2.7 Ensambel Makrokanonik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.7 Ensambel Makrokanonik"

Transkripsi

1 22 BAB 2. TEORI ENSAMBEL 2.7 Ensambel Makrokanonik Dalam bagian ini kita akan menjabarkan rapat ruang fase untuk sistem terbuka, sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan termal dengan lingkungan pada suatu suhu tertentu T, dan berada dalam keadaan kesetimbangan jumlah partikel, dengan potensial kimia tertentu µ. Tinjau suatu ensambel terdiri dari N kopi sistem dengan keadaan makro yang identik, yaitu pada T, V dan µ tertentu. Masing-masing sistem ini memiliki sejumlah partikel N (untuk semua kemungkinan nilainya) dan berada pada titik ruang fase tertentu. Semua ruang fase untuk setiap N =, 2,... kemudian dibagi menjadi sel-sel yang sama besarnya ω i,n yang dilabeli dengan i dan N. Indeks i, N menunjukkan sel ruang fase i dalam ruang fase dengan jumlah partikel tertentu N. Di dalam setiap sel ruang fase ini akan terdapat sejumlah n i,n kopi sistem, dan kita akan mencari distribusi yang paling terbolehjadi {n i,n } bagi keseluruhan ensambel. Distribusi n i,n ini harus memenuhi tiga kondisi. Pertama total jumlah N tetap n i,n = N (2.59) i,n Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata n i,n E i = N < E i >= N U (2.60) i,n Kedua kondisi di atas mirip dengan kondisi untuk ensambel kanonik. Kondisi ketiga terkait dengan sistem terbuka yaitu jumlah partikel dalam sistem tidak tetap, tetapi dalam keadaan setimbang termodinamik akan terdapat nilai rerata jumlah partikel tertentu < N > n i,n N = N N (2.6) i,n Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel kanonik dan mikrokanonik, dapat kita gunakan untuk mendapatkan distribusi untuk kasus makrokanonik. Jadi dengan logika yang sama, akan kita dapatkan bahwa total probabilitas untuk suatu distribusi diberikan oleh W {n i,n } = N! i,n (ω i,n ) ni,n n i,n! (2.62) hanya saja sekarang sel-sel ruang fase dilabeli dengan dua indeks, dan ω i,n adalah probabilitas mendapatkan satu keadaan mikro di dalam sel ω i,n. Untuk mendapatkan distribusi yang paling terbolehjadi, dicari nilai ekstrim dari logaritma pers. (2.62), ln W {n i,n } = N ln N N i,n [(n i,n ln n i,n ) n i,n ln ω i,n ] (2.63)

2 2.7. ENSAMBEL MAKROKANONIK 23 yaitu d ln W {n i,n } = i,n [ln n i,n ln ω i,n ]dn i,n = 0. (2.64) Karena n i,n saling terkait dengan pers. (2.59) - (2.6), maka dipakai metode pengali Lagrange, dengan pengali Lagrangenya λ, β, dan α λ i,n dn i,n = 0 (2.65) β i,n E i dn i,n = 0 (2.66) α i,n Ndn i,n = 0 (2.67) Bila keseluruhanya dijumlah, diperoleh ln n i,n ln ω i,n λ + βe αn]dn i,n = 0 (2.68) i,n Sekarang semua dn i,n saling independen, sehingga koefisien dalam kurung siku di atas harus lenyap. Sehingga diperoleh kondisi untuk distribusi yang paling terbolehjadi sebagai berikut n i,n = ω i,n e λ exp[ βe i + αn] (2.69) Nilai e λ ditentukan melalui (2.59), sedangkan probabilitas ω i,n untuk sel ruang fase yang seukuran dianggap sama. Sehingga dari pers. (2.59) diperoleh p i,n = n i,n N = exp( βe i + αn) i,n exp( βe i + αn), (2.70) yang diinterpretasikan sebagai probabilitas ruang fase. Untuk kasus dengan spektrum energi kontinu, persamaan ini menjadi rapat ruang fase makrokanonik ρ Mk (N, q i, p i ) = N= h 3N exp( βh(q i, p i ) + αn) d 3N qd 3N p exp[ β(h(q i, p i ) µn) (2.7) Analog dengan kasus ensambel kanonik, bagian penyebut persamaan di atas didefinisikan sebagai fungsi partisi makrokanonik Z = h 3N d 3N qd 3N p exp[ β(h(q i, p i ) µn)] (2.72) N= Nilai β dan α dapat ditentukan melalui formulasi entropi sebagai rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase S =< k ln ρ >. Dari pers. (2.7), kita peroleh S(β, V, α) = h 3N d 3N qd 3N p ρ Mk [k ln Z + kβh(q i, p i ) kαn] (2.73) N=

3 24 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Suku pertama dalam kurung segi di atas tidak bergantung pada titik di ruang fase, dan juga tidak bergantung pada jumlah partikel, sehingga bisa ditarik keluar dari integral ruang fase dan penjumlahan jumlah partikel, dan yang tersisa adalah integral normalisasi. Suku kedua dalam kurung persegi tidak lain adalah rerata dari energi, sedangkan suku terakhir adalah rerata jumlah partikel. Sehingga kita peroleh S(β, V, α) = k ln Z(β, V, α) + kβu kα < N > (2.74) Perlu diperhatikan bahwa karena pers. (2.60), β dapat merupakan fungsi dari U dan α, demikian pula karena pers. (2.6), α dapat merupakan fungsi dari < N > dan β. Sehingga derivatif dari S terhadap U menghasilkan U = β β k ln Z(β, V, α) + k U + kβ (2.75) U β U Dengan memakai ln Z β = ku, maka U = T sehingga β = /kt. Derivatif S terhadap jumlah partikel menghasilkan < N > = Dengan memakai = kβ (2.76) α α k ln Z(β, V, α) k < N > kα (2.77) < N > α < N > k ln Z α = k < N >, maka < N > = µ T = kα (2.78) sehingga α = µ/kt. Bila hasil untuk β dan α kita kembalikan ke pers. (2.74), dan menyusun ulang hasilnya agar sesuai dengan bentuk yang dikenal dalam termodinamika, akan kita peroleh U T S µ < N >= kt ln Z Mk (T, V, µ) (2.79) Sisi kiri persamaan di atas tidak lain adalah potensial makrokanonik dalam termodinamika Φ. Sehingga kita dapat menghitung Φ dari fungsi partisi makrokanonik dengan menggunakan formulasi Φ(T, V, µ) = kt ln Z Mk (T, V, µ) (2.80) Jadi penghubung antara mekanika statistik dengan termodinamika untuk ensambel makrokanonik adalah fungsi partisi makrokanonik, melalui potensial makrokanonik Φ. Perumusan untuk fungsi partisi makrokanonik di pers. (2.72) di atas adalah untuk sistem partikel yang terbedakan. Untuk sistem partikel tak terbedakan,

4 2.8. ENSAMBEL ISOBARIK 25 seperti pada kedua ensambel lainnya, kita harus menambahkan faktor koreksi Gibbs /N!, sehingga fungsi partisinya menjadi Z Mk (T, V, µ) = N= Persamaan ini dapat juga dituliskan sebagai Z Mk (T, V, µ) = d 3N qd 3N p exp[ β(h(q i, p i ) µn)] (2.8) N= Besaran e βµ disebut juga sebagai fugasitas. 2.8 Ensambel Isobarik (e βµ ) N Z k(t, V, N) (2.82) Ensambel terakhir yang akan kita bahas adalah ensambel isobarik, yang jarang dipakai ataupun dibahas dalam kebanyakan buku-buku fisika statistik. Ensambel ini terkait dengan suatu sistem tertutup, dengan dinding pembatas sistem dengan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya pertukaran energi termal, tetapi tetap tidak dapat melewatkan partikel. Sehingga nilai energi total sistem tidak tetap, sedangkan jumlah partikel dalam sistem tetap. Tetapi selain hal yang mirip dengan sistem tertutup, pada sistem ini dinding pembatas dengan lingkungan dapat berubah besarnya, sehingga volume sistem dapat berubah dan tidak tetap. Dalam keadaan setimbang termodinamik akan ada suatu nilai rerata energi ketika sistem dan lingkungan memiliki temperatur yang sama T. Selain itu dalam keadaan setimbang termodinamik akan ada suatu nilai rerata volume ketika sistem dan lingkungan memiliki tekanan yang sama P. Faktor terakhir inilah yang menyebabkan penamaan ensambel yang terkait dengan sistem sebagai ensambel isobarik (tekanan tetap). Ensambel isobarik berlaku untuk sistem tertutup dengan kesetimbangan sistem dan lingkungan pada tekanan konstan. Kita akan menggunakan teori ensambel seperti sebelumnya untuk sistem tertutup, tetapi dengan menambahkan tambahan persyaratan untuk volume yang dapat berubah. Jadi untuk setiap nilai volume V sistem, kita memiliki satu ruang fase, mirip seperti pada kasus ensambel makorkanonik. Hanya saja sekarang parameternya V adalah parameter kontinu. Untuk setiap ruang fase dengan volume V tertentu, ruang fasenya kita bagi menjadi sel-sel yang sama ukurannya dan dilambangkan dengan ω i,v. Kita tinjau N kopi identik dari sebuah sistem tertutup isobarik, yang masing-masingnya memiliki besaran makroskopik keadaan (T, P, N) yang sama. Setiap sistem dari N sistem pada saat tertentu, berada dalam keadaaan mikro tertentu (q i, p i ) dengan volume V tertentu. Misalkan setiap elemen sel ω i,v mengandung sejumlah n i sistem. Keseluruhannya harus memenuhi N = dv n i,v (2.83)

5 26 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Kuantitas p i,v = n i,v /N dapat diinterpretasikan sebagai probabilitas munculnya suatu keadaan mikro i dengan volume sistem V dari keseluruhan N kopi sistem. Selain persyaratan yang terkait dengan energi dalam, yaitu N U = dv n i,v E i (2.84) kita harus menambahkan persyaratan untuk kemungkinan perubahan volume. Pada keadaan kesetimbangan termodinamik, akan terdapat suatu rerata volume < V > ketika sistem dan lingkungan memiliki nilai tekanan yang sama P. Jadi N < V >= dv n i,v V (2.85) Jadi selain pers. (2.83) dan (2.84), pers. (2.85) adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam ensambel isobarik. Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel kanonik dapat kita gunakan di sini, Hasil yang kita peroleh ketika menjabarkan ensambel kanonik, dapat kita gunakan. Jadi dengan logika yang sama, akan kita dapatkan bahwa total probabilitas untuk suatu distribusi diberikan oleh W {n i,v } = N! dv (ω i,v ) ni,v (2.86) V n i i,v! hanya saja sekarang sel-sel ruang fase dilabeli dengan dua indeks, dan ω i,v adalah probabilitas mendapatkan satu keadaan mikro di dalam sel ω i,v. Untuk mendapatkan distribusi yang paling terbolehjadi, dicari nilai ekstrim dari logaritma pers. (2.86), ln W {n i,v } = N ln N N dv [(n i,v ln n i,v ) n i,v ln ω i,v ] (2.87) yaitu d ln W {n i,v } = dv [ln n i,v ln ω i,v ]dn i,v = 0. (2.88) Karena n i,v saling terkait dengan (2.83), (2.84), dan pers. (2.85), maka dipakai metode pengali Lagrange, dengan pengali Lagrangenya λ, β, dan γ λ dv dn i,v = 0 (2.89) β dv E i dn i,v = 0 (2.90) γ dv V dn i,v = 0 (2.9)

6 2.8. ENSAMBEL ISOBARIK 27 Bila keseluruhanya dijumlah, diperoleh dv ln n i,v ln ω i,v λ + βe i γv ]dn i,v = 0 (2.92) Sekarang semua dn i,v saling independen, sehingga koefisien dalam kurung siku di atas harus lenyap. Sehingga diperoleh kondisi untuk distribusi yang paling terbolehjadi sebagai berikut n i,v = ω i,v e λ exp[ βe i + γv ] (2.93) Nilai ω i,v e λ dapat dieliminir dengan menggunakan definisi probabilitas, yang bila dijumlah harus sama dengan satu. Sehingga diperoleh p i,v = n i,v N = exp( βe i + γv ) V dv i exp( βe i + γv ), (2.94) yang diinterpretasikan sebagai probabilitas ruang fase ensambel isobarik. Untuk kasus dengan spektrum energi kontinu, persamaan ini menjadi rapat ruang fase ensambel isobarik exp( βh(q i, p i ) + γv ) ρ ib (V, q i, p i ) = V dv h d 3N qd 3N p exp[ β(h(q 3N i, p i ) + γv ) (2.95) Analog dengan kasus ensambel kanonik, bagian penyebut persamaan di atas didefinisikan sebagai fungsi partisi isobarik Ξ = dv h 3N d 3N qd 3N p exp[ β(h(q i, p i ) + γv ] (2.96) V Nilai β dan γ dapat ditentukan melalui formulasi entropi sebagai rerata ensambel dari logaritma rapat ruang fase S =< k ln ρ >. Dari pers. (2.95), kita peroleh S(β, N, γ) = dv h 3N d 3N qd 3N p ρ ib [k ln Ξ + kβh(q i, p i ) kγv ] (2.97) V Suku pertama dalam kurung segi di atas tidak bergantung pada titik di ruang fase, dan juga tidak bergantung pada integral V, sehingga bisa ditarik keluar, dan yang tersisa adalah integral normalisasi. Suku kedua dalam kurung persegi tidak lain adalah rerata dari energi, sedangkan suku terakhir adalah rerata volume. Sehingga kita peroleh S(β, N, γ) = k ln Ξ(β, N, γ) + kβu kγ < V > (2.98) Perlu diperhatikan bahwa karena pers. (2.84), β dapat merupakan fungsi dari U, demikian pula karena pers. (2.85), γ dapat merupakan fungsi dari < V > dan β. Sehingga derivatif dari S terhadap U menghasilkan U = β β k ln Ξ(β, N, γ) + k U + kβ (2.99) U β U

7 28 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Dengan memakai ln Ξ β = ku, maka U = T sehingga β = /kt. Derivatif S terhadap rerata volume menghasilkan < V > = = kβ (2.00) γ γ k ln Ξ(β, N, γ) k < V > kγ (2.0) < V > γ < V > Dengan memakai k ln Ξ γ = k < V >, maka < V > = P T = kγ (2.02) sehingga γ = P/kT. Bila hasil untuk β dan γ kita kembalikan ke pers. (2.98), dan menyusun ulang hasilnya agar sesuai dengan bentuk yang dikenal dalam termodinamika, akan kita peroleh U T S + P < V >= kt ln Ξ(T, P, N) (2.03) Sisi kiri persamaan di atas tidak lain adalah potensial termodinamika yang dikenal sebagai energi bebas Gibbs G. Sehingga kita dapat menghitung energi bebas Gibbs G dari fungsi partisi isobarik dengan menggunakan formulasi G(T, P, N) = kt ln Ξ(T, N, P ) (2.04) Jadi penghubung antara mekanika statistik dengan termodinamika untuk ensambel isobarik adalah fungsi partisi isobarik, melalui energi bebas Gibbs G. Perumusan untuk fungsi partisi isobarik di pers. (2.96) di atas adalah untuk sistem partikel yang terbedakan. Untuk sistem partikel tak terbedakan, seperti pada ensambel lainnya, kita harus menambahkan faktor koreksi Gibbs /N!, sehingga fungsi partisinya menjadi Ξ(T, N, P ) = V dv d 3N qd 3N p exp[ β(h(q i, p i ) βp V )] (2.05) 2.9 Gas Ideal dalam Berbagai Ensambel Sebelumnya kita telah menghitung besaran-besaran termodinamika untuk sistem gas Ideal melalui konsep ensambel mikrokanonik. Dalam bagian ini kita akan melakukan hal yang sama tetapi melalui ensambel-ensambel lainnya, yaitu ensambel kanonik, makrokanonik dan isobarik.

8 2.9. GAS IDEAL DALAM BERBAGAI ENSAMBEL Gas ideal dalam ensambel kanonik Ditinjau suatu sistem N partikel gas ideal dalam wadah bervolume V yang berada dalam kesetimbangan termal dengan lingkungan pada suhu T. Hamiltonan untuk partikel yang tak saling berinteraksi dalam sistem gas ideal klasik, diberikan oleh N p i 2 H = (2.06) 2m Fungsi partisi kanoniknya diberikan oleh Z k (T, V, N) = [ d 3N qd 3N p exp β N p i 2 ] 2m Karena Hamiltonannya bebas terhadap integral posisi, maka dapat ditulis Z k (T, V, N) = V N 3 N dp i Dari sini akan diperoleh nilai energi bebas Helmholtz (2.07) [ ] exp β p2 i = V N (π2mkt )3N/2 2m N!h3N (2.08) F = kt ln V N [ ( V )( 2πmkT ) 3/2 ) ] (π2mkt )3N/2 = NkT ln N h 2 + N (2.09) di mana telah digunakan pendekatan Stirling. Dari sini diperoleh persamaan keadaan gas ideal atau P T = F = NkT V N,T V (2.0) P V = NkT (2.) Sedangkan persamaan energi dalamnya diperoleh setelah dicari terlebih dahulu entropi sistem S = F [ ( V )( 2πmkT ) 3/2 ) ] = Nk ln T N,V N h Nk (2.2) N 2 Kemudian energi dalam diperoleh melalui U = F + T S = 3 NkT (2.3) Gas ideal dalam ensambel makrokanonik Ditinjau suatu sistem partikel gas ideal dalam wadah terbuka bervolume V yang berada dalam kesetimbangan termal dengan lingkungan pada suhu T dan kesetimbangan potensial kimia dengan lingkungan pada nilai potensial kimiaµ.

9 30 BAB 2. TEORI ENSAMBEL Hamiltonan untuk partikel yang tak saling berinteraksi dalam sistem gas ideal klasik, diberikan oleh H = p i 2 (2.4) 2m Fungsi partisi makrokanoniknya diberikan oleh Z Mk (T, V, µ) = N= [ N d 3N qd 3N p exp β p i 2 2m µn ] (2.5) Karena Hamiltonannya bebas terhadap integral posisi, maka dapat ditulis = Z Mk (T, V, µ) = N= N= V N 3 N dp i [ p 2 ] exp β i 2m µn ( e βµ V (2πmkT ) 3/2 ) N [ = exp N! h 3 e βµ V (2πmkT/h 2 ) 3/2] (2.6) Dari sini akan diperoleh nilai potensial termodinamika makro Φ Φ = kt ln Z Mk (T, V, µ) = kt e βµ[ V (2πmkT/h 2 ) 3/2] (2.7) Dari sini diperoleh persamaan keadaan gas ideal, karena Φ = P V. Tetapi untuk mendapatkan bentuk yang biasanya, maka perlu dicari terlebih dulu nilai rerata jumlah partikel N = Φ = e βµ[ V (2πmkT/h 2 ) 3/2] (2.8) µ T,V sehingga, dari Φ = P V dan persamaan di atas diperoleh P V = NkT (2.9) Sedangkan persamaan energi dalamnya diperoleh setelah dicari terlebih dahulu entropi sistem S = Φ T = ke βµ[ V (2πmkT/h 2 ) 3/2]( 5 µ,v 2 µ ) kt Kemudian energi dalam diperoleh melalui U = Φ + T S + µn = kt e βµ[ V (2πmkT/h 2 ) 3/2] (2.20) +kt e βµ[ V (2πmkT/h 2 ) 3/2]( 5 2 µ kt ) + µe βµ[ V (2πmkT/h 2 ) 3/2] = 3 2 NkT (2.2)

10 2.9. GAS IDEAL DALAM BERBAGAI ENSAMBEL Gas ideal dalam ensambel isobarik Ditinjau suatu sistem partikel gas ideal dalam wadah terbuka dengan volume wadah dapat berubah, yang berada dalam kesetimbangan termal dengan lingkungan pada suhu T dan kesetimbangan tekanan dengan lingkungan pada nilai tekanan P. Hamiltonan untuk partikel yang tak saling berinteraksi dalam sistem gas ideal klasik, diberikan oleh H = Fungsi partisi isobariknya diberikan oleh Ξ(T, P, N) = V p i 2 2m [ N d 3N qd 3N p exp β p i 2 2m + P V ] (2.22) (2.23) Karena Hamiltonannya bebas terhadap integral posisi, maka dapat ditulis Ξ(T, P, N) = V dv V N e β3np V 3N dp i [ p 2 ] exp β i 2m = dv V N e β3np V (2πmkT/h 2 ) 3N/2 (3NP β) N (2πmkT/h 2 ) 3N/2 0 N! (2.24) di mana telah digunakan pendekatan nilai N >>. Dari sini akan diperoleh nilai energi bebas Gibbs G [ kt ( 2πmkT ) 3/2] G = kt ln Ξ(T, P, N) = kt N ln 3NP h 2 Persamaan keadaan gas ideal diperoleh melalui sehingga, diperoleh V = G P = NkT T,N P (2.25) (2.26) P V = NkT (2.27) Sedangkan persamaan energi dalamnya diperoleh setelah dicari terlebih dahulu entropi sistem S = G T = kn N,P Kemudian energi dalam diperoleh melalui ( [ kt ( 2πmkT ) 3/2] ln 3NP h ) 2 (2.28) U = G + T S P V = 3 NkT (2.29) 2

11 32 BAB 2. TEORI ENSAMBEL 2.0 Hubungan Antara Berbagai Ensambel Sebelum melihat hubungan antara berbagai ensambel-ensambel dalam mekanika statistik, akan diberikan ringkasan untuk seluruh ensambel dalam bentuk tabel. Ensambel Variabel Penghubung Mikrokanonik E, V, N S = k ln Ω Kanonik T, V, N F = kt ln Z k (T, V, N) Makrokanonik T, V, µ Φ = kt ln Z Mk (T, V, µ) Isobarik T, P, N G = kt ln Ξ(T, P, N) Sedangkan fungsi-fungsi partisi untuk ensambel-ensambel tersebut, dapat kita tuliskan sebagai (tanpa faktor koreksi Gibbs). Ensambel mikrokanonik Ω(E, V, N) = h 3N 3N H(q i,p i)=e dp i dq i δ(h(p i, q i ) E) (2.30) 2. Ensambel kanonik Z k (T, V, N) = h 3N 3N ( ) dp i dq i exp βh(q i, p i ) 3. Ensambel makrokanonik N 3N ( ) Z Mk (T, V, µ) = h 3N dp i dq i exp β H(q i, p i ) µn 4. Ensambel isobarik Ξ(T, P, N) = V dv h 3N 3N ( ) dp i dq i exp β H(q i, p i ) + P V (2.3) (2.32) (2.33) Tampak bahwa fungsi partisi yang satu merupakan transformai Laplace dari fungsi partisi yang lainnya. Berawal dari jumlah keadaan mikro Ω(E, V, N) yang bernilai konstan pada suatu permukaan energi. Transformasi Laplace terhadap Ω(E, V, N) pada variabel E, dengan memperkenalkan variabel baru β = /kt, akan menghasilkan fungsi partisi kanonik Z k (T, V, N). Transformasi Laplace terhadap Z k (T, V, N) pada variabel N dengan memperkenalkan variabel baru βµ, akan menghasilkan fungsi partisi makrokanonik. Transformasi Laplace terhadap Z k (T, V, N) pada variabel V dengan memperkenalkan variabel baru βp, akan menghasilkan fungsi partisi isobarik. Jadi fungsi-fungsi partisi dari berbagai ensambel saling terkait melalui transformasi Laplace, dengan menggantikan suatu variabel ekstensif dengan variabel intensif. Perhatikan bahwa tidak akan ada fungsi partisi yang keseluruhan variabelnya adalah besaran intensif, karena tidak ada potensial termodinamika yang akan terkait dengan fungsi partisi semacam itu.

12 2.. PENGHITUNGAN OBSERVABEL SEBAGAI RERATA ENSAMBEL33 2. Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel Dalam pendahuluan ke teori ensambel, kita mengasumsikan bahwa semua observabel dapat dituliskan sebagai rerata ensambel dari suatu fungsi f( q i, p i ) tertentu. d 3N q i d 3N p i < f( q i, p i ) >= h 3N ρ( q i, p i )f( q i, p i ) (2.34) Jadi rapat ruang fase ρ( q i, p i ) mengandung semua informasi tentang sistem yang dapat diberikan oleh mekanika statistik. Kita akan meninjau fungsi mana yang harus dipilih untuk mendapatkan observabel tertentu. Salah satunya, kita sudah mengetahui bahwa entropi diberikan sebagai rerata ensambel dari f S ( q i, p i ) = k ln ρ( q i, p i ): S =< k ln ρ > (2.35) Di sisi lain dari pers. (2.35) kita dapat menentukan potensial termodinamik S(E, V, N) (mikrokanonik) dan F (T, V, N) (kanonik). Jadi pers. (2.35) sudah mengandung semua sifat-sifat termodinamik dari sistem. Sifat-sifat ini tidak perlu dihitung lewat pers. (2.34), cukup dimulai dari pers. (2.35), kemudian kuantitas-kuantitas termodinamika lainnya dijabarkan dari kaitan-kaitan termodinamika. Walaupun kita dapat juga menuliskan fungsi f( q i, p i ) terkait dengan besaran-besaran tertentu. Misalnya energi dalam, diberikan sebagai rerata ensambel dari Hamiltonan U =< H( q i, p i ) > (2.36) Akan tetapi dengan memakai pers. (2.34) kita juga dapat memperoleh observabel yang tidak diberikan oleh termodinamika. Sebagai contoh adalah rapat ruang fase N ρ = h 3N δ( q i q i)δ( p i p i) (2.37) analog dengan hal di atas, distribusi ruag fase untuk partikel i diperoleh dari < ρ i ( q, p) =< h 3 δ( q i q)δ( p i p) > (2.38) Untuk partikel yang saling tak berinteraksi, ρ i ( q, p) identik dengan distribusi satu partikel ρ( q, p ). Dengan cara yang sama dapat diperoleh rapat partikel i di ruang koordinat: ρ i ( q) =< δ( q i q) > (2.39) atau distribusi momentum partikel i: Rapat partikel total dalam ruang koordinat adalah ρ i ( p) =< δ( p i p) > (2.40) ρ i ( q) =< N δ( q i q) > (2.4)

13 34 BAB 2. TEORI ENSAMBEL dan distribusi momentum total adalah N ρ i ( p) =< δ( p i p) > (2.42) Perhatikan normalisasi yang berbeda untuk persamaan-persamaan di atas d 3 qρ i ( q) = d 3 pρ i ( p) = (2.43) d 3 qρ( q) = d 3 pρ( p) = N (2.44) Salah satu kuantitas yang cukup menarik adalah distribusi jarak relatif antara dua partikel atau relatif momentum antara dua partikel, f ik (q) =< δ(r q i q k ) > (2.45) Distribusi f ik (r) adalah rapat probabilitas untuk mendapatkan partikel i dan k dengan jarak pemisah r. Distribusi momentum relatif Jarak rerata partikel i dan k adalah f ik (p) =< δ(p p i p k ) > (2.46) < q ik >=< q i q k >= 0 qf ik (q)dq (2.47) Demikian pula dengan rerata momentum relatif partikel i dan k, diberikan oleh < p ik >=< p i p k >= 0 pf ik (p)dp (2.48) Demikian seterusnya, dengan cara yang analog kita dapat menghitung distribusi jarak relatif untuk lebih dari dua partikel, misalnya probabilitas beberaa partikel menjadi sangat dekat (pembentukan kluster atau droplet).

n i,n,v = N (1) i,n,v Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata n i,n,v E i = N < E i >= N U (2) V i,n,v n i,n,v N = N N (3)

n i,n,v = N (1) i,n,v Kedua, untuk nilai termperatur tertentu, terdapat energi rerata n i,n,v E i = N < E i >= N U (2) V i,n,v n i,n,v N = N N (3) HW week 4 solution. Setelah anda mempelajari empat jenis ensambel, cobalah untuk membuat ensambel baru yang terkait dengan suatu sistem, yang mana sistem dapat: bertukar energi dengan lingkungan dan berada

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2. Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel

2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel 2.11. PENGHITUNGAN OBSERVABEL SEBAGAI RERATA ENSAMBEL33 2.11 Penghitungan Observabel Sebagai Rerata Ensambel Dalam pendahuluan ke teori ensambel, kita mengasumsikan bahwa semua observabel dapat dituliskan

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Keadaan mikro dan keadaan makro. 1.2 Ruang Fase

Pendahuluan. Bab Keadaan mikro dan keadaan makro. 1.2 Ruang Fase Bab 1 Pendahuluan 1.1 Keadaan mikro dan keadaan makro Kuantitas makro keadaan fisis suatu sistem merupakan perwujudan rerata kuantitas mikro sistem tersebut. Sebagai contoh, tekanan dari suatu gas merupakan

Lebih terperinci

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-1

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-1 Ensembel Grand Kanonik Klasik Part-1 Hubungan Thermodinamika Sistem Terbuka Model : Sistem terbuka bisa bertukar partikel dan energi dengan lingkungan. Hukum 1 Thermo: du = dq-pdv atau du= TdS-PdV Jika

Lebih terperinci

Atau dengan menginverse S = S(U), menjadi U=U(S), kemudian menghitung:

Atau dengan menginverse S = S(U), menjadi U=U(S), kemudian menghitung: ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA UJIA TEGAH SEMESTER - FI-5 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. - 6/7 Hari/Tgl. : Senin 3 Maret 7 Waktu :.-3. Sifat :

Lebih terperinci

3. Termodinamika Statistik

3. Termodinamika Statistik 3. Termodinamika Statistik Pada bagian ini akan dibahas pemanfaatan postulat statistik yang berdasarkan sistem dalam keadaan keseimbangan untuk menjelaskan besaran makroskopis. Disiplin ini disebut Mekanika

Lebih terperinci

FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem /2017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :

FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem /2017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan : ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-500 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. - 016/017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :

Lebih terperinci

Ensembel Kanonik Klasik

Ensembel Kanonik Klasik Ensembel Kanonik Klasik Menghitung Banyak Status Keadaan Sistem Misal ada dua sistem A dan B yang boleh bertukar energi (tapi tidak boleh tukar partikel). Misal status keadaan dan energi masing-masing

Lebih terperinci

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1 Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum Part-1 Latar Belakang Untuk system yang distinguishable maka teori ensemble mekanika statistic klasik dapat dipergunakan. Tetapi bilamana system partikel bersifat

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-2

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-2 Ensembel Grand Kanonik Klasik Part-2 Penerapan Ensembel Grand Kanonik Pada Gas Ideal Contoh: Gas ideal dalam volum V sejumlah N partikel dengan temperatur T. Partikel gas tidak saling berinteraksi, dan

Lebih terperinci

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-2

Ensembel Grand Kanonik Klasik. Part-2 Ensembel Grand Kanonik Klasik Part-2 Penerapan Ensembel Grand Kanonik Pada Gas Ideal monoatomik Contoh: Gas ideal dalam volum V sejumlah N partikel dengan temperatur T. Partikel gas tidak saling berinteraksi,

Lebih terperinci

SOLUTION QUIZ 1 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION QUIZ 1 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA PR 1 - FI-52 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-216/217 Waktu : 9 menit (Closed Book) 1. Tinjau dipol identik yang

Lebih terperinci

peroleh. SEcara statistika entropi didefinisikan sebagai

peroleh. SEcara statistika entropi didefinisikan sebagai BAB 5 Entropi 5.1 Entropi (S) Pertama-tama mari kita definisikan sebuah besaran termodinamika yang bernama entropi secara statistika. Secara termodinamika, entropi telah didefinisikan melalui hubungan

Lebih terperinci

IX. Aplikasi Mekanika Statistik

IX. Aplikasi Mekanika Statistik IX. Aplikasi Mekanika Statistik 9.1. Gas Ideal Monatomik Sebagai test case termodinamika statistik, kita coba terapkan untuk gas ideal monatomik. Mulai dengan fungsi partisi: ε j Z = g j exp j k B T Energi

Lebih terperinci

Chap 7. Gas Fermi Ideal

Chap 7. Gas Fermi Ideal Chap 7. Gas Fermi Ideal Gas Fermi pada Ground State Distribusi Fermi Dirac pada kondisi Ground State (T 0) memiliki perilaku: n p = e β ε p μ +1 1 ε p < μ 1 0 jika ε p > μ Hasil ini berarti: Seluruh level

Lebih terperinci

VIII. Termodinamika Statistik

VIII. Termodinamika Statistik VIII. Termodinamika Statistik 8.1. Pendahuluan Mereka yang mengembangkan termodinamika statistik: - Boltzmann - Gibbs dan setelah kemauan teori kuantum: - Satyendra Bose - lbert Einstein - Enrico Fermi

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA MIRZA SATRIAWAN

TERMODINAMIKA MIRZA SATRIAWAN TERMODINAMIKA MIRZA SATRIAWAN March 20, 2013 Daftar Isi 1 SISTEM TERMODINAMIKA 2 1.1 Deskripsi Sistem Termodinamika............................. 2 1.2 Kesetimbangan Termodinamika..............................

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

Chap. 8 Gas Bose Ideal

Chap. 8 Gas Bose Ideal Chap. 8 Gas Bose Ideal Model: Gas Foton Foton adalah Boson yg tunduk kepada distribusi BE. Model: Foton memiliki frekuensi ω, rest mass=0, spin 1ħ Energi E=ħω dan potensial kimia =0 Momentum p = ħ k, dengan

Lebih terperinci

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FI-1101: Kuliah 13 TEORI KINETIK GAS Teori Kinetik Gas Suhu Mutlak Hukum Boyle-Gay y Lussac Gas Ideal Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FISIKA TERMAL Cabang

Lebih terperinci

= = =

= = = = + + + = + + + = + +.. + + + + + + + + = + + + + ( ) + ( ) + + = + + + = + = 1,2,, = + + + + = + + + =, + + = 1,, ; = 1,, =, + = 1,, ; = 1,, = 0 0 0 0 0 0 0...... 0 0 0, =, + + + = 0 0 0 0 0 0 0 0 0....

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Indonesia Menggunakan Temperatur Negatif Distribusi Boltzmann

Analisis Distribusi Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Indonesia Menggunakan Temperatur Negatif Distribusi Boltzmann Analisis Distribusi Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Indonesia Menggunakan Temperatur Negatif Distribusi Boltzmann Qoniti Amalia 1,a) dan Acep Purqon 1,b) 1 Laboratorium Sistem Kompleks,

Lebih terperinci

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel . Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum

Lebih terperinci

W = p V= p(v2 V1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai

W = p V= p(v2 V1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai Termodinamika Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut

Lebih terperinci

BAB 10 SPONTANITAS DAN KESETIMBANGAN Kondisi Umum untuk Kesetimbangan dan untuk Spontanitas

BAB 10 SPONTANITAS DAN KESETIMBANGAN Kondisi Umum untuk Kesetimbangan dan untuk Spontanitas BAB 10 SPONTANITAS DAN KESETIMBANGAN 10.1 Kondisi Umum untuk Kesetimbangan dan untuk Spontanitas Fokus kita sekarang adalah untuk mencari tahu karakteristik apa yang dapat membedakan transformasi irreversibel

Lebih terperinci

Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc.

Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc. Oleh : YOHANES DWI SAPUTRA 1105 100 051 Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc. JURUSAN FISIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 010 PENDAHULUAN Latar

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

3. Teori Kinetika Gas

3. Teori Kinetika Gas 3. Teori Kinetika Gas - Partikel gas dan interaksi - Model molekular gas ideal - Energi dalam - Persamaan keadaan gas - Kecepatan partikel (rms, rata-rata, modus) 3.1. Partikel Gas dan Interaksi Padat

Lebih terperinci

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA

FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA FISIKA DASAR HUKUM-HUKUM TERMODINAMIKA HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA Hukum ini terkait dengan kekekalan energi. Hukum ini menyatakan perubahan energi dalam dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan

Lebih terperinci

Ensembel Grand Kanonik (Kuantum) Gas IDeal

Ensembel Grand Kanonik (Kuantum) Gas IDeal Ensembel Grand Kanonik (Kuantum) Gas IDeal Fungsi Partisi Grand Kanonik: Gas Ideal Seerti di Klasik fungsi artisi Grand Kanonik : ζ z, V, T = N=0 z N Q N (V, T) dengan Q N adalah fungsi artisi kanonik,

Lebih terperinci

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil.

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil. Teori Kinetik Zat Teori Kinetik Zat Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara

Lebih terperinci

Hukum Termodinamika 1. Adhi Harmoko S,M.Kom

Hukum Termodinamika 1. Adhi Harmoko S,M.Kom Hukum Termodinamika 1 Adhi Harmoko S,M.Kom Apa yang dapat anda banyangkan dengan peristiwa ini Balon dicelupkan ke dalam nitrogen cair Sistem & Lingkungan Sistem: sebuah atau sekumpulan obyek yang ditinjau

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

Pengertian Dasar Termodinamika Termodinamika secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas dinamika panas suatu sistem Termo

Pengertian Dasar Termodinamika Termodinamika secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas dinamika panas suatu sistem Termo Tinjauan Singkat Termodinamika Pengertian Dasar Termodinamika Termodinamika secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas dinamika panas suatu sistem Termodinamika merupakan sains

Lebih terperinci

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah: Bab 4 Deskripsi Statistik Sistem Partikel Bagaimana gambaran secara statistik dari sistem partikel? Statistik + konsep mekanika Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Lebih terperinci

FUNGSI-FUNGSI TERMODINAMIKA SISTEM STATISTIKA FUZZY

FUNGSI-FUNGSI TERMODINAMIKA SISTEM STATISTIKA FUZZY SKRIPSI FUNGSI-FUNGSI TERMODINAMIKA SISTEM STATISTIKA FUZZY Frenky Suseno Manik 03/167928/PA/09509 Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta

Lebih terperinci

T 21 Penentuan Variabel Ekstensif Ekonomi Melalui Model Termodinamika Dengan Simulasi Statistika Fuzzy (1,1)

T 21 Penentuan Variabel Ekstensif Ekonomi Melalui Model Termodinamika Dengan Simulasi Statistika Fuzzy (1,1) T 21 Penentuan Variabel Ekstensif Ekonomi Melalui Model Termodinamika Dengan Simulasi Statistika Fuzzy (1,1) Ririn Setoyowati, Purnami Widyaningsih dan Sutanto Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Termodinamika Usaha Luar Energi Dalam

Termodinamika Usaha Luar Energi Dalam Termodinamika Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK i ABSTRACT ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR TABEL v BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 4 1.4 Manfaat Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan dengan T akan dihasilkan Hukum III termodinamika Hukum termodinamika terkait dengan temperature nol absolute. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu system mencapai temperature nol absolute, semua proses akan berhenti dan

Lebih terperinci

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn

Referensi: 1) Smith Van Ness Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. 2) Sandler Chemical, Biochemical adn Referensi: 1) Smith Van Ness. 001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic, 6th ed. ) Sandler. 006. Chemical, Biochemical adn Engineering Thermodynamics, 4th ed. 3) Prausnitz. 1999. Molecular

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

DESKRIPSI, SILABUS DAN SAP MATA KULIAH FI-472 FISIKA STATISTIK

DESKRIPSI, SILABUS DAN SAP MATA KULIAH FI-472 FISIKA STATISTIK DESKRIPSI, SILABUS DAN SAP MATA KULIAH FI-472 FISIKA STATISTIK I. DESKRIPSI Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib. Kompetensi yang diharapkan adalah mahasiswa dapat memiliki pemahaman terhadap hubungan

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku

Lebih terperinci

I. Beberapa Pengertian Dasar dan Konsep

I. Beberapa Pengertian Dasar dan Konsep BAB II ENERGETIKA I. Beberapa Pengertian Dasar dan Konsep Sistem : Bagian dari alam semesta yang menjadi pusat perhatian kita dengan batasbatas yang jelas Lingkungan : Bagian di luar sistem Antara sistem

Lebih terperinci

HUKUM I TERMODINAMIKA

HUKUM I TERMODINAMIKA HUKUM I TERMODINAMIKA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Termodinamika Kelompok 3 Di susun oleh : Novita Dwi Andayani 21030113060071 Bagaskara Denny 21030113060082 Nuswa

Lebih terperinci

Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi

Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 6, NOMOR 1 JANUARI,010 Mesin Carnot Kuantum Berbasis Partikel Dua Tingkat di dalam Kotak Potensial Satu Dimensi Yohanes Dwi Saputra dan Agus Purwanto Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA HUKUM KE-0 HUKUM KE-1 HUKUM KE-2 NK /9

TERMODINAMIKA HUKUM KE-0 HUKUM KE-1 HUKUM KE-2 NK /9 ERMODINAMIKA HUKUM KE-0 HUKUM KE- HUKUM KE-2 NK..04 /9 SISEM DAN LINGKUNGAN Sistem adalah sekumpulan benda yang menjadi perhatian Lingkungan adalah segala sesuatu di luar sistem Keadaan suatu sistem dapat

Lebih terperinci

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) 1/34 MOMENTUM - TUMBUKAN (+GRAVITASI) Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Sistem Partikel Dalam pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA (I) Dr. Ifa Puspasari

TERMODINAMIKA (I) Dr. Ifa Puspasari TERMODINAMIKA (I) Dr. Ifa Puspasari Kenapa Mempelajari Termodinamika? Konversi Energi Reaksi-reaksi kimia dikaitkan dengan perubahan energi. Perubahan energi bisa dalam bentuk energi kalor, energi cahaya,

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 TERMODINAMIKA. K e l a s. A. Pengertian Termodinamika

FIsika KTSP & K-13 TERMODINAMIKA. K e l a s. A. Pengertian Termodinamika KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI TERMODINAMIKA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami pengertian termodinamika.. Memahami perbedaan sistem

Lebih terperinci

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Pendahuluan Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi

Lebih terperinci

TEMPERATUR. Air dingin. Air hangat. Fisdas1_Temperatur, Sabar Nurohman, M.Pd

TEMPERATUR. Air dingin. Air hangat. Fisdas1_Temperatur, Sabar Nurohman, M.Pd TEMPERATUR A. TEMPERATUR; Sebuah Kuantitas Makroskopis Secara kualitatif, temperatur dari sebuah objek (benda) dapat diketahui dengan merasakan sensasii panas atau dinginnya benda tersebut pada saat disentuh.

Lebih terperinci

WUJUD ZAT. 1. Fasa, Komponen dan Derajat Bebas

WUJUD ZAT. 1. Fasa, Komponen dan Derajat Bebas WUJUD ZAT 1. Fasa, Komponen dan Derajat Bebas 1.1 Jumlah Fasa (P) Fasa adalah bagian dari sistem yang bersifat homogen, dan dipisahkan dari bagian sistem yang lain dengan batas yang jelas. Jumlah Fasa

Lebih terperinci

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S Fisika Panas SKS Adhi Harmoko S Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Bagaimana fenomena ini dapat diterangkan? Apa yang terjadi dengan molekul-molekul gas di dalam balon?

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN PENGUKURAN SUHU Untuk mempelajari KONSEP SUHU dan hukum ke-nol termodinamika, Kita perlu mendefinisikan pengertian sistem,

Lebih terperinci

Penentuan Indeks Harga Saham Menggunakan Model Termodinamika

Penentuan Indeks Harga Saham Menggunakan Model Termodinamika Penentuan Indeks Harga Saham Menggunakan Model Termodinamika T 5 Arief Wahyu Wicaksono dan Purnami Widyaningsih Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1)

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1) Chap 7a Aplikasi Distribusi Fermi Dirac (part-1) Teori Bintang Katai Putih Apakah bintang Katai Putih Bintang yg warnanya pudar/pucat krn hanya memancarkan sedikit cahaya krn supply hidrogennya sudah tinggal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30) 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka

Lebih terperinci

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama

Fugasitas. Oleh : Samuel Edo Pratama Fugasitas Oleh : Samuel Edo Pratama - 1106070741 Pengertian Dalam termodinamika, fugasitas dari gas nyata adalah nilai dari tekanan efektif yang menggantukan nilai tekanan mekanis sebenarnya dalam perhitungan

Lebih terperinci

Makalah Termodinamika Pemicu 4: Kesetimbangan Fasa Uap-Cair

Makalah Termodinamika Pemicu 4: Kesetimbangan Fasa Uap-Cair Makalah Termodinamika Pemicu 4: Kesetimbangan Fasa Uap-Cair Kelompok 3 Nahida Rani (1106013555) Nuri Liswanti Pertiwi (1106015421) Rizqi Pandu Sudarmawan (0906557045) Sony Ikhwanuddin (1106052902) Sulaeman

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM 1 TERMODINAMIKA

MAKALAH HUKUM 1 TERMODINAMIKA MAKALAH HUKUM 1 TERMODINAMIKA DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 1. NURHIDAYAH 2. ELYNA WAHYUNITA 3. ANDI SRI WAHYUNI 4. ARMITA CAHYANI 5. AMIN RAIS KELAS : FISIKA A(1,2) JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS TARBIYAH

Lebih terperinci

Sifat Gas secara Teori dan Distribusi Kecepatan Molekul

Sifat Gas secara Teori dan Distribusi Kecepatan Molekul Modul 1 Sifat Gas secara Teori dan Distribusi Kecepatan Molekul Dra. Isana Syl, M.Si. G PENDAHULUAN as merupakan zat sederhana alami. Oleh karena itu, suatu model sederhana dan perhitungan mendasar dapat

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA & FISIKA STATISTIK (Tes 3)

TERMODINAMIKA & FISIKA STATISTIK (Tes 3) OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Bidang Fisika: TERMODINAMIKA & FISIKA STATISTIK (Tes 3) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit KETENTUAN UMUM Petunjuk Pengerjaan

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE)

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) Kondisi Kesetimbangan Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan, potensial kimia setiap komponen pada setiap titik dlam system harus sama. Jika ada

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN

SATUAN ACARA PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN MATA KULIAH : TERMODINAMIKA KODE MATA KULIAH : FIS6324 SKS : 3 WAKTU PERTEMUAN : 1x3x50 menit PERTEMUAN KE : 1 A. TUJUAN INSTRUKSIONAL 1. UMUM Mahasiswa diharapkan mampu menguasai

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari-

MATEMATIKA 3 Turunan Parsial. -Irma Wulandari- MATEMATIKA 3 Turunan Parsial -Irma Wulandari- Pengertian Turunan Parsial T = (,) Rata-rata perubahan suhu pelat T per satuan panjang dalam arah sumbu, sejauh, untuk koordinat tetap ; (, ) (, ) Rata-rata

Lebih terperinci

1 Energi Potensial Listrik

1 Energi Potensial Listrik FI101 Fisika Dasar II Potensial Listrik 1 Energi Potensial Listrik gus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Pada kuliah sebelumnya, telah dibahas besaran-besaran gaya dan medan elektrostatik yang timbul akibat

Lebih terperinci

Bab VIII Teori Kinetik Gas

Bab VIII Teori Kinetik Gas Bab VIII Teori Kinetik Gas Sumber : Internet : www.nonemigas.com. Balon udara yang diisi dengan gas massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis udara mengakibatkan balon udara mengapung. 249 Peta Konsep

Lebih terperinci

Kesetimbangan fase. Pak imam

Kesetimbangan fase. Pak imam Kesetimbangan fase Pak imam Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerahdaerah tekanan dan temperatur di mana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas daerah adalah batas fase dimana dua

Lebih terperinci

6. Mekanika Lagrange. as 2201 mekanika benda langit

6. Mekanika Lagrange. as 2201 mekanika benda langit 6. Mekanika Lagrange as 2201 mekanika benda langit 6.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang reformulasi mekanika Newtonian yang dipelopori oleh ilmuwan asal Perancis-Italia Joseph Louis Lagrange. Khususnya,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4.1 nilai tukar kurs euro terhadap rupiah

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4.1 nilai tukar kurs euro terhadap rupiah BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa data berfluktuasi dari waktu ke waktu. Hal ini mengindikasikan bahwa data tidak stasioner baik dalam rata-rata maupun variansi. Gambar

Lebih terperinci

IV. Entropi dan Hukum Termodinamika II

IV. Entropi dan Hukum Termodinamika II IV. Entropi dan Hukum ermodinamika II Perhatikan peristiwa sehari-hari di bawah ini: Juga perhatikan peristiwa yang dapat dilakukan di laboratorium: :: 2 (a) (b) (c) Peristiwa (a): benda pada suhu dalam

Lebih terperinci

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS

BAB VI DISTRIBUSI PROBABILITAS MENERUS BAB VI DISTRIBUSI ROBABILITAS MENERUS 6. Distribusi Uniform (seragam) Menerus Distribusi seragam menerus merupakan distribusi yang paling sederhana. Karaketristik distribusi ini adalah fungsi kepadatannya

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIK. Elastisitas Medium

PENDEKATAN TEORITIK. Elastisitas Medium PENDEKATAN TEORITIK Elastisitas Medium Untuk mengetahui secara sempurna kelakuan atau sifat dari suatu medium adalah dengan mengetahui hubungan antara tegangan yang bekerja () dan regangan yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

Lebih terperinci

4. Hukum-hukum Termodinamika dan Proses

4. Hukum-hukum Termodinamika dan Proses 4. Hukum-hukum Termodinamika dan Proses - Kesetimbangan termal -Kerja - Hukum Termodinamika I -- Kapasitas Panas Gas Ideal - Hukum Termodinamika II dan konsep Entropi - Relasi Termodinamika 4.1. Kesetimbangan

Lebih terperinci

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1 Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR Kuliah FI-1101 Fisika 004 Dasar Dr. Linus Dr Pasasa Edy Supriyanto MS Bab 6-1 Jurusan Fisika-Unej Bahan Cakupan Gerak Rotasi Vektor Momentum Sudut Sistem Partikel Momen

Lebih terperinci

BA B B B 2 Ka K ra r kt k eri r s i tik i k S is i tem Ma M kr k o r s o ko k p o i p k i Oleh Endi Suhendi

BA B B B 2 Ka K ra r kt k eri r s i tik i k S is i tem Ma M kr k o r s o ko k p o i p k i Oleh Endi Suhendi BAB Karakteristik Sistem Makroskopik Dalam termodinamika dibahas perilaku dan dinamika temperatur sistem makroskopik. Sistem diparameterisasi oleh volume, tekanan, temperatur dan kapasitas panas jenis

Lebih terperinci

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha 1. Pulsar, Bintang Netron, Bintang dan Keruntuhan Gravitasi 1A. Pulsar Pulsar atau Pulsating Radio Sources pertama kali diamati

Lebih terperinci

4.1 Sistem kuasi-linear hiperbolik. Sistem (hukum kekekalan) kuasi-linear mempunyai bentuk umum. t u + A α (u) xα u = b(u) (4.1.

4.1 Sistem kuasi-linear hiperbolik. Sistem (hukum kekekalan) kuasi-linear mempunyai bentuk umum. t u + A α (u) xα u = b(u) (4.1. Bab 4 SISTEM KUASI-LINEAR 4. Sistem kuasi-linear hiperbolik Sistem (hukum kekekalan) kuasi-linear mempunyai bentuk umum t u + A α (u) xα u = b(u) (4..) α= u(x, 0) = u 0 (x) Jika u 0 adalah fungsi konstan,

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama/Kode Mata Kuliah Jumlah SKS/Semester Program Kode/Nama Dosen : : : : / FI343 3/III S1 (Pendidikan Fisika dan Fisika) 1736/ Drs. Saeful Karim,M.Si Tujuan Mata Kuliah : Setelah

Lebih terperinci

Bab V Prosedur Numerik

Bab V Prosedur Numerik Bab V Prosedur Numerik Pada bab ini, metode numerik digunakan untuk menghitung medan kecepatan, yakni dengan menghitung batas dan domain integral. Tensor tegangan tak Newton melalui persamaan Maxwell Linear

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENELITIAN LPTK TAHUN 2003

INSTRUMEN PENELITIAN LPTK TAHUN 2003 INSTRUMEN PENELITIAN LPTK TAHUN 003 JUDUL PENELITIAN : PENGEMBANGAN MODEL ANALISIS STRUKTUR PENGETAHUAN MATERI TERMODINAMIKA DALAM RANGKA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBASIS KONSEP (PSBK)

Lebih terperinci

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA Nama Mahasiswa : Asri Budi Hastuti NRP : 1205 100 006 Dosen Pembimbing : Drs. Kamiran, M.Si. Abstrak Kontrol optimal temperatur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4 BAB V RADIASI Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang dapat merambat sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan

Lebih terperinci