DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH"

Transkripsi

1 Konfereni Naional Teknik Sipil Univerita Tarumanagara, Oktober 207 DAYA LAYAN UJI GEOLISTRIK UNTUK MENDAPATKAN SUMBER AIR TANAH I Wayan Redana, I Nengah Simpen 2, dan Kadek Suardika 3 Program Studi Teknik Sipil, Fakulta Teknik, Univerita Udayana, Bukit Jimbaran Badung, Bali iwayanredana@alumni.uwaterloo.ca 2 Program Studi Fiika, Fakulta MIPA, Univerita Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali impen.nengah@yahoo.com 3 Program Studi Fiika, Fakulta MIPA, Univerita Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali dikaudayana5@gmail.com ABSTRAK Pengeboran air tanah dengan tanpa melakukan uji duga umber air eperti uji geolitrik ering berhail dan juga ering gagal mendapatkan umber air yang baik. Hal ini terjadi pada alah atu lokai umur bor yang pada kenyataannya tidak memberikan umber air yang bagu. Uji geolitrik yang dilakanaan etelah pengeboran umur memberi indikai bahwa air yang baik teredia hanya beberapa meter jauhnya dari umur yang telah dibuat terebut. Hal ini memberikan uatu leon learned atau pembelajaran bahwa untuk mendapatkan umber air yang baik pada uatu lokai diperlukan uji geolitrik. Peralatan yang dipakai untuk uji geolitrik antara lain: atu et reitivity meter, elektroda, kabel, dan aki 2 volt. Pengukuran dilakukan dengan memakai metode Werner. Pengujian geolitrik memanfaatkan empat electrode. Dua electrode dipakai untuk menginjeki aru litrik kedalam tanah, dan dua electrode lainnya dipakai untuk menangkap beda potenial yang terjadi akibat aru litrik yang diinjekikan. Tahanan jeni tanah dapat ditentukan ampai kedalaman 30 m atau lebih tergantung kemampuan peralatan. Hail yang didapat dari uji geolitrik ini dituangkan dalam contour penampang reitivita pada lintaan pengukuran dan menunjukkan contour aquifer berdaar bear reitivita batuan. Uji pumping dilakanakan etelah kedua umur bor dibuat yaitu umur bor ebelum dan eudah uji geolitrik. Uji pumping memberikan nilai Tranmiivity (T=0,063 m 2 /), Storativity (S=0,00356), hydraulic conductivity (K=0, m/) yang menunjukkan bahwa aquifer mempunyai kualita baik. Uji kelayakan air umur bor untuk dimanfaatkan ebagai air minum juga menunjukkan nilai yang baik pada umur euai hail te geolitrik. Sedangkan, pada umur yang telah dibuat lebih dahulu tanpa melakukan uji geolitrik, uji kelayakan air tidak memenuhi yarat. Keimpulan dari kajian ini bahwa daya layan uji geolitrik angat baik dalam menentukan aquifer umber air. Kata kunci: Air tanah, Uji pumping, Geolitrik. PENDAHULUAN Pendugaan geolitrik dapat dipakai untuk memperoleh gambaran tentang kandungan air tanah dibawah permukaan berdaarkan nilai kontra tahanan jeni. Nilai tahanan jeni tanah yang diperoleh ini dapat juga dipakai untuk mengetahui penyebaran jeni lapian tanah ecara vertikal maupun horizontal dibawah tanah didaerah penelitian. Rumuan maalah penelitian adalah bahwa umur yang dibuat tanpa penyelidikan geolitrik mendapatkan air yang tidak layak minum, ehingga diperlukan pengetahuan uji geolitrik untuk mendapatkan umber air atau aquifer. Tujuan penelitian adalah untuk menguji daya layan geolitrik mendapatkan air yang layak minum. Nilai koefiien Konductifita hidraulik (K) yang didapat dari uji pumping dan tebal lapian aquifer yang mengandung air yang didapat dari uji geolitrik dipakai untuk menghitung parameter tranmiivita dan toratifita dari umur. Parameter tranmiivita dan toratifita dipakai untuk menentukan produktifita air umur untuk keperluan rumah tangga. Uji kelayakan kualita air umur dipakai untuk menentukan kelayakan air umur ebagai air minum. Hail uji geolitrik dan uji pumping ini dapat dipakai untuk membandingkan produktifita dan kelayakan kualita air kedua umur yaitu umur yang dibuat tanpa penyelidikan dan umur yang dibuat etelah penyelidikan geolitrik. GEO - 2

2 2. METODOLOGI Pendugaan geolitrik Prinip daar metode geolitrik memanfaatkan aru litrik yang diinjekikan kedalam tanah dan menangkap beda potenial yang dihailkannya. Dalam menginterpretaikan pengukuran pada metoda geolitrik bumi dianggap homogen iotropi, yaitu etiap lapian memiliki reitivita yang ama. Prinip daar metoda geolitrik adalah mengukur repon potenial pada uatu elektroda potenial akibat aru litrik yang diinjekikan ke dalam bumi melalui elektroda aru, oleh karena itu perumuan teoriti metoda geolitrik didaarkan pada prinip perhitungan potenial litrik pada uatu medium tertentu akibat uatu umber aru litrik di permukaan bumi. Jika aru (I) diinjekikan ke dalam bumi yang homogen dan iotropi melalui ebuah elektroda tunggal, maka aru litrik terebut akan menyebar ke egala arah dalam permukaan-permukaan ekuipotenial pada bumi berupa permukaan etengah bola eperti yang diilutraikan dalam Gambar (Telford, 990). Gambar. Aliran Aru Litrik dan Bidang Ekuipotenial Nilai reitivita litrik uatu formai bawah permukaan dapat ditentukan menurut peramaan: V I () r 4r Karena permukaan yang dialiri aru adalah permukaan etengah bola yang mempunyai lua, maka 2rV I atau V (2) I 2 r Apabila dipaang empat buah elektroda eperti Gambar 2, dan jarak antara dua elektroda aru tidak terlalu bear, potenial dietiap titik dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda aru terebut, ehingga equipotenial yang dihailkan dari kedua titik umber ini berifat lebih komplek dibandingkan umber aru tunggal. 2 2r Gambar 2. Skema Elektroda Aru dan Elektroda Potenial (Telford dkk., 990) Bila digambarkan gari-gari ekuipotenialnya akan didapatkan tampak ata eperti Gambar 3. Apabila digambarkan dalam bentuk penampang akan didapatkan eperti Gambar 4. Perubahan potenial angat drati pada daerah dekat umber aru, edangkan pada daerah antara A dan B gradien potenial kecil dan mendekati linier. Dari alaan ini, pengukuran potenial paling baik dilakukan pada daerah diantara A dan B yang mempunyai gradien potenial linier. Untuk menentukan perbedaan potenial antara dua titik yang ditimbulkan oleh umber aru litrik A dan B, maka dua elektroda potenial mialnya M dan N ditempatkan di dekat umber eperti pada Gambar 3. GEO - 22

3 Gambar 3. Gari-Gari Equipotenial Dilihat dari Ata (Telford dkk., 990) Dengan prinip bidang ekuipotenial, akan didapatkan bahwa pengukuran potenial di permukaan tanah akan menghailkan nilai yang ama dengan beda potenial di dalam tanah pada radiu yang ama untuk pengukuran beda potenial antara titik M dan N dari umber aru A dan B di permukaan eperti Gambar 4. (Telford et al, 990). Sehingga peramaan menjadi: Gambar 4. Elektroda Aru dan Elektroda Potenial, Serta Gari-Gari Ekuipotenial. V M I 2 AM BM (3) V N I 2 AN BN (4) Maka eliih beda potenial antara titik M dan N adalah: V (5) V V M N dan didapat peramaan untuk menentukan reitivita yaitu: 2 AM BM AN BN AV I atau K V (6) I Dimana K yang merupakan faktor geometri mempunyai nilai: 2 K AM MB AN NB (7) Apabila dalam pengambilan data jarak pai elektroda dibuat ama yaitu AM = MN = NM = a, maka AM = NB = a dan MB = AN = 2a, lihat Gambar 2, maka peramaan (7) akan menjadi: K 2a (8) Konfigurai eperti ini dikenal dengan Konfigurai Wenner, dimana K merupakan faktor geometri. Jadi dengan melakukan pengukuran beda potenial (V), kuat aru (I) dan jarak antar elektroda (a) akan didapatkan reitivita (reitivita emu) pada titik pengukuran terebut. Bear reitivita berbanding terbalik dengan kemampuan menghantarkan litrik. Makin bear daya hantar litrik, makin kecil reitivita. Reitivita air laut atau air ain kira-kira ebear 0.2Ωm. Variai berbagai reitivita batuan eperti pada Gambar 5. GEO - 23

4 Gambar 5. Reitivita berbagai lapian tanah Uji pumping Te umur tunggal dapat dilakukan untuk mendapatkan konduktivita hidraulik (K) dengan te kontan head didaerah aliran umur. Geometri dari uatu umur te atau piezometer diperlihatkan pada Gambar 6. Gambar 6. Te pada umur tunggal Langkah pada te ini adalah: pompa air keluar ukur Q dan ukur h dan h 2 untuk mendapatkan h. Te ini akan bagu untuk nilai K tinggi eperti pair kaar dan gravel atau retakan batuan. Q FKh (9) K Q Fh (0) Faktor bentuk F diberikan oleh dua bentuk ujung umur atau piezometer eperti Gambar 7 (Redana, 206). Piezometer dengan elubung dan aringan, tanpa and pack: F 2, 75r () Piezometer dengan and pack diekeliling aringan dan di ata aringan direkatkan dengan bentonit atau emen. 2L F L ln R Untuk L>8R (2) (a) (b) Gambar 7. Faktor bentuk untuk piezometer (a) tanpa dan (b) dengan and pack GEO - 24

5 Tranmiivita(T) dan Storativita (S) Secara mendaar, ada enam parameter yang diperlukan untuk menjelakan apek hidraulik dari aliran air tanah. Parameter terebut ada pada parameter tanah dan ada pada air (Redana, 206). Parameter tanah atau media porounya adalah: poroita (n), permeabilita (k) dan kompreibilita tanah (). Parameter air atau fluida adalah: kerapatan air (), vikoita air (μ), dan kompreibilita air (β). Parameter yang lain yang ering dipakai diturunkan dari enam parameter di ata eperti parameter hidraulik konduktivita (K), Specific torage (S ), Storativita (S) dan Tranmiivita (T). Nilai tranmiivita, T>0,05 m 2 /, menyatakan parameter aquifer yang baik untuk pengambilan air, edangkan nilai torativita, S, berkiar antara 0,005 ampai 0, Untuk ebuah confined aquifer etebal b, tranmiivita (T) didefiniikan ebagai: (3) Storativita didefiniikan ebagai: T Kb Specific Storage (S) S S b (4) Specific torage S didefiniikan ebagai volume air yang dikeluarkan oleh atu unit volume aquifer pada atu unit penurunan head hidraulik. Dua mekanime terjadi yaitu: pemampatan aquifer yang diebabkan oleh kenaikan tegangan efektif, e, oleh karenanya dikontrol oleh kompreibilita dan pengembangan air yang diebabkan oleh tekanan p, oleh karenanya dikontrol oleh kompreibilita fluida, β. Specific torage merupakan gabungan peramaan dengan dua mekanime terebut yang menghailkan: g n (5) Uji kualita air S Air berih adalah air yang digunakan untuk keperluan ehari-hari dan akan menjadi air minum etelah dimaak terlebih dahulu. Sebagai bataannya, air berih adalah air yang memenuhi peryaratan bagi item penyediaan air minum. Adapun peryaratan yang dimakud adalah peryaratan dari egi kualita air yang meliputi kualita fiik, kimia, biologi dan radiologi, ehingga apabila dikonumi tidak menimbulkan efek amping (Ketentuan Umum Permenke No.46/Menke/PER/IX/990., Tentang Pengawaan dan Syarat Syarat Kualita Air). 3. HASIL Hail uji geolitrik Hail penelitian geolitrik berupa gambar penampang reitivita lintaan pengukuran hail output program Re2dinv dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Kontur Penampang Reitivita Riil Lintaan Pengukuran Lintaan pengukuran berada pada poii 4 m di utara bata tanah Puri Perada dengan kedudukan,5 m lebih rendah dari tanah di dalam Puri Perada. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa penempatan umur berada pada GEO - 25

6 lapian tanah yang kurang mengandung air. Penempatan umur 2 yang dibuat etelah uji geolitrik berada pada daerah contour reitivita lapian tanah aquifer yang mengandung lebih banyak air. Hail uji pumping Poii umur dan umur 2 pada gambar kontur reitivita penampang lintaan eperti pada Gambar 8. Jarak antara umur dan umur 2 adalah 50 m. Untuk mengetahui kemampuan umur 2 dalam memproduki air, dilakukan uji pumping. Sumur ebagai umur pantau. Pengujian dilakukan pada tiga tingkat debit, namun hanya atu aja yang dibaha pada keempatan ini. Hail uji pumping elengkapnya dapat dilihat pada Tabel. Debit Tabel. Tabulai hail uji pumping atau Pumping Tet Waktu Pengukuran Kedalaman muka Air umur pantau () Kedalaman muka Air umur geolitrik (2) (l/) (l/menit) (m) (m) ,25 7,50 0/44 3, ,25 7, ,25 7, ,25 7,80 (tetap) Kedalaman awal muka air umur 2 adalah 6,25 m Berdaarkan hail pumping dapat dilihat bahwa, walaupun umur 2 ecara teru meneru airnya diambil, tetapi permukaan air umur tidak turun. Keadaan eperti ini berdaarkan gambar penampang reitivita dapat dijelakan bahwa umber air umur berbeda dengan umber air umur 2. Sumur mengambil air pada air permukaan yang mereap, edangkan umur 2 mengambil air pada aquifer yang terlindung dengan lapian kera. Antara umber air umur dengan umber air umur 2 terdapat lapian pembata. Berdaarkan Tabel diata etiap pengaturan debit tertentu dilakukan tiga tahap pengukuran penurunan permukaan air di dalam umur uji. Pengukuran penurunan kedalaman permukaan air dilakukan etiap 30 menit, dimulai dari pukul 4.00 ampai pukul dengan waktu pumping ebear 2 jam etiap atu tahap pengaturan debit umur. Waktu total yang dibutuhkan uji pumping adalah 6 jam. Dengan kedalaman awal permukaan air dalam umur 2 ebelum dilakukan uji pumping adalah 6,25 m. Sehingga, dapat diketahui bahwa nilai debit (Q) dan nilai penurunan permukaan air umur ( h) adalah ebagai berikut: Tabel 2 hubungan nilai debit(q) dan penurunan muka air umur 2 ( h) Q (l/menit) h (m) 3,63,55 Berdaarkan Tabel 2 dapat dicari bearnya Konduktivita hidraulik umur (K), Tranmiivita (T), Storativita (S) dan Speifik Storativita (S ). Konduktivita hidraulika umur 2 (K) dapat dicari dengan Rumu (0) dengan nilai (δr)= jari-jari dalam caing umur (0,063 m), Kontanta umur F= (2,75)(δr)=2,75 x 0,063=0,7325 m didapat: Q m K Fh (6) Selanjutnya untuk mencari nilai Tranmiivita(T) dihitung dengan Rumu (3) dengan nilai Konduktivita hidraulik umur ebear K=0, m/ dan dengan memperhatikan Gambar 8 contour reitivita nilai ketebalan aquifer ebear b=3,75m. Jadi nilai Tranmiivita, T adalah: 2 m T Kb ( 3. 75) (7) Nilai Speifik Storativita(S ) dapat dicari dengan Rumu (5) dengan =Kerapatan Air(000 Kg/m 3 ), g=gravitai (9,72 m/ 2 ), Φ=Poroita pair (35%), β=kompreibilita air (4,4x0-0 m 2 /N)=4,4x0-3 m 2 /kg (Hundak,2004), α =Kompreibilita aquifer(0-8 m 2 /N)=0-8 m 2 /kg (Hundak,2004): 4 S g n x0 m (8) GEO - 26

7 Nilai S dengan ketebalan aquifer b =3,75 m dapat dicari dengan rumu berikut: 4 S S b x0 ( 3. 75) (9) Tabel 3. Karakteritik Aquifer Parameter Aquier Satuan Kuantita Syarat akuifer baik Konduktivita Hidrolik (K) m/ 0, Tranmiivita (T) m 2 / 0,063 >0.05 Speifik Storativita (S ) /m 0,9869x0-4 - Storativita (S) - 0, Berdaarkan parameter- parameter aquifer yang didapat, diinterpretaikan bahwa: konduktivita hidrolik K=0, m/, menurut Todd (980) aquifer berupa pair, Tranmiivita T=0, m 2 /, menurut U.S Def. of the Interior (202) produktivita umurnya angat baik untuk keperluan dometic dan irigai, Storativita S=0,00356, menurut Todd (980) aquifernya merupakan aquifer tertekan. Hail pendugaan juga dibuktikan dengan hail pengeboran yaitu pada daerah aquifer berupa pair. Hail pengukuran geolitrik menunjukan di ekitar aquifer ada perlapian dengan reitivita lebih tinggi yang berarti aquifernya berupa auifer tertekan. Uji kualita air umur Berikut ini merupakan hail uji kualita air yang dikeluarkan oleh pihak Laboratorium Analitik, univerita Udayana: Tabel 4. Hail uji kualita air umur No Parameter Satuan Hail Ambang Air umur Air umur 2 ph - 7,7 7, ) 2 COD mg/l 24,099 *) 9,205 0 ) 3 BOD mg/l,35 *) 4,733 0 ) 4 NO 2(Nitrit) mg/l 0,036 Ttd 0,06 ) 5 NO 3(Nitrat) mg/l Ttd Ttd 0 ) 6 SO 4(Sulfat) mg/l 63,468 2, ) 7 Klorida mg/l 24,85 2, ) 8 NH 3(Amoniak) mg/l 0,385 Ttd 0,50 ) Peraturan Gubernur Bali No.8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Baku Keruakan Lingkungan Hidup menyatakan: * ) Tidak Seuai atau melebihi bata ambang ) Ttd = Tidak terdeteki pada alat dengan limit deteki 0,00 mg/l Berdaarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa uji kualita yang dikeluarkan pihak dari berbagai parameter yang dijuji meliputi : ph, COD, BOD, NO 2, NO 3, SO 4, Cl, dan NH 3. Berdaarkan Tabel 4 diata terbukti nilai parameter ampel air umur dan ampel air umur 2 berbeda. Ini berarti kualita kedua air berbeda. Nilai ph ebear 7,7 untuk ampel dan 7,47 untuk ampel 2(geolitrik). Berarti ph dari ampel terebut udah euai dengan yarat kelayakan air yaitu ph 6-9 (Peraturan Gubernur Bali No.8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Baku Keruakan Lingkungan Hidup). Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) untuk ampel ebear 24,099 mg/l dan BOD (Biological Oxygen Demand) ebear,35 mg/l. Sampel 2(geolitrik) memiliki nilai COD ebear 9,205 mg/l dan BOD ebear 4,33 mg/l. Hal ini dapat diartikan bahwa ampel 2(geolitrik) memiliki kualita lebih baik dari pada ampel, karena emakin tinggi nilai COD dan BOD kualita air emakin rendah dan ebaliknya, emakin rendah nilai COD dan BOD, maka kualita air emakin tinggi. Nilai dari parameter NO 2(Nitrit) dan NO 3(Nitrat) pada maing-maing ampel angat kecil dan tidak emua terdeteki. Hal itu dapat diketahui pada ampel yang hanya mengandung enyawa NO 2. Sampel 2(geolitrik) tidak mengandung enyawa nitrit maupun nitrat. Sehingga kualita ampel 2 lebih baik dari pada ampel, karena pada kondii ideal dan normal kandungan Nitrit dan Nitrat adalah nol (Eugene R. Weiner. Konentrai untuk SO 4(Sulfat) GEO - 27

8 pada ampel ebear 63,468 mg/l dan untuk ampel 2 (geolitrik) ebear 2,65mg/L. Konentrai ulfat pada kedua ampel maih berada dibawah ambang bata untuk kualita air berih, yaitu 400 mg/l.(peraturan Gubernur Bali No.8 Tahun 2007) Sementara untuk kandungan Cl(Klorida) pada ampel ebear 24,85 mg/l dan ampel 2 memiliki kandungan klorida ebear 2,30mg/L. Kandungan klorida pada kedua ampel maih berada dibawah ambang bata yaitu 250 mg/l.(permenke, RI No.907/Menke/SK/VII/2002) Terakhir, untuk kandungan NH 3(Amonia) hanya ada pada ampel yaitu ebear 0,385 mg/l dan untuk ampel 2 (geolitrik) tidak terdeteki adanya kandungan ammonia. Sehingga dapat diartikan bahwa ampel 2 lebih berkualita dari ampel karena untuk air berih tidak boleh terdeteki ammonia (Peraturan Gubernur Bali No.8 Tahun Berdaarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa air dari umur 2 (geolitrik) memiliki kualita yang lebih baik dari umur, karena nilai parameter kualita air untuk umur geolitrik udah euai dengan ketentuan Peraturan Gubernur Bali No.8 Tahun 2007 dalam bata ambang yang udah ditentukan. 4. KESIMPULAN Keimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa letak pengeboran pada poii 22,2 m 28,7 m dari pojok Barat Laut tanah Puri Perada diduga dengan kedalaman 8 m udah ketemu akuifer. Pengeboran dengan kedalaman 30 m udah dianggap cukup. Sumur yang dibuat ebelumnya, tanpa melakukan uji geolitrik tidak mendapatkan air kualita baik. Dari tudi ini didapatkan bahwa daya layan uji geolitrik angat memuakan dalam menentukan produktifita aquifer dan umber air yang berkualita baik. DAFTAR PUSTAKA Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Key, D. D Applied Geophyic Firt Edition. Cambridge Univerity Pre. Cambridge. New York. Todd, D.K Groundwater Technology. Aociate Profeor of Civil Engineering California Univerity. Jihn Wiley and Son. New York. Redana, IW Air Tanah. Denpaar. Udayana Univerity Pre. GEO - 28

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN BAB II IMPEDANI UJA MENAA DAN PEMBUMIAN II. Umum Pada aluran tranmii, kawat-kawat penghantar ditopang oleh menara yang bentuknya dieuaikan dengan konfigurai aluran tranmii terebut. Jeni-jeni bangunan penopang

Lebih terperinci

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK

PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM ABSTRAK Konfereni Naional Teknik Sipil (KoNTekS ) Sanur-Bali, - Juni PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM Zufrimar, Budi Wignyoukarto dan Itiarto Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS

BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS BAB II TEGANGAN TINGGI IMPULS 2. TEGANGAN IMPULS Tegangan Impul (impule voltage) adalah tegangan yang naik dalam waktu ingkat ekali kemudian diuul dengan penurunan yang relatif lambat menuju nol. Ada tiga

Lebih terperinci

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda

BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda BAB II Dioda dan Rangkaian Dioda 2.1. Pendahuluan Dioda adalah komponen elektronika yang teruun dari bahan emikonduktor tipe-p dan tipe-n ehingga mempunyai ifat dari bahan emikonduktor ebagai berikut.

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK

MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK MODEL MATEMATIK SISTEM FISIK PEMODELAN MATEMATIK Model Matematik Gambaran matematik dari karakteritik dinamik uatu item. Beberapa item dinamik eperti mekanika, litrik, pana, hidraulik, ekonomi, biologi

Lebih terperinci

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang

FIsika KARAKTERISTIK GELOMBANG. K e l a s. Kurikulum A. Pengertian Gelombang Kurikulum 2013 FIika K e l a XI KARAKTERISTIK GELOMBANG Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian gelombang dan jeni-jeninya.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibaha mengenai perancangan dan realiai dari kripi meliputi gambaran alat, cara kerja ytem dan modul yang digunakan. Gambar 3.1 merupakan diagram cara kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Deain Penelitian yaitu: Pengertian deain penelitian menurut chuman dalam Nazir (999 : 99), Deain penelitian adalah emua proe yang diperlukan dalam perencanaan dan pelakanaan

Lebih terperinci

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya.

SET 2 KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR. Gerak adalah perubahan kedudukan suatu benda terhadap titik acuannya. MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA FISIKA SET KINEMATIKA - DINAMIKA: GERAK LURUS & MELINGKAR a. Gerak Gerak adalah perubahan kedudukan uatu benda terhadap titik acuannya. B. Gerak Luru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang akan dilakukan merupakan metode ekperimen dengan deain Pottet-Only Control Deign. Adapun pola deain penelitian

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER

PERTEMUAN 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER PERTEMUAN PENYELESAIAN PERSOALAN PROGRAM LINIER Setelah dapat membuat Model Matematika (merumukan) peroalan Program Linier, maka untuk menentukan penyeleaian Peroalan Program Linier dapat menggunakan metode,

Lebih terperinci

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN

MODUL 2 SISTEM KENDALI KECEPATAN MODUL SISTEM KENDALI KECEPATAN Kurniawan Praetya Nugroho (804005) Aiten: Muhammad Luthfan Tanggal Percobaan: 30/09/06 EL35-Praktikum Sitem Kendali Laboratorium Sitem Kendali dan Komputer STEI ITB Abtrak

Lebih terperinci

Korelasi antara tortuositas maksimum dan porositas medium berpori dengan model material berbentuk kubus

Korelasi antara tortuositas maksimum dan porositas medium berpori dengan model material berbentuk kubus eminar Naional Quantum #25 (2018) 2477-1511 (8pp) Paper eminar.uad.ac.id/index.php/quantum Korelai antara tortuoita imum dan poroita medium berpori dengan model material berbentuk kubu FW Ramadhan, Viridi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian. Waktu Penelitian Penelitian dilakanakan pada 4 Februari 5 Maret 0.. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini dilakanakan di SMP Ilam Al-Kautar

Lebih terperinci

DEFINISI DAN RUANG SOLUSI

DEFINISI DAN RUANG SOLUSI DEFINISI DAN RUANG SOLUSI Pada bagian ini akan dibaha tentang bai dan dimeni menggunakan pengertian dari kebebaan linear ( beba linear dan merentang ) yang dibaha pada bab ebelumnya. Definii dari bai diberikan

Lebih terperinci

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa

Penentuan Jalur Terpendek Distribusi Barang di Pulau Jawa Penentuan Jalur Terpendek Ditribui Barang di Pulau Jawa Stanley Santoo /13512086 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Intitut Teknologi Bandung, Jl. Ganeha 10 Bandung

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. Umum Karena keederhanaanya,kontruki yang kuat dan karakteritik kerjanya yang baik,motor induki merupakan motor ac yang paling banyak digunakan.penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE. Oleh: Gondo Puspito

KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE. Oleh: Gondo Puspito KAJIAN TEORITIS DALAM MERANCANG TUDUNG PETROMAKS TEORETYCAL STUDY ON DESIGNING A PETROMAKS SHADE Oleh: Gondo Pupito Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, PSP - IPB Abtrak Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA

BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA 227 BAB XIV CAHAYA DAN PEMANTULANYA. Apakah cahaya terebut? 2. Bagaimana ifat perambatan cahaya? 3. Bagaimana ifat pemantulan cahaya? 4. Bagaimana pembentukan dan ifat bayangan pada cermin? 5. Bagaimana

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI TANGGAPAN FREKUENSI BAB VIII DESAIN SISEM ENDALI MELALUI ANGGAPAN FREUENSI Dalam bab ini akan diuraikan langkah-langkah peranangan dan kompenai dari item kendali linier maukan-tunggal keluaran-tunggal yang tidak berubah dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dekripi Data Untuk mengetahui pengaruh penggunaan media Audio Viual dengan metode Reading Aloud terhadap hail belajar iwa materi العنوان, maka penuli melakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Populai dalam penelitian ini adalah emua iwa kela XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung tahun ajaran 01/013 yang berjumlah 38 iwa dan terebar dalam enam kela yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi

METODE PENELITIAN. penelitian quasi experimental. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian quai experimental. Deain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak

Lebih terperinci

PEMILIHAN OP-AMP PADA PERANCANGAN TAPIS LOLOS PITA ORDE-DUA DENGAN TOPOLOGI MFB (MULTIPLE FEEDBACK) F. Dalu Setiaji. Intisari

PEMILIHAN OP-AMP PADA PERANCANGAN TAPIS LOLOS PITA ORDE-DUA DENGAN TOPOLOGI MFB (MULTIPLE FEEDBACK) F. Dalu Setiaji. Intisari PEMILIHN OP-MP PD PENCNGN TPIS LOLOS PIT ODE-DU DENGN TOPOLOGI MFB MULTIPLE FEEDBCK PEMILIHN OP-MP PD PENCNGN TPIS LOLOS PIT ODE-DU DENGN TOPOLOGI MFB MULTIPLE FEEDBCK Program Studi Teknik Elektro Fakulta

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN 5.1. Proe Fluidiai Salah atu faktor yang berpengaruh dalam proe fluidiai adalah kecepatan ga fluidiai (uap pengering). Dalam perancangan ini, peramaan empirik yang digunakan

Lebih terperinci

Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sistem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tanks

Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sistem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tanks JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No., (07) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-4 Perancangan Sliding Mode Controller Untuk Sitem Pengaturan Level Dengan Metode Decoupling Pada Plant Coupled Tank Boby Dwi Apriyadi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB MOTOR NDUKS TGA FASA.1 Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik (AC) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari kenyataan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PACE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIKA SISWA DI KELAS VII SMP MATERI GEOMETRI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PACE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIKA SISWA DI KELAS VII SMP MATERI GEOMETRI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PACE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIKA SISWA DI KELAS VII SMP MATERI GEOMETRI Arief Aulia Rahman 1 Atria Yunita 2 1 STKIP Bina Banga Meulaboh, Jl. Naional

Lebih terperinci

KONSENTRASI SEDIMEN SUSPENSI RATA-RATA KEDALAMAN PADA SALURAN MENIKUNG BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS

KONSENTRASI SEDIMEN SUSPENSI RATA-RATA KEDALAMAN PADA SALURAN MENIKUNG BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS KONSENTRASI SEDIMEN SUSPENSI RATA-RATA KEDALAMAN PADA SALURAN MENIKUNG BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS Chairul Muhari Doen Juruan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Email : ch_muhari@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK

ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK ANALISIS PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN SISTIM GRUP PADA JALUR AREA GAYA TARIK Yenny Nurchaanah 1*, Muhammad Ujianto 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakulta Teknik, Univerita

Lebih terperinci

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com

Nina membeli sebuah aksesoris komputer sebagai hadiah ulang tahun. Kubus dan Balok. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab Kubu dan Balok ujuan embelajaran etelah mempelajari bab ini iwa diharapkan mampu: Mengenal dan menyebutkan bidang, ruuk, diagonal bidang, diagonal ruang, bidang diagonal kubu dan balok; Menggambar

Lebih terperinci

BAB 5E UMPAN BALIK NEGATIF

BAB 5E UMPAN BALIK NEGATIF Bab E, Umpan Balik Negati Hal 217 BB 5E UMPN BLIK NEGTIF Dengan pemberian umpan balik negati kualita penguat akan lebih baik hal ini ditunjukkan dari : 1. pengutannya lebih tabil, karena tidak lagi dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA BAB IV. PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA Bab ini membaha tentang pengujian pengaruh bear tahanan rotor terhadap tori dan efiieni motor induki. Hail yang diinginkan adalah

Lebih terperinci

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia

TEORI ANTRIAN. Pertemuan Ke-12. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia TEORI ANTRIAN MATA KULIAH RISET OPERASIONAL Pertemuan Ke-12 Riani Lubi Juruan Teknik Informatika Univerita Komputer Indoneia Pendahuluan (1) Pertamakali dipublikaikan pada tahun 1909 oleh Agner Kraup Erlang

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik yang putaran rotornya BAB MOTOR NDUKS TGA PHASA.1 Umum Motor induki adalah motor litrik aru bolak-balik yang putaran rotornya tidak ama dengan putaran medan tator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada tator

Lebih terperinci

Bola Nirgesekan: Analisis Hukum Kelestarian Pusa pada Peristiwa Tumbukan Dua Dimensi

Bola Nirgesekan: Analisis Hukum Kelestarian Pusa pada Peristiwa Tumbukan Dua Dimensi Bola Nirgeekan: Analii Hukum Keletarian Pua pada Peritiwa Tumbukan Dua Dimeni Akhmad Yuuf 1,a), Toni Ku Indratno 2,b) 1,2 Laboratorium Teknologi Pembelajaran Sain, Fakulta Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR

BAB VIII METODA TEMPAT KEDUDUKAN AKAR 6 BAB VIII METODA TEMPAT EDUDUAN AAR Dekripi : Bab ini memberikan gambaran ecara umum mengenai diagram tempat kedudukan akar dan ringkaan aturan umum untuk menggambarkan tempat kedudukan akar erta contohcontoh

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU) ANALISIS PENGARUH TEGANGAN INJEKSI TERHADAP KINERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN (Aplikai pada Laboratorium Konveri Energi Litrik FT-USU) Tondy Zulfadly Ritonga, Syamul Amien Konentrai Teknik

Lebih terperinci

BAB XV PEMBIASAN CAHAYA

BAB XV PEMBIASAN CAHAYA 243 BAB XV PEMBIASAN CAHAYA. Apakah yang dimakud dengan pembiaan cahaya? 2. Apakah yang dimakud indek bia? 3. Bagaimana iat-iat pembiaan cahaya? 4. Bagaimana pembentukan dan iat bayangan pada lena? 5.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kelas VII

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kelas VII III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian ini dilakanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung kela VII emeter genap Tahun Pelajaran 0/0, SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung memiliki jumlah

Lebih terperinci

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA

BAB III NERACA ZAT DALAM SISTIM YANG MELIBATKAN REAKSI KIMIA BAB III EACA ZAT DALAM SISTIM YAG MELIBATKA EAKSI KIMIA Pada Bab II telah dibaha neraca zat dalam yang melibatkan atu atau multi unit tanpa reaki. Pada Bab ini akan dibaha neraca zat yang melibatkan reaki

Lebih terperinci

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V:

ROOT LOCUS. 5.1 Pendahuluan. Bab V: Bab V: ROOT LOCUS Root Locu yang menggambarkan pergeeran letak pole-pole lup tertutup item dengan berubahnya nilai penguatan lup terbuka item yb memberikan gambaran lengkap tentang perubahan karakteritik

Lebih terperinci

3. PENETAPAN BERAT VOLUME TANAH

3. PENETAPAN BERAT VOLUME TANAH Penetapan Berat Volume Tanah 25 3. PENETAPAN BERAT VOLUME TANAH Fahmuddin Agu, Rahmah Dewi Yutika, dan Umi Haryati 1. PENDAHULUAN Berat volume tanah merupakan alah atu ifat fiik tanah yang paling ering

Lebih terperinci

ANALISIS PENGONTROL TEGANGAN TIGA FASA TERKENDALI PENUH DENGAN BEBAN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNAKAN PROGRAM PSpice

ANALISIS PENGONTROL TEGANGAN TIGA FASA TERKENDALI PENUH DENGAN BEBAN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNAKAN PROGRAM PSpice NLISIS PENGONTROL TEGNGN TIG FS TERKENDLI PENUH DENGN BEBN RESISTIF INDUKTIF MENGGUNKN PROGRM PSpice Heber Charli Wibiono Lumban Batu, Syamul mien Konentrai Teknik Energi Litrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat matematika menjadi angat penting artinya, bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

Bab III Metode Akuisisi dan Pengolahan Data

Bab III Metode Akuisisi dan Pengolahan Data Bab III Metode Akuiii dan Pengoahan ata III.1 Pembuatan Mode Fii Bagian paing penting dari peneitian ini iaah pemodean fii auran fuida yang digunakan. Mode auran ini digunakan ebagai medium airan fuida

Lebih terperinci

TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI

TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI Univerita Gadja Mada TRANSPOR SEDIMEN: DEGRADASI DASAR SUNGAI SOAL A Suatu ungai (tampang dianggap berbentuk egiempat) dengan lebar B = 5 m. Di uatu tempat di ungai tb, terdapat daar ungai yang berupa

Lebih terperinci

PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN LABE (LANTAI BERHITUNG) PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA SD KELAS III TERHADAP HASIL BELAJAR

PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN LABE (LANTAI BERHITUNG) PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA SD KELAS III TERHADAP HASIL BELAJAR Tuga Matakuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Doen Pengampu Mohammad Faizal Amir, M.Pd. S-1 PGSD Univerita Muhammadiyah Sidoarjo PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN LABE (LANTAI BERHITUNG) PADA PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman yang cepat seperti sekarang ini, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan jaman yang cepat eperti ekarang ini, peruahaan dituntut untuk memberikan laporan keuangan yang benar dan akurat. Laporan keuangan terebut

Lebih terperinci

DEGRADASI DASAR SUNGAI Oleh : Imam Suhardjo. Abstraksi

DEGRADASI DASAR SUNGAI Oleh : Imam Suhardjo. Abstraksi DEGRADAI DAAR UNGAI Ole : Imam uardjo Abtraki Degradai daar ungai umumnya merupakan akibat adanya eroi dan ebagai perantara utama adala air yang dipengarui ole kecepatan aliran. tudi ini bertujuan mengidentifikai

Lebih terperinci

Transformasi Laplace dalam Mekatronika

Transformasi Laplace dalam Mekatronika Tranformai Laplace dalam Mekatronika Oleh: Purwadi Raharjo Apakah tranformai Laplace itu dan apa perlunya mempelajarinya? Acapkali pertanyaan ini muncul dari eorang pemula, apalagi begitu mendengar namanya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik

TEKNOLOGI BETON Sifat Fisik dan Mekanik TEKNOLOGI BETON Sifat Fiik dan Mekanik Beton, ejak dulu dikenal ebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduki ecara lokal, relatif kaku, dan ekonomi. Agar menghailkan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Dekripi Data Penelitian ini menggunakan penelitian ekperimen. Subyek penelitiannya dibedakan menjadi kela ekperimen dan kela kontrol. Kela ekperimen diberi perlakuan

Lebih terperinci

TORTUOSITAS PADA MODEL 3D BATUAN BERPORI

TORTUOSITAS PADA MODEL 3D BATUAN BERPORI TORTUOSITAS PADA MODEL 3D BATUAN BERPORI Firmanyah 1*), Selly Feranie 1, Fourier D.E. Latief 2, Prana F. L. Tobing 1 1 Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antarika Juruan Pendidikan Fiika FPMIPA UPI,

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS

DESAIN SISTEM KENDALI MELALUI ROOT LOCUS Bab VI: DESAIN SISEM ENDALI MELALUI OO LOCUS oot Lou dapat digunakan untuk mengamati perpindahan pole-pole (lup tertutup) dengan mengubah-ubah parameter penguatan item lup terbukanya ebagaimana telah ditunjukkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Persada

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Persada 0 III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian Populai dalam penelitian ini adalah emua iwa kela XI IPA SMA Perada Bandar Lampung tahun ajaran 0/0 yang berjumlah 07 iwa dan terebar dalam 3 kela.

Lebih terperinci

W = F. s. Dengan kata lain usaha yang dilakukan Fatur sama dengan nol. Kompetensi Dasar

W = F. s. Dengan kata lain usaha yang dilakukan Fatur sama dengan nol. Kompetensi Dasar Kompeteni Daar Dengan kata lain uaha yang dilakukan Fatur ama dengan nol. Menganalii konep energi, uaha, hubungan uaha dan perubahan energi, dan hukum kekekalan energi untuk menyeleaikan permaalahan gerak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni dan Pendekatan Penelitian Jeni penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafiran

Lebih terperinci

ISSN MENENTUKAN PERSAMAAN KECEPATAN PENGENDAPAN PADA SEDIMENTASI

ISSN MENENTUKAN PERSAMAAN KECEPATAN PENGENDAPAN PADA SEDIMENTASI ISSN 4-735 MENENTUKAN PERSAMAAN KECEPATAN PENGENDAPAN PADA SEDIMENTASI Setiyadi, Suratno Lourentiu, Ezra Ariella W.*, Gede Prema M.S. Juruan Teknik Kimia, Fakulta Teknik, Univerita Katolik Widya Mandala,

Lebih terperinci

Analisa Kendali Radar Penjejak Pesawat Terbang dengan Metode Root Locus

Analisa Kendali Radar Penjejak Pesawat Terbang dengan Metode Root Locus ISBN: 978-60-7399-0- Analia Kendali Radar Penjejak Peawat Terbang dengan Metode Root Locu Roalina ) & Pancatatva Heti Gunawan ) ) Program Studi Teknik Elektro Fakulta Teknik ) Program Studi Teknik Mein

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT TIKUNGAN TERHADAP DEBIT SEDIMEN PADA SALURAN SEGIEMPAT DAN DINDING TETAP

HUBUNGAN SUDUT TIKUNGAN TERHADAP DEBIT SEDIMEN PADA SALURAN SEGIEMPAT DAN DINDING TETAP HUBUNGAN SUDUT TIKUNGAN TERHADAP DEBIT SEDIMEN PADA SALURAN SEGIEMPAT DAN DINDING TETAP Darwizal Daoed Laboratorium Hidrolika Juruan Teknik Sipil Fakulta Teknik Unand ABSTRAK Sudut belokan di ungai angat

Lebih terperinci

Team Dosen Riset Operasional Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

Team Dosen Riset Operasional Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Team Doen Riet Operaional rogram Studi Teknik Informatika Univerita Komputer Indoneia ertamakali dipublikaikan pada tahun 909 oleh Agner Kraup Erlang yang mengamati maalah kepadatan penggunaan telepon

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor litrik merupakan beban litrik yang paling banyak digunakan di dunia, Motor induki tiga faa adalah uatu mein litrik yang mengubah energi litrik menjadi energi

Lebih terperinci

Modul 3 Akuisisi data gravitasi

Modul 3 Akuisisi data gravitasi Modul 3 Akuiii data gravitai 1. Lua Daerah Survey Lua daerah urvey dieuaikan dengan target yang diinginkan. Bila target anomaly berukuran lokal (cukup kecil), maka daerah urvey tidak perlu terlalu lua,

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI

ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI ANALISA STRUKTUR TIKUNGAN JALAN RAYA BERBENTUK SPIRAL-SPIRAL DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI Edi Sutomo Program Studi Magiter Pendidikan Matematika Program Paca Sarjana Univerita Muhammadiyah Malang Jln Raya

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II.1. KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI SATU PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II.1. KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI SATU PHASA BAB MOTOR NDUKS SATU HASA.. KONSTRUKS MOTOR NDUKS SATU HASA Kontruki motor induki atu phaa hampir ama dengan motor induki phaa banyak, yaitu terdiri dari dua bagian utama yaitu tator dan rotor. Keduanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Jeni penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan ekperimental. Deain penelitian ini adalah Pottet-Only Control Deign. Dalam deain ini terdapat

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA)

STUDI PERBANDINGAN BELITAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PENGGUNAAN TAP CHANGER (Aplikasi pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRANSBUANA) STUDI PERBADIGA BELITA TRASFORMATOR DISTRIBUSI TIGA FASA PADA SAAT PEGGUAA TAP CHAGER (Aplikai pada PT.MORAWA ELEKTRIK TRASBUAA) Bayu T. Sianipar, Ir. Panuur S.M. L.Tobing Konentrai Teknik Energi Litrik,

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi GELOMBANG BUNYI A. CEPAT RAMBAT BUNYI

FISIKA. Sesi GELOMBANG BUNYI A. CEPAT RAMBAT BUNYI FSKA KELAS X A - KURKULUM GABUNGAN 0 Sei NGAN GELOMBANG BUNY Bunyi merupakan gelombang longitudinal (arah rambatan dan arah getarannya ejajar) yang merambat melalui medium erta ditimbulkan oleh umber bunyi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Jeni penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan ekperimental. Deain penelitian ini adalah Pottet-Only Control Deign. Dalam deain ini terdapat

Lebih terperinci

STABILISASI SISTEM LINIER POSITIF MENGGUNAKAN STATE FEEDBACK

STABILISASI SISTEM LINIER POSITIF MENGGUNAKAN STATE FEEDBACK Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 105 109 ISSN : 2303 2910 c Juruan Matematika FMIPA UNAND STABILISASI SISTEM LINIER POSITIF MENGGUNAKAN STATE FEEDBACK ERIN DWI FENTIKA, ZULAKMAL Program Studi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TARIK SERAT PELEPAH PISANG EPOKSI

ANALISA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TARIK SERAT PELEPAH PISANG EPOKSI ANALISA PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN TARIK SERAT PELEPAH PISANG EPOKSI Nanang Endriatno Staf Pengajar Program Studi Teknik Mein Fakulta Teknik Univerita Halu Oleo, Kendari

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Dekripi Data Kegiatan penelitian dilakanakan pada tanggal ampai dengan 4 April 03 di Madraah Ibtidaiyah Infarul Ghoy Plamonganari Pedurungan Semarang. Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 88 BAB IV HASIL PEELITIA DA PEMBAHASA Dalam bab ini dipaparkan; a) hail penelitian, b) pembahaan. A. Hail Penelitian 1. Dekripi Data Dekripi hail penelitian yang diperoleh dari pengumpulan data menggunakan

Lebih terperinci

MODUL IV ESTIMASI/PENDUGAAN (3)

MODUL IV ESTIMASI/PENDUGAAN (3) MODUL IV ETIMAI/PENDUGAAN (3) A. ETIMAI RAGAM Etimai ragam digunakan untuk menduga ragam σ berdaarkan ragam dari uatu populai normal contoh acak berukuran n. Ragam contoh ini akan digunakan ebagai nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah kondii alami dengan kepadatan rendah hingga edang cenderung mengalami deformai yang bear bila dilintai beban berulang kendaraan. Untuk itu, dibutuhkan uatu truktur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A III METODOLOGI PENELITIAN A. Jeni Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, di mana penelitian langung dilakukan di lapangan yang berifat kuantitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

TOPIK: ENERGI DAN TRANSFER ENERGI

TOPIK: ENERGI DAN TRANSFER ENERGI TOPIK: ENERGI DN TRNSFER ENERGI SOL-SOL KONSEP: 1 Ketika ebuah partikel berotai (berputar terhadap uatu umbu putar tertentu) dalam uatu lingkaran, ebuah gaya bekerja padanya mengarah menuju puat rotai.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah, siswa kelas X semester genap, sebanyak

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah, siswa kelas X semester genap, sebanyak III. METODE PENELITIAN A. Populai dan Sampel Populai dalam penelitian ini adalah, iwa kela X emeter genap, ebanyak enam kela di SMA Taman Siwa Bandar Lampung tahun pelajaran 010-011. Teknik ampling yang

Lebih terperinci

Xpedia Matematika. Soal - Barisan dan Deret Bilangan

Xpedia Matematika. Soal - Barisan dan Deret Bilangan Xpedia Matematika Soal - Barian dan Deret Bilangan Doc. Name: XPMATDAS 0699 Doc. Verion : 202-09 halaman 0. Suku ke-n pada barian 2, 6, 0, 4, bia dinyatakan dengan (A) Un = 3n - (B) Un = 6n - 4 Un = 4n

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populai dan Sampel Penelitian Populai dalam penelitian ini adalah iwa kela XI IPA emeter genap SMA Negeri 0 Bandar Lampung tahun pelajaran 04/05 yang berjumlah 5 iwa. Kemampuan

Lebih terperinci

SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN

SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN Sitem Pengendali Aru Start Motor Induki Phaa Tiga dengan Variai Beban SISTEM PENGENDALI ARUS START MOTOR INDUKSI PHASA TIGA DENGAN VARIASI BEBAN Oleh : Yunita, ) Hendro Tjahjono ) ) Teknik Elektro UMSB

Lebih terperinci

PENGARUH PERAWATAN KOMPRESOR DENGAN METODE CHEMICAL WASH TERHADAP UNJUK KERJA SIKLUS TURBIN GAS dan KARAKTERISTIK ALIRAN ISENTROPIK PADA TURBIN IMPULS

PENGARUH PERAWATAN KOMPRESOR DENGAN METODE CHEMICAL WASH TERHADAP UNJUK KERJA SIKLUS TURBIN GAS dan KARAKTERISTIK ALIRAN ISENTROPIK PADA TURBIN IMPULS PENGARUH PERAWAAN KOMPRESOR DENGAN MEODE CHEMICAL WASH ERHADAP UNJUK KERJA SIKLUS URBIN GAS dan KARAKERISIK ALIRAN ISENROPIK PADA URBIN IMPULS GE MS 600B di PERAMINA UP III PLAJU Imail hamrin, Rahmadi

Lebih terperinci

Lampiran B.2. Dimensi Kompetensi Kuantitatif. Komponen Literasi Kuantitatif

Lampiran B.2. Dimensi Kompetensi Kuantitatif. Komponen Literasi Kuantitatif No. Indikator Butir Soal 1. Siwa mampu menetukan bentuk penyajian data Tabel berikut untuk menjawab oal 6-7. Hail penelitian faktor klimatik dan edafik uatu ekoitem adalah ebagai berikut : Tabel 2. Hail

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK

PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK Konfereni Naional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERBANDINGAN KUAT GESER KOLOM BETON BERTULANG YANG MEMIKUL BEBAN LATERAL SIKLIK Johane Januar Sudjati 1 1 Program Studi Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan pada Shunt Active Power Filter Tiga Fasa

Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan pada Shunt Active Power Filter Tiga Fasa Aplikai Jaringan Saraf iruan pada Shunt Active Power Filter iga Faa Hanny H. umbelaka, hiang, Sorati Fakulta eknologi Indutri, Juruan eknik Elektro, Univerita Kriten Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya

Lebih terperinci

ELEKTROMAGNETIKA I. Modul 07 GELOMBANG DATAR PADA BAHAN

ELEKTROMAGNETIKA I. Modul 07 GELOMBANG DATAR PADA BAHAN LKTROMAGNTIKA I Modul 7 GLOMBANG DATAR PADA BAAN 1 LKTROMAGNTIKA I Materi : 7.1 Pendahuluan 7. Review Gel Datar Serbaama di udara 7.3 Gelombang Datar Serbaama di dielektrik 7.4 Gelombang Datar Serbaama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jeni Penelitian Menurut Sugiyono, metode penelitian pendidikan dapat diartikan ebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan

Lebih terperinci

PERANAN DATA PENILAIAN FORMASI UNTUK MEMINIMASI KERUSAKAN FORMASI AKIBAT AKTIVITAS PEMBORAN

PERANAN DATA PENILAIAN FORMASI UNTUK MEMINIMASI KERUSAKAN FORMASI AKIBAT AKTIVITAS PEMBORAN PERANAN DATA PENILAIAN FORMASI UNTUK MEMINIMASI KERUSAKAN FORMASI AKIBAT AKTIVITAS PEMBORAN Aep Mohammad Ihaq ABSTRAK Keruakan formai di ekitar lubang umur pada lapian produktif mengakibatkan berkurangnya

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI PADA BENDUNG LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN

ANALISIS SEDIMENTASI PADA BENDUNG LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN ANALISIS SEDIMENTASI PADA BENDUNG LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN Ahmad Syarif Sukri Doen Fakulta Teknik Univerita Haluoleo ABSTRAK Bendung Laeya merupakan alah atu bendung yang dibangun oleh pemerintah

Lebih terperinci

Bab 5. Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman. (Pre-stack Depth Migration - PSDM) Adanya struktur geologi yang kompleks, dalam hal ini perubahan kecepatan

Bab 5. Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman. (Pre-stack Depth Migration - PSDM) Adanya struktur geologi yang kompleks, dalam hal ini perubahan kecepatan Bab 5 Migrai Pre-Stack Domain Kedalaman (Pre-tack Depth Migration - PSDM) Adanya truktur geologi yang komplek, dalam hal ini perubahan kecepatan dalam arah lateral memerlukan teknik terendiri dalam pengolahan

Lebih terperinci

MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN. Oleh Muh. Tawil * & Dominggus Tahya Abstrak

MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN. Oleh Muh. Tawil * & Dominggus Tahya Abstrak MANIPULASI MEDAN MAGNETIK PADA IKATAN KIMIA UNTUK SUATU MOLEKUL BUATAN Oleh Muh. Tawil * & Dominggu Tahya Abtrak Penerapan medan magnet dalam metode S-UHF dapat digunakan untuk mendekripikan kekuatan ikatan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB MOTOR NDUKS TGA PHASA.1 Umum Motor induki merupakan motor aru bolak balik ( AC ) yang paling lua digunakan dan dapat dijumpai dalam etiap aplikai indutri maupun rumah tangga. Penamaannya beraal dari

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI

BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI 26 BAB 3 PEMODELAN MATEMATIS DAN SISTEM PENGENDALI Pada tei ini akan dilakukan pemodelan matemati peramaan lingkar tertutup dari item pembangkit litrik tenaga nuklir. Pemodelan matemati dibentuk dari pemodelan

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI

BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI BAB III PENGERTIAN SUSUT DAYA DAN ENERGI 3.1 UMUM Parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat penyaluran/penyampaian tenaga litrik dari penyedia tenaga litrik ke konumen adalah efiieni, efiieni yang

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERILAKU TRANSIENT

PENGAMATAN PERILAKU TRANSIENT JETri, Volume, Nomor, Februari 00, Halaman 5-40, ISSN 4-037 PENGAMATAN PERIAKU TRANSIENT Irda Winarih Doen Juruan Teknik Elektro-FTI, Univerita Triakti Abtract Obervation on tranient behavior i crucial

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Tuga Akhir BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Pada proe perhitungan dibutuhkan data-data yang beraal dari data operai. Hal ini dilakukan karena data operai merupakan data performance harian

Lebih terperinci

BAB VII. EVAPORATOR DASAR PERANCANGAN ALAT

BAB VII. EVAPORATOR DASAR PERANCANGAN ALAT BAB VII. EVAPORATOR DASAR PERANCANGAN ALAT Ukuran utama kinerja evaporator adalah kapaita dan ekonomi. Kapaita didefiniikan ebagai jumlah olvent yang mampu diuapkan per atuan lua per atuan Waktu. Sedangkan

Lebih terperinci

Metode Penentuan Parameter Kelistrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction

Metode Penentuan Parameter Kelistrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction Metode Penentuan Parameter Kelitrikan Sel Surya Organik Single Heterojunction Setianto 1*, Awad H.S. 1, Kuwat T. 2, M.F. oyid 2 1 Departemen Fiika-FMIPA, Univerita Padjadjaran l. aya atinangor KM. 21,

Lebih terperinci

PENAKSIR VARIANSI POPULASI YANG EFISIEN PADA SAMPLING ACAK SEDERHANA MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI

PENAKSIR VARIANSI POPULASI YANG EFISIEN PADA SAMPLING ACAK SEDERHANA MENGGUNAKAN KOEFISIEN REGRESI PENAKIR VARIANI POPLAI YANG EFIIEN PADA AMPLING ACAK EDERHANA MENGGNAKAN KOEFIIEN REGREI Neneng Gutiana Rutam Efendi Harion Mahaiwa Program Matematika Doen Juruan Matematika Fakulta Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci