HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN"

Transkripsi

1 SKRIPSI HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN Didik Pramono 01/147265/PA/08580 Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2006

2 SKRIPSI HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN Didik Pramono 01/147265/PA/08580 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2006

3 SKRIPSI HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN Didik Pramono 01/147265/PA/08580 Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 12 Januari 2006 Tim Penguji Dr.Mirza Satriawan Pembimbing I Dr. Kuwat Triyana Penguji I Pembimbing II Juliasih M.Si Penguji II Penguji III

4 Karya sederhana ini kupersembahkan untuk seseorang yang memiliki senyum manis di wajahnya iii

5 Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran : ) Jika jiwa-jiwa itu besar maka tubuh kan lelah memenuhi keinginannya. Ada saat-saat dimana hati itu menari-nari riang gembira dan jika para Raja mengetahui perasaan ini maka niscaya mereka akan merebutnya dengan pedang-pedangnya. Orang yang sedang belajar seperti seorang yang sedang mendaki sebuah gunung yang tinggi. Semakin keatas semakin luas pandangannya dan semakin indah pemandangannya, semakin jelas hubungan antara titik awal pendakian dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Jika wanita yang kita cintai tidak membalas perasaan kita, tak usah khawatir. Karena masih ada bidadari-bidadari surga yang siap melayani kita dengan penuh rasa cintanya, dan hal ini tentu jauh lebih baik daripada sekedar menangisi sesuatu yang tlah pergi. Bersabar dalam penantian demi mendapat sesuatu yang tepat lebih ringan dibandingkan bersabar dari akibat buruk karena tergesa-gesa. iv

6 PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-nya dan limpahan rahmat- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Satu tahapan kehidupan telah terlewati, menyusul tahapan berikutnya yang tentunya akan lebih berat dan lebih menantang dan kuliah di Fisika telah banyak memberikan bekal untuk terus melaju di tahapan itu. Tidak ada kata mundur, itulah yang seharusnya dilakukan agar menuai sebuah keberhasilan. Sungguh, inilah suatu hal yang sangat menggembirakan. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam penulisan tugas akhir ini. Kami sengaja tidak menyebutkan nama mereka satu persatu, karena yang demikian itu tidaklah dapat membalas jasa atas kebaikan yang telah mereka lakukan untuk kami. Dan kami juga khawatir bila nanti ada pihak yang tidak turut tercantumkan. Namun khusus kepada dosen kami Bapak Dr. Mirza Satriawan yang telah membimbing kami dengan kebaikan hati dan kesabarannya, kami mengucapkan Jazakumullahu Katsiran dan terimakasih yang sebesar-besarnya. Dan juga khusus kepada teman kami Mas Pribadi dan Lalu Adi Sopian yang telah banyak membantu kami. Demikian yang dapat kami sampaikan dalam kata pengantar ini, kami berharap semoga apa yang telah kami lakukan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu Fisika dan bagi siapa saja yang membaca tulisan ini. Tak lupa penulis minta maaf yang sebesar-besarnya kepada teman-teman di prodi Fisika jika kami memilki kesalahan dalam tingkah laku selama bergaul dengan temanteman. Yogyakarta, 4 Januari 2006 Didik Pramono v

7 DAFTAR ISI Halaman Judul i Halaman Pengesahan ii Halaman Persembahan iii Halaman Motto iv PRAKATA v INTISARI viii I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Masalah Tinjauan Pustaka Tujuan Penelitian Ruang lingkup Kajian Sistematika Penulisan Metode Penelitian II TEORI KUANTISASI MEDAN 6 1. Kuantisasi Medan Boson Kuantisasi Medan Fermion III SIFAT SIMETRI KEADAAN Permutasi Tabel Young Sifat Simetri Keadaan Kuantum Multipartikel vi

8 vii IV ALJABAR TRILINEAR UMUM (ATU) Persyaratan Umum Analisa Aljabar Trilinear Umum ( ATU ) a. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Simetrik Total b. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Anti Simetrik Total c. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Paraboson Orde Dua d. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Simetri Parafermion Orde Dua Pembahasan V KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Saran A Program Maple Untuk Mencari Nilai Norm dari Suatu Vektor Keadaan 44

9 INTISARI HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN Oleh : Didik Pramono 01/147265/PA/08580 Telah dilakukan penyelidikan untuk mencari hubungan antara Aljabar Trilinier Umum (ATU) operator kreasi dan anihilasi dan tipe-tipe simetri keadaan kuantum sistem n partikel identik tak terbedakan. Tipe-tipe simetri keadaan kuantum terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi (WUTT) dari grup permutasi S n. Nilai norma dari seluruh vektor keadaan yang terkait dengan tipe simetri tertentu dicari dengan ATU. Nilai norma untuk vektor keadaan yang tidak termasuk dalam tipe simetri yang dicari hubungannya dengan ATU dibuat lenyap. Dari persyaratan untuk membuat nilai norma lenyap diperoleh persamaan atau nilai koefisien ATU yang mendeskripsikan hubungan tersebut dengan tipe simetri yang dicari. Analisa pada keadaan tipe simetrik total dan anti simetrik total dicari dengan membuang keadaankeadaan tipe simetri selain tipe-tipe tersebut dan hanya diperoleh persamaan. Untuk tipe simetri paraboson dan parafermion orde 2 (dua) diperoleh aljabar Govorkov. viii

10 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Partikel-partikel yang telah terdeteksi kehadirannya di alam diketahui mematuhi dua jenis statistika kuantum, yaitu statistika Bose-Einstein (BE) dan statistika Fermi-Dirac (FD). Partikel yang mematuhi statistika BE disebut partikel boson dan partikel yang mematuhi statistika FD disebut partikel fermion. Selain dari statistika BE dan FD masih ada teori-teori statistika kuantum lain sebagai usaha untuk membuat generalisasi dari keduanya. Asas-asas yang ada dalam fisika kuantum tidak mensyaratkan hanya ada dua jenis statistika kuantum saja. Diperoleh fakta dalam eksperimen bahwa ada kondisi-kondisi tertentu dimana dapat muncul statistika kuantum bentuk lain, seperti fenomena elektron pada sistem 2 dimensi yang ternyata dapat dianalisa dengan statistika anyon. Statistika kuantum berhubungan dengan tipe simetri keadaan kuantum partikel-partikelnya. Tipe simetri keadaan kuantum partikel-partikel boson bersifat simetrik total, sedang tipe simetri partikel-partikel fermion bersifat anti simetrik total. Selain dari tipe simetrik total dan anti simetrik total masih banyak kemungkinan tipe-tipe simetri lain yang terkait dengan sebuah wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi S n. Pembahasan sistem multipartikel secara efektif dikaji dalam teori medan kuantum. Dalam rumusan teori medan kuantum, statistika kuantum BE dan FD terkait dengan bentuk aljabar operator kreasi a dan anihilasi a yang berbentuk : [a i, a j ] a i a j a j a i = δ ij (I.1) [a i, a j ] + a i a j + a j a i = δ ij (I.2) 1

11 2 dimana relasi komutasi ( ) untuk statistika BE dan relasi anti komutasi (+) untuk statistika FD. Bentuk relasi komutasi tidak lain adalah generalisasi metode kuantisasi Heisenberg pada sistem klasik osilator harmonik yang diperluas untuk teori medan kuantum. Sedang relasi anti komutasi tidak memiliki padanan pada sistem klasik. Bentuk relasi anti komutasi dipostulatkan oleh Jordan dan Wigner untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang muncul ketika mengkuantisasi medan Dirac seperti munculnya energi negatif dan probabilitas negatif (Ryder, 1996). Untuk membangun statistika kuantum selain BE dan FD dapat dilakukan dengan merumuskan kembali bentuk aljabar operator kreasi dan anihilasi (OKA). Usaha tersebut telah dilakukan misalnya oleh Green (1953), Govorkov (1990), dan Greenberg (1990). Green dan Govorkov mempostulatkan bentuk aljabar trilinier OKA (terdiri dari 3 operator : 2 operator kreasi dan 1 operator anihilasi), sedangkan Greenberg mempostulatkan bentuk aljabar bilinier (terdiri dari 2 operator : 1 operator kreasi dan 1 operator anihilasi) yang disebut aljabar Quon. Aljabar Quon adalah bentuk generalisasi dari aljabar bilinier boson dan fermion dengan memberikan parameter q. Mengikuti ide dari Greenberg, bentuk aljabar trilinier Green dan Govorkov juga dapat diperluas seperti yang dilakukan oleh Satriawan (2005). Dalam skripsi ini akan diteliti bentuk aljabar trilinier OKA yang dikembangkan oleh Satriawan yang disebut Aljabar Trilinier Umum dan menghubungkannya dengan tipe-tipe simetri keadaan kuantum yang terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi S n. 2. Tinjauan Pustaka Statistika kuantum BE yang dipatuhi oleh partikel-partikel boson menggunakan aljabar OKA berbentuk relasi komutasi pada persamaan (I.1). Statistika kuantum FD yang dipatuhi oleh partikel-partikel fermion menggunakan relasi anti komutasi persamaan (I.2). Bentuk-bentuk lain dari aljabar OKA muncul dengan cara

12 3 dipostulatkan. Alasannya adalah bahwa aljabar OKA FD sendiri juga dipostulatkan. Green (1953) pertama kali memperkenalkan aljabar OKA yang dikenal dengan aljabar parastatistik. Green mengganti kombinasi bilinier aljabar OKA BE dan FD dengan kombinasi trilinear dengan bentuk : [[a i, a j ] ±, a k ] = 2 p δ ika j (I.3) dimana a j dan a j secara berurutan adalah operator kreasi dan anihilasi partikel tunggal pada keadaan j dan bilangan p adalah bilangan bulat selain nol. Govorkov (1990), dengan deformasi pada aljabar parastatistik Green, mempostulatkan aljabar trilinier OKA berbentuk : [a i a j, a k ] = 1 p δ ika j (I.4) dengan bilangan p juga bilangan bulat selain nol. Greenberg (1990) mempostulatkan aljabar bilinier OKA yang dikenal dengan aljabar Quon yang berbentuk : a i a j qa j a i = δ ij (I.5) dengan bilangan q adalah parameter interpolasi yang kontinyu bernilai ( 1 q 1), dimana nilai q = 1 tidak lain adalah aljabar BE sedang q = 1 tidak lain adalah aljabar FD. Selanjutnya Satriawan (2005) mengembangkan bentuk aljabar bilinier OKA yang berbentuk : a i a j + Ba j a i + Cδ ij = 0 (I.6)

13 4 dan aljabar trilinier OKA berbentuk : a i a j a k + Ba j a ia k + Ca j a k a i + Da k a j a i + Ea k a ia j + F δ ika j + Gδ ija k = 0 (I.7) Dari persamaan diatas, telah ditunjukkan bahwa dari aljabar bilinier OKA dapat diperoleh aljabar Quon, sedangkan dari aljabar trilinier OKA diperoleh aljabar OKA Green dan Govorkov (aljabar Green merupakan kasus khususnya dan aljabar Govorkov diperoleh dengan kaidah pemisahan gugus). Jadi aljabar bilinier persamaan (I.6) adalah bentuk umum dari aljabar Quon, sedang aljabar trilinier OKA persamaan (I.7) adalah bentuk umum dari aljabar Green dan Govorkov. Aljabar tilinier OKA persamaan (I.7) kemudian dikenal dengan Aljabar Trilinier Umum yang disingkat ATU. 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari skripsi ini adalah melakukan penelitian untuk mencari hubungan ATU dengan tipe-tipe simetri vektor-vektor keadaan kuantum multipartikel identik tak terbedakan yang terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi S n, khususnya hubungan nilai-nilai koefisien ATU yang sesuai untuk masing-masing tipe simetri. 4. Ruang lingkup Kajian Kajian dibatasi pada keadaan-keadaan kuantum multi partikel (multiparticle quantum states) yang tidak lebih dari 4 partikel dan tipe simetri yang diselidiki hanya 4 tipe simetri yaitu tipe simetrik total, tipe anti simetrik total, tipe paraboson orde 2, dan tipe parafermion orde 2.

14 5 5. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 bab dengan uraian : Bab I berisi latar belakang masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, sistematika penulisan dan metode yang digunakan dalam penelitian. Bab II berisi uraian singkat tentang kuantisasi medan. Bab III berisi tentang sifat simetri keadaan kuantum multipartikel. Bab IV berisi tentang analisa ATU disertai dengan pembahasannya. Dan bab terakhir berisi tentang kesimpulan dan saran bagi penelitian selanjutnya. 6. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan kajian matematik disertai dengan bantuan program komputer dalam bahasa Maple versi 9.5.

15 BAB II TEORI KUANTISASI MEDAN Teori medan kuantum adalah aplikasi mekanika kuantum pada medan yang meyediakan kerangka kerja bagi fisika partikel. Teori ini digunakan untuk merumuskan kembali teori kuantum yang konsisten untuk sistem kuantum multipartikel, khususnya dalam menjelaskan interaksi-interaksi yang menyebabkan penciptaan dan pemusnahan partikel. Operator yang berperan penting dalam teori medan kuantum adalah operator kreasi dan anihilasi (OKA). Dari bentuk aljabar OKA dapat diketahui sifat medannya dan juga sekaligus sifat simetri keadaan kuantum sistem multipartikel yang dihasilkannya. 1. Kuantisasi Medan Boson Medan skalar real relativistik memenuhi persamaan Klein-Gordon ( = c = 1, 2 t 2 2 ) ( + m 2 )ϕ = 0 (II.1) yang dapat diturunkan dari prinsip variasi yang dikenakan pada suatu aksi S = L(ϕ, u ϕ)d 4 (II.2) dimana u ϕ/ x u dan dengan bentuk Lagrangiannya L = 1 2 ( uϕ)( u ϕ) m2 2 ϕ2 = 1 2 [( 0ϕ) 2 ( ϕ) 2 m 2 ϕ 2 ] (II.3) 6

16 7 Dari sistem klasik menuju ke sistem kuantum, medan dijadikan operator Hermitian yang ekspansi Fouriernya dituliskan : ϕ(x) = d 3 k (2π) 3 2ω k [ a(k)e ikx + a (k)e ikx] (II.4) dengan ω = (k 2 + m 2 ) 1/2, k adalah vektor gelombang sedang m adalah parameter yang berdimensi kebalikan dari panjang. Koefisien a(k) dan a (k) juga merupakan operator. Kuantitas ϕ(x) sekarang dianalogikan seperti vektor posisi x dalam mekanika partikel, oleh karena itu momentum konjugat Π(x) dari ϕ(x) dapat diperoleh dari Π (x) = δl δ ϕ (x) = ϕ (x) (II.5) Variabel ϕ (x) dan Π (x) memenuhi relasi komutasi Heisenberg, yaitu [ϕ (x), ϕ (x )] = [Π (x), Π (x )] = 0 [ϕ (x), Π (x )] = iδ 3 (x x ) (II.6) Dengan menggunakan normalisasi kubus, solusi persamaan Klein-Gordon diberikan oleh 1 f k (x) = [(2π) 3 e ikx (II.7) 1/2 2ω k ] fk 1 (x) = [(2π) 3 eikx (II.8) 1/2 2ω k ] yang berhubungan dengan energi positif dan negatif dan membentuk himpunan keadaan kuantum ortonormal yaitu f k (x)i 0 f k (x)d 3 x = δ 3 (k k ) (II.9)

17 8 dimana 0 didefinisikan oleh A(t) 0 B(t) = A(t) B(t) t A(t) B(t) t (II.10) Ekspansi Fourier medan kemudian dapat dituliskan ϕ(x) = d 3 k [(2π) 3 2ω k ] 1/2 [f k(x)a(k) + f k a (k)] (II.11) bila dibalik dengan menggunakan persamaan (II.9) diperoleh a(k) = d 3 x [ ] (2π) 3 1/2 2ω k f k (x)i 0 ϕ(x) a (k ) = d 3 x [ ] (2π) 3 1/2 2ω k ϕ(x )i 0 f k (x ) (II.12) (II.13) dari persamaan (II.5),(II.6),(II.12)dan (II.13) diperoleh relasi komutasi [ a(k), a (k ) ] = (2π) 3 2ω k δ 3 (k k ) (II.14) [a(k), a(k )] = [ a (k), a (k ) ] = 0 (II.15) Dari persamaan di atas, terlihat bahwa operator a(k) dan a (k) memainkan peranan yang sangat penting untuk memberikan tafsiran partikel dari medan yang terkuantisasi. Pertama, dibentuk sebuah operator (2π) 3 2ω k δ 3 (0)N(k) = a (k)a(k) (II.16) yang dapat ditunjukkan bahwa N(k) dan N(k ) komut yaitu [N(k), N(k )] = 0 (II.17)

18 9 sehingga swakeadaan dari operator ini dapat dijadikan sebagai basis. Misal swanilai dari N(k) adalah n(k): N(k) n(k) = n(k) n(k) (II.18) dari persamaan (II. 14), (II.15), dan (II.16) diperoleh [ N(k), a (k) ] = a (k) [N(k), a(k)] = a(k) yang dapat dipakai untuk mendapatkan N(k)a (k) n(k) = a (k)n(k) n(k) + a (k) n(k) = [n(k) + 1] a (k) n(k) (II.19) dan N(k)a(k) n(k) = a(k)n(k) n(k) a(k) n(k) = [n(k) 1] a (k) n(k) (II.20) Persamaan diatas menunjukkan jika keadaan n(k) memiliki swanilai n(k), keadaan a (k) n(k) dan a(k) n(k) adalah swakeadaan dari N(k) berkenaan dengan swanilai n(k) + 1 dan n(k) 1. Operator N(k) disebut operator bilangan partikel yang digunakan untuk menghitung jumlah partikel. Persamaan (II.20) bila terus bekerja pada suatu keadaan akan menyebabkan swanilai n(k) berkurang 1 dan untuk menghindarinya bernilai negatif maka harus

19 10 ada keadaan dasar yang memenuhi a(k) 0 = 0 (II.21) oleh karena itu N(k) 0 = a (k)a(k) 0 = 0 (II.22) keadaan dasar adalah keadaan vakum dimana tidak terdapat partikel dengan momentum k. Aplikasi dari a (k) menaikkan nilai N(k) sebanyak 1 sehingga nilai N(k) adalah bilangan bulat. Operator a(k) dan a (k) disebut operator kreasi dan anihilasi partikel sebagai bentuk kuanta dari medan. Kuanta medan diatas ternyata dapat ditunjukkan memenuhi statistika Bose- Einstein. Dari persamaan (II.19), keadaan a (k) n(k) dan keadaan n(k) + 1 adalah sebanding, sehingga dapat dituliskan a (k) n(k) = c + (n(k)) n(k) + 1 atau lebih tepatnya a (k i ) n(k 1 ), n(k 2 ),, n(k i ), = c + (n(k)) n(k 1 ), n(k 2 ),, n(k i ) + 1, (II.23) dimana c + (n(k)) adalah konstanta yang diperoleh dengan persyaratan bahwa seluruh keadaan ternormalisasi : c + (n(k)) 2 n(k) + 1 n(k) + 1 = n(k) a(k)a (k) n(k) = [n(k) + 1] n(k) n(k) (2π) 3 2ω k

20 11 selanjutnya diperoleh nilai c + (n(k)) 2 = [n(k) + 1](2π) 3 2ω k c + (n(k)) = ([n(k) + 1](2π) 3 2ω k ) 1/2 Keadaan sistem multipartikel dapat diperoleh dari n(k 1 ), n(k 2 ),, n(k i ), = i { } 1 (2π) 3 2ω ki [n(k i ) + 1] 1/2 [a (k i )] n(k i) 0 (II.24) Tidak ada batasan nilai n(k), sembarang bilangan partikel dapat menempati keadaan yang memiliki momentum yang sama. Sifat simetri keadaan partikel diperoleh dari persamaan (II.15) yaitu [ a (k), a (k ) ] 0 = 0 (a (k)a (k ) a (k )a (k)) 0 = 0 k, k k, k = 0 (II.25) k, k = k, k Jadi, relasi komutasi yang diperoleh pada persamaan (II.14) dan (II.15) telah menuntun kepada kuantisasi medan yang menghasilkan partikel boson. 2. Kuantisasi Medan Fermion Partikel fermion mematuhi prinsip eksklusi Pauli yang melarang dua atau lebih partikel memiliki keadaan yang sama dalam sebuah sistem kuantum. Dijumpai banyak kesulitan ketika mengkuantisasikan medan fermion dengan prosedur kuantisasi yang sama seperti medan boson, misalnya muncul energi negatif dan probabili-

21 12 tas negatif (Ryder, 1996). Kesulitan-kesulitan tersebut ternyata dapat diatasi dengan mengganti relasi komutasi persamaan (II.13) dan (II.14) menjadi relasi anti komutasi berbentuk [b(k), b (k )] + = (2π) 3 k 0 m δ3 (k k ) [b(k), b(k )] + = [b (k), b (k )] + = 0 (II.26) (II.27) Dapat ditunjukkan dari persamaan (II.26) keadaan multipartikel yang dibangun memiliki sifat anti simetrik [b (k), b (k)] 0 = 0 (b (k)b (k ) + b (k )b (k)) 0 = 0 k, k + k, k = 0 (II.28) k, k = k, k jika k = k maka k, k = k, k k, k + k, k = 0 2 k, k = 0 k, k = 0 ini menunjukkan bahwa untuk sistem 2 partikel atau lebih fermion tidak boleh berada pada keadaan yang memiliki momentum yang sama atau dengan kata lain sistem ini patuh pada prinsip eksklusi Pauli.

22 BAB III SIFAT SIMETRI KEADAAN Sistem multipartikel identik tak terbedakan adalah sistem yang tediri dari partikel-partikel yang memilki sifat-sifat kuantum intrinsik (massa, spin, muatan) yang sama dan keadaan-keadaan kuantum yang saling tumpang tindih. Ruang Hilbert yang mewakili sistem ini bersifat invarian terhadap aksi permutasi partikel. Tiaptiap partikel berasosiasi dengan satu ruang Hilbert partikel tunggal yaitu H (1). Secara umum ruang Hilbert sistem n partikel H (n) merupakan subruang dari produk perkalian tensor n buah H (1) yaitu H (n) n i=1h (1). Secara umum vektor dalam n i=1h (1) dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor monomial i 1, i n = i 1 i n, dimana i α adalah vektor monomial partikel tunggal dengan bilangan kuantum partikel tunggal {i α }. Himpunan { i α } untuk i α yang berbeda diasumsikan membentuk himpunan lengkap dari vektor-vektor keadaan ortonormal dalam H (1), dan himpunan { i 1, i n } dengan nilai yang berbeda untuk i 1, i n membentuk himpunan lengkap dari vektor-vektor keadaan ortonormal dalam n i=1h (1). Ruang Hilbert untuk sistem multipartikel identik yang vektor keadaannya dibentuk oleh aksi operator kreasi dan anihilasi pada vektor keadaan vakum sering juga disebut sebagai ruang Fock F. Dalam rumusan F, vektor keadaan sistem n partikel dituliskan dengan kombinasi linier dari vektor monomial yang didefinisikan sebagai berikut i 1, i 2, i 3,, i n a i n a i 2 a i n 0 (III.1) Vektor monomial kemudian diinterpretasikan sebagai vektor keadaan n partikel de- 13

23 14 ngan bilangan kuantum tunggal i 1,, i n karena keberadaan operator bilangan N i yang mematuhi aturan [N i, a j ] = δ ija j, N i 0 = 0 a i a j 0 = δ ij 0 (III.2) Aksi dari operator permutasi U(p) pada basis ini diberikan oleh U (p) i 1,, i n ip(1),, i p(n) (III.3) dimana aksi ini linier untuk seluruh n i=1h (1). Hamiltonian dari sistem multipartikel bersifat invarian terhadap aksi permutasi partikel, oleh karenanya Hamiltonian tersebut komut dengan operator permutasi yaitu [H, U(p)] = 0 (III.4) yang menunjukkan swafungsi energi dapat menjadi basis bagi ruang wakilan operator permutasi. Diberikan contoh kasus 2 (dua) partikel, U(12) 1, 2 = λ 1, 2 2, 1 = λ 1, 2 (III.5) Permutasi sekali lagi menghasilkan U 2 (12) 1, 2 = λ 2 1, 2 1, 2 = λ 2 1, 2 (III.6) Swanilai dari operator permutasi λ = ±1. Untuk swanilai λ = 1 menyebabkan swa-

24 15 fungsi bersifat simetrik, yaitu 1, 2 = 2, 1, sedang swanilai λ = 1 menyebabkan swanilai bersifat anti simetrik yaitu 1, 2 = 2, 1. Dua jenis tipe simetri terhadap permutasi keadaan ini menggambarkan 2 jenis partikel yang berbeda, sifat simetrik untuk partikel boson yang mematuhi statistika Bose-Einstein dan sifat anti simetrik untuk partikel fermion yang mematuhi statistika Fermi-Dirac. Untuk sistem yang lebih dari 2 partikel dapat muncul tipe-tipe simetri lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sifat simetri berkenaan dengan permutasi keadaan kuantum n buah partikel identik digunakan grup permutasi S n. Wakilan S n dapat direduksi menjadi wakilan-wakilan uniter tak tereduksi (WUTT) yang terkait dengan sub-subruang yang invarian dinotasikan dengan H λ, dengan label λ adalah partisi dari n. Partisi dari n didefinisikan sebagai berikut : Sebuah partisi dari n dituliskan λ λ 1, λ 2,, λ r yang berupa barisan dari bilangan bulat positif λ i, yang disusun secara menurun dengan aturan λ i λ i+1, i = 1,..., r dimana jumlah totalnya r i=1 λ i = n Dua partisi λ, µ dikatakan sama jika λ i = µ i untuk seluruh i. Sebuah partisi λ terkait dengan sebuah Diagram Young yaitu sebuah gambar grafis yang terdiri dari n buah kotak yang tersusun dalam r baris, baris ke i terdiri dari λ i kotak. Vektor-vektor di dalam H λ dikatakan memiliki tipe simetri λ dan dapat berdiri sendiri sebagai ruang Hilbert yang mendeskripsikan suatu sistem fisis tertentu. WUTT dari S n pada akhirnya dapat dicari dari diagram Young bersesuaian dengan partisi λ dengan mengisikan indek bilangan-bilangan. Diagram Young yang berisi indek-indek bilangan disebut Tabel Young. Sebelum membahas tentang Tabel Young, terlebih dulu disajikan tentang permutasi dari n buah objek.

25 16 1. Permutasi Permutasi dari sebuah himpunan yang terdiri dari n buah objek didefinisikan sebagai sebuah pemetaan bijektif pada himpunan itu sendiri. Sembarang permutasi dari n buah objek dituliskan p = n p 1 p 2 p 3 p n dimana bilangan-bilangan pada baris pertama dipindahkan ke tempat yang bersesuaian pada baris kedua. Himpunan dari permutasi n buah objek berjumlah n!. Sembarang permutasi dari n buah objek dituliskan p = n p 1 p 2 p 3 p n inversi dari p p 1 = p 1 p 2 p 3 p n n Elemen identitas e dituliskan e = n n Notasi penulisan lain yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan struk-

26 17 tur siklus. Untuk lebih jelas diberikan contoh suatu permutasi p = objek 1 dipermutasikan ke objek 3 dan objek 3 dipermutasikan ke objek 4 sedang objek 4 ke objek 1, jadi ketiga objek ini membentuk 3-siklus dan dapat ditulis (134). Objek yang lain yaitu 2 dan 5 membentuk 2-siklus dan dapat ditulis (25), Objek 6 tidak berubah oleh karenanya hanya membentuk 1-siklus dan ditulis (6). Jadi permutasi di atas secara keseluruhan ditulis (134)(25)(6). Panjang struktur siklus dapat digunakan untuk menentukan kelas dari seluruh elemen grup permutasi. Sebagai contoh, elemen dari S 3 terdiri dari 3 kelas yaitu; 1-siklus elemen identitas e, 2-siklus teridiri dari elemen (12), (23), dan (13), 3-siklus terdiri dari (123) dan (321). 2. Tabel Young Setiap WUTT dari S n yang terkait dengan sub-subruang invarian H λ dapat dicari dengan metode Tabel Young. Indek bilangan yang muncul dalam satu baris menunjukkan simetrik dan indek kolom menunjukkan anti-simetrik. Contoh : untuk kasus n = 3 ada 3 buah partisi yang berbeda yaitu (3), (2,1) dan (1,1,1). Diagram Youngnya secara berturutan Pengisian indek bilangan 1, 2,..., n pada kotak diagram Young tidak boleh berulang. Ada dua macam Tabel Young yaitu Tabel Young Normal dan Tabel Young

27 18 Standar. Tabel Young Normal diperoleh dengan pengisian bilangan secara berurutan dari kotak kiri ke kotak sebelah kanan kemudian dilanjutkan ke baris berikutnya. Sedang Tabel Young Standar diperoleh dengan pengisian bilangan-bilangan yang tidak secara berurutan asalkan bilangan tersebut semakin membesar dari kotak paling kiri ke kotak sebelah kanan dan dari atas ke bawah. Contoh Tabel Young Normal dan Contoh Tabel Young Standar dan Tabel Young Normal dituliskan Θ λ, sedang Tabel Young Standarnya untuk partisi yang sama dituliskan Θ p λ atau pθ λ, dengan p adalah permutasi dari bilangan pada kotak diagram Young. 3. Sifat Simetri Keadaan Kuantum Multipartikel Didefinisikan permutasi horisontal dan vertikal sebagai berikut : Diberikan Tabel Young Θ p λ, permutasi horisontal hp λ adalah permutasi bilangan yang muncul dalam satu baris pada kotak diagram Young, sedang permutasi vertikal v p λ adalah permutasi bilangan yang muncul dalam satu kolom pada kotak diagram Young. Didefinisikan operator Penyimetri s p λ yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh permutasi

28 19 horisontal yakni s p λ = h h p λ (III.7) Didefinisikan operator Anti Penyimetri yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh permutasi vertikal dengan aturan a p λ = v ( 1) v λ v p λ (III.8) Kemudian didefinisikan juga suatu operator penyimetri tak tereduksi atau disebut Penyimetri Young e p λ yang didefinisikan e p λ = h,v ( 1) v λ h p λ vp λ (III.9) Penyimetri Young di atas bila bekerja pada suatu vektor monomial akan membentuk vektor-vektor keadaan kuantum dalam H λ yang memiliki tipe simetri λ sebagai ruang wakilan WUTT dari S n. Kemudian akan dicari semua vektor keadaan yang bersesuaian dengan partisipartisi sistem n partikel sampai n = 4. Untuk sistem yang terdiri dari 2 (dua) buah partikel, terdapat 2 partisi untuk S 2 yaitu (2) dan (1,1) yang bentuk Tabel Youngnya secara berurutan 1 2 dan 1 2 Nilai Penyimetri untuk partisi (2) adalah s 1 = e+(12) dan Anti penyimetrinya adalah

29 20 a 1 = e. Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2) adalah e 1 = s 1 a 1 = (e + (12))e = e + (12) Bila vektor monomial partikel tunggal dituliskan 1 dan 2 dan vektor monomial untuk sistem 2 (dua) partikel 1 2 = 1, 2, diperoleh aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 2 (dua) partikel yaitu e 1 1, 2 = e + (12) 1, 2 = 1, 2 + 2, 1 (III.10) Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 2 (dua) partikel. Nilai Penyimetri untuk partisi (1,1) adalah s 2 = e dan Anti penyimetrinya adalah a 2 = e (12). Nilai Penyimetri Young untuk partisi (1,1) adalah e 2 = s 2 a 2 = e(e (12)) = e (12) Aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 2 (dua) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e 2 1, 2 = e (12) 1, 2 = 1, 2 2, 1 (III.11) Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan anti simetrik total untuk sistem 2 (dua) partikel. Untuk sistem yang terdiri dari 3 (tiga) partikel, terdapat 3 buah partisi untuk S 3 yaitu (3), (2,1), dan (1,1,1). Bentuk Tabel Young untuk partisi (3) : Θ 1 = 1 2 3

30 21 seluruh p yang ada berupa h λ sehingga nilai Penyimetrinya adalah s 1 = p p = e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321), sedang permutasi vertikal v λ hanya elemen e sehingga nilai Anti penyimetrinya a 1 = e. Nilai Penyimetri Young ( ) e 1 = s 1 a 1 = p e = e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321) p Bila vektor monomial untuk 3 (tiga) partikel dituliskan 1, 2, 3, aksi Penyimetri Youngnya diberikan oleh e 1 1, 2, 3 =(e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321)) 1, 2, 3 = 1, 2, 3 + 2, 1, 3 + 3, 2, 1 + 1, 3, 2 + 3, 1, 2 (III.12) + 2, 3, 1 Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 3 (tiga) partikel. Bentuk Tabel Young Normal partisi (2,1) adalah : Θ 2 = Nilai Penyimetri s 2 = e + (12) sedangkan nilai Anti penyimetrinya a 2 = e (13) sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young : e 2 = s 2 a 2 = (e + (12))(e (13)) = e + (12) (31) (321) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel

31 22 akan menghasilkan vektor keadaan : e 2 1, 2, 3 = (e + (12) (31) (321)) 1, 2, 3 = 1, 2, 3 + 2, 1, 3 3, 2, 1 2, 3, 1 (III.13) Bentuk Tabel Young Standar untuk partisi (2,1) : Θ (23) 2 = Nilai Penyimetri Young s 2 = e + (13) sedangkan nilai Anti penyimetrinya a 2 = e (12), sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young : e (23) 2 = s 2 a 2 = (e + (13)) (e (12)) = e + (13) (12) (123) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel : e (23) 2 1, 2, 3 = (e + (13) (12) (123)) 1, 2, 3 = 1, 2, 3 + 3, 2, 1 2, 1, 3 3, 1, 2 (III.14) Bentuk tabel Young untuk partisi (1,1,1) : 1 Θ 3 = 2 3

32 23 Seluruh permutasi berupa v λ sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young : e 3 = s 3 a 3 =e((e) (12) (13) (23) + (123) + (321)) =e (12) (13) (23) + (123) + (321) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel e 3 1, 2, 3 = (e (12) (13) (23) + (123) + (321)) 1, 2, 3 = 1, 2, 3 2, 1, 3 3, 2, 1 1, 3, 2 + 3, 1, 2 + 2, 3, 1 (III.15) Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan tipe anti simetrik total untuk sistem 3 (tiga) partikel. Grup S 4 memiliki elemen permutasi sebanyak 4! = 24 dan terdiri dari 5 partisi yaitu (4), (3,1), (2,2), (2,1,1), dan (1,1,1,1). Bentuk diagram Youngnya secara berturutan adalah Nilai-nilai Penyimetri Young untuk masing-masing partisi adalah sebagai berikut : Bentuk tabel Young untuk partisi (4) Θ 1 = Nilai Penyimetri Young untuk partisi (4) adalah jumlah dari seluruh permutasi yang

33 24 ada, yaitu e 1 = p p Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel menghasilkan vektor keadaan : e 1 1, 2, 3, 4 = p p 1, 2, 3, 4 (III.16) Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan tipe simetrik total untuk 4 (empat) partikel. Partisi (3,1) dapat dibuat 1 (satu) Tabel Young Normal dan 2 (dua) Tabel Young Standar. Bentuk Tabel Young Normalnya : Θ 2 = Nilai Penyimetri Youngnya adalah e 2 =e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321) (14) (142) (14)(23) (143) (1423) (1432) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e 2 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 + 2, 1, 3, 4 + 3, 2, 1, 4 + 1, 3, 2, 4 + 3, 1, 2, 4 + 2, 3, 1, 4 4, 2, 3, 1 2, 4, 3, 1 (III.17) 4, 3, 2, 1 3, 2, 4, 1 3, 4, 2, 1 2, 3, 4, 1

34 25 Bentuk 2 (dua) Tabel Young standarnya Θ 23 2 = dan Θ (243) 2 = Nilai Penyimetri Young secara berturutan e 23 2 =e + (12) + (14) + (24) + (124) + (421) (13) (132) (13)(24) (134) (1324) (1342) dan e (243) 2 =e + (13) + (14) + (34) + (134) + (431) (12) (123) (124) (12)(34) (1234) (1243) Aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 4 (empat) partikel secara berturutan akan menghasilkan vektor keadaan : e , 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 + 2, 1, 3, 4 + 4, 2, 3, 1 + 1, 4, 3, 2 + 4, 1, 3, 2 + 2, 4, 3, 1 3, 2, 1, 4 2, 3, 1, 4 (III.18) 3, 4, 1, 2 4, 2, 1, 3 4, 3, 1, 2 2, 4, 1, 3 dan e (243) 2 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 + 3, 2, 1, 4 + 4, 2, 3, 1 + 1, 2, 4, 3 + 4, 2, 1, 3 + 3, 2, 4, 1 2, 1, 3, 4 3, 1, 2, 4 (III.19) 4, 1, 3, 2 2, 1, 4, 3 4, 1, 2, 3 3, 1, 4, 2 Partisi (2,2) terdiri dari 1 Tabel Young Normal dan 1 Tabel Young Standar.

35 26 Bentuk Tabel Young Normal partisi untuk (2,2) Θ 3 = Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2,2) e 3 =e + (12) + (34) (13) (24) (124) (132) (143) (234) (1432) (1234) + (1324) + (1423) + (1432) + (12)(34) + (13)(24) + (14)(23) Aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e 3 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 + 2, 1, 3, 4 + 1, 2, 4, 3 3, 2, 1, 4 1, 4, 3, 2 4, 1, 3, 2 2, 3, 1, 4 3, 2, 4, 1 1, 4, 2, 3 2, 3, 4, 1 4, 1, 2, 3 + 4, 3, 1, 2 + 3, 4, 2, 1 + 2, 3, 4, 1 + 2, 1, 4, 3 + 3, 4, 1, 2 + 4, 3, 2, 1 (III.20) Bentuk Tabel Young Standar untuk partisi (2,2) Θ (23) 3 =

36 27 Nilai penyimetri Young untuk partisi (2,2) e (23) 3 =e (12) + (13) (24) (34) (123) (134) (142) (432) + (1234) (1324) (1423) + (1432) + (13)(24) + (14)(32) + (12)(34) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e (23) 3 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 2, 1, 3, 4 + 3, 2, 1, 4 1, 4, 3, 2 1, 2, 4, 3 3, 1, 2, 4 4, 2, 1, 3 2, 4, 3, 1 1, 3, 4, 2 + 4, 1, 2, 3 4, 3, 1, 2 3, 4, 2, 1 (III.21) + 2, 3, 4, 1 + 3, 4, 1, 2 + 4, 3, 2, 1 + 2, 1, 4, 3 Partisi(2,1,1) terdiri dari 1 Tabel Young Normal dan 2 Tabel Young Standar. Bentuk diagram Young Normal untuk partisi (2,1,1) 1 2 Θ 4 = 3 4 Nilai Penyimetri Young partisi (2,1,1) e 4 =e (13) (14) (34) + (134) + (431) + (12) (132) (142) (12)(34) + (1342) (1432) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel

37 28 akan menghasilkan vektor keadaan : e 4 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 3, 2, 1, 4 4, 2, 3, 1 1, 2, 4, 3 + 4, 2, 1, 3 + 3, 2, 4, 1 + 2, 1, 3, 4 2, 3, 1, 4 (III.22) 2, 4, 3, 1 2, 1, 4, 3 + 2, 4, 1, 3 2, 3, 4, 1 Bentuk diagram Young Standar untuk partisi (2,1,1) Θ (23) 4 = Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2,1,1) e (23) 4 =e (12) (14) (24) + (124) + (421) + (13) (123) (143) (13)(24) + (1243) + (1432) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e (23) 4 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 2, 1, 3, 4 4, 2, 3, 1 1, 4, 3, 2 + 4, 1, 3, 2 + 2, 4, 3, 1 + 3, 2, 1, 4 3, 1, 2, 4 (III.23) 3, 2, 4, 1 3, 4, 1, 2 + 4, 1, 2, 3 + 2, 3, 4, 1 Bentuk diagram Young Standar yang lain untuk partisi (2,1,1) Θ (234) 4 =

38 29 Nilai Penyimetri Youngnya e (234) 4 =e (12) (13) (23) + (123) + (321) + (14) (124) (134) (14)(23) + (1234) (1324) Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e (234) 4 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3, 4 2, 1, 3, 4 3, 2, 1, 4 1, 3, 2, 4 + 3, 1, 2, 4 + 2, 3, 1, 4 + 4, 2, 3, 1 4, 1, 3, 2 (III.24) 4, 2, 1, 3 4, 3, 2, 1 + 4, 1, 2, 3 4, 3, 1, 2 Bentuk diagram Young untuk partisi (1,1,1,1) adalah 1 Θ 5 = Nilai penyimetri Youngnya sama dengan jumlah seluruh permutasi vertikal untuk 4 objek, yaitu e 5 = p ( 1) p p = a Oleh karena itu, aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e 5 1, 2, 3, 4 = a 1, 2, 3, 4 (III.25)

39 30 Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 4 (empat) partikel.

40 BAB IV ALJABAR TRILINEAR UMUM (ATU) 1. Persyaratan Umum Untuk membangun aljabar OKA, maka vektor-vektor keadaan kuantum dalam ruang Fock F untuk sistem multipartikel identik tak terbedakan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1. Nilai produk skalar vektor-vektor pada F tidak bergantung pada bilangan kuantum yang sedang diselidiki. 2. Ruang Fock F yang dibentang oleh seluruh vektor monomial dari keadaan n- partikel harus invarian terhadap aksi S n. 3. Tidak ada nilai norma yang negatif untuk seluruh vektor keadaan kuantum. Syarat pertama menghendaki bilangan kuantum untuk seluruh keadaan memiliki kedudukan yang sama. Syarat kedua menyebabkan vektor monomial dapat menjadi ruang wakilan bagi grup S n dan sebaliknya yaitu grup S n dapat membagi ruang Fock menjadi sub-subruang tak tereduksi yang invarian. Syarat ketiga berhubungan dengan sifat keuniteran (probabilitas). 2. Analisa Aljabar Trilinear Umum ( ATU ) ATU tersusun dari permutasi tiga operator yaitu 2 operator kreasi dan 1 operator anihilasi dan kemungkinan kontraksinya. ATU berbentuk: a i a j a k + Ba j a ia k + Ca j a k a i + Da k a j a i + Ea k a ia j + F δ ika j + Gδ ija k = 0 (IV.1) 31

41 32 Aplikasi persamaan (IV.1) pada vektor keadaan vakum (a i a j a k + Ba j a ia k + Ca j a k a i + Da k a j a i + Ea k a ia j + F δ ika j + Gδ ija k ) 0 = 0 (IV.2) diperoleh a i a j a k 0 + (B + F ) δ ika j 0 + (E + G) δ ija k 0 = 0 (IV.3) dikalikan dari kiri dengan 0 a l diperoleh 0 a l a i a j a k 0 + (B + F ) δ ikδ lj + (E + G) δ ij δ lk = 0 (IV.4) Diasumsikan bahwa seluruh vektor monomial memilki nilai norm 1. Dari persamaan (IV.4), nilai norma vektor monomial untuk 2 partikel sama dengan 1 akan mengakibatkan E + G = 1 (IV.5) Dimisalkan analisa ATU pada 2, 1 (12) 1, 2 menghasilkan nilai norma α, maka diperoleh B + F = α (IV.6) Untuk mencari hubungan antara ATU dengan vektor keadaan yang memiliki tipe simetri keadaan kuantum yang dikehendaki dapat dilakukan cara sebagai berikut : 1. Seluruh vektor keadaan yang terkait dengan bentuk partisi tertentu dari n dicari

42 33 nilai normanya dengan ATU (Lamp. A). 2. Nilai norma dibuat 0 untuk vektor-vektor keadaan selain tipe simetri yang dikehendaki ada. 3. Untuk mendapatkan nilai norma 0 dapat diambil suatu persamaan atau suatu nilai koefisien ATU sebagai persyaratan. Persyaratan yang diperoleh digunakan untuk mengevaluasi seluruh nilai norma dari kasus partikel itu dan untuk kasus partikel di atasnya. 4. Persamaan atau nilai koefisien yang diambil merupakan hubungan yang dicari antara ATU dengan vektor keadaan bertipe simetri yang dikehendaki. a. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Simetrik Total Tipe simetrik total dicirikan dengan bentuk partisi (n) (n= jumlah partikel) yang bentuk diagram Youngnya hanya terdiri 1 baris saja. Sampai kasus 4 partikel, terdapat 3 buah partisi simetrik total yaitu (2), (3), dan (4). Hubungan ATU dengan vektor keadaan bertipe simetrik total ini diperoleh dengan membuat 0 nilai norma vektor keadaan selain tipe simetrik total. Analisa ATU untuk kasus 2 partikel pada vektor keadaan partisi (2) yang diberikan oleh persamaan (III.10) dan pada vektor keadaan partisi (1,1) diberikan oleh persamaan (III.11), secara berturutan menghasilkan nilai norma nilai norma partisi (2) = 2E 2G + 2B + 2F = 2 + 2α (IV.7) nilai norma partisi (1,1) = 2B + 2F 2E 2G = 2 2α (IV.8) persamaan (IV.7) dibuat sama dengan 0, diperoleh nilai α = 1 (IV.9)

43 34 Jadi, untuk kasus 2 partikel diperlukan nilai α = 1 agar diperoleh vektor keadaan bertipe simetrik total saja. Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor-vektor keadaan untuk partisi (3), (2,1), dan (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.12), (III.13), (III.14) dan (III.15), dengan memakai nilai α = 1 secara berturutan menghasilkan nilai norma nilai norma partisi (3) = F + 12G 12C 12D (IV.10) nilai norma partisi (2,1) = 4F 4G + 4C + 4D 4 (IV.11) nilai norma partisi (2,1) = 2F + 2G 2C 2D + 2 (IV.12) nilai norma partisi (1,1,1) = 0 (IV.13) agar diperoleh vektor keadaan yang bertipe simetrik total saja maka persamaan (IV.11) dan (IV.12) dibuat sama dengan 0, diperoleh nilai F = G C D + 1 (IV.14) Jadi, untuk kasus 3 partikel, diperlukan persamaan (IV.9) dan (IV.14) agar vektor keadaan yang ada hanya bertipe simetrik total saja. Untuk kasus 4 partikel, analisa ATU dan dengan memakai persamaan (IV.9) dan (IV.14) telah menghasilkan vektor keadaan yang ada hanya vektor keadaan bertipe simetrik total saja yaitu pada partisi (4), sehingga untuk kasus 4 partikel tidak diperoleh persyaratan lagi. Jadi, vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dapat diperoleh dari ATU

44 35 dengan persamaan B = C G + D F = G C D + 1 (IV.15) (IV.16) b. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Anti Simetrik Total Partisi dengan bentuk (1, 1, 1, ) dikatakan memilki tipe anti simetrik total. Sampai kasus 4 partikel, terdapat 3 buah partisi anti simetrik total yaitu (1,1), (1,1,1), dan (1,1,1,1). Hubungan ATU dengan vektor keadaan bertipe anti simetrik total ini dipero-leh dengan membuat 0 nilai norma seluruh vektor keadaan selain tipe anti simetrik total. Persamaan (IV.7) dibuat sama dengan 0, diperoleh nilai α = 1 (IV.17) Jadi untuk kasus 2 partikel diperoleh persamaan α = 1. Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor-vektor keadaan untuk partisi (3), (2,1), dan (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.12), (III.13), (III.14) dan (III.15), dengan memakai nilai α = 1 secara berturutan menghasilkan nilai norma nilai norma partisi (3) = 0 (IV.18) nilai norma partisi (2,1) = 0 (IV.19) nilai norma partisi (2,1) = 6F 6G + 6C 6D 6 (IV.20) nilai norma partisi (1,1,1) = 48 12F + 12G 12C + 12D (IV.21) agar diperoleh vektor keadaan yang anti simetrik saja maka persamaan (IV.20) dibuat

45 36 0, diperoleh F = G C + D + 1 (IV.22) Jadi, untuk kasus 3 partikel, diperlukan persamaan (IV.17) dan (IV.22) agar vektor keadaan yang ada hanya bertipe anti simetrik total saja. Untuk kasus 4 partikel, analisa ATU dan dengan memakai persamaan (IV.17) dan (IV.22) telah menghasilkan vektor keadaan yang ada hanya bertipe anti simetrik total saja yaitu pada partisi (1,1,1,1), sehingga untuk kasus sampai 4 partikel tidak diperoleh persyaratan lagi. Jadi, vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dapat diperoleh dari ATU dengan persamaan B = C G D 2 F = G C + D + 1 (IV.23) (IV.24) c. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Paraboson Orde Dua Vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri parafermion orde 2 adalah vektor keadaan yang bentuk diagram Youngnya tidak lebih dari 2 baris. Sampai kasus 4 partikel partisi-partisi diagram Young termasuk dalam elemen paraboson orde 2 adalah : (2), (1,1), (3), (2,1), (4), (3,1), dan (2,2). Secara berurutan bentuk diagram Youngnya Untuk mendapatkan vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri paraboson orde 2 saja, maka nilai norma dari vektor -vektor keadaan di atas dijaga agar

46 37 tidak bernilai 0, sedangkan vektor -vektor keadaan selain dari bentuk di atas dibuat sama dengan 0. Untuk kasus 2 partikel, tidak diperoleh persamaan karena semua nilai norma tidak boleh 0. Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor keadaan partisi (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.15) menghasilkan nilai norma 6(1 + B + F )(B 2 + BF + GB + GF + 2B + 2F D C) (IV.25) dibuat 0 untuk suku yang kedua agar nilai norma vektor keadaan pada kasus 2 partikel tetap ada, diperoleh F = ( B2 GB D 2B 1 + C) (B G) (IV.26) Untuk kasus 4 partikel terdapat 3 vektor keadaan untuk partisi (2,1,1) akan dibuat 0 yaitu vektor keadaan yang diberikaan oleh persamaan (III.21), (III.22), dan (III.23). Nilai norma ketiga vektor keadaan ini setelah dimasukkan persamaan (IV.26) ternyata dalam bentuk variabel B, C, D dan G dan tidak mengandung konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat nilai norma 0 untuk ketiga vektor keadaan ini, diambil nilai-nilai B = C = G = D = 0 (IV.27) dengan pilihan di atas berakibat koefisien lainnya bernilai E = 1 F = 1 2 (IV.28) (IV.29)

47 38 Bila nilai norma seluruh vektor keadaan dievaluasi dengan mengambil nilai-nilai di atas, maka telah didapatkan vektor-vektor keadaan yang ada hanya bertipe simetri paraboson orde 2 saja. Aljabar ATU persamaan (IV.1) kemudian menjadi a i a j a k a k a ia j 1 2 δ ika j = 0 (IV.30) [a i a j, a k ] = 1 2 δ ika j yang tidak lain lain adalah aljabar Govorkov persamaan (I.4) dengan nilai p = 2. Jadi, diperoleh hubungan antara ATU dengan vektor keadaan tipe paraboson orde 2 berupa aljabar Govorkov. d. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Simetri Parafermion Orde Dua Vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri parafermion orde 2 adalah vektor keadaan yang bentuk diagram Youngnya tidak lebih dari 2 kolom. Untuk kasus sampai 4 partikel, partisi-partisi yang termasuk dalam elemen parafermion orde 2 adalah ; (2), (1,1), (2,1), (1,1,1), (2,2), (2,1,1) dan (1,1,1,1), secara berturutan bentuk diagram Youngnya Nilai norma vektor-vektor keadaan dengan partisi di atas dijaga agar tidak bernilai 0, sedang nilai norma vektor keadaan yang lain yakni vektor keadaan dengan bentuk partisi (3), (4), dan (3,1) dibuat 0. Untuk kasus 2 partikel, semua nilai norma tidak dibuat 0. Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor keadaan partisi (3) pada per-

48 39 samaan (III.12) menghasilkan nilai norma 6( 1 + B + F )( B 2 BF + GB + GF + 2B + 2F 1 + D1 + C) (IV.31) Nilai di atas dibuat 0 untuk suku kedua agar nilai norma pada kasus 2 partikel tetap ada, diperoleh F = ( B2 GB D 2B + 1 C ) (IV.32) B 2 G Untuk kasus 4 partikel terdapat 3 vektor keadaan untuk partisi (3,1) yaitu vektor keadaan yang diberikaan oleh persamaan (III.17), (III.18), dan (III.19). Nilai norma ketiga vektor keadaan ini setelah dimasukkan persamaan (IV.32) ternyata berupa variabel B, C, D dan G dan tidak mengandung konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma ketiga vektor keadaan ini, diambil nilai-nilai B = C = G = D = 0 (IV.33) dengan pilihan di atas berakibat koefisien lainnya bernilai E = 1 F = 1 2 (IV.34) (IV.35) Aljabar ATU persamaan (IV.1) menjadi a i a j a k a k a ia j δ ika j = 0 [ ] a i a j, a k = 1 2 δ ika j (IV.36) yang tidak lain lain adalah aljabar Govorkov persamaan (I.4) dengan nilai p = 2.

49 40 Jadi, diperoleh hubungan antara ATU dengan vektor keadaan tipe parafermion orde 2 berupa aljabar Govorkov. 3. Pembahasan Analisa nilai norma dengan ATU untuk mendapatkan vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dan antisimetrik total saja pada kasus sampai 4 partikel tidak dihasilkan nilai-nilai koefisien pada ATU, namun hanya berupa persamaan-persamaan. Persamaan-persamaan ini menunjukkan adanya hubungan antara koefisien satu dengan koefisien lainnya. Untuk keadaan simetri paraboson orde 2, analisa nilai norma untuk kasus 4 partikel dengan persyaratan yang diperoleh dari kasus 3 partikel diperoleh nilai norma vektor keadaan untuk partisi (2,1,1) berupa variabel B, C, D dan G dan tidak terdapat konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma partisi (2,1,1) diambil nilai B = C = D = G = 0, yang berakibat nilai koefisien E dan F bernilai E = 1 dan F = 1/2. Hasil tersebut tak lain adalah nilai koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk paraboson dengan nilai p = 2. Untuk keadaan simetri parafemion orde 2, analisa nilai norma untuk kasus 4 partikel dengan persyaratan yang diperoleh dari kasus 3 partikel diperoleh nilai norma vektor keadaan untuk partisi (3,1) berupa variabel B, C, D dan G dan tidak terdapat konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma partisi (3,1) diambil nilai B = C = D = G = 0, yang berakibat nilai koefisien E dan F bernilai E = 1 dan F = 1/2. Hasil tersebut tak lain adalah nilai koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk parafermion dengan nilai p = 2. Jadi untuk keadaan tipe simetri paraboson dan parafermion orde 2, ATU tereduksi menjadi aljabar Govorkov (pers. I.4) dengan nilai p = ±2 (+ untuk paraboson dan - untuk parafermion). Nilai norma untuk seluruh vektor keadaan bernilai positif.

50 BAB V KESIMPULAN dan SARAN 1. Kesimpulan 1. Nilai-nilai koefisien ATU akan menentukan nilai norma vektor keadaan dengan tipe simetri tertentu. 2. Nilai-nilai koefisien tertentu akan memberikan hanya vektor keadaan dengan tipe simetri tertentu yang memiliki norma tidak 0. Agar diperoleh vektor keadaan bertipe simetrik total saja, maka persyaratannya adalah B = C G + D F = G C D + 1 sedangkan agar diperoleh vektor keadaan bertipe antisimetrik total saja, maka persyaratannya adalah B = C G D 2 F = G C + D + 1 Untuk vektor keadaan bertipe simetri paraboson orde 2, diperlukan persyaratan B = C = G = D = 0 E = 1 F = 1 2 yang sesuai dengan koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk parabo- 41

51 42 son dengan nilai p = 2. Sedangkan untuk vektor keadaan bertipe simetri parafermion orde 2 diperlukan persyaratan B = C = G = D = 0 E = 1 F = 1 2 yang sesuai dengan koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk parafermion dengan nilai p = Saran Perlu diteliti hubungan ATU dengan bentuk tipe-tipe simetri yang lain yang belum ditinjau dalam skripsi ini, misalnya tipe simetri yang terkait dengan diagram Young yang berbentuk :. dimana tipe simetri di atas menghendaki muanculnya tipe simetrik dan anti simetrik secara bersamaan.

52 DAFTAR PUSTAKA Feynman, R. P., 1972, Statistical Mechanics, Addison-Wesley, United States of America. Green, H. S, 1953, Physical Review, Vol. 90, Hal Greenberg, O., W., 1990, Physical Review Letter, Vol. 64, Hal Greiner, W., Neise, L. dan Stocker, H., 1995, Thermodynamics and Statistical Mechanics, Springer-Verlag, New York. Griffiths, D.J., 1994, Introduction to Quantum Mechanics, Printice Hall inc., New Jersey. Govorkov, A., B., 1990, Theoretical Mathematical Physics, Vol. 85, Hal Mandl, F., Shaw, G., 1984, Quantum Field Theory, John Wiley and Sons, Inc., Cichester Satriawan, M., 2002, Ph.D Thesis, University of Illinois, Chicago Satriawan, M., 2005, Physics Journal of the Indonesian Physical Society, Vol. C7, Hal Tung, Wu-Ki, 1985, Group Theory In Physics, World Scientific Publishing, Singapura. Ryder, L.,H., 1996, Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press, Cambridge 43

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu: KB.2 Fisika Molekul 2.1 Prinsip Pauli. Konsep fungsi gelombang-fungsi gelombang simetri dan antisimetri berlaku untuk sistem yang mengandung partikel-partikel identik. Ada perbedaan yang fundamental antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( ) PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM FI363 / 3 sks Asep Sutiadi (1974)/(0008097002) TUJUAN PERKULIAHAN Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pada kondisi seperti apa suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

DISTRIBUSI FUNGSI PARASTATISTIK : TINJAUAN SIFAT-SIFAT TERMODINAMIKA

DISTRIBUSI FUNGSI PARASTATISTIK : TINJAUAN SIFAT-SIFAT TERMODINAMIKA J. Sains Dasar 2015 4 (2) 179-185 DISTRIBUSI FUNGSI PARASTATISTIK : TINJAUAN SIFAT-SIFAT TERMODINAMIKA DISTRIBUTION OF PARASTATISTICS FUNCTIONS: AN OVERVIEW OF THERMODYNAMICS PROPERTIES R. Yosi Aprian

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l' Rangkuman: bawah ini! Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di 1. Elemen-elemen matrik L lm,l'm' = h l ( l +1) δ ll' L l m, l 'm' dapat dihitung sebagai beriktut:

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

KARAKTER REPRESENTASI S n

KARAKTER REPRESENTASI S n Buletin Ilmiah Math, Stat, dan Terapannya (Bimaster) Volume 7, No. (28), hal 33-4. KARAKTER REPRESENTASI S n Megawati June, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Karakter merupakan trace pada setiap matriks

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara metode-metode

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI 214 MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI Astri Fitria Nur ani Aljabar Linear 1 1/1/214 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN A. Pendahuluan... 1 B. Aljabar

Lebih terperinci

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH EKSISTENSI TITIK TETAP DARI SUATU TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmailcom Info: Jurnal MSA Vol 3 No 1 Edisi: Januari

Lebih terperinci

ANALISA KELAKUAN PARTIKEL BERDASARKAN STATISTIK MAXWELL-BOLZTMANN BOSE-EINSTEIN DAN FERMI-DIRAC SKRIPSI. Rio Tambunan

ANALISA KELAKUAN PARTIKEL BERDASARKAN STATISTIK MAXWELL-BOLZTMANN BOSE-EINSTEIN DAN FERMI-DIRAC SKRIPSI. Rio Tambunan i ANALISA KELAKUAN PARTIKEL BERDASARKAN STATISTIK MAXWELL-BOLZTMANN BOSE-EINSTEIN DAN FERMI-DIRAC SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Rio Tambunan 040801024

Lebih terperinci

Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Sistem Persamaan Linier dan Matriks Sistem Persamaan Linier dan Matriks 1.1 Pendahuluan linier: Sebuah garis pada bidang- dapat dinyatakan secara aljabar dengan sebuah persamaan Sebuah persamaan jenis ini disebut persamaan linier dalam dua

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert

Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Vol 12, No 2, 153-159, Januari 2016 Beberapa Sifat Operator Self Adjoint dalam Ruang Hilbert Firman Abstrak Misalkan adalah operator linier dengan adalah ruang Hilbert Pada operator linier dikenal istilah

Lebih terperinci

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. 2-2016/2017 QUIZ 2 Waktu : 120 menit (TUTUP BUKU) 1. Misalkan sebuah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3) 2. Osilator Harmonik Pada mekanika klasik, salah satu bentuk osilator harmonik adalah sistem pegas massa, yaitu suatu beban bermassa m yang terikat pada salah satu ujung pegas dengan konstanta pegas k.

Lebih terperinci

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel . Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum

Lebih terperinci

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH

TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH TRANSFORMASI LINIER PADA RUANG BANACH Nur Aeni, S.Si., M.Pd Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UINAM nuraeniayatullah@gmail.com ABSTRAK Info: Jurnal MSA Vol. 2 No. 1 Edisi: Januari Juni

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel.

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel. 1. Persamaan Linier 5. PERSAMAAN LINIER Persamaan linier adalah suatu persamaan yang variabel-variabelnya berpangkat satu. Disamping persamaan linier ada juga persamaan non linier. Contoh : a) 2x + 3y

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd Qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

Lebih terperinci

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA

PROJEK 2 PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA PROJEK PENCARIAN ENERGI TERIKAT SISTEM DI BAWAH PENGARUH POTENSIAL SUMUR BERHINGGA A. PENDAHULUAN Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi terikat (bonding

Lebih terperinci

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1

Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1 Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum Part-1 Latar Belakang Untuk system yang distinguishable maka teori ensemble mekanika statistic klasik dapat dipergunakan. Tetapi bilamana system partikel bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6)

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6) LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 1-6) Oleh : Warsono, M.Si Supahar, M.Si Supardi, M.Si FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3 Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U September 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Vektor R 2 dan R 3 September 2015

Lebih terperinci

PENENTUAN PROBABILITAS DAN ENERGI PARTIKEL DALAM KOTAK 3 DIMENSI DENGAN TEORI PERTURBASI PADA BILANGAN KUANTUM n 5

PENENTUAN PROBABILITAS DAN ENERGI PARTIKEL DALAM KOTAK 3 DIMENSI DENGAN TEORI PERTURBASI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 PENENTUAN PROBABILITAS DAN ENERGI PARTIKEL DALAM KOTAK 3 DIMENSI DENGAN TEORI PERTURBASI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 SKRIPSI Oleh Indah Kharismawati Nim. 070210102106 PROGAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya

BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya 1 BAB III OPERATOR 3.1 Pengertian Operator Dan Sifat-sifatnya Perhatikan persamaan Schrodinger satu dimensi bebas waktu yaitu: d + V (x) ( x) E( x) m dx d ( x) m + (E V(x) ) ( x) 0 dx (3-1) (-4) Suku-suku

Lebih terperinci

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3 11 II. M A T R I K S Untuk mencari pemecahan sistem persamaan linier dapat digunakan beberapa cara. Salah satu yang paling mudah adalah dengan menggunakan matriks. Dalam matematika istilah matriks digunakan

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

VIII. Termodinamika Statistik

VIII. Termodinamika Statistik VIII. Termodinamika Statistik 8.1. Pendahuluan Mereka yang mengembangkan termodinamika statistik: - Boltzmann - Gibbs dan setelah kemauan teori kuantum: - Satyendra Bose - lbert Einstein - Enrico Fermi

Lebih terperinci

tak-hingga. Lebar sumur adalah 4 angstrom. Berapakah simpangan gelombang elektron

tak-hingga. Lebar sumur adalah 4 angstrom. Berapakah simpangan gelombang elektron Tes Formatif 1 Petunjuk: Jawablah semua soal di bawah ini pada lembar jawaban yang disediakan! =============================================================== 1. Sebuah elektron ditempatkan dalam sebuah

Lebih terperinci

Fisika Matematika II 2011/2012

Fisika Matematika II 2011/2012 Fisika Matematika II 2/22 diterjemahkan dari: Mathematical Methods for Engineers and Scientists, 2, dan 3 K. T. Tang Penterjemah: Imamal Muttaqien dibantu oleh: Adam, Ma rifatush Sholiha, Nina Yunia, Yudi

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford. 1 BAB FISIKA ATOM Perkembangan teori atom Model Atom Dalton 1. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi 2. Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan tidak dapat berubah

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Fisika Kuantum Kode : SKS : 2 sks Semester : VIII/VII Nama Dosen : Drs. Iyon Suyana, M.Si Pustaka : Buku utama SATUAN ACARA PERKULIAHAN Standar Kompotensi : Menguasai pengetahuan yang mendalam

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S Standar : Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memiliki

Lebih terperinci

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan

Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik. 1. Pendahuluan Bab 6 Konduktor dalam Medan Elektrostatik 1. Pendahuluan Pada pokok bahasan terdahulu tentang hukum Coulomb, telah diasumsikan bahwa daerah di antara muatan-muatan merupakan ruang hampa. Di sini akan dibahas

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac. 1/30 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) DINAMIKA GERAK Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi Dinamika Cabang dari ilmu mekanika yang meninjau

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC)

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) Muhammad Taufiqi Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc JURUSAN FISIKA Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN FUNGSI GELOMBANG RELATIVISTIK PADA KASUS SPIN SIMETRI DAN PSEUDOSPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL ECKART DAN POTENSIAL MANNING

ANALISIS ENERGI DAN FUNGSI GELOMBANG RELATIVISTIK PADA KASUS SPIN SIMETRI DAN PSEUDOSPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL ECKART DAN POTENSIAL MANNING ANALISIS ENERGI DAN FUNGSI GELOMBANG RELATIVISTIK PADA KASUS SPIN SIMETRI DAN PSEUDOSPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL ECKART DAN POTENSIAL MANNING ROSEN TRIGONOMETRI MENGGUNAKAN ASYMPTOTIC ITERATION METHOD

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

RAPAT PROBABILITAS DAN TINGKAT ENERGI PADA ION MOLEKUL HIDROGEN SKRIPSI. Oleh. Habib Mustofa NIM

RAPAT PROBABILITAS DAN TINGKAT ENERGI PADA ION MOLEKUL HIDROGEN SKRIPSI. Oleh. Habib Mustofa NIM RAPAT PROBABILITAS DAN TINGKAT ENERGI PADA ION MOLEKUL HIDROGEN SKRIPSI Oleh Habib Mustofa NIM 070210102109 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator

Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.1 halaman 6 April 2012 Analisis Energi Osilator Harmonik Menggunakan Metode Path Integral Hypergeometry dan Operator Fuzi Marati Sholihah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

KONDENSASI BOSE-EINSTEIN. Korespondensi Telp.: , Abstrak

KONDENSASI BOSE-EINSTEIN. Korespondensi Telp.: ,   Abstrak KONDENSASI BOSE-EINSTEIN Wipsar Sunu Brams Dwandaru Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Jurusan Pendidikan Fisika, F MIPA UNY, Karangmalang, Yogyakarta, 55281 Korespondensi Telp.: 082160580833, Email:

Lebih terperinci

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F BAB IV TRANSFORMASI LINEAR 4.. Transformasi Linear Jika V dan W adalah ruang vektor dan F adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) Disetujui oleh Revisi ke:. Tanggal:. SPMI-UNDIP/SAP/xx.xx.xx/xxx Dekan Fak. Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215 /4 sks Pertemuan ke : 1 A. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Matematika Definisi pemodelan matematika : Pemodelan matematika adalah suatu deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian

Lebih terperinci

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum

Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum Cacat dalam Mekanika Kuantum dan Beberapa Kesalahan Konsep dalam Buku Teks Mekanika Kuantum M. Ardhi K. email : muhammad ardhi@walisongo.ac.id web : http://abu-khadijah.web.id 2 Mei 2013 However, if you

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematik(a)

Pengantar Statistika Matematik(a) Catatan Kuliah Pengantar Statistika Matematik(a) Statistika Lebih Dari Sekadar Matematika disusun oleh Khreshna I.A. Syuhada, MSc. PhD. Kelompok Keilmuan STATISTIKA - FMIPA Institut Teknologi Bandung 2014

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak Kajian mengenai Konstruksi Aljabar Simetris Kiri Menggunakan Fungsi Linier Sofwah Ahmad Departemen Matematika FMIPA UI Kampus UI Depok 16424 sofwahahmad@sciuiacid Abstrak Aljabar merupakan suatu ruang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR

SISTEM PERSAMAAN LINEAR SISTEM PERSAMAAN LINEAR BAB 1 Dr. Abdul Wahid Surhim POKOK BAHASAN 1.1 Pengantar Sistem Persamaan Linear (SPL) 1.2 Eliminasi GAUSS-JORDAN 1.3 Matriks dan operasi matriks 1.4 Aritmatika Matriks, Matriks

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat istimewa. Manusia diberi akal budi oleh sang pencipta agar dapat mengetahui dan melakukan banyak hal. Hal lain yang

Lebih terperinci

KAJIAN ANALITIK PERSAMAAN SPINOR FOTON DENGAN EFEK RELATIVISTIK SKRIPSI KHAIRUL RIZKI

KAJIAN ANALITIK PERSAMAAN SPINOR FOTON DENGAN EFEK RELATIVISTIK SKRIPSI KHAIRUL RIZKI KAJIAN ANALITIK PERSAMAAN SPINOR FOTON DENGAN EFEK RELATIVISTIK SKRIPSI KHAIRUL RIZKI 080801070 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Lebih terperinci

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) 1/34 MOMENTUM - TUMBUKAN (+GRAVITASI) Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Sistem Partikel Dalam pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR 5.. Pendahuluan Biasanya jika suatu matriks A berukuran mm dan suatu vektor pada R m, tidak ada hubungan antara vektor dan vektor A. Tetapi seringkali kita menemukan

Lebih terperinci

Matriks Simplektik dan Hubungannya Pada Sistem Linier Hamiltonian. Simplectic Matrix and It Relations to Linear Hamiltonian System

Matriks Simplektik dan Hubungannya Pada Sistem Linier Hamiltonian. Simplectic Matrix and It Relations to Linear Hamiltonian System Matriks Simplektik dan Hubungannya Pada Sistem Linier Hamiltonian 1 Artmo Dihartomo Laweangi, 2 Jullia Titaley, 3 Mans Lumiu Mananohas 1 Program Studi Matematika, FMIPA, UNSRAT, artmodihartomolaweangi@yahoo.com

Lebih terperinci

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel)

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U November 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Baris, Kolom,

Lebih terperinci

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor BAB 3 FRAME Sinyal kontinu dapat kita diskritisasi dengan menggunakan ekspansi vektor. Sifat yang paling esensial untuk melakukan hal tersebut adalah adanya operator yang menjamin bahwa ekspansi vektor

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Statistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah: Bab 4 Deskripsi Statistik Sistem Partikel Bagaimana gambaran secara statistik dari sistem partikel? Statistik + konsep mekanika Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember email: schrodinger_risma@yahoo.com

Lebih terperinci

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut:

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: Bagian 5. RUANG VEKTOR 5.1 Lapangan (Field) Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: 1. dan 2., 3.,

Lebih terperinci

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor Bab RUANG VEKTOR. Ruang Vektor DEFINISI.. Suatu ruang vektor (V, +,, F) atas field (F, +), ditulis singkat V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemenelemennya disebut vektor, yang dilengkapi

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci