4. PENGGUNAAN PROJECTION PURSUIT UNTUK REDUKSI DIMENSI DAN PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. PENGGUNAAN PROJECTION PURSUIT UNTUK REDUKSI DIMENSI DAN PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING"

Transkripsi

1 4. PENGGUNAAN PROJECTION PURSUIT UNTUK REDUKSI DIMENSI DAN PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING 4.. Pendahuluan Analisis daa dengan dimensi besar sering dipengaruhi oleh keadaan daa yang disebu curse of dimensionaliy, yang sering menjadi masalah, eruama kalau dimensinya semakin besar (Sco 99), sehingga diperlukan daa yang lebih banyak. Keadaan daa seperi ini mendorong penggunaan suau meode yang dapa mengaasi masalah ersebu aau yang dapa menghasilkan informasi pening dalam daa dengan dimensi yang lebih kecil, yaiu pereduksian dimensi berbasis proyeksi dari peubah berdimensi besar menjadi peubah baru yang berdimensi kecil. Meode pereduksian dimensi dilakukan dengan eap memperahankan srukur informasi pening pada daa asal di dalam daa ereduksi. PCA dan Projecion Pursui (PP) dapa digunakan unuk mereduksi dimensi. Hasil reduksi dimensi dapa dierapkan anara lain unuk pendugaan model regresi berganda. Hasil proyeksi aau pereduksian dimensi dengan PCA, yang disebu komponenkomponen uama, digunakan dalam model PCR, sedangkan hasil reduksi dimensi dengan PP digunakan unuk pemodelan regresi PP aau PPR. Oleh karena iu kedua model ini ermasuk dalam kaegori model regresi berbasis proyeksi. Model PCR digunakan unuk f(x) linear, sedangkan model PPR unuk pendugaan f(x) nonlinear. Keduanya dapa digunakan unuk keadaan mulikolinearias anar peubah-peubah. Dalam pemodelan regresi berbasis proyeksi, masalah daa berdimensi besar dapa diaasi dengan cara pengepasan sejumlah sekuen fungsi sederhana yang disebu fungsi ridge (Donoho & Johnsone 989). Seiap fungsi memproyeksikan peubah-peubah predikor erhadap suau vekor dan menghubungkan panjang proyeksi ini erhadap peubah respon dengan suau fungsi pemulus. Jumlah fungsi-fungsi ridge merupakan penduga bagi f(x) pada persamaan.. Beberapa aplikasi dari meode PP anara lain unuk klasifikasi aau analisis diskriminan, pendugaan fungsi kepekaan, dan pemodelan regresi nonparamerik 37

2 (Friedman & Suezle 98), eruama berhubungan dengan srukur daa yang nonlinear. Meode ini sering digunakan unuk eksplorasi daa (Posse 995). Dalam bidang ilmu kompuer Jimenez & Landgrebe (999) menggunakan meode PP unuk menganalisis cira saeli. Meode PP dapa digunakan unuk mengaasi srukur nonlinear dalam daa berdimensi besar dengan cara pemulusan kernel aau spline. Xia & An (999) menggunakan meode PP unuk analisis daa dere waku yang nonlinear. PPR memodelkan secara ieraif permukaan regresi (regression surface) sebagai penjumlahan fungsi-fungsi pemulusan dari kombinasi linear peubah-peubah predikor. Aplikasinya dalam bidang kimia, model PPR memberikan hasil dugaan yang lebih baik daripada model PCR dalam pendugaan konsenrasi aau kandungan proein dalam gandum berdasarkan sejumlah peubah predikor (absorbans spekrum) yang bersifa mulikolinearias (Malhouse 995). Dalam Bab ini dibahas enang aplikasi meode PP dan model PPR dalam bidang klimaologi, khususnya dalam pemodelan SD, dan pembandingan model PPR dengan model PCR. Kajian ini berujuan menyusun model PPR dan membandingkannya dengan model PCR. 4.. Pereduksian Dimensi Meode PP ermasuk ke dalam kelompok meode pereduksian dimensi yang bersifa unsupervised berdasarkan pencarian suau proyeksi informasi uama (ineresing) dari daa berdimensi besar (Friedman & Tukey 974), diacu dalam Li & Sailor (000). Ide dasar meode PP adalah unuk memperoleh informasi pening dalam daa berdimensi besar (banyak peubah predikor) melalui proyeksi ke daa berdimensi lebih kecil dengan cara memaksimumkan fungsi objekif yang disebu Indeks Proyeksi (Projecion Index). Informasi dalam daa berdimensi kecil mencerminkan informasi yang ada dalam daa berdimensi besar. Informasi pening iulah yang akan dicapai (pursue) oleh proyeksinya. Meode PP berbeda dengan PCA dalam hal prosedur reduksi dimensi. Pereduksian dalam PCA berdasarkan keragaman erbesar dalam daa asal. Komponen-komponen uama sebagai hasil reduksi merupakan kombinasi linear dari peubah-peubah asal dengan oal keragaman erbesar. Sedangkan meode PP berdasarkan pemaksimuman indeks proyeksi sehingga informasi yang ada dalam 38

3 daa asal, seperi keadaan daa nonlinear, akan ercermin dalam daa hasil proyeksi. Transformasi reduksi dimensi yang biasa digunakan adalah proyeksi linear aau kombinasi linear dari peubah-peubah asal karena proyeksi ini paling sederhana dan mudah diinerpreasi. Jika X = {x, x,..., x p } adalah mariks berdimensi p yang erdiri dari p vekor peubah asal maka proyeksi linear p k adalah: Z T = A X T, X p, Z k, k<p (4.) di mana A adalah mariks pemeaan aau proyeksi berukuran k p dengan pangka k. Mariks A bersifa oronormal. Jika X adalah peubah acak berdimensi p dengan sebaran F maka Z berdimensi k dengan sebaran F A. Meode PP menggunakan suau indeks proyeksi, I(F A ), unuk mendapakan proyeksi A. Indeks proyeksi ini mencirikan srukur yang akan ada dalam proyeksinya, yang dimaksimumkan melalui opimisasi numerik erhadap parameernya. Indeks proyeksi ini bersifa invarian (Huber 985), yaiu bahwa indeks proyeksi idak erganung pada penskalaan dan ranslasi: I(sZ+) = I(Z), s? 0 (4.) di mana s dan adalah bilangan riil Model Regresi Projecion Pursui Model PPR bersifa nonparamerik dan ermasuk kelompok meode daadriven di mana model yang diperoleh sesuai dengan karakerisik daa. Meode ini dapa dierapkan unuk daa GCM yang bersifa curse of dimensionaliy dan mulikolinearias dan daa curah hujan yang bersifa nonlinear. Dalam analisis regresi, peubah acak X sebagai predikor dan Y sebagai peubah respon. Objekif dari analisis regresi adalah menduga nilai harapan E(Y X) berdasarkan conoh acak {(x i,y i ); i=,,...,n}. Biasanya diasumsikan bahwa benuk fungsi regresi dikeahui sehingga dapa dilakukan pemodelan paramerik. Namun bila fungsi regresi idak epa akan menghasilkan model yang idak sesuai dengan kondisi daanya. Unuk kasus seperi ini diperlukan model nonparamerik. Pendekaan regresi nonparamerik, seperi kernel dan spline, umumnya berdasarkan raaan lokal dimensi p (local averaging), yaiu pendugaan regresi 39

4 pada iik x 0 adalah raa-raa respon dari sejumlah pengamaan dengan predikorpredikor sekiar x 0. Teapi meode raaan lokal idak epa unuk keadaan daa yang curse of dimensionaliy. Kondisi daa ini dapa diaasi dengan fungsi polinomial berordo inggi dengan ukuran conoh besar, aau dengan recursive pariioning eapi dengan ukuran conoh yang cukup pada seiap parisi daa pengamaan. Friedman dan Suezle (98) menyarankan penggunaan model PPR unuk mengaasi masalah-masalah pada raaan lokal, fungsi polinomial, dan recursive pariioning, yaiu dengan menggunakan sejumlah fungsi pemulus dari hasil proyeksi aau reduksi dimensi seperi pada persamaan 4.7. Benuk umum model SD ercanum pada persamaan (.). Dalam peneliian ini model SD yang digunakan hanya melibakan sau peubah sirkulasi amosfir global (luaran GCM) sebagai predikor (X) dan sau peubah iklim lokal sebagai predikan aau peubah respon (y), yaiu: y () = f(x ( g) ), =,,...,n; g=,,...,p (4.3) di mana: y () = peubah iklim lokal (curah hujan), X ( g) g = peubah luaran GCM (presipiasi), = banyaknya waku (bulanan), = banyaknya grid dalam domain GCM (8 8 grid). Peubah predikornya hanya sau eapi daanya ada pada seiap grid dalam suau domain GCM yang coniguous. Dalam hal ini seiap grid dianggap sebagai peubah predikor sehingga modelnya adalah model regresi berganda. Daa ersebu idak dapa dimodelkan secara langsung karena adanya korelasi spasial anar grid aau mulikolinearias anar peubah predikor. Unuk masalah ini diperlukan meode pre-processing erhadap X. Meode pre-processing akan menransformasi X ( g) menjadi peubah baru Z (k g) (k<g) sehingga model (4.3) menjadi model beriku. y () = f(z ( k) ), =,,...,n; k=,,...,q (4.4) di mana: y () = peubah respon, Z ( k) k = peubah hasil pre-processing, = banyaknya waku, = banyaknya peubah hasil pre-processing. 40

5 Selama ini pemodelan SD menggunakan PCR dengan PCA unuk pre-processing. Dengan PCA mariks X akan diransformasi menjadi Z dengan persamaan (4.) yang disebu skor komponen uama dengan oal keragaman erbesar. Model regresi dibenuk berdasarkan Z seperi beriku. y =? 0 +? z +? z + +? k z k + d (4.5) aau y = ß 0 + ß x + ß z + + ß g x g + e (4.6) di mana ß 0 =? 0 dan ß i = k j= α ji γj dan a ji = koefisien ransformasi. Dalam meode PP, mariks X juga diransformasi dengan persamaan (4.), eapi prosedur mendapakan mariks A berbeda dengan prosedur dalam meode PCA. Mariks A diperoleh dengan cara memaksimum indeks proyeksi, I(A), seperi pada persamaan (4.8). Mariks A disebu mariks koefisien proyeksi dan modelnya adalah: y = M m= M Sa ( Z) = Sa ( a m X) (4.7) m m= m di mana S disebu fungsi pemulus dan Z = a m X yaiu inner produc anara a m dan X. Besaran a m disebu fakor loading, sedangkan Z disebu skor peubah predikor. Ilusrasi geomerik proyeksi X yang sederhana (dua peubah X dan X) erhadap Z dan nilai fungsi y ercanum pada Gambar 4.. X Y α S( a Xi) Z = a Xi X Gambar 4.. Nilai fungsi Y dan Proyeksi X erhadap Z 4

6 Pemodelan PPR diawali dengan memaksimumkan indeks proyeksi, menenukan fungsi-fungsi peubah unggal secara empirik berdasarkan proyeksiproyeksi opimum, sera menjumlahkan fungsi-fungsi ersebu (Jones & Sibson 987). Johnny, Chan & Shi (997) menyaakan bahwa meode PP dapa memroses daa yang berdimensi besar, idak berdisribusi normal, dan nonlinear. Fungsi ersebu merupakan kombinasi linear dari peubah-peubah asal (X). Proses penenuan fungsi pemulus ini dilakukan secara ieraif. Malhouse (995) mengaakan bahwa meode PPR dapa melakukan pendugaan dengan fungsifungsi ridge yang koninu dan adanya kondisi perlu dan cukup bagi pendugaan f(x) dengan penjumlahan sebanyak M fungsi ridge, di mana M<p. Algorime penenuan model PPR (Friedman & Suezle 98) adalah: ) Penenuan nilai awal residual dan nilai M (banyaknya fungsi). r i? y i, i=,,...,n M? 0 di mana? y i =0 (peubah respon dibakukan). ) Penenuan a dan fungsi S a dalam model. Unuk kombinasi linear Z = a m X, enukan fungsi pemulus S a (Z) sesuai dengan nilai-nilai Z. Gunakan indeks proyeksi, I(a) beriku. ( a x )) (ri Sa i i= I( a ) = (4.8) r i i= Tenukan vekor koefisien a M+ yang memaksimumkan I(a) aau a M+ = argmax a (I(a)) dan fungsi pemulusnya, (z) Sα. M + 3) Akhir algorime. Jika I(a) lebih kecil dari nilai hreshold, maka sop; jika idak, ubah nilai residual dan nilai M sebagai beriku, kemudian lanjukan ke langkah ). r i? r i - S a (Z), i=,,...,n M? M+. Fungsi pemulus S a (Z) dienukan secara nonparamerik. Benuk umum hubungan anara peubah respon dan Z dengan fungsi pemulusnya dapa diuliskan sebagai beriku. 4

7 y i = S a (z i ) + r i (4.9) Pada umunya model regresi dalam benuk seperi beriku: y i = f(x i ) + e i (4.0) di mana e i adalah iid dengan E(e i )=0 dan f( ) koninu. Dalam regresi nonparamerik fungsi f ( ) diduga dengan S a ( ), yang dienukan berdasarkan raaan lokal, yaiu: S(y i ) = AVE i-k=j=i+k (y j ) (4.) unuk lebar jendela (bandwidh) k erenu dan dengan formulasi AVE seperi median aau raaan. Pemilihan nilai k sanga menenukan keragaman penduga dan besarnya bias. Nilai k erlalu kecil akan memperbesar ragam penduga, sedangkan nilai k yang erlalu besar akan memperbesar bias. Penenuan fungsi pemulus S a ( ) menuru Friedman dan Suezle (98): ) Tenukan median unuk seiap iga respon secara sekuensial unuk menghilangkan pengaruh daa pencilan. ) Tenukan penduga ragam respon pada seiap iik dengan residual kuadra raaraa (average squared residual) dari penduga linear lokal dengan k erenu. 3) Pemulusan penduga ragam dengan raaan bergerak dan k eap unuk menghindari perhiungan lebih dari sau kombinasi linear Z = a m X. 4) Pemulusan sekuen dari ahap ) dengan pengepasan (fiing) linear lokal dengan nilai k yang diperoleh pada ahap 3). Hall (989) menguraikan model PPR secara maemaik berdasarkan fungsi kernel (kernel-based PPR) dan sifa penduga PP. Pada dasarnya bahwa solusi PPR invarian erhadap seiap ransformasi baik roasi maupun penskalaan peubah predikor. Beriku ini adalah pendugaan PP unuk mendapakan proyeksi perama. Berdasarkan persamaan (4.0), E(y i x i )=f(x), di mana f( ) disebu fungsi arge (Hall 989). Jika S( ) adalah fungsi pemeaan p, f( ) adalah fungsi kepekaan dalam p, dan X adalah peubah acak berdimensi p, maka unuk suau skalar z, S a (z) = E{f(x) a X=z} (4.) Proyeksi perama erhadap f(x) adalah fungsi f (x)= α (z) di mana a meminimumkan L(a) beriku. L(a) = E[{f(x) - S a (z)} ] (4.3) S 43

8 sehingga penduga a akan meminimumkan penduga L(a), yaiu: Lˆ( α) = n n i= {y k Ŝα ( αi X)} i dan penduga proyeksi peramanya adalah (4.4) fˆ (x) = Ŝ α ( αˆ X) (4.5) Penduga Ŝ α (z) akan konvergen erhadap S a (z) dan konsisen, di mana ˆá juga konvergen erhadap a. Benuk model SD (persamaan 4.3) adalah: y = f(x g ) + e, =,,...,n; g=,,...,p sedangkan model PPR (persamaan 4.7) adalah: sehingga: M y = S a ) m xg m= ( a m X + ε di mana: M S a m= f( X) = ( a m X) m Sα ( α m X) = suau fungsi yang idak dikeahui; m a m = (a m, a m,..., a mp ) = vekor sauan (arah projecion pursui); X g = (x, x,..., x p ) = peubah predikor; y = peubah respon; e = fakor acak dengan E(e ) = 0 dan Var(e ) = s ; X g dan e bebas; Didefinisikan bahwa: ). f(x) = E(y X =X). ). O = gugus vekor sauan berdimensi p (a m ). 3). S a (a X) = E(y a X = a X), di mana a e O. Komponen proyeksi perama dari f(x) adalah ( α X), di mana a e O Sα meminimumkan L( α ) (mengacu pada persamaan 4.8) beriku: L ( α) = E[f (X ) Sα ( α X )] diasumsikan bahwa nilai minimum ini bersifa unik. Selanjunya misalkan bahwa: S () α ( α X) = E(y Sα ( α X ) α X = α X) 44

9 () maka komponen proyeksi keduanya adalah ( α X), di mana a e O () meminimumkan ( α, α) beriku: L () L ( α, α) = E[f (X ) Sα ( α X ) S ( α α Sα diasumsikan juga bahwa nilai minimum ini bersifa unik. Dengan cara yang sama dapa diperoleh komponen-komponen proyeksi berikunya dari f(x). L( α ) dapa () digunakan unuk mengukur pendekaan S α ( α X) erhadap f(x), dan L ( α, α) () unuk mengukur pendekaan Sα ( α X) + Sα ( α X) erhadap f(x). Misalkan bahwa {(y,x ), = = n} adalah daa pengamaan. Komponen proyeksi perama 999): S α dapa diduga dengan pemulus kernel beriku (Xia & An n Ŝα ( α X) = (K h ( α X α X)y / (K h ( α X α X) (4.6) = di mana K( ) adalah suau fungsi kernel, K h ( )=K( /h), dan h adalah lebar jendela n = (bandwidh). Penduga a meminimumkan Lˆ ( α ) beriku, Lˆ ( n α ) = {y Ŝ ( X )} n α α< > (4.7) = di mana Ŝα < > ( ) diperoleh dari persamaan (4.6) menggunakan daa pengamaan {( ys, Xs),s }. Hal ini unuk mengurangi bias pendugaan ˆα (Hall 989). Jika α meminimumkan S( α ) dan penduga αˆ meminimumkan Ŝ( α ), maka penduga αˆ mendekai nilai α. Keadaan ini menunjukkan bahwa Ŝ( α ) mendekai S( α ). Hall (989) menyebukan bahwa Ŝ( α ) konsisen unuk S( α ). Komponen proyeksi kedua dari f(x) diduga dengan Ŝ ( ) α ( α X) beriku: n () () Ŝα ( α X) = (K h ( α X α X) ε / (K h ( α X α X) (4.8) = () () di mana ε y Ŝ ˆ ( ˆ = α α X). Penduga ˆα meminimumkan Lˆ ( α, α) beriku: Lˆ n = n () ( α, α) = {y Ŝαˆ ( α X) Ŝ ( α α< > n = X )] X )} 45

10 di mana Ŝ ( ) α < > ( ) diperoleh dari persamaan (4.8) menggunakan daa pengamaan () () {( ε s, X s ),s }. Penduga komponen proyeksi kedua adalah ( αˆ X) Komponen proyeksi lainnya dapa diperoleh dengan cara yang serupa. Ŝα ˆ. Hall (989) selanjunya menguraikan araf (rae) konvergensi pendugaan α. Berdasarkan Teorema 4.3 dan 4.4 dalam Hall (989), unuk suau penduga αˆ, Ŝ ˆ ( ˆ α α X) konvergen erhadap proyeksi arge Sα ( α0 X) dengan araf konvergensi sebesar (nh ) / 0, dengan nilai h opimum sebesar (n) /(r+ ), di mana r (=) menunjukkan urunan ke-r dari fungsi f(x). Uraian yang lebih rinci ercanum pada Hall (989) Bahan dan Meode Bahan Daanya sama dengan daa yang digunakan pada Bab 3 yaiu daa presipiasi luaran GCM dan daa curah hujan di sasiun Sukadana. Daa presipiasi GCM sebagai mariks X ( g) dan curah hujan di sasiun Sukadana sebagai vekor y () pada persamaan (4.3). Domain GCM dienukan berdasarkan Bergan e al (00), yaiu domain berukuran 8 8 (64 grid), yaiu.4 o LU 8. o LS dan 98.4 o BT 8. o BT, yang berada epa di aas Kabupaen Indramayu, selanjunya disebu domain Segi8. Sebagai pembanding digunakan domain (6.9 o 5.5 o LS dan 6.5 o -46. o BT) yang dienukan berdasarkan nilai korelasi inggi (=0.6) anara sejumlah grid dalam domain dengan curah hujan di sasiun Sukadana, selanjunya disebu domain Segi8kor. Kedua domain ercanum pada Gambar Meode Dalam kajian pemodelan SD dengan PPR, dilakukan pendekaan PP unuk pre-processing sebelum pemodelannya. Hasil pendugaannya akan dibandingkan dengan hasil pendugaan dengan model PCR, unuk daa curah hujan di sasiun Sukadana dengan panjang daa hisoris 35 ahun ( ), 30 ahun (97-000), 5 ahun ( ), 0 ahun (98-000), dan 5 ahun ( ) (Tabel 4.). Daa ahun digunakan unuk kalibrasi model, sedangkan 46

11 daa ahun 00 unuk validasi model. Pembandingan dilakukan berdasarkan RMSEP dan nilai korelasi (r) anara daa akual dengan nilai dugaannya.,4 LU Indramayu 6,9 LS 8, LS 5,5 LS 98,4 BT 8, BT 6,5BT 46, BT Gambar 4.. Domain Segi8 dan Segi8kor Tabel 4.. Tahun Pemodelan unuk Tahun Peramalan 00 Panjang Daa Hisoris (ahun) Tahun Pemodelan Hasil dan Pembahasan Perbandingan PPR dan PCR Hasil dugaan curah hujan pada ahun 00 dengan model PPR dan PCR masing-masing dengan nilai RMSEP dan nilai r ercanum pada Tabel 4.. Model PCR menggunakan dua aau iga komponen dengan sekiar 80% keragaman daa asal, sedangkan model PPR menggunakan sau fungsi ridge. 47

12 Tabel 4.. Curah Hujan Dugaan berdasarkan Panjang Daa Hisoris (35, 30, 5, 0, dan 5 Tahun) dengan PCR dan PPR: unuk Domain Segi8 Curah Hujan Curah Hujan Dugaan (mm) Bulan Akual (mm) 35 h 30 h 5 h 0 h 5 h Th 00 PCR PPR PCR PPR PCR PPR PCR PPR PCR PPR Januari Pebruari Mare April Mei Juni Juli Agusus Sepember Okober November Desember RMSEP r 0,60 0,84 0,60 0,7 0,6 0,73 0,66 0,75 0,68 0,59 Nilai-nilai RMSEP dan r ersebu unuk seiap panjang daa hisoris (35, 30, 5, 0, dan 5 ahun) di sasiun Sukadana. Secara umum nilai RMSEP dari model PPR lebih kecil dari RMSEP dari model PCR, sedangkan nilai r dari model PPR lebih besar dari nilai r dari model PCR, kecuali unuk panjang daa hisoris 5 ahun di mana nilai RMSEP dari kedua model relaif sama eapi nilai r dari model PPR (0,59) lebih kecil dari nilai r PCR (0,68). Unuk panjang daa hisoris 35 ahun, nilai RMSEP PPR sebesar 83 dan nilai r PPR sebesar 0,84, sedangkan nilai RMSEP PCR sebesar 5 dan nilai r PCR sebesar 0,60. Unuk panjang daa hisoris 30 ahun, nilai RMSEP PPR sebesar 05 dan nilai r PPR sebesar 0,7, sedangkan nilai RMSEP PCR sebesar 3 dan nilai r PCR sebesar 0,60. Unuk panjang daa hisoris 5 ahun, nilai RMSEP PPR sebesar 87 dan nilai r PPR sebesar 0,73, sedangkan nilai RMSEP PCR sebesar dan nilai r PCR sebesar 0,6. Demikian juga unuk panjang daa hisoris 0 ahun, nilai RMSEP PPR sebesar 97 dan nilai r PPR sebesar 0,75, sedangkan nilai RMSEP PCR sebesar 6 dan nilai r PCR sebesar 0,66. Gambar 4.3 menunjukkan perbandingan nilainilai RMSEP dan r dari kedua model. Gambar 4.4 sampai dengan 4.8 masing- 48

13 masing menunjukkan perbandingan curah hujan akual pada ahun 00 dengan curah hujan dugaannya unuk panjang daa hisoris 35, 30, 5, 0, dan 5 ahun. RMSEP meode PCR PPRPCR PPRPCR PPRPCR PPRPCR PPR 35 h 30 h 5 h 0 h 5 h panjang daa rrmsep r Gambar 4.3. Nilai RMSEP dan Korelasi (r) pada Meode PCR dan PPR dengan Berbagai Panjang Daa Hisoris (35, 30, 5, 0, dan 5 ahun) Berdasarkan hasil ersebu, dalam pendugaan curah hujan model PPR lebih akura dan pola nilai dugaan lebih mendekai pola daa akualnya daripada model PCR eruama unuk panjang daa hisoris 35, 30, 5, dan 0 ahun. Unuk panjang daa hisoris 5 ahun model PCR (RMSEP=; r=0,68) lebih baik dari model PPR (RMSEP=8; r=0,59). Pendugaan dengan model PPR unuk panjang daa hisoris 35 ahun (RMSEP=83; r=0,84) lebih baik dari model PPR unuk panjang daa hisoris 30 ahun (RMSEP=05; r=0,7), 5 ahun (RMSEP=87; r=0,73), dan 0 ahun (RMSEP=97; r=0,75). Berdasarkan nilai RMSEP dan r ersebu, unuk pendugaan curah hujan dengan panjang daa hisoris 35 ahun memberikan hasil yang lebih akura daripada dengan panjang daa hisoris lainnya. Namun demikian panjang daa hisoris yang lebih pendek, seperi 0 ahun, masih dapa digunakan unuk pendugaan curah hujan. Gambar 4.4 sampai dengan 4.8 memperlihakan bahwa secara umum dugaan curah hujan lebih rendah dari curah hujan akual eruama pada bulanbulan Januari s/d Juni dan Okober s/d Desember, eapi dugaan ersebu lebih inggi dari curah hujan akual pada bulan-bulan Juli, Agusus, dan Sepember. Di 49

14 samping iu erliha bahwa dugaan curah hujan pada musim kemarau lebih mendekai curah hujan akualnya daripada dugaan pada musim hujan. Hal ini dapa dijadikan sebagai perimbangan unuk melakukan pendugaan model SD dan peramalannya pada seiap musim (kemarau aau hujan) aau pada seiap iga bulanan yaiu JFM (Januari, Februari, dan Mare), AMJ (April, Mei, dan Juni), JAS (Juli, Agusus, dan Sepember), dan OND (Okober, November, dan Desember). Panjang Daa 35 Tahun Curah Hujan (mm) PCR PPR Akual Bulan (Th 00) Gambar 4.4. Dugaan Curah Hujan dengan Meode PCR dan PPR dengan Panjang Daa Hisoris 35 Tahun Panjang Daa 30 Tahun Curah Hujan (mm) PCR PPR Akual Bulan (Th 00) Gambar 4.5. Dugaan Curah Hujan dengan Meode PCR dan PPR dengan Panjang Daa Hisoris 30 Tahun 50

15 Panjang Daa 5 Tahun Curah Hujan (mm) PCR PPR Akual Bulan (Th 00) Gambar 4.6. Dugaan Curah Hujan dengan Meode PCR dan PPR dengan Panjang Daa Hisoris 5 Tahun Panjang Daa 0 Tahun Curah Hujan (mm) PCR PPR Akual Bulan (Th 00) Gambar 4.7. Dugaan Curah Hujan dengan Meode PCR dan PPR dengan Panjang Daa Hisoris 0 Tahun Panjang Daa 5 Tahun Curah Hujan (mm) PCR PPR Akual Bulan (Th 00) Gambar 4.8. Dugaan Curah Hujan dengan Meode PCR dan PPR dengan Panjang Daa Hisoris 5 Tahun 5

16 4.5.. Perbandingan PPR Berdasarkan Domain Segi8 dan Segi8kor Model PPR dengan domain Segi8 (dm) dan domain Segi8kor (dm) menghasilkan dugaan curah hujan pada ahun 00 unuk seiap domain. Nilai dugaan, RMSEP, dan r unuk seiap domain dan panjang daa hisoris ercanum pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Curah Hujan Akual dan Dugaan berdasarkan Panjang Daa Hisoris (35, 30, 5, 0, dan 5 Tahun) dan Domain (Segi8 dan Segi8kor) dengan PPR Curah Hujan Curah Hujan Dugaan (mm) Bulan Akual (mm) 35 h 30 h 5 h 0 h 5 h Th 00 dm dm dm dm dm dm dm dm dm dm Januari Pebruari Mare April Mei Juni Juli Agusus Sepember Okober November Desember RMSEP r 0,84 0,70 0,7 0,84 0,73 0,93 0,75 0,85 0,59 0,84 Keerangan: dm = domain Segi8; d m = domain Segi8kor Secara umum nilai RMSEP dari domain Segi8 lebih kecil dari RMSEP dari domain Segi8kor, sedangkan nilai r dari domain Segi8 lebih besar dari nilai r dari domain Segi8kor, kecuali unuk panjang daa hisoris 35 ahun di mana nilai RMSEP domain Segi8 (83) lebih kecil daripada RMSEP domain Segi8kor (03) dan nilai r domain Segi8 (0,84) lebih besar dari nilai r domain Segi8kor (0,70). Unuk panjang daa hisoris 30 ahun, nilai RMSEP dan r unuk Segi8 masingmasing sebesar 05 dan 0,7, sedangkan nilai RMSEP dan r unuk Segi8kor masing-masing sebesar 94 dan 0,84. Unuk panjang daa hisoris 5 ahun, nilai RMSEP dan r unuk Segi8 sebesar 87 dan 0,73, sedangkan nilai RMSEP dan r Segi8kor sebesar 95 dan 0,93. Unuk panjang daa hisoris 0 ahun, nilai RMSEP 5

17 dan r Segi8 sebesar 97 dan 0,75, sedangkan nilai RMSEP dan r Segi8kor sebesar 84 dan 0,85. Demikian juga unuk panjang daa hisoris 5 ahun, nilai RMSEP dan r Segi8 sebesar 8 dan 0,59, sedangkan nilai RMSEP dan r Segi8kor sebesar 0 dan 0,84. Gambar 4.9 menunjukkan perbandingan nilai-nilai RMSEP dan r dari kedua domain. RMSEP r RMSEP r domain segi8 segi8kor segi8 segi8kor segi8 segi8kor segi8 segi8kor segi8 segi8kor 35 h 30 h 5 h 0 h 5 h panjang daa Gambar 4.9. Nilai RMSEP dan Korelasi (r) unuk Domain Segi8 dan Segi8kor dengan Berbagai Panjang Daa Hisoris (35, 30, 5, 0, dan 5 ahun) Berdasarkan hasil pendugaan curah hujan dengan model PPR, pendugaan dengan domain Segi8kor memberikan hasil yang lebih akura daripada dengan Segi8 unuk kelima panjang daa hisoris, kecuali unuk panjang daa hisoris 35 ahun di mana Segi8 (RMSEP=83; r=0,84) lebih akura daripada Segi8kor (RMSEP=03; r=0,70). Unuk pendugaan curah hujan panjang daa hisoris 35 ahun dengan domain Segi8 masih lebih baik daripada panjang daa hisoris lainnya. Pendugaan curah hujan dengan domain Segi8kor unuk panjang daa hisoris yang lebih pendek, seperi 0 ahun, lebih baik daripada dengan Segi8. Domain Segi8kor dienukan berdasarkan adanya hubungan (korelasi) yang kua anara curah hujan pada grid-grid GCM (sebagai predikor) dengan curah hujan di sasiun Sukadana (sebagai peubah respon). Hal ini berdasarkan pendapa Busuioc e al. (00) bahwa salah sau syara dalam pemodelan SD adalah adanya hubungan era anara predikan dengan predikor yang menjelaskan 53

18 keragaman iklim lokal dengan baik. Hanya pemilihan grid-grid unuk domain Segi8kor ini masih dilakukan subjekif, belum ada suau meode yang dapa menenukan domain secara objekif, sehingga domain Segi8 masih digunakan. Penenuan domain Segi8 relaif lebih mudah daripada domain Segi8kor, anpa harus mengeahui besaran nilai korelasi anara grid-grid GCM dengan sasiun curah hujan Simpulan ) Secara umum dalam pendugaan curah hujan pada ahun 00 dengan berbagai panjang daa hisoris di sasiun Sukadana, model PPR memberikan hasil dugaan yang lebih akura dan pola nilai dugaan lebih mendekai pola daa akualnya daripada model PCR, kecuali unuk panjang daa hisoris 5 ahun. Namun hal ini belum enu unuk ahunahun peramalan lainnya dengan panjang daa hisoris yang sama eapi periode aau pola daa hisorisnya berbeda. Jika polanya berbeda, maka ada kemungkinan hasil dugaannya juga berbeda. Apalagi kalau ada kejadian eksrim pada suau periode erenu. Dengan demikian diperlukan suau kajian enang konsisensi model penduga pada berbagai pola daa hisoris dan ahun peramalan yang berbeda. ) Pendugaan curah hujan dengan panjang daa hisoris 35 ahun masih lebih akura daripada panjang daa yang lebik pendek (30, 5, 0, dan 5 ahun) eapi pendugaan dengan panjang daa 0 ahun dapa juga digunakan. 3) Penggunaan domain Segi8kor memberikan hasil yang lebih akura daripada dengan domain Segi8, namun penenuan Segi8 lebih sederhana daripada Segi8kor. Dalam penenuan domain Segi8kor perlu dienukan dulu korelasi anara luaran GCM dengan peubah curah hujan, sedangkan penenuan domain Segi8 idak berdasarkan nilai korelasi. 54

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* BERLIAN SETIAWATY DAN HIRASAWA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA

PENDUGAAN PARAMETER DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA PENDUGAAN PARAMEER DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY DAN DIMAS HARI SANOSO Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor Jl Merani, Kampus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL MOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUAHAAN MEBEL INAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. ii Rukayah*), Achmad yaichu**) ABTRAK Peneliian ini berujuan unuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Deskripsi Teori 3.1.1. Pengerian Peramalan Unuk membanu ercapainya suau kepuusan yang efisien unuk penjualan produknya, perusahaan memerlukan suau cara yang epa, sisemais dan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya 5 Bab 2 Tinjauan Pusaka 2.1 Peneliian Sebelumnya Dalam skripsi peneliian yang berjudul Pemodelan dinamis pola anam berbasis meode LVQ (Learning Vecor Quanizaion) (Bursa, 2010), menghasilkan sisem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

*Corresponding Author:

*Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 5 Periode Mare 6, Samarinda, Indonesia ISBN: 978-6-7658--3 Penerapan Model Neuro-Garch Pada Peramalan (Sudi Kasus: Reurn Indeks Harga Saham Gabungan) Applicaion

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus, Ph.D

Muhammad Firdaus, Ph.D Muhammad Firdaus, Ph.D DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FEM-IPB 010 PENGERTIAN GARIS REGRESI Garis regresi adalah garis yang memplokan hubungan variabel dependen (respon, idak bebas, yang dipengaruhi) dengan variabel

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang akan digunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang akan digunakan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas dasar-dasar eori yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaiu model regresi dua level, meode penaksiran maximum likelihood, mariks parisi, kronecker

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Peneliian Peneliian ini adalah peneliian Quasi Eksperimenal Design dengan kelas eksperimen dan kelas conrol dengan desain Prees -Poses Conrol Group Design

Lebih terperinci

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND Noeryani 1, Ely Okafiani 2, Fera Andriyani 3 1,2,3) Jurusan maemaika, Fakulas Sains Terapan, Insiu Sains & Teknologi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF.1 Pendahuluan Di lapangan, yang menjadi perhaian umumnya adalah besar peluang dari peubah acak pada beberapa nilai aau suau selang, misalkan P(a

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anibioik 2.1.1 Defenisi Anibioik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sineik, yang mempunyai efek menekan aau menghenikan suau proses biokimia di dalam organisme, khususnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES Daa merupakan bagian pening dalam peramalan. Beriku adalah empa krieria yang dapa digunakan sebagai acuan agar daa dapa digunakan dalam peramalan.. Daa harus dapa dipercaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Tahapan Pemecahan Masalah Tahapan pemecahan masalah berfungsi unuk memudahkan dalam mencari jawaban dalam proses peneliian yang dilakukan agar sesuai dengan arah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort 3 METODE PENELITIAN 3. Waku dan Tempa Peneliian Peneliian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Agusus sampai Sepember 2008. Tempa yang dadikan obyek peneliian adalah Pelabuhan Perikanan Nusanara (PPN)

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan mampu menjelaskan hubungan anara vekor posisi, vekor kecepaan, dan vekor percepaan unuk gerak

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI 7 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI PENDAHULUAN Kinemaika adalah bagian dari mekanika ang membahas enang gerak anpa memperhaikan penebab benda iu bergerak. Arina pembahasanna idak meninjau aau idak menghubungkan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK

BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK Dengan memperhaikan fungsi sebaran peluang berahan dari masingmasing sebaran klaim, sebagai mana diulis pada persamaan (3.45), (3.70) dan (3.90), perhiungan numerik idak mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Salah sau masalah analisis persediaan adalah kesulian dalam menenukan reorder poin (iik pemesanan kembali). Reorder poin diperlukan unuk mencegah erjadinya kehabisan

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab 13 BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Aspek Teknis Sudi mengenai aspek eknis dan produksi ini sifanya sanga sraegis, sebab berkaian dengan kapasias proyek, lokasi, aa leak ala produksi, kajian aas bahan dan sumbernya,

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X JURAL SAIS DA SEI ITS Vol. 6, o.1, (2017) 2337-3520 (2301-928X Prin) A 1 Perbandingan Meode Winer Eksponensial Smoohing dan Meode Even Based unuk Menenukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X Elisa

Lebih terperinci

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis JURNAL SAINS DAN NI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin) D-224 Peramalan Penjualan Sepeda Moor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis Desy Musika dan Seiawan Jurusan Saisika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Ramalan adalah sesuau kegiaan siuasi aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

DAN PENERAPANNYA PADA PRODUKSI KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIII

DAN PENERAPANNYA PADA PRODUKSI KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIII Bulein Ilmiah Mah. Sa. dan Terapannya (Bimaser) Volume 6, No. 3 (27), hal 83 2. MODEL SPACE-TIME DAN PENERAPANNYA PADA PRODUKSI KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIII Ella Kurniawai, Naomi Nessyana

Lebih terperinci

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF Seminar Nasional Saisika 12 November 2011 Vol 2, November 2011 (T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF Gumgum Darmawan, Sri Mulyani S Saf Pengajar Jurusan Saisika FMIPA UNPAD

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Supply Chain Managemen Supply chain managemen merupakan pendekaan aau meode dalam memanajemen hubungan perusahaan dengan supplier dan konsumen yang erjadi pada pengendalian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen Bab 5 Penaksiran Fungsi Perminaan 1 Ekonomi Manajerial Manajemen Peranyaan Umum Tenang Perminaan Seberapa besar penerimaan perusahaan akan berubah seelah adanya peningkaan harga? Berapa banyak produk yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Pengangguran Pengangguran aau una karya merupakan isilah unuk orang yang idak mau bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,

Lebih terperinci

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia SUPLEMEN 3 Resume Hasil Peneliian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredi Bank di Sumaera Selaan erhadap Kebijakan Moneer Bank Indonesia Salah sau program kerja Bank Indonesia Palembang dalam ahun 2007 adalah

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Metode Triple Exponential Smoothing

Perancangan Sistem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Metode Triple Exponential Smoothing Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informaika ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agusus 2016 ISSN: 0852-730X Perancangan Sisem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Meode Triple Exponenial Smoohing Tria

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Metode Intervensi dan Regresi Spline ABSTRAK

Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Metode Intervensi dan Regresi Spline ABSTRAK Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Meode Inervensi dan Regresi Spline Rina Andriani, Dr. Suharono, M.Sc 2 Mahasiswa Jurusan Saisika FMIPA-ITS, 2 Dosen Jurusan Saisika FMIPA-ITS

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5)

KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5) KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5) Dwi Seyowai, Yuliana Susani, Supriyadi Wibowo Program Sudi Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Seminar Nasional Saisika IX Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Brodjol Suijo Jurusan Saisika ITS Surabaya ABSTRAK Pada umumnya daa ekonomi bersifa ime

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Keseimbangan Lini 2.1.1 Definisi Keseimbangan Lini Penjadwalan dari pekerjaan lini produksi yang menyeimbangkan kerja yang dilakukan pada seiap sasiun kerja. Keseimbangan lini

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengerian Peramalan Unuk membanu ercapainya suau kepuusan yang efisien, diperlukan adanya suau cara yang epa, sisemais dan dapa diperanggungjawabkan. Salah sau ala yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Journal Indusrial Servicess Vol. No. Okober 0 MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Abdul Gopar ) Program Sudi Teknik Indusri Universias

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC TMP C CILACAP

PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC TMP C CILACAP Prosiding Seminar Nasional Maemaika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Kepuusan Model rumusan masalah dan pengambilan kepuusan yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini dimulai dari observasi lapangan

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

Kombinasi Fitting Sinusoids dan Metode Dekomposisi dalam Memprediksi Besar Permintaan Kredit

Kombinasi Fitting Sinusoids dan Metode Dekomposisi dalam Memprediksi Besar Permintaan Kredit Kombinasi Fiing Sinusoids dan Meode Dekomposisi dalam Memprediksi Besar Perminaan Kredi (Sudi Kasus: Koperasi Simpan Pinjam X Salaiga, Jawa Tengah) Rahayu Prihanini Fakulas Teknologi Informasi Universias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam kehidupan sehari hari kia biasa menjumpai produk makanan yang sifanya kenal. Sebagai conoh produk mayonaisse yang diambahkan pada salad. Viskosias (kekenalan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiaan uamanya menerima simpanan giro, abungan dan deposio. Kemudian bank juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan KINEMATIKA Kinemaika adalah mempelajari mengenai gerak benda anpa memperhiungkan penyebab erjadi gerakan iu. Benda diasumsikan sebagai benda iik yaiu ukuran, benuk, roasi dan gearannya diabaikan eapi massanya

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

KAJIAN PEMODELAN DERET WAKTU: METODE VARIASI KALENDER YANG DIPENGARUHI OLEH EFEK VARIASI LIBURAN

KAJIAN PEMODELAN DERET WAKTU: METODE VARIASI KALENDER YANG DIPENGARUHI OLEH EFEK VARIASI LIBURAN JMP : Volume 4 omor, Juni 22, hal. 35-46 KAJIA PEMODELA DERET WAKTU: METODE VARIASI KALEDER YAG DIPEGARUHI OLEH EFEK VARIASI LIBURA Winda Triyani Universias Jenderal Soedirman winda.riyani@gmail.com Rina

Lebih terperinci