UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan Untuk Perkuliahan Minggu ke-1, 2, 3 dan 4 TEORI MODUL (Semester VI3 SKSMMM-327) Oleh: 1. Dr.rer.nat. Indah Emilia Wijayanti, M.Si. 2. Prof. Dr. Sri Wahyuni, M.S. Didanai dengan dana DIPA-UGM (BOPTN) Tahun Anggaran 213 November 213

2 BAB 1 MODUL ATAS RING 1.1. Latar Belakang dan Motivasi Dalam aljabar linear, sudah diketahui bahwa himpunan: { x } 1 R 3 = x 2 x 1, x 2, x 3 R x 3 merupakan grup Abelian terhadap operasi penjumlahan vektor. Selain itu, telah diketahui juga bahwa (R, +,.) merupakan lapangan. Selanjutnya, didefinisikan operasi pergandaan skalar : R R 3 R 3 dengan definisi: α v = α untuk setiap α R dan v = x 1 x 2 x 3 x 1 x 2 x 3 = R 3. αx 1 αx 2 αx 3 R 3 Grup Abelian R 3 terhadap ring R dan operasi pergandaan skalar ternyata memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut: 1. (α 1 + α 2 ) v 1 = α 1 v 1 + α 2 v 1 2. α 1 (v 1 + v 2 ) = α 1 v 1 + α 1 v 2 3. (α 1 α 2 ) v 1 = α 1 (α 2 v 1 ) 4. 1 v 1 = v 1 1

3 2 untuk setiap v 1, v 2 R 3 dan α 1, α 2 R. Dengan demikian, R 3 membentuk ruang vektor atas lapangan R terhadap operasi pergandaan skalar yang didefinisikan di atas. Kemudian, dari lapangan R dapat dibentuk ring matriks berukuran 3 3 atas R, yaitu ( M 3 3 (R), +,. ), dengan: M 3 3 (R) = { x 11 x 12 x 13 x 21 x 22 x 23 x 31 x 32 x 33 } x ij R( i, j = 1, 2, 3). Jelas bahwa ( M 3 3 (R), +,. ) merupakan ring dengan elemen satuan dan bukan merupakan lapangan. Kemudian, didefinisikan operasi pergandaan skalar: : M 3 3 (R) R 3 R 3, dengan definisi A v R 3 untuk setiap A M 3 3 (R) dan v R 3. Lebih lanjut, diperoleh bahwa R 3 terhadap M 3 3 (R) dan R 3 memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut: 1. (A 1 + A 2 ) v 1 = A 1 v 1 + A 2 v 1 2. A 1 (v 1 + v 2 ) = A 1 v 1 + A 1 v 2 3. (A 1 A 2 ) v 1 = A 1 (A 2 v 1 ) 4. I v 1 = v 1 untuk setiap A 1, A 2 M 3 3 (R), v 1, v 2 R 3, dan untuk suatu matriks identitas I M 3 3 (R). Karena M 3 3 (R) bukan merupakan lapangan, maka R 3 tidak membentuk ruang vektor atas M 3 3 (R) terhadap operasi pergandaan skalar yang didefinisikan di atas. Hal inilah yang melatarbelakangi pendefinisian struktur aljabar baru yang disebut modul atas ring.

4 Modul Atas Ring Sebagai Generalisasi Ruang Vektor Atas Lapangan Modal untuk membentuk modul adalah: a). Grup Abelian (M, +). b). Ring dengan elemen satuan (R, +, ). c). Operasi : R M M dengan definisi (r, m) = r m, untuk setiap r R dan m M. Pengertian modul atas ring dibedakan menjadi dua, yaitu modul kiri dan modul kanan. Berikut diberikan definisi dari modul kiri dan modul kanan atas suatu ring. Definisi Diberikan grup Abelian (M, +) dan ring R dengan elemen satuan. 1. M disebut modul kiri atas ring R jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:

5 4 a). (r 1 + r 2 ) m 1 = r 1 m 1 + r 2 m 1 b). r 1 (m 1 + m 2 ) = r 1 m 1 + r 1 m 2 c). (r 1 r 2 ) m 1 = r 1 (r 2 m 1 ) d). 1 m 1 = m 1 untuk setiap r 1, r 2 R dan m 1, m 2 M. 2. M disebut modul kanan atas ring R jika memenuhi aksiomaaksioma sebagai berikut: (a) (r 1 + r 2 ) m 1 = r 1 m 1 + r 2 m 1 (b) r 1 (m 1 + m 2 ) = r 1 m 1 + r 1 m 2 (c) (r 1 r 2 ) m 1 = r 2 (r 1 m 1 ) (d) 1 m 1 = m 1 untuk setiap r 1, r 2 R dan m 1, m 2 M. 3. M disebut modul atas ring R jika M merupakan modul kiri sekaligus modul kanan. Untuk lebih memperjelas definisi modul atas ring, berikut diberikan beberapa contoh modul atas suatu ring. Contoh Diberikan ring R sebarang. Grup Abelian R n merupakan modul kiri sekaligus modul kanan atas ring R terhadap operasi pergandaan skalar: a(b 1, b 2,..., b n ) = (ab 1, ab 2,..., ab n ) dan (b 1, b 2,..., b n )a = (b 1 a, b 2 a,..., b n a), untuk setiap a R dan (b 1, b 2,..., b n ) R n.

6 5 Contoh Diberikan ring R sebarang dan ideal I di R. Ring faktor R I merupakan modul kiri sekaligus modul kanana atas ring R terhadap operasi pergandaan skalar: dan R R I R I (a, b + I) ab + I R I R R I (b + I, a) ba + I, untuk setiap a R dan b + I R I. Contoh Apabila diberikan ring R sebarang, maka ideal kiri I di R merupakan modul kiri atas ring R dan ideal kanan J di R merupakan modul kanan atas ring R terhadap operasi perkalian ring R. Selanjutnya, jika diberikan suatu ring dengan elemen satuan maka ring tersebut dapat dipandang sebagai modul atas dirinya sendiri. Kemudian, jika kita mempunyai grup Abelian (G, +) apakah selalu tedapat suatu ring R sehingga G merupakan modul atas R? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, misalkan diberikan suatu grup Abelian (G, +) dan elemen g G. Misalkan n adalah suatu bilangan bulat sebarang, maka diperoleh: Jika n >, maka n.g = g + g g. }{{} n suku Jika n =, maka n.g =. Jika n <, maka n.g = ( g) + ( g) ( g). }{{} n suku

7 6 Dengan demikian, setiap grup Abelian (G, +) merupakan modul atas bilangan bulat Z terhadap operasi pergandaan skalar: untuk setiap n Z dan g G.. : Z G G (n, g) n.g Contoh Grup Abelian (Z[X], +) merupakan modul atas ring Z. Begitu halnya dengan grup Abelian (Z n, +) dengan n 2 juga merupakan modul atas ring Z. Setiap ruang vektor merupakan modul atas lapangan. Oleh karena itu perlu diselidiki sifat apa saja pada ruang vektor yang berlaku atau tidak berlaku pada modul. Misalkan diberikan ruang vektor V atas lapangan F. Diberikan α F dan v V dengan αv = tetapi α. Pada ruang vektor, karena F merupakan lapangan maka terdapat α 1 sehingga memenuhi α 1 αv = 1v = v =. Namun, dalam modul sifat ini tidaklah berlaku. Selanjutnya, misalkan diberikan V ruang vektor atas lapangan F. Dari lapangan F, kita dapat membentuk ring dengan elemen satuan F [X] = {p(x) = n } a i x i ai F, i = 1, 2,.., n. Kemudian muncul i= pertanyaan, apakah dapat didefinisikan suatu operasi pergandaan skalar antara elemen di F [X] dengan elemen di V sedemikian hingga V membentuk modul atas F [X]? Ternyata hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan suatu transformasi linear T. Sebelumnya, diperhatikan bahwa jika T merupakan transformasi linear dari ruang vektor V ke V, maka akan dapat ditunjukkan bahwa T n = T} T {{ T... T} juga merupakan transformasi linear. Kemudian, n suku didefinisikan T = I dengan I merupakan suatu transformasi linear identitas dari ruang vektor V ke V. Misalnya diberikan T suatu transformasi linear dan p(x) F X dengan p(x) = a + a 1 x a n x n, maka diperoleh: p(t ) = a I + a 1 T a n T n.

8 7 Lebih lanjut, dapat ditunjukkan bahwa p(t ) juga merupakan suatu transformasi linear dari ruang vektor V ke V. Dengan demikian, dapat didefinisikan operasi pergandaan skalar sebagai berikut: : F [X] V V (p(x), v) p(x) v = p(t )v untuk setiap p(x) F [X] dan v V. Lebih lanjut, dapat ditunjukkan bahwa ruang vektor V dapat membentuk suatu modul atas ring F [X] melalui suatu transformasi linear T : V V terhadap operasi pergandaan skalar yang didefinisikan di atas.

9 8 Contoh Misalkan diberikan ruang vektor V = R 3 atas lapangan F = R. Didefinisikan transformasi linear T : R 3 R 3 dengan ( x ) y x definisi T y =, untuk setiap y R 3. Dapat ditunjukkan bahwa R 3 merupakan modul atas ring R[X] melalui transformasi linear T terhadap operasi pergandaan skalar sebagai berikut: p(x)v = p(t )v = (a I + a 1 T a n T n )(v) x y = a y + a 1 + a 2 = = a x + a 1 y + a 2 a y + a 1 a a a 1 a 2 a a 1 a x y untuk setiap p(x) R[X] dan v R a n Contoh Misalkan diberikan ruang vektor V = R 3 atas lapangan F = R. Didefinisikan transformasi linear T : R 3 R 3 dengan ( x ) x definisi T y =, untuk setiap y R 3. Dapat ditunjukkan bahwa R 3 merupakan modul atas ring R[X] melalui trans-

10 9 formasi linear T terhadap operasi pergandaan skalar sebagai berikut: p(x)v = p(t )v = (a I + a 1 T a n T n )(v) x = a y + a 1 + a 2 = = a x + a 1 a y a a a 1 a a x y untuk setiap p(x) R[X] dan v R a n 1.3. Submodul Diberikan R merupakan ring dengan elemen satuan dan M merupakan suatu modul atas R. Suatu himpunan tak kosong S M disebut submodul dari M jika S merupakan subgrup dari M terhadap operasi penjumlahan serta S juga merupakan modul atas R terhadap operasi pergandaan skalar yang sama dengan yang berlaku pada M. Dengan kata lain, S merupakan submodul dalam M jika: 1). (S, +) merupakan grup Abelian terhadap operasi +, yaitu S merupakan subgrup di (M, +). 2). ( r R)( s S) r s S. Untuk memudahkan menentukan suatu himpunan merupakan submodul, muncul teorema sebagai berikut ini.

11 1 Teorema Diberikan modul M atas ring R dan himpunan tak kosong S M. S merupakan submodul di M jika dan hanya jika memenuhi sifat: 1. ( s 1, s 2 S) s 1 s 2 S. 2. ( r R)( s S) r s S). Contoh Pada Z sebagai Z-modul, himpunan nz dengan n N merupakan submodul dari Z. Contoh Diberikan modul R 3 atas ring R. Himpunan S R 3 dengan S = {(a, b, ) a, b R} merupakan submodul di R 3, karena apabila diambil sebarang (a, b, ), (x, y, ) S dan r R, maka diperoleh: (a, b, ) (x, y, ) = (a x, b y, ) S dan r(a, b, ) = (ra, rb, ) S. Misalkan M merupakan modul atas R dan S 1, S 2 merupakan submodul dari M. Didefinisikan jumlahan dari submodul S 1 dan S 2 adalah

12 11 himpunan S 1 +S 2 = {x+y x S 1 dan y S 2 }. Seperti halnya pada grup, pada modul dapat ditunjukkan bahwa irisan dan jumlahan dari dua submodul juga membentuk submodul. Lemma Diberikan modul M atas ring R. Jika S 1 dan S 2 merupakan submodul di M, maka: 1. S 1 S 2 merupakan submodul di M. 2. S 1 + S 2 merupakan submodul di M. Bukti. 1. Jelas bahwa S 1 S 2 bukan merupakan himpunan kosong, karena S 1 dan S 2 masing-masing merupakan submodul di M. Diambil sebarang r R dan a, b S 1 S 2, maka a, b S 1 dan a, b S 2. Karena S 1 dan S 2 merupakan submodul di M maka memenuhi a b S 1 dan a b S 2. Akibatnya, diperoleh a b S 1 S 2. Karena S 1 dan S 2 merupakan submodul di M maka memenuhi ra S 1 dan ra S 2. Dari sini berakibar ra S 1 S 2. Jadi terbukti bahwa S 1 S 2 merupakan submodul di M. 2. Jelas bahwa S 1 + S 2 bukan merupakan himpunan kosong, karena S 1 dan S 2 masing-masing merupakan submodul di M. Diambil sebarang r R dan a + b, x + y S 1 + S 2. Karena S 1 dan S 2 merupakan submodul di M maka memenuhi a x S 1 dan b y S 2. Akibatnya, diperoleh (a+b) (x+y) = (a x)+(b y) S 1 + S 2. Selanjutnya, karena S 1 dan S 2 merupakan submodul di M maka memenuhi ra S 1 dan rb S 2. Akibatnya, diperoleh r(a + b) = ra + rb S 1 + S 2. Jadi, terbukti bahwa S 1 + S 2 merupakan submodul di M. Berdasarkan lemma tersebut, dapat digeneralisasi bahwa irisan serta jumlahan tak hingga banyak submodul juga membentuk submodul.

13 12 Lemma Diberikan modul M atas ring R. Jika S α merupakan submodul di M untuk setiap α Λ, maka: α Λ α Λ S α merupakan submodul di M. S α merupakan submodul di M Submodul Yang Dibangun Oleh Suatu Himpunan Jika diberikan M modul atas R dan himpunan X M, maka X bisa merupakan submodul di M atau X bukan merupakan submodul di M. Jika X bukan merupakan submodul di M, ternyata bisa dibentuk submodul yang memuat X yakni minimal adalah modul M itu sendiri. Namun, modul M merupakan submodul terbesar dan submodul yang trivial. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana mencari submodul terkecil yang memuat X. Berikut diberikan langkah-langkah mencari submodul terkecil yang memuat X. a). Dikumpulkan semua submodul yang memuat X. Kemudian dibentuk himpunan: S X = {S i S i submodul dan X S i } = {M, S 1, S 2,...} b). Dibentuk irisan dari semua submodul di dalam S X, yaitu: S i = M S 1 S 2... S i S X Berdasarkan Lemma diperoleh bahwa S i merupakan S i S X submodul di M. Karena X S i S i untuk setiap S i S i S X S X, maka diperoleh bahwa S i merupakan submodul terkecil S i S X yang memuat X.

14 13 Selanjutnya, muncul pertanyaan bagaimanakah bentuk elemenelemen di dalam S i? Dimisalkan X = {x 1, x 2,..., x l }. S i S X Jelas elemen-elemen dari X berada di S i, karena X S i S X S i. Dengan demikian, diperoleh x 1, x 2,..., x l S i. S i S X S i S X Mengingat S i submodul atas R, maka untuk setiap r i R S i S X diperoleh r i x i juga berada di S i. Oleh karena itu, untuk S i S X setiap r i R dan x i X diperoleh r i x i S i. S i S X Mengingat S i submodul dan r i x i S i, maka diperoleh l r i x i juga termuat di dalam S i. S i S X S i S X i=1 S i S X Dengan demikian, diperoleh untuk setiap r i R dan x i X memenuhi l r i x i S i. i=1 S i S X Jika semua bentuk l r i x i dengan r i R dan x i X dikumpulkan i=1 menjadi satu, yakni dalam himpunan X = { l r i x i r i R dan x i i=1 X}, maka akan diperoleh suatu teorema sebagai berikut. Teorema Diberikan modul M atas ring R serta himpunan X M. Jika S X = {S i S i submodul dan X S i }, maka diperoleh S i S X S i = X. Dari sini, diperoleh bahwa submodul terkecil yang memuat X tidak lain merupakan himpunan semua kombinasi linear dari elemenelemen di dalam X, dinotasikan dengan X. Jelas bahwa X M. Jika X = M, maka munculah definisi modul yang dibangun oleh suatu himpunan sebagai berikut.

15 14 Definisi Diberikan modul M atas ring R dan himpunan X M. Jika X = M, maka M disebut modul yang dibangun oleh X. Untuk memperjelas berikut diberikan contoh submodul yang dibangun oleh suatu himpunan. Contoh Diberikan Z sebagai Z-modul dan himpunan bagian X = {2, 4, 6} di Z. Karena submodul di Z berbentuk nz untuk suatu n N, maka submodul-submodul dari Z yang memuat himpunan X adalah submodul 2Z dan Z sendiri. Akibatnya, diperoleh submodul yang dibangun oleh X adalah submodul 2Z Z = 2Z. Lebih lanjut, jika diberikan modul M atas ring R serta submodul S 1 dan S 2 di M maka S 1 S 2 belum tentu membentuk submodul di M. Dapat ditunjukkan bahwa S 1 S 2 = S 1 + S 2, sehingga S 1 + S 2 merupakan submodul terkecil yang memuat S 1 S 2. Dari pendefinisian modul yang dibangun oleh suatu himpunan, berikut diberikan definisi modul siklik. Definisi Diberikan modul M atas ring R dan elemen a M. Jika a = M, maka M disebut modul siklik. Contoh Modul Z sebagai Z-modul merupakan modul siklik karena Z = Jumlah Langsung Jika diberikan modul M atas ring R serta submodul S 1 dan S 2 di M, maka jelas bahwa S 1 +S 2 M tetapi belum tentu berlaku S 1 +S 2 = M. Selain itu, diketahui juga bahwa {} S 1 S 2 tetapi belum tentu S 1 S 2 = {}. Hal inilah yang mengantarkan kita untuk mendefinisikan jumlah langsung suatu modul. Jika S 1 dan S 2 merupakan submodul-submodul di M dengan sifat S 1 +S 2 = M dan S 1 S 2 = {}, maka modul M disebut sebagai jumlah

16 15 langsung (direct sum) dari S 1 dan S 2 dan biasa dinotasikan dengan M = S 1 S 2. Adapun kelebihan M = S 1 S 2 adalah untuk setiap m M terdapat dengan tunggal s 1 S 1 dan s 2 S 2 sedemikian hingga memenuhi m = s 1 + s 2. Secara umum, jika S 1, S 2,..., S k masing-masing merupakan submodul di M, maka M disebut jumlah langsung dari S 1, S 2,..., S k (dinotasikan dengan M = S 1 S 2... S k ) jika: a). M = S 1 + S S k b). S i ( j i S j ) = {}, untuk setiap i = 1, 2,..., k. Selanjutnya, kelebihan M = S 1 S 2... S k adalah untuk setiap m M terdapat dengan tunggal s i S i sedemikian hingga memenuhi m = k s i. i=1 Dari pendefinisian jumlah langsung suatu modul, berikut diberikan definisi dari submodul komplemen beserta contohnya. Definisi Diberikan modul M atas ring R dan submodul K di M. Submodul K disebut komplemen pada M jika dan hanya jika terdapat submodul H di M sehingga memenuhi K H = M. Contoh Pada Z 6Z sebagai modul faktor atas dirinya sendiri, submodul K = { + 6Z, 2 + Z, 4 + Z} merupakan komplemen pada Z 6Z, karena terdapat submodul H = { + 6Z, 3 + 6Z} sehingga: K + H = Z 6Z Akibatnya, diperoleh K H = Z 6Z. dan K H = { + 6Z} Modul Faktor

17 16 Modal dalam pembentukan modul faktor adalah modul M atas ring R dan submodul S di M. Mengingat S merupakan submodul di M maka (S, +) merupakan subgrup di dalam grup Abelian (M, +). Berarti S merupakan subgrup normal di M. Oleh karena itu, terbentuk grup faktor ( M S, +) yang juga merupakan grup Abelian. Selanjutnya, muncul pertanyaan apakah dapat dibentuk operasi : R M S M S sedemikian hingga M S juga merupakan modul atas ring R. Diambil sebarang r R dan m = m + S M S, maka diperoleh: r m = r (m + S) = rm + S = rm M S

18 17 Dapat ditunjukkan bahwa operasi di atas well-defined dan M S merupakan R-modul yang selanjutnya disebut dengan modul faktor dari submodul S di M. Berikut diberikan beberapa contoh modul faktor. Contoh Diberikan Z sebagai Z-modul dan submodul 6Z di Z. Dapat dibentuk grup faktor Z 6Z = {+6Z, 1+6Z, 2+6Z, 3+6Z, 4+ 6Z, 5 + 6Z}. Jelas bahwa grup faktor Z 6Z merupakan grup Abelian. Dapat ditunjukkan bahwa grup Abelian Z 6Z merupakan modul atas Z terhadap operasi pergandaan skalar r(a + 6Z) = (ra) + 6Z, untuk setiap r Z dan a + 6Z Z 6Z. Lebih lanjut, grup Abelian Z 6Z disebut modul faktor dari submodul 6Z di Z. Contoh Diberikan ring R dan R-modul R[X]. Jika P merupakan himpunan polinomial di R[X] dengan bentuk konstan nol, maka P jelas merupakan submodul di R[X]. Setiap elemen di dalam modul faktor R[X] P dapat dinyatakan dengan (a + a 1 X + a 2 X a n X n ) + P. Namun, karena a 1 X + a 2 X a n X n P maka setiap elemen di dalam modul faktor R[X] P dinyatakan dengan a + P dengan a R. Selanjutnya, operasi penjumlahan dan pergandaan skalar di dalam R[X] P dinyatakan sebagai berikut: (a + P ) + (b + P ) = (a + b) + P dan r(a + P ) = ra + P untuk setiap r R dan a + P, b + P R[X] P Latihan Soal

19 18 (1). Tunjukkan bahwa grup Abelian (R 3, +) merupakan modul kiri atas ring matriks ( M 3 3 (R), +,. ) terhadap operasi pergandaan skalar: : M 3 3 (R) R 3 R 3 (A, v) A v untuk setiap A M 3 3 (R) dan v R 3! (2). Tunjukkan bahwa grup Abelian (R 3, +) dengan { ( R 3 ) } = x1 x 2 x 3 x 1, x 2, x 3 R merupakan modul kanan atas ring matriks ( M 3 3 (R), +,. ) terhadap operasi pergandaan skalar: : M 3 3 (R) R 3 R 3 (A, v) v A untuk setiap A M 3 3 (R) dan v R 3! (3). Tunjukkan bahwa grup Abelian (M m n, +) merupakan modul kiri atas ring M m m serta merupakan modul kanan atas ring M n n! (4). Diberikan R-modul M, m M, dan r R. Buktikan bahwa r =, m =, dan (rm) = ( r)m = r( m)! (5). Diberikan M merupakan modul atas ring R serta submodul S 1 dan S 2 di M. Tunjukkan bahwa: a). S 1 S 2 belum tentu merupakan submodul di M! b). S 1 + S 2 = S 1 S 2! (6). Buktikan Lemma 1.3.5! (7). Diberikan R-modul M serta submodul A, B, C di M. a). Buktikan bahwa A + B = {a + b a A, b B} merupakan submodul di M!

20 19 b). Jika A C, buktikan bahwa A + (B C) = (A + B) C! (8). Diberikan R-modul M dan a M. Buktikan bahwa himpunan T = {ra + na r R, n Z} merupakan submodul di M! (9). Diberikan modul M atas ring R dan ideal I di R. Buktikan bahwa himpunan: { n } IM = a i m i n N, a i I, m i M i=1 merupakan submodul di M! (1). Diberikan modul M atas ring R. Jika N merupakan ( submodul ) di M dan I merupakan ideal di R, buktikan bahwa I M N = (IM + N) N! (11). Buktikan bahwa jika M merupakan R-modul yang dibangun secara hingga dan N submodul di M, maka modul faktor M N juga dibangun secara hingga! (12). Diberikan Z sebagai Z-modul. a). Tunjukkan 6Z merupakan submodul di Z! b). Deskripsikan elemen-elemen di dalam modul faktor Z 6Z atas ring Z! c). Berikan salah satu submodul S di dalam Z 6Z atas Z yang tidak trivial! d). Deskripsikan modul faktor (Z6Z) S sebagai modul atas Z untuk S pada soal c) di atas!

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN III MODUL BEBAS, PENGENOL, DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN II HOMOMORPHISMA MODUL Direncanakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai teori grup. 2.1 Grup Dalam struktur aljabar, himpunan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif);

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif); II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi Grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang grup, ring, dan modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. 2.1 Ring Sebelum didefinisikan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika yang dikembangkan untuk menunjang pemahaman mengenai struktur bilangan. Struktur atau sistem aljabar

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 1 10 KARAKTERISASI DAERAH DEDEKIND Elvinus R. Persulessy 1, Novita Dahoklory 1, Jurusan Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan II. LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Untuk lebih mudah memahami, akan diberikan beberapa contoh. Berikut ini

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN : Dzikrullah Akbar 1), Sri Wahyuni 2)

PROSIDING ISBN : Dzikrullah Akbar 1), Sri Wahyuni 2) Modul Strongly Supplemented A 6 Dzikrullah Akbar 1), Sri Wahyuni 2) 1) Mahasiswa S2 Matematika Jurusan Matematika FMIPA UGM Email : dzikoebar@yahoo.com 2) Dosen PS S2 Matematika Jurusan Matematika FMIPA

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Modul adalah generalisasi dari ruang vektor yaitu dengan memperluas struktur lapangan pada ruang vektor menjadi ring yang strukturnya lebih umum. Dengan kata

Lebih terperinci

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh

RUANG FAKTOR. Oleh : Muhammad Kukuh Muhammad Kukuh, Ruang RUANG FAKTOR Oleh : Muhammad Kukuh Abstraksi Pada struktur aljabar dikenal istilah grup faktor yaitu Jika grup dan N Subgrup normal G, maka grup faktor dengan operasi Apabila G ruang

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup BAB 3 DASAR DASAR GRUP Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

IDEAL DAN SIFAT-SIFATNYA

IDEAL DAN SIFAT-SIFATNYA IDEAL DAN SIFAT-SIFATNYA Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stuktur Aljabar II Oleh: Kelompok VI/kelas A 1 Diah Ajeng Titisari (08144100009) Frendy Try Andyasmoko (08144100041) Herna Purwanti (08144100083)

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI

DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN INTISARI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 3 (2013), hal. 183-190 DIAGONALISASI MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF DENGAN ELEMEN SATUAN Fidiah Kinanti, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani

Lebih terperinci

Buku 1: RPKPS (Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester)

Buku 1: RPKPS (Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester) UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MIPA, JURUSAN MATEMATIKA, PS S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematiika, Yogyakarta - 55281 Buku 1: RPKPS (Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester)

Lebih terperinci

Syarat Perlu Dan Cukup Subaljabar Merupakan Ideal di Dalam Aljabar BCI

Syarat Perlu Dan Cukup Subaljabar Merupakan Ideal di Dalam Aljabar BCI Syarat Perlu Dan Cukup Subaljabar Merupakan Ideal di Dalam Aljabar BCI 1, 2 Yeni Susanti1, Sri Wahyuni 2 Jurusan Matematika FMIPA UGM Abstrak : Di dalam tulisan ini dibahas syarat perlu dan syarat cukup

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR 1. Winita Sulandari FMIPA UNS

STRUKTUR ALJABAR 1. Winita Sulandari FMIPA UNS STRUKTUR ALJABAR 1 Winita Sulandari FMIPA UNS Pengantar Struktur Aljabar Sistem Matematika terdiri dari Satu atau beberapa himpunan Satu atau beberapa operasi yg bekerja pada himpunan di atas Operasi-operasi

Lebih terperinci

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Handout MK Aljabar Abstract PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Disusun oleh : Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc, Ph.D e-mail: antoniuscp.ilkom@unej.ac.id Staf Pengajar Pada Program Studi Sistem

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi + 5 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Struktur Aljabar Struktur aljabar adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan matematika yang mempelajari tentang himpunan (sets), proposisi, kuantor, relasi, fungsi, bilangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini dipaparkan dasar-dasar yang akan digunakan pada bagian pembahasan dari skripsi ini. Tinjauan yang dilakukan dengan memaparkan definisi mengenai himpunan fuzzy, struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi tersebut adalah modul. Untuk membahas pengertian tentang suatu modul harus dimengerti lebih

Lebih terperinci

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan 1. GRUP Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan pasangan elemen ( ab, ) pada G, yang memenuhi dua kondisi berikut: 1. Setiap pasangan elemen

Lebih terperinci

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 1 (2013), hal. 63 70. RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF Eka Wulan Ramadhani, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani INTISARI Rank dari matriks

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017 Indah Emilia Wijayanti Departemen Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275

NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275 NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA Suryoto 1, Bambang Irawanto 2, Nikken Prima Puspita 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 5275 1 suryoto_math@undip.ac.id

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

HUBUNGAN DAERAH DEDEKIND DENGAN GELANGGANG HNP

HUBUNGAN DAERAH DEDEKIND DENGAN GELANGGANG HNP HUBUNGAN DAERAH DEDEKIND DENGAN GELANGGANG HNP TEDUH WULANDARI Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelanggang, Lapangan, dan Ruang Vektor Suatu himpunan tak kosong R disebut gelanggang jika di dalam R didefinisikan dua operasi, masing-masing dinotasikan dengan + dan., sedemikian

Lebih terperinci

SUBGRUP NORMAL. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang

SUBGRUP NORMAL. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang SUBGRUP NORMAL Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang email:ymcholily@gmail.com May 4, 2013 1 Daftar Isi 1 Tujuan 3 2 Subgrup Normal 3 3 Sifat-sifat Subgrup

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN

RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN RINGKASAN SKRIPSI MODUL PERKALIAN SAMSUL ARIFIN 04/177414/PA/09899 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM YOGYAKARTA 2008 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar

Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Keberlakuan Teorema pada Beberapa Struktur Aljabar Mashuri, Kristina Wijayanti, Rahayu Budhiati Veronica, Isnarto Jurusan Matenmatika FMIPA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jelas. Ada tiga cara untuk menyatakan himpunan, yaitu: a. dengan mendaftar anggota-anggotanya;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jelas. Ada tiga cara untuk menyatakan himpunan, yaitu: a. dengan mendaftar anggota-anggotanya; BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Himpunan 1. Pengertian Himpunan Himpunan merupakan konsep mendasar yang terdapat dalam ilmu matematika. Himpunan adalah kumpulan obyek yang didefinisikan secara jelas. Ada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ruang vektor adalah suatu grup abelian yang dilengkapi dengan operasi pergandaan skalar atas suatu lapangan. Suatu ruang vektor dapat dikawankan dengan ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aljabar abstrak merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika. Aljabar abstrak merupakan sistem matematika yang terdiri dari suatu himpunan yang dilengkapi oleh

Lebih terperinci

Modul Perkalian. Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281

Modul Perkalian. Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281 Modul Perkalian Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 5528 Abstrak Di dalam teori modul terdapat modul khusus yang disebut modul perkalian (multiplication modules). Misalnya

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017 ISSN 2301-9115 GRAF TOTAL SUATU MODUL BERDASARKAN SUBMODUL SINGULER Dian Ambarsari (S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya Kode Makalah M-1 Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya K a r y a t i Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: yatiuny@yahoo.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR DASAR SMARANDACHE NEAR-RING Identification of Basic Structure on Smarandache Near-Ring

IDENTIFIKASI STRUKTUR DASAR SMARANDACHE NEAR-RING Identification of Basic Structure on Smarandache Near-Ring Jurnal Barekeng Vol. 7 No. 2 Hal. 41 46 (2013) IDENTIFIKASI STRUKTUR DASAR SMARANDACHE NEAR-RING Identification of Basic Structure on Smarandache Near-Ring YOHANA YUNET BAKARBESSY 1, HENRY W. M. PATTY

Lebih terperinci

SYARAT PERLU DAN CUKUP SUBMODUL TERKOMPLEMEN. Sri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM. Abstrak

SYARAT PERLU DAN CUKUP SUBMODUL TERKOMPLEMEN. Sri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM. Abstrak JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 1, 8-13, April 2002, IN : 1410-8518 YARAT PERLU DAN CUKUP UBMODUL TERKOMPLEMEN ri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM Abstrak Dipresentasikan syarat perlu dan

Lebih terperinci

Teorema Jacobson Density

Teorema Jacobson Density Teorema Jacobson Density Budi Santoso 1, Fitriani 2, Ahmad Faisol 3 Jurusan Matematika FMIPA, Unila, Bandar Lampung, Indonesia 1,2,3 E-mail: budi.klik@gmail.com Abstrak. Misalkan adalah ring (tidak harus

Lebih terperinci

MODUL ATAS RING MATRIKS ( ) Arindia Dwi Kurnia Universitas Jenderal Soedirman Ari Wardayani Universitas Jenderal Soedirman

MODUL ATAS RING MATRIKS ( ) Arindia Dwi Kurnia Universitas Jenderal Soedirman Ari Wardayani Universitas Jenderal Soedirman Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 MODUL ATAS RING MATRIKS Arindia Dwi Kurnia Universitas Jenderal Soedirman arindiadwikurnia@gmail.com Ari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada keseluruhan tulisan ini, ring yang digunakan merupakan ring komutatif dengan elemen satuan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada keseluruhan tulisan ini, ring yang digunakan merupakan ring komutatif dengan elemen satuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada keseluruhan tulisan ini, ring yang digunakan merupakan ring komutatif dengan elemen satuan. Modul merupakan perumuman struktur ruang vektor dengan memperlemah

Lebih terperinci

Antonius C. Prihandoko

Antonius C. Prihandoko Antonius C. Prihandoko Didanai oleh Proyek DIA-BERMUTU 2009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember Prakata Puji syukur ke hadirat

Lebih terperinci

Setiap Modul merupakan Submodul dari Suatu Modul Bersih

Setiap Modul merupakan Submodul dari Suatu Modul Bersih Jurnal Matematika Integrati ISSN 4-684 Volume No, April 05, pp 65-74 Setiap Modul merupakan Submodul dari Suatu Modul Bersih Kartika Sari, Indah Emilia Wijayanti ) Jurusan Matematika,Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah 3. 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand

Aljabar Linier. Kuliah 3. 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand Aljabar Linier Kuliah 3 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand 1 Materi Kuliah 3 Jumlah Langsung, Hasilkali Langsung Himpunan Pembangun (Spans) dan Bebas Linier 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand 2

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari Grup Permutasi dan Grup Siklis Winita Sulandari Grup Permutasi Suatu Permutasi dari suatu himpunan berhingga S yang tidak kosong, dinyatakan sebagai suatu pemetaan bijektif dari himpunan S pada dirinya

Lebih terperinci

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 6 RING (GELANGGANG) Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat suatu Ring, Integral Domain dan Field Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori tentang subhimpunan fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Zadeh pada tahun 1965. Hal ini menginspirasi banyak peneliti lain untuk melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tulisan ini diasumsikan semua ring merupakan ring komutatif dengan elemen satuan, kecuali jika diberikan suatu pernyataan lain. Diberikan ring R dan P

Lebih terperinci

untuk setiap x sehingga f g

untuk setiap x sehingga f g Jadi ( f ( f ) bernilai nol untuk setiap x, sehingga ( f ( f ) fungsi nol atau ( f ( f ) Aksioma 5 Ambil f, g F, R, ( f g )( f g ( g( g( ( f g)( Karena ( f g )( ( f g)( untuk setiap x sehingga f g Aksioma

Lebih terperinci

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Rio Yohanes 1, Nora Hariadi 2, Kiki Ariyanti Sugeng 3 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia rio.yohanes@sci.ui.ac.id,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu II KONSEP DASAR GRUP Suatu cabang matematika yang mempelajari struktur aljabar dinamakan aljabar abstrak abstract algebra Sistem aljabar algebraic system terdiri dari suatu himpunan obyek satu atau lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis

I. PENDAHULUAN. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis 1 I. PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang dan Masalah Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu, dengan batas waktu sekitar tahun

Lebih terperinci

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif

A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif A 10 Diagonalisasi Matriks Atas Ring Komutatif Joko Harianto 1, Puguh Wahyu Prasetyo 2, Vika Yugi Kurniawan 3, Sri Wahyuni 4 1 Mahasiswa S2 Matematika FMIPA UGM, 2 Mahasiswa S2 Matematika FMIPA UGM, 3

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif.

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif. STRUKTUR ALJABAR SEMIGRUP Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif. Contoh 1 (Z, +) merupakan sebuah semigrup. Contoh 2 Misalkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017 KARAKTERISASI MODUL TIDAK TERDEKOMPOSISI ATAS DAERAH DEDEKIND

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017 KARAKTERISASI MODUL TIDAK TERDEKOMPOSISI ATAS DAERAH DEDEKIND LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017 KARAKTERISASI MODUL TIDAK TERDEKOMPOSISI ATAS DAERAH DEDEKIND Nomor DIPA : DIPA BLU: DIPA-025.04.2.423812/2016 Tanggal : 7 Desember 2017 Satker : (423812)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

Saman Abdurrahman. Universitas Lambung Mangkurat,

Saman Abdurrahman. Universitas Lambung Mangkurat, Saman Abdurrahman Universitas Lambung Mangkurat, samunlam@gmail.com Abstrak. Dalam tulisan ini akan dibahas dua permasalahan, yaitu jumlah antara ideal fuzzy dari near-ring, dan jumlah antara ideal normal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI. Latar Belakang Berawal dari definisi grup periodik yaitu misalkan grup, jika terdapat unsur (nonidentitas)

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI. Latar Belakang Berawal dari definisi grup periodik yaitu misalkan grup, jika terdapat unsur (nonidentitas) I PENDAHULUAN Latar Belakang Berawal dari definisi grup periodik yaitu misalkan grup, jika terdapat unsur (nonidentitas) di sehingga., maka disebut grup periodik dan disebut periode dari. Serta fakta bahwa

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran Dan Terapannya

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran Dan Terapannya Tulisan ini telah dipresentasikan pada dipresentasikan dalam Seminar Nasional Alabar, Pengaaran Dan Terapannya dengan tema Kontribusi Alabar dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Penelitian dan Pembelaaran

Lebih terperinci

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011 0 KATA PENGANTAR Aljabar abstrak

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama)

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama) Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama) Supama Jurusan Matematika, FMIPA UGM Yogyakarta 55281, INDONESIA Email:maspomo@yahoo.com, supama@ugm.ac.id (Pertemuan Minggu I) Outline 1 Pendahuluan 2 Pengertian

Lebih terperinci

TUGAS GEOMETRI TRANSFORMASI GRUP

TUGAS GEOMETRI TRANSFORMASI GRUP TUGAS GEOMETRI TRANSFORMASI GRUP KELOMPOK 8 1. I WAYAN AGUS PUTRAWAN (2008.V.1.0093) 2. I KADEK DWIJAYAPUTRA (2008.V.1.0094) 3. I KETUT DIARTA (2008.V.1.0123) 4. AGUS EKA SURYA KENCANA (2008.V.1.0043)

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya

STRUKTUR ALJABAR 1. Kristiana Wijaya STRUKTUR ALJABAR 1 Kristiana Wijaya i ii Daftar Isi Judul Daftar Isi i iii 1 Himpunan 1 2 Partisi dan Relasi Ekuivalen 3 3 Grup 6 4 Koset Dan Teorema Lagrange, Homomorphisma Grup Dan Grup Faktor 11 Indeks

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung proses penelitian. 2.1 Teori Grup Definisi 2.1.1 Operasi Biner Suatu operasi biner pada suatu himpunan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field. Hal ini dimulai dengan memberikan pengertian dari group

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis sebagai landasan teori dalam penelitian ini yaitu teori bilangan, bilangan bulat modulo?, struktur aljabar dan masalah logaritma

Lebih terperinci

SIFAT ARMENDARIZ P A D A BEBERAPA RING GRUP

SIFAT ARMENDARIZ P A D A BEBERAPA RING GRUP SIFAT ARMENDARIZ P A D A BEBERAPA RING GRUP oleh : Mulvi Ludiana (1) Cece Kustiawan (2) Sumanang Muhtar Gozali (2) ABSTRAK Dari suatu ring dan grup, dapat dikonstruksi suatu ring baru yang disebut ring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pengelompokan aljabar ring, lapangan merupakan kejadian sangat khusus dari ring karena tidak hanya memiliki invers penjumlahan tetapi juga invers perkalian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas anugrah yang diberikan sehingga penulisan Buku Diktat yang dilengkapi dengan Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) dan

Lebih terperinci

Diagonalisasi Matriks Segitiga Atas Ring komutatif Dengan Elemen Satuan

Diagonalisasi Matriks Segitiga Atas Ring komutatif Dengan Elemen Satuan Diagonalisasi Matriks Segitiga Atas Ring komutatif Dengan Elemen Satuan Fitri Aryani 1, Rahmadani 2 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suska Riau e-mail: khodijah_fitri@uin-suskaacid Abstrak

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Modul Tersuplemen lemah (Weakly Supplemented Module)

Beberapa Sifat Modul Tersuplemen lemah (Weakly Supplemented Module) Beberapa Sifat Modul Tersuplemen lemah (Weakly Supplemented Module) A 4 Didi Febrian 1, Sri Wahyuni 2 1 Mahasiswa S2 Jurusan Matematika Fakultas MIPA UGM, Dosen Univ. Dian Nusantara Medan email : febrian.didi@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI

MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. (17), hal 7 34. MATRIKS BENTUK KANONIK RASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN PEMBAGI ELEMENTER Ardiansyah, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Pada

Lebih terperinci