BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang W. Baade dan F. Zwicky pada tahun 1934 berpendapat bahwa bintang neutron terbentuk dari ledakan besar (supernova) dari bintang-bintang besar akibat tekanan yang dihasilkan dari reaksi fusi dalam inti yang tidak sama dengan gaya gravitasi dari bintang tersebut atau sering disebut "keruntuhan gravitasi" dengan kata lain bintang neutron adalah jenis bintang yang telah mati. Bintang dapat dikatakan mati apabila suatu bintang telah selesai menyelesaikan proses "nukleosintesis". Perhitungan secara teori tentang bintang neutron pertama kali dilakukan oleh Oppenheimer dan Volkoff pada tahun 1939 yang mengasumsikan bahwa bintang neutron itu berada dalam keadaan gas Fermi neutron yang diikat oleh gravitasi (Haensel,dkk., 2007). Dalam bintang yang stabil tekanan dari reaksi fusi dalam bintang akan sama dengan gaya gravitasinya sehingga bintang dalam keadaan normal akan berbentuk simetri bola sempurna. Bintang neutron dapat disebut bintang karena masih berbentuk hampir menyerupai simetri bola namun simetrinya sudah tidak sempurna lagi. Bintang neutron adalah objek astrofisika yang sangat ekstrim dan kompleks, merupakan bintang yang paling kompak di alam semesta ini (Potekhin, 2011). Disebut bintang neutron karena memuat kelimpahan neutron terutama di bagian inti bintang. Perbedaan utama antara neutron pada inti atom dengan neutron yang terdapat pada bintang neutron adalah bahwa inti atom diikat hanya oleh gaya kuat nuklir, sedangkan pada bintang neutron selain gaya nuklir juga diikat oleh gaya gravitasi. Energi ikat gravitasi dari bintang neutron besarnya sekitar 10% dari massa bintang neutron sedangkan energi ikat inti oleh atom Fe 56 sebesar 9 Mev/nukleon atau setara dengan 1% dari massa inti Fe 56 (Glendenning, 2000). Bintang neutron adalah bintang kompak yang memuat materi kerapatan di dalamnya. Secara umum bintang neutron adalah tipe bintang yang memiliki massa M 1 2M dan mempunyai jarijari R km (Potekhin, 2011). Para ahli menyebutkan jejari bintang neutron 10 km (10 5 lebih kecil dari jejari Matahari), dengan massanya 1, 4M. Tetapi hasil terbaik dan yang paling sesuai dengan persamaan keadaan, bintang neutron memiliki massa M 1, 4M dengan memiliki jari-jari R 12 km (Potekhin, 2011). Massa maksimum yang bisa dimiliki oleh bintang neutron adalah M 1, 5M yang 1

2 2 memiliki jari-jari R 3 km (Shaphiro dkk., 2004). Pada sumber lain, massa maksimum bintang neutron M 1, 5 2, 5M dan massa minimalnya M 0, 1M, hal ini bergantung dengan persamaan keadaan yang digunakan (Potekhin, 2011). Pada dasarnya wilayah bintang neutron terdiri atas inti bintang dan selubung. Inti bintang terdiri dari inti terluar dan inti terdalam. Sedangkan selubung terdiri kerak yang padat dengan inti atom yang berbentuk kristal dan lautan yang bersifat cair yang tersusun atas fluida Coloumb (Potekhin, 2011). Bagian selubung bintang terdiri atas atmosfer, lapisan lautan, kerak luar dan kerak dalam. Masing-masing bagian dari bintang neutron memiliki kerapatan yang berbeda-beda. Permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah mengetahui sifat kerak luar bintang neutron mulai dari tingkat kerapatan, materi penyusun kerak hingga prediksi massa kerak luar bintang neutron. Sifat kerak luar tersebut dapat diketahui dengan melihat nuklida penyusun lapisan kerak luar. Nuklida-nuklida ini diperoleh dengan menggunakan perhitungan model massa Hartree Fock Bogoliubov dengan melibatkan potensial Skyrme, potensial Coulomb dan efek pasangan yang terjadi pada kerak bintang neutron. 1.2 Perumusan Masalah Dalam skripsi ini masalah yang akan diselesaikan adalah 1. Bagaimana sifat dari kerak luar secara umum? 2. Bagaimanakah model massa Hartree Fock Bogoliubov dapat menjelaskan sifat kerak luar bintang neutron? 3. Bagaimanakah pengkajian penyelesaian persamaan TOV untuk memperoleh massa kerak luar dan swa-kedalaman bintang neutron? 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan perumusan masalah di atas maka perlu dikemukakan batasanbatasan permasalahan agar pokok-pokok bahasan lebih terfokus, rinciannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Objek bintang neutron yang dibatasi pada struktur kerak luar pada suhu mendekati nol

3 3 2. Metode Hartree Fock Bogoliubov yang ditinjau hanya tidak bergantung waktu 3. Objek bintang neutron yang statik (non rotating) dan tidak mengalami akresi (non accreating) 4. Massa bintang neutron yang ditinjau adalah M = 1, 5M dan berjari - jari R = 14 km 5. Model massa Hartree Fock Bogoliubov (HFB) yang ditinjau adalah HFB-19, HFB-20 dan HFB 21 dengan menggunkan interaksi efektif BSK19, BSK20 dan BSK Kerapatan materi inti di dalam kerak luar yang ditinjau bersifat homogen 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk: 1. Mempelajari sifat - sifat dasar dari struktur kerak luar bintang neutron dan materi penyusunnya dengan menggunakan metode Hartree Fock Bogoliubov. 2. Mengkaji tingkat kerapatan dari kerak luar bintang neutron yang diperoleh dari hasil pengkajian model massa Hartree Fock Bogoliubov. 3. Mengkaji penyelesaian persamaan TOV untuk memperoleh massa kerak luar dan swa-kedalaman kerak luar dari bintang neutron secara analitik. 1.5 Manfaat Penelitian Memberi peluang untuk menjelaskan permasalahan objek astrofisika yaitu bintang neutron, khususnya untuk mengetahui sifat kerak luar bintang neutron dengan menggunakan model massa Hartree Fock Bogoliubov. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai bintang neutron telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Penemuan neutron oleh James Chadwick pada tahun 1932 mendorong para fisikawan untuk mengkaji masalah bintang neutron secara lebih lanjut. Tahun 1939 merupakan awal perhitungan secara teoritik mengenai bintang neutron dilakukan oleh

4 4 Tolman, Oppenheimer, dan Volkof (TOV) yang melahirkan persamaan yaang sangat terkenal yaitu persamaan TOV (Haensel, dkk., 2007). Pada tahun 1957 penemuan mengenai superkonduktivitas yang menjelaskan teori Bardeen, Cooper, dan Schrieffer (BCS), menguatkan para fisikawan untuk meninjau struktur bintang neutron yang tersusun atas materi padat yang mempunyai ikatan antar nukleoan sangat kuat. Superkonduktivitas elektron dijelaskan dengan pasangan Cooper elektron-elektron di bawah tarikan kuat yang dipengaruhi oleh interaksi elektron-fonon. Keadaan superkonduktivitas muncul seiring penurunan suhu sebagai hasil dari perubahan wujud derajat kedua, dengan ciri khusus berupa suhu kritis sekitar T c (1 10) K. Secara mikroskopik, gejala ini terjadi karena kemunculan celah tenaga (energy gap) pada spektrum tenaga elektron di dekat tingkat Fermi. Setahun setelah teori BCS diterbitkan, Bohr tahun 1958 mengusulkan bahwa gejala superkonduktivitas dapat muncul pada skala inti atom. Pasangan Cooper nukleon-nukleon dapat terjadi akibat adanya bagian tarikan pada interaksi nukleon tersebut. Setelah penemuan superkonduktivitas tersebut pengkajian terbaru tentang bintang neutron terus berlanjut. Pada tahun 1971 Baym, Pethick dan Sutherland (BPS) melakukan penelitian dan pengkajian persamaan TOV untuk bintang neutron. Tinjuan bintang neutron telah melibatkan perhitungan prediksi komposisi penyusun dari bintang neutron terutama pada bagian kerak luar dan kerak dalam dari bintang neutron. Kerak luar bintang neutron diduga tersusun atas kisi (lattice) yang berbentuk body centered cubic. Maka dalam perhitungan energinya BPS memasukkan faktor energi kisi untuk memperkirakan persamaan keadaan dari kerak luar bintang neutron. Pada tinjauan BPS, diprediksi materi bintang neutron tersusun atas materi inti yang tidak seragam. Ini dikarenakan terdapatnya efek penyaringan elektron (electron-screening effect) yang terdapat pada bintang neutron. Selain itu BPS juga memperoleh komposisi nuklida penyusun kerak luar bintang neutron. Hasil perhitungan BPS hanya meninjau untuk kasus bintang neutron yang mendingin atau ketika suhu bintang mendekati nol (Baym, dkk., 1971). Dengan menggunakan data nuklir yang telah ada tahun 1960, Haensel, Zdunik dan Dobaczewki (HZD) tahun 1989 menghitung persamaan keadaan kerak luar menggunakan perhitungan Skyrme Hartree Fock Bogoliubov dengan menggunakan pendekatan kulit bola untuk parameter set SkP, dan mengabaikan efek deformasi. Haensel dan Pichon pada tahun 1994 menggunakan data nuklir hasil eksperimen dari tabel massa atom dari Audi dan Wapstra tahun 1992 dan tabel massa nuklir

5 5 hasil perhitungan secara teoritik menggunakan model droplet dari Möller dan Nix. Pada tahun 2001 J. M. Pearson dalam papernya menjelaskan berbagai model massa secara mikroskopik yaitu Finite Range Droplet Model (FRDM) dan model massa gabungan antara model massa Hartree Fock Bogoliubov dengan penghampiran BCS yang dikenal dengan nama HFBCS. Dengan menggunakan tabel massa inti dari Audi dan Wapstra 1992, model massa mikroskopik ini, Pearson memperoleh hasil yang cukup baik dengan deviasi rms untuk masing-masing model massa dengan tabel massa Audi yaitu sekitar 0, 738 MeV. Penelitian mengenai massa inti dilakukan kembali oleh Audi tahun 2003 (Audi, 2003) memunculkan nilai massa inti yang terkoreksi atau sering disebut Atomic Mass Evaluations (AME). Tabel massa inti yang diperoleh ini akan digunakan sebagai acuan yang baru untuk mengetahui prediksi nuklida yang terdapat pada kerak luar bintang neutron, setelah sebelumnya Audi telah menyususn tabel massa inti tahun 1992 yang pernah digunakan oleh Haensel dan Pichon tahun Tahun 2012 Audi, dkk., kembali melakukan penelitian dan mengevaluasi tabel massa 2003, kemudian diperoleh tabel massa yang baru atau sering disebut AME 2012 (Audi, 2012). Tahun 2004 J. M. Pearson dan S. Goriely kembali melakukan penelitian tentang massa inti namun untuk aplikasi dalam astrofisika. Rumus massa inti yang diaplikasi pada astrofisika dimulai dengan rumus massa semiempiris yang ditemukan oleh Weizsäcker tahun Kemudian Pearson dan Goriely membahas beberapa model massa yang dapat diaplikasikan pada astrofisika diantaranya: model massa Hartree Fock, model massa Finite Range Droplet Model (FRDM), model massa KU- TY dan model massa Duflo Zuker (DZ). Setelah penemuan massa atom yang sudah dievaluasi, penelitian tentang model massa mikroskopik semakin berlanjut. Dimulai dengan berkembangnya model massa HFB yaitu dari semula HFBCS. Tahun 2003 J. M. Pearson, dkk., membuat model massa HFB-2, HFB-3, HFB-4, HFB-5, HFB-6 dan HFB-7 dengan menggunakan interaksi Skyrme untuk masing-masing model massa yaitu BSK-2, BSK-3, BSK-4, BSK-5, BSK-6 dan BSK-7, kemudian menambahkan koreksi Wigner dan koreksi kolektif untuk masing-masing model massa. Potensial Skyrme yang digunakan hingga 3 suku pertama (Pearson, dkk., 2003). Perkembangan model massa HFB terus berlanjut, sampai saat ini telah ditemukan model massa HFB-26. Untuk HFB-22, HFB-23, HFB-24, HFB-25 dan HFB-26 tidak lagi menggunakan tabel massa AME 2003 melainkan menggunakan tabel massa AME terbaru yaitu AME 2012 (Chamel, 2013).

6 6 Penelitian mengenai kerak bintang neutron yang dilakukan oleh Nicholas Chamel pada tahun 2006 yang memuat sifat - sifat kerak bintang neutron, struktur dan komposisi dari kerak bintang neutron (Chamel, 2006) yang memicu studi mengenai kerak bintang neutron dan meninjau dari segi fisika nuklir. Awalnya Chamel hanya mengkaji masalah teoritik mengenai fisika nuklir dengan melakukan penelitian perhitungan massa atom menggunakan metode Hartree Fock Bogoliubov. Hingga akhirnya penelitian perhitungan massa inti dengan melakukan pemodelan massa Hartree Fock Bogoliubov. Nicolas Chamel melanjutkan penelitian tentang kerak luar bintang neutron satu tahun berikutnya yaitu tahun Kali ini Chamel meninjau kerak bintang neutron yang tersusun atas kisi dan di hampiri dengan model Wigner Seitz. Penghampiran metode Wigner Seitz pada bintang neutron pernah dilakukan oleh Negele dan Vautherin. Chamel juga memperkenalkan teori pita pada zat padat dan di aplikasikan pada kerak bintang neutron dengan memperkenalkan fungsi gelombang Bloch. Bintang neutron yang ditinjau oleh Chamel adalah bintang neutron keadaan mendingin dan berada pada keadaan Fermi level (Chamel, 2007). Setelah memperkenalkan penghampiran Wigner Seitz, teori pita dan penerapan fungsi Bloch pada kerak bintang neutron, tahun 2008 Chamel menggunakan teori pita tersebut untuk wilayah kerak dalam bintang neutron. Chamel menyatakan bahwa daerah kerak bintang neutron terutama kerak dalam mengandung banyak neutron dan memungkinkan juga terjadinya fase superfluida. Kerapatan Kerak luar dan kerak dalam pada bintang neutron dibatasi oleh kerapatan lelehan neutron (ρ leleh ) yang besarnya gr cm 3 (Chamel, 2008c). N. Chamel, J. M. Pearson dan S. Goriely melakukan perhitungan mengenai kerak luar bintang neutron menggunakan model massa HFB-19, HFB-20 dan HFB- 21 menggunakan interaksi Skyrme BSK-19, BSK-20 dan BSK-21 dengan potensial Skyrme dievaluasi sampai suku ke 5 untuk masing-masing model massa. Setelah 3 model massa didapat, dan pemodelan kerak luar yang akan digunakan mengikuti pemodelan yang telah dibuat ole BPS maka dengan menggunakan tabel massa AME 2003 diperoleh barisan-barisan nuklida untuk masing-masing model massa. Selain ini mereka juga melakukan perhitungan secara analitik untuk penyelesaian persamaan TOV pada kerak luar bintang neutron. Dari perhitungan analitik tersebut diperoleh prediksi massa dari kerak luar bintang neutron (Chamel, 2011).

7 7 1.7 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian berupa metode studi pustaka. Langkah awal penelitian adalah dengan mencari literatur yang berkaitan dengan teori dari berbagai buku dan dari berbagai publiksi jurnal internasional yang digunakan atau yang akan dibahas. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan analisa terhadap permasalahan yang disuguhkan dan langkah terakhir adalah menarik kesimpulan. 1.8 Sistematika Penelitian Skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu 1. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian. 2. Bab II berisi tentang Bintang neutron. Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses awal terbentuknya bintang neutron, evolusi dari bintang neutron, lapisan penyusun bintang neutron, persamaan kesetimbangan hidrostatik pada bintang neutron, keadaan dasar dari struktur kerak bintang neutron dan keadaan dasar dari struktur kerak luar bintang neutron. 3. Bab III berisi tentang Hartree Fock Bogoliubov yang akan dibahas mengenai teori Hartree Fock, perhitungan Hartree Fock dengan interaksi efektif nukleon - nukleon, Metode Hartree Fock Bogoliubov dan Skyrme Model Massa Hartree Fock Bogoliubov. 4. Bab IV berisi tentang aplikasi metode Hartree Fock Bogoliubov untuk penyelesaian persamaan keadaan kerak luar bintang neutron yang akan dibahas mengenai model massa HFB-19, HFB-20 dan HFB-21, pencocokan data untuk HFB- 19, HFB-20 dan HFB-21, model kerak luar yang akan diterapkan pada model massa HFB-19, HFB-20 dan HFB-21, barisan nuklida yang dihasilkan dari 3 model massa HFB-19, HFB-20 dan HFB-21 dan penyelesaian persamaan TOV kerak luar bintang neutron. 5. Bab V adalah kesimpulan dan saran yang diperoleh dari kajian teoritis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, teori dan observasi mengenai benda-benda langit seperti bintang, planet, galaksi serta benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam tersusun atas empat jenis komponen materi yakni padat, cair, gas, dan plasma. Setiap materi memiliki komponen terkecil yang disebut atom. Atom tersusun atas inti

Lebih terperinci

PROTON DRIPLINE PADA ISOTON N = 28 DALAM MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF)

PROTON DRIPLINE PADA ISOTON N = 28 DALAM MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF) PROTON DRIPLINE PADA ISOTON N = 28 DALAM MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF) J. P. Diningrum *), A. M. Nugraha, N. Liliani, A. Sulaksono Departemen Fisika Murni dan Terapan, FMIPA, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI ALPI MAHISHA NUGRAHA alpi.mahisha@gmail.com Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM

BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM Untuk mengetahui distribusi muatan positif dan negatif dalam atom, maka Rutherford melakukan eksperimen hamburan partikel alpha. Adapun eksperimen tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

7. EVOLUSI BINTANG 7.1 EVOLUSI BINTANG PRA DERET UTAMA

7. EVOLUSI BINTANG 7.1 EVOLUSI BINTANG PRA DERET UTAMA 7. EVOLUSI BINTANG 146 P a g e Seperti mahluk hidup lainnya, bintang juga mengalami proses lahir berkembang dan mati. Umur bintang bergantung pada massanya. Makin besar massa bintang makin singkat umurnya,

Lebih terperinci

ENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si.

ENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si. ENERGETIKA KESTABILAN INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id PENDAHULUAN Apakah inti yang stabil itu? Apakah inti yang tidak stabil? Bagaimana menyatakan kestabilan U-238 berdasarkan reaksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1911 fisikawan Belanda H.Kamerlingh-Onnes menemukan fenomena alam baru yang dinamakan Superkonduktivitas. Pada saat itu Onnes ingin mengukur resistansi listrik

Lebih terperinci

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si.

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si. Inti Atom dan Penyusunnya Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Eksperimen Marsden dan Geiger Pendahuluan Teori tentang atom pertama kali dikemukakan oleh Dalton bahwa atom bagian terkecil dari

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini Fisika Atom & Inti 8/14/2007 Fisika Atom Model Awal Atom Model atom J.J. Thomson Bola bermuatan positif Muatan-muatan negatif (elektron)) yang sama banyak-nya menempel

Lebih terperinci

TENSOR KONTRAVARIAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BINTANG NEUTRON YANG BEROTASI CEPAT DIUKUR OLEH PENGAMAT ZAMO (ZERO ANGULAR MOMENTUM OBSERVERS)

TENSOR KONTRAVARIAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BINTANG NEUTRON YANG BEROTASI CEPAT DIUKUR OLEH PENGAMAT ZAMO (ZERO ANGULAR MOMENTUM OBSERVERS) 41 A. Yasrina, Tensor Kontravarian TENSOR KONTRAVARIAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BINTANG NEUTRON YANG BEROTASI CEPAT DIUKUR OLEH PENGAMAT ZAMO (ZERO ANGULAR MOMENTUM OBSERVERS) Atsnaita Yasrina* Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak pertama kali diisolir pada tahun 2004, kristal atom karbon dua dimensi berbentuk sarang lebah yang dikenal sekarang sebagai Graphene telah menarik minat banyak

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016

CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF Diah Ayu Suci Kinasih -24040115130099- Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 FISIKA NUKLIR Atom, Inti dan Radioaktif 1. Pekembangan Teori Atom

Lebih terperinci

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN Maksud dan tujuan kuliah ini adalah memberikan dasar-dasar dari fenomena radiaktivitas serta sumber radioaktif Diharapkan agar dengan pengetahuan dasar ini kita akan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel (plasma) dari permukaan atmosfer bintang dengan kecepatan cukup besar sehingga mampu melawan tarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Intan adalah salah satu jenis perhiasan yang harganya relatif mahal. Intan merupakan kristal yang tersusun atas unsur karbon (C). Intan berdasarkan proses pembentukannya

Lebih terperinci

REAKSI INTI. HAMDANI, S.Pd

REAKSI INTI. HAMDANI, S.Pd REAKSI INTI HAMDANI, S.Pd Reaktor atom Matahari REAKSI INTI Reaksi Inti adalah proses perubahan yang terjadi dalam inti atom akibat tumbukan dengan partikel lain atau berlangsung dengan sendirinya. isalkan

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

FENOMENA HALO BERDASARKAN MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF)

FENOMENA HALO BERDASARKAN MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF) FENOMENA HALO BERDASARKAN MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF) A. M. Nugraha 1*), J. P. Diningrum 1 ), N. Liliani 1 ), T. Sumaryada 2 ), A. Sulaksono 1 ) 1 Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang EVOLUSI BINTANG EVOLUSI BINTANG Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang lahir, berkembang dan akhirnya padam Terbentuknya bintang Bintang-bintang lahir di nebula,

Lebih terperinci

Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky

Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky Nama Anggota Kelompok: 1. Ahmad Samsudin 2. Aisyah Nur Rohmah 3. Dudi Abdu Rasyid 4. Ginanjar 5. Intan Dwi 6. Ricky A. Aplikasi Statistik Bose-Einstein 1.1. Kondensasi Bose-Einstein Gambar 1.1 Salah satu

Lebih terperinci

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON DOI: doi.org/10.21009/0305020501 EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON Alrizal 1), A. Sulaksono 2) 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1) alrizal91@gmail.com, 2) anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

Teori Big Bang. 1. Awalnya, bumi masih merupakan planet homogen dan belum mengalami perlapisan atau

Teori Big Bang. 1. Awalnya, bumi masih merupakan planet homogen dan belum mengalami perlapisan atau Teori Big Bang Berdasarkan Theory Big Bang, proses terbentuknya bumi berawal dari puluhan milyar tahun yang lalu. Pada awalnya terdapat gumpalan kabut raksasa yang berputar pada porosnya. Putaran tersebut

Lebih terperinci

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908,

Lebih terperinci

Struktur Kristal Logam dan Keramik

Struktur Kristal Logam dan Keramik Struktur Kristal Logam dan Keramik 1. Selayang Pandang Muhammad Fauzi Mustamin [*] Jurusan Fisika, Universitas Hasanuddin Maret 2015 Material padat dapat diklasifikasi berdasarkan karakteristik atom atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena konveksi merupakan fenomena akibat adanya perpindahan panas yang banyak teramati di alam. Sebagai contohnya adalah fenomena konveksi yang terjadi di

Lebih terperinci

APLIKASI TEORI THOMAS-FERMI UNTUK MENENTUKAN PROFIL KERAPATAN DAN ENERGI ATOM HIDROGEN, ATOM LITIUM, DAN MOLEKUL!!

APLIKASI TEORI THOMAS-FERMI UNTUK MENENTUKAN PROFIL KERAPATAN DAN ENERGI ATOM HIDROGEN, ATOM LITIUM, DAN MOLEKUL!! APLIKASI TEORI THOMAS-FERMI UNTUK MENENTUKAN PROFIL KERAPATAN DAN ENERGI ATOM HIDROGEN, ATOM LITIUM, DAN MOLEKUL 1 Renny Anwariyati, Irfan Wan Nendra, Wipsar Sunu Brams Dwandaru Laboratorium Fisika Teori

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM BAB 2 STRUKTUR ATOM PARTIKEL MATERI Bagian terkecil dari materi disebut partikel. Beberapa pendapat tentang partikel materi :. Menurut Democritus, pembagian materi bersifat diskontinyu ( jika suatu materi

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Fisika Zat Padat Pendahuluan halaman 1 dari 9 GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) MATA KULIAH : FISIKA ZAT PADAT PENDAHULUAN KODE/BOBOT : PAF 225 / 2 SKS DESKRIPSI SINGKAT : Dalam pembelajaran iniakan

Lebih terperinci

Radio Aktivitas dan Reaksi Inti

Radio Aktivitas dan Reaksi Inti Radio Aktivitas dan Reaksi Inti CHATIEF KUNJAYA KK ASTRONOMI, ITB Reaksi Inti di Dalam Bintang Matahari dan bintang-bintang umumnya membangkitkan energi sendiri dengan reaksi inti Hidrogen menjadi Helium.

Lebih terperinci

BA B B B 2 Ka K ra r kt k eri r s i tik i k S is i tem Ma M kr k o r s o ko k p o i p k i Oleh Endi Suhendi

BA B B B 2 Ka K ra r kt k eri r s i tik i k S is i tem Ma M kr k o r s o ko k p o i p k i Oleh Endi Suhendi BAB Karakteristik Sistem Makroskopik Dalam termodinamika dibahas perilaku dan dinamika temperatur sistem makroskopik. Sistem diparameterisasi oleh volume, tekanan, temperatur dan kapasitas panas jenis

Lebih terperinci

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd Pendahuluan Fisika Inti Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd Biodata Email: lailatul.fkip@unej.ac.id No hp: 085 236 853 668 Terdapat 6 bab. Produk matakuliah berupa bahan ajar. Tugas mandiri 20%, tugas terstruktur

Lebih terperinci

MAKALAH APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI

MAKALAH APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI MAKALAH APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI REAKSI NUKLIR FUSI DISUSUN OLEH : Mohamad Yusup ( 10211077) Muhammad Ilham ( 10211078) Praba Fitra P ( 10211108) PROGAM STUDI FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

WUJUD ZAT. SP-Pertemuan 1

WUJUD ZAT. SP-Pertemuan 1 WUJUD ZAT SP-Pertemuan 1 WUJUD ZAT (PADATAN) SP-Pertemuan 1 Padatan: Suatu susunan satuan (atom atau molekul) yang tersusun sangat teratur dan diikat oleh gaya tertentu Tergantung sifat gaya: Ikatan kovalen:

Lebih terperinci

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Komponen Materi Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Pengamatan ke Arah Pandangan Atomik Materi Konservasi Massa Komposisi Tetap Perbandingan Berganda Teori Atom Dalton Bagaimana Teori Dalton Menjelaskan Hukum

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini (minggu 4) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Sifat Atomik Zat Molekul Atom Inti Atom Proton dan neutron Quarks: up, down, strange, charmed, bottom, and top Antimateri

Lebih terperinci

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Zat Padat dan Fluida Kerapatan dan Tekanan Gaya Apung Prinsip Archimedes Gerak Fluida

Fisika Umum (MA101) Zat Padat dan Fluida Kerapatan dan Tekanan Gaya Apung Prinsip Archimedes Gerak Fluida Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Zat Padat dan Fluida Kerapatan dan Tekanan Gaya Apung Prinsip Archimedes Gerak Fluida Zat Padat dan Fluida Pertanyaan Apa itu fluida? 1. Cairan 2. Gas 3. Sesuatu yang

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Sifat Atomik Zat Molekul Atom Inti Atom dan elektron Proton dan neutron Quarks: up, down, strange, charmed, bottom, and top Antimateri

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

PAKET SOAL 1 TRY OUT UN 2014

PAKET SOAL 1 TRY OUT UN 2014 1. Perhatikan pengukuran benda menggunakan 4. Sebuah benda bergerak melingkar dengan neraca o-hauss berikut ini! kecepatan 240 putaran per menit. Apabila jarijari lintasan 20 cm, maka besar kecepatan π

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Kimia

Pengantar Ilmu Kimia Bab1 Pengantar Ilmu Kimia Kimia : Ilmu Pengetahuan bagi Abad 21 Kesehatan dan Pengobatan Sistem sanitasi Operasi dengan anestesi Vaksin dan antibiotik Energi dan Lingkungan Energi Fosil Energi Surya Energi

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Dua buah bola A dan B dengan massa m A = 3 kg;

Lebih terperinci

drimbajoe.wordpress.com

drimbajoe.wordpress.com 1. Suatu bidang berbentuk segi empat setelah diukur dengan menggunakan alat ukur yang berbeda, diperoleh panjang 5,45 cm, lebar 6,2 cm, maka luas pelat tersebut menurut aturan penulisan angka penting adalah...

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN LISTRIK

DASAR PENGUKURAN LISTRIK DASAR PENGUKURAN LISTRIK OUTLINE 1. Objektif 2. Teori 3. Contoh 4. Simpulan Objektif Teori Contoh Simpulan Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu: Menjelaskan dengan benar mengenai energi panas dan temperatur.

Lebih terperinci

STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM

STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM RIDA@UNY.AC.ID TUJUAN PERKULIAHAN Ø Mampu mendefinisikan konsep nomor massa, nomor atom dan isotop dan mengaplikasikannya Ø Mampu menghitung defek massa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring pertumbuhan penduduk di dunia yang semakin meningkat, kebutuhan akan sumber energi meningkat pula. Termasuk kebutuhan akan sumber energi listrik. Pemanfaatan

Lebih terperinci

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta BAB V DIAGRAM FASE Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu) komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena konveksi dapat dijumpai dalam banyak hal, seperti perubahan cuaca akibat konveksi gas pada atmosfer planet, dan peristiwa konveksi lapisan fluida inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ada beberapa kategori power/daya yang digunakan, antara lain backbone power, green power dan mobile power. Backbone power adalah sumber energi primer yang selalu tersedia

Lebih terperinci

RANGKUMAN MATERI. Struktur Atom

RANGKUMAN MATERI. Struktur Atom RANGKUMAN MATERI Struktur Atom Atom terdiri dari proton, neutron dan elektron. Proton dan neutron berada di dalam inti atom. Sedangkan elektron terus berputar mengelilingi inti atom karena muatan listriknya.

Lebih terperinci

MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA

MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA A. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa memahami konsep tingkat tenaga dan pita tenaga untuk menerangkan perbedaan daya hantar listrik.. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version:

Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version: SBMPTN 2015 Fisika Kode Soal Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version: 2015-09 halaman 1 16. Posisi benda yang bergerak sebagai fungsi parabolik ditunjukkan pada gambar. Pada saat t 1 benda. (A) bergerak dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Fismod 1

Xpedia Fisika. Soal Fismod 1 Xpedia Fisika Soal Fismod 1 Doc. Name: XPPHY0501 Version: 2013-04 halaman 1 01. Pertanyaan 01-02 : Sebuah botol tertutup berisi 100 gram iodin radioaktif. Setelah 24 hari, botol itu berisi 12,5 gram iodin

Lebih terperinci

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Pendahuluan Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi

Lebih terperinci

Perkembangan Model Atom. Semester 1

Perkembangan Model Atom. Semester 1 Perkembangan Model Atom Semester 1 Model atom adalah suatu gambar rekaan atom berdasarkan eksperimen ataupun kajian teoritis, karena para ahli tidak tahu pasti seperti apakah bentuk atom itu sebenarnya.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA. RPKPS (Rencana Program dan Pembelajaran Semester)

UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA. RPKPS (Rencana Program dan Pembelajaran Semester) UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA RPKPS (Rencana Program Pembelajaran Semester) FISIKA DASAR II Semester 2/3 sks/mff 1012 Oleh Muhammad Farchani Rosyid Dengan a BOPTN P3-UGM tahun anggaran

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI A. Materi Pembelajaran : Struktur Inti LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI B. Indikator Pembelajaran : 1. Mengidentifikasi karakterisrik kestabilan inti atom 2. Menjelaskan pengertian isotop,isobar

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2 Xpedia Fisika Soal Fismod Doc. Name: XPPHY050 Version: 013-04 halaman 1 01. Peluruhan mana yang menyebabkan jumlah neutron di inti berkurang sebanyak satu? 0. Peluruhan mana yang menyebabkan identitas

Lebih terperinci

KIMIA UMUM 1. PUTRI ANJARSARI, S.SI.,M.Pd 2015

KIMIA UMUM 1. PUTRI ANJARSARI, S.SI.,M.Pd 2015 KIMIA UMUM 1 PUTRI ANJARSARI, S.SI.,M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id 2015 PENDAHULUAN KULIAH KIMIA UMUM 1 3 sks mata kuliah wajib Tujuan Pembelajaran Mata kuliah ini untuk mengembangkan kompetensi dalam

Lebih terperinci

Bab 6. Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi)

Bab 6. Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi) Bab 6 Elektron Dalam Zat Padat (Teori Pita Energi) Teori Pita Energi Untuk Zat Padat (Model Untuk Teori Pita Energi) Berdasarkan daya hantar listrik, zat padat dibedakan menjadi tiga jenis : Logam dan

Lebih terperinci

Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat

Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat ZAT PADAT Yang akan dibahas: 1. Kristal dan Ikatan pada zat Padat 2. Teori Pita Zat Padat ZAT PADAT Sifat sifat zat padat bergantung pada: Jenis atom penyusunnya Struktur materialnya Berdasarkan struktur

Lebih terperinci

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral) FISIKA INTI A. INTI ATOM Inti Atom = Nukleon Inti Atom terdiri dari Proton dan Neutron Lambang Unsur X X = nama unsur Z = nomor atom (menunjukkan banyaknya proton dalam inti) A = nomor massa ( menunjukkan

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS

PERCOBAAN I PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS PERCOBAAN I PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS I. Tujuan 1. Menentukan berat molekul senyawa CHCl 3 dan zat unknown X berdasarkan pengukuran massa jenis gas secara eksperimen

Lebih terperinci

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

D. 80,28 cm² E. 80,80cm² 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

SIMAK UI Fisika

SIMAK UI Fisika SIMAK UI 2016 - Fisika Soal Halaman 1 01. Fluida masuk melalui pipa berdiameter 20 mm yang memiliki cabang dua pipa berdiameter 10 mm dan 15 mm. Pipa 15 mm memiliki cabang lagi dua pipa berdiameter 8 mm.

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN IKATAN KIMIA DALAM BAHAN Sifat Atom dan Ikatan Kimia Suatu partikel baik berupa ion bermuatan, inti atom dan elektron, dimana diantara mereka, akan membentuk ikatan kimia yang akan menurunkan energi potensial

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas merupakan suatu bentuk energi yang ada di alam. Panas juga merupakan suatu energi yang sangat mudah berpindah (transfer). Transfer panas disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM

PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM PERUBAHAN SIFAT MELALUI STRUKTUR ATOM 1.1 STRUKTUR ATOM Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan neutron, dan di kelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

PERCOBAAN MILIKAN. Gaya gesek, gaya yang arahnya melawan gaya gravitasi, dalam hal ini sama dengan gaya Stokes. oil

PERCOBAAN MILIKAN. Gaya gesek, gaya yang arahnya melawan gaya gravitasi, dalam hal ini sama dengan gaya Stokes. oil PERCOBAAN MILIKAN A. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan jari-jari dan muatan listrik sebuah minyak.. Membuktikan bahwa muatan listrik terkuantisasi secara diskrit. B. PERALATAN 1. Sistem peralatan Milikan

Lebih terperinci

sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic)

sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam semesta yang kita tempati ini terdiri dari 5% materi biasa, dan 95% sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1994

Fisika EBTANAS Tahun 1994 Fisika EBTANAS Tahun 1994 EBTANAS-94-01 Diantara kelompok besaran di bawah ini yang hanya terdiri dari besaran turunan saja adalah A. kuat arus, massa, gaya B. suhu, massa, volume C. waktu, momentum, percepatan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM 1.1 Teori Atom Perkembangan teori atom merupakan sumbangan pikiran dari banyak ilmuan. Konsep dari suatu atom bukanlah hal yang baru. Ahli-ahli filsafah Yunani pada tahun

Lebih terperinci

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur, KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 1.1. Memahami struktur atom berdasarkan teori

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Medan Magnet Benda Angkasa Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar XII.3.4 Menganalisis induksi magnet dan gaya magnetik pada berbagai produk teknologi XII.4.4 Melaksanakan pengamatan induksi

Lebih terperinci

Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu

Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu Apakah bintang itu? Jika malam datang dan langit sedang cerah, pergilah ke halaman rumah lalu lihatlah ke langit. Indah bukan? Benda di angkasa yang berkelap-kelip memancarkan cahaya itulah bintang. Apakah

Lebih terperinci

BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA

BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA 1. KONSEP ENERGI Energi sering menjadi pokok bahasan setiap hari, namun tak banyak orang yang memahami konsep dasar energi. Energi dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu :

Lebih terperinci

Listrik Statik: Muatan, Gaya, Medan

Listrik Statik: Muatan, Gaya, Medan Listrik Statik: Muatan, Gaya, Medan Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Listrik Statik 1 / 18 Muatan Listrik (q) Ada dua macam:

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Kimia (Feb 03, 2008 at 07:38 PM) - Contributed by Web Master - Last Updated (Feb 03, 2008 at 07:41 PM)

Pengantar Ilmu Kimia (Feb 03, 2008 at 07:38 PM) - Contributed by Web Master - Last Updated (Feb 03, 2008 at 07:41 PM) Pengantar Ilmu Kimia (Feb 03, 2008 at 07:38 PM) - Contributed by Web Master - Last Updated (Feb 03, 2008 at 07:41 PM) Kimia (dari bahasa Arab α khemeia "alkimia" yang berarti "seni transformasi" dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN 1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya

Lebih terperinci