KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA MEI 2016

2

3 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. VISI DAN MISI i

4 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan I 2016 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan, serta rekomendasi kepada instansi terkait. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Meskipun demikian, realisasi perekonomian pada triwulan I 2016 masih dapat dikatakan cukup solid, yang tercermin dari kokohnya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang terus membaik. Dari sisi penawaran, merosotnya produksi tanaman pangan serta penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian dari sisi penawaran. Produksi tanaman pangan yang menurun menyebabkan tekanan inflasi yang merangkak naik hingga mencapai 7,2% (yoy). Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Mei 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif KATA PENGANTAR ii

5 DAFTAR ISI VISI DAN MISI... I KATA PENGANTAR... II DAFTAR ISI... III DAFTAR GRAFIK... V DAFTAR TABEL... VIII TABEL INDIKATOR... IX RINGKASAN UMUM... X BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA/KATEGORI... 8 BAB 2 INFLASI KONDISI UMUM PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA KELOMPOK BAHAN MAKANAN KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR KELOMPOK SANDANG KELOMPOK KESEHATAN KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN RINGKASAN UMUM ANALISIS PERBANKAN DAERAH KETAHANAN SEKTOR KORPORASI DAN UMKM KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAFTAR ISI iii

6 3.5.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH GAMBARAN UMUM REALISASI APBD PROVINSI SUMATERA UTARA REALISASI APBD PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA REKENING PEMERINTAH DAERAH DI BANK REALISASI BELANJA APBN DI SUMATERA UTARA TRIWULAN I BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN KETENAGAKERJAAN KESEJAHTERAAN BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI PROSPEK INFLASI REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI iv

7 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan... 2 Grafik 1.2 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja... 3 Grafik 1.3 Survei Konsumen... 3 Grafik 1.4 Konsumsi Listrik... 3 Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar... 4 Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran... 4 Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi... 4 Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Konsumsi... 4 Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara... 4 Grafik 1.10 Penjualan Semen... 5 Grafik 1.11 Penjualan Barang Konstruksi... 5 Grafik 1.12 Impor Barang Modal... 5 Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama... 6 Grafik 1.14 Kredit Investasi... 6 Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara... 7 Grafik 1.16 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama... 7 Grafik 1.17 Ekspor CPO... 7 Grafik 1.18 Perkembangan Harga CPO dan Karet... 7 Grafik 1.19 PMI Negara Mitra Dagang Utama... 8 Grafik 1.20 Ekspor Karet... 8 Grafik 1.21 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut... 8 Grafik 1.22 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut... 8 Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi... 9 Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Perkebunan Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Pertanian Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara DAFTAR GRAFIK v

8 Grafik 1.28 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori PBE Grafik 1.30 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.31 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Grafik 1.32 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Grafik 1.34 Perkembangan Ekspor Manufaktur Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Grafik 1.37 Indeks Williamson Sumatera Utara Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut Grafik 2.3 Pola Seasonal Inflasi Bulanan di Sumut Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan Grafik 3.2 Pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK) Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenisnya Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi Grafik 3.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM vs Non UMKM di Sumut DAFTAR GRAFIK vi

9 Grafik 3.14 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM di Sumut Grafik 3.15 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut Grafik 3.16 Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik 3.17 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 3.18 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Kliring Grafik 3.21 Penarikan dan Penyetoran di Sumut Grafik 3.22 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar di Sumatera Utara Grafik 3.23 Temuan Uang Rupiah Palsu di Su Grafik 3.24 Indeks Smart City Grafik 3.25 Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 4.1 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara Grafik 4.2 Komposisi APBN di Sumatera Utara Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total Grafik 5.3 Sektor Tenaga Kerja Grafik 5.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan Grafik 5.5 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi Grafik 5.6 Nilai Tukar Petani Grafik 5.7 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.1 Survei Konsumen Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan Grafik 6.3 Stock Beras BULOG Grafik 6.4 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga DAFTAR GRAFIK vii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan... 2 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara... 6 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama... 7 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran... 9 Tabel 1.5 Progress Pembangunan Infrastruktur Mebidangro Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara Tabel 2.3 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Sandang Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Tabel 4.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Tabel 4.2 APBD Pemkab/Pemko Sumatera Utara Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut lapangan Usaha Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 5.4 Nilai Tukar Petani Tabel 6.2 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan DAFTAR TABEL viii

11 TABEL INDIKATOR Pertumbuhan Ekonomi IV Total I II III IV Total I IIP Totalp PDRB (%,yoy) 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,0 5-5,4 5-5,4 Sisi Permintaan Konsumsi 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 4,6 4,8-5,2 4,7-5,1 Konsumsi Swasta 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 4,7 4,9-5,3 4,7-5,1 Konsumsi Pemerintah 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 4,3 4,3-4,7 4,3-4,7 Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 5,0 4,9-5,3 5-5,4 Ekspor 1,5 7,9-4,3-1,8-2,5 2,4-1,6 3,3 3,1-3,5 3,5-3,9 Impor 1,4 8,3-5,5-6,6-5,7 1,4-4,1 1,4 1,9-2,3 1,8-2,2 Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 5,5 5,2-5,6 5,5-5,9 Pertambangan dan Penggalian 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 1,4 1,4-1,8 1,3-1,7 Industri Pengolahan 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 6,6 4,1-4,5 4,1-4,5 Pengadaan Listrik, Gas 2,9 3,2-8,5-5,6 4,7 4,5-1,3 7,2 6,6-7 6,5-6,9 Pengadaan Air 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 4,6 4,8-5,2 4,8-5,2 Konstruksi 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 4,3 5-5,4 5,4-5,8 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 2,4 4,7-5,1 4,2-4,6 Transportasi dan Pergudangan 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 5,6 5,8-6,2 5,7-6,1 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 4,3 5,1-5,5 4,9-5,3 Informasi dan Komunikasi 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 5,8 5,6-6 5,6-6 Jasa Keuangan 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 7,5 7,6-8 7,1-7,5 Real Estate 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 4,6 4,7-5,1 4,6-5 Jasa Perusahaan 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 5,5 6-6,4 5,9-6,3 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 5,5 5,9-6,3 5,9-6,3 Jasa Pendidikan 0,0 6,4 2,5-0,2 8,1 9,8 5,0 7,4 7,2-7,6 7-7,4 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 7,9 7,7-8,1 7,4-7,8 Jasa lainnya 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 7,0 6,8-7,2 6,4-6,8 Inflasi IHK (%,yoy) 8,2 8,2 6,1 7,8 6,6 3,3 3,3 7,2 4.0± ±1.0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p : angka proyeksi TABEL INDIKATOR ix

12 RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran. ASESMEN INFLASI Inflasi IHK Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2% (yoy). Memasuki awal tahun 2016, perkembangan harga pada triwulan I secara umum mengalami kenaikan dibandingkan triwulan IV Kondisi ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok volatile food yang meningkat signifikan. Realisasi inflasi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,5% (yoy) maupun rata-rata inflasi Sumatera (5,7%, yoy). Secara kumulatif, sampai dengan Maret inflasi Sumatera Utara mencapai 2,0% (ytd), lebih tinggi dibanding nasional yang sebesar 0,6% (ytd). ASSESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan lalu. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada perlambatan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan asset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Dari sisi sistem pembayaran tunai terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang net outflow menjadi net inflow. Selain itu terdapat shifting pertumbuhan transaksi RTGS yang menurun digantikan dengan transaksi kliring yang meningkat. Hal ini terindikasi oleh regulasi baru dalam bidang sistem pembayaran. ASESMEN KEUANGAN DAERAH Sebagaimana polanya, realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada triwulan I 2016 masih rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 10,6% dari yang dianggarkan. Sementara untuk belanja APBD 18 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 7,5%. Demikian halnya dengan serapan APBN baru terealisasi 11,4% dari pagunya. Namun realisasi belanja pada triwulan I 2016 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang meningkat meski masih terbatas. RINGKASAN UMUM x

13 ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 tercatat menurun, begitu juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat dibandingkan dengan Februari Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri. Berbeda dari ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan relatif membaik meski perekonomian masih menunjukkan perlambatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan persepsi penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik. PROSPEK PEREKONOMIAN Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. RINGKASAN UMUM xi

14 RINGKASAN UMUM xii

15 BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran. EKONOMI MAKRO REGIONAL 1

16 1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Tw-IV 2015 Tw-I ,3 5,0 Tw-IV 2015 Tw-I ,0 4,9 Sumut Nasional Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Terjaganya daya beli masyarakat dan perbaikan iklim investasi yang terus digalakkan mendorong realisasi konsumsi dan investasi di Sumatera Utara. Cukup tingginya realisasi investasi menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dimana realisasi investasi sudah terlihat di awal tahun, meski realisasi belanja modal masih belum optimal. Sementara itu, mulai pulihnya harga komoditas internasional mendorong perbaikan daya beli masyarakat dan kinerja ekspor. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran. Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan Pertumbuhan Ekonomi I II III IV Total I II III IV Total I Arah PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,0 Konsumsi 5,3 4,8 4,9 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 4,6 Konsumsi Swasta 5,3 5,2 5,3 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 4,7 Konsumsi Pemerintah 5,3 1,5 1,9 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 4,3 Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3,0 3,3 3,0 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 5,0 Ekspor 10,4 4,9 15,5 1,5 7,9-4,3-1,8-2,5 2,4-1,6 3,3 Impor 11,8 7,5 13,5 1,4 8,3-5,5-6,6-5,7 1,4-4,1 1,4 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Sementara komponen pembentuk PDRB lainnya cenderung membaik. Membaiknya perekonomian domestik serta pemulihan neraca perdagangan yang terus berlanjut menjadi penyokong kokohnya perekonomian Sumut triwulan I Kuatnya Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi faktor utama baiknya realisasi perekonomian dengan sumbangan 2,6%. Begitu juga dengan andil investasi yang masih cukup tinggi, yang mencapai 1,5%. PMTB; 1,5% Net Ekspor; 0,45% Konsumsi Pemerint ah; 0,3% Konsumsi Rumah Tangga; 2,6% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan EKONOMI MAKRO REGIONAL 2

17 Secara agregat, aktivitas konsumsi meningkat secara signifikan dari 4,1% menjadi 4,6%. Perbaikan konsumsi ini terjadi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Peningkatan daya beli masyarakat akibat mulai membaiknya harga komoditas perkebunan mendorong kinerja konsumsi rumah tangga. Kebijakan pemerintah untuk menurunkan beberapa komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah seperti BBM, tarif listrik dan tarif angkutan juga menunjang adanya perbaikan daya beli masyarakat. Adanya perbaikan daya beli yang diiringi dengan event musiman seperti perayaan Tahun Baru dan Imlek memberikan efek ganda sehingga konsumsi rumah tangga membaik dari 4,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,7% (yoy) pada triwulan I Perbaikan daya beli masyarakat diindikasikan sejalan dengan perbaikan harga komoditas dunia. Daya beli masyarakat Sumatera Utara yang didominasi oleh tenaga kerja di sektor pertanian sangat bergantung pada perkembangan komoditas perkebunan. Meski belum kembali ke titik normalnya, harga CPO dan kopi mulai menunjukkan perbaikan Tw-IV 2015 Tw-I ,5 4,7 Persepsi Penghasilan Persepsi Lapangan Kerja I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.2 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja Harga CPO di pasar domestik pada periode laporan sudah mencapai Rp7.475,-/kg, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi harga pada triwulan lalu yang hanya sebesar Rp6.694,-/kg. Angin segar perbaikan harga komoditas juga datang dari pasar internasional. Harga CPO internasional naik menjadi US$576/metric ton, jauh lebih baik dari periode sebelumnya yang tercatat US$504/metric ton. Begitu juga dengan komoditas kopi arabika yang harganya juga sudah mengalami perbaikan. Perbaikan daya beli ini juga turut terefleksikan dalam ekspektasi masyarakat akan penghasilan saat ini dibandingkan dengan penghasilan 6 bulan yang lalu. Begitu juga dengan ketersediaan lapangan kerja yang dinilai membaik. Hal ini turut mendorong optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya OPTIMIS PESIMIS IEK IKK IKE Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.3 Survei Konsumen Optimisme konsumen tercermin dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sumatera Utara yang meningkat. Seluruh komponen dari Survei Konsumen seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Ekspektasi Konsumen, serta Indeks Kondisi Ekonomi menunjukkan perbaikan setelah secara konsisten dalam 4 periode terakhir menunjukkan tren penurunan. Begitu juga dengan konsumsi listrik yang relatif membaik. milyar kwh Bisnis Rumah Tangga G Bisnis Industri G Rumah G Industri I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah Grafik 1.4 Konsumsi Listrik Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan II % 25% 20% 15% 10% 5% 0% yoy -5% -10% -15% -20% -25% EKONOMI MAKRO REGIONAL 3

18 15,000 14,000 13,000 12,000 11,000 10,000 9,000 8,000 Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar Perbaikan konsumsi rumah tangga juga terlihat dari perkembangan indeks penjualan eceran yang secara konsisten membaik sejak tahun 2015 lalu. Perbaikan indeks penjualan eceran ini terutama terjadi pada kelompok suku cadang dan asesoris I 5 7 III 11 1 I 5 7 III 11 1 I 5 7 III 11 I Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran Aktivitas konsumsi yang membaik mendorong adanya peningkatan volume impor barang konsumsi secara signifikan, terutama kelompok makanan jadi untuk rumah tangga. Impor barang konsumsi tercatat tumbuh signifikan dari 0,7% (yoy) menjadi 88,6% (yoy). Perbaikan ini juga didukung oleh meredanya tekanan nilai tukar yang sempat terjadi sepanjang tahun juta Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi Penyaluran kredit konsumsi yang masih terus melambat menahan kinerja konsumsi untuk berjalan secara maksimal. Adanya kebijakan pelonggaran Indeks SPE Growth (yoy) 10% -8.9% -5.0% 1.7% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Volume (ton) Growth (yoy) -33.6% 88.6% 0.7% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 60% 50% 40% 30% 20% -10% -20% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% ketentuan Loan to Value (LTV) dari 30% menjadi 20% per 18 Juni 2015 baik untuk kendaraan bermotor maupun properti diindikasikan belum memberikan dampak yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit konsumsi. Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10, % 4.2% 24,781 26,299 27,803 29,371 30,219 31,239 32,880 34,548 35,072 35,421 36,943 37,681 37,821 38,615 39,752 40,968 40,965 41,762 42,414 42,794 42,907 Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Konsumsi yoy 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% Stabilisasi iklim politik meski berjalan lambat mendorong normalisasi realisasi konsumsi pemerintah. Konsumsi pemerintah terakselerasi dari 1,4% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,3% (yoy) pada periode laporan. Hal ini tidak terlepas dari baiknya realisasi anggaran pemerintah. Realisasi anggaran APBN yang disalurkan di Provinsi Sumatera Utara. Realisasi APBN di Sumatera Utara pada triwulan I 2016 telah mencapai 11,4% dari pagunya, lebih tinggi dari realisasi dalam 7 tahun terakhir. 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 10,9 Nominal I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I ,0 Tw-IV 2015 Tw-I ,4 4,3 8,5 8,6 8,6 10,4 7,9 11, Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN Triwulan I di Sumatera Utara Sementara itu, realisasi belanja pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dapat dikatakan belum optimal. Realisasi belanja langsung APBD Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 cukup baik, yaitu EKONOMI MAKRO REGIONAL 4

19 mencapai 11,7% dari anggaran belanjanya. Realisasi tersebut lebih rendah dari realisasi historisnya 20,0% 18,0% 16,0% 14,0% 12,0% 10,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0% 10,3% 13,9% 11,6% 18,5% 11,7% Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.10 Persentase Realisasi Belanja Langsung APBD Triwulan I di Sumatera Utara Rp Juta Indeks Penjualan Barang Konstruksi Growth 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, ,978 3,146 3,668 3,999 3,997 3,738 3,963 3,989 4,152 Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi Realisasi investasi non bangunan justru menahan optimalnya investasi secara agregat. Hal tersebut tercermin dari impor barang modal yang justru menurun dari -5,4% (yoy) menjadi -17,8% (yoy). 4,278 4,199 4,177 4,890 4, % 4,773 4, % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 4, % 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% Membaiknya aktivitas konsumsi pemerintah juga tercermin dari rekening pemda di perbankan yang relatif menurun, dari 32,9% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 1,2% (yoy) pada triwulan laporan (lihat Bab 4 Keuangan Daerah). Tw-IV 2015 Tw-I ,9 5,0 juta Volume (ton) Growth (yoy) 250% 200% 150% 100% 50% -5.4% -17.8% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % -100% Ditengah realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang masih belum optimal, realisasi investasi 1 justru membaik dari 4,9% (yoy) menjadi 5,0% (yoy). Berlanjutnya beberapa proyek infrastruktur strategis menjadi pendorong utama akselerasi investasi bangunan. Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan konsumsi semen yang masih mencatatkan pertumbuhan dari 20,0% (yoy) menjadi 21,9% (yoy). Ribu Ton Volume Growth 1, Grafik 1.11 Penjualan Semen 3.3% % 21.9% 30% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 40% 20% 10% 0% -10% -20% Grafik 1.13 Impor Barang Modal Perbaikan investasi ditengarai masih didorong oleh kuatnya investasi dari pihak swasta dan BUMN sementara investasi pemerintah masih belum optimal. Hal tersebut tercermin dari tercermin dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi hingga triwulan I 2016 yang masih tercatat 0%. Meski sudah cukup optimis dalam melakukan aktivitas konsumsinya, namun rumah tangga belum cukup optimis dalam melakukan investasi. Hal tersebut tercermin dari indeks pembelian barang tahan lama yang justru menurun. Penyaluran kredit investasi yang melambat dari 10,2% (yoy) menjadi 7,8% (yoy) juga turut menahan optimalnya capaian realisasi investasi pada periode laporan. Pembentukan Modal Tetap Bruto EKONOMI MAKRO REGIONAL 5

20 120,0 115,0 110,0 105,0 100,0 95,0 90,0 Rp Miliar 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama Nominal 16,651 17,494 18,117 22,343 24,626 25,357 25,873 29,524 30,194 35,973 37,257 40,190 39,910 39,995 39,054 38,660 39,547 39,727 40,150 42,602 42,649 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.15 Kredit Investasi 40.0% 10.2% 30.0% 7.8% 20.0% yoy 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 10.0% 0.0% -10.0% Namun demikian, realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Sumatera Utara pada periode laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan, jauh lebih rendah dari triwulan lalu. Realisasi PMA hanya mencapai US$ sementara realisasi PMDN hanya mencapai Rp161,3 miliar. Kebijakan pemerintah dalam menghapus atau meningkatkan porsi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor belum memberikan dampak yang cukup signifikan dalam perkembangan PMA. Hal ini mencerminkan perlu upaya untuk terus membangun persepsi positif investor akan iklim investasi di Sumatera Utara. Penurunan realisasi PMA maupun PMDN terjadi hampir di seluruh sektor. Sementara itu, lokasi realisasi PMA di Sumatera Utara pada triwulan laporan semakin terkonsentrasi 2, berbeda dengan PMDN yang relatif tersebar. Pada triwulan IV 2015, realisasi PMA di Kabupaten Deli Serdang mencapai 57,3% dari total PMA yang direalisasikan. Sementara itu, pada triwulan I 2016 PMA yang direalisasikan di Kabupaten Deli Serdang mencapai 77% dari total PMA. Secara sektoral, realisasi PMA masih didominasi oleh sektor Listrik, Gas dan Air terkait dengan proyek pembangkitan Mega Watt yang banyak ditempuh dengan mekanisme Independent Power Producer (IPP). Negara utama asal investor Sumatera Utara untuk triwulan I 2016 adalah Tiongkok, Singapura, Swiss dan Malaysia. Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara Periode PMA PMDN Proyek I (juta Proyek I (Rp USD) miliar) 2014 I , ,50 II , ,77 III , ,51 IV , ,09 Total , , I , ,10 II , ,10 III , ,80 IV , , I P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah Tw-IV 2015 Tw-I ,4 3,4 Di sisi eksternal, perbaikan kinerja ekspor terus berlanjut. Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik untuk perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar daerah. Selain dipengaruhi oleh perkembangan harga yang cukup baik, adanya mandatori bahan bakar nabati (BBN) yang meningkatkan konsumsi biodiesel dari sisi domestik turut memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor antar daerah. Dengan demikian, perdagangan antar daerah turut mengalami perbaikan dari 3,7% (yoy) menjadi 4,9% (yoy). Selaras dengan ekspor dalam negeri, ekspor luar negeri tercatat membaik dari 1,01% (yoy) menjadi 1,3% (yoy). Perbaikan ekspor luar negeri ini terutama didorong oleh membaiknya ekspor luar negeri untuk klasifikasi barang, sementara ekspor luar negeri untuk klasifikasi jasa justru melambat tajam. Kenaikan Badan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Utara dan BKPM triwulanan EKONOMI MAKRO REGIONAL 6

21 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 ekspor barang ini terutama didorong oleh mulai membaiknya harga komoditas di pasar internasional. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume % Grafik 1.16 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara 3 Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 29,5% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 8,2% dan kopi 5,3%. Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan tingginya pengaruh pasar komoditas terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama Komoditas Pangsa Kelapa Sawit 29,5% Karet 8,2% Kopi 5,3% Lainnya 57,0% 7.2% 4.8% 30% 20% 10% -13.4% -6.3% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % -20% -30% Perbaikan harga CPO di pasar global mendorong perbaikan ekspor luar negeri CPO dari -17,1% (yoy) menjadi -12,5% (yoy). Secara nominal, ekspor CPO selama triwulan I 2016 mencapai US$498,9 juta. Perbaikan harga ini didorong oleh adanya penurunan pasokan global imbas El Nino tahun 2015 di tengah pemulihan permintaan global. Harga CPO di pasar global meningkat dari US$504,-/metrik ton pada triwulan lalu menjadi US$576,-/metrik ton pada triwulan I Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume % Grafik 1.18 Ekspor CPO 10.2% 2.3% -17.1% -12.5% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Pemberlakuan efektif pelarangan trans fat dalam produk makanan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menjadikan CPO sebagai salah satu kandidat bahan substitusi yang relatif murah sehingga permintaan CPO dari Amerika Serikat meningkat. 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% Kinerja ekspor Sumatera Utara juga cukup bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai sekitar 29% terhadap total ekspor Sumatera Utara % 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% CPO Lokal CPO Intl Karet Lokal Karet Intl Lainnya 61% Tiongkok 10% USA 12% India 8% Europa 9% Grafik 1.17 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama -20.0% -40.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Bloomberg, diolah Grafik 1.19 Perkembangan Harga CPO dan Karet Meskipun tren perbaikan sudah mulai terlihat, namun perkembangan ini dapat dikatakan tersendat oleh lemahnya permintaan. Perbaikan aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama dapat Merupakan data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia EKONOMI MAKRO REGIONAL 7

22 dikatakan tidak merata. Perbaikan aktivitas manufaktur hanya terlihat di Tiongkok dan India, sementara Amerika Serikat masih terus menunjukkan tren perlambatannya US China India Jepang Batas Berdasarkan kategorinya, volume impor barang konsumsi yang meningkat secara signifikan mampu mengimbangi perlambatan impor barang kategori lain. Impor barang konsumsi meningkat dari 0,7% (yoy) menjadi 88,6% (yoy) untuk memenuhi permintaan domestik yang masih cukup kuat % 100% Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total 45 I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.20 PMI Negara Mitra Dagang Utama Berbeda dengan komoditas CPO, perbaikan harga minyak dunia yang berjalan lambat untuk waktu yang sangat panjang berdampak negatif bagi perkembangan ekpor karet. Ekspor luar negeri komoditas karet kembali melambat dari -17,2% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -26,6% (yoy) pada triwulan I Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume % Grafik 1.21 Ekspor Karet 20% 3.0% 10% -5.7% 0% -17.2% -26.6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Tw-IV 2015 Tw-I ,4 1,4 Pada triwulan I 2016, impor Sumatera Utara pada triwulan laporan relatif stabil. Impor antar daerah yang relatif tinggi mampu mengimbangi perlambatan impor luar negeri. Impor antar daerah tercatat stabil sebesar 6,0% (yoy), sementara impor luar negeri relatif menurun dari -6,8% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -8,6% (yoy) pada triwulan I % -20% -30% -40% -50% -60% 50% 0% -50% -100% Grafik 1.22 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut Kondisi berbeda terjadi pada kategori lain yang justru menunjukkan perlambatan. Impor bahan baku melambat dari 5,4% (yoy) menjadi -11,1% (yoy). Sementara itu, impor barang modal juga turut melambat dari -5,4% (yoy) menjadi -17,8% (yoy). 150% 100% 50% 0% -50% -100% I II III IV I II III IV I II III IV I Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.23 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha/Kategori Perlambatan perekonomian triwulan laporan disebabkan oleh perlambatan kategori Pertanian dan Perdagangan Besar dan Eceran (PBE), sementara kategori utama lainnya justru meningkat. Kelima kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara. EKONOMI MAKRO REGIONAL 8

23 16,7% 38,4% 57,8% 83,2% 21,5% 48,4% 71,9% 100,8% 18,9% 43,9% 66,0% 90,4% 22,9% 48,2% 67,4% 94,4% 19,8% Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Pertumbuhan Ekonomi I II III IV Total I II III IV Total I Arah PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,0 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,4 5,0 4,1 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 5,5 Pertambangan dan Penggalian 6,0 5,2 5,3 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 1,4 Industri Pengolahan 3,5 4,1 4,1 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 6,6 Pengadaan Listrik, Gas 9,0-0,4 1,3 2,9 3,2-8,5-5,6 4,7 4,5-1,3 7,2 Pengadaan Air 4,4 6,8 6,1 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 4,6 Konstruksi 5,9 4,9 7,7 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 4,3 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,7 6,3 8,3 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 2,4 Transportasi dan Pergudangan 5,1 6,1 5,3 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 5,6 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 8,1 5,9 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 4,3 Informasi dan Komunikasi 10,0 8,8 5,7 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 5,8 Jasa Keuangan 4,7 0,9 0,3 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 7,5 Real Estate 6,5 7,9 4,2 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 4,6 Jasa Perusahaan 6,9 6,3 6,3 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 5,5 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7,5 8,7 6,5 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 5,5 Jasa Pendidikan 9,3 11,0 5,8 0,0 6,4 2,5-0,2 8,1 9,8 5,0 7,4 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,8 7,6 4,1 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 7,9 Jasa lainnya 7,6 7,6 6,9 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 7,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tw-IV 2015 Tw-I ,0 5,5 Produksi tanaman pangan yang tidak sebaik polanya menekan kinerja kategori pertanian. Pertumbuhan kategori pertanian turun menjadi 5,5% (yoy), jauh lebih rendah dari capaian triwulan sebelumnya yang mencapai 7,0% (yoy). Triwulan I merupakan puncak panen tanaman pangan di Sumatera Utara. Data Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara menunjukkan adanya penurunan produksi pangan yang cukup signifikan untuk seluruh tanaman pangan utama seperti beras dan cabai merah. 100% Realisasi Sisa Kebutuhan Growth Realisasi 40,0% Aktivitas produksi tanaman pangan di Sumatera Utara pada awal tahun 2016 menemui beberapa kendala. Masih berlanjutnya batuk Gunung Sinabung sebagai salah satu sentra hortikultura serta menurunnya kualitas benih 4 yang digunakan petani ditengah cuaca yang kurang menentu menyebabkan produktivitas tanaman menurun. Selain itu, terdapat beberapa gangguan teknis irigasi yang menyebabkan ketidaklancaran pengairan lahan padi, seperti di Kabupaten Simalungun yang merupakan salah satu sentra tanaman pangan. Produksi Triwulan I 2016 ( %, yoy) Padi -35 Cabai Besar -49 Bawang Merah % 60% 40% 20% 0% -20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.24 Penyaluran Pupuk Bersubsidi 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% -10,0% -20,0% -30,0% Menurunnya penggunaan pupuk baik pupuk bersubsidi maupun tidak bersubsidi menyebabkan kondisi panen tanaman pangan tidak optimal. Total pupuk yang disalurkan pada triwulan I 2016 adalah 19,8% dari perkiraan kebutuhan tahunan, lebih rendah dari serapan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 22,9%. Jumlah pupuk yang disalurkan adalah ton atau terkontraksi 2,4% (yoy), lebih rendah dari realisasi triwulan lalu yang mencapai 5,6% Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara EKONOMI MAKRO REGIONAL 9

24 (yoy). Sementara itu, impor pupuk terkontraksi semakin dalam hingga -36,9% (yoy). juta Volume (ton) Grafik 1.25 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara Kondisi cuaca yang kurang menentu juga menyebabkan kurang kondusifnya aktivitas produksi. Tedapat perubahan cuaca yang cukup ekstrem pada periode panen raya tanaman pangan kali ini. Pada bulan Februari 2016, sifat hujan di pantai timur dapat dikatakan relatif tinggi. Kondisi berbeda terjadi pada bulan Maret 2016 dimana curah hujat relatif rendah bahkan cenderung kering. Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.1 Realisasi Sifat Curah Hujan Februari 2016 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.2 Realisasi Sifat Curah Hujan Maret % Growth (yoy) % -36.9% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% Masih terpuruknya kinerja perkebunan karet juga turut menyumbang perlambatan kinerja kategori pertanian. Masih anjloknya harga minyak mentah sebagai produk substitusi karet alam menyebabkan kembali merosotnya harga karet di pasar global maupun domestik. Harga karet semakin terpuruk, terkontraksi hingga -13,7% (yoy) atau Rp14.959/kg di pasar domestik dan -29,0% (yoy) atau US$ cents 139/pound di pasar internasional. Tertekannya permintaan dunia menahan perbaikan harga meski pasokan karet sudah mulai menurun akibat hilangnya appetite petani karet rakyat untuk menderes akibat terlalu rendahnya harga. Meskipun demikian, optimisme masih terpancar dari subsektor perkebunan kelapa sawit dan kopi. Harga komoditas baik di pasar lokal maupun internasional sudah mulai menunjukkan perbaikan, terutama untuk komoditas CPO. Perbaikan harga CPO di pasar lokal tidak lepas dari mulai berjalannya penerapan CSF (CPO Supporting Fund) di pasar domestik serta serapan pasar domestik yang lebih tinggi sebagai imbas mandatori pemerintah untuk meningkatkan prosentase kelapa sawit dalam campuran biodiesel. Harga CPO di pasar lokal pada akhir triwulan mencapai Rp7.475,-/kg, jauh lebih baik dibandingkan dengan harga pada triwulan lalu yang hanya mencapai Rp6.694,-/kg. Meski perbaikan pasar perdagangan komoditas global berjalan lambat, namun tren perbaikan masih terus berlanjut. Menurunnya produksi beberapa negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015 lalu menyebabkan pasokan beberapa komoditas menurun. Dengan demikian, harga kelapa sawit di pasar internasional juga turut menunjukkan perbaikan. Sementara itu ekspektasi perbaikan subsektor perkebunan sawit masih cukup tinggi, yang tercermin dari gairah perbankan dalam penyaluran kredit yang cukup tinggi. Kredit perkebunan kelapa sawit tumbuh signifikan, dari 18,9% (yoy) menjadi 22,9% (yoy). Meski perbaikan pasar perdagangan komoditas global berjalan lambat, namun tren perbaikan masih terus berlanjut. Menurunnya produksi beberapa negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015 lalu menyebabkan pasokan beberapa komoditas menurun. Dengan demikian, harga kelapa sawit di pasar internasional juga turut menunjukkan perbaikan. Sementara itu, ekspektasi perbaikan EKONOMI MAKRO REGIONAL 10

25 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 subsektor perkebunan sawit masih cukup tinggi, yang tercermin dari gairah perbankan dalam penyaluran kredit yang cukup tinggi. Kredit perkebunan kelapa sawit tumbuh signifikan, dari 18,9% (yoy) menjadi 22,9% (yoy). Kesuksesan dalam memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) untuk komoditas kopi diperkirakan mampu meningkatkan kinerja kategori perkebunan kopi. Kondisi ini mendorong adanya permintaan global terhadap kopi Sumatera Utara yang tercermin dari perbaikan kinerja ekspor luar negeri untuk komoditas ini. Ekspor luar negeri kopi tercatat membaik dari - 13,7% (yoy) atau US$83,3 juta pada triwulan lalu menjadi -8,9% (yoy) atau US$89,4juta pada triwulan laporan. Rp Triliun Kebun Karet Kebun Sawit 30 G. P Karet G P Sawit I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Perkebunan 300% 250% 200% 150% 100% -50% -100% Perbaikan kategori pertanian diharapkan terjadi pada beberapa periode kedepan. Indikasi perbaikan ini tercermin dari masih tingginya penyaluran kredit pada kategori pertanian yang tumbuh dari 14,5% (yoy) menjadi 20,9% (yoy). 50% 0% Ditengah perlambatan kinerja kategori pertanian, salah satu indikator kesejahteraan petani menunjukkan perbaikan. NTP Provinsi Sumatera Utara 5 justru membaik dari 98,1 pada triwulan lalu menjadi 99,3 pada periode laporan meski masih berada di bawah level indikatifnya. Perbaikan NTP pada periode laporan terutama disebabkan oleh membaiknya NTP masyarakat perkebunan secara signifikan yang didorong oleh membaiknya harga seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Mulai membaiknya harga diharapkan menjadi daya tarik bagi petani maupun buruh perkebunan untuk tetap bekerja di sektor Pertanian. Alih profesi petani perkebunan menjadi buruh pabrik atau bahkan menjadi petani tanaman pangan yang marak dilakukan akibat kemerosotan harga yang cukup signifikan pada tahun lalu menyebabkan menurunnya ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan. Rp Juta ntp NTPR NTPH NTPP I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara Rp Miliar 35,000 30,000 25,000 Nominal Growth (yoy) yoy 70.0% 60.0% 50.0% Tw-IV 2015 Tw-I ,3 2,4 20, % 15,000 10,000 5, % 9,703 9,671 11,550 13,953 13,980 14,936 15,501 18,358 18,396 18,834 19,183 22,036 22,291 23,629 23,565 25,007 24,196 25,095 26,286 28,623 29,473 Grafik 1.27 Penyaluran Kredit Pertanian 20.9% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 20.0% 10.0% 0.0% Penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Penurunan penjualan kendaraan bermotor ini merespon kenaikan harga mobil menyusul kenaikan biaya operasional yang belum diiringi kenaikan daya beli masyarakat yang seimbang. Dampak kebijakan pelonggaran LTV kepemilikan kendaraan bermotor yang dikeluarkan pada semester II 2015 belum terlihat EKONOMI MAKRO REGIONAL 11

26 pada data penjualan kendaraan bermotor. Selain itu, event musiman seperti perayaan tahun baru dan libur sekolah mendorong akselerasi kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) secara terbatas. Kategori PBE melambat dari 3,3% (yoy) menjadi 2,4% (yoy). Kinerja pariwisata yang belum maksimal turut menghambat akselerasi kategori PBE. Hal tersebut tercermin dari tingkat occupancy rate hotel/ penginapan yang menurun serta kunjungan wisatawan yang masih terkontraksi ditengah adanya event musiman. 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% -30.0% -40.0% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.29 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Penurunan kinerja kategori PBE juga turut tercermin dari tajamnya penurunan penyaluran kredit. Kredit kategori PBE melambat secara signfikan dari 14,4% (yoy) menjadi -0,8% (yoy). Rp Miliar 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5, % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Kategori PBE -11.4% Nominal Occupancy Rate Growth (yoy) Wisman 14.4% -0.8% 18,431 19,193 20,643 21,709 22,784 24,897 24,525 26,531 27,066 32,028 32,144 33,873 34,496 36,200 36,735 38,968 42,195 42,952 44,011 44,598 40,941 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Meski penjualan kendaraan bermotor secara agregat mengalami penurunan, namun penjualan suku cadang masih mampu tumbuh sangat tinggi. Hasil survei yang dilakukan mengindikasikan adanya akselerasi yoy % 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% penjualan suku cadang yang cukup signifikan dari 2,5% (yoy) menjadi 24% (yoy). Rp Juta Penjualan Suku Cadang Growth Grafik 1.31 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Penurunan aktivitas perdagangan juga turut menekan kategori Transportasi dan Pergudangan. Masih rendahnya aktivitas pariwisata juga tercermin dari rendahnya pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara. Setelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan lalu hingga mencapai 33,0% (yoy), pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara melambat menjadi 6,8% (yoy). Penurunan jumlah penumpang angkutan udara ini justru terjadi ditengah terjadinya penurunan tarif batas atas dan batas bawah angkutan udara 6. Lain halnya dengan jumlah penumpang angkutan udara, jumlah penumpang angkutan laut justru terakselerasi setelah sebelumnya mencatatkan kinerja di zona negatif. Meningkatnya preferensi masyarakat untuk kembali menggunakan armada laut sebagai pilihan moda transportasi tidak lepas dari selesainya revitalisasi kapal penumpang milik PT Pelni sehingga kapasitas dan kualitas pelayanan yang diberikan dapat lebih baik. KM Kelud sebagai salah satu armada yang menghubungkan Kota Batam dengan Kota Medan selesai direvitalisasi pada akhir tahun 2015 lalu. Selain itu, adanya perayaan tahun baru mendorong adanya peningkatan kapasitas angkut dan frekuensi % % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Tw-IV 2015 Tw-I ,7 5,6 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% Peraturan Menteri Perhubungan No.14/2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. EKONOMI MAKRO REGIONAL 12

27 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 perjalanan kapal laut baik untuk rute Batam-Medan maupun Padang-Gunungsitoli-Sibolga. juta orang Penumpang Udara Penumpang Laut 3 G Penumpang Udara G Penumpang Laut % -2.2% 6.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 9.9% -10.0% -20.0% -30.0% -40.0% -50.0% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.32 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Sementara aktivitas bongkar muat membaik sehingga mampu menahan turunnya kinerja kategori transportasi dan pergudangan. Pertumbuhan aktivitas bongkar di Sumatera Utara mulai mencatatkan kinerja yang positif, dari sebelumnya tercatat -18,1% (yoy) menjadi 0,8% (yoy). Efektifitas mekanisme tarif progressif yang diterapkan oleh PT Pelindo I di Pelabuhan Belawan mulai terasa. Aktivitas impor yang didominasi oleh bahan baku dan barang setengah jadi mencerminkan salah satu indikasi peningkatan aktivitas industri di periode mendatang. Selaras dengan aktivitas bongkar, aktivitas muat juga mulai membaik meski masih tercatat diangka negatif. Aktivitas muat membaik signifikan dari -70,9% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -32,9% (yoy) pada triwulan I juta Ton Bongkar Muat G Bongkar G Muat -18.1% -70.9% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Ekspektasi akan membaiknya kategori transportasi dan pergudangan di periode mendatang tercermin dari masih terus berlanjutnya perbaikan penyaluran kredit ke kategori ini. Penyaluran kredit kategori transportasi dan pergudangan kembali membaik dari -11,4% (yoy) menjadi -8,1% (yoy). Terus digenjotnya akselerasi beberapa program peningkatan kapasitas 0.8% -32.9% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% -60.0% -80.0% infrastruktur perhubungan yang telah dimulai pada akhir tahun 2015 lalu diharapkan dapat mendukung kinerja kategori ini di masa mendatang. Rp Miliar 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Nominal Growth (yoy) -8.1% 0.0% -11.4% 1,568 1,943 2,233 2,485 2,598 2,875 2,995 3,310 3,397 3,588 3,704 3,683 3,570 5,161 4,655 3,925 3,807 3,598 3,605 3,478 3,360 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.34 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Tw-IV 2015 Tw-I ,5 6,6 Sebagai salah satu sector utama Sumatera Utara kinerja kategori Industri Pengolahan membaik cukup signifikan. Hal ini terkait dengan menguatnya permintaan yang ekspektasikan membaik pada periode mendatang. Kinerja kategori Industri Pengolahan tumbuh dari 5,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,6% (yoy). Perbaikan terlihat baik dari pasar domestik maupun global. Dorongan pasar global tercermin dari membaiknya ekspor manufaktur Sumatera Utara meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) 2.5 G Nilai G Volume % 6.2% -13.4% -3.6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.35 Perkembangan Ekspor Manufaktur 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% -20.0% -40.0% Peningkatan kinerja kategori ini tidak lepas dari meningkatnya ketersediaan fasilitas pendukung, seperti listrik dan gas. Pada awal tahun 2016, Sumatera Utara digadang-gadang telah melewati episode defisit listrik yang telah lama dikeluhkan oleh pelaku usaha dan masyarakat. Memadainya pasokan listrik untuk kepentingan industri yang diiringi dengan yoy 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% EKONOMI MAKRO REGIONAL 13

28 17,670 18,226 18,455 21,666 20,741 23,120 23,689 26,140 25,942 26,899 29,867 31,883 31,211 33,207 33,380 33,030 35,073 37,803 38,846 36,369 35,425 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 terus disesuaikannya harga listrik oleh pemerintah mendorong mulai kondusifnya aktivitas industri pengolahan. Pemerintah terus menggodok kebijakan maupun langkah-langkah akomodatif dalam menciptakan iklim usaha maupun investasi yang kondusif. Memasuki awal tahun 2016, pemerintah daerah Sumatera Utara berhasil mengupayakan penurunan tarif gas industri yang harganya jauh melebihi rata-rata harga gas industri di ASEAN. Harga gas industri di Sumatera Utara memasuki awal tahun 2016 turun dari US$12,22/MMBTU menjadi US$11,22/MMBTU. Meski sudah turun, namun harga gas industri di Sumatera Utara masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga gas industri di daerah lain yang hanya mencapai US$6-8/MMBTU. Pemerintah daerah Sumatera Utara terus melakukan koordinasi dan konsolidasi untuk mengatasi permasalahan tingginya harga gas ini. Namun demikian, belum kokohnya permintaan negara mitra dagang utama masih menahan optimisme perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Ditengah cukup primanya performa kategori Industri Pengolahan, penyaluran kredit justru melambat cukup signifikan, bahkan terkontraksi ke titik -1,7% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan lalu yang mencapai 10,1% (yoy). Rp Miliar 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Nominal Growth (yoy) 16.4% 10.1% -1.7% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan yoy 45.0% 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% Di kategori konstruksi, berlanjutnya proyek infrastruktur strategis milik BUMN dan pemerintah pusat yang dimulai pada akhir tahun 2015 menyebabkan masih kokohnya kinerja konstruksi pada periode laporan. Kategori konstruksi tumbuh signifikan dari 2,0% (yoy) pada periode lalu menjadi 4,3% (yoy). Hal ini selaras dengan akselerasi konsumsi semen seperti yang dijelaskan pada bagian Investasi. Beberapa proyek infrastruktur strategis yang merupakan lanjutan dari proyek multiyears yang dimulai tahun lalu diantaranya adalah pembangunan Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera. Adanya arahan dari pemerintah pusat untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur strategis turut berkontribusi dalam tingginya realisasi proyek-proyek tersebut. Rp Miliar 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Tw-IV 2015 Tw-I ,0 4,3 Nominal Growth (yoy) -1.1% -2.3% 2,702 2,687 3,190 3,156 2,935 3,297 3,835 3,953 3,776 4,407 5,279 5,114 4,904 4,907 5,357 5,394 5,027 5,181 5,297 5,270 4,922 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I % 0.0% Grafik 1.37 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% -10.0% Sementara itu, kinerja konstruksi pada triwulan laporan belum mendapat dorongan yang lebih besar dari realisasi investasi bangunan swasta maupun program pemerintah daerah. Belum pulihnya psikologis swasta terkait dengan program peningkatan disiplin lapor pajak yang ditindak lanjuti dengan program amnesti pajak pada tahun 2016 belum mendapatkan respon yang cukup positif dari swasta terutama perorangan. Swasta masih cenderung wait and see terhadap perkembangan perekonomian. Hal tersebut tercermin dari berlanjutnya kontraksi penyaluran kredit ke sektor konstruksi. Sementara itu, terlambatnya proses pengadaan masih menjadi momok sulitnya optimalisasi realisasi pembangunan dari sisi pemerintah daerah. yoy EKONOMI MAKRO REGIONAL 14

29 Suplemen 1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru Sebagai Daya Dorong Ekonomi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi dengan skala perekonomian terbesar ke-6 di Indonesia pada dasarnya hanya bertumpu pada beberapa kota/kabupaten saja. Roda perekonomian Sumatera Utara didominasi oleh pergerakan perekonomian di daerah pantai timur dengan pangsa 77% dari PDRB Sumatera Utara. Dominasi aktivitas perekonomian terutama ditunjang oleh konektivitas dan infrastruktur perhubungan yang baik. Beberapa indikator perekonomian juga menunjukkan lebih baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah pantai timur dibandingkan dengan dataran tinggi, pantai barat, maupun kepulauan Nias. Dengan demikian, daya tarik rumpun pantai timur bagi perbankan jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang tercermin dari tingginya penyaluran kredit di daerah ini, mencapai 87,5% dari total kredit. Meskipun demikian, hal tersebut tidak selalu menjadi hal yang menakutkan. Seiring dengan berkembangnya aktivitas ekonomi, ketidakmerataan spasial akan meningkat. Namun, kondisi tersebut dapat diperbaiki apabila perekonomian dapat terus tumbuh hingga berada di fase mature sehingga ketidakmerataan regional akan berkurang (Kuznet Curve). Gambar 1.3 Kualitas Jalan Sumatera Utara Timpangnya aktivitas perekonomian Sumatera Utara, tercermin dari Indeks Williamson yang terus meningkat 7, bahkan sudah berada di kategori cukup tinggi. Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut di Provinsi Sumatera Utara adalah pusat aktivitas perekonomian Sumatera Utara yang hanya berada di kawasan pantai timur, bahkan cenderung di beberapa kota/kabupaten saja. Pemerataan masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah. Keterbukaan perdagangan, infrastruktur transportasi dan komunikasi, serta distribusi kekuatan politik dan fiskal memiliki peranan yang cukup signifikan dalam mengurangi ketimpangan antara daerah 8. Adapun langkah yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah adalah penyempurnaan infrastruktur transportasi serta penciptaan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kota Medan sebagai jantung perekonomian Sumatera Utara memiliki performa perekonomian yang cukup kuat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Medan pada tahun mencapai 4,9% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan capaian Jakarta yang mencapai 3,7% (yoy) dan Surabaya yang mencapai 3,3% (yoy) 9. Meskipun demikian, dukungan kota-kota lain yang tersebar masih dirasakan perlu mengingat luasnya wilayah Sumatera Utara. Kendala yang dihdapi adalah infrastruktur perhubungan yang relatif terbatas ditengah potensi pengembangan masih cukup luas. 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0,56 0,59 0,51 0,63 0, Grafik 1.38 Indeks Williamson Sumatera Utara 7 Indeks Williamson digunakan untuk mengukur kesenjangan regional, dengan rumus v w = n i=1(y i y) 2f i n ; 0 < v w < 1; dimana V w= Indeks Williamson, y i=pdrb per kapita daerah i; y=pdrb per kapita rata-rata seluruh daerah; f i=jumlah penduduk daerah i; n=jumlah penduduk seluruh daerah. Jika Indeks Williamson<0,3, maka tingkat ketimpangan daerah rendah; 0,3 Indeks Williamson<0,7 maka tingkat ketimpangan sedang; Indeks Williamson>0,7 maka tingkat ketimpangan daerah tinggi. 8 Sukkoo Kim Spatial Inequality and Economic Development: Theories, Facts and Policies. World Bank. Working Paper No The Rise of Metropolitan Regions: Towards Inclusice and Sustainable Region Development. EKONOMI MAKRO REGIONAL y 15

30 Suplemen 1 Beberapa rencana pusat pengembangan perekonomian baru di Sumatera Utara diarahkan sesuai dengan potensi lokal, yaitu CPO, kopi dan karet. Kawasan yang rencananya dikembangkan diantaranya adalah kawasan Mebidangro, kawasan Batu Bara, Kawasan Geopark Kaldera Toba, kawasan agropolitan dataran tinggi, kawasan minapolitan dan kawasan Nias. Keseluruhan kawasan ini tertuang di dalam rencana pembangunan sentra ekonomi Sumatera Utara Dalam jangka pendek menengah, kawasan yang akan dikembangkan terlabih dahulu adalah Kawasan Mebidangro. Rencana Pembangunan Sentra Ekonomi Sumut Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Fokus pada pertanian, SDA dan agrobisnis Sumut merupakan sentra produksi beras dan salah satu produsen cabai merah nasional Kawasan Minapolitan Sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, jasa Progress infrastruktur fisik 80% Pelabuhan Internasional Belawan Kapasitas: 2 juta TEUs Bandar Udara Internasional Kualanamu (Kapasitas Angkut Penumpang : 22,1 jt/th, Kapasitas Angkut Kargo : ton/th). International Hub Port Kuala Tanjung (Kapasitas : Curah Cair 3,5 ton, peti kemas 10 juta TEUs) Kawasan Mebidangro Pusat perdagangan dan industri pengolahan Ditunjang oleh Pelabuhan Belawan dan Bandara Kualanamu Wisata budaya Kawasan Batubara Sentra perkebunan dan industri pengolahan Ditunjang oleh Pelabuhan Kuala Tanjung (satu dari dua international hub port di Indonesia) KEK Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung pembangunan smelter besi baja Kawasan Geopark Kaldera Toba Fokus pada pariwisata Edukasi, Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Nias Potensi agro, pertanian, perikanan dan pariwisata Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara, diolah Gambar 1.4 Kualitas Jalan Sumatera Utara Kawasan Mebidangro merupakan kawasan perkotaan dengan luas lahan Ha dan jumlah penduduk jiwa. Pengembangan kawasan ini difokuskan pada industri pengolahan dan pertanian seperti industri berbasis CPO, makanan dan minuman, kimia dan lainnya. Tingkat pembangunan di kawasan ini dapat dikatakan cukup tinggi. Kawasan terbangun di daerah Deli Serdang meningkat signifikan dari ha (2005) menjadi ha (2014). Begitu juga dengan Kota Medan yang meningkat dari ha (2005) menjadi ha (2014). Kawasan ini sudah ditunjang oleh infrastruktur dan konektivitas yang relatif memadai, seperti Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan lain lain. TRANSPORTASI UDARA Bandar Udara Internasional Kualanamu (Kapasitas Angkut Penumpang : 22,1 jt/th, Kapasitas Angkut Kargo : ton/th). TRANSPORTASI LAUT Pelabuhan Internasional Belawan (Kapasitas : 2 juta TEU S) Meskipun demikian, pengembangan kawasan ini masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya adalah (a) tingkat kemacetan dibeberapa ruas jalan Arteri di kawasan Mebidangro, terutama ruas Medan Binjai, jalan A.H. Nasution dan jalan Yos Sudarso, (b) belum terhubungnya antar kegiatan perkotaan dengan sistem jaringan jalan arteri sekunder sehingga menimbulkan pemusatan kemacetan, (c) Belum ada terminal terpadu Intermoda, (d) kurang optimalnya pemanfaatan angkutan massal (load factor angkutan umum hanya 0,42 tetapi jumlah angkot meningkat dan (e) sulitnya revitalisasi jalur kereta. Dalam mendukung kelancaran Mebidangro, pemerintah terus membenahi infrastruktur perhubungannya. Hal ini juga didorong oleh tingginya aktivitas komuter masyarakat di daerah penyangga Kota Medan. Menurut data Bappeda Provinsi Sumatera Utara, jumlah komuter di daerah Mebidang diperkirakan mencapai 313 ribu orang/hari. Pemerintah daerah dan pusat kompak untuk terus menyempurnakan kualitas infrastruktur serta konektivitas antar daerah. Dengan demikian, diharapkan dampak dari pengembangan kawasan perkotaan dapat optimal. EKONOMI MAKRO REGIONAL 16

31 Suplemen 1 Tabel 1.5 Progress Pembangunan Infrastruktur Mebidangro Kode Program Lokasi Progress Target Operasi B1 Tol Medan-Binjai (16 km) Kota Medan, Kab.Deli Serdang, Kota Binjai Pembebasan lahan: 78% Progress konstruksi: 8.89% 2018 B2 Tol Medan-Kualanamu (61,8 km) Kab.Deli Serdang Pembebasan lahan: 82.58% Progress konstruksi: 17.33% 2018 B3 Flyover Pinang Baris (1,5 km) Simpang Pinang Baris Penyusunan Detailed Design Engineering (DED) 2018 B4 Underpass Brigjen Katamso Brigjen Katamso Pembebasan lahan dan FS 2018 B6 Jalan lingkar luar utara, fly over sentis dan fly over batang kuis Cemara-BatangKuis FS dan Penyusunan Detailed Design Engineering 2018 B7 Jalan lingkar luar selatan Deli Serdang Feasibility Study 2021 B8 Jalan alternatif Medan- Berastagi Deli Tua- Brastagi AMDAL (2015) 2019 B9 Lingkar luar pantai utara Belawan-Percut Sei Tuan- Kualanamu B10 Lingkar luar barat Belawan-Hamparan Perak- Batas Kota Binjai-Jamin Ginting B11 Jalan lingkar luar barat I Belawan-Hamparan Perak- Batas Kota Binjai-Jamin Ginting B12 Jalan lingkar luar timur Percut Sei Tuan-Tanjung Morawa Lelang 2021 Feasibility Study 2026 Feasibility Study 2026 Feasibility Study 2026 Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara, diolah EKONOMI MAKRO REGIONAL 17

32 EKONOMI MAKRO REGIONAL 18

33 BAB 2 INFLASI Inflasi Sumatera Utara triwulan I 2016 sebesar 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan disagregrasinya, kondisi tersebut terutama didorong oleh peningkatan inflasi kelompok volatile food. Berdasarkan kelompok komoditas barang/jasa, peningkatan inflasi terjadi pada seluruh kelompok komoditas, kecuali kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional maupun inflasi Sumatera. INFLASI 19

34 4,0 4,5 4,3 4,3 5,9 5,9 8,4 8,4 7,3 6,7 4,5 8,4 6,4 7,3 6,8 3,4 4,5 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I Kondisi Umum Inflasi IHK Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 7,2% (yoy), meningkat dibanding-kan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2% (yoy). Memasuki awal tahun 2016, perkembangan harga pada triwulan I secara umum mengalami kenaikan dibandingkan triwulan IV Kondisi ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok volatile food yang meningkat signifikan, sementara inflasi administered prices dan inflasi inti relatif stabil. Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,5% (yoy) (Grafik 2.1) maupun rata-rata inflasi Sumatera (5,7%, yoy). Secara kumulatif, sampai dengan Maret inflasi Sumatera Utara mencapai 2,0% (ytd), lebih tinggi dibanding nasional yang sebesar 0,6%. Kenaikan inflasi tersebut berbeda dengan pola inflasi awal tahun yang cenderung rendah. Secara triwulanan, inflasi pada periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2016, inflasi triwulanan tercatat sebesar 2,0% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan I 2015 yang tercatat deflasi -1,7% (qtq). Peningkatan inflasi terjadi di semua kota penghitungan IHK di Sumatera Utara. Secara umum, 4 kota yang disurvei BPS di Sumatera Utara mencatatkan peningkatan inflasi tahunan jika dibandingkan dengan triwulan IV Kota Medan dengan bobot paling besar, yakni 82,2% dari inflasi Sumatera Utara, inflasinya meningkat signifikan menjadi 7,4% (yoy), dari triwulan sebelumnya 3,3% (yoy). (% yoy) ,9 5,5 Nasional Sumut 2,9 3,9 5,8 6,6 9,4 10,2 7,7 6,2 4,4 8,2 7,8 6,1 6,6 3,2 7,2 Disparitas inflasi antar kota di Sumatera Utara masih terjadi pada triwulan laporan. Hal ini diduga disebabkan oleh kesenjangan infrastruktur yang berdampak pada tingginya biaya distribusi, terlebih ketika terjadi gangguan di jalur distribusi seperti longsor ataupun banjir sebagaimana terjadi pada awal Februari 2016 akibat tingginya curah hujan. Kondisi tersebut tercermin pada peningkatan inflasi terbesar terjadi di kota Sibolga, dari sebelumnya 3,3% (yoy) menjadi 7,9% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi di Padangsidempuan dengan tingkat inflasi 4,5% (yoy). Seluruh kota mencatat inflasi di atas nasional. Secara spasial wilayah Sumatera, inflasi tahunan Provinsi Sumatera Utara pada periode laporan berada di posisi tertinggi kedua setelah Sumatera Barat. Tingginya inflasi tersebut disebabkan tekanan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah Sumatera sejak awal triwulan laporan. Bahkan inflasi bulanan Sumatera Utara mencatatkan angka yang tertinggi di Sumatera pada akhir triwulan. Gangguan pasokan komoditas bumbu-bumbuan menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingginya inflasi pada triwulan laporan. Hal tersebut tercermin pada meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan didorong oleh meningkatnya harga komoditas hortikultura terutama cabai merah dan bawang merah, di tengah melimpahnya pasokan beras yang secara historis menekan inflasi ke level deflasi. Sementara kenaikan harga pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau terkait dengan kenaikan rokok kretek filter dan rokok kretek. Pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan kenaikan terkait dengan kenaikan harga mobil. 2 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Sumber: BPS, diolah Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional Sumber: BPS, diolah Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut INFLASI 20

35 Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara No. Komoditas Kontribusi Kontribusi Komoditas (%, qtq) (%, qtq) 1 Cabai Merah 0,8 Bensin -0,2 2 Bawang Merah 0,2 Angkutan Udara -0,2 3 Rokok Kretek Filter 0,2 Beras -0,1 4 Mobil 0,1 Bahan Bakar Ruma -0,1 5 Rokok Putih 0,1 Tarip Listrik -0,1 6 Kontrak Rumah 0,1 Dencis -0,1 7 Mie 0,1 Bayam 0,0 8 Kentang 0,1 Tomat Buah 0,0 9 Ketupat/Lontong Sayur 0,1 Apel 0,0 10 Nasi dengan Lauk 0,1 Solar 0,0 11 Tongkol/Ambu-ambu 0,1 Wortel 0,0 Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 2.3 Pola Seasonal Inflasi Bulanan di Sumut INFLASI BULANAN (% mtm) JANUARI 2016 FEBRUARI 2016 MARET ,9% 0,3% 0,8% Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara Januari 2016 No. Komoditas Kontribusi Kontribusi Komoditas (%, mtm) (%, mtm) 1 Bawang Merah 0,2 Bensin -0,2 2 Angkutan Udara 0,1 Pepaya 0,0 3 Tarip Listrik 0,1 Solar 0,0 Februari 2016 No. Komoditas Kontribusi Kontribusi Komoditas (%, mtm) (%, mtm) 1 Cabai Merah 0,1 Angkutan Udara -0,9 2 Rokok Kretek Filter 0,1 Bawang Merah -0,8 3 Ketupat/Lontong Sayur 0,1 Tarip Listrik -3,1 Maret 2016 No. Komoditas Kontribusi Kontribusi Komoditas (%, mtm) (%, mtm) 1 Cabai Merah 0,6 Beras -0,1 2 Bawang Merah 0,2 Daging Ayam Ras -0,1 3 Mobil 0,1 Angkutan Udara -0,1 Sumber: BPS, diolah Inflasi bulanan (mtm) di sepanjang triwulan I 2016 cenderung meningkat dan di luar pola historisnya. Inflasi bulanan Januari, Februari, dan Maret 2016 berturut-turut sebesar 0,9%, 0,3%, dan 0,8%. Gangguan pasokan komoditas bumbu-bumbuan menjadi penyebab inflasi pada triwulan laporan diluar polanya. Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai merah dan bawang merah. Realisasi inflasi Sumatera Utara pada Januari 2016 tercatat sebesar 0,9% (mtm), lebih rendah dari realisasi pada bulan Januari tahun-tahun sebelumnya yang selalu berada di atas 1,0% kecuali tahun 2015, yang tercatat deflasi sebesar -0,3%. Namun realisasi ini masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang hanya 0,5% (mtm) atau 4,1% (yoy). Inflasi pada bulan Januari 2016 didorong oleh inflasi kelompok daging-dagingan dan bumbu-bumbuan yang secara polanya cenderung meningkat pada awal tahun. Meski secara polanya memang cenderung meningkat, namun bawang merah, daging ayam ras, bawang putih dan cabai merah memberikan sumbangan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan Januari Ditinjau dari sumbangannya, pada Januari 2016 angkutan udara, tarif listrik dan kentang memberikan sumbangan inflasi, setelah menyumbangkan deflasi pada bulan Januari tahun lalu. Sumbangan inflasi dari komoditas angkutan udara diperkirakan terkait dengan kenaikan tarif di akhir tahun 2015 sejalan dengan masuknya liburan. Ditengah relatif melimpahnya pasokan bahan pangan khususnya beras, Sumatera Utara pada Februari 2016 mengalami inflasi sebesar 0,3% (mtm). Realisasi tersebut berbeda dengan pola historisnya yang biasanya terjadi deflasi cukup dalam di Februari, sebagaimana yang terjadi pada Februari 2015 (-1,4%). Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai merah yang pada bulan sebelumnya juga menjadi komoditas penyumbang inflasi. Dalam dua bulan awal 2016, kenaikan harga cabai merah terjadi di Kota Medan dan Kota Sibolga. Di Februari kenaikan terutama terjadi di Kota Medan sementara di Januari terutama di Kota Sibolga. Selain itu, di Februari 2016 harga beras juga mengalami kenaikan khususnya di Medan dan Sibolga, dengan kenaikan harga yang tidak terlalu signifikan. Gangguan distribusi diperkirakan menjadi penyebab kenaikan harga beras ditengah panen yang sedang berlangsung. Meski demikian, penurunan harga sub kelompok INFLASI 21

36 bumbu-bumbuan seperti bawang merah dan cabai hijau serta komoditas ikan dencis dan wortel mampu meredam tekanan inflasi pada bulan laporan. Pada Maret 2016, inflasi Sumatera Utara kembali meningkat diluar pola historisnya. Ditengah relatif melimpahnya pasokan bahan pangan, perkembangan harga secara umum di bulan Maret 2016 mengalami inflasi sebesar 0,9% (mtm), tertinggi se-indonesia. Sementara secara historis pada bulan Maret tercatat deflasi dengan rata-rata 7 tahun terakhir sebesar - 0,3%. Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai merah dan bawang merah yang selama 3 bulan berturut-turut menjadi penyumbang inflasi. Selain itu, komoditas rokok putih dan mobil juga menyumbang inflasi Maret sehingga menjadi lebih tinggi dari polanya. 2.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Pada triwulan I 2016, dinamika kenaikan inflasi banyak dipengaruhi oleh faktor yang bersifat non fundamental. Tekanan inflasi berasal dari faktor non fundamental yang bersifat sementara menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik di sisi Volatile Food maupun Administered Prices. tekanan inflasi sepanjang triwulan laporan. Kenaikan harga rokok pada Januari terjadi di Kota Medan, Februari di Kota Medan dan Kota Padang Sidempuan, dan Maret terjadi di Kota Pematangsiantar dan Kota Medan. Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut Sementara itu, sumbangan deflasi bersumber dari penurunan tarif listrik dan angkutan udara. Deflasi tarif listrik sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif dimana tarif Maret 2016 mengalami penurunan menjadi Rp1.355 per KwH dari sebelumnya sebesar Rp1.392 per KwH. Demikian juga kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 10 yang memutuskan adanya penurunan sebesar 5% terhadap tarif batas atas dan batas bawah penumpang layanan kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam negeri menyebabkan angkutan udara tercatat deflasi pada triwulan laporan. INFLASI ADMINISTERED PRICE (% yoy) TW IV ,00% TW I ,33% Komoditas (+) Varian Rokok Komoditas (-) Tarif Listrik Angkutan Udara Inflasi Administered Prices pada triwulan I 2016 tercatat 4,3% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,0%. Beberapa komoditas yang mendorong inflasi pada triwulan ini adalah rokok kretek, rokok kretek filter, rokok putih dan mobil. Ketidakseragaman pola pembelian cukai yang dilakukan oleh pengusaha rokok menyebabkan terdistribusinya dampak dari kebijakan ini terhadap INFLASI VOLATILE FOOD (% yoy) TW IV ,50% TW I ,73% Komoditas (+) Cabai merah Bawang merah Komoditas (-) Beras Daging ayam ras Ditengah meningkatnya produksi pangan, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods justru meningkat secara signifikan dari 4,5% (yoy) menjadi 13,7% (yoy), lebih tinggi dari historisnya. Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan kelompok Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No. 14 tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan Dan Penetapan Tarif Batas Atas Dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri INFLASI 22

37 bahan makanan, lebih spesifiknya lagi bumbubumbuan terutama cabai merah dan bawang merah. Kenaikan harga diperkirakan terkait dengan gangguan pasokan berkaitan dengan erupsi Gunung Sinabung. Selain itu, lebih menariknya harga di daerah lain yang berbatasan dengan Sumatera Utara menyebabkan pasokan kedua komoditas tersebut diduga mengalir ke luar Sumatera Utara. Erupsi Gunung Sinabung yang kembali terjadi pada awal Maret lalu juga cukup berpengaruh terhadap produksi komoditas hortikultura mengingat daerah sekitar Gunung Sinabung merupakan sentra produk hortikultura. Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika 2.3 Perkembangan Inflasi Fundamental Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial CORE INFLATION (% yoy) TW IV ,39% TW I ,23% Komoditas (+) Mobil Kontrak rumah Emas perhiasan 2.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi inti (core inflation) relatif terkendali, meskipun mengalami sedikit peningkatan menjadi 5,23% (yoy), dibanding triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 4,39% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi inti diduga disebabkan oleh ekspektasi inflasi dan faktor eksternal. Komoditas pendorong inflasi pada triwulan ini utamanya komoditas mobil, kontrak rumah dan emas perhiasan. Kenaikan inflasi komoditas mobil diduga disebabkan oleh meningkatnya biaya operasional dan dan dampak depresiasi nilai tukar pada periode yang lalu. Dapat ditambahkan bahwa beberapa pabrikan kendaraan merk dagang pada periode lalu ditutup dengan alasan tingginya biaya operasional yang bersumber dari kenaikan UMP dan biaya bahan baku impor. Sementara kenaikan kontrak rumah juga sejalan dengan peningkatan harga properti yang terus menjulang seiring permintaan masyarakat yang terus meningkat akan hunian (Grafik 2.6). Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara Peningkatan inflasi triwulan I 2016 terjadi di hampir semua kelompok komoditas. Dua kelompok yang justru mengalami penurunan adalah kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (Tabel 2.4). Berturut-turut kelompok yang memiliki andil terbesar terhadap inflasi tahunan pada triwulan I 2016 adalah kelompok bahan makanan (3,45%), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (1,69%), dan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (0,72%). INFLASI 23

38 2.4.1 Kelompok Bahan Makanan Berdasarkan kelompoknya, kelompok Bahan Makanan mengalami peningkatan inflasi tertinggi, dari 4,4% (yoy) menjadi 14,8% (yoy). Subkelompok utama yang menyumbang peningkatan tersebut adalah bumbu-bumbuan (khususnya komoditas cabai merah dan bawang merah) serta daging dan hasilhasilnya (khususnya komoditas daging ayam ras dan nuggets). Tingginya inflasi komoditas cabai merah disebabkan oleh terganggunya pasokan seiring dengan berakhirnya masa panen dan terjadinya erupsi Gunung Sinabung yang merupakan sentra produksi hortikultura. Selain itu, komoditas cabai merah diperkirakan juga banyak diperdagangkan keluar provinsi, karena disparitas harga yang cukup besar. pada bulan Maret setelah dilakukannya Operasi Pasar Cadangan Beras Pemerintah (OP CBP) dan penyaluran beras untuk rakyat sejahtera (rastra). Ke depan, untuk mendukung stabilisasi harga beras, Kementerian Pertanian akan berupaya menjaga kestabilan harga beras melalui inisiasi Program Toko Tani Indonesia (TTI) yang diharapkan cukup efektif dalam memangkas rantai distribusi beras. Tabel 2.3 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok IV I Arah Andil (yoy) Bahan Makanan 4,4 14,8 3,4 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6,2 10,8 1,7 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 4,0 3,0 0,7 Sandang 4,0 4,8 0,3 Kesehatan 6,0 4,9 0,2 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 5,9 6,0 0,4 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2,8 1,8 0,4 Umum 3,3 7,2 7,2 Sumber: BPS, diolah Tabel 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok BAHAN MAKANAN 4,2 14,8 3,4 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10,3 7,7 0,4 Daging dan Hasil-hasilnya 10,7 12,4 0,3 Ikan Segar 1,5 0,3 0,0 Ikan Diawetkan 4,3 2,5 0,0 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7,5 7,9 0,2 Sayur-sayuran 1,5 10,6 0,2 Kacang-kacangan 3,6 8,3 0,0 Buah-buahan 7,6 4,9 0,1 Bumbu-bumbuan -5,3 101,2 2,2 Lemak dan Minyak -2,3-2,3 0,0 Bahan Makanan Lainnya 4,3 6,5 0,0 Sumber: BPS, diolah Sementara itu, inflasi pada sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya tercatat turun sebesar 7,7% (yoy), dari sebelumnya 10,3% (yoy). Penurunan ini utamanya berasal dari komoditas beras yang memasuki masa panen. Pada awal triwulan, komoditas beras sempat mengalami kenaikan pada awal triwulan, meskipun tidak signifikan. Permasalahan distribusi diperkirakan menjadi penyebab kenaikan harga beras tersebut. Namun seiring dengan program TPID Provinsi Sumatera Utara dalam stabilisasi harga beras, tekanan inflasi komoditas ini pun relatif mereda, bahkan tercatat deflasi. Harga beras tercatat menurun sebesar 2,97% IV I Arah Andil (yoy) Sumber: Survei Pemantauan Harga, KPw BI Sumut Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok MAKANAN JADI 6,4 10,7 1,7 Makanan Jadi 3,2 7,1 0,6 Minuman yang Tidak Beralkohol 8,9 8,8 0,2 Tembakau dan Minuman Beralkohol 10,8 18,7 0,8 Sumber: BPS, diolah Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan I 2016 juga meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi (yoy) kelompok ini meningkat dari 6,4% menjadi 10,7%. Mneingkatnya inflasi didorong oleh meningkatnya harga seluruh komoditas, terutama pada subkelompok makanan jadi serta tembakau dan minuman beralkohol. Komoditas dengan sumbangan inflasi (yoy) tertinggi adalah berbagai varian rokok. Secara berurut dari andil inflasi tertinggi adalah rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih. Kenaikan tersebut seiring IV I Arah Andil (yoy) INFLASI 24

39 dengan kenaikan cukai rokok 11 rata-rata sebesar 11,2% yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2016 oleh Pemerintah Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar pada triwulan I 2016 menurun menjadi 3% (yoy), dari sebelumnya 4,1% (yoy). Subkelompok yang mengalami penurunan inflasi adalah bahan bakar, penerangan, dan air, yang tercatat deflasi - 0,6% (yoy), dari sebelumnya inflasi 5,2% (yoy). Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok Penyelenggaraan Rumah Tangga 3,7 3,9 0,2 Sumber: BPS, diolah Komoditas yang mendorong deflasi subkelompok ini adalah tarif listrik sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif pada Maret 2016 menjadi Rp1.355 per KwH dari sebelumnya sebesar Rp1.392 per KwH. Sementara itu, inflasi subkelompok biaya tempat tinggal sedikit meningkat dari 3,8% (yoy) menjadi 4,3% (yoy), didorong oleh peningkatan harga kontrak rumah. Meningkatnya harga komoditas kontrak rumah beriringan dengan makin mahalnya biaya properti di tengah masih tingginya permintaan masyarakat akan hunian. Selain itu, kenaikan bahan bangunan dengan impor content (antara lain keramik, granit dan gypsum) seiring dengan pelemahan nilai tukar, kenaikan upah buruh bangunan terkait kenaikan UMP, serta kenaikan harga lahan terkait semakin terbatasnya lahan pemukiman di area perkotaan diperkirakan menjadi faktor peningkatan biaya properti. IV I Arah Andil (yoy) PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 4,1 3,0 0,7 Biaya Tempat Tinggal 3,8 4,3 0,5 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 5,2-0,6 0,0 Perlengkapan Rumah Tangga 3,5 6,3 0, Kelompok Sandang Inflasi kelompok Sandang meningkat dibanding triwulan lalu, dari 4,0% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh peningkatan inflasi subkelompok sandang wanita dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain. Komoditas penyumbang inflasi utama dalam kelompok ini diantaranya baju batik, gaun/terusan dan baju muslim wanita, yang mengalami kenaikan harga setiap bulan, seiring dengan kecenderungan meningkatnya permintaan menjelang hari raya keagamaan. Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Sandang Kelompok Barang Pribadi dan Sandang Lain 2,1 3,4 0,1 Sumber: BPS, diolah Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Kesehatan Perawatan Jasmani dan Kosmetika 10,4 9,4 0,2 Sumber: BPS, diolah Kelompok Kesehatan SANDANG 4,0 4,8 0,3 Sandang Laki-Laki 3,9 2,7 0,1 Sandang Wanita 6,8 10,1 0,1 Sandang Anak-Anak 3,3 3,5 0,1 Kelompok Inflasi Kelompok kesehatan menurun dari 6,1% (yoy) menjadi 4,9% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh penurunan inflasi pada subkelompok jasa kesehatan, jasa perawatan jasmani, serta perawatan jasmani dan kosmetika. Komoditas yang memberikan andil terhadap penurunan inflasi tahunan yaitu tarif dokter umum, facial dan tarif gunting rambut pria. Tarif dokter umum turun signifikan pada bulan Januari diduga seiring dengan semakin banyaknya penggunaan pelayanan kesehatan melalui BPJS. Sementara tarif facial dan tarif gunting rambut pria diduga kembali ke posisi normalnya terkait telah IV I IV I Arah Arah Andil (yoy) Andil (yoy) KESEHATAN 6,1 4,9 0,2 Jasa Kesehatan 1,7 0,9 0,0 Obat-obatan 1,4 2,1 0,0 Jasa Perawatan Jasmani 8,8 2,4 0,0 INFLASI 25

40 usainya aktivitas hari besar keagamaan Natal dan Tahun Baru Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga relatif stabil. Inflasi tahunan (yoy) kelompok ini sebesar 6,0%. Terjaganya inflasi kelompok ini utamanya terjadi karena stabilnya inflasi seluruh sub kelompok, kecuali subkelompok olahraga yang mengalami deflasi. Subkelompok pendidikan masih mencatat inflasi cukup tinggi 9,2% (yoy), utamanya didorong oleh inflasi komoditas sekolah dasar dan menengah. Masih tingginya inflasi komoditas ini perlu mendapatkan perhatian, karena pentingnya biaya pendidikan yang murah dan terjangkau dalam meningkatkan kualitas SDM. Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Kelompok Olahraga 3,3 0,7 0,0 Sumber: BPS, diolah IV I Arah Andil (yoy) PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6,2 6,0 0,4 Pendidikan 9,3 9,2 0,4 Kursus-Kursus / Pelatihan 0,6 0,6 0,0 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 3,9 4,3 0,0 Rekreasi 2,3 1,6 0,0 2.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,71% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar 4,45% (yoy). Inflasi Sumatera pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (3,05%; yoy). Selain Provinsi Aceh, seluruh Provinsi di Sumatera mencatat laju inflasi di atas nasional. Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai Provinsi tertinggi pertama dan kedua secara nasional. Sementara itu pada bulan Maret 2016, dari 23 kota IHK di Pulau Sumatera, 19 kota mengalami inflasi. Salah satu diantaranya bahkan tercatat mempunyai inflasi bulanan tertinggi se-indonesia yaitu di Bukittinggi sebesar 1,18% (mtm). Inflasi terendah terjadi di Bengkulu sebesar 0,04% (mtm). Deflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan -1,22% (mtm). Tingginya inflasi Sumatera Utara pada triwulan laporan perlu diwaspadai agar inflasi tahun 2016 tetap terjaga pada sasarannya sebesar 4 + 1%. Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok Jasa Keuangan 0,0 1,5 0,0 Sumber: BPS, diolah Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan IV I Arah Andil (yoy) TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN -2,8 1,8 0,4 Transpor -4,5 2,0 0,3 Komunikasi dan Pengiriman 0,1 0,1 0,0 Sarana dan Penunjang Transpor 7,9 3,5 0,1 Inflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan meningkat dari -2,8% (yoy) menjadi 1,8% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan inflasi pada subkelompok transpor. Komoditas yang memberikan andil inflasi terhadap peningkatan inflasi kelompok ini adalah mobil. Peningkatan harga mobil diperkirakan disebabkan oleh penyesuaian harga oleh distributor terkait meningkatnya biaya operasional dan masih mahalnya komponen impor. Gambar 2.1 Sebaran Inflasi Sumatera 2.6 Upaya Pengendalian Inflasi Memperhatikan kecenderungan inflasi Sumatera Utara yang masih cenderung fluktuatif, Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari Bank Indonesia, Bulog dan SKPD terkait di level Provinsi dan Kabupaten/Kota, terus berupaya melakukan berbagai koordinasi intensif untuk menjaga inflasi yang rendah dan stabil. Untuk menghadapi inflasi yang biasanya meningkat menjelang puasa/lebaran, telah dilakukan Rapat Koordinasi Provinsi (Rakorprov) TPID se- INFLASI 26

41 Sumatera Utara yang dilaksanakan pada tanggal April Beberapa kesepakatan pada Rakorprov tersebut adalah : 1. Melakukan evaluasi dan monitoring inflasi setiap awal bulan setelah pengumuman inflasi dari Badan Pusat Statistik. 2. Membangun kerjasama perdagangan antar Provinsi untuk mengamankan pasokan komoditas. 3. Meningkatkan kerjasama antara Bulog dengan Kabupaten/kota dalam menjaga kestabilan harga baik di level petani maupun konsumen. 4. Mensosialisasikan kalender tanam agar panen dapat terjadi sepanjang waktu sehingga tidak terjadi kelangkaan pasokan. 5. Mengupayakan pemanfaatan teknologi penyimpanan untuk menjaga suplai barang/komoditas tidak tahan lama. 6. Mengupayakan penentuan harga referensi daerah (HRD) di level petani dan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk menjaga kestabilan harga. 7. Mempercepat implementasi Toko Tani Indonesia dan Bulogmart yang untuk saat ini berfokus pada komoditas beras, jagung dan kedelai sebagai salah satu instrumen pengendalian harga dan memangkas rantai distribusi. 8. Membangun pasar lelang komoditas sebagai sarana bagi pedagang dan petani untuk dapat langsung bertransaksi secara wajar, teratur, efisien dan transparan sekaligus memperpendek rantai distribusi. INFLASI 27

42 INFLASI 28

43 BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan lalu. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada perlambatan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR (LFR) dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan asset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Dari sisi sistem pembayaran terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang net outflow menjadi net inflow. Selain itu terdapat shifting pertumbuhan transaksi RTGS yang menurun digantikan dengan transaksi SKNBI yang meningkat. Hal ini terindikasi oleh regulasi baru dalam bidang sistem pembayaran. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 29

44 Tabel 3.1 Indikator Perbankan Sumatera Utara Triwulan I 2016 Total Aset Triliun Rp 183,83 190,50 203,40 214,97 216,03 222,66 229,54 233,09 234,20 241,04 255,48 246,34 243,59 Pertumbuhan Aset (%yoy) 12,32 12,97 15,15 15,79 17,52 16,88 12,85 8,43 8,41 8,25 11,30 5,68 4,01 Kredit Triliun Rp 133,86 140,29 146,56 156,00 155,96 159,71 159,26 166,88 167,08 172,07 180,50 179,30 172,99 Pertumbuhan Kredit (%yoy) 21,98 18,68 18,41 18,56 16,51 13,84 8,67 6,97 7,13 7,74 13,34 7,44 3,54 DPK Triliun Rp 137,93 139,77 148,62 155,88 158,18 167,29 174,67 179,42 178,48 183,43 191,60 185,58 187,21 Pertumbuhan DPK (%yoy) 7,05 7,87 9,65 11,45 14,68 19,69 17,53 15,10 12,83 9,65 9,69 3,43 4,89 LDR % 97,05 100,32 98,61 100,08 98,60 95,47 91,18 93,01 93,61 93,81 94,21 96,61 92,40 NPL-Gross % 2,25 2,27 2,29 2,12 2,42 2,58 2,77 2,49 2,72 3,04 3,2 2,96 3, Ringkasan Umum Kinerja perbankan diindikasikan mengikuti siklus ekonomi. Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan IV Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada pertumbuhan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR (LFR) dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan aset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Sementara itu, kinerja perbankan syariah masih tumbuh pada level yang cukup baik. Ditengah perlambatan kinerja perbankan konvensional, aset dan kredit perbankan syariah masing-masing tumbuh 14,3% dan 14,1%. Perkembangan perbankan syariah yang positif tersebut mengkonfirmasi tren perbaikan yang terjadi sejak awal tahun Kinerja kredit yang hanya tumbuh 3,5% didominasi oleh kredit Modal Kerja. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) masih menjadi sektor penyaluran kredit tertinggi untuk kategori korporasi sebesar 32,5% dari total keseluruhan kredit yang disalurkan. Sementara itu terjadi perubahan pola penerima kredit berdasarkan kapasitas usaha UMKM pada 5 (lima) tahun terakhir. Awal tahun 2011, pangsa penyaluran kredit didominasi oleh pengusaha kecil, pada triwulan I 2016 bergeser ke pengusaha sedang dan mikro dimana masing-masing dengan growth 8,7% (yoy) dan 19,8% (yoy). Di sisi lain, kredit rumah tangga masih didominasi oleh pertumbuhan segmen multiguna, KPR, dan KKB. Selain itu terdapat tiga segmen dengan kue yang kecil akan tetapi mengalami peningkatan sangat tinggi yaitu flat atau apartemen s.d Tipe 21, furniture dan peralatan rumah tangga, serta peralatan lainnya. Ketiga segmen tersebut diperkirakan memiliki potensi tinggi namun perlu dikelola dengan baik dari sisi kualitas kreditnya. Di bidang sistem pembayaran, perlambatan ekonomi diindikasikan oleh transaksi tunai yang mengalami inflow. Pada triwulan I 2016, terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang memiliki kecenderungan outflow menjadi kembali net inflow, sebagaimana pola historisnya. Transaksi inflow cukup tinggi dan umum terjadi setelah perayaan hari besar dimana tingkat konsumsi masyarakat meningkat. Namun demikian, transaksi non tunai mengalami peningkatan terutama transaksi menggunakan kliring. Pembatasan transaksi RTGS yang hanya dapat dilakukan untuk nominal di atas Rp.500 Juta, berdampak pada peningkatan transaksi kliring dan pembayaran transfer antara bank. 3.2 Analisis Perbankan Daerah ASET PERBANKAN NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy) TW IV-2015 Rp246,3 (5,7%) TW I-2016 Rp243,6T (4,0%) Pertumbuhan aset perbankan Sumatera Utara mengalami perlambatan yang paling dalam selama 5 tahun terakhir. Pada triwulan I 2016, aset total perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp243,6 triliun dengan tingkat pertumbuhan 4,0% (yoy), terus melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Perlambatan ini didominasi perlambatan pada perbankan PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 30

45 konvensional yang memiliki pangsa 95,7%, sedangkan perbankan syariah yang memiliki pangsa 4,3% masih mengalami peningkatan pertumbuhan. Melambatnya aset perbankan Sumut terutama bersumber dari perlambatan pertumbuhan kredit, yang diduga dipengaruhi oleh masih belum pulihnya ekspektasi pelaku ekonomi akan kondisi perekonomian. Perlambatan ini diduga juga karena faktor adanya beberapa regulasi baru yang direncanakan akan diterbitkan oleh pihak otoritas. Salah satunya adalah rencana pemberlakuan pembatasan Net Interest Margin (NIM). Isu tersebut ditengarai mempengaruhi risk appetite pemegang saham sehingga menyebabkan penurunan saham perbankan yang cukup signifikan terutama pada Bank BUKU IV. Penurunan equitas berpengaruh pada penyesuaian neraca bank yang pada akhirnya menyebabkan perubahan pada aset likuid bank yang berpengaruh pada aset bank secara keseluruhan. Pertumbuhan aset perbankan Sumatera Utara ini di bawah nasional. Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan DANA PIHAK KETIGA NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy) TW I 2016 Rp187,2T (3,4%) TW IV 2015 Rp185,6T (4,9%) Di tengah perlambatan pertumbuhan sejak triwulan IV 2014, Dana Pihak Ketiga (DPK) menunjukkan perbaikan. Pada triwulan I 2016, posisi DPK di Perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp187,2 triliun, tumbuh 4,9% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat tumbur 3,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi baik di perbankan konvensional maupun syariah. Grafik 3.2 Pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK) Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi pada seluruh komponen, baik giro, tabungan maupun deposito. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tabungan, diikuti oleh deposito dan giro, masing-masing tumbuh sebesar 7,8%, 3,2% dan 3,2% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan DPK sesuai dengan polanya, setelah tingginya aktivitas konsumsi masyarakat pada triwulan lalu terkait Natal dan Tahun Baru. Pangsa DPK terbesar masih didominasi oleh deposito senilai Rp85,9 triliun (46,3% dari total DPK) dengan kecenderungan yang meningkat, di tengah penurunan suku bunga deposito. Hal ini seiring dengan meningkatnya optimisme masyarakat terkait membaiknya harga komoditas. Optimisme masyarakat juga tercermin dari menurunnya pangsa tabungan sementara pangsa giro meningkat, yang mengindikasikan peningkatan pencadangan dana untuk kebutuhan bisnis. Peningkatan giro terutama bersumber dari meningkatnya saldo giro pemerintah di bank umum seiring dengan masih terbatasnya proyek-proyek infrastruktur sesuai dengan polanya, yang didukung pula oleh peningkatan suku bunga giro sementara suku bunga tabungan menurun. Dominasi deposito yang mencapai hingga 45,9% dari komposisi DPK, mempengaruhi pertumbuhan DPK secara keseluruhan. Dapat ditambahkan bahwa pertumbuhan DPK diindikasikan terkait dengan kebijakan capping suku bunga deposito Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum diperkirakan menekan pertumbuhan DPK untuk tumbuh lebih tinggi. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 31

46 Modal Kerja Investasi Konsumsi Rp82,24T Rp51,34T Rp39,39T Tumbuh 3,2% (yoy) Tumbuh 6,4% (yoy) Tumbuh 0,8% (yoy) Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK Suku bunga deposito menurun tajam sampai dengan 6,9% sejak triwulan III tahun Penurunan juga diikuti oleh suku bunga tabungan yang cenderung stabil sepanjang tahun (1,9%) dan sementara suku bunga Giro mengalami kenaikan 2,0%. Penurunan suku bunga deposito turut mendukung masyarakat untuk memilih instrumen keuangan yang lebih likuid dan margin yang lebih tinggi dari suku bunga deposito seperti saham dan obligasi. Penerbitan obligasi pemerintah/sukuk pada triwulan laporan mendapatkan animo yang sangat tinggi dari masyarakat dan terjual dalam waktu yang relatif singkat. KREDIT NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy) TW IV 2015 Rp179,3T (7,4%) TW I 2016 Rp173,0T (3,5%) PANGSA KREDIT (%) TW I-2016 Kredit Modal Kerja 45,9% Kredit Investasi 28,6% Kredit Konsumsi 22,0% Posisi kredit 12 pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp173,0 triliun, menunjukkan sedikit penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Kredit perbankan tumbuh 3,5% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,4% (yoy). Hal tersebut dikarenakan secara umum perbankan dalam menyalurkan kredit cenderung prosiklikal mengikuti siklus ekonomi. Ekspektasi perlambatan ekonomi biasanya diikuti dengan perlambatan penyaluran kredit, dan sebaliknya. Melambatnya penyaluran kredit juga terjadi pada level nasional. Meskipun secara agregat kredit perbankan mengalami penurunan, namun pembiayaan berbasis syariah meningkat 8,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa potensi pengembangan perbankan syariah di Sumatera Utara masih sangat besar. 12 Konsep penyaluran KREDIT dibagi menjadi dua: (1) lokasi bank dan (2) lokasi proyek. Poin (1) mengacu pada data penyaluran kredit oleh Bank yang ada di Sumut sementara poin (2) mengacu pada kredit yang tersalur dari Bank daerah manapun untuk proyek/usaha yang berlokasi di Sumut. Dalam buku ini, poin (1) digunakan untuk mengases kinerja perbankan, sementara poin (2) untuk mengases PDRB serta ketahanan korporasi, UMKM dan rumah tangga. Angka nominal kredit antara dua konsep tersebut jumlahnya sangat mungkin berbeda. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 32

47 Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit Komposisi Kredit dari sisi penggunaan masih didominasi oleh kredit modal kerja dengan kecenderungan melambat. Kondisi ini dipengaruhi oleh suku bunga kredit yang masih cukup tinggi, secara agregat 11,4%. Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada semua komponen kredit. Dengan porsi 47,5% dari total kredit, kredit modal kerja pada triwulan I 2016 tumbuh melambat dari 9,5% menjadi 3,1% (yoy). Perlambatan kredit modal kerja diperkirakan sejalan dengan melambatnya impor barang modal. Senada dengan hal itu, kredit investasi dengan pangsa 29,7% dari total kredit, juga tumbuh melambat di tengah Investasi dalam PDRB Sumatera Utara yang masih tumbuh meningkat. Kondisi ini diduga seiring dengan preferensi wait and see pelaku usaha karena kapasitas utilisasi masih di bawah optimal serta masih belum terealisasikannya proyek-proyek investasi sebagaimana polanya. Meski demikian, peningkatan konsumsi dalam PDRB Sumatera Utara dapat menahan stabilnya penyaluran kredit Konsumsi. Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan Sejalan dengan penurunan BI rate dari 7,5% menjadi 6,75% pada triwulan I 2016, suku bunga kredit mulai menurun namun masih sangat terbatas. Masih tertahannya penurunan suku bunga kredit ini diduga karena masih belum efisiennya operasional perbankan, meskipun suku bunga DPK menunjukkan penurunan yang lebih cepat dibandingkan penurunan suku bunga kredit. Kondisi ini diperkirakan turut menahan peningkatan pertumbuhan kredit. TW IV TW I LDR 96,6% 92,4% LDR Konvensional FDR Syariah 96,6% 92,0% 97,9% 101,4% Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenisnya Perlambatan pertumbuhan indikator makro perbankan berpengaruh pada intermediasi yang tercermin pada Loan to Deposit Ratio (LDR) yang secara agregat menurun dari 96,6% menjadi 92,4%. Penurunan ini sejalan dengan kondisi perbankan konvensional. Namun, pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibanding pembiayaan di perbankan syariah menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah meningkat dari 97,8% menjadi 101,4%. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 33

48 Pada triwulan I 2016, risiko perbankan Sumatera Utara menunjukkan peningkatan, meski masih di bawah level indikatif. Non Performing Loans (NPL) meningkat menjadi 3,0% dan termasuk yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir, meski masih dibawah batas aman 5%. Sementara itu, Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah juga masih tinggi diatas 8,0%, meski mulai ada indikasi perbaikan. Peningkatan NPL yang diikuti dengan penurunan kredit didominasi oleh kredit modal kerja, turut menaikkan risiko likuiditas perbankan. (28,1%), dan pertanian (23,4%). Dari ketiga sektor tersebut, hanya kredit kepada pertanian yang meningkat, sementara kepada kedua sektor lainnya melambat. Realisasi kredit korporasi yang melambat terutama didorong oleh perlambatan penyaluran kredit pada sektor PBE dan industri pengolahan. Aktivitas perekonomian yang masih relatif lemah maupun sikap pelaku usaha yang cenderung wait and see terhadap perkembangan pasar komoditas ke depan menahan penyaluran kredit dari sisi permintaan. Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) 3.3 Ketahanan Sektor Korporasi dan UMKM Kredit perbankan yang tersalur untuk sektor korporasi 13 di Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Total kredit sektor korporasi mencapai Rp169,06 triliun. Kredit korporasi di Sumut tumbuh 2,8% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kredit korporasi di Sumut sebagian besar (84%) tersalur ke tiga kategori utama, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran (PBE, 32,5%), industri pengolahan Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut Penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan justru relatif tertekan ditengah capaian yang relatif cemerlang pada triwulan I Masih belum kuatnya dorongan fundamental terutama dari sisi global belum mampu meningkatkan optimisme perbankan terhadap sektor ini maupun permintaan kreditnya. Sementara itu, penyaluran kredit ke kategori pertanian justru relatif meningkat meski kinerja perekonomian sedang melambat. Adanya kontrak biodiesel untuk periode 6 bulan ke depan yang telah dilakukan pemerintah meningkatkan optimisme perbankan dan pelaku usaha dalam meningkatkan kapasitas permodalannya. Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi 13 Merupakan kredit modal kerja atau investasi untuk pelaku usaha PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 34

49 Perlambatan kredit kepada korporasi diikuti dengan peningkatan risiko kredit. Kenaikan NPL 14 terjadi pada dua dari tiga sektor utama Sumut, yaitu sektor pertanian dan sektor PBE. Perlambatan kredit sektor PBE yang disertai dengan peningkatan NPL menunjukkan peningkatan risiko likuiditas kepada sektor PBE, meski angka NPL masih dibawah batas aman 5,0%. Penurunan porsi Usaha menengah di tengah peningkatan porsi mikro dan kecil patut diwaspadai seiring dengan perlambatan perekonomian. KREDIT UMKM NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy) TW IV 2015 Rp48,9T (9,6%) TW I 2016 Rp48,2T (5,6%) NOMINAL DAN PANGSA KREDIT (%) TW I-2016 Kredit Usaha Mikro Rp11,8T (24,6%) Kredit Usaha Kecil Rp15,6T (32,4%) Kredit Usaha Menengah Rp20,7T (43%) Grafik 3.14 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM di Sumut Komposisi kredit UMKM sebesar 28,5% dari keseluruhan penyaluran kredit di Sumatera Utara dan masih lebih rendah dari kredit Non UMKM. Porsi ini terus meningkat dan menunjukkan bahwa sektor UMKM masih memiliki potensi besar untuk meningkat ditengah perekonomian yang sedang melambat. Jika dilihat berdasarkan kategori kredit yang disalurkan, Kredit menengah memiliki porsi paling besar sebesar 43% dan menurun -5,2% dari triwulan sebelumnya. Selain Usaha menengah, usaha mikro juga meningkat stabil dalam 5 tahun terakhir terakhir dengan porsi terakhir pada 24,6%. Usaha kecil relatif stabil. Grafik 3.15 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut Grafik 3.16 Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik 3.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM vs Non UMKM di Sumut Perlambatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM diikuti oleh peningkatan risiko kredit. Hal ini tercermin dari kenaikan NPL pada seluruh jenis kredit UMKM yang bahkan sudah di atas level indikatif 5%, kecuali kredit kepada usaha mikro. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor UMKM juga terdampak oleh perlambatan ekonomi. 14 NPL dalam laporan ini adalah NPL gross, yang menunjukkan persentase kredit kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan) dan 5 (macet) terhadap total outstanding kredit PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 35

50 3.4 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Posisi kredit perbankan kepada sektor rumah tangga di Sumut pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp42,9 triliun. Kredit tersebut didominasi oleh kredit multiguna (46,4%), kredit pemilikan rumah/kpr (32,6), serta kredit kendaraan bermotor/kkb (11%) Kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,7% (yoy), meningkat dibanding triwulan lalu yang mencapai 4,5% (yoy). Peningkatan tersebut terjadi sejalan dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi Sumatera Utara. Tabel 3.2 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut Kredit RT I 2015 II 2015 III 2015 IV 2015 I 2016 Multiguna 45,5% 45,6% 45,3% 45,8% 46,4% KPR 33,9% 33,5% 33,2% 32,8% 32,6% KKB 12,0% 11,9% 12,2% 11,3% 11,0% Lainnya 8,7% 9,0% 9,3% 10,1% 10,0% Semua jenis kredit konsumsi rumah tangga mengalami tekanan pertumbuhan, kecuali kredit multiguna. Kredit multiguna meningkat dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,8% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu kredit perumahan rakyat (KPR) melambat terbatas. Di sisi lain, kredit kendaraan bermotor (KKB) posisi akhir triwulan I 2016 terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan KPR diperkirakan sejalan dengan kebijakan LTV yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia 15. Sementara itu kenaikan harga kendaraan bermotor di tengah penurunan harga BBM diperkirakan berdampak signifikan pada penurunan daya beli masyarakat sehingga relaksasi ketentuan LTV untuk KKB belum berdampak untuk meningkatkan laju pertumbuhan kredit konsumsi ini. Grafik 3.18 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga Meski hampir seluruh kredit konsumsi Rumah Tangga tumbuh melambat, namun terdapat 3 segmen kredit yang mengalami peningkatan drastis secara tahunan yaitu Flat atau apartemen s.d Tipe 21 (157,2%), Furniture dan peralatan rumah tangga (221,1%), dan peralatan lainnya (128,3%). Grafik 3.17 Perkembangan Kredit Rumah Tangga Ketiga segmen ini memiliki kue yang lebih kecil dari segi volume dan nominal dari kredit Multiguna, KPR dan KBB. Meskipun suku bunga tertimbang yang ditawarkan bank untuk ketiga segmen ini relatif tinggi, yaitu flat atau apartemen tipe 21 (suku bunga 18,0%), furniture dan peralatan rumah tangga (suku bunga 11,5%) serta peralatan lainnya (suku bunga 10,1%). Kenaikan segmen ini diduga bersumber dari Pada tahun 2015 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan baru tersebut meliputi kenaikan 10% rasio LTV untuk kredit properti semua tipe rumah serta penurunan 5% uang muka kredit kendaraan bermotor. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 36

51 pembangunan sektor swasta di kota Medan terutama pembangunan apartemen. Peningkatan kredit Rumah Tangga diiringi dengan kenaikan risiko kredit. Hal ini tercermin dari NPL, yang meski masih dibawah batas aman 5% (kecuali KPR), namun cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terjadi baik di multiguna maupun KPR, sementara NPL kredit KKB relatif stabil. Hal ini diduga terkait dengan masih berlanjutnya penurunan harga komoditas yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. 3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Non Tunai Kegiatan sistem pembayaran di Sumatera Utara juga mengalami perubahan yang cukup signifikan pada transaksi tunai maupun non tunai. Di transaksi non tunai, transaksi kliring mengalami kenaikan yang cukup signifikan sementara transaksi RTGS mengalami penurunan. Di transaksi tunai, pada triwulan I 2016 mengalami net inflow dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami net outflow. Transaksi Non Tunai yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia terdiri dari transaksi RTGS, SKNBI dan Transaksi APMK. Transaksi RTGS mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Salah satu faktor penyebab adalah implementasi RTGS Gen II pada 16 Desember Pembayaran melalui RTGS hanya dapat dilakukan untuk transaksi di atas Rp.500 Juta. Penurunan tersebut cukup signifikan secara nominal mencapai -32,6% (qtq) dan secara volume -0,24% (qtq). Penurunan volume yang relatif rendah salah satunya dikarenakan rata-rata hari kerja pada triwulan I tahun 2016 lebih banyak dari triwulan IV Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS Nominal (Triliun Rp) Volume (ratus ribu lembar warkat) Nominal (yoy) Volume (yoy) 36 11, , , , , ,0 33 8,4 34 8,0 35 6,2 36 9, , , ,9 28 7, , ,5 111 Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Kliring Di sisi lain, transaksi kliring melalui SKNBI 16 nominalnya tercatat sebesar Rp111 triliun atau meningkat secara nominal 36,3% dan secara volume 35,8% dibandingkan triwulan IV Hal ini sejalan dengan penurunan transaksi RTGS. Masyarakat yang akan melakukan transaksi di bawah Rp500 Juta, dilakukan melalui mekanisme SKNBI. Bank Indonesia sejak 5 Juni 2015 telah mengimplementasikan SKNBI Gen II dimana terdapat zonasi settlement. Proses netting kliring yang sebelumnya hanya dilakukan 2 kali dalam satu hari menjadi 5 kali netting dalam satu hari sehingga transaksi dapat dilakukan lebih cepat Kinerja Sistem Pembayaran Tunai 12,49 12, ,02% 389,39% 99,01% 125,27% -20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I yoy (%) 130 Penyetoran uang kartal melalui Bank Indonesia di Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp9,6 triliun, tumbuh melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 42,8% (yoy) menjadi sebesar 15,7% (yoy). Sedangkan penarikan uang kartal oleh perbankan dari Bank Indonesia juga melambat dari 25,8% (yoy) menjadi 20,6% (yoy), menjadi sebesar Rp4,5 triliun Melambatnya penyetoran maupun penarikan uang kartal pada triwulan laporan sesuai dengan polanya, 16 SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta) PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 37

52 sejalan dengan kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca faktor musiman Natal dan Tahun Baru pada triwulan lalu. Aliran uang kartal di Medan mengalami net cash inflow 17 sebesar Rp5,12 triliun, setelah triwulan sebelumnya tercatat posisi net outflow sebesar Rp3,04 triliun. Untuk Pematang Siantar juga mengalami net outflow Rp0,4 triliyun sedangkan Sibolga mengalami net outflow sebesar Rp0,3 triliyun. diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Jumlah uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan pada triwulan laporan menurun 8,8% dari Rp3,21 triliun menjadi Rp2,93 triliun, seiring dengan penurunan penyetoran uang kartal melalui Bank Indonesia. Uang tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut tercatat sebesar 30% dari penyetoran uang kartal ke Bank Indonesia di Sumatera Utara pada triwulan laporan. Dalam kaitan dengan kebijakan clean money policy, pada triwulan I 2016 Bank Indonesia juga mengeluarkan uang hasil cetak sempurna senilai Rp508 miliar, atau sebesar 11% dari penarikan uang kartal oleh perbankan melalui Bank Indonesia di Sumatera Utara. Grafik 3.21 Penarikan dan Penyetoran di Sumut Meningkatnya net cash inflow ini sejalan dengan pola konsumsi masyarakat yang kembali normal setelah adanya faktor musiman Natal dan Tahun Baru pada triwulan lalu. Grafik 3.23 Temuan Uang Rupiah Palsu di Su Grafik 3.22 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar di Sumatera Utara Dalam rangka melaksanakan clean money policy, seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi Sumatera Utara secara rutin melakukan kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan Temuan uang rupiah palsu meningkat 3,4% dari lembar pada triwulan sebelumnya menjadi lembar pada triwulan laporan. Temuan tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia. Temuan uang palsu tersebut masingmasing sebanyak 93,1% di Medan, diikuti 5,4% di Pematang Siantar dan 1,5% di Sibolga. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian, dan senantiasa melakukan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) guna mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu. 17 Net cash inflow mencerminkan jumlah penyetoran (inflow) ke Bank Indonesia lebih banyak dibanding jumlah penarikan (outflow) dari Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 38

53 Memperkuat Pengembangan Smart City Dalam Mendukung Pengembangan Kota Yang Berkelanjutan Suplemen 2 Ruang pengembangan Smart City di Provinsi Sumatera Utara dapat dikatakan cukup besar. Hasil pemetaan dimensi smart city di Kota Medan sebagai kota terbesar di Sumatera Utara menunjukkan bahwa dimensi smart government relatif lebih maju dari dimensi lainnya. Kemajuan dimensi ini tidak lepas dari untuk keinginan Pemerintah Daerah untuk memberikan informasi perkembangan daerah maupun menjaring partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Hal tersebut dilakukan melalui pengembangan portal kepemerintahan serta penerapan e-procurement yang meningkatkan kredibilitas pemerintah. juga Pemerintah Provinsi Sumatera Utara termasuk yang pertama kali menerapkan Sistem Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (PIPISE) pada Februari 2015 yang lalu. juta unit Jumlah Kendaraan Growth Rata-rata Sumber: BPS, diolah Grafik 3.25 Penjualan Kendaraan Bermotor %, yoy 18,0 tapcash (uang elektronik) di tempat parkir pusat perbelanjaan. 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 Sumber: Departemen Regional 1, Bank Indonesia Grafik 3.24 Indeks Smart City Masih terdapat potensi yang besar untuk dikembangkan. Salah satu diantaranya adalah elektronifikasi pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan retribusi parkir. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) memiliki pangsa 30% terhadap total penerimaan pajak Provinsi Sumatera Utara. Dengan rata-rata peningkatan kendaraan bermotor sebesar 11% per tahun (periode ), potensi penerimaan daerah dari Pajak Kendaraan Bermotor masih cukup besar. Potensi yang dapat dikembangkan adalah pembayaran melalui online billing pada mesin ATM maupun penggunaan aplikasi e-payment. Sementara itu, potensi dari retribusi parkir dapat diserap dengan penempatan beberapa fasilitas Sasaran lain dalam memperkuat aspek smart goverment adalah mendukung pengembangan sistem tata kelola keuangan dan penggajian secara elektronik. Sasaran ini telah menjadi program prioritas Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera pada tahun Sistem penggajian secara elektronik menjadi salah satu prioritas dikarenakan hingga saat ini 85% dari pembayaran gaji pegawai Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dilakukan secara manual/tunai. Selain itu, belum dilakukannya penggajian pegawai secara elektronik lebih disebabkan oleh permasalahan teknikal dan infrastruktur pendukung yang belum memadai. Lebih jauh, pengembangan elektronifikasi kedepannya diharapkan pegawai dapat menggunakan uang elektronik maupun kartu debet untuk berbelanja di koperasi pegawai. Ke depan, elektronifikasi perlu diperluas ke berbagai bentuk transaksi keuangan. Hal ini didasarkan pada pemahaman pentingnya elektronifikasi dalam mendukung efisiensi ekonomi yang diperlukan agar ekonomi Sumatera Utara dapat tumbuh lebih efisien sehingga roda perekonomian dapat berputar lebih cepat lagi. Pemerintah juga terus melakukan pembenahan untuk menciptakan tata kelola yang efektif dan efisien guna memberikan pelayanan yang optimal terhadap masyarakat. Saat ini pemerintah sedang mengembangkan SIMDA PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 39

54 (Sistem Tata Kelola Keuangan Desa) yang merupakan bentuk turunan dari CMS (Cash Management System) 18 yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Mengingat dana desa yang cukup besar, sistem tata kelola elektronis menjadi prioritas untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi penyaluran dana keuangan desa. Pembenahan terus dilakukan secara perlahan dan berkesinambungan diharapkan dapat mendukung pengembangan Smart City di Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu bentuk pembangunan kota berkelanjutan. PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 40

55 BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH Sebagaimana polanya, realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada triwulan I 2016 masih rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 10,6% dari yang dianggarkan. Sementara untuk belanja APBD 18 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 7,5%. Demikian halnya dengan serapan APBN baru terealisasi 11,4% dari pagunya. Namun realisasi belanja pada triwulan I 2016 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang meningkat meski masih terbatas. KEUANGAN PEMERINTAH 41

56 Tabel 4.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Triwulan I APBD PROVINSI SUMATERA UTARA PAGU (Juta Rp) REALISASI TW I % REALISASI PAGU (Juta Rp) REALISASI TW I % REALISASI Delta 1. PENDAPATAN ,4% ,3% 0,9% 1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH ,6% ,3% 0,7% Pajak daerah ,0% ,5% 0,5% Retribusi daerah ,8% ,4% 7,6% Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ,0% ,0% 0,0% Lain-lain PAD yang sah ,0% ,5% 7,5% 1.2 DANA PERIMBANGAN ,0% ,5% 0,5% Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak ,1% ,0% 2,9% Dana Alokasi Umum ,3% ,5% -0,8% Dana Alokasi Khusus ,0% ,0% 0,0% 1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH ,9% ,6% -0,3% Hibah ,9% ,8% -0,1% Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus ,0% ,6% -0,4% Pendapatan Lainnya BELANJA ,2% ,6% -1,5% 2.1 Belanja Pegawai ,8% ,3% -10,5% 2.2. Belanja Hibah ,0% ,0% 24,0% 2.3 Belanja Bansos Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes ,0% ,5% 1,5% 2.5 Belanja Bantuan Keuangan ,0% 179-0,0% 0,0% 2.6 Belanja Tidak Terduga ,0% ,0% 0,0% 2.7 Belanja Barang & Jasa ,6% ,1% -3,5% 2.8 Belanja Modal ,7% ,0% -10,7% Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara 4.1 Gambaran Umum Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam perencanaan dan penganggaran negara tentunya perlu diperhatikan. Pada triwulan I 2016, serapan anggaran APBD Provinsi, APBD Kabupaten Kota dan APBN di Sumatera Utara masih sebagaimana polanya, rendah di awal tahun. Realisasi anggaran masih bersifat pengeluaran rutin kantor dan belanja pegawai. 4.2 Realisasi APBD Provinsi Sumatera Utara Dengan memperhatikan berbagai asumsi kondisi makroekonomi daerah, APBD Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 meningkat baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi belanja. Anggaran pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai Rp9,97 triliun atau meningkat 18% dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar Rp8,45 triliun. Peningkatan anggaran pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara didorong oleh kenaikan anggaran pendapatan transfer (dana perimbangan) yang meningkat sebesar Rp1,5 triliun (40%). Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya naik tipis sebesar Rp 6 miliar (0,1%), sementara Lain-lain Pendapatan yang Sah justru turun Rp 1 miliar (-2,5%). Meskipun pangsanya menurun, PAD masih merupakan sumber pendapatan utama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu mencapai 46,4% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Sumatera Utara masih cukup baik. Komponen terbesar PAD adalah pajak daerah yang dianggarkan sedikit menurun dari Rp4,18 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp4,16 triliun 42

57 pada tahun Penurunan target penerimaan pajak tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah menstimulus aktivitas perekonomian masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I 2016, realisasi pendapatan Pemprov Sumatera Utara mencapai Rp2,32 triliun atau 23,3% dari target pendapatan. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang hanya mencapai Rp1,89 triliun atau 22,4% dari target pendapatan. Ketiga komponen pendapatan yakni PAD 19, pendapatan transfer (dana perimbangan), dan lainlain pendapatan yang sah masing-masing terealisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 20,3% dari pagu, atau Rp941,5 miliar dari target Rp4,63 triliun. Realisasi ini meningkat jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 19,6%. Pajak daerah masih menjadi andalan sumber pendapatan yang terealisasi 21,5% dari pagu atau Rp895,8 miliar, meningkat dibandingkan penerimaan triwulan I 2015 yang mencapai Rp876,8 miliar. Retribusi daerah juga meningkat dari 16,8% menjadi 24,4% dengan nilai nominal sebesar Rp7,8 miliar. Demikian juga dengan lain-lain PAD yang sah juga meningkat dari 15% menjadi 22,5% dari pagu dengan nominal sebesar Rp37,8 miliar. Peningkatan ini sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yang diperkirakan ditopang oleh perbaikan daya beli masyarakat seiring dengan koreksi harga komoditas, meskipun masih terbatas. Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat juga meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2016, pendapatan transfer tercatat terealisasi sebesar Rp624,8 miliar (27,5% dari pagu). Peningkatan realisasi bersumber dari kenaikan dana bagi hasil yang terealisasi senilai Rp103,3 miliar atau 20% dari pagu, meningkat dari triwulan I 2015 yang sebesar 17,1% dari pagu. Sementara itu dana alokasi umum secara pagu sedikit menurun, yaitu 32,5%, dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 33,3%. Namun secara nominal, dana alokasi umum tercatat meningkat dari Rp379,7 miliar pada triwulan I 2015 menjadi Rp521,4 miliar pada triwulan laporan. Peningkatan yang cukup signifikan secara nominal tersebut diperkirakan merupakan realisasi dana operasional sekolah untuk persiapan pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SD, SMP dan SMU yang berlangsung pada bulan April dan Mei Berdasarkan strukturnya, realisasi pendapatan daerah Pemprov Sumatera Utara pada triwulan Iaporan terdiri atas PAD 40,5%, lain-lain pendapatan yang sah 32,5%, dan transfer sebesar 26,9%. Hal ini menunjukkan derajat kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara terjaga cukup baik. Namun pendapatan transfer menunjukkan peningkatan pangsa dan nominal yang cukup besar, yang bersumber dari peningkatan dana bagi hasil dan dana alokasi umum. Sementara itu anggaran belanja Pemprov Sumatera Utara tahun 2016 tercatat sebesar Rp9,95 triliun, meningkat 17,9% dari tahun 2015 yang sebesar Rp8,44 triliun. Komponen yang mengalami kenaikan tertinggi adalah belanja bansos dan hibah (naik 119,4%), diikuti oleh belanja barang dan jasa (naik 26,1%), belanja modal (naik 21,5%), dan belanja pegawai (naik 16,8%). Dari target belanja tersebut, pada triwulan I 2016 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah merealisasikan anggaran belanja sebesar Rp1,05 triliun atau 10,6% dari pagunya. Sebagaimana pola realisasi APBD yang umumnya rendah di awal tahun, 43

58 realisasi belanja tersebut yang meliputi belanja langsung dan tidak langsung, tercatat lebih rendah dibandingkan capaian triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 11,8% dari pagunya. Realisasi pada triwulan I baru mencakup realisasi anggaran belanja rutin kantor dan pegawai. Program pelelangan dini pada akhir tahun 2015 untuk merealisasikan anggaran belanja tahun 2016 sebagaimana dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, perlaksanaanya masih terbatas di Sumatera Utara. Hal ini tercermin dari progress pengadaan belanja langsung di Sumatera Utara pada triwulan laporan. Dari 741 rencana paket pengadaan dengan total nilai sebesar Rp1,53 triliun pada tahun 2016, pada triwulan laporan baru terproses pengadaan sebanyak 7,29% (54 paket). Dari jumlah tersebut, hanya 1,48% (10 paket) yang dalam pelaksanaan. Berdasarkan informasi dari SKPD terkait, proses pelelangan untuk merealisasikan belanja modal khususnya terkait jalan dan jembatan diperkirakan baru akan dimulai pada bulan Mei 2016, dan penandatanganan kontrak pada bulan Juli Kondisi ini disebabkan oleh adanya perubahan Rencana Anggaran Biaya yang harus direvisi terkait penurunan harga BBM. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terus berupaya untuk mempercepat proses pengadaan belanja modal serta barang dan jasa yang akuntabel dan transparan, antara lain dengan menerapkan e-procurement melalui satu pintu. Ke depan, realisasi belanja modal perlu senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena belanja modal yang efektif dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi. Tabel 4.2 APBD Pemkab/Pemko Sumatera Utara APBD Pemkab/Pemko 2015 Pangsa 2016 Pangsa Belanja Pegawai % % Belanja Barang dan Jasa % % Belanja Modal % % Belanja bansos dan hibah 936 5% % Total Sumber: TEPRA Kementerian Keuangan 4.3 Realisasi APBD Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Anggaran belanja 18 Pemerintah Daerah dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2016 sebesar Rp21,5 triliun, meningkat 20% dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp17,9 triliun. Peningkatan anggaran terutama pada anggaran belanja bansos dan hibah yang meningkat 166% dari Rp936 miliar menjadi Rp2,49 triliun. Sementara peningkatan terkecil terdapat pada anggaran belanja modal yang hanya meningkat 5% dari Rp4,1 triliun menjadi Rp4,28 triliun. Berdasarkan pangsanya, belanja pegawai memiliki pangsa tertinggi sebesar 51%, diikuti oleh belanja modal 20%, belanja barang dan jasa 17%, dan belanja bansos dan hibah sebesar 12%. Komposisi ini relatif tidak berubah dibandingkan tahun Realisasi belanja Pemkab/Pemko di Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai Rp1,6 triliun atau 7,5% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6% dari pagunya. Sebagaimana dengan APBD Provinsi, serapan belanja APBD Kabupaten/Kota juga baru meliputi belanja rutin kantor dan pegawai. Demikian juga halnya dengan program pelelangan dini, diperkirakan juga belum terlaksana dengan baik di level Kabupaten/Kota. Hal ini tercermin dari rencana paket pengadaan dengan total nilai sebesar Rp3,79 triliun pada tahun 2016, pada triwulan I 2016 pemerintah Kabupaten/ Kota baru memproses pengadaan belanja langsung (barang, jasa, dan modal) sebanyak 14% (871 paket). Dari jumlah tersebut, hanya 4% (362 paket) yang dalam pelaksanaan. Realisasi anggaran belanja langsung diperkirakan baru terakselerasi di triwulan II dan III sebagaimana polanya. 4.4 Rekening Pemerintah Daerah di Bank Rekening Pemerintah Daerah (Pemda) di perbankan dapat digunakan untuk memprediksi besaran dana sisa anggaran yang dimiliki oleh Pemda selama periode berjalan dan merupakan akumulasi dari berbagai jenis dana pemerintah daerah, baik yang 44

59 bersumber dari Penerimaan Asli Daerah (PAD), transfer baik dari provinsi maupun Pemerintah Pusat, maupun sumber-sumber lainnya. Grafik 4.2 Komposisi APBN di Sumatera Utara Grafik 4.1 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara Sebagaimana polanya, posisi simpanan Pemda (gabungan Pemprov dan 33 Pemkab/Pemko) di Sumatera Utara yang ditempatkan pada perbankan pada akhir triwulan I 2016 meningkat tajam 115,8% (qtq). Simpanan dimaksud meningkat dari Rp4,2 triliun pada triwulan IV 2015 menjadi Rp9,1 triliun pada triwulan laporan. Posisi simpanan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, yakni tumbuh sebesar 1,22% (yoy). Namun pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun Kondisi ini mencerminkan realisasi pendapatan yang cukup baik di tengah peningkatan realisasi belanja yang mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. 4.5 Realisasi Belanja APBN di Sumatera Utara triwulan I 2016 Target belanja APBN di Sumatera Utara pada tahun 2016 sebesar Rp19,04 triliun, menurun 11% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp21,4 triliun. Penurunan terjadi pada seluruh komponen belanja kecuali belanja barang. Pangsa belanja APBN juga berubah. Belanja modal yang pada tahun 2015 memiliki pangsa tertinggi sebesar 35,7%, pada tahun 2016 hanya memiliki pangsa sebesar 31,9%, di bawah pangsa belanja pegawai yang sebesar 36,3%. Sejalan dengan pola realisasi APBD, realisasi penyerapan belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara juga masih tertahan, meskipun menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp2,2 triliun atau 11,4% dari target belanja tahun Dibandingkan triwulan I 2015, capaian tersebut lebih tinggi, baik secara nominal maupun dari pagunya. Kondisi ini seiring dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi Pemerintah yang lebih tinggi dari polanya. Peningkatan realisasi belanja terjadi pada seluruh komponen, kecuali belanja bantuan sosial. Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja APBN tertinggi pada triwulan I 2016 adalah belanja pegawai sebesar 19,8% dari pagunya atau Rp1,4 triliun. Peringkat selanjutnya diikuti oleh belanja barang 8,9% dari pagunya (Rp543 miliar), belanja modal 4,8% dari pagunya (Rp302 miliar), dan bantuan sosial 2,4% dari pagunya (Rp2 miliar). Belanja pegawai digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau instansi Pemerintah Pusat yang berada di Sumatera Utara, sedangkan belanja modal digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, seperti Pembangunan Fly Over/Underpass/Terowongan, sistem kelistrikan bandar udara, dan pembangunan fasilitas pelabuhan (Pelabuhan Belawan dan Kuala Tanjung). Pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur strategis di Sumatera Utara, salah satunya adalah Pelabuhan multi purpose Kuala Tanjung tahap I, yang dijadwalkan dapat selesai pada akhir tahun 2016 dan saat ini telah terealisasi fisiknya antara 40-45%. Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN tertinggi pada triwulan I 2016 dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan sebesar 22,3% dari pagunya (Rp591 miliar), diikuti oleh fungsi pertahanan 19,2% 45

60 (Rp420 miliar), pelayanan umum 14,8% (Rp144 miliar), dan agama 13,8% (Rp48 miliar). Realisasi pengeluaran fungsi-fungsi tersebut umumnya masih bersifat pembayaran gaji pegawai dan belanja operasional rutin. Sedangkan realisasi belanja modal berupa pembangunan gedung sekolah, pengadaan tanah, bendungan irigasi, dan pelabuhan masih minimal. Sementara capaian terendah adalah fungsi pariwisata dan budaya yang belum terealisasi sama sekali. Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara No Uraian Realisasi Tw I Realisasi Tw I Anggaran Pangsa Anggaran Pangsa Nominal % Pagu Nominal % Pagu Berdasarkan Jenis Belanja 1 Belanja Pegawai ,2% ,3% ,3% ,8% 2 Belanja Barang ,5% 251 4,3% ,5% 548 8,9% 3 Belanja Modal ,7% 63 0,8% ,9% 302 4,8% 4 Belanja Bantuan Sosial 774 3,6% 31 4,1% 65 0,3% 2 2,4% ,7% ,5% Berdasarkan Fungsi 1. Agama 260 1,2% 17 6,6% 348 1,9% 48 13,8% 2. Ekonomi ,1% 153 2,0% ,9% 421 6,2% 3. Kesehatan 850 4,1% 6 0,7% ,5% ,0% 4. Ketertiban dan Keamanan ,0% ,4% ,1% ,3% 5. Lingkungan Hidup 373 1,8% 13 3,5% 349 1,9% 30 8,7% 6. Pariwisata dan Budaya 50 0,2% - 0,0% 4 0,0% - 0,0% 7. Pelayanan Umum ,4% ,7% 974 5,2% ,8% 8. Pendidikan ,8% 351 8,9% ,5% ,1% 9. Perlindungan Sosial 73 0,3% 2 3,0% 50 0,3% 2 5,0% 10. Pertahanan ,7% ,8% ,7% ,2% 11. Perumahan dan Fasilitas Umum 496 2,4% - 0,0% 585 3,1% 5 0,8% Sumber: Ditjen Pembendaharaaan Kanwil Provinsi Sumatera Utara 46

61 BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 tercatat menurun, begitu juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat dibandingkan dengan Februari Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri. Berbeda dari ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan relatif membaik meski perekonomian masih menunjukkan perlambatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan persepsi penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 47

62 5.1 Ketenagakerjaan Tenaga Kerja Feb 2016 (%) TPAK TPT 69,9 68,9 6,4 6,5 Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada bulan Februari 2016 tercatat 68,9%, lebih rendah dibandingkan dengan TPAK pada Februari 2015 yang tercatat 69,9% (Tabel 5.1). Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri (Tabel 5.2). Sementara itu, perbaikan pada kategori pertanian mampu menahan penurunan kondisi ketenagakerjaan pada triwulan I Pada triwulan I 2016, penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Utara diikuti oleh kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 6,5%, meningkat bila dibandingkan dengan TPT pada bulan Februari 2015 yang mencapai 6,4%. Meskipun demikian, persepsi masyarakat terhadap kondisi lapangan pekerjaan pada triwulan I 2016 masih dapat dikatakan cukup baik meski masih berada dalam level pesimis 20. Hal tersebut tercermin dari perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja pada triwulan ini yang meningkat dari 71,1 menjadi 82,8. Mulai membaiknya persepsi tenaga kerja terjadi seiring dengan perbaikan harga komoditas serta perkembangan pasar komoditas domestik yang mulai menjanjikan. 120,0 110,0 100,0 Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Perbaikan pasar domestik juga turut mendorong optimisme pelaku usaha, yang tercermin hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan perbaikan indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja. Indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja membaik dari 3,2% pada triwulan lalu menjadi 3,6% pada triwulan I Perbaikan ini didorong oleh semakin membaiknya kinerja perusahaan seiring dengan perbaikan harga komoditas khususnya kelapa sawit dan kopi, meski masih terbatas ,0 80,0 70,0 60,0 Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KPw BI Sumut Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total 85,9 82,8 II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II *Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Ekspektasi Ekspektasi Bebera[pa faktor yang diperkirakan mendorong optimisme akan perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah (1) Pemulihan harga komoditas yang terus berlanjut, (2) peningkatan penyerapan CPO domestik terkait mandatori biodiesel, (3) pembangunan infrastruktur strategis yang terus digenjot, serta (4) pembukaan lowongan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini tercermin dari Indeks 11,8 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II ,6 20 Optimis adalah ketika indeks > 100, pesimis adalah ketika indeks < Hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 48

63 Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan Yang Akan Datang yang membaik, dari 82,8 menjadi 85,9. Optimisme ini didukung oleh perbaikan persepsi penggunaan tenaga kerja dari sisi pelaku usaha yang meningkat pada triwulan mendatang (Grafik 5.4). Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Sumatera Utara Sumber: BPS, diolah Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut lapangan Usaha Sumber: BPS, diolah Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Sumber: BPS, diolah Berdasarkan status pekerjaannya, tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara masih didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja di sektor informal (58,2%). Tenaga kerja yang termasuk sektor formal adalah kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap/dibayar serta kategori buruh/karyawan/pegawai, sementara selebihnya tergolong kedalam sektor informal. Sementara itu, jumlah tenaga kerja di sektor formal mencapai 41,8% dari total tenaga kerja, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal pada bulan Februari 2015 yang hanya mencapai 40,1% (Grafik 5.3) Sumber: BPS, diolah Grafik 5.3 Sektor Tenaga Kerja 2016 Feb Agt Feb Agt Feb Penduduk 15 tahun ke atas (ribu) Total Angkatan Kerja (ribu) Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja (ribu) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 72,1% 69,4% 73,0% 67,1% 69,9% 67,3% 68,9% Tingkat Pengangguran Terbuka 6,4% 6,2% 5,9% 6,2% 6,4% 6,7% 6,5% Agustus 2014 Februari 2015 Agustus 2015 Februari 2016 LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Jumlah Persen Jumlah Jumlah Jumlah Persen Persen (ribu) (ribu) (ribu) (ribu) Persen Pertanian ,5% ,2% ,3% ,5% Perdagangan, rumah makan dan akomodasi ,1% ,9% ,3% ,5% Jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan ,4% ,5% ,5% ,8% Industri 461 7,8% 528 8,6% 450 7,5% 516 8,4% Lainnya ,2% ,8% ,4% ,8% JUMLAH ,0% ,0% ,0% ,0% LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Agt 15 Jumlah Persen (000) Feb-16 Jumlah Persen (000) % Kenaikan/ Penurunan Berusaha sendiri ,7% ,6% -7,7% Berusaha dibantu buruh tidak tetap ,7% ,3% 7,2% Berusaha dibantu buruh tetap 182 3,1% 207 3,4% 13,7% Buruh/Karyawan/Pegawai ,8% ,5% 8,1% Pekerja bebas 505 8,5% 560 9,1% 10,9% Pekerja keluarga ,3% ,1% -3,4% JUMLAH ,0% ,0% 3,4% ,9% 58,2% Formal Informal 41,8% 40,1% KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 49

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Agustus 2017 VISI DAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA Agustus 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA November 2016 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi November 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi E E Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2014 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Publikasi ini dapat diakses secara online pada : i TRIWULAN III 2015 Edisi Triwulan III 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN III 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan IV 2015 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Agustus 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN II 2015 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website : KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI 2017 website : www.bi.go.id VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung i Edisi Triwulan II 2016 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Mei 2017 Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Jl. Jenderal Ahmad Yani No.14, Telanaipura

Lebih terperinci

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan i Edisi Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jl. Jend. Sudirman No. 51 Pangkalpinang No. Telp : 0717 422411.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci