KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME
|
|
- Harjanti Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1, Zaiful Ulu 1, STKIP PGRI Bangkalan, ABSTRACT In order to guarantee the synchronization between a transited data by transitter and received data by receiver can be done by periodically inserting a fixed sequence into the transited data. It is one of the ain topic in digital counication systes which called Frae Synchronization. Study of Cross Bifix Free Codes arise to solve Synchronization s proble via distributed sequence s ethod which introducted by Wigngardeen and Willink in 000. A Cross Bifix Free Codes is a set of sequences in which no prefix of any length of less than to n of any sequences is the sufix of any sequence in the set. In 01, Bilotta et al construct binary cross bifix free codes by using Dyck path. In 017, Affaf et al was construct cross bifix free codes, CBFS 3 ( + 1), by generalize Bilotta s construction. In this paper, will be constructed Ternary Cross Bifix Free Codes for even length, CBFS 3 ( + ), by using Bilotta and Affaf s construction. Keywords: Cross Bifix Free Codes, Distributed sequence, Dyck path, Frae Synchronization. 1. PENDAHULUAN Frae Synchronization adalah salah satu asalah dala siste kounikasi. Dala siste ini, untuk enjain adanya keselarasan diantara transitter/pengiri dan receiver/peneria pada frae data yang dipancarkan, disisipkan kata penyelaras secara periodik ke dala aliran data. Untuk itu, peneria perlu engetahui diana aliran data diulai. Dala hal ini, kata penyelaras berperan sebagai penanda pada frae yang ana perulaan data dari pesan yang dikirikan.
2 Dala kasus sinkronisasi ini, receiver dilengkapi dengan alat pendeteksi pola untuk engenali kata penyelaras. Massey [1] engajukan suatu prosedur untuk encari kata penyelaras dala suatu aliran data pada Gaussian Channel. Setahun keudian, yakni di tahun 1973, Nielsen [] enunjukkan bahwa pencarian kata penyelaras dapat diiniukan jika kata penyelaras yang diabil eiliki sifat bebas ibuhan (bifix free). Disini terinologi Bifix Free diperkenalkan. Pada tahun 000 Wijngaarden dan Willink [3] eperkenalkan etode baru untuk engatasi asalah Sinkronisasi frae. Caranya adalah dengan engirikan data-data yang berasal dari kode {x 1, x x 3,..., x k } yang epunyai sifat khusus. Agar perulaan dari suatu data frae dapat dikenali, kita harus eastikan bahwa seua akhiran sejati dari x i tidak uncul sebagai awalan dari x j untuk setiap x i dan x j anggota {x 1, x x 3,..., x k }. Kode yang seperti ini disebut Hipunan/Kode Cross Bifix Bebas. Selanjutnya, Bajic pada [4] dan [5] enjelaskan bagaiana siste encari,endeteksi, dan eneukan barisan terdistribusi ini. Peneliti engusulkan beberapa cara untuk engontruksi kode tersebut. Pertaa Bajic [6], yang engkontruksi kode tersebut dengan enggunakan etode yang disebut Kernel Set. Keudian, pada 01 Bilotta dkk [7] eperkenalkan kontruksi kode cross bifix bebas dengan panjang sebarang. Selanjutnnya, Affaf dan Ulu [8] eperluas konstruksi Bilotta untuk panjang ganjil sehingga enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternair. Kontruksi kode cross bifix bebas dengan enggunakan alphabet yang epunyai q sibol diperkenalkan pertaa kali di tahun 013 oleh Chee [9]. Chee enaakan konstruksinya sebagai Kode S k,q (n), yaitu kode dengan q sibol diana k enyatakan banyaknya sibol nol yang uncul pada awalan dengan panjang n pada setiap katakode. Chee engklai bahwa kode yang dikonstruksinya endekati kode optial C(n, q). Sayangnya keoptialan kode Chee bergantung kepada paraeter k. Tidak diketahui dengan pasti untuk panjang kode n tertentu berapa nilai k yang ebuat S k,q (n) optial. Setahun keudian, yaitu pada tahun 015, Blackburn engaati bahwa kode yang dihasilkan Chee eiliki sifat yang baik hanya saat q sibol yang
3 cukup kecil. Untuk engatasi keleahan tersebut, Blackburn engajukan etoda baru yang erupakan peruuan dari etoda Chee yang epunyai sifat yang baik untuk setiap paraeter [10]. Blackburn engklai bahwa kode yang dihasilkannya optial saat panjang katakodenya, yaitu n, ebagi banyaknya sibol, yaitu q.. METODE Pada bagian ini akan dijelaskan engenai beberapa definisi dan istilah dala teori koding yang terkait dengan kode cross bifix bebas. Selain itu, pada bagian ini juga diberikan definisi dan lintasan Grand Dyck dan lintasan Dyck yang erupakan ide utaa dari konstruksi yang dilakukan oleh Bilotta. Di bagian akhir bagian ini akan diberikan etode konstruksi yang akan digunakan dala penelitiaan ini..1. Definisi dan Istilah pada Kode Misalkan Σ adalah hipunan berhingga dengan kardinalitas q. Anggota dari Σ disebut sibol sedangkan Σ disebut sebagai alfabet. Hipunan seua barisan berhingga (ungkin barisan kosong) di Σ dinotasikan dengan Σ dan anggota Σ disebut kata atau katakode. Selanjutnya, katakan Σ + adalah barisan berhingga yang takkosong di Σ. Dengan kata lain, Σ + = Σ \{ε} diana ε enyatakan barisan kosong. Sebagai contoh, Misal Σ = {0,1}, aka ε, 101, 00011, adalah anggota dari Σ, diana ε enyatakan barisan kosong, dengan ε bukan anggota dari Σ +. Selanjutnya, untuk ω anggota Σ + dengan ω = uvw diana u dan w anggota Σ + serta v anggota Σ, aka u dan w disebut prefix dan sufix dari ω, dinotasikan berturut-turut sebagai pre(ω) dan suf(ω). Untuk prefix atau sufix dari ω dengan panjang k dinotasikan dengan pre k (ω) atau suf k (ω), berurutan. Dari sini, jelas bahwa panjang sufix dan prefix suatu kata di Σ + kurang dari panjang kata tersebut. Disini, didefinisikan pula pre k (ω) a dan suf k (ω) a berturut-turut sebagai banyaknya sibol a pada prefix dan sufix dari ω dengan panjang k. Contohnya, untuk Σ = {0,1} dengan ω = , aka pre 4 (ω) adalah 1110, suf 3 (ω) adalah 001, dan pre 5 (ω) 0 adalah.
4 Sebuah bifix dari ω adalah sebuah kata yang uncul sekaligus sebagai prefix dan sufix dari ω. Sebuah katakode di Σ + disebut Bifix Bebas jika dan hanya jika tidak ada pre k (ω) yang sekaligus erupakan suf k (ω). Keudian, subhipunan dari Σ + yang anggotanya kata-kata bifix bebas disebut hipunan bifix bebas. Lebih lanjut, subhipunan tak kosong C dari Σ + disebut kode cross bifix bebas jika dan hanya jika untuk setiap ω i dan ω j di C tidak ada pre k (ω i ) yang sekaligus suf k (ω j ). Jika C subhipunan dari Σ n, aka C disebut kode cross bifix bebas dengan panjang n. Jelas bahwa kode cross bifix bebas adalah hipunan dari katakode bifix bebas. Sebagai contoh, untuk Σ = {0,1}, kata di Σ + euat tiga bifix, yaitu 1, 101, dan Keudian, hipunan katakode { , , , , } yang erupakan subhipunan dari Σ 7 adalah kode cross bifix bebas dengan panjang 7. Pada subbagian selanjutnya, akan dibahas engenai Lintasan Dyck, engingat lintasan ini adalah ide utaa dari konstruksi Bilotta. Sebelu itu, perlu diketahui tentang beberapa konsep lintasan yang akan endukung definisi foral dari lintasan dyck... Lintasan Dyck Lintasan Latis dengan panjang n ialah barisan koordinat P 0 P 1 P P n di Z Z dengan P j dan P j+1 dihubungkan oleh sebuah segen/sisi untuk setiap j = 0,1,, n 1. Untuk keudahan, isalkan segen yang enghubungkan P j dan P j+1 dinotasikan dengan P j P j+1. Dengan kata lain, lintasan latis dengan panjang n dapat dipandang sebagai lintasan pada koordinat kartesius yang setiap ujung segennya berada pada koordinat bilangan bulat. Dala hal representasi geoetris, dapat dipandang P 0 = (0,0). Gabar..1 berikut ini adalah lintasan latis secara geoetris dengan n = 7.
5 Gabar..1. Lintasan Latis dengan panjang 7 Selanjutnya, untuk > 0, lintasan latis dengan panjang, P 0 P 1 P P, dikatakan Lintasan Grand Dyck jika dan hanya jika P 0 dan P eiliki koordinat yang saa dan segen PjPj+1 teruat dala garis bergradien 1 atau teruat dala garis bergradien 1 serta P j P j+1 = P k P k+1 untuk setiap j dan k di {0,1,, n 1}. Untuk keudahan bahasa, katakan segen yang teruat pada garis bergradien 1 disebut langkah naik, dinotasikan dengan x dan segen yang teruat pada garis bergradien 1 disebut langkah turun, dinotasikan dengan x. Dengan deikian, Lintasan Grand Dyck dengan panjang dapat didefinisikan sebagai lintasan yang berawal dari (0,0) dan berakhir di (, 0) yang hanya eiliki langkah naik dan langkah turun, diana setiap langkah tersebut eiliki panjang yang saa. Gabar.. adalah lintasan Grand Dyck secara representasi geoetris untuk = 3. Gabar... Lintasan Grand Dyck dengan = 3 Lebih jauh, dengan asusi P 0 = (0,0), aka lintasan Grand Dyck dengan panjang, P 0 P 1 P P, dikatakan Lintasan Dyck dengan panjang jika dan hanya jika tidak ada P i berada yang berada di bawah subu-x. Gabar..3 berikut adalah Lintasan Dyck secara representasi geoetris untuk = 4.
6 Gabar..3. Lintasan Dyck dengan = 4 Misalkan D adalah hipunan lintasan Dyck dengan panjang. Telah diketahui bahwa kardinalitas dari D adalah sebanyak 1 ( ), yaitu Bilangan +1 Catalan ke- yang dinotasikan dengan C. Salah satu bukti bahwa kardinalitas D adalah bilangan Catalan ke- dapat dilihat pada paper yang ditulis Deutsch [11] pada tahun Lintasan Dyck dengan panjang nol didefinisikan sebagai lintasan latis yang hanya terdiri dari satu titik P di Z Z. Oleh karena itu, dikatakan kardinalitas dari D 0 adalah 1. Mengingat goal dari penelitian ini adalah eperluas Konstruksi Bilotta, aka kajian pustaka ini akan ditutup dengan konstruksi kode cross bifix bebas biner oleh Stefano Bilotta dkk pada tahun 01. Bilotta engkonstruksi kode cross bifix bebas biner dengan eanfaatkan lintasan Dyck. Dala konstruksinya, Bilotta ebagi kode yang dikonstruksinya enjadi tiga bagian, yaitu untuk panjang kode ganjil, panjang kode ganjil dengan paraeter genap, dan panjang kode genap dengan paraeter ganjil. Dari konstruksinya ini, Bilotta eperoleh hasil bahwa CBFS (n) adalah hipunan cross bifix bebas yang tak dapat diperluas di H (n), yaitu hipunan kata kode biner dengan panjang n, artinya setiap diabil h anggota H (n) yang bukan anggota CBFS (n), aka hipunan CBFS (n)\{h} bukan lagi hipunan cross bifix bebas..3. Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Biner oleh Bilotta Seperti yang telah dikatakan di atas, Bilotta ebagi kode yang dikonstruksinya enjadi tiga bagian, yaitu untuk panjang kode ganjil, panjang kode ganjil dengan paraeter genap, dan panjang kode genap dengan paraeter ganjil. Oleh karena itu, subbagian ini akan dibagi lagi enjadi tiga bagian.
7 .3.1 Konstruksi CBFS ( + 1) Kode cross bifix bebas CBFS ( + 1) didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + 1) = {xα: α D }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + 1 yang diawali dengan langkah naik yang keudian diteruskan dengan lintasan Dyck dengan panjang. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + 1) adalah C, Bilangan Catalan ke-. Gabar.3.1. berikut eberikan gabaran bagaiana Konstruksi Bilotta enghasilkan kode CBFS (7), yaitu hipunan kata/katakode { , , , , }. Gabar Seua katakode di CBFS (7) Dari konstruksi CBFS ( + 1), Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea CBFS ( + 1) adalah kode cross bifix bebas dengan kardinalitas C yang tak dapat diperluas di H ( + 1)..3. Konstruksi CBFS ( + ) dengan genap Kode cross bifix bebas CBFS ( + ) untuk genap didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + ) = {αxβx : α D i, α D ( i), 0 i }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + yang diawali dengan lintasan Dyck dengan panjang i, diikuti dengan langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang ( i), keudian diakhiri dengan langkah turun. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + ) untuk genap ini adalah C C i. Gabar.3.. berikut eberikan gabaran bagaiana Konstruksi Bilotta enghasilkan kode CBFS (6), yaitu hipunan kata/katakode {111000, , }.
8 Gabar Seua katakode di CBFS (6) Dari konstruksi CBFS ( + ) untuk genap ini, Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea CBFS ( + ) untuk genap adalah kode cross bifix bebas dengan kardinalitas C i C i yang tak dapat diperluas di H ( + )..3.3 Konstruksi CBFS ( + ) dengan ganjil Kode cross bifix bebas CBFS ( + ) untuk ganjil didefinisikan oleh Bilotta sebagai hipunan CBFS ( + ) = {αxβx : α D i, α D ( i), 0 i + 1 } \{xax xβx : α D i, α D ( 1) }, yaitu hipunan lintasan dengan panjang + yang diawali dengan lintasan Dyck dengan panjang i, diikuti dengan langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang ( i), keudian diakhiri dengan langkah turun; setelah seua lintasan ini terkupul, aka Bilotta ebuang seua lintasan yang diawali dengan langkah naik yang dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang 1, diikuti dengan langkah turun, lalu diikuti langkah naik, lalu dilanjutkan dengan lintasan Dyck dengan panjang 1, keudian diakhiri dengan langkah turun. Tentu saja, kardinalitas dari CBFS ( + ) untuk ganjil ini adalah C i C i C 1. Gabar.3.3. berikut eberikan gabaran bagaiana Konstruksi Bilotta enghasilkan kode CBFS (8), yaitu { , , , , , } { , }.
9 Gabar Seua katakode di CBFS (8) Dari konstruksi CBFS ( + ) untuk ganjil ini, Bilotta eperoleh hasil berikut. Teorea CBFS ( + ) untuk ganjil adalah kode cross bifix bebas +1 berkardinalitas C i C i C 1 yang tak dapat diperluas di H ( + )..4. Metode Konstruksi Berikut ini adalah etoda/konstruksi untuk eperluas konstruksi Bilotta untuk panjang genap ke Kode Cross Bifix Bebas ternair. Konstruksi.4.1. Misalkan CBFS ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan panjang genap hasil konstruksi Bilotta. Perluasan CBFS ( + ) enjadicbfs 3 ( + ) adalah sebagai berikut. i) Jadikan seua anggota CBFS ( + ) sebagai anggota CBFS 3 ( + ). ii) Seua anggota H 3 ( + ) dari anggota CBFS ( + ) dengan cara engganti 0 dengan, juga dijadikan anggota CBFS 3 ( + ). Seperti yang telah diketahui sebelunya dari konstruksi Bilotta, CBFS (5) = {00011,00101}. Selanjutnya, seua keungkinan engganti sibol 0 pada dengan adalah 00011; 0011; 0011; 0011; 011; 011; 011; 11 dan seua keungkinan engganti sibol 0 pada dengan adalah 00101; 0101; 0101; 0011; 101; 011; 011; 11, sehingga diperoleh hipunancross bifix bebas ternair dengan panjang 5, CBFS 3 (5) = {00011,0011,0011,0011,011,011,011,11} {00101,0101,0101,0011,101,011,011,11}. Jika diperhatikan dengan seksaa, seua anggota CBFS 3 (5) saa dengan
10 barisan yang terbentuk dengan engisi seua posisi 0 pada barisan di CBFS (5) dengan seua keungkinan sibol genap di {0,1,} Ide Konstruksi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan eperhatikan tinjauan pada bagian akhir subbagian sebelunya, diperoleh Kontruksi 3..1 berikut yang selanjutnya akan diklai sebagai hasilnya erupakan hipunan cross bifix bebas. Konstruksi Misalkan ω = ω 1 ω ω 3 ω + anggota CBFS ( + ). Selanjutnya, definisikan 0 ω = {i [n]: ω i = 0}, yaitu hipunan seua posisi di ω yang bersibol 0. Hipunan CBFS 3 ( + ) didefinisikan sebagai diana + CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (n) C ω,3 C + ω,q = {c H 3 ( + ): i 0 ω c i ; ci {0,1,}} yaitu hipunan barisan ternair yang posisi ke-i-nya bersibol genap di {0,1,} jika posisi tersebut bersibol 0 di ω. Sebagai contoh, jika ingin ebentuk CBFS 3 (4) aka cukup elihat CBFS (4). Karena CBFS (4) = {1010,1100}, aka = {,4} dan = {3,4}. Sehingga didapat CBFS 3 (4) = {1010,110,101,11,1100,110,110,11}. 3.. Kode Cross Bifix Bebas CBFS 3 ( + ) Pada bagian ini, akan ditunjukkan bahwa hipunan CBFS 3 ( + ) pada Konstruksi 3..1 tidak hanya hipunan barisan ternair hasil perluasan Konstruksi Bilotta, tetapi CBFS 3 ( + ) juga erupakan Hipunan Cross Bifix Bebas. Hasil ini akan dibagi enjadi dua, yaitu untuk genap yang akan ditetapkan dala Teorea 3..1 berikut dan untuk ganjil yang akan ditetapkan dala Teorea 3... Teorea Untuk genap, CBFS 3 ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan kardinalitas C C i. Bukti. Dari konstruksi hipunan CBFS ( + ), untuk genap, diketahui
11 bahwa untuk setiap ω di CBFS ( + ), berlaku pre k ω 0 pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ di CBFS ( + ) serta 0 < k < Oleh karenanya, untuk setiap w C ω,q dan y C γ,q berlaku dan pre k w 0 + pre k w pre k w 1... ( ) suf k y 0 + suf k y suf k y 1... ( ) a) Untuk pre k ω 0 > pre k ω 1, Karena CBFS ( + ) adalah hipunan lintasan latis yang diawali langkah naik yang diikuti lintasan Dyck dengan panjang, aka untuk setiap 0< k < + berlaku pre k ω 0 > pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ anggota CBFS ( + ). Karena sibol genap pada barisan di CBFS 3 ( + ) enepati posisi yang saa dengan posisi sibol 0 pada barisan di hipunan CBFS ( + ), aka untuk k yang eenuhi kondisi 0 < k < +, berlaku pre k α 0 + pre k α > pre k α 1... (i) dan suf k β 0 + suf k β suf k β 1... (ii) untuk setiap α dan β di CBFS 3 ( + 1). Sekarang, andaikan CBFS 3 ( + ) bukan hipunan cross bifix bebas, aka ada α dan β di CBFS 3 ( + ) sehingga untuk suatu k yang berada di 0 < k < + berlaku pre k α = suf k β. Akibatnya, berlaku pre k α t = suf k β t untuk setiap t di [3].s Akibatnya, dengan enggunakan persaaan (i), diperoleh suf k β 0 + suf k β = pre k α 0 + pre k α > pre k α 1 = suf k β 1 Naun, hal ini kontradiksi dengan persaaan (ii). Jadi C + + ω,q C γ,q adalah hipunan cross bifix bebas. b) Untuk pre k ω 0 = pre k ω 1, Bilotta telah ebuktikan bahwa untuk sebarang γ di CBFS ( + ), berlaku suf k γ 0 < suf k γ 1. Oleh karenanya, persaaan ( ) dan ( ) enjadi pre k w 0 + pre k w = pre k w 1 ( )
12 dan suf k y 0 + suf k y < suf k y 1 ( ) Sekarang, andaikan C + + ω,q C γ,q bukan hipunan cross bifix bebas, aka ada w dan y di C + + ω,q C γ,q sehingga untuk suatu k yang berada di 0 < k < n berlaku pre k w = suf k y. Akibatnya, berlaku pre k w t = suf k y t untuk setiap t di [q]. Akibatnya, dengan enggunakan persaaan ( ), diperoleh suf k β 0 + suf k β = pre k α 0 + pre k α = pre k α 1 = suf k β 1 Naun, hal ini kontradiksi dengan persaaan ( ). Oleh karena itu, haruslah C + + ω,q C γ,q adalah hipunan cross bifix bebas. + Jadi CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (+) C ω,3 untuk genap adalah hipunan cross bifix bebas. Terakhir, karena banyaknya cara engganti sibol 0 sebanyak t dengan sibol pada setiap anggota CBFS ( + ) adalah sebanyak ( ) untuk setiap t = t 0,1,,3,..., dan anggota CBFS ( + ) untuk genap sebanyak adalah C C i, aka diperoleh kardinalitas dari CBFS 3 ( + ) untuk genap CBFS 3 ( + ) = ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) + + ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) ( 0 )+( 1 )+ +( ) sebanyak C C i CBFS 3 ( + 1) = [( 0 ) + ( 1 ) + ( ) + ( 3 ) + + ( )] CBFS 3 ( + 1) = C C i. C C i Teorea 3... Untuk genap, CBFS 3 ( + ) adalah Kode Cross Bifix Bebas dengan kardinalitas ( C i C i C 1 ). Bukti. Dari konstruksi hipunan CBFS ( + ), untuk ganjil, diketahui bahwa untuk setiap ω di CBFS ( + ), berlaku pre k ω 0 pre k ω 1 dan suf k γ 0 suf k γ 1 untuk setiap ω dan γ di CBFS ( + ) serta 0 < k <
13 +. Oleh karena itu, seperti halnya bukti untuk n = + dengan genap di atas, aka bukti untuk kasus ini cukup dibuktikan untuk kasus t,t [q] pre k w t = s,t [q] pre k w s untuk sebarang w anggota C + ω,q CBFS q ( + ) dengan ω CBFS ( + ) yang eenuhi pre k ω 0 = pre k ω 1 untuk sebarang k di 0 < k < +. a) Untuk 0 i < +1 genap dengan genap b) Untuk i = +1 genap dengan genap. c) Untuk i = +1 dan 1 k i, buktinya serupa dengan kasus untuk n dan 1 k < i, buktinya juga serupa dengan kasus untuk n dan k = i Perhatikan bahwa untuk kasus ini berlaku pre k w 0 + pre k w = pre k w 1 Andaikan CBFS 3 ( + ) untuk genap bukan hipunan cross bifix bebas, aka terdapat z C + γ,3 CBFS 3 ( + ) sehingga berlaku pre k w = suf k z. Dari sini diperoleh pre u (pre k w) = pre u (suf k z) untuk setiap u yang eenuhi 0 < u < k. Hal ini engakibatkan pre u (pre k w) j = pre u (suf k z) j untuk setiap j di {0,1,}. Sekarang, perhatikan bahwa suf k γ = xβx, sehingga untuk setiap k yang eenuhi 0 < k < k berlaku pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) > pre k (suf k z) 1 (i ) Dilain pihak, karena pre k ω = α D +1 ( )\ {xαx : α D ( 1 )}, aka terdapat bilangan asli r yang kurang dari k sehingga berlaku pre r (pre k w) 0 + pre r (pre k w) = pre r (pre k w) 1 Dari kesaaan ini, diperoleh pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) = pre r (pre k w) 0 + pre r (pre k w) = pre r (pre k w) 1 = pre k (suf k z) 1. Jadi, terdapat bilangan asli r yang eenuhi 0 < r < k yang eenuhi pre k (suf k z) 0 + pre k (suf k z) = pre k (suf k z) 1 Hal ini kontradiksi dengan kesaaan (i ). Oleh karena itu, haruslah C + ω,3 + C γ,3 adalah hipunan cross bifix bebas.
14 + Jadi haruslah CBFS 3 ( + ) = ω CBFS (+) C ω,3 untuk ganjil adalah hipunan/kode cross bifix bebas. Terakhir, karena banyaknya cara engganti sibol 0 sebanyak t dengan sibol pada setiap anggota CBFS ( + ) adalah sebanyak ( ) untuk setiap t = t 0,1,,3,..., dan anggota CBFS ( + ) untuk ganjil sebanyak C i C i ganjil adalah C 1, aka diperoleh kardinalitas dari CBFS 3 ( + ) untuk CBFS 3 ( + ) = ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) + + ( 0 ) + ( 1 ) + + ( ) ( 0 )+( 1 )+ +( ) sebanyak C ic i C 1 CBFS 3 ( + 1) = [( 0 ) + ( 1 ) + ( ) + + ( )] CBFS 3 ( + 1) = ( C i C i C 1 ). C ic i C 1 4. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesipulan bahwa Kode Cross Bifix Bebas hasil Konstruksi Bilotta untuk panjang genap, CBFS ( + ), dapat diperluas enjadi Kode Cross Bifix Bebas Ternair, CBFS 3 ( + ). Langkah yang dilakukan adalah dengan cara engganti seua posisi sibol 0 dengan seua keungkinan sibol genap di [3]. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan telaah apakah untuk sebarang panjang n, CBFS 3 (n) erupakan Kode Cross Bifix Bebas aksial atau bukan. Artinya, untuk setiap h di H 3 (n) yang tidak di CBFS 3 (n), berlaku CBFS 3 (n) {h} bukan lagi kode cross bifix bebas. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis engucapkan syukur kepada Allah SWT, Alhadulillaahi Robbil Aalaiiin. Selanjutnya, Penulis engucapkan banyak teria kasih kepada DRPM KEMENRISTEK-DIKTI atas bantuan dana yang diberikan sehingga
15 penulis dapat enyelesaikan penelitian ini dengan baik. Terakhir, Penulis juga engucapkan banyak teria kasih kepada Bapak Aleas Barra Ph. D, Dosen FMIPA Mateatika Institut Teknologi Bandung, atas arahan yang diberikan kepada penulis. 6. DAFTAR RUJUKAN [1] Massey, Jaes L.(197). Optiu frae synchronization. Counications, IEEE Transactions on, 0():115 [] Nielsen, P. T. (1973). On the expected duration of a search for a fixed pattern in rando data. IEEE Transactions on Inforation Theory, 19(5):70 [3] Van Wijngaarden, A. D. L., & Willink, T. J. (000). Frae synchronization using distributed sequences. IEEE Transactions on Counications, 48(1), [4] Bajic, D., & Stojanovic, J. (004). Distributed sequences and search process. In IEEE International Conference on Counications. [5] Bajic, D., Stefanovic, C., & Vukobratovic, D. (005, Septeber). Search process and probabilistic bifix approach. In Inforation Theory, 005. ISIT 005. Proceedings. International Syposiu on (pp. 19-). IEEE. [6] Bajic, D., & Loncar-Turukalo, T. (007). A siple suboptial construction of cross-bifix-free codes. Cryptography and Counications, 6(1):7 [7] Bilotta, S., Pergola, E., & Pinzani, R. (01). A new approach to crossbifix-free sets. IEEE Transactions on Inforation Theory, 58(6), [8] Affaf, M., & Ulu, Z. (017, Septeber ). Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil. [9] Chee, Y. M., Kiah, H. M., Purkayastha, P., & Wang, C. (013). Crossbifix-free codes within a constant factor of optiality. IEEE Transactions on Inforation Theory, 59(7), [10] Blackburn, S. R. (015). Non-overlapping codes. IEEE Transactions on Inforation Theory, 61(9),
16 [11] Eeric Deutsch. (1999). Dyck path enueration. Discrete Matheatics,04(1):167
Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil
Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai Islai) Vol.1, No.1, Juli 017, Hal. 1-5 p-issn: 580-4596; e-issn: 580-460X Halaan 1 Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang
Lebih terperinciKONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME
Jurnal Inforatika dan Koputer (JIKO) Volue, Noor, Septeber 017 KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNARI BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME Moh. Affaf 1), Zaiful Ulu Kedua ) 1,
Lebih terperinciKonstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil
Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Moh. Affaf*, Zaiful Ulum** * Prodi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Bangkalan ** Prodi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Bangkalan ABSTRAK
Lebih terperinciBab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup
GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing
Lebih terperinciPerbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb
Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,
I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya
Lebih terperinciPelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )
1 Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antiagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antiagic Total Labeling of Crown String Graph ) Enin Lutfi Sundari, Dafik, Slain Pendidikan Mateatika, Fakultas Keguruan
Lebih terperinciDiberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga
Departent of Matheatics FMIPA UNS Lecture 3: Relation C A. Universal, Epty, and Equality Relations Diberikan sebarang hipunan A. Maka A A dan erupakan subset dari A A dan berturut-turut disebut relasi
Lebih terperinciSistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant
Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah
Lebih terperinciPENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT
PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL
PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2. Graf Graf G= (V G,E G ) adalah suatu siste yang terdiri dari hipunan berhingga tak kosong V G dari objek yang dinaakan titik (ertex) dan hipunan E G, pasangan tak berurut dari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.
Lebih terperinciPERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU
PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational
Lebih terperinciKAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM
KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:
Lebih terperinciDefinisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.
0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa
Lebih terperinciBAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8.
BAB III BAHASAN KONSTRUKSI GF( ) Untuk engonstruksi GF( ) dala penelitian ini dapat dilakukan dengan engacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 28 Karena adalah bilangan pria, aka berdasarkan
Lebih terperinciBENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN
BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN Yuiati (yui@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT The Sith noral for and left good atrix have been known in atrix theore. Any atrix over the principal
Lebih terperinciPenyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi
Penyelesaian Algortia Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Proble (CSP) Satu Diensi Putra BJ Bangun, Sisca Octarina, Rika Apriani Jurusan Mateatika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciSIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH
SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938
Lebih terperinciTEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc
Jurnal Mateatika Vol 0 No Agustus 007:39-4 ISSN: 40-858 TEOREMA ELIMINASI CUT PAA SISTEM LOGIKA FL gc AN FL wgc Bayu Surarso Jurusan Mateatika FMIPA UNIP Jl Prof H Soedarto SH Tebalang Searang 5075 Abstract
Lebih terperinciBilangan Kromatik Lokasi n Amalgamasi Bintang yang dihubungkan oleh suatu Lintasan
Jurnal Mateatika Integratif. Vol. 13, No. 2 (2017), pp. 115 121. p-issn:1412-6184, e-issn:2549-903 doi:10.24198/ji.v13.n2.11891.151-121 Bilangan Kroatik Lokasi n Aalgaasi Bintang yang dihubungkan oleh
Lebih terperinciPenentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering
Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang
Lebih terperinciBILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA
J. J. Siang BILANGAN PRIMA : PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA Intisari Dala tulisan ini dipaparkan engenai sejarah peneuan bilangan pria, pengujian bilangan pria besar, serta salah satu aplikasinya dala kriptografi
Lebih terperinciMembelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra
Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran
Lebih terperinciMATHunesa (Volume 3 No 3) 2014
MATHunesa (Volue 3 No 3) 014 KODE SSRS (SUBSPACE SUBCODES OF REED-SOLOMON) Afifatus Sholihah Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan Ala Universitas Negeri Surabaya e-ail: afif165@yail.co
Lebih terperinciANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR
ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR JAHARUDDIN Departeen Mateatika, Fakultas Mateatika dan Iu Pengetahuan Ala, Institut Pertanian Bogor Jln. Meranti, Kapus IPB Draaga, Bogor 1668,
Lebih terperinciIII HASIL DAN PEMBAHASAN
7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan
Lebih terperinciSOAL DAN PEMBAHASAN POSTEST PEMBINAAN GURU OLIMPIADE MADRASAH ALIYAH (MA) NARASUMBER: DODDY FERYANTO
SOAL DAN PEMBAHASAN POSTEST PEMBINAAN GURU OLIMPIADE MADRASAH ALIYAH (MA) NARASUMBER: DODDY FERYANTO 31 Juli-1 Agustus 2016 KAMPUS PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN POSTTEST PEMBINAAN GURU
Lebih terperinci1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik
1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang
Lebih terperinciPersamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis
Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat
Lebih terperinciKAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA
Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA
Lebih terperinciBENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL
BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap
Lebih terperinciPENGARUH DISTRIBUSI PEMBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SUM BEAMFORMING
INDEPT, Vol., No., Juni 0 ISSN 087 945 PENGARUH DISTRIBUSI PEBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SU BEAFORING Ananto E. Prasetiadi Dosen Tetap Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciKEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI
KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI Laila Istiani R. Heri Soelistyo Utoo 2, 2 Progra Studi Mateatika Jurusan Mateatika FMIPA
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan
2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,
Lebih terperinciPenggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus
Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas
Lebih terperinciMETODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI
METODE METODE PENGUJIAN UNTUK HIPOTESIS BERGANDA INTAN PERMATA SARI 341293 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA DEPOK 29 METODE METODE PENGUJIAN UNTUK
Lebih terperinciBAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )
BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal
Lebih terperinciBAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk
BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK -LEVEL Model hirarki -level erupakan odel statistik ang digunakan untuk enganalisis data ang bersarang, atau data ang epunai struktur hirarki -level.
Lebih terperinciDISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK
0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,
Lebih terperinci2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN
Bulletin of Matheatics Vol. 03 No. 0 (20) pp. 39 48. 2-EKSPONEN DIGRAPH DWIWARNA ASIMETRIK DENGAN DUA CYCLE YANG BERSINGGUNGAN Mardiningsih Saib Suwilo dan Indra Syahputra Abstract. Let D asyetric two-coloured-digraph
Lebih terperinciDAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2
Lebih terperinciKriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul
Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional
Lebih terperinciPenerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah
Konferensi Nasional Siste & Inforatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penerapan Metode Sipleks Untuk Optialisasi Produksi Pada UKM Gerabah Ni Luh Gede Pivin Suwirayanti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.
Lebih terperinciPerancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,
Lebih terperinciPENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS
Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 85 91 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS FERDY NOVRI
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Untuk encaai tujuan enelitian, dierlukan beberaa engertian dan teori yang relevan dengan ebahasan. Dala bab ini akan diberikan beberaa teori berua definisi, teorea, auun lea yang
Lebih terperinciJ M A. Jurnal Matematika dan Aplikasinya. Journal of Mathematics and Its Applications. Volume 7, No. 1 Juli 2008 ISSN : X
DEPARTEMEN MATEMATIKA F MIPA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR ISSN : 1412-677X Journal of Matheatics and Its Applications J M A Jurnal Mateatika dan Aplikasinya Volue 7, No. 1 Juli 28 Alaat Redaksi : Departeen
Lebih terperinciBAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU
BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU Salah satu langkah yang paling penting dala ebangun suatu odel runtun waktu adalah dari diagnosisnya dengan elakukan peeriksaan apakah
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian
39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang
Lebih terperinciPERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP
PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PERJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP (Didik Wahyudi) PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN
Lebih terperinciBUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK
BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Buku 3 ini erupakan seri buku pedoan yang disusun dala rangka Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (VIMK13) Buku ini euat pedoan bagi
Lebih terperinciFAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT
FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA Elvi Syahriah 1, Khozin Mu taar 2 1,2 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika
Lebih terperinciPERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )
PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) Siti Munawaroh, S.Ko Abstrak: Koperasi Aanah Sejahtera erupakan
Lebih terperinciPEMODELAN INFLASI BERDASARKAN HARGA-HARGA PANGAN MENGGUNAKAN SPLINE MULTIVARIABEL. Abstract
Peodelan Inflasi (Alan Prahutaa) PEMODELAN INFLASI BERDASARKAN HARGA-HARGA PANGAN MENGGUNAKAN SPLINE MULTIVARIABEL Alan Prahutaa 1, Tiani Wahyu U, Rezzy Eko C 3, Dede Zurohtuliyosi 3 1 Dosen Jurusan Statistika
Lebih terperinciTHE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA
THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan
Lebih terperinciGambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran
2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.
Lebih terperinci6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER
6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER Dala intererensi, diraksi, terjadi superposisi dua buah gelobang bahkan lebih. Seringkali superposisi terjadi antara gelobang yang eiliki aplitudo, panjang gelobang
Lebih terperinciKETERBAGIAN TAK HINGGA DISTRIBUSI LOG-GAMMA DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUKTIAN RUMUS PERKALIAN GAUSS DAN RUMUS LEGENDRE
Jurnal Mateatika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 28 33 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KETERBAGIAN TAK HINGGA DISTRIBUSI LOG-GAMMA DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUKTIAN RUMUS PERKALIAN GAUSS DAN RUMUS
Lebih terperinciMETODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT
METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA Zuhnia Lega 1, Agusni, Supriadi Putra 1 Mahasiswa Progra Studi S1 Mateatika Laboratoriu Mateatika
Lebih terperinciImplementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna
JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian
Lebih terperinciSolusi Treefy Tryout OSK 2018
Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika
Lebih terperinciPENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST
Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 74 81 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST RELIGEA
Lebih terperinciTERMODINAMIKA TEKNIK II
DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Lebih terperinciPerbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil
Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka
5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Penjadwalan Penjadwalan adalah kegiatan pengalokasian suber-suber atau esin-esin yang ada untuk enjalankan sekupulan tugas dala jangka waktu tertentu. (Baker,1974).
Lebih terperinciMAKALAH SISTEM BASIS DATA
MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA
Lebih terperinciMODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN
43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA
Lebih terperinciPENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL
PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan
Lebih terperinciBAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM
BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM 4.1. Generator Bilangan Rando dan Fungsi Distribusi Pada siulasi seringkali dibutuhkan bilangan-bilangan yang ewakili keadaan siste yang disiulasikan. Biasanya, kegiatan
Lebih terperinciPEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP
E-Jurnal Mateatika Vol. 3, No. Januari 204, 25-32 ISSN: 2303-75 PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP JOKO HADI APRIANTO, G. K. GANDHIADI 2, DESAK PUTU EKA
Lebih terperinciJurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia
APLIKASI KENDALI ADAPTIF PADA SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR CAIRAN DENGAN TIPOLOGI KENDALI MODEL REFERENCE ADAPTIVE CONTROLLER (MRAC) Ferry Rusawan, Iwan Setiawan, ST. MT., Wahyudi, ST. MT. Jurusan Teknik
Lebih terperinciBUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK
BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BAB I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang Keberhasilan suatu kegiatan survei tidak terlepas dari tanggung jawab, fungsi dan peran seluruh
Lebih terperinciPedoman Pemeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan
Pedoan Peeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan i ii Pedoan Pengawas/ Peeriksa VIMK14 Triwulanan DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas
Lebih terperinciAlgoritma Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan
Algorita Pencarian A* dengan Fungsi Heuristik Jarak Manhattan Puanta Della Maharani Riyadi - 13507135 Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no. 10, Bandung If17135@students.if.itb.ac.id
Lebih terperinciINSTANTON. Casmika Saputra Institut Teknologi Bandung
INSTANTON Casika Saputra 02200 Institut Teknologi Bandung Abstrak. Solusi klasik pada kasus Double Well Potential dala ekanika kuantu dala iaginary tie Euclidian eberikan dua buah solusi yaitu solusi trivial
Lebih terperinciPERCOBAAN III Komunikasi Data Pengukuran Komunikasi Serial
PERCOBAAN III Kounikasi Data Pengukuran Kounikasi Serial 1. TUJUAN 1. Mapu enghubungkan 2 PC untuk dapat berkounikasi lewat port serial RS232 2. Mengetahui siste pengkabelan untuk enghubungkan 2 PC lewat
Lebih terperinciBAB III METODE ANALISIS
BAB III METODE ANALISIS 3.1 Penyajian Laporan Dala penyajian bab ini dibuat kerangka agar eudahkan dala pengerjaan laporan. Berikut ini adalah diagra alir tersebut : Studi Pustaka Model-odel Eleen Struktur
Lebih terperinciModel Produksi dan Distribusi Energi
Model Produksi dan Distribusi Energi Yayat Priyatna Jurusan Mateatika FMIPA UNPAD Jl. Raya Jatinangor Bdg Sd K 11 E ail : yatpriyatna@yahoo.co Abstrak Salah satu tujuan utaa proses produksi dan distribusi
Lebih terperinciKELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT
KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR Kiki Reski Ananda 1 Khozin Mu taar 2 12 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan
Lebih terperinciPEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT
PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co
Lebih terperinciISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016
ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS
Lebih terperinciALJABAR MAX-PLUS BILANGAN KABUR (Fuzzy Number Max-Plus Algebra) INTISARI ABSTRACT
M. And Rhudito, dkk., Aljabar Max-Plus Bilangan Kabur ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN KABUR (Fuzz Nuber Max-Plus Algebra) M. And Rudhito, Sri Wahuni 2, Ari Suparwanto 2 dan F. Susilo 3 Jurusan Pendidikan Mateatika
Lebih terperinciKESEIMBANGAN LINTASAN TIPE U- LINE ASSEMBLY PADA PERAKITAN POMPA AIR
Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 2009, pp. 4-50 ISSN 4-2485 KESEIMBANGAN LINTASAN TIPE U- LINE ASSEMBLY PADA PERAKITAN POMPA AIR Pratikto, Tanti Octavia 2 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin,
Lebih terperinciPERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT
PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT SHORT-RUN F DENGAN V DARMANTO NRP 131 01 07 DOSEN PEMBIMBING Dr. Muhaad Mashuri, MT. PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK. Nur Salam 1
ISN: 978-60-4387-0- ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK Nur Sala Universitas Labung Mangkurat (UNLAM Abstract The seiparaetric regression odel in atri for is where X
Lebih terperinciANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK
ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK Lucky T Sianjuntak, Maksu Pine Departeen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Suatera Utara, Medan e-ail : LuckyTrasya@gail.co
Lebih terperinciPEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIVAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS
Seinar Nasional Teknologi Inforasi dan Kounikasi 01 (SENTIKA 01 ISSN: 089-981 Yogyakarta, 8 Maret 01 PEMILIHAN PERINGKAT TERBAIK FESTIAL KOOR MENGGUNAKAN METODE TOPSIS Sauel Manurung 1 1Progra Studi Teknik
Lebih terperinciSISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART
Prosiding Seinar Nasional Ilu Koputer dan Teknologi Inforasi Vol., No., Septeber 07 e-issn 540-790 dan p-issn 54-66X SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PANORAMIC IMAGE MOSAIC DENGAN METODE 8 PARAMETER PERSPECTIVE TRANSFORMATION
IMPLEMENTSI PNORMIC IMGE MOSIC DENGN METODE 8 PRMETER PERSPECTIVE TRNSFORMTION Rud dipranata, Hendra Litoo, Cherr G. Ballangan Teknik Inforatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra
Lebih terperinciPERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN
PERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN Agus Ristono Teknik Industri UPN Veteran Yogyakarta Jl. Babarsari 02 Tabakbayan Yogyakarta Indonesia 55281 Phone: + 62 274 485
Lebih terperinciSistem Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (F-AHP) (Studi Kasus : SMA Brawijaya Smart School)
Jurnal Pengebangan Teknologi Inforasi dan Ilu Koputer e-issn: 2548-964X Vol. 2, No. 5, Mei 2018, hl. 2095-2101 http://j-ptiik.ub.ac.id Siste Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic
Lebih terperincimatematika K-13 PEMBAGIAN HORNER DAN TEOREMA SISA K e l a s
i K- ateatika K e l a s XI PEMBAGIAN HORNER DAN TEOREMA SISA Tujuan Peelajaran Setelah epelajari ateri ini, kau diharapkan eiliki keapuan erikut.. Menguasai konsep peagian suku anyak dengan etode Horner..
Lebih terperinci