BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1. Analisis Sistem Analisis sistem merupakan tahap penguraian konsep menjadi lebih sederhana, sehingga struktur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1. Analisis Sistem Analisis sistem merupakan tahap penguraian konsep menjadi lebih sederhana, sehingga struktur"

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1. Analisis Sisem Analisis sisem merupakan ahap penguraian konsep menjadi lebih sederhana, sehingga srukur logisnya menjadi lebih jelas. Analisis sisem erdiri dari beberapa ahapan, dianaranya analisis masalah,analisis proses, analisis meode, analisis kebuuhan non-fungsional, dan analisis kebuuhan fungsional Analisis Masalah Menganuk banyak mengakibakan kecelakaan lalu linas yang meyebabkan korban cedera, kerugian maeri dan bahkan kemaian. Oleh karena iu dibua aplikasi simulasi keselamaan akif unuk mendeeksi kanuk dengan mengamai pergerakan maa seseorang. Tujuan uaman,ya adalah unuk membua kepuusan yang berguna enang kondisi maa berdasarkan image yang didapa dari sensor. Penerapan Compuer Vision cukup banyak digunakan dalam sisem keamanan maupun proeksi. Salah saunya pengenalan pola pada objek maa. Misalnya, penerapan pengenalan pola pada objek maa ini dapa digunakan sebagai sisem proeksi dengan menjadikan maa sebagai objek scanning unuk sisem sensor. Sisem pendeeksi kanuk ini memanfaakan webcam camera sebagai sensornya. Selanjunya daa kamera diproses dengan menggunakan CPU (Cenral Processing Uni) unuk mengolah dan mengeksekusi daa yang elah diangkap. Meode yang digunakan unuk mendeeksi maa menganuk adalah Haar Cascade classifier, yaiu meode yang dapa meliha dari adanya maa seseorang eruup dan meode ini memiliki keakuraan yang inggi dalam mendeeksi suau objek Analisis maa menganuk Prangka lunak ini menggunakan maa sebagai objek observasi. Pemilihan maa sebagai objek observasi dikarenakan maa merupakan fakor yang sanga pening unuk mendeeksi keadaan pengemudi, apakah pengemudi dalam keadaan menganuk aau idak. Cira maa diambil dengan menggunakan webcam sebagai cira real ime. Dengan penggunaan webcam sebagai inpu secara real ime dapa 25

2 26 menyebabkan masalah seperi waku proses dan keakuraan dalam proses pendeeksian objek. Peneliian kali ini menggunakan maa dalam keadaan eruup 100% sebagai objek peneliiannya. Menuru Mark A.W. Andrews, profesor fisiologi dari Seon Hill Universiy, Greensburg, Pennsylvania, kelopak maa bisa menuup sendiri sering disebabkan oleh maa yang sudah erlalu lelah. Andrews menjelaskan bahwa saa erlalu lama berkendara, membaca aau bekerja dengan kompuer, kekuaan oo di area kelopak maa bisa menurun, Andrews membandingkan hal ersebu seperi keika seseorang berjalan kaki seharian anpa berheni. Kelopak maa bisa erasa sanga bera dan eruup 100% keika seseorang mengerahkan konsenrasi dan memaksa maa eap erbuka dalam jangka waku yang lama. Apalagi bila seseorang bekerja di lingkungan yang agak gelap, seperi halnya berkendara di malam hari. Menuru sudi yang dilakukan oleh Phillip.P. Caffier [10], mengelompokkan ingkaan kanuk berdasarkan durasi kedipan maa. Umumnya durasi kedipan raa-raa adalah kurang dari 400 Ms dan 75 Ms unuk minimum. Berdasarkan alasan ini, maka digunakan 400 Ms sebagai waku kanuk (T_kanuk) dan 800 Ms sebagai waku elah eridur (T_idur) Analisis Lingkungan Cira maa diambil dengan menggunakan webcam sebagai cira real ime. Dengan penggunaan webcam sebagai inpu secara real ime dapa menyebabkan beberapa masalah seperi kondisi lingkungan, sera waku proses dan keakuraan dalam proses pendeeksian objek. Kondisi lingkungan dan keakuraan dalam melakukan pendeeksian objek menjadi perimbangan uama dalam pemilihan meode. Hal ini dikarenakan program berlangsung secara real ime maka dibuuhkan lingkungan yang memiliki inisias cahaya yang cukup, selain iu menginga objek yang akan dideeksi cukup kecil berupa maa maka ingka keakuraan harus diperhaikan.

3 Analisis Proses Pengenalan Pola Maa pada Haar Classifier Dalam analisis processing image (Pengenalan pola maa) ini dibagi menjadi 3 ahap[5]: 1. penskalaan(scaling) 2. grayscaling 3. resholding Gambar 3.1 Alur proses pengenalan pola maa 1. Tahap Penskalaan (Scaling) Cira digial yang diambil secara real ime oleh webcam akan diperkecil dengan menggunakan meode inerpolasi. Meode ini menggunakan nilai raa raa suau region unuk mewakili region ersebu.

4 28 Cira asli Cira Hasil 120,5 195,75 98,75 81,75 Inerpolasi 161, ,75 124,5 164,5 189,5 125,25 53 Gambar 3.2 Meode inerpolasi unuk memperkecil gambar Nilai piksel pada koordina pada cira hasil inerpolasi diperoleh dengan menghiung nilai raa raa dari 4 nilai piksel pada cira asli, yaiu : Tabel 3.1 Raa-raa dari 4 piksel pada cira Nilai Piksel Cira Asli Nilai Piksel Cira Hasil Inerpolasi /4 120, /4 195, /4 98, /4 81, /4 161, / /4 145, /4 124, /4 164, /4 189, /4 125,25

5 29 2. Tahap Grayscaling Represenasi nilai RGB (Red, Green, Blue) diubah menjadi gambar yang erdiri dari warna puih dan gradiasi warna hiam yang biasa disebu greyscale. Unuk mengubah RGB menjadi greyscale dapa digunakan rumus sebagai beriku: Greyscale = 0.299R G B...(3.1) Misalkan R=124,8 G=145,8 B=109,3 Greyscal: (0.299x124,8) + (0.587x145.8) + (0.114x109.3) = Beriku ini adalah cira hasil grayscaling : Cira Asli Cirra grayscaling Gambar 3.3 Proses pengubahan cira RGB menjadi cira Grayscale 3. Tahap Tresholding Selanjunya adalah ahap resholding yang digunakan unuk mengubah gambar hasil grayscale menjadi gambar biner. Nilai Treshold dihiung dengan membagi nilai hasil grayscaling pada ahap sebelumnya dengan nilai jumlah deraja keabuan (0 sampai 255 = 256) dibagi dengan 256 (nilai deraja keabuan yang diinginkan). Proses penghiungan nilai reshold unuk cira maa adalah sebagai beriku : X= = = (3.2) Dimana : x = nilai pembanding hreshold w = nilai hasil grayscaling b = 256/a ( a = 256)

6 30 Unuk mengubah cira RGB menjadi cira biner menggunakan auran sebagai beriku: 1. Jika nilai piksel cira x maka nilai piksel menjadi 1 2. Jika nilai piksel cira x maka nilai piksel menjadi 0 biner : Beriku ini adalah proses pengubahan cira RGB menjadi cira biner : Gambar 3.4 Cira Hasil Gambar 3.5 Cira Biner Beriku ini adalah gambar hasil pengubahan cira grayscale menjadi cira Gambar Grayscale Gambar Biner Gambar 3.6 Proses pengubahan cira Grayscale ke Cira Biner Keiga ahapan ini merupakan ahapan pengenalan pola maa yang digunakan oleh aplikasi pendeeksi maa menganuk. Keiga ahapan ini dibangun

7 31 dengan mengunakan emgu cv. Emgu cv elah mempasiliasi proses ini sehinga dengan mudah dapa direalisasikan di aplikasi maa menganuk ini Tahap Deeksi Maa Dalam skema peneliian ini akan diperlihakan uruan dari saa raining daa hingga dapa erdeeksi, peneliian yang dilakukan adalah unuk membua sebuah perangka lunak yang dapa digunakan unuk mendeeksi maa yang menganuk secara real ime dengan menggunakan Haar Cascade Classifier, daerah maa yang erdeeksi dapa digunakan unuk mengeahui apakah seseorang dalam keadaan maa eruup aau idak, secara cepa dan efisien. Skema deeksi maa eruup pada peneliian ini dapa diliha pada Gambar 3.1. Haar Cascade Classifier Gambar 3.7 Skema deeksi maa menganuk

8 32 1. Creae Samples Pada bagian ini diperlukan 2 ipe gambar objek dalam proses raining yang akan dilakukan, yaiu : a. Posiive samples merupakan gambar objek yang ingin dideeksi, apabila ingin mendeeksi wajah menganuk maka posiive samples ini berisi dengan gambar wajah dengan kondisi maa menganuk, begiu pula dengan objek lain yang ingin dikenali. Conoh gambar posiive samples pada Gambar 3.8 Gambar 3.8 Conoh gambar posiif b. Negaive samples merupakan gambar selain objek, umunya berupa gambar background (embok, pemandangan, lanai, dan gambar lainnya). Conoh gambar negaive samples dapa diliha pada Gambar 3.9 Gambar 3.9 Conoh gambar negaif

9 33 Resolusi unuk posiive samples dan negaive samples bernilai sama dengan resolusi kamera yaiu 320x240 piksel. Ini dilakukan unuk mengurangi error dalam proses pengklasifikasiannya. 2. Cropping Image Proses cropping ini adalah unuk menenukan objek-objek yang akan digunakan dalam proses Haar raining. Dari sekumpulan gambar posiif ersebu akan dilakukan cropping secara manual erhadap objek spesifik yang akan dideeksi. Pada proses Haar raining, objek yang elah di cropping ersebu akan dikonversikan ukurannya menggunakan eknik resize (umumnya menggunakan cira berukuran 24x24 piksel) pada keseluruhan objek dan mencari apakah erdapa bagian dari gambar yang berbenuk seperi maa menganuk aau idak. Teknik resize ini menunjukkan bahwa seiap cira yang akan diklasifikasi, berapapun ukurannya, akan diubah erlebih dahulu ke dalam ukuran 24x24. Misal, erdapa gambar berukuran 40x40, maka gambar ersebu akan dikonversi menjadi berukuran 24x24. Demikian pula, jika erdapa gambar yang lebih kecil dari 24x24, misalnya 10x10, maka gambar ersebu akan diubah ke dalam ukuran 24x24 [3]. Seperi pada gambar 3.10: Gambar 3.10 Cropping Manual 3. Cascaded Classifier Cascaded classifier merupakan suau meode pengklasifikasian beringka, dimana inpu dari seiap ingkaan merupakan oupu dari ingkaan sebelumnya. Pada classifier ingka perama, yang menjadi inpuan adalah seluruh cira. Semua cira yang berhasil melewai classifier perama akan dilanjukan ke classifer ke dua, dan seerusnya. Apabila suau cira berhasil melewai semua ingka

10 34 classifier, maka cira ersebu dinyaakan sebagai objek. Sedangkan unuk cira yang gagal melewai suau classifier akan langsung dieliminasi dan dinyaakan sebagai bukan objek (idak akan diproses lagi). Hal ini sanga mempercepa proses pengklasifikasian, karena jumlah inpuan yang dierima di seiap classifier akan semakin berkurang [3]. Cascaded classifier dirancang sedemikian rupa unuk meningkakan ingka pendeeksian dan mengurangi jumlah false posiive (cira negaif yangdianggap sebagai cira posiif). Seiap ingkaan classifier merupakan represenasi hasil dari algorima boosing. Jadi, diseiap ingka classifer memiliki sejumlah weak classifiers. Seiap weak classifier merupakan nilai-nilai fiur Haar yang digunakan (jenis, ukuran, dan lokasi), nilai hreshold erbaik unuk seiap fiur, sera nilai baasan seiap fiur ersebu. Semakin inggi ingka classifer, semakin banyak pula jumlah weak classifier yang ada. Hal ini mengakibakan semakin sulinya suau cira unuk berhasil melewai ingkaan classifier ersebu, sehingga jumlah cira yang dieliminasi akan semakin banyak,dan jumlah cira yang berhasil lolos ke classifier ingka selanjunya akan semakin sediki. Oleh karena semakin sediki cira yang berhasil lolos ke classifier selanjunya, maka semakin sediki pula jumlah false posiive yang berhasil lolos. Dengan berkurangnya false posiive,ingka keakuraan pendeeksian pun meningka. Jadi, semakin banyak ingka classifier didalam suau cascaded classifier, maka semakin akura hasil yang akan didapakan. 4. Haar Like Feaures Algorima Haar menggunakan meode saisikal dalam melakukan pendeeksian objek. Tiap feaure dari Haar-like feaure didefinisikan pada benuk dari feaure, dianaranya koordina dari feaure dan juga ukuran dari feaure ersebu. Feaure yang akan di raining adalah feaure yang didapa dari proses cropping. Adapun macam-macam variasi feaure haar :

11 35 haar_x2 haar_y2 iled_haar_x2 iled_haar_y2 haar_x3 haar_y3 iled_haar_x3 iled_haar_y3 haar_x4 haar_y4 iled_haar_x4 iled_haar_y4 haar_poin iled_haar_poin Gambar 3.11 Haar like feaure Tiap feaure erbagi aas dua bagian, yaiu bagian berwarna puih dan bagian berwarna hiam. Penggunaan fiur dilakukan karena pemrosesan fiur berlangsung lebih cepa dibandingkan pemrosesan cira perpiksel sehingga cocok unuk dierapkan pada proses pendeeksian objek secara real ime. Pada peneliian ini unuk menghiung nilai fiur Haar pada sebuah cira dan pada skala yang berbeda secara cepa menggunakan sau eknik yang disebu inegral image. Secara umum inegraing berari menggabungkan uni-uni kecil menjadi sau. Dalam hal ini uni-uni kecil adalah nilai piksel. Nilai inegral suau piksel adalah jumlah dari semua piksel diaas dan di kiri piksel ersebu. Seluruh cira dapa digabungkan dengan operasi nilai yang lebih sediki iap pikselnya. Inegral image sanga membanu dalam perhiungan fiur Haar-like. Dengan menggunakan inegral image, perhiungan fiur Haar-like dapa dilakukan dengan sanga cepa.

12 36 Rumus inegral image : P x y ' ' (, ) i( x, y ) ' x x, y y '...(3.3) Gambar 3.12 Inegral image[3] P A, P A B, P AC, P A B C D P1 P4 P2 P3 A A B C D A B AC D Conoh perhiungan nilai fiur menggunakan inegral image adalah sebagai beriku: Diberikan sebuah cira A = Gambar 3.13 conoh cira 3x3 Jumlah nilai piksel pada daerah hiam = F+A-(C+D) = 26+3-(17+9) = 3 Conoh perhiungan nilai fiur 2x4 dalam sebuh cira 5x5 menggunakan inegral image :

13 37 Gambar 3.14 conoh cira 5x5 Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel puih) = [20+0-(0+0)] [45+0-(20+0)] = = 5 Gambar 3.15 conoh cira 5x5 Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel puih) = [73+3-(26+18)] [ (73+33)] = = Algorima AdaBoos Meode machine learning yang disebu AdaBoos digunakan dalam memilih fiur Haar yang spesifik. Hal ini dilakukan dengan cara mengevaluasi seiap fiur erhadap daa laih dengan menggunakan nilai dari fiur ersebu. Algorima Adaboos adalah algorima yang berusaha membangun srong classifier dengan mengkombinasikan sejumlah simple aau weak classifier secara

14 38 linier. Sage classifier dibangun dengan menggunakan algorima adapive-boos (AdaBoos). Di dalam sage classifier erdapa proses pengklasifikasian fiur objek menggunakan algorima AdaBoos. Algorima AdaBoos digunakan unuk meningkakan performa pengklasifikasian fiur. Algorima ersebu mengkombinasikan performance banyak weak classifier unuk menghasilkan srong classifier. Weak classifier dalam hal ini adalah nilai dari haar-like feaure. Alur proses pendeeksian pada Haar cascade classifier dapa diliha pada Gambar 3.16 Gambar inpu Sage 0 50% Sage 1 30% 10%. Sage n Objek Buang Gambar Bukan Objek beriku: Gambar 3.16 Alur proses Haar cascade classifier Algorima AdaBoos yang dipakai unuk pengklasifikasian adalah sebagai w Bobo awal 1, y i 1, 2m w 1, y i 1, 2l dengan m = jumlah gambar negaif dengan yi 0...(3.4) unuk gambar negaif dengan l = jumlah gambar posiif dengan yi 1unuk gambar posiif. Conoh : l = 5, m = 10 w , w (3.5) 1,0 1,1 Unuk = 1,2,3 T, dimana adalah ierasi ke unuk gambar posiif. Unuk j = 1,2,3 J, dimana j adalah ierasi ke j unuk gambar negaif. h ( x) merupakan nilai fiur gambar posiif. hj ( x) merupakan nilai fiur gambar negaif.

15 39 Unuk mendapakan nilai error rae seiap weak classifier. Maka unuk seiap fiur dilakukan proses sebagai beriku: Unuk gambar posiif :, T ( w ) h ( x) y i i J...(3.6) Unuk gambar negaif : j ( wj, i ) hj ( x) yi j...(3.7) Misal diberikan cira posiif (24x24)piksel yang memiliki nilai-nilai sebagai beriku: 1. Cira posiif ke-1 Nilai posiif pada gambar ersebu akan dihiung nilai fiurnya. Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel biru) h ( x ) = ( )-( ) = 5 Maka nilai error rae yang didapakan adalah sebagai beriku : (0,1) 51 0,4

16 40 2. Cira posiif ke-2 Nilai posiif pada gambar ersebu akan dihiung nilai fiurnya. Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel biru) h ( x ) = ( )-( ) = 28 Maka nilai error rae yang didapakan adalah sebagai beriku : (0,1) ,7 3. Cira posiif ke-3 Nilai posiif pada gambar ersebu akan dihiung nilai fiurnya. Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel biru) h ( x ) = ( )-( ) = 67 Maka nilai error rae yang didapakan adalah sebagai beriku :

17 41 (0,1) ,6 4. Cira posiif ke-4 Nilai posiif pada gambar ersebu akan dihiung nilai fiurnya. Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel biru) h ( x ) = ( )-( ) = 7 Maka nilai error rae yang didapakan adalah sebagai beriku : (0,1) 7 1 0,6 5. Cira posiif ke-5 Nilai posiif pada gambar ersebu akan dihiung nilai fiurnya. Nilai fiur = (oal piksel hiam) (oal piksel biru) h ( x ) = ( )-( )= 4

18 42 Maka (0,1) 4 1 0,3 Jadi: Error rae masing-masing cira adalah 0,4; 2,7; 6,6; dan 0,3. Sehingga unuk memudahkan pemilihan fiur yang erbaik digunakan klasifikasi daa raining menggunakan error rae erkecil yang elah didapakan yaiu 0,3 dimana 0,3 0, ,3 Updae bobo: w. 1, w, i i Maka bobo seelah ierasi 1 : w2,1 0,1 0,428 0,0428 (0,1 0,0428) 41 0, , , , 4284 Maka bobo seelah ierasi 2 : w3,1 0,0428 0,7494 0,032 (0,1 0,0428 0,032) 4 1 0,5244 0,5244 1, ,5244 Maka bobo seelah ierasi 3: w4,1 0,032 1,1026 0,035 (0,1 0,0428 0,032 0,035) 4 1 0,6294 0, ,67 1 0, 6294 Maka bobo seelah ierasi 4: w5,1 0, 0351, 67 0, 058 (0,1 0,0428 0,032 0,035 0,058) 4 1 0,8033 0,803 4, ,803

19 43 Maka bobo seelah ierasi 5: w6,1 0, 058 4, 076 0, 236 (0,1 0,0428 0,032 0,035 0,058 0, 236) 4 1 1,511 ; 1,511 2, Maka bobo seelah ierasi 6: w7,1 0, 236 ( 2, 957) 0, 697 Hasil akhir klasifikasi yang diharapkan pada cira posiif adalah sebagai beriku : Dimana:...(3.8) 1 j log j 1 log...(3.9) Jika posisi H(x) = Keenuan 1 maka cira ersebu merupakan objek Jika posisi H(x) = Keenuan 0 maka cira ersebu merupakn bukan objek H(x) = Srong Classifier aau kelasifikasi yang menyaakan objek aau bukan αj = Tingka pembelajaran gambar posiif. α = Tingka pembelajaran gambar negaif. βj=nilai bobo seelah error rae pada gambar negaif β= Nilai bobo seelah error rae pada gambar posiif Hj= weak aau basic classifiers (awal dari klasifikasi) gambar negaif. H = weak aau basic classifiers (awal dari klasifikasi) gambar posiif. Sehingga unuk cira negaif (24x24)piksel yang memiliki nilai-nilai sebagai beriku :

20 44 1. Cira negaif ke-1 Dengan nilai fiur : hj ( x ) = ( )-( ) = 57 Maka j (0,05) ,8 j j Maka 1 j 2,85 j 1,54 1 2,85 Perbaharui bobo: w. 1, w, i i j Maka bobo seelah ierasi 1 : w2,1 0,05 ( 1,54) 0,077 jika bobo selah inersi ke n jumlahnya < 0 maka ierasi berheni. βj yang digunakan unuk mencari H(x) mengunakan pada cira negaif yang nilai βj<0 Unuk salah bernilai = 0 Maka: H( x) log 57 log 2,85 2 0, ,99 0,184 Karena 25,99 0,184 iu bernilai salah jadi cira bukan merupakan objek

21 45 Cira negaif ke-2 Dengan nilai fiur : hj ( x ) = ( )-( ) = 6 Maka j (0,05) 6 0 0,3 j j Maka 1 j 0,3 j 0, ,3 Updae bobo: w. 1, w, i i j Maka bobo seelah ierasi 1 : w2,1 0,05 (0,428) 0,021 (0,05 0,021) 60 0,426 ; 0,426 10, 426 0,742 Maka bobo seelah ierasi 2 : w3,1 0,021 0,742 0,0155 (0,05 0,021 0,0155) 6 0 0,519 ; 0,519 1, ,519 Maka bobo seelah ierasi 3: w4,1 0, 01551, 079 0, 0167 (0,05 0,021 0,0155 0,0167) 6 0 0,619 0,619 ; 1, , 619 Maka bobo seelah ierasi 4: w5,1 0, , 624 0, 0271 (0,05 0,021 0,0155 0,0167 0,0271) 6 0 0,7818 0, ,7818 3,582 ;

22 46 Maka bobo seelah ierasi 5: w6,1 0, , 582 0, 0971 (0,05 0,021 0,0155 0,0167 0,0271 0,0970) 6 0 1,364 1,364 3, Maka bobo seelah ierasi 6: w7,1 0, 0971 ( 3, 747) 0, 363 ; Maka:...(3.10) H( x) (log log log log log ) 6 0, 428 0, 742 1, 079 1, 624 3, (log log log log log ) 2 0, 428 0, 749 1,1026 1, 67 4, 076 0,368 0,129 0, 033 0, 210 0,554 1 (0,368 0,125 0,042 0,223 0,610) 2 0,3 0,191 Maka cira ersebu bukan berupa gambar posiif. Jadi semakain banyak inerasi yang bisa dilakukan oleh sebuah gambar posiif dan negaif maka semakain besak kemungkinan unuk objek diemukan. Dari analisa diaas dapa diambil kesimpulan, bahwa iga fakor yang mempegaruhi kecepaan dan ingka akurasi dalam pendeeksian, fakor - fakor ersebu anara lain: 1. jumlah dari ahapan classifier. 2. Jumlah semakin banyak gambar posiif dimasukan semakin akura pendeeksianya. 3. Jumlah dari daa laih yang dimasukan Analisis Kebuuhan Non Fungsional Analisis kebuuhan non fungsional adalah sebuah langkah unuk menganalisis sumber daya manusia yang akan menggunakan perangka lunak yang dibangun, perangka keras dan perangka lunak yang dimiliki sesuai dengan kebuuhan aau perminaan, sehingga dapa dienukan kompabilias perangka lunak yang dibangun erhadap sumber daya yang ada.

23 Analisis Perangka Keras Analisis perangka keras dimaksudkan unuk mengeahui spesifikasi perangka keras yang akan digunakan oleh Aplikasi ini. Perangka keras yang dianjurkan unuk menggunakan aplikasi ini adalah sebagai beriku : 1. Processor 2,27 GHz 2. Hard Disk 320 GB 3. Memory 2 GB 4. Monior 5. Webcame, ipe VCR (Video Camera Recorder) 6. Mouse 7. Keyboard Analisis Perangka Lunak Sebelum menggunakan perangka lunak pendeeksikanukini user harus erlebih dahulu menginsalasi aplikasi pendukung unuk mengakifkan webcam. Adapun perangka lunak pendukung pembangunan perangka lunak pendeeksi kanuk ini anara lain : 1. Sisem Operasi Windows XP Profesional. 2. Microsof Visual Visual Sudio 2010, digunakan unuk pengkodean sisem. 3. OpenCV 2.2, digunakan sebagai library ambahan unuk pengkodean sisem Deskripsi Kebuuhan Daa Eksernal Kebuuhan daa eksernal akan diuraikan secara rinci unuk keperluan perancangan perangka lunak. Daa eksernal yang digunakan pada perangka lunak pendeeksian maa menganuk yang akan dibangun yaiu : File menganukfix.xml berisi daa hasil dari raining maa menganuk yang digunakan unuk mendeeksi maa menganuk. Adapun isi dari file menganukfix.xml adalah sebagai beriku :

24 Analisis Fungsional Kebuuhan fungsional dianalisis dengan memodelkan sisem. Pemodelan yang digunakan unuk memodelkan perangka lunak pengendali poiner ini adalah pemodelan ersrukur. Perangka lunak ini dimodelkan menggunakan DFD (Daa Flow Diagram).Tools yang digunakan adalah Diagram Koneks, Daa Flow Diagram dan Spesifikasi Proses yang dibua menggunakan Microsof Visio 2007 sebagai perangka lunak yang digunakan.

25 Diagram Koneks Diagram koneks adalah diagram yang menggambarkan masukan, proses dan keluaran secara umum yang erjadi pada sisem. Beriku ini adalah diagram koneks perangka lunak pendeeksi maa menganuk. Daa Buka Aplikasi, Perinah Deek Kanuk Saus Kamera Penguna Aplikasi Pendeeksi Maa Menganuk Kamera menganukfix.xml Info Buka Aplikasi, Info Deek Kanuk Daa Training Gambar 3.17 Diagram Koneks Aplikasi pendeeksi Maa menganuk Daa Flow Diagram ( DFD ) Daa flow diagram merupakan model dari sisem unuk menggambarkan pembagian sisem ke modul yang lebih kecil. DFD sering digunakan unuk menggambarkan suau sisem yang elah ada aau sisem baru yang akan dikembangkan secara logika anpa memperimbangkan lingkungan fisik dimana daa ersebu mengalir aau lingkungan fisik dimana daa ersebu akan disimpan. Salah sau keunungan DFD adalah memudahkan pemakai aau user yang kurang menguasai bidang kompuer unuk mengeri sisem yang akan dikerjakan. 1. DFD Level 1 DFD Level 1 dibua jika pada diagram koneks masih erdapa proses yang harus dijelaskan lebih rinci. Pada DFD Level 1 erdapa 2 proses yaiu buka aplikasi, deeksi kanuk. DFD level 1 pendeeksi maa menganuk digambarkan sebagai beriku :

26 50 Daa Buka Aplikasi Pengguna Info Buka Aplikasi 1 Buka Aplikasi Saus Kamera kamera Saus Kamera Akif Perinah Deeksi Kanuk, Cira Realime 2 Deeksi Kanuk Daa Training Menganukfix.xml Info Deeksi Kanuk Info abou 3 Abaou Gambar 3.18 DFD Level 1 Pendeeksian maa menganuk 2. DFD Level 2 Proses Deeksi kanuk Pada DFD Level 2 proses deeksi kanuk erdapa 2 proses yaiu Haar Cascade Clasifier,Capuring. DFD Level 2 proses deeksi kanuk digambarkan sebagai beriku : Daa uji 2.1 Haar Cascade Clasifier Daa Training Info Training Menganukfix.xml Pengguna Kamera Daa capuring Info Capuring 2.2 Capuring Daa Capuring Info Capuring Gambar 3.19 DFD Level 2 Pendeeksian Maa menganuk

27 Spesifikasi Proses Table 3.2 Spesifikasi Proses Aplikasi maa menganuk NO PROSES KETERANGAN Nomor Proses 1 Nama Proses Buka Aplikasi Deskripsi Memeriksa koneksi kamera dengan sisem Inpu Webcam Oupu Tampilan awal sisem Proses Priksa kesedian webcam 1 1. Proses menerima perminaan buka aplikasi dari User 2. Proses menerima saus webcam Logika Proses 3. Jika webcam akif, menu uama erbuka 4. Jika webcam idak akif, menu uama idak erbuka 2 Nomor Proses 2 Nama Proses Deeksi Kanuk Deskripsi Mendeeksi objek maa oleh webcam Inpu Cira Realime Oupu Maa menganuk aau maa erbuka Sisem mendeeksi maa menganuk aau Proses erbuka 1. Proses webcame erbuka dan cira realime dari user dimasukan 2. Proses akan mendeeksi apakah maa menganuk aau erbuka dengan mencocokan dengan daa XML yang elah dilaih. Logika Proses 3. Jika erdeeksi maa maka proses akan

28 52 membua persegi disekiar area cira maa. 4. Proses akan membua koa persegi di area cira maa kiri dan kanan, kemudian mendeeksi kedipan maa. 5. Jika user menganuk dengan menuup maa makan aplikasi akan mendeeksi maa menganuk 6. Jika user maanya erbuka aplikasi idak akan memproses. 3 Nomor proses 3 Nama proses Tenang Deskripsi Info enang aplikasi Inpu Perinah enang Oupu Informasi enang pembuaan aplikasi Proses Sisem menampilkan enang aplikasi 1. Proses menerima perinah enang dari pengguna Logika Proses 2. Proses akan menampilkan Informasi enang

29 53 Nomor Proses 2.1 Nama Proses Haar Cascade Clasifier Deskripsi Melakukan raining daa Inpu Cira posiif dan negaif Oupu Daa XML Proses Proses Creae sample,cropping,haar like feaure,cassade clasifier 4 Logika Proses 1. Melakukan Creae Sampling, memasukan gambar posiif dan negaif 2. Melakukan cropping secara manual 3. Menenukan haar feuares yang akan di pakai 4. Proses Cascade Classifier aau mengkelasifikasikan apakah cira posiif aau negaif secara berulang ulang 5. Menghasilkan daa laih yang berupa daa XML yang naninya menjadi Sore unuk maa menganuk.

30 54 5 Nomor Proses 2.2 Nama Proses Capuring Deskripsi Mengidenifikasi maa menganuk aau maa erbuka Inpu Cira Realime Oupu Objek maa yang menganuk aau erbuka Proses Mengcapuring dari hasil cira realime 1. Cira realime yang merupakan objek dicapuring Logika Proses 2. Objek diemukan dan di proses menganuk aau erbuka Perancangan Anarmuka Perancangan anarmuka merupakan sebuah penggambaran, perencanaan, dan pembuaan skesa aau pengauran dari beberapa elemen yang erpisah ke dalam sau kesauan yang uuh dan berfungsi. Adapun perancangan anarmuka perangka lunak pendeeksi maa menganuk adalah sebagai beriku : Perancangan Anarmuka Form MenuUama Desain Form MenuUama Form menu uama merupakan form yang digunakan sebagai ampilan pada saa pengguna membuka aplikasi. Beriku ini adalah desain ampilan form aplikasi :

31 55 Deeksi Tenang Gambar 3.20Perancangan Anarmuka MenuUama Deskripsi Objek Form Menu Uama Beriku ini adalah deskripsi objek form MenuUama: Tabel 3.3 Deskripsi Objek form menu uama Objek Jenis Keerangan DETEKSI KANTUK BUTTON MENUJU FORM DETEKSI F02 TENTANG BUTTON MENUJU FORM TENTANG Desain Form Deeksi Form Deeksi Terdapa dua buah image box unuk menampilkan cira maa erbuka dan cira maa menganuk. Beriku ampilan anarmuka.

32 56 DETEKSI Gambar 3.21 Perancangan Anarmuka Form Deeksi Deskripsi objek Form Deeksi Beriku ini adalah deskripsi objek form Deeksi : Table 3.4 Deskripsi objek form deeksi Objek Jenis Keerangan Cira Asli Image Box Cira pada saa maa erbuka Cira Menganuk Image Box Cira pada saa cira mengauk Jaringan Semanik Beriku ini adalah gambar jaringan semanik yang menggambarkan hubungan anar modul perangka lunak Pendeeksi maa menganuk. M01 F01 F02 Gambar 3.22 Jaringan semanik

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Dalam ugas akhir ini, yang dibahas adalah permasalahan mengenai pencipaan pirani lunak yang mampu memanfaakan sumber daya kamera anpa menggunakan driver.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian mengenai konribusi pengelolaan huan rakya erhadap pendapaan rumah angga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamaan Sindangagung, Kabupaen Kuningan,

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KONTUR MATA PADA SKETSA WAJAH MENGGUNAKAN GRADIENT VECTOR FLOW SNAKE

EKSTRAKSI KONTUR MATA PADA SKETSA WAJAH MENGGUNAKAN GRADIENT VECTOR FLOW SNAKE EKSTRAKSI KONTUR MATA PADA SKETSA WAJAH MENGGUNAKAN GRADIENT VECTOR FLOW SNAKE SANGAP MULYADI 08 05 011 Augus 03 rd 010 Absrak Dunia modern dewasa ini memanaakan eknologi biomerik dalam pengenalan iur-iur

Lebih terperinci

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN MODUL 1 FI 2104 ELEKTRONIKA 1 MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN 1. TUJUAN PRAKTIKUM Seelah melakukan prakikum, prakikan diharapkan elah memiliki kemampuan sebagai beriku : 1.1. Mampu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

Relasi LOGIK FUNGSI AND, FUNGSI OR, DAN FUNGSI NOT

Relasi LOGIK FUNGSI AND, FUNGSI OR, DAN FUNGSI NOT 2 Relasi LOGIK FUNGSI ND, FUNGSI OR, DN FUNGSI NOT Tujuan : Seelah mempelajari Relasi Logik diharapkan dapa,. Memahami auran-auran relasi logik unuk fungsi-fungsi dasar ND, OR dan fungsi dasar NOT 2. Memahami

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryano Sudirham Sudi Mandiri Inegral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic 4.1. Pengerian BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Sau) Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Propinsi Sumaera Uara merupakan salah sau propinsi yang mempunyai perkembangan yang pesa di bidang ransporasi, khususnya perkembangan kendaraan bermoor. Hal ini dapa

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 44 BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 4.1 Analisis Sisem ang berjalan Analisis Sisem adalah penguraian dari suau sisem Informasi ke dalam bagian-bagian, komponen-komponen, dengan maksud unuk mendefenisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Kepuusan Model rumusan masalah dan pengambilan kepuusan yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini dimulai dari observasi lapangan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Mobil Robo Mobil robo adalah robo yang memiliki kemampuan unuk berpindah empa mobiliy, mobil robo yang bergerak dari posisi awal ke posisi yang diinginkan, suau sisem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Tahapan Pemecahan Masalah Tahapan pemecahan masalah berfungsi unuk memudahkan dalam mencari jawaban dalam proses peneliian yang dilakukan agar sesuai dengan arah

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS. Wulan Fatin Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 ABSTRAK

KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS. Wulan Fatin Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 ABSTRAK KLASIFIKASI DOKUMEN TUGAS AKHIR MENGGUNAKAN ALGORITMA K-MEANS Wulan Fain Nasyuha¹, Husaini 2 dan Mursyidah 3 1,2,3 Teknologi Informasi dan Kompuer, Polieknik Negeri Lhokseumawe, Jalan banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Jurnal Lensa Kependidikan Fisika Vol. 1 Nomor 1, Juni 13 ISSN: 338-4417 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 1/13

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

*Corresponding Author:

*Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 5 Periode Mare 6, Samarinda, Indonesia ISBN: 978-6-7658--3 Penerapan Model Neuro-Garch Pada Peramalan (Sudi Kasus: Reurn Indeks Harga Saham Gabungan) Applicaion

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Ramalan adalah sesuau kegiaan siuasi aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ISSN 5-73X PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ISIKA SISWA Henok Siagian dan Iran Susano Jurusan isika, MIPA Universias Negeri Medan Jl. Willem Iskandar, Psr V -Medan

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES Daa merupakan bagian pening dalam peramalan. Beriku adalah empa krieria yang dapa digunakan sebagai acuan agar daa dapa digunakan dalam peramalan.. Daa harus dapa dipercaya

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Salah sau masalah analisis persediaan adalah kesulian dalam menenukan reorder poin (iik pemesanan kembali). Reorder poin diperlukan unuk mencegah erjadinya kehabisan

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini METODE PENELITIAN Kerangka Pendekaan Sudi Penaagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaen Kulon Progo didasarkan pada karakerisik fisik, finansial usaha ani dan pemanfaaan saa ini. Karakerisik fisik adalah

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X USULAN ENERAAN METODE KOEISIEN MANAJEMEN (BOMAN S) SEBAGAI ALTERNATI MODEL ERENCANAAN RODUKSI RINTER TIE LX400 ADA T X Hendi Dwi Hardiman Jurusan Teknik Manajemen Indusri - Sekolah Tinggi Manajemen Indusri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Pengangguran Pengangguran aau una karya merupakan isilah unuk orang yang idak mau bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Seminar Nasional Informaika PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Evri Ekadiansyah Program Sudi D Manajemen Informaika, STMIK Poensi Uama evrie9@gmail.com

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5)

KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5) KLASIFIKASI DATA PRODUKSI PADI PULAU JAWA MENGGUNAKAN ALGORITMECLASSIFICATION VERSION 4.5 (C4.5) Dwi Seyowai, Yuliana Susani, Supriyadi Wibowo Program Sudi Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Seminar Nasional Informaika 24 PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Evri Ekadiansyah Program Sudi D3 Manajemen Informaika, STMIK Poensi Uama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Tempa Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamaan Lembang, Kabupaen Bandung, Jawa Bara. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM PEMILIHAN TEMPAT KOST DENGAN METODE PEMBOBOTAN ( STUDI KASUS : SLEMAN YOGYAKARTA)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM PEMILIHAN TEMPAT KOST DENGAN METODE PEMBOBOTAN ( STUDI KASUS : SLEMAN YOGYAKARTA) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DALAM PEMILIHAN TEMPAT KOST DENGAN METODE PEMBOBOTAN ( STUDI KASUS : SLEMAN YOGYAKARTA) I Wayan Supriana Program Pascasarjana Ilmu Kompuer Fakulas MIPA Universias Gadjah Mada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci

MODUL 2. Gerak Berbagai Benda di Sekitar Kita

MODUL 2. Gerak Berbagai Benda di Sekitar Kita MODUL 2 MODUL 2 Gerak Berbagai Benda di Sekiar Kia i Kaa Penganar Dafar Isi Pendidikan kesearaan sebagai pendidikan alernaif memberikan layanan kepada mayaraka yang karena kondisi geografis, sosial budaya,

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengerian dan peunjuk yang digunakan unuk menggambarkan kejadian, keadaan, kelompok, aau

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI PERTEMUAN KINEMATIKA SATU DIMENSI RABU 30 SEPTEMBER 05 OLEH: FERDINAND FASSA PERTANYAAN Pernahkah Anda meliha aau mengamai pesawa erbang yang mendara di landasannya? Berapakah jarak empuh hingga pesawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo) PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Sudi pada karyawan eap PT PG Tulangan Sidoarjo) Niken Dwi Okavia Heru Susilo Moehammad Soe`oed Hakam Fakulas Ilmu Adminisrasi

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengerian Peramalan Unuk membanu ercapainya suau kepuusan yang efisien, diperlukan adanya suau cara yang epa, sisemais dan dapa diperanggungjawabkan. Salah sau ala yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting) BAB 3 LANDAAN TEORI 3.1 Pengerian dan Kegunaan Peramalan (Forecasing) Dalam melakukan analisis dibidang ekonomi, sosial dan sebagainya, kia memerlukan suau perkiraan apa yang akan erjadi aau gambaran enang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Prin) D-108 Simulasi Peredaman Gearan Mesin Roasi Menggunakan Dynamic Vibraion Absorber () Yudhkarisma Firi, dan Yerri Susaio Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Sampel dan Kejadian 2.1.1 Definisi Ruang Sampel Himpunan semua hasil semua hasil (oucome) yang mungkin muncul pada suau percobaan disebu ruang sampel dan dinoasikan dengan

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci