BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tnjauan Mutakhr Pada usulan tugas akhr n dcantumkan hasl peneltan yang telah dlaksanakan terlebh dahulu tentang sympathetc trp sebaga berkut : Cakasana Alf Bathamantr, Rony Seto Wbowo, dan Ontoseno Penangsang (2012) dengan judul peneltan Analss Sympathetc Trp pada Penyulang Unggasan dan Bal Resort, Bal. Metode peneltan yang dpaka dalam peneltan belau adalah stud lteratur yang dmana merupakan proses pembelajaran bahan-bahan yang berkatan dengan mater bahasan yang berasal dar buku-buku, jurnal lmah, dan stus-stus nternet, pengolahan data untuk perhtungan arus kapastf, melakukan analsa tentang sympathetc trp, melakukan settng pada GFR, membuat pemodelan sngle lne dagram sstem pada ETAP 7.0, setelah ddapatkan pemodelan sngle lne dagram pada ETAP 7.0 dlanjutkan dengan melakukan smulas settng koordnas, pada smulas akan dketahu apakah settng GFR berfungs normal atau tdak. 2.2 Tnjauan Pustaka Sstem Jarngan Dstrbus Pembangkt lstrk umumnya terletak jauh dar pusat beban, terlebh pembangkt lstrk berskala besar, sehngga untuk menyalurkan tenaga lstrk tersebut sampa ke konsumen atau pusat beban maka tenaga lstrk tersebut harus dsalurkan melalu sstem jarngan dstrbus. Sstem dstrbus merupakan bagan dar sstem tenaga lstrk yang palng banyak mengalam gangguan, sehngga masalah utama dalam Operas Sstem Dstrbus adalah mengatas gangguan. Tenaga lstrk dbangktkan dalam pusat pusat lstrk sepert PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudan dsalurkan melalu saluran transms setelah terlebh dahulu dnakkan tegangannya oleh transformator penak tegangan (step up transformator) yang ada pada pusat lstrk. Setelah tenaga lstrk dsalurkan melalu saluran transms maka sampalah tenaga lstrk ke Gardu 4

2 5 Induk untuk dturunkan tegangannya melalu transformator penurun tegangan (step down transformator) menjad tegangan menengah atau juga dsebut sebaga tegangan dstrbus prmer. Sstem jarngan dstrbus dapat dbedakan menjad dua yatu sstem jarngan dstrbus prmer dan sstem jarngan dstrbus sekunder. Kedua sstem tersebut dbedakan berdasarkan tegangan kerjanya. Pada umumnya tegangan kerja pada sstem jarngan dstrbus prmer adalah 20 kv, sedangkan tegangan kerja pada sstem jarngan dstrbus sekunder adalah 220/380 V (Marsud, 2006) Sstem Jarngan Dstrbus Prmer 20 kv Sstem jarngan dstrbus prmer adalah bagan dar sstem tenaga lstrk dantara Gardu Induk (GI) dan Gardu Dstrbus. Jarngan dstrbus prmer n umumnya terdr dar jarngan tga fasa, yang jumlahnya tga kawat atau empat kawat.penurunan tegangan sstem n dar tegangan transms pertama dlakukan pada gardu nduk subtransms dmana tegangan dturunkan ke tegangan yang lebh rendah mula sstem tegangan 500 kv ke sstem tegangan 150 kv atau 70 kv, kemudan pada gardu nduk dstrbus kembal dlakukan. Pada sstem jarngan dstrbus prmer saluran yang dgunakan untuk menyalurkan daya lstrk pada masng-masng beban dsebut penyulang (feeder). Pada umumnya setap penyulang dber nama sesua dengan daerah beban yang dlayan, hal n bertujuan untuk memudahkan mengngat dan menanda jalur-jalur yang dlayan oleh penyulang tersebut. Terdapat beberapa sstem penyaluran daya lstrk pada sstem dstrbus prmer antara lan (Aslmer, 1994): 1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Jens penghantar yang dpaka adalah kawat (tanpa solas) sepert kawat AAAC (All Alumnum Alloy Conductor), ACSR (Alumnum Conductor Stell Renforced), dll. 2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) Jens penghantar yang dpaka adalah kabel bersolas sepert MVTIC (Medum Voltage Twsted Insulated Cable).

3 6 3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Jens penghantar yang dpaka adalah kabel tanam bersolas PVC (Poly Venyl Clorda), XLPE ( Crosslnk Polyethelene). Dalam pendstrbusan tenaga lstrk ada beberapa hal yang harus dperhatkan yatu sebaga berkut : 1. Regulas tegangan yatu varas tegangan pelayanan (tegangan termnal konsumen) harus pada batas-batas yang djnkan, maksmum 5% dan mnmum 10% (SPLN 52-3, 1987). 2. Kontnyutas pelayanan dan pengamanan yatu tdak serng terjad pemadaman lstrk karena gangguan dan kalau terjad dapat dengan cepat d atas. Hal tersebut dapat dcapa dengan sstem pengamanan yang bak. 3. Efsens sstem dstrbus lstrk yatu menekan serendah mungkn rug-rug tekns dengan pemlhan peralatan dan pengoperasannnya yang bak dan juga menekan rug-rug non tekns dengan mencegah pencuran dan kesalahan pengukuran. 4. Fleksbltas terhadap pertambahan beban. Untuk menyalurkan tenaga lstrk dar sumber daya lstrk bak berupa pusat pembangkt maupun gardu nduk sampa ke pusat-pusat beban Sstem Jarngan Dstrbus Sekunder 220/380 V Jarngan dstrbus sekunder merupakan bagan dar jarngan dstrbus prmer dmana jarngan n berhubungan langsung dengan konsumen tenaga lstrk. Pada jarngan dstrbus sekunder sstem tegangan dstrbus prmer 20 kv dturunkan menjad sstem tegangan rendah 220/380 V dengan menggunakan trafo penurun tegangan yang terdapat pada Gardu Dstrbus. Sstem dstrbus sekunder merupakan salah satu bagan dalam sstem dstrbus, yatu mula dar gardu trafo sampa pada pemaka akhr atau konsumen. Sstem dstrbus sekunder berhubungan langsung dengan konsumen, jad sstem n selan berfungs menerma daya lstrk dar sumber daya (trafo dstrbus), juga akan mengrmkan serta mendstrbuskan daya tersebut ke konsumen. Mengngat bagan n berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualtas lstrk harus sangat

4 7 dperhatkan. Pada sstem dstrbus sekunder bentuk saluran yang palng banyak dgunakan alah sstem radal. Sstem n dapat menggunakan kabel maupun kawat (Kadr, 2006). Sstem penyaluran daya lstrk pada jarngan dstrbus sekunder dapat dbedakan menjad dua yatu : 1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) Jens penghantar yang dpaka adalah kawat (tanpa solas) sepert kawat AAAC, kawat ACSR, dan lan-lan. 2. Saluran Udara Tegangan Rendah (SKUTR) Jens penghantar yang dpaka adalah kabel bersolas sepert kabel LVTC (Low Voltage Twsted Conductor) Gambar 2.1 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan Konsumen Sumber: Pandjatan, Konfguras Jarngan Dstrbus Prmer Sstem jarngan dstrbus prmer mempunya saluran yang berfungs sebaga sarana untuk menyalurkan daya lstrk ke beban yang dsebut penyulang (feeder). Jumlah penyulang yang ada d suatu kawasan/daerah basanya lebh dar

5 8 satu. Semakn besar dan kompleks beban yang dlayan d suatu kawasan/daerah, maka semakn banyak pula jumlah penyulang yang dperlukan. Beberapa penyulang berkumpul d suatu ttk yang dsebut gardu hubung (GH). Gardu hubung adalah suatu nstalas peralatan lstrk yang berfungs sebaga (Had, 1991) : 1. Ttk pengumpul dar satu atau lebh sumber dan penyulang. 2. Tempat pengalhan (transfer) beban apabla terjad gangguan pada salah satu jarngan yang dlayan. Peralatan utama yang terdapat d dalam gardu hubung adalah Crcut Breaker (CB), Dsconectng Swtch (DS), Penutup Balk Otomats (PBO), arrester dan transformator pengukuran yang terdr dar current transformator (CT) dan voltage transformator (VT). Dalam dstrbus jarngan tegangan menengah, dkenal beberapa macam sstem jarngan, dmana masng-masng sstem mempunya kelebhan dan kekurangan. Dasar pemlhan suatu sstem tergantung dar tngkat kepentngan konsumen atau daerah beban tu sendr yang melput : 1. Kontnyutas pelayanan yang bak 2. Kualtas daya yang bak 3. Luas dan penyebaran daerah beban yang dlayan sembang 4. Konds dan stuas lngkungan. 5. Kerapatan beban pada daerah yang dhendak 6. Regulas tegangan 7. Sstem penyambungan beban 8. Pertmbangan faktor tekns dan ekonoms 9. Perencanaan dan besar kapastas gardu dstrbus 10. Keperluan darurat penambahan daya lstrk pada penyulang. Beberapa konfguras jarngan dstrbus prmer dantaranya : 1. Jarngan Dstrbus Tpe Radal 2. Jarngan Dstrbus Tpe Loop 3. Jarngan Dstrbus Tpe Spndel 4. Jarngan Dstrbus Tpe Mesh

6 9 Adapun dasar pemlhan dar tap-tap sstem jarngan dstrbus adalah : 1. Tpe Radal : a. Baya murah b. Sstem jarngan lebh sederhana. 2. Tpe Loop/Rng: a. Mempunya tngkat keandalan yang cukup tngg b. Sstem pengoperasannya mudah. 3. Tpe Mesh/Cluster : a. Mempunya keandalan sstem yang lebh tngg b. Dapat mengkut pertumbuhan dan perkembangan beban c. Kualtas tegangan bak, dan rug daya kecl. 4. Tpe Spndle : a. Mempunya tngkat keandalan yang cukup tngg b. Rug tegangan dan rug daya relatf kecl Jarngan Dstrbus Prmer Tpe Radal Sstem jarngan dstrbus prmer tpe radal memlk jumlah sumber dan penyulang hanya satu buah. Bla terjad gangguan pada salah satunya (bak sumber ataupun penyulangnya), maka semua beban yang dlayan oleh jarngan n akan padam. Oleh karena tu nla keandalan dar sstem jarngan dstrbus prmer tpe radal n adalah rendah. Sstem n mash banyak dpergunakan d daerah pedesaan dan perkotaan yang tdak membutuhkan nla keandalan tngg (Pabla, 1991). Bagan sstem jarngan dstrbus prmer tpe radal dtunjukkan pada gambar 2.2. Adapun keunggulan dan kelemahan dar sstem saluran radal antara lan : 1. Keunggulan : a. Bentuknya sederhana. b. Baya nvestasnya relatf murah. 2. Kelemahan : a. Kualtas pelayanannya kurang bak karena rug tegangan dan daya pada saluran relatf besar.

7 10 b. Kontnyutas pelayanan daya tak terjamn sebab antara ttk sumber dan ttk beban hanya ada satu alternatf saluran. c. Bla saluran tersebut mengalam gangguan, maka seluruh rangkaan setelah gangguan akan mengalam pemadaman total. Trafo dstrbus Trafo dstrbus Man feeder Konsumen Gambar 2.2 Sstem Jarngan Dstrbus Prmer Tpe Radal Sumber: Gonen, Sstem Jarngan Dstrbus Prmer Tpe Spndle Sstem jarngan dstrbus prmer tpe spndle merupakan modfkas dar sstem lngkar (loop/rng) yang terdr dar beberapa sstem radal. Sstem n terdr dar beberapa penyulang (maksmum tujuh penyulang), masng-masng penyulang berpangkal pada satu gardu nduk dan ujung-ujungnya akan terhubung d gardu hubung. Penyulang tersebut dbag menjad dua jens, yatu : (Pabla, 1991) 1. Penyulang kerja/workng feeder Adalah penyulang yang doperaskan untuk mengalrkan daya lstrk dar sumber pembangkt sampa kepada konsumen, sehngga penyulang n doperaskan dalam keadaan bertegangan dan sudah dbeban. Operas normal penyulang n hampr sama sepert sstem radal.

8 11 2. Penyulang cadangan/express feeder Adalah penyulang yang menghubungkan gardu nduk langsung ke gardu hubung dan tdak dbeban gardu-gardu dstrbus. Pada operas normal, penyulang n tdak dalr arus-arus beban dan hanya berfungs sebaga penyulang cadangan untuk menyupla penyulang tertentu yang mengalam gangguan melalu gardu hubung. Bagan sstem jarngan dstrbus prmer tpe spndle sepert terlhat pada gambar 2.3. Workng Feeder Express Feeder Gambar 2.3 Sstem Jarngan Dstrbus Prmer Tpe Spndel Sumber: Gonen, 1986 Keunggulan dan kelemahan dar sstem n adalah : a. Keunggulan : 1. Mempunya keandalan sstem yang lebh tngg. 2. Rug tegangan dan rug daya relatf kecl. 3. Adanya gardu hubung b. Kelemahan : 1. Beban setap penyulang terbatas 2. Maksmum 7 penyulang dan panjang penyulang kurang lebh 8 km 3. Bayanya sangat mahal. 4. Harus mempunya tenaga lapangan yang terampl Karakterstk Beban Tujuan akhr dar suatu sstem tenaga lstrk adalah untuk mensupla energ lstrk pada alat-alat yang nantnya merubah energ lstrk tersebut dalam bentuk lan. Dengan banyaknya jens-jens beban lstrk yang ada, maka beban-beban

9 12 tersebut dapat dkelompokkan menjad 4, yatu : beban penerangan, beban tenaga, beban pemanasan dan beban elektronk. Selan tu, beban-beban energ lstrk yang ada juga basa dklasfkaskan berdasarkan karakter umum pelanggan dar beban tersebut, yatu : beban resdensal/rumah tangga, beban ndustr dan beban komersal. Beban resdensal/rumah tangga merupakan beban-beban yang basa dgunakan dalam suatu tempat tnggal. D ss lan, beban ndustr menggunakan energ yang besar untuk proses manufaktur dan proses-proses lan dalam perndustran. Penggunaannya terbatas pada beberapa alat besar saja dan basanya hanya sedkt jumlahnya dalam suatu sstem. Sedangkan beban komersal adalah perpaduan antara beban rumah tangga dan beban ndustr, walaupun memlk banyak peralatan yang harus dsupla Drop Tegangan pada Sstem Dstrbus Saat penyaluran tenaga lstrk akan tmbul penympangan tegangan dar tegangan yang dngnkan. Penympangan n basa dsebut dengan drop tegangan. Dengan adanya penympangan n, maka phak konsumen/pelanggan banyak mengalam kerugan terutama umur dan daya guna dar peralatan lstrk yang dgunakan. Dengan perkembangan pembangunan yang cukup pesat saat n serngkal fasltas jarngan lstrk PLN tertnggal bla dbandngkan dengan penngkatan atau renovas bangunan yang ada. Hal n menyebabkan penambahan fasltas penunjang antara lan kebutuhan akan tenaga lstrk bertambah sedangkan jarngan ada, belum dtngkatkan kemampuannya sehngga tegangan akan turun dbawah standar. Untuk menjamn kontnutas penyaluran tenaga lstrk ke konsumen maka drop tegangan perlu dbatas pada harga tertentu. Pada jarngan yang dlalu arus lstrk akan tmbul drop tegangan dss beban. Drop tegangan yang palng besar terjad pada saat beban puncak. Pada saat beban puncak, besar drop tegangan dsetap beban tdak boleh melebh batas yang djnkan. Menurut persyaratan, drop tegangan yang djnkan pada jarngan dstrbus prmer, trafo dstrbus pertama dengan yang terakhr menurut standar SPLN tdak boleh melebh 5% terhadap tegangan nomnalnya, artnya kalau

10 13 tegangan 220 Volt kenakan tegangan sebesar (220 + (5% x 220)) Volt 231 Volt dan turunnya tegangan yang djnkan (220 (10% x 220)) Volt 198 Volt (Marsud, 2006). Adapun penyebab drop tegangan adalah : 1. Jauhnya jarngan, jauhnya jarak transformator dar Gardu Induk. 2. Rendahnya tegangan yang dberkan GI atau rendahnya tegangan transformator dstrbus. 3. Sambungan penghantar yang tdak bak, penjamparan dsaluran dstrbus tdak tepat sehngga bermasalah d ss Tegangan Menegah dan Tegangan Rendah. 4. Jens penghantar atau konektor yang dgunakan. 5. Arus yang dhaslkan terlalu besar. Besarnya drop tegangan dapat dhtung dengan menggunakan persamaan: ΔV = I.Z.. (2.1) atau dmana: ΔV = Drop tegangan (Volt) R cos X sn V I (2.2) I Z = Arus (Amper) = Impedans (Ohm) Sedangkan mpedans dapat dhtung dengan menggunakan rumus : dmana: Z = R + jx.(2.3) R X = Resstans (Ohm) = Reaktans (Ohm) Menghtung Arus Nomnal Transformator, dgunakan persamaan: I n = S 3. 3 V LL (A).(2.4)

11 14 dmana: In = Arus nomnal transformator (A) S 3ø V LL = Daya semu tga fasa (VA) = Tegangan antara Fasa (V) Menurut Marsud (2006), adapun penyebab jatuh tegangan antara lan: 1. Resstans (R) Nla tahanan pada jarngan tegangan rendah dpengaruh oleh tahanan jens konduktor. Sehngga dapat dtentukan dengan menggunakan persamaan : I R (ohm)...(2.5) A dmana : R = resstans padapenghantar (Ohm) R = tahanan jens penghantar (Ohm-cm) l = panjang penghantar (meter) A = luas penampang penghantar (mm 2 ) 2. Induktans (L) Besarnya nduktans saluran tegangan rendah dtentukan oleh konfguras jarngan tegangan rendah tu sendr. Dalam hal n dpaka pendekatan bahwa jarngan tegangan rendah yang dgunakan memlk konfguras sepert yang dperlhatkan pada gambar 2.4. Hal n dapat dnyatakan dengan persamaan : XL = jωl (Ohm)...(2.6) Gambar 2.4 Konfguras Penghantar Sumber : Marsud (2006)

12 15 Dmana : ω = 2.π.f f = Frekuens (Hz) L = Induktans (Hendry/meter) Pengaruh Drop Tegangan pada Peralatan Lstrk Apabla tegangan yang dterma suatu peralatan lstrk berbeda dengan tegangan nomnalnya, maka akan berpengaruh terhadap peralatan lstrk tersebut. Hal n sangat tergantung pada peralatan lstrk tersebut, berapa besar penympangan yang terjad dan apakah mash sesua dengan tolerans yang dperkenankan. Sebagamana dketahu bahwa umumnya pemaka tenaga lstrk yang terbanyak adalah beban rumah tangga yang dgunakan untuk penerangan dan kebutuhan alat-alat rumah tangga lannya, maka pengaruh jatuh tegangan terhadap peralatan lstrk pada pemaka rumah tangga. Untuk pemakaan rumah tangga dengan daya kecl, tenaga lstrk dpaka untuk penerangan dalam hal n lampu pjar dan TL. Selan untuk pemakaan penerangan juga dgunakan pada alat-alat lstrk sepert alat pemanas dan alat elektronk (Marsud, 2006 ; Kadr, 2000) Analsa Alran Daya Dalam sstem tenaga lstrk banyak sekal dtemu persoalan. Persoalan tersebut antara lan: 1. Penentuan alran daya pada sstem. 2. Perhtungan hubung sngkat. 3. Stabltas tenaga lstrk. 4. Pengaturan daya reaktf dan tegangan. 5. Konds yang terjad saat pelepasan beban. 6. Interkoneks antara sstem tenaga lstrk yang salng mendukung. 7. Keandalan suatu sstem tenaga lstrk. Banyaknya persoalan-persoalan tersebut, mengakbatkan dperlukannya suatu sstem analsa yang memudahkan dan juga mempercepat peneltan terhadap

13 16 masalah-masalah tersebut, sehngga bsa dtemukan solus yang lebh bak dalam pelaksanaan operas sstem tenaga lstrk tu sendr. Salah satu sstem analsa yang bsa dgunakan adalah sstem analsa alran daya, yang secara defns dapat dartkan sebaga perhtungan daya aktf dan reaktf yang mengalr dalam setap saluran dan besar serta sudut fasa tegangan setap bus dar suatu sstem dengan pembangktan serta konds beban yang tertentu yang danggap konstan (steady state). Hasl yang dharapkan bsa ddapat dalam suatu sstem analsa dengan metode alran daya n adalah sebaga berkut : 1. Besar dan sudut fasa dar tegangan. 2. Daya reaktf pada generator. 3. Alran daya aktf dan reaktf pada sstem. 4. Rug-rug daya. Dar hasl yang ddapatkan dar analsa tersebut dharapkan dapat dgunakan untuk: 1. Montorng secara terus-menerus terhadap arus yang mengalr pada sstem. 2. Mengetahu konds mula untuk stud operas yang lebh ekonoms, hubung sngkat, stabltas dan perencanaan pengembangan sstem. 3. Menganalsa keefektfan sstem baru, jka dtambahkan pembangkt maupun saluran-saluran dan beban-beban tambahan d masa yang akan datang untuk memenuh permntaan supla daya yang lebh besar. 4. Dalam perhtungan alran daya secara gars besar ada 3 (tga) langkah utama, yatu : a. D setap bus perlu dtentukan atau dhtung 4 (empat) varabel wajb, yatu besarnya daya aktf (P), daya reaktf (Q), tegangan (V) dan sudut fasa V. Menghtung daya aktf dan daya reaktf dapat dcar dengan persamaan (2.13 dan 2.14) b. Persamaan pertama dalam langkah perhtungan n adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara arus (I), tegangan (V), daya aktf (P), dan daya reaktf (Q) pada suatu bus, yatu :

14 17 I P jq (2.15) V Dmana : V * : L conjugate tegangan dan bus. I : Dber tanda postf apabla mengalr ke bus dan dber tanda negatf apabla mengalr mennggalkan bus. Persamaan kedua yang dpaka adalah persamaan yang menggambarkan hubungan antara besarnya arus d bus I, yatu I dengan tegangan d semua bus dalam sstem (bus j) melalu matrks. I n j 1 V j Y j..(2.16) Dmana : j : 1, 2, 3,...n, n adalah jumlah bus yang ada pada sstem dan Y j merupakan admtans. Arus yang ada d bus yatu l, harus dapat memenuh persamaan 2.13 dan persamaan Hal n dapat dlakukan sebaga berkut : P jq V I (2.17) Nla I dar persamaan 2.16 dmasukkan ke dalam persamaan 2.17 memberkan : P jq V n j 1 V j Y j......(2.18) Dmana : = 1, 2, 3, n Jka bagan rl (R ) dan bagan majner (I m ) dpsahkan maka ddapat : P R V V Y....(2.19) j j Q I m V V j Y (2.20) j Selanjutnya daya nyata dan daya reaktf dapat dnyatakan sebaga berkut : P V n j 1 V j G j cos B sn j j j..(2.21)

15 18 Dmana : = 1, 2, 3, n P V n j 1 V j G j sn B cos j j j.. (2.22) Faktor-Faktor Kegagalan Sstem Dstrbus Perencanaan Yang Tdak Mengndahkan Krtera Teknk Yang Bak Hal n dapat terjad sepert dalam pengembangan sstem dstrbus yang dlakukan tanpa mengkut suatu pola tertentu, tetap hanya menark jarngan yang terdekat dar beban dan tanpa ramalan beban selanjutnya. Hal n menyebabkan jarngan cepat berbeban lebh yang akan menakkan susut. Perencanaan jarngan yang terlalu panjang walaupun menggunakan pengatur tegangan untuk memenuh standar tegangan ujung juga merupakan sumber kenakan susut Pembangunan Tdak Sesua Dengan Standar In dapat terjad bukan hanya pada saat konstruks jarngan tetap juga pada saat pengadaan materalnya. Msalnya karena tdak dlakukan acceptance test maka ddapat materal konektor dbawah spesfkas dmana nla spesfkas mua antara bagan badan konektordan bautnya tdak sesua sehngga baru beroperas setengah sampa satu tahun konektor telah kendor jeptannya yng menakkan susut Pengoperasan Yang Tdak Optmum Hal n terjad msalnya pada sstem dstrbus yang cukup besar dan mula kompleks dmana pengoperasan dlakukan tanpa bantuan Software Manajemen Dstrbus, apalag bla data-data operas tdak lengkap. Dalam hal n dapat terjad pembebanan yang berlebh ataupun pembebanan yang menyebabkan power factor kecl atau juga tegangan ujung dbawah standar.

16 Proses Pengelolaan Pelanggan Kurang Dkendalkan Pada pon n yang palng berpengaruh pada susut adalah mula proses penyambungan, proses pembacaan meter dan proses pembuatan rekenng. Pada proses penyambungan, bla penyambungan baru kurang dkendalkan akan dapat terjad perode penyambungan yang lama, sehngga bla calon pelanggan tak sabar, dapat melakukan penyambungan llegal sehngga terjad pemakaan yang tdak tercatat. Pada proses pembacaan meter bla kurang pengendalan dapat terjad pembacaan yang terlalu rendah jauh dbawah pemakaan yang sebenarnya, pelanggan tak dcatat meternya, pelanggan tercatat resm tetap alamat tdak dtemukan sehngga tdak pernah dcatat meternya. Bla hasl pembacaan meter tdak danalsa dan devaluas secara cepat maka tdak akan sempat melakukan pembacaan ulang untuk hasl pembacaan yang terlalu rendah sehngga sebagan pemakaan akan menjad susut.pada proses pembuatan rekenng bla kurang pengendalannya dapat terjad rekenng terlalu rendah (khusus pada sstem pembacaan manual) yang berart pemakaan terlalu rendah yang dsebabkan oleh kesalahan entry data Pengukuran Kurang Tepat Hal n terjad bla ada kesalahan pengawatan bak pada meternya atau pengawatan antara current transformator, potenso transformator, tme swtch dan meternya. Atau kekurang sesuaan antara ratng meter dengan daya tersambung pelanggan sehngga penunjukan meter tdak benar. Kemungknan lan adalah adanya salah baca oleh pembaca meter Pengaman Instalas Tdak Sesua Aturan Hal n mencakup pengamanan secara elektrk maupun mekank. Pengamanan secara elektrk msalnya bla pada trafo pengukuran dlengkap pengaman lebur, maka bla pengaman lebur tersebut putus menyebabkan sebagan tegangan yang masuk pada meter akan hlang dan bla hal n tdak menyebabkan

17 20 terbukanya pemutus srkut utama maka pengukuran meter akan jauh dbawah pemakaan sebenarnya. Pengaman mekank msalnya bla pengelolaan tang segel maupun segelnya tdak djaga ketat, maka mudah terjad kecurangan untuk membuka dan memasang segel guna merubah kedudukan regster pada meter drumah pelanggan. Hal n pula yang akan menyebabkan penunjukan meter dbawah pemakaan sebenarnya Gangguan Sympathetc Trp Akbat Pengaruh Arus Kapastf Gangguan hubung sngkat terjad pada fasa R penyulang 1 pada gambar 2.5 dengan ttk gangguan umpamakan jaraknya 25% panjang saluran penyulang 1. Arus gangguan dar pangkal saluran menuju ttk gangguan melalu GFR1, dan mengakbatkan rele n bekerja sehngga PMT trp. Tetap pada saat yang sama, arus kapastf yang dkandung fasa R pada penyulang 2 sampa dengan penyulang yang lan juga mengalr menuju ttk gangguan d fasa R pada penyulang 1 melalu nterbus trafo. Gambar 2.5 Konds Saat Terjad Gangguan Sumber : Cakasana A. F, 2012 Bla settng rele pada penyulang 2 dan penyulang yang lan lebh kecl dar arus kapastf yang mengalr, maka penyulang 2 dan penyulang yang lan akan trp. Tetap bla settng relenya lebh besar dar arus kapastf yang mengalr maka penyulang 2 dan penyulang yang lannya tdak akan trp. Jad sebaga kesmpulan, agar tdak terjad sympathetc trp, settng tanah harus lebh besar dar arus kapastf yang dkandung masng-masng penyulang yang keluar dar nterbus trafo yang sama.

18 Arus Kapastf Arus kapastf merupakan arus lebh atau juga dapat dsebut arus resdu yang dmana tmbul pada lne yang sehat ketka terjad gangguan pada sebuah lne d penyulang tga fasa. Ketka terjad gangguan pada salah satu lne, tegangan akan menjad nol sehnga mengakbatkan arus yang mengalr akan menjad besar. Kelebhan arus nlah merupakan arus kapastf yang akan mengalr melalu lne yang sehat. Jka arus kapastf bertemu beltan / trafo, arus kapastf tdak dapat dredam atau dhlangkan. Hubungan antara arus kapastf dengan gangguan tanah adalah semakn besar arus kapastf, maka gangguan tanah akan semakn besar. Salah satu sfat dar kapastor adalah membershkan rak. Dsn kapastor menympan arus, setelah penuh arus akan dlewatkan. Tetap sebelum dlewatkan, kapastor akan menghlangkan rak pada arus. Rak nlah yang mengakbatkan sympathetc trp. Sebelum menghtung arus kapastf pada penyulang, terlebh dahulu menentukan reaktans kapastf total penyulang dengan rumus : XC = 2 π 50 Ce total panjang saluran (2.23) Hasl dar perhtungan reaktans kapastf total penyulang dmasukan kedalam rumus untuk mencar arus kapastf penyulang. I ce = 3 Vsekunder 1000 / 3 XC total peng antar A.. (2.24) Pengertan dan Fungs Pengaman Pengertan Pengaman Sstem pengaman adalah cara untuk mencegah/membatas kerusakan peralatan terhadap gangguan, sehngga kelangsungan penyaluran tenaga lstrk dapat dpertahankan salah satu alat pengaman yang dgunakan adalah rele. Rele adalah suatu alat pengaman yang bekerja secara otomats mengukur /

19 22 memasukkan rangkaan lstrk ( rangkaan trp atau alarm ) akbat adanya perubahan rangkan lan Fungs Pengaman Fungs sstem pengaman adalah : 1. Untuk menghndar atau mengurang kerusakan akbat gangguan pada yang terganggu atau peralatan yang dlalu oleh arus gangguan. 2. Untuk melokalsr ( mengsolr ) daerah gangguan menjad sekecl mungkn. 3. Untuk dapat memberkan pelayanan lstrk dengan keandalanyang tngg kepada konsumen Persyaratan Kerja Sstem Pengaman Untuk memenuh fungs d atas, rele proteks harus memenuh beberapa persyaratan sebaga berkut: 1. Selektf Suatu rele proteks proteks adalah bertugas mengamankan suatu alat atau bagan dar sstem tenaga lstrk dalam jangkauan pengamannya. Letak pemutus tenaga ( PMT ) sedemkan rupa sehngga setap bagan dar sstem dapat dpsah-psahkan. Maka tugas rele adalah mendeteks adanya gangguan yang terjad pada daerah pengamannya, dan 22erod perntah untuk membuka PMT, dan memsahkan bagan dar sstem yang terganggu. Dengan demkan bagan sstem yang lan yang tdak terganggu dapat beroperas dengan normal. Jka hal n dapat drealsr, maka pengaman yang selektp. 2. Dapat dandalkan Dalam keadaan normal, tdak ada gangguan tdak bekerja, mungkn berbulan bulan atau bertahun tahun. Tetap bla pada suatu saat ada gangguan, maka a harus bekerja, maka dalam hal n rele tdak boleh gagal bekerja, karena pemadaman akan meluas. Dsampng tu juga rele tdak boleh salah bekerja. Dalam hal yang harus dapat dandalkan bukan hanya relenya saja, tetap juga komponen komponen perangkat proteks tu. Keadaan rele proteks tu dtentukan mula dar rencana, pengerjaan, bahan yang dgunakan dengan

20 23 pengawatannya. Oleh karena tu dperlukan perawatan yang dalam hal n perlu adanya pengujan secara perodk. 3. Cepat Waktu kerja rele cepat, makn cepat rele bekerja, maka tdak hanya dapat memperkecl kerusakan akbat gangguan tetap juga dapat memperkecl kemungknan meluasnya gangguan. Adakalanya dem tercptanya selektvtasnya dkehendak adanya penundaan waktu (tme delay). Tetap secara keseluruhan tetap dkehendak waktu kerja rele yang cepat. Jad harus dapat memberkan selektvtas yang bak dengan waktu yang lebh cepat. 4. Peka Rele dkatakan peka bla dapat bekerja dengan masukan (nput) dar besaran yang ddeteks adalah kecl. Jad rele dapat bekerja pada awal kejadan gangguan Perhtungan Arus Hubung Sngkat Perhtungan prakts untuk menghtung besar arus hubung sngkat dalam sstem dstrbus dapat dlakukan sebaga berkut : a. Hubung Sngkat Tga Fasa I 3F = V/ 3 Z eq A.(2.25) D mana V adalah tegangan nomnal lne to lne, dan Zeq adalah mpedans ekvalen sstem ketka arus mengalr dar sumber menuju ttk hubung sngkat. b. Hubung Sngkat Dua Fasa I 2F = c. Hubung Sngkat Satu Fasa ke Tanah V z 1 eq +z 2 eq A.(2.26) Hubung sngkat n melbatkan mpedans urutan nol (Z0), dan besarnya arus hubung sngkat n tergantung sstem pentanahan yang dgunakan. I 1F = 3V/ 3 z 1 eq +z 2 eq +z 0 eq A.(2.27)

21 Menghtung Impedans Dalam menghtung mpedans dkenal tga macam mpedans urutan yatu : 1. Impedans urutan postf ( Z1 ), yatu mpedans yang hanya drasakan oleh arus urutan postf. 2. Impedans urutan negatf ( Z2 ), yatu mpedans yang hanya drasakan oleh arus urutan negatf. 3. Impedans urutan nol ( Z0 ), yatu mpedans yang hanya drasakan oleh urutan nol. Sebelum melakukan perhtungan arus hubung sngkat, maka kta harus memula perhtungan pada rel daya tegangan prmer d gardu nduk untuk berbaga jens gangguan, kemudan menghtung pada ttk ttk lannya yang letaknya semakn jauh dar gardu nduk tersebut. Untuk tu dperlukan pengetahuan mengena dasar mpedans urutan rel daya tegangan tngg atau bsa juga dsebut sebaga mpedans sumber, mpedans transformator, dan mpedans penyulang. a) Impedans sumber Sebelum menghtung mpedans sumber pada ss bus 20 kv harus dketahu nla hubung sngkat MVA. Persamaan untuk mencar nla hubung sngkat MVA adalah: MVA hs = I hs 3Ømax (Tegangan Prmer Trafo 3 ) (2.28) Untuk menghtung mpedans sumber d ss bus 20 kv, maka harus dhtung dulu mpedans sumber d bus 150 kv. Impedans sumber d bus 150 kv dperoleh dengan rumus : Zs = kv ² MVAsc Dmana : Zs = Impedans sumber (Ω) kv² = Tegangan ss prmer trafo tenaga (kv) MVA = Data hubung sngkat d bus 150 kv (MVA). (2.29)

22 25 b) Impedans transformator Pada perhtungan mpedans suatu transformator yang dambl adalah harga reaktansnya, sedangkan tahanannya dabakan karena harganya kecl. Untuk mencar nla reaktans trafo dalam Ohm dhtung dengan cara sebaga berkut. Langkah petama mencar nla ohm pada 100% untuk trafo pada 20 kv, yatu dengan menggunakan rumus : Zt = kv ² ss sekunder MVAtrafo Dmana : Zt = Impedans trafo (Ω) kv² ss sekuner = Tegangan ss sekunder trafo tenaga (kv) MVA = kapastas daya trafo (MVA) (2.30) Lalu tahap selanjutnya yatu mencar nla mpedans tenaganya : 1. Untuk menghtung mpedans urutan postf dan negatf (Zt1 = Zt2) dhtung dengan menggunakan rumus : Zt = % Zt yang dketahu Zt (pada 100%).. (2.31) 2. Sebelum menghtung reaktans urutan nol (Xt0) terlebh dahulu harus dketahu data trafo tenaga tu sendr yatu data dar kapastas beltan delta yang ada dalam trafo : 1. Untuk trafo tenaga dengan hubungan beltan Y dmana kapastas beltan delta sama besar dengan kapastas beltan Y, maka Xt0 = Xt1. (2.32) 2. Untuk trafo tenaga dengan hubungan beltan Yyd dmana kapastas beltan delta (d) basanya adalah sepertga dar kapastas beltan Y (beltan yang dpaka untuk menyalurkan daya, sedangkan beltan delta tetap ada d dalam tetap tdak dkeluarkan kecual satu termnal delta untuk dtanahkan), maka Xt0 = 3 Xt1. (2.33)

23 26 3. Untuk trafo tenaga dengan hubungan beltan YY dan tdak mempunya beltan delta d dalamnya, maka untuk menghtung besarnya Xt0 berksar antara 9 s/d 14 Xt1. Dalam perhtungan dpaka persamaan: Xt0 = 10 Xt1 (2.34) c) Impedans penyulang Untuk perhtungan mpedans penyulang, perhtungannya tergantung dar besarnya mpedans per km dar penyulang yang akan dhtung, dmana besar nlanya tergantung pada jens penghantarnya, yatu dar bahan apa penghantar tersebut dbuat dan juga tergantung dar besar keclnya penampang dan panjang penghantarnya. Dsampng tu penghantar juga dpengaruh perubahan temperatur dan konfguras dar penyulang juga sangat mempengaruh besarnya mpedans penyulang tersebut. Contoh besarnya nla mpedans suatu penyulang : Z = (R + jx) Sehngga untuk mpedans penyulang dapat dtentukan dengan menggunakan rumus : 1. Urutan postf dan urutan negatve Z1 = Z2 = panjang penyulang (km) Z1 / Z2 (Ω)... (2.35) Dmana : Z1 = Impedans urutan postf (Ω) Z2 = Impedans urutan negatf (Ω) 2. Urutan nol Z0 = panjang penyulang (km) Z0 (Ω)... (2.36) Dmana : Z0 = Impedans urutan nol (Ω) d) Impedans ekvalen jarngan Perhtungan yang akan dlakukan d sn adalah perhtungan besarnya nla mpedans ekvalen postf, negatf dan nol dar ttk gangguan sampa ke sumber. Karena dar sejak sumber ke ttk gangguan mpedans yang terbentuk adalah

24 27 tersambung ser maka perhtungan Z1eq dan Z2eq dapat langsung dengan cara menjumlahkan mpedans tersebut, sedangkan untuk perhtungan Z0eq dmula dar ttk gangguan sampa ke trafo tenaga yang netralnya dtanahkan. Akan tetap untuk menghtung mpedans Z0eq n, harus dketahu dulu hubungan beltan trafonya. Impedans ekvalen jarngan dapat dhtung dengan menggunakan rumus: 1. Urutan postf dan urutan negatve (Z1eq = Z2eq) Z1eq = Z2eq = Zs1 + Zt1 + Z1 penyulang (2.37) Dmana : Z1eq = Impedans ekvalen jarngan urutan postf (Ω) Z2eq = Impedans ekvalen jarngan urutan negatf (Ω) Zs1 = Impedans sumber ss 20 kv (Ω) Zt1 = Impedans trafo tenaga urutan postf dan negatf (Ω) Z1 = Impedans urutan postf dan negatf (Ω) 2. Urutan nol Z0eq = Zt0 + 3RN + Z0 penyulang.. (2.38) Dmana : Z0eq = Impedans ekvalen jarngan nol (Ω) Zt0 = Impedans trafo tenaga urutan nol (Ω) RN = Tahanan tanah trafo tenaga (Ω) Zo = Impedans urutan nol (Ω) Ground Fault Relay (GFR) Gangguan satu fasa ke tanah sangat tergantung dar jens pentanahan dan sstemnya. Gangguan satu fasa ke tanah umumnya bukan merupakan hubung sngkat melalu tahanan gangguan, sehngga arus gangguannya menjad semakn kecl dan tdak bsa terdeteks oleh Over Current Relay (OCR). Dengan demkan dperlukan rele pengaman gangguan tanah. Pada gambar d bawah merupakan rangkaan pengawatan dar rele GFR. Rele hubung tanah yang lebh dkenal dengan GFR (Ground Fault Relay) pada dasarnya mempunya prnsp kerja sama dengan rele arus lebh (OCR) namun

25 28 memlk perbedaan dalam kegunaannya. Bla rele OCR mendeteks adanya hubungan sngkat antara fasa, maka GFR mendeteks adanya hubung sngkat ke tanah. Gambar 2.6 Rangkaan pengawatan rele GFR Sumber : Irfan Affand Jens Ground Fault Relay Berdasarkan Waktu Kerja Ground Fault Relay (GFR) dapat dbedakan menjad beberapa jens, dantaranya adalah : 1. Ground Fault Relay (GFR) Inverse Ground Fault Relay (GFR) Inverse adalah waktunya kerjanya tegantung dar arus gangguan. Rele n akan memberkan perntah kepada PMT (Pemutus Tenaga) pada saat terjad gangguan bla besar gangguannya melampau arus penyetelannya dan jangka waktu rele n mula pck up sampa kerja waktunya dperpanjang berbandng terbalk dengan besarnya arus. Sfat atau karakterstk dar rele nverse adalah rele baru akan bekerja bla yang mengalr pada rele tersebut melebh besarnya arus settng (Is) yang telah dtentukan. Dan lamanya waktu rele bekerja untuk memberkan komando trppng adalah palng lambat sesua dengan waktu settng (Ts) yang dplh. Pada rele n waktu bekerjanya (T trp) tdak sama dengan waktu settng (Ts). Karena sangat tergantung dengan besarnya arus yang mengerjakan rele tersebut, sehngga makn besar

26 29 arus yang mengerjakan rele tersebut maka makn cepat waktu kerja (T trp) dar rele tersebut. detk t set I (amp) Gambar 2.7 Karakterstk Inverse Sumber : Prasetyo, N. E Ground Fault Relay (GFR) Defnte Ground Fault Relay (GFR) Defnte adalah Ground Fault Relay (GFR) yang waktu kerjanya tdak tergantung dar arus gangguan. Rele n memberkan perntah kepada PMT (Pemutus Tenaga) pada saat terjad gangguan bla besar gangguannya melampau arus penyetelannya, dan jangka waktu rele n mula pck up sampa kerja dperpanjang dengan waktu tdak tergantung besarnya arus. Sfat atau karakterstk dar rele defnte adalah rele baru akan bekerja bla yang mengalr pada rele tersebut melebh besarnya arus settng (Is) yang telah dtentukan. Dan lamanya selang waktu rele bekerja untuk memberkan komando trppng adalah sesua dengan waktu settng (Ts) yang dngnkan. Pada rele n waktu bekerjanya (T trppng = Ts) tetap konstan, tdak dpengaruh oleh besarnya arus yang mengerjakan rele tersebut. detk t set I(A) Gambar 2.8 Karakterstk Defnte Sumber : Prasetyo, N. E. 2009

27 30 3. Ground Fault Relay (GFR) Instantaneous Ground Fault Relay (GFR) Instantaneous adalah Ground Fault Relay (GFR) yang bekerja tanpa waktu tunda. Rele n akan memberkan perntah kepada PMT (Pemutus Tenaga) pada saat terjad gangguan bla besar arus gangguannya melampau arus penyetelannya, dan jangka waktu kerja mula pck up sampa kerja sangat sngkat tanpa penundaan waktu (20 60 mdet). Karena rele n tanpa perlambatan, maka koordnas untuk mendapatkan selektftas ddasarkan tngkat beda arus. Adapun jangkauan rele n karena bekerjanya seketka atau tanpa perlambatan waktu, supaya selektf maka tdak boleh menjangkau pada keadaan arus gangguan maksmum. detk t set I(A) Gambar 2.9 karakterstk Instantaneous Sumber : Prasetyo, N. E Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) Sebagan besar gangguan hubung sngkat yang terjad adalah gangguan hubung sngkat fasa ke tanah maka rele yang perlu dgunakan adalah Ground Fault Relay (GFR). Untuk gangguan penggerak Ground Fault Relay (GFR) dpaka arus urutan nol serta tegangan urutan nol.untuk sstem yang beroperas dalam keadaan normal arus urutan nol tdak mengalr. Pada prnspnya kerja Ground Fault Relay (GFR) dan Over Current Relay (OCR) sama namun karena besar arus gangguan tanah lebh kecl dbandngkan besar arus gangguan fasa maka dgunakan Ground Fault Relay (GFR). Prnsp kerja Ground Fault Relay (GFR) yatu pada konds normal dengan beban sembang arus arus fasa Ir, Is, dan It (Ib) sama besar sehngga kawat netral tdak tmbul arus dan rele gangguan tanah tdak dalr arus. Namun bla terjad ketdaksembangan arus atau terjad gangguan hubung sngkat fasa ke tanah maka

28 31 akan tmbul arus urutan nol pada kawat netral. Arus urutan nol n akan mengakbatkan Ground Fault Relay (GFR) bekerja. Untuk menentukan penyetelan (settng) Ground Fault Relay (GFR) terlebh dahulu dketahu besar arus hubung sngkat yang mungkn terjad, dan harus dketahu terlebh dahulu mpedans sumber, reaktans trafo tenaga, dan mpedans penyulang. Dan setelah ketga komponen yang telah dsebutkan, baru dapat dtentukan total mpedans jarngan. Total mpedans jarngan nlah yang akan langsung dgunakan dalam perhtungan arus hubung sngkat. Dalam perhtungan arus hubung sngkat satu fasa ke tanah sangat dpengaruh oleh sstem pentanahan yang dgunakan Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) pada Sstem Tanpa Pentanahan Pada sstem n arus gangguan satu fasa ke tanah relatf kecl namun terjad pergeseran tegangan bla sstemnya menggunakan rele tegangan urutan nol. Maka rele n tdak boleh bekerja bla terjad pergeseran tegangan pada keadaan normal. Dmana: V 0 = 30% V. (2.38) V 0 = Penyetelan rele tegangan urutan nol V = Tegangan nol Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) pada Sstem Pentanahan Langsung Penyetelan untuk pengaman gangguan tanah pada sstem n sama dengan sstem pentanahan melalu tahanan rendah tetap untuk sstem 3 fasa 4 kawat harus dpertmbangkan adanya ketdaksembangan yang mnmum. Penyetelan rele gangguan tanah pada sstem n adalah : Iset = ks Ivb A (2.39) Dmana : Iset = Penyetelan arus gangguan tanah

29 32 Ivb = Arus tdak sembang yang mungkn terjad Ks = Faktor keamanan, dgunakan 1,2 1,5 Karena pada jarngan n arus gangguan cukup besar maka krtera penyetelannya sama dengan rele gangguan antar fasa tetap batas mnmum dapat lebh kecl dar arus beban nomnal Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) pada Sstem Pentanahan Melalu Tahanan Rendah Penyetelan Ground Fault Relay GFR) pada Sstem Pentanahan Melalu Tahanan Rendah ada beberapa jens, yatu : 1. Ground Fault Relay (GFR) pada SUTM Arus gangguan pada umumnya lebh kecl, hal n karena gangguan tanah melalu tahanan gangguan tanah maka penyetelan rele n adalah : Iset = 10% I 0 A (2.40) Dmana, Iset = Penyetelan arus rele Io = Arus gangguan terkecl ( ujung penyulang ) 2. Ground Fault Relay (GFR) pada SKTM Pada jarngan SKTM saat terjad gangguan satu fasa ke tanah aka mengalr arus kapastf yang cukup besar termasuk pada penyulang yang tdak terganggu. Dengan dasumskan saat menentukan penyetelan untuk batasan mnmum harus dperhtungkan bahwa rele tdak boleh bekerja pada saluran yang tdak terganggu. Penyetelannya sebaga berkut : Iset = ks IsCE A..(2.41) Dmana : Iset = Penyetelan arus IsCE = Arus kapastf saluran yang terpanjang operasnya Ks = Faktor keamanan dgunakan 1,2 1,5.

30 Penyetelan Ground Fault Relay(GFR) pada Sstem Pentanahan Melalu Tahanan Tngg. Pada sstem n arus gangguan satu fasa ke tanah besarnya hanya 23 A dan tdak jauh dengan kapasstans ke tanah. Artnya arus kapasstans ke tanah tdak dapat dabakan terhadap arus resstf. Adapaun rele yang dgunakan adalah rele gangguan tanah berarah. Rele n sangat senstf dengan karakterstk waktu tertentu. Rele n mendapat supla dar arus urutan nol tegangan urutan nol. Setelan mnmum rele gangguan n adalah 1 A. Jka Is mnmum mash bsa menyebabkan rele bekerja adalah 1,25 Iset. Maka tahanan gangguan Rf maksmum yang mash menyebabkan rele bekerja sektar 8500 Ω. Jad akbat sentuhan rantng pohon atau kawat putus menyentuh tanah dharapkan rele bekerja Settng GFR Dalam Ground Fault Relayada beberapa hal yang harus dsettng, dmana tu arus dan setelan waktunya. Penjelasannya sebaga berkut : 1. Arus Settng GFR Penyetelan rele GFR pada ss prmer dan ss sekunder transformator tenaga terlebh dahulu harus dhtung arus settng. Arus settng untuk rele GFR bak pada ss prmer maupun pada ss sekunder transformator tenaga adalah : Iset = 0,1 Arus gangguan tanah terkecl A (2.42) 2. Setelan waktu (TMS) Hasl perhtungan arus gangguan hubung sngkat, selanjutnya dgunakan untuk menentukan nla setelan waktu kerja rele (TMS). Rele GFR menggunakan rumus penyetngan TMS dmana waktu kerja rele yang dngnkann lebh senstf dar pada rele OCR.

31 34 tms = tse t Ifault Iset 0,14 0,02 1 SI... (2.43) Untuk menentukan nla TMS yang akan dsetkan pada rele GFR ss ncomng 20 kv dan ss 150 kv transformator tenaga dambl arus hubung sngkat 1 fasa ke tanah. Persamaan untuk menentukan nla TMS yang akan dsetkan pada rele GFR ss penyulang yang mengalam gangguan Sympathetc Trp menggunakan rumus dbawah n. tms = tset Ifault ²+Ice ² Iset 0,14 0,02 1 SI... (2.44) 3. Pemerksaan Selektftas Kerja Ground Fault Relay(GFR) Hasl perhtungan setelan Ground Fault Relay(GFR) mash harus dperksa. Waktu kerja Ground Fault Relay(GFR) yang terpasang d penyulang dan yang terpasang d ncomng trafo tenaga 20 kv sudah bekerja selektf, tetap mash harus dperksa apakah memberkan beda waktu kerja (gradng tme) yang terlalu lama. Untuk Graddng Tme yang terlalu lama, bla terjad kegagalan kerja Ground Fault Relay(GFR) d penyulang, maka Ground Fault Relay(GFR) d ncomng 20 kv dalam hal n bekerja sebaga pengaman cadangan menjad terlalu lama mengetrpkan PMTnya sehngga bsa merusak trafo. Pemerksaan n dlakukan terutama pada Ground Fault Relay(GFR) jens standar nverse, karena setelan waktu tms pada Ground Fault Relay(GFR) jens nverse bukan menunjukkan lamanya waktu kerja rele tersebut. Lamanya waktu kerja rele n dtentukan oleh besarnya arus gangguan yang mengalr drele. Makn besar arus gangguan yang mengalr d rele, makn cepat kerja rele tersebut menutup kontaknya yang kemudan mentrpkan PMT.

32 35 t = 0,14 Tms 0,02 detk (2.45) 1 Ifault Iset Persamaan yang dgunakan dalam mencar waktu kerja rele pada penyulang yang terkena gangguan penyulang lan adalah sebaga berkut. t = 0,14 Tms Ifault ²+ Ice penyulang terganggu ² Iset 0,02 1 detk.. (2.46) Persamaan yang dgunakan dalam mencar waktu kerja rele akbat pertambahan arus kapastf dar penyulang lan adalah sebaga berkut. t = 0,14 Tms Ice peyulang ke 1+Ice penyulang ke 2 Iset 0,02 1 detk. (2.47)

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7 ANGKAAN AUS SEAAH (DC). Arus Searah (DC) Pada rangkaan DC hanya melbatkan arus dan tegangan searah, yatu arus dan tegangan yang tdak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaan DC melput: ) batera ) hambatan

Lebih terperinci

BAB II OPTIMALISASI PADA SISTEM KELISTRIKAN

BAB II OPTIMALISASI PADA SISTEM KELISTRIKAN BAB II OPTIMALISASI PADA SISTEM KELISTRIKAN. Penjadualan Optmal Pembangkt dan Penyaluran Daya Lstrk Setap Pembangkt tdak dtempatkan dengan jarak yang sama dar pusat beban, tergantung lokas pembangkt yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya arus reaktif. Harmonisa telah terbukti memiliki dampak kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya arus reaktif. Harmonisa telah terbukti memiliki dampak kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualtas daya lstrk sangat dpengaruh oleh penggunaan jens-jens beban tertentu sepert beban non lner dan beban nduktf. Akbat yang dtmbulkannya adalah turunnya

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

FUNGSI SEBAGAI PENGAMAN UTAMA ATAU CADANGAN UNTUK GANGGUAN HUBUNG SINGKAT APLIKASI

FUNGSI SEBAGAI PENGAMAN UTAMA ATAU CADANGAN UNTUK GANGGUAN HUBUNG SINGKAT APLIKASI FUNGS SEBAGA PENGAMAN UTAMA ATAU CADANGAN UNTUK GANGGUAN HUBUNG SNGKAT FASA FASA FASA TANAH APLKAS PENGAMAN UTAMA JTM ( DSTRBUS ) GENERATOR ( Kapasitas kecil ) TRAFO DAYA ( Kapasitas kecil ) MOTOR SEBAGA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

Kata kunci : daya, bahan bakar, optimasi, ekonomis. pembangkitan yang maksimal dengan biaya pengoperasian unit pembangkit yang minimal.

Kata kunci : daya, bahan bakar, optimasi, ekonomis. pembangkitan yang maksimal dengan biaya pengoperasian unit pembangkit yang minimal. Makalah Semnar Tugas Akhr MENGOPTIMALKAN PEMBAGIAN BEBAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTGU TAMBAK LOROK DENGAN METODE LAGRANGE MULTIPLIER Oleh : Marno Sswanto, LF 303 514 Abstrak Pertumbuhan ndustr pada suatu

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah jarngan terdr dar sekelompok node yang dhubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jens arus tertentu berkatan dengan setap busur. Notas standart untuk menggambarkan sebuah jarngan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK. Ir. Zulkarnaini, MT. TATAP MUKA VII&VIII. Oleh: Institut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro

BAHAN AJAR SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK. Ir. Zulkarnaini, MT. TATAP MUKA VII&VIII. Oleh: Institut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro nstitut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro BAHAN AJAR SSTEM PROTEKS TENAGA LSTRK TATAP MUKA V&V. Oleh: r. Zulkarnaini, MT. 2011 1/25/2011 1 Pendahuluan Relay arus lebih adalah sederhana, murah dan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy ANALISIS REGRESI Regres Lner Sederhana : Contoh Perhtungan Regres Lner Sederhana Menghtung harga a dan b Menyusun Persamaan Regres Korelas Pearson (Product Moment) Koefsen Determnas (KD) Regres Ganda :

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan tugas akhr n, penulsan mendapat referens dar pustaka serta lteratur lan yang berhubungan dengan pokok masalah yang penuls ajukan. Langkah-langkah yang akan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokas Peneltan Peneltan dlaksanakan d Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada bulan Februar hngga Me 2017. Pemlhan lokas peneltan dlakukan secara purposve

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum dlakukan peneltan, langkah pertama yang harus dlakukan oleh penelt adalah menentukan terlebh dahulu metode apa yang akan dgunakan dalam peneltan. Desan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

SIMULASI OPTIMASI ALIRAN DAYA SISTEM TENAGA LISTRIK SEBAGAI PENDEKATAN EFISIENSI BIAYA OPERASI

SIMULASI OPTIMASI ALIRAN DAYA SISTEM TENAGA LISTRIK SEBAGAI PENDEKATAN EFISIENSI BIAYA OPERASI ISSN: 1693-6930 167 SIMULASI OPTIMASI ALIRAN DAA SISTEM TENAGA LISTRIK SEBAGAI PENDEKATAN EFISIENSI BIAA OPERASI Subyanto Teknk Elektro Fakultas Teknk Unverstas Neger Semarang Gedung E6 Lt. Kampus Sekaran

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

berasal dari pembawa muatan hasil generasi termal, sehingga secara kuat

berasal dari pembawa muatan hasil generasi termal, sehingga secara kuat 10 KARAKTRISTIK TRANSISTOR 10.1 Dasar Pengoperasan JT Pada bab sebelumnya telah dbahas dasar pengoperasan JT, utamannya untuk kasus saat sambungan kolektor-bass berpanjar mundur dan sambungan emtor-bass

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI.1 Analsa Regres Analsa regres dnterpretaskan sebaga suatu analsa yang berkatan dengan stud ketergantungan (hubungan kausal) dar suatu varabel tak bebas (dependent varable) atu dsebut

Lebih terperinci

BAB 2 PRINSIP DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB 2 PRINSIP DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK BAB 2 PRINSIP DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK Dalam bab 2 akan dlakukan nvestgas tentang bagamana alran energ dar rangkaan ac. Dengan menggunakan berbaga denttas trgonometr, daya sesaat p(t) dpsahkan menjad

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

Perhitungan Critical Clearing Time dengan Menggunakan Metode Time Domain Simulation

Perhitungan Critical Clearing Time dengan Menggunakan Metode Time Domain Simulation PROSEDING SEINAR TUGAS AKHIR TEKNIK ELEKTRO FTI-ITS, JUNI 2012 1 Perhtungan Crtcal Clearng Tme dengan enggunakan etode Tme Doman Smulaton Surya Atmaja, Dr. Eng. Ardyono Pryad, ST,.Eng, Ir.Teguh Yuwono

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi.

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi. BAB V TEOEMA-TEOEMA AGKAIA 5. Teorema Superposs Teorema superposs bagus dgunakan untuk menyelesakan permasalahan-permasalahan rangkaan yang mempunya lebh dar satu sumber tegangan atau sumber arus. Konsepnya

Lebih terperinci

BAB V TEOREMA RANGKAIAN

BAB V TEOREMA RANGKAIAN 9 angkaan strk TEOEM NGKIN Pada bab n akan dbahas penyelesaan persoalan yang muncul pada angkaan strk dengan menggunakan suatu teorema tertentu. Dengan pengertan bahwa suatu persoalan angkaan strk bukan

Lebih terperinci

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL Analss sumbangan sektor-sektor ekonom d Bal terhadap pembangunan ekonom nasonal bertujuan untuk mengetahu bagamana pertumbuhan dan

Lebih terperinci

STUDI SISTEM PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA GARDU INDUK 150 kv TELLO PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SULSELTRABAR

STUDI SISTEM PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA GARDU INDUK 150 kv TELLO PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SULSELTRABAR STUDI SISTEM PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA GARDU INDUK 150 kv TELLO PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SULSELTRABAR M. Yusuf Mappeasse, Rana T. Mangesa dan Iwan Suhard Jurusan Penddkan Teknk Elektro FT UNM Abstrak

Lebih terperinci

BAB I Rangkaian Transient. Ir. A.Rachman Hasibuan dan Naemah Mubarakah, ST

BAB I Rangkaian Transient. Ir. A.Rachman Hasibuan dan Naemah Mubarakah, ST BAB I angkaan Transent Oleh : Ir. A.achman Hasbuan dan Naemah Mubarakah, ST . Pendahuluan Pada pembahasan rangkaan lstrk, arus maupun tegangan yang dbahas adalah untuk konds steady state/mantap. Akan tetap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data terdr dar dua data utama, yatu data denyut jantung pada saat kalbras dan denyut jantung pada saat bekerja. Semuanya akan dbahas pada sub bab-sub bab berkut. A. Denyut Jantung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MODEL

BAB IV PEMBAHASAN MODEL BAB IV PEMBAHASAN MODEL Pada bab IV n akan dlakukan pembuatan model dengan melakukan analss perhtungan untuk permasalahan proses pengadaan model persedaan mult tem dengan baya produks cekung dan jont setup

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen sebagai variabel 4 BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Peneltan Obyek dalam peneltan n adalah kebjakan dvden sebaga varabel ndependen (X) dan harga saham sebaga varabel dependen (Y). Peneltan n dlakukan untuk

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4. PENGUJIAN PENGUKURAN KECEPATAN PUTAR BERBASIS REAL TIME LINUX Dalam membuktkan kelayakan dan kehandalan pengukuran kecepatan putar berbass RTLnux n, dlakukan pengujan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1. Kerangka Pemkran Peneltan BRI Unt Cbnong dan Unt Warung Jambu Uraan Pekerjaan Karyawan Subyek Analss Konds SDM Aktual (KKP) Konds SDM Harapan (KKJ) Kuesoner KKP Kuesoner KKJ la

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a UKURAN SAMPEL Prof. Dr. H. Almasd Syahza, SE., MP Emal: asyahza@yahoo.co.d Webste: http://almasd. almasd.staff. staff.unr.ac.d Penelt Senor Unverstas Rau Penentuan Sampel Peneltan lmah hampr selalu hanya

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

Bab V Aliran Daya Optimal

Bab V Aliran Daya Optimal Bab V Alran Daya Optmal Permasalahan alran daya optmal (Optmal Power Flow/OPF) telah menjad bahan pembcaraan sejak dperkenalkan pertama kal oleh Carpenter pada tahun 196. Karena mater pembahasan tentang

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA ANALOG. Bab 2 BIAS DC FET Pertemuan 5 Pertemuan 7. Oleh : ALFITH, S.Pd, M.Pd

ELEKTRONIKA ANALOG. Bab 2 BIAS DC FET Pertemuan 5 Pertemuan 7. Oleh : ALFITH, S.Pd, M.Pd ELEKTONKA ANALOG Bab 2 BAS D FET Pertemuan 5 Pertemuan 7 Oleh : ALFTH, S.Pd, M.Pd 1 Pemran bas pada rangkaan BJT Masalah pemran bas rkatan dengan: penentuan arus dc pada collector yang harus dapat dhtung,

Lebih terperinci

Modulator dan Demodulator

Modulator dan Demodulator Modulator dan Demodulator Modulas adalah suatu proses dmana parameter gelombang pembawa (carrer sgnal) frekuens tngg dubah sesua dengan salah satu parameter snyal nformas/pesan. Dalam hal n snyal pesan

Lebih terperinci

MEMINIMALKAN RUGI-RUGI PADA SISTEM DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH DENGAN PEMASANGAN KAPASITOR

MEMINIMALKAN RUGI-RUGI PADA SISTEM DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH DENGAN PEMASANGAN KAPASITOR MEMINIMALKAN RUGI-RUGI PADA SISTEM DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH DENGAN PEMASANGAN KAPASITOR Adranus Dr Program Stud Teknk Elektro Jurusan Teknk Elektro Fakultas Teknk Unverstas Tanjungpura adranus_dr@yahoo.co.d

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci

BAB VI MODEL-MODEL DETERMINISTIK

BAB VI MODEL-MODEL DETERMINISTIK BAB VI MODEL-MODEL DETERMINISTIK 6. Masalah Penyaluran Daya Lstrk Andakan seorang perencana sstem kelstrkan merencakan penyaluran daya lstrk dar beberapa pembangkt yang ternterkoneks dan terhubung dengan

Lebih terperinci

PENGUAT TRANSISTOR. dimana A V adalah penguatan tegangan (voltage gain). Hal yang sama untuk penguat arus berlaku

PENGUAT TRANSISTOR. dimana A V adalah penguatan tegangan (voltage gain). Hal yang sama untuk penguat arus berlaku 13 PNGUA ANSSO 13.1 Mdel Setara Penguat Secara umum penguat (amplfer) dapat dkelmpkkan menjad 3 (tga), yatu penguat tegangan, penguat arus dan penguat transresstans. Pada dasarnya kerja sebuah penguat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Untuk menjawab permasalahan yatu tentang peranan pelathan yang dapat menngkatkan knerja karyawan, dgunakan metode analss eksplanatf kuanttatf. Pengertan

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat BAB LANDASAN TEORI. 1 Analsa Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstk pada tahun 1877 oleh Sr Francs Galton. Galton melakukan stud tentang kecenderungan tngg badan anak. Teor Galton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Matematka sebaga bahasa smbol yang bersfat unversal memegang peranan pentng dalam perkembangan suatu teknolog. Matematka sangat erat hubungannya dengan kehdupan nyata.

Lebih terperinci

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam 6 Penyebab gangguan pada sistem distribusi dapat berasal dari gangguan dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam antara lain: 1 Tegangan lebih dan arus tak normal 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I ENDHULUN. Latar elakang Mengambl keputusan secara aktf memberkan suatu tngkat pengendalan atas kehdupan spengambl keputusan. lhan-plhan yang dambl sebenarnya membantu dalam penentuan masa depan. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Energ sangat berperan pentng bag masyarakat dalam menjalan kehdupan seharhar dan sangat berperan dalam proses pembangunan. Oleh sebab tu penngkatan serta pembangunan

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN By: Rn Halla Nasuton, ST, MT MERANCANG JARINGAN SC Perancangan jarngan SC merupakan satu kegatan pentng yang harus

Lebih terperinci

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani /

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani    / KORELASI DAN REGRESI LINIER 9 Debrna Puspta Andran www. E-mal : debrna.ub@gmal.com / debrna@ub.ac.d 2 Outlne 3 Perbedaan mendasar antara korelas dan regres? KORELASI Korelas hanya menunjukkan sekedar hubungan.

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan akan melakukan penjualan. Sebelum penjualan dlakukan basanya akan dsepakat terlebh dahulu bagamana cara pembayaran

Lebih terperinci

STUDI HUBUNG SINGKAT UNTUK GANGGUAN TIGA FASA SIMETRIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK (Studi Kasus : PT. PLN Sumbar-Riau 150 KV)

STUDI HUBUNG SINGKAT UNTUK GANGGUAN TIGA FASA SIMETRIS PADA SISTEM TENAGA LISTRIK (Studi Kasus : PT. PLN Sumbar-Riau 150 KV) No. 29 ol.1 Thn. X Aprl 2008 SSN: 0854-8471 STUD HUBUNG SNGKAT UNTUK GANGGUAN TGA FASA SMETRS PADA SSTEM TENAGA LSTRK (Stud Kasus : PT. PLN Sumbar-Rau 150 K) Heru Dbyo Laksono Jurusan Teknk Elektro, Unverstas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Kerangka Pemkran dan Hpotess Dalam proses peneltan n, akan duj beberapa varabel software yang telah dsebutkan pada bab sebelumnya. Sesua dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel BAB LANDASAN TEORI. Analss Regres Regres merupakan suatu alat ukur yang dgunakan untuk mengukur ada atau tdaknya hubungan antar varabel. Dalam analss regres, suatu persamaan regres atau persamaan penduga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

STUDI ALIRAN DAYA DENGAN METODA FAST DECOUPLE (Aplikasi PT. PLN Sumbar-Riau 150 KV)

STUDI ALIRAN DAYA DENGAN METODA FAST DECOUPLE (Aplikasi PT. PLN Sumbar-Riau 150 KV) o. 7 ol.3 Thn. I Aprl 7 ISS: 854-8471 STUDI ALIRA DAYA DEGA METODA FAST DECOULE (Aplkas T. L Sumbar-Rau 15 K) Heru Dbyo Laksono Jurusan Teknk Elektro, Unverstas Andalas adang, Kampus Lmau Mans adang, Sumatera

Lebih terperinci

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE 6B.1 Pelathan ADALINE Model ADALINE (Adaptve Lnear Neuron) dtemukan oleh Wdrow & Hoff (1960) Arstekturnya mrp dengan perseptron Perbedaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2 LNDSN TEORI 2. Teor engamblan Keputusan Menurut Supranto 99 keputusan adalah hasl pemecahan masalah yang dhadapnya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang past terhadap suatu pertanyaan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES Hubungan n akan dawal dar gaya yang beraks pada massa fluda. Gaya-gaya n dapat dbag ke dalam gaya bod, gaya permukaan, dan gaya nersa. a. Gaya Bod Gaya bod

Lebih terperinci

Nama : Crishadi Juliantoro NPM :

Nama : Crishadi Juliantoro NPM : ANALISIS INVESTASI PADA PERUSAHAAN YANG MASUK DALAM PERHITUNGAN INDEX LQ-45 MENGGUNAKAN PORTOFOLIO DENGAN METODE SINGLE INDEX MODEL. Nama : Crshad Julantoro NPM : 110630 Latar Belakang Pemlhan saham yang

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan

III PEMBAHASAN. merupakan cash flow pada periode i, dan C. berturut-turut menyatakan nilai rata-rata dari V. dan Pada bab n akan dbahas mengena penyelesaan masalah ops real menggunakan pohon keputusan bnomal. Dalam menentukan penlaan proyek, dapat dgunakan beberapa metode d antaranya dscounted cash flow (DF). DF

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Perancangan Sstem Sstem yang akan dkembangkan adalah berupa sstem yang dapat membantu keputusan pemodal untuk menentukan portofolo saham yang dperdagangkan d Bursa

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA BAB ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA.1 Pendahuluan Pada sstem tga fasa, rak arus keluaran nverter pada beban dengan koneks delta dan wye memlk hubungan yang

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan mengena Analss Pengaruh Kupedes Terhadap Performance Busness Debtur dalam Sektor Perdagangan, Industr dan Pertanan dlaksanakan d Bank Rakyat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

III PEMODELAN MATEMATIS SISTEM FISIK

III PEMODELAN MATEMATIS SISTEM FISIK 34 III PEMODELN MTEMTIS SISTEM FISIK Deskrps : Bab n memberkan gambaran tentang pemodelan matemats, fungs alh, dagram blok, grafk alran snyal yang berguna dalam pemodelan sstem kendal. Objektf : Memaham

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Dalam kehdupan sehar-har, serngkal dumpa hubungan antara suatu varabel dengan satu atau lebh varabel lan. D dalam bdang pertanan sebaga contoh, doss dan ens pupuk yang dberkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan 7 BAB III METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel 1. Populas Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas XI SMA Yadka Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 014/ 015 yang berjumlah empat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu 4 III. METODE PENELITIAN A. Populas Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen dengan populas peneltan yatu seluruh sswa kelas VIII C SMP Neger Bukt Kemunng pada semester genap tahun pelajaran 01/013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jens Peneltan Jens peneltan yang dpaka adalah peneltan kuanttatf, dengan menggunakan metode analss deskrptf dengan analss statstka nferensal artnya penuls dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian, langkah yang dilakukan oleh penulis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum melakukan peneltan, langkah yang dlakukan oleh penuls adalah mengetahu dan menentukan metode yang akan dgunakan dalam peneltan. Sugyono (2006: 1) menyatakan:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltan Berdasarkan masalah yang akan dtelt dengan melhat tujuan dan ruang lngkup dserta dengan pengolahan data, penafsran serta pengamblan kesmpulan, maka metode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusa dlahrkan ke duna dengan ms menjalankan kehdupannya sesua dengan kodrat Illah yakn tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, berart setap nsan harus

Lebih terperinci