BINTANG QUARK DENGAN MODEL BAG M.I.T

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BINTANG QUARK DENGAN MODEL BAG M.I.T"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA BINTANG QUARK DENGAN MODEL BAG M.I.T SKRIPSI AHMAD FAUZI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK DESEMBER 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA BINTANG QUARK DENGAN MODEL BAG M.I.T SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains AHMAD FAUZI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA KEKHUSUSAN FISIKA NUKLIR DAN PARTIKEL DEPOK DESEMBER 2011

3 Kupersembahkan untuk keluargaku tercinta.

4 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Ahmad Fauzi NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 27 Desember 2011 i Universitas Indonesia

5 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama : Ahmad Fauzi NPM : Program Studi : Fisika Judul Skripsi : Bintang Quark dengan Model Bag M.I.T Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Dr. Anto Sulaksono ( ) Penguji I : Pro. Dr. Terry Mart ( ) Penguji II : Dr. L. T. Handoko ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 27 Desember 2011 ii Universitas Indonesia

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, berkat karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Salawat dan salam tercurah kepada Rasullallah, rasul seluruh alam. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yakni: Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doanya, jadi inget masa-masa dulu ya. Dr. Anto Sulaksono selaku pembimbing yang mau menerima saya sebagai mahasiswa bimbingannya, dan terima kasih atas nasehatnya selama ini. Para penguji yang mau meluangkan waktu untuk mahasiswa yang satu ini, saya hanya bisa berterimakasih. Para dosen dan sta departemen isika. Teman - teman angkatan 2007 yang mau berteman dengan orang yang satu ini. Juga semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanaat bagi kita semua, dan doakan penulis agar senantiasa diberi kelapangan di dunia dan akhirat. Depok, 20 Desember 2011 Ahmad Fauzi iii Universitas Indonesia

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Ahmad Fauzi NPM : Program Studi : S-1 Reguler Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusi (Non - exclusive Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Bintang Quark dengan Model Bag M.I.T beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusi ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ ormatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 20 Desember 2011 Yang menyatakan (Ahmad Fauzi) iv Universitas Indonesia

8 ABSTRAK Nama : Ahmad Fauzi Program Studi : S-1 Reguler Judul Skripsi : Bintang Quark dengan Model Bag M.I.T Pada tahun 1964, Gellman dan Zweig mengajukan hipotesis bahwa proton, neutron, dan hadron lainnya tersusun dari partikel elementer yang disebut quark. Setelah itu, Bodmer, Terazawa dan Witten mengajukan gagasan tentang adanya quark strange pada bintang kompak yang menyebabkan energi ikat quark up, down, strange lebih rendah dibandingkan energi ikat nuklir. Model yang mudah digunakan untuk mempelajari bintang quark yaitu dengan model bag MIT. Ukuran bag direpresentasikan oleh konstanta bag, B, dimana massa quark konstan. Pada temperatur T = 0, maka raksi quark up konstan, sekitar 33%, sedangkan raksi quark down turun diikuti raksi quark strange yang naik. Fraksi quark up pada T 0, tanpa penangkapan neutrino, sekitar 33%, namun pada T 0, dengan penangkapan neutrino, raksi quark up naik menjadi 42%. Massa bintang akan meningkat ketika nilai B turun. Kata kunci: Persamaan keadaan, model bag MIT, materi quark. Datar Pustaka: 34 ( ) v Universitas Indonesia

9 ABSTRACT Name : Ahmad Fauzi Study Program : S-1 Reguler Title : Quark Stars with The M.I.T. Bag Model In 1964, Gellman and Zweig proposed their hypothesis about the proton, the neutron, and all the other hadrons composed by elementary particle which were called quark. Aterwards, Bodmer, Terazawa and Witten proposed idea about strange quark in compact stars which binding energy o up, down, strange quark lower than nuclear. A simple model to learn quark stars is the MIT bag model. The size o the bag is represented by the bag constant, B, with mass o quark is constant. Temperature T = 0, the raction o up quarks is constant, about 33%, the raction o down quarks decreases ollowed by the increase o strange quarks raction. The raction o up quarks at T 0, without neutrino trapping about 33%, whereas at T 0, in case neutrino trapping, the raction o up quarks increases to 42%. The maximum mass o the stars increases as the value B decrease. Keywords: Equations o state, MIT bag model, quark matter. Reerences: 34 ( ) vi Universitas Indonesia

10 Datar Isi Halaman Pengesahan Kata Pengantar Halaman Penyataan Persetujuan Publikasi Abstrak Datar Isi Datar Gambar ii iii iv v vii ix 1 Pendahuluan Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Penelitian Metode Penelitian Landasan Teori Materi Quark Persamaan Keadaan Materi Quark Temperatur T = Temperatur T Persamaan TOV Hasil dan Pembahasan Temperatur T = Temperatur T Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan vii Universitas Indonesia

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 4 Kesimpulan 28 A Persamaan TOV 29 B Termodinamika 38 C Model Bag M.I.T 42 Datar Pustaka 45 viii Universitas Indonesia

12 Datar Gambar 2.1 Perbandingan energi per barion 56 Fe, dengan uds quark dan ud quark. Gambar diambil dari re. [33] Hubungan potensial kimia neutron dengan potensial elektron Jarak momentum Fermi antar quark. Diambil dari re [25] Massa-radius bintang Neutron Fraksi setiap quark T = 0 MeV (a) Hubungan kerapatan energi ɛ terhadap potensial kimia neutron µ n, (b) kerapatan tekanan p terhadap potensial kimia neutron µ n, (c) kerapatan energi ɛ terhadap kerapatan tekanan p pada T = Pengaruh massa strange terhadap radius massa bintang dengan B 1/4 = 145 MeV Perbandingan radius-massa bintang akibat eek c Perbandingan raksi tiap konstituen pada T = 30 MeV, dengan T = 50 MeV. Merah=quark up, biru=quark down, hijau=quark strange, hitam=elektron, dan cokelat=muon Perbandingan radius dan massa untuk T = 30 MeV, T = 50 MeV; B 1/4 = 145 MeV Perbandingan raksi tiap konstituen pada T = 50 MeV; (a) Y νe = 0, (b) Y Le = 0.4. Merah=quark up, biru=quark down, hijau=quark strange, hitam=elektron, cokelat=muon, dan emas=neutrino elektron Perbandingan radius massa pada T = 50 MeV; Y νe = 0 dengan Y Le = (a) Bag ungsi kerapatan, (b) perbandingan p(ɛ); bag konstan dengan bag ungsi kerapatan Massa quark ungsi kerapatan ix Universitas Indonesia

13 DAFTAR GAMBAR DAFTAR GAMBAR 3.11 Perbandingan radius massa bintang quark: B 1/4 = 145 MeV dengan B(ρ) Bintang quark dengan persamaan keadaan ɛ = 3p + 4B: (a) Radius massa bintang quark, (b) kerapatan energi ɛ ungsi radius. 27 x Universitas Indonesia

14 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setelah penemuan neutron oleh Chadwick pada tahun 1932, maka bermunculan teori tentang adanya materi yang tersusun dari neutron, dan pada tahun 1934 Baade dan Zwicky mengajukan teori tentang adanya bintang yang disebut dengan bintang neutron yang merupakan hasil akhir transisi bintang normal akibat mekanisme ledakan supernova [15]. Dengan menggunakan teori relativitas umum Einstein, maka pada tahun 1939, Oppenheimer dan Volko, berhasil memecahkan problem dari persamaan medan Einstein untuk bintang relativistik [7]. Pada tahun 1964, Murray Gellman dan George Zweig mengajukan hipotesis, bahwa proton, neutron, dan semua partikel lainnya, yang dikenal pada saat itu, bukan merupakan partikel elementer, tetapi merupakan partikel yang disusun dari sesuatu yang lebih kecil lagi, yang disebut quark [4]. Pada tahun 1967, eksperimen elektron proton scattering pada energi tinggi yang dilakukan di Stanord Linear Accelerator Center (SLAC), menunjukkan tentang kebenaran adanya quark. Konsep tentang quark, memberi konsekuensi tentang adanya bintang yang disusun dari materi quark. Persamaan keadaan bintang quark, yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti hingga saat ini, dapat dipelajari dengan menggunakan model persamaan keadaan bintang neutron. Beberapa model persamaan keadaan bintang neutron yang sudah diusulkan oleh orang, salah satunya adalah model bag MIT yang dikembangkan di Massachusetts Institute o Technology pada tahun an. Pada awalnya, model ini digunakan untuk melukiskan hadron [12], tetapi, pada perkembangannya model ini digunakan juga sebagai salah satu model un- 1 Universitas Indonesia

15 Bab 1.3. Tujuan Penelitian tuk melukiskan materi-materi yang tersusun dari quark-quark. Dalam model bag MIT, quark-quark dianggap bebas yang terkurung dalam ruang terbatas yang disebut bag [4]. Sebagai suatu langkah pertama pada skripsi ini, digunakan model bag MIT untuk mempelajari persamaan keadaan dari materi yang tersusun dari quark, baik untuk kasus neutrino yang tidak terperangkap maupun yang terperangkap untuk T 0. Hal ini penting dilakukan sebelum melangkah lebih lanjut dengan menggunakan model yang lebih realistis. 1.2 Perumusan Masalah Bintang quark merupakan bintang pada keadaan murni quark, sehingga dibutuhkan persamaan keadaan yang dapat menggambarkan keadaan bintang quark tersebut. Persamaan keadaan bintang quark dapat diperoleh dari model yang digunakan dan relasi termodinamika. Dengan mengetahui persamaan keadaan bintang quark, maka muncul hubungan antara eek temperatur terhadap tekanan, dan kerapatan energi yang merupakan input untuk persamaan TOV. Selain itu, eek temperatur memiliki pengaruh pada peristiwa neutrino trapping (penangkapan neutrino), sehingga persamaan keadaan mengalami perubahan dikarenakan adanya neutrino yang terperangkap di materi. Bagaimana kedua hal tersebut diatas dapat diketahui hubungannya secara eksplisit dan kuantitati, adalah masalah yang akan ditangani pada skripsi ini. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan: 1. Mengetahui persamaan keadaan bintang quark pada T = 0, sehingga diperoleh gambaran jelas tentang enomena-enomena yang terjadi pada T = Selain pada T = 0, dipelajari persamaan keadaan bintang quark pada T 0, sehingga hubungan antara eek temperatur dengan variabelvariabel lainnya, seperti tekanan dan energi dapat dianalisa. 3. Secara teori, ketika T 0, lintasan bebas rata-rata dari neutrino menjadi lebih kecil dibandingkan radius bintang [30], akibatnya neutrino menjadi 2 Universitas Indonesia

16 Bab 1.5. Metode Penelitian terperangkap. juga dipelajari. Sehingga eek neutrino pada persamaan bintang quark 1.4 Batasan Penelitian 1. Pada penelitian yang dilakukan, penulis membatasi diri dengan hanya mempelajari persamaan keadaan bintang quark hanya pada keadaan ase murni quark, tidak dalam keadaan ase campuran. 2. Penulis dalam mengerjakan penelitian menganggap bintang quark memiliki crust yang sangat tipis, sehingga eek crust diabaikan. 1.5 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis dilakukan secara analitik dan numerik. Sebelumnya penulis juga melakukan studi literatur untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai masalah materi quark di bintang kompak. 3 Universitas Indonesia

17 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Materi Quark Setelah Murray Gellman dan George Zweig mengemukakan gagasan tentang partikel elementer, yang disebut quark, maka banyak studi lanjutan untuk mempelajari enomena quark, baik dengan membuat model untuk menjelaskan quark, atau dengan eksperimen, seperti eksperimen yang dilakukan di Stanord Linear Accelerator Center (SLAC). Fase quark terjadi pada keadaan ultra high density, akibat adanya tekanan yang tinggi pada ase materi nuklir. Pada keadaan ini, memungkinkan terbentuknya tekanan degenerasi quark gas Fermi [13]. Pada tahun 1965, Ivanenko-e Kordgelaide mengusulkan adanya quarkian core dalam bintang yang sangat rapat. Pada era tahun 1970-an, muncul gagasan bahwa bintang neutron merupakan kandidat kuat dimana ase materi quark dapat terjadi, dan pada tahun ini pula timbul gagasan tentang bintang quark, murni quark. Arnold Bodmer, pada tahun 1971, mengajukan ide tentang runtuhnya inti menjadi quark up, down, dan strange. Bodmer juga menyatakan bahwa runtuhnya inti terjadi pada keadaaan temperatur sangat tinggi, dan akibat runtuhnya inti, dapat menyebabkan terjadinya pembentukan compact massive black, yang merupakan kandidat untuk pembentukan dark matter [4]. Ketika materi nuklir berada pada kondisi tekanan yang sangat besar, materi nuklir diperkirakan menuju ase transisi ke keadaan materi quark yang tidak terkurung (deconined quark metter) [14], sehingga proses URCA yang berlangsung pada bintang quark 4 Universitas Indonesia

18 Bab 2.1. Materi Quark d u + e + ν e, u + e d + ν e, s u + e + ν e, u + e s + ν e, (2.1) dari reaksi tersebut, maka µ d = µ s µ u + µ e + µ νe. (2.2) Kehadiran quark strange di dalam bintang kompak diajukan oleh Bodmer 1971, dan kemudian teori tentang quark strange dikembangkan lagi oleh Terazawa dan Witten [4, 33]. Secara teori, kehadiran quark strange akan menyebabkan energi ikat sistem menjadi turun, akibatnya sistem akan lebih stabil dibandingkan materi nuklir, sebagaimana yang diilustrasikan oleh Gambar 2.1. Kehadiran quark strange, seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.1, disebut dengan strange quark hypothesis [33], dimana energi per barion uds quark akan lebih kecil dibandingkan energi per barion ud quark dan 56 Fe. Inilah dasar keyakinan orang tentang adanya bintang quark yang stabil. Gambar 2.1: Perbandingan energi per barion 56 Fe, dengan uds quark dan ud quark. Gambar diambil dari re. [33]. 5 Universitas Indonesia

19 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark 2.2 Persamaan Keadaan Materi Quark Salah satu masalah yang dihadapi oleh isikawan, yaitu tentang meteri nuklir pada kerapatan tinggi [27] atau materi quark, yang diagram ase dari materi quark itu sendiri masih banyak belum yang dimengerti, baik secara teori maupun eksperimen [29]. Untuk mempelajari materi quark, khususnya dalam hal ini quark didalam bintang, maka kita harus mempelajari persamaan keadaan yang menggambarkan variabel variabel yang berada didalam sistem tersebut, seperti tekanan, energi, kerapatan, komposisi sistem, dan temperatur [15], sehingga didapatkan inormasi tentang enomena-enomena apa yang terjadi pada sistem. Dengan menggunakan relasi termodinamika, kerapatan energi, tekanan, dan kerapatan quark, dimana menyatakan lavor quark ɛ = γ d 3 k k (2π) 2 + m 2 3 ( + + ), 0 p = 1 γ d 3 k 2 k ( 3 (2π) ), 0 k 2 + m 2 ρ = 1 γ d 3 k( 3 (2π) 3 + ), (2.3) 0 dengan ungsi distribusi Fermi Dirac partikel, + = (exp{[e(k) µ ]/T } + 1) 1, dan ungsi distribusi Fermi Dirac antipartikel, E(k) = k 2 + m 2, γ aktor degeneracy quark=6. = (exp{[e(k) + µ ]/T } + 1) 1, Sistem, dalam hal ini bintang quark, bila berada pada keadaan seimbang, maka terjadi keseimbangan β, yang terdiri dari netralitas muatan q ρ q l ρ l = 0, (2.4) l dan keseimbangan potensial kimia dari quark [24] µ u = 1 [ ] µ n 2(µ e µ νe ), 3 µ d = µ s = 1 [ ] µ n + (µ e µ νe ), (2.5) 3 6 Universitas Indonesia

20 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark dengan l menyatakan lepton. Selain relasi termodinamika, dan keseimbangan β, diperlukan pula model yang cocok untuk menghubungkan persamaan keadaan keseluruhan sistem tersebut, yang kemudian dari model itu, diperoleh hubungan p(ɛ) yang merupakan input persamaan TOV. Pada kerapatan tinggi, maka setidaknya ada beberapa model yang dipertimbangkan, dua model yang paling dikaji orang, yaitu: 1. Model bag MIT. 2. Model Nambu Jona-Lasinio (model NJL). Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis menggunakan model bag MIT. Model bag MIT didasari pada enomena kurungan (coninement), model ini banyak digunakan untuk menggambarkan materi quark-gluon pada temperatur dan kerapatan tinggi. Pada model bag MIT, hadron terdiri dari quark bebas, yang terkurung dalam ruang terbatas yang disebut bag [5]. Model bag MIT menganggap massa quark konstant, dapat dilihat pada Tabel 2.1, dan quark terkurung didalam wilayah atau kurungan terbatas, yang besarnya diparameterisasi oleh suatu konstanta enomenologis, yang disebut konstanta bag B, sehingga semua inormasi yang belum diketahui mengenai sistem quark, seperti interaksi antar quark, tersimpan didalam konstanta bag tersebut. Bag distabilkan oleh bentuk g µν B yang dimasukkan ke tensor energi-momentum T µν. Konstanta bag, bernilai negati untuk ɛ vacuum = B, dan positi untuk p vacuum = B, sehingga untuk tekanan total konstituen p, dan kerapatan energi total ɛ diperoleh p = p + B, ɛ = ɛ + B, (2.6) dengan 145 MeV< B 1/4 < 162 MeV [25]. Sedangkan pada model NJL, massa quark dan parameter bag tidaklah konstan, melainkan bergantung pada kerapatan [16, 19] M i = m 0i 4g s θ i 2g t θ j θ k, B e = B 0 B, (2.7) 7 Universitas Indonesia

21 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark Nama Massa (MeV) q(muatan) bilangan barion u 5 2/3 1/3 d 7-1/3 1/3 s 150-1/3 1/3 Tabel 2.1: Massa quark, muatan, dan bilangan barionnya. dengan Λ0 k 2 ) dk B = ηn c ( k i 0 (2π) 2 + M 2i k 2 + m 2 2 oi 2g s < ψψ > 2 i 4g t < ūu >< dd >< ss >, i B 0 = B ρu=ρ d =ρ s=0. (2.8) Indeks i,j,k, menunjukkan permutasi siklik, untuk lebih jelas mengenai model NJL, dapat dilihat pada reerensi [5]. Tetapi untuk perhitungan secara numerik, kami membatasi diri hanya berkonsentrasi dengan model bag MIT Temperatur T = 0 Pada temperatur T = 0, relasi persamaan termodinamika dapat ditentukan dengan menghilangkan kontribusi antipartikel, dan distribusi Fermi Dirac menjadi ungsi theta, sehingga persamaan (2.3) menjadi ɛ = = p = = kf kf d 3 k γ 0 (2π) E(k) = γ dkk k 2 3 2π 2 + m γ 1 [k 2π 2 F (k 2F + m 2) 3/ m2k F kf 2 + m2 1 ( kf 2 + m2 + k F 2 m4 ln γ 3 kf 0 γ 1 6π 2 4 m )], kf d 3 k k 2 = 1 γ (2π) 3 k 2 + m 2 3 2π 2 0 k 2F + m2 3 2 m2k F kf 2 + m2 [ k 3 F + 3 ( kf 2 + m2 + k )] F 2 m4 ln. m dk k 4 k 2 + m 2 (2.9) 8 Universitas Indonesia

22 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark Pada proses pendingan bintang, lintasan bebas rata-rata dari neutrino semakin besar dibandingkan radius bintang, maka pada T = 0, neutrino dianggap tidak terperangkap, ν e = 0, sehingga persamaan (2.5) menjadi µ u = µ n 2µ e, 3 µ d = µ s = µ n + µ e, (2.10) 3 dengan menggunakan persamaan (2.4), maka netralitas muatan untuk T = 0 ( k 3 ) q k3 e π 2 3π k3 µ = 0, (2.11) 2 3π2 kemudian dengan menggunakan metode numerik, maka didapatkan hubungan potensial kimia elektron µ e potensial kimia neutron µ n yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Jika kita mencoba dengan pendekatan analitik, m u = m d = m e = 0, dan kontribusi muon diabaikan pada persamaan keadaannya, maka diperoleh hasil dengan µ e = m 2 s 4µ = 3m2 s 4µ n, (2.12) µ = (µ u + µ d + µ s ), 3 kedua hasil tersebut, baik secara analitik yang ditunjukkan oleh persamaan (2.12), menunjukkan hasil yang hampir sama bila kita memasukkan massa quark up dan down, serta memasukkan kontribusi muon pada proses perhitungan dengan metode numerik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dari hasil yang diperoleh dengan kedua metode tersebut, maka momentum Fermi setiap quark k u = µ u = µ 2µ e 3 = µ m2 s 6µ, k d = µ d µ e = µ + 3 = µ + m2 s 12µ, ( ) 1 k s = µ 2 s m 2 2 5m 2 s = µ s 12µ. (2.13) Persamaan (2.13) menunjukkan jangkauan momentum Fermi antar quark berjarak m2 s, diilustrasikan oleh Gambar µ 9 Universitas Indonesia

23 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark Gambar 2.2: Hubungan potensial kimia neutron dengan potensial elektron. Sehingga apabila m s = µ e = 0, maka setiap quark akan memiliki momentum Fermi yang sama µ, yang menunjukkan sistem berada pada keadaan netral [25]. Dengan mengabaikan kontribusi dari lepton, maka didapat tekanan total konstituen p p = p u + p d + p s = µ4 u 4π + µ4 d 2 4π + 1 kf s dkk π 2 0 k2 + m 2 s sehingga tekanan total p µ 4 = 4π µ2 m 2 s + µ4 4 6π 2 4π + µ2 m 2 s 4 12π + µ4 2 4π 2µ2 m 2 s 2 3π 2 = 3µ 4 4π 2 3µ2 m 2 s 4π 2, (2.14) p = p B = 3µ 4 4π 2 3µ2 m 2 s 4π 2 B. (2.15) Dengan cara yang sama, sebagaimana cara untuk mencari tekanan total sistem, maka untuk menentukan energi total sistem, perlu terlebih dahulu 10 Universitas Indonesia

24 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark Gambar 2.3: Jarak momentum Fermi antar quark. Diambil dari re [25] menentukan energi total konstituen ɛ ɛ = ɛ u + ɛ d + ɛ s = 3µ4 u 4π + 3µ4 d 2 4π + 3 kf s dkk 2 k 2 π 2 + m 2 2 s 0 3µ 4 = 4π µ2 m 2 s + 3µ4 2 2π 2 4π + µ2 m 2 s + 3µ4 2 4π 2 4π µ2 m 2 s 2 2π 2 = 9µ 4 4π 2 3µ2 m 2 s 4π 2, (2.16) dari persamaan (2.6), maka energi total sistem ɛ = ɛ + B Sehingga hubungan tekanan dengan energi total = 9µ 4 4π 2 3µ2 m 2 s 4π 2 + B. (2.17) p = ɛ 4B 3 µ2 m 2 s 2π 2. (2.18) Persamaan (2.15) memiliki bentuk yang hampir sama dengan persamaan yang ada pada reerensi [2] yang melakukan perhitungan dengan beberapa aktor koreksi yang lebih rumit, yakni: p = 3µ4 4π 2 a 4 3µ2 4π 2 a 2 B, (2.19) 11 Universitas Indonesia

25 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark dengan aktor a 4 = (1 c), c merupakan aktor koreksi QCD. Jika koreksi QCD dimasukkan kedalam perhitungan, maka c 0 [2], koreksi pada QCD, memberikan besar c = 2αs [25], dengan α π s konstanta kopling interaksi kuat. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh [2], maka c = untuk meteri quark yang terdiri dari 3 lavors yang tidak saling berinteraksi, maka c=0, sehingga a 4 = 1. Koeisien a 2 = (m 2 s 4 2 ), merupakan energi gap yang muncul pada peristiwa superkonduktivitas pada quark. Superkonduktivitas pertama kali dikenal pada bidang meteri terkondensasi yang terjadi ketika temperatur sangat rendah yang mengakibatkan gaya tarik menarik antar partikel sangat lemah. Teori mikroskopik mengenai superkonduktivitas pertama kali dikemukakan oleh Bardeen, Cooper dan Schrieer [6], yang dikenal dengan teori BCS. Tetapi, peristiwa superkonduktivitas pada quark lebih rumit, karena tidak hanya memasukkan eek muatan, tetapi juga eek warna (colorsuperconductivity), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada reerensi [26] Temperatur T 0 Ketika awal pembentukan bintang, temperatur bintang dapat mencapai T K [25]. Pada saat temperatur tinggi tersebut, lintasan bebas rata-rata dari neutrino akan lebih kecil dibandingkan radius bintang, sehingga terjadi proses penangkapan neutrino (neutrino trapping) [30]. Proses evolusi bintang didominasi oleh proses diusi neutrino yang berpengaruh pada proses deleptonisasi dan pendinginan bintang [21], sehingga bila terjadi penangkapan neutrino, maka Y Le = Y e + Y νe = 0.4, Y Lµ = Y µ + Y νµ = 0, µ e ν e = µ µ ν µ. (2.20) Komposisi meteri ketika terjadi penangkapan neutrino, secara signiikan berubah, yang disebabkan karena Y Le 0.4 [20]. Sehingga keseimbangan potensial kimia ditunjukkan oleh persamaan (2.10). Namun apabila pada T 0, tidak ada penangkapan neutrino, maka keseimbangan potensial kimia ditunjukkan oleh persamaan (2.5). Jika kita melihat diagram ase QCD, maka pada temperatur T jauh lebih besar dari kerapatannya, dengan kata lain T µ, maka terjadi ase quark gluon plasma (QGP) [3]. 12 Universitas Indonesia

26 Bab 2.2. Persamaan Keadaan Materi Quark Pada persamaan (2.3), jika kita menganggap semua massa quark dan lepton nol, maka p = (p TID + p TD ) B, sehingga p TD = γ k E [ 6π 2 0 k = 1 [ 1 π 2 p TID = µ 4 4π 2, ] k 2 dk e k µ T + 1 e k+µ T + 1 ] 1 + k 3 dk 0 e k µ T e k+µ T + 1 [ = 1 (xt + µ ) 3 ] (x T µ ) 3 T dx + T dx π 2 0 e x e x + 1 [ = 1 ((xt ) 3 + µ 3 + 3(xT )2 µ + 3xT µ 2 ) T dx π 2 0 e x + 1 ((x T ) 3 µ 3 + 3(x T ) 2 µ + 3x T µ 2 ) ] T dx 0 e x + 1 = 1 T dx π 2 0 ( = 1 π 2 p = Sedangkan untuk energi total ɛ 2(xT ) 3 + 6xT µ 2 e x + 1 2T 4 7π T 2 µ 2 ) π 2 = 12 ( 7π 2 T T 2 µ 2 2 ( µ 4 4π + 7π2 T 4 + T ) 2 µ 2 B. (2.21) ), ɛ = (ɛ TID + ɛ TD ) + B, ɛ TID = 3µ 4 4π, 2 ɛ T 0 = [ γ 1 E 2π e k µ T + 1 [ = π 2 0 e k µ T = 3p T 0, 1 e k+µ T ] e k+µ T + 1 k 2 dk ] k 3 dk 13 Universitas Indonesia

27 Bab 2.3. Persamaan TOV sehingga diperoleh hubungan tekanan p dan energi ɛ ɛ = 3p + 4B. (2.22) Persamaan (2.22) menunjukkan linearitas antara tekanan dengan kerapatan energi dengan kemiringan 3, dan konstanta 4B. Jika m s = 0 pada T = 0, maka persamaan (2.18) pun menjadi persamaan (2.22), sehingga persamaan (2.22) berlaku umum untuk semua temperatur bila massa quark diabaikan. 2.3 Persamaan TOV Bintang kompak merupakan bintang yang dibentuk setelah peristiwa ledakan supernova, dan memiliki kerapatan yang sangat tinggi [25]. Bintang pada keadaan seimbang, maka tekanan yang berasal dari gravitasi memiliki besar yang sama dengan tekanan yang berasal dari materi nuklir atau quark yang berada di dalam bintang tersebut. Dengan mengkontruksi tensor kurvatur Riemann, pada tahun 1915, Albert Einstein berhasil mengemukakan teori relativitas umumnya, yang berisikan penjelasan tentang distribusi materi pada suatu medan. Persamaan medan Einstein memiliki tiga kemungkinan [7], yaitu: 1. G µν = 0, menyatakan ketidakhadiran distribusi materi. 2. G µν = kt µν, menyatakan kehadiran distribusi materi. 3. G µν = kt µν + Λg µν, menyatakan kehadiran distribusi materi ditambah konstanta kosmologi. Dalam ruang kosong, diluar bintang G µν = 0 R µν 1 2 gµν R = 0 g αµ R µν 1 2 δν αr = 0 Rα ν = 1 2 δν αr, jika α = ν, maka R = 2R = R = 0 = R µν = 0. (2.23) 14 Universitas Indonesia

28 Bab 2.3. Persamaan TOV Persamaan (2.23) menunjukkan bahwa tidak ada distribusi materi, solusi dari persamaan ini disebut solusi Schwarzschild. Pada bagian dalam bintang, terdapat distribusi materi, maka G µν 0, sehingga tensor momentum-energi T µν 0. T µν luida sempurna ɛ T µν = 0 p p p Pada Tahun 1939, Tolman Oppenhaimer dan Volko berhasil memecahkan problem dari persamaan medan Einstein untuk bintang relativistik, statik, dan simetrik bola. dp dr dm dr = (ɛ + p)(m + 4πr3 p), r(r 2M) = 4πɛr 2, (2.24) dengan G c h = 1. Detail penurunan persamaan (2.24) dapat dilihat di Lampiran A. Untuk memecahkan persamaan TOV, persamaan (2.24), maka diperlukan input berupa ɛ (kerapatan energi) dan p (tekanan), dan dengan menyelesaikan persamaan TOV tersebut, maka akan diperoleh massa dan radius bintang. Kondisi awal ditentukan dari pusat bintang, r = 0, dengan kata lain M(r = 0) = 0, dan pada pada permukaan p = 0, maka solusi dari persamaan TOV dapat dicari dengan proses iterasi dari p(r = 0) 0 sampai p(r = R) = 0. Sebagai contoh, bintang neutron, tanpa crust, dengan menggunakan relasi persamaan termodinamika [28], dan Lampiran B de = dq pdv, pada T = 0, maka p = de dv = n 2 d(ɛ/n) T =0 dn, ɛ = nm N A/Z + ɛ e (k ). (2.25) A/Z jumlah nucleon per elektron, untuk 56 Fe, A/Z = 2, 15. Dengan menghitung persamaan keadaan bintang neutron, persamaan (2.25), maka didapat massa, dan radius bintang neutron, seperti pada Gambar Universitas Indonesia

29 Bab 2.3. Persamaan TOV Gambar 2.4: Massa-radius bintang Neutron. Dari persamaan keadaan persamaan (2.25), maka diperoleh massa maximum bintang neutron 1.1 M, dan radius sekitar Km. Untuk kasus bintang neutron yang lebih detail dan realistis dapat dilihat pada reerensi [11, 22], sedangkan untuk kasus bintang quark dapat dilihat pada reerensi [17, 19]. 16 Universitas Indonesia

30 Bab 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Temperatur T = 0 Pada seksi 2.2, telah dijelaskan persamaan keadaan materi quark pada temperatur T = 0, maka pada seksi ini akan dibahas hasil yang diperoleh dari persamaan keadaan pada T = 0. Dengan menggunakan keseimbangan β, diperoleh raksi untuk setiap quark yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Pada Gambar 3.1, jumlah quark up menunjukkan harga konstan, sekitar 33%, sedangkan jumlah quark down turun dari 65% menuju 38%, turunnya quark Gambar 3.1: Fraksi setiap quark T = 0 MeV. 17 Universitas Indonesia

31 Bab 3.2. Temperatur T 0 down diikuti oleh quark strange yang naik dari 0% menuju 28% terhadap kenaikan kerapatan quark total dibarion. Turunnya jumlah quark down, dan naiknya quark strange, dikarenakan sistem ingin mencapai keadaan netralitas, sebagaimana diilustrasikan oleh Gambar. 2.3, dan persamaan (2.13). Pada T = 0 diperoleh jumlah elektron yang sangat kecil, dan jumlah muon hampir tidak ada, hal ini menunjukkan pada T = 0, lepton tidak terlalu memainkan peranan untuk mencapai keadaan netralitas sistem. Pada Gambar 3.2, tekanan bernilai negati pada potensial kimia neutron MeV, yang menunjukkan pada keadaan tersebut, sistem berada pada keadaan tidak stabil, dan hal ini disebabkan oleh kontribusi kontanta bag pada energi momentum tensor yang masih lebih besar dibandingkan tekanan konstituen. Pada Gambar 3.2 pula, kita melihat hubungan linearitas antara kerapatan energi ɛ dengan tekanan p. Gambar 3.3 menunjukkan pengaruh massa quark strange m s terhadap radius dan massa bintang dengan B 1/4 = 145 MeV pada T = 0. Jika m s = 150 MeV, maka radius bintang sekitar 10.5 Km dan massanya sekitar 1.8 M. Namun, jika m s = 0 MeV, maka radius bintang sekitar 11.7 Km dan massanya sekitar 2.0 M. Pada pembahasan di bab 2, T = 0, terdapat aktor koreksi a 4 = (1 c), dengan nilai c 0.3. Bila aktor c dimasukkan ke perhitungan, maka dihasilkan radius dan massa bintang yang ditunjukkan oleh Gambar 3.4. Gambar 3.4 menunjukkan eek c yang cukup besar terhadap radius dan massa bintang, untuk c = 0.3, maka radius bintang sekitar 11.7 Km dan massanya sekitar 2.0 M. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk nilai konstanta bag yang sama, diperoleh radius dan massa bintang yang hampir sama dengan m s = 0 MeV, dan c = 0. Pada persamaan (3.17), terdapat pula aktor koreksi a 2 = m 2 s 4 2, dengan nilai MeV [1]. Perhitungan yang dilakukan pada reerensi [1, 25], menunjukkan hasil bahwa eek tidak terlalu mengubah radius dan massa bintang. 3.2 Temperatur T 0 Pada proses pembentukan bintang, tekanan gravitasi dari luar menyebabkan reaksi nuklir didalam bintang, yang berakibatnya meningkatnya temperatur bintang. Dengan menggunakan persamaan keadaan untuk T 0 (seksi 2.2), 18 Universitas Indonesia

32 Bab 3.2. Temperatur T 0 (a) (b) (c) Gambar 3.2: (a) Hubungan kerapatan energi ɛ terhadap potensial kimia neutron µ n, (b) kerapatan tekanan p terhadap potensial kimia neutron µ n, (c) kerapatan energi ɛ terhadap kerapatan tekanan p pada T = 0 19 Universitas Indonesia

33 Bab 3.2. Temperatur T 0 Gambar 3.3: Pengaruh massa strange terhadap radius massa bintang dengan B 1/4 = 145 MeV. Gambar 3.4: Perbandingan radius-massa bintang akibat eek c. 20 Universitas Indonesia

34 Bab 3.2. Temperatur T 0 diperoleh raksi setiap konstituen pada bintang quark. Gambar 3.5, menunjukkan raksi setiap konstituen untuk T = 30 MeV, dengan T = 50 MeV. Pada kedua temperatur tersebut, jumlah quark up menunjukkan besar yang sama, sekitar 33%, sedangkan jumlah quark down pada T = 30 MeV memiliki harga yang lebih besar dibandingkan T = 50 MeV. Jumlah quark down yang besar pada kerapatan rendah, menyebabkan jumlah quark strange pada keadaan ini sedikit. Sama halnya ketika membahas T = 0 MeV, quark down dan quark strange saling berhubungan untuk mencapai netralitas, jika jumlah quark down menurun, maka jumlah quark strange naik. Kenaikan temperatur menyebabkan netralitas antar quark menjadi terganggu, sehingga lepton memainkan peranan untuk menjaga netralitas. Jika kita melihat Gambar 3.5, T = 30 MeV, elektron dan muon mulai muncul, tidak seperti pada T = 0 MeV yang menunjukkan kontribusi yang hampir nol. Kemunculan lepton ini, berhubungan dengan jumlah quark down yang besar diikuti dengan jumlah quark strange yang kecil pada keadaan awal, sehingga lepton menjaga agar netralitas pada keadaan awal tidak terganggu. Ketika jumlah quark down menurun dan quark strange naik, untuk mencapai netralitas, maka jumlah lepton mulai menurun sampai nol, dimana netralitas sudah terjadi. Sama halnya pada T = 30 MeV, pada T = 50 MeV terjadi hal yang sama, perbedaannya, jumlah muon pada T = 50 MeV mengalami peningkatan dibandingkan T = 30 MeV, hal ini untuk menjaga netralitas antar konstituen. Gambar 3.6 menunjukkan hasil radius dan massa bintang pada T = 30 MeV, dan T = 50, dengan B 1/4 = 145 MeV. Dari gambar tersebut menunjukkan radius dan massa bintang quark yang sama, radius bintang sekitar 11.7 Km dan massanya sekitar 2.0 M. Jika kita membandingkan radius dan massa bintang pada T = 0 MeV, dengan c = 0.3, maka hasil tersebut memberikan hasil yang sama pada kasus T 0. Pada kasus T 0 dengan peristiwa penangkapan neutrino, maka jumlah quark up meningkat dari 33% menjadi sekitar 42%, kenaikan jumlah quark up, menyebabkan elektron dan neutrino elektron meningkat dengan jumlah raksi elektron dan neutrino 0.4. Gambar 3.7. Gambar 3.8 menunjukkan eek penangkapan neutrino pada bintang quark. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa akibat terperangkapnya neutrino menyebabkan bintang memiliki radius 6.5 Km dan massa 0.75 M. Selain itu penangkapan neutrino memberi inormasi bahwa bintang jauh lebih mampat dibandingkan tanpa peristiwa penangkapan neutrino. 21 Universitas Indonesia

35 Bab 3.3. Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan Gambar 3.5: Perbandingan raksi tiap konstituen pada T = 30 MeV, dengan T = 50 MeV. Merah=quark up, biru=quark down, hijau=quark strange, hitam=elektron, dan cokelat=muon. 3.3 Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan Pada pembahasan sebelumnya, kita menggunakan bag konstan dalam perhitungan persamaan keadaan bintang quark, namun pada kenyataannya, besarnya parameter konstanta bag bergantung pada konstituent yang berada didalam bag tersebut, sehingga secara tidak langsung parameter bag merupakan ungsi kerapatan. Bag ungsi kerapatan yang digunakan pada skripsi ini diperoleh dari perumusan yang diajukan oleh Burgio dan rekannya. Mereka menggunakan data CERN SPS pada heavy ion collision untuk menentukan bag ungsi kerapatan [23, 32] sebagai: B(ρ) = B as + (B 0 B as ) exp( βx 2 ). (3.1) B as = 38 MeV/m 3, B 0 = 200 MeV/m 3, β = 0.14, x = ρ/ρ 0. Dari Gambar 3.9 (kanan), menunjukkan bag ungsi kerapatan, dengan bag 22 Universitas Indonesia

36 Bab 3.3. Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan Gambar 3.6: Perbandingan radius dan massa untuk T = 30 MeV, T = 50 MeV; B 1/4 = 145 MeV. (a) (b) Gambar 3.7: Perbandingan raksi tiap konstituen pada T = 50 MeV; (a) Y νe = 0, (b) Y Le = 0.4. Merah=quark up, biru=quark down, hijau=quark strange, hitam=elektron, cokelat=muon, dan emas=neutrino elektron. 23 Universitas Indonesia

37 Bab 3.3. Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan Gambar 3.8: Perbandingan radius massa pada T = 50 MeV; Y νe Y Le = 0.4. = 0 dengan maksimum berharga 200 MeV/m 3 yang diparameterkan oleh B 0, sedangkan bag akan menurun sampai saturasi B as = 38 MeV/m 3, akibatnya dari bag yang bergantung pada kerapatan maka graik tekanan ungsi energi membelok mulai dari ρ = 0 sampai ρ = 0.7 m 3 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.9 (a). Selanjutnya hubungan tekanan dengan energi kembali linear seperti pada keadaan dengan menggunakan konstanta bag Gambar 3.9 (b). Pada reerensi [34], digunakan massa quark yang tidak konstan m q, dengan perumusan m q = m q 2 + m 2 q 4 + g2 µ 2 q 6π 2, (3.2) dengan m q merupakan massa quark (Tabel. 2.1), dan g 0.1. Dari persamaan (3.2), maka diperoleh graik hubungan massa quark terhadap kerapatan quark, Gambar Gambar tersebut menunjukkan massa quark up dan down cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kerapatan quark dibarion, namun massa quark strange cenderung konstan sekitar 150 MeV. Namun, massa quark up dan down yang berubah, tidak menyebabkan raksi dari masing-masing quark berubah, begitu juga hubungan te- 24 Universitas Indonesia

38 Bab 3.3. Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan (a) (b) Gambar 3.9: (a) Bag ungsi kerapatan, (b) perbandingan p(ɛ); bag konstan dengan bag ungsi kerapatan. Gambar 3.10: Massa quark ungsi kerapatan. 25 Universitas Indonesia

39 Bab 3.3. Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan Gambar 3.11: Perbandingan radius massa bintang quark: B 1/4 = 145 MeV dengan B(ρ). kanan dan energinya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 3.9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk mempermudah proses perhitungan persamaan keadaan bintang quark dengan menggunakan model bag MIT, kita dapat mengunakan pendekatan massa quark konstant. Pada Gambar 3.12 menunjukkan eek paling dominan yang menyebabkan radius dan massa bintang berubah adalah konstanta bag, pada gambar tersebut juga didapatkan inormasi, semakin besar konstanta bag, maka radius dan massa bintang semakin mengecil, dengan kata lain bintang semakin mampat. 26 Universitas Indonesia

40 Bab 3.3. Bag dan Massa Quark Sebagai Fungsi Kerapatan (a) (b) Gambar 3.12: Bintang quark dengan persamaan keadaan ɛ = 3p + 4B: (a) Radius massa bintang quark, (b) kerapatan energi ɛ ungsi radius. 27 Universitas Indonesia

41 Bab 4 Kesimpulan Dari hasil yang diperoleh dari bab 3, maka pada T = 0, jumlah quark up cenderung konstan, sekitar 33%, sedangkan jumlah quark down menurun diikuti kenaikan jumlah quark strange yang naik, sampai pada keadaan dimana sistem sudah berada pada keadaan netral. Sedangkan lepton pada T = 0, tidak terlalu memainkan peranan dalam proses netralitas. Tidak seperti kasus T = 0, pada T 0 jumlah lepton mulai meningkat seiring dengan kenaikan temperatur, sehingga pada T 0 lepton lebih memainkan peranan dalam proses netralitas. Ketika jumlah lepton meningkat pada T 0, maka timbul kecenderungan adanya proses reaksi yang melibatkan neutrino. Pada kasus penangkapan neutrino di bintang quark, didapatkan jumlah quark up sekitar 42%, naik 9%, dibandingkan tanpa adanya peristiwa penangkapan neutrino. Sedangkan jumlah quark down dan strange tidak terlalu mengalami perubahan seperti pada kasus tanpa penangkapan neutrino. Pada peristiwa penangkapan neutrino, radius bintang mengecil dibandingkan tanpa adanya penangkapan neutrino, dengan kata lain bintang menjadi lebih mampat. Bila digunakan parameter bag sebagai ungsi kerapatan, yang diajukan oleh Burgio dan rekannya, maka didapatkan graik tekanan dan energi yang membelok pada keadaan awal (Gambar. 3.9). Pembelokan tersebut disebabkan oleh B 0 yang masih besar sampai pada keadaan saturasi yang diparameterkan oleh B as yang ditunjukkan oleh hubungan linear antara tekanan dengan energi. Dan juga perubahan massa dari quark tidak terlalu merubah persamaan keadaan bintang quark, sehingga untuk mempermudah perhitungan keadaan bintang quark dapat menggunakan massa quark konstan. Pada persamaan keadaan bintang quark, konstanta bag sangat dominan dalam menentukan ukuran radius dan massa bintang quark. 28 Universitas Indonesia

42 Lampiran A Persamaan TOV Persamaan TOV merupakan persamaan dierensial yang digunakan sebagai pendekatan untuk kasus bintang yang memiliki keadaan statik dan bentuk spherical. Persamaan TOV didapat dengan mengkonstruksi tensor Einstein yang merupakan gabungan antara Ricci tensor dengan curvatur skalar. R = g µν R µν, R µν = Γ α µα,ν Γ α µν,α Γ α µνγ β αβ + Γα µβγ β να, (A.1) (A.2) Bentuk dari tensor Ricci R µν = R ρ µνρ, (A.3) dan jika skalar dikali dengan metric tensor, maka diperoleh bentuk dari curvatur R = g µν R µν. Pada teori relativitas umum, dengan mengadopsi koordinat bola dan dianggap statik dτ 2 = g µν dx µ dx ν = e 2ν(r) dt 2 e 2λ(r) dr 2 r 2 dθ 2 r 2 sin 2 θdφ 2, (A.4) e 2ν(r) g µν = 0 e 2λ(r) r r 2 sin 2 Untuk menyelesaikan tensor Ricci, maka akan digunakan simbol Cristoel Γ λ µν = 1 2 gλκ (g κν,µ + g κµ,ν g µν,κ ), (A.5) 29 Universitas Indonesia

43 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV Jika µ = ν = 0, maka dengan menggunakan simbol Cristoel Γ α 0α,0, maka Γ α 0αdengan α bergerak dari 0 sampai 3, didapat dengan g µν = 1 g µν Γ 1 00 = 1 2 g11 (g 10,0 + g 10,0 g 00,1 ) = 1 2 e 2λ(r) (0 e2ν(r) ) r = ν (r)e 2(ν(r) λ(r)), (A.6) Γ 1 11 = 1 2 g11 (g 11,1 + g 11,1 g 11,1 ) = 1 e2λ e 2λ 2 r = λ, (A.7) Γ 0 11 = 1 2 g00 (g 01,1 + g 01,1 g 11,1 ) = 0. (A.8) Dengan cara yang sama, maka akan didapat pula Γ 1 22 = re 2λ, Γ 0 10 = v, Γ 2 23 = sin θ cos θ, Γ 1 33 = r sin 2 θe 2λ, Γ 2 12 = Γ 1 13 = 1 r, Γ 3 23 = cot θ. (A.9) Mengacu pada persamaan (A.2), maka untuk µ = ν = 0, koreksi R 00 = Γ α 0α,0 Γ α 00,α Γ α 00Γ β αβ + Γα 0βΓ β 0α, (A.10) Γ α 0α,0 = 0, Γ α 00,α = Γ 0 00,0 + Γ 1 00,1 + Γ 2 00,0 + Γ 3 00,3 = v e 2(v λ) = v e 2(v λ) + v.2(v λ )e 2(v λ), r Γ α 00Γ β αβ = Γ 1 00Γ Γ 1 00Γ Γ 1 00Γ Γ 1 00Γ 3 13 ) = (v 2 + v λ + 2 v e 2(v λ), r Γ α 0βΓ β 0α = Γ 0 01Γ Γ 1 00Γ 0 01 = 2v 2 e 2(v λ), (A.11) 30 Universitas Indonesia

44 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV dengan memasukkan pers (A.10) ke pers (A.9), maka didapat ) R 00 = ( v + λ v v 2 2v e 2(v λ). r Untuk R µν dengan µ = ν bergerak dari 1 sampai 3, maka diperoleh (A.12) Dari persamaan (A.1) maka R 11 = v λ v + v 2 2λ r, R 22 = (1 + rv rλ ) e 2λ 1, R 33 = R 22 sin 2 θ. (A.13) R = g µν R µν = 1 R µν = e 2ν R 00 e 2λ R 11 1 g µν r R r 2 sin 2 θ R 33, karena R 33 = R 22 sin 2 θ, maka R = g µν R µν = 1 g µν R µν = e 2ν R 00 e 2λ R r 2 R 22. (A.14) Tensor Kurvatur Einstein [7] ada 3 kemungkinan dari tensor kurvatur Einstein dengan Λ sangat kecil dan T µν G µν = R µν 1 2 gµν R, (A.15) G µν = 0, G µν = kt µν, G µν = kt µν + Λg µν, (A.16) merupakan tensor yang dibangun dari siat massa dan energi suatu medium. dengan menggunakan indeks atas dan bawah pada kurvatur Einstein, maka G µ ν = g να G αµ = g να (R αµ 1 ) 2 gαµ R = g να R αµ g να 1 2 gαµ R = R µ ν 1 2 δµ ν R, (A.17) dengan memasukkan harga R µν pada pers (A.14), maka ( R = e 2λ 2v + 2λ v 2v 2 2 ) r + 2 4λ r 4v + 2 r r Universitas Indonesia

45 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV Bila R µ ν = g µα R αν, maka untuk µ = ν = 0, Nilai G µ ν G 0 0 = R R ( ) = e 2v v + λ v v 2 2v e 2(v λ) r 1 ) [( 2v + 2λ v 2v 2 2r 4λ r v e 2λ + 2r ] r ( ) 2 1 = r 2λ e 2λ 1 2 r r. 2 Hal yang sama dapat dilakukan untuk mencari G µ ν yang lain ) e 2λ 1 r, 2 G 1 1 = R R = ( 1 r 2 + 2v r (A.18) G 2 2 = R2 2 1 ( ) 2 R = v + v 2 λ v + v λ e 2λ, r G 3 3 = G 2 2, (A.19) dengan menggunakan pers (1.16), dengan k = 8πG dan ɛ T ν µ = 0 p p 0, p maka didapat ( ) 1 G 0 0 = r 2λ e 2λ 1 2 r r = 8πGɛ(r), (A.20) ( ) 2 1 G 1 1 = r + 2v e 2λ 1 2 r r = 8πGp(r), (A.21) 2 ) G 2 2 = (v + v 2 λ v + v λ e 2λ = 8πGp(r), (A.22) r G 3 3 = G 2 2 = 8πGp(r). (A.23) Persamaan (A.20) dan persamaan (A.21) dikalikan dengan r 2 dan e 2λ dengan G=1, maka 1 2λ r e 2λ = 8π 2 ɛ(r)r 2 e 2λ 2λ r = (1 8πr 2 ɛ(r))e 2λ 1 λ = 1 [ (1 8πr 2 ɛ(r))e 2λ 1 ], (A.24) 2r 32 Universitas Indonesia

46 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV 1 + 2v r e 2λ = 8π 2 p(r)r 2 e 2λ 2v r = (1 + 8πr 2 p(r))e 2λ 1 v = 1 [ (1 + 8πr 2 p(r))e 2λ 1 ], 2r (A.25) untuk mencari v, pertama-tama dengan menurunkan persamaan (A.25) terhadap r, d2v r = ( 2λ + 16πrp + 8π r 2 p + 2λ 8πr 2 p ) e 2λ dr 2v r + 2v = [( 16πrp + 8πr 2 p ) + ( 1 + 8πr 2 p ) 2λ ] e 2λ, (A.26) dan dengan mengalikan persamaan (A.26) dengan r 2v r 2 + 2v r = [( 16πr 2 p + 8πr 3 p ) + ( r + 8πr 3 p ) 2λ ] e 2λ = [( 16πr 2 p + 8πr 3 p ) + ( 1 + 8πr 2 p ) 2λ r ] e 2λ, (A.27) kemudian subsitusi persamaan (A.24), (A.25) ke persamaan (A.27) 2v r 2 = [( 16πr 2 p + 8πr 3 p ) + ( 1 + 8πr 2 p ) 2λ r ] e 2λ 2v r 2v r 2 = [ (16πr 2 p + 8πr 3 p ) + (1 + 8πr 2 p)(( 1 + 8πr 2 ɛ)e 2λ + 1) ] e 2λ (1 + 8πr 2 p)e 2λ + 1 = (16πr 2 p + 8πr 3 p )e 2λ + (1 + 8πr 2 p)( 1 + 8πr 2 ɛ)e 4λ + 1 v = 1 2r 2 (16πr2 p + 8πr 3 p )e 2λ + 1 2r 2 [ (1 + 8πr 2 p)( 1 + 8πr 2 ɛ)e 4λ + 1 ], untuk mencari v 2, dengan mengkuadratkan persamaan (A.25) (2v r) 2 = [ (1 + 8πr 2 p(r))e 2λ 1 ] 2 (A.28) 2v 2 r 2 = 1 2 (1 + 8πr2 p) 2 e 4λ (1 + 8πr 2 p)e 2λ v 2 = 1 [ 1 2r 2 2 (1 + 8πr2 p) 2 e 4λ (1 + 8πr 2 p)e 2λ + 1 ], (A.29) 2 dengan merubah bentuk e 2λ(r), dapat diperoleh dari persamaan (A.20) r 2 G 0 0 = (1 2rλ )e 2λ 1 = d [ r(1 e 2λ ) ] = 8πGɛ(r)r 2 dr r(1 e 2λ ) = e 2λ = 1 r r 0 r 8πGɛ(r)r 2 dr 0 8πGɛ(r)r 2 dr 1, 33 Universitas Indonesia

47 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV karena M(r) = 4π r 0 ɛ(r)r2 dr, maka G=1, maka e 2λ = 2GM(r) 1 r ( 2GM(r) e 2λ = r e 2λ r = 2GM r. e 2λ = r 2M r, ) 1 1 (A.30) kemudian nilai v, λ, v, v 2 dan e 2λ dimasukkan ke persamaan (A.22) tanpa menghilangkan bahwa p = p(r) dan ɛ = ɛ(r), sehingga persamaan (A.22) menjadi kemudian menjadi ) (v + v 2 λ v + v λ r = 8πpe 2λ, 1 2r 2 (16πr2 p + 8πr 3 p )e 2λ + 1 [ (1 + 8πr 2 p)( 1 + 8πr 2 ɛ)e 4λ + 1 ] 2r [ 1 2r 2 2 (1 + 8πr2 p) 2 e 4λ (1 + 8πr 2 p)e 2λ + 1 ] 2 1 [ (1 + 8πr 2 p)e 2λ 1 ] 1 [ (1 8πr 2 ɛ)e 2λ 1 ] 2r[ 2r 1 2r (1 + 8πr 2 p)e 2λ 1 ] [ 1 2r (1 8πr 2 ɛ)e 2λ 1 ] + r = 8πpe 2λ, kedua ruas dikali 2r 2, dan akan menjadi (16πr 2 p + 8πr 3 p )e 2λ + (1 + 8πr 2 p)( 1 + 8πr 2 ɛ)e 4λ (1 + 8πr2 p) 2 e 4λ (1 + 8πr 2 p)e 2λ [ (1 + 8πr 2 p)e 2λ 1 ] [ (1 8πr 2 ɛ)e 2λ 1 ] 2 +(1 + 8πr 2 p)e 2λ 1 + (1 8πr 2 ɛ)e 2λ 1 = 8πpe 2λ 2r 2. Dengan merubah bentuk ( 1 + 8πr 2 ɛ) = (1 8πr 2 ɛ) dan mengelompokkan 34 Universitas Indonesia

48 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV menurut derajatnya, maka diperoleh (16πr 2 p + 8πr 3 p )e 2λ (1 + 8πr 2 p)e 2λ 1 2 (1 + 8πr2 p)e 2λ 1 2 (1 8πr2 ɛ)e 2λ + (1 + 8πr 2 p)e 2λ + (1 8πr 2 ɛ)e 2λ (1 + 8πr 2 p)(1 8πr 2 ɛ)e 4λ (1 + 8πr2 p) 2 e 4λ (1 + 8πr2 p)(1 8πr 2 ɛ)e 4λ = 16πr 2 pe 2λ, lalu disederhanakan menjadi (16πr 2 p + 8πr 3 p )e 2λ (1 8πr2 ɛ)e 2λ 1 2 (1 + 8πr2 p)e 2λ 1 2 (1 + 8πr2 p)(1 8πr 2 ɛ)e 4λ (1 + 8πr2 p) 2 e 4λ = 16πr 2 pe 2λ, kemudian kedua ruas dikali dengan e 2λ, sehingga 16πr 2 p + 8πr 3 p (1 8πr2 ɛ) 1 2 (1 + 8πr2 p) 1 2 (1 + 8πr2 p)(1 8πr 2 ɛ)e 2λ (1 + 8πr2 p) 2 e 2λ = 16πr 2 p, kemudian dijabarkan dan kedua ruas dibagi dengan 4πr 2, maka 4p + 2rp + 1 8πr ɛ 1 2 8πr p ( ) 8πr p + ɛ + 2 8πr2 ɛp e 2λ + = 4p. Jika persamaan diatas dijabarkan, maka akan menjadi ( ) 1 8πr + 2p + 2 8πr2 p 2 e 2λ 2rp (ɛ + p) + (ɛ + p)e 2λ + 8πr 2 p(ɛ + p)e 2λ = 0. (A.31) 35 Universitas Indonesia

49 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV Dari persamaan (A.30) nilai dari e 2λ disubsitusi ke persamaan (A.31), maka 2rp r = (ɛ + p) (ɛ + p) r 2M r 8πr2 p(ɛ + p) r 2M p (ɛ + p) (ɛ + p) = 2r 2(r 2M) 4πr2 p(ɛ + p) (r 2M) [ p = (ɛ + p) 1 ] 2r + 1 2(r 2M) + 4πr2 p (r 2M) [ p = (ɛ + p) 1 2r + (1 + ] 8πr2 p) 2(r 2M) [ ] 2r(1 + 8πr p 2 p) 2(r 2M) = (ɛ + p) 4r(r 2M) [ ] 4πr p 3 p + M = (ɛ + p). r(r 2M) persamaan inilah yang disebut persamaan TOV. Jika G c h = 1, persamaan TOV menjadi dp dr = (ɛ + p)(4πr3 p + M). (A.32) r(r 2M) Jika kita belum memasukkan aktor relativitas umum atau melakukan pendekatan Newton, maka tekanan dapat diperoleh dengan asumsi bahwa adanya keseimbangan antara gravitasi yang menekan dari luar dan tekanan yang datang dari bintang, maka hubungan dp dengan gaya gravitasi df dengan jika M(r) = 4π r 0 ɛ(r)r2 dr, maka dm = ɛ(r)dv. Sehingga persamaan (A.33) menjadi dp = df 4πr 2, (A.33) df = GM(r)dM r 2, (A.34) dp dr = GɛM r 2. (A.35) Jika persamaan (A.35) dibandingkan dengan persamaan TOV yang sudah memasukkan aktor G dan c, dimana persamaan TOV yang sudah memasukkan aktor G[25][18] dp dr = GɛM (1 + p ) ( ) ( 1 + 4πr3 p 1 2GM ) 1, (A.36) r 2 ɛ M r 36 Universitas Indonesia

50 LAMPIRAN A. PERSAMAAN TOV maka persamaan TOV tersebut memiliki bentuk yang hampir dengan persamaan (A.35), dengan aktor koreksi relativistik: ( 1 + p ) ( ) ( 1 + 4πr3 p 1 2GM ) 1. (A.37) ɛ M r Suku (1 2GM ) 1 pada persamaan (A.37), akan mengakibatkan singularitas r ketika r = 2GM, yang mengakibatkan keruntuhan (collapse) bintang. Hal ini tidak muncul jika kita melakukan pendekatan Newton. 37 Universitas Indonesia

51 Lampiran B Termodinamika Beberapa kuantitas dalam termodinamik yang diperlukan pada skripsi ini akan diulas secara singkat Energi dalam E(S, V, N), energi bebas Helmholtz F (T, V, N), dan energi bebas Gibbs G(T, P, N) memenuhi relasi: de = T ds pdv + µdn, df = P dv SdT + µdn, dg = SdT + V dp + µdn, (B.1) maka µ = ( ) E N S,V = ( ) F N V,T = ( ) G. (B.2) N P,T Dari persamaan diatas, maka perlu adanya ungsi yang memiliki variabel (T, V, µ), yaitu potensial termodinamika [6] Ω = F µn, dω = SdT P dv Ndµ, (B.3) sehingga ( ) Ω N = µ ( ) Ω S = T ( ) Ω P = V T V,, V µ. (B.4) T µ 38 Universitas Indonesia

52 LAMPIRAN B. TERMODINAMIKA Dengan menggunakan mekanika statistika, yang menghubungkan ungsiungsi termodinamika dengan hamiltonian Ĥ banyak partikel. Untuk patikel dengan interaksi pada seluruh keadaan R [10] E R = r = r n r ɛ r + U n r ɛ r + V u(n), (B.5) dimana ɛ r, hanya terdiri dari energi kinetik dan energi diam pada keadaan r, sedangkan U merupakan energi potensial. Sehingga ungsi partisi grand kanonik adalah Z(T, V, z) = z N Z(T, V, N), (B.6) dengan z = exp{βµ}, dan N=0 Z(T, V, N) = R exp{ βe R }, (B.7) penjumlahan dilakukan pada semua keadaan dengan batas n r = N. r (B.8) Dengan memasukkan (B.5) ke (B.7), kemudian hasilnya dimasukkan ke (B.6), dimana z N = exp{nβµ} = exp{β r n rµ}, dan bilangan okupasi untuk Fermion 0, dan 1, maka diperoleh ungsi partisi grand kanonik untuk Fermion Z(T, V, µ) = 1 n 1,n 2,..=0 { ( )} exp β n r (ɛ r µ) + V u(n). (B.9) r Dengan menggunakan deret Taylor, u(n) = u( n) + u (n n) +..., (B.10) dengan memisahkan U(V, n) kedalam bentuk, U(V, n) = V u( n), dan V u ( n) n = u ( n) N, yang keduanya tergantung hanya pada jumlah partikel rata-rata N, maka energi total pada semua keadaan E R = r n r (ɛ r + u ( n)) + U(V, n) u ( n) N. (B.11) 39 Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA LINTASAN BEBAS RATA-RATA NEUTRINO DI BINTANG QUARK SKRIPSI SAIPUDIN

UNIVERSITAS INDONESIA LINTASAN BEBAS RATA-RATA NEUTRINO DI BINTANG QUARK SKRIPSI SAIPUDIN UNIVERSITAS INDONESIA LINTASAN BEBAS RATA-RATA NEUTRINO DI BINTANG QUARK SKRIPSI SAIPUDIN 0706262741 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK NOPEMBER 2012 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LINTASAN BEBAS RATA-RATA NEUTRINO DI BINTANG QUARK SKRIPSI SAIPUDIN 0706262741

UNIVERSITAS INDONESIA LINTASAN BEBAS RATA-RATA NEUTRINO DI BINTANG QUARK SKRIPSI SAIPUDIN 0706262741 UNIVERSITAS INDONESIA LINTASAN BEBAS RATA-RATA NEUTRINO DI BINTANG QUARK SKRIPSI SAIPUDIN 0706262741 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK NOPEMBER 2012 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang W. Baade dan F. Zwicky pada tahun 1934 berpendapat bahwa bintang neutron terbentuk dari ledakan besar (supernova) dari bintang-bintang besar akibat tekanan yang dihasilkan

Lebih terperinci

Chap. 8 Gas Bose Ideal

Chap. 8 Gas Bose Ideal Chap. 8 Gas Bose Ideal Model: Gas Foton Foton adalah Boson yg tunduk kepada distribusi BE. Model: Foton memiliki frekuensi ω, rest mass=0, spin 1ħ Energi E=ħω dan potensial kimia =0 Momentum p = ħ k, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON DOI: doi.org/10.21009/0305020501 EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON Alrizal 1), A. Sulaksono 2) 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1) alrizal91@gmail.com, 2) anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

2.7 Ensambel Makrokanonik

2.7 Ensambel Makrokanonik 22 BAB 2. TEORI ENSAMBEL 2.7 Ensambel Makrokanonik Dalam bagian ini kita akan menjabarkan rapat ruang fase untuk sistem terbuka, sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan termal dengan lingkungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL Annisa Fitri 1, Anto Sulaksono 2 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1 annisa.fitri11@sci.ui.ac.id 2 anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON M. Fitrah Alfian R. S. *), Anto Sulaksono Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 1644 *) fitrahalfian@sci.ui.ac.id Abstrak Bintang boson statis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

n i,n,v = N (1) i,n,v Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata n i,n,v E i = N < E i >= N U (2) V i,n,v n i,n,v N = N N (3)

n i,n,v = N (1) i,n,v Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata n i,n,v E i = N < E i >= N U (2) V i,n,v n i,n,v N = N N (3) HW week 4 solution. Setelah anda mempelajari empat jenis ensambel, cobalah untuk membuat ensambel baru yang terkait dengan suatu sistem, yang mana sistem dapat: bertukar energi dengan lingkungan dan berada

Lebih terperinci

Chap 7. Gas Fermi Ideal

Chap 7. Gas Fermi Ideal Chap 7. Gas Fermi Ideal Gas Fermi pada Ground State Distribusi Fermi Dirac pada kondisi Ground State (T 0) memiliki perilaku: n p = e β ε p μ +1 1 ε p < μ 1 0 jika ε p > μ Hasil ini berarti: Seluruh level

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Universitas Indonesia. Asimetri Isospin Pada Materi Quark. Skripsi. Ali Ikhsanul Qauli

Universitas Indonesia. Asimetri Isospin Pada Materi Quark. Skripsi. Ali Ikhsanul Qauli Asimetri Isospin Pada Materi Quark Skripsi Ali Ikhsanul Qauli 100665913 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Fisika Depok April 014 Asimetri Isospin Pada Materi Quark Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem /2017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :

FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem /2017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan : ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-500 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. - 016/017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :

Lebih terperinci

(translasi) (translasi) Karena katrol tidak slip, maka a = αr. Dari persamaan-persamaan di atas kita peroleh:

(translasi) (translasi) Karena katrol tidak slip, maka a = αr. Dari persamaan-persamaan di atas kita peroleh: a 1.16. Dalam sistem dibawah ini, gesekan antara m 1 dan meja adalah µ. Massa katrol m dan anggap katrol tidak slip. Abaikan massa tali, hitung usaha yang dilakukan oleh gaya gesek selama t detik pertama!

Lebih terperinci

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel 2.11. PENGHITUNGAN OBSERVABEL SEBAGAI RERATA ENSAMBEL33 2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel Dalam pendahuluan ke teori ensambel, kita mengasumsikan bahwa semua observabel dapat dituliskan

Lebih terperinci

Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton

Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton M.Fauzi M., T. Surungan, dan Bangsawan B.J. Departemen Fisika, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Abd Mujahid Hamdan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-raniry, Banda Aceh, Indonesia mujahid@ar-raniry.ac.id Abstrak: Telah dilakukan perluasan model black

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

IX. Aplikasi Mekanika Statistik

IX. Aplikasi Mekanika Statistik IX. Aplikasi Mekanika Statistik 9.1. Gas Ideal Monatomik Sebagai test case termodinamika statistik, kita coba terapkan untuk gas ideal monatomik. Mulai dengan fungsi partisi: ε j Z = g j exp j k B T Energi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2. Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang EVOLUSI BINTANG EVOLUSI BINTANG Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang lahir, berkembang dan akhirnya padam Terbentuknya bintang Bintang-bintang lahir di nebula,

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

SOLUTION QUIZ 1 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION QUIZ 1 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA PR 1 - FI-52 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-216/217 Waktu : 9 menit (Closed Book) 1. Tinjau dipol identik yang

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1)

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1) Chap 7a Aplikasi Distribusi Fermi Dirac (part-1) Teori Bintang Katai Putih Apakah bintang Katai Putih Bintang yg warnanya pudar/pucat krn hanya memancarkan sedikit cahaya krn supply hidrogennya sudah tinggal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1 Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum Part-1 Latar Belakang Untuk system yang distinguishable maka teori ensemble mekanika statistic klasik dapat dipergunakan. Tetapi bilamana system partikel bersifat

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan

Lebih terperinci

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda 1 Benda tegar Pada pembahasan mengenai kinematika, dinamika, usaha dan energi, hingga momentum linear, benda-benda yang bergerak selalu kita pandang sebagai benda titik. Benda yang berbentuk kotak misalnya,

Lebih terperinci

1 Energi Potensial Listrik

1 Energi Potensial Listrik FI101 Fisika Dasar II Potensial Listrik 1 Energi Potensial Listrik gus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Pada kuliah sebelumnya, telah dibahas besaran-besaran gaya dan medan elektrostatik yang timbul akibat

Lebih terperinci

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI ALPI MAHISHA NUGRAHA alpi.mahisha@gmail.com Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Ensembel Kanonik Klasik

Ensembel Kanonik Klasik Ensembel Kanonik Klasik Menghitung Banyak Status Keadaan Sistem Misal ada dua sistem A dan B yang boleh bertukar energi (tapi tidak boleh tukar partikel). Misal status keadaan dan energi masing-masing

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

Sifat-sifat Bintang Neutron Berotasi Lambat

Sifat-sifat Bintang Neutron Berotasi Lambat Sifat-sifat Bintang Neutron Berotasi Lambat Tesis Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains dalam Ilmu Fisika Kasmudin 7617168 Program Magister Ilmu Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Atau dengan menginverse S = S(U), menjadi U=U(S), kemudian menghitung:

Atau dengan menginverse S = S(U), menjadi U=U(S), kemudian menghitung: ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA UJIA TEGAH SEMESTER - FI-5 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. - 6/7 Hari/Tgl. : Senin 3 Maret 7 Waktu :.-3. Sifat :

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini Fisika Atom & Inti 8/14/2007 Fisika Atom Model Awal Atom Model atom J.J. Thomson Bola bermuatan positif Muatan-muatan negatif (elektron)) yang sama banyak-nya menempel

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk

Lebih terperinci

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-1

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-1 Ensembel Grand Kanonik Klasik Part-1 Hubungan Thermodinamika Sistem Terbuka Model : Sistem terbuka bisa bertukar partikel dan energi dengan lingkungan. Hukum 1 Thermo: du = dq-pdv atau du= TdS-PdV Jika

Lebih terperinci

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel . Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky

Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky A. Aplikasi Statistik Bose-Einstein 1.1. Kondensasi Bose-Einstein Gambar 1.1 Salah satu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS DODY DARSONO 0806423961 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 2010 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang.

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Listrik Statik. Agus Suroso

Listrik Statik. Agus Suroso Listrik Statik Agus Suroso Muatan Listrik Ada dua macam: positif dan negatif. Sejenis tolak menolak, beda jenis tarik menarik. Muatan fundamental e =, 60 0 9 Coulomb. Atau, C = 6,5 0 8 e. Atom = proton

Lebih terperinci

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-2016/2017 QUIZ 2 Waktu : 120 menit (TUTUP BUKU) 1. Misalkan sebuah

Lebih terperinci

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha 1. Pulsar, Bintang Netron, Bintang dan Keruntuhan Gravitasi 1A. Pulsar Pulsar atau Pulsating Radio Sources pertama kali diamati

Lebih terperinci

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta B-8 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (6) 7-5 (-98X Print) Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta Muhammad Ramadhan dan Bintoro A. Subagyo Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd Pendahuluan Fisika Inti Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd Biodata Email: lailatul.fkip@unej.ac.id No hp: 085 236 853 668 Terdapat 6 bab. Produk matakuliah berupa bahan ajar. Tugas mandiri 20%, tugas terstruktur

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini (minggu 4) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Sifat Atomik Zat Molekul Atom Inti Atom Proton dan neutron Quarks: up, down, strange, charmed, bottom, and top Antimateri

Lebih terperinci

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si.

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si. Inti Atom dan Penyusunnya Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Eksperimen Marsden dan Geiger Pendahuluan Teori tentang atom pertama kali dikemukakan oleh Dalton bahwa atom bagian terkecil dari

Lebih terperinci

Listrik Statik. Agus Suroso

Listrik Statik. Agus Suroso Listrik Statik Agus Suroso Muatan Listrik Ada dua macam: positif dan negatif. Sejenis tolak menolak, beda jenis tarik menarik. Muatan fundamental e =, 60 0 9 Coulomb. Atau, C = 6,5 0 8 e. Atom = proton

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Xpedia Fisika DP SNMPTN 05 Doc. Name: XPFIS9910 Version: 2012-06 halaman 1 Sebuah bola bermassa m terikat pada ujung sebuah tali diputar searah jarum jam dalam sebuah lingkaran mendatar dengan jari-jari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka )

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Lembar Pengesahan JURNAL Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Oleh La Sabarudin 4 4 97 Telah diperiksa dan disetujui oleh TELAAH FUNDAMENTAL

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Ricci Flow dalam Ruang Empat Dimensi Bersimetri Bola

Solusi Persamaan Ricci Flow dalam Ruang Empat Dimensi Bersimetri Bola Bab 3 Solusi Pesamaan Ricci Flow dalam Ruang Empat Dimensi Besimeti Bola Bedasakan bentuk kanonik metik besimeti bola.18, dapat dibuat sebuah metik besimeti bola yang begantung paamete non-koodinat τ sebagai,

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. a) Tetes minyak diam di antara pasangan keping sejajar karena berat minyak mg seimbang dengan gaya listrik qe.

BAB FISIKA ATOM. a) Tetes minyak diam di antara pasangan keping sejajar karena berat minyak mg seimbang dengan gaya listrik qe. BAB FISIKA ATOM Contoh 9. Hitungan mengenai percobaan Milikan. Sebuah tetes minyak yang beratnya,9-4 N diam di antara pasangan keping sejajar yang kuat medan listriknya 4, 4 N/C. a) Berapa besar muatan

Lebih terperinci