PENGUJIAN SAMBUNGAN FINGER JOINT UNTUK MENGKAJI KUAT LENTUR PADA BALOK KAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN SAMBUNGAN FINGER JOINT UNTUK MENGKAJI KUAT LENTUR PADA BALOK KAYU"

Transkripsi

1 Media Teknik Sipil, Volume X, Juli 010 ISSN PENGUJIAN SAMBUNGAN FINGER JOINT UNTUK MENGKAJI KUAT LENTUR PADA BALOK KAYU Endah Safiri 1), Purnawan Gunawan ) 1), ) Jurusan Teknik Sipil, Fakulas Teknik, Universias Sebelas Mare, Jl. Ir. Suami 36A, Surakara 5716, firimy89@yahoo.co.id, purnawan_g@uns.ac.id Absrak Kayu di pasaran umumnya ukurannya erbaas sehingga diperlukan adanya konsruksi sambungan. Sambungan merupakan bagian yang paling lemah, sehingga banyak kegagalan aau kerusakan srukur, yang disebabkan oleh gagalnya sambungan. Oleh karena iu eknik penyambungan sanga berperan unuk mendapakan srukur yang baik. Peneliian ini mengulas sambungan jari (finger join) dengan berbagai macam ingka perbandingan kemiringan, dan pengaruhnya erhadap kua lenur dan modulus elasisias balok kayu. Hasil pengujian kua lenur balok kayu anpa sambungan, balok kayu dengan sambungan jari (finger join) 1:, 1:4, 1:8 beruru-uru sebagai beriku : 537,68 kg/cm, 115,541 kg/cm, 151,014 kg/cm, dan 8,791 kg/cm, dan besarnya modulus elasisias beruru-uru sebagai beriku : ,91 kg/cm, 78.1,6 kg/cm, 79.57,39 kg/cm, dan ,91 kg/cm. Dari hasil peneliian disimpulkan bahwa kua lenur dan modulus elasisias meningka seiring dengan berambahnya panjang sambungan, karena semakin besar perbandingan panjang sambungan yang dibua akan mengakibakan berambahnya luasan perekaan. Sambungan jari 1:8 dapa menjadi alernaif yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan jari 1: dan sambungan jari 1:4 Kaa kunci: Kayu, kua lenur, sambungan finger join. Absrac Woods in he marke generally are limied in size and herefore a join in wood consrucion is needed. The join is he weakes par of woods as indicaed by many of srucural failures or damage ha is caused by he failure of joins. Hence echnique of wood join is imporan o obain a good srucure. This research explored he finger join wih various verical-horizonal raios and is influence on flexural srengh and modulus of elasiciy of wood beams. I was recorded ha flexural srengh of wood beams for respecive samples of plain wihou join, wood wih a finger join 1:, 1:4, 1:8 were 537,68 kg/cm, 115,541 kg/cm, 151,014 kg/cm, and 8,791 kg/cm and heir respecive modulus of elasiciy were ,91 kg/cm, 78.1,6 kg/cm, 79.57,39 kg/cm, and ,91 kg/cm. I can be concluded ha he flexural srengh and he modulus of elasiciy he increases followings increasing lengh of wood join. This is because he smaller verical-horizonal raio of he wood join has larger area of bonding. The finger join of 1:8 verical-horizonal raio performed beer han hose of 1: and 1:4 Keywords: finger join, flexural srengh, wood 1. PENDAHULUAN Huan merupakan sumber daya alam yang dapa diperbarui dan memiliki nilai ekonomis yang inggi. Salah sau hasil dari huan adalah kayu. Kebuuhan kayu sebagai bahan konsruksi bangunan, dewasa ini semakin meningka seiring dengan berambahnya jumlah penduduk dan meningkanya kebuuhan akan rumah inggal. Kayu dipilih sebagai bahan konsruksi bangunan, karena kayu mudah didapa, memiliki bera yang ringan, dan mudah dikerjakan dengan menggunakan ala yang sederhana. Kayu unuk bahan konsruksi bangunan harus memenuhi persyaraan eknis anara lain kua, keras, berukuran besar dan mempunyai keawean alam yang inggi. Jenis kayu yang biasa dipakai unuk bahan konsruksi conohnya adalah balau, bangkirai, belangeran, cengal, gima, jai, kapur, kempas, keruing [1]. 113 Bangunan kayu diinjau dari segi srukur lebih aman erhadap bahaya gempa dan diinjau dari segi arsiekur, bangunan kayu memiliki nilai eseika yang inggi. Seiring dengan perkembangan dunia konsruksi diunu ersedianya kayu yang memiliki dimensi ukuran panjang yang sesuai dengan kebuuhan dalam konsruksi. Kayu berukuran panjang lebih dari 4 m, sering dibuuhkan dalam pembuaan rumah aau bangunan besar lainnya, dimana bahan iu jarang erdapa di pasaran empa penjualan kayu. Hal ini bermasalah, karena erbaasnya baang kayu dengan benang erenu yang ada di pasaran. Salah sau alernaif pemecahan masalah di aas adalah eknik penyambungan kayu, sehingga akan didapa komponen srukural yang sesuai dengan kebuuhan. Sambungan diperlukan karena alasan geomerik (benuk srukur) dan keerbaasan ukuran panjang baang

2 Endah Safiri, Purnawan Gunawan, 010. Pengujian Sambungan Finger Join. Media Teknik Sipil, Vol. X, No., Hal kayu yang ersedia. Adanya eknik sambungan ersebu memungkinkan dihasilkan kayu-kayu berukuran panjang unuk gelagar, palang, iang maupun konsruksi aap yang diraki unuk membangun rumah. Sambungan merupakan bagian yang paling lemah, sehingga banyak kegagalan aau kerusakan srukur yang disebabkan oleh gagalnya sambungan. Oleh karena iu eknik penyambungan sanga berperan unuk mendapakan srukur yang baik. Teknik penyambungan adalah eknik penggabungan bahan yang mempunyai benang pendek dan erbaas sehingga menjadi bahan yang berbenang panjang. Teknik ini digunakan unuk membenuk dimensi bahan bangunan yang diperlukan sebagai bahan konsruksi. Ada beberapa jenis sambungan balok kayu yang dapa digunakan anara lain : sambungan egak (bu join), sambungan miring (scarf join), sambungan jari (finger join) []. Dari beberapa eknik sambungan di aas, sambungan jari (finger join) adalah sambungan yang paling kua, karena memiliki permukaan sambungan miring beringka. Permukaan bidang sera miring dapa meleka lebih baik, sehingga memiliki kekuaan yang lebih besar dibandingkan sambungan egak yang memiliki end grain surface yang idak dapa meleka dengan baik. Sambungan jari (finger join) memiliki permukaan sambungan miring beringka. Pada peneliian ini akan dielii sambungan jari (finger join) dengan berbagai macam ingka perbandingan kemiringan, dan pengaruhnya erhadap kua lenur dan modulus elasisias balok kayu. Tujuan dari peneliian ini adalah unuk mendapakan sambungan kayu yang memenuhi persyaraan sebagai bahan elemen srukur dengan memperhaikan eknik penyambungan finger join dan pereka yang baik, sehingga akan dihasilkan produk elemen srukur berkekuaan inggi.. STUDI PUSTAKA.1. Kayu Kayu didefinisikan sebagai sau bahan konsruksi yang didapa dari umbuhan. Dengan aau anpa pengolahan lebih lanju pun kayu dapa langsung digunakan. Salah sau kegunaan kayu adalah sebagai bahan bangunan misalnya unuk kuda-kuda, kusen, balok dan sebagainya [1]. Kayu sebagai bahan bangunan mempunyai sifa yang mengunungkan dan merugikan [3]. Sifa yang mengunungkan adalah : a. Mudah didapa dan relaif murah harganya dibandingkan bahan bangunan lain seperi beon dan baja b. Mudah dikerjakan anpa ala-ala bera khusus, misalnya mudah dipoong, dihaluskan, diukir aaupun disambung sebagai suau konsruksi c. Benuknya indah alami sehingga sering diekspose sera-seranya sebagai hiasan ruang d. Isolasi panas, rumah yang banyak menggunakan bahan kayu akan erasa sejuk dan nyaman e. Tahan za kimia, seperi asam aau garam dapur f. Ringan, mengurangi bera sendiri dari bangunan, sehingga dapa menghema ukuran fondasinya g. Serba guna, arinya dapa dipakai sebagai konsruksi bangunan, seperi kuda-kuda aap, langi-langi, pinu jendela, iang aau dinding, selain iu dapa juga unuk ala banu kerja semenara seperi bekesing unuk cor beon, bouwplank, angga kerja dan lain sebagainya. Sedangkan sifa yang merugikan dari kayu adalah : a. Mudah erbakar dan menimbulkan api b. Kekuaan dan keawean kayu sanga erganung dari jenis dan umur pohonnya, sedang kayu yang ada di perdagangan suli diaksir umurnya c. Cepa rusak oleh pengaruh alam, hujan/air menyebabkan kayu cepa lapuk, panas maahari menyebabkan kayu reak-reak d. Dapa dimakan serangga kecil seperi rayap, bubuk dan kumbang e. Dapa berubah benuknya, menyusu aau memuai, erganung kadar air yang dikandungnya. Bila kandungan airnya banyak kayu akan memuai, sebaliknya kalau kering kayu akan menyusu. Bera suau kayu erganung dari jumlah za kayu, rongga sel, kadar air dan za eksrakif di dalamnya. Bera suau jenis kayu berbanding lurus dengan BJnya. Berdasar bera jenisnya, jenis-jenis kayu dapa digolongkan ke dalam kelas-kelas pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan anara bera jenis kayu dengan kelas bera kayu Bera Jenis Kayu 0,90 0,75 0,90 0,60 0,75 0,60 Sumber :Frick, H [4] Kelas Bera Kayu Sanga bera Bera Agak bera Ringan Penilaian ingka keawean kayu di Indonesia digolongkan ke dalam lima kelas awe, yaiu I sanga baik, II baik, III cukup, IV kurang, dan V jelek. Keawean kayu erganung dari penempaan kayu. Kayu yang dilindungi erhadap hujan dan sinar maahari idak akan cepa rusak. Teapi kalau diempakan di luar, jadi dibiarkan erkena panas dan hujan, maka kayu akan lekas rusak. Cara-cara yang dapa digunakan unuk memperinggi keawean kayu, misalnya dengan mengeca, mengeca dengan minyak, dengan oba-obaan dan sebagainya [1]. Tingka kekuaan kayu merupakan kemampuan kayu unuk menahan beban. Besarnya beban yang dapa diahan oleh iap jenis kayu berbeda-beda. Tingka kekuaan kayu dinilai berdasarkan kua lenur, kua ekan dan bera jenis kayu. Berdasarkan Tingka 114

3 Endah Safiri, Purnawan Gunawan, 010. Pengujian Sambungan Finger Join. Media Teknik Sipil, Vol. X, No., Hal kekuaannya, kayu digolongkan ke dalam lima kelas, seperi erliha pada Tabel. Tabel. Kelas kua kayu Kelas Bera Jenis Kua Kering Udara I 0,9 II 0,9 0,6 III 0,6 0,4 IV 0,4 0,3 V 0,3 Sumber : Frick, H [4].. Pereka Kua Lenur (kg/cm ) Kua Tekan (kg/cm ) Isilah pereka dimaksudkan sebagai usaha penggabungan dua buah permukaan bahan dengan ikaan permukaan yang erdiri aas bermacam-macam gaya ikaan [5]. Pereka berdasarkan bahan pembuanya : - Pereka alam : gluindan gassein - Pereka sineis : PVA resinoid dispersion/lem puih, pereka kondensasi (erdiri dari cairan dan za pengeras yang biasanya dibedakan aas : urea formaldehyde resin, aerolie formaldehyde resin, phenolic resin dan resorsiol resin) - Epoxy resin - Pereka konak Pereka berdasarkan mengerasnya pereka : - Pereka Termoplasis, yaiu pereka yang mempunyai benuk agak kering dan menjadi lunak bila erkena panas aau suhu inggi. Sehingga daya ikaannya menurun bahkan hilang. Sebaliknya apabila suhu urun maka pereka golongan ini akan mengeras dan ikaannya semakin inggi, conohnya adalah : cellulose adhesive, acrylic resin adhesive, polyvinyl adhesive. - Pereka Termoseing, yaiu pereka yang akan mengeras bila erkena panas aau mengalami reaksi kimia dengan menggunakan kaalisaor yang disebu hardener dan jika sudah mengeras idak bisa lunak, conohnya adalah : urea formaldehyde resin, phenolic resin, resorsiol resin. Pada peneliian ini pereka yang dipakai adalah phenol epoxy yang diproduksi oleh PT. Henkel Indonesia. phenol epoxy erdiri dari dua macam komponen yaiu komponen pereka (resin) dan komponen pengeras (hardener). Komponen resin adalah cairan bening idak berbau, lebih cair dibandingkan dengan komponen hardener yang berupa cairan berwarna kuning ransparan lia. Keunggulan dari pereka ini adalah : a. lem ini idak menyusu dan akan mengisi ronggarongga pada sambungan (gapfill) b. Kekuaan bahan ini melebihi dari kekuaan bahan yang menempel c. Tahan erhadap air dan beberapa bahan kimia lain seperi alkohol, asam 115 Sambungan balok yang menggunakan pereka mempunyai daya dukung yang lebih inggi daripada sambungan lainnya karena idak memperlemah penampang yang disambung. Penyambungan kayu dengan pereka, bagian-bagian kayu yang disambung bukan pada suau iik melainkan pada suau bidang, sehingga mempunyai kekakuan yang relaif inggi []..3. Mekanika Balok Kayu Saa mengukur besarnya kua lenur perlu diperhaikan momen yang erjadi pada saa pembebanan [6]. Gambar 1. beriku menggambarkan bidang momen yang erjadi pada saa pembebanan. (a) (b) (c) P/ P/ L/3 L/3 L/3 Mmax = 1/6.PL Gambar 1. Kondisi pembebanan Penampang Balok Diagram egangan-regangan Disribusi egangan geser Gambar. Tegangan pada penampang balok Perhiungan keseimbangan sais balok berumpu sederhana unuk kondisi pembebanan seperi pada Gambar 1. menggunakan persamaan (1) hingga (6). R A = D A = 1/P dan R B = D B 1/P (1 M maks = 1/6.P.L ( Hubungan egangan-regangan erhadap perilaku balok yang dibebani beban dengan arah ransversal sumbu longiudinal diperoleh : M. y (3 σ = I σ. I (4 1 / 6PL = y σ. I (5 P = 1 / 6L. y Tegangan geser dinyaakan dalam benuk rumus sebagai beriku : V. Q τ = (6 I. b dengan : V : gaya geser (N), σ : egangan normal akiba lenur (MPa), M : momen lenur (Nmm), Y : jarak iik injau dalam penampang erhadap garis neral ampang (mm), I : momen inersia penampang

4 Endah Safiri, Purnawan Gunawan, 010. Pengujian Sambungan Finger Join. Media Teknik Sipil, Vol. X, No., Hal (mm 4 ) = 1/1 bh 3, τ : egangan geser akiba lenur (MPa), Q : momen perama pada kedalaman yang diinjau erhadap garis neral (mm 3 ) = b. ½ h. ½ y = b ½ h. ¼ h = 1/8 b h, b : lebar balok (mm). Panjang kriis balok Unuk kondisi pembebanan erpusa dengan jarak 1/3 dari jarak umpuan maka perhiungan panjang kriis balok saa erjadi kegagalan lenur dan geser secara bersamaan dienukan dengan persamaan (7). 6. σ. h L cr = (7 8. τ dengan : L cr : panjang kriis balok erjadi lenur dan geser (mm), σ : egangan lenur (MPa), h : inggi balok (mm), dan τ : egangan geser (MPa). Modulus elasisias(moe) Modulus elasisias merupakan sifa elasis kayu yang pening sebagai ukuran keahanan erhadap perpanjangan apabila kayu mengalami arikan, aau pemendekan apabila kayu mengalami ekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepaan pembebanan konsan. Dalam hal ini yang menjadi olak ukur adalah besaran modulus elasisias. Nilai modulus elasisias (MOE) dapa dihiung dengan persamaan (8). MOE 3 P. L = (8 48. E. I dengan : MOE : modulus elasisias (MPa), P : beban maksimum (N), L : panjang balok (mm), δ : lenduan balok (mm), I : momen inersia (mm 4 ). a = 1/3 L a = 1/3 L a = 1/3 L Gambar 3. Pengujian modulus elasisias Pada Gambar 3. erliha bahwa defleksi maksimum erjadi di engah benang dan unuk mencari modulus elasisias berdasarkan defleksi maksimum, sehingga modulus elasisias dapa dicari menggunakan persamaan (9). 1. P. a 5. q. Ls E = (3Ls 4a ) + (9) 4. I. δ 384. I.δ dengan : E : modulus elasisias (kg/cm ), P : beban maksimum (kg), Ls : jarak umpuan (cm), q : bera sendiri sampel (kg/m), I : momen 4 inersia oal penampang (cm 4 ), δ = defleksi balok (cm), a : jarak 1/3 L (cm) Perhiungan modulus elasisias juga dapa dilakukan dengan menggunakan rumus empiris. Perhiungan modulus elasisias lenur (E w) dilakukan dengan persamaan (10) (13) yaiu rumus esimasi kua acuan: 0.7 E w = 16500G MPa (10) dengan : G adalah BJ pada kadar air 15 % aau G = G b ( 1 1,33G b) Dimana Gb adalah BJ dasar dengan G b= Gm ( ,65aG m ) ( 30 m) a = 30 Lenduan balok (11) (1) (13) Pembebanan laeral pada balok mengakibakan erjadinya lenduan. Besarnya lenduan maksimum yang erjadi akiba pembebanan erpusa dengan jarak 1/3 dari jarak umpuan, diinjau dalam persamaan (14). P. a δ mak =.( 3L 4a ) (14) 4. E. I dengan : δ mak : lenduan maksimum (mm), P : beban pada balok (N), a : jarak beban erhadap umpuan (mm), L : panjang balok (mm), E : modulus elasisias balok (MPa), I : momen inersia (mm 4 ) Kua lenur Kua lenur adalah kekuaan unuk menahan gayagaya yang berusaha melengkungkan kayu aau unuk manahan beban-beban mai maupun hidup selama beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu ersebu [3]. Kua lenur (MOR) dienukan dengan menggunakan Persamaan (15 ) dan (16) MOR pada kondisi pembebanan erpusa di engah benang: MOR 3. Pmak. L = (15). b. h Nilai MOR pada kondisi pembebanan erpusa dengan jarak 1/3 dari jarak umpuan: 3. p. a MOR = (16) b. h dengan : MOR : kua lenur benda uji (MPa), P mak : beban maksimum yang bekerja pada benda uji (N), L : panjang benda uji (mm), b : lebar benda uji (mm), a : 116

5 Endah Safiri, Purnawan Gunawan, 010. Pengujian Sambungan Finger Join. Media Teknik Sipil, Vol. X, No., Hal jarak umpuan erhadap beban (mm), h : inggi balok (mm) Jenis Balok Dimensi cm 3 Jumlah Benda Uji Balok anpa sambungan 6 x 1 x 50 3 a = 1/3 L a = 1/3 L a = 1/3 L Gambar 4 Diagram bidang geser dan bidang momen Dari Gambar 4 erliha bahwa momen mencapai maksimum pada engah benang, kua lenur yang dicari merupakan kua lenur yang erjadi pada momen maksimum anpa mengabaikan bera sendiri balok, sehingga digunakan Persamaan (17). Kua Lenur F 1 dinyaakan : 1 1. ql. s + Pa. y M. y 8 Fb = = kg / cm I I (17) dengan: P : beban maksimum (kg), M : momen maksimum (kg.cm), L s : jarak umpuan (cm), I : momen inersia oal penampang (cm 4 ), q : bera sendiri sampel (kg/cm), y : ordina iik bera (cm), a : jarak 1/3 L (cm) 3. METODE PENELITIAN Peneliian ini menggunakan benda uji balok kayu merani yang dibua sebanyak 1 buah dengan empa macam variasi perbandingan kemiringan sambungan jari dan masing-masing variasi dibua 3 buah balok uji, unuk lebih lengkapnya bisa diliha pada Tabel 3. Sambungan jari dengan perbandingan kemiringan 1: Sambungan jari dengan perbandingan kemiringan 1:4 Sambungan jari dengan perbandingan kemiringan 1:8 6 x 1 x x 1 x x 1 x 50 3 Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kua lenur dan modulus elasisias balok kayu. Peralaan yang digunakan dalam pengujian ini adalah loading frame besera perlengkapannya unuk mengeahui adanya lenur pada balok yang erjadi akiba adanya beban luar. Beban luar ersebu mengakibakan balok mengalami deformasi dan regangan sehingga menimbulkan reak lenur di sepanjang benang balok. Pada pengujian ini pembebanan yang dilaksanakan merupakan pembebanan berahap. Pengujian balok dilakukan pada umpuan sederhana sendi-rol dengan iik pembebanan pada jarak seperiga benang bebas. Di aas balok dipasang buah dial gauge pada engah benang kanan dan kiri. Pengujian lenur dimulai pada jarum penunjuk dial gauge dise pada angka nol. Pembebanan dilakukan secara berahap sebesar 50 kg. Selama pembebanan berlangsung dilakukan pencaaan lenduan yang erjadi dari pembacaan dial gauge kiri dan kanan, juga dilakukan pengamaan kerusakan yang erjadi pada balok. Pembebanan dihenikan apabila balok elah mengalami kerusakan. 1 3 (a) (b) b a Gambar 5. Benda uji (a) Balok anpa sambungan (BTS) (b) Sambungan jari (finger join) Gambar 6. Ala pengujian balok keerangan : 1. Loading frame 6. Balok kayu. Load cell 7. Peraa beban 3. Tranducer 8. Penyalur beban 4. Hydraulic jack 9.Perleakan rol 5. Dial gauge 10.Perleakan sendi Tabel 3. Benda uji balok kayu 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 117

6 Endah Safiri, Purnawan Gunawan, 010. Pengujian Sambungan Finger Join. Media Teknik Sipil, Vol. X, No., Hal Dari hasil pengujian kadar air dan bera jenis dari balok uji kayu merani didapakan nilai kadar air raaraa kayu merani adalah 14,945%, sehingga kondisi kayu yang digunakan elah memenuhi syara kering udara (1% - 18%), sedangkan bera jenisnya adalah 0,77 gr/cm 3 ergolong kayu bera (0,75 0,90 gr/cm 3 ). Dari pengujian kua lenur dan modulus elasisias balok kayu merani dengan berbagai macam variasi perbandingan kemiringan sambungan jari didapa kua lenur dan modulus elasisias pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Kua leur balok anpa sambungan dengan sambungan jari Jenis Balok Kua Lenur (kg/cm ) Balok anpa sambungan 537,68 Sambungan jari dengan perbandingan 115,541 kemiringan 1: Sambungan jari dengan perbandingan 151,014 kemiringan 1:4 Sambungan jari dengan perbandingan 8,791 kemiringan 1:8 Tabel 5. MOE balok anpa sambungan dan sambungan jari. Jenis Balok Modulus Elasisias (kg/cm ) Balok anpa sambungan ,91 Sambungan jari dengan 78.1,6 perbandingan kemiringan 1: Sambungan jari dengan 79.57,39 perbandingan kemiringan 1:4 Sambungan jari dengan perbandingan ,91 kemiringan 1:8 Dari Tabel 4 erliha bahwa balok kayu uuh anpa sambungan memiliki kua lenur egak lurus sera yang paling inggi daripada keiga variasi sambungan jari ersebu. Hal ini disebabkan karena sera-sera kayu pada kayu merani uuh masih baik sehingga mampu menahan gaya momen lenur yang erjadi, idak seperi yang erjadi pada keiga variasi sambungan jari ersebu, sera kayu banyak yang erpoong dan rusak pada proses penyambungan kayu. Unuk kayu dengan sambungan jari, kua lenur mengalami kenaikan seiring dengan perambahan panjang sambungan. Modulus elasisias merupakan sifa elasik kayu yang pening sebagai ukuran keahanan erhadap pembengkokan, yaiu berhubungan langsung dengan kua lenur dari kayu ersebu. Dari Tabel 5 erliha bahwa modulus elasisias balok anpa sambungan lebih besar daripada modulus elasisias balok sambungan dengan keiga variasi sambungan jari (finger join). Kayu dengan sambungan jari, modulus elasisiasnya juga mengalami kenaikan seiring dengan perambahan panjang sambungan. 118 Meningkanya kua lenur dan modulus elasisias dipengaruhi oleh panjang sambungan dan luasan perekaan. Dalam hal ini semakin besar perbandingan panjang sambungan yang dibua akan mengakibakan berambahnya luasan perekaan sehingga nilai kua lenur dan modulus elasisias menjadi besar pula. Oleh karena iu sambungan jari 1:8 dapa menjadi alernaif yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan jari 1: dan sambungan jari 1:4. 5. SIMPULAN Berdasar hasil peneliian dapa disimpulkan bahwa kua lenur dan modulus elasisias meningka seiring dengan berambahnya panjang sambungan, karena semakin besar perbandingan panjang sambungan yang dibua akan mengakibakan berambahnya luasan perekaan. Sambungan jari 1:8 dapa menjadi alernaif yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan jari 1: dan sambungan jari 1:4. 6. UCAPAN TERIMAKASIH Kami ucapkan banyak erima kasih kepada BPI Gran Jurusan Teknik Sipil, Universias Sebelas Mare (UNS-Solo) yang elah membiayai peneliian ini dan Tyas Nugroho yang elah membanu hingga erselesaikannya peneliian ini. 7. DAFTAR PUSTAKA [1] Dumanaw, J.F., Mengenal Kayu, Pendidikan Indusri Kayu Aas, Semarang [] Awaludin, A., Irawai, I.S., 005. Konsruksi Kayu, Biro Penerbi Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil UGM, Yogyakara [3] Frick, H, Ilmu Konsruksi Bangunan Kayu, Penerbi Kanisius, Yogyakara [4] Anonim, Perauran Konsruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI 1961, Deparemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Lisrik Direkora Jenderal Cipa Karya Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Jakara [5] Prayino, T. A, Pereka, Fak. Kehuanan UGM, Yogyakara [6] Gere, J. M and Thimoshenko, S.P, Mekanika Bahan, Penerbi Erlangga, Jakara

BATANG GANDA DENGAN PLAT KOPEL

BATANG GANDA DENGAN PLAT KOPEL BATAG GADA DEGA PLAT KOPEL. Baasan-baasan Pela kopel digunakan jika jarak kosong a sebagai beriku : b a 6b Pla kopel dipasang pada jarak yang sau sama lain sebesar L. Pemasangannya harus seangkup (simeris)

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

Pertemuan IX, X V. Struktur Portal

Pertemuan IX, X V. Struktur Portal ahan jar Saika ulai, ST, T Peremuan IX, X Srukur Poral 1 Pendahuluan Pada srukur poral, ang erdiri dari balok dan iang ang dibebani muaan di aasna akan imbul lenuran pada balok saja, dan akan meneruskan

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 engerian Bejana Tekan Bejana ekan adalah abung aau angki yang digunakan unuk menyimpan media yang berekanan. Media yang disimpan dapa berupa za cair, uap, gas aau udara. Jika

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekaan dan Meode Peneliian Jenis peneliian yang digunakan adalah jenis peneliian kualiaif dengan menggunakan daa kuaniaif. Daa kualiaif adalah mengeahui Gambaran pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan KINEMATIKA Kinemaika adalah mempelajari mengenai gerak benda anpa memperhiungkan penyebab erjadi gerakan iu. Benda diasumsikan sebagai benda iik yaiu ukuran, benuk, roasi dan gearannya diabaikan eapi massanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN MODUL 1 FI 2104 ELEKTRONIKA 1 MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN 1. TUJUAN PRAKTIKUM Seelah melakukan prakikum, prakikan diharapkan elah memiliki kemampuan sebagai beriku : 1.1. Mampu

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI PENDAHULUAN Kinemaika adalah bagian dari mekanika ang membahas enang gerak anpa memperhaikan penebab benda iu bergerak. Arina pembahasanna idak meninjau aau idak menghubungkan

Lebih terperinci

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto Oleh : Danny Kurniano; Risa Farrid Chrisiani Sekolah Tinggi Teknologi Telemaika Telkom Purwokero Pendahuluan Seelah kia mempelajari anggapan alamiah dari suau rangkaian RL aau RC, yaiu anggapan saa sumber

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. PENDAHULUAN Cold formed seel aau yang lebih akrab disebu baja ringan adalah baja yang dibenuk sedemikian rupa dari sebuah pla dalam keadaan dingin (dalam emperaur amosfir ) menjadi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Prin) D-108 Simulasi Peredaman Gearan Mesin Roasi Menggunakan Dynamic Vibraion Absorber () Yudhkarisma Firi, dan Yerri Susaio Jurusan Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Peneliian Peneliian ini adalah peneliian Quasi Eksperimenal Design dengan kelas eksperimen dan kelas conrol dengan desain Prees -Poses Conrol Group Design

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT DAUN NENAS-POLYESTER DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DAN ORIENTASI SERAT

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT DAUN NENAS-POLYESTER DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DAN ORIENTASI SERAT PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT DAUN NENAS-POLYESTER DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DAN ORIENTASI SERAT Delni Sriwia, Asui Jurusan Fisika FMIPA Universias Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR A. KALOR (PANAS) Tanpa disadari, konsep kalor sering kia alami dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kia mencampur yang erlalu panas dengan

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam kehidupan sehari hari kia biasa menjumpai produk makanan yang sifanya kenal. Sebagai conoh produk mayonaisse yang diambahkan pada salad. Viskosias (kekenalan)

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MODEL ROBOT TANGGA. Metode naik tangga yang diterapkan pada model robot tugas akhir ini, yaitu

BAB III ANALISA MODEL ROBOT TANGGA. Metode naik tangga yang diterapkan pada model robot tugas akhir ini, yaitu BAB III ANALISA MODEL ROBOT TANGGA 3.1 Gambaran Umum Robo Meode naik angga yang dierapkan pada model robo ugas akhir ini, yaiu meode karol dan rasio diameer roda-inggi anak angga/undakan. Gambar 3.1 Ilusrasi

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI Achmadi, Analisis Anrian Angkuan Umum Bus Anar Koa Reguler di Terminal ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI Seno Achmadi Absrak : Seiring dengan berkembangnya aku,

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI PERTEMUAN KINEMATIKA SATU DIMENSI RABU 30 SEPTEMBER 05 OLEH: FERDINAND FASSA PERTANYAAN Pernahkah Anda meliha aau mengamai pesawa erbang yang mendara di landasannya? Berapakah jarak empuh hingga pesawa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia SUPLEMEN 3 Resume Hasil Peneliian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredi Bank di Sumaera Selaan erhadap Kebijakan Moneer Bank Indonesia Salah sau program kerja Bank Indonesia Palembang dalam ahun 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo) PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Sudi pada karyawan eap PT PG Tulangan Sidoarjo) Niken Dwi Okavia Heru Susilo Moehammad Soe`oed Hakam Fakulas Ilmu Adminisrasi

Lebih terperinci

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai BAB III PENILAIAN HARGA WAJAR SAHAM PAA SEKTOR INUSTRI BATUBARA ENGAN MENGGUNAKAN TRINOMIAL IVIEN ISCOUNT MOEL 3.. Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai ahapan perhiungan unuk menilai harga

Lebih terperinci

Tryout SBMPTN. Fisika. 2 v

Tryout SBMPTN. Fisika. 2 v Tryou SBMPTN Fisika Doc. Name: TOSBMPTN1FIS Doc. ersion : 216-5 halaman 1 m v H 1/ 2m θ 1 2 v Dua meriam menembak bersamaan. Massa bola meriam yang diembakan dari anah seengah kali massa bola meriam yang

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK. Oleh: Yoyo Zakaria Ansori MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA MELALUI PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS LEMBARAN KERJA SECARA KELOMPOK Oleh: Yoyo Zakaria Ansori Peneliian ini dilaarbelakangi rendahnya kemampuan memecahkan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ISSN 5-73X PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN GENIUS LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ISIKA SISWA Henok Siagian dan Iran Susano Jurusan isika, MIPA Universias Negeri Medan Jl. Willem Iskandar, Psr V -Medan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode:

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode: Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri SAINTEK Fisika 2013 Kode: 131 TKD SAINTEK FISIKA www.bimbinganalumniui.com 1. Gerak sebuah benda dinyaakan dalam sebuah grafik kecepaan erhadap waku beriku

Lebih terperinci

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond Vol. 5, No.2, 58-65, Januari 2009 Suau aaan Maemaika Model Ekonomi Diamond Jeffry Kusuma Absrak Model maemaika diberikan unuk menjelaskan fenomena dalam dunia ekonomi makro seperi modal/kapial, enaga kerja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah 37 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian-pengerian Kependudukan sanga era kaiannya dengan demgrafi. Kaa demgrafi berasal dari bahasa Yunani yang berari Dems adalah rakya aau penduduk, dan Grafein adalah

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham Analisis angkaian Lisrik Di Kawasan s Sudaryano Sudirham, Analisis angkaian Lisrik () BAB 3 Fungsi Jargan Pembahasan fungsi jargan akan membua kia memahami makna fungsi jargan, fungsi

Lebih terperinci

Hitung penurunan pada akhir konsolidasi

Hitung penurunan pada akhir konsolidasi Konsolidasi Tangkiair diameer 30 m Bera, Q 60.000 kn 30 m Hiung penurunan pada akhir konsolidasi Δσ 7 m r 15 m x0 /r 7/15 0,467 x/r0 I90% Δσ q n I 48.74 x 0,9 43,86 KPa Perlu diperhiungkan ekanan fondasi

Lebih terperinci

1. Pengertian Digital

1. Pengertian Digital Kegiaan elajar. Pengerian Digial Tujuan Khusus Pembelajaran Pesera harus dapa: Menyebukan definisi besaran analog Menyebukan definisi besaran digial Menggambarkan keadaan logika Menyebukan perbedaan nilai

Lebih terperinci

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2)

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2) FI Mekanika B Sem. 7- Pekan #3 Osilasi Persamaan diferensial linear Misal kia memiliki sebuah fungsi berganung waku (. Persamaan diferensial linear dalam adalah persamaan yang mengandung variabel dan urunannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoriis Pengerian proyek menuru Arifin yang dikuip dari Mariyanne (2006) adalah suau akivias di mana dikeluarkannya uang dengan harapan unuk mendapakan hasil

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika OSN 2015

Soal-Jawab Fisika OSN 2015 Soal-Jawab Fisika OSN 5. ( poin) Tinjau sebuah bola salju yang sedang menggelinding. Seperi kia ahu, fenomena menggelindingnya bola salju diikui oleh perambahan massa bola ersebu. Biarpun massa berambah,

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Brawijaya Fakulas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universias Brawijaa MOMEN NERSA BDANG () r r a r a a Maka momen inersia erhadap sumbu : a a. r. r a. r a. r Jika luas bidang ang diarsir: a = a = a = Jarak erhadap sumbu

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 3 SEWON. Oleh: Nurul Hidayati

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 3 SEWON. Oleh: Nurul Hidayati EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 3 SEWON Oleh: Nurul Hidayai Mahasiswa S1 Pendidikan Maemaika, Fakulas Keguruan dan

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) K3 Kelas X FISIKA GLB DAN GLBB TUJUAN PEMBELAJARAN Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan beriku.. Memahami konsep gerak lurus berauran dan gerak lurus berubah berauran.. Menganalisis

Lebih terperinci

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika GERAKAN SATU DIMENSI. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika GERAKAN SATU DIMENSI. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA TKS-4101: Fisika GERAKAN SATU DIMENSI Dsen: Tim Dsen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB 1 Mekanika Kinemaika Mempelajari gerak maeri anpa melibakan

Lebih terperinci

PERILAKU PENGUJIAN TARIK PADA POLIMER POLISTIREN DAN POLIPROPILEN

PERILAKU PENGUJIAN TARIK PADA POLIMER POLISTIREN DAN POLIPROPILEN PERILAKU PENGUJIAN TARIK PADA POLIMER POLISTIREN DAN POLIPROPILEN Sumaryono Saf Pengajar Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Oomoif IKIP Veeran Semarang Absraksi Banyak ragam cara unuk mengeahui sifa dan keangguhan

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

IR. STEVANUS ARIANTO 1

IR. STEVANUS ARIANTO 1 GERAK TRANSLASI GERAK PELURU GERAK ROTASI DEFINISI POSISI PERPINDAHAN MEMADU GERAK D E F I N I S I PANJANG LINTASAN KECEPATAN RATA-RATA KELAJUAN RATA-RATA KECEPATAN SESAAT KELAJUAN SESAAT PERCEPATAN RATA-RATA

Lebih terperinci