KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari No. Telp. (0401) ; No. Fax.(0401) Keterangan Cover: Aktivitas perdagangan di salah satu pasar tradisional di Kota Kendari Fotografer: Dedy Prasetyo

3 TRIWULAN I 2016 Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya. Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh terakselerasi akibat adanya percepatan pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Sementara itu, tekanan inflasi mengalami penurunan terutama dari komponen volatile food dan administered prices. Berbagai upaya juga terus dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi keuangan (perbankan) yang melambat. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Kendari, 22 Februari 2017 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara Minot Purwahono

4 ii VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan Undang-Undang NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork

5 TRIWULAN I 2016 Daftar Isi Kata Pengantar Visi Misi Bank Indonesia Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel Tabel Indikator Terpilih i ii iii v viii Ix RINGKASAN EKSEKUTIF 1 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KONDISI UMUM SISI PERMINTAAN Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor dan Impor SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan Eceran Konstruksi 25 BOKS 1. Peningkatan Daya Saing Komoditas Kakao Sulawesi Tenggara Melalui Program Klaster BAB II KONDISI FISKAL DAERAH STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi Anggaran Belanja PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH KONDISI UMUM Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) DISAGREGASI INFLASI UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 46

6 iv BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Kinerja Keuangan Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga ASESMEN SEKTOR KORPORASI Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA Aset Bank Umum Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara Perbankan Syariah Bank Perkreditan Rakyat AKSES KEUANGAN Akses Keuangan Kepada UMKM Akses Keuangan Kepada Penduduk 78 BOKS 2. Layanan Keuangan Digital (LKD) Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat kepada Layanan Bank 80 BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Perkembangan Transaksi Kliring Perkembangan Transaksi RTGS PENGELOLAAN UANG TUNAI Aliran Uang Kartal Penyediaan Uang Layak Edar Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 88 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN KETENAGAKERJAAN KESEJAHTERAAN 98 BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Triwulan II Tahun PROSPEK INFLASI Triwulan II Tahun Daftar Istilah Tim Penyusun

7 Daftar Grafik Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7 Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 10 Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 10 Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 11 Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara 12 Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 12 Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara 13 Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor 13 Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 14 Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 15 Grafik 1.12 Arus Muat Barang 15 Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 16 Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan 16 Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara 19 Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara 19 Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel 20 Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 20 Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 21 Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 23 Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 23 Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 24 Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 24 Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 25 Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 33 Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 33 Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan 35 Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target 35 Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 41 Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Provinsi di Sulawesi 41 Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok 41 Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Bedasarkan Kelompok Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan IV 2016 & Tracking Januari

8 vi Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 43 Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan IV Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 51 Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah Tangga Setahun se-sulawesi 51 Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini 52 Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang 52 Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu 52 Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan Mendaatang Berdasarkan 52 Sektoral Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang 53 Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi 53 Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 53 Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 53 Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan 55 dan Membayar Cicilan Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank 55 Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 56 Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 56 Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57 Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 57 Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57 Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 57 Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM 58 Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 58 Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi di 58 Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe 58 Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR 59 Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis 59 Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB 60 Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna 60 Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna 61 Grafik 4.28 Komposisi Eskpor Sulawesi Tenggara 61 Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional 62 Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Ushaa di Sulawesi Tenggara 62 Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison 63 Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi di Sulawesi 65 Tenggara Grafik 4.33 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi Berdasarkan 65 Sektoral Grafik 4.34 Perkiraan Beban Anggaran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan 65 Mendatang Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 66 Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi 66 Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 67 Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 67

9 Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 67 Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi 67 Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 68 Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 68 Grafik 4.43 Perbandingakn Pertumbuhan Aset Bank di Sulawesi 68 Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 68 Grafik 4.45 Perbandingakn Pertumbuhan DPK di Sulawesi 69 Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan 69 Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 71 Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi 71 Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 74 Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 74 Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 74 Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum 74 Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah 75 Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-sulawesi 75 Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah 76 Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 76 Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM 77 Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM 77 Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 77 Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 77 Grafik 4.61 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 78 Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 78 Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 79 Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 79 Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 85 Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 85 Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 85 Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 85 Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 86 Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 86 Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 86 Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 86 Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 87 Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 87 Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 97 Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 97 Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara 98 Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Mengganggur 98 Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen 98 Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 98 Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara 99

10 viii Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 103 Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku Usaha 103 Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 103 Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha 103 Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sulawesi Tenggara 104 Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sultra 104 Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT 104 Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha 104 Grafik 7.9 P Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia 106 Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional 106 Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen 106 Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual 106

11 TRIWULAN I 2016 Daftar Tabel Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi 7 Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8 Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 18 Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi 34 Sulawesi Tenggara Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi 36 Sulawesi Tenggara Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN 37 Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya 50 Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan 50 Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara 55 Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara 55 Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna 57 Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 105 Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 105

12 Indikator Terpilih PDRB DAN IHK Indikator I II III IV I II III IV Indeks Harga Konsumen - Kendari Baubau Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Tenggara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar) 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,993 4,265 4,342 4,359 4,433 4,508 4,580 4, Pertambangan dan Penggalian 3,687 3,806 4,114 3,800 3,415 3,948 3,867 4, Industri Pengolahan 1,069 1,128 1,092 1,151 1,161 1,189 1,241 1, Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi 1,953 2,291 2,500 2,793 2,144 2,480 2,719 2, Perdagangan Besar & Eceran, 2,066 2,254 2,262 2,307 2,191 2,394 2,632 2, Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Adm Pemerintahan, ,023 1, ,077 1,033 1, Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8,425 8,582 8,883 9,027 8,989 9,167 9,419 9, Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,202 2,627 2,784 3,159 2,308 2,926 2,817 2, Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,483 7,117 7,661 8,705 7,227 7,892 8,195 8, Perubahan Inventori (89) (16) Eksport Luar Negeri , Import Luar Negeri ,000 1, ,210 1,040 1, Net Eksport Antar Daerah (325) (559) (548) (1,103) (445) (431) (524) (675) Total PDRB (Rp Miliar) 16,984 18,088 18,802 19,118 17,918 19,320 19,922 20,580 Pertumbuhan PDRB (%, yoy)

13 NOVEMBER 2016 x PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN Indikator I II III IV I II III IV Perbankan Total Asset (Rp miliar) 20,871 21,796 22,718 22,770 22,768 23,837 23,837 23,837 - Bank Umum (Konvensional & Syariah) 19,702 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 21,562 - BPR Syariah 969 1, Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 12,597 13,675 14,883 14,517 15,367 15,690 15,442 15,249 - Giro 3,475 4,169 4,548 2,829 4,211 4,030 3,790 3,448 - Tabungan 5,887 5,923 6,619 8,129 7,245 7,665 7,717 7,924 - Deposito 3,235 3,583 3,716 3,558 3,912 3,995 3,934 3,878 Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 14,444 15,174 15,644 16,092 16,915 17,910 18,119 18,266 - Modal Kerja 3,967 4,266 4,313 4,288 4,669 5,002 5,061 5,071 - Investasi 1,689 1,701 1,692 1,791 1,823 1,962 1,920 1,920 - Konsumsi 8,787 9,206 9,639 10,013 10,423 10,946 11,140 11,275 NPL Bank Umum(%) LDR (%) Kredit UMKM (Rp miliar) 4,859 5,144 5,212 5,200 5,797 6,255 6,190 6,190 NPL Kredit UMKM (%) Kas (Rp miliar) - Inflow , , Outflow ,757 1, ,612 1,044 1,550 - Net (Inflow - Outflow) 708 (492) (1,003) (1,545) 997 (1,033) 96 (1,058) Kliring - Volume (transaksi) ,051 1,748 2,084 2,437 2,172 2,404 - Nominal (Rp miliar) RTGS dari Perbankan Sultra - Volume (transaksi) 5,462 5,891 6,821 4, Nominal (Rp miliar) 12,863 18,445 18,698 10, *Lokasi Bank

14 TRIWULAN I 2016 Ringkasan Eksekutif GAMBARAN UMUM Pada Triwulan IV 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) tumbuh sebesar 7,6% (yoy) mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Akselerasi tersebut disebabkan oleh percepatan pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara. Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai 2,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi komponen volatile food dan administered prices. Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga. Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan ekonomi global

15 2 Peningkatan kinerja ekspor Sulawesi Tenggara menyebabkan terjadi akselerasi perekonomian Sultra Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 7,0% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0%(yoy). Akselerasi tersebut disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju pertumbuhan. Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Tekanan inflasi Sultra mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga komoditas bahan makanan dan angkutan udara Inflasi Daerah Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru. Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh peningkatan kelompok administered prices seiring adanya penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA yang terjadi pada bulan Januari dan Maret

16 3 Stabilitas keuangan daerah masih terjaga terutama dari ketahanan rumah tangga Stabilitas Keuangan Daerah Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara. Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas terkendali. Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun untuk realisasi belanja mengalami penurunan Keuangan Pemerintah Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan anggaran tahun Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan. Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%. Sistem pembayaran non tunai mengalami peningkatan dan transaksi tunai terjadi net outflow Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank

17 4 Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu. Kondisi ketenagakerjaan belum mengalami perbaikan. Sementara tingkat kesejahteraan mengalami penurunan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut. Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang menurun di periode laporan. Pertumbuhan ekonomi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan akan meningkat disertai dengan peningkatan tekanan inflasi Prospek Perekonomian Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,6% - 7,0%. Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan mendatang. Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok volatile food dan administered prices.

18 TRIWULAN I 2016 Bab 1 Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 7,6% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,0% (yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh percepatan pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju pertumbuhan. Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.

19 2

20 7 Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi Provinsi III IV Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara PDRB %, yoy 9,0% 8,0% 7,0% 6,0% 5,0% 4,0% 7,6% Lainnya Sultra Sultra 2015=6,9% Sultra Perdagangan 2016=6,5% 2014=6,3% 23,1 20,3 6,0% 6,0 5,0% 14,2 4,9% Konstruksi 12,5 Pertanian 3,0% I II III IV I II III IV I II III IV Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional Industri Pengolahan Pertambangan Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 7,64% (yoy).

21 8 Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Komponen Pengeluaran Rasio I II III IV I II III IV I Tw III 2016 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Inventori Eksport Luar Negeri Import Luar Negeri Net Eksport Antar Daerah (3.3) PDRB Keterangan: Meningkat Melambat Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga

22 9 2 Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.

23 Makanan dan Minuman, selain Restoran Pakaian dan Alas Kaki Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga Kesehatan dan Pendidikan Transportasi dan Komunikasi Restoran dan Hotel Konsumsi lainnya KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL 10 %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV Tw III 2016 Tw IV Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat ini

24 11 Rp Miliar yoy % 12 18% 10 17% 16% 8 15% 6 14% 13% % 12% 2 11% - 10% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi (sb. Kanan) Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 3 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi. 4 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan

25 % 80% 60% 40% 20% 0% -4,87% -20% I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan) Rp Miliar yoy 160% ,95 140% 120% % 80% % 34,5% % % 0% - -20% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan) Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara

26 13 Juta US$ yoy % Lainnya Minyak 528 Nilam % 0,7% % % 2,2% Perikanan 0% % 6,4% 60-40% Aspal I II III IV I II III IV I II III IV Ekspor Sultra g Ekspor Sultra -60% -80% -100% Feronikel ,6% Mete ,0% Kakao olah ,4% 556 0,7% Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor

27 % Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara

28 15 %,yoy -21% -28% -63% -97% -100% -100% 57% -1% 140, , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000-89,326 I II III IV I II III IV I II III IV 350% 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0% -24.2% -50% -100% Arus muat g Arus muat (sb. Kanan) Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Arus Muat Barang

29 % ,1% I II III IV I II III IV I II III IV 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan) Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan

30 17 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

31 18 Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Lapangan Usaha I II III IV I II III IV P I P 2017P Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.5) (1.8) (3.8) ,7-7,1 Pertambangan dan Penggalian (9.1) 0.5 (9.0) ,6-3,0 Industri Pengolahan ,1-11,5 Pengadaan Listrik, Gas ,4-6,8 Pengadaan Air ,3-11,7 Konstruksi ,8-10,2 Perdagangan Besar dan Eceran ,9-8,3 Transportasi dan Pergudangan ,6-12,0 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ,3-7,7 Informasi dan Komunikasi ,8-9,2 Jasa Keuangan ,1-3,6 Real Estate (8.8) ,9-6,2 Jasa Perusahaan ,5-5,6 Administrasi Pemerintahan ,8-5,2 Jasa Pendidikan ,7-2,1 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial ,9-6,3 Jasa Lainnya ,5-8,9 PDRB ,6-7,0 Keterangan: Meningkat Melambat Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra

32 ,5% Rp Miliar yoy % 592, % 60,3% 50% % % % % 0% % - -20% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Pertanian gkredit Pertanian (sb. Kanan) Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara

33 Indeks I II III IV I II III IV Rp Miliar yoy 100% 2.381,75 78,6% 80% % 40% % % % - -40% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Pertambangan Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara

34 21 Rp Miliar ,63 115,6% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Industri yoy 140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% g Kredit Industri (sb. Kanan) Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara

35 22

36 23 Volume (ribu ton) 140 yoy 200.0% % % % 50.0% 0.0% % % % II III IV I II III IV I II III IV Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan) Juta USD Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri

37 24 Rp Miliar yoy 30% 4.881,26 25% 20% -24,2% -7,1% % ,2% 10% % - 0% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan) Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara

38 25 Rp Miliar yoy 100% 899,80 32,9% 80% 60% 40% 20% 0% - -20% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan) Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara

39 26

40 27 BOKS 01. PENINGKATAN DAYA SAING KOMODITAS KAKAO SULAWESI TENGGARA MELALUI PROGRAM KLASTER Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia. Pada tahun 2015, luas area perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara mencapai ha dengan jumlah produksi sebesar ton. Meskipun demikian, pada tahun 2015 tersebut produksi kakao mengalami penurunan sebesar 36,3% dibandingkan dengan produksi pada tahun Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan komoditas kakao di Sulawesi Tenggara adalah keterbatasan sumber daya manusia. Petani kakao Indonesia secara umum memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seluk-beluk tanaman kakao. Mereka hanya mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka. Padahal perkebunan kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Masalah lainnya adalah petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao daripada mengolahnya kembali. Selain itu, produktivitas kakao per hektar juga masih rendah karena sebagian besar tanaman kakao sudah berusia tua (rata-rata di atas 25 tahun), adanya hama sehingga biji kakao sebagian rusak dan sebagian petani menanam kurang sesuai dengan pola tanam (jarak) ideal tanaman kakao. Melihat hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Tenggara telah berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi dan UMKM termasuk untuk pengembangan kakao untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing yang pada akhirnya diharapkan dapat menopang perekonomian Sulawesi Tenggara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Dalam pengembangan komoditas kakao, Bank Indonesia telah melakukan pembentukan klaster kakao sejak tahun Hal ini sejalan dengan arah kebijakan program klaster Bank Indonesia fokus pada pengembangan komoditas unggulan daerah, ekspor dan komoditi penyumbang inflasi. Program klaster tersebut bertujuan mendorong peningkatan produksi dan daya saing petani terhadap rantai nilai usaha pertanian, pengembangan dan penguatan kelembagaan petani sebagai local champion dan kerjasama kemitraan. Klaster kakao berada di wilayah Kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan yang meliputi 5 desa, yaitu 2 desa Kabupaten Kolaka Timur dan 3 desa Kabupaten Konawe Selatan. Klaster tersebut merupakan program kerja klaster tahun 2014 sd Disamping itu, terdapat klaster kakao 5 desa di Kabupaten Kolaka Timur, Konawe dan Konawe Selatan yang telah berakhir masa programnya, namun tetap dilakukan pembinaan dan monitoring. No LEM Sejahtera Desa/Kecamatan Kabupaten Waktu Pelaksanaan 1 Andomesinggo Andomesinggo/Besulutu Konawe Program Kerja Tahun Penanggoosi Penanggoosi/Lambandia Kolaka Timur 3 Tinete Tinete/Aere Kolaka Timur 4 Iwoi Menggura Iwoi Menggura/Aere Kolaka Timur 5 Teteinea Teteinea/Lalembuu Konawe Selatan 6 Bou Bou/Lambandia Kolaka Timur Program Kerja Tahun Ulundoro Ulundoro/Aere Kolaka Timur 8 Awalo Awalo/Benua Konawe Selatan 9 Puurema Puurema/Lalembuu Konawe Selatan 10 Kapuwila Kapuwila/Lalembuu Konawe Selatan

41 28 BOKS 01. Progress Aspek Kelembagaan Partisipasi masyarakat (petani) terhadap keanggotaan dari 5 LEM Sejahtera lokasi klaster dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan dengan jumlah anggota mencapai 754 orang pada Desember 2016 atau tumbuh sebesar 68,30% dari jumlah 448 anggota pada Desember Pada umumnya LEM Sejahtera lokasi klaster telah menyelenggarakan unit usaha simpan pinjam. Hingga Desember 2016 total dana simpanan anggota LEM Sejahtera mencapai sebesar Rp519,3 Juta atau meningkat sebesar 42,27% dibandingkan total simpanan anggota pada tahun Untuk pengembangan usaha jual beli kakao, LEM Sejahtera di lokasi klaster pada tahun 2015 telah membangun kerjasama perdagangan dengan salah satu perusahaan pengolahan kakao di Sultra dengan target perdagangan sebesar Ton/Tahun. Uji coba fermentasi dan uji mutu telah dilakukan pada akhir tahun 2015 dengan hasil uji klasifikasi memenuhi standar mutu A (cukup baik). Progress Aspek Produksi Total luas lahan perbaikan tanaman kakao tidak produktif hingga tahun 2016 mencapai seluas hektar atau sekitar 73,14% dari total luas lahan kakao dengan rincian 965 hektar dilaksanakan pada tahun 2014, 857 hektar pada tahun 2015 dan 52 hektar di tahun Dari total luas lahan perbaikan tanaman tersebut di atas, terdapat seluas hektar merupakan dukungan pemerintah melalui program gernas kakao dan seluas 97 hektar melalui pola swadaya dengan mereplikasi aspek teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan. Dari sisi produktivitas tanaman, terutama tanaman yang telah diperbaiki (rehabilitasi, peremajaan dan intesifikasi) selama kurun waktu 3 tahun secara umum menunjukan peningkatan dengan proyeksi produktivitas dari rata-rata 540 Kg/Ha/Thn pada 2014 menjadi 980 Kg/Ha/Thn pada tahun 2016 atau meningkat sebesar 70,37%. KPw. BI Prov. Sultra telah mengembangkan lahan percontohan budidaya tanaman kakao di masing-masing lokasi klaster dengan mereplikasi model PTPN 12 Jember Jawa Timur seluas 5 hektar. Hal ini untuk mempercepat adopsi teknologi budidaya dalam rangka mendukung percepatan peningkatan jumlah dan mutu produksi. Hasil lahan percontohan adalah sebagai berikut: a. Sebagian besar petani di lokasi klaster telah menerapkan metode pemeliharaan tanaman sesuai dengan lahan percontohan. b. Kondisi pertumbuhan tanaman, kesehatan dan proses pembuahan pada umumnya lebih baik dari sebelumnya. c. Pada umumnya petani di lokasi klaster telah menerapkan tata kelola kebun yang efisien dan efektif melalui pemangkasan bentuk pada tanaman yang telah direhabilitasi (sambung samping). d. Produktivitas tanaman kakao pada lahan percotohan seluruhnya telah memasuki usia tanaman menghasilkan (TM) minimal 18 bulan pemeliharaan dan umumnya mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi dengan produktivitas rata-rata mencapai 1,6 ton/hektar/tahun atau sekitar 196,4%. e. Tingkat serangan hama penyakit busuk buah relatif kecil f. Kondisi panen raya memiliki durasi waktu yang lebih panjang yaitu dimulai bulan April hingga bulan Agustus, bahkan tanaman kakao pada beberapa lahan percontohan masih melaksanakan panen pada bulan November - Desember.

42 29 BOKS 01. g. Pada umumnya lahan percontohan telah melaksanakan ujicoba sistem budidaya tumpang sari kakao lada, dimana tanaman lada dibudidayakan pada tanaman pelindung (pohon gamal) dengan jarak tanam 6m x 6m. Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII Dampak terjadinya perbaikan dan peningkatan produksi tanaman kakao pada lahan percontohan tersebut mendorong 114 petani di lokasi klaster melakukan ujicoba replikasi teknis budidaya tanaman kakao sesuai dengan petunjuk teknis yang diterapkan pada kebun/lahan percontohan. Untuk memacu percepatan dan efisiensi dalam proses replikasi dan pembelajaran petani sesuai dengan lahan percontohan, dibentuk kelompok kerja (pokja) pada masing-masing lokasi klaster. Kelompok kerja dimaksud bersifat gerakan sosial pemeliharaan kebun secara bergotong-royong dengan pendekatan arisan pemeliharaan kebun. Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII Oleh Pokja Dampak lain dari keberhasilan perbaikan kondisi tanaman tidak produktif baik pada lahan demplot maupun pada lahan-lahan petani yang mereplikasi teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan, turut mendapat respon dan perhatian yang tinggi dari Dinas Perkebunan dan Hortikultura Prov. Sultra selaku mitra utama dalam program klaster kakao di Sultra. Bentuk respon dan perhatian tersebut diwujudkan melalui realisasi program Gernas Kakao yang relatif besar pada lokasi klaster di tahun 2015 dengan luasan sebanyak hektar terdiri dari rehabilitasi 100 ha, peremajaan 240 hektar dan intensifikasi 837 hektar.

43 30 BOKS 01. Tanaman Kakao Hasil Intensifikasi Program Pemberdayaan dan Pelatihan Teknis Anggota Klaster Kakao

44 TRIWULAN I 2016 Bab 2 KONDISI FISKAL DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan anggaran tahun Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan. Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.

45 28

46 STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD 2016 meningkat dibandingkan tahun Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp 2,47 triliun atau naik 9,7% dibanding tahun Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat menjadi Rp 2,30 triliun atau naik sebesar 22,7%. Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran pendapatan tersebut terjadi pada anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp638,18 miliar atau meningkat 20,9% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk pendapatan transfer pada tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp1,83 triliun atau meningkat 5,5% dari tahun sebelumnya. Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan anggaran belanja pada tahun 2016 didorong oleh meningkatnya anggaran belanja modal maupun belanja operasi. Pada tahun 2016 anggaran belanja modal mencapai Rp832,42 miliar atau meningkat sebesar 40,5% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur di Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk anggaran belanja operasional pada tahun 2016 mencapai Rp1,68 triliun atau meningkat sebesar 16,7% dibandingkan tahun lalu. Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara selalu mencatatkan defisit sejak tahun Bahkan pada APBD tahun 2016, defisit anggaran tercatat lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016 adalah sebesar Rp349,43 atau meningkat sebanyak Rp84,34 miliar dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp306,09 miliar PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang disediakan pada tahun 2016 relatif lebih tinggi jika dibandingkan realisasi pendapatan pemerintah daerah di periode yang sama tahun Pendapatan Growth Pendapatan Belanja Growth Belanja Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara

47 34 Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara APBD 2014 APBD 2015 APBD 2016 U R A I A N Anggaran Realisasi (Miliar Rp) Serap (%) Anggaran Realisasi (Miliar Rp) Serap (%) Anggaran Realisasi (Miliar Rp) Serap (%) PENDAPATAN 2.136, ,20 101, , ,39 105, , ,17 113,10 PENDAPATAN ASLI DAERAH 570,19 555,24 97,38 539,90 667,08 123,56 638,18 744,75 116,70 Pendapatan Pajak Daerah 467,50 413,20 88,39 415,49 516,47 124,31 500,31 575,42 115,01 Hasil Retribusi Daerah 23,04 18,29 79,38 16,67 17,73 106,38 10,88 13,39 123,04 Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 24,00 23,32 97,15 23,45 22,65 96,60 23,45 24,27 103,49 Lain-lain PAD 55,65 100,43 180,47 84,30 110,23 130,76 103,54 131,68 127,18 PENDAPATAN TRANSFER 1.526, ,73 101, , ,93 100, , ,10 111,87 Transfer Pemerintah Pusat 1.212, ,02 101, , ,85 100, , ,10 111,91 Dana Bagi Hasil Pajak 60,04 62,48 104,06 66,42 47,46 71,46 58,87 60,57 102,87 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 39,77 61,15 153,76 54,64 73,57 134,64 34,53 37,09 107,40 Dana Alokasi Umum 1.053, ,64 100, , ,42 100,00 983, ,63 122,11 Dana Alokasi Khusus 58,75 58,75 100,00 86,40 86,40 100,00 743,71 738,81 99,34 Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 314,27 235,28 74,86 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00 Dana Penyesuaian 314,27 313,71 99,82 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 39,89 73,23 183,60 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11 Pendapatan Hibah 39,89 39,89 100,00 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11 Pendapatan Dana Darurat Pendapatan Lainnya - 33, Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di akhir tahun 2016 terealisasi melebihi target yang yakni senilai Rp2,79 triliun, atau sebesar 113,6% dari target total pendapatan dalam APBD Angka serapan tersebut tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 109,5% dari target dalam APBD tahun 2015 atau sebesar Rp2,47 triliun. Realisasi pendapatan pada tahun 2016 tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan selama lima tahun terakhir yaitu sebesar 100,6%. Peningkatan realisasi tersebut disebabkan oleh adanya penurunan target pendapatan dalam APBD Perubahan Sumber utama pendapatan daerah Sulawesi Tenggara berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper). Pangsa PAD Sulawesi Tenggara menurun menjadi 26,6% dari sebelumnya 27,0% pada tahun Penurunan ini mengindikasikan menurunnya kemandirian fiskal pemerintah provinsi. Sementara itu, pangsa Daper meningkat menjadi 72,8% pada tahun 2016 dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 56,0%. Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2016 tercatat mampu mencapai 111,9% dari total target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar Rp2,03 triliun. Padahal pada periode yang sama tahun 2015, realisasi pendapatan hanya sebesar 103,8% dari total target pendapatan transfer tahun 2015 atau senilai Rp1,38 triliun. Berdasarkan komponennya, sumber pendapatan utama pemerintah Sulawesi Tenggara adalah berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pangsa sebesar 58,9% dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Khusus/DAK (36,3%) dan Dana Bagi Hasil/DBH 4,8%. Berbeda dengan pola historisnya yang selalu stabil, realisasi DAU pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp1,2 triliun atau sebesar

48 35 122,11%, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat mencapai 100%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya penurunan alokasi DAU pada APBD perubahan 2016 serta adanya pembayaran transfer dari pemerintah pusat yang sempat tertunda. Sementara untuk realisasi PAD Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp774,8 miliar atau mencapai 116,7%, menurun dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mampu mencapai 129,1%. Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara berasal dari komponen pajak daerah, dengan peran 77,3% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (17,7%), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (3,3%) dan sisanya adalah retribusi daerah (1,8%). Adapun pajak daerah yang dipungut oleh provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok. Sementara untuk realisasi hasil pengeloaan yang dipisahkan juga sudah mencapai 103,5% dari target. Pos pendapatan ini berasal dari badan usaha milik daerah (BUMD) yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah tercatat mengalami peningakatan. Pada akhir tahun 2016, realisasi pos ini tercatat sebesar 100%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 98,8%. Keseluruhan pendapatan tersebut berasal dari pos hibah Realisasi Anggaran Belanja Berbeda dengan kinerja di sisi pendapatan, penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara pada akhir 2016 juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode laporan mencapai 94,36% atau sebesar Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu merealisasikan anggaran sebesar 102,1%. Menurunnya persentase realisasi ini terutama didorong oleh penghematan yang dilakukan Pemrov Sultra. 100% 100% 75% 75% 50% 50% 25% 25% 0% Grafik Target Realisasi Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa, diolah Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara 0% Grafik Target Realisasi Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa, diolah Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara

49 36 U R A I A N Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja operasional maupun belanja modal. Realisasi belanja operasional mencapai 96,5% atau sebesar Rp1,6 triliun. Rendahnya pencapaian tersebut disebabkan oleh belum optimalnya realisasi belanja pegawai yang hanya mencapai 94,9% dan belanja barang yang hanya mencapai 99,4%. Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang maksimal dengan tingkat realisasi sebesar 90,3% atau senilai Rp751,9 miliar. Kondisi tersebut jauh menurun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang dapat mencapai 115,4%. Penurunan tersebut disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja bangunan dan gedung yang mencapai 91,5% dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang hanya sebesar 89,4%. Pangsa kedua pos tersebut mencapai 90,4% dari total anggaran belanja modal. Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Anggaran APBD 2014 Realisasi (Miliar Rp) Serap (%) Anggaran APBD 2015 Realisasi (Miliar Rp) Serap (%) Anggaran APBD 2016 Realisasi (Miliar Rp) Bagi Hasil Pajak Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan IV 2016 relatif rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Pada akhir tahun 2016, kondisi realisasi keuangan Pemprov Sultra baru mencapai 91,5% di bawah target 100%. Sementara itu kondisi penyelesaian fisik baru mencapai 90,7%, di bawah target yang selesai seluruhnya (100%). Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang hanya mencapai 88,2% untuk realisasi keuangan dan 79,6% untuk realisasi fisik. Serap (%) BELANJA 2.450, ,45 85, , ,27 102, , ,85 94,35 BELANJA OPERASI 1.453, ,74 91, , ,44 100, , ,61 96,53 Belanja Pegawai 576,08 517,03 89,75 593,62 546,98 92,14 624,16 592,46 94,92 Belanja Barang 406,15 362,83 89,33 313,54 374,40 119,41 406,27 384,02 94,52 Belanja Bunga 25,54 22,63 88,58 24,16 21,13 87,44 18,81 18,81 100,00 Belanja Hibah 326,75 324,56 99,33 412,99 419,57 101,59 582,64 579,24 99,42 Belanja Bantuan Keuangan 119,01 104,70 87,98 101,18 86,36 85,35 54,30 53,08 97,75 BELANJA MODAL 727,63 553,49 76,07 592,53 683,51 115,35 832,42 751,92 90,33 Belanja Tanah 42,35 26,00 61,39 21,81 32,08 147,10 14,30 11,84 82,79 Belanja Peralatan dan Mesin 49,46 38,40 77,64 51,72 52,58 101,66 64,34 59,86 93,03 Belanja Bangunan dan Gedung 198,61 160,07 80,59 185,48 160,15 86,35 293,89 268,98 91,52 Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 436,02 328,43 75,32 331,64 436,70 131,68 459,26 410,62 89,41 Belanja Aset Tetap Lainnya 1,17 0,59 50,27 1,89 2,00 105,95 0,64 0,62 97,84 BELANJA TIDAK TERDUGA 20, , , Belanja Tak Terduga 20, , , TRANSFER 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25 Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25 Sementara untuk proses pengadaan barang dan jasa hingga akhir tahun 2016 tercatat bahwa dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 790 paket atau senilai Rp1,2 triliun, hanya sebanyak 70,0% yang berstatus provisional hand over (PHO) atau telah di lakukan serah terima. Sedangkan yang sedang dalam tahap pelaksanaan mencapai 3,3%. Sementara untuk

50 37 sisanya 26,7% atau sebanyak 210 belum dilakukan pengadaan PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN PROVINSI Penghematan anggaran yang terjadi pada APBN tahun 2016 menyebabkan alokasi Anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami penurunan. Kebijakan ini dilakukan untuk menekan defisit anggaran yang terjadi pada tahun Tercatat, terjadi penurunan anggaran APBN sebesar 19,8% dari sebelumnya Rp8,43 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp6,77 triliun di tahun Berdasarkan jenisnya, belanja barang dianggarakan sebesar Rp2,75 triliun atau sebesar 40,6% dari total APBN Provinsi Sulawesi Tenggara 2016, diikuti oleh belanja modal sebesar Rp2,09 triliun (30,9%), belanja pegawai sebesar Rp1,91 triliun (28,2%) dan belanja bantuan sosial Rp18,13miliar (0,3%). Komposisi tersebut sedikit berbeda dibandingkan dengan periode tahun 2015 dimana pos belanja modal memiliki pangsa terbesar yakni 45,1%, diikuti oleh belanja barang (31,0%) Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2016, realisasi APBN tercatat sebesar Rp 5,85 triliun, menurun dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp7,86 triliun atau 93,2% dari APBN provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada tahun 2016 terutama didorong dari belanja barang yakni sebesar 30,2% dari total belanja. Sementara itu, belanja modal memiliki peran 30,2% dari total realisasi belanja, diikuti oleh belanja pegawai (29,9%) dan belanja bantuan sosial (0,3%). Penurunan serapan APBN pada tahun 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi pada seluruh jenis belanja kecuali belanja bantuan sosial. Jenis belanja yang mengalami penurunan terbesar terjadi pada belanja pegawai. Realisasi belanja barang pada tahun 2016 sebesar Rp2,31 triliun atau 84,2% dari total yang dianggarkan dalam APBN Angka tersebut lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp2,3 atau 91,7% dari total anggaran belanja barang dalam APBN Penurunan tersebut utamanya dipengaruhi oleh adanya penundaan DAU yang terjadi di bulan September. Sementara itu, realisasi belanja modal pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp1,77 atau 84,5% dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3,48 atau 91,7%. Penurunan Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Jenis Tahun 2015 Tahun 2016 Pagu Realisasi % Realisasi Pagu Realisasi % Realisasi Belanja Pegawai 1.591, ,6 99, , ,6 91,69 Belanja Barang 2.614, ,5 91, , ,9 84,18 Belanja Modal 3.804, ,9 91, , ,2 84,47 Belanja Bantuan Sosial 424,4 400,2 94,31 18,1 17,3 95,13 Total 8.434, ,2 93, , ,0 86,42 Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

51 38 Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten Kabupaten/Kota Sultra Kendari Kolaka Kolaka Utara Konawe Konawe Selatan Konawe Utara Muna Muna Barat Wakatobi Pendapatan 113,1 88,8 81,0 99,4 97,1 100,8 97,1 97,4 99,2 99,8 Pendapatan Asli Daerah 116,7 62,0 55,3 102,7 63,1 59,7 61,8 80,4 204,8 99,6 Pendapatan Transfer 111,9 94,2 90,4 98,9 96,0 102,5 97,2 98,2 97,3 99,8 Pendapatan Lain-Lain Yang Sah 108,1 104,6 3,7 152,3 123,7 100,0 101,2-100,0 - Belanja 94,3 88,4 78,7 95,5 77,7 89,9 92,9 91,2 86,7 92,7 Belanja Operasi 96,5 89,0 83,2 96,3 93,0 88,4 97,1 91,7 94,7 93,2 Belanja Modal 90,3 87,5 69,8 94,3 53,3 94,3 89,9 90,5 80,0 92,2 Belanja Tak Terduga - 4,2-98,5 96,5 70,0-25,0-0,7 Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah tersebut terjadi sejalan dengan adanya penundaan beberapa proyek infrastruktur di Sulawesi Tenggara akibat adanya penundaan transfer DAU oleh pemerintah pusat. Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar Rp1,75 triliun atau sebesar 91,7%, menurun jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,58 triliun atau 99,8%. Sedangkan untuk belanja bantuan sosial pada akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 17,3 miliar atau 95,1%. Persentase tersebut lebih baik dibandingkan tahun 2015 sebesar 94,4%, meskipun secara nominal masih lebih rendah yakni senilai Rp400,2 miliar. Realisasi yang lebih baik ini salah satunya disebabkan oleh pengurangan pagu belanja sosial. mencapai 100.8%. Capaian tinggi tersebut disebabkan oleh capaian realisasi anggaran pendapatan transfer yang mencapai 102,5%. Sementara kabupaten dengan capaian realisasi anggaran terendah adalah Kab. Kolaka (81,0%), rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh rendahnya capaian pendapatan transfer yang hanya sebesar 90,4% Realisasi Anggaran Belanja Sejalan dengan rendahnya realisasi anggaran pendapatan, realisasi anggaran belanja 9 (sembilan) Kota/Kabupaten juga masih belum optimal. Hal ini terlihat dari masih terdapat daerah yang realisasi belanja di bawah 80% yakni Kab Kolaka (78,7%) dan Kab Konawe (77,7%) PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN Realisasi Anggaran Pendapatan Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi 9 (sembilan) Kota/Kabupaten di Sulawesi Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut lebih rendah daripada capaian realisasi pendapatan provinsi. Dari 9 (sembilan) daerah tidak terdapat Kota/Kabupaten yang realisasi pendapatan melebihi realisasi anggarannya melebihi provinsi. Sementara itu, hanya terdapat satu kabupaten yakni kabupaten Kolaka Utara yang realisasi anggaran belanjanya lebih tinggi dari realisasi belanja provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian realisasi pada akhir tahun 2016 Kab. Kolaka Utara mencapai 95,5%. Tingginya capaian realisasi anggaran belanja tersebut disebabkan oleh tingginya realisasi belanja operasional (97,1%). Kabupaten dengan capaian realisasi anggaran tertinggi adalah Kab. Konawe Selatan yang

52 Bab 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 mengalami penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru.

53 FERBRUARI

54 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor % yoy % andil KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KONDISI UMUM INFLASI Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) Realisasi Triwulan IV 2016 Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara 1 tercatat sebesar 2,69% (yoy) pada Triwulan IV 2016, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,28%(yoy) (Grafik 3.1). Sumber utama menurunnya tekanan inflasi berasal dari penurunan harga kelompok bahan makanan dan deflasi yang terjadi pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Penurunan tekanan inflasi bahan makanan tersebut disebabkan oleh penurunan harga komoditas padi dan cabai rawit akibat adanya panen pada periode tersebut. Sedangkan untuk deflasi pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan disebabkan oleh deflasi tarif angkutan udara yang terjadi seiring adanya penambahan frekuensi dan pembukaan rute baru penerbangan dari dan menuju Baubau pada bulan November Sementara untuk kelompok yang lain tercatat relative stabil (Grafik 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III IV Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gorontalo Sulut Sulawesi Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi di Sulawesi 3.3). Hal tersebut membuat inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada di bawah tingkat inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,02% (yoy). Namun demikian, secara spasial wilayah Sulawesi, inflasi tahunan Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada di posisi kedua tertinggi setelah Provinsi Sulawesi Selatan. Tingginya tekanan inflasi tahunan Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh adanya based effect setelah pada tahun sebelumnya tercatat memiliki tekanan inflasi tahunan yang terendah (Grafik 3.2). 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% 3.02% 2.69% I II III IV I II III IV I II III IV Tw III Tw IV Sultra Nasional Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok 1 Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

55 FERBRUARI % yoy Grafik 3.4 Baubau Bahan Makanan Makanan Jadi Dilihat dari kota yang menjadi daerah perhitungan inflasi nasional, penurunan inflasi tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh penurunan yang terjadi baik di Kota Baubau maupun Kota Kendari. Inflasi di Kota Baubau jauh menurun dari 3,77% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 1,71% (yoy) pada Triwulan IV Sementara untuk inflasi di Kota Kendari mengalami penurunan dari 3,09% (yoy) menjadi 3,07% (yoy). Perumahan Tw III Sandang Tw IV Seperti halnya inflasi tahunan Sulawesi Tenggara, penurunan inflasi tahunan Kota Baubau juga disebabkan oleh penurunan tekanan kelompok bahan makanan dan deflasi kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi pada kelompok bahan makanan menurun dari 5,63% (yoy) menjadi 2,14% akibat deflasi komoditas beras dan bumbu-bumbuan. Sementara untuk kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan tercatat mengalami deflasi sebesar 3,51% (yoy), jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,73% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh deflasi tarif angkutan udara yang mencapai 3,26% (yoy), setelah sebelumnya tercatat inflasi Kesehatan Pendidikan Kendari Transpor % yoy Sumber: BPS, diolah Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Berdasarkan Kelompok 3.07% 2.45% Grafik 3.5 sebesar 9,72% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya pembukaan rute penerbangan baru dari Baubau- Kendari dan penambahan penerbangan Baubau-Makassar menjadi 3 (tiga) kali sehari. Hal sedikit berbeda terjadi di Kota Kendari, penurunan tekanan inflasi tahunan pada triwulan IV hanya disebabkan oleh penurunan kelompok bahan makanan yang didorong oleh deflasi komoditas cabai rawit (dari 37,61%-yoy menjadi -13,87%-yoy). Sementara untuk komoditas angkutan udara pada periode tersebut mengalami peningkatan tekanan sehingga menahan laju penurunan yang terjadi. Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok angkutan udara tersebut terjadi seiring adanya peningkatan permintaan akibat adanya Hari Natal dan libur akhir tahun. Angkutan udara meningkat di triwulan IV sebesar 21,05% (yoy) setelah sebelumnya 16,23% (yoy) (Grafik 3.4). Tracking Triwulan I 2017 Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa terdapat penurunan tekanan pada awal triwulan Inflasi pada bulan Januari kembali menurun dan berada pada level 2,03% (yoy) (Grafik 1.71% 0.94% 3.49% 3.42% 2.69% 3.02% 2.90% 2.03% Kendari Baubau Sultra Nasional Kawasan Timur Tw IV 2016 Jan-17 Sumber: BPS, diolah Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada Triwulan IV 2016 dan Tracking Januari ). Penurunan tersebut terutama

56 43 %, mtm Grafik 3.6 disebabkan oleh penurunan kelompok bahan makanan akibat based effect setelah pada bulan Januari 2016 terjadi kenaikan harga bahan makanan, terutama untuk komoditas ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta komoditas beras seiring dengan berkurangnya pasokan dari sentra-sentra produksi maupun luar Sulawesi Tenggara. Sementara untuk kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan pada bulan Januari 2017 tercatat mengalami peningkatan tekanan sehingga menahan laju penurunan. Peningkatan tersebut terjadi akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan STNK yang tercatat mengalami inflasi 107,01% (yoy) dan tarif pulsa ponsel sebesar 16,30% (yoy). Sedangkan untuk komoditas angkutan udara tercatat masih mengalami deflasi sebesar 8,57%(yoy) akibat deflasi yang terjadi di Kota Baubau TW IV Sumber: BPS, diolah Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara (0.59) 0.26 Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada akhir triwulan I 2017 diperkirakan lebih tinggi daripada inflasi di Triwulan IV Salah satu risiko yang dapat menyebabkan inflasi akhir triwulan I 2017 menjadi lebih tinggi adalah tekanan yang terjadi karena terdapat %, mtm Grafik penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA yang terjadi pada bulan Januari dan Maret sehingga berpotensi mendorong peningkatan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kendari Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) Realisasi Triwulan IV Okt-16 Nov-16 Des-16 Baubau Sumber: BPS, diolah Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan IV 2016 Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi Tenggara selama Triwulan IV 2016 mengalami tren peningkatan. Dimulai dengan kondisi inflasi sebesar 0,20% (mtm) pada bulan Oktober, diikuti dengan terjadinya deflasi cukup dalam sebesar 0,59% (mtm) pada bulan November dan kembali terjadi inflasi pada bulan Desember sebesar 0,26% (mtm) (Grafik 3.6). Apabila dibandingkan dengan pola bulanannya selama tahun , inflasi yang terjadi pada Triwulan IV tersebut relatif lebih rendah. Penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan Oktober dipengaruhi oleh meningkatnya harga komoditas ikan segar seiring adanya penurunan pasokan akibat faktor cuaca, penyesuaian tarif tenaga listrik serta peningkatan tarif angkutan udara. Namun demikian mulai masuknya panen di beberapa sentra penghasil beras tercatat

57 FERBRUARI mampu berdampak pada penurunan harga komoditas beras sehingga mampu menahan laju peningkatan inflasi. Sementara deflasi cukup dalam yang terjadi di bulan November disebabkan oleh koreksi harga pada tarif angkutan udara dan komoditas bahan makanan. Penurunan harga komoditas angkutan udara tersebut disebabkan oleh adanya pembukaan rute baru Baubau-Kendari dan penambahan frekuensi penerbangan Baubau-Makassar. Sementara untuk komoditas bahan makanan disebabkan oleh penurunan harga komoditas ikan segar dan sayur-sayuran seiring dengan faktor cuaca yang makin kondusif sehingga tidak menggangu hasil tangkapan nelayan dan produksi komoditas holtikultura. Selanjutnya terjadi peningkatan inflasi pada bulan Desember disebabkan oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring dengan adanya peningkatan permintaan saat libur Natal dan Tahun Baru. Sementara untuk komoditas bahan makanan tercatat masih mengalami deflasi walaupun mengalami peningkatan tekanan karena berkurangnya pasokan komoditas ikan segar akibat faktor cuaca. Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju inflasi yang terjadi di Kota Baubau selama Triwulan IV Kota Baubau tercatat mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm) di bulan Oktober, lalu mengalami deflasi cukup dalam yang mencapai 1,54% (mtm) di bulan November dan pada bulan Desember, kembali terjadi peningkatan tekanan inflasi sebesar 0,59% (mtm)(grafik 3.7). Kondisi yang sama terjadi di Kota Kendari,pada awal triwulan IV, Kota Kendari mengalami inflasi sebesar 0,12% (mtm), lalu menurun dengan tercatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) di bulan November dan kembali mengalami meningkat di bulan Desember dengan mencatat inflasi sebesar 0,13% (mtm). Tracking Triwulan I 2017 Mengawali triwulan I 2017, inflasi Sulawesi Tenggara pada Januari 2017 tercatat sebesar 0,76% (mtm). Kondisi tersebut berada di atas rata-rata pola bulanannya selama tahun (0,64%, mtm). Adapun sumber peningkatan tekanan inflasi didorong oleh kelompok bahan makanan yakni pada komoditas ikan segar dan sayur-sayuran, kelompok makanan jadi yakni pada komoditas rokok kretek serta kelompok transportasi dan komunikasi yakni pada komoditas angkutan dalam kota dan tarif pulsa telepon selular. Di samping itu, kenaikan tarif tenaga listik dan biaya perpanjangan STNK juga turut memberikan kontribusi atas kenaikan inflasi di periode Januari 2017 tersebut. Melihat pola inflasi bulanan pada bulan Februari dan Maret, diperkirakan akan terjadi penurunan laju inflasi pada bulan Februari namun kembali mengalami peningkatan di akhir triwulan I Penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada bulan Februari mendatang diperkirakan disebabkan oleh koreksi harga pasca kenaikan tarif perpanjangan STNK di bulan Januari serta terjaganya ketersediaan stok bahan makanan khususnya komoditas beras, bumbu-bumbuan dan sayuran. Sementara untuk peningkatan yang terjadi pada bulan Maret diperkirakan

58 45 disebabkan oleh potensi kenaikan tarif tenaga listrik akibat kebijakan penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA DISAGREGASI INFLASI 2 Realisasi Triwulan IV 2016 Penurunan tekanan inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 disebabkan oleh penurunan pada seluruh komponen disagregasi (administered prices, volatile food dan inflasi inti). Penurunan kelompok administered prices terutama didorong oleh deflasi yang terjadi pada tarif angkutan udara khususnya di kota Baubau. Pada akhir tahun 2016 tarif angkutan udara di Kota Baubau tercatat mengalami deflasi sebesar 16,33%, sementara pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami inflasi 9,72% (yoy). Deflasi tersebut disebabkan oleh adanya penambahan frekuensi penerbangan Baubau-Makassar dari semula sebanyak 2(dua) kali sehari menjadi 3(tiga) kali sehari serta pembukaan rute baru Baubau- Kendari dengan frekuensi 1(satu) kali sehari di bulan November Selain itu, tarif tenaga listrik juga turut memberikan andil terhadap penurunan yang terjadi dengan tercatat menurun dari 3,01% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 2,18% (yoy) di triwulan IV Sementara untuk kelompok volatile food yang juga mengalami penurunan harga di Triwulan IV 2016 jika dibandingkan triwulan sebelumnya, penurunan disebabkan oleh penurunan komoditas beras dan cabai rawit. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan baik dari sentra-sentra produksi di Sulawesi Tenggara maupun dari luar seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur seiring telah masuknya musim panen komoditas tersebut di akhir tahun Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota Kendari. Komoditas beras dan cabai rawit menunjukkan adanya penurunan harga. Harga komoditas beras kualitas medium dan kualitas super di Pasar Mandonga pada triwulan IV mengalami penurunan sekitar Rp200,-/kg jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan komoditas cabai rawit di Pasar Kota pada akhir Triwulan IV adalah Rp55.000,-/kg menurun jika dibandingkan pada triwulan IV yang tercatat sebesar Rp57.500,-/kg. Kondisi tersebut juga sesuai dengan indeks perkiraan pengeluaran konsumen di Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 yang mengalami penurunan pada kelompok bahan makanan. (Grafik 3.9). Sejalan dengan komponen administered prices dan volatile food, perkembangan komponen inflasi inti (core inflation) di Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan. Komoditas inti yang mengalami penurunan adalah komoditas makanan jadi dan sandang yang terjadi baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau. Komoditas sandang mengalami penurunan dari 4,70% (yoy) di triwulan III menjadi 4,18% (yoy) di 2 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

59 FERBRUARI Triwulan IV seiring telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di triwulan sebelumnya. Sementara untuk kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi 8,08% (yoy) di triwulan IV Penurunan ini merupakan efek lanjutan dari adanya penurunan harga bahan makanan. Tracking Triwulan I 2017 Mengawali triwulan I 2017, inflasi tahunan Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat adanya deflasi pada komponen volatile food. Sementara untuk kelompok administered prices, dan inflasi inti tercatat mengalami peningkatan sehingga menahan laju penurunan yang terjadi di bulan Januari Deflasi kelompok volatile food yang terjadi pada bulan Januari 2017 terutama disumbang oleh komoditas beras, ikan segar (bandeng, baronang, cakalang dan layang), sayur sayuran (bayam, terong panjang dan tomat sayur) dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai rawit) akibat terjaganya pasokan komoditas tersebut. Sebaliknya, kelompok administered prices tercatat mengalami peningkatan tekanan akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan STNK dan kebijakan serta kebijakan penyesuaian subsidi listrik pada pelanggan 900 VA. Melihat perkembangan yang ada dan hasil liaison, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan tersebut utamanya masih disebabkan oleh peningkatan kelompok administered prices akibat adanya potensi kenaikan tarif listrik dan penyesuaian kembali di bulan Maret terhadap pelanggan 900 VA. Selain itu, kelompok volatile food juga diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan seiring dengan tingginya gelombang laut sehingga berpotensi mengganggu pasokan komoditas ikan segar. Peningkatan tekanan inflasi pada periode mendatang juga terindikasi dari hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil SK diperoleh informasi bahwa indeks pengeluaran konsumen di 3 bulan mendatang meningkat dari 146,0 di Triwulan IV 2016 menjadi 170,2 di triwulan I Sejalan dengan kondisi tersebut indeks harga pada 3 bulan mendatang juga meningkat menjadi 185,6 di triwulan I 2017 setelah pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 172,0. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan pengeluaran kelompok bahan makanan (174,0 di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I 2017) dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan (174,0 di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I 2017) UPAYA PENGENDALIAN INFLASI Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama Bank Indonesia selama Triwulan IV 2016 difokuskan untuk melaksanakan pemantauan harga kebutuhan strategis di pasar serta menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis terutama di akhir tahun. Secara ringkas langkahlangkah pengendalian inflasi yang ditempuh adalah sebagai berikut:

60 47 1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi antar TPID. Pada tanggal 28 November 2016 telah dilakukan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten Buton Tengah. Rapat tersebut bertujuan untuk membangan komitmen bersama dalam rangka pengendalian harga komoditas di kabupaten tersebut. Sebagai TPID yang relatif masih baru, fokus pertemuan dititikberatkan untuk membekali para anggota TPID mengenai pentingnya peran TPID dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mekanisme kerja TPID dan kewajiban dari TPID Kabupaten dalam hubungannya dengan TPID Provinsi maupun TPI Nasional. Selanjutnya pada 23 Januari 2017 juga diselenggarakan Rapat TPID Kabupaten Wakatobi dengan membahas beberapa pokok permasalahan diantaranya menyangkut tingginya biaya/upah bongkar barang di pelabuhan, harga dan ketersediaan BBM, evaluasi pemanfaatan tol laut, tingginya ketergantungan Wakatobi terhadap daerah lain sehingga rawan terjadi gangguan pasokan. Menyikapi permasalahan tersebut forum merekomendasikan beberapa hal diantaranya : - Menyampaikan surat klarifikasi kepada Pertamina mengenai kuota/jumlah pasokan BBM di wilayah Wakatobi dan jika diperlukan, TPID dapat memanggil Pertamina untuk memberikan penjelasan kepada pemerintah daerah. - Keberadaan tol laut perlu disampaikan secara luas kepada masyarakat agar memberikan manfaat yang optimal termasuk untuk mendukung kelancaran pasokan barang dari luar daerah. - Mendorong peran BUMD sebagai pelaksana kerjasama antar daerah untuk menjaga pasokan barang. Sementara itu dalam rapat TPID Kota Baubau yang diselenggarakan pada tanggal 26 Januari 2017 telah dihasilkan beberapa rekomendasi dalam rangka menjaga stabilitas harga diantaranya : - Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar pihak untuk memastikan kelancaran pasokan dan ketersediaan barang termasuk dengan distributor/ pedagang besar. - Mendorong peningkatan produktivitas tanaman bahan makanan. 2. Mengelola Ekspektasi Masyarakat Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga dilakukan dengan mengarahkan ekspektasi masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan TPID untuk mengarahkan ekspektasi konsumen yakni dengan meningkatkan arus informasi melalui media massa. Informasi mengenai kecukupan stok barang dan aktivitas sidak pasar disebarluaskan melalui media massa untuk mencegah terjadinya panic buying yang menyebabkan terjadinya pembelian berlebihan yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan barang di pasar. Pada triwulan IV 2016 telah dilakukan sidak kebeberapa pasar tradisional maupun pasar

61 FERBRUARI modern dan kunjungan ke gudang Bulog serta distributor kebutuhan pokok untuk memastikan kestabilan harga dan ketersediaan stok komoditas strategis menjelang libur Natal dan Tahun Baru. Selain itu Tim Pengendalian Daerah (TPID) Provinsi Sultra bekerjasama dengan PT. Pertamina melakukan operasi pasar terhadap komoditas LPG 3 kg mengantipasi adanya peningkatan harga komoditas tersebut di masyarakat. 3. Perkembangan pelaksanaan Road Map Pengendalian Inflasi Sulawesi Tenggara. Sampai dengan akhir tahun 2016 beberapa kegiatan sebagai bentuk pelaksanaan Road Map TPID Sulawesi Tenggara yang telah dilakukan diantaranya yaitu monitoring harga dan mengkomunikasikan hasil pemantauan kepada masyarakat melalui media massa (surat kabar, televisi) dengan tujuan menjaga ekspektasi masyarakat/ konsumen terutama pada moment-moment dimana berpotensi terjadi lonjakan permintaan (hari raya, akhir tahun, liburan). Upaya lain dalam menjaga ekspektasi masyarakat terhadap inflasi juga dilakukan dengan memutar iklan layanan masyarakat untuk berkonsumsi secara wajar. Dalam hal penguatan kelembagaan dan sinergi kerjasama antar pihak, kegiatan yang telah dilaksanakan yakni menyelenggarakan kegiatan capacity building bagi TPID Kota/Kabupaten, menyelenggarakan pertemuan antar TPID dalam forum Rakorda TPID dan HLM TPID Provinsi. Sementara upaya peningkatan produksi bahan pangan ditempuh melalui perluasan lahan pertanian (sawah), intensifikasi pertanian melalui penyelenggaraan pelatihan, penyaluran pupuk bersubsidi, sarana produksi, benih unggul dan aplikasi teknologi baru. Upaya lain yang dilakukan dalam meningkatkan kemandirian daerah dalam memenuhi kebutuhan bawang merah, cabe dan sayur-sayuran yakni melalui pengembangan KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari) yang diselenggarakan di 53 kelompok se Sulawesi Tenggara. Dalam rangka menjaga kelancaran pasokan, selama tahun 2016 juga telah dilakukan peningkatan kapasitas pelabuhan di Baubau, Waonii, pembukaan rute penyeberangan laut Amolengo Labuan yang diharapkan akan mendukung kelancaran arus barang/orang antar daerah. Hal lain yang dilakukan dalam mendukung kelancaran distribusi barang yakni melalui rehab pasar di 9 lokasi yakni di Kota Kendari, Muna, Kolaka, Konawe Kepulauan, Bombana, Konawe Utara, Buton, Buton Tengah dan Buton Selatan serta penyelesaian pembangunan 1 Pusat Distribusi Barang Provinsi yang akan difungsikan pada tahun Tak kalah pentingnya, TPID bersama pihak terkait pada tahun 2016 menyelenggarakan kegiatan pasar murah dan operasi pasar untuk komoditas strategis.

62 TRIWULAN II 2016 Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara. Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas terkendali.

63 2

64 Pertumbuhan Konsumsi RT KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh rumah tangga. Secara umum, tingkat pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Pada triwulan IV 2016, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan (lihat Bab 1). Peningkatan tersebut hanya didorong oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri, sementara komponen lainnya seperti pengeluaran pemerintah dan investasi mengalami perlambatan. Kondisi demikian ternyata belum mampu meningkatkan aktivitas konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga pada periode tersebut tercatat hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy), lebih rendah daripada periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 6,0% (yoy) (Grafik 4.1). Meskipun melambat namun konsumsi rumah tangga masih berkontribusi besar terhadap perekonomian Sulawesi Tenggara dengan pangsa sebesar 46,1%. Secara tahunan konsumsi rumah tangga di Sulawesi Tenggara tumbuh meningkat dari 5,1% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 6,1% (yoy) di tahun Apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif cukup tinggi dan telah berada di atas pertumbuhan rata-rata konsumsi se-sulawesi (Grafik 4.2). Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga selama tahun 2016 tersebut turut meningkatkan optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan IV 2016 yang mencapai 139,9 dan terus bergerak dalam tren yang meningkat (Grafik 4.2). Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen masih tinggi pada triwulan tersebut adalah adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan yang relatif meningkat. Hal tersebut didorong oleh perkiraan rumah tangga mendapatkan peningkatan pendapatan/ penghasilan pada Pangsa thd PDRB (%) 60,0 55,0 50,0 45,0 40,0 Grafik 4.1 6,0 %, yoy 8,0 5,1 47,3 46,1 I II III IV I II III IV I II III IV Pangsa gkonsumsi RT (sb.kanan) 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara %, yoy 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4, , ,5 % 45,0 50,0 55,0 60,0 65,0 Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB Grafik 4.2 Sultra Sulut Sulteng SULAWESI Sulbar Sulsel Gorontalo Sumber: BPS, diolah Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah Tangga Setahun se-sulawesi

65 52 indeks 200 Kenaikan 180 harga BBM optimis pesimis Grafik 4.3 Kenaikan harga BBM Penurunan harga BBM Penurunan harga BBM Penurunan harga BBM IKE (Keyakinan Konsumen) IKE (Kondisi Saat Ini) IEK (Ekspektasi Konsumen) Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Kondisi Saat Ini optimis pesimis Grafik 4.4 indeks Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Lapangan Kerja Ekspektasi Kegiatan Usaha Est. Apr 17 Est. Mei 17 Est. Jun 17 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang Grafik 4.5 0% 20% 40% 60% 80% 100% Pertanian 25% Pertambangan 0% Listrik 25% Konstruksi 0% Perdagangan Transportasi Hotel Restoran Jasa Keuangan 46% 50% 50% 50% Jasa Profesional Persewaan 100% 100% Pemerintahan 40% Pendidikan 62% Kesehatan 0% Kebudayaan 0% Lainnya 43% Perorangan 100% Lebih baik Sama Lebih Buruk Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan yang lalu 17% 20% 5% 25% 17% 2% 4% 5% % kenaikan Pertanian Grafik Pertambangan Listrik 10 Konstruksi 5 Perdagangan 10 7 Transportasi Hotel Restoran max rata-rata min 10 Jasa Keuangan 15 Jasa Profesional Persewaan Pemerintahan Pendidikan Kesehatan Kebudayaan Lainnya 10 Perorangan Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan mendatang Berdasarkan Sektoral rentang 6 bulan ke depan. Selain itu, ekspektasi bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin banyak juga memperkecil kerentanan sektor rumah tangga dalam sektor keuangan di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4). Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara, peningkatan penghasilan rumah tangga pada triwulan IV 2016 dialami oleh 45% responden, sementara hanya 5% saja yang mengalami penurunan penghasilan dan 50% masih mendapatkan penghasilan yang sama dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan sektornya, hampir seluruh sektor usaha mengalami peningkatan penghasilan, kecuali sektor pertambangan, konstruksi, jasa kesehatan dan jasa kebudayaan. Bahkan semua responden yang bekerja di bidang transportasi dan persewaan memiliki penghasilan yang lebih baik daripada 6 bulan sebelumnya. (Grafik 4.5). Sumber kerentanan yang berasal dari sisi penghasilan rumah tangga diperkirakan masih dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil dari Survey Konsumen juga menunjukkan bahwa responden masih memperkirakan terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan berikutnya. Secara aggregat, responden memperkirakan akan terdapat penambahan gaji/upah sebesar 8,8%. Secara sektoral, rumah tangga yang bekerja pada sektor jasa profesional

66 53 indeks 210,0 200,0 190,0 180,0 170,0 160,0 150,0 140,0 130,0 120,0 Grafik 4.7 Idul Fitri inflasi %, qtq Ekspektasi Perubahan harga (moving 3 mo) Inflasi Sultra qtq Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang indeks perubahan harga Grafik 4.8 Est.Jan 17 Est.Feb 17 Est.Mar 17 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi memiliki optimisme peningkatan penghasilan yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan di bidang pendidikan (13%) (Grafik 4.6). Sumber kerentanan keuangan rumah tangga lainnya adalah terkait dengan adanya potensi tekanan harga. Namun pada triwulan IV 2016, sumber kerentanan ini masih dalam level yang terjaga karena inflasi Sulawesi Tenggara pada periode tersebut mengalami penurunan (lihat Bab 1). Sumber utama menurunnya tekanan inflasi berasal dari penurunan harga kelompok bahan makanan dan deflasi yang terjadi pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Meskipun demikian, pada triwulan I 2017, rumah tangga akan menghadapi tekanan harga dari sisi administered prices dan bahan makanan (Grafik 4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan kondisi cuaca diperkirakan akan mempengaruhi pasokan bahan makanan. Hal ini juga sudah diperkirakan oleh rumah tangga yang memperkirakan inflasi akan meningkat pada bulan Februari 2017 (Grafik 4.8) Kinerja Keuangan Rumah Tangga Secara umum, penggunaan keuangan rumah tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan konsumsi. Pada triwulan IV 2016, pengeluaran untuk konsumsi mengambil porsi sebesar Tw III 2016 Tw IV 2016 >Rp5 jt 61,1% 19,6% 19,3% 51,4% 20,1% 28,6% 56,1% 20,1% 23,9% Pengeluaran/bulan Rp4,1-5 jt Rp3,1-4 jt Rp2,1-3 jt Rp1-2 jt 53,8% 55,7% 54,5% 55,2% 22,0% 22,5% 18,7% 17,5% 24,1% 21,8% 26,7% 27,3% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan 0% 20% 40% 60% 80% 100% Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Grafik 4.9 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan

67 54 Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan Pengeluaran/ bln >0-10% 10%-20% Triwulan IV 2016 Debt Service Ratio (DSR) 20%-30% >30% TMP Pengeluaran/ bln Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan Rp1-2 jt 1,7% 3,0% 1,7% 2,0% 12,0% Rp1-2 jt 2,7% 3,0% 5,0% 7,0% 2,7% Rp2,1-3 jt 5,0% 20,3% 5,7% 3,7% 15,3% Rp2,1-3 jt 6,0% 13,0% 17,0% 10,7% 3,3% Rp3,1-4 jt 2,0% 3,0% 4,3% 2,3% 6,7% Rp3,1-4 jt 4,7% 5,3% 4,0% 3,7% 0,7% Rp4,1-5 jt 1,0% 1,7% 1,0% 0,7% 0,7% Rp4,1-5 jt 1,0% 2,3% 0,7% 1,0% 0,0% >Rp5 jt 1,7% 2,7% 0,3% 0,7% 1,0% >Rp5 jt 2,0% 3,0% 0,7% 0,3% 0,3% Total 11,3% 30,7% 13,0% 9,3% 35,7% Total 16,3% 26,7% 27,3% 22,7% 7,0% 0-10% 10%-20% Triwulan IV 2016 Tabungan 20%-30% >30% TMB Pengeluaran/ bln 0-10% 10%-20% Perubahan DSR* 20%-30% >30% TMP Pengeluaran/ bln Rp1-2 jt 1,0% 2% -1% -1,0% -13,3% Rp1-2 jt 1,0% -2,0% -2,0% -8,0% -1,0% Rp2,1-3 jt 2% 13% 3% 0,0% 0,3% Rp2,1-3 jt 1,3% 6,7% 8,7% 4,0% -1,7% Rp3,1-4 jt 2% 1% 2% -3% -10,3% Rp3,1-4 jt 1,3% 3,7% -3,3% -7,0% -3,7% Rp4,1-5 jt 1% 1% 0% -1% -1,0% Rp4,1-5 jt 0,0% 1,7% -1,3% 0,3% -1,3% >Rp5 jt 0% 2% 0% 0% 0,3% >Rp5 jt 1,3% 2,7% 0% 0,0% -1,0% Total 6,3% 19,3% 3,7% -5,3% -24,0% Total 5,0% 12,7% 1,7% -10,7% -8,7% TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016 * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah 0-10% Perubahan Tabungan* 10%-20% 20%-30% >30% TMB 56,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Hal tersebut dikompensasi dengan mengurangi dana rumah tangga yang ditabung dari 28,6% menjadi 23,9% dari keseluruhan penggunaan dana rumah tangga. Pada periode tersebut pangsa dana rumah tangga yang disisihkan untuk membayar cicilan hutang sebesar 20,1%, tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya, tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi dilakukan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran >Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran. Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar adalah pada rumah tangga yang memiliki pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta. Sementara rumah tangga yang memiliki pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta, relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih rendah dengan pangsa sebesar 17,5% (Grafik 4.10). Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang, maka terdapat penurunan risiko dari sisi kredit karena secara agregat terjadi penurunan jumlah

68 55-20,0% Grafik ,1% cukup 23,1% -11,8% -6% 11,8% 40,0% 36,4% 20,0% 11,8% 12,8% >Rp5 jt Rp4,1-5 jt 9,1% Rp3,1-4 jt Rp2,1-3 jt Rp1-2 jt -40,0% -20,0% 0,0% 20,0% 40,0% 60,0% % pangsa Pas-pasan Tidak Cukup Sangat cukup Lebih dari cukup rumah tangga yang memiliki debt service ratio lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan IV 2016, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% berkurang 5,3% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab NPL (non performing loan) (Tabel 4.1). Sementara itu, peningkatan konsumsi dan pendapatan rumah tangga juga mendorong aksesibilitas rumah tangga dalam memperoleh pinjaman. Pada periode tersebut, jumlah responden yang tidak memiliki pinjaman berkurang sebesar 24,0%. Di sisi lain, penurunan dana rumah tangga yang disimpan sebagai tabungan terkonfirmasi oleh adanya penurunan sebesar 10,7% pada kategori rumah tangga yang menggunakan lebih dari 30% pendapatannya sebagai simpanan (Tabel 4.2). Meskipun demikian, terdapat penurunan sebesar 8,7% dari rumah tangga yang tidak memiliki tabungan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak rumah tangga yang memiliki simpanan pada institusi keuangan. Rumah tangga yang tidak dapat menabung berisiko pada stabilitas sistem keuangan karena dapat Pengeluaran/bln Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan Pengeluaran/bln >Rp5 jt Rp4,1-5 jt Rp3,1-4 jt Rp2,1-3 jt Rp1-2 jt mengganggu likuiditas institusi keuangan dari sisi sumber dana. Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak 57,95% responden menyatakan bahwa pendapatan yang diterima masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan, bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan pendidikan. -10,5% -16,7% -30,8% berubah tidak signifikan -80,0% -60,0% -57,9% -52,8% -38,5% 5,3% 8,3% Berkurang Signifikan Rencana Berkurang Signifikan Percepatan Bertambah Signifikan Rencana Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank % pangsa -100,0% -50,0% 0,0% 50,0% Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih dari cukup (sebagian besar untuk investasi, berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran antara Rp3,1 juta s.d Rp4 juta. Adapun pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran antara Rp4,1 juta s.d Rp5 juta terdapat cukup banyak responden dengan kondisi keuangan yang pas-pasan karena pendapatan yang didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-

69 56 hari dan membayar cicilan tanpa bisa menabung (Grafik 4.11). Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan juga akan semakin membaik karena beban cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan semakin ringan. Rumah tangga yang memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka pada 6 bulan mendatang akan berkurang sebanyak 69,3%. Pengurangan tersebut sebagian besar karena sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil yang karena adanya percepatan pelunasan. Sementara itu rumah tangga yang memperkirakan posisi pinjaman akan sama hanya sebanyak 25,6%, bahkan yang memperikirakan akan bertambah hanya sebanyak 5,1% (Grafik 4.12) Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan Sektor rumah tangga masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa DPK perseorangan yang mencapai 77,9% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.13). Penambahan pangsa DPK perseorangan tersebut dipengaruhi oleh DPK bukan perseorangan (korporasi dan pemerintah) yang mengalami penurunan sebesar 19,5% (yoy) sementara DPK perseorangan masih tumbuh sebesar 10,7% (yoy) meskipun melambat dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 4.14). Preferensi rumah tangga dalam melakukan penempatan masih didominasi oleh fasilitas tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan perseorangan pada perbankan Sulawesi Tenggara mencapai 72,0% dibandingkan dengan total keseluruhan DPK perseorangan. Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito juga masih dominan dilakukan oleh nasabah perseorangan dengan porsi mencapai 24,4% dan sisanya merupakan nasabah pemegang rekening giro (Grafik 4.15). Dari sisi pertumbuhannya, perlambatan DPK perseorangan disebabkan oleh adanya perlambatan pada fasilitas tabungan. Pada triwulan IV 2016, tabungan perseorangan hanya tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah daripada sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 17,1% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan DPK perseorangan dalam bentuk fasilitas 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% pangsa 39,5 23,6 88,0 83,7 3,3 3,3 33,3 22,1 76,4 96,7 96,7 77,9 66,7 60,5 12,0 16,3 Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Deposito Giro Tabungan Total Perseorangan Bukan Perseorangan Tw IV 2016 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah %, yoy 60,0 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0 I II III IV I II III IV I II III IV ,7 2,2-19,5 DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan

70 57 pangsa 100% 90% 23,3 24,4 80% 70% 60% 50% 40% 72,3 72,0 30% 20% 10% 4,4 3,6 0% I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Giro Tabungan Deposito Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara deposito tumbuh sebesar 32,7% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,1% (yoy) (Grafik 4.16) Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa kredit untuk perseorangan pada triwulan IV 2016 yang mencapai 77,5% dibandingkan keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya, sebagian besar kredit perseorangan tersebut digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,3%, %, yoy % 150,0 8,0 100,0 50,0 0,0-50,0 sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan produktif seperti untuk modal kerja dan investasi dengan pangsa masing-masing sebesar 23,3% dan 8,4% (Grafik 4.18). 6,02 32,7 6,4-15,4 I II III IV I II III IV I II III IV Giro Deposito Tabungan Sk. Bg Deposito (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas produktif menggunakan jalur perseorangan menunjukkan bahwa banyak UMKM yang belum menggunakan badan usahanya dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan. Pada periode laporan, nominal kredit modal kerja perseorangan yang diakses oleh UMKM mencapai 94,7%, sementara pada kredit investasi mencapai 95,7% (Grafik 4.19). Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 pangsa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III IV Lokasi Perseorangan Bukan Perseorangan Grafik ,5 78,5 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 68,3 23,3 8,4 Tw IV 2016 Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi Multiguna KPR KKB Alat RT 73,3 19,2 6,2 1,3 *Lokasi Proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara

71 58 Nominal 94,7% 5,3% Grafik 4.19 Rekening 99,5% 0,5% Tw IV 2016 KREDIT MODAL KERJA PERORANGAN UMKM Nominal 95,7% 4,3% Bukan UMKM Rekening 98,9% 1,1% Tw IV 2016 KREDIT INVESTASI PERORANGAN Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM %, yoy 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0 I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Perseorangan Kredit Konsumsi KPR KKB Multiguna Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 17,9 13,6 9,4 2,1 UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat meningkatkan risiko pada kondisi keuangan rumah tangga. Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai pangsa sebesar 73,3% dari keseluruhan kredit konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR) yang mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif kecil dengan pangsa masing-masing sebesar 6,2% dan 1,3% (Grafik 4.18). 13,60 13,40 13,20 13,00 12,80 12,60 12,40 12,20 12,00 11,80 11,60 11,40 %, tertimbang %, NPL Grafik ,00 4,50 4,00 13,00 3,50 3,00 12,78 2,50 2,28 2,00 1,50 1,09 1,00 0,50 0,00 I II III IV I II III IV I II III IV Sk.Bunga K. RT Sk.Bunga K. Kons NPL K. RT (sb.kanan) NPL K.Kons (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit perseorangan tumbuh sebesar 13,6% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang mencapai 15,1% (yoy). Perlambatan kredit perseorangan tersebut disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi, termasuk kredit multiguna. Sementara itu, kredit kepemilikan kendaraan bermotor sudah menunjukkan perbaikan dan dapat tumbuh sebesar 9,4% (yoy) setelah sejak triwulan II 2015 selalu mengalami kontraksi (Grafik 4.20). Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga kredit perseorangan menunjukkan arah yang mengarah ke suku bunga yang lebih rendah. Pada triwulan IV 2016, suku bunga tertimbang %, yoy 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0-20,0 I II III IV I II III IV 15,6 9,0 2,1-4,7-17, KPR/KPA TIpe sd 21 Tipe >21-70 Tipe >70 Ruko pangsa <T.21 >T.21 - T.70 >T.70 Ruko Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe

72 59 kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara mencapai 12,78% per tahun, sedikit lebih rendah daripada periode sebelumnya yang mencapai 12,98%. Meskipun demikian, kondisi suku bunga kredit konsumsi perseorangan masih stabil dan bahkan lebih tinggi daripada suku bunga kredit perseorangan secara keseluruhan, yaitu sebesar 13,00% per tahun (Grafik 4.21). Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih menunjukkan tekanan yang minimal. Hal ini tercermin dari NPL kredit perseorangan yang berada pada level 2,28%. Bahkan NPL pada kredit konsumsi perseorangan hanya berada pada level 1,09% (Grafik 4.21). Kredit Kepemilikan Rumah Pada triwulan IV 2016, KPR di Sulawesi Tenggara mulai menunjukkan adanya peningkatan dan tumbuh sebesar 2,1% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 1,1% (yoy) (Grafik 4.22). Meskipun sudah menunjukkan peningkatan, namun kondisi ini belum mampu menurunkan risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi perumahan dan penjualan real estate secara umum. Hal ini tercermin dari melambatnya kinerja sektor konstruksi (PDRB) pada triwulan IV 2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy) dari sebelumnya 8,8% (yoy). Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan KPR didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit untuk membeli rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21) dan tipe sedang (KPR tipe 21 s.d 70). Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat tumbuh sampai 15,6% (yoy), sementara tipe sedang tumbuh sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh kebijakan program subsidi perumahan rakyat (KPR bersubsidi) (Grafik 4.22). Sebaliknya penyaluran KPR untuk tipe besar (> T.70) dan KP Ruko masih melanjutkan kontraksi bahkan lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga dalam melakukan pembayaran cicilan pembayaran rumah masih terjaga meskipun tekanan lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, NPL gross KPR mencapai 3,39%, lebih rendah dari sebelumnya yang mencapai 3,98%. Risiko kredit NPL % sk. bunga % 8,00 14,00 7,00 12,79 13,00 6,00 12,00 6,22 5,00 11,00 10,00 4,00 3,39 9,00 3,00 3,078,00 2,00 2,64 7,00 1,00 6,00 0,00 5,00 I II III IV I II III IV KPR/KPA sd 21 KPR/KPA >21-70 KPR/KPA >70 KP Ruko KPR/KPA Sk. Bunga (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah %, yoy pangsa 120,0 Tw III 2017 kend.lain 9,1 100,0 Tw IV 2017 spd.motor 13,5 80,0 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis 60,0 40,0 20,0 0,0-20,0-40,0 14,4-16,2 20,1 Mobil Spd. Motor Kend. Lain KKB 9,4 mobil 77,4

73 60 %, NPL %, %, yoy pangsa 10,0 sk.bunga 80,0 2% 14,0 60,0 8,0 13,5 12,0 40,0 35,8 6,0 10,0 20,0 16,8 4,408,0 4,0 75% 2,3 0,0 1,6 6,0 2,0 2,21-16,0 1,734,0-20,0-19,0 I II III IV I II III IV 0,0 2,0 I II III IV I II III IV % -2, ,0 Multiguna <Rp50jt KKB Mobil Spd. Motor Kend. Lain >Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt 5% sk.bunga (sb.kanan) >Rp500jt Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna yang perlu mendapatkan perhatian dari institusi keuangan adalah pada penyaluran KP Ruko yang masih melampaui threshold 5%. Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 menunjukkan peningkatan setelah pada periode sebelumnya mengalami kontraksi. Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kredit kendaraan roda 4 (mobil) mulai menunjukkan adanya perbaikan, dan sudah dapat tumbuh positif sebesar 14,4% (yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar 1,0% (yoy) (Grafik 4.24). Secara nominal terdapat penambahan baki debet untuk pembiayaan pembelian mobil sebesar Rp18,3 miliar selama 1 triwulan. Jika diasumsikan harga sebuah mobil keluarga sebesar Rp250 juta/unit maka dalam 1 triwulan tersebut jumlah mobil yang dibeli melalui pembiayaan perbankan sekitar 73 unit. Sementara itu, pembiayaan pembelian kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih terkontraksi sebesar 16,2% (yoy) (Grafik 4.24). Selama satu triwulan terjadi penurunan baki debet sebesar Rp12,6 miliar, atau terjadi penurunan jumlah sepeda motor baru yang dibiayai perbankan sekitar 837 unit (asumsi harga sepeda motor Rp15 juta/unit). Berdasarkan hasil liasion kepada salah satu dealer kendaraan bermotor, pola pembayaran pembelian kendaraan didominasi dengan pembelian melalui lembaga pembiayaan (bank dan leasing) sebesar 70%, sisanya melakukan pembelian secara tunai. Dari sisi risiko kredit, NPL gross KKB menunjukkan adanya peningkatan dari 1,64% menjadi 2,34% pada triwulan IV 2016 (Grafik 4.25). Peningkatan risiko kredit tersebut dipengaruhi oleh peningkatan risiko pada kredit kepemilikan mobil dengan NPL sebesar 2,21% dan kredit kepemilikan sepeda motor dengan NPL sebesar 1,73%. Kredit Multiguna Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan secara multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi karena pengajuan kredit multiguna relatif mudah dengan menggunakan jaminan/agunan

74 61 %, NPL %, sk. bunga 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 13,36 14,00 13,00 12,00 4,59 11,00 10,00 2,02 9,00 8,00 7,00 0,36 6,00 0,195,00 I II III IV I II III IV Multiguna <Rp50jt >Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt >Rp500jt Sk.bunga Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Feronikel ,6% Lainnya 528 0,7% Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.28 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara Minyak Nilam ,2% Perikanan ,4% Aspal Mete ,0% Kakao olah ,4% 556 0,7% yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu penggunaan dana yang diterima dapat secara leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam melakukan aktivitas konsumsi seperti merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pendidikan, biaya pengobatan, maupun pembelian barang berharga/elektronik, dan bahkan dapat digunakan untuk modal usaha. Pada triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh sebesar 16,8% (yoy), lebih rendah daripada periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 19,6% (yoy) (Grafik 4.26). Perlambatan tersebut disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar 35,8% (yoy). Sementara itu kredit multiguna dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta masih terkontraksi. Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko yang rendah. Pada triwulan IV 2016, NPL kredit multiguna hanya sebesar 0,36% dan NPL pada pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya sebesar 0,19% (Grafik 4.27). Adapun kredit multiguna dengan risiko kredit terbesar berada pada pembiayaan dengan nominal di atas Rp500 juta namun NPL-nya masih dibawah threshold 5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa eksposur keuangan rumah tangga masih berdampak minimal pada institusi keuangan maupun pada sistem keuangan di Sulawesi Tenggara ASESMEN SEKTOR KORPORASI Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 bersumber dari peningkatan kinerja usaha pertambangan dan penggalian dan usaha pertanian. Kondisi ini dapat menurunkan kerentanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara yang berasal dari sektor korporasi. Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di Sulawesi Tenggara yaitu usaha konstruksi, usaha perdagangan dan industri pengolahan mengalami perlambatan. Beberapa sektor dominan yang mengalami perlambatan tersebut dapat menjadi sumber kerentanan sistem keuangan dari sektor korporasi di Sulawesi Tenggara. Perlambatan kinerja konstruksi sebagai dampak dari melambatnya kegiatan investasi pemerintah dan swasta pada periode

75 62 tersebut berpengaruh kepada permintaan bahan bangunan yang berasal dari komoditas pertambangan dan galian (batu, kerikil dan pasir). Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor industri pengolahan nikel. Meskipun demikian, kinerja ekspor feronikel yang mengalami perbaikan pada triwulan IV 2016 dapat meminimalkan risiko default pada sektor-sektor pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor feronikel mencapai 86,6% dari keseluruhan ekspor (Grafik 3.28). Harga nikel yang sudah mengalami rebound menunjukkan peningkatan permintaan dari negara tujuan ekspor terhadap produk olahan nikel. Harga nikel pada triwulan IV 2016 secara rata-rata sebesar USD10.778/metric ton, lebih tinggi daripada harga pada triwulan sebelumnya yang hanya sebesar USD8.227/metric ton (Grafik 4.29). Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel (feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan harga nikel yang mulai membaik, maka akan mengurangi risiko lanjutan pada korporasi pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa peralatan berat pertambangan, dan korporasi penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain berpengaruh kepada korporasi lainnya, peningkatan pada permintaan nikel olahan juga berdampak pada potensi perbaikan kondisi ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan secara tidak langsung, dampak dari kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel) Kinerja Korporasi Omzet Penjualan Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016, terdapat peningkatan omzet penjualan domestik pada korporasi pertambangan nikel, aspal, ritel dan akomodasi. Peningkatan omzet paling besar dirasakan oleh korporasi tambang nikel dan ritel dengan skala likert sebesar +3,0 (peningkatan berada di atas rata-rata normalnya) (Grafik 4.31). Peningkatan yang terjadi pada korporasi tambang nikel tersebut didorong oleh peningkatan permintaan dari smelter mitra kerja di luar provinsi, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Banten. Hal tersebut seiring dengan USD/metric ton , I II III IV I II III IV I II III IV Harga Nikel Perubahan yoy (sb.kanan) %, yoy 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0-30,0-40,0-50,0 Sumber: Bloomberg, diolah saldo bersih 30,00% 20,00% 10,00% -10,00% -20,00% 6,21% -12,80% 26,66% 16,69% 14,33% Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara 0,00% I II III IV I II III IV

76 63 Skala Likert 4,00 3,00 2,00 1,00 - (1,00) (2,00) (3,00) (4,00) Penjualan Domestik Penjualan Ekspor Kapasitas Utilisasi Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin Pertanian Perikanan Tambang-Nikel Tambang-Aspal Industri Ritel Akomodasi Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison peningkatan permintaan nikel olahan khususnya dari Tiongkok. Di sisi lain, mulai berkuranganya pasokan ore nickel maupun nikel olahan dari Filipina turut memberikan dampak positif atas naiknya tingkat permintaan ore nickel terhadap Indonesia sebagai salah satu negara produsen ore dan nikel olahan. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh dikeluarkannya kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terkait relaksasi/izin untuk melakukan penjualan ore nickel antar daerah pada semester II 2015 yang lalu. Kebijakan tersebut dikeluarkan kepada beberapa pelaku usaha pertambangan yang telah berkomitmen dan sedang dalam proses pembangunan smelter sekaligus dalam rangka mendukung kondisi finansial perusahaan. Peningkatan omzet penjualan domestik juga dirasakan oleh korporasi pertambangan aspal. Kondisi tersebut didorong oleh tingginya kebutuhan aspal untuk pembangunan infrastruktur jalan khususnya dari beberapa Daerah Otonomi Baru (DOB) pemekaran yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara seperti Kabupaten Muna, Kabupaten Muna Barat, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton Utara. Permintaan domestik secara umum datang dari Kementerian Pekerjaan Umum maupun dari kontraktor yang terafiliasi atau merupakan rekanan dari Kementerian Pekerjaan Umum. Di samping itu, dengan adanya kebijakan mengenai penggunaan aspal buton untuk kebutuhan aspal nasional diharapkan tingkat penjualan dapat lebih ditingkatkan lagi. Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang bergerak di sektor yang berhubungan langsung dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (PBE) ritel dan lapangan usaha akomodasi (perhotelan). Pada korporasi perdagangan kendaraan dan perdagangan ritel memiliki skala likert penjualan domestik mencapai +3,0 (peningkatan berada di atas rata-rata normal). Kinerja positif penjualan korporasi ritel tersebut didorong oleh membaiknya daya beli seiring dengan mulai pulihnya kondisi ekonomi. Dan adanya promosi yang dilakukan untuk menarik konsumen pada triwulan IV Sementara itu pada usaha perhotelan, skala likert penjualan domestik mencapai +2,0 (peningkatan berada pada rata-rata normal). Kondisi tersebut disumbangkan oleh peningkatan tamu pemerintahan dan bisnis

77 64 terkait dengan pembangunan proyek infrastruktur pemerintahan. Secara umum, sumbangan omzet penjualan korporasi hotel dari pemerintahan mencapai 40%, diikuti oleh tamu dari segmen corporate, dan umum masing-masing sekitar 30%. Kinerja penjualan yang masih menunjukkan adanya optimisme secara umum terlihat pula dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara. Pada triwulan IV 2016, kegiatan usaha menunjukkan saldo bersih sebesar 14,33%. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami peningkatan permintaan lebih banyak daripada korporasi yang mengalami penurunan permintaan (Grafik 4.30). Biaya Pada triwulan IV 2016, semua korporasi yang menjadi responden liaison menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi pertanian dan korporasi perdagangan ritel dengan likert scale sebesar +1,80 (Grafik 4.31). Peningkatan biaya pada korporasi pertanian (penggilingan beras) disebabkan karena komponen biaya bahan baku yang bertambah. Hal ini terjadi karena suplai gabah relatif rendah seiring dengan adanya kemarau panjang pada periode sebelumnya. Kenaikan juga terjadi pada komponen biaya tenaga kerja pengolahan sawah yang sebesar Rp3.000/orang/kuintal menjadi Rp4.000/orang/kuintal. Hal yang serupa juga dialami oleh korporasi perdagangan ritel. Peningkatan biaya berasal dari komponen biaya pengadaan barang dagangan dan biaya tenaga kerja. Kenaikan biaya pengadaan barang dagangan yang paling signifikan berasal dari komoditas barang elektronik yakni berkisar 10%-20%, sementara untuk komoditas bahan pangan/kebutuhan pokok peningkatan antara 5%-10% sejalan dengan laju inflasi tahunan yang ada. Untuk biaya upah/tenaga kerja korporasi tersebut mengungkapkan terjadinya kenaikan, namun masih berada di level moderat. Adapun kenaikan biaya upah tersebut guna menyesuaikan dengan kenaikan tingkat UMR dari tahun ke tahun. Marjin Keuntungan Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau margin keuntungan secara umum relatif stabil. Pada triwulan IV 2016, peningkatan margin hanya dialami oleh korporasi korporasi pertanian dengan skala likert +2,00 dan korporasi pertambangan nikel dengan skala likert +1,50. Sementara itu pada korporasi akomodasi/hotel mengalami penurunan marjin (skala likert -1,00) (Grafik 4.31). Peningkatan margin keuntungan yang terjadi pada korporasi pertanian dilakukan dengan meningkatkan harga jual yang lebih besar daripada peningkatan biayanya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan investasi yang dilakukan oleh korporasi yaitu berupa perluasan area gudang penyimpanan gabah dan beras. Ke depan, korporasi juga akan menambah mesin pengering (dryer) untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sementara itu, peningkatan marjin yang dialami oleh korporasi pertambangan nikel terjadi

78 65 Grafik 4.32 Tw III ,4% 62,0% 0,6% Baik Cukup Buruk Tw IV ,9% 33,5% 0,6% Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara Tambang Pertanian Hotel Resto Transportasi Jasa jasa Perdagangan Konstruksi Industri 87,5 12,5 79,2 20,8 76,0 24,0 75,0 25,0 65,6 31,3 3,1 54,5 45,5 40,0 60,0 23,1 69,2 7,7 0% 20% 40% 60% 80% 100% Baik Cukup Buruk Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.33 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral seiring dengan adanya peningkatan harga nikel internasional. Dengan penambahan marjin tersebut, korporasi memiliki dana untuk melanjutkan pembangunan smelter. Kondisi likuiditas keuangan korporasi Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas keuangan korporasi menunjukkan posisi yang baik. Pada triwulan IV 2016, pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai 65,9%, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang hanya sebanyak 37,4% dari total responden korporasi di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.32). Selain itu pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang buruk relatif tidak berubah pada kisaran 0,6% (Grafik 4.28). Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah korporasi yang bergerak di sektor pertambangan dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut mencapai 87,5%. Sementara itu, korporasi pada sektor industri memiliki kondisi likuiditas baik yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 23,1% dari keseluruhan responden pada sektor tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi sektor industri dan sektor jasa-jasa yang memiliki kondisi likuiditas yang buruk (Grafik 4.33). TETAP -50,0 Pangsa % -10,0-14,3-6,4 12,5 20,0 10,0 14,9 100,0-100,0-50,0 0,0 50,0 100,0 150,0 Tambah Berat Tambah Ringan Pertanian Pertambangan Industri Konstruksi Perdagangan Hotel Restoran Angkutan Jasa Total 18,60 37,50 15,38 40,00 30,30 40,00 41,67 22,58 27,65 Responden Sebagai Debitur Bank (%) Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.34 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang

79 66 Beban Angsuran Hutang Korporasi Dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan IV 2016 yang menunjukkan bahwa terdapat 78,7% responden korporasi yang merasakan bahwa beban angsuran perbankan tetap seperti periode sebelumnya. Bahkan terdapat 14,9% korporasi yang sedang memiliki kredit perbankan menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan akan semakin ringan terhadap pendapatan perusahaan. Jumlah responden SKDU sebagai debitur perbankan bertambah dari 24,56% menjadi 27,65% dari keseluruhan responden (Grafik 4.34) Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar 21,5% dari total kredit di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah tangga yang menjadi eksposur dominan kredit perbankan di Sulawesi Tenggara juga dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai Rp4,87 triliun, tumbuh sebesar 40,6% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 38,6% (yoy) (Grafik 4.36). Pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit rumah tangga (perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar 13,6% (yoy). Peningkatan yang terjadi pada kredit korporasi tersebut bersumber dari peningkatan kredit investasi dapat tumbuh sebesar 55,4% (yoy), lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 42,3% (yoy). Karena pangsa kredit investasi mendominasi kredit korporasi sebesar 69,6% maka kondisi tersebut sangat mempengaruhi kredit korporasi secara keseluruhan. Sementara itu, kredit modal kerja korporasi hanya tumbuh sebesar 19,0% (yoy), lebih rendah daripada sebelumnya yang mencapai 33,0% (yoy). 30,0% 69,6% 0,4% Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV ,4 40,6 19,0 Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi

80 67 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 %, yoy 66,6 0,0 pangsa (%) Grafik ,7 TwIII 16 TwIV 16 18,219,8 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan Kredit Modal Kerja Korporasi Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan IV 2016 mencapai Rp1,46 triliun, tumbuh melambat sebesar 19,0% (yoy). Perlambatan yang terjadi disebabkan karena perlambatan penyaluran kredit pada sektor konstruksi dan sektor pertambangan. Kredit modal kerja pada sektor konstruksi tumbuh sebesar 13,7% (yoy) (Grafik 4.37). Dari sisi pangsanya, kredit modal kerja didominasi oleh kredit kepada sektor konstruksi (pangsa 39,7%) dan sektor perdagangan (pangsa 36,2%). Sementara itu, pangsa sektor pertambangan menempati posisi ke-3 dengan pangsa sebesar 13,2%. 58,6 53,1 Konstruksi Perdagangan Pertambangan 39,7 36,2 13,2 %, NPL 15% 10% 5% 0% risiko terkendali threshold risiko meningkat Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal Kerja Korporasi TwIII 16 TwIV 16 Dari sisi risiko kredit, terjadi peningkatan tekanan dari sisi kredit modal kerja. Hal ini terlihat dari NPL yang meningkat dari 3,87% pada triwulan II 2016 menjadi 5,29% pada periode laporan (Grafik 4.38). Peningkatan tekanan risiko kredit tersebut berasal dari peningkatan risiko pada sektor perdagangan. Kredit Investasi Korporasi risiko terkendali Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV 2016 mencapai Rp3,38 triliun, tumbuh meningkat sebesar 55,4% (yoy). Berbeda dengan kredit modal kerja, pangsa terbesar kredit investasi korporasi berada pada sektor pertambangan dan penggalian (pangsa 65,3%). Diikuti oleh penyaluran kredit ke sektor risiko meningkat %, yoy 90,0 82,6 TwIII 16 TwIV 16 80,0 70,0 60,9 63,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 21,4 16,1 10,0 0,0-10,0-1,4 Pertambangan Perhotelan Pertanian pangsa (%) 65,3 7,8 6,5 Grafik 4.39 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan %, NPL 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% threshold risiko terjaga risiko terjaga risiko terjaga risiko terjaga Tambang Perhotelan Pertanian Investasi TwIII 16 TwIV 16 Korporasi Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi

81 68 %, yoy Rp triliun 30, ,0 23, ,0 15, ,0 10,0 13,1 22 5,0 21 0,0 4,8 20-5,0-10, ,0 18 I II III IV I II III IV Aset Bank (sb.kanan) gaset Total gaset Bank Pemerintah gaset Bank Swasta Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Rp19,09 triliun Aset Bank Pemerintah Aset Bank Swasta Rp3,94 triliun 82,9% 17,1% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank perhotelan (pangsa 7,8%) dan sektor pertanian (pangsa 6,5%) (Grafik 4.39). Peningkatan kredit investasi korporasi dipengaruhi oleh peningkatan kredit ke sektor pertambangan dan sektor pertanian. Pada triwulan IV 2016, baki debet kredit di sektor pertambangan tumbuh sebesar 82,6% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 60,9% (yoy). Hal ini sejalan dengan skala likert investasi sektor pertambangan yang meningkat terutama pada korporasi tambang aspal (Grafik 4.31). Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit investasi korporasi masih memiliki risiko yang terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan IV 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 %, yoy 13,1 Grafik ,4 Tw III 16 Tw IV 16 7,1 7,7 7,5 19,2 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Perbandingan Pertumbuhan Aset Bank di Sulawesi 8,4 10,0 11,7 54,5 16,9 4,3 2,65 %, pangsa thd Sulawesi 2016, NPL kredit ini hanya sebesar 1,36% (Grafik 4.40) ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA Aset Bank Umum Aset bank umum yang berada di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai Rp23,04 triliun, atau tumbuh sebesar 13,1% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang mencapai 2,0% (yoy) (Grafik 4.41). Peningkatan tersebut didorong oleh penambahan aset bank pemerintah dan bank swasta nasional. Secara umum berdasarkan pangsanya, bank pemerintah masih mendominasi industri perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi %, yoy Rp triliun 30, , , , , ,0 6 5,0 2, ,0 0 I II III IV I II III IV DPK (sb.kanan) gdpk Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara

82 69 %, yoy 15,00 10,00 5,00 0,00 2,3-5,00 1,9 5,1 TwIII 16 TwIV 16 5,8 2,5-1,2 3,4 %, yoy 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0 I II III IV I II III IV gdpk Giro gdpk Tabungan gdpk Deposito 6,1 4,0-10,1 pangsa thd total DPK 10,4 11,2 58,1 14,8 3,1 2,4 17,1% 58,0% 24,9% %, pangsa thd Sulawesi Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah GIRO TABUNGAN DEPOSITO Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.45 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan aset mencapai 82,9%, sedangkan total bank swasta nasional hanya sebesar 17,1% dari total aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.42). Dibandingkan dengan perbankan se-sulawesi, peningkatan aset yang terjadi di Sulawesi Tenggara merupakan yang paling tinggi, dan pertumbuhannya menempati urutan kedua setelah Sulawesi Barat yang dapat tumbuh sebesar 19,2% (yoy) pada triwulan IV Namun secara nominal, aset perbankan Sulawesi Tenggara hanya sebesar 10% dari total aset bank se-sulawesi (Grafik 4.43) Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 kembali mengalami perlambatan pertumbuhan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu dari 3,8% (yoy) di triwulan III menjadi 2,4% (yoy) di triwulan IV 2016 (Grafik 4.44). Dengan demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada akhir tahun 2016 mencapai Rp14,87 triliun. Dibandingkan dengan kinerja perbankan se- Sulawesi dalam menghimpun DPK, melambatnya DPK di Sulawesi Tenggara juga berkontribusi pada perlambatan DPK se- Sulawesi. Pada periode triwulan IV 2016, hanya ada 2 provinsi yang mengalami perlambatan DPK, yaitu Sulawesi Selatan (pangsa 58,1%) dan Sulawesi Tenggara (pangsa 10,4%) (Grafik 4.45). Secara spasial, penghimpunan DPK di Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi di Kota Kendari, Kota Baubau dan Kab. Kolaka. Ketiga daerah tersebut merupakan pusat aktivitas bisnis dan keuangan di Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan DPK pada ketiga daerah tersebut relatif rendah, bahkan DPK di Kota Kendari terkontraksi sebesar 0,8% (yoy). Adapun pertumbuhan DPK tertinggi berada di Kab. Konawe Selatan dengan DPK yang dapat tumbuh 30,9% (yoy), diikuti oleh Kab. Buton (18,7%, yoy) dan Kab. Buton (13,5%, yoy). Hal ini menunjukkan aktivitas perekonomian sudah semakin merata dan perbankan juga sudah aktif menjangkau daerah kabupaten (Tabel 4.2). Tabungan Perlambatan penyerapan DPK yang terjadi di Sulawesi Tenggara disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan tabungan. Pada triwulan IV 2016, tabungan hanya dapat

83 70 Kota/Kabupaten Tabel 4.2 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016 DPK Pangsa thd Sultra Pangsa gdpk Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito Kab. Buton 868, ,8% 8,1% 18,7% 14,4% 71,0% 14,6% Kab. Muna 1.337, ,0% 9,5% 13,5% 16,1% 64,1% 19,8% Kab. Kolaka 1.949, ,1% 15,8% 0,0% 17,3% 60,1% 22,6% Kab. Wakatobi 305, ,1% 2,4% 5,2% 15,8% 63,5% 20,7% Kab. Konawe 375, ,5% 5,3% 4,0% 13,1% 75,3% 11,6% Kab. Konawe Selatan 143, ,0% 2,3% 30,9% 0,6% 84,9% 14,5% Kab. Bombana 225, ,5% 3,1% -8,1% 0,5% 87,3% 12,2% Kab. Kolaka Utara 154, ,0% 2,1% 1,0% 0,4% 93,7% 6,0% Kab. Konawe Utara 8, ,1% 0,1% - 85,5% 11,9% 2,5% Kota Baubau 2.322, ,6% 11,7% 2,8% 22,4% 58,8% 18,9% Kota Kendari 7.181, ,3% 39,5% -0,8% 17,3% 51,2% 31,6% Sulawesi Tenggara , ,0% 100,0% 2,5% 17,1% 58,0% 24,9% Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gdpk = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah tumbuh sebesar 6,1% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 16,6% (yoy). Jumlah tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai dengan waktu tersebut adalah sebesar Rp8,63 triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang rekening tabungan adalah nasabah perseorangan sebesar 96,61%, diikuti oleh korporasi sebesar 2,96% dan sisanya adalah nasabah pemerintah. Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar penabung di Sulawesi Tenggara memiliki tabungan di bawah Rp100 juta dengan jumlah penabung mencapai 98,99% dari keseluruhan rekening tabungan. Sementara itu penabung dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit (pangsa 0,03%), namun nominalnya relatif besar mencapai 11,7% dari total nominal tabungan di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.3). Deposito Melambatnya penghimpunan deposito turut menyebabkan perlambatan DPK yang terjadi pada triwulan IV Pada periode tersebut deposito hanya tumbuh sebesar 4,0% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Jumlah penghimpunan deposito sampai periode tersebut mencapai Rp3,7 triliun. Adapun pangsa terbesar pemilik deposito adalah nasabah perseorangan sebesar 76,39%, nasabah BUMN sebesar 10,26% dan pemerintah sebesar 7,97%. Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Nilainya Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Nilainya Tabungan Nominal (Rp miliar) Rekening % Nominal % Rekening Jt ,8% 98,99% 100Jt-500Jt ,3% 0,94% 500Jt -1 M ,2% 0,03% > 1 M ,7% 0,03% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Tabungan Nominal (Rp miliar) Rekening % Nominal % Rekening Jt ,2% 66,41% 100Jt-500Jt ,4% 27,27% 500Jt -1 M ,2% 3,92% > 1 M ,1% 2,40% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

84 71 Ketergantungan perbankan Sulawesi Tenggara terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat cukup tinggi. Dari hasil pengelompokan deposito berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan nilai deposito di atas Rp1 miliar hanya dimiliki oleh 2,4% deposan, namun porsi kepemilikan tersebut menguasai 51,1% dari total deposito perbankan di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.4). Giro Sementara itu, giro masih terkontraksi sebesar 10,1% (yoy). Terkontraksinya giro disebabkan karena penurunan giro yang dimiliki oleh korporasi 19,25% (yoy) dan perseorangan sebesar 15,4% (yoy). Sementara itu giro yang dimiliki oleh pemerintah sudah dapat tumbuh positif sebesar 1,0% (yoy), setelah sebelumnya mengalami penurunan sebesar 21,8% (yoy). Adapun pangsa terbesar pemilik deposito adalah nasabah pemerintah sebesar 47,3%, nasabah korporasi sebesar 36,4% dan perseorangan sebesar 16,3% Penyaluran Kredit Seiring dengan kinerja penghimpunan dana yang mengalami perlambatan, fungsi penyaluran kredit perbankan oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada triwulan IV 2016, kredit perbankan tumbuh sebesar 13,5% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan kinerja periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,8% (yoy). Secara nominal, kredit perbankan yang disalurkan sampai dengan triwulan IV 2016 mencapai Rp18,3 triliun (Grafik 4.46). Dibandingkan dengan kinerja perbankan se- Sulawesi dalam menyalurkan kredit, melambatnya kredit perbankan di Sulawesi Tenggara juga dialami oleh sebagian besar provinsi lainnya. Pada periode triwulan IV 2016, dari 6 provinsi hanya ada 1 provinsi yang mengalami peningkatan kredit, yaitu Sulawesi Utara (Grafik 4.47). Secara spasial, penyaluran kredit masih terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa sebesar 60,3% dari seluruh penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan kredit di Kota Kendari berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan kredit tertinggi berada di Kabupaten Buton Utara sebesar 29,1% (yoy), %, yoy Rp triliun 25, ,00%, yoy Tw III 16 Tw IV 16 20,0 18, ,00 15,0 13,5 20,00 23, ,0 12,6 15, ,0 10,00 7,2 13,5 10,8 5 5,00 9,5 9,7 0,0 6,3 7,5 18 0,00-5,0 0 I II III IV I II III IV Kredit (sb.kanan) gkr.modal Kerja 9,4 11,9 54,6 16,2 5,0 2,9 gkr.investasi gkr.konsumsi %, pangsa thd Sulawesi gkredit Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi

85 72 Tabel 4.5 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016 DPK Pangsa thd Sultra Pangsa Kota/Kabupaten gkredit Nominal Rekening %Nominal %Rekening K.MK K.INV K.KONS Kab. Buton ,6% 0,5% 25,2% 6,5% 0,0% 93,5% Kab. Muna ,0% 11,0% 20,5% 27,0% 3,6% 69,4% Kab. Kolaka ,5% 16,5% 21,8% 37,6% 5,7% 56,7% Kab. Wakatobi ,8% 0,9% 16,2% 3,3% 0,0% 96,7% Kab. Konawe ,5% 1,4% 3,8% 0,5% 0,4% 99,1% Kab. Konawe Selatan ,1% 1,3% -5,3% 2,0% 0,3% 97,7% Kab. Bombana ,2% 0,9% 24,7% 1,0% 0,6% 98,4% Kab. Kolaka Utara ,1% 0,9% 17,1% 2,7% 0,4% 96,9% Kab. Buton Utara ,6% 0,6% 29,1% 3,3% 1,6% 95,1% Kab. Konawe Utara ,1% 0,6% -24,4% 1,3% 0,5% 98,2% Kota Baubau ,1% 11,6% 16,4% 28,6% 7,2% 64,2% Kota Kendari ,3% 53,7% 12,3% 29,8% 14,6% 55,6% Sulawesi Tenggara ,0% 100,0% 13,5% 27,8% 10,5% 61,7% Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gkredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah diikuti oleh penyaluran di Kab. Bombana yang tumbuh sebesar 24,1% (yoy). Sementara itu, terdapat perbankan di tingkat kabupaten yang tidak menyalurkan kredit investasi seperti di Kab. Buton dan Kab. Wakatobi. Meskipun demikian, terdapat penyaluran kredit yang diperuntukkan bagi kedua kabupaten tersebut berasal dari daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa potensi investasi di suatu daerah belum sepenuhnya didukung oleh perbankan di daerah tersebut. Dengan demikian perlu adanya penambahan kewenangan bagi kantor cabang di daerah dalam melakukan penyaluran kredit investasi di daerah yang sedang berkembang. Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Perlambatan penyaluran kredit yang terjadi pada triwulan IV 2016 dari sisi jenis penggunaan disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit konsumsi mencapai 61,7% dari total penyaluran kredit pada triwulan IV Pada periode tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar 12,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya tumbuh sebesar 15,6% (yoy). Sedangkan untuk kredit investasi tercatat sebesar Rp1,92 triliun dan tumbuh sebesar 7,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 13,4% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja tercatat sebesar Rp5,1 triliun, terakselerasi sebesar 18,3% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh sebesar 17,3% (yoy). Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor ekonomi, perlambatan kredit yang terjadi terutama disebabkan karena melambatnya penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang merupakan penyaluran kredit produktif (kredit modal kerja dan kredit investasi) dengan pangsa terbesar. Pada triwulan IV 2016, kredit ke sektor perdagangan yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar

86 73 Sektor Ekonomi Tabel 4.6 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan IV 2016 Nominal (Rp miliar) % Nominal gkredit (%, yoy) Tw III 2016 Tw IV 2016 NPL (%) Pertanian ,7% 76,7 62,8 1,8 Pertambangan 385 0,6% -17,1-24,0 3,8 Industri Pengolahan ,6% 67,4 73,4 4,1 Listrik Gas 66 0,1% 82,5 162,8 0,0 Air 29 0,0% -2,8-1,3 3,4 Konstruksi ,1% -4,3 3,9 10,0 Perdagangan ,8% 16,1 13,9 5,4 Transportasi-Pergudangan ,7% 34,1 22,7 6,9 Akomodasi Makan Minum ,6% 18,0 4,6 4,3 Informasi Komunikasi 32 0,0% -26,5-24,8 0,4 Jasa Keuangan 70 0,1% 45,4 16,6 0,0 Real Estate 965 1,4% -10,2-0,4 7,5 Jasa Perusahaan 961 1,4% 34,6 35,9 3,2 Adm Pemerintahan 4 0,0% -87,5-84,0 0,0 Jasa Pendidikan 235 0,3% -16,7-7,8 2,5 Jasa Kesehatan Sosial 233 0,3% 12,3-4,5 0,3 Jasa Lainnya ,3% -5,4-2,8 6,6 Kredit Produktif % 15,8 13,5 5,4 Ket: gkredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performance Loans Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah 13,9% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,1% (yoy). Kredit produktif yang melambat juga dialami pada penyaluran ke sektor akomodasi makan minum dan sektor pertanian. Meskipun demikian, kredit ke sektor pertanian masih dapat tumbuh tinggi sebesar 62,8% (yoy). Sementara itu, kredit produktif lainnya ke sektor konstruksi, industri pengolahan, dan jasa lainnya menunjukkan adanya peningkatan sehingga masih dapat menahan perlambatan yang terjadi. Loan to Deposit Ratio (LDR) Kondisi intermediasi perbankan yang diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada triwulan IV 2016 LDR bank umum di Sulawesi Tenggara mencapai 122,9%, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 117,3% (Grafik 4.49). Hal tersebut terjadi karena selama 1 triwulan tersebut terdapat penambahan penyaluran kredit sementara DPK mengalami penurunan. Nilai LDR yang lebih dari 100 juga menunjukkan bahwa kapasitas pembiayaan perekonomian di Sulawesi Tenggara memerlukan dana dari daerah lain. Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor bank yang sama di daerah lain) sebesar 1,97% (qtq) pada triwulan IV Non Performing Loans (NPL) Dari sisi risiko kredit, penyaluran kredit oleh bank umum yang ada di Sulawesi Tenggara masih berada pada batas yang aman. Hal ini terlihat dari indikator Non Performance Loans (NPL) Gross pada triwulan IV 2016 yang hanya sebesar 2,93%, lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang mencapai 2,79% (Grafik 4.50). Pada periode tersebut penyaluran kredit investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu dengan NPL sebesar 7,88%. Sementara itu kredit modal kerja juga masih memiliki NPL

87 74 LDR (%) Grafik 4.49 relatif tinggi meskipun masih berada dalam batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,93%. Di sisi lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar 1,19%. 117,3 114,7111,0 105,1 110,9110,1114,1 I II III IV I II III IV Dari sisi NPL sektoral, Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara Rp triliun 122, DPK (sb.kanan) Kredit (sb.kanan) LDR NPL pada sektor perdagangan yang memiliki pangsa penyaluran kredit terbesar mencapai 5,4% dan berada di atas threshold 5%. Sementara itu, NPL pada kredit konstruksi juga mencapai 10,0%. Hal tersebut menyebabkan NPL kredit produktif masih berada di atas threshold 5%. Meskipun demikian, NPL pada sektor lainnya seperti sektor pertanian dan industri pengolahan masih relatif %, NPL Rp miliar 10, ,0 6,0 4,0 2,0 0,0 rendah dan dapat menurunkan tekanan risiko kredit Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 535,1 7,88 4,93 2,93 1,19 I II III IV I II III IV Nominal NPL (sb.kanan) NPL NPL K.MK NPL K.Inv NPL K.Kons Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan efisiensi biaya. Pada triwulan IV 2016, kondisi rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin (NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,90% (Grafik 4.51). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi karena terdapat peningkatan pendapatan bunga sebesar 5,6% (yoy), sementara beban bunga 0 70% 60% 50% % % 61,87% 9,90% I II III IV I II III IV I II III IV BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan) 12,00% 11,00% 10,00% 9,00% 8,00% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah % % 10,5 8,00 10,23 7,75 9,96 7, ,25 7,00 6,75 9,5 6,50 6,25 6,00 5,75 9 5,50 5,25 5,00 8,5 4,75 4,50 4,25 8 4,00 I II III IV I II III IV I II III IV Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan) BI 7 DRR (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum

88 75 hanya naik sebesar 1,2% (yoy). Kondisi tersebut juga terjadi karena spread suku bunga (selisih antara bunga kredit dengan bunga DPK) di Sulawesi Tenggara relatif membesar dari sebelumnya pada kisaran 9,8% menjadi 10,2% (Grafik 4.52). Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga masih terjaga terlihat dari BOPO (Biaya Operasional per Pendapatan Operasional) yang relatif stabil. Pada triwulan IV 2016, BOPO perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar 61,87%, sedikit lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang mencapai 61,56% (Grafik 4.51). Apabila rasio BOPO semakin rendah maka rentabilitas bank semakin baik karena bank dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya. Sebaliknya jika rasio BOPO semakin tinggi, maka bank semakin tidak efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya Perbankan Syariah Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah hanya memiliki aset sebesar Rp1,03 triliun, atau sebesar 4,5% dari keseluruhan aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Kondisi yang sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan. Pada triwulan IV 2016, pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,7% dari total realisasi kredit oleh bank umum. Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah hanya sebesar 4,4% dari seluruh DPK se Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan syariah di Pulau Sulawesi, maka perkembangan aset bank syariah di Sulawesi Tenggara menunjukkan arah yang lebih baik. Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi Tenggara mencapai 9,1% (yoy), lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan aset bank syariah se-sulawesi yang terkontraksi sebesar 2,1% (yoy) pada triwulan IV Sementara itu, pangsa aset bank syariah di Sulawesi Tenggara yang mencapai 4,5% sudah berada di atas rata-rata pangsa aset bank syariah di Sulawesi Tenggara yang hanya sebesar 4,3%. Meskipun demikian, pangsa aset bank syariah yang terbesar berada di Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai 5,3% terhadap keseluruhan aset perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.54). Aset Rp1,03 Pembiayaan Rp859,5 triliun 4,7% miliar 4,5% DPK 4,4% Rp657,1 miliar %, yoy 10,00 Tw III 16 5,00 0,00-5,00-10,00 Tw IV 16 Sulbar -2,1-2,1 9,1 1,9-3,7-7,7-6,8 Gorontalo Sulut SULTRA Sulteng SULAWESI Sulsel Bank Konvensional Bank Syariah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah -15,00 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 Pangsa Aset Syariah Thd Total Aset Perbankan Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-sulawesi

89 76 Sampai dengan triwulan IV 2016, penyaluran pembiayaan syariah sudah dapat tumbuh positif setelah sebelumnya mengalami kontraksi sejak triwulan III Pada periode tersebut pembiayaan syariah tumbuh sebesar 5,8% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp859,5 miliar (Grafik 4.55). Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan syariah menunjukkan perlambatan. Pada periode tersebut jumlah DPK bank syariah mencapai Rp657,1 miliar, tumbuh sebesar 5,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 11,1% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan karena terjadi pelambatan pada penempatan DPK fasilitas serupa deposito yang tumbuh sebesar 5,1% (yoy) dan tabungan sebesar 5,9% (yoy). Meskipun demikian, terjadi peningkatan DPK pada fasilitas tabungan syariah yang tumbuh sebesar 3,0% (yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar 7,6% (yoy). Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko tersebut mulai terjaga. Hal ini terlihat dari NPF (Non Performance Financing) yang mulai menurun dari 6,11% menjadi 4,96% Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan IV 2016, kinerja BPR tetap tumbuh tinggi terutama untuk penyaluran kredit dan peningkatan aset. Aset BPR tumbuh sebesar 18,4% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 14,0% (yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai Rp308,9 miliar (Grafik 4.55). Peningkatan aset BPR di Sulawesi Tenggara juga diikuti oleh peningkatan kinerja penyaluran kredit yang dapat tumbuh sebesar 30,3% (yoy), meningkat dari sebelumnya hanya tumbuh 23,2% (yoy) dengan nominal kredit sebesar Rp228,8 miliar. Sementara itu, penghimpunan dana dari masyarakat mengalami kontraksi. Penghimpunan DPK turun 3,1% (yoy) atau tercatat sebesar Rp119,0 miliar, padahal periode sebelumnya dapat tumbuh sebesar 7,6% (yoy). Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan IV 2016 mencapai 192,3 yang berarti kredit yang disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari institusi keuangan lainnya. Dengan demikian risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan risiko pada institusi keuangan lainnya. Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih %, yoy %, NPL 15,0 8 10,0 5,0 0,0-5,0-10,0-15,0 I II III IV I II III IV 5,86 5,4 5 4, gdpk gpembiayaan NPF (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah %, yoy 70,0-3,1 I II III IV I II III IV Sumber: LBBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10, gdpk BPR gkredit BPR gaset BPR 30,3 18,4

90 Perdagangan Konstruksi Pertanian Industri Transportasi KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL 77 relatif tinggi yaitu sebesar 10,65%, di atas threshold 5%. Meskipun demikian, risiko tersebut relatif turun dari periode sebelumnya dengan NPL sebesar 12,25% AKSES KEUANGAN Akses Keuangan Kepada UMKM Pada triwulan IV 2016, kredit yang diterima oleh UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek) mencapai Rp6,13 triliun. Secara pangsa mencapai 26,9% dibandingkan total kredit di Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM 1 tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha kecil sebesar 45,1% dan usaha mikro dengan pangsa sebesar 30,3%. Sedangkan untuk usaha menengah memiliki pangsa sebesar 24,6% dari total kredit UMKM (Grafik 4.57). Meskipun kredit perbankan secara umum mengalami perlambatan, namun laju pertumbuhan kredit UMKM tercatat stabil pada kisaran 10,3% (yoy). Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan pada kredit usaha kecil sebesar 13,5% (yoy), sementara itu kredit usaha Non UMKM 73,1% UMKM 26,9% Rp6,13 triliun 24,6% 45,1% 30,3% Usaha Menengah Usaha Kecil Usaha Mikro 60 %, yoy , ,5 10,3 0-2, I II III IV I II III IV Mikro Kecil Menengah UMKM Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM %, yoy 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0-10,0-20,0 Tw III 16 Tw IV 16 14,0 6,3-2,0-7,5 13,5 37,2 48,8 22,1 4,5 6,0 %, NPL 15,0 10,0 theshold 5,0 0,0 69,6% 6,2% 5,4% 4,1% 3,5% pangsa Tw III 16 Tw IV 16 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun Usaha mikro merupakan usaha dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.

91 78 Baki Debet 450 (Rp miliar) Grafik 4.61 mikro melambat dan kredit usaha menengah masih terkontraksi (Grafik 4.58). Secara sektoral, stabilnya pertumbuhan kredit UMKM dipengaruhi oleh melambatnya penyaluran kredit di sektor perdagangan namun disisi lain kredit ke sektor pertanian tumbuh cukup tinggi. Penyaluran kredit ke sektor perdagangan dengan pangsa kredit terbesar (69,6%) yang semula tercatat mampu tumbuh sebesar 14,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya, namun pada triwulan IV 2016 hanya tumbuh sebesar 6,3%(yoy). Sementara itu, penyaluran kredit UMKM kepada sektor pertanian, mengalami peningkatan dari sebelumnya hanya tumbuh 13,5% (yoy), menjadi 37,2% (yoy) (Grafik 4.59). Nasabah 392, I II III IV I II III IV KUR Rekening (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit UMKM mulai terkendali namun masih berada sedikit di atas threshold 5%. Pada triwulan IV 2016 NPL kredit UMKM mencapai 5,36%, mengalami penurunan dari sebelumnya yang tercatat sebesar 5,86%. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh penurunan tingkat risiko kredit pada hampir semua sektor (Grafik 4.60) Seiring dengan adanya perubahan kebijakan KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016, terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut kepada UMKM. Sampai dengan triwulan IV 2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara mencapai Rp392,1 miliar dengan jumlah debitur aktif mencapai usaha (Grafik 4.60). Salah satu kebijakan yang mendorong peningkatan adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif per tahun menjadi 9% efektif. Penyaluran KUR di Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi pada usaha di sektor perdagangan mencapai 80,8%. Sementara itu penyaluran pada produksi primer seperti ke pertanian dan perikanan masih rendah. Perdagangan; 80,8% Akses Keuangan Kepada Penduduk Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan IV 2016 rasio tersebut tercatat sebesar 134,6% (Grafik 4.63). Akomodasi Mamin; 4,9% Industri Pengolahan; 4,4% Lainnya; 0,8% Jasa masyarakat; 3,8% Pertanian; 1,3% Perikanan; 1,0% Transportasi; 1,6% Jasa usaha; 1,3% Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara

92 79 % nasabah (ribu) , , ,6 125, ,5 118,0 133, , I II III IV I II III IV Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah % nasabah (ribu) 25 19,7 20,0 21,3 22,0 21,0 22, ,1 18,4 250 Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja I II III IV I II III IV Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga mengindikasikan adanya penduduk bukan angkatan kerja yang juga memiliki rekening seperti siswa sekolah maupun mahasiswa. Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara juga menunjukkan peningkatan menjadi 18,4% (Grafik 4.64). Meskipun demikian, rasio tersebut masih rendah karena pada 2 triwulan sebelumnya rasio dapat mencapai 22,0. Masih rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan oleh masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa yang akan datang. ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya memberikan dan memfasilitasi berbagai kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan pengelolaan keuangan. Dalam rangka mendukung upaya tersebut, pada bulan Oktober dan November 2016, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif. Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan

93 80 BOKS 02. LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD) UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS MASYARAKAT KEPADA LAYANAN BANK Menjawab tantangan kemudahan dan ketersediaan layanan keuangan di seluruh wilayah Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan kajian awal dan uji coba branchless banking yang diluncurkan pada bulan Mei Uji coba dimaksud dilakukan oleh 5 bank dan 2 telco pada 5 provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan). Tujuan dari uji coba dimaksud adalah untuk mencari apakah terdapat buying need dari masyarakat dan provider, bentuk model bisnis, dan pengaturan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Branchless banking ini terutama dilakukan dengan memanfaatkan tingginya penggunaan telepon genggam, serta kerjasama dengan unit lokal atau agen. Selanjutnya dari kajian di berbagai negara, disadari bahwa perbankan tidak dapat melakukan kegiatan branchless banking dengan efisien secara sendiri, namun dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain, terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat unbanked dan underbanked. Gambar 1. Skema Layanan Keuangan Digital

94 81 BOKS 02. Perkembangan LKD di Sulawesi Tenggara juga menunjukkan arah yang positif. Sampai dengan bulan Januari 2017, tercatat sudah ada sebanyak LKD di Sulawesi Tenggara, yang merupakan partner dari 3 bank yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI. Gambar 2. Jumlah LKD pe Kabupaten/Kota per Januari Kota Bau- Bau Kab. Kolaka Kota Kendari Kab. Muna Kab. Buton Kab. Wakatobi Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Selatan Kab. Konawe Kab. Bombana Sejalan dengan penetapan Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata nasional, diperlukan peningkatan jumlah agen LKD (Layanan Keuangan Digital) di kabupaten tersebut. Melalui program tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan Kabupaten Wakatobi menjadi destinasi wisata nasional bahkan dunia, terutama dalam hal kemudahan bertransaksi keuangan, sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan akses keuangan dan optimalisasi Layanan Keuangan Digital di Kabupaten Wakatobi. Implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Tenggara akan terus dikembangkan. Saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Bank Rakyat Indonesia akan mengembangkan dan mengimplementasikan bantuan sosial melalui pemanfaatan Layanan Keuangan Digital. Penyaluran tersebut akan dilakukan secara non tunai dalam 1 (satu) akun pada satu kartu kombo.

95 82 Halaman ini sengaja dikosongkan

96 TRIWULAN I 2016 Bab 5 SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.

97 2

98 FERBRUARI PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi pembayaran non-tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016, baik dari sisi volume maupun nominalnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada periode tersebut. Nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp2,4 triliun atau tumbuh 37,5% (yoy) (Grafik 5.1), lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,2 triliun. Sementara itu, dari sisi jumlah transaksi juga mengalami peningkatan dari semula tercatat sebanyak 56,1 ribu transaksi menjadi sebesar 62,1 ribu transaksi (Grafik 5.2). Pada triwulan IV 2016, perputaran kliring mencapai Rp38 miliar/hari dengan jumlah transaksi mencapai 986 transaksi/hari (Grafik 5.3). Sementara untuk tingkat kepatuhan juga menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini diindikasikan dari menurunnya jumlah penarikan cek dan BG kosong. Pada periode tersebut jumlah penarikan cek dan BG kosong menurun dari 819 ribu lembar menjadi 803 lembar (Grafik 5.4) Perkembangan Transaksi RTGS Transaksi pembayaran non-tunai nominal besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan IV juga Rp miliar %, yoy 3, ,500 2, , , , I II III IV I II III IV I II III IV Grafik Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara Transaksi Grafik 5.2 I II III IV I II III IV I II III IV %, yoy Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara Rp miliar Grafik I II III IV I II III IV I II III IV Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara Transaksi 1,200 1, Rp miliar Grafik 5.4 I II III IV I II III IV I II III IV Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) Transaksi 1,400 1,200 1,

99 86 Rp Miliar 1, I II III IV 2016 Transaksi I II III IV 2016 Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik dari nilai transaksi maupun volume transaksi. Disamping itu, transaksi sampai dengan triwulan IV tahun 2016 tersebut juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingginya transaksi pembayaran BI-RTGS tersebut sejalan dengan adanya akselerasi ekonomi yang terjadi pada periode laporan. Selain itu, adanya kebijakan baru dari Bank Indonesia yang menurunkan batas minimal transaksi juga turut menyebabkan peningkatan transaksi. Pada triwulan IV 2016, nilai traksaksi BI-RTGS dari perbankan Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp801,1 miliar, mengalami peningkatan 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Grafik 5.7 Rp Miliar 88 (14) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV %, yoy Inflow Outflow g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan) Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara (50) (100) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp688,7 miliar (Grafik 5.5). Sementara untuk volume transaksi, pada triwulan IV 2016 tercatat mencapai 539 transaksi, meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang hanya sebesar 478 transaksi (Grafik 5.6) PENGELOLAAN UANG TUNAI Aliran Uang Kartal Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 memiliki pola yang sama dengan periode tahun-tahun sebelumnya yang terjadi netoutflow. Net-outflow berarti suatu kondisi dimana lebih banyak uang yang keluar dibandingkan dengan uang yang masuk dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut Rp Miliar 1,500 1, (500) (1,000) (1,500) (2,000) Grafik 5.8 net inflow net outflow Sumber: Bank Indonesia, diolah Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 96 (1,058) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

100 87 Rp, Miliar (67.5) I II III IV I II III IV I II III IV Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.kanan) %, yoy (50) (100) Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah - 30,1 69,9 Pecahan Pecahan Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan dikarenakan pada periode laporan terdapat peluncuran uang rupiah tahun emisi 2016 sehingga permintaan masyarakat akan uang baru tersebut mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2016 terdapat aliran inflow atau masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp 492,2 miliar, jauh menurun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp 1,1 triliun. Sementara itu untuk aliran outflow atau keluar dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode tersebut mencapai Rp1,55 triliun, meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp1,04 triliun. Karena jumlah outflow masih lebih besar daripada inflow-nya maka pada triwulan IV 2016 terjadi net-outflow sebesar Rp1,06 triliun (Grafik 5.8). Kondisi netoutflow yang terjadi tersebut disebabkan karena pada awal triwulan terjadi peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat di akhir tahun serta peningkatan permintaan masyarakat terhadap uang rupiah baru tahun emisi Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Terhitung mulai bulan Maret 2015, Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak edar dengan mengajak perbankan yang ada di Sulawesi Tenggara. Sementara itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga tetap berupaya secara langsung menyediakan uang layak edar dengan melakukan kas keliling. Kas keliling tersebut dilakukan di dalam kota Kendari maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit dijangkau. Selama bulan Oktober hingga Desember 2016, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 24 (dua puluh empat) kali, dengan rincian 8 (delapan) kali di Kota Kendari dan 16 (enam belas) kali di Luar Kota Kendari. Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi. Di samping itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga melakukan distribusi uang ke daerah Kota Baubau dan sekitarnya serta Kabupaten Kolaka

101 88 dan sekitarnya melalui pengelolaan kas titipan bekerjasama dengan salah satu bank umum yang ada di daerah tersebut. Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang diterima masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank Indonesia juga secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan IV Selama triwulan IV 2016, telah ditemukan uang tidak asli sebanyak 83 lembar, meningkat dibandingkan dengan penemuan pada triwulan III sebanyak 48 lembar. Temuan uang tidak asli selama triwulan IV 2016 didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,- sebanyak 58 lembar dan sisanya pecahan uang Rp ,- sebanyak 25 lembar. Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah senantiasa melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selama triwulan IV 2016 kegiatan tersebut telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Konawe.

102 FERBRUARI BOKS 03. SOSIALISASI UANG RUPIAH BARU TAHUN EMISI 2016 DAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NKRI Pada tanggal 19 Desember 2016 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara, Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 di Bank Indonesia, Jakarta. Peresmian tersebut sekaligus menandai berlakunya 11 pecahan uang rupiah baru yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam untuk selanjutnya diedarkan ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Uang Rupiah Kertas TE 2016 terdiri dari pecahan Rp , Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan Rp Sementara untuk uang Rupiah logam TE 2016 terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200 dan Rp100. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Tidak hanya itu, untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia, uang Rupiah juga menampilkan gambar keragaman budaya dan alam Indonesia dalam bentuk tarian nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah. Keragaman dan keunikan alam dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Peluncuran dan Pengedaran Uang Rupiah TE 2016 merupakan pelaksanaan amanat Undang- Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), dimana salah satu ciri umum Rupiah yakni pencantuman frasa NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA dan adanya tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Dalam prosesnya persiapan pengeluaran uang Rupiah TE 2016 telah dikoordinasikan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Melalui Keputusan Presiden No.31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 Pemerintah menetapkan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Uang Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan desain gambar uang yang dikonsultasikan diantaranya dengan Kementerian Sosial RI, Badan Arsip Nasional, ahli sejarah, akademisi, dan mendapat persetujuan dari pihak keluarga para pahlawan. Terdapat beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan pada uang rupiah yaitu: belum pernah digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator), keterwakilan daerah, keterwakilan gender, dan dapat diterima oleh seluruh pihak. Keterwakilan berbagai daerah di NKRI dalam gambar Uang Rupiah TE 2016 sangat terasa dengan adanya pahlawan nasional dari wilayah paling timur Indonesia yakni Frans Kaisiepo Papua, wilayah paling barat (Tjut Meutia Aceh), wilayah utara (Sam Ratulangi Sulawesi Utara) dan wilayah paling selatan (Herman Johanes Rote, NTT), tidak hanya itu keterwakilan daerah juga tercermin pada gambar tarian dan pemandangan alam pada sisi belakang uang. Sementara keterwakilan gender ditandai dengan adanya gambar pahlawan wanita yaitu Tjut Meutia.

103 90 BOKS 03. Selain perubahan pada gambar pahlawan, dalam Uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan penguatan unsur pengaman uang untuk memitigasi risiko pemalsuan uang dan memudahkan masyarakat dalam mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Penguatan unsur pengaman dilakukan dengan memasang pengaman berupa colour shifting, rainbow feature, latent image, ultraviolet (UV) feature, blind code dan rectoverso. Colour shifting adalah unsur pengaman berupa warna pada bidang tertentu yang akan berubah warna jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Rainbow feature adalah unsur pengaman yang akan memunculkan gambar tersembunyi multiwarna berupa angka nominal jika dilihat dari sudut tertentu. Sementara pengaman berupa latent image yakni gambar tersembunyi berupa teks BI pada bagian depan dan angka nominal pada bagian belakang yang akan terlihat dari sudut tertentu. Adapun penguatan UV feature yang hanya terlihat jika menggunakan alat bantu UV dilakukan dengan penambahan ornamen batik dan gambar satwa khas Indonesia yang akan terlihat dibawah sinar UV. Sementara itu untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat mengenali uang rupiah asli, pada uang rupiah emisi baru juga dilakukan perubahan desain rectoverso. Rectoverso sendiri merupakan unsur pengaman yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar akan terlihat seperti ornamen yang tidak beraturan jika dilihat di bagian depan atau belakang saja, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar yang utuh. Pada uang rupiah rectoverso akan membentuk logo BI secara sempurna jika diterawangkan ke arah cahaya. Penggunaan rectoverso berupa logo BI sebagai unsur pengaman pada uang rupiah sudah dilakukan sejak tahun 2000 dan terus mengalami perubahan pada setiap tahun penerbitan. Pemilihan desain rectoverso berupa logo Bank Indonesia (BI) pada uang rupiah TE 2016 semata-mata dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan untuk menghindari pemalsuan, bukan dimaksudkan untuk memuat logo/simbol-simbol tertentu. Penggunaan rectoverso sebagai pengaman pada Uang Rupiah bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengenali uang rupiah baru dengan cara yang sederhana (diterawang). Meski demikian sejauh ini unsur pengaman rectoverso masih sulit untuk dipalsukan/ditiru. Selain Rupiah, Rectoverso juga digunakan pada mata uang di negara-negara lain seperti Euro, Thailand Baht, Poundsterling, dan Korea Won. Unsur pengaman uang rupiah lainnya yang juga mengalami perubahan adalah kode tertentu yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat penyandang tuna netra (blind code). Jika pada emisi sebelumnya blind code menggunakan desain berupa gambar persegi panjang, lingkaran dan segitiga yang akan terasa kasar bila diraba, maka pada Uang Rupiah TE 2016 kode tuna netra (blind code) yang dipergunakan berupa pasangan garis yang akan terasa kasar bila diraba dan terdapat pada kedua sisi pinggir uang. Pembedaan blind code yang digunakan pada setiap pecahan tidak lagi dalam perbedaan bentuk namun dalam jumlah pasangan garis yang dicantumkan. Pada uang pecahan Rp ,- TE 2016 blind code yang digunakan adalah 1 pasangan garis, sementara pada uang pecahan Rp50.000,- TE 2016 berupa 2 pasangan garis, dan seterusnya bertambah 1 pasang garis untuk setiap pecahan uang yang lebih kecil dibawahnya.

104 91 BOKS 03. Dalam upaya lebih mengenalkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 hingga akhir Januari 2017 KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara telah melaksanakan kegiatan Sosialisasai kepada masyarakat secara intensif, antara lain kepada para pengusaha melalui temu responden survei SKDU, kepada masyarakat Wakatobi (daerah yang terdapat pada sisi belakang uang Rp10.000,-), kepada kelompok petani rumput laut binaan KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara serta kepada masyarakat luas melalui RRI Kendari dan TVRI Sultra. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, upaya lain yang ditempuh yakni dengan memasang iklan di surat kabar serta adlibs yang diputar melalui RRI Kendari. Kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 di Kabupaten Wakatobi mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat setempat, karena daerahnya secara khusus diabadikan dalam uang pecahan Rp10.000,-. Bupati Wakatobi H. Arhawi, SE dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan terima kasih karena secara tidak langsung daerah Wakatobi dipromosikan ke seluruh masyarakat Indonesia. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengenal Wakatobi, dirinya berharap akan semakin banyak pula wisatawan yang berkunjung ke daerahnya. Selain Wakatobi, destinasi wisata lain yang dicantumkan dalam gambar Uang Rupiah TE 2016 adalah TN Komodo, Gunung Bromo, Derawan, Raja Ampat, Ngarai Sihanok, dan Banda Neira. Selain memperkenalkan desain Uang Rupiah TE 2016, dalam setiap kesempatan sosialisasi juga disampaikan mengenai cara memperlakukan uang yang benar agar uang yang diedarkan memiliki masa edar yang lebih lama dan meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam memperlakukan uang diantaranya yakni dengan tidak melipat, tidak mensteples/melobangi, tidak dibasahi, dan tidak mencoret-coret uang yang dipegang. Meski telah dikeluarkan Uang Rupiah baru Tahun Emisi 2016, uang rupiah tahun emisi sebelumnya dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran sepanjang belum dicabut dari peredaran. Khusus untuk wilayah Sulawesi Tenggara, sampai dengan akhir bulan Januari 2017, jumlah Uang Rupiah TE 2016 yang telah diedarkan oleh KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara berjumlah Rp27,06 miliar. Pengedaran uang rupiah TE 2016 tersebut dilakukan baik melalui kegiatan layanan penukaran di loket kantor, layanan kas keliling maupun kas titipan luar kota yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun bekerjasama dengan perbankan.

105 92 BOKS 03. Kewajiban Menggunakan Rupiah Presiden RI Joko Widodo pada acara peluncuran Uang Rupiah TE 2016 tanggal 19 Desember 2016, mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk selalu menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri dan Menjaga wibawa Rupiah dengan TIDAK menyebar isu/gosip yang tidak benar tentang Rupiah, serta menyimpan Rupiah dalam tabungan. Arahan presiden tersebut sekaligus sebagai bentuk penegasan amanat UU No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Selain itu Rupiah juga merupakan salah satu simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian, menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia. Untuk mendukung penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, dalam setiap kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi perihal kewajiban penggunaan uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat baik melalui jalur pendidikan (sekolah, guru, kampus), media massa, pelaku usaha (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Cabang Kendari), dll. Selain sosialisasi upaya lain yang dilakukan dalam mengkampanyekan kewajiban penggunaan rupiah yakni dengan pemasangan banner di lokasilokasi strategis seperti bandara, hotel/penginapan, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan. Sosialisasi menjadi cara yang efektif untuk memberikan informasi yang benar seputar desain dan penggunaan uang rupiah seperti isu simbol palu arit pada uang rupiah, desain rupiah yang mirip mata uang negara lain, pencetakan yang melebihi kebutuhan, dan tidak dicetak oleh Peruri. Menanggapi isu-isu tersebut dalam setiap kesempatan Bank Indonesia selaku pihak yang diberikan mandat untuk mengedarkan rupiah menegaskan bahwa semua isu tersebut tidak benar. Ke depan, kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 dan Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah NKRI kepada masyarakat Sulawesi Tenggara akan terus dilakukan di seluruh daerah, sehingga Rupiah semakin berdaulat.

106 93 BOKS 04. ALIRAN TRANSAKSI KLIRING KREDIT DARI DAN KE SULAWESI TENGGARA Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI. SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100 juta. Selama tahun 2016, kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara mencapai Rp5,7 triliun. Kliring kredit merupakan aktivitas transfer dana dari pengirim dana ke penerima dana. Hal ini berbeda dengan kliring debet yang merupakan pencairan cek atau bilyet giro. Dari kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, sebesar 75,8% dana ditransfer ke luar Sultra dan hanya 24,2% yang merupakan transfer pada rekening bank di Sulawesi Tenggara. Secara nominal besarnya dana yang keluar dari perbankan Sultra selama periode tahun 2016 mencapai Rp4,3 triliun Sementara itu kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara dari daerah lainnya tercatat sebesar Rp1,3 triliun, sehingga terdapat net outflow sebesar Rp3,03 triliun. Grafik 1. Aliran Kliring Kredit Dari-Ke Sulawesi Tenggara Tahun 2016 Sumatra Kalimantan Sulawesi Rp13,6 M Maluku Papua Net-outflow Net-inflow DKI Jakarta Jawa Balinustra Sultra Dilihat secara kawasannya, kliring kredit yang ditransfer ke luar Sulawesi Tenggara paling besar ditujukan ke DKI Jakarta sebesar Rp2,59 triliun atau sebesar 45,1%. Dana dari DKI Jakarta juga merupakan yang paling besar dari seluruh kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara, yaitu sebesar 78,2% atau senilai Rp1,02 triliun. Besarnya aliran dana keluar-masuk antara Sulawesi Tenggara dengan DKI Jakarta karena terdapat aktivitas perdagangan dan keuangan yang cukup tinggi. Selain itu, beberapa korporasi Sultra merupakan cabang dari perusahaan di Jakarta sehingga dapat terjadi pengiriman hasil usaha ke kantor pusatnya.

107 94 BOKS 04. Selain itu, daerah yang mendapatkan aliran dari kliring kredit terbesar berikutnya adalah ke kawasan Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kliring kredit ke daerah tersebut lebih banyak bersifat net-outflow, hal ini terutama karena masih banyaknya barang dan jasa yang dipasok dari luar Sulawesi Tenggara. Hal ini juga diperlihatkan dari PDRB net ekspor antar daerah yang selalu bernilai negatif. Pada tahun 2016, PDRB ekspor antar provinsi dari Sultra mencapai Rp4,14 triliun sementara impor antar provinsi ke Sultra lebih besar hingga mencapai Rp6,22 triliun.

108 TRIWULAN I 2016 Bab 6 KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut. Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang menurun di periode laporan.

109 2

110 KETENAGAKERJAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu daerah tergantung pada penawaran lapangan pekerjaan (labor demand) dan angkatan kerja yang tersedia (labor supply). Masih belum adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang signifikan pada triwulan IV 2016 tercermin dari peningkatan kondisi labor demand yang masih relatif kecil. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum pelaku usaha masih memiliki jumlah tenaga kerja yang sama sejak awal tahun 2016 (85,9% responden). Sementara itu yang melakukan penambahan tenaga kerja sebanyak 10,0% responden, lebih banyak daripada responden yang melakukan pengurangan tenaga kerja (4,1%). Dari hasil survei tersebut juga didapatkan tenaga kerja di sektor usaha konstruksi dan pertanian relatif tidak mengalami perubahan. Tenaga kerja pada kedua sektor tersebut memiliki pangsa sebesar 45,6% dari total tenaga kerja di Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian terdapat beberapa sektor yang masih dapat menyerap tenaga kerja seperti sektor jasa dan pertambangan (Grafik 6.1). Beberapa alasan pelaku usaha melakukan penambahan tenaga kerja adalah 1) Terdapat tambahan investasi mesin/peralatan, 2) perluasan usaha/menambah cabang perusahaan, 3) terdapat faktor musiman. Berdasarkan kondisi tersebut diperkirakan kondisi tenaga kerja di Sulawesi Tenggara berada pada trend yang meningkat. Sebaliknya, rumah tangga sebagai penyedia tenaga kerja melihat bahwa terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Indeks ketersediaan lapangan kerja menurun dari 94,0 di triwulan III 2016 menjadi 88,1 di triwulan IV (Grafik 6.2). Pengganguran Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui bahwa Transport 8,3% 91,7% 145 Tambang 25,0% 75,0% 135 Pertanian Perdagangan Konstruksi Jasa Industri Akomodasi Grafik 6.1 2,3% 12,1% 19,4% 7,7% 8,0% 97,7% 78,8% 100,0% 71,0% 84,6% 92,0% 9,1% 9,7% 7,7% 0% 20% 40% 60% 80% 100% % pangsa responden Meningkat Tetap Menurun Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha Grafik 6.2 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 88

111 98 orang (ribu) orang (ribu) Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug Sumber: BPS Sultra, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Menganggur pengganguran terbuka pada bulan Agustus 2016 (rilis bulan November 2016) adalah sebanyak 34,1 ribu jiwa. Sedangkan untuk angkatan kerja adalah sebanyak 1,25 juta jiwa. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat penggangguran terbuka pada bulan agustus 2016 adalah sebesar 2,72%, menglami perbaikan jika dibandingkan periode survei sebelumnya yakni februari 2016 yang tercatat sebesar 3,78%. Pangsa terbesar pekerjaan di Sulawesi Tenggara adalah di sektor pertanian (38,9%), diikuti sektor perdagangan dan rumah makan (20,0%) dan sektor jasa (18,5%). Sementara untuk jenis pekerjaan yang dominan pada bulan Agustus 2016 adalah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan. Sementara itu jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor formal hanya sebesar 383,8 ribu jiwa atau 31,5% dari total penduduk bekerja di Sulawesi 6.2. KESEJAHTERAAN Penghasilan Petani (NTP) Berbeda dengan kondisi perekonomian yang mengalami akselerasi, kondisi kesejahteraan Sulawesi Tenggara terindikasi mengalami penurunan pada triwulan IV Hal ini terlihat dari penurunan indeks penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode tersebut jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. NTP merupakan suatu indikator 150 Indeks I II III IV I II III IV I II III IV Perikanan Peternakan Perkebunan Rakyat Hortikultura Tanaman Pangan Total 111,6 113,4 106,7 106,9 104,7 99,9 89,8 88,9 91,4 92,1 100,4 98,9-50,0 100,0 150,0 NTP Tw III NTP Tw IV Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara

112 99 kemampuan tukar produk pertanian untuk keperluan memproduksi produk pertanian. Oleh karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya yang bekerja di sektor pertanian. Pada triwulan IV 2016, NTP Sulawesi Tenggara tercatat lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 98,9 atau menurun dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang tercatat lebih dari 100 yakni sebesar 100,4 (Grafik 6.4). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan NTP yang terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, dari 104,7 pada triwulan III 2016 menjadi 99,9 di triwulan IV 2016 seiring dengan telah berlalunya panen komoditas kakao pada triwulan III Selain itu, sumber penurunan juga berasal dari subsektor Holtikultura dari 89,8 menjadi 88,9. Selain kedua subsektor tersebut, masih terdapat subsektor dengan NTP di bawah 100 yaitu subsektor tanaman pangan. Hal ini menunjukkan bahwa total pendapatan yang diterima oleh para petani pada subsektor tersebut lebih rendah dibandingkan dengan total pengeluaran untuk memproduksi hasil usahanya. NTP subsektor tanaman pangan di triwulan IV 2016 adalah sebesar 99,9. ribu jiwa % Grafik ,18 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Penduduk Miskin Desa Penduduk Miskin Kota Persentase Penduduk Miskin (sb.kanan) Sumber: BPS, diolah Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara Penghasilan Umum Namun demikian, untuk tingkat konsumen terdapat indikasi peningkatan kesejahteraan yang tercermin dari peningkatan penghasilan masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara yang menunjukkan peningkatan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK) dari 130,7 pada triwulan III 2016 menjadi 140,0 pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.3). Kemiskinan Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk miskin pada bulan September 2016 (rilis bulan Januari 2017) tercatat sebanyak 327,3 ribu jiwa atau sebesar 12,8% dari total penduduk Sulawesi Tenggara (Grafik 6.5). Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan data pada bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak 12,9% dari total penduduk Sulawesi Tenggara. Perbaikan tersebut terjadi pada daerah pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan mengalami penurunan. Perbaikan kondisi kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis kemiskinan juga mengalami peningkatan karena inflasi. Garis kemiskinan meningkat dari Rp /kapita/bulan di bulan Maret 2016 menjadi Rp /kapita/bulan di bulan September Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 83,8% atau 274,1 ribu jiwa berada di daerah pedesaan sedangkan sisanya sebesar 16,2% atau 53,2 ribu jiwa berada di daerah perkotaan. Konsentrasi jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi tantangan pembangunan ekonomi dan wilayah oleh pemangku kepentingan khususnya

113 100 pemerintah daerah, mengingat potensi sumber daya alam Sulawesi Tenggara yang dominan berada di daerah pedesaan khususnya di sektor primer yaitu sektor pertanian namun hasilnya belum secara optimal mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan secara lebih luas. Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi Tenggara mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari adanya penurunan gini ratio dari 0,402 di bulan Maret 2016 menjadi 0,388 di bullan September. Semakin rendah nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah yang semikin rendah. Berdasarkan daerah tempat tinggal, penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Untuk daerah perkotaan pada bulan September 2016 tercatat sebesar 0,395 ssetelah pada periode Maret 2016 adalah sebesar 0,407. Sementara untuk daerah pedesaan menurun dari 0,367 di bulan Maret 2016 menjadi 0,352 di bulan September.

114 Bab 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,6% - 7,0%. Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan mendatang. Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok volatile food dan administered prices.

115 2

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Triwulan I 2016 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilainilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 2017 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date]

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date] Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten OKI;Andayani [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KATEGORI Konsumsi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

... V... VII... XIII... XIII... XIII... 1 BAB I. PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1.1 Perkembangan Makro Ekonomi Provinsi Maluku... 5 1.2. Perkembangan PDRB Sisi Permintaan... 7 1.3. PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo triwulan IV-2010 cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lambatnya

Lebih terperinci

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali gan a Pul Februari 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI FebruarI 2017 Untuk informasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, Oktober 2009 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, Oktober 2009 BANK INDONESIA KENDARI. Lawang M. Siagian Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR AGUSTUS 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR i Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi : Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Penghimpunan pendapatan dan penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Gorontalo selama triwulan laporan meningkat secara nominal, namun dilihat dari persentase

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

SURVEI PERBANKAN * perkiraan SURVEI PERBANKAN TRIWULAN IV-217 PERTUMBUHAN KREDIT TAHUN 218 DIPERKIRAKAN MENINGKAT Hasil Survei Perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru pada triwulan IV- 217 secara triwulanan (qtq) meningkat.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% SURVEI PERBANKAN Y jg brg dia TRIWULAN I-2015 PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat.

Lebih terperinci