KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME"

Transkripsi

1 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1), Zaiful Ulu Kedua ) 1, ) Pendidikan Mateatika STKIP PGRI Bangkalan Jl. Sukarno Hatta Bangkalan Madura e-ail: ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id 1), ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id ) ABSTRAK Untuk enjain adanya keselarasan diantara transitter dan receiver pada frae data yang dipancarkan secara berkesinabungan, receiver harus dapat endeteksi awalan data yang dikirikan transitter. Dala siste kounikasi, asalah ini disebut Sinkronisasi Frae. Studi Kode Cross Bifix Bebas uncul untuk engatasi asalah Sinkronisasi Frae elalui etode barisan pertaa kali diperkenalkan pada tahun 000. Suatu Kode Cross Bifix Bebas dengan panjang n adalah hipunan barisan dengan panjang n diana awalan (prefix) dengan panjang kurang dari n dari suatu barisan tidak uncul sebagai akhiran (suffix) dari barisan yang lain. Pada tahun 01, suatu Kode Cross Bifix Bebas Binari dikonstruksi dengan eanfaatkan Lintasan Dyck. Selanjutnya, pada tahun 017 suatu Kode Cross Bifix Bebas Ternari berpanjang ganjil, CBFS 3 ( + 1), dikonstruksi dengan cara eanfaatkan konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Binari yang eanfaatkan Lintasan Dyck. Pada paper ini, akan diberikan suatu etode untuk eperluas Kode Cross Bifix Bebas Binari yang dikonstruksi dengan eanfaatkan Lintasan Dyck, CBFS ( + ), enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternari, CBFS 3 ( + ). Kata Kunci: barisan terdistribusi, kode cross bifix bebas, Lintasan Dyck, sinkronisasi frae ABSTRACT In order to guarantee the synchronization between a transited data by transitter and received data by receiver can be done by periodically inserting a fixed sequence into the transited data. It is one of the ain topic in digital counication systes which called Frae Synchronization. Study of Cross Bifix Free Codes arise to solve Synchronization s proble via distributed sequence s ethod which introducted first in 000. A Cross Bifix Free Codes is a set of sequences in which no prefix of any length of less than to n of any sequences is the sufix of any sequence in the set. In 01, a Binary Cross Bifix Free Codes was constructed by using Dyck path. In 017, a Ternary Cross Bifix Free Codes with odd lenght was constructed, CBFS 3 ( + 1), by generalize the construction of binary cross bifix free. In this paper, will be constructed Ternary Cross Bifix Free Codes for even length, CBFS 3 ( + ), by expand the construction of Binary Cross Bifix Free Codes. Keywords: cross bifix free codes, distributed sequence, Dyck Path, frae synchronization I. PENDAHULUAN F rae Synchronization adalah salah satu asalah dala siste kounikasi. Dala siste ini, untuk enjain adanya keselarasan diantara transitter/pengiri dan receiver/peneria pada frae data yang dipancarkan, disisipkan kata penyelaras secara periodik ke dala aliran data. Untuk itu, peneria perlu engetahui diana aliran data diulai. Dala hal ini, kata penyelaras berperan sebagai penanda pada frae yang ana perulaan data dari pesan yang dikirikan. Dala kasus sinkronisasi ini, receiver dilengkapi dengan alat pendeteksi pola untuk engenali kata penyelaras. Pada tahun 197, suatu prosedur untuk encari kata penyelaras dala suatu aliran data pada Gaussian Channel pertaa kali diperkenalkan [1]. Setahun keudian, yakni di tahun 1973, [] enunjukkan bahwa pencarian kata penyelaras dapat diiniukan jika kata penyelaras yang diabil eiliki sifat bebas ibuhan (bifix free). Disini terinologi Bifix Free diperkenalkan. Pada tahun 000, diperkenalkan etode baru untuk engatasi asalah Sinkronisasi frae [3]. Caranya adalah dengan engirikan data-data yang berasal dari kode {x 1, x x 3,..., x k } yang epunyai sifat khusus. Agar perulaan dari suatu data frae dapat dikenali, kita harus eastikan bahwa seua akhiran sejati dari x i tidak uncul sebagai awalan dari x j untuk setiap x i dan x j anggota {x 1, x x 3,..., x k }. Kode yang seperti ini disebut Hipunan/Kode Cross Bifix Bebas. Selanjutnya, referensi [4]-[5] enjelaskan bagaiana siste encari, endeteksi, dan eneukan barisan terdistribusi ini dan referensi [6] enjelaskan bagaianan penerapan Kode Cross Bifix Bebas dala dunia kedokteran, tepatnya dala penyipanan DNA. 109

2 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Para peneliti engusulkan beberapa cara untuk engontruksi kode tersebut. Pertaa [7], yang engkontruksi kode tersebut dengan enggunakan etode yang disebut Kernel Set. Keudian, pada 01 diperkenalkan kontruksi kode cross bifix bebas dengan panjang sebarang [8]. Selanjutnnya, [9] eperluas [8] untuk panjang ganjil sehingga enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternari. Kontruksi kode cross bifix bebas dengan enggunakan alphabet yang epunyai q sibol diperkenalkan pertaa kali di tahun 013 [10]. Kode yang dikonstruksi pada tahun 013 tersebut dikenal sebagai Kode S k,q (n), yaitu kode dengan q sibol diana k enyatakan banyaknya sibol nol yang uncul pada awalan dengan panjang n pada setiap katakode. Referensi [10] engklai bahwa kode yang dikonstruksinya endekati kode optial C(n, q). Sayangnya keoptialan kode Chee bergantung kepada paraeter k. Tidak diketahui dengan pasti untuk panjang kode n tertentu berapa nilai k yang ebuat S k,q (n) optial. Dua tahun keudian, yaitu pada tahun 015, diaati bahwa kode yang dihasilkan [10] eiliki sifat yang baik hanya saat q sibol yang cukup kecil. Untuk engatasi keleahan tersebut, diajukan etoda baru yang erupakan peruuan dari etoda [10] yang epunyai sifat yang baik untuk setiap paraeter [11]. Kode ini diklai enghasilkan kode yang optial saat panjang katakodenya, yaitu n, ebagi banyaknya sibol, yaitu q. Selain dari [7-11] di atas, konstruksi Kode Cross Bifix Bebas juga diangkat/dibahas dala [1-14] II. METODE Pada bagian ini akan dijelaskan engenai beberapa definisi dan istilah dala teori koding yang terkait dengan kode cross bifix bebas. Selain itu, pada bagian ini juga diberikan definisi dan lintasan Grand Dyck dan lintasan Dyck yang erupakan ide utaa dari konstruksi yang dilakukan pada []. Di bagian akhir bagian ini akan diberikan etode konstruksi yang akan digunakan dala penelitiaan ini. A. Definisi dan Istilah pada Kode Misalkan Σ adalah hipunan berhingga dengan kardinalitas q. Anggota dari Σ disebut sibol sedangkan Σ disebut sebagai alfabet. Hipunan seua barisan berhingga (ungkin barisan kosong) di Σ dinotasikan dengan Σ dan anggota Σ disebut kata atau katakode. Selanjutnya, katakan Σ + adalah barisan berhingga yang takkosong di Σ. Dengan kata lain, Σ + = Σ \{ε} diana ε enyatakan barisan kosong. Sebagai contoh, Misal Σ = {0,1}, aka ε, 101, 00011, adalah anggota dari Σ, diana ε enyatakan barisan kosong, dengan ε bukan anggota dari Σ +. Selanjutnya, untuk ω anggota Σ + dengan ω = uvw diana u dan w anggota Σ + serta v anggota Σ, aka u dan w disebut prefix dan sufix dari ω, dinotasikan berturut-turut sebagai pre(ω) dan suf(ω). Untuk prefix atau sufix dari ω dengan panjang k dinotasikan dengan pre k (ω) atau suf k (ω), berurutan. Dari sini, jelas bahwa panjang sufix dan prefix suatu kata di Σ + kurang dari panjang kata tersebut. Disini, didefinisikan pula pre k (ω) a dan suf k (ω) a berturut-turut sebagai banyaknya sibol a pada prefix dan sufix dari ω dengan panjang k. Contohnya, untuk Σ = {0,1} dengan ω = , aka pre 4 (ω) adalah 1110, suf 3 (ω) adalah 001, dan pre 5 (ω) 0 adalah. Sebuah bifix dari ω adalah sebuah kata yang uncul sekaligus sebagai prefix dan sufix dari ω. Sebuah katakode di Σ + disebut Bifix Bebas jika dan hanya jika tidak ada pre k (ω) yang sekaligus erupakan suf k (ω). Keudian, subhipunan dari Σ + yang anggotanya kata-kata bifix bebas disebut hipunan bifix bebas. Lebih lanjut, subhipunan tak kosong C dari Σ + disebut kode cross bifix bebas jika dan hanya jika untuk setiap ω i dan ω j di C tidak ada pre k (ω i ) yang sekaligus suf k (ω j ). Jika C subhipunan dari Σ n, aka C disebut kode cross bifix bebas dengan panjang n. Jelas bahwa kode cross bifix bebas adalah hipunan dari katakode bifix bebas. Sebagai contoh, untuk Σ = {0,1}, kata di Σ + euat tiga bifix, yaitu 1, 101, dan Keudian, hipunan katakode { , , , , } yang erupakan subhipunan dari Σ 7 adalah kode cross bifix bebas dengan panjang 7. Pada subbagian selanjutnya, akan dibahas engenai Lintasan Dyck, engingat lintasan ini adalah ide utaa dari konstruksi Bilotta. Sebelu itu, perlu diketahui tentang beberapa konsep lintasan yang akan endukung definisi foral dari lintasan dyck. B. Lintasan Dyck Lintasan Latis dengan panjang n ialah barisan koordinat P 0 P 1 P P n di Z Z dengan P j dan P j+1 dihubungkan oleh sebuah segen/sisi untuk setiap j = 0,1,, n 1. Untuk keudahan, isalkan segen yang enghubungkan P j dan P j+1 dinotasikan dengan P j P j+1. Dengan kata lain, lintasan latis dengan panjang n dapat dipandang sebagai lintasan pada koordinat kartesius yang setiap ujung segennya berada pada koordinat bilangan bulat. Dala hal representasi geoetris, dapat dipandang P 0 = (0,0). 110

3 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Selanjutnya, untuk > 0, lintasan latis dengan panjang, P 0 P 1 P P, dikatakan Lintasan Grand Dyck jika dan hanya jika P 0 dan P eiliki koordinat yang saa dan segen PjPj+1 teruat dala garis bergradien 1 atau teruat dala garis bergradien 1 serta P j P j+1 = P k P k+1 untuk setiap j dan k di {0,1,, n 1}. Katakan segen yang teruat pada garis bergradien 1 disebut langkah naik, dinotasikan dengan x dan segen yang teruat pada garis bergradien 1 disebut langkah turun, dinotasikan dengan x. Jadi, Lintasan Grand Dyck dengan panjang dapat didefinisikan sebagai lintasan yang berawal dari (0,0) dan berakhir di (, 0) yang hanya eiliki langkah naik dan langkah turun, diana setiap langkah tersebut berpanjang saa. Gabar 1. Lintasan Latis dengan panjang 7 Gabar. Lintasan Grand Dyck dengan = 3 Lebih jauh, dengan asusi P 0 = (0,0), aka lintasan Grand Dyck dengan panjang, P 0 P 1 P P, dikatakan Lintasan Dyck dengan panjang jika dan hanya jika tidak ada P i berada yang berada di bawah subu- x. Misalkan D adalah hipunan lintasan Dyck dengan panjang. Telah diketahui bahwa kardinalitas dari 1 D adalah sebanyak ( +1 ), yaitu Bilangan Catalan ke- yang dinotasikan dengan C. Lintasan Dyck dengan panjang nol didefinisikan sebagai lintasan latis yang hanya terdiri dari satu titik P di Z Z. Oleh karena itu, dikatakan kardinalitas dari D 0 adalah 1. Mengingat goal dari penelitian ini adalah eperluas Konstruksi pada [], aka kajian pustaka ini akan ditutup dengan konstruksi kode cross bifix bebas Binari oleh Stefano Bilotta dkk pada tahun 01. Bilotta engkonstruksi kode cross bifix bebas Binari dengan eanfaatkan Lintasan Dyck. Dala konstruksinya, Bilotta ebagi kode yang dikonstruksinya enjadi tiga bagian, yaitu untuk panjang kode ganjil, panjang kode ganjil dengan paraeter genap, dan panjang kode genap dengan paraeter ganjil. Dari konstruksinya ini, Bilotta eperoleh hasil bahwa CBFS (n) adalah hipunan cross bifix bebas yang tak dapat diperluas di H (n), yaitu hipunan kata kode Binari dengan panjang n, artinya setiap diabil h anggota H (n) yang bukan anggota CBFS (n), aka hipunan CBFS (n)\{h} bukan lagi hipunan cross bifix bebas. C. Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Binari oleh Bilotta Seperti yang telah dikatakan di atas, Bilotta ebagi kode yang dikonstruksinya enjadi tiga bagian, yaitu untuk panjang kode ganjil, panjang kode ganjil dengan paraeter genap, dan panjang kode genap dengan paraeter ganjil. Oleh karena itu, subbagian ini akan dibagi lagi enjadi tiga bagian. 111

4 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Gabar 3. Lintasan Dyck dengan = 4 Gabar 4. Seua katakode di CBFS (7) 1) Konstruksi CBFS ( + 1) Kode cross bifix bebas CBFS ( + 1) didefinisikan oleh Stefano Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + 1) = {xα: α D }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + 1 yang diawali dengan langkah naik yang keudian diteruskan dengan lintasan Dyck dengan panjang. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + 1) adalah C, Bilangan Catalan ke-. Sebagai contoh, dari hasil kosntruksinya, Bilotta enghasilkan kode CBFS (7), yaitu hipunan kata/katakode { , , , , }. Dari konstruksi CBFS ( + 1), Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea 1.1. CBFS ( + 1) adalah kode cross bifix bebas dengan kardinalitas C yang tak dapat diperluas di H ( + 1). ) Konstruksi CBFS ( + ) dengan genap Kode cross bifix bebas CBFS ( + ) untuk genap didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + ) = {αxβx : α D i, α D ( i), 0 i }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + yang diawali dengan lintasan Dyck dengan panjang i, diikuti dengan langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang ( i), keudian diakhiri dengan langkah turun. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + ) untuk genap ini adalah C C i. Sebagai contoh, dari hasil kosntruksinya, Bilotta enghasilkan kode CBFS (6), yaitu hipunan kata/katakode {111000, , }. Dari konstruksi CBFS ( + ) untuk genap ini, Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea.1. CBFS ( + ) untuk genap adalah kode cross bifix bebas dengan kardinalitas C i C i yang tak dapat diperluas di H ( + ). 3) Konstruksi CBFS ( + ) dengan ganjil Kode cross bifix bebas CBFS ( + ) untuk ganjil didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + ) = {αxβx : α D i, α D ( i), 0 i + 1 } \{xax xβx : α D i, α D ( 1) }, 11

5 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 Gabar 5. Seua katakode di CBFS (6) Gabar 6. Seua katakode di CBFS (8) yaitu hipunan lintasan dengan panjang + yang diawali dengan lintasan Dyck dengan panjang i, diikuti dengan langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang ( i), keudian diakhiri dengan langkah turun; setelah seua lintasan ini terkupul, aka Bilotta ebuang seua lintasan yang diawali dengan langkah naik yang dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang 1, diikuti dengan langkah turun, lalu diikuti langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang 1, keudian diakhiri dengan langkah turun. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + ) untuk ganjil ini adalah C i C i C 1 Sebagai contoh, dari hasil kosntruksinya, Bilotta enghasilkan kode CBFS (8), yaitu { , , , , , } { , }. Dari konstruksi CBFS ( + ) untuk ganjil ini, Bilotta eperoleh hasil berikut. +1 Teorea 3.1. CBFS ( + ) untuk ganjil adalah kode cross bifix bebas berkardinalitas C i C i yang tak dapat diperluas di H ( + ).. C 1 D. Metode Konstruksi Berikut ini adalah etode/konstruksi untuk eperluas konstruksi Bilotta untuk panjang genap ke Kode Cross Bifix Bebas Ternari. Konstruksi 4.1. Misalkan CBFS ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan panjang genap hasil konstruksi Bilotta. Perluasan CBFS ( + ) enjadicbfs 3 ( + ) adalah sebagai berikut. i) Jadikan seua anggota CBFS ( + ) sebagai anggota CBFS 3 ( + ). ii) Seua anggota H 3 ( + ) dari anggota CBFS ( + ) dengan cara engganti 0 dengan, juga dijadikan anggota CBFS 3 ( + ). Seperti yang telah diketahui sebelunya dari konstruksi Bilotta, CBFS (5) = {00011,00101}. Selanjutnya, seua keungkinan engganti sibol 0 pada dengan adalah 00011; 0011; 0011; 0011; 011; 011; 011; 11 dan seua keungkinan engganti sibol 0 pada dengan adalah 00101; 0101; 0101; 0011; 101; 011; 011; 11, sehingga diperoleh hipunancross bifix bebas Ternari CBFS 3 (5) = {00011,0011,0011,0011,011,011,011,11} {00101,0101,0101,0011,101,011,011,11}. Jika diperhatikan dengan seksaa, seua anggota CBFS 3 (5) saa dengan barisan yang terbentuk dengan engisi seua posisi 0 pada barisan di CBFS (5) dengan seua keungkinan sibol genap di {0,1,}. III. HASIL Dengan eperhatikan tinjauan pada bagian akhir subbagian sebelunya, diperoleh Kontruksi 3.1 berikut yang erupakan konstruksi untuk engubah Kode Cross Bifix Bebas Binari pada [] enjadi suatu hipunan ternari. Konstruksi 3.1. Misalkan ω = ω 1 ω ω 3 ω + anggota CBFS ( + ). Selanjutnya, definisikan 0 ω = {i [n]: ω i = 0}, yaitu hipunan seua posisi di ω yang bersibol 0. Hipunan CBFS 3 ( + ) didefinisikan sebagai + CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (n) C ω,3 diana C + ω,q = {c H 3 ( + ): i 0 ω c i ; ci {0,1,}} 113

6 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 yaitu hipunan barisan Ternari yang posisi ke-i-nya bersibol genap di {0,1,} jika posisi tersebut bersibol 0 di ω. Sebagai contoh, jika ingin ebentuk CBFS 3 (4) aka cukup elihat CBFS (4). Karena CBFS (4) = {1010,1100}, aka = {,4} dan = {3,4}. Sehingga didapat CBFS 3 (4) = {1010,110,101,11,1100,110,110,11}. Selanjutnya, akan dibahas bahwa Konstruksi 3.1 bukan hanya sekedar ebentuk hipunan ternari, tetapi juga ebentuk Kode Cross Bifix Bebas Ternari. IV. PEMBAHASAN Pada bagian ini, akan ditunjukkan bahwa hipunan CBFS 3 ( + ) pada Konstruksi 3..1 tidak hanya hipunan barisan Ternari hasil perluasan Konstruksi [], tetapi CBFS 3 ( + ) juga erupakan Hipunan/Kode Cross Bifix Bebas Ternari. Hasil ini akan dibahas dala dua teorea, yaitu untuk genap yang akan ditetapkan dala Teorea 3. berikut dan untuk ganjil yang akan ditetapkan dala Teorea 3.3. Teorea 3.. Untuk genap, CBFS 3 ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan kardinalitas C C i. Bukti. Dari konstruksi hipunan CBFS ( + ), untuk genap, diketahui bahwa untuk setiap ω di CBFS ( + ), berlaku pre k ω 0 pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ di CBFS ( ) serta 0 < k < +. Oleh karenanya, untuk setiap w C ω,q dan y C γ,q berlaku Dan pre k w 0 + pre k w pre k w 1 (1) suf k y 0 + suf k y suf k y 1 () a) Untuk pre k ω 0 > pre k ω 1, Karena CBFS ( + ) adalah hipunan lintasan latis yang diawali langkah naik yang diikuti lintasan Dyck dengan panjang, aka untuk setiap 0< k < + berlaku pre k ω 0 > pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ anggota CBFS ( + ). Karena sibol genap pada barisan di CBFS 3 ( + ) enepati posisi yang saa dengan posisi sibol 0 pada barisan di hipunan CBFS ( + ), aka untuk k yang eenuhi kondisi 0 < k < +, berlaku pre k α 0 + pre k α > pre k α 1 (i) dan suf k β 0 + suf k β suf k β 1 (ii) untuk setiap α dan β di CBFS 3 ( + 1). Sekarang, andaikan CBFS 3 ( + ) bukan hipunan cross bifix bebas, aka ada α dan β di CBFS 3 ( + ) sehingga untuk suatu k yang berada di 0 < k < + berlaku pre k α = suf k β. Akibatnya, berlaku pre k α t = suf k β t untuk setiap t di [3].s Akibatnya, dengan enggunakan persaaan (i), diperoleh suf k β 0 + suf k β = pre k α 0 + pre k α > pre k α 1 = suf k β 1 Naun, hal ini kontradiksi dengan persaaan (ii). Jadi C + + ω,q C γ,q adalah hipunan cross bifix bebas. b) Untuk pre k ω 0 = pre k ω 1, Bilotta telah ebuktikan bahwa untuk sebarang γ di CBFS ( + ), berlaku suf k γ 0 < suf k γ 1. Oleh karenanya, persaaan (1) dan () enjadi pre k w 0 + pre k w = pre k w 1 (1) 114

7 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 dan suf k y 0 + suf k y < suf k y 1 () Sekarang, andaikan C + + ω,q C γ,q bukan hipunan cross bifix bebas, aka ada w dan y di C + ω,q + sehingga untuk suatu k yang berada di 0 < k < n berlaku pre k w = suf k y. Akibatnya, berlaku C γ,q pre k w t = suf k y t untuk setiap t di [q]. Akibatnya, dengan enggunakan persaaan (1), diperoleh suf k β 0 + suf k β = pre k α 0 + pre k α = pre k α 1 = suf k β 1 Naun, hal ini kontradiksi dengan persaaan (). Oleh karena itu, haruslah C + + ω,q C γ,q adalah hipunan cross bifix bebas. + Jadi CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (+) C ω,3 untuk genap adalah hipunan cross bifix bebas. Terakhir, karena banyaknya cara engganti sibol 0 sebanyak t dengan sibol pada setiap anggota CBFS ( + ) adalah sebanyak ( t ) untuk setiap t = 0,1,,3,..., dan anggota CBFS ( + ) untuk genap sebanyak C C i, aka diperoleh kardinalitas dari CBFS 3 ( + ) untuk genap adalah CBFS 3 ( + ) = ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) + + ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) ( 0 )+( 1 )+ +( ) sebanyak C C i CBFS 3 ( + 1) = [( 0 ) + ( 1 ) + ( ) + ( 3 ) + + ( )] CBFS 3 ( + 1) = C C i. C C i Teorea 3.3. Untuk genap, CBFS 3 ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan kardinalitas ( C i C i C 1 ). Bukti. Dari konstruksi hipunan CBFS ( + ), untuk ganjil, diketahui bahwa untuk setiap ω di CBFS ( + ), berlaku pre k ω 0 pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ di CBFS ( + ) serta 0 < k < +. Oleh karena itu, seperti halnya bukti untuk n = + dengan genap di atas, aka bukti untuk kasus ini cukup dibuktikan untuk kasus t,t [q] pre k w t = s,t [q] pre k w s untuk sebarang w anggota C + ω,q CBFS q ( + ) dengan ω CBFS ( + ) yang eenuhi pre k ω 0 = pre k ω 1 untuk sebarang k di 0 < k < +. a) Untuk 0 i < +1 dan 1 k i, buktinya serupa dengan kasus untuk n genap dengan genap b) Untuk i = +1 c) Untuk i = +1 dan 1 k < i, buktinya juga serupa dengan kasus untuk n genap dengan genap. dan k = i Perhatikan bahwa untuk kasus ini berlaku pre k w 0 + pre k w = pre k w 1 Andaikan CBFS 3 ( + ) untuk genap bukan hipunan cross bifix bebas, aka terdapat z C γ,3 + CBFS 3 ( + ) sehingga berlaku pre k w = suf k z. Dari sini diperoleh pre u (pre k w) = pre u (suf k z) untuk setiap u yang eenuhi 0 < u < k. Hal ini engakibatkan pre u (pre k w) j = pre u (suf k z) j untuk setiap j di {0,1,}. Sekarang, perhatikan bahwa suf k γ = xβx, sehingga untuk setiap k yang eenuhi 0 < k < k berlaku pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) > pre k (suf k z) 1 (1 ) Dilain pihak, karena pre k ω = α D +1 ( )\ {xαx : α D ( 1 )}, aka terdapat bilangan asli r yang kurang dari k sehingga berlaku pre r (pre k w) 0 + pre r (pre k w) = pre r (pre k w) 1 Dari kesaaan ini, diperoleh pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) = pre r (pre k w) 0 + pre r (pre k w) = 115

8 Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 pre r (pre k w) 1 = pre k (suf k z) 1. Jadi, terdapat bilangan asli r yang eenuhi 0 < r < k yang eenuhi pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) = pre k (suf k z) 1 Hal ini kontradiksi dengan kesaaan (1 ). Oleh karena itu, haruslah C + + ω,3 C γ,3 adalah hipunan cross bifix bebas. + Jadi haruslah CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (+) C ω,3 untuk ganjil adalah hipunan/kode cross bifix bebas. Terakhir, karena banyaknya cara engganti sibol 0 sebanyak t dengan sibol pada setiap anggota CBFS ( + ) adalah sebanyak ( t ) untuk setiap t = 0,1,,3,..., dan anggota CBFS ( + ) untuk ganjil sebanyak C i C i C 1, aka diperoleh kardinalitas dari CBFS 3 ( + ) untuk ganjil adalah CBFS 3 ( + ) = ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) + + ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) CBFS 3 ( + 1) = [( 0 ) + ( 1 ) + ( ) + + ( )] CBFS 3 ( + 1) = ( C i C i ( 0 )+( 1 )+ +( ) sebanyak C ic i C 1 C 1 ). C ic i C 1 V. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesipulan bahwa Kode Cross Bifix Bebas hasil Konstruksi Bilotta untuk panjang genap, CBFS ( + ), dapat diperluas enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternari, CBFS 3 ( + ). Langkah yang dilakukan adalah dengan cara engganti seua posisi sibol 0 dengan seua keungkinan sibol genap di [3]. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan telaah apakah untuk sebarang panjang n, CBFS 3 (n) erupakan Kode Cross Bifix Bebas aksial atau bukan. Artinya, untuk setiap h di H 3 (n) yang tidak di CBFS 3 (n), berlaku CBFS 3 (n) {h} bukan lagi kode cross bifix bebas. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis engucapkan syukur kepada Allah SWT, Alhadulillaahi Robbil Aalaiiin. Selanjutnya, Penulis engucapkan banyak teria kasih kepada DRPM KEMENRISTEK-DIKTI atas bantuan dana yang diberikan sehingga penulis dapat enyelesaikan penelitian ini dengan baik. Terakhir, Penulis juga engucapkan banyak teria kasih kepada Bapak Aleas Barra Ph. D, Dosen FMIPA Mateatika Institut Teknologi Bandung, atas arahan yang diberikan kepada penulis.. REFERENSI [1] Massey, Jaes L.(197). Optiu frae synchronization. Counications, IEEE Transactions on, 0():115 [] Nielsen, P. T. (1973). On the expected duration of a search for a fixed pattern in rando data. IEEE Transactions on Inforation Theory, 19(5):70 [3] Van Wijngaarden, A. D. L., & Willink, T. J. (000). Frae synchronization using distributed sequences. IEEE Transactions on Counications, 48(1), [4] Bajic, D., & Stojanovic, J. (004). Distributed sequences and search process. In IEEE International Conference on Counications. [5] Bajic, D., Stefanovic, C., & Vukobratovic, D. (005, Septeber). Search process and probabilistic bifix approach. In Inforation Theory, 005. ISIT 005. Proceedings. International Syposiu on (pp. 19-). IEEE. [6] Levy, M., & Yaakobi, E. (017, June). Mutually uncorrelated codes for DNA storage. In Inforation Theory (ISIT), 017 IEEE International Syposiu on(pp ). IEEE. [7] Bajic, D., & Loncar-Turukalo, T. (014). A siple suboptial construction of cross-bifix-free codes. Cryptography and Counications, 6(1), [8] Bilotta, S., Pergola, E., & Pinzani, R. (01). A new approach to cross-bifix-free sets. IEEE Transactions on Inforation Theory, 58(6), [9] Affaf, M., & Ulu, Z. (017, July). Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair untuk Panjang Ganjil. In Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai-Nilai Islai) (Vol. 1, No. 1, pp. 1-5). [10] Chee, Y. M., Kiah, H. M., Purkayastha, P., & Wang, C. (013). Cross-bifix-free codes within a constant factor of optiality. IEEE Transactions on Inforation Theory, 59(7), [11] Blackburn, S. R. (015). Non-overlapping codes. IEEE Transactions on Inforation Theory, 61(9), [1] Bilotta, S., Grazzini, E., Pergola, E., & Pinzani, R. (013). Avoiding cross-bifix-free binary words. Acta inforatica, 50(3), [13] Bernini, A., Bilotta, S., Pinzani, R., Sabri, A., & Vajnovszki, V. (014). Prefix partitioned gray codes for particular cross-bifix-free sets. Cryptography and Counications, 6(4), [14] Bernini, A., Bilotta, S., Pinzani, R., & Vajnovszki, V. (017). A Gray Code for cross-bifix-free sets. Matheatical Structures in Coputer Science, 7(),

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1, Zaiful Ulu 1, STKIP PGRI Bangkalan, ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id, zaifululu@stkippgri-bkl.ac.id

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai Islai) Vol.1, No.1, Juli 017, Hal. 1-5 p-issn: 580-4596; e-issn: 580-460X Halaan 1 Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Moh. Affaf*, Zaiful Ulum** * Prodi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Bangkalan ** Prodi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph ) 1 Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antiagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antiagic Total Labeling of Crown String Graph ) Enin Lutfi Sundari, Dafik, Slain Pendidikan Mateatika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN Yuiati (yui@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT The Sith noral for and left good atrix have been known in atrix theore. Any atrix over the principal

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc Jurnal Mateatika Vol 0 No Agustus 007:39-4 ISSN: 40-858 TEOREMA ELIMINASI CUT PAA SISTEM LOGIKA FL gc AN FL wgc Bayu Surarso Jurusan Mateatika FMIPA UNIP Jl Prof H Soedarto SH Tebalang Searang 5075 Abstract

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi Penyelesaian Algortia Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Proble (CSP) Satu Diensi Putra BJ Bangun, Sisca Octarina, Rika Apriani Jurusan Mateatika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Graf Graf G= (V G,E G ) adalah suatu siste yang terdiri dari hipunan berhingga tak kosong V G dari objek yang dinaakan titik (ertex) dan hipunan E G, pasangan tak berurut dari

Lebih terperinci

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga Departent of Matheatics FMIPA UNS Lecture 3: Relation C A. Universal, Epty, and Equality Relations Diberikan sebarang hipunan A. Maka A A dan erupakan subset dari A A dan berturut-turut disebut relasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

MATHunesa (Volume 3 No 3) 2014

MATHunesa (Volume 3 No 3) 2014 MATHunesa (Volue 3 No 3) 014 KODE SSRS (SUBSPACE SUBCODES OF REED-SOLOMON) Afifatus Sholihah Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan Ala Universitas Negeri Surabaya e-ail: afif165@yail.co

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938

Lebih terperinci

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA J. J. Siang BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA Intisari Dala tulisan ini dipaparkan engenai sejarah peneuan bilangan pria, pengujian bilangan pria besar, serta salah satu aplikasinya dala kriptografi

Lebih terperinci

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real. 0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa

Lebih terperinci

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8.

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8. BAB III BAHASAN KONSTRUKSI GF( ) Untuk engonstruksi GF( ) dala penelitian ini dapat dilakukan dengan engacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 28 Karena adalah bilangan pria, aka berdasarkan

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN POSTEST PEMBINAAN GURU OLIMPIADE MADRASAH ALIYAH (MA) NARASUMBER: DODDY FERYANTO

SOAL DAN PEMBAHASAN POSTEST PEMBINAAN GURU OLIMPIADE MADRASAH ALIYAH (MA) NARASUMBER: DODDY FERYANTO SOAL DAN PEMBAHASAN POSTEST PEMBINAAN GURU OLIMPIADE MADRASAH ALIYAH (MA) NARASUMBER: DODDY FERYANTO 31 Juli-1 Agustus 2016 KAMPUS PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN POSTTEST PEMBINAAN GURU

Lebih terperinci

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

Bilangan Kromatik Lokasi n Amalgamasi Bintang yang dihubungkan oleh suatu Lintasan

Bilangan Kromatik Lokasi n Amalgamasi Bintang yang dihubungkan oleh suatu Lintasan Jurnal Mateatika Integratif. Vol. 13, No. 2 (2017), pp. 115 121. p-issn:1412-6184, e-issn:2549-903 doi:10.24198/ji.v13.n2.11891.151-121 Bilangan Kroatik Lokasi n Aalgaasi Bintang yang dihubungkan oleh

Lebih terperinci

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI Laila Istiani R. Heri Soelistyo Utoo 2, 2 Progra Studi Mateatika Jurusan Mateatika FMIPA

Lebih terperinci

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah Konferensi Nasional Siste & Inforatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penerapan Metode Sipleks Untuk Optialisasi Produksi Pada UKM Gerabah Ni Luh Gede Pivin Suwirayanti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART Prosiding Seinar Nasional Ilu Koputer dan Teknologi Inforasi Vol., No., Septeber 07 e-issn 540-790 dan p-issn 54-66X SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM 4.1. Generator Bilangan Rando dan Fungsi Distribusi Pada siulasi seringkali dibutuhkan bilangan-bilangan yang ewakili keadaan siste yang disiulasikan. Biasanya, kegiatan

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan

Lebih terperinci

KETERBAGIAN TAK HINGGA DISTRIBUSI LOG-GAMMA DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUKTIAN RUMUS PERKALIAN GAUSS DAN RUMUS LEGENDRE

KETERBAGIAN TAK HINGGA DISTRIBUSI LOG-GAMMA DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUKTIAN RUMUS PERKALIAN GAUSS DAN RUMUS LEGENDRE Jurnal Mateatika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 28 33 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KETERBAGIAN TAK HINGGA DISTRIBUSI LOG-GAMMA DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUKTIAN RUMUS PERKALIAN GAUSS DAN RUMUS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

PEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIVAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS

PEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIVAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS Seinar Nasional Teknologi Inforasi dan Kounikasi 01 (SENTIKA 01 ISSN: 089-981 Yogyakarta, 8 Maret 01 PEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS Sauel Manurung 1 1Progra Studi Teknik

Lebih terperinci

PERCOBAAN III Komunikasi Data Pengukuran Komunikasi Serial

PERCOBAAN III Komunikasi Data Pengukuran Komunikasi Serial PERCOBAAN III Kounikasi Data Pengukuran Kounikasi Serial 1. TUJUAN 1. Mapu enghubungkan 2 PC untuk dapat berkounikasi lewat port serial RS232 2. Mengetahui siste pengkabelan untuk enghubungkan 2 PC lewat

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

MAKALAH SISTEM BASIS DATA MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA

Lebih terperinci

PENGARUH DISTRIBUSI PEMBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SUM BEAMFORMING

PENGARUH DISTRIBUSI PEMBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SUM BEAMFORMING INDEPT, Vol., No., Juni 0 ISSN 087 945 PENGARUH DISTRIBUSI PEBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SU BEAFORING Ananto E. Prasetiadi Dosen Tetap Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR JAHARUDDIN Departeen Mateatika, Fakultas Mateatika dan Iu Pengetahuan Ala, Institut Pertanian Bogor Jln. Meranti, Kapus IPB Draaga, Bogor 1668,

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) Siti Munawaroh, S.Ko Abstrak: Koperasi Aanah Sejahtera erupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK -LEVEL Model hirarki -level erupakan odel statistik ang digunakan untuk enganalisis data ang bersarang, atau data ang epunai struktur hirarki -level.

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia APLIKASI KENDALI ADAPTIF PADA SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR CAIRAN DENGAN TIPOLOGI KENDALI MODEL REFERENCE ADAPTIVE CONTROLLER (MRAC) Ferry Rusawan, Iwan Setiawan, ST. MT., Wahyudi, ST. MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI

METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI 341293 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA DEPOK 29 METODE METODE PENGUJIAN UNTUK

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 85 91 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS FERDY NOVRI

Lebih terperinci

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN

2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Bulletin of Matheatics Vol. 03 No. 0 (20) pp. 39 48. 2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Mardiningsih Saib Suwilo dan Indra Syahputra Abstract. Let D asyetric two-coloured-digraph

Lebih terperinci

PERANCANGAN LOWONGAN KERJA ONLINE BERBASIS WEB PADA PT ANH

PERANCANGAN LOWONGAN KERJA ONLINE BERBASIS WEB PADA PT ANH Perancangan Online Berbasis Web Pada PT ANH PERANCANGAN LOWONGAN KERJA ONLINE BERBASIS WEB PADA PT ANH Akhsani Taqwiy ), Novan Wijaya 2) Koputerisasi Akuntansi, STMIK GI MDP eail: akhsani.taqwiy@dp.ac.id

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

Algoritma Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan

Algoritma Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan Algorita Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan Puanta Della Maharani Riyadi - 13507135 Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no. 10, Bandung If17135@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (F-AHP) (Studi Kasus : SMA Brawijaya Smart School)

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (F-AHP) (Studi Kasus : SMA Brawijaya Smart School) Jurnal Pengebangan Teknologi Inforasi dan Ilu Koputer e-issn: 2548-964X Vol. 2, No. 5, Mei 2018, hl. 2095-2101 http://j-ptiik.ub.ac.id Siste Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PANORAMIC IMAGE MOSAIC DENGAN METODE 8 PARAMETER PERSPECTIVE TRANSFORMATION

IMPLEMENTASI PANORAMIC IMAGE MOSAIC DENGAN METODE 8 PARAMETER PERSPECTIVE TRANSFORMATION IMPLEMENTSI PNORMIC IMGE MOSIC DENGN METODE 8 PRMETER PERSPECTIVE TRNSFORMTION Rud dipranata, Hendra Litoo, Cherr G. Ballangan Teknik Inforatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

Seminar Proyek Akhir ke-2 PENS-ITS Surabaya, Juli 2011

Seminar Proyek Akhir ke-2 PENS-ITS Surabaya, Juli 2011 Seinar Proyek Akhir ke-2 PENS-ITS Surabaya, 19-22 Juli 2011 UNIT SENTRAL DATA SEBAGAI MEDIA PENGONTROL PERALATAN LISTRIK BERBASIS ATMEGA8515 DAN POWER LINE CARRIER Ferry Trivianto ferry@student.eepis-its.edu

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

Model Produksi dan Distribusi Energi

Model Produksi dan Distribusi Energi Model Produksi dan Distribusi Energi Yayat Priyatna Jurusan Mateatika FMIPA UNPAD Jl. Raya Jatinangor Bdg Sd K 11 E ail : yatpriyatna@yahoo.co Abstrak Salah satu tujuan utaa proses produksi dan distribusi

Lebih terperinci

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER 6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER Dala intererensi, diraksi, terjadi superposisi dua buah gelobang bahkan lebih. Seringkali superposisi terjadi antara gelobang yang eiliki aplitudo, panjang gelobang

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci

PEMODELAN INFLASI BERDASARKAN HARGA-HARGA PANGAN MENGGUNAKAN SPLINE MULTIVARIABEL. Abstract

PEMODELAN INFLASI BERDASARKAN HARGA-HARGA PANGAN MENGGUNAKAN SPLINE MULTIVARIABEL. Abstract Peodelan Inflasi (Alan Prahutaa) PEMODELAN INFLASI BERDASARKAN HARGA-HARGA PANGAN MENGGUNAKAN SPLINE MULTIVARIABEL Alan Prahutaa 1, Tiani Wahyu U, Rezzy Eko C 3, Dede Zurohtuliyosi 3 1 Dosen Jurusan Statistika

Lebih terperinci

Implementasi Sistem Keamanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosystem

Implementasi Sistem Keamanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosystem Ipleentasi Siste Keaanan Data dengan Menggunakan Teknik Steganografi End of File (EOF) dan Rabin Public Key Cryptosyste Henny Wandani 1, Muhaad Andri Budian, S.T, M.Cop.Sc, MEM 2, Aer Sharif. S.Si, M.Ko

Lebih terperinci

ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK. Nur Salam 1

ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK. Nur Salam 1 ISN: 978-60-4387-0- ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK Nur Sala Universitas Labung Mangkurat (UNLAM Abstract The seiparaetric regression odel in atri for is where X

Lebih terperinci

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Buku 3 ini erupakan seri buku pedoan yang disusun dala rangka Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (VIMK13) Buku ini euat pedoan bagi

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X DEPARTEMEN MATEMATIKA F MIPA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISSN : 1412-677X Journal of Matheatics and Its Applications J M A Jurnal Mateatika dan Aplikasinya Volue 7, No. 1 Juli 28 Alaat Redaksi : Departeen

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT

PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT SHORT-RUN F DENGAN V DARMANTO NRP 131 01 07 DOSEN PEMBIMBING Dr. Muhaad Mashuri, MT. PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

Solusi Treefy Tryout OSK 2018 Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika

Lebih terperinci

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU Salah satu langkah yang paling penting dala ebangun suatu odel runtun waktu adalah dari diagnosisnya dengan elakukan peeriksaan apakah

Lebih terperinci

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA Zuhnia Lega 1, Agusni, Supriadi Putra 1 Mahasiswa Progra Studi S1 Mateatika Laboratoriu Mateatika

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA PONTIANAK BERBASIS WEB

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA PONTIANAK BERBASIS WEB PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA PONTIANAK BERBASIS WEB Aey Indah Pratiwi Progra Studi Teknik Inforatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk encaai tujuan enelitian, dierlukan beberaa engertian dan teori yang relevan dengan ebahasan. Dala bab ini akan diberikan beberaa teori berua definisi, teorea, auun lea yang

Lebih terperinci

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA Elvi Syahriah 1, Khozin Mu taar 2 1,2 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

DESAIN KONTROL PATH FOLLOWING QUADCOPTER DENGAN ALGORITMA LINE OF SIGHT

DESAIN KONTROL PATH FOLLOWING QUADCOPTER DENGAN ALGORITMA LINE OF SIGHT Seinar Nasional Inoasi Dan Aplikasi eknologi Di Industri 27 ISSN 285-428 IN Malang 4 Pebruari 27 DESAIN KONROL PAH FOLLOWING QADCOPER DENGAN ALGORIMA LINE OF SIGH Anggara risna Nugraha urusan eknik Elektro

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PERJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP (Didik Wahyudi) PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN

Lebih terperinci

Pedoman Pemeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan

Pedoman Pemeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan Pedoan Peeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan i ii Pedoan Pengawas/ Peeriksa VIMK14 Triwulanan DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN INTERNET SERVICE PROVIDER MENERAPKAN METODE ELIMINATION AND CHOICE TRANSLATION REALITY (ELECTRE)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN INTERNET SERVICE PROVIDER MENERAPKAN METODE ELIMINATION AND CHOICE TRANSLATION REALITY (ELECTRE) KOMIK (Konferensi Nasional Teknologi Inforasi dan Koputer) Volue I, Noor, Oktober 27 ISSN 259765 (edia online) ISSN 25976 (edia cetak) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN INTERNET SERVICE PROVIDER MENERAPKAN

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Penjadwalan Penjadwalan adalah kegiatan pengalokasian suber-suber atau esin-esin yang ada untuk enjalankan sekupulan tugas dala jangka waktu tertentu. (Baker,1974).

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELimination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELimination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELiination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE) Linda Marlinda Jurusan Teknik Koputer, AMIK Bina Sarana Inforatika Jl.RS

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SBMPTN/SNMPTN 2008

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SBMPTN/SNMPTN 2008 Soal-Soal dan Pebahasan Mateatika IPA SBMPTN/SNMPTN 008. Diketahui fungsi-fungsi f dan g dengan f(x) g(x) x - x untuk setiap bilangan real x. Jika g(), f ' () f(), dan g ' () f(), aka g ' () A. C. 0 E.

Lebih terperinci

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR Kiki Reski Ananda 1 Khozin Mu taar 2 12 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA ASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU ASA Maulana Ardiansyah, Teguh Yuwono, Dedet Candra Riawan Jurusan Teknik Elektro TI - ITS Abstrak Generator induksi

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

ISBN:

ISBN: POSIDING SEMINA NASIONAL P e n e l i t i a n, P e n d i d i k a n, d a n P e n e r a p a n M I P A Tanggal 18 Mei 2013, FMIPA UNIVESITAS NEGEI YOGYAKATA ISBN: 978 979-96880 7-1 Bidang: Mateatika dan Pendidikan

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci