METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI"

Transkripsi

1 METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA DEPOK 29

2 METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk eperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: INTAN PERMATA SARI DEPOK 29

3 SKRIPSI : METODE-METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA NAMA : INTAN PERMATA SARI NPM : SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI DEPOK, 16 DESEMBER 29 DRA. SASKYA MARY, M.Si PEMBIMBING I DRA. SITI NURROHMAH, M.Si PEMBIMBING II Tanggal lulus Ujian Sidang Sarjana : 21 Deseber 29 Penguji I : Dra. Saskya Mary, M.Si Penguji II : Dra. Rianti Setiadi, M.Si Penguji III : Dra. Yaha Wisnani, M.Ko

4 KATA PENGANTAR Alhadulillahi rabbil aalaiin. Segala puji dan syukur hanya kepada ALLAH SWT, yang telah eberikan banyak cobaan serta elipahkan rahat dan karunia-nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, walaupun dengan tertatih-tatih. Shalawat dan sala penulis sapaikan kepada suri tauladan kita, anusia biasa dengan akhlak luar biasa, Rasulullah SAW, dengan seangat dan perjuangan beliaulah yang ebuat penulis bisa bertahan hingga detik ini. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bibingan, dorongan, dan doa yang tulus dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesepatan ini, penulis ingin enyapaikan ucapan teria kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu tercinta, yang selaa ini tak pernah berhenti untuk selalu endukung dan endoakan penulis, seoga lekas sebuh dan tetap kuat enjalani pengobatan keoterapi & sinarnya. Bapak tercinta, yang selaa ini tak pernah engeluh dan terus bekerja keras walaupun cobaan selalu enghapiri keluarga kai. Dan adik tersayang, seoga bisa segera enyelesaikan kuliahnya. Ya ALLAH., berilah kekuatan dan kesabaran kepada kai agar selalu tetap istiqoah di jalan-mu 2. Ibu Saskya Mary selaku Pebibing 1 penulis yang telah eluangkan waktunya untuk eberikan bibingan, saran, pengarahan dan keudahan lainnya dengan sangat sabar sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5 3. Ibu Siti Nurrohah selaku Pebibing 2, yang juga telah eluangkan waktu disela kesibukkan. Teria kasih banyak atas saran dan pengarahan yang ibu berikan selaa penulisan skripsi ini. 4. Lek husni yang sudah bersedia einjakan laptop, ebantu eperbaiki koputer dan sala sayang, adik kecilku dengan celotehannya bisa enghiburku di sela-sela kepenatan. 5. Mbah kakung, Mbah Putri, Pak De, Bu De, Pak Lek, Bu Lek, saudarasaudara sepupu dan seluruh keluarga besar penulis yang banyak eberikan dukungan dan doa. 6. Ibu Siti Ainah dan Ibu Yekti Widyaningsih selaku pebibing akadeis yang telah eberikan nasihat dan bibingannya. 7. Seluruh dosen Departeen Mateatika atas segala ilu yang penulis peroleh selaa enjadi ahasiswa Mateatika UI 8. Seluruh karyawan Departeen Mateatika yang telah banyak eberikan bantuannya. 9. Avi, Desti, Nura, Mia, Rani, Raisa, Miranti, Nabung, Tean-tean seperjuangan penulis yang saa-saa berjuang untuk enyelesaikan skripsi pada seester ini. Sebentar lagi kita bebas... ALLAHU AKBAR!!!! 1. Spina dan Leli, tetap seangat ya... Allah pasti punya rencana yang indah untuk kalian 11. Lisa, Nola, Dina, Ias, Iif, atas support, bantuan dan doanya yang selalu enyepatkan diri bertanya kepada penulis: How are you?

6 12. Tean-tean angkatan 24, atas persahabatan kita selaa ini, dukungan, bantuan, support dan doa, seoga silaturahi kita terus terjalin. 13. Tean-tean angkatan 21, 22, 23, 25, 26, Tean-tean Liqo, beladiri Thifan, tahsin Utsani, renang GTA, aluni SMUN 14, yang telah engisi hari-hari penulis, berbagi ilu, sharing dan pengalaan hidup. 15. Adik-adik binaan Mateatika UI 26, SMUN 14 angk28, SMUN 14 kelas XI, adik-adik urid privat dan bibel yang telah eberikan inspirasi kepada penulis untuk terus berseangat. 16. Abu Bakar, Uar, Mush ab, Lintang, Ikal, Arai, Delisa, Jangge, Deokan, Hwarang Ki Yu Shin, Conan, Harry Potter, Kobe Bryant, Tung Fang Xiang, Kick Andy, Ustadz, Ustadzah, dr.walta, dr.hilan, suster Maya, suster Maria, pasien di RS Dharais, tokoh-tokoh dan orang-orang yang telah enginspirasikan penulis untuk terus berjuang eraih ipi-ipi, selalu optiis, dan tak kan pernah enyerah. 17. Seua pihak yang telah ebantu penulis dengan dukungan dan doanya. Seoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang engkajinya, serta dapat dikebangkan dan disepurnakan agar lebih beranfaat untuk kepentingan orang banyak. Penulis 29

7 ABSTRAK Dala pengujian hipotesis berganda, dilakukan pengujian lebih dari satu hipotesis, yang diuji pada satu waktu secara siultan. Apabila asingasing pengujian dala suatu faily hipotesis epunyai probabilitas elakukan kesalahan tipe 1, aka secara keseluruhan pada pengujian hipotesis berganda akan terjadi penggandaan probabilitas kesalahan tipe 1. Probabilitas elakukan kesalahan tipe1 pada pengujian hipotesis berganda akan seakin ebesar seiring dengan eningkatnya julah pengujian. Untuk engatasi hal itu, ada beberapa cara untuk engukur kesalahan tipe1 dala faily hipotesis diantaranya Faily Wise Error Rate (FWER), False Discovery Rate (FDR), dan positif False Discovery Rate (pfdr). Untuk engontrol kesalahan tersebut, diperlukan suatu etode sedeikian sehingga probabilitas kesalahan tipe 1 keseluruhan α. Pada tugas akhir ini, akan dibahas etode - etode pengujian untuk hipotesis berganda yaitu etode Bonferroni yang erupakan salah satu etode untuk FWER, etode Benjain-Hochberg untuk FDR yang eperbaiki Metode Bonferroni dan etode Storey untuk pfdr yang eperbaiki Metode Benjain-Hochberg. Kata kunci : faily hipotesis, kesalahan tipe 1, pengujian hipotesis berganda ix + 65 hl.; lap Bibliografi: 7 ( )

8 DAFTAR ISI Halaan KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... i iv v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peruusan Masalah Tujuan Penulisan Pebatasan Masalah Sisteatika Penulisan... 3 BAB II LANDASAN TEORI Variabel Rando Ekspektasi Ekspektasi Bersyarat Sapel Rando Distribusi Statistik Terurut Huku De Morgan Teorea Bayes... 14

9 2.6.1 Probabilitas dan Partisi Teorea Bayes Pengujian Hipotesis Hipotesis Statistik Statistik Uji Aturan Keputusan Pengujian Hipotesis Tunggal BAB III METODE-METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA Pengertian Pengujian Hipotesis Berganda Faily Wise Error Rate (FWER) Metode Bonferroni False Discovery Rate (FDR) Perbandingan Antara FWER dan FDR Metode Benjain dan Hochberg Positif False Discovery Rate (pfdr) Perbandingan Antara FDR dan pfdr Metode Storey Intrepretasi Bayesian dari pfdr Menaksir pfdr q-value BAB IV APLIKASI PENGUJIAN HIPOTESIS BERGANDA PADA DATA DNA MICROARRAY EKSPERIMENT... 49

10 4.1 Latar Belakang Masalah Perasalahan Suber Data Analisis Data BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesipulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 58

11 DAFTAR TABEL Halaan Tabel 2.1 Probabilitas kejadian dari pengujian tunggal 22 Tabel 3.1 Nilai FWER. 27 Tabel 3.2 Kejadian-kejadian dala pengujian.. 3

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaan LAMPIRAN 1 Output Multivariate Test 59 LAMPIRAN 2 Output Tests of Between-Subjects Effects 6 LAMPIRAN 3 Nilai p-value dan q-value.. 63

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengujian erupakan salah satu bagian yang penting dala statistika inferensi. Statistika inferensi adalah etode-etode analisis terhadap sapel untuk endapatkan pendugaan atau penarikan kesipulan tentang keseluruhan inforasi dala populasi. Pengujian dilakukan terhadap paraeter populasi dala bentuk hipotesis statistik, yaitu hipotesis null dan hipotesis alternatif. Pengujian hipotesis adalah suatu aturan yang engacu pada keputusan eneria atau enolak hipotesis statistik yang diuji. Keputusan enolak atau tidak enolak hipotesis biasanya dilakukan terhadap hipotesis null. Dala pengujian hipotesis, terdapat dua jenis kesalahan yang ungkin terjadi. Kesalahan tipe 1 terjadi apabila hipotesis null ditolak ketika hipotesis ini benar. Kesalahan tipe 2 terjadi apabila hipotesis null tidak ditolak ketika hipotesis ini salah. Adakalanya dijupai asalah yang eerlukan pengujian lebih dari satu hipotesis pada satu waktu yang dilakukan secara siultan. Pengujian tersebut dinaakan pengujian hipotesis berganda. Sebagai contoh, Misal akan diuji beda ean diantara 5 populasi, aka akan dilakukan sebanyak 5 C 2 pengujian beda ean antar populasi. Jika tingkat signifikansi untuk

14 setiap pengujian α, aka dala pengujian tersebut telah dilakukan kesalahan sebesar 5 C2α. Kesalahan tipe 1 akan eningkat seiring dengan eningkatnya julah pengujian. Bagaiana halnya dengan asalah biologi? Untuk enguji perbedaan ekspresi gen, akan elibatkan banyak sekali pengujian hingga berjulah ratusan atau ribuan. Hal ini engakibatkan eningkatnya besar kesalahan tipe 1. Untuk engatasi hal itu diperlukan suatu cara untuk engukur kesalahan tipe 1 secara keseluruhan. Ada beberapa cara untuk engukur kesalahan tipe 1 secara keseluruhan pada pengujian hipotesis berganda antara lain Faily Wise Error Rate (FWER), False Discovery Rate (FDR), dan positif False Discovery Rate (pfdr). Ketiganya eiliki etode pengujian yang berbeda. Metode pengujian untuk hipotesis berganda adalah Metode Bonferroni yang erupakan salah satu etode untuk FWER, etode Benjain- Hochberg untuk FDR, dan etode Storey untuk pfdr. Dala tugas akhir ini, akan dibahas cara engukur kesalahan tipe 1 secara keseluruhan pada pengujian hipotesis berganda disertai penjelasan tentang ketiga etode pengujian untuk hipotesis berganda 1.2 PERUMUSAN MASALAH Peruusan asalah pada tugas akhir ini adalah bagaiana enguji hipotesis berganda

15 1.3 TUJUAN Tujuan dari penulisan adalah ebahas etode-etode pengujian untuk hipotesis berganda 1.4 PEMBATASAN MASALAH Pada tugas akhir ini, pebatasan asalahnya adalah : 1. Statistik uji untuk setiap pengujian hipotesis adalah bersifat independen. 2. π yang enyatakan proporsi H benar di antara seua pengujian yang terkait dengan etode Storey, diasusikan diketahui. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan tugas akhir yang erupakan hasil studi pustaka ini, dibagi enjadi lia bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan Mebahas tentang latar belakang asalah, peruusan asalah, tujuan penulisan, pebatasan asalah, dan sisteatika penulisan. Bab II : Landasan Teori Mebahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan dala penulisan skripsi, yaitu variabel rando, ekspektasi, ekspektasi bersyarat, sapel

16 rando, distribusi statistik terurut, huku De Morgan, teorea Bayes, pengujian hipotesis, pengujian hipotesis tunggal. Bab III Bab IV Bab V : Mebahas pengujian hipotesis berganda : Aplikasi dari etode-etode pengujian untuk hipotesis berganda : Kesipulan dan saran untuk tugas akhir ini.

17 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori-teori yang endukung etodeetode pengujian untuk hipotesis berganda, antara lain variabel rando, ekspektasi, sapel rando, distribusi statistik terurut, hoku de Morgan, teorea Bayes, pengujian hipotesis, dan pengujian hipotesis tunggal. 2.1 VARIABEL RANDOM Misalkan dilakukan percobaan rando dengan ruang sapel C. Sebuah ruang sapel C ungkin enggabarkan eleen dari C yang bukan angka. Misalnya dapat dilihat dala percobaan rando peleparan sebuah ata uang, ruang sapel yang berkaitan dengan percobaan tersebut adalah C {c c adalah uka atau c adalah belakang}. Misalkan X adalah sebuah fungsi sedeikian sehingga X ( c) jika c adalah uka dan X ( ) c 1 jika c adalah belakang. Fungsi X adalah variabel rando. Definisi 1 Misalkan suatu percobaan rando dengan ruang sapel C. Suatu fungsi X, yang eetakan setiap eleent c C ke satu dan hanya satu

18 bilangan real x A sedeikian sehingga X ( c) x, disebut variabel rando. Doain dari X adalah C dan range dari X adalah A { x X ( ) X ( c) c x,c C }. C C terjadi jika dan hanya jika A A terjadi, diana C {c c C, A}, sehingga probabilitas kejadian A saa dengan probabilitas bahwa hasil suatu percobaan berada di C atau aka Pr{ X A} P(C), P(C) adalah probabilitas kejadian C terjadi dan P adalah fungsi hipunan probabilitas. Ada dua jenis variabel rando yaitu variabel rando diskrit dan variabel rando kontinu. Definisi 2 Misalkan X adalah variabel rando dengan ruang hasil A. Misalkan A erupakan suatu hipunan yang berisi titik-titik berhingga atau dapat dikorespondensikan satu-satu dengan bilangan bulat positif. A dengan sifat seperti ini disebut hipunan diskrit. Misalkan f suatu fungsi sedeikian sehingga : 1. f ( x) >, x A 2. f ( x ) 1 A 3. P(A) Pr( X A) f ( x) A Maka X disebut variabel rando diskrit dan f ( x ) disebut fungsi kepadatan dari X atau (Probability Density Function) yang selanjutnya disingkat p.d.f.

19 Definisi 3 Misalkan X adalah variabel rando dengan ruang hasil A, A R dan f adalah suatu fungsi pada bilangan riil. Jika : 1. f ( x) >, x A 2. f ( x) dx 1 A 3. A A berlaku P(A) Pr( X A) f ( ) A x dx dipenuhi, aka X disebut variabel rando kontinu dan f ( x ) disebut fungsi kepadatan dari X atau (Probability Density Function) yang selanjutnya disingkat p.d.f Misalkan variabel rando X eiliki probabilitas P(A), A R. Abil suatu bilangan riil x dan anggap hipunan A adalah hipunan tak terbatas dari sapai x, titik x terasuk dala hipunan tersebut. Untuk setiap hipunan berlaku P(A) Pr{ X A } Pr{ X x}. F ( x) Pr{ X x}, fungsi F ( x ) disebut fungsi distribusi atau fungsi distribusi kuulatif dari variabel rando X. Karena F ( x) Pr{ X x}, aka dengan enggunakan p.d.f untuk f ( x ), fungsi distribusi dari X dapat dinyatakan dengan F ( x) f ( w) x variable rando diskrit dan ( ) ( ) w x F x f w dw untuk variabel rando kontinu.

20 2.2 EKSPEKTASI Misalkan X suatu variabel rando dengan p.d.f f ( x ), jika X adalah variabel rando diskrit dan x f ( x) ( ) ( ) x konvergen aka ekspektasi dari X : x E X x f x. Jika X adalah variabel rando kontinu dan x f ( x) dx konvergen aka ekspektasi dari X : ( ) ( ) E X x f x dx Ekspektasi Bersyarat Jika X dan Y adalah variabel rando diskrit, dengan p.d.f bersaa f ( x, y ) dan p.d.f arjinal f ( x ) dan f ( ) X diberikan Y y, didefinisikan oleh : X Y { } { } P X x, Y y f x, y f X Y ( x y) P{ X x Y y} P Y y f y atau fy ( y ) >. Ekspektasi bersyarat dari X diberikan Y adalah x x { } E X Y y xp X x Y y xf X Y ( x y) Akan ditunjukkan bahwa : E E X Y E [ X ] y, aka probabilitas bersyarat dari ( ), diana P{ Y y} > ( ) Y y dari p.d.f bersyarat di atas

21 y y y x y x x x y { } E E X Y E X Y y P Y y { } { } xp X x Y y P Y y {, } P{ Y y} {, } P X x Y y x P Y y xp X x Y y {, } x P X x Y y { } xp X x x [ ] E X { } Jika X dan Y adalah variabel rando kontinu, dengan p.d.f bersaa f ( x, y ) dan pdf arjinal f ( x) dan f ( ) X Y y, aka probabilitas bersyarat dari X diberikan Y y didefinisikan oleh : f ( x y) X Y f ( x, y) f ( y), diana ( ) Y Y f y >. Ekspektasi bersyarat dari X diberikan Y E X Y y xf X Y ( x y) dx Akan ditunjukkan bahwa : E E X Y E[ X ] X Y ( ) E E X Y E X Y y fy y dy ( ) Y ( ) ( x, y) ( y) Y (, ) xf x y f y dxdy f x fy ( y) dxdy f xf x y dxdy y dari pdf bersyarat di atas adalah

22 X [ ] (, ) x f x y dydx xf E X ( ) x dx 2.3 SAMPEL RANDOM Misalkan X1, X 2,..., X n enotasikan n buah variabel rando yang saling bebas dan asing-asing epunyai p.d.f yang saa yaitu f ( x ), artinya p.d.f dari X1, X 2,..., X n asing-asing adalah ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) f x f x, f x f x,..., fn xn f xn, sehingga p.d.f bersaa dari X X X adalah f ( x, x,..., x ) f ( x ) f ( x )... f ( x ) 1, 2,..., n X, X,..., X n 1 2 n 1 2 n, aka 1 2 disebut sapel rando dari distribusi dengan p.d.f f ( x ). Artinya observasiobservasi dari sapel rando independen dan epunyai distribusi yang saa, sering dinotasikan dengan i.i.d (independent and identically distributed). 2.4 DISTRIBUSI STATISTIK TERURUT Misalkan X1, X 2,..., X n adalah saple rando dari distribusi tipe kontinu dengan p.d.f f ( x ) yang bernilai positif pada interval a < x < b.

23 Keudian, isalkan Y 1 adalah yang terkecil dari X i, Y2 adalah yang terkecil berikutnya dari X i,, Yn adalah yang terbesar dari X i. Sehingga diperoleh Y1 < Y2 <... < Yn. Maka Yi ; i 1,2,..., n disebut statistik terurut ke-i dari saple rando X1, X 2,..., X n, dan p.d.f bersaa dari Y 1, Y 2,..., Yn adalah : ( ) ( ) ( ) ( ) g y, y,..., y ( n!) f y f y... f y, a < y <... < y < b 1 2 n 1 2 n 1 n, yang lainnya Untuk a < yn < b, p.d.f arginal dari Y n adalah : yn y4 y3 y2 ( ) ( ) ( ) ( ) g y... ( n!) f y f y... f y dy dy dy... dy n n 1 2 n n 1 a a a a yn y4 y3 y2 n!... f ( y ) dy f ( y )... f ( y ) dy dy... dy a a a a yn y4 y3 ( ) ( ) ( ) ( ) n 2 3 n 1 n!... F y f y... f y dy dy... dy a a a yn n!... a y4 a y3 a F y 2 2 n 2 3 n 1 2 ( ) f ( y ) dy... f ( y ) dy... dy 2 2 n 3 n 1 y 2 n y4 F y3 n!... f ( y ) dy f ( y ) dy... dy 2 a a 3 3 n 4 n 1 Catatan: Perhatikan ( ) ( ) F y f y dy ( ) ( ) '( ) ( ) ( ) ( ) u F y dv f y dy du F y dy v f y dy du f y dy v F y 2 2 2

24 2 2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) F y f y dy F y F y f y dy ( ) ( ) ( ) F y2 f y2 dy2 F y2 ( ) ( ) F y f y dy ( ) F y Dengan cara yang saa, F ( y ) f ( y ) dy F ( y ) α 1 Secara uu : ( ) ( ) x a dan ( ) F x F w f w dw, α > α ( ) g y n f y dy f y dy dy y 2 n y4 F y3 n ( n )!... ( 3 ) 3 ( n ) 4... n 1 2 a a Dan seterusnya sehingga diperoleh ( n ) ( n ) n 1 F y n 1 gnyn n! f ( yn ) n F ( yn ) f ( yn ), a < yn < b 1!, yang lain α 2.5 HUKUM DE MORGAN Misal S adalah ruang saple dari suatu eksperien dan A1, A2,..., A k adalah peristiwa-peristiwa di dala S sedangkan A c 1, A c 2,..., A c adalah kopleen dari peristiwa-peristiwa di dala S sedeikian sehingga A, A,..., A k tidak saling asing. Akan ditunjukkan, Huku De Morgan yang 1 2 pertaa, yaitu : ( ) c c c c A A A A A A

25 c Akan dibuktikan bahwa : Jika ( ) ( c c c ) x A A A : x A1 A2... A aka c Misalkan ( ) berarti x ( A A A ) x A1 A2... A , Hal ini berarti bahwa x tidak terdapat pada salah satu A ; i 1, 2,...,. Oleh c karena itu, x A ; i 1,2,..., i sehingga x ( A c c 1 A2... A c ) Akan dibuktikan bahwa : Jika x ( A c 1 A c 2... A c ) ( ) x A1 A2... A : Misalkan x ( A c 1 A c 2... A c ) x A ; i 1, 2,..., i c aka c berarti x A ; i 1,2,..., dan. Oleh karena itu, x ( A A A ) ( ) x A1 A2... A. x A1 A2... A Karena ( ) c i i sehingga c jika dan hanya jika x ( A c 1 A c 2... A c ) c c c c aka ( ) A A A A A A., Selanjutnya, akan ditunjukkan Huku De Morgan yang kedua : ( ) c c c c A A A A A A Bukti: Untuk ebuktikan hoku De Morgan kedua, gunakan hoku De Morgan yang pertaa untuk endapatkan : c c c c c c ( A1 A2 A ) ( A1 ) ( A2 ) ( A ) c c c c......,

26 karena ( A c ) c c c c c c c A, aka ( A1 ) ( A2 )... ( A ) A1 A2... A. c c c Jadi, A1 A2... A ( A1 A2... A ) c c c c Dan ( ) A A A A A A c 2.6 TEOREMA BAYES Probabilitas dan Partisi Misal S adalah ruang saple dari suatu eksperien dan A1, A2,..., A k adalah peristiwa-peristiwa di dala S yang ebentuk partisi di dala S sedeikian sehingga A1, A2,..., A k saling asing dan k Ai S. Jika k peristiwa i 1 A, A,..., A k ebentuk partisi di dala S dan isalkan B adalah sebarang 1 2 peristiwa di dala S, aka A1 B, A2 B,..., Ak B ebentuk partisi di dala B. Sehingga dapat kita tulis B ( A B) ( A B) ( A B) k Selanjutnya karena peristiwa-peristiwa di ruas kanan saling asing, aka k ( ) ( i ). Jika ( i ) P B P A B i 1 P A > untuk i1,2,,k aka k ( i ) ( i ) ( i ). Sehingga didapat P( B) P( Ai ) P( B Ai ). P A B P A P B A Sekarang akan diberikan teorea Bayes i 1

27 2.6.2 Teorea Bayes Misal peristiwa-peristiwa A1, A2,..., A k ebentuk partisi di dala P A > i k dan isalkan B ruag saple sedeikian sehingga ( ) ; 1, 2,..., sebarang peristiwa sedeikian sehingga P( B ) >. Maka untuk i1.2,,k, ( i ) P A B k j 1 ( i ) ( i ) P A P B A ( j ) ( j ) P A P B A Teorea Bayes eberikan aturan sederhana untuk enghitung probabilitas bersyarat peristiwa A i diberikan B terjadi, jika asing-asing probabilitas tak bersyarat A i dan probabilitas bersyarat B diberikan A i terjadi diketahui. i 2.7 PENGUJIAN HIPOTESIS Selain penaksiran paraeter, pengujian hipotesis erupakan salah satu bagian yang penting dala statistika inferensi. Statistika inferensi adalah etode-etode analisis terhadap sapel untuk endapatkan pendugaan atau penarikan kesipulan tentang keseluruhan inforasi dala populasi. Pengujian dilakukan terhadap paraeter populasi dala bentuk hipotesis statistik. Berikut ini adalah langkah-langkah dari pengujian : 1. Mebuat pernyataan hipotesis.

28 2. Statistik uji disesuaikan berdasarkan inforasi dari distribusi dan hipotesis dala pengujian. 3. Aturan keputusan dibuat berdasarkan sapel yang diabil dari populasi dengan enghitung nilai statistik uji untuk eutuskan apakah eneria atau enolak hipotesis. Untuk enjelaskan langkah-langkah di atas, berikut ini diterangkan beberapa konsep dala pengujian hipotesis Hipotesis Statistik Definisi Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan engenai satu atau lebih paraeter Definisi Pengujian hipotesis adalah suatu aturan yang engacu pada keputusan eneria atau enolak hipotesis statistik yang diuji, berdasarkan nilai yang diperoleh dari sapel. Untuk ebentuk sebuah pengujian statistika, biasanya beberapa inforasi pendukung telah diketahui terlebih dahulu. Berdasarkan infoasi pendukung tersebut, pernyataan yang telah diketahui dan pernyataan yang

29 akan diuji dirangku dala hipotesis statistik, yaitu hipotesis null dan hipotesis alternatif. Hipotesis null, biasanya disibolkan dengan H, enyatakan pernyataan yang telah diketahui sebelunya. Sedangkan hipotesis alternatif, biasa disibolkan dengan H 1, enyatakan pernyataan yang akan dicapai dala pengujian statistika. Sebagai contoh pengaruh penggunaan obat jenis baru. Hipotesis null adalah rata-rata laa waktu sebuh engkonsusi obat jenis baru saa dengan rata-rata laa waktu sebuh engkonsusi obat jenis laa. Maka dapat ditulis H : tidak terdapat perbedaan rata-rata laa waktu sebuh antara kedua obat. Sedangkan hipotesis alternatif adalah rata-rata laa waktu sebuh engkonsusi obat jenis baru lebih kecil daripada rata-rata laa waktu sebuh engkonsusi obat jenis laa. Maka dapat ditulis H 1 : terdapat perbedaan rata-rata laa waktu sebuh antara kedua obat. Pengujian hipotesis dilakukan bila ada dugaan yang berbeda dari pernyataan yang telah diketahui sebelunya. Oleh karena itu, pengujian hipotesis selalu dilakukan terhadap hipotesis null, sehingga kesipulan akhir yang diperoleh adalah enolak H atau tidak enolak H, bukan eneria H 1 atau enolak H 1. Jika disipulkan bahwa H tidak ditolak tidak berarti H adalah benar, hanya dapat disipulkan bahwa berdasarkan inforasi dari sapel tidak terdapat cukup bukti untuk enolak H. Penolakan H enyarankan bahwa hipotesis alternatif ungkin benar.

30 Apabila hipotesis enyatakan distribusi populasi secara jelas, aka hipotesis disebut hipotesis sederhana. Contoh hipotesis sederhana : H 1 : θ 75 H : θ > 75 Sedangkan jika distribusi populasi tidak dinyatakan secara jelas, aka hipotesis tersebut disebut hipotesis koposit. Contoh hipotesis koposit : H 1 : θ 75 H : θ > 75 Dala pengujian hipotesis, terdapat dua jenis kesalahan yang ungkin terjadi. Kesalahan tipe 1 terjadi apabila hipotesis null ditolak ketika hipotesis ini benar. Kesalahan tipe 2 terjadi apabila hipotesis null tidak ditolak ketika hipotesis ini salah. Sebagai contoh pengaruh penggunaan obat jenis baru terhadap ratarata laa waktu sebuh dibandingkan enggunakan obat yang telah ada. Hipotesis null, H : tidak terdapat perbedaan rata-rata laa waktu sebuh antara obat baru dengan obat yang telah ada. Hipotesis alternatif, H 1 : terdapat perbedaan rata-rata laa waktu sebuh antara obat baru dengan obat yang telah ada. Kesalahan tipe 1 terjadi apabila disipulkan bahwa rata-rata laa waktu sebuh obat jenis baru berbeda dari yang telah ada, padahal kenyataannya tidak deikian. Kesalahan tipe 2 uncul jika disipulkan bahwa rata-rata laa waktu sebuh obat jenis baru tidak berbeda dari yang telah ada, padahal kenyataannya berbeda.

31 2.7.2 Statistik Uji Statistik uji adalah statistik yang digunakan untuk ebantu ebuat kesipulan enolak atau eneria hipotesis (pernyataan) pada pengujian hipotesis. Peilihan statistik uji bergantung kepada inforasi distribusi dan hipotesis dala pengujian. Berikut adalah definisi-definisi yang dikenal dala pengujian hipotesis. Definisi Suatu ruang sapel dibagi enjadi dua daerah, yaitu daerah penolakan H dan daerah tidak enolak H. Selanjutnya daerah penolakan H disebut daerah kritis. Sesuai dengan aturan keputusan, jika nilai statistik uji jatuh pada daerah kritis, aka ebawa keputusan pada penolakan H. Sebaliknya, bila nilai statistik uji tidak jatuh pada daerah kritis atau berada pada daerah tidak enolak H, aka keputusannya adalah tidak enolak H. Definisi Nilai kritis untuk hipotesis adalah suatu nilai batas antara daerah kritis dan daerah tidak enolak H. Nilai kritis untuk setiap pengujian hipotesis bergantung kepada tingkat signifikansi pengujian hipotesis yang dipilih.

32 Definisi Power function dari suatu pengujian adalah suatu fungsi dari paraeter yang enghasilkan probabilitas bahwa titik sapel jatuh dala daerah kritis atau suatu fungsi yang enghasilkan probabilitas penolakan H. Nilai dari power function pada sebuah titik paraeter disebut power pengujian dari titik tersebut. Power dari pengujian hipotesis adalah probabilitas nilai sapel berada pada daerah kritis, yaitu probabilitas penolakan H. Definisi Tingkat signifikansi dari suatu pengujian hipotesis adalah probabilitas enolak H ketika H benar atau nilai aksiu power function dari suatu pengujian ketika H benar Definisi Nilai probabilitas (p-value) dari suatu pengujian hipotesis adalah probabilitas yang diperoleh dari nilai statistik uji, dihitung ketika H benar. Untuk eutuskan enolak atau tidak enolak H, nilai p-value dibandingkan terhadap nilai signifikansi. Jika nilai p-value kurang dari tingkat signifikansi, hipotesis null akan ditolak.

33 2.7.3 Aturan Keputusan Misalkan hipotesis statistik yang akan diuji telah didefinisikan, selanjutnya diperlukan suatu aturan untuk engabil tindakan enolak atau eneria hipotesis tersebut. Keputusan enolak hipotesis null dilakukan bila statistik uji berada di daerah kritis, sebaliknya bila statistik uji berada di daerah tidak enolak H aka tidak cukup alasan untuk enolak H. Bila statistik uji jatuh pada daerah kritis, sebenarnya yang terjadi adalah nilai p-value lebih kecil dari tingkat signifikansi yang dipilih. Sehingga cukuplah dilakukan tindakan enolak atau tidak enolak H hanya berdasarkan ebandingkan nilai p-value dengan tingkat signifikasi yang dipilih. Bila p-value lebih kecil daripada tingkat signifikansi, keputusan adalah enolak H. 2.8 PENGUJIAN HIPOTESIS TUNGGAL Misalkan ingin diuji sebuah hipotesis null H versus hipotesis alternatif H 1, Hipotesisnya adalah : H : θ θ H : θ θ 1 Diana : θ adalah suatu paraeter θ adalah suatu nilai dari paraeter yang dihipotesiskan.

34 Misalkan dilakukan pengujian dengan statistik uji T dan diberikan sebuah daerah kritis Γ, aka H ditolak ketika T Γ dan H tidak ditolak ketika T Γ. Kesalahan tipe 1 terjadi ketika T Γ padahal H benar dan kesalahan tipe 2 terjadi ketika T Γ padahal H salah. Berikut disajikan tabel probabilitas kejadian-kejadian dari suatu pengujian hipotesis tunggal: Tabel 2.1 : Probabilitas kejadian-kejadian dari pengujian tunggal H tidak ditolak H ditolak H benar 1-α α H salah β 1-β Diana : α adalah probabilitas enolak H ketika H benar (probabilitas elakukan kesalahan tipe1) β adalah probabilitas tidak enolak H ketika H salah (probabilitas elakukan kesalahan tipe2) 1-α adalah probabilitas tidak enolak H ketika H benar (keputusan benar) 1-β adalah probabilitas enolak H ketika H salah (keputusan benar) Peilihan daerah kritis terbaik, adalah eilih daerah kritis sedeikian sehingga probabilitas kesalahan tipe1 α, keudian diantara daerah kritis-daerah kritis ini, dipilihlah satu yang eininukan probabilitas

35 kesalahan tipe2 (β). Artinya, eilih daerah kritis yang eaksiukan power (1-β) dengan epertahankan probabilitas kesalahan tipe1 pada suatu level tertentu.

36 BAB III METODE-METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA 3.1 PENGERTIAN PENGUJIAN HIPOTESIS BERGANDA Pengujian hipotesis berganda adalah pengujian lebih dari satu hipotesis pada satu waktu yang dilakukan secara siultan. Misalkan dilakukan pengujian hipotesis identik, hipotesisnya adalah : H H : θ θ i : θ θ 1i Diana : H i adalah H untuk hipotesa ke i ; i1,2,..., H 1i adalah H 1 untuk hipotesa ke i ; i1,2,, θ adalah suatu paraeter θ adalah suatu nilai dari paraeter yang dihipotesiskan Kupulan hipotesis-hipotesis di atas, dinaakan faily hipotesis. Contohnya, seorang guru Sosiologi yang engajar di tiga SMA di Jakarta enerapkan dua etode pengajaran yang berbeda di setiap SMA yaitu etode pengajaran pasif dan etode pengajaran aktif. Ingin dilihat apakah ada perbedaan rata-rata nilai ulangan uu ata pelajaran Sosiologi diantara dua etode pengajaran untuk asing-asing SMA.

37 Hipotesisnya adalah H H : µ µ : µ µ , H H : µ µ, dan : µ µ H H : µ µ : µ µ Diana : µ 11 adalah rata-rata nilai ulangan uu SMA 1 etode pengajaran pasif. µ 12 adalah rata-rata nilai ulangan uu SMA 1 etode pengajaran aktif. µ 32 adalah rata-rata nilai ulangan uu SMA 3 etode pengajaran aktif. Pada pengujian hipotesis berganda, karena pengujian-pengujian dilakukan pada satu waktu secara siultan, aka akan terjadi penggandaan nilai probabilitas kesalahan tipe 1 (enolak H ketika H benar). Untuk engatasi hal itu diperlukan suatu cara untuk engukur kesalahan tipe 1 secara keseluruhan. Ada beberapa cara untuk engukur kesalahan tipe 1 secara keseluruhan pada pengujian hipotesis berganda antara lain Faily Wise Error Rate (FWER), False Discovery Rate (FDR), dan positif False Discovery Rate (pfdr). Ketiganya eiliki etode pengujian yang berbeda. Metode pengujian untuk hipotesis berganda adalah Metode Bonferroni yang erupakan salah satu etode untuk FWER, etode Benjain- Hochberg untuk FDR, dan etode Storey untuk pfdr.

38 3.2. FAMILY WISE ERROR RATE (FWER) Probabilitas elakukan kesalahan tipe 1 secara keseluruhan diukur dengan epertibangkan keberadaan kesalahan tipe 1 dala suatu faily hipotesis yaitu probabilitas elakukan paling sedikit satu kesalahan tipe 1 diantara seluruh pengujian dala faily hipotesis. Hal inilah yang disebut Faily Wise Error Rate (FWER). Apabila pengujian hipotesis berganda dilakukan dengan tingkat siginifikansi α, aka probabilitas kesalahan tipe 1 secara keseluruhan dala faily hipotesis perlu dikontrol sedeikian sehingga FWER α. Misalkan pada pengujian hipotesis berganda dilakukan pengujian secara independen, asing-asing dengan tingkat signifikansi α dan isalkan A i adalah kejadian bahwa H ke i tidak ditolak, A i adalah kejadian bahwa H ke i ditolak, diana i1,2,...,. Jika setiap H benar, P(A i ) 1-α dan P(A i ) α, aka FWER atau probabilitas elakukan paling sedikit satu kesalahan tipe 1 di antara pengujian adalah : ' ' ' ' ( ) ' ' ' ( ) P A A A P A A A Dari huku de Morgan, diketahui bahwa ' ' ' ' ( ) A A... A A A... A ' ' ' ' ( ) 1 2 ( 1 2 ) 1 P A A... A 1 P A A... A P ( A1 ) P ( A2 ) P ( A ) ( α ) ( α ) ( α ) ( α ) 1 1

39 Berikut ini tabel nilai FWER pada pengujian hipotesis berganda dengan pengujian. Andai dipilih tingkat signifikan α.5.. Tabel 3.1 : Nilai FWER pada pengujian hipotesis berganda dengan pengujian 1 ( 1 α ) Hal ini enunjukkan bahwa pada pengujian hipotesis berganda terjadi penggandaan nilai probabilitas kesalahan tipe 1, sehingga kenyataannya nilai FWER lebih besar dari α dan FWER akan eningkat seiring dengan eningkatnya julah pengujian Metode Bonferroni Untuk engontrol FWER, diperlukan suatu etode sedeikian sehingga FWER α, yaitu salah satunya adalah etode Bonferroni. Berikut ini akan dijelaskan penggunaan dari etode Bonferroni.

40 Teorea : Misalkan A 1,A 2,,A ewakili kejadian, A i adalah kejadian bahwa H ke i tidak ditolak, A i adalah kejadian bahwa H ke i ditolak, diana i1,2,3,4. Jika setiap H benar, P(A i ) 1-α dan P(A i ) α, aka Pertidaksaaan Bonferroni : ' ( ) 1 ( i ) P A A A P A i 1 Bukti : Dari huku de Morgan, diketahui bahwa ( ) ' ' ' ' A A... A A A... A Dari sifat probabilitas, ( ' ' ' ) ( ' i ) P A A A P A, aka ' (... ) 1 (... ) P A1 A2 A P A1 A2 A Jadi, ( ) 1 2 i 1 ' ' ' ( 1 2 ) 1 P A A... A 1 i 1 ' ( i ) P A P A A... A 1 α 1 α Sehingga probabilitas elakukan paling sedikit satu kesalahan tipe 1 di antara pengujian adalah : ' ' ' ' ' ' ' ( ) 1 ( ) P A A A P A A A ( ) 1 P A1 A2... A 1 1 α α α i 1 i 1. i 1

41 Jadi, dengan pengujian hipotesis berganda, diperoleh kesalahan tipe 1 secara keseluruhan endekati α. Berdasarkan pertidaksaaan Bonferroni, untuk engontrol kesalahan tipe 1 secara keseluruhan pada tingkat signifikansi α, pada asing-asing pengujian dipilih tingkat signifikansi α/, diana adalah banyaknya ' ' ' pengujian, sehingga P ( A1 A2 A ) α α α. i 1 i 1 Jadi, setiap pengujian dipilih tingkat signifikansinya saa dengan α/, dengan harapan FWER α. Peilihan tingkat signifikansi untuk setiap pengujian senilai α/, akan enyebabkan tingkat signifikansi untuk setiap pengujian seakin kecil. Sehingga power untuk setiap pengujian juga akan seakin kecil. Meningkatnya julah pengujian berakibatnya engecilnya power pengujian. Hal inilah, yang enjadi keleahan dari etode Bonferroni. 3.3 FALSE DISCOVERY RATE (FDR) Untuk engatasi keleahan dari FWER, berdasarkan penjelasan di sub bab 3.2, khususnya ketika julah pengujian eningkat, diperlukan suatu ukuran kesalahan tipe 1 yang lebih baik. Kali ini, julah kesalahan tipe 1 akan diperkirakan dahulu, dengan perkiraan ini diharapkan pengujian akan epunyai power yang lebih baik dibandingkan etode Bonferroni. Untuk lebih jelasnya diberikan uraian sbb:

42 Misalkan terdapat pengujian hipotesis, adalah banyaknya H yang benar dan R adalah banyaknya hipotesis yang ditolak. Kejadian-kejadian yang ungkin akan terjadi, disajikan dala tabel berikut : Tabel 3.2 : Kejadian-kejadian yang ungkin akan terjadi dala pengujian H tidak ditolak H ditolak Total H benar U V H salah T S 1 W R Diana : R Banyaknya H yang ditolak W Banyaknya H yang tidak ditolak Banyaknya H benar 1 Banyaknya H salah V Banyaknya kesalahan jenis 1 terjadi (enolak H ketika H benar) S Banyaknya H ditolak ketika H salah T Banyaknya kesalahan tipe 2 terjadi (tidak enolak H ketika H salah) U Banyaknya H tidak ditolak ketika H benar R, W adalah variabel rando terobservasi U, V, S, T adalah variabel rando tidak terobservasi

43 Proporsi banyaknya kesalahan tipe1 terjadi (enolak H ketika H benar) di antara hipotesis-hipotesis yang ditolak dapat ditunjukkan oleh variable rando QV/(V+S). Q adalah variabel rando tidak terobservasi, saa halnya dengan tidak diketahuinya nilai dari V dan S. Keudian probabilitas elakukan kesalahan tipe 1 secara keseluruhan dala faily hipotesis disebut False Discovery Rate (FDR) dan didefinisikan sebagai: V V E [ Q] E E ( + ) V S R Pada definisi diatas dapat terjadi kondisi : Tidak ada H yang ditolak, hal ini artinya R sehingga V, agar Q terdefinisi aka perlu didefinisikan Q. Sebaliknya bila ada H ditolak, aka R> sehingga QV/(V+S)V/R. Jadi dari definisi diatas aka nilai harapan dari proporsi kesalahan penolakan di antara hipotesis yang ditolak didefinisikan sebagai berikut : V FDR E, R R >, R V Karena ketika R enyebabkan E, aka FDR dapat pula R didefinisikan sebagai: V 1 E diana R 1 ax ( R,1) R

44 V Pengaruh dari R 1 adalah enyatakan bahwa E R ketika R dan V. Dala suatu pengujian, ada keungkinan terjadinya R walaupun diberikan ax(r,1). Sehingga perlu enaksir terjadinya R> atau Pr( R > ). Sehingga definisi FDR dapat pula dinyatakan sebagai :. V V E E R >.Pr R > R 1 R ( ), diana R 1 ax ( R,1) Perbandingan Antara FWER dan FDR Berikut akan dibandingkan antara FWER dan FDR dala berbagai kondisi : Kasus 1 : Jika seua H benar ( ), ketika, berarti S, VR V jika V >, aka 1 R, jadi V E R R > 1, sehingga ( ) ( ) FDR 1.Pr R> Pr V Jadi, FDRFWER Kasus 2 : Jika <, aka 1 FWER V jika V, S>, aka R V V jika V>, S, aka 1 jadi, E R > 1 R R V jika V>, S>, aka < 1 R

45 V FDR E R >.Pr ( R> ) R 1.Pr >, Pr > Pr V 1 FDR Pr V 1 ( R ) ( R ) ( ) ( ) jadi, FDR FWER Dari pebuktian diatas ditunjukkan: Ketika yang artinya tak ada H yang salah aka kesalahan tipe1 keseluruhan dala faily hipotesis pada FDR saa dengan dala FWER. Ketika < yang artinya ada H yang salah aka kesalahan tipe1 keseluruhan dala faily hipotesis pada FDR akan lebih kecil daripada FWER. Maka disipulkan bahwa FDR lebih baik daripada FWER. Dengan perkataan lain dapat disipulkan bahwa, prosedur yang engontrol FWER juga engontrol FDR dan prosedur yang hanya engontrol FDR epunyai power yang lebih baik daripada prosedur yang engontrol FWER. Untuk lebih jelasnya, pada sub-bab selanjutnya akan dibahas engenai prosedur yang engontrol FDR Metode Benjain dan Hochberg Benjain dan Hochberg (1995) eperkenalkan suatu etoda atau prosedur yang bertujuan eperbaiki etoda Bonferroni. Prosedur Benjain dan Hochberg engontrol FDR pada tingkat signifikansi α :

46 Misalkan pada pengujian hipotesis berganda dilakukan pengujian dengan hipotesis asing-asing H 1, H 2,, H dan p-value asing-asing P 1, P 2,, P. Selanjutnya p-value tersebut diurutkan dari yang terkecil ke terbesar yakni P (1) P (2) P () diana P (i) adalah p-value yang bersesuaian dengan hipotesis H (i). Jika k adalah bilangan i terbesar yang eenuhi P( i ) i α, aka Hipotesis Null (H ) pada hipotesis H (1), H (2),, H (k) ditolak. (1) Untuk ebuktikan prosedur (1) engontrol FDR pada tingkat signifikansi α, diberikan teorea berikut: Teorea : Untuk statistik uji independent dan sebarang konfigurasi dari H salah, prosedur (1) engontrol FDR pada q* Pebuktian teorea dibantu dengan adanya lea berikut : Lea : Untuk sebarang yang enyatakan banyaknya independent p-value untuk hipotesis H yang benar, dan 1 - adalah banyaknya p-value untuk hipotesis H yang salah, prosedur (1) eenuhi pertidaksaaan : E Q P p P p P p q + 1 1, + 2 2,..., * (2)

47 V R diana E[ Q] E R > Pr ( R > ). P, P,..., P enyatakan p-value untuk hipotesis H yang salah Pertidaksaaan tersebut ada dengan engabaikan distribusi dari p-value untuk hipotesis H yang salah. Dengan ebuktikan lea, didapatkan E[ Q] q* q* dan FDR dapat dikontrol. Pebuktian Lea : Pebuktian lea dilakukan dengan cara induksi : berlaku... (2) 1) Untuk 1, terdapat 2 kondisi yakni ketika dan 1 : Jika aka Q dan E Q P1 p1 q*, pertidaksaaan (2) terpenuhi. Jika 1 aka E Q P2 p1 q *, pertidaksaaan (2) terpenuhi. Jadi, untuk 1 lea (2) benar. 2) Misalkan untuk berlaku : E Q P p P p P p q + 1 1, + 2 2,..., * adalah benar, 3) Akan ditunjukkan bahwa untuk +1 lea juga benar, yaitu : E Q P + 1 p1, P + 2 p2,..., P * + 1 p q

48 Ketika, seua H salah, aka Q dan E Q P1 p1, P2 p2,..., P * 1 p q + 1, benar. Ketika >, tidak seua H salah: Misalkan P, P,..., P adalah variabel rando yang enyatakan p-value ' ' ' 1 2 ' ' ' untuk H benar. Selanjutnya urutkan p-value P( ) P 1 ( 2 )... P( ) dan P ' ( ) adalah p-value yang paling besar. P ; i 1, 2,..., adalah variabel ' ( i) rando independen berdistribusi Unifor (,1) dan P, P,..., P adalah p- ' ' ' (1) (2) ( ) value untuk hipotesis H( ), H 1 ( 2),..., H ( ). Misalkan P,..., + 1 p1 P p 1 enyatakan p-value untuk H salah, diurutkan dari yang terkecil ke terbesar p1 p2... p. P 1 ( ),..., 1 P + ( ) adalah p-value untuk hipotesis H H. + ( ),..., 1 ( ) ' Maka, dengan bersyarat P ( ) 1 p, diperoleh ( ) ' E Q P + 1 p1,..., P p E E Q P p1,..., P p P 1 ( ) p E Q P p, P p,..., P p f ( p) dp ' ( ' ) P( ) Akan dicari pdf arginal dari P yaitu f ' ( p ) : ' ( ) P( ) pdf dari P, diana i1,2,, adalah: ' ( )

49 1 f ( p) 1 1, p 1, yang lain Fungsi distribusi dari P adalah ' ( ) ( ), p < F p p p 1, < p<1 1, p>1 Jadi, pdf arginal dari P adalah ' ( ) ' P 1 ( ) ( ) ( ) f p F p f p, < p < 1 p.1 p 1 1, yang lainnya Keudian, akan ditunjukkan: E Q P 1 p1, P 2 p2,..., P * 1 p q benar jika j adalah bilangan j terbesar, diana j 1,yang eenuhi : p j + j + 1 q * (4) aka Hipotesis null H( ),..., H( ), H 1 ( 1), H( 2),..., H + + ( + j ) ditolak.

50 + j Misalkan q * p ", aka + 1 p" ' ( ' ) P( ) E Q P p,..., P p E Q P p, P p,..., P p f ( p) dp 1 + E Q P p, P p,..., P p f ( p) dp (5) p" ' ( ' ) P( ) pada integral bagian pertaa, < p < p", berdasarkan pertidaksaaan (4) p j p" aka Hipotesis null H,..., H, H +, H +,..., H + ditolak j atau sebanyak ( +j ) hipotesis ditolak. Dan Q + j, E Q P p, P p,..., P p + ' ( ) j sehingga pada integral bagian pertaa, p" p" ( 1) 1+ 1 p dp p + j + j j + j p p" ( p" ) Gunakan pertidaksaaan (4), + j q * p" j + j p" + j p" + j + 1 ( p" ). ( p" ). q *( p" ) 1 1 q * p " (6) + 1 ( )

51 Pada integral bagian kedua, p" < p < 1, berdasarkan pertidaksaaan (4), Karena j dan p terdefinisi, aka tidak ada hipotesis yang ditolak, yaitu hipotesis dengan p-value p +, p +,..., p, karena yang ditolak hanya j 1 j 2 1 hipotesis dengan p-value p, p,..., p j p j. 1 2 Oleh karena itu, ketika seua hipotesis (H benar dan H salah) dipertibangkan bersaa dan seua p-value diurutkan. Hipotesis H (i) ;i1,2,, dapat ditolak hanya jika terdapat k, diana i k + j 1 yang k eenuhi p( ) q * k + 1. p k q + 1 ( ) * k ekivalen dengan p( k ) k + j 1 q p + j p. * (7) ( ) Ketika bersyarat P p, ' ( ) ' P i ( ), i 1,2,..., 1 adalah variabel rando p independen berdistribusi U(,1) dan, i 1, 2,..., j p p i Dengan enggunakan pertidaksaaan (7) untuk enguji + j 1 ' hipotesis, ekivalen enggunakan prosedur (1) dengan konstanta + j 1 q *. Sehingga p ( + 1) 1 j 1 1 E Q P p, P p,..., P p +. q * q * (8) + j p + 1 p ' ( ) Sehingga integral bagian kedua : ( ) ( )

52 1 1 1 q p dp q dp q dp ( 1) p p * * * 2 " ( + 1) p " ( + 1) p p " ( + 1 p p p ) p 1 ( 2 q ) * 1 p dp p" ( ) q * p q * p p" 1 1 ( 1) ( ) 1 p" q p * 1 " + 1 q p ( 1) ( ) * 1 " (9) Tabahkan pertidaksaaan (6) dan (9) * ( ) ( ) 1 1 q *( p" ) + q * 1 p" q * p" q* q * p" q + 1 ( ) + ( ) 1 1 Terbukti bahwa ketika <, E Q P 1 p1, P 2 p2,..., P * 1 p q benar. Sehingga untuk +1 lea (2) benar. Jadi, berlaku E Q P p P p P p q + 1 1, + 2 2,..., * + 1 1

53 Dengan prosedur (1), tingkat signifikansi untuk asing-asing k pengujian dipilih α ;1 k sedeikian sehingga FDR α, sehingga prosedur Benjain-Hochberg epunyai power untuk asing-asing pengujian yang lebih baik dibandingkan dengan etode Bonferroni. Akan tetapi, prosedur tersebut ternyata engontrol FDR pada tingkat signifikansi α. Prosedur ini enjain bahwa FDR α dengan engabaikan banyaknya H benar dan engabaikan distribusi dari p-value untuk hipotesis H yang salah. Hal inilah yang enjadi keleahan dari etode Benjain dan Hochberg. 3.4 POSITIF FALSE DISCOVERY RATE (pfdr) Pada pengujian hipotesis berganda, terkadang diteukan beberapa kasus yang enyertakan banyak sekali pengujian dan dapat dipastikan bahwa akan selalu ada hipotesis yang ditolak. Oleh sebab itu, Pr ( R > ) V R bernilai satu. Jadi, definisi FDR E R >.Pr ( R > ) dirubah enjadi V V E R >.1 E R >, yang dinaakan pfdr (positif False R R Discovery Rate). V Definisi : pfdr E R > R

54 3.4.1 Perbandingan Antara FDR dan pfdr Berikut akan dijelaskan tentang perbandingan antara FDR dan pfdr : Secara nuerik pfdr dekat dengan FDR tetapi secara konsep pfdr epunyai beberapa keuntungan. Pada FDR, ketika daerah penolakan sangat kecil karena α endekati, aka Pr(R>) endekati dan FDR akan endekati. Sedangkan pada pfdr, dengan kondisi yang saa, bukan berarti kesalahan penolakan akan enurun enuju, tetapi kesalahan penolakan akan endekati nilai π yaitu proporsi H benar diantara seua pengujian. Ketika daerah penolakan sangat kecil hingga ungkin hanya satu p- value yang jatuh pada daerah penolakan, aka π digunakan untuk enaksir kesalahan penolakan Metode Storey Storey (22) eperkenalkan suatu etoda yang bertujuan eperbaiki etoda Benjain-Hochberg. Pada etoda ini, akan ditetapkan π, proporsi H benar diantara seua pengujian. Dengan ditetapkannya π, diharapkan pengujian akan epunyai power yang lebih baik dibandingkan dengan etode Benjain-Hochberg.

55 Berbeda dengan dua etode sebelunya, pfdr tidak dapat dikontrol apabila ditentukan tingkat signifikansi tertentu. Misalkan pada pengujian hipotesis berganda dengan tingkat signifikansi α, dilakukan pengujian. V Ketika, artinya seua H benar, E R > 1 > α, sehingga pfdr R tidak dapat dikontrol. Oleh karena itu, Metode Storey yang engontrol pfdr, diawali dengan enentukan daerah penolakan terlebih dahulu baru keudian akan enaksir tingkat signifikansi untuk pengujian hipotesis berganda Interpretasi Bayesian dari pfdr Misalkan dilakukan pengujian hipotesis (H 1, H 2,, H ) dengan statistik uji yang independent T 1, T 2,, T. (T i,h i ) adalah pasangan terurut yang enyatakan bahwa statistik uji ke i adalah statistik uji untuk hipotesis ke i; i1,2,,. Diberikan daerah penolakan yang saa, Г. Definisi positif false discovery rate : ( ) ( Γ) ( Γ) V pfdr Γ E R ( Γ ) > R diana ( Γ ) #{ null : Γ} dan ( Γ ) #{ : Γ} V T T R T T. V adalah i i i i banyaknya kesalahan tipe 1 atau enolak H ketika H benar, dan R adalah banyaknya H ditolak. Misalkan, ketika H hipotesis ke i benar dinotasikan sebagai H i dan ketika H hipotesis ke i salah dinotasikan sebagai H i 1, untuk i1,2,..,. Misalkan π adalah probabilitas prior bahwa H benar.

56 Diasusikan bahwa H i adalah i.i.d, variabel rando Bernoulli dengan ( H ) ( H ) Pr π dan Pr 1 1 π π. i i 1 Ketika 1, terlihat jelas bahwa probabilitas terjadinya suatu kesalahan ketika hipotesis ditolak adalah probabilitas H benar ketika H ditolak yaitu Pr ( Γ) H T. Akan ditunjukkan bahwa ketika >1, probabilitas terjadinya suatu kesalahan ketika hipotesis ditolak adalah ( Γ) Pr H T juga. Akan ditunjukkan pfdr Pr ( Γ) H T : V V pfdr ( Γ ) E R > E E R > R i R R Misalkan didefinisikan, fungsi operator : 1 jika T V E R > R i Pr R i i 1 R V E R i Pr ( R i R > ) i 1 i jika T Γ Γ dan fungsi operator: 1 jika H j j jika H 1 Terdapat epat keungkinan yang terjadi, yaitu : 1( Tj ) 1( H j ) j j ( ) Γ H ditolak ketika H benar 1( Tj ) ( H j 1) Γ H ditolak ketika H salah ( Tj ) 1( H j ) Γ H tidak ditolak ketika H benar

57 ( Tj ) ( H j 1) Γ H tidak ditolak ketika H salah Maka, V 1( Tj Γ ) 1( H j ) dan i 1 E ( V R i) E 1( Tj Γ ) 1( H j ) R i i 1 karena statistik uji adalah independen dan R i berarti T 1, T 2,..., Ti Γ dan Ti + 1, Ti + 2,..., T Γ, sehingga E ( V R i) E 1( Tj Γ ) 1( H j ) T1,..., Ti Γ, Ti + 1,..., T Γ j 1 Untuk j1,2,,i sudah pasti Tj Γ sehingga, i E ( V R i) E 1( H j ) T1,..., Ti Γ, Ti + 1,..., T Γ j 1 i j 1 ( 1( j ) j ) E H T Γ 1 1 Γ ( 2 2 Γ ) ( ( i ) i Γ) ( H1 T1 ) ( H2 T2 ) Pr ( Hi Ti Γ) ( H1 T1 ) ( H 2 T2 ) ( Hi Ti ) ( ( ) ) ( ) E 1 H T + E 1 H T E 1 H T 1. Pr Γ + 1. Pr Γ Pr Γ + Pr Γ Pr Γ karena ketika 1, terlihat jelas bahwa probabilitas terjadinya suatu kesalahan ketika hipotesis ditolak yaitu Pr ( H T ) ( j j ) Pr H T ; j 1, 2,..., i Γ aka Γ nilainya saa, yaitu Pr ( H T ) Sehingga E ( V R i) i Pr ( H T Γ ) jadi, Γ.

58 V pfdr Pr i 1 i ( Γ ) E R i ( R i R > ) i 1 i 1 ( Γ) i Pr H T.Pr > i ( R i R ) ( H T ) ( R i R ) Pr Γ Pr > ( H T ) ( R i R ) Pr Γ Pr > ( H T ) ( H T ) i 1 Pr Γ.1 Pr Γ pfdr dapat ditulis sebagai probabilitas posterior: ( Γ ) ( H T Γ) π Pr ( T Γ H ) pfdr Pr Pr ( T Γ) ( T Γ ) π ( T Γ H ) + π1 ( T Γ H ) diana Pr Pr Pr 1 sehingga ( Γ ) ( H T Γ) π Pr ( T Γ H ) π Pr ( T Γ H ) + π1 Pr ( T Γ H 1) pfdr Pr { } { } { } π. kesalahan tipe 1 dari Γ π. kesalahan tipe 1 dari Γ + π. power dari Γ 1 Ini enunjukkan bahwa pfdr eningkat dengan eningkatnya kesalahan tipe1 dan pfdr enurun dengan eningkatnya power.

59 3.4.4 Menaksir positif False Discovery Rate Misalkan dilakukan pengujian hipotesis identik dan daerah penolakan yang saa untuk setiap pengujian yaitu Г. Untuk daerah penolakan berdasarkan p-value, seua daerah penolakan dibentuk [, γ ] untuk γ, sehingga daerah penolakan Г dirubah enjadi [, γ ]. Sehingga teorea ditulis sebagai : pfdr ( γ ) ( ) ( ) ( ) Pr T Γ H π Pr P γ H π γ Pr T Γ Pr P Pr P ( γ ) ( γ ) Diana P enyatakan p-value dari pengujian dan π adalah probabilitas prior. Dala tugas akhir ini π ditetapkan terlebih dahulu. Pr ( P γ ) { p γ} R( γ ) # i 1 π γ π γ π γ. 1 1 Sehingga, ( ) pfdr γ Pr ( P γ ) R( γ ) R( γ ) Pada pfdr, bersyarat R( γ ) > dan 1 ( 1 γ ) { R( γ ) > }. Oleh karena itu, pfdr ( γ ) Pr adalah batas bawah untuk π γ { } { R( γ ) 1} 1 ( 1 γ ) Sedangkan pada FDR, tidak bersyarat R( γ ) >, aka dengan etode Storey, dapat pula dicari taksiran dari FDR, yaitu FDR ( γ ) ( γ ). π γ R 1.

60 3.4.5 q-value q value siilar dengan p value, q value dari suatu pengujian engukur infiu pfdr yang terjadi ketika elakukan uji signifikansi. p value biasa digunakan untuk elakukan pengujian hipotesis tunggal sedangkan q value berguna untuk elakukan pengukuran signifikansi dari setiap uji dari banyak pengujian yang dilakukan secara siultan. Definisi 1 Untuk sebuah nilai statistik uji Tt, q-value dari t didefinisikan: ( ) q t { Γ: t T } { pfdr( )} inf Γ Definisi 2 q-value dari observed p-value adalah ( ) inf { pfdr ( γ )} q p π γ Pr inf γ p γ p ( P γ ) Algorita enghitung q-value : 1. Untuk pengujian hipotesis, hitung p-value : p1, p2,..., p 2. Urutkan p-value : p( ) p 1 ( 2 )... p( ) 3. Hitung : q ɵ p( ) ( ) pfdr ( p ( ) ) { } ( ) ( ( ) ) ɵ ( ( ) ) 4. Hitung : q ɵ p( ) in pfdr p, q p ; i 1, 2,...,1 i i i+ 1

61 BAB IV APLIKASI PENGUJIAN HIPOTESIS BERGANDA PADA DATA DNA MICROARRAY EXPERIMENT Untuk elengkapi pebahasan engenai pengujian hipótesis berganda, pada bab ini akan ebahas contoh kasus yang dapat diselesaikan dengan etode etode pengujian untuk hipótesis berganda. 4.1 LATAR BELAKANG MASALAH Menurut WHO, 8-9% wanita akan engalai kanker payudara. Ini enjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak diteui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 25. kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175. di Aerika Serikat. Masih enurut WHO, tahun 2 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 7. eninggal karenanya. Belu ada data statistik yang akurat di Indonesia, naun data yang terkupul dari ruah sakit enunjukkan bahwa kanker payudara enduduki ranking pertaa diantara kanker lainnya pada wanita. Kanker payudara erupakan penyebab utaa keatian pada wanita akibat kanker.

62 Penyebab pasti kanker payudara tidak diketahui. Meskipun deikian, riset engidentifikasi sejulah faktor yang dapat eningkatkan risiko pada individu tertentu, yang eliputi: Keluarga yang eiliki riwayat penyakit serupa Usia yang akin bertabah Tidak eiliki anak / tidak enyusui Kehailan pertaa pada usia di atas 3 tahun Periode enstruasi yang lebih laa (enstruasi pertaa lebih awal atau enopause lebih labat) Faktor horonal (baik estrogen aupun androgen). Dari faktor risiko tersebut di atas, riwayat keluarga serta usia enjadi faktor terpenting. Riwayat keluarga yang pernah engalai kanker payudara eningkatkan resiko berkebangnya penyakit ini. Wanita yang eiliki sejarah kesehatan keluarganya engidap kanker payudara keungkinan besar ereka eiliki sejulah utasi kanker payudara 1 (BRCA 1) atau kanker payudara 2 (BRCA2). Para peneliti juga eneukan bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 atau BRCA2 dapat eningkatkan risiko wanita terkena kanker payudara 5-85%. Para peneliti enggunakan pebuktian aplifikasi dan berdasarkan etoda DNA dan RNA untuk endeteksi adanya perubahan susunan gen (utasi genetik) pada BRCA1 dan BRCA2 elalui penggunaan teknologi icroarray DNA. Pengebangan teknologi icrorarray DNA ini sangat beranfaat dala enghasilkan sejulah besar data ekspresi gen. Profiling ekspresi

63 gen elalui icroarray tersebut adalah teknik yang sangat efektif dala usaha enghipun ribuan tingkatan ekspresi gen secara siultan. Eksperien yang di dasarkan ekspresi gen ini dapat di lakukan dengan dua cara: (1) Pengaatan setiap gen dari beberapa kondisi yang berbeda atau (2) Mengevaluasi setiap gen dari satu kondisi tetapi dala tipe jaringan yang berbeda, khususnya jaringan sel yang engandung kanker (Furey, et. al. 2) 4.2 PERMASALAHAN Penyakit kanker payudara karena keturunan disebabkan oleh utasi kanker BRCA1 atau BRCA2. Sapel RNA diabil dari 7 pasien pebawa utasi kanker BRCA1 dan 7 pasien pebawa utasi kanker BRCA2. Dala eksperient DNA icroarray yang elibatkan 1 gen, ingin di deteksi gengen yang enunjukkan perbedaan ekspresi diantara 2 utasi kanker BRCA1 dan BRCA SUMBER DATA Dari National Huan Genoe Research Institute, National Institute Of Health, Bethesda.; the Departeent of Oncology. University of Lund, Lund, Sweden.

64 4.4 ANALISIS DATA Tujuan : Bagaiana enentukan pengaruh atau efek dari variabel independen utasi kanker terhadap variabel dependen nilai ekspresi gen. Pertaa-taa dilakukan uji secara keseluruhan yaitu enguji apakah ada pengaruh variabel independen utasi kanker terhadap ke seratus variabel gen secara sekaligus. Hipotesis : H µ 11 µ 12 µ 21 µ 22 :, µ µ H 1: tidak deikian diana : µ µ µ : ean nilai ekspresi gen1 untuk BRCA1 : ean nilai ekspresi gen2 untuk BRCA1 : ean nilai ekspresi gen1 untuk BRCA2 Tingkat signifikansi.5 Aturan keputusan : H ditolak jika α < α.5 Dengan enggunakan software SPSS 16 diperoleh output Multivariate test yang dapat dilihat pada lapiran 1: Keputusan : karena α.646 > α.5, aka H tidak ditolak.

65 Kesipulan : Dengan tingkat kepercayaan 95%, dapat disipulkan bahwa tidak ada pengaruh utasi kanker terhadap variabel nilai ekspresi gen 1,2,,1 Akan tetapi, ingin dilihat apakah ada pengaruh variabel independen utasi kanker terhadap asing-asing ke seratus variabel dependen nilai ekspresi gen. Keudian, dilakukan asing-asing 1 pengujian pada satu waktu secara bersaa-saa. Hipotesis : H : µ µ ; i 1, 2,...,1 i1 i2 H 1 : tidak deikian Dengan enggunakan software SPSS 16, diperoleh output test between subject yang dapat dilihat pada lapiran 2. Keudian, dengan enggunakan software q-value, dihasilkan q-value untuk asing-asing pengujian. Diberikan tabel untuk α atau p-value yang telah diurutkan dari yang terkecil ke terbesar dan q-value untuk asing-asing pengujian, dapat dilihat pada lapiran 3. Tingkat signifikansi dan Aturan keputusan : 1. Metode Bonferroni : Tingkat signifikansi untuk asing-asing pengujian dipilih α. Aturan keputusan : H ditolak jika α.5 α.5 1

66 2. Metode Benjain-Hochberg : Tingkat signifikansi untuk asing-asing pengujian dipilih k α. Dengan engikuti aturan berikut ini : Urutkan p-value p( ) p 1 ( 2)... p( 1). Hitung ɵ k k ax k : p( ) α k. aka H dengan p-value ( 1) ( 2) ( ) 1 k p, p,..., p ditolak. k 3. Metode Storey : Tingkat signifikansi untuk asing-asing pengujian dipilih α. Aturan keputusan : H ditolak jika q-value < α.5 Keputusan : 1. Dengan enggunakan Metode Bonferroni, dari tabel test between subject pada lapiran 2, diperoleh bahwa tidak ada nilai α.5 α <.5, sehingga tidak ada H yang ditolak. Artinya 1 tidak ada pengaruh utasi kanker terhadap nilai ekspresi gen. 2. Dengan etode Benjain-Hochberg, dari tabel pada lapiran 3, diperoleh bahwa tidak ada nilai p-value yang eenuhi ɵ k k ax k : p( ) α k, sehingga tidak ada H yang ditolak. Artinya 1 k tidak ada pengaruh utasi kanker terhadap nilai ekspresi gen.

67 3. Dengan enggunakan etode Storey, dipilih π.614, dari tabel pada lapiran 3, diperoleh bahwa pada gen ke 1 eiliki q-value.457<.5 aka H ditolak, artinya ada pengaruh utasi kanker terhadap nilai ekspresi gen ke 1

68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh dala penulisan skripsi ini, dapat disipulkan bahwa : 1. Metode etode pengujian untuk hipotesis berganda digunakan untuk engontrol kesalahan tipe 1 secara keseluruhan dala faily hipotesis. Ada beberapa cara untuk engukur kesalahan tipe 1 secara keseluruhan pada pengujian hipotesis berganda, diantaranya adalah Faily Wise Error Rate (FWER), False Discovery Rate (FDR), dan positif False Discovery Rate (pfdr). 2. Metode pengujian untuk hipotesis berganda diantaranya adalah Metode Bonferroni salah satu etode untuk FWER, etode Benjain-Hochberg untuk FDR yang eperbaiki etode Bonferroni, dan etode Storey untuk pfdr yang eperbaiki etode Storey. 3. Pada pengujian hipotesis berganda untuk kasus endeteksi perbedaan ekspresi gen diantara dua utasi kanker, dengan dua etode sebelunya tidak diteukan adanya perbedaan ekspresi gen, naun dengan etode Storey dapat ditunjukkan adanya perbedaan ekspresi

69 gen. Jadi, dengan etode storey dapat dipastikan bahwa akan selalu ada hipotesis yang ditolak bila dilakukan banyak pengujian. 5.2 SARAN 1. Agar diperoleh nilai π yang enyatakan proporsi H benar di antara seua pengujian sesuai dengan kondisi sebenarnya, disarankan untuk enaksir π 2. Ada beberapa etode yang disarankan untuk enaksir π, antara lain etode Bootstrap, polynoial Bernstein. 3. Pebahasan untuk engukur kesalahan tipe 1 pada pengujian hipotesis berganda dapat dikebangkan untuk kasus hipotesis-hipotesis dependen.

70 DAFTAR PUSTAKA Walpole, Ronald W. (1995): Pengantar Statistika. 3 th ed. PT Graedia Pustaka Utaa, Jakarta. Ross, Sheldon. (22): A First Course in Probability. 6 th ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Hogg, Robert V., Joseph W.McKean, Allen T.Craig. (25): Introduction to Matheatical Statistics. 6 th ed. Pearson Prentice Hall, United States of Aerica. Benjaini, Yoav. and Hochberg, Yosef. (1995): Controlling the False Discovery Rate: a Practical and Powerful Approach to Multiple Testing, Journal of the Royal Statistic of Society, Storey, John D. (22): A Direct Approach to False Discovery Rates, Journal of the Royal Statistic of Society, Storey, John D. (23): The Positive False Discovery Rate: A Bayesian Interpretation and the q-value, Journal of the Annals of Statistics, Storey, John D. (23): Statistical Significance for Genoewide Studies, Journal of Proceedings of the National Acadey of Sciences the United States of Aerica,

71 LAMPIRAN 1 Output Multivariate Test Multivariate Tests b Effect Value F Hypothesis df Error df Sig. Intercept Pillai's Trace E2 a Wilks' Labda E2 a Hotelling's Trace 1.57E E2 a Roy's Largest Root 1.57E E2 a BRCA Pillai's Trace a Wilks' Labda a Hotelling's Trace a Roy's Largest Root a a. Exact statistic b. Design: Intercept + BRCA

72 LAMPIRAN 2 Output Tests of Between-Subjects Effects Source BRCA Dependent Variable Type III Su of Squares df Mean Square F Sig. gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen E E gen E E gen gen gen gen gen gen gen gen gen

73 gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen

74 gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen gen

75 LAMPIRAN 3 Nilai p-value dan q-value yang Telah Diurutkan dari yang Terkecil ke yang Terbesar gen ke p-value q-value

76

77

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real. 0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM 4.1. Generator Bilangan Rando dan Fungsi Distribusi Pada siulasi seringkali dibutuhkan bilangan-bilangan yang ewakili keadaan siste yang disiulasikan. Biasanya, kegiatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

(R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE

(R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE (R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE Giat Sudrajat Saruda, 2 Septiadi Padadisastra, 3 I Gede Nyoan Mindra Jaya Mahasiswa

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015 Volue 17, Noor 2, Hal. 111-120 Juli Deseber 2015 ISSN:0852-8349 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KERINCI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Efriana

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT

ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT OLEH : Budi Setiawan 106 100 034 Dosen Pebibing : Dra. Laksi Prita W, M.Si. Drs. Sulistiyo, MT. JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR JAHARUDDIN Departeen Mateatika, Fakultas Mateatika dan Iu Pengetahuan Ala, Institut Pertanian Bogor Jln. Meranti, Kapus IPB Draaga, Bogor 1668,

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK -LEVEL Model hirarki -level erupakan odel statistik ang digunakan untuk enganalisis data ang bersarang, atau data ang epunai struktur hirarki -level.

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1, Zaiful Ulu 1, STKIP PGRI Bangkalan, ohaffaf@stkippgri-bkl.ac.id, zaifululu@stkippgri-bkl.ac.id

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga Departent of Matheatics FMIPA UNS Lecture 3: Relation C A. Universal, Epty, and Equality Relations Diberikan sebarang hipunan A. Maka A A dan erupakan subset dari A A dan berturut-turut disebut relasi

Lebih terperinci

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah

Lebih terperinci

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph ) 1 Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antiagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antiagic Total Labeling of Crown String Graph ) Enin Lutfi Sundari, Dafik, Slain Pendidikan Mateatika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 85 91 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS FERDY NOVRI

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Penjadwalan Penjadwalan adalah kegiatan pengalokasian suber-suber atau esin-esin yang ada untuk enjalankan sekupulan tugas dala jangka waktu tertentu. (Baker,1974).

Lebih terperinci

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8.

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8. BAB III BAHASAN KONSTRUKSI GF( ) Untuk engonstruksi GF( ) dala penelitian ini dapat dilakukan dengan engacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 28 Karena adalah bilangan pria, aka berdasarkan

Lebih terperinci

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

Solusi Treefy Tryout OSK 2018 Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upah bagi para pekerja erupakan faktor penting karena erupakan suber untuk ebiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang berpendidikan upah erupakan hasil

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai Islai) Vol.1, No.1, Juli 017, Hal. 1-5 p-issn: 580-4596; e-issn: 580-460X Halaan 1 Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 74 81 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST RELIGEA

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA Zuhnia Lega 1, Agusni, Supriadi Putra 1 Mahasiswa Progra Studi S1 Mateatika Laboratoriu Mateatika

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 Peran Pendidikan, Sains, dan Teknologi untuk Mengebangkan Budaya Iliah dan Inovasi terbarukan dala endukung Sustainable Developent Goals (SDGs) 2030 ANALISIS INTENSITAS MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY

Lebih terperinci

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Buku 3 ini erupakan seri buku pedoan yang disusun dala rangka Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (VIMK13) Buku ini euat pedoan bagi

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA Elvi Syahriah 1, Khozin Mu taar 2 1,2 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Kristal no.12/april/1995 1 MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Di dala ateatika anda pasti sudah pernah berhadapan dengan sebuah siste persaaan linier. Cacah persaaan yang berada di dala siste

Lebih terperinci

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR Kiki Reski Ananda 1 Khozin Mu taar 2 12 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan

Lebih terperinci

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi Penyelesaian Algortia Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Proble (CSP) Satu Diensi Putra BJ Bangun, Sisca Octarina, Rika Apriani Jurusan Mateatika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia APLIKASI KENDALI ADAPTIF PADA SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR CAIRAN DENGAN TIPOLOGI KENDALI MODEL REFERENCE ADAPTIVE CONTROLLER (MRAC) Ferry Rusawan, Iwan Setiawan, ST. MT., Wahyudi, ST. MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA

BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA J. J. Siang BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA Intisari Dala tulisan ini dipaparkan engenai sejarah peneuan bilangan pria, pengujian bilangan pria besar, serta salah satu aplikasinya dala kriptografi

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING

PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING PADA PENGELOMPOKKAN STASIUN POS HUJAN UNTUK MEMBUAT ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI) (Studi Kasus Pengelopokkan Zona Prakiraan Ikli (ZPI) dengan Data Curah Hujan di Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

TAKSIRAN PROPORSI POPULASI JIKA DIDUGA TERJADI NONRESPON DAN DILAKUKAN CALLBACK DUA KALI

TAKSIRAN PROPORSI POPULASI JIKA DIDUGA TERJADI NONRESPON DAN DILAKUKAN CALLBACK DUA KALI TAKSIRAN PROPORSI POPULASI JIKA DIDUGA TERJADI NONRESPON DAN DILAKUKAN CALLBACK DUA KALI NADYA RATNA EVA MUTIA 0304010412 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT 31 Kriteria rancangan plant Diensi plant yang dirancang berukuran 40cx60cx50c, dinding terbuat dari acrylic tebus pandang Saluran asukan udara panas ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU Salah satu langkah yang paling penting dala ebangun suatu odel runtun waktu adalah dari diagnosisnya dengan elakukan peeriksaan apakah

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY 3.1 Analisis Dinaika Model Hodgkin Huxley Persaaan Hodgkin-Huxley berisi epat persaaan ODE terkopel dengan derajat nonlinear yang tinggi dan sangat sulit

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART Prosiding Seinar Nasional Ilu Koputer dan Teknologi Inforasi Vol., No., Septeber 07 e-issn 540-790 dan p-issn 54-66X SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) Siti Munawaroh, S.Ko Abstrak: Koperasi Aanah Sejahtera erupakan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012

Pertemuan ke-3 Persamaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 27 September 2012 Perteuan ke-3 Persaaan Non-Linier: Metode ½ Interval (Bisection) 7 Septeber 01 Analisa Terapan Terapan:: Metode Nuerik Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Bisection Dasar Teorea: Suatu persaaan ()0, diana

Lebih terperinci

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah Konferensi Nasional Siste & Inforatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penerapan Metode Sipleks Untuk Optialisasi Produksi Pada UKM Gerabah Ni Luh Gede Pivin Suwirayanti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya

Lebih terperinci

Simulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Smith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu

Simulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Smith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu 6 Siulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Sith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu Neilcy Tjahja Mooniarsih Progra Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM DAN BAYES DALAM MENAKSIR KEMAMPUAN PESERTA TES PADA RANCANGAN TES ADAPTIF ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM DAN BAYES DALAM MENAKSIR KEMAMPUAN PESERTA TES PADA RANCANGAN TES ADAPTIF ABSTRAK PERBANDINGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM DAN BAYES DALAM MENAKSIR KEMAMPUAN PESERTA TES PADA RANCANGAN TES ADAPTIF Agus Santoso Jurusan Statistik FMIPA Universitas Terbuka eail:aguss@ut.ac.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL ANASTIA DEWI L

ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL ANASTIA DEWI L ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL ANASTIA DEWI L 0 3 0 3 0 1 0 0 3 6 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA DEPOK 2008 ESTIMASI PARAMETER

Lebih terperinci

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER 6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER Dala intererensi, diraksi, terjadi superposisi dua buah gelobang bahkan lebih. Seringkali superposisi terjadi antara gelobang yang eiliki aplitudo, panjang gelobang

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

MAKALAH SISTEM BASIS DATA MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA

Lebih terperinci

Hukum II Newton. Untuk SMA kelas X. (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP)

Hukum II Newton. Untuk SMA kelas X. (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP) Huku II Newton Untuk SMA kelas X (Modul ini telah disesuaikan dengan KTSP) Lisensi Dokuen: Copyright 008 009 GuruMuda.Co Seluruh dokuen di GuruMuda.Co dapat digunakan dan disebarkan secara bebas untuk

Lebih terperinci

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X

J M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X DEPARTEMEN MATEMATIKA F MIPA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISSN : 1412-677X Journal of Matheatics and Its Applications J M A Jurnal Mateatika dan Aplikasinya Volue 7, No. 1 Juli 28 Alaat Redaksi : Departeen

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1), Zaiful Ulu Kedua ) 1,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI AWAL PENYAKIT KEWANITAAN DAN KANDUNGAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI AWAL PENYAKIT KEWANITAAN DAN KANDUNGAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI AWAL PENYAKIT KEWANITAAN DAN KANDUNGAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER Myrda Septi Rahantika 1, Dwi Puspitasari 2, Rudy Ariyanto 3 1,2 Teknik Inforatika, Teknologi Inforasi,

Lebih terperinci

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN Yuiati (yui@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT The Sith noral for and left good atrix have been known in atrix theore. Any atrix over the principal

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) Adapun sejarah Badan Pusat Statistik di Indonesia terjadi epat asa peerintah di Indonesia, antara lain : 1. Masa Peerintahan

Lebih terperinci

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BAB I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang Keberhasilan suatu kegiatan survei tidak terlepas dari tanggung jawab, fungsi dan peran seluruh

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009

LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009 DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA P-01 PEMERINTAH DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA DINAS PENDIDIKAN MENENGAH DAN TINGGI SUB DINAS PENDIDIKAN SMK LEMBAR SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 008/009 Mata Diklat : MATEMATIKA

Lebih terperinci

PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP

PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP E-Jurnal Mateatika Vol. 3, No. Januari 204, 25-32 ISSN: 2303-75 PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP JOKO HADI APRIANTO, G. K. GANDHIADI 2, DESAK PUTU EKA

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Graf Graf G= (V G,E G ) adalah suatu siste yang terdiri dari hipunan berhingga tak kosong V G dari objek yang dinaakan titik (ertex) dan hipunan E G, pasangan tak berurut dari

Lebih terperinci

Aplikasi Diagnosa Penyakit Asma Menggunakan Bayesian Network Berbasis Web

Aplikasi Diagnosa Penyakit Asma Menggunakan Bayesian Network Berbasis Web Jurnal Teknik Inforatika Vol. 1 Septeber 2012 1 Aplikasi Diagnosa Penyakit Asa Menggunakan Bayesian Network Berbasis Web Yunitha Nancy Roselina 1, Sugeng Purwantoro E.S.G.S,S.T,M.T 2 & Meen Akbar,S.Si

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PERJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP (Didik Wahyudi) PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN

Lebih terperinci

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

BAB 4 KAJI PARAMETRIK Bab 4 Kaji Paraetrik BAB 4 Kaji paraetrik ini dilakukan untuk endapatkan suatu grafik yang dapat digunakan dala enentukan ukuran geoetri tabung bujursangkar yang dibutuhkan, sehingga didapatkan harga P

Lebih terperinci

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI Laila Istiani R. Heri Soelistyo Utoo 2, 2 Progra Studi Mateatika Jurusan Mateatika FMIPA

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1) JURNAL TEKNIK MESIN Vol 4, No 2, Oktober 2002: 94 98 Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Perforansi Mesin Pendingin ) Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc Jurnal Mateatika Vol 0 No Agustus 007:39-4 ISSN: 40-858 TEOREMA ELIMINASI CUT PAA SISTEM LOGIKA FL gc AN FL wgc Bayu Surarso Jurusan Mateatika FMIPA UNIP Jl Prof H Soedarto SH Tebalang Searang 5075 Abstract

Lebih terperinci

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON 3. Metode Beda Hingga Crank-Nicolson (C-N) Metode Crank-Nicolson dikebangkan oleh Crank John dan Phyllips Nicholson pada pertengahan abad ke-, etode ini erupakan

Lebih terperinci