TINJAUAN GRUP-GRUP SIMETRI TEORI RELATIVITAS KHUSUS DALAM ALJABAR KUATERNION REAL DAN PENERAPANNYA DALAM STRUKTUR PERSAMAAN DIRAC

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN GRUP-GRUP SIMETRI TEORI RELATIVITAS KHUSUS DALAM ALJABAR KUATERNION REAL DAN PENERAPANNYA DALAM STRUKTUR PERSAMAAN DIRAC"

Transkripsi

1 SKRIPSI TINJAUAN GRUP-GRUP SIMETRI TEORI RELATIVITAS KHUSUS DALAM ALJABAR KUATERNION REAL DAN PENERAPANNYA DALAM STRUKTUR PERSAMAAN DIRAC Latief Rahmawati 01/14738/PA/08613 Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 007

2 SKRIPSI TINJAUAN GRUP-GRUP SIMETRI TEORI RELATIVITAS KHUSUS DALAM ALJABAR KUATERNION REAL DAN PENERAPANNYA DALAM STRUKTUR PERSAMAAN DIRAC Latief Rahmawati 01/14738/PA/08613 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 007

3 SKRIPSI TINJAUAN GRUP-GRUP SIMETRI TEORI RELATIVITAS KHUSUS DALAM ALJABAR KUATERNION REAL DAN PENERAPANNYA DALAM STRUKTUR PERSAMAAN DIRAC Latief Rahmawati 01/14738/PA/08613 Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 17 Juli 007 Tim Penguji Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Pembimbing Dr.Arief Hermanto Penguji I Dra. Yuliasih P, M.Si. Penguji II

4 abbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbc Pada awalnya karya ini disusun di bawah bimbingan mendiang Prof.Drs.Muslim Ph.D (Rahimahullahu). Selama dalam pembimbingan beliau ini, penulis telah menyusun hingga bab 5. Namun sampai beliau wafat, penulis belum sempat mendiskusikan bab 4 dan bab 5 dengan beliau. Penulisan skripsi ini selanjutnya hingga selesai dilanjutkan bersama Dr.rer.nat.Muhammad Farchani Rosyid. Keterangan ini merupakan salah satu wujud penghargaan penulis kepada mendiang Prof.Drs.Muslim Ph.D (Rahimahullahu) atas jasa jasa beliau, khususnya dalam pembimbingan skripsi ini. d e fgggggggggggggggggggggggggggggggggggh ; iii

5 iv abbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbc Karya ini saya persembahkan untuk yang tersayang : Bapak dan Ibu Mas Yusron, mbak Ami dan dd Bening serta Uda Ardhi d e fgggggggggggggggggggggggggggggggggggh

6 abbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbc Ilmu itu ibarat harta karun, dan kunci untuk menggalinya adalah kesediaan untuk bertanya. Karena itu, bertanya kamu sekalian hal-hal yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya dalam proses tanya jawab tersebut akan diberikan pahala oleh Allah pada 4 golongan: orang yang bertanya, orang yang menjawab, orang yang mendengarkan dan orang yang mencintai mereka. (HR. Abu Na im dari Ali bin Abi Thalib) d e fgggggggggggggggggggggggggggggggggggh abbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbc to hear is to forget to see is to remember to do is to understand to elaborate is to be master to communicate is to build self confidence to give experience is the best of all d fgggggggggggggggggggggggggggggggggggh Pak Muslim e v

7 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah mengenalkan kitab- Nya yang diturunkan, lewat lisan Nabi Muhammad saw. utusan-nya. Melalui kitab itu dinyatakan, bahwa Dia adalah Esa dalam Dzat-Nya, tiada sekutu bagi-nya; Maha Tunggal yang tiada misal bagi-nya, wahana bergantungnya makhluk yang tiada tandingan-nya, Maha Dahulu tiada permulaan bagi-nya, Maha Kekal tiada akhir. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah bagi junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam beserta segenap sahabat dan keluarganya serta para pengikutnya yang setia hingga hari kiamat nanti. Alhamdulillah, akhirnya setelah melalui perjalanan yang cukup berliku yang syarat dengan tantangan (hambatan), penulis dengan izin Allah dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis merasa bersyukur kepada Allah atas rahmat-nya memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di jenjang universitas, khususnya program studi fisika. Apa yang telah diperoleh penulis selama berada di bangku perkuliahan jika dibandingkan dengan ilmu fiska yang sudah ada adalah bagaikan setetes air dan lautan luas, dan tahap ini barulah titian awal bagi penulis jika ingin terjun dalam dunia fisika. Kepada Prof.Drs. Muslim Ph.D (Rahimahullahu) penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas teladan yang diberikan, atas segala perhatian, atas waktu dan kesempatan dalam tanya jawab yang diberikan serta kesabaran beliau kepada penulis selama ini. Beliaulah yang mengenalkan fisika dan menanamkan semangat penulis untuk berada dalam lingkungan fisika teori ini. Beliau juga yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dalam pembimbingan skripsi ini bersama beliau penulis sudah menyusun hingga 5 bab selama kurang lebih tahun bahkan setelah gempa melanda keluarga penulis, sehingga berbulan-bulan vi

8 vii penulis tidak aktif dalam penyusunan skripsi ini beliau tetap bersedia membimbing dan menyediakan waktunya. Komunitas fisika teoretik Indonesia amat kehilangan dengan kepergian beliau. Semoga Allah membalas semua amal baik beliau pada penulis dan semoga beliau tenang dan bahagia di alamnya yang sekarang. Kepada Dr.rer.nat. Muhammad Farchani Rosyid penulis juga merasa berterimakasih sekali atas kuliah dan nasehat-nasehat yang beliau sampaikan, untuk mengubah pola pikir penulis dalam mempelajari matematika dan fisika kearah yang lebih maju. Serta kesediannya meluangkan waktu untuk melanjutkan pembimbingan skripsi ini. Kepada Prof. Stefano De Leo di Dipartimento di Fisica Universitá di Lecce, Instituto Nazionale di Fisica Nucleare, sezione di Lecce, Lecce Italy, terimakasih atas kesediannya mengirimkan jurnal-jurnalnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penulis sampaikan. Adalah kedua orang tua penulis, Bapak Muryadi dan ibunda Sutari, yang telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya yang takkan mampu penulis membayarnya meskipun dengan nyawa sekalipun dan memberikan restu sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sebagai bekal perjalanan selanjutnya. Hanya do a tulus yang mampu ananda panjatkan pada Allah, "Ya Allah, kasihilah kedua orang tua hamba sebagaimana mereka telah mengasihi hamba semenjak hamba dalam rahim. Berikanlah perlindungan-mu dalam setiap langkah keduanya dan muliakanlah keduanya di dunia maupun di akhirat. Amin...". Kepada Uda Ardhi, terimakasih telah dengan sabar menemani penulis dalam berbagai macam kondisi dan memberi kasih sayangnya, serta yang telah menjadi guru dan teman diskusi dalam mempelajari topik skripsi ini. Terimakasih juga atas nasehat dan pandangan dalam melihat suatu problema hidup ini. Semoga Allah selalu membimbing kita untuk menempuh hidup yang lebih baik.

9 viii Kepada Mas Yusron, kakakku semata wayang, mba Ami serta dd Bening terimakasih atas segala dukungannya. Penulis bersyukur kepada Allah memiliki keluarga ini. Smoga Allah merahmati kita semua Kepada keluarga dr. Muslim M, terimakasih atas doa restunya dan sambutan manisnya. Semoga Allah selalu membimbing kita. Kepada keluarga Lik Sri, terimakasih atas perhatian dan kesediannya untuk meminjamkan printer hingga terselesaikannya skripsi ini. Juga kepada keluarga besar di Jogomangsan, terimakasih atas perhatian yang diberikan kepada penulis. Kepada Kepada teman-teman di kelompok "underground" mathematical physics, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya kepada penulis. Teruslah bersemangat, agar bendera mathematical physics yang ditancapkan pak Rosyid di UGM tetap berkibar. Kepada teman-teman fisika, Duwi, Maya, Lisa, maupun di F8A Karang Wuni; Endah, Markum, Lilik, Eso, Dian, Anik, Etik, Lindya, Linda dll, terimakasih atas suasana kehangatan dan senyuman manieznya. Kepada Agung dan dd Mittul, terimakasih atas hiburannya dan kesediannya menemani ibu di rumah, belajar ya.. Kepada pihak-pihak lain yang tidak tersebutkan satu-persatu dalam halaman ini yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah selalu membimbing kita semua. Akhirnya, penulis memohon maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam skripsi ini. Semoga di balik kekurangan yang tampak masih ada manfaat bagi kita semua. Yogyakarta, 17 Juli 007 Latief Rahmawati

10 DAFTAR ISI Halaman Judul i Halaman Pengesahan ii Halaman Persembahan iii Halaman Motto v PRAKATA vi INTISARI xii ABSTRACT xiii I PENDAHULUAN 1 I.1 Latar Belakang Masalah I. Perumusan Masalah I.3 Ruang Lingkup Kajian I.4 Tujuan Penelitian I.5 Tinjauan Pustaka I.6 Sistematika Penulisan I.7 Metode Penelitian II TEORI RELATIVITAS KHUSUS 7 II.1 Asas-Asas Teori Relativitas Khusus dan Transformasi Lorentz II. Ruang Minkowski II.3 Grup Lorentz II.4 Grup SL(, C) ix

11 x III DASAR-DASAR ALJABAR KUATERNION 36 III.1 Aljabar Kuaternion Real III.1.1 Aljabar Kuaternion Kompleks IV OPERATOR-OPERATOR KUATERNIONIK 44 IV.1 Operator-Operator R, C, H-Linear Kanan IV. Operasi Konjugasi, Transpose dan Trace V PENYAJIAN TRK MENGGUNAKAN KUATERNION 53 V.1 Grup U(1, H L ) V. Grup SL(1, H L C R ) V.3 Grup Õ(1, HL H R ) dan SO o (1, H L H R ) VI PERSAMAAN DIRAC DAN PENYAJIANNYA DENGAN ALJABAR KU- ATERNION 70 VI.1 Stuktur Persamaan Dirac VI.1.1 Kovariansi Lorentz Persamaan Dirac VI.1. Transformasi Similar antar Wakilan VI.1.3 Wakilan Chiral VI.1.4 Wakilan Standar VI.1.5 Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Partikel Bebas VI. Persamaan Dirac dalam Aljabar Kuaternion VI..1 Wakilan Chiral Kuaternionik VI.. Wakilan Standar Kuaternionik VI.3 Penyelesaian Persamaan Dirac untuk Partikel Bebas VIIPENUTUP 104 VII.1 Kesimpulan

12 xi VII. Saran A PEMBUKTIAN PERSAMAAN 11 I.1 Pembuktian Persamaan Dalam Bab II I. Pembuktian Persamaan Dalam Bab V B Hubungan SU() dan SO(3) 11 II.1 Grup SO(3) II. Grup SU() II.3 Relasi antara Grup SU() dan Grup SO(3)

13 INTISARI TINJAUAN GRUP-GRUP SIMETRI TEORI RELATIVITAS KHUSUS DALAM ALJABAR KUATERNION REAL DAN PENERAPANNYA DALAM STRUKTUR PERSAMAAN DIRAC Oleh : Latief Rahmawati 01/14738/PA/08613 Telah dikaji penerapan aljabar kuaternion real dalam teori relativitas khusus dan struktur persamaan Dirac. Dengan mendefinisikan operator-operator R, C dan H-linear kanan, pembangkit transformasi boost dan rotasi dapat diperoleh sehingga pada gilirannya, dapat di bentuk grup-grup simetri kuaternionik dalam teori relativitas khusus. Grup simetri itu berupa SÕo(1, H L H R ) dan SL(1, H L C R ) yang masing-masing berpadanan dengan grup SO o (3, 1) dan SL(, C). Dipelajari peranan yang dimainkan oleh SL(1, H L H R ) dalam pembahasan persamaan Dirac kuaternionik. Kata kunci : Aljabar kuaternion real, grup simetri, relativitas khusus, persamaan Dirac. xii

14 ABSTRACT CONSIDERATION OF SIMMETRY GROUPS OF THE SPECIAL THEORY OF RELATIVITY IN REAL QUATERNION ALGEBRA AND ITS APPLICATION IN THE STRUCTURES OF DIRAC EQUATION By : Latief Rahmawati 01/14738/PA/08613 The applications of real quaternion algebra in special theory of relativity and the structure of Dirac equation has been studied. By defining right R, C and H-linear operators, generators of boosts and rotations can be constructed and in turn, the symmetry groups of special theory of relativity can be formed. The symmetry group are SÕo(1, H L H R ) and SL(1, H L C R ) which is the counterpart of SO o (3, 1) and SL(, C) in quaternionic versies respectivelly. The role of SL(1, H L H R ) in quaternionic Dirac equation has been studied. Keywords: Real quaternion algebra, symmetry groups, special theory of relativity, Dirac equation. xiii

15 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Teori Relativitas Khusus (TRK) muncul secara utuh dalam makalah Albert Einstein yang berjudul (dalam terjemahan bahasa Inggris) "On the Electrodynamics of Moving Bodies" 1 pada 30 Juni Sebelum Einstein memunculkan makalahnya, beberapa ide yang tercakup dalam TRK pernah disinggung dalam artikel tokoh-tokoh lain. Pada tahun 1904 Poincaré hampir tiba pada gagasan TRK, seperti yang pernah diungkapkannya "...as demanded by the relativity principle the observer cannot know whether he is at rest or in absolute motion.". Dalam makalahnya, Einstein membangun TRK di atas dua asas dan transformasi Lorentz yang diperoleh Einstein melalui caranya sendiri yang sebenarnya telah diungkapkan oleh H.A. Lorentz pada tahun Pada tahun 1908 melalui gagasan Herman Minkowski, 4 TRK menjadi dapat ditelaah secara geometris. Dalam telaah itu ditinjau entitas yang invarian terhadap transformasi Lorentz dalam TRK dan selanjutnya dicari pula grup simetrinya. Untuk mencari entitas yang invarian itu, didefinisikan metrik tak-definit yang kini dikenal dengan nama metrik Minkowski. Grup simetri yang digunakan dalam TRK merupakan suatu subgrup dari grup Lorentz O(3, 1) yang disebut sebagai grup Lorentz proper, orthochronous SO o (3, 1). Dengan berkembangnya penerapan teori grup dalam fisika, grup SL(, C) pun 1 Judul asli dari makalah ini adalah "Zur Elektrodynamik bewegter Körper". Makalah ini diterbitkan dalam jurnal Annalen der Physik, 17, of Special Relativity.org 3 Pada tahun 1887 selama mempelajari efek Doppler, Woldemar Voigt juga menuliskan transformasi yang sama dengan transformasi Lorentz dan tahun 1898 transformasi Lorentz juga dituliskan kembali oleh Joseph Larmor. 4 Seorang guru besar matematika yang pernah mengajari Einstein. 1

16 dapat digunakan untuk menyatakan transformasi Lorentz. Hal ini karena terdapat homomorfisme dari SL(, C) ke SO o (3, 1). Sebagai padanan ruang Minkowski bagi SL(, C) adalah himpunan semua matriks Hermitian (Q). Besaran yang invarian dalam teori ini adalah det X, X Q. Di lain pihak, persamaan Dirac 5 yang menggambarkan partikel berspin 1 relativistik, kovarian terhadap transformasi Lorentz. Dalam kasus ini, ditinjau wakilan transformasi Lorentz di ruang spinor Dirac sebagai pemenuhan asas kovariansi 6 dalam TRK. Salah satu bentuk wakilan transformasi Lorentz yang ada berbentuk matriks 4 4 blok diagonal 7 yang entri masing-masing blok diagonalnya merupakan unsur-unsur dari grup SL(, C). Aljabar kuaternion ditemukan oleh Sir William Rowan Hamilton pada 16 Oktober Hamilton berusaha memperluas medan kompleks untuk menggambarkan rotasi dalam ruang tiga dimensi. Pada awal kemunculannya, aljabar kuternion dianggap memiliki manfaat yang cukup berarti dalam fisika dan selama periode ini Hamilton sempat menulis buku yang berjudul Lecture on Quaternion (1844) yang dipublikasikan tahun 1853 dan Element of Quaternion yang dipublikasikan tahun 1866 setahun setelah kematiannya. Sekitar tahun William Kingdom Clifford memperkenalkan suatu aljabar Geometris yang merupakan perluasan dari aljabarkuaternion. Namun dalam perkembangan selanjutnya, dalam dunia fisika, baik aljabar kuaternion maupun aljabar geometris sedikit memberikan kemajuan dan kurang mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari sangat jarangnya buku teks atau jurnal yang membahas penerapan aljabar kuaternion dalam dunia fisika. Permasalahan yang membuat operasi dalam al- 5 Persamaan ini dirumuskan oleh P.A.M Dirac. 6 Asas kovariansi sering pula disebut sebagai asas relativitas (Friedman,1983). 7 Wakilan ini disebut dengan wakilan chiral. Selain wakilan ini digunakan pula wakilan standar namun tidak berbentuk blok diagonal. Kedua wakilan ini dapat dikaitkan melalui suatu transformasi similar.

17 3 jabar kuaternion berbeda dengan yang lainnya (R ataupun C) adalah sifat tak-komutatifnya. Meskipun perkembangan aljabar kuaternion dalam dunia fisika sempat sepi, beberapa tahun terakhir ini aljabar kuaternion mulai dilirik dan menjadi salah satu topik yang hangat. Atas dasar masih jarangnya penggunaan aljabar kuaternion dalam dunia fisika, maka usaha menyajikan TRK dan struktur persamaan Dirac dengan aljabar kuaternion merupakan usaha pelebaran penggunaan matematika dalam fisika. I. Perumusan Masalah Penerapan aljabar kuaternion dalan TRK akan dipusatkan pada pencarian grupgrup simetri yang berpadanan dengan SO o (3, 1) dan SL(, C) khususnya akan dicari bentuk transformasi boost dan rotasi khusus, pembangkit-pembangkit dan kaitan komutasi pembangkit-pembangkit grup itu. Sedangkan dalam penerapan aljabar kuaternion untuk menampilkan struktur persamaan Dirac, akan dicari bentuk wakilan 8 untuk transformasi Lorentz, swafungnsi bagi operator spin dan operator spin itu dalam versi kuaternionik. I.3 Ruang Lingkup Kajian Kajian skripsi ini dibatasi hanya pada penyajian TRK dalam aljabar kuaternion real. Topik mengenai Presesi Thomas dalam TRK tidak menjadi bagian dalam skripsi ini. Pembahasan grup simetri dalam TRK hanya dibatasi pada grup SO O (3, 1), sehingga tidak membahas sampai pada grup Poincaré. Pembahasan dalam stuktur persamaan Dirac hanya dipusatkan pada pencarian bentuk transformasi Lorentz, operator spin dan swafungsi bagi operator spin itu. Kajian lanjutan terhadap persamaan Dirac dalam dunia fisika partikel tidak dibahas dalam skripsi ini. Kemudian baik 8 Wakilan chiral maupun wakilan standar.

18 4 didalam TRK maupun dalam struktur persamaan Dirac, tidak dibahas mengenai interaksi antara dua partikel maupun antara partikel dengan medan. I.4 Tujuan Penelitian 1. Mencari bentuk metrik Minkowski di TRK dalam penyajian aljabar kuaternion.. Mencari grup simetri yang terkait dengan metrik Minkowski itu. 3. Mencari pembangkit transformasi Lorentz murni (boost) dan rotasi dalam aljabar kuaternion. 4. Mencari kaitan komutasi bagi pembangkit-pembangkit itu. 5. Mencari bentuk eksplisit wakilan transformasi Lorentz di ruang spinor Dirac versi kuaternionik. 6. Mencari operator spin versi kuaternionik. 7. Mencari swafungsi bagi operator spin dalam ruang spinor Dirac versi kuaternionik. I.5 Tinjauan Pustaka Pada tahu 1905 dalam makalahnya yang berjudul "On the Electrodynamics of Moving Bodies Einstein berhasil merumuskan TRK secara utuh walaupun TRK secara langsung bukanlah satu-satunya hal yang melatarbelakangi makalahnya itu. Pada tahun 1908 H. Minkowski dalam makalahnya yang berjudul Space and Time menyajikan TRK melalui tinjauan geometri ruang-waktu yang kini dikenal sebagai ruang Minkowski dan secara geometris menggambarkan konsep-konsep TRK dalam diagram Minkowski.

19 5 Jauh sebelum Einstein menemukan TRK nya, Sir W.R.Hamilton menemukan aljabar kuaternion, tepatnya pada 16 Oktober 1843, yang pada awal kemunculannya diprediksi akan memberikan manfaat dalam dunia fisika. Namun dalam perkembangannya, aljabar kuaternion sempat berhenti dan kurang memberi kemajuan dalam dunia fisika. Setelah sekian lama tenggelam, beberapa tahun terakhir penerapan aljabar kuaternion dalam dunia fisika mulai dikembangkan. Salah satu tokoh yang berkecimpung di bidang ini adalah Stefano de Leo yang pada tahun 1996 mempublikasikan makalahnya yang berjudul Quaternion and Special Relativity. Dalam makalahnya ini Stefano menyajikan TRK dengan menggunakan aljabar kuaternion. Pada tahun 001 Stefano de Leo kembali mempublikasikan makalahnya yang berjudul Quaternionic Lorentz Group And Dirac Equation, makalahnya ini menyajikan grup simetri dalam kuaternion yang berkaitan dengan grup Lorentz dan menyajikan persamaan Dirac versi kuaternion. I.6 Sistematika Penulisan berikut: Skripsi ini ditulis dalam 6 bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah sebagai Pada BAB 1 dikemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai metode pelaksanaan penelitian. BAB menampilkan tinjauan singkat TRK, yang diawali dengan kajian mengenai asas TRK dan transformasi Lorentz, dilanjutkan dengan kajian ruang Minkowski yang menyajikan TRK melalui tinjauan geometri ruang-waktu berdimensi-4 dan menyajikan besaran invarian dalam TRK ( s ). Kemudian dis-

20 6 ajikan grup Lorentz yang melestarikan s. Terakhir disajikan grup SL(, C) sebagai grup yang homomorfis dengan grup Lorentz yang melestarikan nilai determinan matriks Hermitian yang berkaitan dengan s. BAB 3 memaparkan dasar-dasar aljabar kuaternion yang terdiri dari aljabar kuaternion real dan kuaternion kompleks. BAB 4 membahas operator-operator kuaternionik, yang dimulai dari pendefinisian operator kiri dan operator kanan. Selanjutnya dari kedua operator itu dapat dibentuk operator yang linear dari kanan terhadap "lapangan" R (O R ), operator linear dari kanan terhadap lapangan C (O C ) dan operator linear dari kanan terhadap lapangan H (O H ). 9 BAB 5 menyajikan grup-grup simetri versi kuaternion SO o (1, H L H R ) dan SL(1, H L C R ) yang masing-masing berpadanan dengan grup-grup simetri dalam TRK yaitu SO O (3, 1) dan SL(, C). BAB 6 menyajikan tinjauan singkat mengenai struktur persamaan Dirac dan peranan grup SL(1, H L C R ) untuk menyajikan struktur persamaan Dirac versi kuaternion. BAB 7 memberikan kesimpulan dan saran untuk pengembangan kajian. I.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoretis terhadap konsep TRK, struktur persamaan Dirac dan aljabar kuaternion serta penerapan aljabar kuaternion dalam menyajikan TRK dan struktur persamaan Dirac melalui peninjauan grup simetrinya. 9 Telah digunakan istilah yang tidak tepat ketika menyebut H sebagai suatu jenis lapangan karena H tidak memenuhi syarat komutatif untuk suatu lapangan.

21 BAB II TEORI RELATIVITAS KHUSUS II.1 Asas-Asas Teori Relativitas Khusus dan Transformasi Lorentz Teori relativitas khusus (TRK) dimunculkan oleh Einstein pada tahun dibangun di atas dua asas, yaitu 1. Semua kerangka inersial (lembam) sama baiknya untuk merumuskan hukumhukum alam.. Cahaya memiliki kelajuan konstan sebesar c di semua kerangka acuan inersial. Asas yang dituliskan pertama di atas sering disebut sebagai asas relativitas atau asas kovariansi (keseragaman bentuk bagi semua kerangka inersial), sedangkan asas yang dituliskan kedua terkait dengan invariansi kelajuan cahaya. Asas pertama dimaksudkan untuk menegaskan bahwa tidak ada kerangka inersial yang istimewa di dalam TRK. Berbeda dengan elektrodinamika berbasiskan mekanika Newton, di dalam TRK persamaan-persamaan Maxwell berlaku untuk semua kerangka inersial. Asas kedua berimplikasi bahwa kelajuan cahaya tidak bergantung pada kelajuan sumbernya (Friedman,1983). Kerangka acuan dimaksudkan sebagai suatu wadah yang digunakan untuk menentukan sistem koordinat (Breithoupt,001). Pemberian koordinat terhadap suatu peristiwa tidak hanya dikaitkan dengan pelabelan koordinat ruang tempat suatu peri- 1 Sebenarnya, di dalam makalahnya pada tahun itu, Einstein belum menamakannya sebagai teori relativitas khusus. Baik asas relativitas maupun asas yang terkait dengan invariansi laju cahaya memiliki bentuk pernyataan yang beragam dalam berbagai buku mengenai teori relativitas atau teori ruang-waktu. Tetapi tidak semua varian bentuk masing-masing asas itu ekivalen satu dengan yang lainnya. Kajian mengenai varian bentuk masing-masing asas itu tidak termasuk dalam skripsi ini. 7

22 8 stiwa terjadi, melainkan juga dikaitkan dengan pelabelan waktu ketika peristiwa itu terjadi. Pelabelan koordinat ruang bergantung pada pusat koordinat ruang yang dipilih. Sedangkan pelabelan koordinat waktu suatu peristiwa di suatu lokasi diberikan oleh nilai yang ditunjukkan oleh jam yang terletak di sekitar lokasi peristiwa itu terjadi. Jadi dalam suatu kerangka acuan telah tersebar jam dimana-mana. Agar hasil pencatatan waktu oleh jam-jam yang berbeda lokasinya saling terkait, maka jam-jam itu harus saling sinkron satu dengan yang lainnya. Sehingga pemberian koordinat suatu peristiwa dilakukan dengan melabelkan peristiwa itu dengan tiga koordinat ruang (yang bergantung pada pemilihan pusat koordinat) yang terkait dengan posisi peristiwa itu terjadi dan satu koordinat waktu saat peristiwa itu terjadi. Pengamat dalam suatu kerangka diidentikkan dengan suatu himpunan tak berhingga dari jam-jam pencatat yang tersinkronkan satu terhadap lainnya yang terdistribusi di seluruh ruang (Resnick,1968). Kerangka acuan disebut inersial jika benda yang tidak dipengaruhi oleh gaya luar akan teramati tetap diam atau bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap pengamat yang diam di kerangka itu; bergantung pada kondisi awal gerakan benda. Dari sini, kerangka inersial dapat dibedakan secara eksperimen dengan kerangka yang dipercepat terhadap sembarang kerangka inersial. Kajian dalam TRK dibatasi pada penggunaan kerangka-kerangka acuan yang bersifat inersial saja, yaitu kerangka yang di dalamnya berlaku hukum kelembaman (hukum Newton I) yang tetap berlaku dalam teori relativistas. Asas kedua secara langsung berimplikasi bahwa keserentakan (simultaneity) yang diamati dengan menggunakan isyarat cahaya yang berkelajuan mutlak c dalam hampa tidak lagi menjadi sesuatu hal yang mutlak. Dalam mekanika Galileo-Newton, keserentakan merupakan hal yang mutlak, begitu juga dengan selang waktu antara dua buah peristiwa. Dengan adanya asas invariansi kecepatan cahaya ini, selain ke-

23 9 serentakan menjadi tidak mutlak, pengukuran selang waktu dua buah peristiwa juga dapat bergantung pada pengamat (kerangka acuan). Asas relativitas bersama dengan asas invariansi laju cahaya digunakan untuk menurunkan bentuk transformasi yang mengaitkan perpindahan peninjauan berbagai observabel fisika suatu peristiwa antar dua buah kerangka inersial. Dalam penurunan transformasi itu, digunakan asumsi homogenitas dan isotropi ruang-waktu. Homogenitas ruang-waktu memiliki arti bahwa hasil pengukuran panjang dan interval waktu antara dua peristiwa tidak bergantung pada dimana atau kapan interval itu terjadi. Hal ini berarti pula bahwa semua tempat atau lokasi dan saat kapanpun masingmasing memiliki prioritas yang sama dalam pengukuran panjang suatu benda dan pengukuran selang waktu dua buah peristiwa. Secara matematis, homogenitas ruangwaktu berakibat bahwa transformasi yang mengaitkan perpindahan peninjauan suatu peristiwa antara dua buah kerangka harus merupakan transformasi linear. Transformasi linear ini berakibat bahwa semua titik dalam himpunan ruang-waktu dapat digunakan sebagai pusat koordinat (Resnick,1968). Sedangkan isotropi ruang berakibat bahwa ke arah manapun pengukuran di dalam ruang dilakukan, hasil yang diperoleh tidak bergantung pada arah pengukuran itu. Transformasi yang diperoleh dari kedua asas dalam TRK itu beserta asumsi homogenitas ruang-waktu dan isotropi ruang disebut sebagai transformasi Lorentz. 3 Untuk perpindahan peninjauan suatu peristiwa dari suatu kerangka inersial K (t, x, y, z) 4 ke kerangka inersial lain K (t, x, y, z ) yang bergerak relatif terhadap kerangka K sepanjang sumbu x di kerangka K dengan kelajuan sebesar V, diperoleh bentuk 3 Transformasi ini telah dimunculkan oleh H. A. Lorentz sebelum makalah TRK Einstein muncul. Namun demukian, Lorentz menafsirkan transformasi itu secara berbeda dengan tafsiran yang kini dilekatkan pada transformasi itu dalam TRK. 4 Penulisan K(t, x, y, z) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa terhadap kerangka K, peristiwaperistiwa yang teramati akan dicatat lokasinya dengan koordinat (x, y, z) dan waktunya dengan t.

24 10 transformasi Lorentz (khusus) 5 t = x = t V x c, 1 V c x V t, 1 V c (II.1) y = y, z = z. Dalam bentuk umumnya, transformasi Lorentz untuk koordinat waktu menjadi (Muslim,1997) t = Γ(t V r c ), (II.) sedangkan untuk koordinat ruang menjadi (Muslim,1997) r = r ˆn = Γ(r V t) = Γ( r ˆn V t) (II.3) dan r = r, (II.4) dengan r dan r masing-masing merupakan komponen vektor r yang sejajar dan tegak lurus terhadap V. Dalam hal ini tentunya r, r, V dan r terletak dalam satu bidang yang sama. Penggabungan pers.(ii.3) dan (II.4) menghasilkan bentuk r = r + (Γ 1)( r V ) V V Γ V t, (II.5) 5 Kata "khusus" dimaksudkan untuk menandakan bahwa transformasi ini hanya menampilkan bentuk matematis perpindahan peninjauan dari suatu kerangka inersial ke kerangka inersial lain yang bergerak relatif di sepanjang salah satu sumbu koordinat kerangka inersial pertama. Bentuk umum dari transformasi Lorentz menampilkan perpindahan peninjauan dari suatu kerangka inersial ke kerangka inersial lain dengan arah gerak relatifnya terhadap kerangka inersial pertama sembarang.

25 11 dengan komponen-komponen Cartesannya berbentuk x = x + (Γ 1)(n xx + n x n y y + n x n z z) ΓV n x t, y = y + (Γ 1)(n y n z x + n yy + n y n z z) ΓV n y t, (II.6) z = z + (Γ 1)(n z n x x + n z n y y + n zz) ΓV n z t, dengan n x, n y, dan n z merupakan kompenen Cartesan vektor satuan ˆn pada arah V. Pengukuran panjang suatu benda yang rehat di suatu kerangka inersial K dapat dilakukan seperti lazimnya mengukur panjang suatu benda. Dalam hal ini, dapat dilakukan dengan langsung mengukur panjang benda yang rehat itu dengan menggunakan batang pengukur. Jika benda yang akan diukur rehat terhadap suatu kerangka inersial K yang bergerak relatif dengan kecepatan konstan terhadap K, maka pengukuran panjang di kerangka K dilakukan dengan konsep sebagai berikut. Tentukan dua buah titik ujung benda itu pada saat bersamaan menurut jam di kerangka K, kemudian dengan menggunakan batang pengukur, diukur jarak antara kedua titik tadi. Pengukuran di K dengan mengunakan konsep itu akan memberikan nilai seperti yang diperoleh melalui transformasi Lorentz yang terkait dengan perpindahan peninjauan dari K ke K jika koordinat waktu untuk kedua titik ujung benda itu dibuat sama. Jika kerangka K bergerak relatif terhadap K sepanjang sumbu x dengan kecepatan relatif sebesar V, maka nilai pengukuran yang diperoleh dari pengukuran itu akan menunjukkan bahwa panjang dalam arah gerak benda yang diukur oleh kerangka K (dimana benda itu teramati bergerak) akan lebih pendek daripada panjang yang diukur di kerangka K (dimana benda itu rehat), sedangkan panjang dalam arah tegak lurus terhadap gerak benda tidak mengalami perbedaan nilai. Secara umum untuk sembarang arah gerak benda, panjang dalam arah sejajar terhadap arah gerak benda dari suatu benda yang bergerak dengan kecepatan konstan akan lebih pendek daripada ketika sedang dalam keadaan diam. Secara matematis, pemendekannya diberikan

26 1 1 oleh faktor Γ dalam transformasi Lorentz yang terkait. Efek pemendekan 1 V c panjang suatu benda itu dikenal dengan nama kontraksi Lorentz-Fitzgerald. Panjang benda yang diukur di kerangka K (dimana benda itu rehat) disebut sebagai panjang sejati (proper length) dari benda itu. Dengan mengasumsikan bahwa semua besaran panjang dan waktu bernilai real, maka berlaku 0 < V < c sehingga Γ 1. Pengukuran selang waktu antara dua buah peristiwa yang dilakukan oleh berbagai kerangka inersial dengan jam-jam sinkronnya masing-masing tidak akan memberikan hasil yang sama. Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari bentuk transformasi Lorentz. Jika dua buah peristiwa terjadi pada suatu lokasi yang sama menurut suatu kerangka inersial, maka pengukuran selang waktu dengan menggunakan jam yang rehat di kerangka itu dan terletak di lokasi tempat peristiwa itu terjadi disebut sebagai selang waktu sejati (proper time interval). Untuk kerangka inersial lain yang mengamati kedua peristiwa itu tidak terjadi di satu lokasi yang sama, maka pengukuran selang waktu dua peristiwa itu akan lebih besar daripada selang waktu sejati. Efek ini dikenal dengan nama dilatasi waktu (time dilation). Pengamatan selang waktu sejati ( τ) dan selang waktu lainnya ( t) terhadap dua peristiwa yang sama terkait oleh transformasi berikut t = τ. 1 V c (II.7) Dalam pers.(ii.7), V menyatakan besarnya kecepatan relatif kerangka inersial yang mengamati t terhadap kerangka inersial yang memiliki τ. II. Ruang Minkowski Herman Minkowski pada tahun 1908 mempublikasikan karyanya yang berjudul "Space and Time" yang berusaha menyajikan TRK melalui tinjauan geometri ruang-

27 13 waktu yang kini dikenal sebagai ruang Minkowski. Ruang Minkowski merupakan suatu himpunan 6 M yang berunsurkan semua peristiwa di alam ini. Pemberian nilai koordinat (ct, x, y, z) 7 pada suatu peristiwa diidentikkan dengan mengamati peristiwa itu dari suatu kerangka acuan K (t, x, y, z). Perjalanan atau sejarah suatu partikel di alam ini dilukiskan dalam ruang Minkowski M sebagai kurva dengan karakteristik tertentu. Kurva itu nantinya akan disebut sebagai garis dunia (world line). Dari pers.(ii.) dan (II.5), untuk dua buah peristiwa, diperoleh interval waktu t = Γ( t V r c ) (II.8) dan interval ruang r = r + (Γ 1)( r V ) V V Γ V t. (II.9) Kemudian dari pers.(ii.8) dan (II.9) dengan mengalikan c pada kedua sisi pers.(ii.8) dapat diperoleh kaitan berikut (c t ) r = (c t) r, (II.10) atau dalam bentuk uraian komponen-komponen Cartesannya (c t ) ( x ) ( y ) ( z ) = (c t) ( x) ( y) ( z). (II.11) Dari pers.(ii.11) terlihat bahwa bentuk s (c t) x y z yang dinyatakan oleh K dalam (ct, x, y, z) sama dengan yang dinyatakan oleh K dalam 6 Dari tinjauan geometri diferensial, himpunan M ini merupakan manifold yang dilengkapi dengan objek metrik absolut tertentu. Metrik ini dikenal dengan nama metrik Minkowski dan tergolong dalam metrik Lorentzian. 7 Adanya faktor c di sini dimaksudkan untuk memberikan dimensi yang sama antara koordinat kenol dengan koordinat kesatu, kedua dan ketiga.

28 14 (ct, x, y, z ). Karena K dan K sembarang kerangka inersial, maka s merupakan besaran yang invarian terhadap transformasi Lorentz dan ditafsirkan sebagai selang ruang-waktu antara dua peristiwa (Carroll,1997). Dengan menuliskan ct = x 0, x = x 1, y = x, dan z = x 3, (II.1) s dalam sistem koordinat (x 0, x 1, x, x 3 ) dapat diberikan dalam bentuk yang lebih ringkas 8 s = η µν x µ x ν, (II.13) dengan +1 µ = ν = 1,, atau 3 η µν = 1 µ = ν = 0 0 µ ν. (II.14) Obyek-obyek η µν merupakan komponen suatu tensor metrik η tak-definit (indefinite) bersignature (3, 1) yang disebut sebagai (tensor) metrik Minkowski. Bentuk η µν dalam pers.(ii.13) merupakan komponen tensor η dalam sistem koordinat (x 0, x 1, x, x 3 ). Karena telah diasumsikan bahwa partikel bebas (tanpa ada pengaruh dari gaya luar) akan tetap bergerak lurus beraturan jika diamati dari kerangka inersial, maka dari tinjauan geometri diferensial hal ini berarti bahwa manifol ruang Minkowski M dapat diliput (cover) oleh cukup satu sistem koordinat yang membuat komponen- 8 Di sini telah digunakan kesepakatan penjumlahan Einstein untuk indeks berulang. Dua indeks berulang yang masing-masing terletak di atas dan di bawah menandakan indeks tersebut harus dijumlahkan.

29 15 komponen metrik Minkowski bernilai seperti dalam pers.(ii.14). 9 Hal ini juga berarti bahwa pada ruang Minkowski M dapat dibentuk struktur ruang vektor yang diperoleh dari R 4 melalui sistem koordinat itu. Dari sini, peristiwa-peristiwa di ruang Minkowski M dapat dipandang sebagai suatu vektor. Sebenarnya, yang disebut sebagai ruang Minkowski adalah manifold ruang-waktu M yang dilengkapi dengan metrik Minkowski η dan sering dituliskan sebagai (M, η). Untuk selanjutnya dalam skripsi ini, ruang Minkowski akan dituliskan sebagai M. Andaikan (a, b) suatu interval terbuka di R. Suatu lintasan σ di dalam ruang M yang diparameteri oleh t, dengan a < t < b, dituliskan sebagai σ( t). Nilai-nilai koordinat dari lintasan itu menurut (x 0, x 1, x, x 3 ) dituliskan sebagai (x σ)( t) = (x 0 ( t), x 1 ( t), x ( t), x 3 ( t)). (II.15) Turunan/vektor singgung dari (x σ) di titik σ( t) = p diberikan oleh d(x σ)( t) d t ( dx 0 ( t) = p d t, dx1 ( t) d t ), dx ( t), dx3 ( t). (II.16) d t d t Penyematan setiap titik dengan vektor singgungnya di lintasan itu disebut sebagai medan vektor singgung lintasan itu. Jika t = t = x0 c dan lintasan σ menggambarkan garis dunia suatu partikel bermassa, maka vektor singgung di titik p dari lintasan itu, v p d(x σ)(t) dt, p (II.17) disebut sebagai vektor-4 kecepatan koordinat dari lintasan σ di p. Jika v meru- 9 Sistem koordinat ini membuat semua koefisien hubungan/koneksi Levi-Civita lenyap. Sistem koordinat ini akan disebut sebagai sistem koordinat inersial. Terhadap sistem koordinat ini, persamaan geodesik yang menggambarkan persamaan gerak partikel bebas menjadi d x µ dt = 0.

30 16 pakan kecepatan dari partikel itu menurut K(x 0, x 1, x, x 3 ), maka pers.(ii.17) dapat dituliskan dalam bentuk v p = (c, v p ). (II.18) Kemudian jika t = τ, maka u d(x σ)(τ) dτ p (II.19) disebut sebagai vektor-4 swa kecepatan bagi lintasan σ di p. Syarat yang harus dipenuhi oleh garis dunia suatu partikel bermassa adalah nilai turunannya di setiap titik di lintasan itu harus memenuhi η(v p, v p ) = c v p > 0. (II.0) Vektor v p yang demikian disebut sebagai vektor bak-waktu (time-like). Untuk garis dunia cahaya, vektor singgungnya harus memenuhi η(v p, v p ) = c c = 0. (II.1) Vektor v p yang demikian disebut sebagai vektor bak-cahaya (light-like) atau vektor null. Vektor singgung yang memenuhi syarat η(v p, v p ) < 0 (II.) disebut sebagai vektor bak-ruang (space-like). Vektor singgung ini merupakan vektor singgung dari suatu lintasan "partikel" yang pernah berkecepatan melebihi c. Oleh karena itu, dengan adanya faktor Γ dalam transformasi Lorentz, lintasan yang salah satu vektor singgungnya merupakan vektor bak-ruang bukan merupakan lintasan partikel bermassa maupun cahaya.

31 17 Andaikan kerangka K bergerak terhadap K sepanjang sumbu x di K dengan kecepatan relatif sebesar V. Penggambaran (-D) diagram ruang-waktu Minkowski untuk kedua kerangka itu diberikan oleh gambar berikut Gambar II.1: Diagram ruang-waktu Dalam Gb.(II.1), sumbu x dan ct terlihat tidak tegak lurus. Dengan mengatur x 0 = 0 di dalam pers.(ii.1) diperoleh x 0 = βx 1, dengan β = V. Karena c x 0 = 0 merupakan sumbu x 1 di K, maka sumbu x 1 digambarkan oleh garis yang membentuk sudut sebesar φ = tan 1 β < 45 0 terhadap sumbu x 1. Kemudian dengan mengatur x 1 = 0 di dalam pers.(ii.1) diperoleh x 1 = βx 0 yang merupakan sumbu x 0 = ct dari K. Sudut yang dibentuk oleh sumbu x 0 dengan x 0 juga sebesar φ. Karena titik di sumbu x 1 memiliki koordinat kenol ct = 0, maka sumbu x merupakan wilayah keserentakan untuk kerangka K. Kemudian titik di sumbu x 1 memiliki koordinat ke nol ct = 0, maka sumbu x 1 merupakan wilayah keserentakan untuk kerangka K. Titik perpotongan semua sumbu dapat diartikan sebagai peristiwa yang terjadi saat sekarang (t = t = 0) dan berada di pusat koordinat yang sama bagi K dan K. Jika pada titik itu dipancarkan sinar cahaya ke arah sumbu x 1 (positif atau negatif),

32 18 maka garis dunianya harus membentuk sudut sebesar tan 1 ( ct ct ) = tan 1 (1) = 45 0 terhadap sumbu ct. Kemudian karena adanya pembatasan kecepatan untuk partikel bermassa, maka lintasan/garis dunia partikel bermassa yang melintasi titik perpotongan sumbu itu akan selalu berada di dalam wilayah yang dibatasi oleh garis dunia cahaya bagian atas. Wilayah itu disebut sebagai wilayah bak-waktu masa depan. Wilayah yang dibatasai oleh garis dunia cahaya bagian bawah merupakan wilayah yang dapat dilalui oleh partikel bermassa yang (akan) melintas di titik perpotongan sumbu-sumbu. Wilayah ini disebut sebagai wilayah bak-waktu lampau. Untuk sembarang titik di kedua wilayah bak-waktu dapat dihubungkan dengan titik perpotongan sumbu-sumbu oleh suatu garis lurus yang merupakan sumbu x 0 dari suatu kerangka K yang bergerak relatif dengan kecepatan sebesar Ṽ relatif terhadap K sepanjang sumbu x 1. Wilayah di luar wilayah bak-waktu masa depan dan lampau disebut sebagai wilayah bak-ruang. Untuk sembarang titik di dalam wilayah ini dapat dihubungkan dengan titik perpotongan sumbu-sumbu oleh garis lurus yang merupakan sumbu x 1 dari suatu kerangka K yang bergerak relatif dengan kecepatan sebesar V terhadap K sepanjang sumbu x 1. Meskipun berada di dalam wilayah bak-waktu (lampau dan masa depan), tidak semua lintasan yang demikian merupakan garis dunia partikel bermassa. Adanya pembatasan kecepatan untuk partikel bermassa juga memberikan syarat bahwa lintasan itu tidak boleh memiliki vektor singgung yang tergolong vektor bak-ruang. II.3 Grup Lorentz Transformasi antara sistem koordinat inersial x α x α = Λ α βx β + a α, (II.3)

33 19 dengan Λ α β dan a α konstanta, yang memenuhi Λ α γλ β δη αβ = η γδ, (II.4) atau dalam bentuk matriks Λ T ηλ = η, (II.5) melestarikan bentuk s. Transformasi itu disebut sebagai transformasi Lorentz tak-homogen atau transformasi Poincaré dan disimbolkan sebagai g(λ, a). Transformasi yang berbentuk g(λ, 0) Λ disebut sebagai transformasi Lorentz homogen atau singkatnya transformasi Lorentz sedangkan transformasi yang berbentuk g(i, a) T(a) disebut sebagai transformasi translasi. Dari pers.(ii.3), kombinasi dua transformasi Lorentz tak homogen g(λ 1, a 1 ) dan g(λ, a ) dapat dituliskan sebagai g(λ 1, a 1 )g(λ, a ) = g(λ 1 Λ, Λ 1 a + a 1 ). (II.6) Transformasi balikan (invers) dari g(λ, a) berbentuk g(λ 1, Λ 1 a). Dari sini, himpunan semua transformasi Poincaré dapat membentuk grup yang disebut sebagai grup Poincaré, dengan unsur identitas berbentuk g(i, 0) dan aturan perkaliannya diberikan oleh pers.(ii.6). Himpunan semua transformasi Lorentz (homogen) membentuk subgrup dari grup Poincaré dan disebut sebagai grup Lorentz (homogen) yang selanjutnya disebut sebagai grup Lorentz (L). Dalam literatur matematika, grup Lorentz sering disimbolkan sebagai O(3,1). Himpunan semua transformasi translasi membentuk subgrup grup Poincaré dan disebut sebagai grup translasi (T ).

34 0 Dengan menuliskan a 0 x 0 a 1 x 1 g(λ, a) (Λ) µ ν a, x µ x, (II.7) a 3 x dapat diverifikasi dekomposisi transformasi Poincaré g(λ, a) = T(a)Λ. (II.8) Dari sini dapat disimpulkan bahwa grup Poincaré merupakan hasil perkalian antara grup translasi (T ) dan grup Lorentz (L). Andaikan Λ sembarang transformasi Lorentz homogen dan T(a) suatu translasi dalam ruang Minkowski M. Suatu translasi T(a) yang tertransformasi Lorentz (similar) merupakan translasi lainnya, yakni berlaku ΛT(a)Λ 1 = T(Λa). (II.9) Secara umum, dengan menggunakan pers.(ii.8) dan (II.9), berlaku g(λ, a)t(b)g(λ 1, a) = T(Λb). (II.30) Persamaan terakhir yang menunjukkan bahwa grup translasi merupakan subgrup invarian grup Poincaré. Dari pers.(ii.5), diperoleh (det Λ) = 1 sehingga determinan sembarang transformasi Lorentz bernilai +1 atau 1. Transformasi Lorentz berdeterminan +1

35 1 disebut sebagai transformasi Lorentz proper, sedangkan yang berdeterminan 1 disebut sebagai transformasi Lorentz improper. Kumpulan semua transformasi proper membentuk suatu subgrup grup Lorentz. Dari pers.(ii.5) dan pers.(ii.14), dengan memilih γ = δ = 0, diperoleh (Λ 0 0) (Λ 1 0) (Λ 0) (Λ 3 0) = 1. (II.31) Dari sini, (Λ 0 0) 1, sehingga diperoleh Λ atau Λ (II.3) Transformasi Lorentz yang memiliki unsur Λ disebut sebagai transformasi Lorentz orthochronous. Kumpulan semua transformasi Lorentz orthochronous membentuk suatu subgrup dari grup Lorentz. Empat bagian dari grup Lorentz diberikan sebagai berikut (Carmeli,1977): (1) L +: det Λ = 1, Λ Bagian ini memuat unsur identitas grup. Kumpulan semua transformasi Lorentz, proper, orthocronous membentuk suatu subgrup dalam grup Lorentz yang disebut sebagai grup Lorentz orthochronous proper. () L : det Λ = 1, Λ Bagian ini memuat unsur pembalikan ruang S yang menggambarkan pencerminan relatif terhadap cacah gasal sumbu ruang: x 0 = x 0, x 1 = x 1 x = x x 3 = x 3 (3) L : det Λ = 1, Λ Bagian ini memuat pembalikan waktu T yang

36 menggambarkan pencerminan relatif terhadap sumbu waktu: x 0 = x 0, x 1 = x 1, x = x, x 3 = x 3. (4) L +: det Λ = +1, Λ Bagian ini memuat unsur pembalikan sumbu waktu dan pembalikan sumbu ruang ST. Dari empat bagian di atas, L L + L merupakan subgrup grup Lorentz yang akan disebut sebagai grup Lorentz orthochronous, sedangkan L + L + L + merupakan subgrup yang lain dan akan disebut sebagai grup Lorentz proper. Dalam literatur matematika, grup L + sering dituliskan sebagai SO(3, 1) dan grup L + disimbolkan sebagai SO o (3, 1) (Prugove cki, 1995). Setiap transformasi Lorentz improper berbentuk Λ = SΛ 1, dengan Λ 1 merupakan transformasi Lorentz proper. Secara umum matriks Λ memiliki 16 unsur. Dengan adanya pers.(ii.4), yang terdiri dari 10 persamaan pembatasan/kendala, maka dari keenam belas unsur itu hanya ada 6 unsur yang independen. Hal ini menunjukkan bahwa grup Lorentz memiliki 6 parameter sehingga berdimensi 6. Pada gilirannya, keenam parameter itu terdiri dari 3 parameter boost dan 3 parameter rotasi. Dengan menggunakan notasi seperti dalam (II.1), pers.(.1) dapat dituliskan dalam bentuk x 0 = Γ(x 0 βx 1 ) x 1 = Γ(x 1 βx 0 ) x = x (II.33) x 3 = x 3.

37 3 1 dengan Γ = 1 V c dan β = V. Agar pers.(ii.11) berlaku, maka harus dipenuhi c Γ Γ β = 1, (II.34) dengan 1 Γ < dan 0 Γβ <. Pers.(II.34) terpenuhi untuk Γ = cosh(ξ) dan Γβ = sinh(ξ) dengan 0 ξ <. Dari sini, pers.(ii.33) dapat dituliskan dalam bentuk x 0 x 1 x x 3 cosh(ξ) sinh(ξ) 0 0 sinh(ξ) cosh(ξ) 0 0 = x 0 x 1 x x 3 (II.35) atau x = B 1 (ξ) x, (II.36) dengan cosh(ξ) sinh(ξ) 0 0 sinh(ξ) cosh(ξ) 0 0 B 1 (ξ) = V c V c 1 V c V c = 1 V c 1 V c (II.37)

38 4 Matriks-matriks transformasi Lorentz khusus sepanjang sumbu x dan x 3 masingmasing dinyatakan oleh cosh(ξ) 0 sinh(ξ) B (ξ) = = sinh(ξ) 0 cosh(ξ) V c 0 c 1 V c V c c 1 V c V 1 V (II.38) dan cosh(ξ) 0 0 sinh(ξ) B 3 (ξ) = = sinh(ξ) 0 0 cosh(ξ) 1 1 V 0 0 V c c V c 1 V c 1 V c 1 V c. (II.39) Transformasi Lorentz yang mengaitkan perpindahan peninjauan dari suatu kerangka inersial K ke kerangka inersial K yang bergerak dengan kecepatan V relatif terhadap K disebut sebagi transformasi Lorentz murni atau transformasi boost. Oleh karena itu, baik transformasi Lorentz khusus maupun transformasi Lorentz umum keduanya merupakan transformasi boost. Matriks B 1 (ξ), B (ξ) dan B 3 (ξ) pun tergolong transformasi boost. Ketiganya merupakan unsur dari SO o (3, 1). Terhadap nilai-nilai 0 ξ <, baik B 1 (ξ), B (ξ) maupun B 3 (ξ) akan tetap merupakan unsur SO o (3, 1). Sehingga komposisi ketiga matriks itu juga merupakan unsur SO o (3, 1).

39 5 Selain transformasi boost, transformasi rotasi juga melestarikan s. Bentuk matriks transformasi rotasi di sekitar sumbu-i diberikan oleh A i =, 0 R i (θ) i = (1,, 3), (II.40) 0 dengan R i merupakan matriks-matriks rotasi dalam R 3, seperti dalam pers.(b.11), (B.1) dan (B.13). Rotasi dalam ruang Minkowski merupakan perluasan rotasi dalam R 3. Himpunan semua matriks transformasi rotasi membentuk grup dan merupakan subgrup dari SO o (3, 1). Matriks-matriks dalam pers.(ii.37), (II.38) dan (II.39) akan menjadi I 4 jika ξ = 0. Begitu juga dengan matriks-matriks dalam pers.(ii.40) akan menjadi I 4 jika θ = 0. Oleh karena itu, turunan dari masing-masing matriks itu di titik identitas diberikan oleh ˆB 1 = db 1(ξ) dξ ˆB = db (ξ) dξ = ; (II.41) ξ= = ; (II.4) ξ=

40 6 ˆB 3 = db 3(ξ) dξ =, (II.43) ξ= dan  1 = da 1(θ) dθ  = da (θ) dθ  3 = da 3(θ) dθ = ; (II.44) θ= = ; (II.45) θ= =. (II.46) θ= Keenam matriks terakhir akan menjadi basis bagi aljabar Lie bagi grup SO o (3, 1). Keenam matriks itu disebut sebagai pembangkit untuk masing-masing transformasi yang terkait dengannya. Keenam pembangkit itu memenuhi kaitan komutasi berikut [Âi, Âj] = ɛ ijk  k, [ ˆB i, ˆB j ] = ɛ ijk  k, [Âi, ˆB j ] = ɛ ijk ˆBk. (II.47)

41 7 Transformasi boost infinitesimal disajikan oleh Λ(δξ) = I 4 + δξ m ˆBm, m = 1,, 3, (II.48) dengan δξ parameter boost infinitesimal. Transformasi boost berhingga sebesar ξ dinyatakan dalam bentuk Λ(ξ) = e ξm ˆB m, (II.49) yang dapat diperoleh dengan melakukan transformasi boost infinitesimal secara berturutan sebanyak N = ξ m /dξ m kali kearah yang tetap (ke sumbu x m ). Serupa dengan transformasi boost, transformasi rotasi infinitesimal disajikan oleh Λ(δθ) = I 4 + δθ m  m, (II.50) dengan δθ merupakan parameter rotasi infinitesimal. Secara umum, bentuk transformasi rotasi diberikan oleh Λ( θ) = e θmâm. (II.51) Kemudian didefinisikan δθ k jika (k, µ, ν) permutasi genap dari (1,, 3) δθ k jika (k, µ, ν) permutasi ganjil dari (1,, 3) δω µν = δω νµ = 0 jika µ = ν = 0, 1,, 3 (II.5) δξ m jika ν = 0, µ = m = 1,, 3 δξ m jika µ = 0, ν = m = 1,, 3

42 8 dan  k jika (k, µ, ν) permutasi genap dari (1,, 3) Âk jika (k, µ, ν) permutasi ganjil dari (1,, 3) J µν = J νµ 0 jika µ = ν = 0, 1,, 3. (II.53) ˆB m jika ν = 0, µ = m = 1,, 3 ˆB m jika µ = 0, ν = m = 1,, 3 Dengan menggunakan δω µν dan J µν, pers.(ii.48) dan (II.50) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih kompak, yaitu Λ(δω) = I δωµν J µν, µ, ν = 0, 1,, 3. (II.54) Sedangkan pers.(ii.49) dan (II.51) dapat dirangkum dalam bentuk Λ(ω) = e 1 ωµν J µν, µ, ν = 0, 1,, 3. (II.55) Dari sini, δω µν dan J µν masing masing dapat diartikan sebagai rotasi/boost infintesimal dan pembangkit rotasi/boost pada bidang (µ ν). II.4 Grup SL(, C) Ditinjau matriks-matriks kompleks hermitan berbentuk X(x) = x0 + x 3 x 1 ix, x = (x 0, x 1, x, x 3 ) R 4. (II.56) x 1 + ix x 0 x 3

43 9 Matriks-matriks yang demikian memenuhi det X(x) = (x 0 ) (x 1 ) (x ) (x 3 ). (II.57) Himpunan semua matriks kompleks yang berbentuk seperti dalam pers.(ii.56) akan dinyatakan sebagai Q. Untuk setiap A SL(, C) {G GL(, C) det G = 1}, pemetaan A : Q Q yang diberikan oleh X X = AXA (II.58) jelas melestarikan sifat Hermitan matriks X, karena X = (AXA ) = (A ) X A = AXA = X, (II.59) dan det X. Pers.(II.56) juga dapat dinyatakan dalam bentuk X(x) = σ µ x µ, (II.60) dengan σ 0 = I dan σ i (i = 1,, 3) merupakan matriks-matriks Pauli. Matriksmatriks ini memenuhi kaitan-kaitan berikut det σ µ = 1 tr σ i = 0, i = 1,, 3 (II.61) σ 0 σ i = σ i σ 0 = σ i, i = 1,, 3 dan σ i σ j = δ ij + iɛ ijk σ k. (II.6)

44 30 Dengan menggunakan kaitan di atas, komponen untuk vektor x µ dapat diperoleh dari matriks X dengan menggunakan rumus berikut x µ = 1 tr(σ µx). (II.63) Relasi antara M dan Q dalam pers.(ii.60) merupakan isomorfisme. Dari sini, nilai koordinat suatu peristiwa yang teramati oleh suatu kerangka K, selain dapat dinyatakan sebagai x = (x 0, x 1, x, x 3 ), dapat pula disajikan dalam bentuk X(x) = σ µ x µ dengan pemetaan balikannya diberikan oleh pers.(ii.63). Dengan melihat pada pers.(ii.57), (II.60) dan (II.63), hal ini berarti bahwa pemetaan oleh A SL(, C) di Q (II.58) menginduksi suatu transformasi Lorentz. Jika X = σ α x α = AXA, maka x α = 1 tr(σ αx ) = 1 tr(σ αaxa ) (II.64) = 1 tr(σ αaσ β A )x β. Dengan demikian dari sini dapat disimpulkan bahwa A SL(, C) menginduksi Λ yang entrinya diberikan oleh Λ(A) α β = 1 tr(σ αaσ β A ). (II.65)

45 31 Pemetaan dalam pers.(ii.65) bersifat homomorfis, karena berlaku Λ(A 1 ) µ ν Λ(A ) ν ρ = ( ) ( ) 1 1 tr σ µ A 1 σ ν A 1 tr σ ν A σ ρ A ν = 1 (σ tr ν A 1σ ) ( ) 1 µ A 1 tr σ ν A σ ρ A, karena tr(ab) = tr(ba) ν = 1 ( ) ) tr σ ν Ω tr (σ ν Ω, Ω A 4 1σ µ A 1, Ω A σ ρ A = 1 4 ν ν,α,β,γ,δ (σ ν ) αβ Ω βα Ω γδ(σ ν ) δγ = 1 Ξ αβγδ Ω βα Ω 4 γδ, Ξ αβγδ (σ ν ) αβ (σ ν ) δγ α,β,γ,δ ν = 1 ( ) Ω 11 Ω 11 + Ω Ω + Ω 1 Ω 1 + Ω 1 Ω 1 = 1 ) (ΩΩ tr = 1 ) (A tr 1σ µ A 1 A σ ρ A = 1 ( ) tr σ µ A 1 A σ ρ A A 1 = 1 ( ) tr A 1 A σ ρ A A 1σ µ = 1 ( ) tr (A 1 A )σ ρ (A 1 A ) σ µ = Λ(A 1 A ) µ ρ. (II.66) Pada baris keenam dalam pers.(ii.66) di atas telah digunakan kenyataan berikut ini α = β = γ = δ = 1 α = β = γ = δ = Ξ αβγδ = α = γ = 1, β = δ =. (II.67) α = γ =, β = δ = 1 0 yang lainnya Karena A SL(, C) merupakan matriks, maka A SL(, C). Hal ini berakibat pemetaan dalam pers.(ii.65) gagal menjadi isomorfisme karena untuk

46 3 A, A SL(, C) akan memberikan Λ(A) = Λ( A). Jika A = I, maka pers.(ii.65) memberikan Λ(I ) = I 4. (II.68) Pada kenyataannya, peta bayangan proses pemetaan dalam pers.(ii.65) merupakan SO o (3, 1) (Carmeli,1977). Pemetaan itu bersifat -1 dari SL(, C) ke SO o (3, 1). Matriks-matriks kompleks secara umum didefinisikan dengan menggunakan 4 bilangan kompleks atau 8 bilangan real. Tetapi karena fungsi det : GL(n, C) C memberikan dua batasan bagi entri bilangan real dalam SL(, C), maka SL(, C) sebagai subhimpunan dari GL(, C) hanya didefinisikan oleh 6 bilangan real yang bebas. Hal ini menunjukkan bahwa SL(, C) (sebagai grup Lie) berdimensi 6. Oleh karena itu, aljabar Lie dari SL(, C) juga berdimensi 6. Suatu transformasi boost infinitesimal δξ sepanjang sumbu x 1 dapat disajikan oleh x 0 = x 0 δξx 1, x 1 = x 1 δξx 0, x = x, x 3 = x 3. (II.69) Transformasi A SL(, C) yang berkaitan dengan transformasi boost infinitesimal (II.69) dituliskan sebagai A = I + δξˆκ 1, (II.70) dengan ˆκ 1 matriks kompleks sebagai pembangkit boost akan ditentukan kemudian. Dengan memasukkan pers.(ii.69) ke sebelah kiri dari pers X = AXA, yaitu X = σ µ x µ = X δξσ 0 x 1 δξ 1 x 0 (II.71) = X δξ(σ 0 x 1 + σ 1 x 0 )

47 33 dan pers.(ii.70) ke sebelah kanan dari X = AXA, yaitu X = AXA = (I + δξˆκ 1 )X(I + δξˆκ 1) = X + δξˆκ 1 X + δξxˆκ 1 (II.7) = X + δξ(ˆκ 1 X + Xˆκ 1) maka dengan menyamakan pers.(ii.71) dan (II.7), diperoleh σ 0 x 1 σ 1 x 0 = ˆκ 1 X + Xˆκ 1. (II.73) Dari sini dapat disimpulkan bahwa ˆκ 1 harus memenuhi kaitan berikut ini ˆκ 1 σ 0 + σ 0ˆκ 1 = σ 1 ; ˆκ 1 σ 1 + σ 1ˆκ 1 = σ 0 ; ˆκ 1 σ + σ ˆκ 1 = 0; (II.74) ˆκ 1 σ 3 + σ 3ˆκ 1 = 0. Penyelesaian untuk persamaan di atas adalah ˆκ 1 = 1 σ 1. (II.75) Dengan cara yang identik, pembangkit boost sepanjang sumbu x yaitu ˆκ dan sepanjang sumbu x 3 yaitu ˆκ 3 masing-masing diberikan oleh ˆκ = 1 σ dan ˆκ 3 = 1 σ 3. (II.76) Selanjutnya suatu rotasi infinitesimal (δθ) di sekitar sumbu x 1 dinyatakan de-

48 34 ngan x 0 = x 0, x 1 = x 1, x = x δθx 3, x 3 = x 3 + δθx. (II.77) Pembangkit dari rotasi ini di dalam Q akan dinyatakan sebagai ˆλ 1, dan transformasi rotasi infinitesimalnya dinyatakan dengan rumusan berikut A = I + δθˆλ 1. (II.78) Bentuk ˆλ 1 dapat dicari dengan langkah yang sama seperti pada kasus untuk penelusuran pembangkit boost ˆκ i. Dengan memasukkan pers.(ii.77) ke sisi kiri dari persamaan X = AXA, dan pers.(ii.78) ke sisi kanan dari persamaan X = AXA diperoleh σ 3 x σ x 3 = ˆλ 1 X + Xˆλ 1. (II.79) Dari sini dapat disimpulkan bahwa ˆλ 1 harus memenuhi empat persamaan berikut ˆλ 1 σ 0 + σ 0ˆλ 1 = 0, ˆλ 1 σ 1 + σ 1ˆλ 1 = 0, ˆλ 1 σ + σ ˆλ 1 = σ 3, (II.80) ˆλ 1 σ 3 + σ 3ˆλ 1 = σ. Penyelesaian untuk persamaan di atas diberikan oleh ˆλ 1 = i σ 1. (II.81) Dengan cara yang identik, pembangkit rotasi infinitesimal dalam Q di sekitar sumbu

49 35 x dan x 3 masing-masing dinyatakan dengan ˆλ = i σ dan ˆλ3 = i σ 3. (II.8) Dari sifat-sifat matriks Pauli, keenam pembangkit itu jelas saling bebas linear. Oleh karena itu, keenam pembangkit itu dapat digunakan sebagai basis dalam aljabar Lie bagi SL(, C). Keenam pembangkit itu memenuhi kaitan komutasi berikut [ˆλ i, ˆλ j ] = ɛ ijkˆλk, [ˆκ i, ˆκ j ] = ɛ ijkˆλk, [ˆλ i, ˆκ j ] = ɛ ijkˆλk. (II.83) Dari sini, transformasi boost dan rotasi dalam Q dengan menggunakan grup SL(, C) dinyatakan oleh A( ξ + i θ) = e 1 ( ξ+i θ) σ. (II.84)

50 BAB III DASAR-DASAR ALJABAR KUATERNION Kuaternion ditemukan oleh Hamilton pada 16 Okteber Penemuannya ini dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk mengetahui cara mengalikan pasangan 3 bilangan real triplet (a, b, c) sehingga dapat menggambarkan sistem bilangan 3- dimensi, seperti halnya dalam bilangan kompleks yang dapat dinyatakan sebagai pasangan bilangan real (a, b) dapat menggambarkan sistem bilangan -dimensi. Setelah melakukan banyak usaha, akhirnya yang ditemukan oleh Hamilton bukanlah suatu sistem bilangan 3-dimensi melainkan sistem bilangan 4 dimensi yang disebut dengan kuaternion. Sistem bilangan ini dinyatakan dalam 1, i, j, k, dengan i, j, k merupakan bilangan imajinernya, yang memenuhi kaitan berikut i = j = k = 1. (III.1) Konon, rumusan ini datang tiba-tiba ketika Hamilton berjalan bersama istrinya untuk menghadiri pertemuan yang dipimpinnya di Akademi Kerajaan Irlandia di Dublin. Rumusan dasar tersebut ia tulis di atas batu di jembatan Brougham, Dublin. Gambar III.1: Rumusan quaternion yang ditulis oleh Hamilton diatas batu di jembatan Brougham 36

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Menuju Mekanika Kuantum Relativistik Melalui Aljabar Clifford

Menuju Mekanika Kuantum Relativistik Melalui Aljabar Clifford Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Intisari Menuju Mekanika Kuantum Relativistik Melalui Aljabar Clifford Romy

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Reformulasi Asas Kesetaraan dan Asas Kovariansi Umum Dalam Teori Relativitas Umum

Reformulasi Asas Kesetaraan dan Asas Kovariansi Umum Dalam Teori Relativitas Umum Reformulasi Asas Kesetaraan dan Asas Kovariansi Umum Dalam Teori Relativitas Umum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 7 Juni 2013 However, if you do not

Lebih terperinci

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan Rira/10204002 Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies Dalam papernya, Einstein membuka dengan mengemukakan fenomena elektrodinamika Maxwell. Saat diterapkan pada benda-benda

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1 Daftar Isi 1 Mengapa Perlu Belajar Geometri 1 1.1 Daftar Pustaka.................................... 1 2 Ruang Euclid 3 2.1 Geometri Euclid.................................... 8 2.2 Pencerminan dan Transformasi

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com 18 April 2017 Agus Suroso (FTETI-ITB)

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik JURNAL FOURIER Oktober 2012, Vol. 1, No. 2, 89-96 ISSN 2252-763X Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik Joko Purwanto Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SKRIPSI Oleh A.Syaiful Lutfi NIM 081810201005 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n MENGGUNAKAN TEOREMA TONELLI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n MENGGUNAKAN TEOREMA TONELLI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n MENGGUNAKAN TEOREMA TONELLI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana S-1 Oleh : NURWIYATI 0901060149 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

Keterkaitan Grup Spesial Uniter dengan Grup Spesial Ortogonal

Keterkaitan Grup Spesial Uniter dengan Grup Spesial Ortogonal Jurnal Matematika Integratif Volume 12 No. 2, Oktober 2016, pp. 117-124 p-issn:1412-6184, e-issn:2549-903 doi:10.24198/jmi.v12.n2.11928.117-124 Keterkaitan Grup Spesial Uniter dengan Grup Spesial Ortogonal

Lebih terperinci

Materi Aljabar Linear Lanjut

Materi Aljabar Linear Lanjut Materi Aljabar Linear Lanjut TRANSFORMASI LINIER DARI R n KE R m ; GEOMETRI TRANSFORMASI LINIER DARI R 2 KE R 2 Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan oleh : NOVIANA RAHMAWATI A

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan oleh : NOVIANA RAHMAWATI A PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INSTRUKSI LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA (PTK bagi Siswa Kelas VIII Semester Genap di SMP IT Nur Hidayah Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011) SKRIPSI

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER

SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER SKRIPSI Oleh Sudarmadi NIM 061810201112 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 SOLUSI

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL TUGAS AKHIR

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL TUGAS AKHIR PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh :

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 6. RELATIVITAS EINSTEIN... 6.1 Gerak Relatif di Fisika Klasik... 6. Keepatan Cahaya dan Postulat Einstein... 6.3 Delatasi Waktu dan Panjang...5 6.4 Quis 6...11 1 BAB 6. RELATIVITAS

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN ANALITIK PERSAMAAN SPINOR FOTON DENGAN EFEK RELATIVISTIK SKRIPSI KHAIRUL RIZKI

KAJIAN ANALITIK PERSAMAAN SPINOR FOTON DENGAN EFEK RELATIVISTIK SKRIPSI KHAIRUL RIZKI KAJIAN ANALITIK PERSAMAAN SPINOR FOTON DENGAN EFEK RELATIVISTIK SKRIPSI KHAIRUL RIZKI 080801070 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 27/01/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya

PENDAHULUAN 27/01/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya Pertemuan Ke- Nurun Nayiroh, M. Si Sub Pokok Bahasan Pendahuluan Postulat Einstein Ayat-ayat al-qur an tentang Relativitas Relativitas Al-Kindi Konsekuensi Postulat Einstein Momentum & Massa relativistik

Lebih terperinci

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah

SILABUS. tentu. Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat integral. Menyelesaikan masalah SILABUS Nama Sekolah : SMA PGRI 1 AMLAPURA Mata Pelajaran : MATEMATIKA Kelas/Program : XII / IPA Semester : 1 STANDAR KOMPETENSI: 1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah. KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

KOTAKK KEMASAN MELALUI OPERASI GEOMETRI

KOTAKK KEMASAN MELALUI OPERASI GEOMETRI DESAIN KOTAKK KEMASAN MELALUI OPERASI GEOMETRI TESIS Oleh Rahmah Hidana NIM 091820101011 JURUSAN MATEMATIKAA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 DESAIN KOTAK KEMASAN MELALUI

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ruang vektor adalah suatu grup abelian yang dilengkapi dengan operasi pergandaan skalar atas suatu lapangan. Suatu ruang vektor dapat dikawankan dengan ruang

Lebih terperinci

APLIKASI KRIPTOGRAFI HILL CIPHER DENGAN MATRIKS m n

APLIKASI KRIPTOGRAFI HILL CIPHER DENGAN MATRIKS m n 1 APLIKASI KRIPTOGRAFI HILL CIPHER DENGAN MATRIKS m n SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh : LILIS DWI HENDRAWATI 0601060012 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Matematika PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN CONCEPT MAPPING DAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA MENURUT TAKSONOMI BLOOM (Eksperimen Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP N 4 Wonogiri Tahun

Lebih terperinci

QUATERNION DAN APLIKASINYA. Sangadji *

QUATERNION DAN APLIKASINYA. Sangadji * QUATERNION DAN APLIKASINYA Sangadji * ABSTRAK QUATERNION DAN APLIKASINYA.Dalam matematika, quaternion merupakan perluasan dari bilangan-bilangan kompleks yang tidak komutatif, dan diterapkan dalam mekanika

Lebih terperinci

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU SILABUS Mata Pelajaran : Matematika Satuan Pendidikan : SMA Ungguan BPPT Darus Sholah Jember kelas : XII IPA Semester : Ganjil Jumlah Pertemuan : 44 x 35 menit (22 pertemuan) STANDAR 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN 2015 M/1437 H

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN 2015 M/1437 H PENGARUH MEDIA LAGU ANAK-ANAK TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS I MI TAMAN PEMUDA ISLAM (TPI) KERAMAT BANJARMASIN Oleh : ANIS RIDHA WARDATI INSTITUT AGAMA

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI 86 NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi

Lebih terperinci

OPTIMASI RUTE MULTIPLE-TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MELALUI PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN METODE BRANCH AND BOUND

OPTIMASI RUTE MULTIPLE-TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MELALUI PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN METODE BRANCH AND BOUND OPTIMASI RUTE MULTIPLE-TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MELALUI PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN METODE BRANCH AND BOUND SKRIPSI Oleh Eka Poespita Dewi NIM 051810101068 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL JORDAN UNTUK MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE

BENTUK NORMAL JORDAN UNTUK MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE i BENTUK NORMAL JORDAN UNTUK MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Oleh Riyan Emmy Trihastuti 0901060006 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

PENERAPAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI PLAY GROUP ISLAM TERPADU PERMATA HATI NGALIYAN SEMARANG

PENERAPAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI PLAY GROUP ISLAM TERPADU PERMATA HATI NGALIYAN SEMARANG PENERAPAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI PLAY GROUP ISLAM TERPADU PERMATA HATI NGALIYAN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT ALMIZAN

Lebih terperinci

PENGARUH HARGA, PELAYANAN DAN LOKASI TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA TOKO OLI SUMBER REJEKI SUKOHARJO SKRIPSI

PENGARUH HARGA, PELAYANAN DAN LOKASI TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA TOKO OLI SUMBER REJEKI SUKOHARJO SKRIPSI PENGARUH HARGA, PELAYANAN DAN LOKASI TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA TOKO OLI SUMBER REJEKI SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

NILAI INTI KARAKTER ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS CERDAS ISTIMEWA SKRIPSI

NILAI INTI KARAKTER ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS CERDAS ISTIMEWA SKRIPSI NILAI INTI KARAKTER ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS CERDAS ISTIMEWA (Studi Fenomenologi di SMP Negeri 1 Boyolali) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F BAB IV TRANSFORMASI LINEAR 4.. Transformasi Linear Jika V dan W adalah ruang vektor dan F adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka

Lebih terperinci

TRANSFORMASI MOBIUS 1. Sangadji *

TRANSFORMASI MOBIUS 1. Sangadji * Transformasi Mobius (Sangadji) TRANSFORMASI MOBIUS 1 Sangadji * ABSTRAK TRANSFORMASI MOBIUS. Transformasi Mobius atau bilinear, sudah lama dikenal. Topik ini muncul pada beberapa bidang, misalnya pada

Lebih terperinci

DESAIN KARAKTER DAN GAME EDUKASI UNTUK ANAK USIA DINI MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH

DESAIN KARAKTER DAN GAME EDUKASI UNTUK ANAK USIA DINI MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH DESAIN KARAKTER DAN GAME EDUKASI UNTUK ANAK USIA DINI MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang merupakan persimpangan antara fisika matematik, teknik, dan matematika yang kaya akan tema penelitian.pengembangan

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung 12 April 2017 Materi 1 Relativitas, Galileo vs Einstein 2 Relativitas Simultanitas 3 Relativitas Waktu

Lebih terperinci

Bab 1. Teori Relativitas Khusus

Bab 1. Teori Relativitas Khusus Bab. Teori Relatiitas Khusus. PENDAHULUAN Sebuah benda dikatakan:. Bergerak relatif terhadap benda lain jika dalam selang waktu tertentu kedudukan relatif benda tersebut berubah.. Tidak bergerak jika kedudukan

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein

Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein Kelvin Lois Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Email : kelvin_lois@students.itb.ac.id

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI DOOLITTLE TUGAS AKHIR

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI DOOLITTLE TUGAS AKHIR PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR FUZZY KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI DOOLITTLE TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika

Lebih terperinci

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ Jurusan Fisika FMIPA UGM PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami selesaikan.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional)

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) ocsz Pembahasan Soal OSN Guru 2012 OLIMPIADE SAINS NASIONAL KHUSUS GURU MATEMATIKA SMA OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) Disusun oleh: Pak Anang Halaman 2 dari 26 PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE

Lebih terperinci

TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika.

TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika. MATA KULIAH : FISIKA DASAR TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika. POKOK BAHASAN: Pendahuluan Fisika, Pengukuran Dan Pengenalan Vektor

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur di BEI th 2007-2010) SKRIPSI oleh : Nama : Andi Nurmayasari

Lebih terperinci

VEKTOR. Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas. Disusun Oleh : PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

VEKTOR. Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas. Disusun Oleh : PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN VEKTOR Makalah ini ditujukkan untuk Memenuhi Tugas Disusun Oleh : 1. Chrisnaldo noel (12110024) 2. Maria Luciana (12110014) 3. Rahmat Fatoni (121100) PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL

Lebih terperinci

KOSET. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang

KOSET. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang KOSET Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang email:ymcholily@gmail.com April 21, 2013 1 Daftar Isi 1 Tujuan 3 2 Koset 3 3 Sifat-sifat Koset 4 4 Latihan 5 2 1

Lebih terperinci

Matematika Lanjut 1. Sistem Persamaan Linier Transformasi Linier. Matriks Invers. Ruang Vektor Matriks. Determinan. Vektor

Matematika Lanjut 1. Sistem Persamaan Linier Transformasi Linier. Matriks Invers. Ruang Vektor Matriks. Determinan. Vektor Matematika Lanjut 1 Vektor Ruang Vektor Matriks Determinan Matriks Invers Sistem Persamaan Linier Transformasi Linier 1 Dra. D. L. Crispina Pardede, DE. Referensi [1]. Yusuf Yahya, D. Suryadi. H.S., gus

Lebih terperinci

MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR

MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR MENENTUKAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika oleh DEVI SAFITRI 10654004470 FAKULTAS

Lebih terperinci

Grup USp(2n,C) 1. Definisi dan Parameterisasi Grup USp ( 2, C )

Grup USp(2n,C) 1. Definisi dan Parameterisasi Grup USp ( 2, C ) Grup USp(2n,C) Kevin Frankly Samuel Pardede 1 1 Institut Teknologi Bandung Definisi beserta pembuktian sifat grup USp(2n, C) akan diberikan. Untuk kasus n=1, pembuktian bahwa grup USp(2, C) adalah sebuah

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U September 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R 2 dan R 3 September 2015

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor A dan B pada bidang dinyatakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : FARIS SYAIFULLOH NIM

SKRIPSI. Oleh : FARIS SYAIFULLOH NIM PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING DENGAN METODE PEMBELAJARAN EKSPOSITORI PADA POKOK BAHASAN ARITMATIKA SOSIAL DI SMP NEGERI 7 JEMBER SKRIPSI Oleh : FARIS SYAIFULLOH

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 However, if you

Lebih terperinci

Disusun Oleh : DYAH AYU DIANAWATI M SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

Disusun Oleh : DYAH AYU DIANAWATI M SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains PENYELESAIAN PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL SENTRAL ECKART PLUS HULTHEN DENGAN KOMBINASI POTENSIAL HYLLERAAS LIKE TENSOR TERMODIFIKASI PADA SPIN SIMETRI MENGGUNAKAN METODE POLINOMIAL ROMANOVSKI Disusun

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PROGRAM LINEAR YANG MENGGUNAKAN METODE BRANCH & BOUND

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PROGRAM LINEAR YANG MENGGUNAKAN METODE BRANCH & BOUND PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PROGRAM LINEAR YANG MENGGUNAKAN METODE BRANCH & BOUND DENGAN METODE GRAFIK & SIMPLEKS (Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika

Lebih terperinci