I::: 1: J mempunyai persamaan karakteristik sebagai - - x,, matriks berukuran nxn.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I::: 1: J mempunyai persamaan karakteristik sebagai - - x,, matriks berukuran nxn."

Transkripsi

1 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Linear Mandiri Perhatikan sistem persamaan diferensial (SPD) berikut ini: 11. LANDASAN TEOR n "',, dengan fungsi ~(x) mempunyai sifat X = h (xi (tb... >X.(f)) lim,,, cp(x) = 0. Bentuk Mx disebut pelinearan i 2 = f2 (11 (11,...,.,,()) dari (4). (1) [Tu, dengan fi, fi,..., sebagai fungsi dari X (), x2 (t);.., x,, (), yang kontinu, bernilai real, dan mempunyai turunan parsial kontinu disebut sistem persamaan diferensial mandiri, karena perubahan x dan y dinyatakan sebagai fungsi dari x dan y sendiri yang tidak mengandung t secara eksplisit. Sistem persamaan diferensial mandiri dapat dinyatakan dalam bentuk matriks berikut: x=ax (2)., dengan x = 11,..=!, danaadalab x,, matriks berukuran nxn. x,, [Hasibuan, Definisi: (Titik Tetap) Sisteln persamaan diferensial (1) dapat ditulis dalam bentuk : i = f(x) (3) dengan f fungsi yang terturunkan. ~itikx' dengan f(') x = 0 disebut titik hitis atau titik tetap. [Tu, Pelinearan Dengan menggunakan perluasan Taylor pada suatu titik tetap x', maka diperoleh persamaan berikut : k = Mx + cp(x), (4) dengan M inatriks Jacobi, yaitu M E D f (x') E D f (x)f.". 2.3 Vektor Eigen dan Nilai Eigen Misalkan A matriks berukuran nxn, maka suatu vektor taknol X di R" disebut vekror eigen dari A, jika untuk suatu skalar h, yang disebut nilai eigen dari A, berlaku: Ax= M. Vektor X disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen h. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran nxn maka persamaan AX = LY dapat dituliskan kembali sebagai berikut: AX=AX~(A-X)=O Persamaan terakhir akan mempunyai solusi tak-no1 jika dan banya jika : det (A-hl) = /A-A4 = 0 (5) Persamaan (5) disebut persamaan karakreristik dari A. [Anton, H., Bentuk Kanonik Jordan Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial dua dimensi untuk A = ::: - - 1: J mempunyai persamaan karakteristik sebagai berikut : C(h) =det(a -X) = h2-yh+6 =0 dengan y = all + a2, dan S = det (A) - all a22-a Nilai eigen yang diperoleh dari persamaan karakteristik di atas adalah: (6) Misalkan matriks real Pzx2 mempunyai balikan sehingga P.'AP = J, dengan J adalah salah satu dari matriks dalam bentuk kanonik Jordan : dengan h, hl, h2, a, dan p ;c 0 bilangan real

2 Dalam penjelasan selanjutnya, bentuk kanonik Jordan (i), (ii) dan (iii) akan disebut Jordanl, Jordan2, dan Jordan3. Bentuk Jordan1 adalah kasus untuk dua nilai eigen real yang berbeda (X # h2). Bentuk Jordan2 adalah kasus untuk dua nilai eigen yang sama yaitu: hl = h2= h = 1, dengan y'= Bentuk Jordan3 adalah kasus untuk nilai eigen kompleks yaitu hl,,= a + ip, dengan a = -, Y dan 2, 3 46-y 2 7, a dan (3 keduanya bernilai real 2 dengan P > 0. J adalah matriks simetrik dengan elemen diagonalnya adalah bagian real dari nilai eigen dan elemen yang bukan diagonal adalah bagian imajiner dari nilai eigen. [Tu, Kestabilan Titik Tetap Analisis Kestabilan Titik Tetap Analisis kestabilan titik tetap berdasarkan nilai eigen dilakukan dengan cara menganalisis nilai eigen tersebut. Perhatikan nilai eigen pada persamaan (6). Ada beberapa kasus untuk menganalisis kestabilan titik tetap, tergantung pada nilai y2-46. KASUS 1 (y2-46)> 0 Nilai eigen yang diperoleh adalah real dan berbeda (hl =L hz), dengan bentuk kanonik Jordan i =[hl 1. O Solusi umum yang diperoleh 0 h2 adalah : A? r x(t)= C, v, ca1' +C2 v2 " (7) dengan Al dan A, adalah nilai eigen dari matriks Jacobi, v, dan v2 berturut-turut adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen. Pada kasus ini kestabilan titik tetap mempunyai 3 sifat yaitu:. Bila kedua nilai eigennya negatif (hl < 0 dan h2 < 0), maka diperoleh nilai y < 0 dan 6 > 0. Dari solusi (7) diperoleh bahwa jika t mendekati takhingga maka x mendekati no1 sehingga titik tetap bersifat stabil. 2. Bila semua nilai eigennya bernilai positif (h, > 0 dan h2 > 0), maka diperoleh nilai y > 0 dan 6 > 0. Dari solusi (7) diperoleh bahwa jika 1 mendekati takhingga maka x mendekati takhingga. Hal ini menunjukkan bahwa x(t) merupakan titik tetap bersifat 3. Bila nilai eigennya berlainan tanda (misalkan A, < 0 < h2 ), maka diperoleh nilai 7 < 0 dan 6 < 0. Dari solusi (7) diperoleli bahwa jika 1 mendekati takhingga maka x(t) mendekati takhingga, sehingga lintasan kurva membentuk suatu asimtot pada bidang v, dan 12. Titik tetap ini bersifat titik sadel dan bersifat titik KASUS2 (y2-46)=0 Nilai eigen yang diperoleh nilai eigen real ganda (&= h2= h), dengan bentuk kanonik Jordan J =[h ]. Bentuk solusi umumnya adalah: 0 A x(t) = (c, +c2 1) 2' (8) Pada kasus ini kestabilan titik tetap mempunyai 2 sifat, antara lain: 1. Bila kedua nilai eigen negatif (i., < 0 dan h2 < 0). Dari solusi (8) diperoleh bahwa jika r mendekati takhingga maka x(l) menuju nol, sehingga titik tetap bersifat stabil. 2. Bila nilai eigen bernilai positif (i., > 0 dan 2.1 > 0). Dari solusi (8) diperoleh bahwa jika mendekati takhingga maka x(r) menuju takhingga sehingga titik tetap tersebut bersifat KASUS 3 (y2-46)< 0 Pada kasus ini nilai eigen!. yang diperoleh adalah nilai eigen kompleks dengan bentuk - - kanonik Jordan J = Misalhn nilai eigen yang diperoleh adalah = a + ip (a # 0, p # O), dengan a dan P adalah bilangan real dan p > 0. Sistem yang mempunyai nilai eigen a + ip dapat dilambangkan dengan x, dengan.? = [: 1 $=[-; Patau dalarn bentuk skalar adalah: Dalam bentuk koordinat polar, xl dan x? dapat dinyatakan dalam bentuk x, = r cos (8) dan x, = r sin (8), dengan r dan 8 hngsi dari f, dan

3 menghasilkan Dengan menurunkan (10) terhadap waktu t akan diperoleh : Kemudian jika persamaan (9) disubstitusikan ke dalam persamaan (12) maka diperoleh: Dengan menurunkan (1 1) terhadap t, maka akan diperoleh: Bentuk x12sec2(8) dapat diperoleh dari persamaan (10) dan (11) yang menghasilkan x12sec2(@)= r2. Kemudian dengan lnensubstitusikan persamaan (9) dan x2sec2 ( )= r2 ke dalam persamaan (14) maka diperoleh: Solusi di atas mempunyai beberapa kasus yang hergantung pada nilai a dan 0 seperti pada persamaan (13) dan (15) yaitu: a. a<o Jika a < 0 maka r(f) pada persamaan (13) berkurang pada saat t bertambah. Jika 0 > 0 pada persamaan (15) akan berkurang, pada saat t semakin hesar, sehingga arali gerak orbit akan hergerak searah jamm jam lnenuju titik tetap. Jika p < 0 maka arah gerak orbit berlawanan dengan arab jarum jam menuju titik tetap. Dalam ha1 ini titik tetap merupakan titik tetap bersifat spiral srabil. b. azo Jika a > 0 maka r(t) pada persamaan (13) akan bertamhah pada saat t semakin besar. Jika p > 0 maka B(t) pada persamaan (15) akan berkurang, pada saat t semakin besar. sehingga arah gerak orbit akan bergerak searah jamm jam menjauhi titik tetap. Jika P < 0 maka arah gerak orbit akan bergerak berlawanan dengan arah jarum jam menjauhi titik tetap. Titik tetap tersehut hersifat spiral fakrfabil. c. a=o Jika a = 0 maka r(f) pada persamaan (13) tidak berubah sepanjang waktu. Jika P < 0 maka (!) pada persamaan (15) akan naik, dan jika p > 0 maka e(t) akan turun. Karena r(t) tetap maka gerak orbit membentuk suatu lingkaran dengan titik tetap sebagai pusat. Titik tetzp tersehut bersifat slabil nefral Perilaltu Titik Tetap Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan hahwa kestabilan titik tetap mempunyai 3 perilaku, yaitu:. Stahil jika: a. Setiap nilai eigen real adalah negatif (A;< 0 untuk semua ]. h. Setiap komponen real nilai eigen kompleks adalah takpositif, (Re (A, ) < 0 untuk semua ]. 2. Takstabil jika: a. Setiap nilai eigen real adalah positif (Ai> 0 untuk semua ]. b. Setiap komponen real nilai eigen kompleks adalah positif, (Re (A, ) > 0 untuk semua ]. 3. Sadel jika: Perkalian dua buah nilai eigen real sembarang adalah negatif (A; A, < 0, untuk i dan j sembarang). Titik tetap sadel ini bersifat Bentuk Umum Kestabilan Bentuk ulnum kestabilan di sekitar titik tetap herdasarkan perilaku orbit di sekitarnya, dibedakan berdasarkan dua tipe nilai eigen, nilai eigen real dan nilai eigen kompleks. Bentuk umum kestabilan untuk tipe nilai eigen real adalah: 1. Jika setiap orbit mendekati titik tetap, maka titik tetap itu disebut titik tetap stabil. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 1.a.

4 2. Jika setiap orbit bergerak menjauhi titik tetap, maka titik tetap itu disebut titik tetap Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 1.b. 3. Jika ada orbit yang bergerak mendekati dan ada orbit yang menjauhi titik tetap, maka titik tetap itu disebut titik pelana (sadel). Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 1.c. Bentuk umum kestabilan untuk tipe nilai eigen kompleks adalah: 1. Jika setiap orbit mendekati titik tetap secara spiral, maka titik tetap tersebut merupakan titik tetap spiral stabil. Tipe ini ditunjukkan ole11 Gambar 2.a. 2. Jika setiap orbit ~nenjauhi titik tetap secara spiral, lnaka titik tetap tersebut merupakan titik tetap spiral Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 2.b. 3. jika orbit-orbit bergerak mengelilingi titik tetap sehingga membentuk kurva tertutup, maka titik tetap tersebut merupakan titik tetap stabil netral. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar 2.c. [Hasibuan, K. M Gambar 2. Bentuk umum kestabilan titik tetap untuk tipe nilai eigen kompleks (a. Spiral stabil, b. Spiral takstabil, c. Stabil netral). Teorema Kestabilan Misalkan x = Ax adalab suatu sistem persamaan diferensial dengan A matriks real berukuran 2x2. Misalkan juga persamaan karakteristik dari matriks A diberikan oleh h2+bh+c=0,denganb=tr(~) dan C=detA. Kestabilan sistem persamaan diferensial di atas diperoleh dari: 1. Jika B > 0 dan C > 0, maka titik tetap bersifat stabil. 2. Jika B < 0 dan C > 0, maka titik tetap bersifat tak-stabil. 3. Jika C < 0, maka titik tetap bersifat sadel 4. Jika B = 0 dan C > 0, maka titik tetap bersifat stabil netral. Bukti : [ndaryani, L Gambar 1. Bentuk ulnuln kestabilan titik tetap untuk tipe nilai eigen real (a. Stabil, b. Takstabil, c. Sadel).

5 2.6 Bidang Fase dan Orbit Solusi Perhatikan sistem persamaan diferensial berikut ini: Solusi sistem persamaan diferensial (16) lnelnbentuk suatu kurva berdimensi 3 dengan koordinat (t,x,y). Karena secara eksplisit t tidak ada dalam sistem tersebut, maka setiap solusi sistem (16) untuk to < t < t, membentuk kurva di bidang (x, y), atau jika t bergerak dari to ke t,, gugus titiktitik (x(t), y(t)) membentuk suatu kurva di bidang (x, y). Kurva ini disebut orbit (trayektori) yang merupakan solusi persamaan (16). Sedangkan bidang (x, y) disebut bidang fuse solusi tersebut. Dengan kata lain orbit solusi suatu sistem persamaan diferensial adalah lintasan yang dilakukan oleh solusi di bidang (x, y). [Hasibuan, K. M Garis snklin dan Arah Gerak Solusi Kurva dengan F (xa) = k, k konstanta, disebut suatu isoklin dari persamaan diferensial(l6). Salah satu cara untuk memperoleh gambaran orbit sistem persamaan diferensial (SPD) (16), terutama untuk persamaan diferensial yang solusi persamaan diferensialnya tidak dapat dicari secara eksplisit, adalah dengan menggunakan metode isoklin dan arah gerak solusi. Hal ini dapat dilakukan karena SPD (16) membentuk suatu medan arah di bidang (x, y), sehingga orbit yang baik dapat diperoleh dengan cara memplot sejumlah kemiringan orbit pada titik-titik di bidang fase. soklin-isoklin dari persamaan (16) adalah kurva yang seluruh unsur-unsur garisnya melnpunyai kemiringan tertentu. Jadi setiap orbit solusi suatu persamaan diferensial yang melalui suatu isoklinnya memiliki kemiringan yang sama. Misalkan 0 adalah sudut antara arah gerak orbit yang terletak pada garis isoklin terhadap sumbu x. Ada dua isoklin yang paling penting, yaitu isoklin &/dt = 0 yang berpadanan dengan B = ~ 12, dan isoklin &/dt = 0 yang berpadanan dengan 0 = 0. Perhatikan Gambar 3 berikut ini: Gambar 3. soklin dan kemiringan orbit yang melaluinya Pada isoklin F = 0 dengan 0 = xni, orbit lnemiliki arah gerak vertikal karena x tetap. Sedangkan pada isoklin G = 0 dengan 0 = 0, orbit memiliki arah gerak horizontal karena y tetap. Dari penjelasan tadi diperoleh bahwa -- ok & - F = 0 atau - = G = 0 pada garis isoklin. dt dl dr dv Akibatnya, nilai - atau - menjadi negatif dt ~.. dt... pada salah satu daerah yang dipilah oleh garis isoklin. Perhatikan arah panah pada Gambar 4 dan Gambar 5. Gambar 4. soklin F = 0 beserta arah gerak orbit Gantbar 5. lsoklin G = 0 beserta arah gerak orbit

6 Arah gerak orbit pada suatu anak gugus resultan anak panah pada kedua isoklin tersebut. bidang fase (x, y), ditentukan berdasarkan nilai [Hasibuan, K. M PEMODELAN DNAMK PENYEBARAN GONORRHEAE Model penyebaran gonorrheae dikembangkan oleh Martin Braun (1975). Asurnsi dari pemodelan ini adalah sebagai berikut:. Penyebaratlnya melalui hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual). 2. Setiap individu yang rentan akan tertular jika berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi gonor-rheae. 3. Conorrheae tidak memberikan kekebalan terhadap penderita yang telah melakukan pengobatan, artinya bahwa kemungkinan terinfeksinya kembali masih ada. 4. Setelah pengobatan, penderita tidak berinteraksi (berhubungan seksual) lagi dengan orang yang terinfeksi. Perhatikan sistem persamaan diferensial berikut: dengan, nlr - : laju pe~?umbuhan penderita laki-laki per cn satuan waktu : laju pe~tumbuhan penderita perempuan dl per satuan waktu. x : banyaknya penderita laki-laki. y : banyaknya penderita perempuan. a, : tingkat keberhasilan pengobatan penderita laki-laki. o2 : tingkat keberhasilan pengobatan penderita perempuan. b~ : tingkat resiko penularan terhadap lakilaki. b~ : tingkat resiko penularan terhadap perempuan C : banyaknya populasi laki-laki. cz : banyaknya populasi perempuan. cl -x : banyaknya populasi laki-laki yang mudah tertular (rentan). c? - y : banyaknya populasi perempuan yang mudah tertular (rentan). Menurut Martin Braun (1975), kondisi yang biasanya dipenuhi adalah al > q, yakni tingkat keberhasilan pengobatan penderita laki-laki lebih besar daripada tingkat keberhasilan pengobatan penderita perernpuan, karena jika laki-laki terinfeksi maka gejalanya akan cepat timbul, dengan demikian akan cepat melakukan pengobatan. Nilai-nilai al, a2, bl, b,, cl, c,, x dan y selalu positif, dengan 0 < x < c, dan 0 < y < c,. Nilainilai al,a2 masing-masing sebanding dengan banyaknya populasi laki-laki dan perempuan. Nilai-nilai bl, b, masing-masing sebanding dengan banyaknya populasi laki-laki atau perempuan yang mudah tertular (rentan) dan banyaknya penderita laki-laki atau penderita perempuan. Nilai-nilai parameter a,, a>, b13 b~ yang digunakan pada ~liodel ini harus memenuhi syarat, antara lain O<al<l, O<a,<, O<bl<l, 0 < b, < 1, karena a,, a, masing-masing adalah tingkat keberhasilan pengobatan penderita laki-laki dan perempuan, sedangkan b,, b2 masing-masing adalah tingkat resiko penularan terlladap laki-laki dan perempuan.

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

k-4v -4-b - Y) IV. ANALISIS MODEL DINAMIK PENYEBARAN GONORRHEAE TI (x, y) = (0, 0) dan T2 (x, 11) = T2 (x', , maka diperoleh: b2 ( ~ 2

k-4v -4-b - Y) IV. ANALISIS MODEL DINAMIK PENYEBARAN GONORRHEAE TI (x, y) = (0, 0) dan T2 (x, 11) = T2 (x', , maka diperoleh: b2 ( ~ 2 IV. ANALISIS MODEL DINAMIK PENYEBARAN GONORRHEAE 4.1 Penentuan Titik Tetap Pemodelan ini hanya didefinisikan pada kuadran pertama, dengan demikian titik tetap pada model ini didefioisikan pada kuadran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai

Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [ Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) ] Jika suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : x=ax+b,x(0)=x0,x~%"

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN, GONORRHEAE. Oleh: AT1 ROHAYATI

ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN, GONORRHEAE. Oleh: AT1 ROHAYATI ANALISIS KESTABILAN MODEL PENYEBARAN, GONORRHEAE Oleh: AT1 ROHAYATI JURUSAN MATEMATIKA HAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2001 *,.. RINGKASAN..... AT1 ROHAYATI. Analisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model HSC Tanpa Terapi 4.1.1 Penentuan Titik Tetap Model HSC Tanpa Terapi Titik tetap dari persamaan (3.1) (3.3) akan diperoleh dengan menetapkan,, dan, dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan Semester II, 2016/2017 8 Maret 2017 Kuliah yang Lalu 10.1-2 Parabola, Elips, dan Hiperbola 10.4 Persamaan Parametrik Kurva di Bidang 10.5 Sistem Koordinat Polar 11.1

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK DISKRET Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK Kontinu Sistem Dinamik Diskret POKOK BAHASAN SDD OTONOMUS NON-OTONOMUS 1-D MULTI-D LINEAR NON-LINEAR

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) ABSTRAK

ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) ABSTRAK ISBN : 978-979-7763-3- ANALISIS KESTABILAN SISTEM GERAK PESAWAT TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NILAI EIGEN DAN ROUTH - HURWITZ (*) Oleh Ahmadin Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

dimana a 1, a 2,, a n dan b adalah konstantakonstanta

dimana a 1, a 2,, a n dan b adalah konstantakonstanta Persamaan linear adalah persamaan dimana peubahnya tidak memuat eksponensial, trigonometri (seperti sin, cos, dll.), perkalian, pembagian dengan peubah lain atau dirinya sendiri. Secara umum persamaan

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR A. DEFINISI DASAR 1. Definisi-1 Suatu pemetaan f dari ruang vektor V ke ruang vektor W adalah aturan perkawanan sedemikian sehingga setiap vektor v V dikawankan

Lebih terperinci

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal 7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal Nilai Eigen, Vektor Eigen Diketahui A matriks nxn dan x adalah suatu vektor pada R n, maka biasanya tdk ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Penentuan Titik Tetap I HAIL DAN PEMBAHAAN Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu (solusi konstan). Titik

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Biasa Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu persamaan yang melibatkan turunan pertama atau lebih dari suatu fungsi yang telah

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG BAB I VEKTOR DALAM BIDANG I. KURVA BIDANG : Penyajian secara parameter Suatu kurva bidang ditentukan oleh sepasang persamaan parameter. ; dalam I dan kontinue pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

Persamaan Parametrik

Persamaan Parametrik oki neswan (fmipa-itb) Persamaan Parametrik Kita telah lama terbiasa dengan kurva yang dide nisikan oleh sebuah persamaan yang menghubungkan koordinat x dan y: Contohnya persamaan eksplisit seperti y x

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

Transformasi Geometri Sederhana. Farah Zakiyah Rahmanti 2014

Transformasi Geometri Sederhana. Farah Zakiyah Rahmanti 2014 Transformasi Geometri Sederhana Farah Zakiyah Rahmanti 2014 Grafika Komputer TRANSFORMASI 2D Transformasi Dasar Pada Aplikasi Grafika diperlukan perubahan bentuk, ukuran dan posisi suatu gambar yang disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

Pertemuan : 4 Materi : Fungsi Bernilai Vektor dan Gerak Sepanjang Kurva Bab II. Diferensial Kalkulus Dari Vektor

Pertemuan : 4 Materi : Fungsi Bernilai Vektor dan Gerak Sepanjang Kurva Bab II. Diferensial Kalkulus Dari Vektor Pertemuan : 4 Materi : Fungsi Bernilai Vektor dan Gerak Sepanjang Kurva Bab II. Diferensial Kalkulus Dari Vektor Standar Kompetensi : Setelah mengikuti perkuliahaan ini mahasiswa diharapkan dapat : 1.

Lebih terperinci

Gerak Dua Dimensi Gerak dua dimensi merupakan gerak dalam bidang datar Contoh gerak dua dimensi : Gerak peluru Gerak melingkar Gerak relatif

Gerak Dua Dimensi Gerak dua dimensi merupakan gerak dalam bidang datar Contoh gerak dua dimensi : Gerak peluru Gerak melingkar Gerak relatif Gerak Dua Dimensi Gerak dua dimensi merupakan erak dalam bidan datar Contoh erak dua dimensi : Gerak peluru Gerak melinkar Gerak relatif Posisi, Kecepatan, Percepatan r i = vektor posisi partikel di A

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2 Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi Bab 4 Integral Garis dan Teorema Green 4. Integral Garis Definisi : Misal suatu lintasan dalam ruang dimensi m pada interval [a,b]. Andaikan adalah medan vektor

Lebih terperinci

Yang dipelajari. 1. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya 2. Masalah Pendiagonalan. Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi

Yang dipelajari. 1. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya 2. Masalah Pendiagonalan. Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi 7// NILAI EIGEN dan VEKTOR EIGEN Yang dipelajari.. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya. Masalah Pendiagonalan Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi Misalkan t : R n R n dengan definisi t(x)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI 1) DAN A. KUSNANTO 2) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan II) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan II) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan II) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Definisi Secara Grafis : Dari gambar di samping, ada sebuah anak panah yang berawal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n

Kalkulus II. Diferensial dalam ruang berdimensi n Kalkulus II Diferensial dalam ruang berdimensi n Minggu ke-9 DIFERENSIAL DALAM RUANG BERDIMENSI-n 1. Fungsi Dua Peubah atau Lebih 2. Diferensial Parsial 3. Limit dan Kekontinuan 1. Fungsi Dua Peubah atau

Lebih terperinci

Transformasi Geometri Sederhana

Transformasi Geometri Sederhana Transformasi Geometri Sederhana Transformasi Dasar Pada Aplikasi Grafika diperlukan perubahan bentuk, ukuran dan posisi suatu gambar yang disebut dengan manipulasi. Perubahan gambar dengan mengubah koordinat

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai

Pertemuan Minggu ke Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai Pertemuan Minggu ke-10 1. Keterdiferensialan 2. Derivatif berarah dan gradien 3. Aturan rantai 1. Keterdiferensialan Pada fungsi satu peubah, keterdiferensialan f di x berarti keujudan derivatif f (x).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sekilas Mengenai Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian dan Sejarah Tuberkulosis Tuberkulosis TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri

Lebih terperinci

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar

BAB MATRIKS. Tujuan Pembelajaran. Pengantar BAB II MATRIKS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat: 1. menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers

Lebih terperinci

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat

Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Modul 1 Fungsi Linear dan Fungsi Kuadrat Drs. Susiswo, M.Si. K PENDAHULUAN ompetensi umum yang diharapkan, setelah mempelajari modul ini, adalah Anda dapat memahami konsep tentang persamaan linear dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik merupakan formalisasi Matematika untuk menggambarkan konsep-konsep ilmiah dari proses deterministik yang bergantung terhadap waktu (Kuznetsov,

Lebih terperinci

Teorema Divergensi, Teorema Stokes, dan Teorema Green

Teorema Divergensi, Teorema Stokes, dan Teorema Green TEOREMA DIVERGENSI, STOKES, DAN GREEN Materi pokok pertemuan ke 13: 1. Teorema divergensi Gauss URAIAN MATERI Untuk memudahkan perhitungan seringkali dibutuhkan penyederhanaan bentuk integral yang berdasarkan

Lebih terperinci

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1 VEKTOR 3/8/007 Fisika I 1 BAB I : VEKTOR Besaran vektor adalah besaran yang terdiri dari dua variabel, yaitu besar dan arah. Sebagai contoh dari besaran vektor adalah perpindahan. Sebuah besaran vektor

Lebih terperinci

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks BAB III MATRIKS HERMITIAN Pada bab ini, akan dibahas beberapa konsep penting dari matriks Hermitian dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks Hermitian merupakan kelas

Lebih terperinci

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika

Outline Vektor dan Garis Koordinat Norma Vektor Hasil Kali Titik dan Proyeksi Hasil Kali Silang. Geometri Vektor. Kusbudiono. Jurusan Matematika Jurusan Matematika 1 Nopember 2011 1 Vektor dan Garis 2 Koordinat 3 Norma Vektor 4 Hasil Kali Titik dan Proyeksi 5 Hasil Kali Silang Definisi Vektor Definisi Jika AB dan CD ruas garis berarah, keduanya

Lebih terperinci

Vektor Ruang 2D dan 3D

Vektor Ruang 2D dan 3D Vektor Ruang 2D dan D Besaran Skalar (Tidak mempunyai arah) Vektor (Mempunyai Arah) Vektor Geometris Skalar (Luas, Panjang, Massa, Waktu dan lain - lain), merupakan suatu besaran yang mempunyai nilai mutlak

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018 Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 07/08 -. Jika diketahui x = 8, y = 5 dan z = 8, maka nilai dari x y z adalah.... (a) 0 (b) 00 (c) 500 (d) 750 (e)

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018 Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Matematika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Jika diketahui x = 8, y = 25 dan z = 81, maka nilai dari x 2 y 2 z adalah.... (a) 0 (b) 00 (c) 500

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 01 Tanggal Ujian: 13 Juni 01 1. Lingkaran (x + 6) + (y + 1) 5 menyinggung garis y 4 di titik... A. ( -6, 4 ). ( -1, 4 ) E. ( 5, 4 ) B. ( 6, 4) D. ( 1, 4 )

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi TURUNAN Ide awal turunan: Garis singgung Tali busur c +, f c + Garis singgung c, f c c P h c+h f c + f c Kemiringan garis singgung di titik P: f c + f c lim Definisi Turunan fungsi f adalah fungsi lain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan tentang teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu sistem persamaan linear sistem persamaan linear kompleks dekomposisi Doolittle

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci