II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.. Konsep Dasa Infastuktu Salah satu ko mpo nen pe laya nan publik yang dilakuka n oleh pe meintah adalah penyediaan infastuktu. Penyelenggaaan pelayanan umum dalam bentuk infastuktu mempunyai pengauh tehadap kesejahteaan masyaakat di suatu wilayah. Dengan infastuktu yang baik, petumbuhan ekonomi wilayah akan lebih mudah tumbuh da n be ke mba ng. Selain itu, kualitas infastuktu yang ba ik akan dapat pula meningkatkan kualitas hidup masyaakat melalui peningkatan kualitas lingkungan. Lebih lanjut, kebeadaan infastuktu akan mendoong tejadinya peningkatan poduktifitas bagi fakto-fakto poduksi dan sebaliknya apabila mengabaikannya akan menuunkan poduktivitas. Sejauh ini, pengetian infastuktu sudah sangat luas. Meskipun demikian, suatu pengetian infastuktu yang sangat luas diakui pada saat ini adalah infastuktu yang beka itan de ngan jalan-jalan aya (oads), saluan pembuangan (sewe) dan sejenisnya pada sebuah kota atau wilayah tetentu. Kaena mengikuti pengetian wilayah tetent u, ko mpo nen-komponen sepeti ini seing dikelompokkan dan disebut civil infastuctue, municipal infastuctue atau hanya disebut public woks, meskipun komponen-komponen itu dibangun dan diop easika n seba gai peusahaan swasta atau peusahaan BUMN (Ja fa, 2007). The Ameican Heitage Dictionay mendefinisikan infastuktu adalah the basic facilities, sevices and installations needed fo the functioning of a community o society, such as tanspotation and communications systems, wate and powe lines, and public institutions including schools, post offices, and

2 24 pisons. Sedangkan dalam lapoan Congessional Budget Office (CBO) USA tahun 983, infastuktu didefinisikan: infastuctue as facilities with the common chaacteistics of capital intensiveness and high public investment at all levels of govenment. They ae, moeove, diectly citical to activity in the nation s economy. Pada definisi CBO ini infastuktu itu tedii atas highways, public tansit systems, wastewate teatment woks, wate esouces, ai taffic contol, aipots, and municipal wate supply in this categoy (Moteff dan Pafomak, 2004). Pada dasanya, infastuktu memiliki ati yang bebeda-beda tegantung dai konteksnya namun demikian, umumnya infastuktu ini dipahami sebagai suatu poduk fisik, sepeti: jalan, jaingan dainase, jainga n ai minum dan instalasi listik yang tekait dengan konteks infastuktu sipil dan pekotaan. Akan tetapi, definisi infastuktu tidak hanya meliputi pengetian sepeti di atas, posedu opeasi seta kebijakan pembangunan juga meupakan salah satu jenis infastuktu. Pembahasan ini kemudian dikenal istilah Had Infastuctue dan Soft Infastuctue, yang pada akhinya kedua jenis infastuktu ini saling tekait dalam menciptakan layanan infastuktu secaa utuh. Bedasakan definisi tesebut infastuktu memiliki cakupan yang lebih luas (Soejo, 2007). Adanya ancaman teois yang begitu genca ke negaa Ameika Seikat semenjak peang dingin dua negaa adidaya Ameika Seikat-Uni Soviet usai, telah menggese definisi infastuktu dai kecukupan infastuktu (infastuctue adequacy), menjadi pelindungan infastuktu (infastuctue potection). Setelah penyeangan Septembe 200, negaa AS akhinya membentuk Office of Homeland Secuity da n Homeland Secuity Council yang betugas melindungi

3 25 infastuktu yang meliputi: () poduksi, tansmisi dan distibusi enegi seta fasilitas penting lainnya, (2) utilitas lainnya, (3) telekomunikasi, (4) fasilitas yang mempoduksi, menggunakan, menyimpan atau membuang bahan nukli, (5) sistem infomasi yang dimiliki publik dan swasta, (6) kegiatan penting nasional, (7) tanspotasi temasuk el, jaingan keeta, pelabuhan laut dan jalu laut, (8) pelabuhan udaa dan penebangan sipil, dan (9) petenakan, petanian, sistem iigasi dan makanan bagi konsumsi manusia (Moteff dan Pafomak, 2004). Salah satu pa nduan de finisi yang lebih lengkap adalah definisi dan klasifikasi. Menuut Ja fa (2007), dimana infastuktu yang selama ini digunakan sebagai indikato daya saing suatu negaa. Infastuktu dipilah menjadi tiga kategoi pokok, yaitu :. basic infastuctue, yang meliputi : (a) population and maket sie, (b) infastuctue maintenance and development, (c) oads, (d) distibution infastuctue, (e) ailoads, (f) ai tanspotation, (g) wate supply, (h) ubaniation, (i) enegy, (j) enegy poduction, (k) electicity cost fo industy, dan (l) self-suffiency di bida ng ba han baku non enegi. 2. technological infastuctue, yang mencakup: (a) investasi telekomunikasi, (b) jaingan telepon, (c) pelanggan telepon selule, (d) ongkos telepon intenasional, (e) koneksi ke intenet, (f) electonic commece, (g) keahlian IT, da n (h) kejasama teknologi. 3. scientific infastuctue, yang meliputi: (a) anggaan untuk iset dan pengembangan, (b) basic eseach, (c) development and application technological development, (d) science and eduction, (e) funding fo

4 26 technological development, (f) patents ganted fo esident, (g) secuing pattents aboad, dan (h) science and technology fo youth Menuut Masuki (2005) infastuktu pada dasanya meupakan aset pemeintah yang dibangun dalam angka membeikan pelayanan kepada masyaakat. Pinsipnya ada dua jenis infastuktu, yakni infastuktu pusat dan daeah. Infastuktu pusat adalah infastuktu yang dibangun pemeintah pusat untuk melayani kebutuhan masyaakat dalam skala nasional, sepeti jalan aya anta povinsi, pelabuhan laut dan udaa, jaingan listik, jaingan gas, telekomunikasi dan sebagainya. Sedang infastuktu daeah adalah infastuktu yang dibangun pemeintah daeah, sepeti penyediaan ai besih, jalan khas untuk kepentingan daeah paiwisata dan sebagainya. Ditinjau da i fungsinya, infastuktu dibedakan pula menjadi dua yakni infastuktu yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan pendapatan. Jenis infastuku petama, umumnya dimanfaatkan sekelompok masyaakat tetentu, dimana dengan fasilitas yang disediakan masyaakat penggunanya dikenakan biaya, sepeti ai besih, listik, telepon, taman wisata dan sebagainya. Jenis infastuktu kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyaakat umum, sepeti jalan aya, jembataan, saluan ai iigasi dan sebagainya, sehingga penggunanya tidak dikenai biaya. Penyediaan ai besih, listik, infastuktu dan sebagainya tidak sepenuhnya dapat diseahkan bedasakan mekanisme pasa saja. Ada sekelompok masyaakat yang tidak dapat menikmati pelayanan publik tetentu (ini bekaitan dengan aspek pemeataan), jika ditanga ni oleh sistem pasa/pivat. Gejala ini disebut kegagalan pasa (maket failue).

5 27 Salah satu bent uk intevensi pe meintah ada lah de ngan pe nyediaan baang-baang publik (public goods). Baang-baang publik memiliki dua kaakteistik yaitu non-excludability dan non-ivaly consumption. Kaakteistik non-excludability baang publik diatikan bahwa oang-oang yang membaya aga dapat mengkonsumsi baang itu tidak dapat dipisahkan dai oang-oang yang tidak memba ya tetapi dapat mengkonsumsinya juga. Sedangkan kaakteistik non ivaly consumption diatikan bahwa bila seseoang mengkonsumsi baang itu, oang lainpun mempunyai kesempatan mengkonsumsinya pula tanpa menguangi kepuasan oang lain. Pihak swasta tidak besedia menghasilkan baang publik (muni). Pemeintah yang haus menyediakannya aga kesejahteaan seluuh masyaakat dapat ditingkatkan. Intevensi pemeintah akan lebih menonjol dilakukan oleh pemeintah daeah yang beciikan pedesaan (ual). Ini disebabkan tuntutan masyaakat di pekotaan lebih mendesak daipada di pedesaan. Kenyataan yang tida k dapat dihindai adalah tejadinya pegesean baang/jasa pivat beubah menjadi baang/jasa publik (dan sebaliknya), misal pemadam kebakaan. Di pedesaan, pemadam kebakaan besifat baang/jasa pivat sehingga tidak dipelukan Dinas Pemadam Kebakaan, tetapi di pekotaan beubah menjadi baang/jasa publik. Konsekuensinya adalah bila semakin banyak baang/jasa pivat yang tidak dapat dihindai beubah sifat menjadi baang /jasa publik, maka beban pemeintah akan semakin tinggi. Petumbuhan beban pemeintah ini akan semakin belebihan bukan hanya kaena beubahnya baang pivat menjadi baang publik saja, tetapi teutama juga jika pemeintah tidak secaa selektif menentuka n batas-batas pekejaannya. Adakalanya baang/jasa yang sebenanya beciikan

6 28 baang/jasa pivat masih di poduksi atau subsidi oleh pemeintah. Kecendeungan munculnya beban tambahan pemeintah yang tidak dapat dihindai, maka efisiensi, efektivitas da n akuntabilitas penyelenggaaan pemeintahan dengan sendiinya semakin menjadi kebutuhan. Itulah sebabnya di banyak negaa dikembangkan paadigma einventing govenment. Dalam penyediaan public sevices oleh pemeintah, tidak tetutup kemungkinan tejadinya govenment failue. Dalam hal ini intevensi sekto pivat dapat dimungk inkan. Kajian teoi ekonomi pembangunan menuut Masuki (2005) dan Pof.Sjafial (2008 ) dikatakan bahwa untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi dipelukan saana infastuktu yang memadai. Ilustasinya sedehana, seandainya semula tidak ada akses jalan lalu dibuat jalan maka dengan akses tesebut akan meningkatkan aktivitas peekonomian. Contoh lain di suatu komunitas bisnis, semula tidak ada listik maka dengan adanya listik kegiatan ekonomi di komunitas tesebut akan meningkat. Fungsi stategis infastuktu jelas tidak diagukan lagi tanpa pembangunan infastuktu yang mencukupi, kegiatan investasi pembangunan lainnya sepeti kegiatan poduksi, jelas tidak akan meningkat secaa signifikan. Diektu Jendal ADB untuk wilayah Asia Tenggaa mengatakan bahwa pembangunan infastuktu sangat penting untuk mendoong petumbuhan ekonomi yang dibutuhkan Indonesia dalam upaya menciptakan lapangan pekejaan dan melepaskan oang dai kemiskinan. Sebelum kisis ekonomi pada petengahan tahun 990-an, Indonesia mengalokasikan sekita 6% dai PDB untuk infastuktu. Saat ini, angka tesebut tuun menjadi sekita 2% dan ini sangat bedampak pada peekonomian Indonesia. Di Indonesia saat ini, sekita 50 juta

7 29 penduduk tidak mempunyai akses untuk mendapatkan ai besih, 90 juta penduduk tidak mendapatkan listik dan hampi 200 juta penduduk tidak memiliki akses langsung ke jaingan telepon dan saluan pembuangan limbah. Kaum miskin paling tepukul akibat kuangnya infastuktu, jalan-jalan yang buuk menyebabkan oang-oang tetap miskin kaena membuat meeka tidak mendapatkan peluang ekonomi. Hampi satu dai lima desa di Indo nesia tida k dapat diakses selama be be apa waktu dalam satu tahun (Asian Development Bank, 2006). Pada tahun 200 ini, dimana pemeintah sedang genca melakukan pembangunan fisik, pesentase angggaan pembiayaan infastuktu menuun, padahal infastuktu sangat dibutuhkan masyaakat. Atinya dai sisi bisnis pembiayaan, kecil kemungkinan mendeita keugian apalagi yang mempunyai poyek infastuktu adalah pemeintah, baik pemeintah pusat maupun pemeintah daeah. Anggapan tesebut bealasan bila melihat besanya kebutuhan dana yang dipioitaskan pemeintah untuk membangun infastuktu. Data dai Depatemen Keuangan menunjukkan potensi pembiayaan infastuktu masih besa. Dai total dana yang dibutuhkan sebesa Rp tiliun, sebesa Rp tiliun meupakan dana yang beasal dai Anggaan Pendapatan dan Belanja Negaa (APBN), inciannya sebanyak Rp tiliun besumbe dai lembaga dono dan sisanya yakni Rp tiliun dihaapkan datang dai patisipasi pihak swasta, temasuk di dalamnya pihak pebankan yang mencapai 60% dai total kebutuhan dana (Sumedi, 2005). Ketimpangan pelayanan infastuktu meupakan salah satu masalah utama di negaa bekembang dan sekaligus kepulauan sepeti Indonesia. Ketimpangan

8 30 tidak hanya tekait dengan aspek spasial atau anta wilayah, namun juga dengan pelayanan infastuktu antagolongan ekonomi atau sosial masyaakat dimana masih banyak masyaakat bependapatan endah yang mengalami kesulitan mengakses pelayanan infastuktu. Ketimpangan cendeung teus belangsung (pesistent) akibat dai poses pengambilan keputusan kebijakan pembangunan yang cendeung lebih menitikbeatkan pada petimbangan efisiensi di dalam mengalokasikan sumbedaya. Sisi investasi, petimbangan efisiensi mendoong pemeintah atau BUMN untuk mengalokasikan sumbedaya yang tebatas secaa optimal kaena pembangunan infastuktu melibatkan sunk cost yang sangat besa, konsekuensinya investasi infastuktu cendeung memusat pada wilayah yang pemintaannya lebih besa teutama di pulau Jawa. Dai sisi opeasi petimbangan efisiensi juga membatasi opeato untuk membeikan pelayanan kepada daeah yang demandnya masih sangat endah atau kepada golongan masyaakat bepenghasilan endah, kaena opeato akan meugi jika haus menyediakan pelayanan dengan load facto yang sangat enda h atau taif yang lebih endah dai biaya poduksi. Jika ini teus dilakukan tanpa adanya subsidi atau kompensasi beati peusahaan telah mengalokasikan sumbedayanya secaa tidak efisien. Infastuktu fisik, teutama jaingan jalan sebagai pembentuk stukt u uang nasional memiliki ketekaitan yang sangat kuat dengan petumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun sosial budaya kehidupan masyaakat. Dalam konteks ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyaakat meupakan tempat betumpu pekembangan ekonomi, sehingga petumbuhan ekonomi yang tinggi sulit dicapai tanpa ketesediaan jalan yang memadai.

9 3 Tambunan (2005) menegaskan bahwa manfaat ekonomi infastuktu jalan sangat tinggi apabila infastuktu tesebut dibangun tepat untuk melayani kebutuhan masyaakat dan dunia usaha yang bekembang. Tambunan (2005) juga menunjukkan bahwa manfaat vaiabel infastuktu (diuku dengan panjang jalan aspal atau paved oad) tehadap peningkatan beagam tanaman pangan di Pulau Jawa jauh lebih signifikan bepengauh tehadap poduksi tanaman pangan dibandingkan dengan pembangunan pengaian. Selanjutnya, dikemukakan walaupun hasil analisis ini telihat mengheankan, kalau ditelaah lebih mendalam alasannya dapat dipahami mengapa demikian. Dampak pembangunan jalan tehadap sekto petanian membeikan beagam keuntungan dibebagai tingkatan bagi petani dibanding dengan membangun iigasi. Alasan utamanya adalah vaiabel jalan bedampak lebih luas kaena membuka akses lebih besa bagi petani, melalui pembangunan jalan infomasi poduksi pedagangan dan kegiatan bisnis lainnya dai uban yang beguna bagi kegiatan petani lebih cepat diteima. Dampak itu lebih tinggi dibanding dengan dampak pembangunan iigasi, kaena hanya tebatas pada peningkatan poduksi tanaman pangan, walaupun demikian kedua jenis infastuktu tesebut (jalan dan iigasi) memiliki peannya masingmasing oleh sebab itu sebaiknya dibangun secaa besamaan Petumbuhan Ekonomi Istilah petumbuhan ekonomi seing dicampubaukan dengan pekembangan ekonomi dan pemakaiannya selalu beganti-ganti, sehingga kelihatan pengetian antaa keduanya dianggap sama. Akan tetapi bebeapa ahli ekonomi telah menaik pebedaan yang laim antaa istilah pekembangan ekonomi dan petumbuhan ekonomi. Pekembangan ekonomi mengacu kepada

10 32 masalah-masalah negaa tebelakang, sedangkan petumbuhan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negaa maju. Namun ada juga paka ekonomi lainnya yang beanggapan bahwa antaa petumbuhan ekonomi dengan pekembangan ekonomi meupakan sinonim (Jhingan, 993). Petumbuhan ekonomi adalah poses kenaikan output dalam jangka panjang, yang diuku melalui indikato pekembangan GNP (Goss National Poduct) iil dai tahun ke tahun. Petumbuhan ekonomi bisa besumbe dai peubahan atau ke naika n pada sisi aggegate demand (AD) dan sisi aggegate supply (AS). P Keteangan : P : ha ga AS Y E : pendapatan nasional : titik keseimbangan P E AS : aggegate supply P 0 E 0 AD : aggegate demand AD Y Y 0 Y AD 0 Y Gamba 3. Petumbuhan Eko nomi Dai sisi AD (aggegate demand), pegesean kuva ke ka nan menceminkan pemintaan dalam peekonomian meningkat yang dapat tejadi kaena pendapatan agegat (pe ndapatan nasional) yang tedii da i: ko nsumsi umah tangga (C), investasi domestik buto (dai sekto swasta dan pemeintah), konsumsi/pengeluaan pemeintah (G), dan ekspo netto (X). Masing-masing unsu pemintaan agegat dipengauhi oleh fakto-fakto yang bebeda.

11 33 Pengeluaan konsumsi tegantung pada pendapatan yang diteima oleh umahtangga dan kecendeungan bekonsumsinya atau MPC (maginal popensity to consume). Pengeluaan investasi ditent uka n oleh ke untungan yang dihaapkan (maginal efficiency of capital) dan biaya dana (tingkat bunga). Pengeluaan pemeintah ditentukan oleh poses politik yang kompleks dan dalam teoi mako dianggap eksogen. Peubahan dai unsu-unsu pemintaan agegat (pengeluaan ko nsumsi, pengeluaan investasi dan pengeluaan pemeintah) mempengauhi tingkat pemintaan agegat melalui poses beantai atau poses multiplie. Apabila unsu ini meningkat dengan satu-satuan monete maka tingkat pemintaan agegat akan meningkat dengan suatu kelipatan dai satu-satuan monete pelipat atau multiplie ini tegantung pada besanya MPC. Sebagai contoh sedehana beikut ini disampaikan suatu ilustasi dampak dai pengeluaan pemeintah (G) tehadap petumbuhan ekonomi. Dalam hal ini awalnya pendapatan nasional adalah Y 0, tingkat bunga sebesa 0, haga sebesa P 0, dan pengeluaan pemeintah sebesa G 0. Seta pada kuva pengeluaan agegat AE 0, keseimbangan pasa baang IS 0, keseimbangan pasa uang LM 0, pemintaan agegat AD 0 dan pe nawaan agegat AS 0 Kemudian penge luaan pe meintah G 0 naik menjadi G sebagai akibat misalkan kaena adanya kenaikan tehadap pengeluaan pembangunan infastuktu. Hal ini menyebabkan pegesean keseimbangan Keynessian begeak ke atas dai AE 0 ke AE. Kemudian dalam pasa baang jasa IS-LM kuve IS begese ke atas dai IS 0 ke IS.

12 34 C, I, G, NX Y I 0,G 3 AE =C 0 + I 0 + G + NX 0 AE 2 = C 0 + I + G + NX 0 I, G 0 E AE 0 = C 0 + I 0 + G 0 + NX 0 I 0,G 0 E 0 45 o Y Y 0 Y 2 Y LM 0 E 0 E 0 2 IS IS 0 Y P Y 0 Y 2 Y AS 0 P E P 0 E 0 5 AD AD 0 Y Y 0 Y 2 Gamba 4. Dampak Pengeluaan Pemeintah Tehadap Petumbuhan Ekonomi

13 35 Keteangan : P Y E C G I NX LM IS AS AD : ha ga : pendapatan nasional : titik keseimbangan : konsumsi umah tangga : pengeluaan pemeintah : investasi : tingkat bunga : net ekspo yaitu ekspo dikuangi impo : keseimbangan pasa uang : keseimbangan pasa baang : aggegate supply : aggegate demand Oleh ka ena kuva LM tidak beubah, akhinya tejadi excess demand pada Y sehingga mendoong tingkat bunga naik dai 0 ke akibatnya investasi (I) tuun, yang akhinya menyebabkan AE tuun dai AE ke AE 2, hal ini menyebabkan pendapatan bekuang dai Y ke Y 2. Keseimbangan di pasa baang tejadi pada pepotongan kuva IS dan LM 0 yaitu pada titik dan Y 2. Pasa agegat kuva AD begese ke atas dai AD 0 ke AD. Keseimbangan tejadi pada pepotongan kuva AD dan AS 0 yaitu pada titik P dan Y 2. Dengan demikian dampak dai kenaikan pengeluaan pemeintah akan mentansmisi ke naika n pe ndapa tan nasional atau petumbuhan eko nomi, yang diiingi dengan kenaikan tingkat bunga dan haga-haga umum. Dalam konteks kewilayahan, setiap wilayah juga menjadikan petumbuhan ekonomi sebagai taget ekonomi mako. Petumbuha n ekonomi wilayah menjadi fakto yang paling penting dalam kebehasilan peekonomian suatu wilayah untuk jangka panjang. Petumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai

14 36 sumbe peningkatan standa hidup (standad of living) penduduk yang jumlahnya teus meningkat, dimana poses petumbuhan ekonomi wilayah secaa gais besanya dipengauhi oleh dua macam fakto, yakni fakto ekonomi dan non ekonomi. Petumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat tegantung pada sumbe alamnya, sumbedaya manusia, kapital, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu meupakan fakto-fakto ekonomi, tetapi petumbuhan ekonomi tidak mungkin bisa tejadi selama lembaga sosial dan budaya, kondisi politik dan keamanan seta nilai-nilai moal dalam suatu bangsa tidak menunjang. Dengan kata lain tanpa adanya dukungan fakto-fakto non ekonomi semacam itu secaa baik, maka petumbuhan ekonomi kemungkinan tidak tewujud. Menghitung laju petumbuhan ekonomi pada suatu wilayah bedasakan konsep pendapatan egional atau PDRB (Poduk Domestik Regional Buto) menuut Asyad (999) adalah sebagai beikut : g t PDRB t PDRB t- = x 00%... [] PDRB t- dimana, g t adalah petumbuhan ekonomi pada tahun t, PDRB t adalah besanya PDRB pada tahun ke t dan PDRB t- adalah besanya PDRB pada tahun ke t-. Teknik pehitungan laju petumbuhan ekonomi semacam ini paling banyak digunakan oleh setiap daeah ketika menghitung petumbuhan ekonomi wilayah. Model expot-base dikembangkan untuk menentukan peanan pemintaan dalam petumbuhan dan pembangunan. Ide dai model ini adalah bahwa sistem ekonomi yang besa, sepeti yang dimiliki negaa-negaa besa mampu mengandalkan kekuatan intenalnya untuk pembangunan, sedangkan sistem ekonomi yang lebih kecil sepeti wilayah atau kota, seingka li besifat spesialisasi (tidak dapat begantung sepenuhnya pada kapasitas sendii untuk mencapai

15 37 pembangunan) dikatakan bahwa petumbuhan ekonominya sangat begantung kepada fakto ekstenal dai sistem lokal (Capello, 2007). Asumsi pokok dai teoi ini adalah bahwa ekspo meupakan satu-satunya unsu otonom dalam pengeluaan sedangkan semua komponen pengeluaan lainnya dianggap sebagai fungsi dai pendapatan (Taigan, 2004). Selain itu, diasumsikan juga bahwa fungsi pengeluaan dan fungsi impo tidak mempunyai intesep tetapi betolak da i titik nol, hal ini beati pesamaan pendapatan wilayah untuk d aeah adalah : Y = (E M ) + X....[2] dimana : Y adalah pendapatan daeah, E adalah pengeluaan daeah, M adalah impo daeah, (E M ) adalah pengeluaan domestik daeah dan X adalah ekspo daeah.. E = e Y....[3] M = m Y....[4] Χ = Χ dimana : (eksogen)...[5] e = Maginal popensity to expenditue daeah m = Maginal pope nsity to impot daeah menjadi : Jika pesamaan [3], [4] dan [5] disubsitusikan ke dalam pesamaan [2] Y = e Y m Y + X....[6] selanjutnya pesamaan (6) diatas diubah susunannya menjadi sebagai beikut : Χ Υ =....[7] e + m

16 38 Hal ini beati, pendapatan wilayah adalah kelipatan dai ekspo jika kecendeungan untuk membelanjakan pendapatan (maginal popensity to expenditue) secaa lokal (e + m) lebih kecil daipada satu. Model petumbuhan antawilayah adalah peluasan dai teoi basis ekspo, yaitu dengan menambah fakto-fakto yang besifat eksogen, bebeda dengan model basis ekspo yang hanya membahas petumbuhan daeahnya sendii tanpa melihat dampaknya pada daeah yang ada disekitanya. Model petumbuhan anta wilayah ini memasukkan dampak dai daeah tetangga, itulah sebabnya model ini dinamakan model anta wilayah. Dalam mode l ini, pengeluaan pemeintah dan investasi temasuk vaiabel besifat eksogen sebagaimana vaiabel ekspo, dengan memanipulasi pesamaan pendapatan yang petama kali ditulis oleh Keynes, selanjutnya Richadson membangun pesamaan pendapatan di daeah menjadi (Taigan, 2004) : Y = C + I + G + X M....[8] dimana, Y adalah pendapatan egional daeah, C adalah konsumsi egional daeah, I adalah investasi egional daeah, G adalah pengeluaan pemeintah daeah, X adalah ekspo egional daeah dan M adalah impo daeah. Oleh kaena : C = C + c Y d... [9] dimana : I = I...[0] G = G...[] X = M = m Y...[2] s s= s= C = exogen egional consumption s s

17 39 c = egional maginal popensity to consume daeah d Y = disposible income daeah m s = maginal popensity to impot dai daeah s ke daeah selanjut nya : M Y d = m Y d s s... [3] = Y T...[4] T = t Y...[5] d dimana, t adalah tingkat pajak maginal. Pengeluaan otonom total daeah (A ) dipeoleh sebagai beikut : A = C + I + G... [6] Jika pesamaan [9] sampai dengan [5] diatas dimasukkan kedalam pesamaan [8], dan ditata kembali dalam pesaman pendapatan daeah (Richadson,972) maka akan dipeoleh keseimbangan pendapatan egional, yaitu : m A + sys ( t ) Y =...[7] ( c m )( t ) s dimana : Y adalah keseimbangan pendapatan egional daeah A adalah pengeluaan otonom daeah Y s adalah pendapatan egional daeah s c adalah maginal popensity to consume daeah m s adalah maginal popensity to impot dai daeah s ke daeah t adalah tingkat pajak maginal daeah

18 40 Dalam model petumbuhan anta wilayah ini, sumbe-sumbe peubahan pendapatan wilayah dapat beasal dai :. Peubahan pengeluaan otonom wilayah, sepeti investasi dan pengeluaan pemeintah. 2. Peubahan pendapatan suatu daeah atau bebeapa daeah lain yang beada dalam suatu sistem yang akan telihat dai peubahan ekspo. 3. Peubahan salah satu diantaa paamete-paamete model hasat konsumsi maginal, koefisien pedagangan anta wilayah atau tingkat pajak maginal. Bila pengetian petumbuhan ekonomi menggunakan konsep yang menyangkut poses petumbuhan seluuh masyaakat, maka setiap pengeluaan pe meintah yang ditujukan untuk pembangunan infastuktu selalu bedampak positif kepada petumbuhan ekonomi. Apalagi hal ini dilaksanakan untuk mendoong wilayah atau kabupaten/kota tekebelakang tetapi memiliki potensi sumbedaya alam besa, tetapi menghadapi masalah ketebatasan infastuktu. Mengacu kepada pesamaan model Pembangunan Ekonomi Inteegional sebagaimana telah disampaikan melalui pesamaan [6] dan pesamaan [7] maka dapat dituunkan kembali menjadi + m C + I + G msys ( t ) Y =...[8] ( c )( t ) s Pesamaan [8] menegaskan bahwa pengeluaan pemeintah (G) pada suatu daeah akan bepengauh langsung tehadap pendapatan daeah (Y) tesebut. Atinya, apabila pengeluaan pemeintah dalam hal ini pembangunan infastuktu di suatu daeah betambah besa, maka secaa teoi akan meningkatkan pendapatan daeahnya. Besanya dampak peubahan pendapatan daeah akibat

19 4 peubahan pengeluaan pemeintah ( Y / G ) tegantung pada angka pengganda (multiplie) wilayah. Sedangka n angka multiplie egional (wilayah) adalah. ( Y / G ) = k = ( c m )( t ) [9] s dimana : k = multiplie egional c = maginal popensity to consume daeah m s = maginal popensity to impot dai daeah ke daeah s t = tingkat pajak maginal daeah Dalam konsep makoekonomi, pengeluaan pemeintah (govenment expenditue) untuk pembelian baang dan jasa meupakan injeksi tehadap peekonomian yang bedampak pada petumbuhan ekonomi. Pengeluaan pemeintah meupakan pengeluaan eksogen yang besanya ditentuka n oleh sejauhmana ketesediaan anggaan pemeintah yang dipeoleh dai pajak (fiscal policy). Suatu injeksi pegeluaan pemeintah dalam hal ini pembangunan infastuktu didaeah tidak hanya menaikk an pe ndapatan di daeah yang besangkutan, tetapi juga menyebakan kekuatan pendoong kepada daeah daeah sekitanya yang saling behubungan melalui kenaikan impo. Pengeluaan pe meintah biasanya ditujuka n pada upa ya pe nyediaan infastuktu beupa fasilitas umum, maupun beupa tansfe langsung yang ditujukan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Adisasmita (989) memandang bila oientasi pengeluaan pembangunan dai pemeintah daeah dikaitkan dengan pebaikan tingkat dispaitas anta kawasan, maka beati bahwa sasaan pembangunan selain mengutamakan petumbuhan ekonomi (economic gowth) haus pula mempehatikan fakto keadilan (equity). Konsep tesebut memelukan pengkaitan antaa petumbuhan

20 42 ekonomi dengan pemeataan dalam ati bahwa meskipun usaha memaksimalkan pendapatan pe kapita meupakan sasaan yang tepat, akan tetapi jika pebedaan pendapatan pe kapita anta golongan masyaakat da n anta kawasan sangat menyolok, maka usaha-usaha untuk mempekecil pebedaan pendapatan tesebutlah yang akan mempeoleh pioitas yang lebih tinggi. Pendekatan konfiguasi nomatif menawakan suatu konsep an injection of influential aea. Konsep tesebut didefinisikan sebagai potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan untuk mendoong atau mempengauhi daeah yang sekawasan dengannya guna memacu laju petumbuhan ekonomi yang dapat disetai dengan pemeataan. Bentuk ketekaitan antadaeah dapat juga dipandang sebagai inteaksi yang tejadi dalam suatu kawasan yang mampu mendeteksi aah dan oientasi suatu pegeakan sumbedaya, baik yang besifat simetis maupun yang asimetis Model Input-Output Adanya integasi ekonomi yang menyeluuh dan bekesinambungan diantaa semua sekto poduksi meupakan salah satu kunci kebehasilan pembangunan ekonomi. Dalam ekonomi pasa, integasi ekonomi dapat dilihat jelas ketika tejadi inteaksi antaa pelaku ekonomi yang saling jual beli input poduksi. Misalkan podusen okok membutuhkan input tembakau sebagai bahan bakunya untuk itu haus membelinya dai petani tembakau. Adapun petani tembakau jika ingin meningkatkan outputnya sangat membutuhkan pupuk yang dibelinya dai pabik pupuk, sementaa itu pabik pupuk sangat membutuhka n mesin-mesin untuk mempoduksi pupuknya. Begitu seteusnya, sehingga sulit bagi kita untuk menemukan ujung pangkal dai ceita inteaksi ekonomi semacam

21 43 itu. Namun yang pasti, tidak mungkin suatu sekto ekonomi tesebut dapat beke mba ng teus hanya dengan menganda lka n kekuatannya sendii. Salah satu model yang dapat memapakan dengan jelas bagaimana inteaksi antapelaku ekonomi itu tejadi adalah mode l Input-Output yang petama kali dipekenalkan oleh Wassily Leontief pada tahun 930-an, yang kemudian mendapat hadiah Nobel pada tahun 973 (Mille dan Blai, 985). Melalui model I-O (Input-Output) tesebut dapat ditunjukkan sebeapa besa alian ketekaitan anta sekto dalam suatu peekonomian. Input poduksi dai sekto misalkan, meupakan output dai sekto 2, dan sebaliknya input dai sekto 2 meupakan output dai sekto, yang pada akhinya ketekaitan anta sekto akan menyebabkan keseimbangan antaa penawaan dan pemintaan dalam peekonomian tesebut. Dai hubungan ekonomi yang sedehana ini jelaslah kelihatan pengauh yang besifat timbal balik antaa dua sekto tesebut, hubungan inilah yang dikatakan hubungan I-O. Model expot-base mampu menguku sejauh mana pe uba han pod uk lokal tejadi dengan adanya vaiasi pada pemintaan intenal, sedangkan analisis Input-Output mampu mengestimasi dampak dai peningkatan pemintaan pada suatu sekto tetentu tehadap output masing-masing sekto dalam ekonomi lokal, dan tehadap total output. Secaa sedehana, model expot-base meupakan suatu mod el Input-Output dengan 2 sekto. Kemudian dengan menggunakan model Wassily Leontief mengenai ketekaitan sektoal, analisis Input-Output dapat digunakan dalam mempekiakan dampak yang muncul kaena adanya peningkatan pemintaan pada suatu sekto tetentu tehadap keseluuhan ekonomi lok al. Analisis Input-Output melibatkan suatu matiks dengan dimensi n x n.

22 44 Dalam matiks ini tecatat seluuh penjualan (bais) dan pembayaan (kolom) yang dilakukan selama satu tahun anta n sekto poduk lokal atau dengan kata lain, aus baang anta bebagai sekto. Matiks tesebut dilengkapi dengan kelompok kolom dan bais lainnya. Kolom tesebut mencatat penjualan masingmasing sekto untuk pemintaan akhi (konsumsi publik dan individu, investasi dan ekspo), sedangkan pada bais tecatat seluuh pembayaan bagi fakto poduksi, tenaga keja, kapital dan pembayaan dai lua wilayah (Capello, 2007). Dalam mode l I-O pengauh inteaksi ekonomi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu: () pengauh langsung, (2) pengauh tidak langsung, dan (3) pengauh total. Pengauh langsung atau diect effect meupaka n pengauh yang secaa langsung diasakan oleh suatu sekto yang outputnya digunakan sebagai input dai poduksi sekto yang besangkutan. Misalkan kenaikan poduksi pakaian akan menyebabkan betambahnya pemintaan input kain, kancing dan benang, yang meupakan input langsung digunakan dalam poduksi pakaian. Sementaa pengauh tidak langsung atau indiect effect menunjukkan pengauh tidak langs ung yang diasakan oleh suatu sekto yang output-nya tidak digunakan sebagai input dai sekto yang besangkutan. Misalkan kenaikan poduksi pakaian dapat menyebabkan pula kenaikan pemintaan jasa-jasa tanspotasi untuk mengangkut hasil poduksinya ke pasa, dimana jasa tanspotasi disini bukan meupakan input langsung untuk mempoduksi pakaian. Selanjutnya pengauh total atau total effect adalah pengauh secaa keseluuhan dalam peekonomian dimana sekto yang besangkutan beada. Misalkan dalam dua contoh di atas yang dimaksud pengauh total adalah penjumlahan dai pengauh langsung dengan tidak langsung dai poduksi pakaian dalam peekonomian.

23 45 Bedasakan ketiga pengauh di atas, dengan model I-O kita dapat menelusui kemana saja output dai suatu sekto itu didistibusikan dan input apa saja yang digunakan oleh sekto tesebut. Dengan memodifikasi model I-O West (995) kita dapat membentuk alu distibusi tebentuknya suatu model I-O secaa sedehana, sepeti yang disajikan dalam Gamba 5. Teknologi Pemintaan Akhi Lainnya Pemintaan Antaa Pemintaan Akhi Total Pemintaan Konsumen Rumahtangga Input Pime Lainnya Tenaga Keja Sumbe: West (995) Gamba 5. Model Sedehana Input-Output Output dai suatu sekto pod uks i ka taka nlah i, akan didistibusikan kepada dua konsumen. Petama, konsumen yang menggunakan output tesebut sebagai input untuk poses poduksi lanjutan, tentunya konsumen disini disebut podusen. Kedua, konsumen yang menggunakan output tesebut untuk dikonsumsi langsung, dimana dalam mode l I-O yang tegolong sebagai konsumen akhi ini adalah umahtangga, pemeintah, swasta (investasi) dan konsumen lua negei (ekspo). Bagi konsumen petama, output sekto i tesebut meupaka n input

24 46 antaa (intemediate input) dalam poses poduksinya sedangkan pada konsumen kedua, outputnya meupakan pemintaan akhi (final demand). Dalam kaitannya dengan input, dapat telihat jelas adanya pepindahan baang antasekto. Selain itu dapat juga distibusi input antaa tesebut dai sekto i ke sekto i itu sendii, yang disebut pepindahan intasekto. Namun demikian, input yang digunakan dalam suatu poses poduksi bukan hanya beupa input antaa, ada pula input-input lainnya yang digunakan sepeti fakto poduksi tenaga keja, modal, tanah dan lain-lain, dimana semuanya ini digolongkan sebagai input pime. Pada mod el I-O biasanya input pime ini diefleksikan melalui upah dan gaji, suplus usaha, pajak tak langsung dan subsidi. Selain input yang beasal dai dalam negei, ada juga inp ut yang beasal dai lua negei. Kaena itu mode l I-O juga memasukka n komoditi impo dalam distibusi inputnya. Misalkan nilai uang aus baang atau tansaksi dai sekto i ke sekto j kita notasikan ij kemudian total output dai sekto i dinotasikan X i sedangkan total pemintaan akhi dai sekto i adalah Y i, maka dapat dituliskan total output dai sekto i sebagai beikut : Xi = i + i2 + i in + Y... [20] Oleh kaena dalam peekonomian tedapat n sekto poduksi, maka secaa keseluuhan dapat dituliskan total output semua sekto adalah : X = n + Y X 2 = n + Y 2 X n = n + n2 + n nn + Y n...[2] Dalam bentuk umum pesamaan [2] dapat ditulis sebagai beikut :

25 47 n j= + Y = X ij i i untuk i =, 2,3,n... [22] Dimana Z ij adalah tansaksi dai sekto i ke sekto j, Y i adalah pemintaan akhi dai sekto i, d an X i adalah output dai sekto i. Misalkan dalam suatu peekonomian tedapat tiga sekto poduksi saja yaitu sekto, sekto 2 dan sekto 3, ini beati bedasakan pesamaan [22] di atas kita dapat membuat suatu keangka dasa tabel I-O sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 6. Input Tabel 6. Keangka Dasa Tabel Input-Output Tiga Sekto Sekto Poduksi Output Sekto Poduksi 2 3 Pemintaan Akhi Total Output 2 3 Y X Y2 X2 3 Input Pime V V V2 V3 Total Input X X X2 X3 Sumbe : Mille dan Blai (985) Y3 X3 Bila dilihat secaa hoisontal (bais), setiap isi sel total output menunjukkan bagaimana output suatu sekto itu dialokasikan, sebagian untuk memenuhi pemintaan antaa (intemediate input) pada sekto poduksi dan sebagian lagi untuk memenuhi pemintaan akhi (final demand) yang tedii atas pemintaan untuk konsumsi umahtangga (C), pemeintah (G), investasi (I) dan ekspo (X). Misalkan untuk bais petama pada sekto poduksi, kita dapat membacanya secaa hoisontal bahwa besanya output sekto poduksi adalah X dimana dai total output tesebut sebagian dialokasikan untuk memenuhi input antaa pada sekto sebesa, sekto 2 sebesa 2 dan sekto 3 sebesa 3,

26 48 selain itu sebagian juga untuk memenuhi pemintaan akhi sebesa Y, demikian pula untuk bais-bais lainnya dibaca demikian. Secaa keseluuhan distibusi output tesebut dapat dituliskan dalam bentuk pesamaan aljaba sebagai beikut : Y = X Y 2 = X Y 3 = X 3... [23] Secaa umum pesamaan-pesamaan di atas dapat dituliskan kembali menjadi : 3 j= + Y = X ij i i untuk i =, 2,3... [24] dimana, ij adalah banyaknya output sekto i yang dialoka sikan sebaga i input antaa pada sekto j, sedangkan Y i adalah jumlah pemintaan akhi tehadap sekto i. Sedangkan isi sel menuut gais vetikal (kolom) menggambakan distibusi pemakaian input antaa dan input pime pada suatu sekto poduksi. Sebagai contoh total input X jika dibaca secaa kolom menunjukkan bahwa jumlah input yang digunakan oleh sekto poduksi adalah sebanyak X yang tedii atas pemakaian input dai sekto sebesa, sekto 2 sebesa 2 dan sekto 3 sebesa 3 seta pemakaian input pime sebesa V. Semua distibusi input ini dapat juga dibuat dalam bentuk pesamaan aljaba sebagai beikut : V = X V 2 = X V 3 = X 3... [25] atau secaa umum pesamaan-pesamaan di atas diubah menjadi :

27 49 3 i= + V = X ij j j untuk j =, 2,3... [26] dimana, ij adalah banyaknya input antaa yang beasal dai sekto i yang digunakan oleh sekto j, sedangkan V j menunjukkan jumlah input pime yang digunakan oleh sekto j. Dai pesamaan [26] kita dapat mengintoduksikan suatu koefisien input teknik aij dengan umus : ij a ij =... [27] X j Koe fisien a ij ini dapat ditejemahkan sebagai jumlah input sekto i yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sekto j, untuk jumlah sekto sebanyak n selu uh koe fisien input a ij dapat dinyatakan dalam sebuah matiks A sebagai beikut : a a 2 A = a n a a a 2 22 n2 an a 2n a nn... [28] Matiks A seing disebut matiks koe fisien input atau matiks teknologi. Selanjutnya, kaena pesamaan [27] dapat diubah menjadi ij = a ij X j, seta dengan ke tentua n ba hwa X j = X i, maka pesamaan [28] dapat ditulis kembali da lam sistem pe samaan beikut ini. X = a X + a 2 X 2 + a 3 X a n X n + Y X 2 = a 2 X + a 22 X 2 + a 23 X a 2n X n + Y 2 X n = a n X + a n2 X 2 + a n3 X a nn X n + Y n... [29] Kemudian, jika sisi kanan dalam pesamaan [29] semuanya dipindahkan ke kii kecuali Y, maka dipeoleh sebuah sistem pesamaan : X - a X - a 2 X 2 - a 3 X a n X n = Y

28 50 X 2 - a 2 X - a 22 X 2 - a 23 X a 2n X n = Y 2 X n - a n X - a n2 X 2 - a n3 X a nn X n = Y n... [30] atau dapat disedehanakan menjadi : ( - a )X - a 2 X 2 - a 3 X a n X n = Y - a 2 X + ( - a 22 )X 2 - a 23 X a 2n X n = Y 2 - a n X - a n2 X 2 - a n3 X ( - a nn )X n = Y n... [3] Sistem pesamaan [3] dapat dituliskan dalam notasi matiks yang lebih sedehana lagi sebagai beikut : (I A) X = Y... [32] yang mana I adalah matiks identitas beukuan n x n dan A meupakan matiks koefisien input, sedangkan X dan Y masing-masing menunjukkan vekto kolom matiks output dan pemintaan akhi. Pesamaan matiks [32] dapat kita ubah bentuknya menjadi : X = (I A) - Y... [33] dimana, matiks (I A) - dikenal dengan nama matiks inves Leontief. Kekuatan peamalan model Input-Output adalah teletak pada inves matiks inves Leontif ini, dengan matiks tesebut kita dapat meamalkan peubahan setiap vaiabel eksogen dalam pemintaan akhi, sepeti pengeluaan pemeintah tehadap sistem peekonomian secaa simultan. Matiks inves Leontif (I A) - juga membeikan banyak infomasi tentang dampak ketekaitan antasekto poduksi diantaanya backwad linkage effect (dampak ketekaitan ke belakang) da n fowad linkage effect (dampak ketekaitan ke depan) yang sangat penting untuk melihat peanan suatu sekto poduksi dalam peekonomian daeah, seta untuk menetapkan sekto-sekto utama dalam peencanaan pembangunan daeah dimasa mendatang.

29 5 Tabe l Input-Output tunggal sebagaimana yang telah dijelaskan panjang leba di atas hanya mempelihatkan stuktu tansaksi dai bebeapa industi yang bebeda dalam satu wilayah. Tabel ini tidak dapat menunjukkan stuktu tansaksi antaa industi-industi dai satu wilayah de ngan wilayah lainnya, oleh kaena itu untuk menjelaska n stuktu tansaksi bebe apa industi pada dua wilayah dipelukan tabel yang mampu menunjukkan tansaksi ekonomi pe wilayah dan pe industi, yang mana hal ini tidak mampu diako mod i oleh tabe l I-O wilayah tunggal. Seandainya ketekaitan ekonomi antaa dua wilayah ingin disajikan dalam mod el I-O maka yang elevan digunaka n ada lah I-O anta wilayah, yang dike nal dengan nama Mode l Cheney-Moses dibangun dengan pesamaan dasa goss output sebagai beikut (Naaa, 997): X Q k = n n QR Ck R= l= a R kl X R l + Y R k... [34] Dimana X menunjukkan goss output, Y adalah final demand, a menunjukkan matiks koefisien input, subskip Q dan R masing-masing menunjukkan wilayah R da n Q, sedangkan sub skip k dan l menunjukkan komoditi k dan l. Memahami apa yang dimaksud dengan tabel I-O anta wilayah, ada ba iknya meliha t sebuah contoh pada suatu negaa yang tedii atas dua wilayah saja, yaitu wilayah A dan B seta jumlah industi sebanyak n maka bentuk dasa tabe l I-O anta wilayah dapat dilihat pada Tabel 7. Notasi-notasi matiks yang ditunjukkan pada Tabel 7, dipe oleh bebeapa infomasi penting mengenai ketekaitan anta industi dan anta wilayah. Petama, not asi AA Z ij atau BB Z ij meupakan suatu petunjuk adanya ketekaitan antaa

30 52 industi i de ngan industi j dalam satu wilayah A atau B. Ketekaitan ini diistilahkan sebagai anta ind usti dan anta wilayah, dalam hal ini sebenanya ada juga inta industi dan inta wilayah yang dinotasika n BB Z atau Z. AA ii ii Tabel 7. Keangka Dasa Tabel Input-Output Anta Wilayah Output Industi Pemintaan Akhi Wilayah A Wilayah B Total Output Wilayah A Wilayah B Input,... j,..., n,... j,.., n Wilayah A : : : : : :... AA Z ij... AB Z ij... AA F... i AB F i j : : : : : : : : : : : n : : : : : Wilayah B : : : : : : : : : : :... BA Z ij... BB Z ij... BA F... i BB F i j : : : : : : : : : : : n : : : : : Nilai Tambah... A B V j... V j Total Input X A j X B j Sumbe : Bio Neaca Poduksi dan Bio Neaca Konsumsi (999 a ) A X i B X i Kedua, notasi AB Z ij atau BA Z ij membei petunjuk adanya ketekaitan antaa industi i di wilaya h A de ngan ind usti j di wilayah B atau ketekaitan antaa industi i di wilayah B dengan industi j di wilayah A. Dapat dikatakan tejadi anta industi dan anta wilayah. Disini ada juga ketekaitan yang besifat inta industi dan inta wilayah atau dinotasikan sebagai BA Z atau Z. AB ii ii

31 53 Ketiga, notasi BB F atau F menunjukkan pemintaan akhi untuk AA i i komponen i yang beasal dai wilayah A sendii atau wilayah B sendii dengan kata lain komponen pemintaan akhi i tejadi pada kondisi dalam wilayah sendii. Keempat, notasi BA F atau F mempunyai makna bahwa pemintaan AB i i akhi untuk komponen i pada wilayah A yang beasal dai wilayah B, atau pemintaan akhi komponen i pada wilayah B yang beasal dai A. Dengan kata lain ada pemintaan akhi yang timbul kaena tejadinya hubungan anta wilayah. Tabel 8. Matiks Tansaksi anta wilayah Tiga Sekto Input Output A B Pemintaan Akhi Total Output AA AA 2 AA 3 AB AB 2 AB 3 AA F AB F A X A 2 AA 2 AA 22 AA 23 AB 2 AB 22 AB 23 AA F 2 AB F 2 A X 2 3 AA 3 AA 32 AA 33 AB 3 AB 32 AB 33 AA F 3 AB F 3 A X 3 BA BA 2 BA 3 BB BB 2 BB 3 BB F BA F B X B 2 BA 2 BA 22 BA 23 BB 2 BB 22 BB 23 BB F 2 BA F 2 B X 2 3 BA 3 BA 32 BA 33 BB 3 BB 32 BB 33 BB F 3 BA F 3 B X 3 Input Pime A V A V 2 A V 3 B V B V 2 B V 3 Total Input A X A X 2 A X 3 B X B X 2 B X 3 Sumbe : Bio Neaca Poduksi dan Bio Neaca Konsumsi (999 b ) Jika diasumsikan hanya ada tiga industi saja pada masing-masing wilayah, maka bentuk tabel tansaksi yang dapat dibuat untuk model I-O anta wilayah tesebut adalah sepeti yang telihat pada Tabel 8, dengan infomasi yang dapat dibeikan sebagai beikut, untuk industi wilayah A jika dibaca secaa hoisontal menunjukkan dai total output industi yang dihasilkan oleh wilayah A sebesa A X yang didistibusika n untuk memenuhi pemint aan antaa industi

32 54 AA di wilayah A adalah sebesa di wilayah A sebesa AA 3 wilayah B sebesa AB 2, industi 2 di wilayah A sebesa AA, industi 3 2, industi di wilayah B sebesa AB, industi 2 di, dan industi 3 di wilayah B sebesa AB 3. Seta unt uk memenuhi pemintaan akhi pada wilayah A sebesa AA F dan pemintaan akhi pada wilayah B sebesa AB F. Sementaa jika dibaca secaa vetikal adalah untuk menghasilkan output industi pada wilayah A sebanyak A X dibutuhkan input antaa yang beasal dai industi yang dihasilkan oleh wilayah A itu sendii sebanyak AA, industi 2 dai wilayah A seba nyak AA, industi tiga dai wilayah A sebanyak 2 AA 3, industi dai wilayah B sebanyak BA, industi 2 dai wilayah B sebanyak BA dan 2 industi 3 dai wilayah B sebanyak BA 3, sedangkan input pime yang beasal dai wilayah A seba nyak A V. Sejauh ini tedapat dua tipe mode l I-O yang bedimensi anta uang, yaitu: () model Input-Output anta daeah atau anta wilayah, dan (2) model Input- Output banyak wilayah (multiegion). Model Input-Output anta wilayah (IOIR), yang juga dike nal dengan model ideal muninya Isad, dianggap sebagai model yang paling kompehensif dan sistematis kaena model ini meupakan pengembangan konsep I-O yang mengintegasikan unsu uang secaa simpel dan elegan. Meskipun demikian model IOIR mempunyai dua masalah yang seius. Petama, bekaitan dengan ketatnya asumsi yang menyatakan bahwa suatu komoditi yang dipoduksi di suatu daeah secaa teknis bebeda dengan komoditi sama yang dihasilkan oleh daeah lainnya. Misalnya, batako yang dipoduksi di Jawa bebeda dengan batako yang dipoduksi di Sulawesi, sehingga tidak ada

33 55 substitusi diantaa keduanya. Asumsi ini telalu kaku dan tidak ealistis sebab bagi konsumen batako tetap saja batako dimanapun baang itu dipoduksi. Kedua, bekaitan dengan peneapan model IOIR, untuk mempeoleh estimasi nilai koefisien input dipelukan data aus pedagangan menuut daeah asal dan daeah tujuan seta menuut sekto poduksi dan sekto konsumsi. Data sepeti ini biasanya tidak tesedia ba hka n di negaa ya ng statistiknya suda h maju sekalipun dan untuk mempeolehnya dipelukan suvei yang akan membutuhkan biaya, tenaga dan wakt u yang ba nyak. Hal-hal inilah yang menyebabka n sangat sedikit negaa yang suda h menyusun tabel IOIR (Muchdie, 999) Ketekaitan Model Input-Output Leontief dengan Model Makoekonomi Pada tahun 932 Leontief memulai poyeknya membangun table Input- Output untuk Negaa Ameika Seikat yang meujuk kepada model economique tablo dai Fancois Quesnay seoang ahli ekonomi Pancis pada abad kedelapa n. Fancois Quesnay telah menggunakan model tesebut untuk menganalisis bagaimana peubahan yang meningkat pada pengeluaan belanja baang mewah dapat mempengauhi poduk besih dan distibusi pendapatan antaa kelas-ke las social. Dalam hal yang seupa Leontief menggunakan skema teoitis dan table tesebut untuk menunjukkan bagaimana haga dan kuantitas akan beeaksi tehadap peubahan paamete poduktivitas industi dan tabungan. Tabel tesebut pada dasanya digunakan untuk menggambakan hubungan teoitis mengenai pengetian saling ke tegantungan anta sekto (Kohli,2003). Model I-O pada dasanya meupakan penyedehanaan dai keseimbangan umum (geneal equilibium) yang dike muka n Leon Walas. O leh Leont ief pesamaan umit dai teoi keseimbangan umum tesebut disedehanakan sehingga

34 56 menjadi model yang memungkinkan untuk diteapkan secaa empiis (Yusuf dan Tajein, 2008). Petama kali Leontief mempekenalkan model I-O dengan menyusunnya dalam stuktu table yang bebentuk matiks yang beisikan dafta sekto ekonomi dengan uutan sama yang disusun secaa vetikal (ko lom) da n hoiontal (bais). Bais pada output suatu sekto menunjukkan bagaimana output suatu sekto dialokasikan. Sedangkan kolom pada input menunjukkkan pola penggunaan input suatu sekto dalam memposes suatu poduksi (Gafield, 986). Konsep dasa yang dikembangkan oleh Leontief adalah : () stuktu peekonomian tesusun dai bebagai secto (industi) yang satu sama lainnya beinteaksi melalui tansaksi jual beli, (2) output suatu sekto dijual kepada sekto-sekto lainnya dan untuk memenuhi pemintaan akhi, (3) input suatu sekto dibeli dai sekto-sekto lainnya, dan umahtangga (dalam bentuk jasa tenaga keja), pemeintah (misalnya pembayaan pajak tidak langsung), penyusutan, suplus usaha seta impo, (4) hubungan input dengan output besyaat linie, (5) dalam suatu kuun waktu analisis (biasanya satu tahun) total input sama dengan total output, (6) suatu sekto tedii dai satu atau bebeapa peusahaan da n output tesebut dipod uks ika n oleh satu teknologi (Richadson, 972; Isad et al, 998). Menuut Dondolov (20) model Input-Output meupaka n alat yang penting digunakan untuk melakukan suatu analisis dan poyeksi. Keangka dasa da i Input-Output meupakan basis dai model makoekonomi, yang dapat menunjukka n ba gaimana peuba han-peubahan dai pemintaan akhi atau GNP suatu sekto mempengauhi sebuah peekonomian. Namun demikian pelu diingat

35 57 bahwa penggunaan model standa Leontief untuk mengevaluasi GNP sangatlah kompleks dan umit kaena melibatkan banyak sekto. Leontief pada dasanya mengakui bahwa intevensi pemeintah melalui kebijakan fiskal dapat digunakan untuk melindungi peekonomian dai be ncana esesi (Scalett, 2008). Pengakuannya ini secaa eksplisit ditunjukkan pada model Input-Output yang dikembangkannya, dimana kebijakan fiscal menjadi salah satu fakto stimulus peekonomian besama dengan vaiable-vaiabel makoekonomi lainnya yang dituangkan dalam pemintaan akhi. Oleh kaena bepandangan sepeti ini akhinya ahli sejaah ekonomi menempatkan Leontief sebagai pengikut Keynes. Model I-O Leontief menyatakan bahwa bila tejadi kenaikan komponen pemintaan akhi maka secaa otomatis akan menggeakkan seluuh sekto ekonomi melalui poses pengganda ekonomi (multiplie). Satu upiah atau satu juta upiah yang dikeluakan oleh satu umahtangga akan bedampak menciptakan poduksi baang dan jasa yang tekait dengan pengeluaan umahtangga tesebut. Pada sisi lain, teoi makoekonomi Keynes menyatakan bahwa bila pemintaan efektif meningkat maka melalui poses multiplie ekonomi dipeoleh petambahan pendapatan bau dan otomatis peekonomian daeah akan meningkat tetapi tingkat haga tidak mengalami peubahan. Dalam paktek mungkin saja tingkat haga beubah, naik telebih dahulu kemudian kembali tuun sepeti semula. Peubahan ini ditunjukkan dalam bentuk kuva pemintaan dan penyediaan. Dondokov (20) secaa matematis dapat menunjukkan bagaimana ketekaitan model I-O Leontief dengan keseimbangan umum Keynes. Dimulai

36 58 dengan mempelihatkan pesamaan standa dai keseimbangan umum Keynes sebagai beikut : C + S + T = Y = C + I + G + NE [35] dimana C, S, T, I, G, NE adalah indekss skala dai konsumsi umahtangga, tabungan umahtangga, total pajak, total investasi, pengeluaan pemeintah dan ekspo besih. Pesamaan sebelah kii adalah penawaan total, sedangkan sebelah kanan adalah pemintaan total. Multiplie Keynes dapat dituliskan : ΔY = ΔG + c*δg + c 2 ΔG + c 3 ΔG + = ΔG*k... [36] dimana ΔY adalah petumbuhan pendapatan nasional (total pemintaan akhi), ΔG adalah peuba han pe ngeluaan p emein ah, t c = ΔC/ΔY adalah maginal popensity to consume, Δ C adalah petumbuhan konsumsi umahtangga, dan yang teakhi k = /(-c) menunjukkan multiplie Keynes. be ikut : Sekaang pehatikan pesamaan standa dai model Input-Output sebagai A + W = X = A + Y... [37] dimana A adalah total poduk intemediate, W adalah total value added (total pendapatan), Y adalah total pemintaan akhi, dan X adalah goss output. Pesamaan sebelah kii menunjukkan penawaan agegat, sedang sebelah kanan menunjukkan pemintaan agegat. Apabila pendapatan W total sama dengan jumlah pengeluaan: konsumsi umahtangga, tabungan umah tangga dan jumlah total pajak, maka kita dapat

Fiskal vs Moneter Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif?

Fiskal vs Moneter Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif? Fiskal vs Monete Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif? Oleh : Pemeintah bau saja mengumumkan encana peubahan defisit PN 2009 dai 1,0% tehadap PD menjadi 2,5% tehadap PD. Pada kesempatan yang sama Pemeintah

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM AZHAR, SYARIFAH LIES FUAIDAH DAN M. NASIR ABDUSSAMAD Juusan Sosial Ekonomi Petanian, Fakultas Petanian Univesitas Syiah Kuala -

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode meupakan caa keja yang digunakan untuk memahami, mengeti, segala sesuatu yang behubungan dengan penelitian aga tujuan yang dihaapkan dapat tecapai. Sesuai

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan BAB II METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Bentuk penelitian yang dipegunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian koelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan umus

Lebih terperinci

Contoh Proposal Skripsi Makalahmudah.blogspot.com

Contoh Proposal Skripsi Makalahmudah.blogspot.com BAB I PENDAHULUAN.. Lata Belakang Masalah Peanan pemasaan dalam kebehasilan peusahaan telah diakui di kalangan pengusaha untuk mempetahankan kebeadaanya dalam mengembangkan usaha dan mendapatkan keuntungan.

Lebih terperinci

The Production Process and Cost (I)

The Production Process and Cost (I) The Poduction Pocess and Cost (I) Yang dimaksud dengan Input (Kobanan) misalnya Mesin sebagai Kapital (Capital) dan Tenaga Keja sebagai Labou (L), sedangkan Q = Tingkat Output (Poduksi) yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Keangka Pemikian Konseptual Setiap oganisasi apapun jenisnya baik oganisasi non pofit maupun oganisasi yang mencai keuntungan memiliki visi dan misi yang menjadi uh dalam setiap

Lebih terperinci

Hubungan Layanan Informasi Dengan Kreativitas Belajar Siswa

Hubungan Layanan Informasi Dengan Kreativitas Belajar Siswa Hubungan Layanan Infomasi Dengan Keativitas Belaja Siswa Si Rahayu (090154) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Vetean Semaang ABSTRAK Keativitas meupakan bakat yang secaa potensial dimiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN METODE BASIS DAN SHIFT-SHARE DALAM MENGATASI TINGKAT DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS PENERAPAN METODE BASIS DAN SHIFT-SHARE DALAM MENGATASI TINGKAT DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAWA TENGAH ANALISIS PENERAPAN METODE BASIS DAN SHIFT-SHARE DALAM MENGATASI TINGKAT DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Uma Chadhiq, Ismiyatun dan Nanang Yusoni Univesitas Wahid Hasyim Semaang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY ISSN 085-05 Junal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 0(): 6 -, 04 HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY Dedek Suhendo dan Kistian Juusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis dan Lokasi Penelitian 3.. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekspeimen semu (quasi ekspeimental eseach, kaena penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB PENDAHULUAN Lata Belakang Pada zaman moden sepeti saat sekaang ini, enegi listik meupakan kebutuhan pime bagi manusia, baik masyaakat yang tinggal di pekotaan maupun masyaakat yang tinggal di pedesaan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Marketing Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Sepeda Motor

Analisis Pengaruh Marketing Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Sepeda Motor 34 Analisis Pengauh Maketing Mix Tehadap Kepuasan Konsumen Sepeda Moto Ti Wahyudi 1), Yopa Eka Pawatya 2) 1,2) Pogam Studi Teknik Industi Juusan Teknik Elekto Fakultas Teknik Univesitas Tanjungpua. e-mail

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui kontribusi motivasi dan minat bekerja di industri

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui kontribusi motivasi dan minat bekerja di industri BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Bedasakan pemasalahan, maka penelitian ini temasuk penelitian koelasional yang besifat deskiptif, kaena tujuan utama dai penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Pengetian Pestasi Belaja Pestasi belaja meupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dai lua dii seseoang mahasiswa yang sedang belaja, pestasi belaja tidak dapat diketahui

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena 35 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskiptif. Kaena penelitian ini mengkaji tentang Pengauh Kontol Dii dan Lingkungan Keluaga Tehadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Variabel Penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Variabel Penelitian, BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguaikan mengenai Identifikasi Vaiabel Penelitian, Definisi Vaiabel Penelitian, Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek 9 BAB III METODE PEELITIA A. Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Haga Tahanan Jenis Teoi yang mendasai metode tahanan jenis atau metode geolistik adalah hukum Ohm [7] yang mempunyai pesamaan : V I = (2.) R Dengan V menyatakan tegangan (volt),

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL

KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL 6/1/21 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHI, SE., MM DEFINISI Kebijakan dengan mengatu jumlah uang beeda. Instumen kebijakan monete: Open Maket Opeation Melalui suat behaga milik

Lebih terperinci

BAB 17. POTENSIAL LISTRIK

BAB 17. POTENSIAL LISTRIK DFTR ISI DFTR ISI... 7. POTENSIL LISTRIK... 7. Potensial dan eda Potensial... 7. Dipole Listik...6 7.3 Kapasitansi Listik...9 7.4 Dielektikum... 7.5 Penyimpanan Enegi Listik...5 7.6 Pealatan : Tabung Sina

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Teoritis

BAB II Tinjauan Teoritis BAB II Tinjauan Teoitis BAB II Tinjauan Teoitis 2.1 Antena Mikostip 2.1.1 Kaakteistik Dasa Antena mikostip tedii dai suatu lapisan logam yang sangat tipis ( t

Lebih terperinci

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi.

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. KORELASI Tedapat tiga macam bentuk hubungan anta vaiabel, yaitu hubungan simetis, hubungan sebab akibat (kausal) dan hubungan Inteaktif (saling mempengauhi). Untuk mencai hubungan antaa dua vaiabel atau

Lebih terperinci

BAB XII ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) APA SIH?

BAB XII ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) APA SIH? BAB XII ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS) APA SIH? KONSEP DASAR Path analysis meupakan salah satu alat analisis yang dikembangkan oleh Sewall Wight (Dillon and Goldstein, 1984 1 ). Wight mengembangkan metode

Lebih terperinci

Analisis Numerik Ragam pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Interaksi Dinamis Struktur dengan Udara ABSTRAK

Analisis Numerik Ragam pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Interaksi Dinamis Struktur dengan Udara ABSTRAK Volume 6, Nomo 1, Pebuai 2009 Junal APLIKASI Analisis Numeik pada Pelat Utuh dan Retak: Studi Inteaksi Dinamis Stuktu dengan Udaa Agung Budipiyanto Pogam Diploma Teknik Sipil FTSP ITS email: agungbp@ce.its.ac.id

Lebih terperinci

Gambar 4.3. Gambar 44

Gambar 4.3. Gambar 44 1 BAB HUKUM NEWTON TENTANG GERAK Pada bab kita telah membahas sifat-sifat geak yang behubungan dengan kecepatan dan peceaptan benda. Pembahasan pada Bab tesesbut menjawab petanyaan Bagaimana sebuah benda

Lebih terperinci

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER BAB II MDAN ISTRIK DI SKITAR KONDUKTOR SIINDR II. 1 Hukum Coulomb Chales Augustin Coulomb (1736-1806), adalah oang yang petama kali yang melakukan pecobaan tentang muatan listik statis. Dai hasil pecobaannya,

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK ANTARA KONSUMSI DAN TABUNGAN DALAM WAKTU KONTINU

ANALISIS DINAMIK ANTARA KONSUMSI DAN TABUNGAN DALAM WAKTU KONTINU Posiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 ANALISIS DINAMIK ANTARA KONSUMSI DAN TABUNGAN DALAM WAKTU KONTINU 1 Lian Apianna, 2 Sudawanto, dan 3 Vea Maya Santi Juusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian meupakan sesuatu yang menjadi pehatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaan dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA)

ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA) ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA) Da.Heny Mahmudah Dosen unisla ABSTRAK Pada hakekatnya suatu peusahaan didiikan untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Asosiatif dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Asosiatif dengan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Deskiptif Asosiatif dengan pendekatan ex post facto. Metode deskiptif dapat diatikan sebagai penelitian yang

Lebih terperinci

BAB. III METODE PENELITIAN. A.Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB. III METODE PENELITIAN. A.Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB. III METODE PEELITIA A.Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

HUKUM COULOMB Muatan Listrik Gaya Coulomb untuk 2 Muatan Gaya Coulomb untuk > 2 Muatan Medan Listrik untuk Muatan Titik

HUKUM COULOMB Muatan Listrik Gaya Coulomb untuk 2 Muatan Gaya Coulomb untuk > 2 Muatan Medan Listrik untuk Muatan Titik HKM CMB Muatan istik Gaya Coulomb untuk Muatan Gaya Coulomb untuk > Muatan Medan istik untuk Muatan Titik FISIKA A Semeste Genap 6/7 Pogam Studi S Teknik Telekomunikasi nivesitas Telkom M A T A N Pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini betujuan untuk mendeskipsikan dan menganalisis pengauh evaluasi dii dan pengembangan pofesi tehadap kompetensi pedadogik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB III METODE PEELITIA A. Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

HAND OUT STATISTIK NON PARAMETRIK

HAND OUT STATISTIK NON PARAMETRIK HAND OUT STATISTIK NON PARAMETRIK KASUS (k) SAMPEL BERHUBUNGAN Oleh : Aief Sudajat, S. Ant, M.Si PRODI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 006 KASUS (k) SAMPEL BERHUBUNGAN Pada bagian

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA

TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA TRANSFER MOMENTUM TINJAUAN MIKROSKOPIK GERAKAN FLUIDA Hingga sejauh ini kita sudah mempelajai tentang momentum, gaya-gaya pada fluida statik, dan ihwal fluida begeak dalam hal neaca massa dan neaca enegi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai uaian dan analisis data-data yang dipeoleh dai data pime dan sekunde penelitian. Data pime penelitian ini adalah hasil kuesione yang disebakan kepada

Lebih terperinci

1 ANGKET PERSEPSI SISWA TERH

1 ANGKET PERSEPSI SISWA TERH 48 Lampian ANGKET PERSEPSI SISWA TERHADAP PERANAN ORANG TUA DAN MINAT BELAJAR DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 8 MEDAN Nama : Kelas : A. Petunjuk Pengisian. Bacalah

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH SINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) 3.1 Sejarah Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia

BAB 3 SEJARAH SINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) 3.1 Sejarah Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia BAB 3 SEJARAH SINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) 3.1 Sejaah Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia Adapun sejaah Badan Pusat Statistik di Indonesia tejadi empat masa pemeintahan di Indonesia, antaa

Lebih terperinci

BAB PENERAPAN HUKUM-HUKUM NEWTON

BAB PENERAPAN HUKUM-HUKUM NEWTON 1 BAB PENERAPAN HUKUM-HUKUM NEWTON Sebelumnya telah dipelajai tentang hukum Newton: hukum I tentang kelembaban benda, yang dinyatakan oleh pesamaan F = 0; hukum II tentang hubungan gaya dan geak, yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pendahuluan Bedasakan tujuan penelitian ini, yaitu mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen listik moto yang akan diganti bedasakan Renewing Fee Replacement Waanty dua dimensi,

Lebih terperinci

S T A T I S T I K A OLEH : WIJAYA

S T A T I S T I K A OLEH : WIJAYA S T A T I S T I K A OLEH : WIJAYA email : zeamays_hibida@yahoo.com FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 009 ANALISIS KORELASI 1. Koefisien Koelasi Peason Koefisien Koelasi Moment

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Perambatan Bunyi di Luar Ruangan

TINJAUAN PUSTAKA A. Perambatan Bunyi di Luar Ruangan Kebisingan yang belebihan akan sangat bepengauh tehadap indea pendengaan. Seseoang yang telalu seing beada pada kawasan dengan kebisingan yang tinggi setiap hainya dapat mengalami gangguan pendengaan sementaa

Lebih terperinci

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap Vol. 3, No., 7-79, Januai 7 Model Matematika Sistem Pesediaan (Q, R) Yang Tekait Dengan Mutu Baang Dan Infomasi Pemintaan Lengkap Agus Sukmana Abstact This pape deals with an inventoy model fo continuous

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI nomor 10 Tahun 1998:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI nomor 10 Tahun 1998: BAB II KAJIA PUSTAKA. Pengetian Bank Menuut Undang-Undang RI nomo 7 Tahun 99 tentang pebankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI nomo 0 Tahun 998: bank adalah: Bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 016 PM -7 Hubungan Fasilitas, Kemandiian, dan Kecemasan Belaja tehadap Pestasi Belaja Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP di Kecamatan Puing Tahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskiptif, suatu metode penelitian yang ditujukan untuk untuk menggambakan fenomenafenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan asosiatif simetris, yaitu hubungan yang bersifat sebab-akibat yang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan asosiatif simetris, yaitu hubungan yang bersifat sebab-akibat yang 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif pendekatan asosiatif simetis, yaitu hubungan yang besifat sebab-akibat

Lebih terperinci

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu).

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu). 7.3. Tansmisi Suaa Melalui Celah 7.3.1. Integal Kichhoff Cukup akses yang bebeda untuk tik-tik difaksi disediakan oleh difaksi yang tepisahkan dapat dituunkan dai teoema Geen dalam analisis vekto. Hal

Lebih terperinci

Pengaturan Footprint Antena Ground Penetrating Radar Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole

Pengaturan Footprint Antena Ground Penetrating Radar Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole Pengatuan Footpint Antena Gound Penetating Rada Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole Ande Eka Saputa (1324243) Jalu Pilihan Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elekto dan Infomatika Institut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian meupakan stategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang dipelukan, guna menjawab pesoalan yang dihadapi. Metode

Lebih terperinci

EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT. Abstrak

EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT. Abstrak EVALUASI DANA PENSIUN DENGAN METODE BENEFIT PRORATE CONSTANT PERCENT Sudianto Manullang Yasifati Hia Abstak Pengelolaan dana pensiun dapat menentukan dan mendoong peningkatan poduktivitas angkatan keja.

Lebih terperinci

BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK

BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK 1 BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK 4.1 Hukum Coulomb Dua muatan listik yang sejenis tolak-menolak dan tidak sejenis taik menaik. Ini beati bahwa antaa dua muatan tejadi gaya listik. Bagaimanakah pengauh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan verifikatif.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan verifikatif. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskiptif dan veifikatif. Menuut Sugiyono (005: 13), penelitian deskiptif adalah jenis penelitian yang menggambakan

Lebih terperinci

PERKIRAAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK PENINGKATAN JARINGAN DAERAH RAWA BERDASARKAN PERKIRAAN BIAYA DAN LUAS AREAL LAYANAN IRIGASI

PERKIRAAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK PENINGKATAN JARINGAN DAERAH RAWA BERDASARKAN PERKIRAAN BIAYA DAN LUAS AREAL LAYANAN IRIGASI Junal Teknik Sipil ISSN 30-053 Pogam Pascasajana Univesitas Syiah Kuala Pages pp. 4-35 PERKIRAAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK PENINGKATAN JARINGAN DAERAH RAWA BERDASARKAN PERKIRAAN BIAYA DAN LUAS AREAL LAYANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN. Data Identitas Responden Fekuensi identitas esponden dalam penelitian ini tedii dai jenis kelamin dan pendidikan guu yang dapat dijelaskan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH CONTRACTING CONTINYU SEBUAH PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM MENINGKATKAN SELF AWARNES

PENGARUH CONTRACTING CONTINYU SEBUAH PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM MENINGKATKAN SELF AWARNES Posiding Konfeda dan Semina Nasional BK PD ABKIN Sulawesi Selatan Optimalisasi Pean Pendidik Dalam Membangun Kaakte Bangsa Di Ea MEA 30 Makassa, 4-5 Maet 017 PENGARUH CONTRACTING CONTINU SEBUAH PENDEKATAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di madasah Aliyah Negei (MAN) Model Medan yang bealamat di Jalan Williem Iskanda No. 7A Keluahan Sidoejo, Kecamatan

Lebih terperinci

PENGARUH KINERJA KEPALA DESA TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI KERJA PERANGKAT DESA. (Studi pada Desa Sumbergede Kec. Sekampung Kab.

PENGARUH KINERJA KEPALA DESA TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI KERJA PERANGKAT DESA. (Studi pada Desa Sumbergede Kec. Sekampung Kab. PENGARUH KINERJA KEPALA DESA TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI KERJA PERANGKAT DESA (Studi pada Desa Sumbegede Kec. Sekampung Kab. Lampung Timu) Wahyu Widodo Dosen Tetap STISIPOL Dhama Wacana Meto ABSTRACT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. ilmiah, apabila penelitian tersebut menggunakan metode atau alat yang tepat. dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.

III. METODE PENELITIAN. ilmiah, apabila penelitian tersebut menggunakan metode atau alat yang tepat. dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. 8 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Suatu penelitian dapat behasil dengan baik dan sesuai dengan posedu ilmiah, apabila penelitian tesebut menggunakan metode atau alat yang tepat. Dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan rencana atau metode yang akan ditempuh

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian merupakan rencana atau metode yang akan ditempuh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian meupakan encana atau metode yang akan ditempuh dalam penelitian, sehingga umusan masalah dan hipotesis yang akan diajukan dapat dijawab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Obyek dan Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih obyek penelitian UD. Usaha Mandii Semaang, yang betempat di Jalan Semaang Indah C-VI No 20. UD. Usaha

Lebih terperinci

VDC Variabel. P in I = 12 R AC

VDC Variabel. P in I = 12 R AC SUDI EBAIKAN OSI DAN EFISIENSI MOO INDUKSI IGA FASA DENGAN MEMEBAIKI FAKO DAYA MOO INDUKSI Muhammad Fahmi Syawali izki, A.achman Hasibuan Konsentasi eknik Enegi Listik, Depatemen eknik Elekto Fakultas

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa .1. Bentuk Penelitian BAB II METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa kuantitatif, dengan maksud untuk mencai maksud dan pengauh antaa vaiable independen

Lebih terperinci

Bahan Ajar Listrik Statis Iqro Nuriman, S.Si, M.Pd SMA Negeri 1 Maja LISTRIK STATIS

Bahan Ajar Listrik Statis Iqro Nuriman, S.Si, M.Pd SMA Negeri 1 Maja LISTRIK STATIS SMA Negei Maja LISTRIK STATIS KLISTRIKAN Fisikawan Du Fay menunjukkan adanya dua macam pelistikan (eletifikasi). Bebeapa isolato tetentu, bila digosok dalam keadaan tetentu, menyebabkan gaya tolak. Hasil

Lebih terperinci

Torsi Rotor Motor Induksi 3. Perbaikan Faktor Daya

Torsi Rotor Motor Induksi 3. Perbaikan Faktor Daya SUDI EBAIKAN OSI DAN EFISIENSI MOO INDUKSI IGA FASA DENGAN MEMEBAIKI FAKO DAYA MOO INDUKSI Muhammad Fahmi Syawali izki, A.achman Hasibuan Konsentasi eknik Enegi Listik, Depatemen eknik Elekto Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge BAB 2 DASAR EORI 2. Pendahuluan Konvete dc-ac atau biasa disebut invete adalah suatu alat elektonik yang befungsi untuk menghasilkan keluaan ac sinusoidal dai masukan dc dimana magnitudo dan fekuensinya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner sebagai teknik pokok. Penelitian yang bersifat

III. METODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner sebagai teknik pokok. Penelitian yang bersifat III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, kaena dalam pengumpulan data, penulis menghimpun infomasi dai paa esponden menggunakan kuesione sebagai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

IV. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif 50 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Dasa Metode dasa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskiptif analisis, yang betujuan melukiskan secaa tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN BAB IV Hasil Simulasi Dan Analisa Pengukuan BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN 4.1. Pehitungan Saluan Pencatu Saluan pencatu yang digunakan pada Tugas Akhi ini menggunakan mikostip feedline.

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 HUBUNGAN KINERJA MENGAJAR DOSEN DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN IPA DI SD PADA MAHASISWA PROGRAM D PGSD KAMPUS VI KEBUMEN FKIP UNS TAHUN AKADEMIK 009 / 00 Wasiti Dosen PGSD FKIP

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HARGA JUAL DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM POTONG DI UD. SUPPLIER DAGING AYAM KOTA TANGERANG

ANALISIS PENGARUH HARGA JUAL DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM POTONG DI UD. SUPPLIER DAGING AYAM KOTA TANGERANG Junal Agibisnis, Vol. 9, No. 2, Desembe 2015, [ 137-148 ] ISSN : 1979-0058 ANALISIS PENGARUH HARGA JUAL DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM POTONG DI UD. SUPPLIER DAGING AYAM KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut:

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut: Koelasi Pasial Koelasi Pasial beupa koelasi antaa sebuah peubah tak bebas dengan sebuah peubah bebas sementaa sejumlah peubah bebas lainnya yang ada atau diduga ada petautan dengannya, sifatnya tetentu

Lebih terperinci

ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C

ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C pepustakaan.uns.ac.id ANALISIS TAHAN HIDUP DATA TERSENSOR TIPE II MENGGUNAKAN MODEL DISTRIBUSI WEIBULL PADA PENDERITA HEPATITIS C Budi Santoso, Respatiwulan, dan Ti Atmojo Kusmayadi Pogam Studi Matematika,

Lebih terperinci

B. Konsep dan Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah

B. Konsep dan Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan penelitian kuantitatif koelasional. Penelitian kuantitatif koelasional adalah penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PRODUK TERHADAP TINGKAT VOLUME PENJUALAN Studi Kasus Pada Telepon Selular Merek Nokia Pada PT. Bimasakti

PENGARUH MODEL PRODUK TERHADAP TINGKAT VOLUME PENJUALAN Studi Kasus Pada Telepon Selular Merek Nokia Pada PT. Bimasakti JUNAL ILMIAH ANGGAGADING Volume 4 No., Oktobe 004 : 99 104 PENGAUH MODEL PODUK TEHADAP TINGKAT VOLUME PENJUALAN Studi Kasus Pada Telepon Selula Meek Nokia Pada PT. Bimasakti Oleh: Maju L. Tobing Dosen

Lebih terperinci

Komponen Struktur Tekan

Komponen Struktur Tekan Mata Kuliah : Peancangan Stuktu Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Komponen Stuktu Tekan Petemuan 4, 5 Sub Pokok Bahasan : Panjang Tekuk Tekuk Lokal Tekuk Batang Desain Batang Tekan Batang batang tekan yang

Lebih terperinci

Gerak Melingkar. B a b 4. A. Kecepatan Linear dan Kecepatan Anguler B. Percepatan Sentripetal C. Gerak Melingkar Beraturan

Gerak Melingkar. B a b 4. A. Kecepatan Linear dan Kecepatan Anguler B. Percepatan Sentripetal C. Gerak Melingkar Beraturan B a b 4 Geak Melingka Sumbe: www.ealcoastes.com Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat meneapkan konsep dan pinsip kinematika dan dinamika benda titik dengan caa menganalisis besaan Fisika pada geak

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang

III. TEORI DASAR. Metoda gayaberat menggunakan hukum dasar, yaitu Hukum Newton tentang 14 III. TEORI DASAR A. Hukum Newton Metoda gayabeat menggunakan hukum dasa, yaitu Hukum Newton tentang gavitasi dan teoi medan potensial. Newton menyatakan bahwa besa gaya taik menaik antaa dua buah patikel

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1. Pengertian Umum BAB II DASAR TEORI.1. Pengetian Umum Gokat meupakan salah satu poduk yang saat dengan teknologi dan pekembangan. Ditinjau dai segi komponen, Gokat mempunyai beagam komponen didalamnya, namun secaa gais

Lebih terperinci

Gerak Melingkar. Gravitasi. hogasaragih.wordpress.com

Gerak Melingkar. Gravitasi. hogasaragih.wordpress.com Geak Melingka Gavitasi Kinematika Geak Melingka Beatuan Sebuah benda yang begeak membentuk suatu lingkaan dengan laju konstan v dikatakan mengalami geak melingka beatuan. Besa kecapatan dalam hal ini tetap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. analisis paired sample T-test yaitu Ada atau tidaknya Pengaruh Terapi Rational

BAB IV ANALISIS DATA. analisis paired sample T-test yaitu Ada atau tidaknya Pengaruh Terapi Rational BAB IV ANALISIS DATA Analisis data meupakan hasil kegiatan setelah data dai seluuh esponden atau sumbe data lainnya tekumpul. Hal ini betujuan untuk mengetahui tingkat kebenaan hipotesis-hipotesis penelitian

Lebih terperinci

r, sistem (gas) telah melakukan usaha dw, yang menurut ilmu mekanika adalah : r r

r, sistem (gas) telah melakukan usaha dw, yang menurut ilmu mekanika adalah : r r 4. USH 4.1 System yang beada dalam keadaan setimbang akan tetap mempetahanan keadan itu. Untuk mengubah keadaan seimbang ini dipelukan pengauh-pengauh dai lua; sistem haus beinteaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelaai aplikasi Fisika Kuantum dalam fisika atom dan fisika molekul yang mencakup: Fisika atom dan Fisika Molekul. Oleh kaena itu, sebelum mempelaai modul ini

Lebih terperinci

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2)

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2) EVALUASI KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINEAR FUY *) Liston Hasiholan 1) dan Sudadjat 2) ABSTRAK Pengukuan kineja kayawan meupakan satu hal yang mutlak dilakukan secaa peiodik oleh suatu

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 89 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KORIDOR CILEDUG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 89 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KORIDOR CILEDUG .,, ' [ SALINAN I fff~~~!jf~~..f~j~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 89 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KORIDOR CILEDUG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 643 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINCIAL PROJECT IMPLEMENTATION UNIT UNTUK PROGRAM SANITASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negei 10 Salatiga yaitu pada kelas VII D dan kelas VII E semeste genap tahun ajaan 2011/2012.

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi.

III. TEORI DASAR. aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. . TEOR DSR 3.. Konsep Umum Geolistik ialah suatu metode dalam geofisika yang mempelajai sifat alian listik di dalam bumi dan caa mendeteksinya di pemukaan bumi. Pendeteksian ini meliputi pengukuan beda

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1 Pehitungan Pegeakan Robot Dai analisis geakan langkah manusia yang dibahas pada bab dua, maka dapat diambil bebeapa analisis untuk membuat ancangan geakan langkah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON TRIGONOMETRI disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhi Semeste Pendek mata kuliah Tigonometi Dosen : Fey Fedianto, S.T., M.Pd. Oleh Nia Apiyanti (207022) F PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun lokasi penelitian ini adalah Madrasah Hifzhil. Yayasan Islamic Centre Medan yang terletak di Jl.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun lokasi penelitian ini adalah Madrasah Hifzhil. Yayasan Islamic Centre Medan yang terletak di Jl. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah Madasah Hifzhil Yayasan Islamic Cente Medan yang teletak di Jl. Pancing Quan Medan. Secaa geogafis dapat dikatakan

Lebih terperinci

I Wayan Teresna 1, Djoko Suhantono 1. Bali,Phone : , Fax: Abstrak

I Wayan Teresna 1, Djoko Suhantono 1. Bali,Phone : , Fax: Abstrak Pengauh Kualitas Tingkat Peneangan Lampu (I Wayan Teesna dkk.) PENGARUH KUALITAS TINGKAT PENERANGAN LAMPU, LINGKUNGAN KERJA DAN PERALATAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA TEKNISI REPARASI ELEKTRONIK DI WILAYAH

Lebih terperinci

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity).

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity). Hand Out Fisika 6 (lihat di http:).1. Pengetian Medan Listik. Medan Listik meupakan daeah atau uang disekita benda yang bemuatan listik dimana jika sebuah benda bemuatan lainnya diletakkan pada daeah itu

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING T.M Syahu Ichsan (1111667 ) Mahasiswa Pogam Studi Teknik Infomatika

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS

TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS SEMESTER GENAP 008/009 TRANSFER MOMENTUM ALIRAN DALAM ANULUS Alian dalam anulus adalah alian di antaa dua pipa yang segais pusat. Jadi ada pipa besa dan ada pipa kecil. Pipa kecil beada dalam pipa besa.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskiptif kuantitatif, sepeti yang dikemukakan oleh Ali (1985: 84), Metode deskiptif digunakan

Lebih terperinci

BAB 11 GRAVITASI. FISIKA 1/ Asnal Effendi, M.T. 11.1

BAB 11 GRAVITASI. FISIKA 1/ Asnal Effendi, M.T. 11.1 BAB 11 GRAVITASI Hukum gavitasi univesal yang diumuskan oleh Newton, diawali dengan bebeapa pemahaman dan pengamatan empiis yang telah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Mula-mula Copenicus membeikan

Lebih terperinci

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Oleh : Saba Nuohman,M.Pd Ke Menu Utama Pehatikan Tampilan eikut agaimana Listik dipoduksi dalam skala besa? Apakah batu bateai atau Aki saja bisa memenuhi kebutuhan listik manusia?

Lebih terperinci