BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL"

Transkripsi

1 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013, ekonomi Kepulauan Riau hanya tumbuh 5,17% (yoy), atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang dapat mencapai 7,96% (yoy). Pertumbuhan ini juga lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga serta investasi yang melambat menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi di periode laporan. Dari sisi penawaran, perlambatan terutama pada Sektor Industri Pengolahan yang tumbuh melambat sebesar 4,79% (yoy), serta Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran yang tumbuh melambat sebesar 6,95% (yoy) SISI PERMINTAAN Konsumsi Rumah Tangga Walaupun melambat, konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Kepri dari sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 9,0% (yoy) pada triwulan II-2013 dan merupakan pertumbuhan tertinggi dibandingkan jenis penggunaan lainnya. Selain itu, kegiatan konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar mencapai 51,1% terhadap total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Masih relatif tingginya konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II-2013 yang mencapai 109,44, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 107,16. Berdasarkan indeks ini, ekspektasi tingginya laju inflasi yang menggerus konsumsi makanan sehari-hari dapat dikompensasi dengan optimisme kenaikan pendapatan dari peningkatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Batam sebesar 45,5% dari Rp per bulan menjadi Rp per bulan sehingga tingkat konsumsi sejumlah komoditas diperkirakan meningkat. 9

2 Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy) Jenis Penggunaan I II III IV I II Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4,3% 6,6% 10,5% 14,9% 9,1% 12,5% 9,0% Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 5,3% 5,7% 5,4% 6,5% 5,7% 5,7% 3,0% Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6,5% 5,6% 6,1% 5,8% 6,0% 7,5% 6,0% Investasi 13,1% 11,6% 9,7% 10,1% 11,1% 10,3% 8,5% Net Ekspor 0,7% -2,5% -0,5% -2,3% -1,2% 6,6% 3,9% Ekspor Barang dan Jasa 7,5% 6,8% 3,9% 1,0% 4,8% 3,6% -1,1% Dikurangi Impor Barang dan Jasa 10,8% 11,4% 6,0% 2,5% 7,6% 2,3% -3,3% PDRB 7,6% 7,2% 8,6% 9,5% 8,2% 8,0% 5,2% Sumber: BPS, diolah Pendapatan rumah tangga Tingkat konsumsi beberapa komoditi Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi ITK Net Ekspor; 28,7% Investasi; 15,1% Konsumsi Pemerintah; 4,3% Sumber: BPS, diolah Konsumsi RT; 51,1% Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba; 0,9% I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Kontribusi PDRB Menurut Kegiatan Ekonomi Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Namun pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,5% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh melambatnya konsumsi non makanan. Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di tengah konsumsi makanan yang stabil berdampak pada meningkatnya nilai konsumsi makanan sehingga rumah tangga terpaksa mengurangi konsumsi non makanannya. Hal ini terlihat dari lebih besarnya perlambatan pertumbuhan konsumsi non makanan dari perlambatan pertumbuhan konsumsi makanan pada triwulan II Penurunan konsumsi non makanan juga tercermin pada perlambatan kredit konsumsi yang hanya tumbuh di kisaran 15% (yoy) selama dua bulan terakhir. 10

3 Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nop Jan Mar Mei yoy 30,0% 25,0% Konsumsi Makanan Konsumsi Non Makanan miliar Rp Kredit Konsumsi Pertumbuhan (yoy)-rhs % 25,0 20,0% ,0 15,0% ,0% ,0 5,0% 0,0% -5,0% -10,0% -15,0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,0 5,0 - Sumber: BPS Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Kepri Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah relatif stabil cenderung melambat. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II-2013 sebesar 6,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 7,5% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, belanja pemerintah masih terbatas di awal tahun dan secara bertahap meningkat dan mencapai puncaknya di akhir tahun Investasi Kegiatan investasi terpantau melambat ditengah sejumlah permasalahan domestik dan perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan investasi pada triwulan II-2013 tercatat sebesar 8,5% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,3% (yoy). Sebagian besar pengeluaran investasi telah dilakukan di triwulan I-2013 seperti investasi baru industri semen sebesar US$76,4 juta dan jasa konstruksi migas 1 yang melakukan investasi perluasan sebesar US$40,6 juta. Selain itu sejumlah permasalahan terkait lahan dan tenaga kerja ditengarai menjadi penghambat investasi Kepri 2. Terbatasnya lahan di pulau Batam memberikan kesulitan tersendiri bagi investor untuk melakukan investasi baru maupun perluasan. Salah satu industri yang mengalami dampaknya adalah galangan kapal (shipyard) karena jenis industri ini membutuhkan lokasi di pinggir laut. Permasalahan yang sama juga berdampak pada sektor properti yang membutuhkan lahan luas. Sementara itu rencana perluasan lahan industri dan hunian di pulau Rempang dan pulau Galang terhambat oleh polemik terkait status lahan sebagai hutan lindung. Hambatan lainnya 1 Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konstruksi penunjang operasi migas offshore dan onshore serta perdagangan ekspor dan impor. 2 Berdasarkan hasil FGD dengan BP Batam dan Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA) 11

4 berasal dari sisi biaya upah buruh pabrik yang mulai kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Menurunnya investasi juga tercermin pada perlambatan kredit investasi yang terus menurun sejak triwulan III juta US$ 90 Investasi baru Investasi perluasan Rencana investasi baru Rencana investasi perluasan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Sumber: BP Batam miliar, Rp % Kredit investasi Pertumbuhan (yoy)-rhs I II III IV I II III IV I II III IV I II Grafik 1.5. Perkembangan Investasi PMA di Kota Batam Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Investasi Kepri Ekspor Nilai ekspor Kepri terus mengalami penurunan. Pertumbuhan ekspor mencatat - 1,1% (yoy) di triwulan II-2013, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 3,6% (yoy). Pertumbuhan ekonomi global yang belum membaik menjadi penyebab utama menurunnya pertumbuhan ekspor. Aktivitas perdagangan internasional yang melambat tercermin dari aliran ekspor yang lebih banyak terjadi antar daerah dibandingkan dengan negara mitra dagang utama. Ekspor antar daerah mampu tumbuh 4,7% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,0% (yoy). Sementara pertumbuhan ekspor luar negeri turun dari 3,6% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -1,2% (yoy). yoy 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% -5,0% -10,0% -15,0% -20,0% Net ekspor (impor) Ekspor Impor -25,0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS yoy 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% -5,0% Ekspor luar negeri Ekspor antar daerah -10,0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Grafik 1.7. Pertumbuhan Ekspor Impor Grafik 1.8. Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah Walaupun menurun, nilai ekspor di bulan Mei mengalami kenaikan. Nilai ekspor non migas pada posisi terakhir bulan Mei 2013 mencapai USD901,5 juta, atau meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar USD770,6 juta. Namun dari sisi 12

5 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei volume, ekspor mengalami penurunan dari 1.978,2 ribu ton di triwulan I-2013 menjadi 1.929,1 ribu ton di periode laporan. Secara komoditas, sebagian besar jenis ekspor utama mengalami pertumbuhan nilai ekspor yang negatif. Penurunan nilai ekspor tersebut terjadi pada jenis barang jadi seperti berbagai produk kimia; barang dari besi dan baja; reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik; serta mesin elektronik dan perekam suara dan TV. Sementara itu ekspor barang mentah yaitu lemak dan minyak hewani atau nabati justru mengalami kenaikan signifikan sejalan dengan pesatnya kenaikan volume ekspor. ribu ton Volume Ekspor Nonmigas Nilai Ekspor Nonmigas-rhs juta US$ Pertumbuhan nilai ekspor (%, yoy) 4,0 3,0 Lemak dan minyak hewani atau nabati Berbagai produk kimia Barang dari besi dan baja ,0 1,0 Reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik Mesin elektronik dan perekam suara, TV dan lainnya , (1,0) 0 0 (2,0) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Grafik 1.9. Nilai dan Volume Ekspor Nonmigas Grafik Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama Impor Sejalan dengan ekspor, impor turut mengalami pelemahan. Pertumbuhan impor mencatat -3,3% (yoy) di triwulan II-2013, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 2,3% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi diindikasi menjadi penyebab menurunnya pertumbuhan impor. Pada periode laporan, transaksi impor luar negeri mengalami penurunan signifikan dari 2,3% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -3,2% (yoy) pada triwulan II Sementara itu impor antar daerah terus mengalami pertumbuhan negatif dari -2,9% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -4,1% (yoy) pada triwulan II yoy 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% -5,0% Impor luar negeri Impor antar daerah -10,0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS ribu ton juta US$ 1400 Volume Impor Nonmigas Nilai Impor Nonmigas-rhs Grafik Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Antar Daerah Grafik Nilai dan Volume Impor Nonmigas 13

6 Rendahnya aktivitas impor terlihat dari nilai impor yang tidak mengalami peningkatan. Nilai impor non migas pada posisi terakhir bulan Mei 2013 mencapai USD938,9 juta, atau relatif stabil dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar USD936,8 juta. Namun dari sisi volume, impor mengalami kenaikan dari 374,8 ribu ton di triwulan I menjadi 416,8 ribu ton di periode laporan. Secara komoditas, sebagian besar jenis impor utama mengalami perlambatan pertumbuhan nilai impor. Perlambatan terjadi pada jenis barang jadi seperti barang dari besi dan baja serta reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik dan barang mentah berupa besi dan baja. Sementara itu plastik dan barang dari plastik serta mesin elektronik dan perekam suara dan TV sedikit mengalami kenaikan. Pertumbuhan nilai ekspor (%, yoy) 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 Plastik dan barang dari plastik Besi dan baja Barang dari besi dan baja Reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik Mesin elektronik dan perekam suara, TV dan lainnya 2,0 1,0 0,0 (1,0) (2,0) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Grafik Pertumbuhan Nilai Impor Komoditas Utama 1.3. SISI PENAWARAN Pada sisi sektoral, seluruh sektor tumbuh melambat secara tahunan (yoy). Perlambatan terutama pada Sektor Industri Pengolahan serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral LAPANGAN USAHA Tahunan Tahunan 2011 I II III IV 2012 I II 1. PERTANIAN 3.95% 2.77% 2.46% 3.07% 3.21% 2.88% 3.54% 1.74% 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.52% 4.63% 7.01% 7.52% 7.86% 6.77% 6.81% 3.64% 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.53% 7.10% 5.07% 7.44% 8.62% 7.06% 7.33% 4.79% 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 13.96% 11.05% 7.11% 5.56% 4.76% 7.05% 3.55% 2.66% 5. BANGUNAN 10.02% 11.01% 11.68% 10.56% 12.91% 11.55% 10.47% 6.00% 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7.01% 9.12% 10.97% 12.07% 12.58% 11.22% 10.35% 6.95% 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 9.93% 9.02% 9.15% 7.87% 7.66% 8.41% 7.04% 4.62% 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 6.74% 7.76% 8.55% 8.75% 9.51% 8.65% 7.44% 5.27% 9. JASA-JASA 7.50% 7.91% 8.76% 7.48% 8.24% 8.10% 6.47% 4.18% PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 6.66% 7.61% 7.15% 8.55% 9.46% 8.21% 7.96% 5.17% 14

7 Sektor Industri Pengolahan Pada triwulan II-2013 Sektor Industri Pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu dari 7,33% (yoy) di triwulan I-2013 menjadi 4,79% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan pada sektor tersebut sangat mempengaruhi total pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau karena Sektor Industri pengolahan masih menjadi sektor ekonomi utama Kepulauan Riau dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 48,09%. Perlambatan pertumbuhan pada Sektor Industri Pengolahan terutama didorong oleh perlambatan pada Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatan yang memiliki pangsa terbesar mencapai 26,22% dari total PDRB, tumbuh melambat dari 7,31% (yoy) pada triwulan II-2012 menjadi 5,06% (yoy) pada triwulan laporan. Subsektor Utama lainnya di Kepulauan Riau yaitu Subsektor Logam Dasar Besi dan Baja tumbuh stabil dari 8,06% (yoy) pada triwulan II-2012 menjadi 8,19% (yoy) pada triwulan II Data Pertumbuhan Industri Besar Sedang di Kepulauan Riau oleh BPS, menunjukkan bahwa pertumbuhan industri Besar Sedang mengalami perlambatan yaitu dari 15,27% (yoy) pada trwulan II-2012 menjadi 14,01% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan Industri Besar Sedang mengindikasikan penurunan produksi pada SubSektor Industri Pengolahan. Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit pada Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatan juga melambat dari 44,34% (yoy) menjadi 25,27% (yoy). 1.71% 26.22% Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah 0.15% 0.70% 3.61% 0.62% 3.27% 8.19% Grafik 1.14 Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau Tw. II % Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet Semen & Brg. Galian bukan logam Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Barang lainnya yoy,% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% % I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010* 2011* Makanan, Minuman dan Tembakau Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet Logam Dasar Besi & Baja Barang lainnya Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Kertas dan Barang Cetakan Semen & Brg. Galian bukan logam Alat Angk., Mesin & Peralatannya Grafik 1.15 Pertumbuhan SubSektor Industri Pengolahan Kepulauan Riau 15

8 Sumber: BPS Prov. Kepri Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Pertumbuhan (yoy, %) Grafik Pertumbuhan Industri Manufaktur Besar Sedang Kepulauan Riau Sumber: Bank Indonesia Rp miliar yoy, % 3, , , , , Tw I Tw II Tw III Grafik 1.17 Kredit pada Subsektor Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan kepulauan Riau Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Nominal Kredit (kiri) 1,243 1,319 1,461 1,629 1,710 1,903 2,051 2,060 2,073 2,385 Pertumbuhan Kredit (kanan) Tw II Beberapa faktor yang menghambat perkembangan industri shipyard di Kepulauan Riau khususnya Batam dan kemudian memicu perlambatan pertumbuhan pada industri ini seperti diungkapkan oleh Asosiasi Pengusaha Shipyard di Batam diantaranya yaitu biaya produksi di Batam yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kompetitor di sekitar Batam seperti kawasan industri Sibu di Malaysia terutama terkait biaya tenaga kerja dan kepastian hukum terkait permasalahan lahan yang berstatus hutan lindung dan tidak dapat digunakan sebagai kawasan industri. Hambatan lain terkait biaya yaitu adanya tambahan bea masuk untuk kapal berasal dari Indonesia dan diperbaiki di perusahaan setempat di Batam Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Perdagangan Hotel, dan Restoran (PHR) pada triwulan II-2013 juga tumbuh melambat sebesar 6,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,35%. Meskipun mengalami perlambatan, Sektor PHR mesih menjadi salah satu sektor ekonomi utama di Kepulauan Riau dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai 19,96%, kedua terbesar setelah Industri Pengolahan. Perlambatan pertumbuhan pada Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran terutama dipicu oleh perlambatan pada SubSektor Perdagangan Besar dan Eceran yang tumbuh sebesar 6,88% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 11,79% (yoy). Sementara itu Subsektor Hotel melambat dari 11,09% (yoy) menjadi 7,37% (yoy) pada triwulan laporan, dan Subsektor Restoran melambat dari 10,45% (yoy) menjadi 7,16% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan pada Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran salah satunya didorong oleh kenaikan BBM yang turut berpengaruh terhadap penjualan ritel. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia di Kota Batam, 16

9 47.34% diketahui bahwa kenaikan BBM memberikan hambatan di sisi suplai berupa kenaikan harga rata-rata sekitar 20%, terutama pada barang segar (fresh foods). Hambatan pada suplai juga dipengaruhi oleh ketergantungan Prov. Kepri pada daerah lain khususnya Pulau Jawa untuk pasokan sebagian besar produk konsumsi, sementara jadwal pelayaran Jakarta-Batam oleh kapal Pelni, moda transportasi yang paling murah, dinilai masih terbatas yaitu hanya dua kali seminggu. Perlambatan pada Sektor Hotel dan Restoran dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Kepulauan Riau, yang pada triwulan laporan pertumbuhan jumlah wisatawan hanya sebesar 2,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,1% (yoy). Perlambatan jumlah wisman tersebut mendorong terjadinya perlambatan tingkat hunian kamar, pada triwulan laporan hanya tumbuh 7,94% (yoy) atau sebesar 52,88% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,98% (yoy). orang 500, , , , , , ,000 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II yoy,% Tingkat Hunian Hotel Berbintang (%) 35.61% 41.90% 44.68% 45.76% 45.71% 46.05% 47.93% 38.60% 39.63% 46.51% 45.95% 50.61% 40.54% 47.50% 48.13% 46.74% 47.00% 53.22% 42.75% 39.24% 46.55% 49.06% 53.86% 55.81% 45.98% 51.23% 56.64% 49.16% 50.92% 58.55% Jumlah Wisman (orang) - kiri Pertumbuhan - kanan Dec-10Mar-11Jun-11Sep-11Dec-11Mar-12Jun-12Sep-12Dec-12Mar-13Jun-13 Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah Grafik 1.18 Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Provinsi kepulauan Riau Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah Grafik 1.19 Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Provinsi Kepri Sektor Bangunan Searah dengan Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Sektor Bangunan juga tumbuh melambat sebesar 6% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 10,47% (yoy). Perlambatan pada Sektor Bangunan diperkirakan masih dipengaruhi oleh ketidakjelasan status lahan properti akibat penetapan SK MENHUT No. 463/Menhut-II/2013 yang mengalihkan fungsi lahan-lahan properti tersebut menjadi lahan hutan lindung. 17

10 14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% I II III IV I II III IV I II III IV I II Sumber: BPS Prov. Kepri 2010* 2011* Bangunan (yoy,%) Grafik 1.20 Pertumbuhan Sektor Bangunan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Pertambangan dan Penggalian pada triwulan II-2013 tumbuh melambat sebesar 3,64% (yoy) pada triwulan laporan, atau lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 6,81% (yoy). Perlambatan terjadi pada seluruh Subsektor, yaitu Subsektor Minyak dan Gas Bumi yang tumbuh melambat sebesar 3,68% (yoy), Subsektor Pertambangan Tanpa Migas tumbuh melambat sebesar 3,61% (yoy) dan Subsektor Penggalian tumbuh melambat sebesar 3,26% (yoy). Perlambatan pertumbuhan migas Kepulauan Riau, yaitu terutama di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas dikarenakan kondisi lapangan yang relatif sudah tua sehingga produksinya menurun dan faktor teknis lainnya seperti kegiatan pemeliharaan (maintenance) yang mengharuskan sejumlah operasi dihentikan sementara. Sumber: BPS, diolah 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010* 2011* Penggalian 3.13% 3.43% 3.44% 3.58% 4.58% 4.92% 5.92% 7.74% 8.06% 8.02% 7.29% 6.31% 5.37% 3.26% Pertambangan tanpa Migas 3.37% 4.92% 5.44% 5.46% 5.65% 4.48% 4.54% 5.65% 5.48% 6.17% 6.41% 5.85% 5.19% 3.61% Minyak dan Gas Bumi 1.48% 1.69% 0.22% -1.47% -0.80% -0.57% 1.16% 2.92% 4.20% 7.03% 7.69% 8.29% 7.17% 3.68% PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.80% 2.15% 1.00% -0.39% 0.27% 0.37% 1.88% 3.58% 4.63% 7.01% 7.52% 7.86% 6.81% 3.64% Grafik 1.21 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektornya 18

11 juta MMBTU juta barel Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Lifting Gas (kiri) Lifting Minyak (kanan) Sumber: Kementerian ESDM Grafik 1.22 Lifting Gas dan Minyak Kepulauan Riau 19

12 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL 2.1. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau Memasuki triwulan II-2013, inflasi di Provinsi Kepri mengalami peningkatan. Inflasi Kepri pada triwulan laporan mencapai 4,07% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,40% (yoy). Meskipun demikian, laju inflasi tersebut masih di bawah level inflasi nasional yang mencapai 5,90% (yoy) untuk periode yang sama. Secara triwulanan, inflasi Kepri relatif stabil. Inflasi triwulanan Kepri tercatat sebesar 1,2% (qtq), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,3% (qtq). Dampak meningkatnya inflasi dari kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dapat diminimalisasi dengan menurunnya tekanan inflasi dari kelompok Bahan Makanan yang mencapai puncaknya di triwulan I Sementara untuk tahun kalender, inflasi Kepri sampai dengan triwulan II-2013 mencapai 2,43% (ytd) Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran. Peningkatan laju inflasi terutama akibat gangguan pasokan bahan makanan, terutama pada sub kelompok Bumbu-Bumbuan dan Buah-Buahan. Hal ini berdampak pada inflasi kelompok Bahan Makanan yang masih berada di level tinggi dari 6,0% (yoy) di triwulan I menjadi 6,4% (yoy) di triwulan II. Di sisi lain, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi di akhir bulan Juni turut menambah tekanan inflasi. Laju inflasi pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan meningkat signifikan menjadi 4,1% (yoy) dari 1,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Inflasi, % yoy 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0, Nasional Kepulauan Riau Batam Tanjung Pinang Sumber: BPS, diolah % 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 (1,0) (2,0) Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Triwulanan (qtq) Sumber: BPS, diolah Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kepri 20

13 2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Inflasi Tahunan Sebagian besar pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa mengalami kenaikan di triwulan II Inflasi tahunan Kepri yang tinggi terutama bersumber dari kenaikan inflasi yang signifikan pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencatat inflasi sebesar 4,1% (yoy), naik dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,1% (yoy). Kelompok ini juga memberikan andil inflasi yang cukup besar mencapai 0,7%. Kelompok Bahan Makanan tetap memberikan andil inflasi terbesar mencapai 1,6% (yoy) dengan inflasi mencapai 6,4% (yoy). Kelompok lain yang juga memberikan andil inflasi cukup besar adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 0,9%. Sementara itu, terdapat perlambatan inflasi pada kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga dan pada kelompok Sandang mengalami deflasi. Namun perlambatan laju inflasi dan deflasi pada 2 (dua) kelompok tersebut tidak mampu menahan laju inflasi yang terjadi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan, sehingga inflasi Kepulauan Riau pada periode laporan mengalami peningkatan. Kenaikan inflasi kelompok Bahan Makanan terutama bersumber dari inflasi yang tinggi pada subkelompok Bumbu-Bumbuan yang mencapai 22,7% (yoy) dengan andil inflasi sebesar 0,6% diikuti oleh sub kelompok Buah-Buahan yang mencapai 12,0% (yoy) dengan andil inflasi sebesar 0,3%. Adapun komoditas utama yang berperan besar mendorong inflasi adalah Bawang Merah, Bawang Putih dan Cabe Rawit. Sub kelompok lainnya yang menjadi penyumbang inflasi tinggi adalah Rokok dan Minuman Beralkohol yang mencapai 12,1% (yoy) dan Transportasi yang mencapai 5,5% (yoy). Kedua sub kelompok tersebut masing-masing memiliki andil inflasi sebesar 0,6%. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy,%) KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM 3,2 3,2 3,4 3,4 2,4 2,4 2,4 2,4 3,4 3,4 4,1 4,1 Bahan Makanan 4,1 1,0 7,2 1,8 4,7 1,2 2,7 0,7 6,0 1,6 6,4 1,6 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 2,7 0,5 2,1 0,4 2,5 0,5 3,2 0,6 4,5 0,8 5,0 0,9 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,0 0,5 1,7 0,4 1,2 0,3 1,1 0,3 2,1 0,5 2,5 0,6 Sandang 4,2 0,3 1,9 0,1 0,9 0,1 3,6 0,3 1,3 0,1 (0,2) (0,0) Kesehatan 2,7 0,1 2,4 0,1 2,0 0,1 1,9 0,1 2,5 0,1 2,8 0,1 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 8,5 0,5 8,1 0,4 3,2 0,2 3,1 0,2 3,1 0,2 2,8 0,2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,8 0,3 1,2 0,2 0,9 0,1 1,6 0,3 1,1 0,2 4,1 0,7 Sumber: BPS, diolah Inflasi Triwulanan Kenaikan harga pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang bersamaan dengan perlambatan inflasi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan 21

14 kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar berdampak pada laju inflasi yang relatif stabil. Sementara itu kelompok Sandang kembali mengalami deflasi. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM 0,3 0,3 0,5 0,5 1,1 1,1 0,5 0,5 1,3 1,3 1,2 1,2 Bahan Makanan (0,7) (0,2) 1,2 0,3 2,2 0,5 0,1 0,0 2,5 0,6 1,5 0,4 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,7 0,1 0,7 0,1 0,7 0,1 1,1 0,2 1,9 0,4 1,2 0,2 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,8 0,2 0,2 0,0 0,1 0,0 0,1 0,0 1,7 0,4 0,6 0,1 Sandang 1,2 0,1 (0,8) (0,1) 2,4 0,2 0,9 0,1 (1,1) (0,1) (2,2) (0,2) Kesehatan 0,7 0,0 0,8 0,0 0,2 0,0 0,2 0,0 1,3 0,0 1,0 0,0 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,1 0,0 0,6 0,0 2,4 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,3 0,0 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,4 0,1 0,3 0,0 0,1 0,0 0,9 0,1 (0,1) (0,0) 3,2 0,5 Sumber: BPS, diolah Penurunan indeks harga pada kelompok Bahan Makanan ditopang oleh sub kelompok Ikan Segar yang mencatat deflasi sebesar 3,0% (yoy) dari sebelumnya mengalami kenaikan harga mencapai 6,9% (yoy) di triwulan I-2013, seiring dengan meredanya gelombang tinggi di perairan Kepri. Deflasi juga terjadi pada sub kelompok Telur dan Susu; Sayur-Sayuran; serta Lemak dan Minyak. Namun penurunan inflasi pada kelompok ini tertahan oleh kenaikan pada sub kelompok Bumbu-Bumbuan yang kembali mencatat laju inflasi secara signifikan sebesar 17,8% (yoy). Bawang Merah dan Cabe Rawit menjadi komoditas utama penyebab kenaikan inflasi tersebut. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) menunjukkan bahwa harga Bawang Merah dan Cabe Rawit masing-masing naik 37,2% dan 17,8% dibandingkan dengan posisi akhir Maret Sementara itu Bawang Putih justru mengalami penurunan. Perlambatan laju inflasi juga terjadi pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang bersumber dari penurunan inflasi sub kelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol. Penurunan ini disebabkan oleh basis inflasi triwulan I-2013 yang tinggi akibat adanya kenaikan tarif cukai rokok pada saat itu yang berdampak pada peningkatan harga rata-rata rokok kretek filter 1 dan 2 masing-masing sebesar 7,0% dan 2,5%. Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq,%) Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Bahan Makanan (0,7) 1,2 2,2 0,1 2,5 1,5 Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya 2,6 0,2 1,2 1,0 2,1 0,9 Daging dan hasil-hasilnya 1,2 1,5 (0,5) 1,6 0,9 1,4 Ikan segar 3,0 (3,9) 11,1 (7,0) 6,9 (3,0) Ikan diawetkan 1,3 3,8 0,9 0,6 3,0 2,6 Telur, susu dan hasil-hasilnya 0,4 0,1 1,0 (1,4) 2,7 (0,3) Sayur-sayuran (7,5) 5,1 5,4 9,1 (10,0) (2,3) Kacang-kacangan 0,0 0,0 5,5 0,0 0,6 0,3 Buah-buahan 1,7 1,5 2,0 1,5 3,9 4,1 Bumbu-bumbuan (14,6) 11,2 (9,3) 1,9 12,7 17,8 Lemak dan minyak 0,3 (0,2) 0,7 (1,1) (0,9) (0,9) Bahan makanan lainnya 1,3 0,7 0,3 0,3 1,4 0,5 Sumber: BPS, diolah KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,7 0,7 0,7 1,1 1,9 1,2 Makanan jadi 0,9 1,0 0,5 0,2 0,8 1,0 Minuman tidak beralkohol 0,1 0,1 (0,4) 1,1 0,8 1,6 Tembakau dan mikol 0,8 0,7 1,9 3,1 5,2 1,4 Sumber: BPS, diolah Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar turut mengalami penurunan dengan penurunan terbesar dari sub kelompok biaya tempat tinggal, sedangkan peningkatan inflasi terjadi pada sub kelompok perlengkapan rumah tangga. 22

15 Tren penurunan indeks harga kelompok Sandang terus berlangsung. Kelompok ini kembali mengalami deflasi dengan persentase yang lebih besar dari triwulan sebelumnya. Deflasi tersebut bersumber dari deflasi sub kelompok Barang Pribadi dan Sandang Lain yang mencapai 6,8% (yoy) dengan emas perhiasan sebagai pengaruh utama. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (qtq,%) Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,8 0,2 0,1 0,1 1,7 0,6 Biaya tempat tinggal 0,9 0,2 0,1 (0,0) 1,7 0,6 Bahan bakar, penerangan dan air 0,7 0,0 0,1 0,1 1,2 0,5 Perlengkapan rumah tangga 0,1 0,3 0,8 0,2 0,3 0,4 Penyelenggaraan rumah tangga 0,3 0,5 0,1 0,4 3,5 0,9 Sumber: BPS, diolah Inflasi pada kelompok Kesehatan relatif stabil dengan kecenderungan menurun. Indeks harga sub kelompok Obat-Obatan serta Perawatan Jasmani dan Kosmetika yang naik dapat diimbangi dengan harga jasa kesehatan yang stagnan. Sebagai salah satu dari dua kelompok yang mengalami kenaikan indeks harga, inflasi pada kelompok Pendidikan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Kenaikan disebabkan oleh inflasi pada sub kelompok Perlengkapan/Peralatan Pendidikan seiring dengan kenaikan harga buku-buku pelajaran sekolah untuk SD hingga SMA menjelang ujian akhir nasional yang dilaksanakan pada bulan Juni KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Sandang 1,2 (0,8) 2,4 0,9 (1,1) (2,2) Sandang laki-laki 0,5 0,1 0,5 2,3 0,1 0,9 Sandang wanita 0,4 0,1 0,5 0,5 0,4 0,2 Sandang anak-anak (0,0) 0,0 0,7 1,1 0,0 0,0 Barang pribadi dan sandang lain 2,7 (2,5) 5,6 0,2 (3,3) (6,8) Sumber: BPS, diolah Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq,%) Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Kesehatan 0,7 0,8 0,2 0,2 1,3 1,0 Jasa kesehatan 0,2 0,0 0,0 0,1 2,2 0,0 Obat-obatan 0,5 1,1 (0,1) 0,1 1,6 2,2 Jasa perawatan jasmani 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 Perawatan jasmani dan kosmetika 1,3 1,6 0,4 0,3 0,8 1,5 Sumber: BPS, diolah KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,1 0,6 2,4 0,0 0,1 0,3 Pendidikan 0,0 0,0 5,1 0,0 0,0 0,0 Kursus-kursus/pelatihan 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 Perlengkapan/peralatan pendidikan 0,0 1,5 0,4 0,0 0,0 1,9 Rekreasi 0,3 1,2 0,3 (0,0) 0,2 0,1 Olahraga 0,0 0,0 0,0 0,6 0,0 0,0 Sumber: BPS, diolah Kelompok Transportasi menjadi kelompok yang mengalami kenaikan inflasi tertinggi pada periode laporan. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, yaitu Premium dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter dan Solar dari Rp4.500 per liter menjadi Rp5.500 per liter di akhir bulan Juni, berdampak pada melonjaknya indeks harga di sub kelompok Transportasi INFLASI MENURUT KOTA Di Provinsi Kepri, terdapat 2 (dua) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional yaitu Batam dan Tanjungpinang. Kedua kota tersebut mengalami kenaikan laju inflasi yang signifikan di triwulan II Inflasi Tanjungpinang mencapai 6,1% (yoy), lebih tinggi dari inflasi kota Batam sebesar 4,1% (yoy). Namun inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh Batam mengingat bobot inflasi kota Batam yang lebih besar mencapai 82% dibandingkan kota Tanjungpinang yang hanya 18%. 23

16 Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keu. 0,4 0,3 0,1 0,9 (0,1) 3,2 Transpor 0,0 0,4 0,0 1,3 (0,2) 4,3 Komunikasi 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 1,3 Sarana dan penunjang transpor 4,1 0,0 0,0 0,2 0,0 0,1 Jasa keuangan 0,0 0,0 1,7 0,0 1,0 0,0 Sumber: BPS, diolah Tabel Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Wilayah (yoy,%) Wilayah Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II KEPULAUAN RIAU 3,2 3,4 2,4 2,4 3,4 4,1 Batam 3,3 3,4 2,0 2,0 3,0 3,6 Tanjungpinang 2,7 3,4 4,2 3,9 5,1 6,1 Sumber: BPS, diolah Tabel Perkembangan Inflasi Kota Menurut Kel. Barang dan Jasa Triwulanan 2013 di Kepri (yoy,%) KEPULAUAN RIAU BATAM TANJUNGPINANG KELOMPOK PENGELUARAN Tw I Tw II Tw I Tw II Tw I Tw II Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil UMUM 3,4 3,4 4,1 4,1 3,0 3,0 3,6 3,6 5,1 5,1 6,1 6,1 Bahan Makanan 6,0 1,6 6,4 1,6 5,3 1,3 5,7 1,4 9,2 2,8 9,3 2,7 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 4,5 0,8 5,0 0,9 4,2 0,7 4,6 0,8 5,8 1,3 6,9 1,6 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 2,1 0,5 2,5 0,6 1,9 0,4 2,1 0,5 3,3 0,7 4,5 1,0 Sandang 1,3 0,1 (0,2) (0,0) 0,9 0,1 (1,1) (0,1) 2,9 0,2 4,9 0,3 Kesehatan 2,5 0,1 2,8 0,1 2,5 0,1 2,8 0,1 2,9 0,1 2,6 0,1 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,1 0,2 2,8 0,2 3,2 0,2 2,8 0,2 2,6 0,1 2,4 0,1 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1,1 0,2 4,1 0,7 1,2 0,2 4,2 0,7 0,6 0,1 3,4 0,5 Sumber: BPS, diolah Faktor utama pendorong inflasi di kota Tanjungpinang berasal dari kelompok Bahan Makanan dan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Kondisi ini dikarenakan pasokan bahan makanan di Tanjungpinang lebih berfluktuasi dibandingkan dengan Batam yang relatif lebih stabil karena jalur impor yang lebih luas (kawasan Perdagangan Bebas FTZ). Di Tanjungpinang inflasi pada kedua kelompok tersebut mencapai di atas 6%, lebih tinggi dari inflasi kelompok tersebut di Batam yang sebenarnya juga relatif tinggi sebesar 5,7% dan 4,6%. Inflasi yang tinggi di Tanjungpinang juga terjadi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar serta kelompok Sandang yang hampir mencapai 5%, berbeda dengan inflasi di Batam pada kelompok tersebut yang relatif stabil, bahkan deflasi untuk kelompok Sandang. Sementara itu, Batam lebih terpengaruh oleh dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dibandingkan Tanjungpinang terkait kebutuhan volume konsumsi BBM yang lebih besar DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan laju inflasi di triwulan II-2013 didorong oleh kelompok Volatile Food (VF) dan Administered Price (AP). Inflasi VF yang meningkat tajam sejak Desember 2012 masih berlanjut terutama di bulan April dan Mei Sementara itu, inflasi AP terlihat mulai bergerak naik sejak bulan April terkait ekspektasi kenaikan harga BBM bersubsidi dan mencapai puncaknya di bulan Juni pasca pemberlakuan kenaikan harga. Adapun inflasi inti relatif stabil namun mulai bergerak naik mengikuti inflasi kelompok lainnya. 24

17 %,yoy IHK Inti Adm. Prices Vol. Foods %,yoy 8 7 Inti Vol. Foods Adm. Price Sumber: BPS, diolah Grafik 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi Grafik 2.4. Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi thd IHK Laju inflasi VF sebesar 6,1% (yoy) di akhir triwulan II-2013 terutama disebabkan oleh kenaikan harga sub kelompok Bumbu-Bumbuan, Buah-Buahan dan Ikan Segar seiring dengan pasokan yang kurang lancar. Sementara itu laju inflasi kelompok AP sebesar 5,5% (yoy) didorong oleh kenaikan harga BBM bersubdisi di akhir Juni. - Sumber: BPS, diolah

18 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH Secara umum, perkembangan perbankan di Provinsi Kepri pada triwulan II-2013 masih berada pada trend yang positif, tercermin dari pertumbuhan secara triwulanan yang lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun mengalami perlambatan bila diukur secara tahunan. Hal ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri. Peningkatan pertumbuhan secara triwulanan tersebut terutama didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat dan realisasi anggaran belanja pemerintah pada triwulan II- 2013, setelah sebelumnya mengalami penurunan pada triwulan I Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II-2013 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy). Peningkatan penggunaan uang kartal dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat mau pun pemerintah, antara lain terkait dengan persiapan masyarakat menjelang Bulan Puasa, liburan sekolah serta tahun ajaran baru. Sementara itu, volume dan nilai transaksi melalui instrumen uang giral mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy) PERKEMBANGAN PERBANKAN PROVINSI KEPRI Pada triwulan II-2013, aset dan simpanan pada Bank Umum secara tahunan (yoy),masih tumbuh positif, sementara laju pertumbuhan kredit lambat. Sementara itu, baik aset, simpanan maupun kredit BPR secara tahunan mengalami perlambatan. Total aset Bank Umum pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp37,85 triliun atau mengalami peningkatan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,89% (yoy) menjadi 19,07% (yoy). Demikian juga tingkat kepercayaan masyarakat yang tercermin dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan pertumbuhan dari 19,00% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,84% (yoy) pada triwulan laporan atau mencapai sebesar Rp32,29 triliun. Sementara itu, total kredit pada triwulan pelaporan mencapai nilai sebesar Rp24,66 triliun, atau tumbuh melambat dari 20,93% (yoy) menjadi 17,57% (yoy). 26

19 Aset (kiri) Simpanan (kiri) Kredit (kiri) Pertumbuhan Aset (yoy, kanan) % 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00-10,00 Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.1 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum Provinsi Kepulauan Riau Untuk BPR, total aset pada triwulan laporan mencapai sebesar Rp3,56 triliun, yang tumbuh melambat dari 13,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 8,89% (yoy). Sementara itu, DPK yang mencapai sebesar Rp2,78 triliun juga mengalami perlambatan sebesar dari 11,96% (yoy) menjadi 6,85% (yoy) serta kredit yang mencapai sebesar Rp2,79 triliun tumbuh melambat dari 26,06% (yoy) menjadi 19,76% (yoy). Rp miliar % , Aset (kiri) Simpanan (kiri) Kredit (kiri) Pertumbuhan Aset (yoy, kanan) 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.2 Perkembangan Indikator Utama BPR Provinsi Kepulauan Riau 27

20 Tabel 3.1 Indikator Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau (Milyar rupiah) Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Total Aset , , , , , , , Total Dana , , , , , , , Total Kredit , , , , , , , NPL 2,36% 2,04% 2,74% 2,42% 1,77% 2,04% 1,56% LDR 75,68% 75,19% 78,50% 79,65% 80,23% 76,41% 76,38% Sumber: Bank Indonesia 3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM PERKEMBANGAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) Pada triwulan II-2013, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum mengalami peningkatan baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). Total DPK pada triwulan laporan sebesar Rp37,87 triliun, mengalami peningkatan sebesar 6,19% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya dan 20,84% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy). Berdasarkan jenisnya, porsi terbesar simpanan masih berada pada Tabungan (39,52%), kemudian Giro (35,24%) dan Deposito (25,24%). Sementara itu, Giro dan Tabungan mengalami pertumbuhan (yoy) masing-masing sebesar 22,54% dan 21,38%, setelah pada tiga triwulan terakhir sebelumnya terus mengalami perlambatan. Di sisi lain, Deposito yang selama satu tahun terakhir mengalami pertumbuhan secara konsisten, pada periode laporan mengalami perlambatan cukup signifikan, yaitu dari 23,45% (yoy) menjadi 16,66% (yoy). Sementara itu, jangka waktu Deposito di Provinsi Kepri yang paling diminati adalah deposito dengan jangka waktu paling singkat ( 1 bulan), yaitu mencapai 47% dari total deposito. Sedangkan berdasarkan kelompok nilai, porsi terbesar deposito adalah pada kelompok nilai Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta (26,6%), kemudian kelompok nilai Rp 2 miliar sampai dengan 5 miliar (20%). Jangka waktu deposito yang sangat singkat dan nilai deposito per deposan yang cukup besar menyebabkan pertumbuhan deposito di Provinsi Kepulauan Riau sangat berfluktuasi. Kondisi tersebut juga menuntut perbankan untuk berhati-hati dalam menjaga kecukupan likuiditasnya. Berdasarkan wilayah, DPK perbankan Kepri masih didominasi kota Batam yang mencapai 72,93% dari total DPK selanjutnya Kota Tanjungpinang sebesar 22,55%. Meskipun 28

21 memberi kontribusi terbesar terhadap DPK Kepri, pertumbuhan DPK perbankan Batam tercatat 17,83% (yoy) lebih kecil dari Kota Tanjunginang yang mencapai 27,23% (yoy). % 40,00 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 - Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Giro Tabungan Deposito Berjangka Pertumbuhan DPK (yoy,%) Pertumbuhan DPK (qtq, %) ,00 20,00 10,00 - (10,00) Tabungan Giro Deposito Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.3 Jumlah DPK dan Pertumbuhan Total DPK (yoy & qtq, %) di Provinsi Kepulauan Riau Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.4 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Jenisnya (yoy, %) <10 JT >15M - 20M >20M >10M -15M >5M - 10M >1 M - 2 M >500JT - 1 M >10 JT JT >2 M - 5M >100JT - 500JT 0.3% 5.2% 2.8% 1.3% 4.8% 4.1% 5.9% 5.5% 9.6% 8.5% 10.2% 9.6% 12.3% 12.1% 12.8% 13.3% Juni '13 Maret ' % 17.1% 23.6% 23.3% >36 BULAN <=36 BULAN <=24 BULAN <=18 BULAN <=12 BULAN <=6 BULAN <=3 BULAN <=1 BULAN 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.3% 0.3% 1.9% 1.9% 16.3% 17.6% 13.4% 14.6% 20.8% 22.7% Jun '13 Mar ' % 42.7% Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.5 Struktur Deposito Berdasarkan Nilai Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.6 Struktur Deposito Berdasarkan Jangka Waktu PERKEMBANGAN KREDIT Pada triwulan laporan, penyaluran kredit di Provinsi Kepri mengalami pertumbuhan positif secara triwulanan (qtq), namun secara tahunan masih mengalami perlambatan. Total Kredit yang disalurkan pada akhir triwulan laporan mencapai Rp24,66 triliun, yakni tumbuh positif sebesar 6,15% secara triwulanan (qtq), namun secara tahunan (yoy) tumbuh sebesar 17,57% melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,93%. Perlambatan penyaluran kredit terutama terjadi pada sektor-sektor utama perekonomian di Provinsi Kepri, yaitu pada Sektor Bukan Lapangan Usaha dari 15,18% (yoy) menjadi 14,7% (yoy), Sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi dari 37,08% (yoy) 29

22 menjadi 27,55% (yoy) dan Sektor Konstruksi dari 32,65% (yoy) menjadi 5,69% (yoy). Sementara itu, perlambatan pada Sektor Konsumtif diperkirakan dipengaruhi oleh pemberlakuan pengaturan Loan to Value (LTV) pada 15 Juni 2012 yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Penurunan KKB dan KPR kemudian memberikan dampak yang sama pada sektorsektor yang berkaitan, diantaranya yaitu Sektor Konstruksi. Berdasarkan penggunaannya, porsi terbesar kredit masih berada pada kredit Modal Kerja (37,59%) terutama pembiayaan di sektor Industri Pengolahan Selanjutnya diikuti oleh Kredit Konsumsi (35,97%) dan Kredit Investasi (23,97%) terutama di sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Ketiga jenis kredit menurut penggunaan tersebut tumbuh melambat (yoy) pada triwulan laporan, masing-masing sebesar 16,12%, 14,71% dan 23,87%. Rp miliar % 10, , , , , Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Modal Kerja (Rp miliar) Konsumsi (Rp miliar) Investasi (Rp miliar) Pertumbuhan Total Kredit (yoy, %) Pertumbuhan Total Kredit (qtq, %) Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.7 Jumlah Kredit Berdasarkan Penggunaan (Rp miliar) dan Pertumbuhan Total Kredit (yoy & qtq, %) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Modal Kerja Konsumsi Investasi Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (yoy, %) Total Kredit Konsumtif Rumah Tinggal Flat atau Apartemen Rumah Toko/Rumah Kantor Mobil, Sepeda Motor, dll Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.9 Perkembangan KPR dan KKB (yoy, %) Berdasarkan Sektor Ekonomi, penyaluran kredit Bank Umum tercatat masih terkonsentrasi pada sektor konsumtif, yaitu Sektor Bukan Lapangan Usaha sebanyak 36% dari total kredit. Sementara itu, pada sektor produktif, porsi terbesar kredit terdapat pada 30

23 sektor-sektor ekonomi utama di Provinsi Kepulauan Riau yaitu pada Sektor Industri Pengolahan sebesar 17%, kemudian diikuti oleh Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 17%, Sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi sebesar 9%, Real Estate, Sewaan dan Jasa PT (7%) serta Konstruksi (7%) Bukan Lapangan Usaha Industri Pengolahan Perdagangan Besar Dan Eceran Trans, Gudang Dan Komunikasi Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT Konstruksi Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit pada Sektor Ekonomi Utama di Provinsi Kepulauan Riau (yoy, %) Pertumbuhan kredit berdasarkan wilayah masih didominasi oleh Kota Batam dengan kontribusi mencapai 79,17% diikuti Kota Tanjungpinang yang mencapai 16,91% LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) Posisi LDR Bank Umum Kepulauan Riau pada triwulan II-2013 tercatat sebesar 76,38%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 76,41% (qtq) dan lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 78,50% (yoy). Penurunan LDR ini diakibatkan oleh laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan kredit, terutama selama tahun Angka LDR tersebut lebih rendah dibandingkan dengan standar LDR untuk bank sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni sebesar 85%-100%, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian oleh pihak perbankan, khususnya Bank Umum, dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat RISIKO KREDIT Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit, persentase Non Performing Loan (NPL) di Kepulauan Riau juga mengalami penurunan, yang tercatat sebesar 1,56% pada triwulan laporan. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,04%, dan juga lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan yang sama 31

24 pada tahun sebelumnya sebesar 2,74%. Bahkan, angka NPL pada triwulan II-2013 tersebut, merupakan yang terendah setidaknya dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada posisi Juni 2013, angka NPL tertinggi tercatat pada Sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan yang mencapai 62,78%, yang selanjutnya diikuti oleh kredit pada Sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya (12,32%) serta Sektor Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan (12,27%). Sementara itu, berdasarkan Kabupaten/Kota, angka NPL tertinggi tercatat pada Kota Tanjung Pinang sebesar 2,58%; diikuti oleh Kota Batam sebesar 1,36%. Sedangkan Kabupaten dengan angka NPL terkecil yaitu Kabupaten Natuna dengan NPL sebesar 0,84%. 3.3 PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH Pada triwulan laporan, indikator-indikator utama Bank Umum Syariah yaitu asset, simpanan/dana Pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan masih berada pada tren yang positif dan mengalami pertumbuhan cukup tinggi secara triwulanan, namun mengalami perlambatan pertumbuhan secara tahunan (yoy). Peningkatan asset, pembiayaan dan kredit yang lebih tinggi pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya (yoy) disebabkan oleh aktivitas ekonomi masyarakat dan realisasi proyek pemerintah yang mulai meningkat pada triwulan II setelah mengalami penurunan pada triwulan I. Secara triwulanan, asset tumbuh cukup signifikan yaitu dari -9,03 (qtq) menjadi 6,06% (qtq), sementara itu secara tahunan asset tumbuh dari 12,21% (yoy) menjadi 12,42% (yoy). Pertumbuhan asset terutama disebabkan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada simpanan. Searah dengan perkembangan asset, penghimpunan simpanan oleh Bank Syariah masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan laporan, yakni dari sebesar - 12,24% (qtq) menjadi 7,44% (qtq), namun secara tahunan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 26,19% (yoy) menjadi 18,05% (yoy). Sementara itu, penyaluran pembiayaan pada perbankan syariah secara triwulanan tumbuh dari sebesar 3,24% (qtq) menjadi 5,98% (qtq), namun mengalami perlambatan pertumbuhan secara tahunan dari sebesar 28,73% (yoy) menjadi 26,14% (yoy). Perlambatan pembiayaan oleh Bank Umum Syariah terjadi terutama pada pembiayaan investasi yang mengalami perlambatan cukup signifikan dari sebesar 61,71% (yoy) menjadi 45,10% (yoy) dan pada perlambatan pembiayaan konsumsi dari sebesar 6,43% (yoy) menjadi 5,42% (yoy). Sebaliknya, pembiayaan modal kerja menguat dari sebesar 61,18% (yoy) menjadi 68,71% (yoy). Penguatan pembiayaan modal kerja yang mencapai 28% dari total kredit tersebut 32

25 menunjukkan meluasnya ekspansi kredit oleh Bank Syariah pada sektor-sektor produktif, terutama sektor... Kinerja intermediasi oleh Bank Umum Syariah masih terjaga dengan baik. Laju pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan simpanan menyebabkan angka Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 108,8% pada triwulan pelaporan. Meskipun demikian, angka FDR tersebut masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 110,4% akibat perlambatan pertumbuhan pembiayaan pada triwulan laporan. Sementara itu, jumlah pembiayaan bermasalah juga mengalami penurunan yang tercermin dari penurunan angka Non Performing Financing (NPF) dari sebesar 3,31% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,10% pada triwulan pelaporan. Angka ini masih jauh lebih rendah bila dibandingkan batas maksimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%. Tabel 3.2 Indikator Utama Bank Umum Syariah di Provinsi Kepulauan Riau Keterangan 2011 Jumlah Bank Umum Syariah Pertumbuhan Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II q-t-q y-o-y - Jumlah Bank Jumlah Kantor Asset ,91% 12,42% DPK ,53% 18,05% Pembiayaan ,98% 26,14% - Modal Kerja ,00% 68,71% - Investasi ,64% 45,10% - Konsumsi ,98% 5,42% Financing to Deposit Ratio (FDR) 109.6% 115.4% 101.8% 109.8% 122.1% 110.4% 108.8% - - Non Performing Financing 1,33% 1,31% 2,03% 2,19% 2,77% 3,31% 2,10% - - Berdasarkan wilayah, perbankan syariah di Kota Batam menjadi kontributor utama perkembangan perbankan syariah di Kepri. Sementara Kota Tanjungpinang memiliki kontribusi terbesar kedua. Rp miliar % 3, ,500 2,000 1,500 1, Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Aset (kiri) Simpanan (kiri) Pembiayaan (kiri) Pertumbuhan aset (yoy, %) Pertumbuhan simpanan (yoy, %) Pertumbuhan Pembiayaan (yoy, %) Grafik 3.11 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum Syariah di Provinsi Kepulauan Riau 33

26 3.4 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Indikator utama perbankan BPR yaitu asset, simpanan/dpk, dan kredit/pembiayaan tumbuh positif secara triwulanan (qtq) namun secara tahunan (yoy) masih mengalami perlambatan. Asset BPR pada akhir triwulan laporan sebesar Rp 3,56 triliun, secara triwulanan tumbuh positif dari -0,97% (qtq) menjadi 2,21% (qtq), namun secara tahunan masih mengalami perlambatan yaitu dari 13,94% (yoy) menjadi 8,89% (yoy). Peningkatan asset pada triwulan laporan didorong oleh penambahan jumlah kantor BPR/S serta peningkatan jumlah DPK. Sementara itu DPK tercatat sebesar Rp 2,81 triliun, secara triwulanan tumbuh positif dari 0,36% (qtq) menjadi 0,86% (qtq), namun secara tahunan tumbuh melambat dari 11,96% (yoy) menjadi 6,85% (yoy). DPK paling banyak dalam bentuk Deposito yaitu mencapai 85,44% dari total DPK. Deposito pada BPR lebih diminati masyarakat dibanding tabungan dikarenakan bunga deposito yang lebih tinggi dibandingkan bunga tahunan, serta faktor lain yaitu penarikan dana tabungan dinilai kurang fleksibel karena minimnya fasilitas ATM pada BPR. Kredit/pembiayaan pada BPR/S juga mengalami peningkatan secara triwulanan dari 1,32% (qtq) menjadi 4,94% (qtq), namun secara tahunan tumbuh melambat cukup signifikan yaitu dari 26,06% (yoy) menjadi 19,76% (yoy). Tabel 3.3 Indikator Utama BPR Provinsi Kepulauan Riau Keterangan Pertumbuhan Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II q-t-q y-o-y Jumlah BPR/S - Jumlah Bank Jumlah Kantor Asset % 8.88% DPK % 6.85% - Tabungan % 5.96% - Deposito % 7.00% Kredit % 19.76% Loan to Deposit Ratio (LDR) 83.8% 84.6% 88.5% 91.3% 94.4% 95.3% 99.2% - - Non Performing Loans (NPLs) 5.21% 2.26% 2.71% 2.56% 2.72% 3.52% 3,24% - - Sumber: Bank Indonesia 34

27 Aset Simpanan Kredit Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.12 Pertumbuhan Aset, Simpanan dan Kredit BPR Provinsi Kepulauan Riau (yoy, %) 3.5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II-2013 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan aktivitas ekonomi berpengaruh pada peningkatan penggunaan uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu, volume dan nilai transaksi melalui instrumen uang giral mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan, total inflow sebesar Rp497 miliar, mengalami penurunan secara triwulanan sebesar 30,39% (qtq) maupun secara tahunan sebesar 9,14% (yoy). Sebaliknya, total outflow sebesar Rp1.819 miliar, secara triwulanan meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 103,92%, juga secara tahunan (yoy) meningkat 16,30%. 35

28 2,500 Inflow (Rp milyar) Outflow (Rp milyar) Net , , , Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II (50.00) Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II Inflow (yoy,%)) Outflow (yoy,%) Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Inflow-Outflow Uang Kartal di Kepulauan Riau Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.14 Pertumbuhan Inflow Outflow Uang Kartal di Kepulauan Riau Secara historis, perkembangan aliran uang kartal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau senantiasa berada pada kondisi net outflow, yang berarti aliran uang kartal ke masyarakat lebih besar dibandingkan aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia. Sesuai pola musiman, net outflow pada triwulan ke II akan mulai mengalami peningkatan setelah menurun pada triwulan I. Hal ini dikarenakan mulai meningkatnya aktivitas perekonomian masyarakat maupun pemerintah memasuki triwulan II Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy) bagi masyarakat, Bank Indonesia secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE), dengan Pemberian Tanda Tidak berharga (PTTB). UTLE tersebut berasal dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, yang selanjutnya ditukar dengan uang yang layak edar (fit for circulation). Pada triwulan laporan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau telah memusnahkan UTLE dengan jumlah nominal mencapai Rp173 miliar atau meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar Rp114 miliar, juga meningkat dibandingkan periode yang sama tahun belumnya yang tercatat sebesar Rp 27 miliar. Selain dengan melakukan pemusnahan UTLE, upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar juga dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau dengan melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, seperti Kota Batam, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Anambas dan Kabupaten 36

29 Lingga. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat di daerah rural dan hinterland juga dapat mendapatkan fasilitas uang rupiah yang masih relatif baru dan layak edar Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: Bank Indonesia Pemusnahan Uang (Rp miliar) Grafik 3.15 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di Kepulauan Riau Untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap pada level yang rendah, Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau tetap giat melakukan sosialisasi prinsip 3D (Didapat, Disimpan, Disayang) kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat memahami caracara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat memperpanjang usia manfaat fisik uang Uang Rupiah Tidak Asli Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II-2013 tercatat mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 52 lembar menjadi 136 lembar. Sementara itu, nilai nominal uang rupiah tidak asli juga mengalami peningkatan dari Rp3,63 juta pada triwulan I-2013, menjadi Rp7,39 juta pada triwulan laporan. Sebanyak 136 lembar uang palsu tersebut terdiri atas 13 lembar pecahan Rp100 ribu, 121 lembar pecahan Rp50 ribu, dan 2 lembar pecahan Rp20 ribu. 37

30 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Nominal Rp juta (kiri) Lembar (kanan) Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.16 Perkembangan Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli oleh Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau Penemuan uang rupiah tidak asli tersebut didasarkan pada permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta temuan dari setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai upaya menanggulangi peredaran uang rupiah tidak asli, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan security features uang yang dicetak dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah, melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Kliring Lokal Jumlah warkat dan nominal transaksi non tunai secara kliring pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah warkat tercatat Tabel 3.4 Perkembangan Transaksi Kliring sebesar lembar, menurun 3,68% dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai lembar. Sementara itu jumlah nominal transaksi mengalami peningkatan, yaitu dari Rp3,33 triliun pada triwulan sebelumnya menjadi Rp4,03 triliun. Tahun 2013 Sumber: Bank Indonesia Perputaran Kliring Pengembalian Jumlah Bulan Kliring Penyerahan Jumlah Tolakan Net Kliring Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal Januari Februari Maret April Mei Juni

31 Real Time Gross Settlement (RTGS) Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed) dimana rekening peserta dapat didebit/kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank Indonesia RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada Triwulan II-2013 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total nilai transaksi tercatat sebesar Rp22,56 triliun atau meningkat 20,14% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq) dan 18,51% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, volume transaksi juga meningkat dari lembar pada triwulan I-2013 menjadi lembar pada triwulan laporan. Jika dilihat dari sebaran transaksi berdasarkan kabupaten/kota, sebagian besar transaksi BI-RGTS Provinsi Kepulauan Riau terjadi di Kota Batam sebesar 89,64% dari total transaksi, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 6,92% hal ini terkait dengan jumlah bank dan aktivitas bisnis yang terkonsentrasi di kedua Kota tersebut, terutama di Kota Batam. Wilayah Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II RTGS Nilai (Rp Miliar) Batam Batam ke Luar Batam 7, , , , , , Luar Batam ke Batam 12, , , , , , Batam ke Batam 3, , , , , , Karimun Karimun ke Luar Karimun Luar Karimun ke Karimun Karimun ke Karimun Natuna Natuna ke Luar Natuna Luar Natuna ke Natuna Natuna ke Natuna Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1, , , , , , Tg. Pinang ke Tg. Pinang Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri Luar Kepri ke Kepri Kepri ke Kepri Kumulatif 18, , , , , , , RTGS Volume Batam Batam ke Luar Batam 13,359 11,657 13,451 13,936 15,412 13,970 14,891 Luar Batam ke Batam 17,602 15,279 16,315 16,309 17,950 16,113 17,327 Batam ke Batam 5,998 5,236 5,947 6,127 6,750 6,513 6,719 Karimun Karimun ke Luar Karimun ,066 Luar Karimun ke Karimun Karimun ke Karimun Natuna Natuna ke Luar Natuna Luar Natuna ke Natuna Natuna ke Natuna Tanjung Pinang Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 2,451 1,518 1,713 1,715 2,248 1,393 1,484 Tg. Pinang ke Tg. Pinang Kepulauan Riau Kepri ke Luar Kepri Luar Kepri ke Kepri Kepri ke Kepri Kumulatif 29,247 24,969 27,215 27,385 30,725 26,665 28,936 Sumber: Bank Indonesia Tabel 3.5 Transaksi RTGS Provinsi Kepulauan Riau 39

32 BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 diperkirakan masih rendah. Hal ini terindikasi dari tingginya jumlah simpanan pemerintah daerah di perbankan yang mencapai Rp 3,02 triliun. Sementara itu, transfer dana perimbangan ke semua pemerintah daerah di wilayah Kepulauan Riau telah mencapai lebih dari 40%, meskipun sumber pendapatan utama pemerintah daerah di wilayah ini adalah dana perimbangan yang mencapai 75%. Data yang ada menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum merealisasikan APBD secara proporsional sehingga dana perimbangan masih banyak tersimpan di perbankan. Indikasi ini terlihat dari surplus APBD Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercatat sebesar Rp158 miliar. Dengan asumsi bahwa semua pemerintah daerah di wilayah Kepulauan Riau mencatatkan surplus dalam APBD-nya, maka hal tersebut menyebabkan peningkatan dalam simpanan pemerintah daerah di perbankan pada triwulan II REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU Realisasi Penerimaan Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp 274,95 miliar telah mencapai 33,87% dari total pendapatan yang telah dianggarkan pada tahun Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, realisasi pada triwulan ini tercatat naik sebesar 22,68%. Sesuai APBD tahun 2013, sumber pendapatan Provinsi Kepulauan Riau sangat bergantung kepada transfer dari pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari porsi pendapatan transfer yang dianggarkannya mencapai 73% dan sampai dengan triwulan II-2013 transfer dana perimbangan dan dana penyesuaian tersebut telah mencapai 45,74%. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kepulauan Riau yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya masih relatif kecil. Realisasi PAD triwulan II-2013 tercatat sebesar Rp7,09 miliar atau hanya mencapai 1,09% dari penerimaan PAD yang dianggarkan sebesar Rp 653,08 miliar. Hal ini terjadi karena belum dilakukannya rekonsiliasi PAD dengan sistem pelaporan anggaran. 40

33 Tabel 4.1. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau POS ANGGARAN ANGGARAN REALISASI TW.I REALISASI TW.II RP JUTA RP JUTA % RP JUTA % PENDAPATAN , ,87 PENDAPATAN ASLI DAERAH , ,09 Pendapatan Pajak Daerah ,00 Pendapatan Retribusi Daerah ,00 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah , ,14 PENDAPATAN TRANSFER , ,74 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimban , ,57 Dana Bagi Hasil Pajak , ,34 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) ,50 Dana Alokasi Umum , ,00 Dana Alokasi Khusus , ,00 Transfer Pemerintah Pusat Lainnya , ,38 Dana Penyesuaian , ,38 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH ,00 Pendapatan Lainnya ,00 Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (diolah) Realisasi Belanja Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau per triwulan II-2013 masih terbilang relatif kecil, yaitu sebesar Rp674,05 miliar atau hanya mencapai 26,39% dari anggaran belanja tahun Persentase realisasi belanja ini bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi pendapatan yang mencapai 33,87%. Perbedaan realisasi belanja dan pendapatan ini berakibat pada meningkatnya surplus dana pemerintah daerah sebesar Rp158,10 miliar. Surplus dana pemerintah daerah ini menyebabkan naiknya simpanan pemerintah daerah di perbankan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana dibahas dalam sub bab 4.3. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau secara umum didorong oleh belanja rutin untuk pembayaran gaji pegawai, pembelian barang, dan belanja hibah. Secara nominal, realisasi terbesar pos belanja adalah komponen belanja barang yang mencapai Rp201,17 miliar. Sementara itu, secara persentase, realisasi belanja terbesar adalah belanja hibah yang mencapai 51,50% dari yang telah dianggarkan. Pada sisi lain, realisasi belanja modal lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi belanja operasi. Belanja modal merupakan pos anggaran yang digunakan untuk membiayai pengadaan atau pembelian barang-barang yang dapat digunakan lebih dari 1 siklus akuntansi. Pos belanja ini mencerminkan investasi pemerintah daerah dan mengingat sifatnya yang lebih diperuntukkan untuk pengadaan aset tetap, realisasi belanja modal yang masih 41

34 rendah ini terkait dengan proses pengadaan yang relatif lebih lama dan kompleks dibandingkan belanja barang. Sesuai dengan siklus tahunan, diperkirakan belanja modal akan terserap pada triwulan 3 dan triwulan 4. Tabel 4.2. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau POS ANGGARAN ANGGARAN REALISASI TW.I REALISASI TW.II RP JUTA RP JUTA % RP JUTA % BELANJA , ,39 BELANJA OPERASI , ,95 Belanja Pegawai , ,94 Belanja Barang , ,92 Belanja Hibah , ,50 Belanja Bantuan Sosial , ,25 Belanja Bantuan Keuangan ,05 BELANJA MODAL , ,88 Belanja Tanah ,00 Belanja Peralatan dan Mesin ,11 Belanja Bangunan dan Gedung ,20 Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan ,61 Belanja Aset Tetap Lainnya ,00 BELANJA TAK TERDUGA , ,50 Belanja Tak Terduga , ,50 TRANSFER ,51 Transfer Bagi Hasil ke Kab / Kota / Desa ,51 Bagi Hasil Pajak ,51 Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (diolah) 4.2. Realisasi Transfer Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah Transfer dana perimbangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar masuk ke dalam pos dana bagi hasil sumber daya alam dan dana alokasi umum. Pagu anggaran untuk kedua jenis dana tersebut masing-masing adalah Rp2,92 triliun dan Rp2,84 triliun. Jumlah keduanya mencapai 80,59% dari total dana transfer pemerintah pusat ke daerah tahun 2013 yang berjumlah sebesar Rp 7,15 triliun. Sampai dengan Juni 2013, realisasi transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 3,23 triliun atau 45,19% dari pagu anggaran. Secara persentase, realisasi transfer dana ke semua pemerintah daerah rata-rata telah mencapai lebih dari 40%. Realisasi transfer paling rendah adalah kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercatat sebesar 42,56% dari pagu anggaran, sementara realisasi transfer terbesar adalah kepada Pemerintah Kabupaten Lingga yang telah mencapai 48,18% dari pagu dana transfer. 42

35 Pagu dan Realisasi Dana Transfer ,00 48,00 46,00 44,00 42,00 40,00 38,00 Pagu Realisasi Persentase (RHS) Sumber : Kementerian Keuangan RI Grafik 4.1. Pagu dan Realisasi Dana Transfer Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah di Wilayah Kepri 4.3. Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Pada akhir triwulan II tahun 2013, dana simpanan pemerintah daerah yang meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 3,02 triliun. Jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun lalu, dana simpanan ini naik sebesar 35,71%. Pola pergerakan jumlah dana simpanan pemda tersebut relatif sama dengan pola pergerakan tahun Sumber : Bank Indonesia Grafik 4.2. Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri Besarnya dana simpanan pemda di perbankan ini memberikan indikasi rendahnya realisasi APBD. Hal ini semakin diperkuat dengan data realisasi transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang telah mencapai Rp 3,23 triliun. Sesuai dengan Rencana APBD pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau, dana perimbangan menyumbang 75% dari total pendapatan daerah. 43

36 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12 Sep-12 Okt-12 Nop-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Dalam jangka 2 bulan kemudian diperkirakan dana simpanan pemerintah daerah di perbankan akan menurun untuk kemudian naik kembali pada bulan September karena adanya transfer Dana Bagi Hasil yang dibayarkan setiap triwulan dari pemerintah pusat. 6% 23% 71% GIRO TABUNGAN DEPOSITO Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.3. Komposisi Simpanan Pemda di Perbankan Kepri Per Juni 2013 Secara komposisi per Juni 2013, jenis simpanan pemda terbesar adalah dalam bentuk giro dengan pangsa mencapai 71%, yang diikuti oleh deposito sebesar 23% dan tabungan sebesar 6%. Secara bulanan komposisi tabungan dan deposito relatif tetap sementara tren kenaikan terjadi pada simpanan dalam bentuk giro. Hal ini terkait dengan sifat giro yang dapat dicairkan setiap saat dan dicadangkan untuk pembayaran operasional GIRO TABUNGAN DEPOSITO Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.4. Pergerakan Jenis Simpanan Pemda di Perbankan Kepri 44

37 BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mengurangi angka kemiskinan. Studi Asian Development Bank (ADB) tahun 2002 menunjukkan bahwa elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia adalah 0,7. Ini berarti setiap 10% pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 7%. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau triwulan II tahun 2013 sebesar 5,17%, pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah diperkirakan akan meningkat sekitar 3,62%. Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 0,7 tersebut dinilai cukup baik meskipun di beberapa negara berkembang lainnya angka elastisitas tersebut dapat mencapai 1. Perbedaan angka elastisitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti Nilai Tukar Petani (NTP), tingkat dan kualitas pendidikan, infrastruktur, dan akses teknologi. Semakin tinggi kualitas dari faktor-faktor tersebut, maka elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan semakin tinggi. Faktor lain yang perlu dicermati dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan adalah tingkat inflasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi secara empiris akan meningkatkan pendapatan masyarakat termasuk untuk masyarakat golongan berpenghasilan rendah, namun tingkat inflasi yang tinggi khususnya pada kelompok bahan makanan akan mengakibatkan penurunan terhadap daya beli masyarakat miskin. Kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pada akhir Juni 2013 diperkirakan akan meningkatkan angka kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Untuk itu, dampak kenaikan harga BBM harus direspon dengan kebijakan yang tepat sehingga daya beli masyarakat miskin dapat dipertahankan demi pencapaian stabilitas ekonomi daerah yang berkesinambungan KETENAGAKERJAAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 yang melambat menjadi 5,17% (yoy) dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,3% (yoy) tercermin pada angka penyerapan tenaga kerja triwulan I dan triwulan II Data BPS menunjukkan pada bulan Februari 2013 jumlah pengangguran terbuka di 45

38 Provinsi Kepulauan Riau meningkat menjadi 6,39% dibandingkan posisi Agustus 2012 yang tercatat sebesar 5,37%. Tabel 5.1. Perkembangan Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau Sumber : BPS Kepulauan Riau (diolah) Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan tren yang sama. SKDU merupakan survei yang dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan kegiatan usaha di beberapa sektor utama di Provinsi Kepulauan Riau. Responden survei ini merupakan perusahaan-perusahaan atau badan usaha di semua sektor ekonomi kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian serta Listrik, Air, dan Gas. Salah satu indikator yang disurvei adalah jumlah pergerakan karyawan setiap triwulan. Grafik di bawah menunjukkan pergerakan bersih jumlah karyawan sebagaimana disampaikan oleh responden secara sampling basis dalam pelaksanaan SKDU dimaksud. Pada triwulan I tahun 2013 mayoritas responden menyatakan jumlah karyawan turun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara pada triwulan II tahun 2013, lebih banyak responden yang menyatakan kenaikan dalam hal jumlah karyawan. Jika dibandingkan dengan pergerakan PDRB menggunakan harga berlaku, hasil survei SKDU ini bergerak cukup searah I II III IV I II III IV I II Pergerakan Tenaga Kerja PDRB qtq Berlaku (RHS) Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia 5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Indeks Tendensi Konsumen Grafik 5.1. Pergerakan Penggunaan Tenaga Kerja Penilaian tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dianalisis dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang diperoleh dari Survei Tendensi Konsumen (STK). Indeks yang 46

39 dipublikasikan oleh BPS ini menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang. Responden STK merupakan sub sampel dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) khusus di daerah perkotaan. Pemilihan sampel dilakukan secara panel antar triwulan untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat mengenai perubahan persepsi konsumen antar waktu Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi ITK Inflasi Kepri (rhs) Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV Tw. I Tw. II ,80% 0,60% 0,40% 0,20% 0,00% -0,20% -0,40% -0,60% -0,80% Sumber: BPS Kepulauan Riau data diolah Grafik 5.2. Tren Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Kepualau Riau Secara umum nilai ITK di Provinsi Kepri pada triwulan II-2013 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya dari 107,16 menjadi 109,44. Kenaikan ITK ini didorong oleh naiknya pendapatan rumah tangga dan tingkat konsumsi beberapa komoditas tahan lama. Salah satu faktor yang menahan laju naiknya ITK adalah turunnya indeks pengaruh inflasi terhadap konsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah merasakan adanya kenaikan harga beberapa barang dan jasa. Pada triwulan III tahun 2013, ITK diperkirakan akan membaik. Responden ITK pada triwulan II tahun 2013 menyatakan bahwa pendapatan akan meningkat diiringi dengan rencana pembelian barang yang bersifat tahan lama (durable goods). Persepsi konsumen ini diperkirakan tidak terlepas dari momen hari raya Idul Fitri dan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang dibayarkan pada bulan Juli dan Agustus Namun, dikhawatirkan optimisme konsumen tersebut akan tertahan oleh laju kenaikan harga yang diperkirakan cukup tinggi sebagai dampak kenaikan harga BBM Nilai Tukar Petani Tingkat kesejahteraan masyarakat petani secara umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 cukup baik dengan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 47

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017

No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017 No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017 Pada bulan April 2017 Wonosobo mengalami inflasi sebesar 0,02 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 124,27. Inflasi April 2017 lebih tinggi dibandingkan Maret 2017

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM INDIKATOR RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2009 2010 2011 2012 Pertumb Trw IV Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Tw. I Tw.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 Asesmen Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau menetapkan angka final PDRB untuk tahun 2012 bersamaan dengan publikasi PDRB tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM INDIKATOR RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2008 2009 2010 Pertumb Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III qtq

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2006

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2006 INDIKATOR RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2006 2007 Pertumb Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV qtq MAKRO Laju

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Inflasi Aceh pada triwulan I tahun 2013 tercatat sebesar 2,68% (qtq), jauh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang minus 0,86% (qtq). Secara tahunan, realisasi inflasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM

RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM INDIKATOR RINGKASAN EKSEKUTIF INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN WILAYAH KERJA KANTOR BANK INDONESIA BATAM 2006 2007 2008 2009 Pertumb Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 01/01/76/Th. X, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2015 MAMUJU INFLASI 1,70 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

i

i i 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Indeks 250 200 150 100 50 0 Indeks SPE Growth mtm (%) Growth yoy (%)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 19/3373/4/10/16/Th.VIII, 5 Oktober 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,10 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 09/3373/4/05/16/Th.VIII, 10 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN APRIL 2016 DEFLASI 0,49 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET DEFLASI 0,06 PERSEN Pada bulan Maret di Kota Meulaboh terjadi deflasi sebesar 0,06 persen, di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,15 persen dan di

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BOYOLALI No. 01/33/10/Th.IV, 10 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI KABUPATEN BOYOLALI Bulan Desember 2016 Inflasi 0,23 persen Pada bulan Desember

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 07/07/Th. XVIII, 01 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2015 INFLASI 1,44 PERSEN Pada Juni 2015, di Kota Pematangsiantar terjadi inflasi sebesar 1,44 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 19/3373/4/10/15/Th.VII, 6 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN SEPTEMBER 2015 DEFLASI 0,16 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 01/3373/4/01/17/Th.IX, 5 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,20 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Oktober 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Oktober 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Oktober 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Oktober 2017, Mamuju Deflasi 0,48 persen. Berdasarkan hasil Survei Harga

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi September 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi September 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi September 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat September 2017, Mamuju Inflasi 0,01 persen. Berdasarkan hasil Survei Harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 61/11/76/Th. X, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 MAMUJU DEFLASI 0,17 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat 6,66%. Secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan IV-2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan i BAB I 2011 2012 2013 2014 1 10.00 8.00

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 11/03/TH.XIX, 1 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi inflasi sebesar 0,02 persen, Kota Lhokseumawe deflasi sebesar 0,13 persen, dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 06/02/76/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2016 MAMUJU DEFLASI -0,06 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 07/3373/4/04/16/Th.VIII, 5 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN MARET 2016 INFLASI 0,37 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO No. 14/03/Th. VIII, 3 Maret 2014 PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO Kota Manado pada bulan Februari 2014 mengalami deflasi sebesar 0,23 persen. Laju inflasi tahun kalender sebesar 0,83 persen dan inflasi

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,90 PERSEN

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,90 PERSEN BPS KOTA TEGAL 7 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,90 PERSEN di Kota Tegal terjadi Inflasi sebesar 0,90 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI 1 31 Agustus Menyediakan informasi untuk Pengembangan Usaha dan Daya Saing Bangsa BADAN PUSAT STATISTIKKOTA BALIKPAPAN No. 01/9/Th. XII, 4 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 18/05/TH.XIX, 2 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 1,09 persen, Kota Lhokseumawe deflasi sebesar 0,39 persen, dan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,51 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,51 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 12/07/33/05/Th. VII, 01 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,51 PERSEN Pada bulan Juni 2016 di Kota Kebumen terjadi inflasi

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN 01/01/73/Th. XVIII, 1 Januari 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DESEMBER KOTA MAKASSAR INFLASI SEBESAR 0,84 PERSEN Pada ember, di Kota Makassar terjadi inflasi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 14/02/21/Th.X, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI GABUNGAN 2 KOTA IHK (BATAM DAN TANJUNGPINANG) JANUARI 2015 DEFLASI 0,32 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 03/3373/4/02/17/Th.IX, 3 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,09 Bulan di Kota Salatiga terjadi inflasi sebesar 1,09 persen dengan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KOTA TASIKMALAYA No. 02/02/33/79/Th.XVI, 1 FEBRUARI 2013 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA TASIKMALAYA JANUARI 2013 JANUARI 2013 KOTA TASIKMALAYA INFLASI 1,15 PERSEN

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

Triwulan IV iii

Triwulan IV iii ii Triwulan IV 2012 iii iv Triwulan IV 2012 v vi Triwulan IV 2012 vii viii Triwulan IV 2012 Indikator 2010 2011 2012 Total I II III IV Total I II III IV Total Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 07/1107/TH.III, 1 Agustus PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI INFLASI 0,41 PERSEN Pada bulan Juli di Kota Meulaboh terjadi inflasi sebesar 0,41 persen, di Kota Banda Aceh terjadi inflasi

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1. KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2012 mengalami peningkatan laju pertumbuhan dari 7,15% pada triwulan II-2012 menjadi 8,55%. Perekonomian

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,32 PERSEN

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,32 PERSEN BPS KOTA TEGAL 3 Maret 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,32 PERSEN di Kota Tegal terjadi inflasi sebesar 0,32 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 DEFLASI 0,03 PERSEN Pada Februari 2016 di Kota Bekasi terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 13/3373/4/07/16/Th.VIII, 11 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,41 Bertepatan dengan Bulan Ramadhan 1437 H, perkembangan harga kebutuhan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR JUNI 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi Kota Bogor Bulan Mei 2016 sebesar 0,37 persen Setelah pada April 2016 di Kota Bogor mengalami deflasi yang cukup rendah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 11/3373/4/06/16/Th.VIII, 6 Juni 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN MEI 2016 TERCATAT INFLASI 0,11 PERSEN Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK 0.01 BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BATANG PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Di Kabupaten Batang Bulan 20 0,48 persen No. 05/Th. XV, Juni 20 Pada bulan 20 di Kabupaten Batang terjadi sebesar

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan II 211 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam karena dengan rahmat serta ridhanya penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Banten Triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 13/3373/4/07/17/Th.IX, 4 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JUNI 2017 INFLASI 0,53 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I No. 01/03/3312/Th 2017, Maret 2017 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN FEBRUARI 2017 SEBESAR 0,47% Bulan Februari 2017, Kabupaten Wonogiri mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No.14/03/72/Th.XX, 01 Maret 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Selama Februari 2017, Sebesar 0,29 Persen Dari 82 kota pantauan IHK nasional, sebanyak 62 kota mengalami inflasi sementara 20

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 6/11/76/Th. IX, November 015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 015 MAMUJU INFLASI 0,13 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 8 kota di Indonesia

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 01/01/72/Th.XVIII, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Selama Desember 2014, Inflasi Sebesar 2,86 Persen Dari 82 kota pantauan secara nasional, seluruhnya mengalami inflasi selama

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 29/07/TH.XIX, 1 Juli PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi inflasi sebesar 1,10 persen, Kota Lhokseumawe inflasi sebesar 0,79 persen, dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 04/04/Th. XVIII, 01 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2015 INFLASI 0,17 PERSEN Pada Maret 2015, di Kota Pematangsiantar terjadi inflasi sebesar 0,17 persen dengan IHK sebesar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BOYOLALI No. 12/33/09/Th.III, 10 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI KABUPATEN BOYOLALI Bulan November 2016 Inflasi 0,67 persen Pada bulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I No. 1/4/3312/Th 217, April 217 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN MARET 217 SEBESAR -,27% Bulan Maret 217, Kabupaten Wonogiri mengalami deflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 44/10/TH.XIX, 3 Oktober PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi inflasi sebesar 0,78 persen, Kota Lhokseumawe inflasi sebesar 1,44 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI Jan14 Feb14 Mar14 Apr14 Mei14 Juni14 Juli14 Ags14 Sep14 Okt14 Nov14 Des14 Jan15 Feb15 Mar15 Apr15 Mei15 Juni15 Juli15 Ags15 Sep15 Okt15 Nov15 Des15 Jan16 Feb16 Mar16 Apr16 Mei16 Juni16 Juli16 Ags16 Sept16

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 47/11/TH.XIX, 1 Nopember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,02 persen, Kota Lhokseumawe inflasi sebesar 0,22 persen

Lebih terperinci

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik Perekonomian Provinsi Lampung I Triwulan 1 Tahun 2016 STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG Triwulan 2 Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 18/04/11/TH.XVIII, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,61 persen, Kota Lhokseumawe terjadi deflasi sebesar 0,50

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH Selama triwulan III-2011, inflasi 1 tahunan Aceh kembali melonjak. Menurut Berita Resmi Statistik (BRS) inflasi yang dirilis oleh BPS Aceh, inflasi tahunan Aceh berturut-turut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tercatat sebesar 5,11% (yoy), atau meningkat dibanding triwulan lalu yang sebesar 4,4% (yoy). Seluruh sektor ekonomi pada triwulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA No. 02/03/2103/Th.IV, 03 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI RANAI BULAN FEBRUARI DEFLASI 0,48 PERSEN Pada Bulan Februari di Ranai terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 13/3373/4/07/15/Th.VII, 3 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN JUNI 2015 INFLASI 0,62 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I No. 1/6/3312/Th 217, Juni 217 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN MEI 217 SEBESAR,42% Bulan Mei 217, Kabupaten Wonogiri mengalami inflasi sebesar,42

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 06/06/33/05/Th. VI, 01 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN Pada Bulan Maret 2015 di Kota Kebumen terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 15/04/TH.XIX, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,26 persen, Kota Lhokseumawe deflasi sebesar 0,19 persen, dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 17/3373/4/09/17/Th.IX, 5 September 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN AGUSTUS 2017 DEFLASI 0,42 PERSEN Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 03/03/Th. XIX, 01 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 DEFLASI -0,33 PERSEN Pada Februari 2016 terjadi deflasi sebesar -0,33 persen, atau terjadi penurunan IHK dari 126,63

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN l No. 45/11/14/Th. XII, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami inflasi

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

SURVEI PERBANKAN * perkiraan SURVEI PERBANKAN TRIWULAN IV-217 PERTUMBUHAN KREDIT TAHUN 218 DIPERKIRAKAN MENINGKAT Hasil Survei Perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru pada triwulan IV- 217 secara triwulanan (qtq) meningkat.

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI ACEH No. 43/08/TH.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan di Kota Banda Aceh terjadi deflasi sebesar 0,22 persen, Kota Lhokseumawe deflasi sebesar 0,15 persen,

Lebih terperinci