca/iklim dan kelayakan infrastruktur menjadi penyebab terkendalanya pasokan tersebut. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No. Kelompok Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Andil 1 Bahan makanan 6,5 6,22 4,1 3,42 9,67 1,86 16,7 3,62 2 Makanan jadi 7,66 4,95 6,66 6,52 7,5 6,46 5,94 1,43 3 Perumahan 3,59,45 1,6 1,75 1,82 3,67 3,17,95 4 Sandang 4,84 4,9 4,94 1,32 4,34 5,89 6,22,34 5 Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 2,36 1,8,1 6 Pendidikan 6,22 4,94 3,61 3,8 3,79 1,54 1,72,15 7 Transpor -7,3-8,31-5,74,53,38 1,22 1,4,15 Umum 3,14 1,87 2,2 2,99 4,68 5,41 6,62 6,62 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Sementara kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dan kelompok kesehatan justru mengalami perlambatan laju inflasi. Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau melambat dari 6,46% pada triwulan III-21 menjadi 5,94% pada triwulan IV-21. Terus melambatnya laju inflasi kelompok makanan jadi terutama disebabkan oleh terus meningkatnya pasokan barang makanan jadi yang berasal dari impor. Kelompok barang dan jasa lain yang mengalami perlambatan laju inflasi adalah kelompok kesehatan dari 2,36% pada triwulan III-21 menjadi 1,8% pada triwulan IV-21. Grafik 2.4. Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-21 Kelompok Barang dan Jasa Transpor Pendidikan Kesehatan Sandang Perumahan Makanan Jadi Bahan Makanan Andil Inflasi % (yoy) Andil inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok bahan makanan sebesar 3,62%. Besarnya andil inflasi tersebut disebabkan oleh menurunnya pasokan beberapa komoditas bahan makanan dari sentra produksi yang mengalami bencana alam serta anomali iklim. Menurunnya pasokan tersebut memicu kenaikan harga bahan makanan seperti beras, cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah di sejumlah pasar tradisional dan modern di wilayah Jawa Barat. Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, inflasi Jawa Barat pada triwulan mengalami perlambatan. Bila dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat pada triwulan III-21 yang sebesar 2,58%, pada triwulan IV- 33

48 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 21 inflasi Jawa Barat tercatat sebesar 1,45%. Hampir semua kelompok barang dan jasa mengalami perlambatan laju inflasi. Sehingga cukup menahan laju inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-21. Kelompok bahan makanan pada triwulan IV-21 masih mengalami laju inflasi triwulanan yang cukup tinggi. Faktor anomali cuaca/iklim yang menyebabkan pergeseran masa panen telah mengganggu pasokan beberapa komoditas bahan makanan dan bumbu-bumbuan pada akhir tahun 21 sehingga terjadi peningkatan harga pada kelompok bahan makanan tersebut. Subkelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi triwulanan yang tinggi. Pada triwulan IV- 21 subkelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi sebesar 23,2% jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang justru mengalami deflasi sebesar 5,27%. Hal ini dipicu oleh komoditas bergejolak terutama cabai merah dan bawang merah yang mengalami peningkatan harga secara signifikan yang disebabkan oleh gangguan faktor cuaca/iklim. Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No. Kelompok Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Andil 1 Bahan makanan -1,63 4,96-1,2 1,39 4,3 6,1 4,1 1,2 2 Makanan jadi,85,2 3,47 1,88 1,35 1,34 1,25,24 3 Perumahan,45 -,15,86,58,51 1,67,38,9 4 Sandang -1,37,18 1,68,85 1,57 1,67 2,,9 5 Kesehatan,69,78,86,4,39,7,3,1 6 Pendidikan,8 3,12,25,33,7,88,44,4 7 Transpor,1,66 -,45,31 -,14 1,51 -,28 -,5 Umum -,15 1,87,29,96 1,49 2,58 1,45 1,45 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-21 Kelompok Barang dan Jasa Transpor.5.28 Pendidikan Kesehatan Sandang Perumahan Makanan Jadi Bahan Makanan Andil Inflasi % (qtq) Secara triwulanan, kelompok bahan makanan juga menyumbang andil inflasi tertinggi. Andil inflasi kelompok bahan makanan tercatat sebesar 1,2%. Dibandingkan dengan tahun 29, pergeseran musim panen beberapa hasil pertanian pada tahun 21 di wilayah menyebabkan kurangnya pasokan komoditas hasil pertanian di beberapa wilayah di Jawa Barat. Hal ini memicu kenaikan harga sejumlah komoditas hasil pertanian. Andil deflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mampu menahan laju inflasi triwulanan Jawa Barat. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya tarif telekomunikasi yang diakibatkan oleh persaingan harga layanan telekomunikasi serta menurunnya tarif transportasi Hari Raya Idul Fitri. 34

49 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1.2. INFLASI MENURUT KOTA Inflasi Jawa Barat pada tahun 21 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional, namun masih lebih tinggi dari target inflasi nasional. Inflasi Jawa Barat pada tahun 21 adalah sebesar 6.62% lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 6.96%. Namun demikian, pencapaian inflasi tersebut masih melampaui target inflasi nasional tahun 21 yang telah ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Sementara itu pada tahun 29, inflasi tahunan Jawa Barat hanya mencapai 2.2% jauh lebih rendah dibandingkan target inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 4.5% ± 1%. Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota % inflasi (yoy) TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 28 TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 21 TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia Pada tahun 21, terdapat empat kota di Jawa Barat yang inflasi tahunannya melampaui target inflasi nasional. Kota-kota tersebut antara lain Bekasi 7.88%, Bogor 6.57%, Cirebon 6.7%, dan Depok 7.97%. Sedangkan tiga kota lainnya masih dalam kisaran target inflasi nasional yaitu Bandung mencatat inflasi sebesar 4.53%, Sukabumi 5.43%, dan Tasikmalaya 5.56%. Setelah terjadi krisis pada tahun 28, perekonomian Jawa Barat pada tahun 29 mengalami masa kontraksi, hal ini terindikasi dari pencapaian inflasi Jawa Barat pada tahun 29 masih tergolong rendah dan semua kota pemantauan inflasi mengalami inflasi yang cukup rendah di bawah target inflasi nasional. Pada tahun 21 ini, masa pemulihan ekonomi Jawa Barat mulai berlanjut yang ditandai dengan mulai meningkatnya inflasi tahunan Jawa Barat. Bahkan, tingkat inflasi Jawa barat melampaui target inflasi nasional walaupun masih berada di bawah tingkat inflasi nasional. 35

50 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tabel 2.3 Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-21 (qtq, %) No. Kelompok Kota Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab. 1 Bahan makanan Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, rekreasi dan olahraga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Secara triwulanan, Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi gabungan tertinggi di Jawa Barat. Faktor cuaca/iklim merupakan penyebab tingginya harga komoditas di kelompok bahan makanan, terutama komoditas beras, cabai merah, dan bawang merah selama triwulan IV-21. Secara gabungan, inflasi kelompok bahan makanan mencapai 4.1% (qtq). Bahkan di kota Depok, inflasi triwulanan kelompok bahan makanan mencapai 11.57% tertinggi di semua kota pantauan inflasi. Hal tersebut menyebabkan kota Depok menjadi kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi di provinsi Jawa Barat yakni mencapai 7.97% jauh diatas inflasi nasional. Kota Bandung Tingkat inflasi tahunan kota Bandung tahun 21 masih berada di dalam kisaran target inflasi nasional. Inflasi tahunan kota Bandung tercatat sebesar 4.53% dengan didominasi oleh tekanan inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) yang mencapai 12.61%. Sedangkan inflasi untuk komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) tercatat sebesar 4.6% dan inflasi inti hanya tercatat sebesar 1.67%. Kenaikan komoditas bergejolak di kota Bandung disebabkan oleh kelangkaan pasokan komoditas seperti beras dan cabai merah di beberapa pasar di kota Bandung. Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bandung % inflasi (yoy) 14. Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Umum Volatile Foods Administered Price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 36

51 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Bandung Inflasi tahunan kota Bandung dalam dua tahun terakhir selalu berada di bawah inflasi nasional. Hal ini menunjukkan bahwa % inflasi(mtm) Inflasi Bandung (mtm) Inflasi Bandung (yoy) RHS Inflasi Nasional (yoy) RHS % inflasi(yoy) inflasi kota Bandung relatif terkendali. Upaya kerjasama yang telah dilakukan oleh berbagai dinas terkait dalam mengendalikan inflasi menunjukkan hasil yang optimal dengan persistensi laju inflasi tahunan kota Bandung yang selalu lebih rendah dari inflasi nasional. Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Bekasi Inflasi tahunan kota Bekasi pada triwulan IV-21 adalah yang tertinggi kedua setelah kota Depok. Inflasi tahunan kota Bekasi tercatat sebesar 7.88%. Kelompok sandang (12.16%), bahan makanan (16.55%), dan makanan jadi (1.8%) merupakan kelompok penyumbang inflasi tertinggi di kota Bekasi. Inflasi komoditas bergejolak tercatat sebesar 16.55%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi administered price dan inflasi inti yang masing-masing sebesar 4.54% dan 6.59%. Dari kelompok sandang, subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok barang pribadi & sandang lainnya menyumbang kontribusi terbesar. Sedangkan dari kelompok bahan makanan, subkelompok padi-padian, umbi-umbian, & hasilnya dan subkelompok bumbu-bumbuan. Kelangkaan komoditas seperti beras, cabai merah, dan cabai rawit di akhir tahun 21 juga merupakan faktor penyebab kenaikan harga komoditas tersebut. Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa % inflasi (yoy) No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Umum Volatile Foods Administered Price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 37

52 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Bekasi Dalam dua triwulan terakhir kota Bekasi mengalami inflasi diatas inflasi nasional. Hal ini menunjukkan kota Bekasi sangat rawan % inflasi(mtm) % inflasi(yoy) mengalami inflasi tinggi karena kota Bekasi Inflasi Bekasi (mtm) Inflasi Bekasi (yoy) RHS 18. memiliki karakteristik bukan sebagai kota sentra Inflasi Nasional (yoy) RHS produksi hasil pertanian sehingga inflasi kota Bekasi rentan terhadap kenaikan harga komoditas bergejolak (volatile foods) Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Depok Grafik Inflasi Tahunan Kota Depok Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa % inflasi (yoy) No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Umum Volatile Foods Administered Price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Depok adalah kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi pada triwulan IV-21. Inflasi tahunan kota Depok cenderung kurang terkendali, hal ini terlihat dari tinggi inflasi tahunan yang tercatat sebesar 7.97%, naik secara signifikan dari triwulan III-21 yang hanya sebesar 5.56%. Inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) menyumbang tekanan paling signifikan yakni dari 7.94% pada triwulan III-21 menjadi 21.96% pada triwulan IV-21. Hal ini disebabkan karena kota Depok merupakan kota yang komoditas bergejolaknya bergantung dari daerah lain. Kelangkaan komoditas tersebut pada daerah lain langsung berdampak pada kenaikan harga di kota Depok. 38

53 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik Perkembangan Inflasi Kota Depok Inflasi tahunan kota Depok memiliki kecenderungan yang tinggi. Sama halnya dengan kota Bekasi, kota Depok memiliki % inflasi(mtm) % inflasi(yoy) 3. Inflasi Depok (mtm) 9. Inflasi Depok (yoy) RHS Inflasi Nasional (yoy) RHS karakteristik bukan sebagai sentra produksi hasil pertanian. Kekurangan pasokan komoditas pertanian seperti yang terjadi pada tahun 21, memberikan tekanan yang signifikan terhadap inflasi kota Depok sehingga inflasi kota Depok tercatat sebagai inflasi tahunan tertinggi di Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Bogor Sama halnya dengan kota Depok dan Bekasi, kota Bogor juga mengalami inflasi yang melampaui target inflasi nasional. Inflasi komoditas bergejolak masih merupakan komponen yang mengalami inflasi tertinggi yakni 17.1%, diikuti oleh inflasi administered price 3.23% dan inflasi inti 1.85%. Inflasi komoditas bergejolak lebih disebabkan karena kurangnya pasokan beberapa komoditas tersebut di pasar-pasar kota Bogor. Meski kelompok bahan makanan memberikan tekanan yang cukup signifikan pada inflasi kota Bogor, namun inflasi kota Bogor masih teredam oleh turunnya harga-harga barang dari kelompok sandang terutama subkelompok sandang laki-laki yang mengalami deflasi hingga.87% setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 18.76% pada saat Hari Raya Idul Fitri tahun 21. Grafik Inflasi Tahunan Kota Bogor Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa % inflasi (yoy) No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Umum Volatile Foods Administered Price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 39

54 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik Perkembangan Inflasi Kota Bogor % inflasi(mtm) % inflasi(yoy) Inflasi Bogor (mtm) 1. Inflasi Bogor (yoy) RHS Inflasi Nasional (yoy) RHS Kota Bogor memiliki tren laju inflasi yang meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan tren laju inflasi kota Bogor yang selalu mendekati tren laju inflasi nasional. Walaupun memiliki tren laju inflasi yang meningkat, inflasi kota Bogor masih relatif rendah daripada inflasi nasional. Walaupun kota Bogor adalah sentra produksi hasil pertanian, meningkatnya inflasi kota Bogor juga disebabkan karena tekanan inflasi yang berasal dari volatile foods. Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Cirebon Grafik Inflasi Tahunan Kota Cirebon Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa % inflasi (yoy) Umum Volatile Foods Administered Price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Inflasi tahunan kota Cirebon tercatat sebesar 6.7% lebih tinggi dari inflasi gabungan Jawa Barat yang sebesar 6.62%. Komponen inflasi komoditas bergejolak masih merupakan komponen penyumbang inflasi terbesar di kota Cirebon yakni 15.%. Faktor pendorong inflasi kota Cirebon yang signifikan meliputi kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, subkelompok padi-padian pada kelompok bahan makanan mengalami kenaikan harga terutama untuk komoditas beras pada hampir semua tingkat kualitas. Sedangkan, kenaikan harga subkelompok daging mengalami perlambatan sehingga cukup meredam inflasi kota Cirebon. Sementara itu, pada kelompok pendidikan terjadi kenaikan harga pada biaya jasa pendidikan dan kursus-kursus serta pelatihan pada triwulan IV-21. 4

55 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik Perkembangan Inflasi Kota Cirebon % inflasi(mtm) Inflasi Cirebon (mtm) Inflasi Cirebon (yoy) RHS Inflasi Nasional (yoy) RHS % inflasi(yoy) Pada tahun 21, Laju inflasi kota Cirebon relatif terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan tren laju inflasi kota Cirebon yang berada di sekitar laju inflasi nasional. Pada tahun-tahun sebelumnya, inflasi kota Cirebon memiliki kecenderungan selalu berada jauh diatas inflasi nasional. Namun, sejak triwulan II-21 laju inflasi kota Cirebon dapat diredam di sekitar laju inflasi nasional meskipun masih memiliki kecenderungan yang tinggi. Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Sukabumi Inflasi tahunan kota Sukabumi pada triwulan IV-21 tercatat sebesar 5.43%. Seperti pada kota lainnya, faktor pendorong inflasi berasal dari komoditas bergejolak. Inflasi komoditas bergejolak kota Cirebon tercatat sebesar 12.85%. Sedangkan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) dan inflasi inti masing-masing adalah 2.14% dan 3.1%. Walaupun tidak naik secara signifikan dibandingkan triwulan III-21, kelompok bahan makanan merupakan kelompok pendorong inflasi yang signifikan di kota Sukabumi. Grafik Inflasi Tahunan Kota Sukabumi % inflasi (yoy) Umum Volatile Foods Administered Price Inti Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat % inflasi(mtm) Grafik Inflasi Kota Sukabumi Inflasi Sukabumi (mtm) Inflasi Sukabumi (yoy) RHS Inflasi Nasional (yoy) RHS % inflasi(yoy) Persistensi laju inflasi kota Sukabumi memiliki kecenderungan menurun. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 28, persistensi laju inflasi kota Sukabumi cenderung tinggi dan berada di atas laju inflasi nasional. Namun, sejak awal tahun 21 persistensi laju inflasi kota Sukabumi mulai menurun Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 41

56 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kota Tasikmalaya Di kota Tasikmalaya, faktor pendorong inflasi tahunan masih didominasi oleh komoditas bergejolak. Inflasi tahunan kota Tasikmalaya tercatat cukup tinggi sebesar 5.56% walaupun masih dalam kisaran target inflasi nasional. Sedangkan inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) tercatat sebesar 16.73%. Inflasi komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) sebesar 1.99% dan inflasi inti sebesar 2.64%. Sejak pertengahan triwulan I-21 inflasi volatile foods menjadi faktor pendorong utama inflasi kota Tasikmalaya. Hal ini disebabkan karena naiknya harga bumbu-bumbuan seperti cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah pada bulan Desember 21 serta naiknya harga beras pada bulan November 21. Grafik Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa % inflasi (yoy) No. Kelompok Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV 1 Bahan makanan Makanan jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum Umum Volatile Foods Administered Price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Tasikmalaya % inflasi(mtm) Inflasi Tasikmalaya (mtm) Inflasi Tasikmalaya (yoy) RHS Inflasi Nasional (yoy) RHS Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat % inflasi(yoy) Menjelang akhir tahun 21, inflasi kota Tasikmalaya relatif terkendali. Semula persistensi inflasi tahunan kota Tasikmalaya memiliki kecenderungan selalu lebih tinggi daripada inflasi nasional. Namun, menjelang akhir tahun 21, inflasi tahunan menjadi lebih terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan persistensi inflasi tahunan yang selalu berada lebih rendah dari inflasi nasional sejak awal triwulan II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI 2.1. FUNDAMENTAL Eksternal Kondisi faktor eksternal masih relatif terjaga. Nilai tukar rupiah selama triwulanan IV-21 relatif stabil pada kisaran Rp9.,- per Dollar Amerika (USD) sehingga menyebabkan tekanan inflasi dari 42

57 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH eksternal relatif minimal. Meskipun demikian, harga beberapa komoditas strategis di pasar internasional cenderung naik. Grafik Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang Grafik Perkembangan Kurs Rupiah % (yoy) 8 Rp/USD 12,3 % 4 6 Amerika Jepang Singapura 11,8 3 11, , , ,8 9, , Sumber: Bank Indonesia Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy) Sumber: Bank Indonesia Laju inflasi di negara mitra dagang relatif stabil. Hal ini berdampak positif terhadap inflasi Jawa Barat dari pengaruh faktor eksternal. Laju inflasi Amerika Serikat cenderung mengalami perlambatan yang disebabkan karena mulai membaiknya perekonomian Amerika Serikat pasca krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat pada tahun 28. Laju inflasi Jepang juga relatif stabil di akhir tahun 21. Sementara itu, laju inflasi Singapura sedikit mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga permintaan akan barang dan jasa mengalami peningkatan. Grafik Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional Harga minyak dunia yang meningkat di akhir tahun memberikan kontribusi USD/troys USD/barrels terhadap peningkatan laju inflasi pada komoditas BBM non subsidi. Di bulan Desember 21 harga minyak dunia secara ratarata mencapai US$88.5/barrels. Hal ini berdampak pada kenaikan bahan bakar minyak non-subsidi di dalam negeri. Emas Minyak Dunia (RHS) Sumber: Bloomberg Harga emas dunia relatif meningkat pada akhir tahun 21. Hal ini dipicu oleh adanya sentimen dari kebijakan pemerintah China yang menaikkan giro wajib minimum yang memberikan kekhawatiran bagi sektor perbankan dan perekonomian China secara luas. Selain itu, adanya kecemasan akan inflasi dunia dan perkembangan isu Eropa menjadi faktor penggerak naiknya harga emas di akhir tahun 21. Hal ini memicu kenaikan harga perhiasan emas di perdagangan domestik yang diindikasikan dengan naiknya inflasi kelompok sandang. 43

58 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik Perkembangan Harga Gula di Pasar Internasional USD/pound Jan 8 Mar 8 May 8 Jul 8 Sep 8 Nov 8 Jan 9 Mar 9 May 9 Jul 9 Sep 9 Nov 9 Jan 1 Mar 1 May 1 Jul 1 Sep 1 Nov 1 Potensi tekanan inflasi juga berasal dari kenaikan harga gula di pasar internasional. Sebagai upaya menekan harga gula di pasar domestik, pemerintah melalui PTPN (perusahaan perkebunan negara) akan melakukan tender lelang impor gula kristal putih (GKP). Rencana impor tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan GKP sebagai salah satu upaya stabilisasi harga. Sumber: Bloomberg Ekspektasi Inflasi Ekspektasi konsumen terhadap harga barang dan jasa di kota Bandung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian Jawa Barat yang masih pada tahap pemulihan dan faktor cuaca/iklim yang kurang menentu. Isu terkait pembatasan penggunaan BBM Bersubsidi juga turut mendorong ekspektasi inflasi masyarakat. Grafik Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung Grafik Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB Inflasi Jabar TD 7 (mtm) SK* SK** % (inflasi) SB Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Inflasi Jabar (qtq) SPE* SPE** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK* = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya Sumber: SPE-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK* = Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi pedangan eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya Sama halnya dengan ekspektasi konsumen, ekspektasi pedagang terhadap harga barang dan jasa juga meningkat. Sebagaimana pola musimannya, menjelang akhir tahun ekspektasi pedagang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian Upah Minimum Kabupaten/Kota yang dilakukan pada akhir tahun. Tingginya harga komoditas di dalam negeri seperti beras, bahan bakar minyak non subsidi juga memicu ekspektasi pedagang terhadap harga barang dan jasa. Ekspektasi pedagang terhadap harga dan jasa 6 bulan ke depan pada triwulan IV-21 mengalami kenaikan menjadi 116,67. 44

59 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Interaksi Permintaan dan Penawaran % Grafik Utilisasi Kapasitas Sektor Ekonomi Utilisasi Kapasitas Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung Inflasi Jabar % (yoy) Interaksi permintaan dan penawaran memberikan tekanan terhadap inflasi Jawa Barat. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi turut pula menyebabkan membaiknya pendapatan yang berimplikasi pada menguatnya konsumsi. Meningkatnya konsumsi direspons di sisi supply melalui peningkatan utilisasi kapasitas produksi. Berdasarkan hasil liaison, sebagian produsen telah melakukan overtime dalam mengantisipasi kenaikan kapasitas produksinya NON FUNDAMENTAL Volatile Foods Pada triwulan IV-21 harga volatile foods naik cukup tinggi. Secara tahunan, inflasi gabungan Jawa Barat pada kelompok bahan makanan saja tercatat sebesar 16.7%. Selama triwulan IV-21, terdapat tiga subkelompok pada kelompok bahan makanan yang menyumbang inflasi cukup tinggi yaitu subkelompok padi-padian & hasilnya, subkelompok daging & hasilnya, dan subkelompok bumbu-bumbuan. Grafik Andil Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan Bahan Makanan Lainnya Lemak & Minyak Bumbu bumbuan Buah buahan Kacang kacangan Sayur sayuran Telur, Susu & Hasil hasilnya Ikan Diawetkan Ikan Segar Daging dan Hasil hasilnya Padi padian, Umbi umbian & Hasilnya,,2,4,6,8 1, 1,2 Andil inflasi (%, ytd) Andil inflasi subkelompok padi-padian, umbi-umbian & hasilnya memberikan andil inflasi terbesar terhadap inflasi Jawa Barat. Andil inflasi yang besar ini disebabkan karena kenaikan harga komoditas beras akibat banyak sentra-sentra produksi padi di Jawa Barat mengalami pergeseran masa panen akibat gangguan cuaca/iklim. Tidak hanya itu, serangan organisme penganggu tanaman (OPT) juga menyebabkan gagal panen sejumlah komoditas pertanian. Subkelompok padi-padian khususnya komoditas beras mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi selama triwulan IV-21. Meskipun berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat produksi padi Jawa Barat pada periode laporan diperkirakan akan meningkat, tetap terjadi kenaikan harga beras pada tingkat konsumen. Intelkam Polda Jawa Barat menginformasikan adanya indikasi penimbunan yang dilakukan oleh beberapa spekulan di daerah 45

60 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Cirebon. Hal ini semakin diperparah dengan jalur distribusi beras yang memusat ke DKI Jakarta (Pasar Induk Cipinang) sehingga daerah selain Jabodetabek mengalami kenaikan harga beras karena kekurangan pasokan beras. Dari subkelompok bumbu-bumbuan, harga cabai merah dan cabai rawit juga mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FDG) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Bandung dan dihadiri oleh asosiasi pengusaha cabai, perwakilan pasar caringin, akademisi, dinas pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP), dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) diketahui bahwa penyebab kenaikan harga cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain produktifitas berkurang karena faktor cuaca dan bencana alam pada daerah sentra cabai, permintaan yang meningkat karena hari besar keagamaan dan liburan panjang dimana Jawa Barat menjadi tujuan wisata (karena adanya bencana di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur), serta gangguan infrastruktur jalan raya yang menyebabkan lama waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mengirimkan cabai dari sentra produksi ke sentra konsumsi. Setelah melewati bulan Ramadhan tahun 21, komoditas daging & hasilnya mengalami sedikit penurunan harga (deflasi). Hal ini disebabkan karena stok daging sapi telah mencukupi dengan seiring menurunnya kebutuhan masyarakat akan daging sapi selama akhir tahun 21. Administered Price Hasil survei pembatasan subsidi BBM yang dilakukan terhadap 1 responden menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (91%) telah mengetahui adanya rencana pemerintah membatasi BBM bersubsidi. Kebijakan pemerintah tersebut, diperkirakan akan merubah pola konsumsi masyarakat, yakni melalui pengurangan proporsi biaya hiburan, pakaian, dan rokok. Sementara itu, hanya 5% responden yang akan menghentikan pemakaian kendaraan pribadi, sebanyak 74% responden akan tetap menggunakan kendaraan pribadi dan 21% akan menggunakan kendaraan pribadi hanya pada waktu tertentu. Dari responden yang akan menghentikan kendaraan pribadi, sebanyak 87% akan menggunakan kendaraan umum dan 13% akan menumpang. Dengan masih kuatnya konsumsi BBM yang akan beralih ke Pertamax akan meningkatkan konsumsi Pertamax sehingga dapat mempengaruhi harga Pertamax yang notebene sudah merupakan harga pasar. Grafik Awareness Masyarakat Tidak Mengetahui Mengetahui Grafik 2.3. Peningkatan Pengeluaran Rumah Tangga Tidak Naik < 1% 1 3% 31 5% > 5% 7% 5% 2% 16% 42% 93% 35% 46

61 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Dari sisi harga, sebanyak 87% responden memandang harga premium yang wajar adalah sebesar Rp5.-6. dengan waktu penyesuaian terhadap harga pasar sebaiknya adalah mingguan. Sementara, seluruh responden (94%) menilai bahwa kendaraan umum dan motor roda 2 masih berhak menerima BBM bersubsidi. Menurut dampaknya terhadap harga, hampir seluruh responden (97%) menyatakan kebijakan pemerintah akan mendorong kenaikan harga barang/jasa lainnya. Hal ini menyebabkan ekspektasi inflasi responden cenderung meningkat, yakni sebanyak 46% memperkirakan inflasi tahun 211 berada pada kisaran 6-9% dan 38% pada kisaran 4-6%. 47

62 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BOKS 1. TINGGINYA KENAIKAN HARGA CABAI Cabai merah merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang cukup besar dikonsumsi oleh masyarakat. Besarnya konsumsi masyarakat di satu sisi dan kondisi produksi yang inelastis di sisi lain menyebabkan harga cabai merah rentan terhadap gangguan dari sisi penawaran. Jawa Barat merupakan sentra produksi utama cabai di Indonesia, yakni dengan produktivitas sebesar 285 kuintal/ha. Meski demikian, produksi Jawa Barat belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakatnya sehingga harus mendatangkan dari daerah lain. Berdasarkan pelaku usaha, pedagang pengumpul merupakan price maker dalam tata niaga cabai karena memiliki akses pasar yang besar serta dapat mempengaruhi pola produksi petani. Pada hari besar keagamaan nasional, pedagang pengumpul melakukan spekulasi dan meningkatkan imbal untung. Sementara itu tingkat serapan industri untuk produksi cabai domestik masih sangat kecil, yakni hanya 2% dari pemasok di Sumatera Utara. Bahan baku utama industri pengolahan didatangkan dari luar negeri berupa produk pasta. Selama pemasaran, rata-rata tingkat kehilangan komoditas cabai masih cukup besar, yakni sekitar 4,7% pada setiap titik jalur distribusi, meski Jawa Barat memiliki tingkat kehilangan terkecil dibandingkan dengan daerah lain, yakni 1%. Keterkaitan Daerah Produksi dan Konsumsi Sumber : Departemen Pertanian RI (26) Analisis Karakteristik Pasar Cabe Merah Indonesia. Pada tahun 21 harga cabai melonjak tinggi yakni mencapai Rp75./kg sehingga menyumbang kenaikan laju inflasi. Kenaikan harga cabai disebabkan oleh berbagai faktor. Dari sisi produksi, terjadi gangguan pasokan akibat menurunnya produksi pada salah satu sentra produksi cabai akibat bencana 48

63 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH alam dan dampak anomali iklim. Distribusi cabai juga mengalami hambatan karena belum baiknya infrastruktur jalan, rantai pemasaran yang panjang, serta ketidaksimetrisan informasi yang dimiliki oleh pedagang pengumpul. Selain itu, meningkatnya permintaan akibat penyelenggaraan hari raya besar keagamaan nasional turut mendorong kenaikan harga cabai. Kondisi ini semakin diperburuk dengan pemberitaan negatif atas perkembangan harga cabai di pasar sehingga ekspektasi harga menjadi tinggi. Rekomendasi Perbaikan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah (1) Pengumpulan informasi ketersediaan stok dan harga di jalur distribusi; (2) Pengaturan pola tanam cabai, (3) Optimalisasi jalur distribusi serta mengatur tata niaga,serta (4) Diseminasi harga cabai melalui media massa untuk menjaga keberbeimbangan berita. Secara jangka panjang perlu dilakukan pelatihan kepada petani cabai, pemuliaan untuk bibit cabai, serta perbaikan infrastruktur jalan. 49

64 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Halaman ini sengaja dikosongkan 5

65 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 51

66 52 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

67 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kondisi perekonomian yang cukup baik menjadi salah satu pendukung kuatnya pertumbuhan kinerja perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-21. Penyaluran kredit tumbuh lebih tinggi pada periode laporan dengan risiko kredit yang terjaga. Kinerja yang baik ini didukung dengan meningkatnya pertumbuhan DPK terutama deposito. Sementara itu, risiko likuiditas cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Khusus BPR Jawa Barat, kinerja penyaluran kredit yang baik pada periode laporan juga didukung dengan upaya efisiensi serta terjaganya risiko baik likuiditas maupun kredit. 1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Laju pertumbuhan aset perbankan di Jawa Barat cenderung stabil selama triwulan IV- 21. Hal ini sebagaimana tercermin dari perkembangan pertumbuhan periode laporan yang sebesar 15,9% (Grafik 3.1). Relatif tertahannya laju pertumbuhan aset perbankan Jawa Barat diduga disebabkan oleh lebih tingginya pertumbuhan DPK dibanding kredit sehingga meningkatkan biaya dana. Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan Jawa Barat Triliun Rp Sumber: LBU KBI Bandung Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Aset Pertumbuhan %, yoy BANK UMUM KONVENSIONAL 2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Penghimpunan DPK oleh perbankan umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV- 21 tumbuh lebih tinggi dari 26,% menjadi 33,6% atau mencapai Rp178,5 triliun (Grafik 3.3). Kenaikan pertumbuhan terutama pada jenis deposito dan giro, sedangkan tabungan cenderung stabil. Beberapa bank di Jawa Barat menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan DPK akibat suku bunga yang kompetitif, khususnya deposito. Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis Deposito 4% Sumber: LBU KBI Bandung Tabungan 42% Giro 18% Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat %, yoy 45 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung Total DPK Giro Tabungan Deposito 53

68 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah dan bank swasta nasional mendominasi penghimpunan DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing dengan pangsa sebesar 51% dan 47% (Grafik 3.4). Di sisi lain, bank swasta asing hanya menghimpun 2% dari total DPK Jawa Barat. Naiknya pertumbuhan DPK perbankan Jawa Barat terutama disebabkan oleh meningkatnya kontribusi DPK Bank milik pemerintah yang pada akhir triwulan IV-21 tumbuh sebesar 38,6% (Grafik 3.5). Sementara itu, pada tahun 21 terdapat 1 buah bank asing yang berubah menjadi bank umum syariah sehingga total DPK bank asing turun cukup drastis. Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat Bank Swasta Asing 2% Bank Pemerintah 51% %, yoy Grafik 3.5. Perkembangan DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat 2 1 Bank Swasta Nasional 47% Sumber: LBU KBI Bandung Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya, pertumbuhan DPK rupiah meningkat cukup tinggi, yakni 36% menjadi Rp162 triliun (Grafik 3.8). Di sisi lain, DPK valas relatif melambat yakni dari 12,6% menjadi 11,6% atau Rp16 triliiun. Perlambatan DPK valas diperkirakan sematamata akibat apresiasi nilai tukar rupiah yang lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 3.6) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing Sumber: LBU KBI Bandung Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Rp/USD % Sumber: LBU KBI Bandung Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy) Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta Valas 13% Sumber: LBU KBI Bandung Rupiah 87% Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta yoy, % 5 45 Rupiah Valas Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung 54

69 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Risiko Likuiditas Perbankan Jawa Barat diperkirakan masih Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas dapat menjaga likuiditasnya sebagaimana tercermin dari angka undisbursed loans dan rasio LDR (loan to deposit ratio). Pada triwulan IV-21, rasio LDR cenderung menurun, yakni dari 75,7% menjadi 73,6% pada periode laporan (Grafik 3.9). Sementara itu, angka undisbursed loans bank umum konvensional masih relatif stabil, yakni 7,7% pada triwulan III-21 menjadi 6,7% LDR Undisbursed Loans 6 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Sumber: LBU KBI Bandung Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan mencapai 27,6% lebih tinggi dari periode sebelumnya bahkan melebih target penyaluran kredit nasional (Grafik 3.11). Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka outstanding kredit menjadi sebesar Rp13,97 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit investasi dan modal kerja tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya, yakni masing-masing dari 36,3% menjadi 4,1% serta 24,4% menjadi 29,8%. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi sedikit menurun dari 23,3% menjadi 22,5% karena kebijakan perbankan yang menahan penyaluran untuk menjaga tingkat kualitas kredit. Grafik 3.1. Porsi Kredit per Jenis Penggunaan Konsumsi 43% Investasi 11% Sumber: LBU KBI Bandung Modal Kerja 46% Grafik Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan %, yoy Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Keterangan: *) Laporan baru dengan ketentuan Basel IISumber: LBU KBI Bandung Secara sektoral, penyaluran kredit terbesar ditujukan sektor PHR dan perindustrian masing-masing mencapai 21% dan 16% dari total penyaluran kredit (Grafik 3.12). Pertumbuhan kredit sektor PHR cenderung stabil pada periode laporan, sementara sektor industri pengolahan cenderung meningkat, yakni dari 23% menjadi 32% (Grafik 3.13). Di sisi lain, pada tahun 21 sektor pertanian masih turun meski pada triwulan IV-21 kredit ke sektor pertanian relatif meningkat. Berdasarkan hasil survey 55

70 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH perbankan BI Bandung, turunnya penyaluran kredit perbankan terutama disebabkan oleh anomali cuaca. Grafik Porsi Kredit per Sektor Ekonomi Lain-lain 48% Pertanian 2% Pertambang an % Perindustria n 16% LGA % Konstruksi 3% Grafik Perkembangan Kredit per Sektor Ekonomi 12 1 yoy, % Pertanian Perindustrian PHR Pengktn, Gudg& Kmnks PHR 21% 2 Jasa Sosial 3% Jasa Dunia Usaha 2% Pengktn, Gudg& Kmnks 5% -2 Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* 21 Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, penyaluran kredit terbesar masih dilakukan oleh bank pemerintah, yakni sebesar 61% atau sebesar Rp79,3 triliun pada periode laporan (Grafik 3.14). Namun demikian, perkembangan pertumbuhan kredit bank pemerintah cenderung menurun, sementara bank swasta nasional meningkat cukup signifikan (Grafik 3.15). Kinerja penyaluran kredit oleh bank swasta nasional yang cukup baik berpotensi untuk meningkat mengingat masih relatif kecilnya porsi kredit bank swasta nasional (37%) dibandingkan jumlah dana yang dihimpun (47%). Grafik Porsi Kredit per Kelompok Bank Bank Swasta Nasional 37% Bank Swasta Asing 2% Grafik Perkembangan Kredit per Kelompok Bank yoy, % Sumber: LBU KBI Bandung Bank Pemerintah 61% -1 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing Sumber: LBU KBI Bandung Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 46% (Tabel 3.1). Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kota Bandung mayoritas diperuntukkan sektor PHR serta industri pengolahan. Menurut angka pertumbuhannya, penyaluran bank berkantor di Kota Bekasi adalah yang tertinggi yakni sebesar 47% yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat. 56

71 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH URAIAN Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat Kredit (Rp Triliun) Pertumbuhan (%, yoy) Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.III* Tw.IV* Pangsa Kab. Bekasi (79.7) (34.72).95% Kab. Purwakarta % Kab. Karawang % Kab. Bogor (63.42) (6.43).55% Kab. Sukabumi % Kab. Cianjur % Kab. Bandung % Kab. Sumedang % Kab. Tasikmalaya % Kab. Garut % Kab. Ciamis % Kab. Cirebon N/A N/A.47% Kab. Kuningan % Kab. Indramayu % Kab. Majalengka % Kab. Subang % Kota Banjar % Kota Bandung % Kota Bogor % Kota Sukabumi % Kota Cirebon % Kota Tasikmalaya % Kota Cimahi % Kota Depok % Kota Bekasi % Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat meningkat, yakni dari Rp37,7triliun menjadi Rp39,1 triliun (Grafik 3.16). Sementara itu, pangsa kredit UMKM masih relatif stabil, yakni 29,9%. Peningkatan kredit UMKM terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan kredit kepada Usaha Menengah dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi lain, berdasarkan jenis penggunaannya baik kredit investasi maupun konsumsi masih memiliki kontribusi yang sama dengan nilai kredit pada periode laporan, masing-masing sebesar Rp5,9 triliun dan Rp33,1 triliun (Grafik 3.17). Grafik Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat Triliun Rp Kredit MKM per Skala Usaha Sumber: LBU KBI Bandung % Pangsa Kredit MKM (RHS) Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* 21 Grafik Porsi Kredit UMKM Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat Rp Triliun Sumber: LBU KBI Bandung Modal Kerja Investasi Konsumsi Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* 21 57

72 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Risiko kredit Pada periode laporan, risiko kredit perbankan di Jawa Barat cenderung membaik, sebagaimana diindikasikan oleh NPL gross yang turun dari 3,51% menjadi 3,5% (Grafik 3.18). Namun demikian, risiko kredit UMKM sedikit meningkat, yakni dari 5,25% menjadi 5,3%. 4,4 4,2 4, 3,8 3,6 3,4 3,2 3, Grafik Perkembangan NPL 4,31 4,13 3,99 3,91 3,92 3,78 3,82 3,63 3,57 3,51 3,42 3,52 3,44 3,38 3,35 3,5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Sumber: LBU KBI Bandung 3. BANK UMUM SYARIAH Pada triwulan IV-21 perbankan umum syariah di Jawa Barat mengalami perkembangan yang cukup baik. Perubahan status salah satu bank umum konvensional menjadi syariah menyebabkan baik penghimpunan dana maupun pembiayaan tumbuh sangat tinggi menjadi sekitar 2 kali lipat sehingga masing-masing menjadi sebesar Rp9,85 triliun dan Rp7,81 triliun (Grafik 3.19 dan 3.2). Laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan diduga menyebabkan meningkatnya biaya dana bank umum syariah sebagaimana yang terjadi dengan bank umum konvensional. Grafik Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat Rp Triliun Tw.I Tw.II Tw.III DPK Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung Tw.I Tw.II Tw.III Pertumbuhan Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* yoy, % 12 Tw.IV* 1 Lebih tingginya laju pertumbuhan DPK dibandingkan kredit menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) sedikit turun dari 85,7% menjadi 83,5% (Grafik 3.21). Perbankan umum syariah menyebutkan bahwa FDR masih dijaga dilevel yang cukup tinggi meski sedikit menahan penyaluran pembiayaan karena menunggu kepastian kondisi perekonomian ke depan serta menjaga kualitas pembiayaan Grafik 3.2. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat Rp Triliun Tw.I Tw.II Tw.III Pembiayaan Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung Tw.I Tw.II Tw.III Pertumbuhan Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* yoy, % 12 Tw.IV* 1 Grafik Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat % ,4 82,3 92,2 86,3 83,4 83,2 84,5 78,5 76, ,5 85,7 83,5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung 58

73 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Dengan sikap kehati-hatian yang cukup baik dari perbankan syariah di Jawa Barat rasio Non Performing Financing (NPF) cenderung turun, yakni dari 3,3% menjadi 2,6% pada periode laporan (Grafik 3.22). Evaluasi sepanjang tahun 21 menunjukkan bahwa risiko kredit cenderung membaik dan pada akhir tahun telah tercapai rekor nilai NPF yang baru. Grafik Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat % ,6 5,1 4,8 3,6 4,5 3,3 4, 3,1 4,8 3,9 3,3 2,6 - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung 4. BANK PERKREDITAN RAKYAT Kinerja BPR Jawa Barat membaik pada periode laporan sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan pertumbuhan kredit, perbaikan efisiensi, serta terjaganya risiko. Pada periode laporan, pertumbuhan kredit naik dari 18,94% menjadi 21,1% (Grafik 3.23). Meski demikian, aset BPR Konvensional tumbuh melambat dari 19,81% menjadi 19,71% atau Rp8,48 triliun pada triwulan IV-21. Sementara, pertumbuhan DPK turun dari 2,41% menjadi 18,9% atau sebesar Rp6,6 triliun (Grafik 3.24). Kondisi ini terutama disebabkan oleh terpacunya BPR Konvensional untuk meningkatkan nilai LDRnya. Rp Triliun 9, 8,5 8, 7,5 7, 6,5 6, 5,5 5, Grafik Perkembangan Aset BPR Jawa Barat Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Aset Pertumbuhan Aset %, yoy Rp Triliun 6,5 6, 5,5 5, 4,5 4, Grafik Perkembangan DPK dan Kredit BPR Jawa Barat Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV %, yoy 3 DPK Kredit Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Kredit Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 59

74 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Selain itu, pada triwulan IV-21 BPR Jawa Barat semakin berupaya untuk meningkatkan akses pembiayaannya kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana diindikasikan dengan penambahan kantor cabang sebanyak 558 unit menjadi 563 unit (Tabel 3.2). Dari aspek efisiensi, kinerja BPR Jawa Barat berada dalam tren perbaikan. Pada triwulan IV-21 BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) BPR Jawa Barat membaik dari 74,5% menjadi 73,4% (Grafik 3.25). Grafik Perkembangan BOPO BPR Jawa Barat % ,2 87,2 86,9 86,9 86, , 86 86,7 86,5 85,6 85,5 85, , Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: LBU KBI Bandung Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat URAIAN Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Jumlah BPR Jumlah kantor cabang BPR Jumlah PD BPR Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan risiko yang dihadapi perbankan, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) yang sebesar 21,4% (Tabel 3.3). Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) mengalami perbaikan, yakni dari 8,13% pada triwulan III-21 menjadi 7,28% pada periode laporan. Penurunan NPL BPR Jawa Barat diperkirakan akan masih berlanjut di masa mendatang. Selain itu likuiditas masih cukup baik sebagaimana terjaganya indikator LDR BPR Jawa Barat. Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat URAIAN Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV CAR LDR BOPO NPL Sumber: LBU KBI Bandung 6

75 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH 61

76 62 BAB 4. KEUANGAN DAERAH

77 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Menggeliatnya perekonomian Jawa Barat serta beberapa kebijakan pemerintah pusat terkait tarif pajak menyebabkan realisasi penerimaan melebihi target. Dari sisi pemerintah pusat, penerimaan pajak terbesar didorong oleh komponen pajak PPh, PPN impor, serta PBB terhutang. Sementara itu, penerimaan pajak dari kendaraan bermotor menjadi sumber utama penerimaan Pemerintah Provinsi. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-21 meningkat pesat dibandingkan triwulan lalu akibat percepatan penyaluran belanja hibah dan bantuan kepada kabupaten/kota. Meski demikian, secara tahunan realisasi belanja pemerintah daerah masih relatif terbatas dengan kisaran 85% hingga 9% atau relatif sama dengan tahun sebelumnya. Di sisi pengeluaran, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV-21 diperkirakan berada dalam kisaran 85% hingga 9% dari total anggaran. Realisasi belanja langsung diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu mengingat perencanaan maupun pelaksanaan program, serta realisasi belanja infrastruktur telah berjalan cukup baik. Namun demikian, belanja tidak langsung diperkirakan mengalami realisasi yang lebih rendah. 1. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH PROVINSI DI JAWA BARAT Pendapatan pemerintah di Jawa Barat meningkat dibandingkan dengan periode lalu. Komponen penyebab naiknya pendapatan pemerintah adalah realisasi PPh pasal 21, PPN Impor, dan pelunasan PBB terhutang serta kenaikan pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor. Masih kuatnya konsumsi masyarakat pada periode laporan disebabkan oleh adanya pencairan tunjangan penghasilan profesi dan guru/dosen, sementara kenaikan jumlah impor turut mendorong pertumbuhan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah pusat menaikkan tarif STNK serta masih baiknya konsumsi kendaraan bermotor masyarakat selama tahun 21 mendorong kinerja PAD Pemerintah Provinsi Jawa Barat melampaui target. 1.1 PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH Pertumbuhan perolehan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat pada triwulan IV-21 meningkat cukup tinggi, yakni sebesar 14,6% (yoy) atau menjadi Rp3,48 triliun (Tabel 4.1). Tingginya pertumbuhan penerimaan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat terutama disebabkan oleh pertumbuhan realisasi PPh pasal 21. Pada triwulan IV-21 terjadi pencairan tunjangan penghasilan profesi dan guru/dosen di lingkungan dinas yang merupakan arah kebijakan pemerintah tahun 21. Kondisi ini juga ditopang dengan masih relatif stabilnya penghasilan masyarakat Jawa Barat. Laju pertumbuhan impor yang meningkat pada periode laporan menyebabkan penerimaan PPN barang impor meningkat cukup tinggi. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak I Jawa Barat, impor barang konsumsi menyebabkan PPN barang impor meningkat cukup tinggi pada triwulan IV-21, yakni tumbuh 9,27% menjadi Rp1,14 triliiun. Adapun, pada akhir tahun wajib pajak telah melakukan pelunasan PBB terhutang setelah pada periode lalu penerimaan PBB mengalami penurunan. Selain dipicu meningkatnya kesadaran wajib pajak, hal ini juga disebabkan oleh adanya akumulasi realisasi PBB Migas dan Non Migas pada triwulan IV

78 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Jenis Pajak Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I (Rp Miliar) 29 Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV A. Pajak Penghasilan 1.638, , , 1.446, , ,62 B. PPN dan PPN BM 729,3 1.49,18 624, 722,48 784, ,44 C. PL dan PIB 38,59 42,79 26, 45,57 43,29 46,7 D. PBB dan BPTHB 56,78 565,1 86, 332,31 458,73 622,81 Jumlah 2.967,4 3.35, , 2.547, 3.248, ,56 Pertumbuhan (%, yoy) 25,41 4,38-4,77 1,42 9,49 14,63 Sumber: Direktorat Jenderal Pajak I Jawa Barat PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI Pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat pada tahun 21 melebihi target APBD, yakni sebesar 122,61% (Tabel 4.2). Faktor penyebab besarnya penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah kebijakan pemerintah pusat yang menerapkan kenaikan tarif STNK sehingga pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor serta masih kuatnya konsumsi masyarakat. Berdasarkan komponennya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi paling besar dari realisasi pendapatan pemerintah provinsi pada tahun 21 yakni sebesar Rp7.231,24 miliar, lebih besar dari APBD 21 yang hanya sebesar Rp5.622,88 miliar. Selain itu, realisasi dana perimbangan pada triwulan IV-21 juga lebih besar dari APBD 21 yakni sebesar Rp2.427,89 miliar. Peningkatan realisasi dana perimbangan terutama disebabkan oleh pengalihan beberapa jenis pajak dari pusat, yakni PBB, PPh pasal 25 dan 29, serta cukai hasil tembakau serta pendapatan non pajak, yakni pendapatan dari pemanfaatan sumber daya alam hutan, pertambangan, minyak bumi, gas alam, dan panas bumi. No Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Uraian APBD 29 (Rp Miliar) Triwulan IV 29 Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD APBD 21 (Rp Miliar) Triwulan IV 21 Realisasi (Rp Miliar) % Realisasi thd APBD I PAD 5.176, ,26 111, , ,24 128,6 a. Pajak Daerah 4.835, ,39 12, , ,87 125,72 b. Retribusi Daerah 28,63 38,4 132,84 29,14 32,89 112,84 c. Hasil Perusahaan Milik Daerah 138,21 179,94 13,19 24,22 226,38 11,85 d. Lain-lain PAD 174,17 492,82 282,95 242,32 395,39 163,17 II Dana Perimbangan 1.763, ,73 123, , ,89 115,32 a. Bagi Hasil Pajak 786,2 939,65 119,55 98, ,9 113,5 b. Dana Alokasi Umum 977,24 984,3 1, , ,12 1, c. Dana Alokasi Khusus ,57 38,57 1, III Lain-lain Pendapatan 12,44 N/A N/A 29,33 N/A N/A a. Bantuan Keuangan 9,59 N/A N/A 8,29 N/A N/A b. Lain-lain Penerimaan 2,84 N/A N/A 21,4 N/A N/A Total Pendapatan 6.951, ,99 114, , ,13 124,51 Sumber: Dispenda Jawa Barat 64

79 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Bea balik nama kendaraan bermotor tumbuh 54,7% selama tahun 21 menjadi Rp2,99 triliun. Sementara itu, pajak kendaraan bermotor naik sebesar 18,5% menjadi Rp2,2 triliun (Tabel 4.3). Kontribusi kedua jenis pajak tersebut mendorong pertumbuhan PAD sebesar 29,95% menjadi Rp6,47 triliun. Namun demikian, pada akhir tahun penerimaan pajak kendaraan bermotor maupun bea balik nama kendaraan bermotor sedikit menurun dibandingkan triwulan III-21. Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat menginformasikan bahwa telah berlalunya hari raya Idul Fitri menyebabkan minat atas pembelian kendaraan bermotor berkurang. Tabel 4.3. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp. Miliar) Jenis Pajak Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Pajak Kendaraan Bermotor 1.862,29 495,46 551,41 588,2 572, ,52 18,54 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Pertumbuhan (%, yoy) 1.936,2 657,22 765,16 8,83 772, ,7 54, ,82 275,23 287,75 298,45 3, ,4 7,12 96,8 23,2 27,39 26,59 28,44 15,61 9,92 Jumlah 4.979, , , , , ,87 29,95 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Dana Perimbangan Grafik 4.1. Perkembangan Dana Perimbangan Pemerintah Jawa Barat Rp Miliar 1,2 1, Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Kebijakan pemerintah pusat mengalihkan beberapa jenis pajak ke daerah meningkatkan realisasi dana perimbangan khususnya dana bagi hasil pajak. Beberapa pajak yang dialokasikan kepada pemerintah daerah adalah pajak bumi dan bangunan serta panas bumi. Dengan adanya pengalihan kewenangan tersebut, maka realisasi dana bagi hasil pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat melebihi perkiraan. 2. BELANJA DAERAH 2.1. BELANJA APBN DI JAWA BARAT Realisasi belanja pemerintah pusat di daerah melalui alokasi dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi masih relatif terbatas. Hingga akhir tahun 21, realisasi fisik dana tugas pembantuan adalah sebesar 8,31% sementara dana dekonsentrasi sebesar 86,52%. Terhambatnya realisasi dana diperkirakan karena ketidakpastian kondisi cuaca serta serangan hama yang intensif. 65

80 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Dana Tugas Pembantuan Dana tugas pembantuan adalah dana pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk menjalankan program pemerintah pusat. Pada tahun 21 alokasi dana tugas pembantuan terbesar diterima oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat untuk perbaikan jaringan irigrasi dan waduk dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional. DPSDA telah merealisasikan anggaran dengan cukup baik yakni sebesar 92% (Tabel 4.4). Sementara itu, masih terdapat kendala dalam realisasi program peningkatan budidaya pertanian maupun perikanan di beberapa daerah khususnya akibat anomali iklim. Tabel 4.4. Anggaran dan Realisasi 5 Daerah Penerima Dana Tugas Pembantuan Terbesar (dalam Miliar Rp) Provinsi/Kabupaten/Kota Realisasi (%) Anggaran 21 Fisik Keuangan Provinsi Jawa Barat 62, Kabupaten Garut Kabupaten Sukabumi Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Cianjur Jumlah 62, Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Dana Dekonsentrasi Dana dekonsentrasi adalah dana pemerintah pusat untuk pembiayaan program yang telah dilimpahkan kepada daerah. Dinas Pendidikan memperoleh alokasi dana terbesar yang diperuntukkan dan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Sama halnya yang terjadi pada program tugas pembantuan, realisasi dana dekonsentasi mengalami kendala akibat gangguan cuaca terhadap lahan pertanian. Tabel 4.5. Realisasi Belanja Dinas Provinsi Jawa Barat (dalam Miliar Rp) Dinas Anggaran Realisasi (%) 21 Fisik Keuangan Dinas Pendidikan 4, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Dinas Pertanian Dinas Sosial Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Jumlah 5, Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat 66

81 BAB 4. KEUANGAN DAERAH 2.2. BELANJA APBD PROVINSI JAWA BARAT Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV-21 diperkirakan sama dengan tahun lalu, yakni berada dalam kisaran 85% hingga 9% dari total anggaran. Realisasi belanja langsung diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu mengingat perencanaan maupun pelaksanaan program masing-masing OPD telah berjalan dengan baik, serta realisasi belanja infrastruktur yang cukup baik oleh Dinas Bina Marga. Namun demikian, belanja tidak langsung diperkirakan mengalami realisasi yang lebih rendah. Tabel 4.6. Realisasi Belanja Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat (dalam Miliar Rp) Jenis Belanja APBD 29 Realisasi (%) APBD 21 Realisasi (%) Pegawai 64,89 97,28 59,18 97,68 Barang dan Jasa 299,16 93,27 293,86 98,19 Modal 34,42 84,62 594,9 91,63 - Tanah 141,65 62,76 84,13 85,8 - Peralatan dan Mesin 2,59 97,7 15,32 94,36 - Pembangunan Jalan & Jembatan 196,18 94,3 495,46 95,44 JUMLAH 76,468 87,78 977,36 95,68 Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Khusus untuk Dinas Bina Marga, anggaran belanja untuk pembangunan jalan dan jembatan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari Rp196 miliar menjadi Rp495 miliar. Alokasi anggaran tersebut diperuntukkan pembangunan proyek pembangunan tol Cisumdawu dan tol Soroja serta pembebasan tanah ruas jalan Situraja-Darmaraja. Dengan alokasi anggaran yang meningkat cukup tinggi pada tahun 21, kinerja realisasi anggaran Dinas Bina Marga masih sangat baik bahkan cenderung meningkat. Tingkat realisasi anggaran pada tahun 21 membaik dari 87% menjadi 95%. Hal ini disebabkan pelaksanaan kegiatan pelelangan serta pembangunan yang dimulai lebih awal, yakni pada tahun 29 pada bulan Maret sedangkan pada tahun 21 dimulai sejak bulan Januari. Selain itu, penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik merupakan salah satu faktor pendukung dalam percepatan proses lelang proyek infrastruktur. Tidak terealisirnya seluruh anggaran proyek infrastruktur terutama disebabkan oleh hasil lelang yang lebih rendah dari perkiraan. Dengan demikian, hingga akhir tahun 21, target pembangunan fisik telah tercapai sepenuhnya dengan biaya hanya sebesar 95,44% dari perkiraan. Di lain pihak, realisasi anggaran pembangunan infrastruktur dapat lebih tinggi jika hambatan administrasi maupun pembangunan dapat diatasi. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Bina Marga adalah kelengkapan dokumen pengajuan pembayaran proyek, kemampuan penyedia jasa peningkatan jalan yang kurang memadai, serta proses pembebasan lahan yang tidak dapat sepenuhnya terealisir. 67

82 BAB 4. KEUANGAN DAERAH Halaman ini sengaja dikosongkan 68

83 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

84 7 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

85 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai merupakan salah satu dari tiga tugas utama Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan IV-21 secara umum mengalami penurunan. Dari sisi peredaran uang kartal, perkembangan aliran uang kartal di wilayah Jawa Barat masih mengalami net inflow yang mengindikasikan kebutuhan uang tunai untuk transaksi semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya alat transaksi non tunai seperti transfer via mesin ATM, alat pembayaran menggunakan kartu dan uang elektronik. Khusus untuk triwulan IV-21, terjadi penurunan net inflow di Jawa Barat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang terjadi di wilayah kerja KBI Bandung dan KBI Tasikmalaya. Sementara itu, sistem pembayaran non tunai terus mengalami kenaikan selama triwulan IV- 21. Peningkatan kegiatan non tunai terutama terjadi pada transaksi RTGS tercatat mengalami kenaikan dari sisi nominal. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kebutuhan transaksi masyarakat secara cepat, efisien dan aman. 1. PENGEDARAN UANG KARTAL 1.1. ALIRAN UANG KARTAL MASUK/KELUAR (INFLOW/OUTFLOW) Seperti kondisi pada periode-periode sebelumnya, perkembangan aliran uang kartal di wilayah Jawa Barat masih mengalami net inflow. Kondisi ini terjadi, karena aliran uang yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia di regional Jawa Barat (meliputi KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) lebih besar dibandingkan aliran uang yang keluar ke masyarakat Jawa Barat (outflow). Kondisi ini menunjukkan bahwa kebutuhan uang tunai untuk transaksi semakin berkurang di masyarakat seiring dengan semakin mudahnya transaksi secara non tunai melalui transfer via ATM (Automated Teller Machine), uang elektronik, dan alat pembayaran menggunakan kartu. Khusus untuk triwulan IV-21, net inflow mengalami sedikit penurunan, yaitu dari sebesar Rp3,13 triliun pada triwulan III-21 menjadi Rp2,83 triliun pada triwulan IV-21, atau turun 9,58% (qtq). Penurunan tersebut disebabkan karena adanya penurunan inflow sebesar Rp2,25triliun yang lebih besar daripada penurunan outflow sebesar Rp1,95 triliun. Baik inflow maupun outflow mengalami penurunan karena kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai pada triwulan IV-21 tidak sebesar pada saat Lebaran di triwulan III-21. Penurunan net inflow terjadi di KBI Bandung dan KBI Tasikmalaya, yang masing-masing turun dari sebesar Rp1,56 triliun menjadi Rp1,41 triliun dan dari Rp,61 triliun menjadi Rp,36 triliun. Di sisi lain, 71

86 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN KBI Cirebon mengalami peningkatan net inflow sebesar Rp1 miliar, atau tumbuh 1% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan net inflow di KBI Cirebon disebabkan karena penurunan inflow lebih kecil daripada penurunan outflow. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat (Rp Triliun) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Outflow Net Inflow Inflow Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon Setelah mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan III-21 mencapai 191% (qtq) untuk uang kertas dan 2.48% (qtq) untuk uang logam seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk Lebaran, aliran uang yang keluar dari KBI Bandung pada triwulan IV-21 mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, aliran uang keluar tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan aliran uang keluar pada triwulan II-21 karena terdapat musim liburan Natal dan Tahun Baru 211. Nominal yang banyak diperlukan oleh masyarakat pada triwulan IV-21 adalah uang pecahan besar yaitu pecahan Rp5. (18,53 juta bilyet atau 5% dari total bilyet keluar) dan Rp1. (12,28 juta bilyet atau 33,2%). Hal ini berbeda dengan kebutuhan pada saat triwulan III-21 yang didominasi oleh kebutuhan uang pecahan kecil Rp1 Rp1. yang mencapai 85,18 juta bilyet atau 6,9% dari total bilyet keluar. 72

87 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tw. III-21 Tw. IV-21 P ertumbuhan (qtq) Uang Kertas Jenis Pecahan Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) Nominal Bilyet/Keping 1, 1,77, ,228, % -28.5% 5, 1,425, , % -35.1% 2, 181, , % -9.97% 1, 262, , % % 5, 127, , % % 2, 65, , % % 1, % -76.% Total 3,77, ,198, % -73.6% Uang Logam 1, 11, , % -9.59% 5 1, % % % % % % % % % -1.% Total 14, , % % Sumber: BI Bandung 1.2. PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan, atau yang disebut juga dengan kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di KBI Bandung tercatat mengalami peningkatan pada triwulan IV-21 dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyaknya aliran uang yang masuk dari masyarakat melalui kegiatan penukaran uang untuk kebutuhan Lebaran pada triwulan III- 21 baru dimusnahkan pada triwulan IV- 21. Pada triwulan IV-21, jumlah uang yang dimusnahkan adalah sebanyak 156,62 juta bilyet, dengan total nominal senilai Rp3,6 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan PTTB pada triwulan III-21, baik dari sisi jumlah bilyet maupun nominalnya. Jenis pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah uang pecahan Rp5., dengan porsi sebesar 2,27% dari seluruh pecahan uang. Selanjutnya, jenis pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp1. Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung Juta Lembar 16, 12, 8, 4,, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Rp1rb Rp5rb Rp2rb Rp1rb Rp5rb Rp2rb Rp1rb Sumber: BI Bandung (2%); Rp2. (18%); serta pecahan Rp5. (14%). 73

88 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Uang dengan nominal pecahan kecil (Rp1. Rp5.) masih mendominasi pemusnahan uang pada triwulan IV-21 mencapai 52,91% dari keseluruhan bilyet uang yang dimusnahkan. Disisi lain, uang pecahan kecil yang dikeluarkan ke masyarakat pada triwulan IV-21 hanya sebesar 1,61% dari keseluruhan bilyet uang yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan rusak dari uang pecahan kecil lebih tinggi daripada uang pecahan besar maupun pecahan sedang. Untuk memperlama umur uang, Bank Indonesia terus berupaya memberikan sosialisasi mengenai perlakuan uang yang baik dan benar (3D Didapat, disimpan, disayang). Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Bilyet Outflow (%) Bilyet PTTB (%) 1, 8, 12,12 1,61 5,37 5,93 1, 8, 53,25 52,91 6, 6, 4, 82,51 83,46 4, 14,22 17,13 2, 2, 32,52 29,96, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Pecahan Besar (Rp5rb-Rp1rb) Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb) Pecahan Sedang (Rp1rb-Rp2rb) Pecahan Besar (Rp5rb-Rp1rb) Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb) Pecahan Sedang (Rp1rb-Rp2rb) Sumber: BI Bandung Sumber: BI Bandung 1.3. UANG PALSU Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Bandung mengalami penurunan dari sisi jumlah bilyet dibandingkan periode sebelumnya. Selama triwulan IV-21, tercatat sebanyak lembar uang palsu ditemukan, dengan nominal sebesar Rp147,62 juta. Dari total uang palsu yang ditemukan tersebut, sebanyak 55,9% merupakan uang palsu nominal Rp5. dan 36,4% uang palsu nominal Rp1.. Untuk meminimalisasi peredaran uang palsu tersebut, BI Bandung terus berupaya memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, menyediakan sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat. 2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Berkembangnya perekonomian domestik meningkatkan kebutuhan masyarakat akan kecepatan, kehandalan, dan keamanan dalam melakukan transaksi. Untuk itu, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, termasuk diantaranya 74

89 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Peningkatan kegiatan pembayaran non tunai terjadi dengan menggunakan RTGS yang berbasis pada kehandalan, tepat waktu dan aman. 2.1 KLIRING LOKAL Perkembangan sistem pembayaran di bidang kliring 1 di Jawa Barat tidak mengalami perubahan yang signifikan, apabila dilihat dari sisi nominal. Selama triwulan IV-21, transaksi melalui kliring yang diselesaikan (meliputi kliring debet 2 dan dan kliring kredit) senilai Rp33,79 triliun, mengalami peningkatan sebesar 6,53% dibandingkan triwulan IV-29 atau sebesar,2% dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan tersebut didukung oleh adanya peningkatan pada wilayah Bandung dan Cirebon, meskipun terjadi penurunan nominal kliring pada wilayah Tasikmalaya. Adapun jumlah warkat kliring yang sah sebagai alat transaksi oleh masyarakat sebanyak lembar, mengalami penurunan sebesar 4,85% dibandingkan triwulan IV-29 atau sebesar 1,1% dibandingkan periode sebelumnya. Meskipun terdapat penurunan jumlah warkat, terdapat peningkatan transaksi per warkat dari Rp22,92 juta pada triwulan III-21 menjadi Rp25,39 juta pada triwulan IV- 21. Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat Wilayah Keterangan Pertumbuhan Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy Jawa Barat Nominal (Rp Triliun) 3,8 31,7 31,1 32,1 33,8 33,8,2 6,53 Volume (Lembar) ,1-4,85 Bandung Nominal (Rp Triliun) 25,73 26,53 26,3 26,74 28, 28,7,24 5,82 Volume (Lembar) ,68-2,89 Tasikmalaya Nominal (Rp Triliun) 1,57 1,65 1,59 1,65 1,88 1,65-12,31 -,24 Volume (Lembar) ,1 2,29 Cirebon Nominal (Rp Triliun) 3,45 3,55 3,49 3,69 3,91 4,8 4,36 14,97 Volume (Lembar) ,29-22, Sumber: Bank Indonesia 2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS) Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat, karena keunggulan RTGS dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan risiko penyelesaian transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian transaksi RTGS (dari dan ke Jawa Barat), selama triwulan IV-21, secara nominal maupun volume masih mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu mencapai sebesar Rp22,65 triliun dan transaksi RTGS, atau 1 Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar-peserta kliring, dan perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. 2 Kliring debet merupakan transaksi kliring debet penyerahan dikurangi kliring debet pengembalian. 75

90 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN meningkat sebesar 7,4% dari nominal transaksi triwulan sebelumnya dan sebesar 37,69% dari nominal transaksi triwulan IV-29. Secara rata-rata bulanan, transaksi RTGS di masyarakat mencapai sebesar Rp67,55 triliun dan transaksi. Dengan demikian terjadi peningkatan rata-rata transaksi bulanan RTGS senilai Rp4,65 triliun. Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat Rp Triliun (Nilai) transaksi (Volume) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Volume Nilai Sumber: Bank Indonesia 76

91 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

92 78 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

93 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Dalam periode tiga tahun terakhir setiap pertumbuhan PDRB Jawa Barat sebesar 1 % meningkatkan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar orang dengan kemampuan penyerapan tertinggi terjadi pada sektor industri pengolahan. Relatif kuatnya daya serap pertumbuhan terhadap tenaga kerja seiring dengan kinerja ekonomi Jawa Barat selama tahun 29 hingga 21 yang membaik yang menyebabkan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat juga terus menunjukan perbaikan. Hal ini tercermin dari kenaikan jumlah penduduk di Jawa Barat yang bekerja serta menurunnya tingkat pengangguran di Jawa Barat. Peningkatan jumlah tenaga kerja antara lain berada pada sektor industri dan sektor konstruksi. Tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Membaiknya kesejahteraan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan sebagaimana yang tercermin dari indeks penghasilan dan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat. 1. KETENAGAKERJAAN Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan kondisi yang semakin baik. Hal ini diindikasikan dengan tingkat pengangguran di Jawa Barat yang menurun, searah dengan perekonomian Jawa Barat yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rilis BPS Jawa Barat terbaru, jumlah penduduk Jawa Barat yang bekerja relatif tetap yaitu sebanyak 16,9 juta orang baik pada Agustus 29 maupun Agustus 21. Sementara itu jumlah penduduk yang menganggur mengalami penurunan yaitu dari 2,1 juta orang menjadi 2 juta orang. Dengan kondisi tersebut, tingkat pengangguran terbuka turun dari 1,96% pada Agustus 29 menjadi 1,33% pada Agustus 21. Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat Juta orang Sumber : BPS Jawa Barat Ags-8 Aug-9 Aug-1 Penduduk Bekerja (sumbu kiri) Penganggur (sumbu kiri) Tingkat Pengangguran Terbuka (sumbu kanan) % Berdasarkan lapangan pekerjaan utamanya, terdapat kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor industri, konstruksi, jasa kemasyarakatan, keuangan dan jasa perusahaan, serta pertambangan. Kenaikan tenaga kerja terbesar terdapat pada sektor industri, meningkat dari 18,2% pada Agustus 29 menjadi 2% pada Agustus 21. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sektor industri di Jawa Barat. 79

94 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Tabel 6.1 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Sektor Agust-8 Agust-9 Agust-1 Pertanian Pertambangan Jumlah (juta) 4,21 4,26 3,96 Proporsi 25,6% 25,2% 23,4% Jumlah,9,9,11 Proporsi,6%,6%,7% Industri Jumlah 2,94 3,7 3,39 Proporsi 17,8% 18,2% 2,% Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan Jumlah,4,4,6 Proporsi,2%,3%,4% Jumlah 1,2,97 1,1 Proporsi 6,2% 5,7% 5,9% Jumlah 4,18 4,3 4,21 Proporsi 25,4% 25,5% 24,8% Jumlah 1,39 1,44 1,21 Proporsi 8,5% 8,5% 7,1% Jumlah,27,26,34 Proporsi 1,6% 1,6% 2,% Jumlah 2,33 2,46 2,66 Proporsi 14,1% 14,5% 15,7% Sumber : BPS Jawa Barat Total Jumlah 16,48 16,9 16,94 Pertumbuhan perekonomian Propinsi Jawa Barat yang semakin membaik meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data tiga tahun terakhir, diindikasikan bahwa rata-rata kenaikan 1% pertumbuhan PDRB Jawa Barat akan meningkatkannya penyerapan tenaga kerja sebesar orang. Secara sektoral, peningkatan penyerapan tenaga kerja Grafik 6.2. Rata-rata Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan PDRB 1% Perdagangan 11,86 Transportasi, 1,451 Pertanian 4,745 Keuangan Konstruksi 4,878 5,675 Jasa jasa 19,76 LGA 2,9 Pertambangan 285 Pengolahan 11,99 paling tinggi adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar orang. Hal ini sejalan dengan hasil liaison KBI Bandung, dimana industri di Jawa Barat sebagian besar merupakan industri padat Sumber: Hasil Pengolahan Sementara, KBI Bandung karya, sehingga kinerja sektor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah tenaga kerja. 8

95 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Terus membaiknya kondisi ketenagakerjaan juga terindikasikan dari hasil Survei Kegiatan Dunia Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja Usaha (SKDU) di Jawa Barat. Penggunaan SBT tenaga kerja mengalami pertumbuhan walaupun melambat sepanjang triwulan-iii sampai dengan triwulan-iv 21 setelah sempat naik pada Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV triwulan-ii 21 sebagaimana tercermin pada SBT yang bernilai positif. Dilihat dari sisi sektoral, peningkatan terbesar sepanjang tahun terjadi pada sektor Perdagangan, Hotel dan -12 Total Sektor Pertanian PHR Pengolahan Restoran dan sektor pertanian. Pada periode Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung laporan, kenaikan tenaga kerja terjadi terutama pada sektor pertanian. Sektor PHR mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang positif, namun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan sektor industri pengolahan masih mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang negatif, namun tumbuh meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan berdasarkan hasil liaison yang dilakukan KBI Bandung tahun 21 terhadap pelaku usaha, diindikasikan bahwa sepanjang triwulan-i sampai dengan triwulan-iii tahun 21 pelaku usaha melakukan penambahan jumlah tenaga kerja dengan tren yang menurun sesuai dengan peningkatan kondisi usaha karena peningkatan permintaan ekspor maupun impor. Hal tersebut tercermin dari hasil likert scale penggunaan tenaga kerja yang positif. Namun pada triwulan IV-21 diindikasikan terjadi pengurangan tenaga kerja dalam rangka efisiensi biaya yang tercermin dari hasil hasil likert scale penggunaan tenaga kerja yang negatif yaitu sebesar KESEJAHTERAAN Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi Jawa Barat, tingkat kesejahteraan masyarakat turut mengalami peningkatan. Membaiknya tingkat kesejahteraan tercermin dari meningkatnya indikator pendapatan. Pendapatan masyarakat Jabar meningkat sebagaimana yang diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen di Kota Bandung yang menunjukkan angka indeks yang rata-rata berada diatas 1, dimana lebih banyak masyarakat yang memandang adanya kenaikan penghasilan dibandingkan yang merasa ada penurunan Grafik 6.4. Indeks Penghasilan Penghasilan saat ini Garis 1 Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung penghasilan selama 21 (Grafik 6.3). Dengan demikian, meningkatnya pendapatan akan menyebabkan naiknya daya beli masyarakat Jawa Barat yang pada akhirnya memperbaiki tingkat kesejahteraan. 81

96 BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Membaiknya pendapatan juga terindikasikan dari meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat dari 99,8 pada periode sebelumnya menjadi 11,4 pada triwulan IV-21. Nilai NTP diatas 1 mencerminkan pendapatan petani secara riil telah membaik. Peningkatan NTP khususnya berlaku untuk petani pada sub sektor tanaman pangan dan perikanan. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan para petani tanaman pangan dan petani perikanan pada triwulan IV-21. Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Jawa Barat (27 = 1) No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Tw.IV-9 Tw.I-1 Tw.II-1 Tw.III-1 Tw.IV-1 1 Tanaman pangan 91,1 91,3 89,2 91,7 94,9 2 Hortikultura 15,8 17,8 19,9 114,3 112,2 3 Tanaman Perkebunan Rakyat 11,9 111,6 113,3 112,3 111,7 4 Perternakan 11,4 1, 99,5 99,4 98,6 5 Perikanan 19,1 18,7 18,8 19,9 114,8 6 Gabungan/Provinsi 98, 98,3 97,6 99,8 11,4 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 82

97 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 83

98 84 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

99 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 1. PROSPEK EKONOMI MAKRO Memasuki tahun 211, perekonomian Jawa Barat pada triwulan pertama diperkirakan berpotensi meningkat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,5% (yoy) pada triwulan IV-21, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-211 diperkirakan berada pada kisaran 5,8 6,4% (yoy). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dilakukan oleh KBI Bandung, ekspektasi para pelaku usaha dalam memandang kegiatan dunia usaha pada triwulan I-211 mengalami peningkatan tercermin pada Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang masih positif mencapai 19,18%. Kegiatan usaha yang diperkirakan mengalami perkembangan positif tertinggi adalah sektor pertanian, perdagangan hotel restoran (PHR) dan industri pengolahan. Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan disumbang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan kenaikan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh faktor membaiknya daya beli akibat rendahnya inflasi dan optimisme masyarakat terhadap ekonomi. Optimisme terhadap kuatnya ekonomi tercermin dari masih tingginya keyakinan konsumsi terutama yang bersumber dari optimisme terhadap ekspektasi ekonomi ke depan. Selain itu, meningkatnya pendapatan masyarakat juga terjadi karena kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) riil serta naiknya produksi komoditas pertanian, khususnya padi berkenaan dengan adanya panen raya di triwulan I Sementara itu, investasi juga diperkirakan terus membaik seiring dengan meningkatnya permintaan yang mengakibatkan sektor usaha melakukan realisasi investasi untuk meningkatkan produksi. Indikasi peningkatan investasi tercermin dari naiknya impor barang yang sampai periode terakhir mencapai pertumbuhan sebesar 15%. Kinerja ekspor diperkirakan masih mencatat pertumbuhan yang tinggi, meskipun dengan laju yang melambat. Masih kuatnya kinerja ekspor sejalan dengan perkiraan masih berlanjutnya proses pemulihan ekonomi dunia. Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. Ribu Ton 5 25 Grafik 7.2. Impor Barang Modal 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % -1% Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan I-211 dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri sejalan dengan kuatnya aktivitas ekonomi, khususnya di dalam negeri, baik di wilayah Jawa Barat, maupun secara nasional. Sektor PHR juga mengalami peningkatan, seiring kuatnya konsumsi sebagaimana yang tercermin dari masih tingginya indeks penjualan eceran. Di sisi lain, produksi padi diperkirakan 85

100 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH mengalami peningkatan selama triwulan I-211, akibat adanya masa panen raya yang dimulai pada bulan Februari 211. Dengan perkiraan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama tahun 211 diproyeksikan masih berada dalam fase ekspansi. Perkiraan masih kuatnya ekonomi tersebut berasal dari perkiraan laju pertumbuhan ekonomi pada sektor industri, sektor PHR, dan sektor pertanian yang dalam fase ekspansi. 2. PRAKIRAAN INFLASI Laju inflasi Jawa Barat diperkirakan akan dalam kisaran 6,%-6,8% (yoy) dengan kecenderungan kearah batas bawah. Terjaganya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan permintaan domestik (lihat Boks Kondisi Bahan Pangan Dapat Memenuhi Demand Jawa Barat di awal Tahun 211), nilai tukar rupiah yang relatif stabil, serta harga volatile foods yang relatif terjaga. Faktor fundamental inflasi diperkirakan akan cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan IV-21. Kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi sebesar 6,75% disambut baik oleh pasar sehingga diduga dapat menjaga ekspektasi inflasi masyarakat serta persepsi investor di pasar modal (Grafik 7.4). Aliran modal asing dijaga tetap terkendali sehingga tekanan dari eksternal tetap minimal. Selain itu, sisi sektoral Jawa Barat diperkirakan dapat merespon peningkatan konsumsi domestik sebagaimana yang ditunjukkan dengan kapasitas terpakai yang masih berada dibawah level 8% (Grafik 7.5). Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Inflasi (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SK*=Ekspektasi terhadap harga pada 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi terhadap harga pada 6 bulan sebelumnya % Grafik 7.4. Kapasitas Terpakai Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: SKDU-BI Bandung Tw.III Tw.IV Dari sisi non fundamental, beberapa kebijakan pemerintah seperti kenaikan cukai rokok pada awal tahun 211 diperkirakan akan berdampak minimal terhadap laju inflasi Jawa Barat. Selain itu, pajak ekspor CPO (Crude Palm Oil) yang naik dan berlaku sejak bulan Februari 211 diperkirakan akan 86

101 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH menjaga harga bahan baku minyak goreng, sehingga dampak tidak langsung kenaikan harga minyak dunia akan minimal terhadap perkembangan harga komoditas pangans strategis. Di lain pihak, harga bahan pangan diperkirakan akan cenderung menurun. Puncak panen padi akan dimulai pada minggu ke-2 bulan Februari 211 sehingga dapat meredam aksi ambil untung yang dilakukan pedagang. Dampak anomali cuaca diperkirakan akan mulai berkurang sehingga pasokan beberapa komoditas perishable akan mulai kembali normal. Selain itu, Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat akan tetap mengawal perkembangan harga komoditas pangan strategis dalam level yang terkendali, melalui sinergi kebijakan stabilisasi harga pangan. Dalam pertemuan tingkat tinggi FKPI Jawa Barat pada tanggal 5 Januari 211 telah menyepakati beberapa poin pengendalian inflasi yang terangkum dalam 1 Langkah Strategis Pengendalian Inflasi, yakni : 1. Peningkatan produktivitas padi di Jawa Barat 2. Gerakan budidaya cabe di pekarangan (dalam pot) rumah melalui kerjasama dengan PKK 3. Percepatan penyaluran raskin tahun 211 (alokasi pagu raskin sebesar 511 ribu ton) 4. Operasi Pasar beras terus dilakukan oleh Perum Bulog Divre III Jawa Barat sesuai dengan kebutuhan daerah 5. Peningkatan produksi perikanan di Jawa Barat yang terintegrasi dengan program nasional 6. Pengendalian distribusi DOC dalam rangka memenuhi kebutuhan para peternakan rakyat 7. Persiapan sistem distribusi pangan melalui pembentukan food centre dan terminal agrobisnis (pada akhir tahun 21, studi kelayakan telah selesai dilakukan oleh akademisi) 8. Konsolidasi dengan pemerintah kabupaten/kota, khususnya Kota Bekasi, Depok, dan Bogor yang memiliki angka inflasi tinggi dan TPID/FKPI yang baru terbentuk 9. Melaksanakan Operasi Pasar Murah untuk komoditas beras, gula pasir, dan minyak goreng dengan alokasi dana APBD sebesar Rp4 miliar 1. Meningkatkan awareness masyarakat dalam rangka mencapai harga barang/jasa secara umum yang stabil Dari sepuluh langkah strategis tersebut, telah diimplementasikan upaya percepatan penyaluran Raskin oleh Bulog dengan telah ditandatanganinya SK tentang pagu Raskin Jawa Barat 211 dua hari setelah pertemuan FKPI. SK tersebut telah ditindaklanjuti oleh Bulog Divre Jabar dengan penyaluran Raskin pada minggu kedua Januari 211. Meskipun terdapat beberapa faktor yang dapat menahan kenaikan inflasi Jawa Barat, terdapat faktor yang dapat menyebabkan tekanan inflasi. Kondisi perekonomian Eropa yang sedang dalam masa pemulihan serta krisis politik di Mesir berpotensi memberikan tantangan ketidakpastian perekonomian global yang diindikasikan oleh semakin meningkatnya harga minyak dunia. 87

102 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BOKS * KONDISI BAHAN PANGAN DAPAT MEMENUHI DEMAND JAWA BARAT DI AWAL TAHUN 211 Upaya menjaga level inflasi di level yang rendah dan stabil tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Bank Indonesia melalui kebijakan moneternya mengingat terdapat faktor yang mempengaruhi inflasi yang berada diluar kontrol Bank Indonesia, yaitu inflasi yang disebabkan oleh pergerakan harga komoditas bahan pangan (volatile foods) dan komoditas yang harganya dikontrol oleh pemerintah (administered price). Dari beberapa faktor penyumbang tersebut, inflasi bahan pangan pada tahun 21 memiliki kontribusi yang terbesar di hampir seluruh daerah, yang disebabkan oleh hambatan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, serta dampak tidak langsung dari meningkatnya harga pangan di luar negeri. Hambatan-hambatan tersebut pada tahun 211 diprediksi masih akan berlanjut, termasuk di Jawa Barat yang merupakan salah satu produsen bahan pangan utama bagi Indonesia. Di sisi lain, membaiknya ekonomi telah membawa pada perbaikan pendapatan sehingga daya beli masyarakat untuk berkonsumsi pada 211 akan menguat. Terkait dengan problem di sisi supply dan demand tersebut maka diperlukan suatu kajian terkait dengan aspek produksi, stok, dan konsumsi bahan pangan di Jawa Barat, sehingga tekanan inflasi di Jawa Barat pada 211 dapat diperkirakan dan dilakukan antisipasi untuk meredamnya. Perkembangan Pertumbuhan Komoditas Bahan Pangan Secara Triwulanan (qtq) Produksi Stok Konsumsi Turun Triwulan IV-21 Triwulan I-211 Kentang, Wortel, Ikan Mas, Bayam, Bawang Merah, Daging Sapi, Jeruk, Mie Kering Instant, Bawang Putih, dan Cabe Merah Naik tipis Tempe, Ikan mas, Bawang Putih, Minyak Goreng, dan Jeruk Turun Daging sapi, Cabe merah dan Bawang putih Naik Kangkung, Tomat, Jeruk, Ikan Kembung, Bayam, Bawang Putih, Kentang, Bawang Merah, Cabe Merah dan Daging Sapi Naik Tempe, Bawang putih, Tahu mentah, Mie kering instant dan Kentang Naik Minyak goreng, Bawang putih, dan Cabe merah Kondisi bahan pangan pada triwulan IV-21 Kondisi produksi dan stok bahan pangan di Jawa Barat 1 dalam dua periode yang berbeda menunjukkan bahwa respons sisi supply untuk bahan pangan relatif memadai untuk memenuhi konsumsi. Meskipun produksi selama triwulan IV-21 menurun, namun stok pada beberapa komoditas relatif memadai. Tekanan inflasi yang terjadi di Jabar pada triwulan IV-21 dapat diredam salah satunya akibat menurunnya konsumsi bahan pangan Bank Indonesia (KBI) Bandung telah melakukan Survei Indikator Stok Bahan Pangan Jawa Barat yang bertujuan memperoleh indikator dini produksi, konsumsi, serta stok pangan. Survei dilakukan kepada 375 responden jenis produsen, industri pengolahan dan konsumen di Provinsi Jawa Barat.

103 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Turunnya produksi akibat faktor musim sehingga meningkatkan serangan hama dan hasil panen menjadi mudah busuk. Dari sisi konsumsi, jumlah konsumsi rumah tangga untuk sebagian besar komoditas tersebut cenderung tetap sementara hanya konsumsi daging sapi, cabe merah dan bawang putih yang turun. Penurunan konsumsi beberapa komoditas pangan strategis tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya dampak penyelenggaraan hari besar keagamaan nasional dibandingkan dengan periode triwulan lalu (Idul Fitri dan Idul Adha), serta ketersediaan barang yang barang. Penyebab Penurunan Jumlah Produksi pada Triwulan IV-21 Penyebab Penurunan Konsumsi Rumah Tangga pada Triwulan IV-21 Perkiraan kondisi bahan pangan pada triwulan I-211 Prediksi pada triwulan I-211 menunjukkan bahwa produksi bahan pangan di Jabar akan meningkat sehingga stok relatif memadai untuk hampir semua komoditas bahan pangan, yaitu kangkung, tomat, jeruk, ikan kembung, bayam, bawang putih, kentang, bawang merah, cabe merah dan daging sapi yang akan mulai memasuki masa panen. Diharapkan ketersediaan pasokan yang tentunya harus didukung dengan kelancaran distribusi serta tidak terjadinya struktur pasar yang bersifat oligopolistik dapat mengantisipasi menguatnya konsumsi bahan pangan akibat membaiknya daya beli. Beberapa komoditas yang diperkirakan meningkat konsumsinya diantaranya minyak goreng, bawang putih, dan cabe merah. Penyebab Peningkatan Jumlah Produksi pada Triwulan I-211 Penyebab Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga pada Triwulan I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-211 v KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-211 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan I-212 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan II-2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN III-21 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2012 ini telah dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan III212 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan I211 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kepulauan Riau Kantor Perwakilan Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2012 BANK INDONESIA SURABAYA Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Divisi Ekonomi Moneter Jl.Pahlawan No.105 SURABAYA Telp. : 031-3520011

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 211 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 211 Halaman Ini Sengaja Dikosongkan ii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III21 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Triwulan III21 Kantor Bank Indonesia Mataram KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan III 214 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI v vi KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2010 BANK INDONESIA MEDAN 2010 Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci