KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015

2

3 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. VISI DAN MISI i

4 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan IV 2015 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan, serta rekomendasi kepada instansi terkait. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Perekonomian Sumatera Utara triwulan IV 2015 membaik dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy) yang ditopang oleh membaiknya konsumsi non profit dan ekspor. Peningkatan perekonomian Sumatera Utara didukung oleh membaiknya kinerja konsumsi lembaga non profit dan ekspor dari sisi penggunaan, serta akselerasi kinerja kategori Industri Pengolahan danpertanian dari sisi penawaran. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara melambat dari 5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy). Perbaikan perekonomian ini disertai dengan capaian inflasi yang terjangkar pada sasarannya, yaitu 3,2% (yoy). Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 diperkirakan akan membaik terutama ditopang oleh kuatnya permintaan domestik sementara sisi eksternal masih mengalami penyesuaian akibat berlanjutnya penyesuaian harga serta permintaan yang masih cenderung stagnan. Dari sisi penawaran, perbaikan perekonomian diharapkan ditopang oleh meningkatnya kinerja kategori pertanian, konstruksi dan PBE, sementara kategori Industri Pengolahan diperkirakan stabil. Seiring dengan membaiknya permintaan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Peningkatan tekanan inflasi diperkirakan terjadi pada kelompok Volatile Foods dan inflasi inti sementara tekanan Administered Prices justru diperkirakan menurun. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Februari 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif KATA PENGANTAR ii

5 DAFTAR ISI VISI DAN MISI... I KATA PENGANTAR... II DAFTAR ISI... III DAFTAR GRAFIK... V DAFTAR TABEL... VII TABEL INDIKATOR... VIII RINGKASAN UMUM... IX BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA/KATEGORI... 9 BAB 2 INFLASI KONDISI UMUM DISAGREGASI INFLASI INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA KELOMPOK BAHAN MAKANAN KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR KELOMPOK SANDANG KELOMPOK KESEHATAN KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA KELOMPOK TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN RINGKASAN UMUM ANALISIS PERBANKAN DAERAH KETAHANAN SEKTOR KORPORASI DAN UMKM KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI KINERJA SISTEM PEMBAYARAN TUNAI BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH GAMBARAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN REALISASI BELANJA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA TAHUN REKENING PEMERINTAH DAERAH DI BANK BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN KETENAGAKERJAAN KESEJAHTERAAN DAFTAR ISI iii

6 5.2.1 TINGKAT PENGHASILAN MASYARAKAT BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI iv

7 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan... 3 Grafik 1.2 Survei Konsumen... 3 Grafik 1.3 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja... 3 Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi... 4 Grafik 1.5 Konsumsi Listrik... 4 Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran... 4 Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar... 4 Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi... 4 Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara Grafik 1.10 Kredit Investasi... 5 Grafik 1.11 Penjualan Semen... 6 Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi... 6 Grafik 1.13 Impor Barang Modal... 6 Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara... 7 Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama... 7 Grafik 1.16 PMI Negara Mitra Dagang Utama... 7 Grafik 1.17 Perkembangan Harga CPO dan Karet... 7 Grafik 1.18 Ekspor CPO... 8 Grafik 1.19 Ekspor Karet... 8 Grafik 1.20 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut... 9 Grafik 1.21 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut... 9 Grafik 1.22 Penyaluran Kredit Perkebunan Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Pertanian Grafik 1.26 Realisasi NTP Sumatera Utara Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Manufaktur Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Grafik 1.30 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori PBE Grafik 1.32 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut Grafik 2.3 Inflasi Bulanan di Sumut Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) Grafik 2.9 Margin per Kota/Kabupaten Grafik 2.10 Permasalahan Pemasaran Grafik 2.11 Permasalahan Logistik DAFTAR GRAFIK v

8 Grafik 2.12 Perbandingan Indeks Konektivitas dibandingkan dengan Rata-rata Volatilitas Inflasi Bahan Makanan Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut Grafik 3.14 Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik 3.15 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut Grafik 3.16 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 3.17 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 3.19 Perkembangan Uang Kartal di Sumut Grafik 3.20 Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut Grafik 3.21 Dukungan Masyarakat terhadap Elektronifikasi Grafik 4.1 Anggaran Pendapatan Pemprov Sumut Grafik 4.2 Anggaran Belanja Pemprov Sumut Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Pendapatan Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Grafik 4.4 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara Grafik 4.5 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera Utara 2016 Menurut Jenis Belanja Grafik 4.6 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera Utara 2016 Menurut Fungsi Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total Grafik 5.3 Penduduk Miskin di Sumatera Utara Grafik 5.4 Persentase Penduduk Miskin Provinsi se-sumatera dan DKI Jakarta Grafik 5.5 Indeks Kedalaman & Keparahan Kemiskinan di Sumatera Utara Grafik 5.6 Penduduk Miskin di Desa dan Kota di Sumut Grafik 5.7 Nilai Tukar Petani Grafik 5.8 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.1 Survei Konsumen Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan Grafik 6.3 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga DAFTAR GRAFIK vi

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Permintaan... 2 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara... 6 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama... 7 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran... 9 Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Tahun 2015 di Sumatera Utara Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2015 di Sumatera Utara Tabel 2.3 Perubahan Harga BBM Bersubsidi pada Tabel 2.4 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Sandang Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Tabel 2.11 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tabel 2.12 Margin per Kategori Pedagang Tabel 2.13 Perbandingan Biaya Transportasi Antar Kota Tabel 2.14 Kondisi Jalan di Provinsi Sumatera Utara Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tabel 4.2 Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Tabel 4.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemprovsu Tahun Tabel 6.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan DAFTAR TABEL vii

10 TABEL INDIKATOR Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi I II III IV Total I II III IV Total IP Totalp PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,2-5,6 5,1-5,5 Sisi Permintaan Konsumsi 5,3 4,8 4,9 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 4,1-4,5 4,4-4,8 Konsumsi Swasta 5,3 5,2 5,3 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 4,4-4,8 4,6-5,0 Konsumsi Pemerintah 5,3 1,5 1,9 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 2,1-2,5 3,1-3,5 Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3,0 3,3 3,0 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 3,9-4,3 4,3-4,7 Ekspor 10,4 4,9 15,5 1,5 7,9-4,3-1,8-2,5 2,4-1,6 8,6-9,0 6,3-6,7 Impor -18,3-6,8 64,0-0,2 0,8 5,8 6,1 12,3 9,6 13,5 4,0-4,4 4,4-4,8 Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,4 5,0 4,1 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 7,0-7,4 5,6-6,0 Pertambangan dan Penggalian 6,0 5,2 5,3 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 5,7-6,1 6,1-6,5 Industri Pengolahan 3,5 4,1 4,1 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 4,9-5,3 3,7-4,1 Pengadaan Listrik, Gas 9,0-0,4 1,3 2,9 3,2-8,5-5,6 4,7 4,5-1,3 1,5-1,9 2,0-2,4 Pengadaan Air 4,4 6,8 6,1 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 5,3-5,7 6,7-7,1 Konstruksi 5,9 4,9 7,7 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 2,5-2,9 5,4-5,8 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,7 6,3 8,3 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 3,4-3,8 4,3-4,7 Transportasi dan Pergudangan 5,1 6,1 5,3 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 5,4-5,8 5,4-5,8 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 8,1 5,9 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 5,7-6,1 6,7-7,1 Informasi dan Komunikasi 10,0 8,8 5,7 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 6,5-6,9 7,1-7,5 Jasa Keuangan 4,7 0,9 0,3 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 7,1-7,5 6,2-6,6 Real Estate 6,5 7,9 4,2 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 6,1-6,5 5,8-6,2 Jasa Perusahaan 6,9 6,3 6,3 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 5,0-5,4 6,0-6,4 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7,5 8,7 6,5 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 4,5-4,9 6,1-6,5 Jasa Pendidikan 9,3 11,0 5,8 0,0 6,4 2,5-0,2 8,1 9,8 5,0 8,2-8,6 5,6-6,0 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,8 7,6 4,1 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 4,4-4,8 7,8-8,2 Jasa lainnya 7,6 7,6 6,9 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 8,3-8,7 5,8-6,2 Inflasi IHK (%,yoy) 7,7 6,2 4,4 8,2 8,2 6,1 7,8 6,6 3,3 3,3 5.0± ±1.0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p : angka proyeksi TABEL INDIKATOR viii

11 RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi yang membaik dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy) mengkonfirmasi tren perbaikan yang telah berlangsung sejak awal tahun Kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan sejalan dengan adanya panen raya CPO pada triwulan laporan. Perbaikan ekonomi tersebut juga ditopang oleh membaiknya konsumsi lembaga non profit terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut dirasakan belum kuat karena konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih terbatas. Dari sisi penggunaan, produksi tanaman perkebunan masih cukup baik ditengah tren penurunan harga komoditas. Kondisi tersebut menyebabkan perbaikan yang signifikan kategori Pertanian. Kategori utama ekonomi Sumatera Utara, yaitu Industri Pengolahan juga menjadi pendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara hanya sedikit melambat, yaitu dari 5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy). ASESMEN INFLASI Inflasi Sumatera Utara tahun 2015 dapat dikendalikan pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Keberhasilan tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam mengelola harga komoditas strategis (administered prices) khususnya harga BBM. Pasokan bahan pangan juga dapat dijaga dengan baik. Ditengah gejolak yang sempat muncul, komitmen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Utara untuk mengelola pasokan melalui berbagai program jangka pendek dan menengah, tingkat inflasi volatile foods berada dibawah historisnya. Kondisi tersebut mendorong terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat. Sementara permintaan yang diindikasikan meningkat menyebabkan kenaikan inflasi inti. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 3,24%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2014 yang mencapai 8,17%. ASSESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Dukungan perbankan terhadap perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan IV 2015 terlihat pada peningkatan kredit. Kinerja kredit ke sektor korporasi masih meningkat, sementara kredit UMKM dan kredit rumah tangga melambat. Namun demikian, pertumbuhan kredit tersebut tidak diikuti oleh kenaikan pertumbuhan asset dan DPK terkait dengan kondisi ekonomi yang belum pulih. Risiko masih terjaga dibawah level indikatif. Kondisi tersebut juga tercermin pada aktivitas transaksi masyarakat, baik secara tunai maupun non tunai. ASESMEN KEUANGAN DAERAH Memasuki triwulan IV 2015 realisasi belanja Pemerintah Daerah meningkat cukup tajam sehingga secara keseluruhan tahun tercatat cukup baik. Di sisi lain, kondisi tersebut menunjukkan bahwa realisasi belanja Pemerintah masih terkonsentrasi di akhir tahun. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di tahun 2015 mencapai 94,1% dari yang dianggarkan. Sementara untuk APBD 17 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 95,7%. Namun, realisasi belanja langsung Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang didalamnya termasuk belanja modal hanya sebesar 86,9% dari pagunya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang masih terbatas. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indikasi perbaikan ekonomi Sumatera Utara belum tercermin pada kondisi ketenagakerjaaan dan kesejahteraan masyarakat. Ekspektasi ketersediaan lapangan kerja pada triwulan laporan masih menurun. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut terlihat pada ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang membaik pada periode mendatang. Sementara itu, tingkat kesejahteraan RINGKASAN UMUM ix

12 masyarakat juga belum mengindikasikan perbaikan. Nilai Tukar Petani (NTP) masih tertekan sehingga menahan perbaikan daya beli masyarakat. Kemiskinan meningkat terutama di masyarakat pedesaan. Kondisi tersebut tercermin pada Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang memburuk. PROSPEK PEREKONOMIAN Indikasi perbaikan perekonomian Sumatera Utara semakin terlihat di triwulan I Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat dibanding triwulan IV 2015 dengan tingkat inflasi yang masih terjaga. Perbaikan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan membaik sejalan dengan terjaganya daya beli dan realisasi proyek infrastruktur Pemerintah. Sementara itu, perbaikan ekspor diperkirakan masih terbatas seiring dengan penyesuaian harga serta permintaan global yang masih cenderung stagnan. Di sisi sektoral, perbaikan ekonomi terlihat di kategori Pertanian, kategori perdagangan, dan kategori konstruksi, sementara kategori industri pengolahan relatif stabil terkait kondisi ekonomi global tersebut. Sementara itu, tekanan inflasi masih relatif terjaga, dengan kenaikan inflasi pada kelompok volatile foods. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, tingkat inflasi juga meningkat. RINGKASAN UMUM x

13 RINGKASAN UMUM xi

14 BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi yang membaik dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy) mengkonfirmasi tren perbaikan yang telah berlangsung sejak awal tahun Kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan sejalan dengan adanya panen raya CPO pada triwulan laporan. Perbaikan ekonomi tersebut juga ditopang oleh membaiknya konsumsi lembaga non profit terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut dirasakan belum kuat karena konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih terbatas. Dari sisi penggunaan, produksi tanaman perkebunan masih cukup baik ditengah tren penurunan harga komoditas. Kondisi tersebut menyebabkan perbaikan yang signifikan kategori Pertanian. Kategori utama ekonomi Sumatera Utara, yaitu Industri Pengolahan juga menjadi pendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara hanya sedikit melambat, yaitu dari 5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy). EKONOMI MAKRO REGIONAL 1

15 1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Permintaan Pertumbuhan Ekonomi (Permintaan) I II III IV Total I II III IV Total PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 Konsumsi 5,3 4,8 4,9 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 Konsumsi Swasta 5,3 5,2 5,3 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 Konsumsi Pemerintah 5,3 1,5 1,9 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 3,0 3,3 3,0 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 Ekspor 10,4 4,9 15,5 1,5 7,9-4,3-1,8-2,5 2,4-1,6 Impor -18,3-6,8 64,0-0,2 0,8 5,8 6,1 12,3 9,6 13,5 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Perekonomian Sumut pada triwulan IV 2015 membaik, dari 5,1% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Secara agregat, output riil PDRB Provinsi Sumatera Utara periode laporan tercatat Rp112,1 triliun 1. Perbaikan ini selaras dengan arah pertumbuhan ekonomi nasional yang membaik dari 4,7% (yoy) menjadi 5,0% (yoy). Membaiknya perekonomian tidak terlepas dari menguatnya konsumsi lembaga non profit serta membaiknya ekspor. Perbaikan ekspor terjadi setelah 3 triwulan berturut-turut mencatatkan angka pertumbuhan negatif. Perbaikan konsumsi lembaga non profit terkait dampak pelaksanaan Pilkada serentak pada Desember lalu. Sementara itu, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah serta investasi belum menunjukkan perbaikan bahkan melambat. Dari sisi lapangan usaha, perbaikan perekonomian ditopang oleh kategori Pertanian dan kategori Industri Pengolahan. Panen raya sawit yang disertai dengan baiknya produksi tanaman pangan menyebabkan pertumbuhan kinerja pertanian yang jauh lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Memadainya pasokan bahan baku juga meningkatkan kinerja industri pengolahan. Meningkatnya kinerja industri pengolahan ini terjadi di tengah belum pulihnya harga komoditas serta permintaan yang masih stagnan. Namun perbaikan perekonomian pada periode laporan tidak didukung oleh kinerja kategori konstruksi serta kategori perdagangan besar dan eceran yang tumbuh melambat. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara sedikit melambat, yaitu dari 5,2% (yoy) pada tahun 2014 menjadi 5,1% (yoy). Perlambatan ini disebabkan penurunan baik pada sisi domestik maupun eksternal. Penurunan daya beli menyebabkan tertekannya konsumsi masyarakat. Selain itu, adanya gejolak politik yang terjadi pada pertengahan tahun 2015 menjadi penyebab utama menurunnya konsumsi pemerintah. Ekspor juga turut mengalami tekanan seiring dengan melemahnya permintaan dunia dan anjloknya harga komoditas. Dari sisi penawaran, penurunan kinerja perekonomian di tahun 2015 lebih disebabkan oleh penurunan kinerja kategori tersier dan konstruksi. Tahun 2015 yang merupakan tahun wajib pajak serta kondisi politik yang belum stabil di wilayah Sumatera Utara menyebabkan sikap pelaku swasta yang cenderung wait and see dalam melakukan investasi bangunannya. Hal ini juga terkonfirmasi dari liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara kepada pelaku usaha di bidang properti, real estate dan perbankan yang menyatakan terjadi penurunan permintaan bangunan baik di level rumah tangga maupun bisnis. Sementara itu, kategori tersier menurun seiring dengan menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat. Atas Dasar Harga Konstan, tahun dasar 2010 EKONOMI MAKRO REGIONAL 2

16 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, perekonomian Sumatera Utara ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik, terutama konsumsi lembaga non profit serta mulai membaiknya kinerja ekspor. Pada triwulan IV 2015, konsumsi swasta memberikan andil sebesar 2,8% (yoy) disusul oleh PMTB dengan andil sebesar 1,6% (yoy) (Grafik 1.1). Grafik 1.2 Survei Konsumen Penurunan persepsi penghasilan ini disebabkan oleh kembali rendahnya harga komoditas global yang menekan daya beli masyarakat. Harga CPO pada triwulan laporan turun menjadi 504 USD/metric ton dari 509 USD/metric ton 2. Harga karet dan kopi juga turut mengalami tekanan. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan Secara agregat, aktivitas konsumsi masih melambat dari 4,4% menjadi 4,1%. Hal ini terjadi akibat adanya perlambatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, sementara konsumsi lembaga non profit justru terakselerasi. Adanya faktor musiman seperti perayaan Natal dan libur sekolah belum mampu mendorong akselerasi realisasi konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga justru melambat dari 4,6% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Perlambatan ini terjadi setelah selesainya puncak aktivitas konsumsi yang memang terjadi pada triwulan III. Daya beli masyarakat yang didukung oleh rendahnya tekanan inflasi belum cukup kuat untuk meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Kondisi ekonomi yang masih lemah menyebabkan ekspektasi masyarakat terhadap penghasilan masih dalam tren menurun. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sumatera Utara. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih menunjukkan penurunan. Komponen IKK yang menurun secara signifikan adalah persepsi penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu serta persepsi ketersediaan lapangan pekerjaan. Grafik 1.3 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja Berbagai kebijakan yang ditujukan untuk mendorong konsumsi seperti kebijakan pelonggaran ketentuan Loan to Value (LTV) dari 30% menjadi 20% per 18 Juni 2015 baik untuk kendaraan bermotor maupun properti dan pembebasan visa 45 negara untuk menarik wisatawan mancanegera, belum menunjukkan dampak yang signifikan terhadap kenaikan kegiatan konsumsi. Demikian pula dengan pencairan sertifikasi guru serta pelaksanaan event Festival Danau Toba. Bloomberg EKONOMI MAKRO REGIONAL 3

17 Begitu juga dengan impor barang konsumsi yang membaik dan bahkan mulai mencetak angka positif setelah 3 triwulan terakhir terkontraksi, meski terjadi peningkatan bea masuk 3 atas barang konsumsi impor rata-rata 5%. Impor barang konsumsi membaik dari - 33,6% (yoy) menjadi 0,7% (yoy). Perbaikan ini diperkirakan terjadi akibat mulai meredanya tekanan nilai tukar. Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi Indikator kredit juga mengkonfirmasi adanya perlambatan konsumsi. Kredit konsumsi melambat dari 6,7% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Begitu juga dengan konsumsi listrik golongan rumah tangga yang stagnan. Sumber: Bank For International Settlements, diolah Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah Grafik 1.5 Konsumsi Listrik Namun demikian, beberapa indikator menunjukkan penurunan aktivitas konsumsi yang masih kuat. Hal ini tercermin dari perkembangan beberapa indikator yang menunjukkan perbaikan. Indeks penjualan eceran meskipun masih negatif, membaik dari -8,9% (yoy) menjadi -6,1% (yoy). Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi Secara keseluruhan tahun, konsumsi rumah tangga turun dari 5,3% (yoy) menjadi 4,6% (yoy). Adanya penurunan daya beli akibat penurunan harga komoditas diduga menjadi penyebab utama penurunan kinerja kategori ini. Pelaksanaan Pilkada serentak pada Desember 2015 lalu mendorong kinerja kategori konsumsi lembaga non profit secara signifikan. Adanya Pilkada yang diikuti oleh 23 kota/kabupaten di Provinsi Sumatera Utara mendorong kinerja konsumsi lembaga non profit dari 4,9% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Pilkada ini diharapkan menjadi momentum stabilisasi iklim politik di Sumatera Utara, sehingga kinerja konsumsi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor EKONOMI MAKRO REGIONAL 4

18 pemerintah yang tertekan dalam 3 triwulan terakhir, dapat meningkat kembali. Sumbangan dari konsumsi lembaga non profit yang hanya muncul signifikan pada saat pelaksanaan pesta demokrasi menyebabkan secara keseluruhan tahun melambat dari dari 4,7% (yoy) menjadi -0,4% (yoy). Berbeda dengan polanya, realisasi konsumsi pemerintah justru melambat dari 3,1% (yoy) menjadi 1,4% (yoy) pada triwulan laporan. Gejolak politik yang terjadi memasuki semester II 2015 menyebabkan alotnya proses pengesahan P-APBD 2015 yang baru dilakukan pada akhir tahun. Hal ini juga berdampak pada realisasikan anggaran yang lebih lambat. Kondisi tersebut tercermin dari jumlah rekening pemda di perbankan yang meningkat (lihat lihat Bab 4 Keuangan Daerah). Begitu juga dengan realisasi anggaran pemerintah (lihat Bab 4 Keuangan Daerah). Secara keseluruhan tahun konsumsi pemerintah turun dari 2,9% (yoy) menjadi 2,5% (yoy). Dari sisi belanja APBN, prosentase realisasi APBN di Sumatera Utara mengalami sedikit peningkatan. Realisasi APBN hingga bulan Desember 2015 sudah mencapai 90,7% dari pagu, lebih baik dibandingkan dengan serapan periode sebelumnya yang hanya mencapai 84,2% (2013) dan 89,5% (2014). Gejolak politik juga turut menekan kinerja investasi 4 yang melambat dari 4,9% (yoy) menjadi 4,6% (yoy). Gejolak politik ditengarai menghambat realisasi investasi infrastruktur pemerintah daerah. Dari sisi swasta, investasi bangunan juga relatif tertahan seiring dengan permasalahan kepatuhan pajak. Tertahannya investasi terkonfirmasi dari kontak liaison yang menyatakan terjadi penurunan pengajuan KPR baru serta penurunan penjualan properti yang berlanjut sejak tahun 2014 lalu. Hal ini juga terkait dengan perekonomian yang relatif belum stabil sehingga pelaku usaha juga cenderung wait and see. Menurunnya pasokan bahan baku juga menyebabkan penundaan rencana investasi yang dilakukan 5. Grafik 1.10 Kredit Investasi Sementara itu, indikator lainnya seperti kredit investasi, penjualan semen, dan penjualan barang konstruksi menunjukkan bahwa tertahannya perlambatan investasi bangunan. Kredit investasi meningkat dari 2,8% (yoy) menjadi 10,2% (yoy). Penjualan semen tumbuh meningkat dari 3,3% (yoy) menjadi 20% (yoy), sementara penjualan barang konstruksi meningkat dari 13,7% (yoy) menjadi 14,2% (yoy). Perbaikan ketiga indikator ini diduga terkait dengan konstruksi beberapa mega proyek yang dimulai pada akhir tahun yang masih memanfaatkan pembiayaan dari perbankan. Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara 2015 Pembentukan Modal Tetap Bruto 5 Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara EKONOMI MAKRO REGIONAL 5

19 Iklim investasi yang terus dibenahi dalam beberapa periode ke belakang terutama perizinan telah berhasil meningkatkan realisasi PMA dan PMDN 6 secara signifikan. Peningkatan PMA sangat signifikan terjadi pada klasifikasi pertambangan, industri mineral non logam, serta perdagangan dan reparasi. Sementara itu, peningkatan PMDN segara signifikan terjadi pada klasifikasi industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi serta industri makanan. Grafik 1.11 Penjualan Semen Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi Investasi non bangunan juga mampu menahan perlambatan kinerja investasi secara agregat. Hal ini tercermin dari impor barang modal yang membaik dari -18,3% (yoy) menjadi -5,4% (yoy). Optimisme akan perbaikan perekonomian, yang secara polanya meningkat pada semester II mendorong kenaikan impor barang modal. Ekspektasi positif (optimis) terhadap perekonomian mendatang, memberikan dampak positif bagi perkembangan investasi non bangunan. Hal tersebut juga tercermin dari hasil liaison yang menyatakan adanya peningkatan investasi dan kapasitas utilisasi pada periode laporan. Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara Periode PMA PMDN Proyek I (juta Proyek I (Rp USD) miliar) 2014 I , ,50 II , ,77 III , ,51 IV , ,09 Total , , I , ,10 P: jumlah proyek Sumber: BKPM, diolah II , ,10 III , ,80 IV , ,49 Secara keseluruhan tahun, investasi meningkat dari 3,1% (yoy) menjadi 4,0% (yoy). Perbaikan kinerja ini dapat dikatakan wajar mengingat tahun 2014 merupakan tahun politik sehingga pelaku usaha lebih resisten dalam melakukan realisasi investasinya. Di sisi eksternal, setelah 3 triwulan berturut-turut mencatat pertumbuhan negatif, kinerja ekspor mulai membaik, dari -2,5% (yoy) menjadi 2,4% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik untuk ekspor luar negeri maupun antar daerah. Ditengah masih tertekannya harga komoditas, ekspor luar negeri 7 membaik dari -16,1% (yoy) menjadi -13,4% (yoy). Peningkatan produksi CPO mendorong ekspor luar negeri. Selain itu, adanya pemberlakuan efektif pelarangan trans fat dalam produk makanan oleh Grafik 1.13 Impor Barang Modal Data BKPM triwulan III 2015 Data Bank Indonesia, terdapat perbedaan pencatatan ekspor luar negeri Bank Indonesia dan BPS, data BI berasal dari bea cukai sementara data BPS diperoleh dari PEB. Data ekspor luar negeri BPS juga membaik dari 0,5% (yoy) menjadi 1,1% (yoy). EKONOMI MAKRO REGIONAL 6

20 Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat mengakibatkan meningkatnya permintaan produk olahan kelapa sawit dan CPO. Begitu juga dengan ekspor antar daerah yang meningkat dari -5,2% (yoy) menjadi 3,7% akibat peningkatan aktivitas konsumsi akibat pola musiman di daerah lain. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama Komoditas Pangsa Kelapa Sawit 35,0% Karet 9,7% Kopi 5,0% Lainnya 50,3% Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara Meskipun sudah membaik, realisasi ekspor ini belum optimal, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pemulihan permintaan mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area yang belum merata. Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.16 PMI Negara Mitra Dagang Utama Sumber: Bloomberg, diolah Grafik 1.17 Perkembangan Harga CPO dan Karet Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama Perbaikan ekspor komoditas utama berjalan lambat, mengikuti perkembangan harga komoditas yang masih relatif rendah. Kemerosotan harga CPO dan karet terus berlanjut baik di pasar lokal maupun global. Adanya panen raya CPO di beberapa negara produsen utama di tengah permintaan yang masih relatif stagnan menyebabkan lambatnya perbaikan harga. Hal tersebut diperparah dengan adanya bencana kabut asap yang menghambat aktivitas ekspor. Produk CPO yang belum dapat diterima baik oleh Eropa, terkait dengan intensi perlindungan industri minyak nabati lokal, turut menyebabkan tersendatnya normalisasi ekspor CPO. Ekspor luar negeri CPO sedikit membaik meski masih di level negatif dari -18,4% (yoy) menjadi -17,1% (yoy). Adanya kebijakan pemerintah Prancis untuk meningkatkan pajak progresif CPO mulai 2017 mendatang mendatangkan risiko tersendiri. 8 8 Rencana penetapan pajak progresif tersebut terdapat dalam rancangan amandemen Undang-undang No.367 tentang Keanekaragaman Hayati yang diputuskan oleh Senat Prancis pada 21 Januari EKONOMI MAKRO REGIONAL 7

21 Pajak progresif CPO di Prancis akan mencapai 300 euro/ton pada 2017, 500 euro/ton pada 2018, 700 euro/ton pada 2019, dan 900 euro/ton pada Jauh lebih tinggi dari pajak impor CPO di Prancis saat ini yang hanya mencapai 103 euro/ton. Bahkan khusus untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan akan dikenakan tambahan bea masuk sebesar 3,8%. Fenomena perlindungan industri lokal juga terjadi di beberapa negara lain seperti Tiongkok yang melindungi industri lokal minyak kedelai dan rapeseed yang merupakan produk substitusi CPO. Penurunan permintaan ini menyebabkan penurunan harga CPO yang mencapai -22,7% (yoy). Grafik 1.18 Ekspor CPO Tidak jauh berbeda dengan CPO, kinerja ekspor karet juga belum membaik sepenuhnya akibat pengaruh harga yang masih relatif rendah. Ekspor karet sedikit membaik dari -17,8% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -17,2% (yoy). Pemberlakuan kebijakan compound Rubber di Tiongkok dengan campuran maksimal 88% per 1 Juli 2015 dan tidak sesuainya spesifikasi permesinan yang dimiliki oleh industri di Tiongkok menyebabkan menurunnya permintaan karet. Hal ini mendorong Tiongkok menurunkan porsi impor karet alamnya. Selain itu, masih berlimpahnya ketersediaan karet dunia turut menekan harga karet dari -18,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -19,2% (yoy). Grafik 1.19 Ekspor Karet Permasalahan rendahnya harga yang berpengaruh terhadap kinerja ekspor juga terjadi pada komoditas kopi. Harga kopi di pasar internasional menurun dari 5,5% (yoy) menjadi 2,2% (yoy). Penurunan harga kopi di pasar domestik lebih dalam, yaitu dari -1,0% (yoy) menjadi -13,5% (yoy). Adanya kebijakan pemerintah Kolumbia untuk mengizinkan ekspor dalam kualitas rendah menyebabkan melimpahnya pasokan kopi di pasaran sehingga menekan harga. Dengan demikian, ekspor kopi melambat dari -1,9% (yoy) menjadi - 13,7% (yoy). Melambatnya kinerja ekspor Sumatera Utara juga tercermin dari kontraksi aktivitas muat barang di Pelabuhan Belawan yang semakin dalam dari -50,8% (yoy) pada triwulan III 2015 menjadi - 68,88% (yoy). Secara keseluruhan tahun, ekspor Sumatera Utara terkontraksi dari 7,9% (yoy) pada 2014 menjadi - 1,6% (yoy). Penurunan kinerja ekspor terjadi baik pada ekspor luar negeri maupun ekspor antar daerah. Serupa dengan kinerja ekspor, impor Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 juga turut membaik dari -5,7% (yoy) menjadi 1,4% (yoy). Perbaikan impor lebih disebabkan oleh peningkatan impor antar daerah sementara impor luar negeri hanya sedikit membaik. Berdasarkan klasifikasi barangnya, peningkatan impor tertinggi terjadi pada kelompok barang konsumsi yang tumbuh dari -33,6% (yoy) menjadi 0,7% (yoy). Sementara itu, impor kelompok bahan baku tumbuh dari -10,7% (yoy) menjadi 5,4% (yoy). Begitu juga dengan kelompok barang modal yang membaik dari -18,3% (yoy) menjadi 5,4% (yoy). EKONOMI MAKRO REGIONAL 8

22 Perbaikan impor yang terjadi pada triwulan IV belum mampu mengkompensasi kontraksi yang terjadi pada 3 triwulan sebelumnya. Grafik 1.20 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut Peningkatan impor barang konsumsi terjadi seiring dengan perkiraan peningkatan aktivitas konsumsi sesuai dengan polanya. Begitu juga dengan impor barang modal yang meningkat seiring dengan akselerasi belanja modal, khususnya belanja modal pemerintah. Pemberlakuan bea impor barang konsumsi juga diperkirakan belum memberikan dampak yang signifikan pada kinerja impor Sumatera Utara. Secara keseluruhan tahun, impor menurun dari 8,3% (yoy) pada tahun 2014 menjadi -4,1% (yoy). Grafik 1.21 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha/Kategori Akselerasi perekonomian triwulan laporan ditopang oleh membaiknya kategori Pertanian dan kategori Industri pengolahan, sementara tiga kategori utama lainnya melambat. Kelima kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara. Pertumbuhan Ekonomi (Penawaran) Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran I II III IV Total I II III IV Total PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,4 5,0 4,1 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 Pertambangan dan Penggalian 6,0 5,2 5,3 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 Industri Pengolahan 3,5 4,1 4,1 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 Pengadaan Listrik, Gas 9,0-0,4 1,3 2,9 3,2-8,5-5,6 4,7 4,5-1,3 Pengadaan Air 4,4 6,8 6,1 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 Konstruksi 5,9 4,9 7,7 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,7 6,3 8,3 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 Transportasi dan Pergudangan 5,1 6,1 5,3 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 8,1 5,9 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 Informasi dan Komunikasi 10,0 8,8 5,7 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 Jasa Keuangan 4,7 0,9 0,3 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 Real Estate 6,5 7,9 4,2 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 Jasa Perusahaan 6,9 6,3 6,3 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7,5 8,7 6,5 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 Jasa Pendidikan 9,3 11,0 5,8 0,0 6,4 2,5-0,2 8,1 9,8 5,0 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,8 7,6 4,1 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 Jasa lainnya 7,6 7,6 6,9 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah EKONOMI MAKRO REGIONAL 9

23 Masuknya masa panen CPO yang disertai dengan baiknya produksi tanaman pangan pada triwulan laporan mendorong kinerja Kategori Pertanian lebih baik dari historisnya. Kategori ini tumbuh signifikan, dari 3,8% (yoy) ke 7,0% (yoy), meski tekanan harga komoditas berlanjut serta pemulihan permintaan global berjalan lambat. Pertumbuhan kinerja pertanian dari subkategori perkebunan diperkirakan ditopang oleh perbaikan kinerja CPO, sementara kinerja komoditas karet dan kopi diperkirakan masih relatif rendah. Hal tersebut tercermin dari nilai ekspor luar negeri komoditas CPO yang sudah mulai membaik sementara komoditas unggulan lain masih stabil atau justru menurun (lihat bagian ekspor). Indikator kredit perkebunan kelapa sawit juga sudah menunjukkan adanya perbaikan meski belum cukup signifikan (Grafik 1.22), namun relatif lebih baik dibandingkan dengan tren perkebunan karet yang menurun. Diperolehnya Sertifikat Indikasi Geografis (IG) Simalungun untuk komoditas kopi belum mampu mendongkrak adanya perbaikan kinerja ekspor luar negeri untuk komoditas ini. Ekspor luar negeri kopi justru menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan dari -1,9% (yoy) pada periode lalu menjadi - 13,7% (yoy). Begitu juga dengan komoditas karet yang masih relatif lemah yang diperparah dengan banyaknya petani yang mulai alih profesi. pendukung pertanian dalam mendukung program ketahanan pangan dan swasembada beras. Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi Penyaluran pupuk subsidi yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Grafik 1.23) mendorong peningkatan kinerja tanaman pangan dan hortikultura. Penyaluran pupuk bersubsidi tumbuh signifikan dari -16,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,6% (yoy). Begitu juga dengan impor pupuk yang menunjukkan perbaikan signifikan dari -18,6% (yoy) menjadi 23,37% (yoy). Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.22 Penyaluran Kredit Perkebunan Perbaikan kategori pertanian diharapkan berlanjut pada periode mendatang. Indikasi perbaikan pada periode mendatang tercermin dari meningkatnya penyaluran kredit pertanian dari 11,5% (yoy) menjadi 14,5% (yoy). Tanaman pangan ditengarai menjadi salah satu faktor membaiknya kinerja kategori Pertanian pada triwulan IV Beberapa program pemerintah baik level pusat maupun daerah menyebabkan sangat kondusifnya aktivitas pertanian tanaman pangan pada triwulan laporan, di antaranya adalah penanaman dengan teknologi tinggi, renovasi sarana pendukung pertanian serta pemberian bantuan alat EKONOMI MAKRO REGIONAL 10

24 terutama tanaman pangan dan hortikultura. Perbaikan Hal ini tercermin dari realisasi penyerapan pupuk subsidi pada akhir tahun 2015 mencapai 94,4% dari kebutuhannya, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 90,4%. Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Pertanian Meskipun demikian, perbaikan kinerja kategori pertanian tidak tercermin nilai tukar petani (NTP) yang stabil. Nilai Tukar Petani (NTP) tumbuh dari 97,7 menjadi 98,1, di bawah level optimis 100. Perbaikan NTP justru dirasakan oleh petani tanaman pangan dan hortikultura, sementara masyarakat perkebunan belum merasakan nilai tambah yang cukup signifikan, yang tercermin dari NTP yang masih stabil (Grafik 1.26). Harga komoditas yang terus mengalami penurunan menyebabkan cukup tingginya alih profesi buruh perkebunan. Sementara itu, kinerja dari subkategori perkebunan diperkirakan masih mengalami penyesuaian seiring dengan tekanan harga serta permintaan yang belum pulih sepenuhnya. Produksi yang melimpah secara global terutama untuk komoditas CPO dan Karet menyebabkan terjadinya tekanan harga. Begitu juga dengan produksi CPO Sumatera Utara yang diperkirakan meningkat, yang tercermin dari angka ramalan 9 rata-rata produksi per hektar yang meningkat dari 4.123kg/ha pada 2014 menjadi kg/ha. Begitu juga dengan produksi per hektar karet yang meningkat dari 0,93 ton/hektare pada 2014 menjadi 0,94 ton/hektare. Rendahnya dampak El Nino menyebabkan produksi perkebunan relatif tidak terganggu, tidak seperti wilayah lain. Seiring dengan melimpahnya bahan baku akibat aktivitas panen CPO, kategori Industri Pengolahan membaik dari 5,0% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Masih terkoreksinya harga komoditas internasional serta permintaan yang belum merata, dapat dikompensasi oleh permintaan domestik yang cukup kuat. Hal ini tercermin dari ekspor manufaktur yang masih membaik meski masih pada level negatif. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.26 Realisasi NTP Sumatera Utara Meskipun demikian, pertumbuhan subkategori tersebut dapat dikatakan belum optimal. Perkembangan harga komoditas masih belum menunjukkan perbaikan yang cukup berarti. Seluruh harga komoditas unggulan masih menunjukkan penurunan harga baik di pasar domestik maupun pasar internasional seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Secara keseluruhan tahun, kategori Pertanian tumbuh secara signifikan dibandingkan tahun 2014, yaitu dari 4,4% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Mulai meredanya dampak erupsi Gunung Sinabung yang memukul kinerja pertanian pada tahun 2014 lalu turut mendorong perbaikan kinerja pertanian, Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Manufaktur Peningkatan kinerja kategori ini tidak lepas dari meningkatnya ketersediaan fasilitas pendukung, seperti listrik yang tercermin dari meningkatnya jumlah Industri yang tersambung pada akses listrik dari pelanggan pada periode lalu menjadi pelanggan. Begitu juga dengan adanya kebijakan Statistik Perkebunan Kelapa Sawit, BPS EKONOMI MAKRO REGIONAL 11

25 pemerintah untuk menurunkan BBM juga mampu menekan biaya energi sesuai dengan hasil liaison yang telah dilakukan. Perbaikan kategori ini diharapkan dapat berlanjut mengingat cukup memadainya penyaluran kredit pada kategori ini. Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Adanya event musiman seperti perayaan Natal dan libur sekolah belum mampu meningkatkan kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) yang justru melambat dari 4,2% (yoy) menjadi 3,3% (yoy). Penurunan kinerja kategori ini terjadi seiring dengan penurunan realisasi konsumsi rumah tangga. Secara keseluruhan tahun, kinerja industri pengolahan membaik secara signifikan dari dari 3,0% (yoy) pada tahun 2014 menjadi 3,5% (yoy). Peningkatan yang cukup signifikan ini terjadi sebagai bentuk normalisasi distribusi bahan baku pasca adanya bencana erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2014 lalu. Selain itu, El Nino yang terjadi pada negara mitra dagang menyebabkan produksi dalam negeri yang kurang memadai. Di luar perkiraan, kategori konstruksi kembali melambat. Perlambatan ini telah terjadi secara konsisten sejak awal tahun Hal ini diduga terjadi baik pada sektor swasta maupun pemerintah. Dari sisi pemerintah, adanya perlambatan realisasi investasi bangunan terkait dengan gejolak politik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (lihat konsumsi pemerintah dan PMTB). Sementara itu, adanya permasalahan penyelesaian pajak menahan realisasi investasi bangunan. Pesimisme akan kondisi perekonomian serta pelaksanaan pilkada serentak juga turut menyebabkan perilaku pelaku usaha yang cenderung wait and see. Hal ini juga tercermin dari penyaluran kredit konstruksi yang masih menunjukkan tren perlambatan. Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori konstruksi melambat secara signifikan dari 6,8% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.30 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Jumlah wisatawan mancanegara yang melambat secara signifikan turut berkontribusi pada penurunan kinerja kategori ini (Grafik 1.30). Penurunan jumlah wisatawan ini terjadi di tengah faktor musiman seperti Natal, libur sekolah serta penyelenggaraan beberapa event nasional seperti Festival Danau Toba yang dilaksanakan pada akhir triwulan IV 2015 lalu. Rendahnya daya beli masyarakat berpengaruh besar terhadap penurunan kinerja kategori ini. Perlambatan kategori PBE juga tercermin dari penyaluran kredit PBE dari 19,8% (yoy) menjadi 14,4% (yoy). EKONOMI MAKRO REGIONAL 12

26 Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori PBE liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia kepada pelaku usaha di bidang pergudangan, penurunan jumlah permintaan ini juga turut dipengaruhi oleh ketakutan pemeriksaan pajak, seperti yang terjadi pada kategori konstruksi. Ekstrimnya, tidak ada lahan baru di kawasan pergudangan yang berhasil dijual pada tahun 2015 ini, lebih parah dibandingkan dengan penjualan tahun 2014 di mana target penjualan masih terpenuhi hingga 20%. Meredanya tekanan nilai tukar menahan perlambatan yang lebih dalam. Hal tersebut mampu mendorong peningkatan penjualan suku cadang dari -5,8% menjadi 0,4% (yoy). Selain itu, kebijakan pelonggaran LTV untuk kepemilikan kendaraan bermotor mulai berdampak pada permintaan, meski masih dibayangi oleh rendahnya daya beli. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Grafik 1.32 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Secara keseluruhan tahun, kategori PBE melambat dari 6,9% (yoy) menjadi 4,4% (yoy). Perlambatan ini terjadi meski sudah terjadi normalisasi dampak erupsi Gunung Sinabung, pembebasan visa beberapa negara serta penurunan harga BBM. Pelemahan nilai tukar yang memang terjadi secara signifikan pada tahun 2015 akibat gejolak perekonomian global turut menekan kinerja kategori ini. Penurunan perdagangan juga turut menekan kategori Transportasi dan Pergudangan. Hal ini terkonfirmasi dari arus bongkar muat di Pelabuhan Belawan yang menurun. Penurunan arus bongkar muat lebih dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi dibandingkan dengan kapasitas pelabuhan yang terbatas. Penerapan tarif progresif untuk meningkatkan arus barang, terutama impor belum berdampak pada peningkatan subsektor pergudangan sebagaimana mestinya. Berdasarkan Jumlah penumpang laut yang menurun turut menekan subkategori transportasi. Meskipun demikian, jumlah penumpang angkutan udara yang meningkat secara signifikan di tengah bencana kabut asap dapat menahan perlambatan lebih dalam. Peningkatan jumlah angkutan udara ditengarai lebih disebabkan oleh peningkatan wisatawan domestik dikarenakan jumlah wisatawan asing justru sedang menurun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Penyaluran kredit kategori transportasi dan pergudangan yang meningkat diharapkan dapat mendorong perbaikan kinerja kategori ini pada triwulan mendatang. Meski masih tumbuh negatif, kredit kategori transportasi dan pergudangan EKONOMI MAKRO REGIONAL 13

27 membaik dari -22,5% (yoy) menjadi -11,4% (yoy). Selain itu, berlanjutnya beberapa program peningkatan kapasitas infrastruktur perhubungan yang telah dimulai pada akhir tahun 2015 lalu diharapkan dapat mendukung kinerja kategori ini di masa mendatang. Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Secara keseluruhan tahun, kategori transportasi dan pergudangan melambat dari 5,7% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Hal ini ditengarai tidak lepas dari penurunan aktivitas perekonomian, sebagai dampak dari melambatnya perekonomian Sumatera Utara. EKONOMI MAKRO REGIONAL 14

28 BAB 2 INFLASI Inflasi Sumatera Utara tahun 2015 dapat dikendalikan pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Keberhasilan tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam mengelola harga komoditas strategis (administered prices) khususnya harga BBM. Pasokan bahan pangan juga dapat dijaga dengan baik. Ditengah gejolak yang sempat muncul, komitmen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Utara untuk mengelola pasokan melalui berbagai program jangka pendek dan menengah, tingkat inflasi volatile foods berada dibawah historisnya. Kondisi tersebut mendorong terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat. Sementara permintaan yang diindikasikan meningkat menyebabkan kenaikan inflasi inti. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 3,24%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2014 yang mencapai 8,17%. INFLASI 15

29 2.1 Kondisi Umum Sumber: BPS, diolah Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional Inflasi Provinsi Sumatera Utara pada penghujung 2015 menurun jauh dibanding tahun sebelumnya. Inflasi 2015 adalah sebesar 3,24%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2014 yang mencapai 8,17% (Grafik 2.1). Angka tersebut juga sedikit dibawah angka nasional yang mencapai 3,35% (yoy). Jika kita cermati, inflasi tahunan (yoy) Sumatera Utara cenderung menurun sejak triwulan II Secara triwulanan, inflasi tercatat menurun dari 7,82% pada triwulan II, 6,62% pada triwulan III, menjadi 3,24% di akhir tahun. (Grafik 2.1). Penurunan inflasi pada akhir tahun 2015 terjadi di semua kota penghitungan IHK di Sumatera Utara (Grafik 2.2). Rank Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Tahun 2015 di Sumatera Utara Komoditas Sumber: BPS, diolah Andil (%, qtq) Komoditas Andil (%, qtq) 1 Beras 0,46 Bensin -0,79 2 Rokok Kretek Filter 0,29 Cabai Merah -0,46 3 Kontrak Rumah 0,25 Angkutan Dalam Kota -0,26 4 Angkutan Udara 0,23 Tongkol/Ambu-ambu -0,04 5 Bawang Merah 0,20 Kangkung -0,04 6 Bahan Bakar RT 0,17 Minyak Goreng -0,03 7 Sekolah Dasar 0,16 Cabe Hijau -0,03 8 Tarip Listrik 0,13 Cabai Rawit -0,03 9 Daging Ayam Ras 0,12 Angkutan Antar Kota -0,02 10 Rokok Kretek 0,12 Sabun Detergen Bubuk -0,01 Komoditas utama yang menyumbang inflasi dan deflasi di sepanjang tahun 2015 tersaji dalam Tabel 2.1. Berbagai komoditas tersebut muncul sebagai inflatoir maupun deflatoir karena berbagai kondisi diantaranya siklus pasokan yang tergantung masa tanam/panen komoditas dan faktor cuaca, serta kebijakan penetapan harga BBM dan listrik oleh pemerintah. Di sisi permintaan, faktor musiman terkait perayaan hari besar dan tahun ajaran baru juga mendorong kenaikan harga barang tertentu. Selain itu, berbagai langkah non-konvensional untuk mengurangi pasokan seperti pengafkiran bibit ayam serta faktor eksternal terkait nilai tukar juga mempengaruhi naik/turunnya harga barang dan jasa di sepanjang tahun Sumber: BPS, diolah Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut Rendahnya realisasi inflasi 2015 tersebut menegaskan bahwa Sumatera Utara mampu mencapai realisasi inflasi yang sesuai dengan target yang ditetapkan Pemerintah pada 2015, yakni 4±1%. Faktor utama yang mempengaruhi rendahnya realisasi inflasi 2015 dibanding 2014 adalah kebijakan penetapan harga BBM oleh pemerintah serta semakin tingginya komitmen TPID Sumut untuk menjaga pasokan pangan melalui berbagai program jangka pendek dan menengah. Ekspektasi inflasi masyarakat menjadi lebih terjaga dengan stabilnya inflasi administered prices dan volatile foods tersebut. Sumber: BPS, diolah Grafik 2.3 Inflasi Bulanan di Sumut Inflasi bulanan (mtm) di sepanjang triwulan IV 2015 cenderung meningkat. Inflasi bulanan (mtm) Oktober, November dan Desember 2015 berturutturut sebesar -0,23%, 0,51%, dan 1,43% (Grafik 2.3). Deflasi pada Oktober, inflasi moderat pada November dan inflasi tinggi pada Desember tersebut terutama digerakkan oleh komoditas cabai merah (Tabel 2.2). Hal tersebut sejalan dengan adanya panen cabai merah pada Juli-September yang menekan harga kebawah, normalisasi harga pada INFLASI 16

30 November, serta lonjakan harga pada Desember seiring telah selesainya masa panen. Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2015 di Sumatera Utara Komoditas Andil Andil Komoditas (%, mtm) (%, mtm) Oktober Tomat Buah 0,13 Cabai Merah -0,16 Kontrak Rumah 0,04 Daging Ayam Ras -0,12 Sewa Rumah 0,03 Dencis -0,07 November Beras 0,12 Dencis -0,02 Rokok Kretek Filter 0,09 Daging Sapi -0,02 Cabai Merah 0,08 Emas Perhiasan -0,02 Desember Cabai Merah 0,47 Bensin -0,02 Bawang Merah 0,22 Seng -0,02 Daging Ayam Ras 0,11 Tomat Buah -0,02 Sumber: BPS, diolah Selain itu, pasca program pengafkiran bibit ayam (parent stock) pada tengah September 2015, harga daging ayam ras terus naik sejak November 2015 karena berkurangnya pasokan. Kenaikan tersebut mencapai puncaknya pada Desember Program tersebut dijalankan berdasarkan pertemuan antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan 13 perusahaan pembibitan ayam pada 18 September 2015 yang memutuskan dilakukannya pemusnahan/ pengafkiran 6 juta bibit ayam karena harga daging ayam ras yang tidak menutupi biaya produksinya. di akhir tahun sebelumnya. Selain itu, di sepanjang 2015, Pemerintah hanya melakukan 4 kali penyesuaian harga BBM bersubsidi dengan netting lebih kepada penurunan harga (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Perubahan Harga BBM Bersubsidi pada Tahun 2015 di Sumatera Utara Tanggal Bensin Minyak Minyak Solar Premium Tanah 1 Januari (-11,8%) (-3,4%) Januari (-14,1%) (-11,7%) Maret (1,5%) (-5,8%) Maret (7,4%) (7,8%) Sejalan dengan itu, inflasi volatile foods tahun 2015 juga menurun dibanding tahun lalu. Penurunan tersebut dipengaruhi membaiknya pasokan subkelompok bumbu-bumbuan terutama cabai merah. Hal tersebut tak lepas dari peran TPID Sumut untuk menjaga kestabilan pasokan cabai merah pasca musim panen berakhir. Berbagai program terkait untuk menyukseskan hal tersebut diantaranya: (a) optimalisasi penggunaan cold storage, (b) program tanam cabai di lahan pertanian dan pekarangan, (c) pengolahan cabe dalam kemasan bermerk Cabe Kita sekaligus (d) sosialisasi penggunaan cabe kemasan untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan. 2.2 Disagregasi Inflasi Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut Penurunan inflasi tahun 2015 terutama dipengaruhi menurunnya tekanan inflasi administered prices. Inflasi volatile foods juga menurun dan dapat dijaga pada level yang rendah. Sementara itu, inflasi inti sedikit naik. (Grafik 2.4) Penurunan inflasi tahunan (yoy) terdalam terjadi pada inflasi administered prices, yaitu dari 14% menjadi 1%. Hal tersebut sejalan dengan efek basis (base effect) hilangnya dampak kenaikan harga BBM Di sisi lain, inflasi inti (core inflation) justru mengalami kenaikan dibanding tahun Kenaikan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh kenaikan permintaan masyarakat. Disamping itu, pelemahan nilai tukar Rupiah (Grafik 2.5), yang berdampak terhadap kenaikan harga barang yang diimpor meski dampaknya secara keseluruhan tidak signifikan. Kenaikan inflasi inti juga dipengaruhi harga properti yang terus menjulang seiring permintaan masyarakat yang terus meningkat akan hunian (Grafik 2.6). Adanya kenaikan biaya sekolah dasar dan menengah juga turut menyumbang tekanan inflasi inti pada tahun INFLASI 17

31 Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial 2.3 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara Penurunan inflasi tahun 2015 terjadi di hampir semua kelompok komoditas. Dua kelompok yang justru mengalami peningkatan adalah kelompok sandang dan kelompok kesehatan (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa KELOMPOK KOMODITAS INFLASI TOTAL 8,17 3,25 3,25 Sumber: BPS, diolah Kelompok Bahan Makanan Inflasi (yoy) Andil (yoy) Arah Bahan Makanan 7,48 4,41 0,98 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6,54 6,23 0,99 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 6,02 4,03 0,94 Sandang 2,60 4,02 0,25 Kesehatan 4,65 6,05 0,23 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 6,58 5,94 0,43 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 15,52-2,76-0,56 pekarangan, pengolahan produk cabe kemasan serta sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak hanya mengkonsumsi cabai merah segar, tapi juga cabai merah dalam kemasan. Peran Bulog dalam menyerap hasil panen petani cabai merah di Batubara juga turut berperan dalam menjaga kestabilan harga. Sementara itu, penurunan harga komoditas minyak goreng diduga karena masih melemahnya harga kelapa sawit sebagai bahan baku sehingga biaya bahan baku cenderung menurun. Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Bahan Makanan KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 BAHAN MAKANAN 7,48 4,41 0,98 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 3,76 10,32 0,48 Daging dan Hasil-hasilnya 4,20 10,16 0,22 Ikan Segar 14,36 1,83 0,06 Ikan Diawetkan 3,47 4,10 0,04 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 8,61 7,06 0,16 Sayur-sayuran 7,04 1,44 0,04 Kacang - kacangan 2,01 3,61 0,02 Buah - buahan 3,80 5,83 0,17 Bumbu - bumbuan 11,42-4,26-0,18 Lemak dan Minyak 8,28-2,41-0,04 Bahan Makanan Lainnya 7,76 4,08 0,00 Sumber: BPS, diolah Di sisi lain, moderasi inflasi kelompok bahan makanan didorong oleh kenaikan inflasi subkelompok padipadian, umbi-umbian dan hasilnya (terutama komoditas beras) serta daging dan hasil-hasilnya (khususnya komoditas daging ayam ras dan daging sapi). Harga beras untuk semua kualitas terus meningkat sejak awal tahun 2015, dengan rata-rata kenaikan 0,85% per bulan. Angka tersebut sebenarnya tidak terlalu tinggi, namun karena sumbangan komoditas beras yang cukup besar (24% terhadap kelompok bahan makanan) sehingga cukup signifikan mendorong tekanan inflasi. Kelompok Bahan Makanan mengalami penurunan inflasi (yoy), dari 7,48% menjadi 4,41%. Subkelompok utama yang menyumbang penurunan tersebut adalah bumbu-bumbuan (khususnya komoditas cabai merah) serta lemak dan minyak (komoditas minyak goreng). Penurunan cabai merah, sebagaimana telah dijelaskan, tak lepas dari peran TPID Sumut untuk menjaga ketersediaan pasokan. Beberapa program yang berhasil diantaranya optimalisasi penggunaan cold storage, penanaman cabai merah di kebun dan Sumber: Survei Pemantauan Harga, KPw BI Sumut Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) Di sisi lain, kenaikan harga komoditas daging sapi disebabkan oleh pengurangan impor sapi terutama pasca Lebaran. Hal tersebut sempat membuat INFLASI 18

32 keriuhan di kalangan pedagang daging sapi. Mereka cenderung enggan menjual karena jika harga tidak dinaikkan, mereka rugi, namun jika dinaikkan, konsumen tidak sanggup membeli. Keriuhan itu akhirnya menimbulkan adanya aksi mogok nasional pedagang sapi pada tanggal 9-12 Agustus lalu. Seiring melonjaknya harga daging, konsumen cenderung beralih mengkonsumsi daging ayam ras yang membuat harganya ikut terkerek naik. Selain itu, kenaikan harga daging ayam ras juga didorong meningkatnya harga pakan. Meski demikian, kenaikan harga pakan yang lebih tinggi dari kenaikan harga daging ayam ras membuat Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) bersama 13 perusahaan pembibitan ayam memutuskan untuk melakukan pengafkiran 6 juta bibit ayam secara bertahap mulai Oktober Hal tersebut yang membuat harga daging ayam ras di penghujung 2015 mengalami peningkatan yang signifikan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada 2015 yang meski sedikit menurun dibanding tahun lalu, namun masih tinggi. Inflasi (yoy) kelompok ini turun dari 6,54% menjadi 6,23%. Penurunan tersebut terjadi pada subkelompok makanan jadi serta tembakau dan minuman beralkohol. Namun, jika ditelaah lebih jauh, seluruh komoditas dalam kelompok ini mengalami inflasi. Hal itulah yang menyebabkan inflasi dalam kelompok ini masih tinggi. Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK 6,54 6,23 0,99 Makanan Jadi 5,79 3,41 0,26 Minuman yang Tidak Beralkohol 2,03 8,91 0,22 Tembakau dan Minuman Beralkohol 12,01 10,88 0,50 Sumber: BPS, diolah Komoditas dengan sumbangan inflasi (yoy) tertinggi adalah berbagai varian rokok. Secara berurut dari andil inflasi tertinggi adalah rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih. Kenaikan tersebut diduga sebagai upaya yang dilakukan pelaku usaha untuk mengantisipasi rencana kenaikan cukai rokok 10 ratarata sebesar 11,19% yang akan diberlakukan efektif per 1 Januari 2016 oleh Pemerintah. Penyesuaian harga rokok tersebut dilakukan secara bertahap Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok Bahan Makanan mencatatkan inflasi (yoy) moderat sebesar 4,03%, lebih rendah dibanding tahun 2014 yang mencapai 6,02%. Subkelompok yang mengalami penurunan inflasi adalah bahan bakar, penerangan, dan air serta perlengkapan rumah tangga. Meski demikian, moderasi inflasi kelompok ini didorong oleh tekanan inflasi di hampir semua komoditas dalam kelompok ini. Komoditas yang menjadi penyumbang inflasi utama secara berurutan adalah kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga serta tarif listrik. Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 6,02 4,03 0,94 Biaya Tempat Tinggal 3,06 3,86 0,43 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 16,10 5,11 0,30 Perlengkapan Rumahtangga 4,31 3,56 0,05 Penyelenggaraan Rumahtangga 2,87 3,64 0,16 Sumber: BPS, diolah Meningkatnya harga komoditas kontrak rumah beriringan dengan makin mahalnya biaya properti di tengah masih tingginya permintaan masyarakat akan hunian. Selain itu, kenaikan bahan bangunan dengan impor content (antara lain keramik, granit dan gypsum) seiring dengan pelemahan nilai tukar, kenaikan upah buruh bangunan terkait kenaikan UMP, serta kenaikan harga lahan terkait semakin terbatasnya lahan pemukiman di area perkotaan diperkirakan menjadi faktor peningkatan biaya properti. Terkait inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga, Pemerintah sempat menaikkan secara signifikan harga LPG 12 kg pada awal April Meski sempat diturunkan kembali pada tengah September, namun secara netting harga LPG 12 kg telah mengalami kenaikan 12,5% dibanding harga pada akhir tahun INFLASI 19

33 Di sisi lain, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No 09/2015 maka penyesuaian tarif listrik diberlakukan setiap bulan dengan mempertimbangkan perubahan nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap mata uang Rupiah, harga minyak dan inflasi bulanan. Sehingga, sepanjang tahun 2015, tarif listrik rata-rata naik 0,33% tiap bulan Kelompok Sandang Inflasi kelompok Sandang meningkat dibanding tahun lalu, dari 2,60% menjadi 4,02%. Sebagian besar harga komoditas dalam kelompok ini cenderung stabil. Komoditas penyumbang inflasi utama dalam kelompok ini diantaranya celana panjang jeans dan baju muslim wanita. Jika dilihat inflasi bulanannya (mtm), komoditas tersebut naik signifikan hanya pada Juli terkait Lebaran serta Desember terkait perayaan Natal dan tahun baru. Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Sandang KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 SANDANG 2,60 4,02 0,25 Sandang Laki-laki 3,37 3,71 0,07 Sandang Wanita 3,72 6,91 0,10 Sandang Anak-anak 3,61 3,36 0,05 Barang Pribadi dan Sandang Lain 0,66 2,05 0,03 Sumber: BPS, diolah Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan mengalami peningkatan inflasi (yoy) dari 4,65% menjadi 6,05%. Subkelompok yang meningkat signifikan adalah perawatan jasmani dan kosmetika, khususnya komoditas pasta gigi. Komoditas tersebut naik tinggi pada Juni 2015, yang diduga terkait tingginya permintaan masyarakat menjelang bulan puasa Ramadhan. Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Kesehatan KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 KESEHATAN 4,65 6,05 0,23 Jasa Kesehatan 1,57 1,65 0,02 Obat-obatan 2,50 1,44 0,01 Jasa Perawatan Jasmani 9,04 8,51 0,03 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 6,97 10,35 0,17 Sumber: BPS, diolah Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga meski sedikit menurun, namun masih cukup tinggi. Inflasi tahunan (yoy) kelompok ini sedikit menurun dari 6,58% menjadi 5,94%. Tingginya inflasi kelompok ini terutama disumbang oleh subkelompok pendidikan. Komoditas penyumbang inflasi utama secara berurut dari yang tertinggi adalah sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah pertama. Kenaikan tersebut seiring dengan naiknya uang pangkal sekolah untuk siswa baru pada musim tahun ajaran baru 2015/2016. Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 6,58 5,94 0,43 Pendidikan 8,47 9,30 0,36 Kursus-kursus / Pelatihan 0,31 0,70 0,00 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0,98 3,71 0,03 Rekreasi 8,16 2,48 0,03 Olahraga 2,61 4,07 0,00 Sumber: BPS, diolah Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pada akhir tahun 2015, Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan mengalami deflasi sebesar -2,76%. Deflasi yang cukup dalam terjadi pada subkelompok transpor, yang disumbang oleh deflasi komoditas bensin dan angkutan dalam kota. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Tabel 2.3, Pemerintah menurunkan harga bensin sebanyak dua kali pada Januari, dan menaikkan harga bensin sebanyak dua kali pada Maret Harga terakhir bensin pada 2014 adalah Rp8.500, sementara harga terakhir hingga penghujung 2015 adalah Rp7.300 atau turun 14,1%. Deflasi bensin ini secara langsung juga diikuti dengan deflasi tarif angkutan dalam kota, meski tidak sedalam deflasi bensin. Tabel 2.11 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan KELOMPOK Inflasi (yoy) Andil Arah (yoy) 2015 TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEU 15,52-2,76-0,56 Transpor 13,62-4,47-0,68 Komunikasi Dan Pengiriman 0,04 0,14 0,00 Sarana dan Penunjang Transpor 7,23 7,86 0,11 Jasa Keuangan 3,56 0,00 0,00 Sumber: BPS, diolah 2.4 Upaya Pengendalian Inflasi Pencapaian inflasi yang rendah dan terkendali hingga akhir 2015 tak lepas dari peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-sumatera Utara. Berbagai program jangka menengah TPID Sumut diantaranya: 1. Mengoptimalkan dukungan alokasi APBD dan APBN untuk kegiatan pengendalian inflasi. Langkah awal melalui penyusunan Standard INFLASI 20

34 Operating Procedure (SOP) pencairan dana untuk operasi pasar pemerintah daerah. 2. Mendukung percepatan pembangunan infrastruktur melalui kemudahan perizinan, pengadaan lahan (pencetakan sawah baru) dan penguatan komunikasi dengan masyarakat, percepatan pembangunan infrastruktur (perbaikan maupun penambahan) baik irigasi, jalan, jembatan, lumbung pangan, maupun pabrik es untuk hasil tangkap ikan laut dsb. 3. Membenahi tata niaga melalui optimalisasi pasar induk Tuntungan guna meminimalkan upayaupaya spekulasi di daerah sekaligus membuka ruang kerjasama antar daerah. 4. Meningkatkan pengawasan secara intensif terhadap distribusi sarana produksi pertanian, seperti pupuk, alat mesin pertanian, dan sarana pertanian lainnya guna mendukung peningkatan kapasitas produksi pangan daerah. 5. Meningkatkan produksi maupun produktivitas tanaman pangan melalui program penanaman cabai dan bawang merah perkotaan serta program perluasan areal persawahan yang melibatkan lintas instansi, yaitu Bulog, Kementerian Pertanian dan TNI AD. 6. Meningkatkan aksesabilitas perbankan melalui program pemberdayaan petani. 7. Melanjutkan kerjasama TPID dengan KPPU untuk mengantisipasi terjadinya praktek monopoli. Selain itu, untuk mengantisipasi berbagai tantangan dalam pengendalian inflasi daerah pada tahun 2016, Rakorprov TPID pada November 2015 menghasilkan beberapa kesepakatan sebagai berikut: 1. Menjadikan Roadmap Pengendalian Inflasi Sumatera Utara periode sebagai acuan TPID Provinsi Sumatera Utara dan TPID Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dalam melakukan pengendalian inflasi sesuai dengan tupoksi dan kewenangan masing-masing. 2. Melaksanakan program-program yang telah disepakati dalam Roadmap Pengendalian Inflasi Sumatera Utara periode dengan cara menyusun action plan tahunan sesuai dengan tupoksi dan kewenangan masing-masing. 3. Melakukan penguatan kerjasama perdagangan antar daerah untuk mengatasi permasalahan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga melalui implementasi program Toko Tani Indonesia. 4. Memberikan sosialisasi tentang maksud, tujuan dan manfaat kegiatan Toko Tani Indonesia kepada petani dan pedagang. 5. Memfasilitasi pedagang dan petani khususnya untuk komoditas utama penyumbang inflasi agar dapat berpartisipasi dalam program Toko Tani Indonesia. 6. Meminta komitmen petani untuk memasok hasil produk pertaniannya kepada BULOG/Mitra BULOG, serta komitmen pedagang untuk menjual sesuai dengan harga eceran tertinggi. 7. Menyusun rencana kegiatan Toko Tani Indonesia terkait penyediaan sarana pendukung kegiatan Toko Tani Indonesia di berbagai kabupaten/kota. 8. Meningkatkan kemampuan manajerial pedagang Toko Tani Indonesia dan kemampuan teknis sesuai kebutuhan tentang peningkatan produktivitas pertanian. 9. Melakukan pengembangan jejaring kemitraan usaha dagang Toko Tani Indonesia dalam rangka stabilitas harga pangan. 10. Memperkuat dan mengembangkan kelembagaan baik kelompok tani, koperasi pertanian maupun asosiasi pedagang di daerah masing-masing sebagai prasyarat melakukan kerjasama dalam Toko Tani Indonesia. INFLASI 21

35 Perdagangan Komoditas Pangan Strategis Suplemen 1 Provinsi Sumatera Utara Harga pada dasarnya dibentuk atas mekanisme penawaran dan permintaan di pasaran. Permintaan akan dipengaruhi oleh preferensi masyarakat, pertumbuhan populasi, dan pertumbuhan pendapatan riil. Kenaikan permintaan tanpa disertai oleh respon penawaran barang dapat menyebabkan terjadinya persistensi kenaikan harga (inflasi). Beberapa faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap persistensi harga komoditas pangan, di antaranya adalah faktor produksi, faktor kelembagaan, dan faktor pemasaran. Faktor pemasaran atau distribusi sangat terkait dengan konektivitas dan sistem logistik yang sangat berpengaruh terhadap biaya transportasi sehingga pada akhirnya harga jual komoditas pangan dapat meningkat. Dari sisi produksi, pada dasarnya Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi tanaman pangan terutama untuk beras dan cabai merah. Rata-rata produksi beras di Sumatera Utara adalah 3,5 juta ton/tahun, dengan lokasi produksi yang cukup tersebar. Sementara, jumlah konsumsi beras hanya mencapai 1,7 juta ton/tahun. Demikian juga dengan komoditas cabai merah yang memiliki jumlah produksi yang cukup memadai dan sebaran lokasi produksi di beberapa kabupaten. Meski produksi untuk beberapa komoditas pangan relatif memadai, inflasi Sumut masih diwarnai oleh fluktuasi inflasi komoditas pangan. Seperti yang dilihat pada bab 2 Inflasi, inflasi komoditas pangan yang bergejolak (volatile foods) memiliki fluktuasi yang cukup tinggi, terutama untuk komoditas cabai merah dan bawang merah. Untuk mengantisipasi fluktuasi yang cukup tinggi, umumnya pedagang mengambil mardin yang cukup besar untuk komoditas tersebut. Margin penjualan pedagang besar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang grosir. Dalam meredam fluktuasi ini perlu dilakukan kerja sama antar daerah sehingga distribusi pasokan dan permintaan dapat lebih merata. Kategori Pedagang Tabel 2.12 Margin per Kategori Pedagang Margin Beras Bawang Merah Cabe Merah Daging Sapi Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Umum Mark Up Rate 11,51 7,22 16,68 7,99 18,65 15,61 9,60 5,63 Pedagang Besar Pedagang Grosir Gambar 2.1 Peta Surplus Defisit Beras Provinsi Sumatera Utara Profit Rate 8,84 7,52 14,05 7,17 15,81 15,36 7,70 5,49 Trade Cost 2,30 4,03 2,63 2,28 2,84 2,27 1,73 2,52 Mark Up Rate 14,58 9,78 17,17 6,98 21,53 13,66 7,80 3,35 Profit Rate 12,27 10,27 14,42 6,45 18,52 13,53 5,75 2,15 Trade Cost 1,58 6,33 2,75 2,35 3,02 2,72 2,05 2,20 Mark Up Rate 10,06 5,16 15,57 10,04 16,40 16,85 9,92 5,90 Profit Rate 7,17 5,10 13,21 8,75 13,70 16,56 8,03 5,83 Trade Cost 2,65 2,22 2,36 2,16 2,70 1,88 1,68 2,59 Jika dilihat dari pola perdagangannya, pada dasarnya perdagangan komoditas pangan strategis di Sumatera Utara masih didominasi oleh perdagangan intra wilayah. Hanya sebagian kecil daerah yang menjadi mitra dagang perdagangan antar wilayah untuk komoditas pangan strategis, seperti Provinsi Aceh, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Jawa Tengah. Kota Medan masih menjadi kota distributor utama untuk komoditas pangan meski bukan merupakan daerah sentra produksi. Meski distribusi komoditas pangan masih relatif terkonsentrasi di kota Medan, pola penentuan harga di Sumatera Utara masih relatif terdispersi INFLASI 22

36 yang tercermin dari Moorans Index 11 yang relatif rendah. Dengan demikian, penentuan harga komoditas suatu kota tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga daerah tetangganya. Preferensi pedagang dalam menentukan supplier maupun pembeli yang lebih didasarkan pada faktor kepercayaan dibandingkan dengan faktor harga menjadi salah satu penyebab terjadinya fenomena ini. Secara spasial, pedagang di Kota Medan memiliki margin perdagangan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kota/kabupaten lain meski bukan merupakan sentra produksi komoditas pangan. Tingginya kapasitas permodalan yang dimiliki oleh pedagang di kota ini dapat menyokong pedagang untuk memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan dengan kota lainnya. Selain itu, aksesibilitas yang lebih baik seperti kualitas jalan serta fasilitas pelabuhan yang memang berada di Kota Medan mampu menurunkan biaya operasional pedagang sehingga margin keuntungan yang dihasilkan lebih tinggi. Grafik 2.9 Margin per Kota/Kabupaten Dari sisi biaya perdagangan, pada dasarnya trade cost komoditas pangan strategis relatif rendah. Hasil survei perdagangan antar wilayah Sumatera Utara menunjukkan bahwa biaya perdagangan Sumatera Utara hanya 2,9% dari harga penjualan. Biaya tersebut bahkan lebih rendah dari rata-rata biaya perdagangan pada level nasional. Relatif rendahnya biaya perdagangan tersebut disebabkan cukup terjangkaunya daerah penjualan mengingat relatif tersebarnya sentra produksi pertanian. Namun, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah besarnya biaya lainnya dalam komponen biaya perdagangan. Jika dilihat dari komponennya, biaya perdagangan terdiri atas biaya transportasi sebesar 66,5%, biaya bongkar muat sebesar 15,4%, biaya administrasi sebesar 4,0%, dan biaya lainnya sebesar 14,1%. Tingginya biaya lainnya tidak lepas dari adanya pungutan liar di jalan, terutama untuk komoditas daging sapi di Kota Pematangsiantar. Kota Tabel 2.13 Perbandingan Biaya Transportasi Antar Kota Biaya (% dari harga jual) Transportasi Bongkar Muat Administrasi Lainnya Sibolga 1,45 0,41 0,13 0,12 Pematangsiantar 2,51 0,24 0,05 0,28 Medan 1,35 0,33 0,15 0,15 Padangsidimpuan 1,96 0,54 0,12 0,16 Umum 1,72 0,37 0,12 0,17 INFLASI 23

37 Perdagangan komoditas strategis di Sumatera Utara tidak terlepas dari beberapa kendala, baik dari sisi pemasaran maupun distribusi. Dalam hal pemasaran, sebagian besar pedagang merasakan adanya keterbatasan informasi dalam penentuan harga. Meskipun dipublikasikan dalam harga di level konsumen akhir, namun data harga komoditas yang berada di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS, seharusnya bisa dijadikan pendekatan bagi pedagang dalam menentukan harga. Dari sisi logistik, pemasalahan distribusi barang terutama disebabkan oleh gangguan cuaca serta gangguan keamanan di jalan. Oleh karena itu, TPID se-sumatera Utara terus mengupayakan penguatan koordinasi untuk mengurangi dampak dari gangguan cuaca dan keamanan baik dalam proses produksi maupun distribusi. Kualitas dan kuantitas infrastruktur perhubungan juga terus ditingkatkan untuk meningkatkan konektivitas antar kota/kabupaten di Sumatera Utara, mengingat semakin tinggi konektivitas, maka rata-rata volatilitas inflasi bahan makanan juga akan semakin tinggi (Grafik 2.21). Tingginya intensi pemerintah untuk meningkatkan kualitas infrastruktur perhubungan tercermin dari target persentase kemantapan jalan yang meningkat baik untuk jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota. Infrastruktur Moda Transportasi yang Transportasi tidak terbatas memadai/rusak 1% 5% Banyaknya pungutan tidak resmi 9% Gangguan cuaca 11% kemacetan 66% Gangguan keamanan di jalan 8% Grafik 2.10 Permasalahan Pemasaran Grafik 2.11 Permasalahan Logistik Indeks Konektivitas Sumber: Departemen Regional I Sumatera Grafik 2.12 Perbandingan Indeks Konektivitas dibandingkan dengan Rata-rata Volatilitas Inflasi Bahan Makanan No. Status Tabel 2.14 Kondisi Jalan di Provinsi Sumatera Utara Panjang (km) Mantap (km, %) Tidak Mantap (km, %) % Kemantapan Jalan Nasional 2.249, ,3 (80,29%) 443,2 (19,7%) 84,2 93,65 2. Jalan Provinsi 3.048, ,7 (74,4%) 779,7 (25,6%) 76,5 82,0 3. Jalan Kab/Kota , ,8 (57,8%) ,07 (42,2%) 62,5 67,0 Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara INFLASI 24

38 BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Dukungan perbankan terhadap perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan IV 2015 terlihat pada peningkatan kredit. Kinerja kredit ke sektor korporasi masih meningkat, sementara kredit UMKM dan kredit rumah tangga melambat. Namun demikian, pertumbuhan kredit tersebut tidak diikuti oleh kenaikan pertumbuhan asset dan DPK terkait dengan kondisi ekonomi yang belum pulih. Risiko masih terjaga dibawah level indikatif. Kondisi tersebut juga tercermin pada aktivitas transaksi masyarakat, baik secara tunai maupun non tunai. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 25

39 3.1 Ringkasan Umum Dibanding tahun 2014, kinerja perbankan Sumatera Utara di penghujung 2015 membaik, khususnya kredit. Pertumbuhan kredit mengalami peningkatan ditengah aset dan DPK yang cenderung melambat. Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat dengan Non Performing Loan (NPL) masih dibawah level indikatif 5 persen meski cenderung meningkat sejak awal Kinerja kredit ke sektor korporasi dan UMKM meningkat, sementara kredit rumah tangga melambat. Pertumbuhan kredit yang cukup baik terjadi di ketiga sektor utama. Sementara itu, akselerasi kredit UMKM ditopang performa kredit ke kategori perdagangan yang meningkat, di tengah tertekannya kredit ke kategori pertanian. Di sisi lain, tekanan kinerja terjadi di semua jenis kredit Rumah Tangga, baik KPR, KKB maupun kredit multiguna. Hal tersebut sejalan dengan Konsumsi masyarakat yang melambat dibanding tahun sebelumnya. Terbatasnya kinerja perbankan juga tercermin pada pertumbuhan transaksi tunai maupun non tunai. Hal tersebut terutama tercermin dari meningkatnya transaksi kliring secara nominal namun menurun secara volume dan penurunan perputaran uang (inflow-outflow) di masyarakat ditengah mulai membaiknya kinerja perekonomian Sumut. 3.2 Analisis Perbankan Daerah Sumatera Utara masih melanjutkan tren perlambatan sejak akhir Pertumbuhan (yoy) aset pada akhir secara berturut-turut adalah 19,7%, 16,0%, dan 15,7%. Di sisi lain, setelah mengalami perlambatan aset yang cukup dramatis selama 4 tahun terakhir, aset perbankan syariah pada akhir 2015 justru mencatatkan pertumbuhan yang meningkat dibanding tahun lalu. Membaiknya pertumbuhan aset perbankan syariah Sumatera Utara tersebut didorong oleh adanya penambahan modal yang siginifikan oleh 2 pemain utama perbankan syariah seiring rencana konsolidasi kedua bank tersebut. Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Sejalan dengan perlambatan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh melambat. Hingga akhir tahun 2015, posisi DPK di Perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp185,6 triliun, tumbuh 3,4% (Grafik 3.2). Perlambatan pertumbuhan DPK terjadi baik di perbankan konvensional maupun syariah. Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan Di tengah melambatnya ekonomi 2015 dibanding tahun lalu, kinerja aset perbankan juga cenderung melambat. Aset total perbankan Sumatera Utara tercatat melambat dari 8,43% pada 2014 menjadi 5,68% pada akhir 2015 (Grafik 3.1). Ekspektasi pelaku ekonomi akan melambatnya perekonomian di sepanjang 2015 turut mempengaruhi keputusan menajemen perbankan untuk tidak terlalu ekspansif. Kondisi tersebut membuat aset perbankan di Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK Perlambatan DPK terutama dipengaruhi oleh melambatnya giro dan deposito. Di tengah ekpektasi masyarakat yang tidak terlalu optimis seiring dengan menurunnya daya beli, preferensi masyarakat cenderung memilih produk simpanan tak berjangka yang bisa diambil sewaktu-waktu. Hal ini terbukti dengan terakselerasinya produk Tabungan seiring melambatnya pertumbuhan deposito. Selain itu, menurunnya suku bunga deposito juga menekan minat masyarakat untuk berinvestasi dalam bentuk PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 26

40 deposito. Sementara itu, perlambatan yang cukup dalam untuk giro dipengaruhi penempatan oleh Lembaga Keuangan Non Bank yang tidak lagi tertarik menempatkan dananya dalam bentuk giro karena suku bunga yang terus menurun. Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK Akselerasi pertumbuhan kredit terjadi pada kredit investasi dan modal kerja, sementara kredit konsumsi justru melambat. Dengan porsi hingga 50% dari total kredit, kredit modal kerja pada akhir 2015 tumbuh mencapai 9,46% (yoy). Senada dengan hal itu, kredit investasi juga tumbuh meningkat seiring terakselerasinya Investasi dalam PDRB Sumatera Utara. Meski demikian, perlambatan yang cukup dalam pada Konsumsi dalam PDRB Sumatera Utara turut mempengaruhi perlambatan penyaluran kredit Konsumsi pada posisi akhir Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Posisi kredit 12 di akhir tahun 2015 justru menunjukkan sedikit peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Kredit perbankan tumbuh 7,44%, sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2014 yang tumbuh 6,97%. Hal tersebut dikarenakan secara umum perbankan dalam menyalurkan kredit cenderung prosiklikal mengikuti siklus ekonomi. Ekspektasi perlambatan ekonomi biasanya diikuti dengan perlambatan penyaluran kredit, dan sebaliknya. Stabilnya penyaluran kredit juga terjadi pada level nasional (Grafik 3.6). 12 Konsep penyaluran KREDIT dibagi menjadi dua: (1) lokasi bank dan (2) lokasi proyek. Poin (1) mengacu pada data penyaluran kredit oleh Bank yang ada di Sumut sementara poin (2) mengacu pada kredit yang tersalur dari Bank daerah manapun untuk proyek/usaha yang berlokasi di Sumut. Dalam buku ini, poin (1) digunakan untuk mengases kinerja perbankan, sementara poin (2) untuk mengases PDRB serta ketahanan korporasi, UMKM dan rumah tangga. Angka nominal kredit antara dua konsep tersebut jumlahnya sangat mungkin berbeda. Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Peningkatan pertumbuhan kredit didukung dengan turunnya suku bunga kredit, meski masih terbatas. Seiring menurunnya cost of funds berupa penurunan suku bunga deposito, suku bunga kredit juga mengalami penurunan. Namun penurunan suku bunga kredit masih terbatas dan hanya terjadi di kredit modal kerja, sementara suku bunga kredit investasi relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, suku bunga kredit konsumsi justru melonjak tajam, yang berdampak pada perlambatan kredit konsumsi di akhir tahun 2015 (Grafik 3.8). PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 27

41 3.3 Ketahanan Sektor Korporasi dan UMKM Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit Akselerasi kredit di tengah tekanan DPK menyebabkan meningkatnya level intermediasi perbankan di tahun Hal tersebut tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Sumatera Utara yang meningkat dari 93,01% menjadi 96,61% terutama terjadi pada Perbankan konvensional (Grafik 3.9). Namun, pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibanding pembiayaan di perbankan syariah menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) turun dari 104,99% menjadi 97,85%. Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan Kredit perbankan yang tersalur untuk sektor korporasi 13 di Sumatera Utara pada akhir 2015 sebesar Rp173,6 triliun. Kredit korporasi di Sumut tumbuh akseleratif dari 9,89% (yoy) pada akhir 2014 menjadi 12,95% (yoy) (Grafik 3.11). Hal tersebut sejalan dengan masih stabilnya pertumbuhan kredit secara nasional. Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi terjadi di ketiga sektor utama di Sumatera Utara. Kredit korporasi di Sumut sebagian besar (84%) tersalur ke tiga kategori utama, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran (PBE, 34%), industri pengolahan (30%), dan pertanian (20%). Akselerasi kredit perbankan kepada industri pengolahan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan PDRB sektor tersebut. Sementara itu, di tengah melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan, kredit kepada sektor tersebut justru tumbuh meningkat. Hal tersebut diperkirakan akan meningkatkan kinerja sektor tersebut pada triwulan mendatang. Hal sebaliknya justru terjadi pada kredit ke sektor pertanian yang relatif tertekan di saat pertumbuhannya terakselerasi cukup signifikan. Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) Peningkatan intermedasi perbankan senantiasa perlu diiringi dengan peningkatan kewaspadaan terhadap risiko kredit. Hal ini mengingat Non Performing Loans (NPL) yang meski masih dibawah batas aman 5%, namun cenderung meningkat. Sementara itu, Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah juga masih tinggi diatas 8%, meski mulai ada indikasi perbaikan (Grafik 3.10). Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 13 Merupakan kredit modal kerja atau investasi untuk pelaku usaha 28

42 Meski demikian, perlu diwaspadai adanya tren kenaikan NPL sejak awal 2015, meski cenderung menurun di akhir Kenaikan NPL 14 dibanding akhir 2014 terjadi di ketiga sektor utama Sumut (Grafik 3.12). Meski demikian, angka NPL masih dibawah batas aman 5%. Sementara itu, kredit pada usaha berskala UMKM relatif melambat. Kredit UMKM tumbuh 9,56% (yoy), melambat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 15,62% (yoy). Deselerasi tersebut terjadi pada semua level, baik mikro, kecil maupun menengah (Grafik 3.13). Grafik 3.14 Perkembangan NPL Kredit UMKM 3.4 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Pada triwulan IV 2-15, rumah tangga di Sumut cenderung meningkatkan porsi konsumsi. Sementara itu, alokasi penghasilan untuk pinjaman dan tabungan menurun. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen 15 di akhir periode triwulan III dan IV 2015 (Grafik 3.15). Meningkatnya konsumsi sesuai dengan polanya berkenaan dengan hari Natal dan Tahun Baru. Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut Deselerasi kredit perdagangan, yang menguasai 53% dari total kredit kepada UMKM, mempengaruhi perlambatan kredit UMKM. Kredit perdagangan tumbuh 11,04% (yoy), melambat dibanding tahun lalu yang mencapai 13,01% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi terutama untuk level usaha kecil dan menengah. Sejalan dengan itu, sektor pertanian yang menguasai 19% dari total kredit UMKM, juga melambat, dari 27,57% menjadi 10,34%. Perlambatan kredit kepada pelaku UMKM perlu dicermati, agar tidak berlanjut dan menggerus pangsa kredit kepada UMKM. Kualitas kredit UMKM masih perlu diperbaiki. Hal ini tercermin dari NPL yang masih diatas 5%, dengan kecenderungan meningkat dibanding tahun Kenaikan NPL kredit UMKM tersebut terjadi di ketiga sektor utama serta di semua jenis UMKM, kecuali kredit mikro yang relatif membaik (Grafik 3.14). Grafik 3.15 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut Posisi kredit perbankan kepada sektor rumah tangga di Sumut hingga akhir tahun 2015 tercatat sebesar Rp42,8 triliun. Kredit tersebut didominasi oleh kredit multiguna, kredit pemilikan rumah (KPR), serta kredit kendaraan bermotor (KKB) dengan porsi masingmasing sebesar 45%, 33%, dan 12%. Kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,46% (yoy), melambat dibanding tahun lalu yang mencapai 8,72% (yoy) (Grafik 3.17). Perlambatan tersebut terjadi sejalan dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi baik nasional maupun Sumatera Utara. 14 NPL dalam laporan ini adalah NPL gross, yang menunjukkan persentase kredit kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan) dan 5 (macet) terhadap total outstanding kredit 15 Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilakukan oleh KPw BI Sumut untuk melihat keyakinan & ekspektasi konsumen terhadap perekonomian. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 29

43 Grafik 3.16 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Semua jenis kredit konsumsi mengalami tekanan pertumbuhan. Kredit multiguna melambat cukup dalam. Sementara itu kredit perumahan rakyat (KPR) melambat terbatas. Di sisi lain, kredit kendaraan bermotor (KKB) posisi akhir tahun 2015 justru terkontraksi. Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan LTV untuk mengelola pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih sehat. Di tahun 2015, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan baru tersebut meliputi kenaikan 10% rasio LTV untuk kredit properti semua tipe rumah serta penurunan 5% uang muka kredit kendaraan bermotor. Perlambatan kredit konsumsi diiringi dengan kenaikan risiko kredit. Hal ini tercermin dari NPL, yang meski masih dibawah batas aman 5%, namun cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terjadi baik di KKB maupun KPR, sementara NPL kredit multiguna relatif stabil. Hal ini diduga terkait dengan masih berlanjutnya penurunan harga komoditas yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. 3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Non Tunai Di sisi lain, transaksi kliring melalui SKNBI 16 nominalnya tercatat sebesar Rp46,65 triliun atau meningkat 13,83% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Namun secara volume, transaksi kliring hanya mencapai 1,1 juta lembar atau melambat -37,02% (yoy), terkontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 12,06% (yoy) (Grafik 3.20). Secara kuartalan, nominal maupun volume kliring meningkat, masing-masing 14,04% (qtq) dan 2,04% (qtq). Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015 yang mulai membaik, namun secara keseluruhan tahun melambat dibandingkan tahun Relaksasi kebijakan LTV tersebut belum memberikan dampak yang signifikan, khususnya dampak penurunan 5% uang muka kredit kendaraan bermotor terhadap pertumbuhan KKB hingga penghujung Hal ini diduga seiring dengan dampak depresiasi nilai tukar terhadap harga kendaraan bermotor yang mengakibatkan menurunnya penjualan ritel kendaraan bermotor domestik. Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 3.17 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga 16 SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta) PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 30

44 3.5.2 Kinerja Sistem Pembayaran Tunai Perkembangan aliran uang kartal di Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 mengalami net outflow 17 sebesar Rp2,5 triliun (Grafik 3.21), berbeda dibanding triwulan sebelumnya dengan posisi net inflow Rp1,5 triliun. Posisi net outflow tersebut terjadi di wilayah kerja KPw BI Pematang Siantar dan KPw BI Sibolga, masing-masing sebesar Rp1,8 triliun dan Rp1,4 triliun. Di sisi lain, net inflow justru terjadi di wilayah kerja KPw BI Sumut yang berkedudukan di Medan sebesar Rp793 miliar. Grafik 3.19 Perkembangan Uang Kartal di Sumut Fenomena tingginya aliran masuk dari wilayah sekitar menuju Medan tersebut diduga karena meningkatnya aktivitas penukaran uang menjelang hari Natal dan Tahun Baru. Grafik 3.20 Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut Di tengah total uang beredar 18 yang menurun dari Rp17,9 triliun menjadi Rp14,7 triliun, temuan uang rupiah tidak asli juga menurun, dari lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 999 lembar (Grafik 3.22). Bank Indonesia terus meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian, dan senantiasa melakukan sosialisasi Ciriciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) guna mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu. 17 Net outflow mencerminkan jumlah uang masuk (inflow) lebih banyak dibanding uang keluar (outflow) ke kantor BI. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar. Penjumlahan inflow dan outflow PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 31

45 Suplemen 2 Elektronifikasi Demi Transaksi Keuangan yang Lebih Efisien Dalam era digital, elektronifikasi menjadi pilihan yang harus diambil untuk meningkatkan efisiensi transaksi keuangan. Elektronifikasi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk mengubah transaksi keuangan dari bentuk tunai ke bentuk non tunai. Beberapa contoh kegiatan elektronifikasi antara lain penggunaan e-money dalam transaksi pembelian tiket kereta api Medan Kualanamu atau pembayaran biaya tol. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan Lembaga Keuangan Digital (LKD) yang sedang digalakan untuk dikembangkan di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh layanan perbankan. Dengan layanan LKD tersebut masyarakat dapat melakukan transaksi perbankan di agen LKD yang biasanya merupakan tempat usaha penjualan kelontong. Berdasarkan hasil survei 19 secara terbatas mengenai Akseptabilitas Elektronifikasi di Provinsi Sumatera Utara, elektronifikasi mendapatkan dukungan yang sangat besar dari elemen masyarakat. Survei dilakukan Grafik 3.21 Dukungan Masyarakat terhadap Elektronifikasi secara terbatas terhadap 150 responden dan dilakukan Kota Medan yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dan menjadi magnet perkembangan di Sumut. Survei tersebut menunjukkan bahwa sebagaian besar (95%) masyarakat di Kota Medan mendukung adanya elektronifikasi. Hal ini disebabkan responden menyakini lebih efisiennya transaksi keuangan bila dibandingkan dengan transaksi menggunakan uang tunai. Dukungan ini justru terutama diperoleh dari masyarakat di lingkungan pemerintahan. Di sisi lain, fasilitas yang terbatas menyebabkan 5% masyarakat responden resisten dalam menggunakan transaksi elektronik. Pada dasarnya masyarakat menyambut baik adanya elektronifikasi ini. Terdapat 3 variabel yang digunakan untuk mengukur akseptabilitas masayarkat terhadap elektronifikasi, diantaranya adalah efisiensi, keamanan, dan infrastruktur. Dari ketiga variabel ini, variabel yang paling berpengaruh terhadap keinginan responden untuk menggunakan uang elektronik adalah faktor efisiensi, disusul dengan keamanan dan infrastruktur. Menurut hasil survei, penyebab dari terkendalanya realisasi elektronifikasi adalah rendahnya tingkat sosialisasi elektronifikasi ke masyarakat umum, infrastruktur yang belum siap, serta belum jelasnya regulasi. Langkah awal penjajakan elektronifikasi di Sumatera Utara dilakukan di lingkungan Universitas pada tahun Langkah tersebut dilanjutkan kepada Pemerintah Daerah di tahun Urgensi untuk meningkatkan elektronifikasi pada level pemerintah semakin penting dikarenakan berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) KPw BI Sumut dengan pemerintah menunjukkan bahwa hanya 9 dari 34 satuan kerja pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah menggunakan media elektronifikasi dalam proses penggajiannya. Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia telah menginisiasi beberapa kerja sama dengan pemerintah maupun universitas yaitu Nota Kesepahaman dengan USU pada tahun 2014 mengenai elektronifikasi di lingkungan kampus serta Nota Kesepahaman dengan Polda Sumut, Pemprovsu dan Ditjen Perbendaharaan Sumatera Utara mengenai peningkatan implementasi transaksi elektronik di lingkungan pemerintah terutama dalam penggajian. Ke depan, elektronifikasi perlu diperluas ke berbagai bentuk transaksi keuangan. Hal ini didasarkan pada pemahaman pentingnya elektronifikasi dalam mendukung efisiensi ekonomi yang diperlukan agar ekonomi Sumatera Utara dapat tumbuh lebih cepat lagi. Riset Akseptabilitas Elektronifikasi di Provinsi Sumatera Utara, penelitian bersama STIM Sukma PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 32

46 BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH Memasuki triwulan IV 2015 realisasi belanja Pemerintah Daerah meningkat cukup tajam sehingga secara keseluruhan tahun tercatat cukup baik. Di sisi lain, kondisi tersebut menunjukkan bahwa realisasi belanja Pemerintah masih terkonsentrasi di akhir tahun. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di tahun 2015 mencapai 94,1% dari yang dianggarkan. Sementara untuk APBD 17 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 95,7%. Namun, realisasi belanja langsung Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang didalamnya termasuk belanja modal hanya sebesar 86,9% dari pagunya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang masih terbatas. KEUANGAN PEMERINTAH 33

47 4.1 Gambaran Umum Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam perencanaan dan penganggaran negara tentunya perlu diperhatikan. Pada triwulan IV-2015, terdapat perubahan anggaran pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara, dengan koreksi menurun baik pada anggaran pendapatan maupun anggaran belanja. Dengan adanya perubahan APBD tersebut, anggaran belanja Provinsi Sumatera Utara terealisasi Rp7,9 triliun atau 94,1%, lebih baik dari pencapaian tahun 2014 yang sebesar 91,2%. Anggaran belanja APBD 17 dari 33 Kabupaten/Kota 20 di Sumatera Utara terealisasi 95,7% dari pagunya, dengan Kabupaten Langkat sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja tertinggi sebesar 117,7% dan Kabupaten Nias Barat terendah sebesar 65,5%. Sementara itu, sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi Pemerintah Pusat, terdapat juga lonjakan realisasi anggaran belanja APBN, yang mencapai 90,7% sampai dengan triwulan ini. Walaupun menunjukkan perbaikan, pencapaian realisasi belanja baik Pemprov, Pemerintah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemko), maupun Pemerintah Pusat (anggaran APBN) di Sumatera Utara masih belum optimal akibat kendala-kendala realisasi anggaran di awal 2015 (perubahan nomenklatur kementerian) maupun di akhir tahun (perubahan APBD). 4.2 Anggaran Pendapatan dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 Pada triwulan IV 2015, terdapat perubahan APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. P-APBD pendapatan Pemprov Sumatera Utara turun Rp222,5 miliar menjadi sebesar Rp8,45 triliun atau lebih rendah 2,6% dari rencana semula yang sebesar Rp8,67 triliun. Anggaran pendapatan P-APBD 2015 juga lebih rendah -0,4% (yoy) dari APBD 2014 yang mencapai Rp8,48 triliun. Penurunan PAD bersumber dari koreksi pendapatan pajak daerah sebesar -7,8% dan retribusi daerah -63%. Dengan perubahan tersebut, pangsa pendapatan Pemprov Sumatera Utara berubah dari semula Pendapatan Asli Daerah (PAD) 60,6% dan Pendapatan Transfer 39%, menjadi masing-masing 54,7% dan 44,9%. Sementara komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah masih tetap pangsanya 0,4% dari total pendapatan. Sumber: Biro Keuangan Provsu Grafik 4.1 Anggaran Pendapatan Pemprov Sumut Sejalan dengan penurunan pendapatan dimaksud, P- APBD anggaran belanja Pemprov Sumatera Utara juga menurun sebesar Rp237 miliar menjadi Rp8,44 triliun atau lebih rendah 1% dari anggaran semula yang sebesar Rp8,67 triliun, bahkan juga lebih rendah -1% (yoy) dari APBD 2014 yang sebesar Rp8,52 triliun. Koreksi penurunan anggaran belanja terbesar terdapat pada anggaran belanja modal yang terkoreksi -27,6% dan belanja barang dan jasa terkoreksi -8,7%. Sementara anggaran belanja yang meningkat adalah belanja pegawai dan belanja bansos dan hibah, masing-masing naik 5% dan 52% dari anggaran semula. Dengan koreksi ke bawah tersebut, pangsa komponen belanja pegawai menjadi 15,7%, belanja hibah dan bansos 25,2%, belanja barang dan jasa 13,8%, dan belanja modal 12,1% dari total anggaran belanja. Dari P-APBD tersebut, sampai dengan akhir tahun 2015, realisasi belanja Pemprov Sumatera Utara mencapai 94,1% atau Rp7,9 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2014 yang mencapai Rp7,7 triliun atau 91,2% dari anggaran. 34

48 4.3 Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2015 Sumber: Biro Keuangan Provsu Grafik 4.2 Anggaran Belanja Pemprov Sumut Realisasi belanja pada tahun 2015 meliputi belanja tidak langsung sebesar Rp5,88 triliun atau 69,7% dari anggaran, sementara belanja langsung sebesar Rp2,05 triliun atau 24,4% dari anggaran. Realisasi belanja langsung yang di dalamnya terdapat belanja modal, hanya 86,9% dari pagunya yang sebesar Rp2,36 triliun. Tidak optimalnya realisasi belanja modal diperkirakan dipengaruhi oleh lambatnya persetujuan P-APBD yang baru terlaksana pada akhir tahun. Penurunan anggaran belanja modal dan realisasi yang di bawah pagunya, berdampak pada melambatnya kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan laporan sehingga berbeda dengan polanya, bahkan dengan angka pertumbuhan yang jauh di bawah rata-rata historisnya. Ke depan, realisasi belanja modal perlu dicermati agar lebih optimal, karena belanja modal yang efektif dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi. Realisasi pendapatan pemerintah daerah (Pemda) 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara hingga triwulan IV 2015 mencapai Rp16,6 triliun atau 96,1% dari anggaran pendapatan Realisasi tersebut secara nominal lebih tinggi dari capaian 2014 yang tercatat sebesar Rp16,2 triliun. Namun secara prosentase, realisasi pendapatan ke 17 kabupaten/kota tersebut masih lebih rendah dari capaian 2014 yang mencapai 108% dari target anggaran pendapatan (Tabel 4.1). Peningkatan pendapatan secara nominal terjadi pada komponen PAD dan Transfer, sementara komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah menurun. Hal ini menunjukkan perbaikan rasio kemandirian fiskal Pemda 17 Kabupaten/Kota tersebut, dari 3,3% tahun 2014 menjadi 3,9%, meskipun masih rendah. Rasio kemandirian fiskal merupakan rasio antara Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan Total Pendapatan. Rendahnya rasio kemandirian fiskal ini mencerminkan masih besarnya ketergantungan Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terhadap dana transfer dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi. Rasio kemandirian fiskal tertinggi dicatat oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar 28,5%, sedangkan terendah adalah Kabupaten Labuhan Batu Utara sebesar 3,6%. Tingginya rasio kemandirian Kabupaten Deli Serdang disebabkan oleh tingginya pendapatan Kabupaten Deli Serdang yang bersumber dari pajak industri pengolahan yang banyak terdapat di wilayah tersebut, salah satunya adalah Kawasan Industri KIM Star di Tanjung Morawa. 35

49 Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara No. Kabupaten/Kota APBD 2015 (Rp miliar) Pendapatan PAD Realisasi 2015 (Rp miliar) % Realisasi Pajak Daerah Pendapatan PAD Pajak daerah Pendapatan PAD Penerimaan pajak 1 Kab. Asahan ,69 92,8% 46% 18% 2 Kab. Batu Bara ,98 99,3% 86% 129% 3 Kab. Deli Serdang ,96 147,3% 83% 80% 4 Kab. Humbang Hasundutan ,52 99,8% 95% 64% 5 Kab. Labuhanbatu Utara ,62 93,0% 114% 105% 6 Kab. Langkat ,29 78,1% 110% 100% 7 Kab. Mandailing Natal ,79 93,2% 73% 66% 8 Kab. Nias ,39 109,8% 77% 33% 9 Kab. Nias Barat ,00 178,3% 22% 13% 10 Kab. Tapanuli Selatan ,24 95,3% 114% 198% 11 Kab. Tapanuli Utara ,39 101,8% 137% 115% 12 Kab. Toba Samosir ,70 92,3% 73% 57% 13 Kota Binjai ,88 107,1% 88% 111% 14 Kota Padang Sidempuan ,47 98,1% 121% 99% 15 Kota Pematang Siantar ,10 106,0% 76% 77% 16 Kota Tanjung Balai ,26 115,4% 104% 108% 17 Kota Tebing Tinggi ,64 98,9% 90% 126% Total , ,93 104,0% 89% 85% Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Komposisi realisasi pendapatan tahun 2015 masih tidak berubah banyak dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 81% ditopang oleh Transfer terutama Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Pendapatan Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Realisasi PAD 17 dari 33 Pemkab/Pemko di Sumatera Utara pada tahun 2015 mencapai Rp1,4 triliun atau hanya 89% dari targetnya. Realisasi PAD tertinggi dicapai oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 137% dari target (Rp98 miliar dari target Rp71 miliar), sementara terendah dicapai Pemda Kabupaten Asahan sebesar 46% dari targetnya (Rp33 miliar dari target Rp71 miliar). Beberapa kabupaten yang mencatatkan pencapaian di atas 100% dari target PAD-nya adalah Kabupaten Labuhan Batu Utara (114%), Kabupaten Langkat (110%), Tapanuli Selatan (114%), Tapanuli Utara (137%), Padang Sidempuan (121%) dan Tanjung Balai (104%). berupa dana perimbangan; 8,8% didapat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta sisanya (10,2%) berupa Lain-lain Pendapatan yang Sah (Grafik 4.4). Pencapaian realisasi PAD tersebut tidak lepas dari realisasi penerimaan pajak. Secara nominal, realisasi pajak 17 dari 33 Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara cenderung naik. Hingga triwulan IV 2015, penerimaan pajak terealisasi Rp640 miliar, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp537 miliar. Penerimaan pajak tersebut hanya mencapai 85% dari yang ditargetkan pada tahun 2015, namun lebih tinggi dari capaian 2014 yang hanya tercapai 80% dari target penerimaan pajak. Realisasi penerimaan pajak tertinggi secara nominal diraih oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp368 miliar (80% dari target sebesar Rp463 miliar). Namun secara prosentase, penerimaan pajak tertinggi dicatat oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan dengan pencapaian 198% dari target (Rp48,2 miliar dari Rp24,3 miliar yang ditargetkan). Sementara penerimaan terendah baik secara nominal maupun dari targetnya dicapai oleh Kabupaten Nias Barat yang hanya memperoleh Rp 1 miliar (13% dari target sebesar Rp7,59 miliar). 36

50 Tabel 4.2 Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara No. Kabupaten/Kota APBD 2015 Realisasi 2015 % Realisasi 1 Kab. Asahan ,6% 2 Kab. Batu Bara ,8% 3 Kab. Deli Serdang ,8% 4 Kab. Humbang Hasundutan ,7% 5 Kab. Labuhanbatu Utara ,3% 6 Kab. Langkat ,7% 7 Kab. Mandailing Natal ,9% 8 Kab. Nias ,0% 9 Kab. Nias Barat ,5% 10 Kab. Tapanuli Selatan ,1% 11 Kab. Tapanuli Utara ,5% 12 Kab. Toba Samosir ,6% 13 Kota Binjai ,0% 14 Kota Padang Sidempuan ,8% 15 Kota Pematang Siantar ,0% 16 Kota Tanjung Balai ,0% 17 Kota Tebing Tinggi ,96 94,1% Total Pemkab ,7% Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Dari sisi belanja daerah, 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara telah membelanjakan Rp17,1 triliun atau 95,7% dari anggaran belanja Sebagaimana pendapatannya, realisasi belanja tersebut secara nominal juga lebih tinggi dari tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp15,2 triliun. Namun secara prosentase masih di bawah realisasi 2014 yang mencapai 97,1% dari plafon. Rendahnya prosentase realisasi belanja 2015 tidak terlepas dari kondisi politik terkait pelaksanaan Pilkada serentak dan terlambatnya persetujuan P-APBD Komponen belanja yang terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai Rp9 triliun (52,7% dari anggaran), belanja modal sebesar Rp3,6 triliun (21,5% dari anggaran), dan belanja barang dan jasa sebesar Rp2,8 triliun (16,8% dari anggaran). Sejalan dengan penerimaan pajaknya, secara nominal Kabupaten Deli Serdang memiliki realisasi anggaran belanja tertinggi hingga akhir tahun 2015 sebesar Rp2,66 triliun (81,8% dari pagu). Sementara itu, dengan adanya dukungan penerimaan pajak yang melampaui target, realisasi belanja terbesar secara pagu dicatat oleh Kabupaten Langkat dengan nilai sebesar Rp1,9 triliun (117,7% dari pagu). Realisasi anggaran yang konsisten tinggi baik dari pendapatan pajak maupun belanja menunjukkan kedisiplinan Pemkab Langkat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 4.4 Rekening Pemerintah Daerah di Bank Grafik 4.4 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara Sebagaimana polanya, posisi simpanan Pemda (gabungan Pemprov dan 33 Pemkab/Pemko) di Sumatera Utara yang ditempatkan pada perbankan pada akhir triwulan IV 2015 menurun tajam -65.9% (qtq). Simpanan dimaksud menurun dari Rp12,4 triliun menjadi Rp4,2 triliun. Posisi simpanan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, yakni tumbuh sebesar 32,8% (yoy). (Grafik 4.4). Kenaikan tersebut mencerminkan realisasi pendapatan yang masih baik ditengah lambatnya realisasi belanja, dan sejalan dengan realisasi konsumsi pemerintah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. 37

51 4.5. Realisasi Belanja APBN di Sumatera Utara tahun 2015 Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara No Uraian Miliar Rp Tahun Anggaran 2014 Tahun Anggaran 2015 Anggaran Realisasi % Realisasi Anggaran Realisasi % Realisasi I Berdasarkan Jenis Belanja 1. Belanja Pegawai ,9% ,1% 2. Belanja Barang ,2% ,8% 3. Belanja Modal ,8% ,8% 4. Belanja Bantuan Sosial ,6% ,4% II Berdasarkan Fungsi 1. Pelayanan Umum ,1% ,4% 2. Pertahanan ,5% ,2% 3. Ketertiban dan Keamanan ,3% ,8% 4. Ekonomi ,5% ,1% 5. Lingkungan Hidup ,6% ,5% 6. Perumahan dan Fasilitas Umum ,8% ,3% 7. Kesehatan ,2% ,3% 8. Pariwisata dan Budaya 9 9 0,1% ,2% 9. Agama ,3% ,0% 10. Pendidikan ,9% ,5% 11. Perlindungan Sosial ,2% ,3% Sumber: Ditjen Pembendaharaan Provinsi Sumatera Utara Anggaran belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 mencapai Rp21,4 triliun, meningkat 31,6% (yoy) dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp16,26 triliun. Dari Rp21,4 triliun tersebut, terealisasi 90,7% atau Rp18,99 triliun sampai dengan akhir tahun Capaian tersebut lebih tinggi dari APBN tahun 2015 tidak lepas dari berbagai kendala, terutama adanya perubahan nomenklatur di beberapa kementerian dan proses pengadaan/ pelelangan yang memerlukan waktu. Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja APBN tertinggi pada tahun 2015 adalah realisasi belanja pegawai sebesar 33,1% atau Rp7,09 triliun, diikuti oleh realisasi belanja modal 29,8% (Rp6,38 triliun), belanja barang 23,8% (Rp5,08 triliun), dan bantuan sosial 3,45 (Rp 732 miliar). Belanja pegawai digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau instansi Pemerintah Pusat yang berada di Sumatera Utara, sedangkan belanja modal digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. tahun 2014 yang tercatat hanya mencapai 89,5% atau Rp14,5 triliun. Kondisi ini seiring dengan akselerasi pertumbuhan Konsumsi Pemerintah pada Produk Domestik Bruto Indonesia. Belum maksimalnya realisasi anggaran belanja Pola realisasi belanja APBN dari triwulan ke triwulan relatif sama dengan tahun 2014, rendah di awal tahun dan meningkat sampai ke akhir tahun. Hal ini karena realisasi belanja (khususnya belanja modal) APBN mayoritas memerlukan proses pengadaan dengan termin penyelesaian secara bertahap dan selesai di akhir tahun. Realisasi belanja modal meningkat signifikan dari tahun 2014 sebesar 3,05 triliun menjadi Rp6,38 triliun. Hal ini mencerminkan komitmen Pemerintah Pusat untuk memperbaiki infrastruktur terutama untuk transportasi. Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN tertinggi pada tahun 2015 dicapai oleh fungsi pertahanan dan keamanan yang mencapai 98,2% dari pagunya, dengan yang terendah adalah fungsi pariwisata dan budaya yang hanya mencapai 79,1% dari pagunya. Namun secara nominal, realisasi terbesar pada fungsi ekonomi dan pendidikan 38

52 masing-masing sebesar Rp6,7 triliun (32,1% dari total anggaran) dan Rp3,6 triliun (17,5% dari total anggaran). Komitmen Pemerintah Pusat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara melalui peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan umum dibuktikan dengan besarnya alokasi anggaran untuk kedua sektor tersebut APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 Pada APBD 2016, target pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara meningkat sebesar 18% dibandingkan P-APBD Pendapatan Asli Daerah (PAD) naik tipis 0,1%, sementara Lain-lain Pendapatan yang Sah justru turun -0,4%. Namun terjadi peningkatan yang signifikan pada pendapatan Transfer, yang meningkat 116% dibandingkan tahun Selain penerimaan pajak yang menurun -0,3%, seluruh komponen PAD lainnya meningkat, masingmasing Retribusi Daerah naik 2,7%, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan naik 2,3%, dan Lain-lain PAD yang Sah naik 7,8%. Sementara itu, kenaikan Transfer terutama disumbang oleh kenaikan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus yang meningkat 97,1% menjadi Rp3,03 triliun dari sebelumnya sebesar Rp1,54 triliun pada tahun Berdasarkan pangsanya, pada tahun 2016 PAD masih merupakan sumber pendapatan utama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, meskipun kecenderungannya menurun. Pangsa PAD terhadap total pendapatan hanya mencapai 46,4%, menurun dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 54,7%. Sementara pangsa pendapatan Transfer terhadap total pendapatan meningkat menjadi sebesar 53,2%, dari sebelumnya sebesar 44,9% pada tahun Peningkatan pendapatan Transfer terutama terjadi pada dana penyesuaian dan otonomi khusus berupa bantuan operasional sekolah (dana BOS) negeri, swasta maupun madrasah aliyah di Sumatera Utara. Hal ini mencerminkan komitmen Pemerintah Pusat untuk meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan dan kualitas SDM di Sumatera Utara. Tabel 4.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemprovsu Tahun 2016 Uraian Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah % Perubahan 1 Pendapatan ,0% 1.1 PAD ,1% Pajak daerah ,3% Retribusi daerah ,7% Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ,3% Lain-lain PAD yang sah ,8% 1.2 Transfer ,0% DAPER ,7% DBH ,0% DAU ,8% DAK ,5% Otsus dan Penyesuaian ,9% 1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ,5% Transfer antar Pemda/Pusat Dana Darurat Hibah ,5% 2 Belanja ,9% 2.1 Belanja Pegawai ,8% 2.2 Belanja Barang & Jasa ,1% 2.3 Belanja Modal ,5% 2.4 Belanja Bansos dan Hibah ,4% 2.5 Transfer ,0% Anggaran belanja TA 2016 Pemprov Sumatera Utara tercatat sebesar Rp9,95 triliun, naik 17,9% (yoy) dibanding P-APBD TA 2015 yang sebesar Rp8,44 triliun. Angka kenaikan tersebut jauh lebih tinggi dibanding kenaikan pada APBD 2015 terhadap APBD 2014 yang hanya sebesar 1,8% (yoy). Komponen yang mengalami kenaikan adalah belanja pegawai (naik 16,8%), belanja modal (naik 21,5%), belanja barang dan jasa (naik 26,1%), dan hibah (naik 41,8%). Peningkatan anggaran belanja barang dan jasa telah memperhitungkan penganggaran upah tenaga kerja dan tenaga lainnya yang terkait dengan jasa pemeliharaan atau jasa konsultansi baik yang dilakukan secara swakelola maupun dengan pihak ketiga. Dalam menetapkan jumlah anggaran untuk belanja barang habis pakai, Pemda di Sumatera Utara juga telah menyesuaikan kebutuhan riil setelah mengurangi sisa persediaan barang TA 2015 lalu. Peningkatan belanja modal juga sejalan dengan program pemerintahan yang memfokuskan pada pembangunan infrastruktur yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara di masa yang akan datang. 39

53 4.7. APBN di Sumatera Utara tahun 2016 Target belanja APBN di Sumatera Utara pada tahun 2016 menurun dibandingkan tahun 2015 (Grafik 4.5). Target belanja tahun 2016 sebesar Rp19,04 triliun atau menurun -11% (yoy). Penurunan belanja APBN di Sumatera Utara pada tahun 2016 terjadi pada pangsa belanja modal yang menurun dari 35,7% menjadi 31,8% dan belanja bantuan sosial dari 3,6% menjadi 0,3% dari total anggaran. Sementara itu untuk komponen dengan peningkatan pangsa tertinggi terjadi pada belanja pegawai (naik menjadi 37,1%), diikuti oleh belanja barang (naik menjadi 30,7%). Berdasarkan fungsi, anggaran terbesar masih dialokasikan pada fungsi ekonomi (36%), diikuti oleh fungsi pendidikan (19%), serta ketertiban dan keamanan (14%). Sedangkan alokasi anggaran belanja terendah ada pada fungsi pariwisata dan budaya (0,02%). Alokasi anggaran terbesar pada fungsi ekonomi sejalan dengan program Pemerintah yang fokus pada pengembangan infrastruktur, penguatan sumber daya manusia, dan ketahanan pangan. Sumber: Dirjen Perbendaharaan Sumatera Utara Grafik 4.5 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera Utara 2016 Menurut Jenis Belanja Sumber: Dirjen Perbendaharaan Sumatera Utara Grafik 4.6 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera Utara 2016 Menurut Fungsi 40

54 BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Indikasi perbaikan ekonomi Sumatera Utara belum tercermin pada kondisi ketenagakerjaaan dan kesejahteraan masyarakat. Ekspektasi ketersediaan lapangan kerja pada triwulan laporan masih menurun. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut terlihat pada ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang membaik pada periode mendatang. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat juga belum mengindikasikan perbaikan. Nilai Tukar Petani (NTP) masih tertekan sehingga menahan perbaikan daya beli masyarakat. Kemiskinan meningkat terutama di masyarakat pedesaan. Kondisi tersebut tercermin pada Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang memburuk. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 41

55 5.1 Ketenagakerjaan Kondisi perekonomian yang mengindikasikan adanya perbaikan belum tercermin pada membaiknya ketersediaan lapangan kerja. Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sumut memperlihatkan pesimisme ketersediaan lapangan usaha. Kondisi tersebut tercermin dari Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini yang kembali menurun (Grafik 5.1). Namun demikian, ekspektasi ketersediaan lapangan kerja menunjukkan perbaikan yang siginifikan meski masih pada level pesimis. Hal ini diperkirakan sejalan dengan indikasi perbaikan ekonomi yang masih berlangsung. Ekspektasi tersebut diperkirakan akan terus membaik seiring dengan semakin kuatnya perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Kondisi tersebut diharapkan tercermin pada Keadaan Ketenagakerjaan yang akan dipublikasikan oleh BPS pada Februari Dapat ditambahkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2015 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. rendahnya harga komoditas internasional serta permintaan yang relatif menurun. Kategori dengan penurunan jumlah tenaga kerja terdalam adalah kategori pertanian dan industri pengolahan. Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KPw BI Sumut Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total Belum kuatnya sinyal perbaikan harga komoditas serta permintaan tidak menyurutkan perbaikan persepsi konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja di periode mendatang, meski masih berada dalam level pesimis. Hal serupa juga terjadi dari sudut pandang pelaku usaha yang turut berkeyakinan bahwa akan terdapat kenaikan jumlah karyawan pada periode mendatang. Berlanjutnya realisasi mega proyek infrastruktur pemerintah serta indikasi penguatan perekonomian domestik menjadi pemicu meningkatnya keyakinan konsumen maupun pelaku usaha akan kondisi ketenagakerjaan. 5.2 Kesejahteraan Tingkat Penghasilan Masyarakat Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Sementara itu, Indikator Jumlah Karyawan Total berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sumut pada triwulan IV 2015 menunjukkan sedikit penurunan dan diekspektasikan semakin membaik pada periode selanjutnya. Penurunan jumlah karyawan total dari sisi pelaku usaha terjadi sebagai salah satu bentuk efisiensi biaya operasional akibat kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Sebagai provinsi yang banyak mengandalkan ekspor komoditas, kondisi ekonomi yang belum pulih terkait dengan masih Seiring dengan kondisi nasional, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mencapai 1,5 juta jiwa atau 10,8% dari total penduduk. Jumlah ini meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 1,4 juta jiwa atau 9,9% dari total penduduk. Dalam waktu 6 bulan, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami peningkatan jiwa penduduk miskin. Peningkatan jumlah penduduk miskin ini terjadi terkait menurunnya tingkat pendapatan meski daya beli relatif terjaga. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 42

56 penduduk miskin di Sumatera Utara semakin miskin. Sumber: BPS Grafik 5.3 Penduduk Miskin di Sumatera Utara Secara spasial, Sumut masuk ke dalam 5 besar provinsi dengan penambahan persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia, bersama dengan Provinsi Riau, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Secara nasional, Sumatera Utara masih menduduki peringkat 17 nasional berasarkan urutan jumlah persentase penduduk miskin terbesar. Tingkat kemiskinan yang semakin melebar ini tidak lepas dari karakteristik Sumatera Utara yang memang sangat menggantungkan aktivitas ekonominya pada perkebunan. Tahun 2015 memang memberikan pukulan yang cukup berat akibat perkembangan harga dan permintaan yang kurang menggembirakan seperti yang telah dijelaskan pada bab 1. Sumber: BPS Grafik 5.4 Persentase Penduduk Miskin Provinsi se- Sumatera dan DKI Jakarta Peningkatan persentase dan jumlah penduduk miskin diiringi oleh peningkatan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Sumber: BPS Grafik 5.5 Indeks Kedalaman & Keparahan Kemiskinan di Sumatera Utara Sumber: BPS Grafik 5.6 Penduduk Miskin di Desa dan Kota di Sumut Selama periode September 2014 s.d. September 2015, persentase kemiskinan meningkat tajam di pedesaan. Penduduk miskin di daerah perdesaan di Sumatera Utara bertambah orang menjadi 11,06% dari total penduduk desa. Sementara itu, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah orang menjadi 10,51% dari total penduduk kota (Grafik 5.8). Secara historis, persentase penduduk miskin di desa memang selalu lebih tinggi dibandingkan di kota. Meskipun telah mengalami penurunan yang signifikan sejak beberapa tahun terakhir, namun tingkat kemiskinan di desa kembali meningkat signifikan pada September Meningkatnya kemiskinan di pedesaan diduga karena daya beli masyarakat desa yang masih terbatas. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Petani yang masih berada di bawah , jauh lebih rendah bila dibandingkan tahun 2014 (Grafik KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 43

57 5.9). Hal ini terjadi baik untuk tanaman pangan, perkebunan, maupun hortikultura. Hal tersebut terutama dipengaruhi normalisasi harga komoditas yang berjalan lambat. Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Sumatera Utara yang meningkat 11,5% dibandingkan tahun 2015 atau menjadi Rp berdasarkan berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor /544/KPTS/2015 per 9 November 2015 turut mendorong peningkatan ekspektasi pendapatan ini. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 5.7 Nilai Tukar Petani Meningkatnya tingkat kemiskinan ini juga tercermin dari penurunan ekspektasi penghasilan masyarakat hingga akhir Hal ini tercermin dari Indeks Penghasilan Konsumen yang menurun dari 117,0 menjadi 97,3. Ekspektasi ke depan diperkirakan meningkat tercermin dari naiknya indeks tersebut di angka 135,6 (grafik 5.8). Kenaikan ekspektasi penghasilan tersebut diduga dipengaruhi akan membaiknya daya beli masyarakat akibat terjaganya ekspektasi terkait tidak adanya kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, ekspektasi akan mulai membaiknya perekonomian turut meningkatnya persepsi masyarakat akan pendapatan triwulan mendatang. Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut Grafik 5.8 Indeks Penghasilan Konsumen KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 44

58 BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI Indikasi perbaikan perekonomian Sumatera Utara semakin terlihat di triwulan I Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat dibanding triwulan IV 2015 dengan tingkat inflasi yang masih terjaga. Perbaikan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan membaik sejalan dengan terjaganya daya beli dan realisasi proyek infrastruktur Pemerintah. Sementara itu, perbaikan ekspor diperkirakan masih terbatas seiring dengan penyesuaian harga serta permintaan global yang masih cenderung stagnan. Di sisi sektoral, perbaikan ekonomi terlihat di kategori Pertanian, kategori perdagangan, dan kategori konstruksi, sementara kategori industri pengolahan relatif stabil terkait kondisi ekonomi global tersebut. Sementara itu, tekanan inflasi masih relatif terjaga, dengan kenaikan inflasi pada kelompok volatile foods. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, tingkat inflasi juga meningkat. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 45

59 6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2016 perekonomian Sumatera Utara ditengarai membaik, berada di kisaran 5,2%-5,6% (yoy) yang ditopang oleh membaiknya permintaan domestik, sementara perbaikan di sisi eksternal diperkirakan masih terbatas. Kegiatan ekonomi yang lebih baik juga terkait dengan minimalnya dampak bencana erupsi Gunung Sinabung yang sempat terjadi di 2014 dan Dari sisi domestik, kegiatan investasi diperkirakan membaik sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk membangun infrastruktur meski belum dibarengi oleh investasi swasta yang signifikan. Sementara kegiatan konsumsi diperkirakan membaik terbatas seiring dengan membaiknya daya beli masyrakat. Dari sisi belanja pemerintah, kegiatan investasi diperkirakan akan didorong berlanjutnya realisasi beberapa proyek infrastruktur besar seperti revitalisasi Pelabuhan Belawan, pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung serta pembangunan jalan tol termasuk jalan lintas Sumatera. Namun, realisasi belanja pemerintah daerah diperkirakan belum optimal, tidak jauh berbeda dengan pola-pola awal tahun sebelumnya. Hal tersebut terkait dengan kondisi politik yang belum stabil, yang juga mendorong pelaku usaha cenderung wait and see untuk melakukan kegiatan investasi. Indikasi investasi yang masih terbatas terlihat dari kapasitas utilisasi yang mengalami penurunan merespon melemahnya permintaan dan menurunnya pasokan bahan baku 22. Program kepatuhan pajak yang belum mendapatkan respons yang cukup positif dari swasta pada 2015 lalu diperkirakan masih menahan investasi bangunan pada triwulan mendatang. Sementara dari sisi konsumsi, optimisnya konsumen dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (Grafik 6.1) yang menunjukan perbaikan. Kondisi tersebut juga terlihat dari membaiknya ekspektasi penjualan 6 bulan ke depan. Membaiknya konsumsi masyarakat tersebut diperkirakan terkait dengan kelas menengah Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara dan adanya pola musiman terkait pelaksanaan tahun baru, imlek serta beberapa HBKN. Grafik 6.1 Survei Konsumen Di sisi eksternal, kinerja ekspor khususnya ekspor luar negeri diperkirakan masih terbatas terkait dengan kondisi ekonomi global yang masih mengalami penyesuaian. Berlanjutnya penyesuaian perekonomian dari sisi eksternal tidak lepas dari masih berlangsungnya kemerosotan harga komoditas dan permintaan dunia yang cenderung stagnan, yang tercermin dari aktivitas manufaktur negara mitra dagang yang kembali stagnan. Selain itu, harga produk substitusi yang mayoritas berbahan baku minyak dunia juga kembali rendah sehingga menurunkan daya saing produk unggulan, termasuk kelapa sawit. Tabel 6.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan Komoditas Harga Triwulan IV 2015 (%, yoy) Kelapa Sawit -21 Karet 2 Kopi -29 Sumber: IMF Harga Triwulan I 2016 (%, yoy) Stagnasi permintaan diperkirakan masih berlanjut seiring dengan terbatasnya geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama yang tercermin dari Purchasing Manager Index (PMI) yang masih menunjukkan penurunan hingga akhir triwulan IV Permasalahan banjirnya persediaan juga masih berlanjut sehingga kembali menekan harga komoditas. Adanya kebijakan pemerintah Columbia untuk mengizinkan ekspor kopi kualitas rendah berdampak pada pasokan kopi murah yang membanjiri pasar internasional. Baniirnya pasokan kopi di pasar global juga didorong oleh masih tingginya produksi. Kondisi serupa juga terjadi pada komoditas kelapa sawit dan karet PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 46

60 Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja perekonomian terutama disokong oleh membaiknya kinerja kategori Pertanian kategori Perdagangan Besar dan Eceran, serta kategori Konstruksi. Sementara itu, kinerja kategori industri pengolahan diperkirakan menahan optimalnya perbaikan perekonomian pada periode mendatang. Mulai masuknya masa panen tanaman bahan makanan yang biasanya terjadi pada triwulan I diperkirakan menjadi faktor utama membaiknya kinerja kategori Pertanian pada periode mendatang. Cukup kondusifnya periode tanam yang ditandai dengan cuaca yang memadai, sarana pendukung pertanian yang memadai, serta penyaluran pupuk yang meningkat diharapkan mampu mendorong peningkatan produksi pangan yang lebih baik dari tahun lalu. Sementara itu, kinerja subsektor tanaman perkebunan diperkirakan belum memberikan kontribusi yang signifikan akibat tingginya risiko berlanjutnya perlemahan harga komoditas. Peningkatan aktivitas konsumsi swasta pada periode mendatang turut mendorong kinerja kategori perdagangan besar dan eceran (PBE). Hal ini juga tercermin dari persepsi pedagang akan adanya peningkatan penjualan 23 pada triwulan mendatang (Grafik 6.2). Adanya beberapa pola musiman seperti perayaan tahun baru serta beberapa HBKN. Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan Seiring dengan belum cukup kuatnya sinyal perbaikan harga komoditas, kinerja industri pengolahan juga diperkirakan turut tertekan. Dapat ditambahkan bahwa industri pengolahan di Sumatera Utara sebagian besar terkait dengan pengolahan CPO dan Survey Penjualan Eceran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara karet yang merupakan produk utama ekspor Sumatera Utara. Sehingga, pergerakan harga komoditas tersebut banyak memengaruhi kinerja industri pengolahan. Adanya perbaikan harga komoditas seperti yang sudah diperkirakan oleh beberapa institusi global memang terjadi pada pada awal tahun. Namun, masih tingginya faktor risiko sehingga perkiraan perbaikan harga masih belum cukup kuat. Berlanjutnya pembangunan beberapa mega proyek infrastruktur pemerintah maupun swasta seperti pembangunan Jalan Tol Mebidangro, revitalisasi Pelabuhan Belawan, pembangunan Terminal Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung serta beberapa investasi lain diperkirakan menjadi pendorong meningkatkan kinerja konstruksi. Namun demikian, kegiatan investasi swasta diperkirakan masih tertahan terkait dengan kondisi politik yang belum pulih dan kondisi perpajakan yang belum direspon secara baik oleh pelaku usaha. Diharapkan, amnesti pajak mampu mendorong realisasi investasi swasta yang lebih baik dibandingkan dengan tahun Di kategori Industri Pengolahan, masih melimpahnya pasokan di pasaran, kembali turunnya harga minyak mentah sebagai produk subtitusi, menurunnya pasokan bahan baku, serta aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Amerika, Jepang, dan India yang justru mengalami penurunan ditengarai menjadi penahan yang cukup signifikan. Masih berlangsungnya isu Black Campign CPO yang menyeruak di dataran Eropa selaku salah satu daerah tujuan utama ekspor juga menahan kinerja dari sisi permintaan. Langkah anti CPO juga semakin kuat dengan dikeluarkannya rancangan amandemen Undang-Undang NO. 367 tentang Keanekargaaman Hayati Prancis yang mengatur pajak progresif kelapa sawit yang mulai berlaku Meskipun demikian, adanya sistem kontrak penjualan mampu menahan koreksi kinerja Industri Pengolahan yang lebih dalam. Pemerintah juga telah mengambil langkah kuratif dengan adanya pengurangan tarif gas industri yang pada awalnya diusung sebagai tarif gas termahal di dunia. Hal ini diharapkan menjadi insentif bagi industri dalam efisiensi biaya produksi. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2016 diperkirakan membaik pada PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 47

61 kisaran 5,1%-5,5% yang disebabkan oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja net ekspor yang semakin membaik khususnya memasuki semester II Konsumsi rumah tangga yang kuat masih menjadi penyumbang utama akselerasi perekonomian pada periode mendatang. Tingginya intensi pemerintah pada kualitas infrastruktur yang memadai juga memberikan sinyal kokohnya permintaan domestik dari sisi investasi. Reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh pemerintah juga mampu meningkatkan iklim investasi yang lebih kondusif oleh pihak swasta. Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi investasi pada periode mendatang. Mulai langkanya kondisi pasokan daging ayam ras akibat adanya pengafkiran parent stok pada September lalu berakibat pada menurunnya ayam siap potong pada awal periode laporan. Melambungnya harga pakan ayam turut turut berkontribusi dalam peningkatan harga daging ayam ras. Hal ini telah disikapi dengan langkah preventif melalui monitoring ketersediaan yang ketat oleh TPID setempat. Optimisme akan adanya perbaikan kinerja net ekspor tidak lepas dari perkiraan akan mulai membaiknya harga komoditas internasional terutama memasuki semester kedua tahun Prospek Inflasi Seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, daya beli masyarakat yang membaik diperkirakan akan mendorong kenaikan permintaan akan barang dan jasa. Sementara itu, pasokan barang khususnya bahan pangan diperkirakan masih memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah juga relatif terkendali. Dengan kondisi tersebut, inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan masih berada dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan, yaitu 4±1%. Sesuai pola musimannya, pasokan tanaman pangan diperkirakan melimpah khususnya pada triwulan I Produksi padi diperkirakan cukup baik dan meningkat dibanding tahun sebelumnya. Target produksi padi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai 4,6 juta ton. Prognosa panen padi pada triwulan mendatang diperkirakan mencapai hektare dengan produksi juta ton 24. Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara Gambar 6.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2016 Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara Gambar 6.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2016 Beberapa komoditas masih memberikan risiko tekanan inflasi. Risiko tekanan inflasi kelompok volatile foods pada triwulan I 2016 diperkirakan terkait dengan kenaikan harga daging ayam ras. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 48

62 Gambar 6.3 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2016 Sementara itu, inflasi inti diperkirakan kembali tertekan meski risiko eksternal terkait nilai tukar mulai mereda. Peningkatan tekanan inflasi ini terjadi akibat peningkatan ekspektasi inflasi baik di level konsumen maupun pedagang. Dengan demikian, langkah aktif terus dilakukan untuk mengelola ekspektasi agar inflasi berada pada level yang stabil dan rendah. Grafik 6.3 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga Tekanan inflasi kelompok Administered Prices diperkirakan kembali menurun seiring dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan beberapa harga komoditas dalam kelompok ini seperti BBM dan LPG 12 kg. Secara keseluruhan tahun, inflasi tahun 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun 2015 namun masih berada pada kisaran 4±1%. Meningkatnya tekanan inflasi ini terutama disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi kelompok Administred Prices yang lebih disebabkan oleh faktor baseline akibat perubahan skema subsidi BBM pada tahun Masih rendahnya risiko kenaikan harga BBM menyusul masih cukup rendahnya harga minyak mentah di pasar global meningkatkan keyakinan akan kembali tercapainya inflasi pada sasaran yang telah ditetapkan. Produksi minyak yang terus digenjot meski pasokan sudah cukup melimpah menyebabkan risiko kenaikan harga yang relatif minim. Koordinasi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah melalui forum TPI/TPID yang telah berjalan dengan baik dan terus ditingkatkan diperkirakan akan dapat menjaga stabilitas inflasi. 6.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian yang terus menunjukkan pemulihan masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan penguatan perekonomian dari sisi domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di antaranya adalah: a. Mendorong realisasi APBD tepat waktu. b. Melakukan percepatan finalisasi RTRW berkoordinasi dengan stakeholders terkait. c. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam rangka penguatan permintaan domestik melalui aktivitas konsumsi seperti event pariwisata melalui media pemasaran yang massive dan terpusat serta penciptaan budaya masyarakat pariwisata. d. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim investasi di Sumatera Utara kepada investor dan masyarakat luas melalui publikasi perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur melalui media komunikasi yang lebih luas dan terpusat dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi (Regional Investor Relation Unit/RIRU). Pengendalian Inflasi Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengendalian inflasi terkendali, diantaranya: a. Meningkatkan koordinasi TPID dalam mengendalikan fluktuasi harga komoditas pangan yang bergejolak. b. Melanjutkan program peningkatan produksi pangan maupun diversifikasi konsumsi masyarakat melalui komunikasi yang lebih intensif. c. Melakukan percepatan pembangunan infrastruktur perhubungan untuk mendukung kelancaran distribusi barang. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kemudahan perizinan, pengadaan lahan maupun penguatan komunikasi dengan masyarakat. Hal ini juga penting untuk meningkatkan perdagangan antar wilayah. d. Mendukung peningkatan kapabilitas UMKM yang bergerak dalam industri pangan untuk meredam fluktuasi harga akibat panen. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 49

63 e. Sosialisasi yang lebih intensif mengenai program sertifikasi lahan pertanian dan skema pembiayaan petani untuk meningkatkan akses pembiayaan. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 50

64 LAMPIRAN STRUKTUR APBD PEMERINTAH DAERAH DI SUMATERA UTARA Uraian Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Transfer DAPER DBH DAU DAK Otsus dan Penyesuaian Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Transfer antar Pemda/Pusat Dana Darurat Hibah Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang & Jasa Belanja Modal Belanja Bansos dan Hibah Transfer Belanja Lainnya 8 8 Surplus/ Defisit 9 23 ( ) ( ) 3 Pembiayaan Netto ( ) ( ) 3.1 Penerimaan SiLPA TA sebelumnya Pengeluaran Penyertaan Modal (Investasi) Daerah SILPA ( ) ( ) Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara-diolah Keterangan: Pemerintah Daerah di Sumatera Utara adalah Gabungan 17 Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. LAMPIRAN 51

65 INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah) LAMPIRAN 52

66 INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah) LAMPIRAN 53

67 DAFTAR ISTILAH Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet. DAFTAR ISTILAH 54

68 Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis. Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah DAFTAR ISTILAH 55

69 NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb). DAFTAR ISTILAH 56

70 Editor Departemen Regional 1 Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto Kontributor Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Tim Asesmen dan Advisory: Demina R. Sitepu Bambang Irwanto Nur Fikriyah Dzakiyah Ragil Misas Fuadi Tim Data dan SEKDA: Fransiska Sihaloho Elian Ciptono Fadli Putra Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Tim Asesmen dan Advisory Telp Fax DAFTAR ISTILAH 57

71 DAFTAR ISTILAH 58

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA MEI 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Agustus 2017 VISI DAN

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA November 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA Agustus 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 No. 13/02/71/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TAHUN 2016 TUMBUH 6,17 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental. NOVEMBER 2017 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... xi Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xiii Ringkasan Eksekutif... xvii Bab 1 Perkembangan Ekonomi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website : KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV 2013 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Periode Februari 2017

Periode Februari 2017 i Periode Februari 2017 ii Periode Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax.

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date]

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Agustus Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. OKI;Andayani [Pick the date] Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten OKI;Andayani [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 KATEGORI Konsumsi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015 Rakordal KALTENG 2015 Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook 2015 19 Oktober 2015 Outline 1 Perekonomian Nasional PDB Inflasi Rupiah Outlook 2015 3 Perekonomian Proyeksi PDRB Target Inflasi Kalteng

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II 215 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten. Mei Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten. Dwiki K. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten Dwiki K. [Pick the date] 2017 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 KATEGORI 2015 Konsumsi

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci