Modulator dan Demodulator

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modulator dan Demodulator"

Transkripsi

1 Modulator dan Demodulator Modulas adalah suatu proses dmana parameter gelombang pembawa (carrer sgnal) frekuens tngg dubah sesua dengan salah satu parameter snyal nformas/pesan. Dalam hal n snyal pesan dsebut juga snyal pemodulas. Proses modulas dlakukan pada bagan pemancar. Proses kebalkannya yang dsebut demodulas dlakukan pada bagan penerma. Dalam demodulas, snyal pesan dpsahkan dar snyal pembawa frekuens tngg. 1. Mxer Salah satu pemodfkas frekuens yang serng dgunakan adalah mxer. Mxer banyak dgunakan dalam modulas ampltudo. Suatu mxer deal dtunjukkan pada gambar 1. Gambar 1. Rangkan Mxer Jka nputnya adalah snyal snusoda, output mxer adalah penjumlahan dan perbedaan frekuens sepert d bawah n: A1 A 0 A1 snω 1t( A snωt) [ cos( ω1 ω ) t cos( ω1 + ω ) t] (1) Kalau frekuens yang dngnkan hanya salah satu dar kedua frekuens tersebut, snyal frekuens yang tdak dngnkan dbuang dengan menggunakan flter. Walaupun mxer deal tdak bsa dwujudkan, tap ada beberapa rangkaan yang bsa dgunakan sebaga pendekatan dar mxer deal. Ada rangkaan mxer yang menghaslkan penguatan dan dsebut dengan aktf mxer. Sebalknya mxer pasf menghaslkan rug-rug. Mxer tpe swtchng Dalam mxer tpe swtchng, satu atau lebh dode atau transstor dgunakan sebaga swtch. Ketdak-lnearan atau karakterstk swtchng dode serng dgunakan untuk pencampur (mx) frekuens, terutama pada frekuens tngg. Gambar menggambarkan suatu contoh mxer tpe swtchng dengan menggunakan dode. Jka center tap (CT) transformator adalah deal, tegangan yang dhaslkan dtunjukkan pada gambar 3. Gambar. Mxer tpe swtchng dengan dua dode

2 Osclator local ( ) mempunya ampltuda tegangan konstan. Fungs swtch (doda) dkendalkan oleh dengan >>, sehngga: o + > 0 o + < 0 Gambar 3. Rangkaan penyederhanaan mxer Output terdr atas snyal oslator dtambah dengan beda fasa 180 o pada frekuens oslator local. Tegangan keluaran o dapat dtuls sebaga: o + * Dmana * P(t) 1 P( t) 1 > 0 < 0 P(t) adalah fungs gelombang perseg dengan frekuens sama dengan frekuens oslator lokal ω. Gambar 4. Bentuk gelombang perseg Gelombang perseg P(t) dapat dnyatakan sebaga sebuah deret fourer: 4 sn(n + 1) ω ( ) t P t n0 n + 1 sehngga * 4 sn(n + 1) ω t n0 n + 1 () (3) Jka I adalah snusoda sn ω t Maka: * n0 cos[(n + 1) ω ω ] t cos[(n + 1) ω n ω ] t (4)

3 Karena o + *, maka keluaran mxer terdr dar snyal oslator dtambah dengan sejumlah tak hngga snyal yang dhaslkan oleh mxer. Frekuens yang dngnkan bsa dpsahkan dengan menggunakan flter. Syarat yang harus dpenuh adalah bahwa ampltuda oslator jauh lebh besar dar ampltuda snyal nput dan tegangannya cukup besar untuk menswtch doda. Jka hal n tdak terpenuh akan muncul dstors. Kelemahan rangkaan mxer tersebut adalah bahwa pada keluaran muncul frekuens oslator yang banyak menmbulkan kesultan jka frekuens oslator lokal ω jauh lebh besar dar frekuens nput ω. Snyal yang dngnkan pada keluaran, ω + ω atau ω - ω akan sult dpsahkan karena mendekat ω. Untuk menghlangkan snyal oslator lokal pada output mxer, maka dgunakan rangkaan : Gambar 5. Mxer dode dengan snyal oslator tdak muncul pada output Yang ekvalen dengan: Gambar 6. Penyederhanaan rangkaan gambar 5 Jka postf dan jauh lebh besar dbandngkan dengan maka kedua doda akan terhubung/on, dan 0. Jka snyal oslator menjad negatf maka doda terbuka (off) dan snyal output 0 menjad nol. Secara umum persamaan untuk tegangan output adalah : o P(t) Dmana : P(t) 1 > 0 P(t) 0 0 Dalam hal n, P(t) adalah fungs gelombang perseg dengan frekuens sama dengan frekuens oslator lokal. Perbedaan dengan rangkaan sebelumnya adalah bahwa gelombang perseg dsn mempunya nla dc yang tdak nol. Gambar 7. Gelombang output mxer pada gambar 5

4 Ekspres dalam deret fourer untuk P(t) : P( t) 1 + sn(n + 1) ω t n + n0 1 (5) Jka adalah gelombang snus sn ω t maka tegangan keluarannya: o snωt ( t) cos[(n + 1) ω ω ] t cos[(n + 1) ω + 0 n + 1 n + ω ] t (6) Output mxer berbeda dengan dengan output mxer sebelumnya. Pada model n, output tdak mengandung snyal oslator lokal, tap mengandung komponen snyal nput ω. Rangkaan mxer double-balanced yang bsa dgunakan dengan beban sembang dtunjukkan pada gambar berkut. Gambar 8. Mxer double-balanced Prnsp kerja mxer adalah serupa dengan mxer pada gambar 5 dengan output adalah sama persamaan (6). Rangkaan Mxer dengan 4 doda Mxer tpe swtchng dengan 4 dode d bawah n mempunya output yang tdak mengandung frekuens nput maupun oslator lokal. Jka postf, maka D dan D3 akan on, Gambar 9. Mxer tpe swtchng dengan 4 dode Gambar 10. Rangkaan ekuvalen untuk tegangan oslator postf sehngga rangkaan ekvalennya menjad:

5 dmana r d adalah resstans dnams dode. (I 1 +I )R + I 1 r d - (I 1 +I )R + I 1 r d + Jka delmnas: I 1 + I /( R + r d /) - 0 /R atau Gambar 11. Rangkaan ekuvalen gambar R R + r d / dmana: o -(I 1 +I )R Apabla negatf, maka D1 dan D4 on, Gambar 1. Rangkaan ekuvalen untuk tegangan oslator negatf dan rangkaan ekvalennya menjad: Gambar 13. Rangkaaan ekuvalen gambar 1. oop Atas oop Bawah : - (I 1 +I )R + I 1 r d - : - (I 1 +I )R + I 1 r d + Jka delmnas maka:

6 I 1 + I - /( R + r d /) dengan o -(I 1 +I )R sehngga : 0 ( R + r / ) R d Dalam mxer n, tegangan output adalah proporsonal terhadap tegangan nput dan dswtch pada frekuens oslator lokal. Karena tu : ( R 0 t) ( t) P( t) (7) R + r / d Persamaan untuk P(t) adalah sama dengan (5). Apabla nput adalah gelombang snus sn ω t o R R r + d cos[(n + 1) ω ω ] t cos[(n + 1) ω 0 n + 1 n + ω ] t (8) Suatu mxer double-balanced dengan beban sembang dan couplng transformer deal akan menghaslkan upper dan lower sdeband dtambah dengan sejumlah tak hngga spurous yang terpusat pada harmonsa ganjl frekuens oslator lokal, tap bak snyal nput maupun frekuens oslator lokal tersolas dar ouputnya. Converson oss Converson oss Mxer adalah raso daya output pada satu sdeband terhadap daya nput snyal. Untuk menghtung converson loss, asums yang dberkanadalah mpedans eksternal dplh untuk transfer daya maksmum. Tnjau suatu mxer double-balanced sepert gambar 9. Jka nput transformer mempunya raso lltan 1:1, rangkaan ekuvalen adalah sepert pada gambar 11. Impedans beban dlhat dar nput adalah : /(I 1 +I ) /I 1 R +r d / Basanya R >> r d, jad nput akan sesua untuk transfer daya maksmum jka R Rs, pada konds n s /, dan: s P 4R Dar persamaan (8), tegangan output untuk satu sdeband (asums R >> r d ) adalah o ω ± ω Daya output adalah P o s R s Sehngga penguatan konvers mxer double-balanced : Po 4R 4 G (9) P R yang bernla kurang dar satu. Untuk Converson oss-nya adalah: 10log 4 4dB

7 Untuk mxer double-balance deal dengan beban sesua dengan mpedans sumber, dan dengan mengabakan rug-rug pada transformer dan dode, kra-kra 40 % dar daya nput akan terkrm ke beban. Dstors Apabla daya snyal nput suatu mxer bertambah, kemungknan akan mencapa suatu level yang melampau daya oslator lokal. Dalam konds n maka snyal nput yang akan mengatur fungs swtchng doda, dan daya output akan proporsonal dengan daya oslator lokal. Karena daya oslator konstan maka daya output juga akan konstan. Karakterstk Transfer daya deal dgambarkan sebaga berkut. Gambar 14. Karakterstk transfer daya mxer Pada daya nput rendah, transfer daya adalah lnear. Tap ketka level daya nput dnakkan, dstors mula terjad dan respons mula menjad tdak lnear. Pada level daya nput tngg, output menjad saturas pada level sesua dengan level oslator lokal. Jka nput dnakkan lag, maka muncul dstors ntermodulas (IMD). Modulator dan Demodulator Modulas Ampltuda Modulas ampltuda adalah suatu teknk modulas dmana ampltuda snyal carrer dvaraskan terhadap ampltudo snyal pesan. Gelombang termodulas ampltuda dapat dexpreskan: S(t) f(t) sn ω c t Dmana f(t) adalah snyal pesan (pemodulas) dan ω c adalah frekuens pembawa. Persamaan untuk snyal AM bsa dtulskan sbb : S(t) A[1+mf(t)] sn ω c t (10) Dmana m adalah ndeks modulas dengan nla umumnya < 1. Untuk snyal pemodulas gelombang snus f(t) cos ω c t : S(t) A{sn ω c t +½ m [ sn (ω c + ω m )t + sn (ω c - ω m )t]} (11) Bentuk dan spektrum frekuens snyal termodulas adalah :

8 Spektrum Frekuens AM Snyal termodulas ampltuda Gambar 15. Spektrum dan betuk gelombang snyal AM Dar spektrum terlhat bahwa snyal termodulas mempunya komponen frekuens pembawa dtambah dengan upper sdeband dan lower sdeband yang terpusat d frekuens pembawa. Snyal sepert n dsebut dengan snyal double sdeband large carrer/full carrer. Persamaan untuk snyal AM menunjukkan bahwa ntuk m < 1, ampltuda carrer palng tdak dua kal ampltuda masng-masng sdeband. In berart bahwa palng tdak dua pertga dar total daya yang dkrm dgunakan oleh carrer. Karena carrer tdak mengandung nformas/pesan yang dkrm, maka ada kalanya carrer dhlangkan atau dtekan. Snyal akan berbentuk Am S( t) [ sn( ωc + ωm ) t + sn( ωc ωm ) t] (1) Snyal n dsebut juga snyal Double SdeBand (DSB) Suppressed Carrer. Snyal DSB mash mempunya bandwdth yang sama dengan snyal AM dengan keuntungan bahwa daya yang dpergunakan lebh efsen. Kelemahannya adalah komplekstas pada ss penerma karena memerlukan suatu teknk tertentu untuk mendapatkan kembal frekuens dan phasa snyal carrer yang dperlukan untuk mendeteks snyal pemodulas. Ampltuda Modulator: Standar AM DSB large carrer dhaslkan dengan dua cara: a. memodulas snyal oslator pada daya yang relatf rendah dan menguatkan snyal termodulas dengan penguat (power amplfer). b. Menggunakan snyal pemodulas untuk mengontrol supply tegangan pada penguat daya.

9 Gambar 16. Modulator AM a) Rangkaan Modulas Ampltuda daya rendah b) Modulas Ampltuda pada level daya tngg Beberapa mxer yang djelaskan sebelumnya bsa dgunakan sebaga modulator ampltuda level rendah. Sebaga contoh output mxer pada gambar dberkan pada persamaan (4). Jka adalah snyal snus Dan jka dtambah PF pada output dengan BW B ω + ω maka output menjad PF dgunakan untuk membuang komponen frekuens yang lebh tngg. Indeks modulas dar snyal termodulas ampltuda n adalah : 4 m 1 Modulator tpe n hanya cocok untuk modulas dengan ndeks kecl. Untuk memperoleh ndeks modulas besar dgunakan rangkaan modulator dengan transstor. Modulatos dlakukan pada ss collector. Output rangkaan dtala pada frekuens carrer dengan bandwdth dua kal bandwdth snyal pemodulas. Snyal termodulas dsusun ser dengan catu tegangan DC sehngga catu tegangan frekuens rendah untuk transstor adalah : Dengan

10 m (t) m cc cos ω m t Gambar 17. Rangkaan Collector-modulated Untuk penguat kelas C, output transstor pada konds saturas akan sama dengan catu tegangannya. Karena tu, mengubah catu tegangan akan juga mengubah tegangan output transstor secara proporsonal. Daya output adalah P0 cc/r (1 + ½ m ) Dengan Pc cc/r maka P0 Pc(1 + ½ m ) Untuk modulas 100 %, puncak tegangan m (t) harus sama dengan catu tegangan cc. o cc(1 + cosω m t) cos ω c t P0 cc/r (1 + ½) P0 1,5 Pc Pada konds n, masng-masng sdeband akan mengandung ¼ daya carrer. Snyal carrer mempunya ampltuda cc dan ampltuda masng-masng sdeband adalah setengah ampltuda carrer. Daya output total adalah : cc P 3 0 R Demodutor Teknk deteks atau demodulas AM bsa dkelompokkan menjad dua yatu deteks snkron dan deteks asnkron. Deteks snkron memerlukan elemen non-lnear atau elemen yang bervaras terhadap waktu, yang dsnkronsas dengan frekuens carrer nput. Dalam deteks asnkron, tdak dperlukan snkronsas dengan frekuens carrer. Deteks asnkron : deteks selubung Deteks selubung adalah teknk demodulas AM asnkron palng sederhana. Blok dagram deteks selubung dtunjukkan pada gambar berkut :

11 S(t) Penyearah setengah gelombang r (t) PF Output penyearah : r (t) S(t) S(t) > 0 0 S(t) <0 Gambar 18. Dagram blok deteks selubung yang bsa dtuls r (t) S(t) P(t) Jka S(t) adalah perodk dengan frekuens ω c, maka P(t) 1 untuk S(t) > 0 P(t) 0 untuk S(t) < 0 P(t) adalah snyal segempat dengan frekuens sama, ω c. 1 sn(n + 1) P( t) + ωc n 0 n + 1 t Persamaan snyal AM adalah : r( t) snωct 1 cos ω ct A[1 + mf ( t)] harmonsa tngg dar ωc (13) Jka PF yang terpasang membuang semua komponen frekuens pada ω c dan komponen frekuens tngg lannya, maka output akan menjad : ( t) 0 A[1 + mf ( t)] yang merupakan komponen DC dtambah dengan snyal pesan. Untuk snyal pesan adalah snyal snus frekuens tunggal : f(t) sn ω m t maka : snωct m 1 cos( ωc ωm ) t cos( ωc + ωm ) t r( t) A + (snωmt) harmonsa (14) tngg Output akan mengandung komponen frekuens ω c - ω m yang juga harus dbuang oleh flter. Flter tdak bsa membuang komponen tersebut jka ω m terlalu dekat dengan ω c. Untuk membatas tdak terjadnya dstors, frekuens snyal pemodulas harus dbatas sehngga ωc ωm MAX dan bandwdth B dar PF dplh sehngga : r (t) > 0 jka S(t) >0 Konds n hanya mungkn jka m tdak lebh besar dar satu dan snyal carrer terseda. Detektor selubung sederhana dtunjukkan pada gambar berkut :

12 Cc S(t) C R R v o (t) Gambar 19. Rangkaan deteks selubung Ketka rangkaan mendapat nput, kapastor ds (charge) sampa nput mula turun. Pada saat n, dode menjad open-crcut dan kapastor membuang muatan (dscharge) melalu resstor R. p e - t/r C p adalah nla puncak dar snyal nput, dode terbuka saat t 0. Nla C yang lebh besar menghaslkan output dengan rpple yang lebh kecl. Tap C tdak bsa bernla terlalu kecl karena proses pengsan dan pembuangan tdak bsa mengkut perubahan snyal nput. Tme constan t dplh sehngga RC [(ω m ω c ) -1 ] ½ Jka komponen frekuens tertngg dar snyal pemodulas mendekat frekuens carrer, teknk demodulas lan yang harus dgunakan. Efek dar kapastor C dtunjukkan pada gambar berkut. RC tepat RC besar RC kecl Gambar 0. Output deteks selubung untuk beberapa nla RC Deteks Snkron Deteks selubung tdak bsa mendeteks snyal termodulas ampltuda sepert snyal DSB-suppressed carrer. Tap jka dmungknkan untuk mendapatkan snyal dengan frekuens dan phasa yang snkron dengan carrer, maka deteks snyal DSB-SC bsa dlakukan. Beberapa sstem komunkas mengrmkan snyal plot-carrer kecl yang tersnkronsas dengan snyal carrer, sepert pada teknk FM stereo. Jka suatu oslator lokal yang snkron dengan snyal carrer terseda, demodulas bsa dlakukan dengan teknk berkut : S(t) PF Gambar 1. Deteks snkron Tnjau snyal DSB

13 Am S( t) c m sn c m ) [ sn( ω + ω ) t + ( ω ω t] Jka oslator lokal adalah : sn ω c t Maka snyal output adalah 0 S(t) Am 0 [ cosω m t cos(ω c + ωm ) t cos(ω c m ) t] (15) 4 Jka snyal d-flter low pass dengan (ω m < B ω c ) maka Am ' 0 cosωmt yang proporsonal dengan snyal pemodulas. Teknk deteks n juga bsa dpergunakan untuk memodulas snyal AM dan SSB.

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7 ANGKAAN AUS SEAAH (DC). Arus Searah (DC) Pada rangkaan DC hanya melbatkan arus dan tegangan searah, yatu arus dan tegangan yang tdak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaan DC melput: ) batera ) hambatan

Lebih terperinci

Solusi Ujian 2 EL2005 Elektronika Sabtu, 3 Mei

Solusi Ujian 2 EL2005 Elektronika Sabtu, 3 Mei Solus Ujan 2 EL2005 Elektronka Sabtu, 3 Me 2014 13.00-15.30 1. Transstor MOSFET Penguat berkut memlk penguatan -25V/V. Anggap nla kapastor tak berhngga. V DD = 5V, V t =0,7V, k n =1mA/V 2. Resstans nput

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA ANALOG. Bab 2 BIAS DC FET Pertemuan 5 Pertemuan 7. Oleh : ALFITH, S.Pd, M.Pd

ELEKTRONIKA ANALOG. Bab 2 BIAS DC FET Pertemuan 5 Pertemuan 7. Oleh : ALFITH, S.Pd, M.Pd ELEKTONKA ANALOG Bab 2 BAS D FET Pertemuan 5 Pertemuan 7 Oleh : ALFTH, S.Pd, M.Pd 1 Pemran bas pada rangkaan BJT Masalah pemran bas rkatan dengan: penentuan arus dc pada collector yang harus dapat dhtung,

Lebih terperinci

BAB V TEOREMA RANGKAIAN

BAB V TEOREMA RANGKAIAN 9 angkaan strk TEOEM NGKIN Pada bab n akan dbahas penyelesaan persoalan yang muncul pada angkaan strk dengan menggunakan suatu teorema tertentu. Dengan pengertan bahwa suatu persoalan angkaan strk bukan

Lebih terperinci

berasal dari pembawa muatan hasil generasi termal, sehingga secara kuat

berasal dari pembawa muatan hasil generasi termal, sehingga secara kuat 10 KARAKTRISTIK TRANSISTOR 10.1 Dasar Pengoperasan JT Pada bab sebelumnya telah dbahas dasar pengoperasan JT, utamannya untuk kasus saat sambungan kolektor-bass berpanjar mundur dan sambungan emtor-bass

Lebih terperinci

Q POWER ELECTRONIC LABORATORY EVERYTHING UNDER SWITCHED

Q POWER ELECTRONIC LABORATORY EVERYTHING UNDER SWITCHED Q POWE ELECTONIC LABOATOY EEYTHING UNDE SWITCHED PAKTIKUM ELEKTONIKA ANALOG 01 P-04 Dasar Opamp Smt. Genap 2015/2016 A. Tujuan Menngkatkan pemahaman dan keteramplan mahasswa tentang: 1. Unjuk kerja dan

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4. PENGUJIAN PENGUKURAN KECEPATAN PUTAR BERBASIS REAL TIME LINUX Dalam membuktkan kelayakan dan kehandalan pengukuran kecepatan putar berbass RTLnux n, dlakukan pengujan dalam

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

Pertemuan Ke-6 DC Biasing Pada BJT. ALFITH, S.Pd,M.Pd

Pertemuan Ke-6 DC Biasing Pada BJT. ALFITH, S.Pd,M.Pd Pertemuan Ke-6 D asng Pada J ALFH, S.Pd,M.Pd Pemran bas pada rangkaan J Masalah pemran bas rkatan dengan: penentuan arus dc pada collector yang harus dapat dhtung, dpredks dan tdak senstf terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAYA. Dua rangkaian yg dpt digunakan utk mengukur daya

PENGUKURAN DAYA. Dua rangkaian yg dpt digunakan utk mengukur daya Pengukuran Besaran strk (TC08) Pertemuan 4 PENGUKUN DY Pengukuran Daya dalam angkaan DC Daya lstrk P yg ddsaskan d beban jka dcatu daya DC sebesar E adl hasl erkalan antara tegangan d beban dan arus yg

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi.

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi. BAB V TEOEMA-TEOEMA AGKAIA 5. Teorema Superposs Teorema superposs bagus dgunakan untuk menyelesakan permasalahan-permasalahan rangkaan yang mempunya lebh dar satu sumber tegangan atau sumber arus. Konsepnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham. Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu

Sudaryatno Sudirham. Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu Sudaryatno Sudrham Analss Rangkaan Lstrk D Kawasan Waktu BAB 5 Model Prant Aktf, Doda, OP AMP Dengan mempelajar model prant aktf, kta akan mampu memformulaskan karakterstk arus-tegangan elemen aktf: sumber

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES Hubungan n akan dawal dar gaya yang beraks pada massa fluda. Gaya-gaya n dapat dbag ke dalam gaya bod, gaya permukaan, dan gaya nersa. a. Gaya Bod Gaya bod

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya arus reaktif. Harmonisa telah terbukti memiliki dampak kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya arus reaktif. Harmonisa telah terbukti memiliki dampak kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualtas daya lstrk sangat dpengaruh oleh penggunaan jens-jens beban tertentu sepert beban non lner dan beban nduktf. Akbat yang dtmbulkannya adalah turunnya

Lebih terperinci

Perancangan Simulasi Integrasi Pengirim-Penerima DVB-T

Perancangan Simulasi Integrasi Pengirim-Penerima DVB-T Bab 3 Perancangan Smulas Integras Pengrm-Penerma DVB-T 3.1 Pendahuluan Program smulas pada tess n bertujuan untuk mensmulaskan perbandngan knerja algortma snkronsas waktu dan frekuens dalam berbaga tpe

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

Pengukuran Laju Temperatur Pemanas Listrik Berbasis Lm-35 Dan Sistem Akuisisi Data Adc-0804

Pengukuran Laju Temperatur Pemanas Listrik Berbasis Lm-35 Dan Sistem Akuisisi Data Adc-0804 Pengukuran Laju Temperatur Pemanas Lstrk Berbass Lm-35 Dan Sstem Akuss Data Adc-0804 Ummu Kalsum Unverstas Sulawes Barat e-mal: Ummu.kalsum@unsulbar.ac.d Abstrak Peneltan n merupakan pengukuran laju temperatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

III PEMODELAN MATEMATIS SISTEM FISIK

III PEMODELAN MATEMATIS SISTEM FISIK 34 III PEMODELN MTEMTIS SISTEM FISIK Deskrps : Bab n memberkan gambaran tentang pemodelan matemats, fungs alh, dagram blok, grafk alran snyal yang berguna dalam pemodelan sstem kendal. Objektf : Memaham

Lebih terperinci

Perbaikan Unjuk Kerja Sistem Orde Satu PERBAIKAN UNJUK KERJA SISTEM ORDE SATU DENGAN ALAT KENDALI INTEGRAL MENGGUNAKAN JARINGAN SIMULATOR MATLAB

Perbaikan Unjuk Kerja Sistem Orde Satu PERBAIKAN UNJUK KERJA SISTEM ORDE SATU DENGAN ALAT KENDALI INTEGRAL MENGGUNAKAN JARINGAN SIMULATOR MATLAB Perbakan Unjuk Kerja Sstem Orde Satu PERBAIKAN UNJUK KERJA SISTEM ORDE SATU DENGAN ALAT KENDALI INTEGRAL MENGGUNAKAN JARINGAN SIMULATOR MATLAB Endryansyah Penddkan Teknk Elektro, Jurusan Teknk Elektro,

Lebih terperinci

BAB III PERBANDINGAN ANALISIS REGRESI MODEL LOG - LOG DAN MODEL LOG - LIN. Pada prinsipnya model ini merupakan hasil transformasi dari suatu model

BAB III PERBANDINGAN ANALISIS REGRESI MODEL LOG - LOG DAN MODEL LOG - LIN. Pada prinsipnya model ini merupakan hasil transformasi dari suatu model BAB III PERBANDINGAN ANALISIS REGRESI MODEL LOG - LOG DAN MODEL LOG - LIN A. Regres Model Log-Log Pada prnspnya model n merupakan hasl transformas dar suatu model tdak lner dengan membuat model dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA

BAB 2 ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA BAB ANALISIS ARUS FASA PADA KONEKSI BEBAN BINTANG DAN POLIGON UNTUK SISTEM MULTIFASA.1 Pendahuluan Pada sstem tga fasa, rak arus keluaran nverter pada beban dengan koneks delta dan wye memlk hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I Rangkaian Transient. Ir. A.Rachman Hasibuan dan Naemah Mubarakah, ST

BAB I Rangkaian Transient. Ir. A.Rachman Hasibuan dan Naemah Mubarakah, ST BAB I angkaan Transent Oleh : Ir. A.achman Hasbuan dan Naemah Mubarakah, ST . Pendahuluan Pada pembahasan rangkaan lstrk, arus maupun tegangan yang dbahas adalah untuk konds steady state/mantap. Akan tetap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Kerangka Pemkran dan Hpotess Dalam proses peneltan n, akan duj beberapa varabel software yang telah dsebutkan pada bab sebelumnya. Sesua dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah jarngan terdr dar sekelompok node yang dhubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jens arus tertentu berkatan dengan setap busur. Notas standart untuk menggambarkan sebuah jarngan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

BAB II OPTIMALISASI PADA SISTEM KELISTRIKAN

BAB II OPTIMALISASI PADA SISTEM KELISTRIKAN BAB II OPTIMALISASI PADA SISTEM KELISTRIKAN. Penjadualan Optmal Pembangkt dan Penyaluran Daya Lstrk Setap Pembangkt tdak dtempatkan dengan jarak yang sama dar pusat beban, tergantung lokas pembangkt yang

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN SISTEM ADAPTIF OTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING UNTUK APLIKASI MULTIUSER

STUDI PENERAPAN SISTEM ADAPTIF OTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING UNTUK APLIKASI MULTIUSER STUDI PENERAPAN SISTEM ADAPTIF OTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING UNTUK APLIKASI MULTIUSER Bobby Juan Pradana 1, Arfanto Fahm 2, Dharu Arseno 3 1,2,3 Jurusan Teknk Elektro Sekolah Tngg Teknolog

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam 1 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMPN 8 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas VII SMPN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 01/013 yang terdr

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MODEL

BAB IV PEMBAHASAN MODEL BAB IV PEMBAHASAN MODEL Pada bab IV n akan dlakukan pembuatan model dengan melakukan analss perhtungan untuk permasalahan proses pengadaan model persedaan mult tem dengan baya produks cekung dan jont setup

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Matematka sebaga bahasa smbol yang bersfat unversal memegang peranan pentng dalam perkembangan suatu teknolog. Matematka sangat erat hubungannya dengan kehdupan nyata.

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI Reky Stenly Wndah Dosen Jurusan Teknk Spl Fakultas Teknk Unverstas Sam Ratulang Manado ABSTRAK Pada bangunan tngg,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE 6B.1 Pelathan ADALINE Model ADALINE (Adaptve Lnear Neuron) dtemukan oleh Wdrow & Hoff (1960) Arstekturnya mrp dengan perseptron Perbedaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data terdr dar dua data utama, yatu data denyut jantung pada saat kalbras dan denyut jantung pada saat bekerja. Semuanya akan dbahas pada sub bab-sub bab berkut. A. Denyut Jantung

Lebih terperinci

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM

BAB X RUANG HASIL KALI DALAM BAB X RUANG HASIL KALI DALAM 0. Hasl Kal Dalam Defns. Hasl kal dalam adalah fungs yang mengatkan setap pasangan vektor d ruang vektor V (msalkan pasangan u dan v, dnotaskan dengan u, v ) dengan blangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN

PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN Pada koreks topograf ada satu nla yang belum dketahu nlanya yatu denstas batuan permukaan (rapat massa batuan dekat permukaan). Rapat massa batuan dekat permukaan dapat dtentukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel BAB LANDASAN TEORI. Analss Regres Regres merupakan suatu alat ukur yang dgunakan untuk mengukur ada atau tdaknya hubungan antar varabel. Dalam analss regres, suatu persamaan regres atau persamaan penduga

Lebih terperinci

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL

BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL BOKS A SUMBANGAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI BALI TERHADAP EKONOMI NASIONAL Analss sumbangan sektor-sektor ekonom d Bal terhadap pembangunan ekonom nasonal bertujuan untuk mengetahu bagamana pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB 2 PRINSIP DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB 2 PRINSIP DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK BAB 2 PRINSIP DASAR SISTEM TENAGA LISTRIK Dalam bab 2 akan dlakukan nvestgas tentang bagamana alran energ dar rangkaan ac. Dengan menggunakan berbaga denttas trgonometr, daya sesaat p(t) dpsahkan menjad

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. data, dan teknik analisis data. Kerangka pemikiran hipotesis membahas hipotesis

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. data, dan teknik analisis data. Kerangka pemikiran hipotesis membahas hipotesis BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab n akan durakan kerangka pemkran hpotess, teknk pengumpulan data, dan teknk analss data. Kerangka pemkran hpotess membahas hpotess pengujan pada peneltan, teknk pengumpulan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Masalah Transportas Jong Jek Sang (20) menelaskan bahwa masalah transportas merupakan masalah yang serng dhadap dalam pendstrbusan barang Msalkan ada m buah gudang (sumber) yang

Lebih terperinci

II. TEORI DASAR. Definisi 1. Transformasi Laplace didefinisikan sebagai

II. TEORI DASAR. Definisi 1. Transformasi Laplace didefinisikan sebagai II. TEORI DASAR.1 Transormas Laplace Ogata (1984) mengemukakan bahwa transormas Laplace adalah suatu metode operasonal ang dapat dgunakan untuk menelesakan persamaan derensal lnear. Dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusa dlahrkan ke duna dengan ms menjalankan kehdupannya sesua dengan kodrat Illah yakn tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, berart setap nsan harus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

BAB VIII. Analisa AC Pada Transistor

BAB VIII. Analisa AC Pada Transistor Bab, Analsa A pada Transstot Hal 166 BAB Analsa A Pada Transstor Analsa A atau serngkal dsebut analsa snyal kecl pada penguat adala analsa penguat snyal A, dengan memblok snyal D yatu dengan memberkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI.1 Analsa Regres Analsa regres dnterpretaskan sebaga suatu analsa yang berkatan dengan stud ketergantungan (hubungan kausal) dar suatu varabel tak bebas (dependent varable) atu dsebut

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Perancangan Sstem Sstem yang akan dkembangkan adalah berupa sstem yang dapat membantu keputusan pemodal untuk menentukan portofolo saham yang dperdagangkan d Bursa

Lebih terperinci

Analisis Rangkaian Listrik

Analisis Rangkaian Listrik Open ourse nalss angkaan Lstrk D Kawasan Waktu () Oleh: Sudaryatno Sudrham akupan ahasan Hukum-Hukum Dasar Kadah-Kadah angkaan Teorema angkaan Metoda nalss Dasar Metoda nalss Umum angkaan Pemroses Energ

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321) Usaha dan Energi

Fisika Dasar I (FI-321) Usaha dan Energi Fska Dasar I (FI-31) Topk har n (mnggu 5) Usaha dan Energ Usaha Menyatakan hubungan antara gaya dan energ Energ menyatakan kemampuan melakukan usaha Usaha,,, yang dlakukan oleh gaya konstan pada sebuah

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fska Dasar I (FI-31) Topk har n (mnggu 5) Usaha dan Energ Usaha dan Energ Energ Knetk Teorema Usaha Energ Knetk Energ Potensal Gravtas Usaha dan Energ Potensal Gravtas Gaya Konservatf dan Non-Konservatf

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

PERCOBAAN 8 RANGKAIAN INVERTING DAN NON INVERTING OP-AMP

PERCOBAAN 8 RANGKAIAN INVERTING DAN NON INVERTING OP-AMP PCOBAAN 8 ANGKAIAN INVTING DAN NON INVTING OP-AMP 8. Tujuan : ) Mendemonstraskan prnsp kerja dar rangkaan penguat nvertng dan non nvertng dengan menggunakan op-amp 74. 2) Investgas penguatan tegangan closed

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan tugas akhr n, penulsan mendapat referens dar pustaka serta lteratur lan yang berhubungan dengan pokok masalah yang penuls ajukan. Langkah-langkah yang akan

Lebih terperinci

48 Sistem Komunikasi 1 (EE3314) BAB VII PENGUAT

48 Sistem Komunikasi 1 (EE3314) BAB VII PENGUAT 8 stem omunkas () BAB VII PNUAT Penguat orde- lnear merupakan system lnear yang serng kal dpaka dalam system komunkas ecara konsep, penguat lnear dapat berupa apa saja (penguat, flter, saluran, peredam,

Lebih terperinci

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-500 Mekanka Statstk SEMESTER/ Sem. - 06/07 PR#4 : Dstrbus bose Ensten dan nteraks kuat Kumpulkan d Selasa 9 Aprl

Lebih terperinci

Analisis Kecepatan Dan Percepatan Mekanisme Empat Batang (Four Bar Lingkage) Fungsi Sudut Crank

Analisis Kecepatan Dan Percepatan Mekanisme Empat Batang (Four Bar Lingkage) Fungsi Sudut Crank ISSN 907-0500 Analss Kecepatan Dan Percepatan Mekansme Empat Batang (Four Bar ngkage Fungs Sudut Crank Nazaruddn Fak. Teknk Unverstas Rau nazaruddn.unr@yahoo.com Abstrak Pada umumnya analss knematka dan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PROBABILITAS DAN MODEL TRAFIK

BAB II PENDEKATAN PROBABILITAS DAN MODEL TRAFIK Dktat Rekayasa Trafk BB II PDKT PROBBILITS D MODL TRFIK 2. Pendahuluan Trafk merupakan perstwa-perstwa kebetulan yang pada dasarnya tdak dketahu kapan datangnya dan berapa lama akan berlangsung. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokas Peneltan Peneltan dlaksanakan d Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada bulan Februar hngga Me 2017. Pemlhan lokas peneltan dlakukan secara purposve

Lebih terperinci

PENGUAT TRANSISTOR. dimana A V adalah penguatan tegangan (voltage gain). Hal yang sama untuk penguat arus berlaku

PENGUAT TRANSISTOR. dimana A V adalah penguatan tegangan (voltage gain). Hal yang sama untuk penguat arus berlaku 13 PNGUA ANSSO 13.1 Mdel Setara Penguat Secara umum penguat (amplfer) dapat dkelmpkkan menjad 3 (tga), yatu penguat tegangan, penguat arus dan penguat transresstans. Pada dasarnya kerja sebuah penguat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Untuk menjawab permasalahan yatu tentang peranan pelathan yang dapat menngkatkan knerja karyawan, dgunakan metode analss eksplanatf kuanttatf. Pengertan

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, , Desember 2002, ISSN :

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, , Desember 2002, ISSN : JURNAL MATEMATIKA AN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, 161-167, esember 00, ISSN : 1410-8518 PENGARUH SUATU ATA OBSERVASI ALAM MENGESTIMASI PARAMETER MOEL REGRESI Hern Utam, Rur I, dan Abdurakhman Jurusan Matematka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut teor molekuler benda, satu unt volume makroskopk gas (msalkan cm ) merupakan suatu sstem yang terdr atas sejumlah besar molekul (kra-kra sebanyak 0 0 buah molekul) yang

Lebih terperinci

MATERI KULIAH STATISTIKA I UKURAN. (Nuryanto, ST., MT)

MATERI KULIAH STATISTIKA I UKURAN. (Nuryanto, ST., MT) MATERI KULIAH STATISTIKA I UKURAN (Nuryanto, ST., MT) Ukuran Statstk Ukuran Statstk : 1. Ukuran Pemusatan Bagamana, d mana data berpusat? Rata-Rata Htung = Arthmetc Mean Medan Modus Kuartl, Desl, Persentl.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Peneltan yang dlakukan oleh penelt berlokas d Kelas Ak 6, SMK Neger I Gorontalo. Penetapan lokas tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI LATAR BELAKANG Teori Dasar Tujuan LANGKAH KERJA Rangkaian Buffer...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI LATAR BELAKANG Teori Dasar Tujuan LANGKAH KERJA Rangkaian Buffer... DFT ISI DFT ISI....LT BELKNG... 2. Teor Dasar... 2.2 Tujuan... 3 2. LNGKH KEJ... 4.. angkaan Buer... 4.2. angkaan Invertng... 4.3. angkaan Non- Invertng... 5.4. angkaan Summng... 5.5. angkaan Derensator...

Lebih terperinci

BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I. Kesulitan ekonomi yang tengah terjadi akhir-akhir ini, memaksa

BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I. Kesulitan ekonomi yang tengah terjadi akhir-akhir ini, memaksa BAB IV CONTOH PENGGUNAAN MODEL REGRESI GENERALIZED POISSON I 4. LATAR BELAKANG Kesultan ekonom yang tengah terjad akhr-akhr n, memaksa masyarakat memutar otak untuk mencar uang guna memenuh kebutuhan hdup

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy

ANALISIS REGRESI. Catatan Freddy ANALISIS REGRESI Regres Lner Sederhana : Contoh Perhtungan Regres Lner Sederhana Menghtung harga a dan b Menyusun Persamaan Regres Korelas Pearson (Product Moment) Koefsen Determnas (KD) Regres Ganda :

Lebih terperinci

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a

UKURAN S A S MPE P L P of o. D r D. r H. H Al A ma m s a d s i d Sy S a y h a z h a, SE S. E, M P E ai a l i : l as a y s a y h a UKURAN SAMPEL Prof. Dr. H. Almasd Syahza, SE., MP Emal: asyahza@yahoo.co.d Webste: http://almasd. almasd.staff. staff.unr.ac.d Penelt Senor Unverstas Rau Penentuan Sampel Peneltan lmah hampr selalu hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA MARULAM MT SIMARMATA, MS STATISTIK TERAPAN FAK HUKUM USI @4 ARTI UKURAN LOKASI DAN VARIASI Suatu Kelompok DATA berupa kumpulan nla VARIABEL [ vaabel ] Ms banyaknya

Lebih terperinci

BAB III RANGKAIAN APLIKASI DIODA

BAB III RANGKAIAN APLIKASI DIODA 1 BAB ANGKAAN APKAS OA Analss rangkaan dda ada pendekatan : 1. Analss gars beban. Pendekatan mdel / rangkaan ekvalen dda 3.1 Analss Gars Beban E Gambar 3.1 angkaan dda Hukum Krchff : E E + E + saat saat

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 0 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB V STATISTIKA Dra.Hj.Rosdah Salam, M.Pd. Dra. Nurfazah, M.Hum. Drs. Latr S, S.Pd., M.Pd. Prof.Dr.H. Pattabundu, M.Ed. Wdya

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI FILTER AKTIF SHUNT UNTUK PERBAIKAN HARMONISA SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK

PEMODELAN DAN SIMULASI FILTER AKTIF SHUNT UNTUK PERBAIKAN HARMONISA SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK Meda Elektrka, Vol. 6 No., Jun 0 ISSN 979-745 PEMODELAN DAN SIMULASI FILTER AKTIF SHUNT UNTUK PERBAIKAN HARMONISA SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK Luqman Assaffat ), Sr Arttn D. P. ), M. Haddn

Lebih terperinci

Pendeteksian Data Pencilan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Diagnostik

Pendeteksian Data Pencilan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Diagnostik Pendeteksan Data Penclan dan Pengamatan Berpengaruh pada Beberapa Kasus Data Menggunakan Metode Dagnostk Sally Indra 1, Dod Vonanda, Rry Srnngsh 3 1 Student of Mathematcs Department State Unversty of Padang,

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci