PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT SHORT-RUN F DENGAN V DARMANTO NRP DOSEN PEMBIMBING Dr. Muhaad Mashuri, MT. PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 017

2 THESIS - SS14501 COMPARISON SHORT-RUN MULTIVARIATE F AND V CONTROL CHART DARMANTO NRP SUPERVISOR Dr. Muhaad Mashuri, MT. MAGISTER PROGRAM DEPARTMENT OF STATISTICS FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 017

3 PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT SHORT-RUN F DENGAN V Tesis ini disusun untuk eenuhi salah satu syarat eperoleh gelar Magister Sains (M.Si) di Institut Teknologi Sepuluh Nopeber Oleh : DARMANTO NRP Tanggal Ujian : 11 Januari 017 Periode Wisuda : Maret 017 Disetujui oleh: Dr. Muhaad Mashuri, MT. NIP (Pebibing) Dr. Agus Suharsono, MS NIP (Penguji I) Dr. Santi Wulan Purnai, M.Si. NIP (Penguji II) Direktur Progra Pascasarjana, Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D. NIP

4 PERBANDINGAN BAGAN KENDALI MULTIVARIAT SHORT-RUN F DENGAN V Naa Mahasiswa : Daranto NRP : Pebibing : Dr. Muhaad Mashuri, MT. ABSTRAK Proses produksi short-run didefinisikan sebagai suatu keadaan produksi di ana antar produksi yang satu dengan yang lain epunyai standar karakteristik kualitas yang berbeda-beda (job shop), just-in-tie (JIT) yakni julah produk yang sedikit (low volue, uunya kurang dari 50 ite) sehingga proses produksi berjalan lebih pendek (short) dan paraeter proses tidak tersedia dikarenakan tidak cukup atau tidak ada data produksi sebelunya. Untuk engatasi hal tersebut diusulkan beberapa bagan kendali ultivariat short-run, dua di antaranya adalah Scholz-Tosch (1994) yang elabangkan statistik bagan kendalinya dengan dan Khoo-Quah (00) yang elabangkan statistik F bagan kendalinya dengan V. Kedua bagan kendali tersebut enggunakan konsep successive difference (SD) dan berada di bawah asusi noral ultivariat. Selanjutnya, dibandingkan kedua bagan kendali tersebut dengan engevaluasi etode secara teoritis dan kinerja keduanya dengan enggunakan Average Run Length (ARL1). Selain itu, diberikan data contoh sebagai terapan bagi kedua bagan kendali. Secara etode, statistik hanya enggunakan konsep SD untuk F estiasi atriks kovarians sehingga bagan kendali tidak segera terbentuk setelah beberapa data diperoleh, sedangkan statistik V, enggunakan konsep SD untuk engestiasi kedua paraeter sehingga bagan kendali segera terbentuk setelah beberapa data diperoleh. Berdasarkan nilai ARL1, pada kondisi kedua paraeter diketahui, bagan kendali epunyai sensitifitas yang lebih tinggi F dibandingkan dengan bagan kendali paraeter tidak diketahui, bagan kendali V. Naun deikian, pada kondisi kedua V lebih sensitif dala endeteksi adanya pergeseran vektor rata-rata proses dibanding bagan kendali F. Kata kunci: ARL1, job shop, just in tie, short-run, successive difference 4

5 COMPARISON SHORT-RUN MULTIVARIATE F AND V CONTROL CHART By : Daranto NRP : Supervisor : Dr. Muhaad Mashuri, MT. ABSTRACT The ter short-runs production is the run processs is short, job shop settings, just-in-tie (JIT) technique which is usually produce fewer than 50, and unknown paraeters. To overcoe this short-runs, researchers had proposed short-run ultivariate control chart such as Scholz-Tosch (1994), naed F control chart and Khoo-Quah (00), naed V control chart. These control charts use successive difference (SD) concept to estiate paraeters and data assues noral ultivariate. Therefore, we copare between these two control chart by evaluating the ethods theoritically and perforances using Average Run Length (ARL1). Then, we apply it to two data saple set. F control chart use SD just to estiates covarince atrix so the control chart is not constructed soon after data is collected. But, V control chart use SD to estiates both of paraeters so the control chart is constructed soon after several data is collected. Based on ARL1, for known paraeters case, F control chart has higher sensitivity than V control chart. But, for unknown paraeters case, V control chart is better than F control chart to detect ean shift. Keywords: ARL1, job shop, just in tie, short-run, successive difference 5

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta ala yang telah eberikan karunia ilu. Tidak ada hal yang apu dilakukan Penulis selain bersyukur dan berusaha untuk engipleentasikan wujud syukur itu dengan berkarya untuk kebaikan dan keberanfaatan sesaa dan tersebarnya ilu. Ucapan teria kasih Penulis sapaikan kepada segenap civitas akadeika Universitas Brawijaya yang telah ebantu eberikan fasilitas dan otivasi kepada Penulis untuk dapat enyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat endapatkan gelar akadeik di tingkat agister. Ucapan teria kasih pula Penulis sapaikan kepada beberapa pihak, di antaranya: 1. Dr. Muhaad Mashuri sebagai Prootor. Dr. Irhaah sebagai Penasehat Akadeik 3. Dr. Suhartono sebagai Ketua Jurusan Statistika ITS 4. Dr. rer. pol. Heri Kuswanto sebagai Ketua Progra Pasca Sarjana Jurusan Statistika ITS 5. Dr. Santi Wulan Purnai, Dr. Sony Sunaryo dan Dr. Agus Suharsono sebagai ti Penguji Tesis 6. Segenap Staf Pengajar Pasca Sarjana Statistika ITS 7. Kedua orang tua Penulis: Abi Mu at dan Ui Jaeah 8. Keluarga kecil Penulis: Neng Nina dan Cah Nayu Zainab DM 9. Kakak-kakak sekeluarga 10. Rekan-rekan kuliah Pasca Sarjana Jurusan Statistika ITS Disadari bahwa tentu asih terdapat banyak kekurangan dari karya ini sehingga Penulis ebuka diri untuk endapatkan asukan berupa saran dari para pengkaji perasalahan kualitas secara statistika, para dosen, para praktisi dan juga para ahasiswa. Surabaya, Maret 017 Penulis 6

7 DAFTAR ISI Halaan HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ruusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah... 4 BAB KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Bagan Kendali T -Hotelling Bagan Kendali Multivariat Untuk Aatan Individu Bagan Kendali Multivariat Short-Run Untuk Aatan Individu Bagan Kendali Multivariat Short-Run F Bagan Kendali Multivariat Short-Run V Average Run Length (ARL) BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Konsep Pengebangan Bagan Kendali F Dan V Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F Dan V Data Siulasi Data Contoh

8 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pengebangan Bagan Kendali F dan V Bagan Kendali F Bagan Kendali V Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F dan V Terapan Bagan Kendali F dan V Pada Data Contoh BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesipulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS

9 DAFTAR TABEL Halaan Tabel 3.1 Data Persentase Produksi Biji Jagung... 6 Tabel 3. Data Quesenberry (001)... 7 Tabel 4.1 Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V Kondisi Kedua Paraeter Diketahui dengan = Tabel 4. Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V Kondisi Kedua Paraeter Diketahui dengan = Tabel 4.3 Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui dengan = Tabel 4.4 Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui dengan = Tabel 4.5 Statistik F dan V Untuk Data Sullivan-Jones Tabel 4.6 Statistik F dan V Untuk Data Quesenberry

10 DAFTAR GAMBAR Halaan Gabar 3.1 Diagra Alir Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F dan V Untuk Kondisi Kedua Paraeter Diketahui Gabar 3. Diagra Alir Evaluasi Kinerja Bagan Kendali F dan V Untuk Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui... 3 Gabar 3.3 Diagra Alir Terapan Bagan Kendali F dan V... 9 Gabar 4.1 Plot Perbandingan Nilai ARL1 Kondisi Paraeter Diketahui untuk p = dengan = Gabar 4. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V Untuk p =, = 0 dan δ = 0 Pada Kondisi Kedua Paraeter Diketahui Gabar 4.3 Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V Untuk p = 4, = 0 dan δ = 1 Pada Kondisi Kedua Paraeter Diketahui Gabar 4.4 Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V Untuk p = 8, = 50 dan δ = Pada Kondisi Kedua Paraeter Diketahui Gabar 4.5 Plot Perbandingan Nilai ARL1 Kondisi Paraeter Tidak Diketahui untuk p = dengan = Gabar 4.6 Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V Untuk p =, = 0 dan δ = 0 Pada Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui Gabar 4.7 Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V Untuk p = 4, = 0 dan δ = 1 Pada Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui Gabar 4.8 Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V Untuk p = 8, = 50 dan δ = Pada Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui Gabar 4.9 Bagan Kendali F dan V Untuk Data Contoh Sullivan-Jones.. 60 Gabar 4.10 Bagan Kendali F dan V Untuk Data Contoh Quesenberry

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaan Lapiran 1 Uji Noralitas Multivariat Lapiran Progra Siulasi Nilai ARL Lapiran 3 Progra Terapan

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagan kendali erupakan salah satu teknik pengendalian proses statistika di dunia industri yang secara luas diterapkan sejak pertaa kali dikenalkan oleh Dr. Walter E. Shewhart pada tahun 194. Pertaa kali dikenalkan, satu bagan kendali digunakan untuk eonitor satu karakteristik kualitas. Naun, seiring berkebangnya teknologi, suatu produk diaati dan diukur berdasarkan beberapa karakteristik kualitas yang saling berkorelasi. Menurut Mason dan Young (00), Bersiis, dkk. (007), dan Montgoery (009), jika dua atau lebih karakteristik kualitas yang saling berkorelasi dionitor secara terpisah, aka enjadi tidak efisien dan akan eberikan kesipulan yang tidak benar. Oleh karena itu, dikebangkan bagan kendali ultivariat yang eonitor beberapa karakteristik kualitas secara siultan. Bagan kendali ultivariat pertaa kali dikenalkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1947, yang keudian disebut dengan bagan kendali T -Hotelling. Statistik T pada bagan kendali T -Hotelling erupakan suatu nilai yang diperoleh berdasarkan kobinasi perhitungan dari vektor rata-rata dan atriks kovarians dari beberapa karakteristik kualitas (Rogalewicz, 01). Bagan kendali ultivariat T -Hotelling didesain untuk proses produksi dengan julah produk yang besar (big volue). Selain itu, bagan kendali T -Hotelling engasusikan bahwa nilai estiasi paraeter vektor rata-rata dan atriks kovarians telah telah sebelu proses produksi berjalan. Saat ini, proses produksi yang sedang tren adalah proses produksi short-run, yakni suatu proses produksi dengan kondisi (Khoo, dkk., 005 dan Marques, dkk., 015): 1) Proses job shop yaitu karakteristik kualitas beserta standar (spesifikasi) yang dionitor berbeda-beda tiap produk. 1

13 ) Siste Just-in-Tie (JIT) yaitu julah produk yang diproduksi sedikit (low volue) sehingga proses produksi berjalan lebih pendek dari yang konvensional. 3) Paraeter proses tidak tersedia. Hal ini dikarenakan tidak cukup atau tidak tersedia data produksi sebelunya (no historical data). Khoo dan Quah (00), Ela dan Case (005), Fonseca, dkk. (007), Montgoery (009), Jaupi, dkk. (013) enabahkan bahwa secara uu proses produksi short-run eproduksi produk dengan kuantitas kurang dari 50 (0-50). Dikarenakan julah produk yang sedikit, aka aatan yang paling banyak diterapkan pada kondisi short-run adalah aatan individu. Secara konvensional, bagan kendali ultivariat aatan individu didasarkan pada bagan kendali klasik T -Hotelling. Untuk enghitung statistik T bagan kendali T -Hotelling, diperlukan statistik vektor rata-rata dan atriks kovarians yang diperoleh berdasarkan data produksi sebelunya (historical data). Dikarenakan pada kondisi short-run proses produksi berjalan cepat dan karakteristik kualitas dan spesifikasi berbeda-beda tiap proses produksi, aka data historis relatif sulit diperoleh. Oleh karenanya, hal ini enjadi kendala untuk eonitor proses produksi dengan enggunakan bagan kendali T -Hotelling konvensional. Untuk engatasi kondisi (1) dan () pada proses produksi short-run, para peneliti telah engusulkan beberapa bagan kendali ultivariat short-run. Beberapa di antaranya adalah Scholz dan Tosch (1994) yang engusulkan bagan kendali ultivariat X untuk sapel berukuran kecil, Quesenberry (001) engusulkan bagan kendali ultivariat snapshot Q, Khoo dan Quah (00) engusulkan bagan kendali ultivariat V. Selain itu, pada tahun 005, Khoo dan Gan juga engusulkan bagan kendali ultivariat CUSUM untuk aatan individu enggunakan statistik V, Zou, dkk., (01) engusulkan bagan kendali ultivariat short-run EWMA untuk data yang tidak diketahui distribusinya dengan basis rank-spatial, Jaupi dkk., (013) juga engusulkan bagan kendali ultivariat short-run untuk engendalikan rata-rata dan variabilitas dengan elibatkan fungsi pengaruh (influence function). 13

14 Dari beberapa bagan kendali ultivariat short-run yang telah diusulkan oleh para peneliti tersebut, terdapat dua bagan kendali yang epunyai persaaan. Dua bagan kendali tersebut adalah bagan kendali yang diusulkan oleh Scholz dan Tosch (1994) dan bagan kendali yang diusulkan oleh Khoo dan Quah (00). Persaaan dari kedua bagan kendali tersebut adalah keduanya dikebangkan dari konsep successive difference untuk enghitung estiator paraeter dan engasusikan bahwa data yang diaati berdistribusi noral ultivariat. Oleh karena itu, erujuk pada persaaan dari kedua bagan kendali tersebut dan belu adanya kajian tentang keduanya, aka pada penelitian ini akan dilakukan pebandingan atau evaluasi konsep antara bagan kendali ultivariat short-run yang diusulkan oleh Scholz dan Tosch (1994) dengan bagan kendali yang diusulkan oleh Khoo dan Quah (00). Selain itu, juga akan dievaluasi kinerja dari keduanya berdasarkan nilai average run length (ARL1). Jadi, dengan evaluasi yang dilakukan, akan dapat diidentifikasi keunggulan dan kekurangan dari kedua bagan kendali, baik dari segi konsep aupun kinerja. 1.. Ruusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, berikut adalah ruusan asalah yang uncul pada penelitian ini: 1. Bagaiana konsep pengebangan bagan kendali ultivariat short-run yang diusulkan oleh Scholz dan Tosch (1994) dan Khoo dan Quah (00)?. Bagaiana kinerja dari kedua etode tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan ruusan asalah yang uncul adalah 1. Melakukan kajian konsep pengebangan bagan kendali ultivariat short-run Scholz dan Tosch (1994) dan Khoo dan Quah (00).. Mengukur kinerja kedua bagan kendali tersebut. 14

15 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah 1. Pengebangan ilu statistika di bidang industri.. Mengetahui lebih dala dari segi konsep dan kinerja dari kedua bagan kendali ultivariat short-run (Scholz dan Tosch, 1994 dan Khoo dan Quah, 00) Batasan Masalah Adapun batasan asalah pada penelitian ini adalah bagan kendali yang dikaji hanya untuk pergeseran vektor rata-rata proses. 15

16 BAB KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI.1. Bagan Kendali T -Hotelling Bagan kendali T -Hotelling adalah bagan kendali yang paling banyak digunakan untuk eonitor dua atau lebih karakteristik kualitas secara siultan. Bagan kendali T -Hotelling diusulkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1947 yang endasarkan penghitungan statistiknya pada jarak Mahalanobis. Jika terdapat vektor aatan independen berdiensi p, dengan p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati, dan p <, aka kuadrat jarak Mahalanobis didefinisikan sebagai di ana 1 i i i MD x T x C x x T x, (.1) MD i x i T x C x = Kuadrat jarak Mahalanobis untuk aatan ke-i. = Vektor rando berisikan data aatan, i = 1,,,. = Statistik dari paraeter lokasi. = Statistik dari paraeter skala. Untuk x i yang engikuti distribusi Noral p-variat dengan vektor rata-rata populasi μ dan atriks kovarians populasi Σ, aka dengan derajat bebas p (Midi dan Shabbak, 011). Bentuk uu dari statistik T analog dengan MD i berdistribusi MD i yakni engganti statistik paraeter lokasi dan skala secara berurutan dengan statistik vektor ratarata x dengan dan atriks kovarians S. Berikut adalah statistik T : x x S x x, (.) 1 T i i i 1 i i 1 x x (.3) 16

17 di ana 1 S xi xxi x (.4) 1 i1 T i x S = Statistik T -Hotelling pada aatan ke-i, i = 1,, 3,,. = Banyaknya aatan = Statistik vektor rata-rata det S 0. = Statistik atrik kovarians, Pada Fase I (retrospective analysis), Tracy, dkk. (199), Mason dan Young (00), dan Petros (003) enyatakan bahwa statistik T d 1, di ana d 1 1, engikuti distribusi Beta dengan batas kendali atas (Upper Control Liits/UCL) dan batas kendali bawah (Lower Control Liits/LCL) adalah sebagai berikut: UCL LCL 0. 1 B p p1,, (.5) Sedangkan pada Fase II (prospective analysis), statistik distribusi F, di ana d, p berikut: 1 1 p p d T p, engikuti dengan UCL dan LCL sebagai p UCL LCL F, p, p p (.6) 17

18 .. Bagan Kendali Multivariat Untuk Aatan Individu Bagan kendali ultivariat untuk aatan individu digunakan ketika data yang tersedia untuk tiap-tiap sapel hanya 1 (n = 1). Kondisi deikian dikarenakan tidak eungkinkannya data diabil lebih dari 1. Hal ini dapat disebabkan oleh biaya pengukuran yang tinggi atau dikarenakan pengujian produk yang bersifat erusak (destructive) (Rogalewicz, 01). Bagan kendali ultivariat untuk aatan individu didasarkan pada bagan kendali ultivariat T - Hotelling yakni T x x S x x. (.7) 1 i i di ana x i x S 1 = Vektor data aatan ke-i (future observation). = Statistik vektor rata-rata data produksi sebelunya. = Statistik atriks kebalikan kovarians data produksi sebelunya. Pada ruusan (.7) terlihat bahwa statistik T eerlukan data lapau untuk eperoleh statistik vektor rata-rata x dan atriks kovarians S. Untuk engatasi perasalahan tersebut, aka Holes dan Mergen (1993) enggunakan etode successive difference untuk engestiasi vektor rata-rata μ yakni dengan dan atriks kovarians Σ berdasarkan data aatan produksi endatang, 1 VV S (.8) 1 v 1 v V v 1 dan vi xi 1 x i; i1,,..., 1. 18

19 Tracy, dkk. (199), Bersiis, dkk. (007) dan Rogalewicz (01) enyatakan ruusan bagan kendali ultivariat untuk aatan individu untuk Fase I dan Fase II adalah sebagai berikut: Fase I: UCL LCL 1 1 B B Fase II: p 1 1 UCL p p LCL p p1,, 1 1 p p p1 1,, F F., p, p 1, p, p (.9) (.10) di ana adalah banyaknya data lapau dan p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati..3. Bagan Kendali Multivariat Short-Run Untuk Aatan Individu Proses produksi short-run didefinisikan sebagai suatu keadaan di ana proses produksi bersifat pendek (short), antar produksi yang satu dengan yang lain epunyai standar karakteristik kualitas yang berbeda-beda (job shop). Selain itu, proses produksi short-run bersifat just-in-tie (JIT), yakni julah produk yang diproduksi sedikit (low volue), yaitu uunya kurang dari 50 ite dan paraeter proses tidak tersedia dikarenakan tidak cukup atau tidak ada data produksi sebelunya (Khoo dan Quah, 00; Khoo, dkk., 005; Khoo dan Ng, 005; Ela dan Case, 005; Fonseca, dkk., 007; Montgoery, 009; Jaupi, dkk., 013; Marques, dkk., 015). Dikarenakan sifat dari short-run yang deikian, aka bagan kendali ultivariat konvensional, T -Hotelling, tidak lagi sesuai. Hal ini disebabkan karena bagan kendali ultivariat konvensional sebagaiana pada Persaaan (.7), eerlukan data produksi sebelunya untuk engestiasi paraeter μ 19

20 dan Σ. Untuk engatasi perasalahan ketidaktersediaan data produksi sebelunya, aka para peneliti telah engusulkan beberapa bagan kendali ultivariat short-run. Di antaranya adalah Scholz dan Tosch (1994) yang engusulkan bagan kendali ultivariat X untuk sapel berukuran kecil. Scholz dan Tosch (1994) engebangkan konsep successive difference untuk engestiasi paraeter Σ. Pada tahun 001, Quesenberry engusulkan bagan kendali ultivariat snapshot Q yang erupakan perluasan dari bagan kendali univariat Q oleh Quesenberry (1993). Quesenberry enggunakan fleksibilitas dari bagan kendali univariat Q untuk engebangkannya enjadi bagan kendali ultivariat snapshot Q. Selanjutnya, Khoo dan Quah (00) engusulkan bagan kendali ultivariat V. Statistik V erupakan odifikasi dan perluasan dari statistik T dengan entransforasi ke dala distribusi ultivariat noral standar, N p0,i p. Keudian, pada tahun 005, Khoo dan Gan engusulkan bagan kendali ultivariat CUSUM untuk aatan individu enggunakan statistik V. Bagan kendali ini enggabungkan konsep CUSUM dengan statistik V. Sebagaiana pada konsep CUSUM, tujuan utaa dari bagan kendali ini adalah untuk endeteksi secara cepat kondisi tidak terkendali dari proses produksi short-run. Selanjutnya, pada tahun 01, Zou, dkk. engusulkan bagan kendali ultivariat short-run EWMA untuk data yang tidak diketahui distribusinya dengan basis rank-spatial. Bagan kendali ini diusulkan untuk engatasi kurangnya inforasi tentang distribusi data (non-paraetrics) atau untuk data yang tidak berdistribusi noral ultivariat. Pada tahun 013, Jaupi dkk. juga engusulkan bagan kendali ultivariat short-run untuk engendalikan rata-rata dan variabilitas dengan elibatkan fungsi pengaruh (influence function)..4. Bagan Kendali Multivariat Short-Run F Diisalkan bahwa x,x,,x erupakan vektor aatan yang 1 berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor rata-rata μ dan atriks kovarians Σ. Statistik bagan kendali Scholz dan Tosch dilabangkan 0

21 dengan F. Jika kedua paraeter ( μ dan Σ ) diketahui atau μ μ 0 dan Σ Σ 0, aka statistik F dinyatakan dengan di ana: x μ Σ x μ (.11) 1 F i i 0 0 i 0 F i = Nilai statistik F ke-i, i = 1,, 3, x i = Vektor aatan selanjutnya ke-i. μ 0 Σ 0 = Vektor rata-rata spesifikasi. = Matriks kovarians spesifikasi. Suatu proses dinyatakan tidak terkendali secara statistik jika nilai dari batas kendali UCL, p, Fi, p. F i lebih besar Apabila kedua paraeter ( μ dan Σ ) tidak diketahui, aka Scholz dan Tosch (1994) enggunakan konsep successive difference. Jika y x 1 x i i i adalah vektor selisih lokal (local difference vectors), aka terbentuk sebanyak 1 atriks kovarians S i dengan 1 Si yi yi yi,1. yi,1 yi,1. yi, yi,1. yi, p 1 yi,. yi,1 yi,. yi, yi,. yi, p yi, p. yi,1 yi, p. yi, yi, p. y i, p di ana S i = Matriks kovarian selisih lokal ke-i. (.1) x i y i = Vektor aatan selanjutnya ke-i. = Vektor selisih lokal antara vektor aatan ke-i dengan vektor aatan ke-(i+1). y ip, = Selisih lokal antara aatan ke-i dengan aatan ke-(i+1) pada karakteristik kualitas ke-p. 1

22 Gabungan dari S i adalah S yang erupakan estiator bagi Σ. S dinyatakan dengan S S y y. (.13) i i i 1 i1 1 i1 Selanjutnya, statistik S digunakan untuk endapatkan statistik F yang diruuskan sebagai berikut: d p 1 1 Fi i i d p 1 x x S x x, (.14) dengan 1 i 1 x x (.15) i di ana: 1 d 3 4 F i = Nilai statistik F ke-i, i = 1,, 3,. (.16) x i x = Vektor aatan selanjutnya ke-i. = Statistik vektor rata-rata. S p d 1 = Statistik atriks kebalikan selisih kovarians. = Banyaknya aatan. = Banyaknya karakteristik kualitas. = Faktor koreksi. Suatu proses produksi dikatakan tidak terkendali secara statistik (out-of-control) jika statistik Fi F, p, d p 1 (Scholz dan Tosch, 1994)..5. Bagan Kendali Multivariat Short-Run V 1 Diisalkan bahwa x,x,,x erupakan vektor aatan yang berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor rata-rata μ dan atriks kovarians Σ. Khoo dan Quah (00) elabangkan statistik bagan

23 kendalinya dengan V. Jika kedua paraeter diketahui, statistik V diruuskan sebagai berikut: dengan di ana 1 p μ μ 0 dan Σ Σ 0, aka V G T (.17) x μ Σ x μ. (.18) 1 T V = Statistik V untuk aatan ke-, = 1,, 3, T x μ 0 = Statistik T -Hotelling untuk aatan ke-. = Vektor aatan selanjutnya ke-. = Vektor rata-rata spesifikasi. Σ 0 = Matriks kovarians spesifikasi. 1 = Kebalikan fungsi kuulatif distribusi Noral standar. p G = Fungsi kuulatif distribusi dengan derajat bebas p. Adapun jika kedua paraeter (μ dan Σ ) tidak diketahui, aka statistik V diruuskan dengan 1 p 1 p 1 V H p, p1 T (.19) dengan di ana 1 1 x 1 x i. (.0) 1 i1 1 S 1 x x x x. (.1) 1 i 1 i i1 x x S x x. (.) 1 T V = Statistik V untuk aatan ke-, p, p 3, T = Statistik T -Hotelling untuk aatan ke-. 3

24 x = Vektor aatan selanjutnya ke-. x 1 = Statistik vektor rata-rata selisih ke-(-1). S 1 = Statistik atriks kovarians selisih ke-(-1). p 1 p, p 1 Jika statistik = Banyaknya aatan. = Banyaknya karakteristik kualitas. = Kebalikan fungsi kuulatif distribusi Noral standar. H = Fungsi kuulatif distribusi F dengan derajat bebas p dan -p-1. V > 3, aka vektor rata-rata proses dinyatakan telah bergeser lebih besar dari vektor rata-rata yang sebenarnya (target) dan deikian sebaliknya..6. Average Run Length (ARL) Kriteria yang dapat digunakan untuk engetahui kinerja dari suatu bagan kendali adalah dengan elihat nilai dari ARL. ARL didefinisikan sebagai rata-rata banyaknya observasi yang diperlukan untuk engetahui kondisi tidak terkendali statistik yang pertaa kali (Montgoery, 009). Nilai ARL terbagi enjadi dua, yaitu ARL0 dan ARL1. ARL0 adalah rata-rata banyak observasi yang diperlukan untuk engetahui kondisi tidak terkendali yang pertaa kali pada suatu proses yang terkendali, sedangkan ARL1 adalah rata-rata banyaknya observasi yang diperlukan untuk engetahui kondisi tidak terkendali pada suatu proses yang eang tidak terkendali. Nilai ARL juga dapat didefinisikan sebagai nilai harapan suatu titik ke- pertaa yang keluar dari batas kendali. Chap, dkk., (005) enyatakan nilai ARL sebagai berikut:. (.3) ARL P RL 1 di ana ARL = Rata-rata titik pertaa yang keluar batas kendali. = titik ke- pertaa yang keluar batas kendali. P(RL = ) = Peluang titik ke- adalah titik pertaa yang keluar batas kendali. 4

25 halaan ini sengaja dikosongkan 5

26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Secara garis besar, ada tiga langkah utaa yang dilakukan pada penelitian ini. Langkah pertaa adalah elakukan kajian konsep pengebangan bagan kendali F dan V. Pada kajian konsep pengebangan ini, ada dua kondisi yang dibandingkan dari kedua bagan kendali tersebut yaitu kondisi kedua paraeter diketahui dan kondisi kedua paraeter tidak diketahui. Langkah kedua adalah elakukan perbandingan kinerja kedua bagan kendali. Perbandingan kinerja bagan kendali dapat diketahui dengan elihat nilai ARL1 yang diperoleh dari hasil siulasi. Setelah eperoleh nilai ARL1 asingasing untuk bagan kendali, aka selanjutnya adalah ebandingkan nilai ARL1 kedua bagan kendali. Seakin kecil nilai ARL1, aka dapat dinyatakan bahwa seakin sensitif suatu bagan kendali endeteksi adanya pergeseran vektor ratarata proses dari vektor rata-rata yang sebenarnya (target). Selanjutnya, langkah ketiga adalah enerapkan kedua bagan kendali dengan data contoh Konsep Pengebangan Bagan Kendali F Dan V Pada tahapan ini, akan dilakukan kajian konsep pengebangan yang elandasi bagan kendali F dan V. Kajian konsep pengebangan dilakukan dengan enjelaskan ruusan asing-asing bagan kendali yang diusulkan engikuti suatu distribusi tertentu. Berdasarkan diketahui atau tidak diketahuinya kedua paraeter ( μ dan Σ ), baik bagan kendali F aupun V terdapat dua kondisi. Kondisi pertaa adalah kedua paraeter diketahui dan kondisi kedua adalah kedua paraeter tidak diketahui. Untuk kondisi kedua paraeter diketahui, bagan kendali ultivariat shortrun F dinyatakan oleh Persaaan (.11). Evaluasi dilakukan dengan enjelaskan bahwa statistik F i pada Persaaan (.11) engikuti distribusi Khi- Kuadrat dengan derajat bebas p. p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati. Langkah pertaa adalah enyatakan perkalian dua vektor aatan 6

27 bersesuaian dengan definisi distribusi Wishart. Selanjutnya adalah enyatakan perkalian antara selisih vektor aatan dengan vektor rata-rata dan kebalikan atriks kovarians ke dala bentuk kuadratik. Perkalian tersebut keudian ditulis kebali dala bentuk kuadratik dengan pendekatan distribusi Khi-Kuadrat. Deikian pula untuk bagan kendali ultivariat short-run V. Pada kondisi kedua paraeter diketahui, statistik V pada Persaaan (.17) akan engikuti distribusi Khi-Kuadrat dengan derajat bebas p. p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati. Saa halnya dengan bagan kendali F, langkah pertaa untuk enjelaskan Persaaan (.17) adalah enyatakan perkalian dua vektor aatan bersesuaian dengan definisi distribusi Wishart. Selanjutnya adalah enyatakan perkalian antara selisih vektor aatan dengan vektor rata-rata dan kebalikan atriks kovarians ke dala bentuk kuadratik. Perkalian tersebut keudian ditulis kebali dala bentuk kuadratik dengan pendekatan distribusi Khi-Kuadrat. Berbeda dengan bagan kendali F, bentuk kuadratik pada bagan kendali V diubah ke dala bentuk kuantil dari distribusi kuulatif Khi-Kuadrat. Setelah itu, enyatakan kuantil dari distribusi kuulatif Khi-Kuadrat kepada bentuk kebalikan fungsi kuulatif noral standar. Adapun untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui, ruusan bagan kendali F ditulis pada Persaaan (.14). Pada Persaaan (.14) diketahui bahwa statistik F i engikuti distribusi F dengan nuerator p dan denoinator d p 1. d adalah faktor koreksi dan p adalah banyaknya karakterisik kualitas yang diaati. Langkah pertaa evaluasi etode bagan kendali ultivariat short-run aatan individu adalah enentukan statistik S 1 i i i S yang erupakan gabungan dari y y. S adalah statistik atriks kebalikan selisih kovarians dan y i adalah vektor selisih lokal dari x i. S erupakan estiator tak bias bagi Σ. Langkah selanjutnya adalah ebuktikan teorea yang bersesuaian bagi bentuk kuadratik sehingga diperoleh pendekatan distribusi Wishart, XAX W r, Σ. Keudian, dengan enggunakan pendekatan paradiga p Satterthwaite, beberapa bentuk kuadratik dapat didekati dengan distribusi Wishart. 7

28 Setelah endapatkan persaaan pendekatan paradiga Satterthwaite, aka selanjutnya adalah encari oen pertaa dan oen kedua dari bentuk kuadratik statistik dan enyaakannya dengan oen pertaa dan kedua dari distribusi paraeternya. Langkah berikutnya adalah eisalkan N x μ, Σ sebagai aatan f p selanjutnya (future observation). Keudian enyatakan bahwa x f adalah independen terhadap statistik S. Jika x f independen terhadap S, aka dapat ditunjukkan bahwa statistik F Fp, d p 1. Untuk bagan kendali ultivariat short-run V pada kondisi kedua paraeter tidak diketahui, statistik V diruuskan pada Persaaan (.19). Persaaan (.19) enyebutkan bahwa statistik V engikuti distribusi F dengan nuerator p dan denoinator p1. p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati dan adalah banyaknya aatan. Langkah pertaa evaluasi etode bagan kendali ini adalah ebuktikan teorea bentuk kuadratik antara x N p 0, Σ dengan W W, Σ berdistribusi F. Selanjutnya, berdasarkan teorea tersebut p dinyatakan bahwa statistik V engikuti distribusi F. Keudian, bentuk kuadratik yang diturunkan dari teorea tersebut diubah ke dala bentuk kuantil dari distribusi kuulatif F. Setelah itu, enyatakan kuantil dari distribusi kuulatif F kepada bentuk kebalikan fungsi kuulatif noral standar. 3.. Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F Dan V Data Siulasi Data siulasi digunakan untuk ebandingkan kinerja dari kedua bagan kendali, F dengan V. Untuk tiap-tiap skea siulasi (lihat pada Sub Bab 3.3), julah data yang dibangkitkan adalah secara rando dari distribusi noral ultivariat, N p μ, Σ. Sebagaiana yang telah dijelaskan sebelunya, baik bagan kendali F aupun V, asing-asing epunyai ruusan yang berbeda. Dua ruusan berbeda tersebut didasarkan atas diketahui atau tidak diketahuinya kedua 8

29 paraeter ( μ dan Σ ). Pada perbandingan kinerja bagan kendali, sensitif atau kurang sensitifnya suatu bagan kendali dapat diketahui berdasarkan nilai ARL1. Pada kondisi kedua paraeter diketahui, langkah awal pengukuran kinerja bagan kendali F adalah inisiasi awal kedua paraeter yang diketahui yaitu μ 0 0 dan Σ0 I p. Selanjutnya adalah ebangkitkan data secara rando sebanyak N = yang keudian dinyatakan sebagai x f (future observation). Vektor aatan x f atriks kovarians berdistribusi noral ultivariat dengan vektor rata-rata Σ0 I p, f N p s p μ s dan x μ,i untuk p =, 4 dan 8. p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati dan μ s adalah vektor rata-rata yang telah engalai pergeseran proses sebesar yaitu μ μ, = 0; 0,5; 1; 1,5; s 0 ;,5; 3; 4; 5. Selanjutnya adalah enghitung statistik F sebagaiana pada Persaaan x μ Σ x μ. Setelah eperoleh statistik F untuk 1 (.11) yakni F i i 0 0 i 0 tiap-tiap vektor aatan, aka langkah selanjutnya adalah ebandingkan statistik F tersebut dengan 0,007, p. Keudian, endeteksi ada tidaknya titik yang keluar pertaa kali (RL1). Suatu titik dinyatakan keluar jika statistik F > 0,007, p. Jika RL1 = 0, yakni dari sebanyak N = tidak ada titik yang keluar, aka ulangi langkah-langkah sebelunya yakni ebangkitkan data x μ,i, enghitung statistik F aatan f N p s p 0,007, p dan ebandingkannya dengan. Jika RL1 0, aka catat sebagai nilai RL1. Seluruh proses tersebut diiterasi sebanyak kali. Langkah terakhir adalah encari rata-rata RL1 (ARL1). Nilai ARL1 didapatkan dengan cara enjulahkan seluruh RL1 yang diperoleh dari tiap-tiap iterasi dibagi dengan banyaknya iterasi. 9

30 MULAI Inisial Awal µ=0; Ʃ=I p Bangkitkan data: x i ~N p (µ s =µ 0 +δ,σ 0 ). δ=0;0,5; ;3;4;5. N = h = 1 h Bagan Kendali F ya Bagan Kendali V Hitung Statistik F (Persaaan.11) Hitung Statistik V (Persaaan.17) F ~ χ p α V ~ ±3 n(rl) = 0 ya Hitung ARL 1 h + 1 Hitung Rata-rata ARL 1 SELESAI Gabar 3.1. Diagra Alir Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F Dan V Untuk Kondisi Kedua Paraeter Diketahui 30

31 Adapun untuk bagan kendali V pada kondisi kedua paraeter diketahui, proses inisiasi awal kedua paraeter hingga ebangkitkan x f N p μ s,i p adalah saa seperti bagan kendali F. Setelah ebangkitkan data, langkah selanjutnya adalah enghitung statistik V sebagaiana pada Persaaan (.16) 1 yakni V Gp T. Keudian ebandingkan statistik V yang telah diperoleh tersebut dengan ±3. Selanjutnya adalah endeteksi ada tidaknya titik yang keluar pertaa kali (RL1). Titik dinyatakan keluar jika V > 3. Jika RL1 = 0, yakni dari sebanyak N = tidak ada titik yang keluar, aka ulangi langkah-langkah sebelunya yakni ebangkitkan data aatan f p s p x N μ,i, enghitung statistik V dan ebandingkannya dengan ±3. Jika RL1 0, aka catat sebagai nilai RL1. Seluruh proses tersebut diiterasi sebanyak kali. Langkah terakhir adalah encari rata-rata RL1 (ARL1). Nilai ARL1 didapatkan dengan cara enjulahkan seluruh RL1 yang diperoleh dari tiap-tiap iterasi dibagi dengan banyaknya iterasi. Gabar 3.1 erupakan diagra alir dari evaluasi kinerja kedua bagan kendali untuk kondisi kedua paraeter diketahui. Berbeda dengan kondisi kedua paraeter diketahui, untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui, proses siulasi baik untuk bagan kendali F aupun V terbagi enjadi dua fase yakni Fase I dan Fase II. Fase I adalah fase estiasi paraeter vektor rata-rata dan atriks kovarians berdasarkan titik yang terkendali (in-control). Fase II adalah fase enghitung nilai ARL1 berdasarkan data bangkitan yang telah engalai pergeseran terhadap statistik vektor rata-rata dan atriks kovarians yang telah diperoleh pada Fase I. Pada bagan kendali F, Fase I diulai dengan ebangkitkan data secara rando sebanyak N = yang berdistribusi noral ultivariat μ, Σ N p 0 0 dengan variasi p =, 4, 8, p adalah banyaknya karakteristik kualitas. Keudian, engabil secara rando dari N = untuk tiap-tiap p sebanyak = 0 dan 50. Selanjutnya, enghitung statistik x pada Persaaan (.15) yaitu 31

32 1 i 1 x x dan i S pada Persaaan (.13) yaitu S 1 1 S 1 i1 i 1 1 yi yi untuk tiap-tiap p dan. 1 i1 Langkah berikutnya adalah enghitung statistik 1 Persaaan (.14) yaitu F F sebagaiana pada d p 1 d p 1 x x S x x. Setelah i i i endapatkan statistik F untuk tiap-tiap aatan, aka keudian ebandingkan statistik F dengan F 0,007, p, d p. Jika ada 1 titik yang tidak 1 terkendali F F 0,007, p, d p 1 aka tahapan awal pada fase ini diulangi hingga seua titik terkendali F F 0,007, p, d p 1. Jika seua titik terkendali, aka statistik x dan S dari titik terkendali ini disipan untuk perhitungan pada Fase II. Pada Fase II, langkah awalnya adalah ebangkitkan data secara rando sebanyak N = yang keudian dinyatakan sebagai Vektor aatan x f atriks kovarians x f (future observation). berdistribusi noral ultivariat dengan vektor rata-rata Σ0 I p, f N p s p μ s dan x μ,i untuk p =, 4 dan 8. p adalah banyaknya karakteristik kualitas yang diaati dan μ s adalah vektor rata-rata yang telah engalai pergeseran proses sebesar yaitu μ μ, s 0 = 0; 0,5; 1; 1,5; ;,5; 3; 4; 5. Keudian, enghitung statistik F sebagaiana pada Persaaan (.14) dengan eanfaatkan statistik x dan S yang diperoleh pada Fase I. Langkah selanjutnya adalah ebandingkan antara statistik F dengan F dan enyatakan tidak terkendali secara statistik jika dan hanya 0,007, p, d p 1 jika F F 0,007, p, d p 1. Keudian, endeteksi ada tidaknya titik yang keluar pertaa kali (Run Length/RL1). Jika RL1 = 0 yakni dari sebanyak N = tidak ada titik yang keluar, aka ulangi langkah-langkah sebelunya yakni ebangkitkan data aatan f N p s p x μ,i, enghitung statistik F dan 3

33 ebandingkannya dengan F 0,007, p, d p 1. Jika RL1 0, aka catat sebagai nilai RL1. Seluruh proses tersebut diiterasi sebanyak kali. Langkah terakhir adalah encari rata-rata RL1 (ARL1). Nilai ARL1 didapatkan dengan cara enjulahkan seluruh RL1 yang diperoleh dari tiap-tiap iterasi dibagi dengan banyaknya iterasi. Seperti halnya bagan kendali F, langkah awal Fase I dari bagan kendali V adalah ebangkitkan data secara rando. Data rando tersebut berdistribusi N p 0 0 noral ultivariat μ, Σ sebanyak N = dengan p =, 4, 8 di ana p adalah banyaknya karakteristik kualitas. Selanjutnya adalah engabil secara rando dari N = untuk tiap-tiap p sebanyak = 0 dan 50. Keudian, enghitung statistik x 1 pada Persaaan (.0) yaitu x x i dan 1 i1 S 1 pada Persaaan (.1) yaitu 1 S 1 x x x x. 1 i 1 i i1 Setelah enghitung x 1 dan S 1, langkah selanjutnya adalah enghitung statistik V sebagaiana pada Persaaan (.19) yaitu 1 p 1 p 1 V H p, p1 T untuk tiap-tiap titik aatan diulai pada titik p, p 3,. Keudian, ebandingkan statistik V dengan batas kendali ±3. Jika ada 1 titik yang tidak terkendali V 3 aka kebali ke tahapan awal pada fase ini hingga seua titik terkendali V 3. Jika seua titik terkendali, aka statistik x 1 dan S 1 dari titik terkendali ini disipan untuk perhitungan pada Fase II. Langkah selanjutnya setelah endapatkan statistik x 1 dan S 1 adalah ke Fase II. Langkah awal Fase II adalah ebangkitkan data secara rando sebanyak N = yang keudian dinyatakan sebagai Vektor aatan atriks kovarians x f (future observation). x f berdistribusi noral ultivariat dengan vektor rata-rata μ s dan Σ0 I p, f N p s p x μ,i untuk p =, 4 dan 8. p adalah 33

34 banyaknya karakteristik kualitas yang diaati dan μ s adalah vektor rata-rata yang telah engalai pergeseran proses sebesar yaitu μ μ, ;,5; 3; 4; 5. s 0 = 0; 0,5; 1; 1,5; FASE I MULAI x i ~N p (µ=0,ʃ=i p ), N = , p =, 4 dan 8. Bagan Kendali F Abil = 0 dan 50 dari N Abil = 0 dan 50 dari N Bagan Kendali V Hitung xbar dan S : Pers. (.15) dan (.13) Hitung xbar -1 dan S -1 : Pers. (.17) dan (.18) Hitung F (Persaaan.14) Hitung V (Persaaan.19) F ~ F α p,d-p+1 V ~ ±3 Tidak Seua titik terkendali Seua titik terkendali Tidak xbar dan S dari titik terkendali xbar -1 dan S -1 dari titik terkendali A Gabar 3.. Diagra Alir Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F Dan V Untuk Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui 34

35 A FASE II Bangkitkan data: X i ~N p (µ s =µ 0 +δ,σ 0 ). δ=0;0,5; ;3;4;5. N = h = 1 h Bagan Kendali F ya Bagan Kendali V Hitung Statistik F (Persaaan.14) dengan xbar dan S database Hitung Statistik V (Persaaan.19) dengan xbar dan S database F ~ F α p,d-p+1 V ~ ±3 n(rl) = 0 ya Hitung ARL 1 h + 1 Hitung Rata-rata ARL 1 SELESAI 35

36 Keudian, enghitung statistik V sebagaiana pada Persaaan (.19) dengan eanfaatkan statistik x 1 dan S 1 yang diperoleh pada Fase I. Statistik V yang telah diperoleh keudian dibandingkan dengan batas kendali ±3. Statistik V titik ke- dinyatakan tidak terkendali secara statistik jika dan hanya jika V 3. Selanjutnya adalah endeteksi ada tidaknya titik yang keluar pertaa kali (Run Length/RL1). Jika RL1 = 0 yakni dari sebanyak N = tidak ada titik yang keluar, aka ulangi langkah-langkah sebelunya yakni ebangkitkan data aatan f N p s p x μ, I, enghitung statistik V dan ebandingkannya dengan 3. Jika RL1 0, aka catat sebagai nilai RL1. Seluruh proses tersebut diiterasi sebanyak kali. Langkah terakhir adalah encari rata-rata RL1 (ARL1). Nilai ARL1 didapatkan dengan cara enjulahkan seluruh RL1 yang diperoleh dari tiap-tiap iterasi dibagi dengan banyaknya iterasi Data Contoh Sebagai terapan, ada dua set data contoh yang digunakan pada penelitian ini. Set data pertaa adalah data persentase produksi biji jagung yang digunakan oleh Sullivan dan Jones (00). Biji jagung terdiri atas karakteristik (p = ): besar dan sedang. Data aatan sebanyak 56 dengan tiap aatan adalah persentasi asing-asing karakteristik biji jagung. Data persentase produksi biji jagung dinyatakan pada Tabel 3.1. Adapun set data kedua adalah data yang digunakan oleh Quesenberry (001). Data terdiri atas 11 karakteristik kualitas (p = 11) dengan banyak aatan = 30. Data Quessenberry (001) dapat dilihat pada Tabel

37 Tabel 3.1. Data Persentase Produksi Biji Jagung Aatan ke- Ukuran Biji Ukuran Biji Aatan ke- Besar Sedang Besar Sedang Suber: Sullivan dan Jones (00) 37

38 Tabel 3.. Data Quessenberry (001) X1 X X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X Suber: Quessenberry (001) Data contoh terapan yang digunakan adalah data yang digunakan oleh Sullivan dan Jones (00) dengan p = dan Quesenberry (001) dengan p = 11. Langkah pertaa penerapan kedua bagan kendali tersebut adalah easukkan data. Dikarenakan kedua bagan kendali engasusikan bahwa data harus berdistribusi noral ultivariat, aka langkah selanjutnya adalah enguji apakah 38

39 data engikuti distribusi noral ultivariat ataukah tidak. Jika data tidak eenuhi asusi noral ultivariat, aka dilakukan transforasi. Setelah itu, untuk bagan kendali F adalah enghitung statistik Dikerenakan pada contoh tidak diketahui statistik kedua paraeter, aka ruusan yang digunakan adalah ruusan untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui sebagaiana pada Persaaan (.14) yaitu d p 1 1 Fi i i d p 1 x x S x x. Adapun untuk bagan kendali V, setelah enyatakan data berdistribusi noral ultivariat, langkah selanjutnya adalah entransforasi data ke dala bentuk noral ultivariat standar. Keudian, enghitung statistik sebagaiana pada Persaaan (.19) yaitu 1 p 1 p 1 V H p, p1 T F V. Langkah berikutnya adalah. ebandingkan antara statistik F dengan F 0,007, p, d p 1 untuk bagan kendali F. Keudian, enyatakan tidak terkendali secara statistik jika dan hanya jika F F. Sedangkan untuk bagan kendali V, statistik V 0,007, p, d p 1 dibandingkan dengan ±3 dan enyatakan suatu titik tidak terkendali jika dan hanya jika titik tersebut berada di luar batas ±3. 39

40 MULAI Data Uji Noralitas Multivariat Noral? Transforasi ya Bagan Kendali F Bagan Kendali V Hitung F (Persaaan.13) Transforasi Data ke Bentuk N p (0,I p ) Hitung V (Persaaan.17) F ~ F α p,d-p+1 V ~ ±3 Interpretasi Bagan Kendali SELESAI Gabar 3.3. Diagra Alir Terapan Bagan Kendali F Dan V 40

41 - halaan ini sengaja dikosongkan - 41

42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsep Pengebangan Bagan Kendali F Dan V Pada sub-bab ini akan dikaji secara statistika-ateatika konsep pengebangan baik bagan kendali F aupun V. Berdasarkan diketahui atau tidak diketahuinya kedua paraeter, ruusan kedua bagan kendali ultivariat short-run aatan individu terbagi enjadi dua kondisi yaitu, kedua paraeter diketahui dan kedua paraeter tidak diketahui Bagan Kendali F Pada kondisi kedua paraeter diketahui μ μ ; Σ = Σ, sebagaiana 0 0 x μ Σ x μ, statistik 1 pada Persaaan (.11) yaitu F i i 0 0 i 0 F engikuti distribusi Khi-Kuadrat dengan derajat bebas p. p enyatakan banyaknya karakteristik kualitas yang diaati. Sehingga, akan dijelaskan bahwa untuk kondisi kedua paraeter diketahui, adalah benar bahwa F. x μ 1 0 Σ0 x μ0, i i i p 1 Dinyatakan bahwa x,x,,x erupakan vektor aatan yang berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor rata-rata μ dan atriks kovarians N x μ 0, Σ. i p Σ atau x N μ, Σ. Jika N i p x μ, Σ, aka i p Definisi 4.1. Jika x1, x,,x berdistribusi noral p-variat, identik dan independen, N p 0, Σ ; aka bebas. W x ix i akan berdistribusi Wishart dengan derajat i1 (Seber, 004) 4

43 Berdasarkan Definisi 4.1, Jika xi μ0 xi μ 0 Wp, Σ; μ μ 0. i1 CC = Σ, di ana C i 0 N p p 1 U = C x μ 0,I adalah atrik non-singular berukuran p p, aka dan UU = x μ Σ x μ. Perkalian atriks 1 i 0 i 0 UU yang asing-asing berdistribusi erupakan julah kuadrat dari p variabel saling bebas N 0,1, sehingga. aka benar bahwa F 1 i xi μ0 Σ0 xi μ0, p UU p. Jika Σ = Σ 0, Berbeda dengan kondisi ketika vektor rata-rata dan atriks kovarians diketahui. Jika kedua paraeter tersebut tidak diketahui, aka sebagaiana pada Persaaan (.14), statistik akan engikuti distribusi F dengan nuerator p dan denoinator d p 1. p enyatakan banyaknya karakteristik kualitas yang diaati. d disebut faktor koreksi dengan 1 d 3 4 dan adalah banyaknya aatan. Oleh karena itu, akan dijelaskan secara teori adalah benar bahwa F d p 1 1 F d p 1 x x S x x. f f p, d p1 Diisalkan bahwa erupakan vektor aatan yang berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor rata-rata dan atriks kovarians Σ atau N i i1 i x μ, Σ. Diisalkan pula bahwa i y x x untuk i1,..., 1 adalah vektor selisih lokal (local difference vector). Untuk seua vektor selisih lokal atriks, aka dapat ditulis sebagai berikut: F 1 x,x,,x p μ y i, apabila dinyatakan dala bentuk 43

44 y 1 x - x1 y x3 - x y 3 x4 - x3 y x - x 1 1 y x y x y x y x Y = DX. di ana D disebut sebagai atriks pebeda (differencing atrix). Diketahui bahwa S 1 y y i i i dan estiator tak bias gabungan S untuk Σ adalah Jika S i1 S 1 i1 i yy i YY. A = D D, aka i S Y Y 1 X AX Teorea Diketahui bahwa X x,x,,x di ana N x 0, Σ dan v = Xξ, ξ 0 adalah vektor konstan berukuran p 1. Jika A adalah suatu atriks berukuran dengan rank r, aka XAX W r, i p p Σ jika dan hanya jika vav untuk setiap ξ, di ana r ξ Σξ. (Seber, 004) 44

45 Bukti: Jika W = XAX W r, p Σ, aka berdasarkan Teorea 4.. dan Akibat Teorea 4.. dapat ditulis vav ξxaxξ ξwξ. r Sebaliknya, jika vav r untuk beberapa ξ dan N, v 0 I, aka A idepoten dengan rank r. Oleh karena itu, A a ia i di ana adalah vektor eigen orthonoral berkorespondensi dengan eigen dari A. Sehingga, r XAX Xa ax u u i i i i i1 i1 r r i1 r a i unit nilai di ana u i X a i. Jadi, berdasarkan Definisi 4.1, dapat dinyatakan bahwa XAX W r, Σ. p Teorea 4.. Jika W, W Σ dan C p aka W, CWC CΣC. p adalah atriks berukuran r p dengan rank r, Bukti: Diisalkan bahwa 1 x,x,,x erupakan vektor aatan yang berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor ratarata 0 i1 dan atriks kovarians Σ atau N 0 x,σ. Diketahui bahwa W0 x ix i. Jika W0 Wp, Σ, aka CW 0C epunyai distribusi yang saa dengan di ana 0 CWC. Perhatikan bahwa CW C Cx x C y y y i i i i i i1 i1 i berdistribusi noral p-variat, identik dan independen, y N 0, CΣC. Dengan deikian, berdasarkan Definisi 4.1, dapat i p dinyatakan bahwa W CW C CΣC. 0 p, p 45

46 Akibat Teorea 4.. Jika ξ adalah sebarang vektor konstan berukuran p 1, ξ 0, aka ξwξ di ana ξσξ 0 karena Σ Ο Berdasarkan Teorea 4.1, diketahui bahwa perkalian beberapa epunyai distribusi yang dapat didekati dengan distribusi Wishart,. W p S d, Σ Ide dasarnya adalah etode Satterthwaite yang elakukan pendekatan distribusi dari bentuk kuadratik dari perkalian beberapa variabel rando Khi-Kuadrat dengan derajat bebas d. Jika diasusikan μ = 0, aka v i i N0, berdistribusi x ξ dan v v v v 1,,,. Menggunakan pendekatan paradiga Satterthwaite untuk beberapa, aka dapat ditulis persaaan pendekatan seperti berikut: 1 vav d Ekspektasi dan varians dari 1 v Av adalah sebagai berikut:. dan 1 1 E vav EξXAXξ 1 Eξ 1Sξ 1 E ξ Sξ var vav var vi1 vi 4 i1 cov 4 4 1i j vi 1 vi v j1 v j 46

47 Ekspektasi dan varians dari E d Ed d. d adalah sebagai berikut: dan var 4 var d d 4 d. Selanjutnya enyaakan hasil ekspetasi dan varians untuk asing-asing sisi. dan 1 d sehingga diperoleh d, dan 1 d. 3 4 Dikarenakan dan d tidak tergantung pada ξ, aka dapat dinyatakan bahwa 1 S ds W d, Σ. Dinyatakan bahwa 1 Σ x xi N p μ, independen terhadap i1 n Lebih lanjut, jika N p f p S x μ, Σ adalah aatan selanjutnya (future 1 observation), aka x f x N p 0, Σ 1 juga independen terhadap S. Oleh karena itu, dapat dinyatakan benar bahwa. 47

48 F d p 1 1 x x S x x engikuti distribusi F dengan d p 1 f f nuerator p dan denoinator F d p1. Dengan deikian dapat ditulis: d p 1 1 F d p 1 x x S x x. f f p, d p Bagan Kendali V Metode yang diusulkan oleh Khoo dan Quah untuk kondisi kedua paraeter diketahui epunyai basis yang saa dengan etode yang diusulkan oleh Scholz dan Tosch. Naun, dikarenakan pada etode Khoo dan Quah data yang digunakan harus ditransforasi ke dala bentuk Noral standar, aka akhir penurunan Persaaan (.16) enjadi berbeda dengan Persaaan (.11). Berikut akan dijelaskan konsep pengebangan etode yang diusulkan oleh 1 Khoo dan Quah sebagaiana pada Persaaan (.16) yaitu V Gp T engikuti distribusi Khi-Kuadrat dengan derajat bebas p. Di ana 1 adalah kebalikan fungsi kuulatif distribusi noral standard dan G adalah fungsi kuulatif distribusi Diisalkan bahwa dengan derajat bebas p. p erupakan vektor aatan yang berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor rata-rata dan atriks kovarians N x μ 0, Σ. i p Σ atau x N μ, Σ. Jika N i p x μ, Σ, aka Saa halnya dengan pebuktian pada bagan kendali F untuk kondisi kedua paraeter diketahui, aka dengan enggunakan Definisi 4.1 dinyatakan xi μ0 xi μ 0 Wp, Σ; μ μ 0. i1 Jika CC = Σ di ana adalah atrik non-singular berukuran p p, aka C i 0 N p p 1 U = C x μ 0,I 1 x,x,,x i p μ 48

49 dan UU = x μ Σ x μ. Perkalian atriks 1 i 0 i 0 erupakan julah kuadrat dari p variabel saling bebas yang asing-asing berdistribusi, sehingga. Jika, x μ Σ x μ. aka benar bahwa T 1 i 0 0 i 0 p Adapun untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui, statistik V pada Persaaan (.19) yaitu engikuti distribusi F dengan nuerator p dan denoinator p1. p adalah banyaknya karakteristik kualitas dan adalah banyaknya aatan. Oleh karena itu, akan ditunjukkan adalah benar bahwa 1 p 1 p 1 V H p, p1 T engikuti distribusi F. Diisalkan bahwa erupakan vektor aatan yang berdistribusi noral p-variat, identik dan independen dengan vektor rata-rata Σ dan atriks kovarians. Jika xi N pμ, Σ, aka x 1 N pμ,. Akan 1 ditunjukkan distribusi dari (MGF) sebagai berikut: x dengan enggunakan oent generating function Diketahui MGF untuk distribusi ultivariat noral: M X 1 t expμt tσt di ana t t1, t1,, t p, sehingga M x t UU t M x i1 t 1 t t expμ Σ 1 Σ exp μt t t. Σ Σ Jadi, x N μ, dan x 1 N μ,. 1 Σ N 0,1 1 x,x,,x Σ = Σ UU p 0 μ 49

50 Oleh karena itu, x x 1 N p 0, Σ 1 atau 1 1 Diketahui pula, sehingga N x x 0, Σ. 1 p W 1 1 S 1 1, Σ, 1 p ~ W, Dikarenakan S Σ. 1 p x x 1 N p 0, Σ 1, aka 1 1 N x x 0, Σ. 1 p Teorea 4.3. Dinyatakan bahwa T -1 x W x, di ana N p Wp x 0, Σ, W, Σ, x dan W saling bebas secara statistik. Jika diasusikan bahwa distribusidistribusi tersebut non-singular, yakni Σ > Ο (definit positif) dan p, aka W -1 ada dengan probabilitas 1. Dengan deikian dapat dinyatakan bahwa Bukti: p1 T p Jika diketahui T T F p, p xσ x M xw x. -1 xσ x N -1 xw x. (Seber, 004) -1 xw x, aka dapat ditulis kebali enjadi 50

51 Dinyatakan pula bahwa jika W, W Σ di ana p, aka p ξw ξ -1 ξ Σ ξ -1 p 1 untuk setiap ξ 0 dengan ξ adalah sebarang vektor konstan berukuran p1. Dengan deikian N. Adapun M p 1 engikuti distribusi p M p. Sehingga dua distribusi Khi-Kuadrat. Oleh karena itu, 1 M p T P F p N p1 p, p1. T M N erupakan rasio dari Berdasarkan Teorea 4.3, T x x 1 S 1 x x x x 1 S 1 x x 1 dan berdasarkan Teorea 4.3 pula, dapat dinyatakan p1 1 1 x x S x x F p p x x 1 S 1 x x 1 F p, p1 p p, p1 dan dapat ditulis enjadi p 1 1 T F p, p1 p bahwa T p F p, p1 p Oleh karena itu, benar 51

52 4.. Perbandingan Kinerja Bagan Kendali F Dengan V Salah satu ukuran kinerja dari suatu bagan kendali adalah dengan elihat nilai ARL1. Oleh karena itu, evaluasi kinerja bagan kendali ultivariat short-run aatan individu dilakukan dengan enganalisa nilai ARL1 hasil siulasi dari skea sebagaiana telah dijelaskan pada sub bab 3.3. Sensitifitas dari suatu bagan kendali didasarkan pada besar kecilnya nilai ARL1. Seakin kecil nilai ARL1, aka akan seakin sensitif suatu bagan kendali dala endeteksi adanya titik yang tidak terkendali (out of control). Secara praktik, nilai ARL1 dihitung dengan encatat titik ke- pertaa yang keluar dari batas bagan kendali. Pada penelitian ini, siulasi pergeseran terhadap vektor rata-rata dilakukan secara serepak dengan sifat pergeseran positif (+). Misal: untuk p = 3, aka μ s μ di ana 0 μ 0 μ s = Vektor rata-rata spesifikasi. = Vektor rata-rata setelah engalai pergeseran proses sebesar. = Besar pergeseran, dengan 0;0,5;1;1,5;;,5;3;4;5. Tabel 4.1 erupakan tabel yang berisi nilai ARL1 bagan kendali F dan V untuk kondisi kedua paraeter diketahui. Nilai ARL1 yang diperoleh erupakan nilai ARL1 hasil siulasi dengan perulangan kali. Labang p pada Tabel 4.1 enunjukkan banyaknya karakteristik yang diaati. Pada penelitian ini enggunkan tiga p yaitu, 4 dan 8. Untuk tiap-tiap p, nilai ARL1 terbagi enjadi dua yaitu nilai ARL1 bagan kendali F dan nilai ARL1 bagan kendali V. Besarnya pergesaran pada tabel ini dilabangkan dengan. Nilai diulai dari 0 yang artinya tidak ada pergeseran vektor rata-rata proses, 0,5 artinya vektor rata-rata proses digeser enjauh secara serepak sebesar 0,5 dari vektor rata-rata yang sebenarnya μ 0 0, 1 artinya vektor rata-rata proses digeser 5

53 enjauh secara serepak sebesar 0,5 dari vektor rata-rata yang sebenarnya, dan deikian seterusnya untuk nilai = 1,5; 1; 1,5; ;,5; 3; 4; 5. Tabel 4.1. Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V Kondisi Kedua Paraeter Diketahui dengan = 0 p = p = 4 p = 8 F V F V F V Berdasarkan Tabel 4.1, untuk besar 0 atau tidak ada pergeseran vektor rata-rata, bagan kendali F, berlaku untuk setiap p, diketahui nilai ARL1 berada di sekitar angka 370. Nilai ARL1 = 370 artinya, titik aatan ke-370 adalah titik yang pertaa kali keluar yang dideteksi oleh bagan kendali. Atau dengan kata lain, bagan kendali ebutuhkan aatan sebanyak 370 untuk enyatakan bahwa proses engalai pergeseran vektor rata-rata. Adapun nilai ARL1 bagan kendali V tanpa ada pergeseran vektor rata-rata adalah di sekitar angka 371, yang artinya untuk enyatakan bahwa proses engalai pergeseran vektor rata-rata, bagan kendali ini ebutuhkan 1 aatan lebih banyak dibandingkan bagan kendali F. Berdasarkan Tabel 4.1 pula, jika besar pergeseran vektor rata-rata adalah 0,5 dengan banyak karakterisik kualitas, p, isal: p = 4, diketahui nilai ARL1 bagan kendali F adalah 101, sedangkan untuk bagan kendali V nilai ARL1 = 157. Artinya, ketika vektor rata-rata digeser sebesar 0,5 dari vektor rata-rata spesifikasi, bagan kendali F eberikan sinyal bahwa telah terjadi pergeseran vektor rata-rata untuk yang pertaa kali adalah pada aatan ke-101. Adapun bagan kendali V, pada besar pergeseran yang saa 0,5, endeteksi bahwa 53

54 proses telah terjadi pergeseran vektor rata-rata untuk yang pertaa kali adalah pada titik ke-157. Pada nilai p dan yang lain, isal: p = 8 dan, enurut Tabel 4.1, nilai ARL1 bagan kendali F adalah 1. Artinya, ketika vektor rata-rata digeser sebesar dari vektor rata-rata yang sebenarnya μ 0 0, aka bagan kendali F apu endeteksi keadaan tersebut pada titik aatan ke-1. Artinya, pada perulaan data diperoleh, ketika proses telah engalai pergeseran vektor ratarata, bagan kendali F dengan segera enyatakan bahwa eang benar proses telah engalai pergeseran vektor rata-rata. Secara visual, jika dinyatakan pada plot bagan kendali, aka titik pertaa bagan kendali ini berada di luar batas kendali (UCL). Adapun untuk bagan kendali V, pada p dan yang saa, yakni p = 8 dan, berdasarkan Tabel 4.1 nilai ARL1 juga enunjukkan angka 1. Dengan deikian, dapat diartikan bahwa ketika proses engalai pergeseran sebesar dari vektor rata-rata yang sebenarnya, bagan kendali V apu eberikan sinyal bahwa benar telah terjadi pergeseran vektor rata-rata proses adalah pada titik aatan ke-1. Atau bagan kendali V epunyai sensitifitas yang saa dengan bagan kendali F. Secara uu, berdasarkan Tabel 4.1 setiap vektor rata-rata proses digeser enjauh dari vektor rata-rata sebenarnya, aka nilai ARL1 dari kedua bagan kendali tersebut seakin enurun. Artinya, seakin besar nilai pergeserannya, aka akan eningkatkan sensitifitas kedua bagan kendali untuk enyatakan bahwa proses telah engalai pergeseran vektor rata-rata. Pola ini (seakin besar pergeseran, aka akan seakin kecil nilai ARL1) berlaku untuk setiap nilai p atau banyaknya karakteristik yang diaati. Sebagai contoh untuk bagan kendali V dengan p = 4, pada saat vektor ratarata tidak digeser 0, nilai ARL1 bagan kendali tersebut adalah 371. Naun, ketika besar pergeseran vektor rata-rata ditabah enjadi 0,5, sensitifitas jauh eningkat dua kali lipat. Titik aatan pertaa yang eberi sinyal telah terjadi pergeseran vektor rata-rata adalah titik ke-157, setengah dari titik pertaa yang keluar ketika 0. Selanjutnya, ketika nilai 1, nilai ARL1 dari bagan 54

55 kendali ini 3, lebih cepat hapir delapan kali lipat dibandingkan ketika bergeser 0,5. Kondisi enurunnya nilai ARL1 seiring dengan bertabahnya nilai hingga terjadi pada saat nilai 5. Ketika nilai adalah saa dengan 3 atau lebih besar, aka nilai ARL1 enunjukkan angka 1. Artinya, bagan kendali V dapat dengan segera endeteksi bahwa proses eang benar telah terjadi pergeseran vektor rata-rata ketika data pertaa diperoleh. Hal ini enunjukkan bahwa sensitifitas bagan kendali V seakin eningkat seiring bertabah jauhnya vektor rata-rata digeser dari vektor rata-rata yang sebenarnya. Selain itu, berdasarkan Tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa banyaknya p atau karakteristik kualitas yang diaati berpengaruh pada besar kecilnya nilai ARL1. Hal ini berlaku bagi nilai ARL1 baik bagan kendali F aupun V. Untuk bagan kendali F, isal: pada 1, nilai ARL1 untuk p = adalah 8, untuk p = 4, nilai ARL1 enurun enjadi 15 dan nilai ARL1 untuk p = 8 adalah 7. Deikian pula untuk bagan kendali V, bertabah banyaknya karakteristik kualitas (p) yang diaati, aka juga akan seakin enurunkan nilai ARL1. Sebagai contoh pada 1,5, diketahui bahwa nilai ARL1 untuk p = adalah 11, untuk p = 4 adalah 5 dan untuk p = 8 adalah ARL S-T K-Q Pergeseran (δ) Gabar 4.1. Plot Perbandingan Nilai ARL1 Kondisi Kedua Paraeter Diketahui untuk p = dengan = 0 55

56 Selain itu, berdasarkan Tabel 4.1, dapat dinyatakan bahwa secara uu bagan kendali F pada kondisi kedua paraeter diketahui, epunyai nilai ARL1 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARL1 bagan kendali V. Perbedaan nilai ARL1 dari kedua bagan kendali tersebut adalah ketika vektor rata-rata digeser sebesar 0,5 sapai dengan dari vektor rata-rata target μ 0 0 (lihat Gabar 4.1). Hal ini juga dapat diartikan bahwa bagan kendali F lebih sensitif dala endeteksi adanya pergeseran vektor rata-rata dibandingkan dengan bagan kendali V. Sedangan pada besar pergeseran epunyai nilai ARL1 yang relatif saa., kedua bagan kendali Tabel 4.. Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V Kondisi Kedua Paraeter Diketahui dengan = 50 p = p = 4 p = 8 F V F V F V Pada kondisi kedua paraeter diketahui, dengan enabah aatan incontrol dari = 0 enjadi = 50, nilai ARL1 untuk kedua bagan kendali tidak engalai perubahan yang cukup signifikan (relatif saa). Nilai ARL1 untuk = 50 ini dapat dilihat pada Tabel 4.. Berdasarkan Tabel 4., isal: untuk p =, diketahui bahwa dengan pergeseran vektor rata-rata sebesar 1 1, nilai ARL1 bagan kendali F adalah 8 dan nilai ARL1 bagan kendali V adalah 43. Kedua nilai ini relatif saa dengan nilai ARL1 untuk = 0 sebagaiana pada Tabel 4.1. Pada Tabel 4.1 nilai ARL1 bagan kendali F dan V secara berurutan juga adalah 8 dan 43. Deikian pula untuk p dan yang lain, nilai ARL1 untuk = 0 dan = 50 keduanya adalah relatif saa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa 56

57 pada kondisi kedua paraeter diketahui, banyaknya aatan () bagi kedua bagan kendali pada kondisi vektor rata-rata dan atriks kovarians diketahui, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai ARL1. Gabar 4. s.d. Gabar 4.4. erupakan contoh plot hasil siulasi dengan p, dan yang berbeda-beda pada kondisi kedua paraeter diketahui. Garis erah horizontal enunjukkan batas bagan kendali. Bagi bagan kendali F, nilai batas kendali atas ditunjukkan sebagaiana nilai UCL pada gabar dengan batas kendali bawah adalah 0. Nilai UCL untuk bagan kendali F pada kondisi kedua paraeter adalah berubah-ubah berdasarkan p atau banyaknya karakteristik kualitas yang diaat. Nilai UCL 0,007, p. Adapun batas kendali dari bagan kendali V pada kondisi kedua paraeter diketahui tidak tergantung pada sedikit atau banyaknya p. Batas kendali dari bagan kendali ini adalah konstan yaitu UCL 3 dan LCL 3. Pada gabar, titik aatan yang berada di dala batas kendali (in-control) dinyatakan dengan bulatan hita, sedangkan titik aatan yang berada di luar batas kendali (out-ofcontrol) dinyatakan dengan bulatan erah. Gabar 4.. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V untuk p =, = 0 dan 0 Pada Kondisi Kedua Paraeter Diketahui 57

58 Gabar 4. adalah contoh plot bagan kendali F dan V dari satu kali perulangan dari N = data. Data tersebut dibangkitkan secara rando x f N μ μ,i. Besar pergeseran dari Gabar 4. adalah dengan s 0 0 sehingga μs μ0 0 μ 0 (tidak ada persegeran vektor rata-rata). Batas kendali atas dari bagan kendali F adalah UCL 0,007, 11,89. Sedangkan batas kendali V adalah ±3. Statistik F bagan kendali F yang telah dihitung keudian diplotkan pada bagan kendali. Deikian pula statistik V bagan kendali V juga diplotkan ke bagan kendali. Titik 11,89 0,007, F yang berada di dala batas kendali UCL dan titik V yang berada di dala batas kendali ±3 dinyatakan sebagai titik-titik yang terkendali (in-control) dan diberi tanda bulat hita. Adapun Titik F yang berada di luar batas kendali UCL dan titik V yang berada di luar batas kendali ±3 11,89 0,007, dinyatakan sebagai titik-titik yang tidak terkendali (out-of-control) dan diberi tanda bulat erah. Berdasarkan Gabar 4. titik pertaa yang keluar pertaa kali (run legth/rl1) dari bagan kendali F adalah titik ke-408. Adapun untuk bagan kendali V, titik aatan ke-470 erupakan titik pertaa kali yang keluar dari batas kendali. Berdasarkan Gabar 4. pula, dapat diketahui bahwa banyaknya titik yang keluar atau n(out) untuk bagan kendali F dari N = adalah 0 titik. Sedangkan, untuk bagan kendali V, banyaknya titik yang keluar adalah 8 titik. Gabar 4.3 adalah contoh lain dari plot satu kali perulangan siulasi. dua gabar yang analog dengan Gabar 4.. Data pada Gabar 4.3 dibangkitkan secara rando dengan x f N4 μs μ 0,I 4. Besar pergeseran dari Gabar 4.3 adalah 1, sehingga μ μ Batas kendali atas dari bagan kendali s F UCL 0,007,4 16, 51. Sedangkan batas kendali V adalah ±3. Berdasarkan Gabar 4.3, dapat diketahui bahwa nilai RL1 untu bagan kendali F adalah 11. Artinya, titik pertaa kali yang terdeteksi ketika telah, 58

59 terjadi pergeseran vektor rata-rata sebesar 1 adalah titik ke-11. Adapun nilai RL1 untuk bagan kendali V adalah 4. Dengan kata lain, bagan kendali V endeteksi lebih labat 4 kali dibandingkan bagan kendali F. Gabar 4.3. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V untuk p = 4, = 0 dan 1 Pada Kondisi Kedua Paraeter Diketahui Gabar 4.3 juga enunjukkan bahwa ketika vektor rata-rata digeser sebesar 1 dari vektor rata-rata target, aka dari N = data yang dibangkitkan, terdapat sebanyak 400 hingga 700 atau sekitar 5% hingga 7% titik aatan keluar dari batas kendali. Jauh lebih banyak dibandingkan dengan banyaknya titik yang keluar batas kendali ketika tidak ada pergeseran vektor rata-rata sebagaiana pada Gabar 4.. Analog dengan Gabar 4. dan Gabar 4.3, Gabar 4.4 juga erupakan contoh dari plot bagan kendali hasil siulasi. Data pada Gabar 4.4 dibangkitkan x f N μ μ, I. Besar pergeseran dari Gabar secara rando dengan 8 s adalah, sehingga μ μ0. Batas kendali atas dari bagan kendali s F adalah UCL 0,007,8 3,5744. Sedangkan batas kendali V adalah saa seperti pada gabar selanjutnya, yakni ±3. 59

60 Berdasarkan Gabar 4.4 dapat diketahui bahwa nilai RL1 dari kedua bagan kendali adalah saa yakni 1. Artinya titik pertaa kali yang keluar dari batas kendali dari kedua bagan kendali adalah titik aatan ke-1. Dapat diartikan juga bahwa ketika vektor rata-rata digeser enjauh sebesar, kedua bagan kendali tersebut dapat dengan segera pada titik pertaa endeteksi bahwa proses eang benar telah terjadi pergeseran. Gabar 4.4 juga enunjukkan bahwa sekitar 90% titik aatan yang keluar dari batas kendali. Artinya, seakin besar pergeseran vektor rata-rata, aka seakin banyak titik aatan yang keluar dari batas kendali. Gabar 4.4. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V untuk p = 8, = 50 dan Pada Kondisi Kedua Paraeter Diketahui Secara terapan, jika suatu bagan kendali dapat dengan segera endeteksi adanya pergeseran rata-rata proses dari rata-rata yang sebenarnya (standar perusahaan berdasarkan karakteristik kualitas produk), aka akan dapat einialisir kerugian pihak perusahaan. Kerugian dapat berupa biaya produksi, perbaikan barang (rework) dan tenaga. Hal ini dikarenakan ketika suatu bagan kendali dapat endeteksi dengan segera adanya pergeseran rata-rata proses, aka 60

61 akan jauh lebih sedikit produk yang diproduksi perusahaan tersebut yang tidak sesuai dengan standar (spesifikasi). Tabel 4.3 erupakan tabel yang berisi nilai ARL1 baik bagan kendali F aupun V untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui. Sebagaiana yang telah dijelaskan pada Tabel 4.1, nilai ARL1 yang diperoleh erupakan nilai ARL1 hasil siulasi dengan perulangan kali. Labang p pada Tabel 4.3 juga enunjukkan banyaknya karakteristik yang diaati. Besarnya pergesaran pada Tabel 4.3 ini juga saa seperti yang dilabangkan pada Tabel 4.1 yaitu. Nilai diulai dari 0 yang artinya tidak ada pergeseran vektor rata-rata proses, 0,5 artinya vektor rata-rata proses digeser enjauh secara serepak sebesar 0,5 dari vektor rata-rata yang sebenarnya μ 0 0, 1 artinya vektor rata-rata proses digeser enjauh secara serepak sebesar 0,5 dari vektor rata-rata yang sebenarnya, dan deikian seterusnya untuk nilai = 1,5; 1; 1,5; ;,5; 3; 4; 5. Berdasarkan Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa untuk p =, tanpa ada pergeseran vektor rata-rata 0, nilai ARL1 untuk bagan kendali Scholz dan Tosch adalah Artinya, ketika vektor rata-rata tidak bergeser dari vektor ratarata target μ μ 0, bagan kendali ini endeteksi adanya titik yang keluar s 0 batas kendali untuk yang pertaa kali (RL1) adalah pada aatan ke Adapun untuk bagan kendali F, nilai RL1 adalah sebesar 388. Nilai RL1 bagan kendali V untuk 0 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai RL 1 bagan kendali F. Seperti halnya pada kondisi kedua paraeter diketahui, nilai ARL1 kondisi kedua paraeter tidak diketahui juga enurun seiring dengan seakin jauhnya vektor rata-rata bergeser dari vektor rata-rata target. Kondisi ini berlaku bagi kedua bagan kendali, baik bagan kendali F aupun V. Sebagai isal: pada p yang saa yaitu, dapat dilihat bahwa nilai ARL1 bagan kendali F untuk 0,5 adalah 500. Nilai ARL1 ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARL1 pada saat 0. Keudian untuk 1, diketahui nilai ARL1 berdasarkan Tabel 4.3 adalah 8. Selanjutnya, untuk 1,5;;,5;3;4;5 nilai ARL1 juga enurun secara berurutan adalah 18, 6,,, 1, dan 1. 61

62 ARL1 Tabel 4.3. Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V dengan Paraeter Tidak Diketahui 0 Ketika Kedua p = p = 4 p = 8 F V F V F V Tidak berbeda dengan bagan kendali F, nilai ARL1 bagan kendali V juga engalai penurunan seiring dengan seakin jauhnya vektor rata-rata digeser dari vektor rata-rata target. Pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa, isal: juga pada p =, nilai ARL1 bagan kendali V untuk 0,5 adalah 110. Selanjutnya, jika besar pergeseran adalah 1, aka nilai ARL1 bagan kendali V adalah S-T K-Q PERGESERAN Gabar 4.5. Plot Perbandingan Nilai ARL1 Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui untuk p = dengan = 0 Deikian pula untuk 1,5;;,5;3;4;5 nilai ARL1 juga seakin enurun secara berurutan adalah 6, 3,, 1, 1 dan 1. Oleh karena itu, dapat disipulkan 6

63 bahwa seakin jauh vektor rata-rata digeser dari vektor rata-rata target, aka seakin kecil nilai ARL1. Artinya, baik bagan kendali F aupun V, sensitifitas kedua bagan kendali tersebut seakin tinggi seiring dengan seakin besarnya pergeseran. Pada Tabel 4.3 juga dapat diketahui bahwa nilai ARL1 bagan kendali V jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARL1 bagan kendali F. Misal: p = dan 0, diketahui nilai ARL1 bagan kendali V adalah 388. Artinya, bagan kendali V eberikan inforasi adanya indikasi pergeseran vektor rata-rata pada proses yang pertaa kali adalah pada titik ke-388. Nilai ARL1 ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARL1 bagan kendali F yaitu Contoh perbandingan lain, isal: p = dan 1, nilai ARL1 bagan kendali F adalah 8. Sedangkan nilai ARL1 bagan kendali V adalah 3, 4 kali lebih sedikit dibandingkan dengan nilai ARL1 bagan kendali F. Deikian pula untuk banyak aatan (p) dan besar pergeseran (δ) yang lain. Hal ini dapat dilihat sebagaiana pada Gabar 4.5. Tabel 4.4. Nilai ARL1 Bagan Kendali F dan V dengan 50 Ketika Kedua Paraeter Tidak Diketahui p = p = 4 p = 8 F V F V F V Saa halnya dengan Tabel 4.3, Tabel 4.4 erupakan tabel yang berisi nilai ARL1 baik bagan kendali F aupun V untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui dengan = 50. Sebagaiana yang telah dijelaskan pada tiga tabel sebelunya, nilai ARL1 yang diperoleh erupakan nilai ARL1 hasil siulasi 63

64 dengan perulangan kali. Labang p pada Tabel 4.4 juga enunjukkan banyaknya karakteristik yang diaati. Tabel 4.4 enunjukkan bahwa nilai ARL1 kedua bagan kendali tersebut engalai penurunan yang sangat drastis ketika vektor rata-rata proses engalai pergeseran, yakni isal untuk bagan kendali F, pada p =, diketahui nilai ARL1 pada 0 adalah 1633, keudian enurun drastis enjadi 565 ketika 0,5. Begitu pula dengan bagan kendali V, nilai ARL1 engalai penurunan yang sangat drastis ketika vektor rata-rata proses engalai pergeseran, isal untuk p =, diketahui nilai ARL1 pada 0 adalah 4, keudian enurun drastis enjadi 133 ketika 0,5. Berdasarkan Tabel 4.4 pula dapat diketahui secara uu bahwa nilai ARL1 bagi kedua bagan engalai penurunan yang sangat signifikan ketika vektor ratarata proses bergeser seakin jauh dari vektor rata-rata yang sebenarnya. Hal tersebut enunjukkan bahwa seakin jauh vektor rata-rata proses bergeser dari vektor rata-rata yang sebenarnya, aka seakin cepat bagan kendali baik bagan kendali F aupun V endeteksi indikasi adanya pergeseran vektor rata-rata. Naun deikian, secara uu, untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui (kedua paraeter tidak diketahui), bagan kendali V lebih sensitif dibandingkan dengan bagan kendali F. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.4 yang enunjukkan bahwa nilai ARL1 bagan kendali V lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARL1 bagan kendali F. Gabar 4.6 s.d. Gabar 4.8 erupakan contoh plot hasil siulasi dengan p, dan yang berbeda-beda pada kondisi kedua paraeter diketahui. Identik dengan penjelasan pada Gabar 4. s.d. Gabar 4.4, garis erah horizontal enunjukkan batas bagan kendali. Bagi bagan kendali F, nilai batas kendali atas ditunjukkan sebagaiana nilai UCL pada gabar dengan batas kendali bawah adalah 0. Nilai UCL untuk bagan kendali F pada kondisi kedua paraeter tidak diketahui adalah berubah-ubah berdasarkan p dan faktor koreksi, d, dengan 1 d 3 4. Nilai UCL F 0,007, p, d p 1. 64

65 Adapun batas kendali dari bagan kendali V pada kondisi kedua paraeter diketahui tidak tergantung pada sedikit atau banyaknya p. Batas kendali dari bagan kendali ini adalah konstan yaitu UCL 3 dan LCL 3. Pada gabar, titik aatan yang berada di dala batas kendali (in-control) dinyatakan dengan bulatan hita, sedangkan titik aatan yang berada di luar batas kendali (out-ofcontrol) dinyatakan dengan bulatan erah. Gabar 4.6. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V p =, = 0 dan 0 Pada Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui Gabar 4.6 adalah contoh plot baik statistik F pada bagan kendali Scholz dan Tosch aupun statistik V pada bagan kendali Khoo dan Quah dari satu kali perulangan dari N = data. Data tersebut dibangkitkan secara rando dengan x f N μs μ 0, I. Besar pergeseran dari Gabar 4.6 adalah 0, sehingga μs μ0 0 μ 0 (tidak ada persegeran vektor rata-rata). Batas kendali atas dari bagan kendali F adalah UCL F 0,007,,13 10,1311. Sedangkan batas kendali V adalah ±3. Statistik F bagan kendali F yang telah dihitung keudian diplotkan pada bagan kendali. Deikian pula statistik V bagan kendali V juga diplotkan ke 65

66 bagan kendali. Titik F yang berada di dala batas kendali UCL F 10,1311 dan titik V 0,007,,13 yang berada di dala batas kendali ±3 dinyatakan sebagai titik-titik yang terkendali (in-control) dan diberi tanda bulat hita. Adapun Titik F yang berada di luar batas kendali UCL F 10,1311 dan titik V 0,007,,13 yang berada di luar batas kendali ±3 dinyatakan sebagai titik-titik yang tidak terkendali (out-of-control) dan diberi tanda bulat erah. Berdasarkan Gabar 4.6 titik pertaa yang keluar pertaa kali (run legth/rl1) dari bagan kendali F adalah titik ke-986. Adapun untuk bagan kendali V, titik aatan ke-303 erupakan titik pertaa kali yang keluar dari batas kendali. Berdasarkan Gabar 4.6 pula, dapat diketahui bahwa banyaknya titik yang keluar atau n(out) untuk bagan kendali F dari N = adalah 9 titik. Sedangkan, untuk bagan kendali V, banyaknya titik yang keluar adalah 16 titik. Gabar 4.7. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V untuk p = 4, = 0 dan 1 Pada Kondisi Kedua Paraeter Tidak Diketahui Contoh lain dari plot satu kali perulangan siulasi pada kondisi kedua paraeter tidak diketahui ditunjukkan oleh Gabar 4.7. Data pada Gabar

67 x f N μ μ,i. Besar pergeseran dibangkitkan secara rando dengan dari Gabar 4.7 adalah 1, sehingga s 0 4 μ μ 1. Batas kendali atas dari bagan kendali F adalah UCL F 0,007,4,13 8,781. Sedangkan batas kendali V adalah ±3. s Berdasarkan Gabar 4.7, dapat diketahui bahwa nilai RL1 untuk bagan kendali F adalah 194. Artinya, titik pertaa kali yang terdeteksi ketika telah terjadi pergeseran vektor rata-rata sebesar 1 adalah titik ke-194. Adapun nilai RL1 untuk bagan kendali V adalah 97. Dengan kata lain, bagan kendali V endeteksi lebih cepat kali dibandingkan bagan kendali F. Gabar 4.8. Contoh Plot Siulasi Bagan Kendali F dan V untuk p = 8, = 50 dan Pada Kondisi kedua paraeter tidak diketahui Gabar 4.8 juga erupakan contoh dari plot bagan kendali hasil siulasi. Data pada Gabar 4.8 dibangkitkan secara rando dengan 8 s 0 8 x f N μ μ, I. Besar pergeseran dari Gabar 4.8 adalah, sehingga μ μ0. Batas kendali atas dari bagan kendali F adalah s 67

68 UCL F 4,1434. Sedangkan batas kendali V 0,007,8,33 adalah saa seperti pada gabar selanjutnya, yakni ±3. Berdasarkan Gabar 4.8 dapat diketahui bahwa nilai RL1 dari kedua bagan kendali adalah saa yakni 1. Artinya titik pertaa kali yang keluar dari batas kendali dari kedua bagan kendali adalah titik aatan ke-1. Dapat diartikan juga bahwa ketika vektor rata-rata digeser enjauh sebesar, kedua bagan kendali tersebut dapat dengan segera pada titik pertaa endeteksi bahwa proses eang benar telah terjadi pergeseran. Gabar 4.8 juga enunjukkan bahwa sekitar 80% titik aatan yang keluar dari batas kendali. Artinya, seakin besar pergeseran vektor rata-rata, aka seakin banyak titik aatan yang keluar dari batas kendali Terapan Bagan Kendali Multivariat F dan V Pada Data Contoh Sebagai terapan, diberikan contoh data yang diabil dari jurnal. Langkah pertaa dari penerapan bagan kendali ini adalah dengan cara elakukan pengujian noralitas ultivariat dari data yang digunakan. Ada beberapa uji noralitas ultivariat, di antaranya adalah Uji Mardia, Uji Kelas BHEP, Uji Royston dan Uji Henze-Zirkler (Szekely dan Rizzo, 00; Korkaz, dkk., 015). Adapun pada tulisan ini, etode yang digunakan untuk enguji noralitas ultivariat data adalah uji Mardia. Berdasarkan perhitungan uji Mardia dinyatakan bahwa kedua data yang digunakan (Sullivan-Jones dan Quesenberry) berdistribusi noral ultivariat, sehingga langkah selanjutnya dapat dilakukan (lihat Lapiran 1). Dikarenakan data contoh yang digunakan tidak diketahui nilai dari kedua paraeter, aka persaaan yang digunakan baik bagan kendali F aupun V adalah persaaan untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui, yakni Persaaan (.14) untuk bagan kendali F dan Persaaan (.19) untuk bagan kendali V. Untuk data Sullivan dan Jones (00), setelah enyatakan bahwa data engikuti distribusi noral ultivariat, langkah selanjutnya adalah enghitung statistik F pada Persaaan (.14) untuk bagan kendali F. Berbeda dengan 68

69 bagan kendali F, untuk bagan kendali V, sebelu enghitung statistik V, tahapan selanjutnya setelah uji noralitas ultivariat, adalah entransforasi data aatan dari bentuk distribusi noral ultivariat ke bentuk distribusi noral ultivariat standar, transforasi N x N μ, Σ z 0,I. i p i p p Transforasi ke dala bentuk noral ultivariat standar adalah untuk endapatkan keseragaan satuan antar karakteristik kualitas yang dionitor secara siultan dala satu bagan kendali. Setelah data diubah ke dala bentuk distribusi noral ultivariat standar, aka selanjutnya adalah enghitung stastistik V pada Persaaan (.19). Setelah endapatkan statistik F dan V, aka langkah berikutnya adalah ebandingkan statistik F untuk bagan kendali F dengan batas kendali (UCL) = F 0,007,, 1 7,0057 p d p. Adapun untuk bagan kendali V adalah ebandingkan statistika V dengan batas kendali yakni ±3. Nilai V pada bagan kendali V yang terhitung pertaa adalah V4 karena sebagaiana pada Persaaan (.19) yang enggunakan konsep successive difference, = p +. Dikarenakan data Sullivan-Jones elibatkan karakteristik kualitas, aka = + = 4, statistik V ke-4, sedangkan 3 vektor data pertaa digunakan untuk engestiasi vektor rata-rata dan atriks kovarians yang keudian digunakan untuk enghitung statistik V4. Jadi, bagan kendali V dapat segera dibentuk setelah beberapa aatan diperoleh. Berbeda halnya dengan bagan kendali F, etode successive difference hanya digunakan untuk engestiasi atriks kovarians saja, sedangkan untuk engestiasi vektor rata-rata elibatkan seua data aatan. Oleh karena itu, bagan kendali F tidak dapat digunakan untuk eonitor segera setelah data aatan diperoleh. 69

70 Tabel 4.5. Statistik F dan V Untuk Data Sullivan-Jones SD ke- F V SD ke- F V SD ke- 1 0,084 NA 1 1,0865-0, ,00-0,939 1,8874 NA,545-0,8 4 0,4557 0, ,078 NA 3,3695-0, ,9048 0,1 4 1,4566 0, ,7366-0, ,1696 1,405 5,3683-0, ,7048 0, ,3335,49 6 0,3603-1, ,818 3, ,9393, ,5044 -, ,5358 1, ,3175 0,68 8 0,149-0, ,0340 0, ,0150-0,36 9,609, ,9058 0,643 49,7890 0, ,67-1, ,3839 0, ,1576-1, ,086-0, ,1169-0,563 51,613 0, ,586-1,35 3 0,0535-0, ,7038 1, ,035-1, ,578-0, ,1069 0, ,084-0, ,0837-0, ,1437-0,338 15,9116 0, ,047-0, ,148 0,08 16,761 0, ,0311-0, ,0146-1, ,5045 1, ,380-1, ,595 1, ,1874-1, ,8664-1, ,0044-1, ,0979 0, ,7075 0,36 F V Tabel 4.5 dan Gabar 4.9 enunjukkan bahwa untuk bagan kendali F titik aatan ke-45 F45 8,3335 UCL 7,0057 keluar batas kendali, sedangkan untuk bagan kendali V, titik aatan ke-6 V6 3, 86 UCL 3 keluar batas kendali. Berdasarkan Tabel 4.5 dan Gabar 4.9 pula, dapat dinyatakan bahwa secara terapan (kondisi kedua paraeter tidak diketahui/kedua paraeter tidak diketahui), bagan kendali V lebih cepat endeteksi adanya titik aatan yang tidak terkendali (titik aatan ke-6) dibandingkan dengan bagan kendali F (titik aatan ke-45). Hal ini bersesuaian dengan nilai ARL1 hasil siulasi untuk kondisi kedua paraeter tidak diketahui (lihat Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). 70

71 Gabar 4.9. Bagan Kendali F dan V Untuk Data Contoh Sullivan dan Jones Pada uunya jika terdapat titik yang keluar batas kendali, aka langkah selanjutnya adalah elakukan evaluasi sebab titik tersebut keluar batas kendali dan berbeda nilainya dengan titik aatan yang lain. Apakah disebabkan kesalahan pencatatan, bahan baku, esin atau sebab yang lain. Jika sebab tersebut diteukan, aka titik aatan tersebut dapat dihilangkan dan keudian dihitung kebali batas kendali berdasarkan titik aatan yang tersisa. Tabel 4.6. Statistik F dan V Untuk Data Quesenberry SD ke- F V SD ke- F V SD ke- 1 0,4849 NA 11 0,5367 NA 1 1,3853 1,6855 1,5908 NA 1 0,8317 NA 0,951 0, ,6613 NA 13 0,6790-0, ,4476-0, ,6159 NA 14 0,7880-0, ,7379-0, ,1803 NA 15 0,5968-1, ,0963 1, ,3501 NA 16 1,1377 0, ,0000 1, ,3750 NA 17 0,7116 0, ,7979-0,84 8 0,5110 NA 18 0,6708-0, ,761 0, ,6139 NA 19 0,481-1, ,6577 1, ,5346 NA 0 0,8591 0, ,1549 1,8198 F V 71

72 Data terapan kedua adalah data Quesenberry. Bagi bagan kendali V, tahapan selanjutnya setelah uji noralitas ultivariat adalah entransforasi data aatan dari bentuk distribusi noral ultivariat ke bentuk distribusi noral ultivariat standar. Keudian, enghitung statistik F dengan enggunakan Persaaan (.14) untuk bagan kendali F. Selanjutnya ebandingkan nilai statistik F yang telah diperoleh dengan batas kendali: UCL F 7,0313 0,007, p, d p. Adapun untuk bagan kendali V 1, langkah berikutnya adalah enghitung statistik V pada Persaaan (.19) dan ebandingkannya dengan ±3. Nilai V pada bagan kendali V untuk data Quesenberry yang terhitung pertaa adalah V13 ( = p + = 11 + = 13). Gabar Bagan Kendali F dan V Untuk Data Contoh Quesenberry Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gabar 4.10 enunjukkan bahwa baik untuk bagan kendali F aupun V, dari ketiga puluh titik aatan, tidak ada yang keluar batas kendali. Artinya, pada data Quesenberry, proses produksi terkendali secara statistik. Akan tetapi, jika elihat pola plot dari kedua bagan kendali 7

73 sangatlah berbeda. Pada Gabar 4.11 terlihat bahwa plot statistik berada jauh di bawah batas kendali (UCL) dan tidak ada kecenderungan untuk berpola endekati batas kendali, sedangkan plot statistik V seakin ke ujung, seakin endekati batas kendali. F 73

74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesipulan Berdasarkan analisa hasil dan pebahasan, dapat diabil beberapa kesipulan di antaranya: 1. Untuk konsep pengebangan kedua bagan kendali: a. Pada kondisi kedua paraeter diketahui, konsep successive difference (SD) yang diterapkan pada bagan kendali F hanya digunakan untuk enghitung estiator atriks kovarians S, sedangkan untuk estiator vektor rata-rata x elibatkan seua titik aatan, sedangkan pada bagan kendali V, konsep SD tidak hanya berlaku untuk enghitung estiator atriks kovarians digunakan enghitung untuk estiator vektor rata-rata S, elainkan juga x. b. Akibat dari penghitungan estiator vektor rata-rata x yang elibatkan seua titik aatan, aka bagan kendali F tidak dapat segera terbentuk setelah beberapa data diperoleh, sedangkan bagan kendali V dapat segera terbentuk setelah beberapa data diperoleh. c. Pada bagan kendali F, data tidak ditransforasi ke dala bentuk Noral standar sehingga sulit endefinisikan satuan dari statistik F, sedangkan pada bagan kendali V, untuk endapatkan statistik V, ada proses transforasi data ke dala bentuk Noral standar sehingga satuan dari beberapa karakteristik kualitas yang diaati secara siultan diasusikan saa. d. Batas kendali dari bagan kendali F berbeda-beda berdasarkan banyak titik aatan () dan karakteristik kualitas (p) yang diaati, sedangkan batas kendali pada bagan kendali V tidak dipengaruhi oleh julah 74

75 titik aatan dan karakteristik kualitas yang diaati, yakni saa ±3 untuk seua keadaan.. Untuk perbandingan kinerja kedua bagan kendali: a. Pada kondisi kedua paraeter diketahui, bagan kendali F epunyai sensitifitas lebih tinggi dibandingkan dengan bagan kendali V. b. Pada kondisi kedua paraeter tidak diketahui, bagan kendali V epunyai sensitifitas lebih tinggi dibandingkan dengan bagan kendali F. c. Seakin bertabahnya karakteristik kualitas (p) yang diaati, aka seakin kecil nilai ARL1, naun seakin banyak titik aatan yang diaati, aka nilai ARL1 seakin besar. d. Seakin jauh pergeseran vektor rata-rata proses, aka kedua bagan kendali ini seakin cepat endeteksi. 5.. Saran Adapun saran yang dapat diberikan adalah 1. Pada bagan kendali F, konsep SD hanya berlaku pada estiasi atriks kovarians dan tidak untuk estiasi vektor rata-rata. Hal ini enyebabkan bagan kendali tidak dapat segera terbentuk setelah didapat beberapa data aatan. Oleh karena itu, sebagai pengebangan teori, perlu dikebangkan ruusan baru dengan enggunakan konsep SD untuk estiasi kedua paraeter, sehingga bagan kendali dapat segera terbentuk setelah didapat beberapa data aatan.. Pola pergeseran vektor rata-rata yang disiulasikan pada penelitian ini bersifat siultan, sehingga agar lebih koprehensif, perlu dilakukan pola pergeseran vektor rata-rata secara parsial. 3. Pada penelitian ini yang dikaji adalah hanya bagan kendali pergeseran rata-rata proses, sehingga perlu dikaji lebih lanjut bagan kendali untuk dispersi. 75

76 DAFTAR PUSTAKA Bersiis, S., S. Psarakis dan J. Panaretos Multivariate Statistical Process Control Chart: An Overview. Quality & Reliability Engineering International, 3, hal Chap, C. W., L. A. Jones-Faren dan S. E. Rigdon Properties of the T Control Chart When Paraeters are Estiated. Technoetrics, 47, hal Ela, M. E., dan Case, K. E Two-Stage Short-Run Control Charts. Quality Engineering, 17, hal Fonseca, D. J., M. E. Ela, dan L. Tibbs Fuzzy Short-Run Control Charts. Mathware & Soft Coputing, 14, hal Holes, D. S. dan Mergen, A. E Iproving the Perforance of the T Control Chart. Quality Engineering, 5, hal Jaupi, L., D. E. Herwindiati, Ph. Durand dan D. Ghorbanzadeh Short-Run Multivariate Control Charts for Process Mean and Variability. Proceeding of the World Congress on Engineering, London. Khoo, M. B. C., dan H. L. Gan An Iproved Multivariate Short-Run Control Chart Based on The CUSUM Statistic. Proceeding 1 st IMT-GT Regional Conference on Matheatics Statistics and Their Applications, hal Khoo, M. B. C., dan S. H. Quah. 00. Proposed Short Run Multivariate Control Chart for The Proses Mean. Quality Engineering, 14, hal Khoo, M. B. C., S. H. Quah, H. C. Low, dan C. K. Ch Ng Short Runs Multivariate Control Chart for Process Dispersion. International Journal of Reliability, Quality and Safety Engineering, 1, hal Khoo, M. B. C., dan T. F. Ng Enhancing The Perforance of A Short Run Multivariate Control Chart For The Process Mean. Journal of Modern Applied Statistical Methods, 4, hal Marques, P. A., Carlos B. C., Paula P., Sousa R., dan Helena G Selection of The Most Suitable Statistical Process Control Approach for Short 76

77 Production Runs: A Decision-Model. International Journal of Inforation and Education Technology, 5, hal Mason, R. L., & Young, J. C. 00. Multivariate Statistical Process Control with Industrial Applications. Aerican Statistical Association adn Society for Industrial and Applied Matheatics: Philadelphia. Midi, H., & Shabbak, A Robust Multivariate Control Chart to Detect Sall Shift in Mean. Matheatical Probles in Engineering, hal Montgoery, D. C Introduction to Statistical Quality Control. Edisi ke-5. John Wiley & Sons: New York. Pan, Jeh-Nan dan Sheau-Chiann Chen Deterining Optial Nuber of Saples for Constructing Multivariate Control Chart. International Syposiu of Quality Manageent, Kaohsiung: Taiwan. Petros, M An Investigation of Soe Characteristics of Univariate and Multivariate Control Chart. Thesis Ph.D, Departent of Statistics, Athens University of Econoics and Bussiness. Quesenberry, C. P The Multivariate Short-Run Snapshot Q Chart. Quality Engineering, 13, hal Rogalewicz, Michal. 01. Soe Notes On Multivariate Statistical Process Control. Manageent and Production Engineering Review, 3, hal Scholz, F. W. dan T. J. Tosch Sall Saple Uni- and Multivariate Control Charts for Means. Proceedings of The Aerican Statistical Association, Quality and Production Section. Seber, G. A. F Multivariate Observation. John Wiley & Sons: New York. Tracy, N. D., J. C. Young, dan R. L. Mason Multivariate Control Charts for Individual Observations. Journal of Quality Technology, 4, hal Sullivan, J. H., dan L. A. Jones. A Self-Starting Control Chart for Multivariate Individual Observations. Technoetrics, 44, hal Zou, C., Z. Wang dan F. Tsung. 01. A Spatial Rank-Based Multivariate EWMA Control Chart. Naval Research Logistic, 59, hal

78 LAMPIRAN Lapiran 1. Uji Noralitas Multivariat Mardia (1970) dala Koraz, dkk. (015) engusulkan uji noralitas ultivariat berdasarkan perluasan dari skewness dinyatakan sebagai berikut: ˆ 1 3 ij dan ˆ 1, p i1 j1 x - x S x - x. -1 di ana Uji skewness derajat bebas ij i i 6 ˆ1, p 1 p p p 6 1, p i1 ii ˆ 1, p dan kurtosis ˆ, p yang eiliki pendekatan distribusi Khi-Kuadrat dengan dan untuk uji kurtosis adalah p p 8p p ˆ, p N p p,. 1 p Adapun hipotesis yang elandasi uji Mardia adalah H0 Versus H1 : Data berdistribusi noral ultivariat : Data tidak berdistribusi noral ultivariat. 6 Dikarenakan pada uji Mardia elibatkan dua statistik uji, yakni uji Skewness dan uji Kurtosis, aka data dinyatakan berdistribusi noral ultivariat jika dan hanya jika kedua nilai statistik uji tersebut kurang dari nilai statistik tabel (nilai-p lebih besar dari α = 0,05). Atau dengan kata lain, keputusan untuk teria H0 (data berdistribusi noral ultivariat) jika: ˆ 6, 1. 1, p p p 1 p. ˆ, p Z. 6 dan 78

79 I. Uji Noralitas Multivariat Data Sullivan-Jones (00) Dengan enggunakan paket progra R, diperoleh hasil uji noralitas ultivariat sebagai berikut: Mardia's Multivariate Norality Test data : data_holes g1p : chi.skew : p.value.skew : gp : z.kurtosis : p.value.kurt : chi.sall.skew : p.value.sall : Result : Data are ultivariate noral Keputusan dan kesipulan ini juga didukung oleh plot Q-Q pada Gabar 4.13 di ana titik-titik Q-Q berada pada sekitar garis. Chi-Square Quantile Squared Mahalanobis Distance Gabar 1. Plot Q-Q Khi-Kuadrat Untuk Uji Noralitas Multivariat Data Holes-Mergen (1993) dala Sullivan-Jones (00) 79

80 II. Uji Noralitas Multivariat Data Quesenberry (001) Saa halnya dengan data Holes-Mergen (1993), langkah pertaa yang dilakukan adalah dengan enguji data Quesenberry apakah berdistribusi noral ultivariat ataukah tidak. Uji yang digunakan adalah Uji Mardia dengan hasil perhitungan sebagai berikut: Mardia's Multivariate Norality Test data : data_ques g1p : chi.skew : p.value.skew : gp : z.kurtosis : p.value.kurt : chi.sall.skew : p.value.sall : Result : Data are ultivariate noral Chi-Square Quantile Squared Mahalanobis Distance Gabar. Plot Q-Q Khi-Kuadrat Untuk Uji Noralitas Multivariat Data Quesenberry (001) 80

81 Lapiran. Progra Siulasi Nilai ARL1 #Short-Run Pengaatan Individu oleh Scholz dan Tosch (1994) cl_f <- function(p,,alpha=0.007,kondisi='uu'){ # #Fungsi cl_f #Batas kendali #input : # p : variat/banyaknya variabel # : ukuran sapel # alpha : taraf nyata (default 0.007) # kondisi : inforasi paraeter ('kk' atau 'uu') # if(kondisi=='uu'){ d <- *(-1)^/(3*-4) ucl <- qf(1-alpha,p,d-p+1) }else if(kondisi=='kk'){ ucl <- qchisq(1-alpha,df=p) } return(ucl) } estpar_suc <- function(sdata){ # #Fungsi estpar_suc #Estiasi paraeter suksesif #input : # sdata : data sapel xp # <- nrow(sdata) u <- colmeans(sdata) sucdata <- sdata[:,]-sdata[1:(-1),] S <- t(sucdata)%*%sucdata/(*(-1)) output <- list(u=u,s=s) return(output) } calc_f <- function(sdata,u,s,kondisi='uu'){ # #Fungsi calc_f #Menghitung statistik F (kondisi uu) #input : # sdata : data sapel xp # u : vektor rata-rata # S : atriks S suksesif # kondisi : inforasi paraeter ('kk' atau 'uu') # if(kondisi=='uu'){ <- nrow(sdata) p <- ncol(sdata) d <- *(-1)^/(3*-4) F <- (d-p+1)/(d*p)*(/(+1))*ahalanobis(sdata,u,s) }else if(kondisi=='kk'){ 81

82 } F <- ahalanobis(sdata,u,s) #T } return(f) #Short Run Pengaatan Individu oleh Khoo dan Quah (00) Vstat_kk <- function(sdata,u,s){ # #Fungsi Vstat_kk #Menghitung statistik V untuk kondisi known-known (kk) #input : # sdata : data sapel xp # u : vektor rata-rata # S : atriks kovarian # p <- ncol(sdata) T <- ahalanobis(sdata,u,s) khi_prob <- pchisq(t,df=p) Vstat <- qnor(khi_prob,ean=0,sd=1) output <- list(vstat=vstat,t=t,khiprob=khi_prob) return(output) } Vstat_uu <- function(sdata0=null,sdata){ # #Fungsi Vstat_uu #Menghitung statistik V untuk kondisi unknown-unknown (uu) #input : # sdata0 : data sapel terkontrol(base) xp {bersifat opsional} # sdata : data sapel xp # <- nrow(sdata) p <- ncol(sdata) if(is.null(sdata0)){ T <- F_prob <- rep(na,) for(i in (p+):){ u1 <- colmeans(sdata[1:(i-1),]) S1 <- cov(sdata[1:(i-1),]) correctf <- (i-1)*(i-p-1)/(i*p*(i-)) df <- i-p-1 T[i] <- ahalanobis(sdata[i,],u1,s1) F_prob[i] <- pf(correctf*t[i],df1=p,df=df) } }else{ 0 <- nrow(sdata0) #ext_sdata <- rbind(sdata0,sdata) #T <- F_prob <- rep(na,) u1 <- colmeans(sdata0) S1 <- cov(sdata0) correctf <- (0-1)*(0-p-1)/(0*p*(0-)) df <- 0-p-1 T <- ahalanobis(sdata,u1,s1) F_prob <- pf(correctf*t,df1=p,df=df) } 8

83 } Vstat <- qnor(f_prob,ean=0,sd=1) output <- list(vstat=vstat,t=t,f_prob=f_prob) return(output) test_vstat <- function(vstat,p,kondisi=1){ # #Fungsi test_vstat #Mendeteksi pengaatan yang pertaa keluar dengan uji 1 of 1 #input : # Vstat : statistik V # p : variat/banyaknya variabel # kondisi : kondisi paraeter yang diketahui (u,sigma) # 1 = Known-known (kk) # = Unknown-unknown (uu) # absvstat <- abs(as.vector(na.oit(vstat))) n <- length(absvstat) #uji 1 of 1 out11 <- which(absvstat>3) nout11 <- length(out11) if(nout11==0){out11 <- NA} locout11 <- out11 rl11 <- out11[1] #kondisi kk if(kondisi==1){ cond <- 'Known-known' rl11 <- rl11 } #kondisi uu else if(kondisi==){ cond <- 'Unknown-Unknown' rl11 <- rl11+(p+1) } output <- list(kondisi=cond,nout=nout11,rl=rl11,locout=locout11) return(output) } #Siulasi arl ================================================ library(rdcomclient) #ebutuhkan source toolsrexcel sap_incontr <- function(n,,p,u0,s0,alpha=0.007){ # #Fungsi sap_incontr #sapling in control #input : 83

84 # N : ukuran data yang dibangkitan (default 1000) # : ukuran sapel (in control training) # p : variat/banyaknya variabel # u0 : vektor rata-rata untuk bangkitkan data # S0 : atriks kovarian untuk bangkitkan data # alpha : taraf nyata (default 0.007) #output : # $p : variat/banyaknya variabel # $ : ukuran sapel (in control training) # $alpha : taraf nyata # $u0 : paraeter bangkitan (vektor ratarata) # $S0 : paraeter bangkitan (atriks kovarian) # $scholztosch # $data0 : sapel yang terkontrol # $u : u suksesif (jika kk u=u0) # $S : S suksesif (jika kk S=S0) # $F : statistik F (jika kondisi kk -> T) # $ucl : batas kendali atas # $khooquah # $data0 : sapel yang terkontrol # $Vstat : statistik V # #bangkitkan data awal data0 <- MASS::vrnor(N,u0,S0) #sapling terkontrol #sapling yang terkontrol Scholz&Tosch #ucl scholz-tosch F_cl <- cl_f(p,,alpha,kondisi='uu') repeat{ sdata0.st <- data0[saple(1:n,),] #estiasi paraeter suksesif par_suc <- estpar_suc(sdata0.st) u <- par_suc$u S <- par_suc$s F0 <- calc_f(sdata0.st,u0,s0,kondisi='uu') incontr <- all(f0<f_cl) if(incontr){break} } #sapling yang terkontrol Khoo&Quah repeat{ sdata0.kq <- data0[saple(1:n,),] tpkq <- Vstat_uu(sdata=sdata0.kq) Vstat <- tpkq$vstat incontr <- all(abs(na.oit(vstat))<3) if(incontr){break} } #output st <- list(data0=sdata0.st,u=u,s=s,f=f0,ucl=f_cl) kq <- list(data0=sdata0.kq,v=vstat) 84

85 output <- list(p=p,=,alpha=alpha,u0=u0,s0=s0,scholztosch=st,khooquah=kq) return(output) } gensi <- function(n,,p,shift,alpha,saplin=null){ # #Fungsi gensi #ebuat 1 x bangkitan (siulasi) #input : # N : ukuran data yang dibangkitan (default 1000) # shift : pergeseran vektor rata-rata (dapat berisi lebih dari satu) # saplin : objek sapling in control (dari fungsi sap_incontr) #output : # $datashift : data setelah digeser # $scholztosch # $ucl : batas kendali atas # $F : statistik F (jika kondisi kk -> T) # $nout : banyaknya aatan yang tidak terkontrol # $locout : aatan yang tidak terkontrol # $khooquah # $Vstat : statistik V # $nout : banyaknya aatan yang tidak terkontrol # $locout : aatan yang tidak terkontrol # #paraeter untuk bangkitkan data u0 <- rep(0,p) S0 <- diag(1,p) #jika saplin tidak diinput -> kondisi 'kk' if(is.null(saplin)){ kondisi <- 'kk' u <- u0 #paraeter sukesif = paraeter untuk bangkitkan data S <- S0 ucl.st <- cl_f(p,,alpha,kondisi) #ucl khi }else{ kondisi <- 'uu' ucl.st <- saplin$scholztosch$ucl #ucl F u <- saplin$scholztosch$u S <- saplin$scholztosch$s sdata0.kq <- saplin$khooquah$data0 } repeat{ #bangkitkan data yang digeser ud <- u0+shift data1 <- MASS::vrnor(N,ud,S0) #Menerapkan Scholz&Tosch - Khoo&Quah

86 #terapkan Scholz&Tosch F <- calc_f(data1,u,s,kondisi) tpout.st <- which(f>ucl.st) tpnout.st <- length(tpout.st) #terapkan Khoo&Quah #kondisi kk if(kondisi=='kk'){ tpkq <- Vstat_kk(sdata=data1,u=u0,S=S0) }else if(kondisi=='uu'){ #kondisi uu tpkq <- Vstat_uu(sdata0=sdata0.kq,sdata=data1) } tpvstat <- tpkq$vstat[-(1:)] tpuji.kq <- test_vstat(tpvstat,p,kondisi=1) tpnout.kq <- tpuji.kq$nout #reka hasil st dn kq ke dala list st <- list(ucl=ucl.st,f=f,nout=tpnout.st,locout=tpout.st) kq <- list(vstat=tpvstat,nout=tpnout.kq,locout=tpuji.kq$locout) } #cek asing-asing uji apakah ada yang terdeteksi ---- tpnout <- c(tpnout.st,tpnout.kq) ceknout <- any(tpnout==0) if(!ceknout){ break } } #output output <- list(datashift=data1,scholztosch=st,khooquah=kq) return(output) si_arl <- function(n=1000,p,,shift,alpha=0.007,loop=5000, burnin=100,kondisi='uu'){ # #Fungsi si_arl #Siulasi arl Scholz&Tosch - Khoo&Quah #input : # N : ukuran data yang dibangkitan (default 1000) # p : variat/banyaknya variabel # : ukuran sapel (in control training) # shift : pergeseran vektor rata-rata (dapat berisi lebih dari satu) # alpha : taraf nyata (default 0.007) # loop : perulangan siulasi (default 5000) # kondisi : # 'kk' -> Known-known # 'uu' -> Unknown-unknown (default) # #pengaturan direktori penyipanan output setwd(choose.dir()) dir <- getwd() 86

87 #identifikasi input nshift <- length(shift) #paraeter untuk bangkitkan data awal u0 <- rep(0,p) S0 <- diag(1,p) if(kondisi=='uu'){ #sapling in control saplin <- sap_incontr(n,,p,u0,s0,alpha) #(N,,p,u0,S0,alpha=0.007) } #inisialisasi reka dan penyipanan output siulasi nacol <- c('p','','ucl- ScholzTosch','nout.ScholzTosch','rl.ScholzTosch', 'ucl- KhooQuah','nout.KhooQuah','rl.KhooQuah') narow <- atrix(c(paste0(1:loop),'rata-rata'),ncol=1); colnaes(narow) <- 'Ket.' rowrata <- atrix(paste0('shift-',shift),ncol=1); colnaes(rowrata) <- 'Ket.' recrata <- atrix(na,nshift,8) recwaktu <- 0 #excel xls <- COMCreate("Excel.Application") #xls[["visible"]] <- TRUE wb <- xls[["workbooks"]]$add(1) naafile <- paste0('si-(p=',p,',=',,')-',kondisi,'- Koo&Quah-Scholz&Tosch.xlsx') lchar <- nchar(dir) if(lchar==3){ naafile <- paste0(gsub('/','\\\\',dir),naafile) }else{ naafile <- paste(dir,naafile,sep='\\') naafile <- gsub('/', '\\\\', naafile) } #perulangan shift for(i in 1:nshift){ ulai <- Sys.tie() cat('\n\nproses siulasi shift',shift[i],'...\n') nout.st <- rl.st <- nout.kq <- rl.kq <- rep(na,loop) #perulangan siulasi k <- 1 for(j in 1:(loop+burnin)){ cat(j,' ') if(kondisi=='uu'){ si <- gensi(n,,p,shift[i],alpha,saplin) }else{ si <- gensi(n,,p,shift[i],alpha,saplin=null) } #si <- gensi(n,shift[i],saplin) st <- si$scholztosch 87

88 kq <- si$khooquah #reka perulangan if(j>burnin){ nout.st[k] <- st$nout rl.st[k] <- st$locout[1] nout.kq[k] <- kq$nout rl.kq[k] <- kq$locout[1] k <- k+1 } } akhir <- Sys.tie() recwaktu[i] <- akhir-ulai #rata-rata tpsi <- cbind(p,,st$ucl,nout.st,rl.st,3,nout.kq,rl.kq) tpratsi <- colmeans(tpsi) recrata[i,] <- tpratsi tpsi <- rbind(tpsi,tpratsi) colnaes(tpsi) <- nacol #export ke sheet excel sh <- wb[["worksheets"]]$add() sh[["nae"]] <- paste0('shift-',shift[i]) exportdatafrae(df=data.frae(narow,tpsi), at = sh$range("a1")) } #sipan output ringkasan rat-rata siulasi ke excel colnaes(recrata) <- nacol #export ke sheet excel sh <- wb[["worksheets"]]$add() sh[["nae"]] <- 'ringkasan-rata' exportdatafrae(df=data.frae(rowrata,recrata), at = sh$range("a1")) #sipan catatan waktu waktu <- cbind(shift,recwaktu) waktu <- rbind(waktu,colsus(waktu)) colnaes(waktu) <- c('shift','waktu') nawaktu <- atrix(c(paste0(1:nshift),'total'),ncol=1); colnaes(nawaktu) <- 'Ket.' #export ke sheet excel sh <- wb[["worksheets"]]$add() sh[["nae"]] <- 'waktu-proses' exportdatafrae(df=data.frae(nawaktu,waktu), at = sh$range("a1")) xls$sheets("sheet1")$delete() wb$saveas(naafile) wb$close(naafile) xls$quit() #output berupa file excel berisi hasil siulasi } 88

89 Lapiran 3. Progra Terapan ##Analisis Terapan - Real #ebutuhkan package # MVN ##Holes Holes-Mergen 1993 ======================== data_holes <- read.table(choose.files()) #pilih sesuai lokasi files data_holes <- as.atrix(data_holes[,-3]) #abil karakteristik 1 dan #noralitas ultivariat (Mardia test) # holes_nortest <- MVN::ardiaTest(data_holes,qqplot=TRUE) holes_nortest #Terapkan Bagan Kendali Tosch # alpha < p <- ncol(data_holes) <- nrow(data_holes) UCL <- cl_f(p,,alpha) #batas kendali UCL esti_par <- estpar_suc(data_holes) u <- esti_par$u #u u S <- esti_par$s #S suksesif S F <- calc_f (data_holes,u,s) #statistik F F #plotting par(frow=c(,1)) plot(f,type='o',pch=16,col=ifelse(f > UCL,'red','black'),xaxt='n', yli=c(0,ax(f)+1),ain='holes: Scholz & Tosch',xlab='Sapel',ylab='F') abline(h=ucl,col='red') grid() axis(3,0,paste0('ucl = ',round(ucl,4))) axis(1,at=1:,labels=paste0(1:),cex.axis =.6) #Terapkan Khoo-Quah # data_holes_z <- scale(data_holes) #transforasi z est_vstat <- Vstat_uu(sdata=data_holes_z) T <- est_vstat$t F_prob <- est_vstat$f_prob Vstat <- est_vstat$vstat Vstat #plotting plot((p+):,vstat[-c(1:(p+1))],type='o',pch=16, col=ifelse(abs(vstat[-c(1:(p+1))]) > 3,'red','black'),xaxt='n', xli=c(1,),yli=c(-4,4),ain='holes: Khoo-Quah', 89

90 xlab='sapel',ylab='v') abline(h=c(-3,3),col='red') abline(h=c(-1,1),lty=,col='red') grid() axis(,at=c(-3,3),labels=c(-3,3)) axis(1,at=1:,labels=paste0(1:),cex.axis =.6) ##Quessenberry 001 ======================== data_ques <- read.table(choose.files()) #pilih sesuai lokasi files data_ques <- as.atrix(data_ques) #noralitas ultivariat (Mardia test) # ques_nortest <- MVN::ardiaTest(data_ques,qqplot=TRUE) ques_nortest #Terapkan Bagan Kendali Tosch # alpha < p <- ncol(data_ques) <- nrow(data_ques) UCL <- cl_f(p,,alpha) #batas kendali UCL esti_par <- estpar_suc(data_ques) u <- esti_par$u #u u S <- esti_par$s #S suksesif S F <- calc_f (data_ques,u,s) #statistik F F #plotting par(frow=c(,1)) plot(f,type='o',pch=16,col=ifelse(f > UCL,'red','black'),xaxt='n', yli=c(0,ucl+1),ain='quessenberry: Scholz & Tosch',xlab='Sapel',ylab='F') abline(h=ucl,col='red') grid() axis(3,0,paste0('ucl = ',round(ucl,4))) axis(1,at=1:,labels=paste0(1:),cex.axis =.6) #Terapkan Khoo-Quah # data_ques_z <- scale(data_ques) est_vstat <- Vstat_uu(sdata=data_ques_z) T <- est_vstat$t F_prob <- est_vstat$f_prob Vstat <- est_vstat$vstat Vstat #plotting plot((p+):,vstat[-c(1:(p+1))],type='o',pch=16, 90

91 col=ifelse(abs(vstat[-c(1:(p+1))]) > 3,'red','black'),xaxt='n', xli=c(1,),yli=c(-4,4),ain='quessenberry: Khoo- Quah', xlab='sapel',ylab='v') abline(h=c(-3,3),col='red') abline(h=c(-1,1),lty=,col='red') grid() axis(,at=c(-3,3),labels=c(-3,3)) axis(1,at=1:,labels=paste0(1:),cex.axis =.6) 91

92 BIOGRAFI PENULIS Daranto adalah anak ketujuh pasangan Mu at dan Jaeah. Penulis, sebagai anak bungsu, lahir pada 30 Mei 1983 dan besar di kota Banyuwangi. Taat dari SDN Kepatihan III, Penulis elanjutkan pendidikan di SMPN keudian eilih SMUN 1 Glagah sebagai tepat eneruskan pendidikan di tingkat enengah atas. Pada tahun 001, Penulis resi enjadi ahasiswa Universitas Brawijaya Progra Studi Statistika. Tepat setahun pasca wisuda progra sarjana tahun 005, Penulis dipercaya Universitas Brawijaya untuk dapat engabdi di alaater sebagai Staf Pengajar pada progra studi yang saa, Statistika. Tahun-tahun sebagai Staf Pengajar, Penulis disibukkan dengan penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada asyarakat hingga pada tahun 01 seester genap, Penulis elanjutkan studi jenjang Magister di Progra Pasca Sarjana Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopeber (ITS). Untuk keperluan korespondensi, Penulis dapat dihubungi elalui edia sosial, di antaranya: Facebook (Daranto Muat), Instagra (@darantouat), e-ail (daran_stat@ub.ac.id; daranto.nina@gail.co). 9

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU Salah satu langkah yang paling penting dala ebangun suatu odel runtun waktu adalah dari diagnosisnya dengan elakukan peeriksaan apakah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 74 81 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BERAT SEMEN PT. SEMEN PADANG DENGAN BAGAN KENDALI SHEWHART DAN ROBUST RELIGEA

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938

Lebih terperinci

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM 4.1. Generator Bilangan Rando dan Fungsi Distribusi Pada siulasi seringkali dibutuhkan bilangan-bilangan yang ewakili keadaan siste yang disiulasikan. Biasanya, kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III PENGENDALIAN KUALITAS MULTIVARIAT. menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, haruslah dilakukan pengendalian

BAB III PENGENDALIAN KUALITAS MULTIVARIAT. menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, haruslah dilakukan pengendalian BAB III PENGENDALIAN KUALITAS MULTIVARIAT Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, haruslah dilakukan pengendalian pada proses produksinya.

Lebih terperinci

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong

Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (016) 337-350 (301-98X Print) D-37 Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hita di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong Qulsu Dwi Anggraini, Haryono, Diaz

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT

ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT ANALISIS ANTRIAN TIPE M/M/c DENGAN SISTEM PELAYANAN FASE CEPAT DAN FASE LAMBAT OLEH : Budi Setiawan 106 100 034 Dosen Pebibing : Dra. Laksi Prita W, M.Si. Drs. Sulistiyo, MT. JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI BIAS ESTIMATOR GPH PADA DATA SKIP SAMPLING

STUDI SIMULASI BIAS ESTIMATOR GPH PADA DATA SKIP SAMPLING Statistika, Vol., No., Noveber 0 STUDI SIMULASI BIAS ESTIMATOR GPH PADA DATA SKIP SAMPLING Gede Suwardika, Heri Kuswanto, Irhaah Jurusan Statistika,Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan Ala, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN Yuiati (yui@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT The Sith noral for and left good atrix have been known in atrix theore. Any atrix over the principal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. CuSum. Univariate EWMA MEWMA. Multivariate Hotelling. Kosumen. Kualitas Baik. Peta Kendali. Pengendalian Kualitas

PENDAHULUAN. CuSum. Univariate EWMA MEWMA. Multivariate Hotelling. Kosumen. Kualitas Baik. Peta Kendali. Pengendalian Kualitas PENDAHULUAN Kosumen Kualitas Baik Univariate CuSum EWMA Peta Kendali Pengendalian Kualitas MEWMA Multivariate Hotelling PENDAHULUAN R U M U S A N M A S A L A H 1. Bagaimana prosedur pembentukan peta kendali

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK -LEVEL Model hirarki -level erupakan odel statistik ang digunakan untuk enganalisis data ang bersarang, atau data ang epunai struktur hirarki -level.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real. 0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON 3. Metode Beda Hingga Crank-Nicolson (C-N) Metode Crank-Nicolson dikebangkan oleh Crank John dan Phyllips Nicholson pada pertengahan abad ke-, etode ini erupakan

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015 Volue 17, Noor 2, Hal. 111-120 Juli Deseber 2015 ISSN:0852-8349 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KERINCI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Efriana

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE SMART Prosiding Seinar Nasional Ilu Koputer dan Teknologi Inforasi Vol., No., Septeber 07 e-issn 540-790 dan p-issn 54-66X SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SELEKSI PENERIMAAN CALON ASISTEN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Kristal no.12/april/1995 1 MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan Di dala ateatika anda pasti sudah pernah berhadapan dengan sebuah siste persaaan linier. Cacah persaaan yang berada di dala siste

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R.

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R. 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningru*, Ia Santoso**, R.Rizal Isnanto** Abstrak - Tekstur adalah karakteristik yang penting

Lebih terperinci

INSTANTON. Casmika Saputra Institut Teknologi Bandung

INSTANTON. Casmika Saputra Institut Teknologi Bandung INSTANTON Casika Saputra 02200 Institut Teknologi Bandung Abstrak. Solusi klasik pada kasus Double Well Potential dala ekanika kuantu dala iaginary tie Euclidian eberikan dua buah solusi yaitu solusi trivial

Lebih terperinci

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc

TEOREMA ELIMINASI CUT PADA SISTEM LOGIKA FL gc DAN FL w,gc Jurnal Mateatika Vol 0 No Agustus 007:39-4 ISSN: 40-858 TEOREMA ELIMINASI CUT PAA SISTEM LOGIKA FL gc AN FL wgc Bayu Surarso Jurusan Mateatika FMIPA UNIP Jl Prof H Soedarto SH Tebalang Searang 5075 Abstract

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI Laila Istiani R. Heri Soelistyo Utoo 2, 2 Progra Studi Mateatika Jurusan Mateatika FMIPA

Lebih terperinci

CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES. Pertemuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA

CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES. Pertemuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES Perteuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA Miniu distance classifiers elakukan klasifikasi berdasarkan jarak terpendek. Ada dua jenis yang dibahas:. The Euclidean Distance

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia APLIKASI KENDALI ADAPTIF PADA SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR CAIRAN DENGAN TIPOLOGI KENDALI MODEL REFERENCE ADAPTIVE CONTROLLER (MRAC) Ferry Rusawan, Iwan Setiawan, ST. MT., Wahyudi, ST. MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL G DAN DIAGRAM KONTROL S BESERTA APLIKASINYA

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL G DAN DIAGRAM KONTROL S BESERTA APLIKASINYA Program Studi MMT-ITS, Surabaya 7 Juli 03 PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL G DAN DIAGRAM KONTROL S BESERTA APLIKASINYA Marlon Stivo Noya Van Delsen, *) dan Muhammad Mashuri ) ) Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

(R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE

(R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE (R.4) PENGUJIAN DAN PEMODELAN ASOSIASI DUA VARIABEL KATEGORIK MULTI-RESPON DENGAN METODE BOOTSTRAP DAN ALGORITMA GANGE Giat Sudrajat Saruda, 2 Septiadi Padadisastra, 3 I Gede Nyoan Mindra Jaya Mahasiswa

Lebih terperinci

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA Elvi Syahriah 1, Khozin Mu taar 2 1,2 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR Kiki Reski Ananda 1 Khozin Mu taar 2 12 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 ) BAB IV BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelunya bahwa dala engonstruksi field GF(3 ) diperoleh dari perluasan field 3 dengan eilih polinoial priitif berderajat atas 3 yang dala hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketatnya persaingan antara perusahaan industri satu dengan yang lainnya menyebabkan semakin banyak dan beragam industri saat ini yang berusaha untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Buku 3 ini erupakan seri buku pedoan yang disusun dala rangka Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (VIMK13) Buku ini euat pedoan bagi

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Graf Graf G= (V G,E G ) adalah suatu siste yang terdiri dari hipunan berhingga tak kosong V G dari objek yang dinaakan titik (ertex) dan hipunan E G, pasangan tak berurut dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENULISAN. I. Mendeteksi adanya outlier pada model EGARCH (m,n) dengan menggunakan

BAB III METODE PENULISAN. I. Mendeteksi adanya outlier pada model EGARCH (m,n) dengan menggunakan BAB III METODE PENULISAN Metode penulisan yang berkaitan dengan tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut: I. Mendeteksi adanya outlier pada odel EGARCH (,n) dengan enggunakan etode Rasio Likelihood

Lebih terperinci

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah Konferensi Nasional Siste & Inforatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penerapan Metode Sipleks Untuk Optialisasi Produksi Pada UKM Gerabah Ni Luh Gede Pivin Suwirayanti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya

Lebih terperinci

ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK. Nur Salam 1

ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK. Nur Salam 1 ISN: 978-60-4387-0- ESTIMASI LIKELIHOOD MAXIMUM PENALIZED DARI MODEL REGRESI SEMIPARAMETRIK Nur Sala Universitas Labung Mangkurat (UNLAM Abstract The seiparaetric regression odel in atri for is where X

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PERJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP (Didik Wahyudi) PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN

Lebih terperinci

Uji Rank Mann-Whitney Dua Tahap

Uji Rank Mann-Whitney Dua Tahap Statistika, Vol. 7 No., 55 60 Mei 007 ji Rank Mann-Whitney Dua Tahap Teti Sofia Yanti Dosen Jurusan Statistika FMIPA NISBA. Abstrak ji rank Mann-Whitney adalah salah satu bentuk pengujian dala analisis

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Gizi Buruk Di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Gizi Buruk Di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol., No., (Sept. ) ISSN: 3-9X D-77 Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Angka Gizi Buruk Di Jawa Tiur dengan Pendekatan Regresi Nonparaetrik Spline Riana Kurnia Dewi, I Nyoan Budiantara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil Prosiding SI MaNIs (Seinar Nasional Integrasi Mateatika dan Nilai Islai) Vol.1, No.1, Juli 017, Hal. 1-5 p-issn: 580-4596; e-issn: 580-460X Halaan 1 Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upah bagi para pekerja erupakan faktor penting karena erupakan suber untuk ebiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang berpendidikan upah erupakan hasil

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK Lucky T Sianjuntak, Maksu Pine Departeen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Suatera Utara, Medan e-ail : LuckyTrasya@gail.co

Lebih terperinci

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT

METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA ABSTRACT METODE ITERASI TIGA LANGKAH DENGAN ORDE KONVERGENSI LIMA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR BERAKAR GANDA Zuhnia Lega 1, Agusni, Supriadi Putra 1 Mahasiswa Progra Studi S1 Mateatika Laboratoriu Mateatika

Lebih terperinci

Penerapan Diagram Kontrol EWMA dan NEWMA pada Proses Pembuatan Benang 30 Rayon di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya

Penerapan Diagram Kontrol EWMA dan NEWMA pada Proses Pembuatan Benang 30 Rayon di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya Seminar Tugas Akhir Penerapan Diagram Kontrol EWMA dan NEWMA pada Proses Pembuatan Benang 3 Rayon di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya Rista Wijayanti (37 6) Dosen Pembimbing : Dr. Sony Sunaryo,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI. Abstrak

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI. Abstrak PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI Dwi Yuli Rakhmawati, Muhammad Mashuri 2,2) Institut Teknologi Sepuluh Nopember dwiyuli_rakhmawati@yahoo.com,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 m ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M

KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 m ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M KONSTRUKSI ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) DENGAN OPERASI DIBANGKITKAN DARI SIFAT GRUP SIKLIK I L H A M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph ) 1 Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antiagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antiagic Total Labeling of Crown String Graph ) Enin Lutfi Sundari, Dafik, Slain Pendidikan Mateatika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

FITUR LENGTH OF EDGE DAN MOMENT INVARIAN UNTUK GESTURE RECOGNITION DENGAN MENGGUNAKAN KINECT UNTUK KONTROL LAMPU

FITUR LENGTH OF EDGE DAN MOMENT INVARIAN UNTUK GESTURE RECOGNITION DENGAN MENGGUNAKAN KINECT UNTUK KONTROL LAMPU Jurnal Teknologi Inforasi dan Ilu Koputer (JTIIK) Vol., No. 1, April 015, hl. 73-78 FITUR LENGTH OF EDGE DAN MOMENT INVARIAN UNTUK GESTURE RECOGNITION DENGAN MENGGUNAKAN KINECT UNTUK KONTROL LAMPU Rekyan

Lebih terperinci

SISTEM RESI GUDANG SOLUSI BAGI PETANI

SISTEM RESI GUDANG SOLUSI BAGI PETANI SISTEM RESI GUDANG SOLUSI AGI PETANI Noviarina Purnai Putri Siste Resi Gudang ulai di kenal di Indonesia sejak 5 tahun terakhir. Sebelu uncul Undang- Undang no 9 Tahun 2006 Tentang Siste Resi Gudang banyak

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELimination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELimination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT WISATA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE ELiination Et Choix Traduisant La RealitA (ELECTRE) Linda Marlinda Jurusan Teknik Koputer, AMIK Bina Sarana Inforatika Jl.RS

Lebih terperinci

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI Muhaad Aldo Aditiya Nugroho (13213108) Asisten: Dede Irawan (23214031) Tanggal Percobaan: 29/03/16 EL3215 Praktiku Siste Kendali Laboratoriu Siste Kendali dan Koputer - Sekolah

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 71 Jakarta

Rancang Bangun Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 71 Jakarta Siposiu Nasional Ilu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 207 ISBN: 978-602-6268-4-9 Rancang Bangun Siste Inforasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 7 Jakarta Kurniawati, Ghofar Taufik 2 STMIK Nusa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM DAN BAYES DALAM MENAKSIR KEMAMPUAN PESERTA TES PADA RANCANGAN TES ADAPTIF ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM DAN BAYES DALAM MENAKSIR KEMAMPUAN PESERTA TES PADA RANCANGAN TES ADAPTIF ABSTRAK PERBANDINGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM DAN BAYES DALAM MENAKSIR KEMAMPUAN PESERTA TES PADA RANCANGAN TES ADAPTIF Agus Santoso Jurusan Statistik FMIPA Universitas Terbuka eail:aguss@ut.ac.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Penjadwalan Pekerjaan pada No-Wait Flowshop dengan Pembatas Common Due-Date

Penjadwalan Pekerjaan pada No-Wait Flowshop dengan Pembatas Common Due-Date Perfora (2003) Vol. 2, No.: - 5 Penjadwalan Pekerjaan pada No-Wait Flowshop dengan Pebatas Coon Due-Date Yuniaristanto Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Abstract This paper

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pelat lantai gedung rawat inap RSUD Surodinawan Kota Mojokerto dengan enggunakan teori garis leleh ebutuhkan beberapa tahap perhitungan dan analsis aitu perhitungan

Lebih terperinci

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi Penyelesaian Algortia Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Proble (CSP) Satu Diensi Putra BJ Bangun, Sisca Octarina, Rika Apriani Jurusan Mateatika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

Solusi Treefy Tryout OSK 2018 Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini enjelaskan engenai berbagai teori yang digunakan untuk elakukan penelitian ini. Bab ini terdiri dari penjelasan engenai penghitung pengunjung, lalu penjelasan engenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gepa dapat terjadi sewaktu waktu akibat gelobang yang terjadi pada sekitar kita dan erabat ke segala arah.gepa bui dala hubungannya dengan suatu wilayah berkaitan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Penjadwalan Penjadwalan adalah kegiatan pengalokasian suber-suber atau esin-esin yang ada untuk enjalankan sekupulan tugas dala jangka waktu tertentu. (Baker,1974).

Lebih terperinci

User-Based Collaborative Filtering Dengan Memanfaatkan Pearson- Correlation Untuk Mencari Neighbors Terdekat Dalam Sistem Rekomendasi

User-Based Collaborative Filtering Dengan Memanfaatkan Pearson- Correlation Untuk Mencari Neighbors Terdekat Dalam Sistem Rekomendasi User-Based Collaborative Filtering Dengan Meanfaatkan Pearson- Correlation Untuk Mencari Neighbors Terdekat Dala Siste Rekoendasi Arvid Theodorus 1, Djoko Budiyanto Setyohadi 2, Ernawati 3 Magister Teknologi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keywords: Economic Quantity Production, Nasution, A.H, Perencanaan dan Pengendalian Persediaan. ABSTRACT

ABSTRAK. Keywords: Economic Quantity Production, Nasution, A.H, Perencanaan dan Pengendalian Persediaan. ABSTRACT PERECANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PRODUKSI DENGAN METODE ECONOMIC PRODUCTION QUANTITY MULTI ITEM DI CV. FAJAR TEKNIK SEJAHTERA Dio Kharisa Putra, Rusindiyanto dan Budi Santoso

Lebih terperinci

PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP

PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP E-Jurnal Mateatika Vol. 3, No. Januari 204, 25-32 ISSN: 2303-75 PEMILIHAN KRITERIA DALAM PEMBUATAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY AHP JOKO HADI APRIANTO, G. K. GANDHIADI 2, DESAK PUTU EKA

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA Babang Purwanggono, Andre Sugiyono Progra Studi Teknik

Lebih terperinci

Pedoman Pemeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan

Pedoman Pemeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan Pedoan Peeriksa/Pengawas VIMK14 Triwulanan i ii Pedoan Pengawas/ Peeriksa VIMK14 Triwulanan DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON SOURCE

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON SOURCE PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON OURCE 3.1 Tujuan : 1) Mendeonstrasikan prinsip kerja dan karakteristik dari rangkaian penguat coon source sinyal kecil. 2) Investigasi pengaruh dari penguatan tegangan.

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 85 91 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS FERDY NOVRI

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL Diajukan untuk eenuhi persyaratan eperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

(MEWMA) Zuhrawati Latif ABSTRAK

(MEWMA) Zuhrawati Latif ABSTRAK Peta Kendali Multivariate Exponentially Weighted Moving Average (MEWMA) Zuhrawati Latif Mahasiswa Jurusan Matematika Universitas Hasanuddin ABSTRAK Proses produksi merupakan serangkaian kegiatan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PADA PRODUKSI LABELSTOCK KERTAS HVS DI PT X Tjahjo Purtomo

ANALISIS KUALITAS PADA PRODUKSI LABELSTOCK KERTAS HVS DI PT X Tjahjo Purtomo Jurnal Teknik Industri HEURISTIC Vol No April 04. ISSN 693-83 ANALISIS KUALITAS PADA PRODUKSI LABELSTOCK KERTAS HVS DI PT X Tjahjo Purtoo tjahjopurtoo@yail.co ABSTRACT PT. "X" one of the anufacturing industry

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci