EKSISTENSI BIFURKASI MUNDUR DAN KENDALI OPTIMAL PADA MODEL PENYAKIT VEKTOR-BORNE YANG DISEBABKAN NYAMUK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSISTENSI BIFURKASI MUNDUR DAN KENDALI OPTIMAL PADA MODEL PENYAKIT VEKTOR-BORNE YANG DISEBABKAN NYAMUK"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR - SM EKSISTENSI BIFURKASI MUNDUR DAN KENDALI OPTIMAL PADA MODEL PENYAKIT VEKTOR-BORNE YANG DISEBABKAN NYAMUK CHARISMA JUNI KUMALASARI NRP Dosen Pembimbing: Subcan, M.Sc, P.D Drs. M. Setijo Winarko,M.Si JURUSAN MATEMATIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Institut Teknologi Sepulu Nopember Surabaya 2015

2 FINAL PROJECT - SM EXISTENCE OF BACKWARD BIFURCATION AND OPTIMAL CONTROL VECTOR-BORNE DISEASE MODELS ON CAUSED MOSQUITO CHARISMA JUNI KUMALASARI NRP Supervisors: Subcan, M.Sc, P.D Drs. M. Setijo Winarko,M.Si DEPARTMENT OF MATHEMATICS Faculty of Matematics and Natural Sciences Sepulu Nopember Institute of Tecnology Surabaya 2015

3

4 EKSISTENSI BIFURKASI MUNDUR DAN KENDALI OPTIMAL PADA MODEL PENYAKIT VEKTOR-BORNE YANG DISEBABKAN NYAMUK Nama Maasiswa : Carisma Juni Kumalasari NRP : Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Pembimbing : 1. Subcan, M.Sc, P.D 2. Drs. M. Setijo Winarko,M.Si Abstrak Penyakit vector-borne merupakan penyakit yang terjadi pada manusia yang penularannya melalui vektor (perantara) seperti serangga. Conto penyakit vector-borne seperti demam berdara, virus West Nile, virus encepalitis dan malaria [1]. Model yang digunakan merupakan kombinasi dari dua model non linear dari populasi individu dan vektor [1]. Populasi individu dikelompokkan menjadi susceptible, infected, dan recovered, sedangkan vektor dikelompokkan menjadi susceptible dan infected. Dalam Tugas Akir ini membaas tentang analisa pada model penyakit vector-borne dengan menyelidiki adanya bifurkasi mundur, menentukan basic reproduction number, kestabilan dari setiap titik kesetimbangan, kendali optimal, dan solusi numerik dari model interaksi dinamis yang disimulasikan dengan menggunakan MATLAB, seingga didapatkan asil untuk meminimalkan jumla ost (inang) yang terinfeksi serta jumla populasi vektor. Kata-kunci: Model epidemik, Bifurkasi Mundur, Kendali Optimal, Prinsip Minimum Pontriagyn (PMP) vii

5 Halaman ini sengaja dikosongkan.

6 EXISTENCE OF BACKWARD BIFURCATION AND OPTIMAL CONTROL VECTOR-BORNE DISEASE MODELS ON CAUSED MOSQUITO Name : Carisma Juni Kumalasari NRP : Department : Matematics FMIPA-ITS Supervisors : 1. Subcan, M.Sc, P.D 2. Drs. M. Setijo Winarko,M.Si Abstract Vector-borne diseases are diseases tat occur in umans are transmitted troug a vector (intermediaries) suc as insects. Examples of vector-borne diseases suc as dengue fever, West Nile virus, encepalitis virus and malaria [1]. Te model is used a combination of two non-linear models of te individual and vector population [1]. Te population of individuals is classified into susceptible, infected, and recovered, wile te vectors classified into susceptible and infected. In tis final project is about te analysis on te model of vector-borne diseases to investigate te existence of backward bifurcation, determine te basic reproduction number, te stability of eac equilibrium point, optimal control, and te numerical solution of te dynamic interaction models are simulated using MATLAB, so we get te results to minimize te number of osts (ost) and te number of infected vector population. Key-words: Epidemic model, Backward bifurcation, Optimal control, Pontryagins Minimum Principle (PMP) ix

7 Halaman ini sengaja dikosongkan.

8 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Alamdulillaairobbil aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke adirat Alla SWT yang tela memberikan limpaan ramat, petunjuk serta idaya-nya, seingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akir yang berjudul EKSISTENSI BIFURKASI MUNDUR DAN KENDALI OPTIMAL PADA MODEL PENYAKIT VEKTOR-BORNE YANG DISEBABKAN NYAMUK sebagai sala satu syarat kelulusan Program Sarjana Jurusan Matematika FMIPA Institut Teknologi Sepulu Nopember (ITS) Surabaya. Tugas Akir ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai piak. Ole karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasi dan pengargaan kepada: 1. Ibu Dr. Erna Apriliani, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika FMIPA ITS. 2. Bapak Drs. M. Setijo Winarko, M.Si dan Bapak Subcan, M.Sc, P.D selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan motivasinya kepada penulis dalam mengerjakan Tugas Akir ini seingga dapat terselesaikan dengan baik. 3. Bapak Dr. Hariyanto, M.Si, Drs. Iis Herisman, M.Si dan Drs. Daryono Budi Utomo, M.Si selaku dosen xi

9 penguji atas semua saran yang tela diberikan demi perbaikan Tugas Akir ini. 4. Bapak Drs. Cairul Imron, MI.Komp selaku Ketua Prodi S-1 Jurusan Matematika FMIPA ITS. 5. Bapak Drs. Soetrisno, MI.Komp selaku dosen wali yang tela memberikan araan akademik selama penulis menempu pendidikan di Jurusan Matematika FMIPA ITS. 6. Bapak dan Ibu dosen serta seluru staff Tata Usaa dan Laboratorium Jurusan Matematika FMIPA ITS. 7. Teman teman angkatan 2011 Jurusan Matematika atas dukungan yang tela diberikan kepada penulis. Penulis juga menyadari bawa dalam Tugas Akir ini masi terdapat kekurangan. Ole sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis arapkan demi kesempurnaan Tugas Akir ini. Akirnya, penulis berarap semoga Tugas Akir ini dapat bermanfaat bagi banyak piak. Surabaya, Januari 2015 Penulis xii

10 Special Tank s To Keberasilan penulisan Tugas Akir ini tidak lepas dari orang-orang terdekat penulis. Ole sebab itu, penulis mengucapkan terima kasi kepada : 1. Alla SWT yang tela memberi ramat, petunjuk, kekuatan, dan kesabaran dalam setiap langka keidupan penulis serta kepada Nabi Muammad SAW yang tela membimbing umat-nya dari zaman jailiya menuju zaman yang penu ilmu. 2. Mbok e, Mama, dan Aya yang tercinta, terima kasi atas segala doanya, juga kasi sayang dan pendidikan yang selalu dicurakan kepada penulis selama ini. 3. Kakak-kakak yang sangat ku sayangi, mas Gatot, mas Gepri, dan mas Rizky. Terima kasi banyak atas segala doa, dukungan, motivasi, dan nasiat-nasiatnya kepada penulis. 4. Mas Tony, Mas Ipin, Mas Faim, Mas Danang, Mbak Fami, Mbak Irma, dan Mbak Firda atas semua bantuan yang diberikan dalam pengerjaan Tugas Akir ini. 5. Te Gita, Mb Fia, Veda, Mila dan teman satu atap lainnya yang selalu memberikan semangat serta saransaran kepada penulis. Terima kasi juga anak-anak lab lainnya dan mas Tux yang tela membantu dan menyemangati penulis. Makasi banyak ya semuanya.. 6. Teman-teman seperjuangan Tugas Akir, Nilam, Ka Marmel, Mas Lulu, Mas Romi, Mb Nadia, Muna, Zamroji, Andika, dan lain-lain yang saling mendukung dan memotivasi satu sama lain. xiii

11 7. Teman-teman angkatan 2011, terima kasi atas doa dan dukungan kalian selama ini. Kalian merupakan keluarga baru ku disini. 8. Seluru keluarga besar HIMATIKA ITS dan UKM Taekwondo ITS atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 9. Semua piak yang tak bisa penulis sebutkan satupersatu, terima kasi tela membantu sampai terselesaikannya Tugas Akir ini. xiv

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR SIMBOL DAFTAR SIMBOL i vi vii ix xi xv xix xxi xxiii xxv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masala Batasan Masala Tujuan Manfaat Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Vector-Borne Sistem Kompartemen Bilangan Reproduksi Dasar (R 0 ) Kestabilan Titik Tetap Stabil Asimtotik Lokal xv

13 2.6 Bifurkasi Teori Kendali Optimal Prinsip Minimum Pontryagin Metode Beda Hingga BAB III METODE PENELITIAN Studi Literatur Mengkaji Model Interaksi Dinamis Mencari Titik Kesetimbangan, Menentukan Bilangan Reproduksi Dasar dari Model, dan Bifurkasi Menentukan Formulasi Masala Kendali Optimal Menentukan Penyelesaian Kendali Optimal Membuat Simulasi Kesimpulan dan Saran BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Deskripsi Model dan Asumsi Daera Penyelesaian Model Titik Kesetimbangan Bebas Penyakit Menentukan Bilangan Reproduksi Dasar Titik Kesetimbangan Endemik Kestabilan Lokal Model Interaksi Dinamis Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Penyakit Kestabilan Lokal Titik Setimbang Endemik Analisa Bifurkasi Model Kendali Optimal Penyelesaian Kendali Optimal Solusi Numerik xvi

14 BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 95 LAMPIRAN A Kurva Bifurkasi Mundur 97 LAMPIRAN B Kurva Bifurkasi Maju 99 LAMPIRAN C Simulasi dari populasi individu yang terinfeksi dan Simulasi dari jumla populasi vektor dengan kendali 101 LAMPIRAN D Biodata Penulis 107 xvii

15 Halaman ini sengaja dikosongkan.

16 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Input Parameter Tabel 4.2 Input Parameter Tabel 4.3 Input Parameter xxi

17 Halaman ini sengaja dikosongkan.

18 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Bifurkasi Maju Gambar 2.2 Bifurkasi Mundur Gambar 4.1 Diagram Kompartemen Dari Model Interaksi Dinamis Gambar 4.2 Kurva Bifurkasi Mundur Gambar 4.3 Kurva Bifurkasi Maju Gambar 4.4 Simulasi dari populasi individu yang terinfeksi dengan kendali Gambar 4.5 Simulasi dari jumla populasi vektor dengan kendali xix

19 Halaman ini sengaja dikosongkan.

20 Daftar Simbol S (t) Individu yang rentan teradap penyakit pada waktu t. I (t) Individu yang tela terinfeksi penyakit pada waktu t. R (t) Individu yang tela sembu dari penyakit pada waktu t. S v (t) Vektor yang rentan teradap penyakit pada waktu t. I v (t) Vektor yang tela terinfeksi penyakit pada waktu t. N (t) Jumla populasi individu pada waktu t. N v (t) Jumla populasi vektor pada waktu t. b 1 angka kelairan populasi individu yang rentan. b 2 angka kelairan populasi vektor yang rentan. β 1 angka kejadian penularan melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi. β 2 angka kejadian penularan melalui kontak dengan vektor yang terinfeksi. β 3 angka individu yang terinfeksi menjadikan vektor rentan terinfeksi. µ angka kematian natural dari populasi individu. µ v angka kematian natural dari populasi vektor. γ angka kesembuan pada populasi individu yang terinfeksi. δ angka kematian individu yang disebabkan penyakit. δ v angka kematian dari vektor yang terinfeksi yang disebabkan penyakit. R 0 Bilangan reproduksi dasar. E f Titik kesetimbangan bebas penyakit. Titik kesetimbangan endemik. E 1 xxiii

21 Daftar Simbol J λ H J(u 1, u 2, u 3 ) I = [t 0, t f ] λ 1, λ 2, λ 3 λ 4, λ 5 u 1, u 2, u 3 δ Matrik Jacobian. Nilai eigen. Fungsi Hamiltonian. Fungsi Objektif. Periode waktu yang direncanakan. Variabel ko-keadaan (costate). Variabel pengendali. Variasi. xxv

22 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan al-al yang melatarbelakangi munculnya permasalaan yang dibaas dalam Tugas Akir ini. Kemudian permasalaan tersebut disusun kedalam suatu rumusan masala. Selanjutnya dijabarkan juga batasan masala untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan serta manfaat yang dapat diperole. Adapun sistematika penulisan Tugas Akir diuraikan pada bagian akir bab ini. 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit dapat terjadi pada manusia melalui vektor (perantara) seperti serangga dikenal sebagai artropod borne disease atau kadang-kadang disebut juga dengan vector borne disease. Penyakit yang tergolong artropod borne disease merupakan penyakit yang bersifat berbaaya dan dapat bersifat endemis serta dapat menimbulkan waba dengan ancaman kematian [3]. Penyakit vektor-borne seperti demam berdara, virus West Nile, virus encepalitis dan malaria merupakan infeksi menular ke manusia dan ewan lain yang disebabkan ole artropoda pemakan-dara. Artropoda (serangga atau araknida) yang kebanyakan menyediakan vektor termasuk serangga pengisap dara seperti, nyamuk, kutu, dan lalat penggigit. Mayoritas penyakit bawaan vektor bertaan di alam dengan memanfaatkan ewan sebagai ost (inang) vertebratanya, dan zoonosis. Untuk sejumla kecil zoonosis, seperti malaria dan demam berdara, manusia adala ost (inang) utama. Vektor pembawa patogen dari ost (inang) 1

23 2 yang terinfeksi dan mengirimkannya untuk ost (inang) perantara atau langsung ke ost (inang) manusia [1]. Penyakit vector-borne penting bagi WHO (World Healt Organization) kususnya wilaya asia bagian selatan-timur. Penyakit vector-borne adala ancaman serius bagi keseatan, yang mempengarui populasi yang paling rentan secara ekonomi. Dengue adala sala satu penyakit menular yang paling cepat menyebar dari abad kedua pulu satu. Penyebarannya beruba ketika bergerak dari kota ke daera pedesaan dan wilaya geografis baru akibat perubaan iklim. Lebi dari 1,3 miliar orang di kawasan ini beresiko malaria, seperti lebi dari 75% penduduk tinggal di daera rawan malaria [5]. Dalam Tugas Akir ini akan dilakukan analisa pada model penyakit vector-borne dengan menyelidiki adanya bifurkasi mundur. Selain itu, digunakan kendali optimal untuk meminimalkan jumla ost (inang) yang terinfeksi serta jumla populasi vektor. Selanjutnya, akan ditentukan solusi yang optimal dari model tersebut. 1.2 Rumusan Masala Permasalaan dalam Tugas Akir ini adala : 1. Bagaimana menentukan basic reproduction number, kestabilan dari setiap titik kesetimbangan, dan bifurkasi mundur? 2. Bagaimana menentukan solusi yang optimal dari model tersebut? 3. Bagaimana interpretasi asil analisa dari model tersebut beserta simulasinya? 1.3 Batasan Masala Batasan masala yang digunakan dalam Tugas Akir ini antara lain:

24 3 1. Menerapkan Prinsip Minimum Pontryagin dalam penyelesaian yang optimal. 2. Model interaksi dinamik antara populasi manusia dan populasi vektor nyamuk adala kombinasi dari dua model non linear dari populasi individu dan vektor [1]. 1.4 Tujuan Tujuan yang dicapai dari penulisan Tugas Akir ini antara lain: 1. Menentukan basic reproduction number, kestabilan dari setiap titik kesetimbangan, dan bifurkasi mundur. 2. Menentukan solusi yang optimal dari model tersebut. 3. Mengintrepetasikan asil analisa dari model tersebut beserta simulasinya. 1.5 Manfaat Manfaat dari Tugas Akir ini antara lain: 1. Membantu mempelajari dampak dari ditentukannya basic reproduction number, kestabilan dari setiap titik kesetimbangan, dan bifurkasi mundur pada model penyakit vektor-borne. 2. Membantu menentukan cara yang efektif untuk mengendalikan pencegaan penyakit vektor-borne. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan Tugas Akir ini disusun dalam lima bab, yaitu: 1. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang gambaran umum dari penulisan Tugas Akir yang meliputi latar belakang, rumusan masala, batasan masala, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.

25 4 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang materi-materi yang mendukung Tugas Akir ini, antara lain penyakit vektor-borne, sistem kompartemen, bilangan reproduksi dasar, kestabilan titik tetap, bifurkasi, teori kendali optimal, prinsip minimum pontryagin, dan metode beda ingga. 3. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dibaas tentang langka langka dan metode yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akir ini. 4. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan menguraikan bagaimana memperole daera penyelesaian model, kestabilan lokal di setiap titik kesetimbangan, analisa bifurkasi berdasarkan bilangan reproduksi dasar, penerapan prinsip minimum pontryagin dan amiltonian untuk mencari kendali optimal, mencari solusi numerik dengan menggunakan metode beda ingga dan simulasi dari model tersebut 5. BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan akir yang diperole dari Tugas Akir serta saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka yang menjadi dasar materi dalam penyusunan tugas akir serta menunjang metode metode yang digunakan dalam pembaasan tugas akir ini. 2.1 Penyakit Vector-Borne Vektor adala organisme yang mengirimkan patogen dan parasit dari satu orang yang terinfeksi (atau ewan) yang lain, menyebabkan penyakit serius pada populasi manusia [5]. Penyakit vector-borne adala penyakit yang disebabkan ole patogen dan parasit pada populasi manusia yang paling sering ditemukan di daera tropis dan tempat di mana akses teradap air minum dan sanitasi yang seat terambat. Penyakit vector-borne paling mematikan adala malaria yang menyebabkan sekitar kematian pada taun 2010, sebagian besar adala anak-anak Afrika. Namun, penyakit vector-borne paling cepat berkembang di dunia adala demam berdara, dengan peningkatan 30 kali lipat dalam kejadian penyakit selama 50 taun terakir [4]. Terjadinya penyebaran penyakit vektor-borne adala melalui kontak langsung yaitu Artropoda secara langsung memindakan penyakit atau investasi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung, melalui transmisi secara mekanis yaitu Artropoda sebagai vektor mekanis yang membawa agen penyakit dari manusia yang berasal dari tinja, dara, ulkus superficial, atau eksudat, serta melalui transmisi secara biologis yaitu agen penyakit mengalami perubaan siklus 5

27 6 dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubu artropoda. Penyakit yang ditularkan ole vektor (nyamuk) adala Malaria, filarial, yellow fever, ensefalitis, dan DHF. Vektor (nyamuk) dapat muda berkembang pesat jika kondisi lingkungan mendukung. Beberapa kondisi yang mengakibatkan vektor (nyamuk) dapat berkembang pesat sebagai berikut [11]: a. Perubaan lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan perumaan yang mengakibatkan berkembangbiaknya vektor(nyamuk) penyakit. b. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenui syarat seingga menjadi tempat perindukan vektor. c. Sistem pengelolaan sampa yang belum memenui syarat seingga sampa menjadi sarang vektor(nyamuk). 2.2 Sistem Kompartemen Sistem kompartemen merupakan sebua susunan kerja atau proses yang menunjukkan aliran individu dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya seperti saat individu tersebut seat, tertular penyakit atau sembu dari penyakit [2]. 2.3 Bilangan Reproduksi Dasar (R 0 ) Bilangan reproduksi dasar (Basic Reproduction Number) atau biasa disebut R 0 adala suatu parameter yang digunakan untuk mengetaui tingkat penyebaran suatu penyakit. Bilangan reproduksi dasar adala bilangan yang menunjukkan jumla individu rentan yang dapat menderita penyakit disebabkan ole satu individu infeksi. Namun

28 7 adapula yang mengartikan bilangan yang menyatakan banyaknya rata-rata individu infected sekunder akibat tertular individu infected primer yang berlangsung dalam populasi individu rentan penyakit. Untuk menentukan bilangan reproduksi dasar, digunakan metode Driessce dan Watmoug [12]. Dengan mengasumsikan bawa populasi dapat dikelompokkan ke dalam n kompartemen. Diberikan x = (x 1,..., x n ) t, dengan x i 0 adala bilangan dari individu pada masing-masing kompartemen seingga kompartemen m < n pertama sesuai dengan individu terinfeksi. Diberikan X s adala impunan dari semua titik kesetimbangan bebas penyakit. Didefinisikan X s = {x 0 x i = 0, i = 1,..., m} Selanjutnya untuk mengitung R 0, penting untuk membedakan infeksi baru dari semua perubaan dalam populasi. Untuk itu didefinisikan F i (x) adala laju dari kemunculan infeksi baru pada kompartemen i,vi (x) adala laju dari perpindaan individu keluar dari kompartemen i, dan V i + (x) adala laju dari perpindaan individu masuk ke kompartemen i. Model penyebaran penyakit terdiri dari kondisi awal non-negatif dengan persamaan sistem berikut: x i = f i = F i (x) V i (x), i = 1,..., n, dengan V i = Vi V + i dan memenui asumsi-asumsi berikut: a. Jika x 0, maka F i, V i, V+ i 0 untuk i=1,...,n. Karena masing-masing merepresentasikan perpindaan langsung dari individu, maka semua non-negatif. b. Jika x i = 0, maka Vi = 0. Secara kusus, jika x X s, maka Vi = 0 untuk i=1,...,n. Hal ini berarti jika sebua kompartemen kosong, maka tidak ada perpindaan dari

29 8 individu yang keluar dari kompartemen dikarenakan kematian atau infeksi. c. F i = 0 jika i > m. Hal ini mengakibatkan timbulnya penyakit adala nol. d. Jika x X s, maka F i = 0 dan V + i = 0 untuk i=1,...,m. Jika populasi bebas dari penyakit, maka populasi akan tetap bebas dari penyakit (tidak ada infeksi). e. Jika F(x) menuju ke nol, maka semua nilai eigen dari Df(x 0 ) mempunyai bagian real negatif. Hal ini berdasarkan turunan dari f di dekat titik kesetimbangan bebas penyakit (DFE), didefinisikan DFE dari f adala penyelesaian kestabilan lokal dari titik kesetimbangan bebas penyakit, dengan f terbatas ke X s. Jika populasi ada di sekitar DFE, maka populasi akan kembali ke DFE menurut linearisasi sistem : ẋ = Df(x 0 )(x x 0 ), dengan Df i (x 0 ) = f i x i x=0 adala matriks Jacobian yang diitung di sekitar x = x 0. Ole karena itu, asumsi ini mengakibatkan DFE stabil. Didefinisikan K = F V 1 sebagai next generation matriks dan [ ] [ ] R 0 = ρ(f V 1 Fi (x 0 ) Vi (x 0 ) ) dengan F =, V =, x i x i 1 i, j m, dan ρ(a) adala nilai eigen yang dominan dari matriks A [6]. Jika model anya mempunyai dua titik kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik, maka tidak terjadi endemik jika R 0 1 dan terjadi endemik jika R 0 1 [9].

30 9 2.4 Kestabilan Titik Tetap Pandang persamaan diferensial sebagai berikut : dx = f(x, y) dy = g(x, y) (2.1) Sebua titik (x 0, y 0 ) merupakan titik kesetimbangan dari persamaan (2.1) jika memenui f(x 0, y 0 ) = 0 dan g(x 0, y 0 ) = 0. Karena turunan suatu konstanta sama dengan nol, maka sepasang fungsi konstan [6]. x(t) x 0 dan y(t) y 0 adala penyelesaian kesetimbangan dari persamaan (2.1) untuk semua t. 2.5 Stabil Asimtotik Lokal Kestabilan asimtotis lokal pada titik keseimbangan ditentukan ole tanda pada bagian real dari akar-akar karakteristik sistem. Teorema 2.1 Titik setimbang (x 0, y 0 ) stabil asimtotis jika dan anya jika nilai karakteristik dari Matriks J = f x (x 0, y 0 ) g x (x 0, y 0 ) f y (x 0, y 0 ) g y (x 0, y 0 ) mempunyai tanda negatif pada bagian realnya dan tidak stabil jika sedikitnya satu dari nilai karakteristik mempunyai tanda positif pada bagian realnya. Analisis kestabilan dilakukan untuk mengetaui laju penyebaran suatu penyakit. Analisis ini dilakukan pada titik setimbang bebas penyakit (Disease Free Equilibrium) dan titik setimbang endemik (Endemic Equilibrium).

31 Bifurkasi Pada sistem dinamik non linear sering dijumpai kestabilan di sekitar titik kesetimbangan suatu sistem persamaan yang menunjukkan fenomena bifurkasi. Bifurkasi secara umum adala perubaan kualitatif yang meliputi perubaan stabilitas dan perubaan banyaknya titik kesetimbangan karena perubaan nilai-nilai parameter. Dalam epidemiologi, fenomena bifurkasi berubungan dengan parameter ambang batas, yang sering disebut bilangan reproduksi dasar dan biasanya disimbolkan dengan R 0 [7]. Ada dua jenis bifurkasi dalam model penyebaran penyakit menular yaitu bifurkasi maju dan bifurkasi mundur. Eksistensi bifurkasi maju dan mundur pada model penyebaran penyakit ditunjukkan ole diagram bifurkasi pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 dengan merupakan parameter bifurkasi dan merupakan populasi individu yang terinfeksi penyakit. Fenomena bifurkasi maju terjadi pada saat R 0 > 1 dimana anya ada satu titik kesetimbangan endemik. Sedangkan fenomena bifurkasi mundur terjadi pada saat R 0 < 1 mempunyai dua titik kesetimbangan endemik [7]. Gambar 2.1 Bifurkasi Maju Gambar 2.2 Bifurkasi Mundur

32 Teori Kendali Optimal Pada prinsipnya, tujuan dari pengendali optimal adala menentukan signal atau kendali yang akan diproses dalam sistem dinamik dan memenui beberapa konstrain, dengan tujuan memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan (J) yang sesuai [10]. Adapun formulasi masala kendali optimal terdiri dari: a. Mendiskripsikan secara matematis suatu sistem (model). b. Menentukan fungsi objektif (performance index). c. Menentukan kendala dan kondisi batas yang arus dipenui. Secara umum, masala kendali optimal diformulasikan sebagai berikut: misalkan suatu sistem dinamik diberikan ole persamaan: ẋ = f (x (t), u(t), t) (2.2) dengan keadaan awal x (t 0 ) = x 0 dan keadaan akir x (t f ) = x f serta u(t) yang menyatakan pengendali keadaan pada waktu t. Dalam al ini, masala kendali optimal adala mencari pengendali optimal u (t) yang memenui persamaan keadaan (state) dengan syarat nilai J berikut ini: tf J = S (x (t f ), t f ) + V (x (t), u(t), t) (2.3) t 0 adala minimum atau maksimum. Bentuk umum persamaan J di atas disebut fungsi tujuan bentuk Bolza dengan S adala bentuk Mayer dan V adala bentuk Lagrange. Dengan kondisi sistem yaitu waktu akir tetap atau bebas dan keadaan (state) akir selurunya atau sebagian bebas atau tetap.

33 Prinsip Minimum Pontryagin Prinsip Minimum Pontryagin merupakan sala satu cara dalam menyelesaikan masala kendali optimal dengan kendala yang terbatas. Metode tersebut digunakan untuk memperole kendali terbaik pada sistem dinamik dari state awal ingga akir, yaitu dengan memininumkan fungsi objektif yang ingin dicapai. Hal ini dikembangkan ole L. S. Pontryagin pada taun Ole karena itu, prinsip ini disebut sebagai Prinsip Minimum Pontryagin. Prinsip ini menyatakan secara informal bawa persamaan Hamiltonian akan diminimumkan sepanjang U yang merupakan impunan dari semua kendali [13]. Hasilnya juga dapat dinamakan Prinsip Maksimum Pontryagin yaitu dengan mengalikan (-1) pada performance index. Penyelesaian masala kendali optimal dengan menggunakan metode tidak langsung dilakukan dengan menyelesaikan kondisi perlu kendali optimal. Berdasarkan Prinsip Minimum Pontryagin, kondisi perlu dari masala kendali optimal yang arus diselesaikan adala persamaan stasioner, persamaan state, dan persamaan costate serta kondisi transversality [9]. Dengan memperatikan persamaan keadaan dan fungsi tujuan yang tela diberikan pada persamaan (2.2) dan (2.3), langka dalam menyelesaikan masala kendali optimal adala sebagai berikut [8] : a. Langka 1 Bentuk fungsi Hamiltonian yang disimbolkan dengan H, yaitu: H = H(x(t), u(t), λ(t), t) = V (x(t), u(t), t) + λ (t) f(x(t), u(t), t) dengan tanda menyatakan suatu transpose.

34 13 b. Langka 2 Memaksimumkan H teradap u(t) dengan cara: H u(t) = 0 seingga diperole kondisi stasioner u (t). c. Langka 3 Dengan menggunakan u (t) yang tela diasilkan pada langka 2, akan didapatkan fungsi Hamiltonian baru yang optimal, H, yaitu: H = H(x (t), u (t), λ (t), t) H(x (t), u(t), λ (t), t) d. Langka 4 Selesaikan 2n persamaan, variabel keadaan: ẋ (t) = H λ dan persamaan costate yaitu: λ (t) = H x dengan n adala jumla Dengan kondisi batas diberikan ole keadaan awal dan keadaan akir yang disebut kondisi transversality. Kondisi batas secara umum yaitu: ( H + S ) (( ) ) S δt f + λ δx f = 0 t t f x t f Dengan S adala bentuk Mayer dari fungsi objektif, H adala persamaan Hamiltonian, δ menunjukkan variasi dan tanda menunjukkan keadaan saat variabel pengendalinya stasioner.

35 14 e. Langka 5 Substitusi asil-asil yang diperole pada langka 4 ke dalam persamaan u (t) pada langka 2 untuk mendapatkan kendali optimal yang dicari. Dalam menentukan kondisi transversality yang sesuai, terdapat macam-macam kondisi batas, yaitu [8]: a. Fixed-final time and Fixed-final state system Artinya waktu akir dan state saat waktu akir tela ditentukan/diketaui. x(t 0 ) = x 0, x(t f ) = x f b. Free-final time and Fixed-final state system Artinya waktu akir belum ditentukan/tidak diketaui dan state saat waktu akir tela ditentukan/diketaui. ( x(t 0 ) = x 0, x(t f ) = x f, H + S ) = 0 t t f c. Fixed-final time and Free-final state system Artinya waktu akir tela ditentukan/diketaui sedangkan state saat waktu akir belum diketaui/tidak ditentukan. ( ) S x(t 0 ) = x 0, λ (t f ) = x t f d. Free-final time and dependent free-final state system Artinya waktu akir belum ditentukan/tidak diketaui dan state saat akir belum ditentukan/tidak diketaui dan nilainya bergantung pada sesuatu. x(t 0 ) = x 0, x(t f ) = θ f, [( H + S ) ( S + t x λ (t) ) θ(t) ] t f = 0

36 15 e. Free-final time and independent free-final state system Artinya waktu akir belum ditentukan/tidak diketaui dan state saat akir belum ditentukan/tidak diketaui dan nilainya tidak bergantung pada sesuatu. δx(t 0 ) = x 0 ( H + S ) ( ) S = 0, t t f x λ (t) = 0 t f 2.9 Metode Beda Hingga Jika u = u(x) maka turunan pertama dari u teradap x didefinisikan du dx = lim u(x + ) u(x) 0 dengan mensubtitusikan nilai x = x, maka du dx = lim u(x) u(x ) 0 dengan mensubtitusikan nilai x = x + 2, maka du dx = lim u(x + 2 ) u(x 2 ) 0 Jika u = u(x) diekspansikan menurut deret taylor, maka diperole 1. Persamaan persamaan beda ingga maju adala sebagai berikut: u(x + ) = u(x) + du 2 (x) + 1!dx 2! u(x + ) u(x) = du dx (x) + o(2 ) u(x + ) u(x) du dx d 2 u (x) +... (2.4) dx2

37 16 2. Persamaan persamaan beda ingga mundur adala sebagai berikut: u(x ) = u(x) du 2 (x) + 1!dx 2! u(x) u(x ) = du dx (x) + o(2 ) u(x) u(x ) du dx d 2 u (x) +... (2.5) dx2 3. Persamaan persamaan beda ingga tenga jika persamaan (2.4) dikurangkan dengan persamaan (2.5), maka u(x + ) u(x ) = 2 du dx +... u(x + ) u(x ) = 2 du dx + o(2 ) u(x + ) u(x ) 2 Dengan tiga syarat batas, yaitu: du dx 1. Syarat batas Diriclet, conto: u(0) = Syarat batas Neumann, conto : du dx (1) = 0 3. Syarat batas Robbins, conto: u(0) + du dx (0) = 3 Selain itu persamaan beda dapat dituliskan dalam bentuk lain yaitu sebagai berikut: diberikan u(x) = u(x = i) = u i, maka

38 17 du dx = u i+1 u i adala beda maju du dx = u i u i 1 adala beda mundur du dx = u i+1 u i 1 adala beda tenga 2

39 Halaman ini sengaja dikosongkan.

40 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan metode yang akan digunakan dalam penelitian secara rinci. Metodologi penelitian yang digunakan berguna sebagai acuan seingga penelitian ini dapat disusun secara sistematis. 3.1 Studi Literatur Taap ini merupakan taap untuk melakukan identifikasi permasalaan, yaitu mencari referensi yang menunjang penelitian. Referensi bisa berupa tugas akir, jurnal, buku, maupun artikel terkait. 3.2 Mengkaji Model Interaksi Dinamis Untuk memaami model interaksi dinamik disusun asumsi-asumsi tertentu seingga dapat dibuat model kompartemen dengan susceptible, infected, dan recovered untuk populasi manusia dan susceptible dan infected untuk populasi nyamuk. 3.3 Mencari Titik Kesetimbangan, Menentukan Bilangan Reproduksi Dasar dari Model, dan Bifurkasi Dari model interaksi dinamis akan dicari titik kesetimbangan bebas penyakit (I = 0) dan titik kesetimbang -an endemik (I 0) melalui substitusi persamaan model. Kemudian menentukan nilai bilangan reproduksi dasar (R 0 ) dan selanjutnya menentukan kurva bifurkasi melalui nilai R 0. 19

41 Menentukan Formulasi Masala Kendali Optimal Pada taapan ini, ditentukan formulasi masala kendali optimal yang meliputi menentukan model kendali optimal, fungsi objektif, dan kondisi syarat batas yang arus dipenui. 3.5 Menentukan Penyelesaian Kendali Optimal Pada taap ini, dilakukan penyelesaian kendali optimal yang tela diformulasikan pada taapan sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penyelesaian masala tersebut adala Prinsip Minimum Pontryagin. Langka-langka yang dilakukan dalam taap ini antara lain: 1. Membentuk fungsi Hamiltonian, 2. Menentukan persamaan state dan costate, 3. Menentukan kondisi batas yang arus dipenui, 4. Menentukan pengendali optimal. 3.6 Membuat Simulasi Dari Bifurkasi yang diperole akan dibuat simulasinya dan pada kendali optimal diselesaikan dengan menggunakan metode beda ingga semi implisit. Langka-langkanya adala menyelesaikan model sistem dengan menggunakan metode beda ingga maju, dan fungsi adjoin yang diperole diselesaikan dengan menggunakan metode beda ingga mundur karena adanya kondisi transversality. Selanjutnya, dapat diperole penyelesaian model sistem secara numerik. 3.7 Kesimpulan dan Saran Setela dilakukan analisis dan pembaasan maka dapat ditarik suatu kesimpulan dan saran sebagai masukan untuk pengembangan penelitian lebi lanjut.

42 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, akan dibaas tentang daera penyelesaian model, titik kesetimbangan bebas penyakit,titik kesetimbangan endemik, kemudian akan dicari kestabilan lokal dari setiap titik kesetimbangan tersebut, dan bilangan reproduksi dasar, kemudian menentukan bifurkasinya (bifurkasi mundur) berdasarkan nilai bilangan reproduksi dasar, dan menentukan solusi yang optimal dari model dengan menerapkan Prinsip Minimum Pontryagin. Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian solusi numerik dari model dan mensimulasikannya dengan menggunakan MATLAB. 4.1 Deskripsi Model dan Asumsi Model interaksi dinamis yang akan dibaas pada Tugas Akir ini memiliki asumsi sebagai berikut: 1. Individu dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu susceptible (S (t)) yaitu individu yang rentan teradap penyakit pada saat t, infected (I (t)) adala individu yang terinfeksi penyakit pada saat t, dan recovered (R (t)) adala individu yang sembu dari penyakit pada saat t sedangkan untuk vektor (nyamuk) dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu susceptible (S v (t)) adala vektor yang rentan teradap penyakit pada saat t, dan infected (I v (t)) adala vektor yang terinfeksi penyakit pada saat t. Vektor yang sembu akan langsung mati, seingga tidak terjadi penularan. Jumla populasi individu dinyatakan sebagai N (t) dengan N (t) = 21

43 22 S (t) + I (t) + R (t), sedangkan untuk jumla populasi vektor dinyatakan sebagai N v (t) = S v (t) + I v (t). 2. Model mendiskripsikan interaksi antara individu (rentan) yang berkaitan dengan kematian yang disebabkan karena kontak dengan penyakit maupun vektor yang terifeksi penyakit. Individu (rentan) teradap penyakit dapat terinfeksi melalui dua cara, yaitu melakukan kontak langsung dengan penyakit β 1 dan melakukan kontak dengan vektor yang terinfeksi β Berikut merupakan definisi parameter-parameter yang terdapat dalam model dinamik, yaitu a. b 1 menyatakan angka kelairan populasi individu yang rentan dan b 2 menyatakan angka kelairan populasi vektor yang rentan. b. β 3 menyatakan angka individu yang terinfeksi menjadikan vektor rentan terinfeksi. c. µ menyatakan angka kematian natural dari populasi individu dan µ v menyatakan angka kematian natural dari populasi vektor. d. γ menyatakan angka kesembuan pada populasi individu yang terinfeksi, δ menyatakan angka kematian individu yang disebabkan penyakit, dan δ v menyatakan angka kematian dari vektor yang terinfeksi yang disebabkan penyakit. Dari asumsi di atas, dapat digambarkan diagram kompartemen dari model interaksi dinamis sebagai berikut:

44 23 Gambar 4.1: Diagram Kompartemen Dari Model Interaksi Dinamis Dari Gambar 4.1, sebagai berikut: diperole model interaksi dinamis 1. Besarnya laju populasi individu yang rentan teradap penyakit (susceptible) dipengarui ole angka kelairan populasi individu yang rentan, sedangkan populasi akan menurun dengan adanya beberapa kejadian penularan penyakit, seperti populasi individu yang terinfeksi penyakit karena melakukan kontak langsung dengan individu yang terinfeksi, populasi individu yg terinfeksi penyakit karena melakukan kontak dengan vektor yang terinfeksi, dan kematian alami dari individu. ds = b 1 β 1S I N β 2S I v N µ S

45 24 2. Besarnya laju populasi individu yang terinfeksi penyakit (infected) akan bertamba saat terdapat populasi individu yang terinfeksi penyakit akibat kontak langsung dengan individu yang terinfeksi maupun dengan vektor yang terinfeksi dan populasi akan menurun dengan adanya kejadian individu yang terinfeksi namun tela sembu dan juga menurun karena kematian yang disebabkan karena terinfeksi penyakit maupun secara alami. di = β 1S I + β 2S I v γ I δ I µ I N N 3. Besarnya laju populasi individu yang sembu dari penyakit (recovered) bergantung pada jumla individu yang terinfeksi namun tela sembu dan populasi akan berkurang saat terdapat kejadian kematian individu yang sembu. dr = γ I µ R 4. Besarnya laju populasi vektor yang rentan teradap penyakit (susceptible) bergantung pada angka kelairan populasi vektor yang rentan dan populasi akan berkurang saat angka populasi individu yang terinfeksi yang menjadikan vektor rentan terinfeksi dan kematian populasi vektor. ds v = b 2 β 3S v I N µ v S v 5. Besarnya laju populasi vektor yang terinfeksi penyakit (infected) bergantung pada angka populasi individu yang terinfeksi yang menjadikan vektor rentan terinfeksi

46 25 dan populasi akan berkurang akibat angka kematian dari vektor yang terinfeksi yang disebabkan penyakit dan kematian alami yang terinfeksi. di v = β 3S v I δ v I v µ v I v N Dari penjelasan diatas, maka sistem persamaan dapat ditulis sebagai berikut [1]: ds di dr ds v di v = b 1 β 1S I N = β 1S I N β 2S I v N µ S (4.1) + β 2S I v N γ I δ I µ I (4.2) = γ I µ R (4.3) = b 2 β 3S v I N µ v S v (4.4) = β 3S v I N δ v I v µ v I v (4.5) dengan kondisi awal: S (0) > 0, I (0) > 0, R (0) > 0, S v (0) > 0, I v (0) > 0 Diketaui bawa jumla populasi individu dinyatakan sebagai N (t) dengan N (t) = S (t) + I (t) + R (t) seingga dapat dituliskan R (t) = N (t) S (t) I (t). Supaya memudakan peritungan analisis selanjutnya, persamaan (4.3) digantikan ole persamaan dn = b 1 µ N δ I dengan N = S + I + R, kemudian turunkan persamaan

47 26 tersebut teradap t, seingga: N (t) = S (t) + I (t) + R ( (t) = b 1 β 1S I N β 2S I v N µ S ( β1 S I + + β 2S I v γ I δ I µ I N N + (γ I µ R ) = b 1 µ S δ I µ I µ R = b 1 µ S δ I µ I µ (N S I ) = b 1 µ S δ I µ I µ N + µ S + µ I = b 1 µ N δ I (4.6) Maka sistem persamaan baru dari model menjadi : ds di dn ds v di v = b 1 β 1S I N = β 1S I N Dengan kondisi awal: ) ) β 2S I v N µ S (4.7) + β 2S I v N γ I δ I µ I (4.8) = b 1 µ N δ I (4.9) = b 2 β 3S v I N µ v S v (4.10) = β 3S v I N δ v I v µ v I v (4.11) S (0) > 0, I (0) > 0, N (0) > 0, S v (0) > 0, I v (0) > 0 (4.12) 4.2 Daera Penyelesaian Model Dalam sistem persamaan baru dari model, diketaui bawa dn = b 1 µ N δ I selanjutnya dengan cara yang

48 27 sama akan dicari nilai dnv. Karena diketaui bawa N v = S v + I v Kemudian turunkan persamaan tersebut teradap t, diperole : N v(t) = S v(t) + I v(t) ( = b 2 β ) ( ) 3S v I β3 S v I µ v S v + δ v I v µ v I v N N = b 2 µ v S v δ v I v µ v I v selanjutnya substitusikan S v = N v I v N v(t) = b 2 µ v (N v I v ) δ v I v µ v I v = b 2 µ v N v + µ v I v δ v I v µ v I v = b 2 µ v N v δ v I v (4.13) Selanjutnya akan dicari nilai N (t) dan N v (t) melalui persamaan (4.6) dan (4.13) dn = b 1 µ N δ I b 1 µ N Seingga persamaan diferensialnya dapat dituliskan dn = b 1 µ N Maka dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan diferensial peuba terpisa. dn = b 1 µ N dn = (4.14) b 1 µ N Selanjutnya persamaan (4.14) akan diintegralkan di kedua ruasnya

49 28 Misal: maka dn = du µ, seingga du = uµ dn = b 1 µ N u = b 1 µ N (4.15) 1 µ ln u = t ln c 1 µ ln u = µ t + µ ln c 1 µ ln u µ ln c 1 µ = µ t ln u = µ c 1 t µ µ ln u c = µ t u c = e µ t u = ce µ t Selanjutnya substitusikan nilai u ke persamaan (4.15), seingga b 1 µ N = ce µ t µ N = b 1 ce µ t N (t) = b 1 ce µ t µ ( lim N b1 ce µ ) t (t) = lim t t = b 1 µ µ

50 29 Karena itu, maka 0 < N (t) b 1 µ Sedangkan dn v = b 2 µ v N v δ v I v b 2 µ v N v Seingga persamaan diferensialnya dapat dituliskan dn v = b 2 µ v N v Maka dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan diferensial peuba terpisa. dn v = b 2 µ v N v dn v = (4.16) b 2 µ v N v Selanjutnya persamaan (4.16) akan diintegralkan di kedua ruasnya Misal: maka dn v = du µ v dn v = b 2 µ v N v u = b 2 µ v N v (4.17)

51 30 seingga du = uµ v 1 µ v ln u = t ln c 1 µv ln u = µ v t + µ v ln c 1 µv ln u µ v ln c 1 µv = µ v t ln u = µ c 1 v t µv µv ln u c = µ vt u c = e µvt u = ce µvt Selanjutnya substitusikan nilai u ke persamaan (4.17) seingga b 2 µ v N v = ce µvt µ v N v = b 2 ce µvt N v (t) = b 2 ce µvt µ ( v lim N b2 ce µvt ) v(t) = lim t t = b 2 µ v Seingga 0 < N v (t) b 2 µ v Jadi daera yang mungkin untuk sistem persamaan ( (4.7) sampai (4.11) adala ) Ω = (S, I, N, S v, I v ) R+, 5 (N b 1 µ, N v b 2 µ v ) dikarenakan kondisi awal pada persamaan (4.12) bernilai positif dan pada µ v

52 31 R+, 5 maka Ω merupakan invarian positif. Selain itu, dn dan dnv 0 memenui Ω yang merupakan invarian positif dan t, seingga dapat ditulis 0 < (N, N v ) ( b 1 µ, b 2 µ v ). 4.3 Titik Kesetimbangan Bebas Penyakit Titik kesetimbang bebas penyakit adala suatu keadaan tidak terjadi penyebaran penyakit menular dalam suatu populasi seingga I = 0. Untuk memperole titik kesetimbangan bebas penyakit dengan menyatakan ruas kiri pada persamaan (4.7) sampai (4.11) bernilai nol kemudian mensubstitusikannya untuk memperole titik E f = ( S 0, I0, N 0, S0 v, I 0 v ). Karena pada kondisi tidak ada penyebaran penyakit menular, maka I 0 = I0 v = 0. Selanjutnya akan dicari nilai S 0, N 0 dan S0 v melalui persamaan (4.7),(4.9), dan (4.10) yang ruas kanannya bernilai nol kemudian mensubstitusikannya dengan I 0 = I0 v = 0. Menentukan nilai S 0 ds = 0 b 1 β 1S I β 2S I v µ S = 0 N N b µ S = 0 b 1 µ S = 0 µ S = b 1 S = b 1 µ, maka S 0 = b 1 µ (4.18)

53 32 Menentukan nilai N 0 dn = 0 b 1 µ N δ I = 0 b 1 µ N 0 = 0 b 1 µ N = 0 µ N = b 1 N = b 1 µ, maka N 0 = b 1 µ (4.19) Menentukan nilai S 0 v ds v = 0 b 2 β 3S v I N µ v S v = 0 b 2 0 µ v S v = 0 b 2 µ v S v = 0 µ v S v = b 2 S v = b 2 µ v, maka S 0 v = b 2 µ v (4.20) Berdasarkan persamaan (4.18),(4.19),dan (4.20), diketaui bawa I 0 = I0 v = 0, maka diperole titik kesetimbangan bebas penyakit E f = ( ( S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) b1 =, 0, b 1, b ) 2, 0. µ µ µ v

54 Menentukan Bilangan Reproduksi Dasar Dalam model epidemiologi, bilangan reproduksi dasar yang dilambangkan dengan R 0 adala konsep kunci dan didefinisikan sebagai jumla rata-rata infeksi sekunder yang timbul dari individu yang terinfeksi primer yang masuk ke kelas susceptible selama periode infeksi susceptible[2]. Dengan menggunakan metode Driessce dan Watmoug [12] akan ditentukan bilangan reproduksi dasar untuk itu didefinisikan sebagai berikut : di = β 1S I + β 2S I v (γ + δ + µ )I N N di v = β 3S v I (δ v + µ v )I v N dn = b 1 µ N δ I (4.21) ds = b 1 β 1S I β 2S I v µ S N N ds v = b 2 β 3S v I µ v S v N F i adala laju kemunculan infeksi baru pada kompartemen i, Vi adala laju dari perpindaan individu keluar dari kompartemen i, V i + adala laju dari perpindaan individu masuk ke dalam kompartemen i V i = V i V + i Untuk sistem persamaan (4.21) F dan V adala:

55 34 F = β 1 S I N β 3 S vi N dan V = β 2S I v N + (γ + δ + µ )I (δ v + µ v )I v b 1 + µ N + δ I b 1 + β 1S I N b 2 + β 3S vi N + β 2S I v N + µ v S v + µ S Kompartemen yang terinfeksi adala I ke I v, seingga peratikan I dan I v dengan mensubtitusikan ( nilai titik b1 kesetimbangan bebas penyakit E f =, 0, b 1, b ) 2, 0. µ µ µ v F = β 1 I β 3 b 2 µ µ v b 1 I dan V = β 2 I v + (γ + δ + µ )I (δ v + µ v )I v b 1 + µ N + δ I b 1 + β 1S I N b 2 + β 3S vi N + β 2S I v N + µ v S v + µ S Seingga diperole, F = β 1 I β 3 b 2 µ µ vb 1 I dan V = β 2 I v + (γ + δ + µ )I (δ v + µ v )I v

56 35 Selanjutnya akan dicari matriks F dan V yang didapat dari F dan V dengan cara berikut sebagai berikut: F = F I I F Iv I F I I v F Iv I v dan V = V I I V Iv I V I I v V Iv I v maka akan didapatkan matriks sebagai berikut [12] β 1 0 γ + δ + µ β 2 F = dan V = 0 δ v + µ v β 3 b 2 µ µ vb 1 0 dari F tersebut dapat dituliskan sebagai berikut β F = β 3 b 2 µ µ vb 1 0 Selanjutnya dicari V 1, seingga diperole δ V 1 1 v + µ v β 2 = (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) 0 γ + δ + µ V 1 = 1 (γ + δ + µ ) 0 β 2 (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) 1 (δ v + µ v ) Selanjutnya mencari nilai R 0 yaitu R 0 = ρ(f V 1 ) seingga a. untuk F = β

57 36 maka β 1 0 F V 1 = 0 0 = β 1 (γ + δ + µ ) 1 (γ + δ + µ ) 0 β 2 (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) 1 (δ v + µ v ) β 1 β 2 (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) 0 0 Jadi nilai eigen dari matriks next generation diperole dengan menyelesaikan det (F V 1 λi) = 0, seingga didapat det β 1 (γ + δ + µ ) λ β 1 β 2 (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) 0 λ = 0 ( ) β 1 (γ + δ + µ ) λ ( λ) = 0 β 1 (γ + δ + µ ) λ + λ2 = 0 ( ) β 1 λ (γ + δ + µ ) + λ = 0 Dari peritungan diatas bisa didapatkan nilai eigen untuk λ = 0 dan didapat λ = β 1 (γ + δ + µ ) (4.22)

58 37 b. Untuk maka [ F V 1 = = [ 0 0 β 3 b 2 µ µv b 1 0 F = ] 0 0 β 3 b 2 µ µ vb (γ + δ + µ ) β 3 b 2 µ (µ vb 1 )(γ + δ + µ ) β 2 (δ v + µ v)(γ + δ + µ ) 1 (δ v + µ v) β 2 β 3 b 2 µ (µ vb 1 )(δ v + µ v)(γ + δ + µ ) Jadi nilai eigen dari matriks next generation diperole dengan menyelesaikan det (F V 1 λi) = 0, seingga didapat 0 λ 0 det β 3 b 2 µ (µ vb 1 )(γ + δ + µ ) β 2 β 3 b 2 µ (µ vb 1 )(δ v + µ v)(γ + δ + µ ) λ ] = 0 ( ) β 2 β 3 b 2 µ (µ v b 1 )(δ v + µ v )(γ + δ + µ ) λ ( λ) = 0 β 2 β 3 b 2 µ (µ v b 1 )(δ v + µ v )(γ + δ + µ ) λ + λ2 = 0 ( ) β 2 β 3 b 2 µ λ (µ v b 1 )(δ v + µ v )(γ + δ + µ ) + λ = 0 Dari peritungan diatas bisa didapatkan nilai eigen untuk λ = 0 dan didapat β 2 β 3 b 2 µ λ = (4.23) (µ v b 1 )(δ v + µ v )(γ + δ + µ ) Berdasarkan perolean nilai eigen dari persamaan (4.22) dan (4.23), maka R 0 diperole sebagai berikut R 0 = β 2 β 3 b 2 µ (µ v b 1 )(δ v + µ v )(γ + δ + µ ) + β 1 (γ + δ + µ )

59 Titik Kesetimbangan Endemik Titik Kesetimbangan Endemik digunakan untuk menunjukkan adanya penyebaran penyakit pada suatu populasi seingga I I v 0. Untuk memperole titik kesetimbangan endemik dengan menyatakan ruas kiri bernilai nol pada persamaan (4.7) sampai (4.11), seingga ds = 0, di = 0, dn = 0, dsv = 0, dan div = 0. Kemudian mensubstitusikannya untuk memperole titik E 1 = (S, I, N, S v, Iv ). Pertama-tama akan dicari nilai N seingga dn = 0 b 1 µ N δ I = 0 µ N = b 1 δ I N = b 1 δ I µ (4.24) Selanjutnya akan dicari nilai S dengan cara berikut Selanjutnya di = 0 β 1S I N S ( β1 I + β 2 I v N + β 2S I v γ I δ I µ I = 0 N ) = (γ + δ + µ )I (4.25) ds = 0 b 1 β 1S I N β 2S I v µ S = 0 N ) b 1 µ S = S ( β1 I + β 2 I v N (4.26)

60 39 Dengan mensubtitusikan persamaan (4.25) ke persamaan (4.26), seingga b 1 µ S = (γ + δ + µ )I b 1 (γ + δ + µ )I = µ S S = b 1 (γ + δ + µ )I µ (4.27) Selanjutnya akan dicari nilai S v dengan cara berikut ds v = b 2 β 3S v I N µ v S v = 0 β 3S v I N = b 2 µ v S v β 3S v I + µ v S v = b 2 N ( ) β3 I + µ v N S v = b 2 N S v = b 2 N β 3 I + µ vn (4.28) Dengan mensubtitusikan persamaan (4.24) ke persamaan (4.28), seingga S v = = = ( ) b1 δ b I 2 µ ( β 3 I + µ b1 δ I v ( b2 b 1 b 2 δ I ) ( ) µ µ β 3 I µ + µ v (b 1 δ I ) b 2 (b 1 δ I ) β 3 I µ + µ v (b 1 δ I ) µ )

61 40 Selanjutnya akan dicari nilai I v, seingga di v = 0 β 3S v I N δ v I v µ v I v = 0 β 3S v I = I v (δ v + µ v ) N ( ) b β 2 (b 1 δ I ) 3 β 3 I µ +µ v(b 1 δ I ) I b 1 = I δ I v (δ v + µ v ) µ ( ) ( ) β3 b 2 I (b 1 δ I ) µ µ β 3 I + µ v (b 1 δ I ) b 1 δ I = I v (δ v + µ v ) Iv β 3 b 2 I = µ (δ v + µ v ) ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I (4.29) )) Misalkan K 1 = (γ + δ + µ ) dan K 2 = (δ v + µ v ), seingga persamaan (4.27) menjadi dan persamaan (4.29) menjadi S = b 1 K 1 I µ (4.30) I v = β 3 b 2 I µ ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I (4.31) )) Karena Nilai I 0, maka selanjutnya akan dicari nilai g(i ) dengan cara mensubtitusikan nilai S, N, S v, dan Iv pada persamaan (4.8) dan sisi kiri persamaan (4.8) disama

62 41 dengankan nol, seingga di = β 1S I + β 2S I v γ I δ I µ I N N 0 = β 1S I N 0 = + β 2S I v N β 1 ( b1 K 1 I µ ) I ( b1 δ I µ ) (γ + δ + µ )I ( ) ( ) b1 K β 1 I β 3 b 2 I µ 2 µ K 2(µ β 3 I + +µv(b 1 δ I ( ) )) b1 K δ I 1 I µ 0 = β 1(b 1 K 1 I ( )I β2 (b 1 K 1 I (b 1 δ I ) + ) ) (b 1 δ I ( ) ) (β 3 b 2 I ( µ ) K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I )) K 1 I 0 = β 1(b 1 K 1 I )I (K 2 (µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (b 1 δ I ) ( K 2 ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) + β 2 (b 1 K 1 I )β 3b 2 I µ (b 1 δ I ) ( K 2 ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) K 1I (b 1 δ I ) (K 2 (µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (b 1 δ I ) ( K 2 ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) 0 = (β 1b 1 I β 1K 1 I 2 ) (K 2 (µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (K 2 b 1 K 2 δ I ) ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I )) + (β 2 β 3 b 1 b 2 µ I β 2β 3 b 1 b 2 K 1 µ I 2 ) (b 1 δ I ) ( K 2 ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (K 1b 1 I K 1δ I ) (K 2 (µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (b 1 δ I ) ( K 2 ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I )))

63 42 β 1 b 1 K 2 µ β 3 I 2 0 = + K 2µ v b 2 1 β 1I (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) K 2 µ v b 1 β 1 δ I 2 β 1K 1 K 2 µ β 3 I 3 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) β 1 K 1 K 2 µ v b 1 I 2 + β 1K 1 K 2 µ v δ I 3 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) +β 2 b 1 β 3 b 2 µ I β 2K 1 µ b 2 β 3 I 2 (b 1 δ I ) ( K 2 ( µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) K 1 K 2 b 1 µ β 3 I 2 K 1K 2 b 2 1 µ vi (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) +K 1 K 2 b 1 µ v δ I 2 + K 1K 2 µ δ β 3 I 3 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) +K 1 K 2 µ v δ b 1 I 2 K 1K 2 µ v δ 2I 3 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) Selanjutnya pembilang dan penyebut dibagi dengan I, seingga β 1 b 1 K 2 µ β 3 I 0 = K 2µ v b 2 1 β 1 + K 2 µ v b 1 β 1 δ I ) (b 1 δ I ) ( K 2 (µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( 1 I + β 1K 1 K 2 µ β 3 I 2 + β 1K 1 K 2 µ v b 1 I β 1K 1 K 2 µ v δ I ) 2 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( 1 I β 2 b 1 β 3 b 2 µ β 2 K 1 µ b 2 β 3 I K 1K 2 b 1 µ β 3 I ) (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( 1 I + K 1K 2 b 2 1 µ v K 1 K 2 b 1 µ v δ I K 1K 2 µ δ β 3 I ) 2 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( 1 I ( 1 I K 1 K 2 µ v δ b 1 I K 1K 2 µ v δ ) 2I 2 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I )))

64 43 0 = + ( 1 I ( 1 I ( 1 I ( 1 I ( 1 I ( β 1 K 1 K 2 µ v δ + β 1 K 1 K 2 µ β 3 )I ) 2 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( K 1 K 2 µ δ β 3 + K 1 K 2 µ v δ ) 2)I 2 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (β 1 b 1 K 2 µ β 3 β 1 b 1 K 2 µ v δ )I ) (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) (β 1 b 1 K 2 µ β 3 β 1 b 1 K 2 µ v δ )I ) (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( β 1 K 1 K 2 µ v b 1 β 2 K 1 µ b 2 β 3 )I ) (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) ( β 3K 1 K 2 µ b 1 + b 1 K 1 K 2 µ v δ + b 1 K 1 K 2 µ v δ )I ( ) 1 (b 1 δ I ) ( ( K 2 µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) I ( 1 I β 1 b 2 1 K 2µ v β 2 β 3 µ b 1 b 2 + K 1 K 2 µ v b ) 2 1 (b 1 δ I ) ( K 2 (µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ))) Seingga diperole g(i ) = (K 1 K 2 µ β 1 β 3 K 1 K 2 µ β 3 δ + K 1 K 2 µ v δ 2 K 1 K 2 β 1 µ v δ )I 2 1K 2 µ v b 1 β 1 2K 1 K 2 µ v b 1 δ + K 1 K 2 µ b 1 β 3 + K 2 b 1 β 1 µ v δ K 2 b 1 β 1 µ β 3 + K 1 µ b 2 β 2 β 3 )I + µ vb 2 1K 1 K 2 ( ) ( ) µ v b 2 µ b 2 β 2 β 3 1K 1 K 2 µ v b 2 β1 µ v b 1 K 1 K 1K 1 K 2 2 K 1

65 44 = (K 1 K 2 (µ β 3 (β 1 δ ) + µ v δ (δ β 1 ))) I 2 + (K 1 K 2 (µ v b 1 β 1 2µ v b 1 δ + µ b 1 β 3 )) I + (K 2 b 1 β 1 (µ v δ µ β 3 ) + K 1 µ b 2 β 2 β 3 ) I ( +µ v b 2 µ b 2 β 2 β 3 1K 1 K 2 (1 + β )) 1 µ v b 1 K 1 K 2 K 1 = (K 1 K 2 (µ β 3 (β 1 δ ) + µ v δ (δ β 1 ))) I 2 + (K 1 K 2 (µ v b 1 β 1 2µ v b 1 δ + µ b 1 β 3 )) + (K 2 b 1 β 1 (µ v δ µ β 3 ) + K 1 µ b 2 β 2 β 3 ) I +µ v b 2 1K 1 K 2 (1 R 0 ) Seingga diperole persamaan g(i ) sebagai berikut dengan g(i ) = AI 2 + BI + C = 0 A = K 1 K 2 (µ β 3 (β 1 δ ) + µ v δ (δ β 1 )), B = K 1 K 2 (µ v b 1 β 1 2µ v b 1 δ + µ b 1 β 3 ) + K 2 b 1 β 1 (µ v δ µ β 3 ) + K 1 µ b 2 β 2 β 3, C = µ v b 2 1K 1 K 2 (1 R 0 ), R 0 = µ b 2 β 2 β 3 µ v b 1 K 1 K 2 + β 1 K Kestabilan Lokal Model Interaksi Dinamis Setela diperole titik kesetimbangan maka dilakukan analisis kestabilan. Analisis kestabilan dilakukan untuk mengetaui laju penyebaran suatu penyakit. Analisis ini dilakukan pada titik setimbang bebas penyakit (Disease Free Equilibrium) dan titik setimbang endemik (Endemic Equilibrium). Model interaksi dinamis merupakan model persamaan yang tak linier, seingga perlu dilakukan linierisasi terlebi

66 45 daulu sebelum melakukan analisis kestabilan. Untuk melakukan linierisasi digunakan ekspansi deret Taylor, pada persamaan (4.7) sampai (4.11) seingga dapat dituliskan sebagai berikut. ds = A(S, I, N, S v, I v ) = b 1 β 1S I N β 2S I v N di = B(S, I, N, S v, I v ) dn ds v = β 1S I N + β 2S I v N µ S γ I δ I µ I = C(S, I, N, S v, I v ) (4.32) = b 1 µ N δ I = D(S, I, N, S v, I v ) = b 2 β 3S v I µ v S v N di v = E(S, I, N, S v, I v ) = β 3S v I N δ v I v µ v I v Dengan titik tetap (S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ), maka ds = A(S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) = 0 di = B(S0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) = 0 dn = C(S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) = 0 (4.33) ds v = D(S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) = 0

67 46 di v = E(S0, I0, N 0, S0 v, I 0 v ) = 0 Misalkan: S S 0 = u S = u I I 0 = v I = v N N 0 = x N = ẋ (4.34) S v Sv 0 = y S v = ẏ I v Iv 0 = z I v = ż Deret Taylor dari sistem (4.32) disekitar titik tetap (S 0, I0, N 0, S0 v, I 0 v ) adala ds = A(S 0, I0, N 0, S0 v, I 0 v ) + (S S 0 ) A S + (I I 0 ) A I + (N N 0 ) A N + (S v Sv) 0 A + (I v Iv 0 ) A + S v I v di = B(S0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) + (S S 0 ) B + S dn (I I 0 ) B I + (N N 0 ) B N + (S v S 0 v) B S v + (I v I 0 v ) B I v + = C(S 0, I0, N 0, S0 v, I 0 v ) + (S S 0 ) C S + (I I 0 ) C I + (N N 0 ) C N + (S v S 0 v) C S v + (I v I 0 v ) C I v +

68 47 ds v = D(S 0, I0, N 0, S0 v, I 0 v ) + (S S 0 ) D S + (I I 0 ) D I + (N N 0 ) D N + (S v Sv) 0 D + (I v Iv 0 ) D + S v I v di v = E(S0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) + (S S 0 ) E + S (I I 0 ) E I + (N N 0 ) E N + (S v S 0 v) E S v + (I v I 0 v ) E I v + Berdasarkan persamaan (4.33), maka linearisasi dari sistem (4.32) adala ds = (S S 0 ) A S + (I I 0 ) A I + (N N 0 ) A N + (S v S 0 v) A S v + (I v Iv 0 ) A I v di = (S S 0 ) B + (I I 0 S ) B + I dn (N N 0 ) B N + (S v S 0 v) B S v + (I v I 0 v ) B I v = (S S 0 ) C S + (I I 0 ) C I + (N N 0 ) C N + (S v S 0 v) C S v +

69 48 ds v (I v I 0 v ) C I v = (S S 0 ) D S + (I I 0 ) D I + (N N 0 ) D N + (S v S 0 v) D S v + (I v Iv 0 ) D I v di v = (S S 0 ) E + (I I 0 S ) E + I (N N 0 ) E N + (S v S 0 v) E S v + (I v I 0 v ) E I v Dengan menggunakan permisalan (4.34), maka asil linearisasi dari sistem (4.32) seperti yang tertulis tersebut menjadi: ds = u A + v A + x A + y A + z A S I N S v I v di = u B + v B + x B + y B + z B S I N S v I v dn = u C + v C + x C + y C + z C (4.35) S I N S v I v ds v = u D + v D + x D + y D + z D S I N S v I v di v = u E + v E + x E + y E + z E S I N S v I v Persamaan (4.35) dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

70 49 ds di dn ds v di v = A S B S C S D S E S A I B I C I D I E I A N B N C N D N E N A S v B S v C S v D S v E S v A I v B I v C I v D I v E I v [ u v x y z ] Matriks Jacobian dari matriks tersebut adala J = A A A A A S I N S v I v B S C S D S E B I B N B S v B I v C C C C I N S v I v D D D D I N S v I v E E E E S I N S v I v Selanjutnya akan dicari matriks Jacobian dari sistem (4.32) dengan mendiferensialkannya sebagai berikut ( A = b 1 β 1S I β ) 2S I v µ S S S N N = β 1I β 2I v µ (4.36) N N A = ( b 1 β 1S I β ) 2S I v µ S I I N N = β 1S (4.37) N ( A = b 1 β 1S I β ) 2S I v µ S N N N N = β 1S I (N ) 2 + β 2S I v (N ) 2 (4.38)

71 50 A = S v S v ( b 1 β 1S I N β ) 2S I v µ S N = 0 (4.39) A = ( b 1 β 1S β ) 2S I v µ S I v I v N N = β 2S (4.40) N ( B β1 S I = + β ) 2S I v S S N N + ( γ I δ I µ I ) S = β 1I + β 2I v (4.41) N N ( β1 S I + β ) 2S I v N N B = I I + I ( γ I δ I µ I ) = β 1S γ δ µ (4.42) N ( B β1 S I = + β ) 2S I v N N N N + ( γ I δ I µ I ) N = β 1S I (N ) 2 β 2S I v (N ) 2 (4.43) ( β1 S I + β ) 2S I v N N B = S v S v + S v ( γ I δ I µ I ) = 0 (4.44)

72 B = ( β1 S I + β ) 2S I v I v I v N N + ( γ I δ I µ I ) I v 51 = β 2S (4.45) N C = (b 1 µ N δ I ) S S = 0 (4.46) C = (b 1 µ N δ I ) I I = δ (4.47) C = (b 1 µ N δ I ) N N = µ (4.48) C = (b 1 µ N δ I ) S v S v = 0 (4.49) C = (b 1 µ N δ I ) I v I v = 0 (4.50) ( D = b 2 β ) 3S v I µ v S v S S N = 0 (4.51) D = ( b 2 β ) 3S v I µ v S v I I N = β 3S v (4.52) N ( D = b 2 β ) 3S v I µ v S v N N N = β 3S v I (N ) 2 (4.53)

73 52 D = ( b 2 β ) 3S v I µ v S v S v S v N = β 3I µ v (4.54) N D = ( b 2 β ) 3S v I µ v S v I v S v N = 0 (4.55) ( ) E β3 S v I = δ v I v µ v I v S S N = 0 (4.56) E = ( ) β3 S v I δ v I v µ v I v I I N = β 3S v (4.57) N ( ) E β3 S v I = δ v I v µ v I v N N N = β 3S v I (N ) 2 (4.58) E = ( ) β3 S v I δ v I v µ v I v S v S v N = β 3I (4.59) N E = ( ) β3 S v I δ v I v µ v I v I v I v N = δ v µ v (4.60)

74 53 Dari asil turunan persamaan (4.36) sampai (4.60), dapat ditulis dalam bentuk matriks Jacobian sebagai berikut: J = β 1I β 2I v µ β 1S β 1 S I N N N (N ) 2 + β 2S I v (N ) 2 β 1 I + β 2I v β 1 S γ δ µ β 1S I N N N (N ) 2 β 2S I v (N ) 2 0 δ µ 0 β 3S v N β 3S vi (N ) 2 0 β 3 S v β 3S vi N (N ) 2 0 β 2S N β 2 S 0 N 0 0 β 3I µ v 0 N β 3 I δ v µ v N Kestabilan Lokal Titik Setimbang Bebas Penyakit Tela diketaui sebelumnya bawa titik setimbang bebas ( penyakit adala E f = (S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) = b1, 0, b 1, b ) 2, 0, maka µ µ µ v µ β β 2 0 β 1 (γ + δ + µ ) 0 0 β 2 0 δ µ 0 0 J(E f ) = 0 β 3b 2 µ 0 µ v 0 b 1 µ v β 3 b 2 µ (δ v + µ v ) b 1 µ v Untuk mempermuda mencari persamaan karakteristiknya, maka pada J(E f ) akan diuba ke dalam

75 54 bentuk matriks segitiga atas dengan cara OBE sebagai berikut. µ β β 2 0 β 1 (γ + δ + µ ) 0 0 β 2 0 δ µ 0 0 J(E f ) = 0 β 3b 2 µ 0 µ v 0 b 1 µ v β 3 b 2 µ (δ v + µ v ) b 1 µ v B 3 + B 4 + B 5 δ (β 1 (γ + δ + µ )) B 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) B 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) B 2 J(E f ) = [ µ β β 1 (γ + δ + µ ) µ β 2 0 β µ v 0 (δ v + µ v)(β 1 (γ + δ + µ ))b 1 µ v β 2 β 3 b 2 µ 0 b 1 µ v(β 1 (γ + δ + µ )) Selanjutnya dicari persamaan karakteristik dari matriks Jacobian tersebut dengan menggunakan J(E f ) λi = 0

76 55 Seingga Maka [ µ β β 1 (γ + δ + µ ) µ µ v β 2 β (δ v + µ v)(β 1 (γ + δ + µ ))b 1 µ v β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v(β 1 (γ + δ + µ )) λ µ λ β β 1 (γ + δ + µ ) λ µ λ β 2 0 β µ v λ 0 (δ v + µ v)(β 1 (γ + δ + µ ))b 1 µ v β 2 β 3 b 2 µ 0 b 1 µ v(β 1 (γ + δ + µ )) λ [ = 0 Dari matriks Jacobian tersebut maka akan diperole persamaan karakteristik sebagai berikut. (( µ λ) (β 1 (γ + δ + µ ) λ) ( µ λ)( µ v λ) ) (δv + µ v )(β 1 (γ + δ + µ )b 1 µ v ) β 2 β 3 b 2 µ λ = 0 b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) Seingga akan diperole nilai eigen dari akar karakteristiknya sebagai berikut. untuk λ 1 = µ < 0 λ 2 = β 1 (γ + δ + µ ) β 1 = (γ + δ + µ )( (γ + δ + µ ) 1) β 1 (γ + δ + µ ) < 1 maka λ 2 = β 1 (γ + δ + µ ) < 0 ] = 0

77 56 λ 3 = µ < 0 λ 4 = µ v < 0 λ 5 = (δ v + µ v ) (β 1 (γ + δ + µ )) b 1 µ v β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) = (δ v + µ v ) (β 1 (γ + δ + µ )) b 1 µ v β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) ( ) β2 β 3 b 2 µ + b 1 µ v (δ v + µ v ) (β 1 (γ + δ + µ )) = b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) β 2 β 3 b 2 µ = b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) (δ v + µ v ) ( ) β 2 β 3 b 2 µ = (δ v + µ v ) b 1 µ v (δ v + µ v )(β 1 (γ + δ + µ )) 1 = (δ v + µ v ) β 2 β 3 b 2 µ ( ( ) β b 1 µ v (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) 1 (γ +δ +µ ) 1 ( ) β 1 (γ +δ +µ ) 1 ( )) β 1 (γ +δ +µ ) 1 (δ v + µ v ) = ( ) β 1 (γ +δ +µ ) 1 ( ( )) β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) β 1 (γ + δ + µ ) 1 (δ v + µ v ) = ( ) β 1 (γ +δ +µ ) 1 ( ( )) β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) + β 1 (γ + δ + µ ) 1 (δ v + µ v ) = ( ) β 1 (γ +δ +µ ) 1 (( ) ) β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (δ v + µ v )(γ + δ + µ ) + β 1 1 (γ + δ + µ )

78 ( untuk R 0 = β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v(δ v+µ v)(γ +δ +µ ) + β 1 (γ +δ +µ ) ) < 1 maka 57 λ 5 = (δ v + µ v ) (β 1 (γ + δ + µ )) b 1 µ v β 2 β 3 b 2 µ b 1 µ v (β 1 (γ + δ + µ )) < 0 Karena nilai eigen (λ 1, λ 2, λ 3, λ 4, dan λ 5 ) bernilai negatif pada bagian realnya maka berdasarkan akar( akar karakteristik b1 (nilai eigen λ) maka titik setimbang E f =, 0, b 1, b ) 2, 0 µ µ µ v stabil lokal asimtotis dan titik kesetimbangan bebas penyakit bersifat stabil untuk R 0 < Kestabilan Lokal Titik Setimbang Endemik Tela diketaui sebelumnya bawa titik setimbang endemik E 1 = (S, I, N, S v, I v ), dalam al ini I selalu positif dengan S = b 1 (γ + δ + µ )I µ Sv b 2 (b 1 δ I = ) µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ) Iv µ b 2 β 3 I = (µ v + δ v )(µ β 3 I + µ v(b 1 δ I )) N = b 1 δ I µ Pada titik setimbang E 1 Jacobiannya adala J(E 1 ) = β 1 I N β 1 I N β 2 I v N µ = (S, I, N, S v, I v ) matrik β 1 S N β 1 S I (N )2 + β 2 S I v (N )2 β 1 S I (N )2 β 2 S I v (N )2 + β 2 I v β 1 S N N γ δ µ 0 δ µ 0 β 3 S v N β 0 3 Sv N β 3 S v I (N )2 β 3 S v I (N )2

79 58 0 β 2 S I N β 0 2 S N 0 0 β 3 I N µ v 0 β 3 I N δ v µ v Untuk mempermuda mencari persamaan karakteristiknya, maka pada J(E 1 ) akan diuba ke dalam bentuk matriks segitiga atas dengan cara OBE sebagai berikut: J(E 1 ) = β 1 I N β 1 I N β 2 I v N µ β 1 S N β 1 S I (N )2 + β 2 S I v (N )2 β 1 S I (N )2 β 2 S I v (N )2 + β 2 I v β 1 S N N γ δ µ 0 δ µ 0 β 3 S v N β 0 3 S v N β 3 S v I (N )2 β 3 S v I (N )2 0 β 2 S I N β 0 2 S N 0 0 β 3 I N µ v 0 β 3 I N δ v µ v B 2 + ( β1 I β 2I v ) N ( β1 I β 2Iv µ N )B 1 seingga J(E 1 ) = N β 1 I β 2 I v µ N N 0 β 1 S N β 1 µ S +(γ +δ +µ )(β 1 I +β 2 I v +µ N ) β 1 I β 2 I v µ N 0 δ 0 β 3 S v N β 0 3 S v N

80 59 β 1 S I +β 2 S I v (N )2 0 β 2 S N β 1 S I +β 2 S I v µ β ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N µ 0 0 β 3 S v I β 3 I (N µv N )2 N 0 β 3 S v I β 3 I (N )2 N (δ v + µ v) Misalkan A = β 1I β 2I v µ N N B = β 1µ S + (γ + δ + µ )(β 1 I + β 2I v + µ N ) β 1 I β 2I v µ N Untuk mempermuda peritungan selanjutnya, maka W = β 1 µ S + (γ + δ + µ )(β 1 I + β 2I v + µ N ) Seingga B dapat ditulis kembali sebagai berikut B = W β 1 I β 2I v µ N Seingga matriknya dapat uliskan kembali sebagai berikut: B 3 + δ B B 2 J(E 1 ) = A β 1 S N 0 B 0 β 3 S v N β 0 3 S v N β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 δ µ β 3 S v I (N )2 0 β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 0 β 3 I µv N N 0 β 3 I N (δ v + µ v) β 3 S v I (N )2

81 60 B 4 + B 5 ( ( ) β 3 Sv N B B 2 ) β 3 Sv N B B 2 Seingga mengasilkan matriks sebagai berikut dengan J(E 1 ) = A β 1 S N 0 B β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 0 C 0 0 P 0 0 Q 0 β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 R β 3 I µv N N S β 3 I N T C = µ + (δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) W P = β 3S vi W + β 3S v(β 1 S I + β 2S I v µ ) (N )2 W Q = β 3S vi W β 3S v(β 1 S I + β 2S I v µ ) (N )2 W R = δ β 2 S µ W S = β 3β 2 S S vµ N W T = N (δ v + µ v )W + β 2 β 3 S vs µ N W Selanjutnya kembali dilakukan OBE sebagai berikut B 4 + P C B 3

82 B 5 + Q C B 3 Seingga didapatkan matriks sebagai berikut dengan J(E 1 ) = A β 1 S N 0 B β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 0 C β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 R β 3 I µv N N U β 3 I N V U = N β 3β 2 S S vµ ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) W (N )2 ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ ) ) + δ β 2 S µ (β 3 S vi W + β 3S v(β 1 S I + β 2S I v µ )) W (N )2 ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ ) ) 61 V = N ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) ( (δ v + µ v )N W ) W (N )2 ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ ) ) + N ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) (β 3 β 2 S S vµ ) W (N )2 ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ ) ) + δ β 2 S µ ( β 3 S vi W β 3S v(β 1 S I + β 2S I v µ )) W (N )2 ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ ) ) Selanjutnya kembali dilakukan OBE sebagai berikut B 5 + ( ) β 3 I N C B 4 Seingga didapatkan matriks sebagai berikut J(E 1 ) = A β 1 S N 0 B β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 0 C

83 62 0 β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 R β 3 I µv N N U 0 E dengan E = N L ( (δ v + µ v )N W ) ( β 3I µ vn ) W (N )2 L( β 3 I µ vn ) + N L(β 3β 2 S S vµ )( β 3 I µ vn ) W (N )2 L( β 3 I µ vn ) + δ β 2 S µ L( β 3 I µ vn ) W (N )2 L( β 3 I µ vn ) + β 3I N Lβ 3β 2 S S vµ W (N )2 L( β 3 I µ vn ) dalam persamaan E tersebut dimisalkan kembali: L = ( µ W + δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) Seingga didapatkan bentuk matriks segitiga atas sebagai berikut: J(E 1 ) = A β 1 S N 0 B β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 0 C β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 R D U 0 E dengan pemisalan sebagai berikut

84 63 A = β 1I β 2I v µ N N W B = β 1 I β 2Iv µ N C = µ + (δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) W D = β 3I µ vn N E = (δ v + µ v ) + (β 3β 2 S S vµ ) W N ) ( β 2 3 I β 2S S vµ W N (β 3I + µ vn ) + δ β 2 S µ W (N )2 Selanjutnya dicari persamaan karakteristik dari matriks Jacobian tersebut dengan menggunakan Seingga A J(E 1 ) λi = 0 β 1 S N 0 B 0 β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 R D U 0 E β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 0 C λ [ ] = 0 Maka A λ β 1 S N 0 B λ β 1 S I +β 2 S I v (N )2 β 1 S I +β 2 S I v µ ( β 1 I β 2 I v µ N )(N ) 0 0 C λ

85 64 0 β 2 S N β 0 2 S µ β 1 I β 2 I v µ N 0 R D λ U 0 E λ = 0 Dari matriks Jacobian tersebut maka akan diperole persamaan karakteristik sebagai berikut. (A λ)(b λ)(c λ)(d λ)(e λ) = 0 Seingga akan diperole nilai eigen dari akar karakteristiknya sebagai berikut. Untuk nilai A Maka λ 1 = A < 0 Untuk nilai B dengan dimana A = β 1I β 2I v µ N N ( (β1 I = + β 2Iv + µ N ) ) N ( ) W B = (β 1 I + β 2Iv + µ N ) W = β 1 µ S + (γ + δ + µ )(β 1 I + β 2I v + µ N ) ((γ + δ + µ )(β 1 I + β 2I v + µ N )) > β 1µ S Seingga W > 0, karena (β 1 I + β 2I v + µ N ) > 0, maka diperole λ 2 = B < 0

86 65 Untuk nilai C dengan C = µ + (δ (β 1 S I + β 2S I v µ )) ( W (µ W δ β 1 S = I δ β 2 S ) I v µ ) W (µ W δ β 1 S I δ β 2 S I v µ ) > 0 Karena W > 0, maka λ 3 = C < 0 Untuk nilai D Maka λ 4 = D < 0 Untuk nilai E D = β 3I µ vn N ( (β3 I = + µ vn ) ) N E = (δ v + µ v ) + (β 3β 2 S S vµ ) W N + δ β 2 S µ W (N ( )2 β 2 3 I β 2S ) S vµ W N (β 3I + µ vn (( ) (δv + µ v )(N E = )2 W (β 3 I + µ vn )) (N (β ) 3β 2 S S vµ )) W (N )2 (β 3 I + µ vn ) ( N β3 2I β 2S S vµ ((δ β 2 S µ )(β 3 I + µ vn )) ) W (N )2 (β 3 I + µ vn )

87 66 dimana ( (δv + µ v )(N )2 W (β 3 I + µ vn )) + N β2 3I β 2S S vµ > (N (β 3β 2 S S vµ )) + ((δ β 2 S µ )(β 3 I + µ vn )) dan juga W (N )2 (β 3 I + µ vn ) > 0 Maka λ 5 = E < 0 Karena nilai eigen (λ 1, λ 2, λ 3, λ 4, dan λ 5 ) bernilai negatif pada bagian realnya maka berdasarkan akar akar karakteristik (nilai eigen λ) maka titik setimbang E 1 = (S, I, N, S v, I v ) stabil lokal asimtotis. 4.7 Analisa Bifurkasi Dalam al ini, menggunakan titik kesetimbangan endemik g(i ) untuk mencari persamaan R 0 yang optimum untuk membuat kurva bifurkasinya seingga untuk R 0 yang lebi kecil dari nilai optimum tidak terjadi penyebaran penyakit menular. Diketaui g(i ) sebagai berikut g(i ) = AI 2 + BI + C = 0 dengan A = K 1 K 2 (µ β 3 (β 1 δ ) + µ v δ (δ β 1 )), B = K 1 K 2 (µ v b 1 β 1 2µ v b 1 δ + µ b 1 β 3 ) + K 2 b 1 β 1 (µ v δ µ β 3 ) + K 1 µ b 2 β 2 β 3, C = µ v b 2 1K 1 K 2 (1 R 0 ), R 0 = µ b 2 β 2 β 3 µ v b 1 K 1 K 2 + β 1 K 1 Dalam al ini koefisien A selalu bernilai positif. Untuk koefisien C bergantung pada nilai R 0. Jika R 0 < 1, maka

88 67 C > 0,sedangkan jika R 0 > 1, maka C < 0. Jika R 0 = 1, maka C = 0. Seingga diperole g(i ) = AI 2 + BI + C = AI 2 + BI + C (1 R 0 ), dengan C = µ v b 2 1K 1 K 2 = AI 2 + BI + C (1 1) = AI 2 + BI Karena g(i ) = 0, maka 0 = AI 2 + BI 0 = I (AI + B) Karena I 0, maka AI + B = 0, seingga AI + B = 0 AI = B I = B A Dalam al ini I bernilai positif jika dan anya jika A > 0 dan B < 0 atau A < 0 dan B > 0. Karena A selalu positif, maka anya berlaku untuk A > 0 dan B < 0 Pada persamaan g(i ) terjadi bifurkasi mundur pada R 0 = 1 jika anya jika A > 0 dan B < 0 seingga B 2 4AC > 0. Karena R 0 = 1 maka C = 0 seingga B 2 > 0. Pada saat terjadi bifurkasi mundur ada dua titik kesetimbangan endemik dan g(i ) = 0 seingga diperole I 1 = B B 2 4AC 2A I 2 = B + B 2 4AC 2A

89 68 Dengan I 1 dan I 2 masing-masing bersifat stabil dan tidak stabil. Dengan demikian, persamaan g(i ) mempunyai dua penyelesaian positif, yang berubungan dengan dua keseimbangan endemik jika anya jika C > 0 atau R 0 < 1 dan B < 0, A > 0, dan B 2 > 4AC. Dengan adanya bifurkasi mundur berakibat bawa penyakit menular semakin sulit diberantas. Jika C > 0 dan B 0 atau B 2 < 4AC, maka persamaan g(i ) mengasilkan penyelesaian tak real dan tidak ada keseimbangan endemiknya. Selanjutnya dari nilai R 0 dan I akan disimulasikan dengan menggunakan MATLAB R2009a yang mengasilkan kurva bifurkasi dengan sumbu (x,y) yang merupakan (R 0,I ). Di bawa ini merupakan kurva bifurkasi asil dari simulasi. Adapun nilai parameter yang digunakan seperti yang terdapat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1: Input Parameter Parameter Nilai Parameter Nilai b 1 3 µ 1 b 2 12 µ v 4 β 1 4 γ 2 β 2 16 δ 78 β 3 1 δ v 2

90 69 Populasi (I) I 1 I Bilangan Reproduksi Dasar (R0) Gambar 4.2: Kurva Bifurkasi Mundur Pada Gambar 4.2 menunjukkan bawa tela terjadi bifurkasi mundur untuk R 0 < 1 seingga diperole tiga titik tetap, yang terdiri dari titik setimbang bebas penyakit, titik setimbang endemik stabil, dan titik setimbang endemik tidak stabil. Pada saat R 0 = 1 terjadi bifurkasi Transkritikal, sedangkan pada titik terjadi bifurkasi Sadle Node. Pada saat R 0 < tidak terjadi penyebaran penyakit (bebas penyakit), sedangkan < R 0 < 1 ada dua titik kesetimbangan endemik, satu titik bersifat stabil (warna biru) dan yang lain tidak stabil (warna mera) dan juga satu titik kesetimbangan bebas penyakit bersifat stabil dan untuk R 0 > 1 titik endemik stabil sangat besar seingga penularan (endemik) sulit diatasi dan terdapat titik setimbang bebas

91 70 penyakit yang tidak stabil. Pada Gambar 4.2 menunjukkan kurva bifurkasi mundur dengan R 0 = 1 atau R 0 < 1 dengan nilai A > 0, B < 0, C > 0 untuk R 0 < 1 dan A > 0, B < 0, C = 0 untuk R 0 = 1. Selanjutnya dengan menggunakan nilai parameter yang digunakan seperti yang terdapat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2: Input Parameter Parameter Nilai Parameter Nilai b µ 0.6 b 2 2 µ v 0.8 β 1 1 γ 0.4 β 2 4 δ 1.4 β δ v 0.8 Gambar 4.3 menunjukkan kurva bifurkasi maju dengan R 0 > 1. Terdapat satu titik setimbang endemik dan titik setimbang bebas penyakit yang tidak stabil. Pada saat R 0 = 1 terjadi bifurkasi Transkritikal. Pada saat R 0 < 1 tidak terjadi penyebaran penyakit (bebas penyakit), sedangkan R 0 > 1 terdapat titik endemik stabil. Pada Gambar 4.3 menunjukkan bawa tela terjadi bifurkasi maju dengan R 0 > 1 dengan mengakibatkan nilai A > 0, B > 0, C < 0. Dalam al ini perubaan bifurkasi terjadi karena perubaan nilai R 0 yang mengakibatkan nilai A, B, dan C beruba seingga nilai titik puncaknya pun beruba.

92 Populasi (I) I 1 I Bilangan Reproduksi Dasar (R0) Gambar 4.3: Kurva Bifurkasi Maju 4.8 Model Kendali Optimal Dalam model pada persamaan (4.1) sampai (4.5) diperluas dengan memasukkan jumla populasi yang bergantung pada angka kematian dalam populasi vektor dan ost (inang), yang didefinisikan sebagai berikut [1] µ = µ 1 + µ 2 N µ v = µ 3 + µ 4 N v dengan µ 1 0 dan µ 3 0 yang merupakan kematian sebelum terinfeksi dan µ 2 0 dan µ 4 0 adala kematian setela terinfeksi. Laju penambaan populasi individu dan vektor yang rentan teradap penyakit (susceptible) diperbaarui

93 72 berdasarkan berikut [1] b 1 b 1 + α N b 2 b 2 N v dengan α 0 adala konstanta dan pengendaliannya sebagai berikut u 1 : Pengendalian pada populasi individu yang rentan (susceptible(s )) yang terinfeksi ole populasi individu (infected(i )). u 2 : Pengendalian pada populasi yang rentan (susceptible(s )) yang terinfeksi ole populasi vektor (infected(i v )) dan pada populasi vektor yang rentan (susceptible (S v )) yang terinfeksi ole populasi individu (infected(i )). u 3 : Pengendalian untuk populasi vektor. Seingga diperole model interaksi dinamis sebagai berikut: 1. Besarnya laju populasi individu yang rentan teradap penyakit (susceptible) dipengarui ole angka kelairan populasi individu yang rentan,penambaan jumla populasi individu, pengendalian yang dilakukan pada populasi individu yang rentan yang tela terinfeksi ole populasi individu yang terinfeksi dan populasi vektor yang terinfeksi sedangkan populasi akan menurun dengan adanya beberapa kejadian penularan penyakit, seperti populasi individu yang terinfeksi penyakit karena melakukan kontak langsung dengan individu yang terinfeksi, populasi individu yg terinfeksi penyakit karena melakukan kontak dengan vektor yang terinfeksi, Selain itu berkurang karena kematian alami dari populasi individu yang rentan dan kematian karena

94 73 terinfeksi pada jumla populasi individu yang rentan. ds = b 1 + α N β 1 S I (1 u 1 ) β 2 S I v (1 u 2 ) (µ 1 + µ 2 N )S 2. Besarnya laju populasi individu yang terinfeksi penyakit (infected) akan bertamba saat terdapat populasi individu yang terinfeksi penyakit akibat kontak langsung dengan individu yang terinfeksi maupun dengan vektor yang terinfeksi dan populasi akan menurun karena adanya pengendalian yang dilakukan pada populasi individu yang terinfeksi maupun vektor yang terinfeksi, adanya kejadian individu yang terinfeksi namun tela sembu dan juga menurun karena kematian yang disebabkan karena terinfeksi penyakit maupun secara alami pada populasi individu yang terinfeksi dan juga pada jumla populasi individu yang terinfeksi. di = β 1S I (1 u 1 ) + β 2 S I v (1 u 2 ) γ I δ I (µ 1 + µ 2 N )I 3. Besarnya laju populasi individu yang sembu dari penyakit (recovered) bergantung pada jumla individu yang terinfeksi namun tela sembu dan populasi akan berkurang saat terdapat kejadian kematian alami populasi individu yang sembu dan kematian karena penyakit pada jumla populasi individu yang sembu. dr = γ I (µ 1 + µ 2 N )R 4. Besarnya laju populasi vektor yang rentan teradap penyakit (susceptible) bergantung pada angka kelairan

95 74 populasi vektor yang rentan, pengendalian yang dilakukan pada populasi vektor rentan yang tela terinfeksi ole populasi individu yang terinfeksi dan populasi akan berkurang saat terjadi pengendalian pada angka kelairan populasi vektor, saat angka populasi individu yang terinfeksi yang menjadikan vektor rentan terinfeksi, kematian alami populasi vektor, kematian karena penyakit depada jumla populasi vektor, dan juga kematian populasi vektor yang dikenakan pengendalian. ds v = b 2 N v (1 u 3 ) β 3 S v I (1 u 2 ) (µ 3 + µ 4 N v )S v r 0 u 3 S v 5. Besarnya laju populasi vektor yang terinfeksi penyakit (infected) bergantung pada angka populasi individu yang terinfeksi yang menjadikan vektor rentan terinfeksi dan populasi akan berkurang akibat pengendalian yang dilakukan pada populasi vektor yang tela terinfeksi ole populasi individu yang terinfeksi, angka kematian dari vektor yang terinfeksi yang disebabkan penyakit, angka kematian alami populasi vektor yang terinfeksi, kematian karena penyakit pada jumla populasi vektor yang terinfeksi dan juga kematian populasi vektor yang terinfeksi yang dikenakan pengendalian. di v = β 3S v I (1 u 2 ) δ v I v (µ 3 + µ 4 N v )I v r 0 u 3 I v Dari penjelasan diatas, maka dapat dirumuskan model kendali optimal untuk penyakit vektor borne adala sebagai

96 75 berikut [1]. ds di dr ds v di v = b 1 + α N β 1 S I (1 u 1 ) β 2 S I v (1 u 2 ) (µ 1 + µ 2 N )S = β 1 S I (1 u 1 ) + β 2 S I v (1 u 2 ) γ I δ I (µ 1 + µ 2 N )I = γ I (µ 1 + µ 2 N )R (4.61) = b 2 N v (1 u 3 ) β 3 S v I (1 u 2 ) (µ 3 + µ 4 N v )S v r 0 u 3 S v = β 3 S v I (1 u 2 ) δ v I v (µ 3 + µ 4 N v )I v r 0 u 3 I v dengan kondisi awal: S (0) > 0, I (0) > 0, R (0) > 0, S v (0) > 0, I v (0) > 0 Fungsi tujuan untuk sistem keadaan diberikan ole J(u 1, u 2, u 3 ) = T 0 ( A 1 I + A 2 N v + 1 ) 2 (B 1u B 2 u B 3 u 2 3) Fungsi tujuan tersebut arus memenui sistem keadaan yang diberikan ole A 1 : bobot populasi inang (ost) yang terinfeksi. A 2 : bobot pada total populasi vektor. B 1 : bobot untuk pemeriksaan donor dara. B 2 : bobot untuk perlindungan personal (pengurangan vektor dan kontak manusia). B 3 : pengendalian vektor. Fungsi tujuan dalam masala kendali optimal ini

97 76 adala untuk meminimalkan jumla populasi inang (ost) yang terinfeksi, jumla vektor, dan meminimalkan biaya pengendalian u 1,u 2, dan u 3. Biaya tersebut diperuntukan pada kendali yang diantaranya adala [1]. 1. yang berasal dari sistem penyeleksian donor. 2. yang berasal dari biaya vaksinasi, obat nyamuk, dan keperluan lain yang berkaitan dengan upaya pengendalian. 3. yang berasal dari penggunaan pestisida untuk membasmi nyamuk. Tujuan yang akan dicari adala untuk menemukan fungsi kendali seingga J(u 1, u 2, u 3) = min J(u 1, u 2, u 3 ) (u 1,u 2,u 3 ) U arus memenui sistem pada model sistem persamaan (4.61) dengan U = ((u 1, u 2, u 3 ) u i (t) [0, 1]) 4.9 Penyelesaian Kendali Optimal Dalam penyelesaian kendali optimal, arus menentukan Lagrangian dan fungsi Hamiltonian. Dengan memperatikan model kendali optimal, Lagrangian dari masala kendali diberikan ole L = A 1 I + A 2 N v (B 1u B 2 u B 3 u 2 3) Selanjutnya akan dicari nilai minimal Lagrangian tersebut seingga dapat didefinisikan amiltonian H untuk masala

98 77 kendali sebagai berikut ds H = L(I, N v, u 1, u 2, u 3 ) + λ 1 + λ di 2 + λ dr 3 ds v + λ 4 + λ di v 5 = A 1 I + A 2 N v (B 1u B 2 u B 3 u 2 3) + λ 1 (b 1 + α N β 1 S I (1 u 1 ) β 2 S I v (1 u 2 ) (µ 1 + µ 2 N )S ) + λ 2 (β 1 S I (1 u 1 ) + β 2 S I v (1 u 2 ) γ I δ I (µ 1 + µ 2 N )I ) + λ 3 (γ I (µ 1 + µ 2 N )R ) + λ 4 (b 2 N v (1 u 3 ) β 3 S v I (1 u 2 ) (µ 3 + µ 4 N v )S v r 0 u 3 S v ) + λ 5 (β 3 S v I (1 u 2 ) δ v I v (µ 3 + µ 4 N v )I v r 0 u 3 I v ) = A 1 I + A 2 N v (B 1u B 2 u B 3 u 2 3) + λ 1 b 1 + λ 1 α N λ 1 β 1 S I + λ 1 β 1 S I u 1 λ 1 β 2 S I v + λ 1 β 2 S I v u 2 λ 1 µ 1 S λ 1 µ 2 N S + λ 2 β 1 S I λ 2 β 1 S I u 1 + λ 2 β 2 S I v λ 2 β 2 S I v u 2 λ 2 γ I λ 2 δ I λ 2 µ 1 I λ 2 µ 2 N I + λ 3 γ I λ 3 µ 1 R λ 3 µ 2 N R + λ 4 b 2 N v λ 4 b 2 N v u 3 λ 4 β 3 S v I + λ 4 β 3 S v I u 2 λ 4 µ 3 S v λ 4 µ 4 N v S v λ 4 r 0 u 3 S v + λ 5 β 3 S v I λ 5 β 3 S v I u 2 λ 5 δ v I v λ 5 µ 3 I v λ 5 µ 4 N v I v λ 5 r 0 u 3 I v = A 1 I + A 2 (S v + I v ) B 1u B 2u B 3u λ 1 b 1 + λ 1 α (S + R + I ) λ 1 β 1 S I + λ 1 β 1 S I u 1 λ 1 β 2 S I v + λ 1 β 2 S I v u 2 λ 1 µ 1 S λ 1 µ 2 (S + R + I )S + λ 2 β 1 S I λ 2 β 1 S I u 1 + λ 2 β 2 S I v λ 2 β 2 S I v u 2 λ 2 γ I λ 2 δ I λ 2 µ 1 I λ 2 µ 2 (S + R + I )I

99 78 +λ 3 γ I λ 3 µ 1 R λ 3 µ 2 (S + R + I )R + λ 4 b 2 (S v + I v ) λ 4 b 2 (S v + I v )u 3 λ 4 β 3 S v I + λ 4 β 3 S v I u 2 λ 4 µ 3 S v λ 4 µ 4 (S v + I v )S v λ 4 r 0 u 3 S v + λ 5 β 3 S v I λ 5 β 3 S v I u 2 λ 5 δ v I v λ 5 µ 3 I v λ 5 µ 4 (S v + I v )I v λ 5 r 0 u 3 I v H = A 1 I + A 2 S v + A 2 I v B 1u B 2u B 3u λ 1 b 1 +λ 1 α S + λ 1 α R + λ 1 α I λ 1 β 1 S I +λ 1 β 1 S I u 1 λ 1 β 2 S I v + λ 1 β 2 S I v u 2 λ 1 µ 1 S λ 1 µ 2 S 2 λ 1µ 2 R S λ 1 µ 2 I S + λ 2 β 1 S I λ 2 β 1 S I u 1 + λ 2 β 2 S I v λ 2 β 2 S I v u 2 λ 2 γ I λ 2 δ I λ 2 µ 1 I λ 2 µ 2 S I λ 2 µ 2 R I λ 2 µ 2 I 2 +λ 3 γ I λ 3 µ 1 R λ 3 µ 2 S R λ 3 µ 2 R 2 + λ 3µ 2 I R +λ 4 b 2 S v + λ 4 b 2 I v λ 4 b 2 S v u 3 λ 4 b 2 I v u 3 λ 4 β 3 S v I +λ 4 β 3 S v I u 2 λ 4 µ 3 S v λ 4 µ 4 S 2 v λ 4 µ 4 I v S v λ 4 r 0 u 3 S v + λ 5 β 3 S v I λ 5 β 3 S v I u 2 λ 5 δ v I v λ 5 µ 3 I v λ 5 µ 4 S v I v λ 5 µ 4 I 2 v λ 5 r 0 u 3 I v (4.67) Diberikan S, I, R, S v, dan Iv adala persamaan state yang optimal dengan variabel kendali optimal (u 1, u 2, u 3 ) untuk kendali optimal pada sistem persamaan (4.61). Kemudian terdapat variabel adjoint λ i, untuk i = 1, 2, 3, 4, 5. Dengan menggunakan Hamiltonian pada (4.62) maka variabel adjoint dapat dicari dengan cara berikut λ 1 = H S = λ 1 α + λ 1 β 1 I λ 1 β 1 I u 1 + λ 1 β 2 I v λ 1 β 2 I v u 2 λ 2 β 1 I + λ 2 β 1 I u 1 λ 2 β 2 I v + λ 2 β 2 I v u 2 + λ 1 µ 1 + 2λ 1 µ 2 S + λ 1 µ 2 I + λ 1 µ 2 R + λ 2 µ 2 I + λ 3 µ 2 R = λ 1 α + (λ 1 λ 2 )(β 1 (1 u 1 )I + β 2 (1 u 2 )I v )

100 79 + λ 1 µ 1 + λ 1 µ 2 S + λ 1 µ 2 S + λ 1 µ 2 I + λ 1 µ 2 R + λ 2 µ 2 I + λ 3 µ 2 R λ 1 = λ 1 α + (λ 1 λ 2 )(β 1 (1 u 1 )I + β 2 (1 u 2 )I v ) + λ 1 µ 1 + λ 1 µ 2 S + λ 1 µ 2 I + λ 1 µ 2 R + λ 1 µ 2 S + λ 2 µ 2 I + λ 3 µ 2 R = λ 1 α + (λ 1 λ 2 )(β 1 (1 u 1 )I + β 2 (1 u 2 )I v ) + λ 1 µ 1 + λ 1 µ 2 N + λ 1 µ 2 S + λ 2 µ 2 I + λ 3 µ 2 R = λ 1 α + (λ 1 λ 2 )(β 1 (1 u 1 )I + β 2 (1 u 2 )I v ) + (µ 1 + µ 2 N )λ 1 + λ 1 µ 2 S + λ 2 µ 2 I + λ 3 µ 2 R λ 2 = H I = A 1 λ 1 α + λ 1 β 1 S λ 1 β 1 S u 1 + µ 2 S λ 1 λ 2 β 1 S + λ 2 β 1 S u 1 + λ 2 γ + λ 2 δ + λ 2 µ 1 + λ 2 µ 2 S + λ 2 µ 2 R + 2λ 2 µ 2 I λ 3 γ + λ 3 µ 2 R + λ 4 β 3 S v λ 4 β 3 S v u 2 λ 5 β 3 S v + λ 5 β 3 S v u 2 = α λ 1 A 1 + λ 1 β 1 S λ 1 β 1 S u 1 λ 2 β 1 S + λ 2 β 1 S u 1 + µ 2 S λ 1 + λ 2 γ + λ 2 δ + λ 2 µ 1 + λ 2 µ 2 S + λ 2 µ 2 R + µ 2 I λ 2 + µ 2 I λ 2 λ 3 γ + λ 3 µ 2 R + λ 4 β 3 S v λ 4 β 3 S v u 2 λ 5 β 3 S v + λ 5 β 3 S v u 2 = α λ 1 A 1 + λ 1 β 1 S λ 1 β 1 S u 1 λ 2 β 1 S + λ 2 β 1 S u 1 + µ 2 S λ 1 + λ 2 γ + λ 2 δ + λ 2 µ 1 + λ 2 µ 2 N + µ 2 I λ 2 λ 3 γ + λ 3 µ 2 R + λ 4 β 3 S v λ 4 β 3 S v u 2 λ 5 β 3 S v + λ 5 β 3 S v u 2 = α λ 1 A 1 + β 1 (λ 1 λ 2 )(1 u 1 )S + µ 2 λ 1 S + (γ + δ )λ 2 + (µ 1 + µ 2 N )λ 2 + µ 2 λ 2 I γ λ 3 + µ 2 λ 3 R + β 3 (λ 4 λ 5 )(1 u 2 )S v

101 80 λ 3 = H R = λ 1 α + µ 2 S λ 1 + µ 2 I λ 2 + µ 1 λ 3 + S µ 2 λ 3 + 2µ 2 R λ 3 + µ 2 I λ 3 = λ 1 α + µ 2 S λ 1 + µ 2 I λ 2 + µ 1 λ 3 + S µ 2 λ 3 + µ 2 R λ 3 + µ 2 R λ 3 + µ 2 I λ 3 = λ 1 α + µ 2 S λ 1 + µ 2 I λ 2 + µ 1 λ 3 + S µ 2 λ 3 + µ 2 R λ 3 + µ 2 I λ 3 + µ 2 R λ 3 = λ 1 α + µ 2 S λ 1 + µ 2 I λ 2 + µ 1 λ 3 + (S + R + I )µ 2 λ 3 = +µ 2 R λ 3 λ 1 α + µ 2 S λ 1 + µ 2 I λ 2 + µ 1 λ 3 + N µ 2 λ 3 = +µ 2 R λ 3 λ 1 α + µ 2 S λ 1 + µ 2 I λ 2 + (µ 1 + µ 2 N )λ 3 + µ 2 R λ 3 λ 4 = H S v = A 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + β 3 I λ 4 β 3 I u 2 λ 4 + µ 3 λ 4 + 2µ 4 S v λ 4 + µ 4 I v λ 4 + r 0 u 3 λ 4 β 3 I λ 5 + β 3 I u 2 λ 5 + µ 4 I v λ 5 = A 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + β 3 I λ 4 β 3 I u 2 λ 4 β 3 I λ 5 + β 3 I u 2 λ 5 + µ 3 λ 4 + µ 4 S v λ 4 + µ 4 I v λ 4 + µ 4 S v λ 4 + r 0 u 3 λ 4 + µ 4 I v λ 5 = A 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + β 3 (λ 4 λ 5 )(1 u 2 )I + µ 3 λ 4 + µ 4 λ 4 (S v + I v ) + µ 4 S v λ 4 + r 0 u 3 λ 4 + µ 4 I v λ 5 = A 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + β 3 (λ 4 λ 5 )(1 u 2 )I + µ 3 λ 4 + µ 4 λ 4 N v + µ 4 S v λ 4 + r 0 u 3 λ 4 + µ 4 I v λ 5

102 81 = A 2 b 2 (1 u 3 ) + β 3 (λ 4 λ 5 )(1 u 2 )I + (µ 3 + µ 4 N v )λ 4 + µ 4 S v λ 4 + r 0 u 3 λ 4 + µ 4 I v λ 5 λ 5 = H I v = A 2 + β 2 S λ 1 β 2 S u 2 λ 1 β 2 S λ 2 + β 2 S u 2 λ 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + µ 4 S v λ 4 + δ v λ 5 + µ 3 λ 5 + µ 4 S v λ 5 + 2µ 4 I v λ 5 + r 0 u 3 λ 5 = A 2 + β 2 S λ 1 β 2 S u 2 λ 1 β 2 S λ 2 + β 2 S u 2 λ 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + µ 4 S v λ 4 + δ v λ 5 + µ 3 λ 5 + µ 4 S v λ 5 + µ 4 I v λ 5 + µ 4 I v λ 5 + r 0 u 3 λ 5 = A 2 + β 2 S λ 1 β 2 S u 2 λ 1 β 2 S λ 2 + β 2 S u 2 λ 2 b 2 λ 4 + b 2 u 3 λ 4 + µ 4 S v λ 4 + δ v λ 5 + µ 3 λ 5 + µ 4 (S v + I v )λ 5 + µ 4 I v λ 5 + r 0 u 3 λ 5 = A 2 + β 2 (λ 1 λ 2 )(1 u 2 )S b 2 λ 4 (1 u 3 ) + µ 4 λ 4 S v + λ 5 δ v + (µ 3 + µ 4 N v )λ 5 + µ 4 λ 5 I v + r 0 u 3 λ 5 dengan kondisi transversality(kondisi batas) λ i (T ) = 0, i = 1, 2,..., 5 Karena S (t) = S (t), I (t) = I (t), R (t) = R (t), S v(t) = Sv(t), dan I v (t) = Iv (t) dan berdasarkan prinsip optimal H didapat: u 1 = 0, H u 2 = 0, dan H u 3 = 0, seingga diperole karakteristik pengendalian optimal u 1, u 2, dan u 3 yang diberikan sebagai berikut: 1. Untuk kendali optimal u 1 H u 1 = B 1 u 1 + λ 1 β 1 S I λ 2 β 1 S I = 0 B 1 u 1 = λ 1 β 1 S I + λ 2 β 1 S I

103 82 B 1 u 1 = (λ 2 λ 1 )β 1 S I u 1 = (λ 2 λ 1 )β 1 S I B 1 Karena 0 u 1 1, maka dapat ulis { { u (λ2 λ 1 )β 1 S } } 1 = max min I, 1, 0 B 1 2. Untuk kendali optimal u 2 H u 2 = B 2 u 2 + λ 1 β 2 S I v λ 2 β 2 S I v + λ 4 β 3 S v I λ 5 β 3 S v I v = 0 B 2 u 2 = λ 1 β 2 S I v + λ 2 β 2 S I v λ 4 β 3 S v I + λ 5 β 3 S v I v B 2 u 2 = β 2 (λ 2 λ 1 )S I v + β 3 (λ 5 λ 4 )S v I u 2 = β 2(λ 2 λ 1 )S I v + β 3 (λ 5 λ 4 )S vi B 2 Karena 0 u 2 1, maka dapat ditulis { { u β2 (λ 2 λ 1 )S 2 = max min I v + β 3 (λ 5 λ 4 )SvI } }, 1, 0 B 2 3. Untuk kendali optimal u 3 H u 3 = B 3 u 3 λ 4 b 2 S v λ 4 b 2 I v λ 4 r 0 S v λ 5 r 0 I v = 0 B 3 u 3 = λ 4 b 2 S v + λ 4 b 2 I v + λ 4 r 0 S v + λ 5 r 0 I v B 3 u 3 = b 2 λ 4 (S v + I v ) + r 0 (λ 4 S v + λ 5 I v ) u 3 = b 2λ 4 N v + r 0 (λ 4 S v + λ 5 I v ) B 3

104 83 Karena 0 u 3 1, maka dapat ulis u 3 = max { { b2 λ 4 Nv + r 0 (λ 4 Sv + λ 5 I } } v ) min, 1, 0 B Solusi Numerik Pada bagian ini digunakan metode iterasi untuk mencari solusi numerik dari masala kendali optimal. Algoritma numerik yang diberikan adala metode beda ingga semi-implisit. Terlebi daulu mendiskritkan interval [t 0, t f ] pada titik-titik t i = t 0 + il, (i = 0, 1,, n), dengan l adala beda waktu seingga t n = t f. Selanjutnya, didefinisikan variabel keadaan dan adjoint S (t), I (t), R (t), S v (t), I v (t), λ 1 (t), λ 2 (t), λ 3 (t), λ 4 (t), λ 5 (t) dan kendali u 1, u 2 dan u 3 dalam S, I, R, S v, Iv, λ 1, λ 2, λ 3, λ 4, λ 5. Selanjutnya dikombinasikan pendekatan beda maju dan mundur. Dalam al ini persamaan statenya diselesaikan dengan menggunakan metode beda ingga maju adala sebagai berikut [1] S i+1 I i+1 R i+1 S i l = b 1 + α (S i+1 + I i + Ri ) β 1S i+1 I i (1 ui 1) β 2 S i+1 Iv(1 i u i 2) [µ 1 + µ 2 (S i+1 + I i + Ri )]Si+1, I i = β 1 S i+1 l I i+1 (1 u i 1) + β 2 S i+1 Iv(1 i u i 2) γ I (i + 1) δ I (i + 1) R i l [µ 1 + µ 2 (S i+1 + I i+1 + R i )]Ii+1, = γ I (i + 1) [µ 1 + µ 2 (S i+1 + I i+1

105 84 S i+1 v I i+1 v Sv i l Iv i l + R i+1 )]Ri+1, = b 2 (S i+1 v + I i v)(1 u i 3) β 3 S i+1 v I i+1 (1 u i 2) (µ 3 + µ 4 (S i+1 v + I i v))s i+1 v r 0 u i 3I i+1 v, = β 3 S i+1 v I i+1 (1 u i 2) δ v I v (i + 1) (µ 3 + µ 4 (S i+1 v + I i+1 v ))I i+1 v r 0 u i 3I i+1 v. Persamaan adjoint diselesaikan dengan menggunakan metode beda ingga mundur adala sebagai berikut λ n i 1 λ n i 1 1 l λ n i 2 λ n i 1 2 l λ n i 3 λ n i 1 3 l λ n i 4 λ n i 1 4 l = α λ n i (λ n i 1 1 λ n i 2 )[β 1 (1 u i 1)I i+1 + β 2 (1 u i 2)I i+1 v ] + (µ 1 + µ 2 N i+1 + µ 2 λ n i 2 I i+1 )λ n i µ 2 λ n i 1 1 S i+1 + λ n i 3 µ 2 R i+1, = α λ n i 1 1 A 1 + β 1 (λ n i 1 1 λ n i 1 2 )(1 u i 1)S i+1 + µ 2 λ n i 1 1 S i+1 + (γ + δ )λ n i (µ 1 + µ 2 N i+1 )λ n i µ 2 λ n i 1 2 I i+1 γ λ n i 3 + µ 2 λ n i 3 R i+1 + β 3 (λ n i 4 λ n i 5 )(1 u i 2)Sv i+1, = α λ n i µ 2 λ n i 1 1 S i+1 + µ 2 λ n i 1 2 I i+1 + µ 2 λ n i 1 3 R i+1, + (µ 1 + µ 2 N i+1 )λ n i 1 3 = A 2 b 2 λ n i 1 4 (1 u i 3) + β 3 (λ n i 1 4

106 λ n i 5 λ n i 1 5 l λ n i 5 )(1 u i 2)I i+1 + µ 4 λ n i 1 4 Sv i+1 )λ n i (µ 3 + µ 4 Nv i+1 + r 0 λ n i 1 4 u i 3 + µ 4 λ n i 5 Iv i+1, = A 2 + β 2 (λ n i 1 1 λ n i 1 2 )(1 u i 2)S i+1 b 2 λ n i 1 4 (1 u 3) + µ 4 λ n i 1 4 Sv i+1 + λ n i 1 5 δ v + (µ 3 + µ 4 Nv i+1 )λ n i µ 4 λ n i 1 5 Iv i+1 + r 0 λ n i 1 5 u i 3 Algoritma menjelaskan metode pendekatan untuk mendapatkan kendali optimal adala sebagai berikut: Algoritma pada program Langka 1: S (0) = S 0, I (0) = I 0, R (0) = R 0, S v (0) = S v0, I v (0) = I v0, λ i (t f ) = 0(i = 1,..., 5), u 1 (0) = u 2 (0) = u 3 (0) = 0 Langka 2: for i=1,...,n-1,do: S i+1 = 1 l [ α + β 1 I i (1 ui 1 )] 2lµ 2 l [ β 2 I i v(1 u i 2 ) + µ 1 + µ 2 (I i + Ri )] 2lµ lµ 2 {[1 + l( α + β 1 I i (1 ui 1) + β 2 I i v(1 u i 2) + µ 1 + µ 2 (I i + Ri ))]2 + 4lµ 2 [S i + lb 1 + lα (I i + Ri )]} 1 2, = 1 l [ β 1 S i+1 (1 u i 1 ) + γ ] + δ 2lµ 2 I i+1

107 86 R i+1 l [ µ 1 + µ 2 (S i+1 + R i )] 2lµ lµ 2 {[1 + l( β 1 S i+1 (1 u i 1) + γ + δ + µ 1 + µ 2 (S i+1 + R i ))]2 + 4lµ 2 [I i + lβ 2 S i+1 Iv(1 i u i 2)]} 1 2, = 1 l [ µ 1 + µ 2 (S i+1 + I i+1 ) ] 2lµ { [ l + lµ 1 + lµ 2 (S i+1 2lµ + I i+1 ) ] 2 2 S i+1 + 4lµ 2 [ R i + lγ I i+1 ] } 1 2, v = 1 l[ b 2(1 u i 3 ) + β 3I i+1 (1 u i 2 ) 2lµ 4 l [ µ 3 + µ 4 Iv i + r 0 u i ] {[1 2lµ 4 2lµ 4 I i+1 + l( b 2 (1 u i 3) + β 3 I i+1 (1 u i 2) + µ 3 + µ 4 I i v + r 0 u i 3)] 2 + 4lµ 4 (S i v + lb 2 I i v(1 u i 3)]} 1 2, v = 1 l(δ v + µ 3 + µ 4 Sv i+1 + r 0 u i 3 ) 2lµ { [ l + l(δ v + µ 3 + µ 4 Sv i+1 + r 0 u i 2lµ 3) ] lµ 4 (Iv i + lβ 3 Sv i+1 Iv i+1 (1 u i 2))} 1 2, λ n i 1 1 = {λ n i 1 + l[λ n i 2 β 1 (1 u i 1)I i+1 + λ n i 2 β 2 (1 u i 2)Iv i+1 µ 2 I i+1 λ n i 2 µ 2 R i+1 λn i 3 ]} /{1 + l[β 1 (1 u i 1)I i+1 + β 2 (1 u i 2)Iv i+1 + µ 2 S i+1 + µ 1 + µ 2 N i+1 α ]}, λ n i 1 2 = {λ n i 2 + l[α λ n i 1 1

108 + A 1 β 1 λ n i 1 1 (1 u i 1)S i+1 + γ λ n i 3 µ 2 λ n i 3 R i+1 µ 2 S i+1 β 3 (λ n i 4 λ n i 5 )(1 u i 2)Sv i+1 } /{1 + l[γ + δ + µ 1 + µ 2 N i+1 + µ 2 I i+1 β 1 (1 u i 1)S i+1 ]}, λ n i 1 3 = {λ n i 3 + l[α λ n i 1 1 µ 2 S i+1 λ n i 1 1 λ n i 1 1 µ 2 I i+1 λ n i 1 2 ]}/{1 + l[µ 1 + µ 2 N i+1 + µ 2 R i+1 ]}, λ n i 1 4 = {λ n i 4 + l[a 2 + β 3 (1 u i 2)λ n i 5 I i+1 µ 4 Iv i+1 λ n i 5 ]}/{1 + l[β 3 (1 u i 2)I i+1 + µ 3 µ 4 Nv i+1 + µ 4 Sv i+1 + r 0 u i 3 b 2 (1 u i 3)]}, λ n i 1 5 = {λ n i 5 + l[a 2 + b 2 λ n i 1 4 (1 u i 3) µ 4 λ n i 1 4 Sv i+1 β 2 (λ n i 1 1 λ n i 1 2 )(1 u i 2)S i+1 ]} /{1 + l[δ v + µ 3 + µ 4 Nv i+1 + µ 4 Iv i+1 + r 0 u i 3]}, R1 i+1 = (λn i 1 2 λ n i 1 1 )β 1 S i+1 I i+1, B 1 R2 i+1 = {(λ n i 1 2 λ n i 1 1 )β 2 S i+1 Iv i+1 + (λ n i 1 5 λ n i 1 4 )β 3 Sv i+1 I i+1 }/B 2, R3 i+1 = {b 2 λ n i 1 4 Nv i+1 + λ n i 1 5 Iv i+1 )}/B 3, u i+1 1 = min ( 1, max(r1 i+1, 0) ), u i+1 2 = min ( 1, max(r2 i+1, 0) ), u i+1 3 = min ( 1, max(r3 i+1, 0) ), end for Langka 3: + r 0 (λ n i 1 4 Sv i+1 87

109 88 for i=1,...,n-1,tulis end for S (t i) = S, I (t i) = I, R (t i) = R, S v(t i ) = S v, I v (t i ) = I v, u 1(t i ) = u i 1, u 2(t i ) = u i 2, u 3(t i ) = u i 3 Untuk perkembangan penyakit sesuda dikendalikan, akan dilakukan simulasi model. Adapun nilai parameter yang digunakan seperti yang terdapat pada tabel berikut ini : Tabel 4.3: Input Parameter Parameter Nilai Parameter Nilai b 1 25/ari µ v 0.02/ari α 0.03/ari δ 0.03/ari b 2 0.4/ari δ v 0.04/ari µ 1 0.4/ari γ /ari µ /ari β µ /ari β µ ( 3) /ari β µ 10/ari r Pada Gambar 4.4 menunjukkan adanya populasi individu yang terinfeksi dengan menggunakan kendali. Dalam grafik simulasi tersebut terliat bawa populasi individu yang terinfeksi semakin menurun ketika kendali dilakukan. Dengan demikian, jumla orang yang terinfeksi setela kendali semakin kecil. Pada Gambar 4.5 menunjukkan adanya jumla populasi vektor dengan menggunakan kendali. Dalam grafik simulasi tersebut terliat bawa jumla populasi vektor semakin menurun ketika kendali dilakukan. Dengan demikian, jumla populasi vektor setela kendali semakin kecil.

110 89 50 Grafik I I (t) Time(days) Gambar 4.4: Simulasi dari populasi individu yang terinfeksi dengan kendali

111 Grafik N v N v (t) Time(days) Gambar 4.5: Simulasi dari jumla populasi vektor dengan kendali

112 BAB V PENUTUP Pada bab ini diberikan kesimpulan sebagai asil dari analisa model yang tela diperole dan saran sebagai pertimbangan dalam pengembangan atau penelitian lebi lanjut. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembaasan yang tela disajikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa al sebagai berikut : 1. Diperole titik kesetimbangan dan kestabilan lokal sebagai berikut:. Titik kesetimbangan bebas penyakit E f = ( ( S 0, I0, N 0, S0 v, Iv 0 ) b1 =, 0, b 1, b ) 2, 0 µ µ µ v dan Titik kesetimbangan endemik dengan E 1 = (S, I, N, S v, I v ) S = b 1 (γ + δ + µ )I, N µ = b 1 δ I µ Sv b 2 (b 1 δ I = ) µ β 3 I + µ v(b 1 δ I ) Iv µ b 2 β 3 I = (µ v + δ v )(µ β 3 I + µ v(b 1 δ I )) 91

113 92 g(i ) = AI 2 + BI + C = 0 dimana seingga A = K 1 K 2 (µ β 3 (β 1 δ ) + µ v δ (δ β 1 )), B = K 1 K 2 (µ v b 1 β 1 2µ v b 1 δ + µ b 1 β 3 ) + K 2 b 1 β 1 (µ v δ µ β 3 ) + K 1 µ b 2 β 2 β 3, C = µ v b 2 1K 1 K 2 (1 R 0 ), I 1 = B B 2 4AC 2A I 2 = B + B 2 4AC 2A dan bilangan reproduksi dasar adala R 0 = β 2 β 3 b 2 µ (µ v b 1 )(δ v + µ v )(γ + δ + µ ) + β 1 (γ + δ + µ ) Titik kesetimbangan bebas penyakit bersifat stabil untuk R 0 < 1 dan titik kesetimbangan endemik bersifat stabil untuk R 0 > Perubaan jenis kurva bifurkasi (maju atau mundur) dipengarui ole perubaan nilai R 0 yang mempengarui nilai A,B, dan C seingga nilai titik puncaknya pun beruba. Untuk bifurkasi maju terjadi pada saat titik puncak dari sistem persamaan g(i ) yaitu pada saat I = B = 1. Dalam al ini terdapat 2A tiga kemungkinan untuk titik kesetimbangannya, yaitu a. Terdapat dua titik endemik yaitu titik endemik bersifat stabil dan titik endemik bersifat tak stabil. b. Terdapat satu titik endemik dan bersifat stabil.

114 93 c. Tidak ada titik keseimbangan endemik seingga menyebabkan timbulnya titik bebas penyakit. 3. Diperole kendali optimal sebagai berikut: { { u (λ2 λ 1 )β 1 S } } 1 = max min I, 1, 0 B 1 { { u β2 (λ 2 λ 1 )S 2 = max min I v + β 3 (λ 5 λ 4 )SvI } }, 1, 0 B 2 { { u b2 λ 4 Nv + r 0 (λ 4 Sv + λ 5 I } } v ) 3 = max min, 1, 0 B 3 4. Hasil peritungan numerik menunjukkan keefektifan kendali yang ada bisa mengurangi populasi individu yang terinfeksi dan jumla populasi vektor. 5.2 Saran Pada Tugas Akir ini tidak dibaas mengenai analisa kestabilan global untuk dapat mengetaui perilaku dinamis secara global, maka untuk selanjutnya bisa dilakukan analisa kestabilan global. Selain itu, dapat dapat dicari masala kestabilan dan kendali optimal untuk penyakit yang lain.

115 Halaman ini sengaja dikosongkan.

116 LAMPIRAN A Kurva Bifurkasi Mundur clear all; clc; close all; b_1=3; b_2=12; beta_1=4; beta_2=16; beta_3=1; mu_=1; mu_v=4; gamma_=2; delta_=78; delta_v=2; K1 = gamma_+delta_+mu_; K2 = mu_v+delta_v; A=K1*K2*(mu_*beta_3*(beta_1-delta_)+... (mu_v*delta_)*(delta_-beta_1)); A B=K1*K2*(mu_v*b_1*beta_1-2*mu_v*b_1*delta_+... mu_*b_1*beta_3)+(k2*b_1*beta_1)*... (mu_v*delta_-mu_*beta_3)+... K1*mu_*b_2*beta_2*beta_3; B 97

117 98 r_0=(-b^2+4*a*(mu_v*b_1*b_1*k1*k2))/... (4*A*(mu_v*b_1*b_1*K1*K2)); r_0 R_0=r_0:(1-r_0)/100:1; for i=1:1:101 C=mu_v*b_1*b_1*K1*K2*(1-R_0(i)); I_1(i)=(-B+sqrt(B^2-4*A*C))/(2*A); I_2(i)=(-B-sqrt(B^2-4*A*C))/(2*A); end plot(r_0,i_2, r,r_0,i_1, b, LineWi,2); R_a=1:(3-1)/100:3; for i=1:1:101 C=mu_v*b_1*b_1*K1*K2*(1-R_a(i)); I_3(i)=(-B+sqrt(B^2-4*A*C))/(2*A); end old on plot(r_a,i_3, b, LineWi,2); old off xlabel( Bilangan Reproduksi Dasar (R0) ) ylabel( Populasi (I) ) legend( I_1, I_2,20, location, eastoutside ); grid on axis([r_0-1,r_a(101)+2,0,i_3(101)]);

118 LAMPIRAN B Kurva Bifurkasi Maju clear all; clc; close all; b_1=1.7; b_2=2; beta_1=1; beta_2=4; beta_3=0.48; mu_=0.6; mu_v=0.8; gamma_=0.4; delta_=1.4; delta_v=0.8; K1 = gamma_+delta_+mu_; K2 = mu_v+delta_v; A=K1*K2*(mu_*beta_3*(beta_1-delta_)+... (mu_v*delta_)*(delta_-beta_1)); A B=K1*K2*(mu_v*b_1*beta_1-2*mu_v*b_1*delta_+... mu_*b_1*beta_3)+(k2*b_1*beta_1)*... (mu_v*delta_-mu_*beta_3)+... K1*mu_*b_2*beta_2*beta_3; B 99

119 100 r_0=(-b^2+4*a*(mu_v*b_1*b_1*k1*k2))/... (4*A*(mu_v*b_1*b_1*K1*K2)); r_0 R_0=r_0:(1-r_0)/100:1; for i=1:1:101 C=mu_v*b_1*b_1*K1*K2*(1-R_0(i)); I_1(i)=(-B+sqrt(B^2-4*A*C))/(2*A); I_2(i)=(-B-sqrt(B^2-4*A*C))/(2*A); end plot(r_0,i_2, r,r_0,i_1, b, LineWi,2); R_a=1:(3-1)/100:3; for i=1:1:101 C=mu_v*b_1*b_1*K1*K2*(1-R_a(i)); I_3(i)=(-B+sqrt(B^2-4*A*C))/(2*A); end old on plot(r_a,i_3, b, LineWi,2); old off xlabel( Bilangan Reproduksi Dasar (R0) ) ylabel( Populasi (I) ) legend( I_1, I_2,20, location, eastoutside ); grid on axis([r_0-1,r_a(101)+2,0,i_3(101)]);

120 LAMPIRAN C Simulasi dari populasi individu yang terinfeksi dan Simulasi dari jumla populasi vektor dengan kendali clear all; clc; close all; b_1=25; alpa_=0.03; b_2=0.4; mu_1=0.4; mu_2= ; mu_3=0.15; mu_4=2.8*10^(-3); mu_=10; mu_v=0.02; delta_=0.03; delta_v=0.04; gama_= ; beta_1=0.0004; beta_2=0.0006; beta_3=0.009; r_0=0.002; n=100; S_0=50; I_0=50; R_0=50; 101

121 102 S_v0=50; I_v0=50; l=1; A_1=50; A_2=50; B_1=10; B_2=30; B_3=30; u_1(1)=0; u_2(1)=0; u_3(1)=0; lamda_1(n) = 0; lamda_2(n) = 0; lamda_3(n) = 0; lamda_4(n) = 0; lamda_5(n) = 0; S_=zeros(n,1); I_=zeros(n,1); R_=zeros(n,1); I_v=zeros(n,1); S_v=zeros(n,1); S_(1)=S_0; I_(1)=I_0; R_(1)=R_0; S_v(1)=S_v0; I_v(1)=I_v0; N_(1)=S_(1)+I_(1)+R_(1); N_v(1)=S_v(1)+I_v(1); %% Dengan Kendali N=n-1; for i=1:n-1

122 103 S_(i+1)=(-1-l*((-alpa_)+(beta_1*I_(i)*... (1-u_1(i))))-(l*(((beta_2*I_v(i))*... (1-u_2(i)))+mu_1+(mu_2*(I_(i)+... R_(i)))))+((1+(l*(-alpa_+... (beta_1*i_(i)*(1-u_1(i)))+(beta_2*... I_v(i)*(1-u_2(i)))+mu_1+(mu_2*... (I_(i)+R_(i))))))^2+(4*l*mu_2)*... (S_(i)+(l*b_1)+((l*alpa_)*... (I_(i)+R_(i)))))^(1/2))/(2*l*mu_2); I_(i+1)=(-1-(l*(-beta_1*S_(i+1)*(1-u_1(i))+... gama_+delta_))-(l*(mu_1+mu_2*... (S_(i+1)+R_(i))))+((1+(l*(-beta_1*... S_(i+1)*(1-u_1(i))+gama_+delta_+... mu_1+(mu_2*(s_(i+1)+r_(i))))))^2+... (4*l*mu_2)*(I_(i)+(l*beta_2*S_(i+1)*... I_v(i))*(1-u_2(i))))^(1/2))/(2*l*mu_2); R_(i+1)=(-1-(l*(mu_1+mu_2*(S_(i+1)+I_(i+... 1))))+((1+l*mu_1+(l*mu_2)*(S_(i+1)+... I_(i+1)))^2+(4*l*mu_2)*(R_(i)+... (l*gama_*i_(i+1))))^(1/2))/(2*l*mu_2); S_v(i+1)=(-1-l*(-b_2*(1-u_3(i))+(beta_3*I_(i+1))*... (1-u_2(i)))-l*(mu_3+(mu_4*I_v(i))+(r_0*... u_3(i)))+((1+l*(-b_2*(1-u_3(i))+(beta_3*... I_(i+1))*(1-u_2(i))+mu_3+(mu_4*I_v(i))+... r_0*u_3(i)))^2+(4*l*mu_4)*(s_v(i)+(l*b_2*... I_v(i))*(1-u_3(i))))^(1/2))/(2*l*mu_4); I_v(i+1)=(-1-l*(delta_v+mu_3+(mu_4*S_v(i+1))+... (r_0*u_3(i)))+((1+l*(delta_v+mu_3+(mu_4*... S_v(i+1))+(r_0*u_3(i))))^2+(4*l*mu_4)*... (I_v(i)+(l*beta_3*S_v(i+1)*I_v(i+1))*... (1-u_2(i))))^(1/2))/(2*l*mu_4); N_(i+1)=S_(i+1)+I_(i+1)+R_(i+1); N_v(i+1)=S_v(i+1)+I_v(i+1);

123 104 lamda_1(n-i-1)=(lamda_1(n-i)+(l*(lamda_2(n-i)*... beta_1*(1-u_1(i))*i_(i+1))+... (lamda_2(n-i)*beta_2*(1-u_2(i))*... I_v(i+1))-(mu_2*I_(i+1)*lamda_2(n-i))-... (mu_2*r_(i+1)*lamda_3(n-i))))/... (1+l*((beta_1*(1-u_1(i))*I_(i+1))+... (beta_2*(1-u_2(i))*i_v(i+1))+... (mu_2*s_(i+1))+mu_1+... (mu_2*n_(i+1))-alpa_)); lamda_2(n-i-1)=(lamda_2(n-i)+l*((alpa_*lamda_1... (n-i-1))+a_1-(beta_1*lamda_1(n-i-1)*... (1-u_1(i))*S_(i+1))-(mu_2*S_(i+1)*... lamda_1(n-i-1))+(gama_*lamda_3(n-i))-... (mu_2*lamda_3(n-i)*r_(i+1))-(beta_3*... (lamda_4(n-i)-lamda_5(n-i))*(1-u_2(i))*... S_v(i+1))))/(1+l*(gama_+delta_+mu_1+... (mu_2*n_(i+1))+(mu_2*i_(i+1))-... (beta_1*(1-u_1(i))*s_(i+1)))); lamda_3(n-i-1)=(lamda_3(n-i)+l*((alpa_*lamda_1... (n-i-1))-(mu_2*s_(i+1)*lamda_1... (n-i-1))-(mu_2*i_(i+1)*lamda_2... (n-i-1))))/(1+l*(mu_1+... (mu_2*n_(i+1))+(mu_2*r_(i+1)))); lamda_4(n-i-1)=(lamda_4(n-i)+l*(a_2+(beta_3*... (1-u_2(i))*lamda_5(n-i)*I_(i+1))-... (mu_4*i_v(i+1)*lamda_5(n-i))))/... (1+l*((beta_3*(1-u_2(i))*... I_(i+1))+mu_3+(mu_4*N_v(i+1))+... (mu_4*s_v(i+1))+(r_0*u_3(i))-... (b_2*(1-u_3(i))))); lamda_5(n-i-1)=(lamda_5(n-i)+l*(a_2+(b_2*lamda_4... (n-i-1)*(1-u_3(i)))-(mu_4*lamda_4...

124 105 (n-i-1)*s_v(i+1))-(beta_2*(lamda_1... (n-i-1)-lamda_2(n-i-1))*(1-u_2(i))*... S_(i+1))))/(1+l*(delta_v+mu_3+... (mu_4*n_v(i+1))+(mu_4*i_v(i+1))+... (r_0*u_3(i)))); R_1(i+1)=((lamda_2(n-i-1)-lamda_1(n-i-1))*... beta_1*s_(i+1)*i_(i+1))/b_1; R_2(i+1)=((lamda_2(n-i-1)-lamda_1(n-i-1))*... beta_2*s_(i+1)*i_v(i+1)+(lamda_5... (n-i-1)-(n-i-1))*beta_3*s_v(i+1)*... I_(i+1))/B_2; R_3(i+1)=((b_2*lamda_4(n-i-1)*N_v(i+1))+... r_0*(lamda_4(n-i-1)*s_v(i+1)+... lamda_5(n-i-1)*i_v(i+1)))/b_3; u_1(i+1)=min(1,max(r_1(i+1),0)); u_2(i+1)=min(1,max(r_2(i+1),0)); u_3(i+1)=min(1,max(r_3(i+1),0)); end u_1 u_2 u_3 figure(3); plot([0:l:(n-1)*l],i_, b ); old on title( Grafik I_ ); xlabel( Time(days) ); ylabel( I_(t) ); figure(4);

125 106 plot([0:l:(n-2)*l],n_v, b ); old on title( Grafik N_v ); xlabel( Time(days) ); ylabel( N_v(t) );

126 DAFTAR PUSTAKA [1] Lasari. A. A, Hattaf. K, Zaman. G, dan Li. X, (2013). Backward bifurcation and optimal control of a vector borne disease. Applied Matematical and Information Sciences, No.1, [2] Zaman. G, Kan. M. A, Islam. S, Coan. M. I, dan Jung. I. H, (2012). Modeling Dynamical Interaction between Leptospirosis Infected Vector and Human Population. Applied Matematical Sciences, Vol. 6, 2012, no. 26, [3] Iskandar. A. (2011). Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu. APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta [4] Artikel Keseatan. (2014). Vector-borne diseases jadi tema ari keseatan dunia. [5] World Healt Organization. (2014). Vector Borne- Diseases. [6] Zainal. F.D. (2014). Analisis Kestabilan pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengarui ole Migrasi. Tugas Akir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya. [7] Iswayuni. N. (2013). Analisa Kualitatif pada Model Epidemik SIS dengan Pengobatan. Tugas Akir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya. 95

127 96 [8] Naidu. S. D. (2002). Optimal Control System. USA: CRC Press LLC. [9] Resmi, F. (2014). Kendali Optimal pada Sistem Prey- Predator dengan Pemberian Makan Alternatif pada Predator. Tugas Akir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya [10] Fitria. I. (2014). Kendali Optimal dalam Produksi Sumber Energi Terbarukan dan Tidak Terbarukan. Tugas Akir S1 Jurusan Matematika ITS Surabaya [11] Londok, J., (2011). Leptospirosis. ttp://jcgirlontemove.blogspot.com/2011/03/vectorborne-disease.tml, diakses pada tanggal 5 Desember [12] Driessce. P. V. D dan Watmoug. J, (2002). Reproduction Numbers and Sub-tresold Endemic Equilibria for Compartmental Models of Disease Transmission. Matematical Biosciences, No.180, [13] Bryson, A. E. dan Ho, Y. C., (1975). Applied Optimal Control. New York: Taylor & Francis Group.

128 LAMPIRAN D Biodata Penulis Penulis bernama Carisma Juni Kumalasari, lair di Nganjuk, 11 Juni Penulis merupakan anak terakir dari tiga bersaudara. Penulis menempu pendidikan formal dimulai dari TK Nawa- Kartika ( ), SDN Dawu 2 Ngawi ( ), SMP Negeri 1 Ngawi ( ), dan SMA Negeri 2 Ngawi ( ). Setela lulus dari SMA, pada taun 2011 penulis melanjutkan studi ke jenjang S1 di Jurusan Matematika ITS Surabaya melalui jalur Undangan dengan NRP Di Jurusan Matematika, penulis mengambil Bidang Minat Pemodelan dan Simulasi Sistem. Selain aktif kulia, penulis juga aktif berorganisasi di KM ITS melalui HIMATIKA ITS sebagai staf Depart. Hubungan Luar ( ) dan UKM Taekwondo ITS sebagai Sekretaris Umum ( ). Informasi lebi lanjut mengenai Tugas Akir ini dapat ditujukan ke penulis melalui carisma.juni11@gmail.com

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 4-6669 Volume 2, Juni 22 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majala Ilmia Matematika dan Statistika Volume 2, Juni 22 PROFIL PENDERITA

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc OLEH : IKHTISHOLIYAH 1207 100 702 DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN

KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN KENDALI OPTIMAL PADA PENCEGAHAN WABAH FLU BURUNG DENGAN ELIMINASI, KARANTINA DAN PENGOBATAN OLEH : TASLIMA NRP : 1209201728 DOSEN PEMBIMBING 1. SUBCHAN, M.Sc, Ph.d 2. Dr. ERNA APRILIANI, M.Sc ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN Oleh: Labibah Rochmatika (12 09 100 088) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko M.Si Drs. Lukman

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN POPULASI TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH DENGUE

PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN POPULASI TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH DENGUE Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Uniersitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN POPULASI TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH DENGUE

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani, M.Si Drs. Setijo Winarko, M.Si

TUGAS AKHIR. Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani, M.Si Drs. Setijo Winarko, M.Si TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS DAN OPTIMAL KONTROL PADA NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN TEKNIK STERILISASI SERANGGA DAN INSEKTISIDA Oleh Erdina Sri Febriyanti NRP. 1207100028 Dosen Pembimbing Dr. Erna Apriliani,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN SKEMA BEDA HINGGA TAK-STANDAR DARI TIPE PREDICTOR-CORRECTOR UNTUK MODEL EPIDEMIK SIR

TUGAS AKHIR KAJIAN SKEMA BEDA HINGGA TAK-STANDAR DARI TIPE PREDICTOR-CORRECTOR UNTUK MODEL EPIDEMIK SIR TUGAS AKHIR KAJIAN SKEMA BEDA HINGGA TAK-STANDAR DARI TIPE PREDICTOR-CORRECTOR UNTUK MODEL EPIDEMIK SIR STUDY OF A NONSTANDARD SCHEME OF PREDICTORCORRECTOR TYPE FOR EPIDEMIC MODELS SIR Oleh:Anisa Febriana

Lebih terperinci

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus perlu memaami baasan tentang system bilangan real karena kalkulus didasarkan pada system bilangan real dan sifatsifatnya. Sistem bilangan yang

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi 8 Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi ; Model Matematika dari Masala yang Berkaitan dengan ; Ekstrim Fungsi Model Matematika dari Masala

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model dan kontrol optimal penyebaran polio dengan vaksinasi. Dari model matematika penyebaran polio tersebut akan ditentukan titik setimbang dan kemudian

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 009 SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Suciati

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI TAKSEMPURNA NUR FAJRI

MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI TAKSEMPURNA NUR FAJRI MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI TAKSEMPURNA NUR FAJRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 05 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS DAN OPTIMAL KONTROL PADA MODEL EPIDEMI TIPE SIR DENGAN VAKSINASI

ANALISIS STABILITAS DAN OPTIMAL KONTROL PADA MODEL EPIDEMI TIPE SIR DENGAN VAKSINASI ANALISIS STABILITAS DAN OPTIMAL KONTROL PADA MODEL EPIDEMI TIPE SIR DENGAN VAKSINASI Oleh Ikhtisholiyah 127 1 72 Dosen Pembimbing Dr. Subiono, M.Sc ABSTRAK Pemodelan matematika dan teori banyak digunakan

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPTIMAL DISTRIBUSI VAKSIN PADA MODEL EPIDEMIK RABIES DENGAN MASA KELAHIRAN PERIODIK

PENGENDALIAN OPTIMAL DISTRIBUSI VAKSIN PADA MODEL EPIDEMIK RABIES DENGAN MASA KELAHIRAN PERIODIK PENDAHULUAN PENGENDALIAN OPTIMAL DISTRIBUSI VAKSIN PADA MODEL EPIDEMIK RABIES DENGAN MASA KELAHIRAN PERIODIK Oleh : Qurrotu Ainy Jufri (1210100072) Dosen Pembimbing : Drs. Kamiran, M.Si. Jurusan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA POPULASI PENDERITA DIABETES SKRIPSI

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA POPULASI PENDERITA DIABETES SKRIPSI ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA POPULASI PENDERITA DIABETES SKRIPSI KARTIKA DAMAYANTI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Model Host-Vector Transmisi HIV/AIDS Pada Pengguna Jarum Suntik

Analisis Kestabilan Model Host-Vector Transmisi HIV/AIDS Pada Pengguna Jarum Suntik Jurnal Matematika Vol. 7 o. 1, Juni 17. : 1693-1394 Analisis Kestabilan Model Host-Vector Transmisi HV/AD Pada Pengguna Jarum untik Jafaruddin (Alm) Jurusan Matematika Uniersitas usa Cendana apmaida M.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN :

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN : Vol. I : 214 228 ISBN : 978-602-8853-27-9 MODEL EPIDEMIK STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI JAWA BARAT (Stochastic Epidemic Model of Dengue Fever Spread in West Java Province) Paian

Lebih terperinci

Regularitas Operator Potensial Layer Tunggal

Regularitas Operator Potensial Layer Tunggal JMS Vol. No., al. 8-5, April 997 egularitas Operator Potensial Layer Tunggal Wono Setya Budi Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 0 Bandunng, 403 Abstrak egulitas operator =

Lebih terperinci

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA

DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA Vol. 02, No. 04 (2014), pp. 361 371. DINAMIKA PROBLEMA PENYAKIT MALARIA Junliade Sinaga Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem dinamik penyakit malaria, menentukan titik kesetimbangan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI TAKSEMPURNA

MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI TAKSEMPURNA MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI TAKSEMPURNA N FAJRI, P SIANTURI, T BAKHTIAR Abstrak Dalam penelitian ini, dibaas sebua model penyebaran penyakit malaria tipe

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

Kestabilan dan Bifurkasi Model Epidemik SEIR dengan Laju Kesembuhan Tipe Jenuh

Kestabilan dan Bifurkasi Model Epidemik SEIR dengan Laju Kesembuhan Tipe Jenuh Kestabilan dan Bifurkasi Model Epidemik SEIR dengan Laju Kesembuhan Tipe Jenuh Khoiril Hidayati, Setijo Winarko, I Gst Ngr Rai Usadha Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA PADA KESTABILAN PERSAMA- AN DIFUSI KOMPLEKS DIMENSI SATU

METODE BEDA HINGGA PADA KESTABILAN PERSAMA- AN DIFUSI KOMPLEKS DIMENSI SATU PROSIDING ISSN: 50-656 METODE BEDA HINGGA PADA KESTABILAN PERSAMA- AN DIFUSI KOMPLEKS DIMENSI SATU Danar Ardian Pramana, M.Sc 1) 1) DIV TeknikInformatikaPoliteknikHarapanBersama danar_ardian@ymail.com

Lebih terperinci

Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa

Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (215 2337-352 (231-928X Print A-25 Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa Singgi Tawin Muammad, Erna Apriliani,

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS (SUSCEPTIBLE-INFECTED-SUSCEPTIBLE) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya

Arisma Yuni Hardiningsih. Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si. Jurusan Matematika. Surabaya ANALISIS KESTABILAN DAN MEAN DISTRIBUSI MODEL EPIDEMIK SIR PADA WAKTU DISKRIT Arisma Yuni Hardiningsih 1206 100 050 Dosen Pembimbing : Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA SKRIPSI Oleh Elok Faiqotul Himmah J2A413 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 28

Lebih terperinci

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING BAB III STRATIFIED CUSTER SAMPING 3.1 Pengertian Stratified Cluster Sampling Proses memprediksi asil quick count sangat dipengarui ole pemilian sampel yang dilakukan dengan metode sampling tertentu. Sampel

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI STABILITY ANALYSIS OF THE HEPATITIS B VIRUS TRANSMISSION MODELS ARE AFFECTED BY MIGRATION Oleh : Firdha Dwishafarina

Lebih terperinci

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f

Gambar 1. Gradien garis singgung grafik f D. URAIAN MATERI 1. Definisi dan Rumus-rumus Turunan Fungsi a. Definisi Turunan Sala satu masala yang mendasari munculnya kajian tentang turunan adala gradien garis singgung. Peratikan Gambar 1. f(c +

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MANSYUR A. R.1 TOAHA S.2 KHAERUDDIN3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan Km.

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALYSIS OF STABILITY OF SPREADING DISEASE MATHEMATICAL MODEL WITH TRANSPORT-RELATED INFECTION

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B MTs Al Hikmah Bandar

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B MTs Al Hikmah Bandar 26 III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adala siswa kelas VII B MTs Al Hikma Bandar Lampung semester genap taun pelajaran 2010/2011 pada pokok baasan Gerak Lurus. Dengan jumla

Lebih terperinci

Seri : Modul Diskusi Fakultas Ilmu Komputer. FAKULTAS ILMU KOMPUTER Sistem Komputer & Sistem Informasi HANDOUT : KALKULUS DASAR

Seri : Modul Diskusi Fakultas Ilmu Komputer. FAKULTAS ILMU KOMPUTER Sistem Komputer & Sistem Informasi HANDOUT : KALKULUS DASAR Seri : Modul Diskusi Fakultas Ilmu Komputer FAKULTAS ILMU KOMPUTER Sistem Komputer & Sistem Informasi HANDOUT : KALKULUS DASAR Ole : Tony Hartono Bagio 00 KALKULUS DASAR Tony Hartono Bagio KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 153 162. ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Hendri Purwanto,

Lebih terperinci

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS ABSTRAK Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular tertua yang menyerang manusia. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa sepertiga

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI DWI VENI YUNITA SARI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Differensiasi Numerik

Differensiasi Numerik Dierensiasi Numerik Yuliana Setiowati Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 2007 1 Topik DIFFERENSIASI NUMERIK Mengapa perlu Metode Numerik? Dierensiasi dg MetNum Metode Selisi Maju Metode Selisi Tengaan

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT PADA TANAMAN DENGAN PERANTARA SERANGGA SKRIPSI

ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT PADA TANAMAN DENGAN PERANTARA SERANGGA SKRIPSI ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT PADA TANAMAN DENGAN PERANTARA SERANGGA SKRIPSI SITI KOMARIYAH PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim... Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH. Oleh: Khoiril Hidayati ( )

KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH. Oleh: Khoiril Hidayati ( ) KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH Oleh: Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Latar

Lebih terperinci

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER BAB III BASIC REPRODUCTIO UMBER Dalam kaitannya dengan kejadian luar biasa, dalam epidemiologi matematika dikenal suatu besaran ambang batas (threshold) yang menjadi indikasi apakah dalam suatu populasi

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPTIMAL PADA MODEL KEMOPROFILAKSIS DAN PENANGANAN TUBERKULOSIS

PENGENDALIAN OPTIMAL PADA MODEL KEMOPROFILAKSIS DAN PENANGANAN TUBERKULOSIS PENGENDALIAN OPTIMAL PADA MODEL KEMOPROFILAKSIS DAN PENANGANAN TUBERKULOSIS Ole: Citra Dewi Ksma P. 106 100 007 Dosen pembimbing: DR. Sbiono, MSc. Latar Belakang PENDAHULUAN Penyakit Tberklosis TB adala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adala penelitian komparasi. Kata komparasi dalam baasa inggris comparation yaitu perbandingan. Makna dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA PROSEDUR AKUNTANSI PENERIMAAN KAS DARI PASIEN UMUM RAWAT INAP YANG MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN MISKIN (SKM) DAN PENGELUARAN KAS UNTUK PEMBAYARAN OBAT PADA RSD dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB III METODE STRATIFIED RANDOM SAMPLING

BAB III METODE STRATIFIED RANDOM SAMPLING BAB III METODE STRATIFIED RADOM SAMPIG 3.1 Pengertian Stratified Random Sampling Dalam bukunya Elementary Sampling Teory, Taro Yamane menuliskan Te process of breaking down te population into rata, selecting

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL EPIDEMIK SIS DETERMINISTIK DENGAN ASUMSI KELAHIRAN DAN KEMATIAN

KESTABILAN MODEL EPIDEMIK SIS DETERMINISTIK DENGAN ASUMSI KELAHIRAN DAN KEMATIAN KESTABILAN MODEL EPIDEMIK SIS DETERMINISTIK DENGAN ASUMSI KELAHIRAN DAN KEMATIAN SKRIPSI Oleh: ERNA MEGAWATI NIM: 11321394 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI

MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI MATEMATIKA TURUNAN FUNGSI lim 0 f ( x ) f( x) KELAS : XI IPA SEMESTER : (DUA) SMA Santa Angela Bandung Taun Pelajaran 04-05 XI IPA Semester Taun Pelajaran 04 05 PENGANTAR : TURUNAN FUNGSI Modul ini kami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue adalah suatu insiden penyakit yang serius dalam kematian di kebanyakan negara yang beriklim tropis dan sub tropis di dunia. Virus dengue

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuantitati dengan desain posttest control group design yakni menempatkan subyek penelitian kedalam

Lebih terperinci

Limit Fungsi. Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Menghitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri

Limit Fungsi. Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Menghitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri 7 Limit Fungsi Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Mengitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri Cobala kamu mengambil kembang gula-kembang gula dalam

Lebih terperinci

Waktu Optimal Dalam Diversifikasi Produksi Sumber Energi Terbarukan dan Tidak Terbarukan dengan Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin

Waktu Optimal Dalam Diversifikasi Produksi Sumber Energi Terbarukan dan Tidak Terbarukan dengan Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No., (03) 337-350 (30-98X Print) Waktu Optimal Dalam Diversifikasi Produksi Sumber Energi Terbarukan dan Tidak Terbarukan dengan Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Zeth Arthur Leleury Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura

Lebih terperinci

KALKULUS. Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah KALKULUS Dosen Pengampu : Ibu Kristina Eva Nuryani, M.Sc. Disusun Oleh :

KALKULUS. Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah KALKULUS Dosen Pengampu : Ibu Kristina Eva Nuryani, M.Sc. Disusun Oleh : KALKULUS Laporan Ini Disusun Untuk Memenui Mata Kulia KALKULUS Dosen Pengampu : Ibu Kristina Eva Nuryani, M.Sc Disusun Ole : 1. Anggit Sutama 14144100107 2. Andi Novantoro 14144100111 3. Diya Elvi Riana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: ELVYN LELYANA ROSI MARANTIKA Dibimbing oleh : 1. Dian Devita Yohanie, M. Pd 2. Ika Santia, M. Pd

JURNAL. Oleh: ELVYN LELYANA ROSI MARANTIKA Dibimbing oleh : 1. Dian Devita Yohanie, M. Pd 2. Ika Santia, M. Pd JURNAL PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN RESPON SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KUMON PADA MATERI PEMBAGIAN BENTUK ALJABAR KELAS VIII SMP NEGERI 8 KOTA KEDIRI PADA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN JUMLAH KREDIT TERHADAP VOLUME PENJUALAN PEDAGANG KECIL DI LKMM MAWAR KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER TAHUN 2012 SKRIPSI Ole NENI PUSPA PRATIWI NIM. 080210391008 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

SOLUSI POSITIF MODEL SIR

SOLUSI POSITIF MODEL SIR Jurnal UJMC, Volume 3, omor 1, Hal. 21-28 piss : 2460-3333 eiss : 2579-907X SOLUSI POSITIF MODEL SIR Awawin Mustana Rohmah 1 1 Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, awawin.emer@gmail.com Abstract Model

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

Penyelesaian Model Matematika Masalah yang Berkaitan dengan Ekstrim Fungsi dan Penafsirannya

Penyelesaian Model Matematika Masalah yang Berkaitan dengan Ekstrim Fungsi dan Penafsirannya . Tentukan nilai maksimum dan minimum pada interval tertutup [, 5] untuk fungsi f(x) x + 9 x. 4. Suatu kolam ikan dipagari kawat berduri, pagar kawat yang tersedia panjangnya 400 m dan kolam berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY TESIS Oleh FERDINAND SINUHAJI 127021034/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI

ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI RIYADLOTUS SHOLICHAH PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: SEIS, masa inkubasi, titik kesetimbangan, pertussis, simulasi. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: SEIS, masa inkubasi, titik kesetimbangan, pertussis, simulasi. iii ABSTRAK Wahyu Setyawan. 2015. MODEL SUSCEPTIBLE EXPOSED INFECTED SUSCEPTIBLE (SEIS). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Model matematika yang menggambarkan pola penyebaran

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS Nur Hamidah 1), Fatmawati 2), Utami Dyah Purwati 3) 1)2)3) Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Kampus

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME- CORONA VIRUS

ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME- CORONA VIRUS ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME- CORONA VIRUS (MERS-CoV) ANTAR WILAYAH INDONESIA (INA) DAN ARAB SAUDI (KSA) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci