BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada BAB IV ini dibahas tentang permasalahan sebagai berikut: Kajian Teori yang digunakan dalam penelitian, Membahas Aritmetik Aljabar Matriks, Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner, Program-program Pelacakan Kode Optimal Kuat, Algoritme Konstruksi kode optimal kuat, dan Konstruksi Kode Optimal Kuat Dengan Jarak Minimum 13 dan 15. Kajian Teori Diberikan kode linear C dengan parameter [n, k, d]. Misalkan H merupakan matriks cek paritas untuk C. Dari definisi matriks cekparitas C =, atau dengan kata lain C adalah himpunan solusi dari SPL H = 0 ( C disebut dengan kernel H). Hal ini karena baris-baris dari matriks H merupakan basis untuk, komplemen orthogonal bagi C. Karena kode linear C merupakan kernel dari matriks cek paritasnya, maka mengkonstruksi suatu kode linear C sama dengan mengkonstruksi matriks cek paritasnya. Berikut ini adalah teorema yang berkaitan dengan konstruksi kode linear biner optimal kuat. Teorema 6 (The Gilbert-Varshamov bound) Diberikan kode linear C dengan parameter [n, k, d]. Jika ketaksamaan < berlaku maka dapat dikonstruksi kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Bukti : Misal diberikan kode linear yang memiliki parameter [n, k, d]. Berdasarkan Teorema 7, ada matriks cek paritas berordo (n k) n, yaitu H = yang setiap d 1 vektor dari adalah bebas linear dalam ruang vektor. Jika ada vektor x yang bukan i kombinasi linear dari vektor-vektor kolom H, untuk i = 1,2,,d 2, maka = adalah matriks cek paritas untuk kode linear yang memiliki parameter [n + 1, k + 1, d].

2 22 Hal ini karena berordo (n k ) ( k + 1) dan setiap d 1 vektor dari adalah bebas linear dalam ruang vektor. Jika banyaknya kombinasi linear yang mungkin dari kolom-kolom sehingga tidak ada d 1 kolom yang bergantung linear lebih besar atau sama dengan jumlah vektor tak nol dalam, maka bukan matriks cek paritas untuk kode linear dengan parameter [n + 1, k + 1, d]. Banyaknya vektor-vektor tan nol dalam yang mungkin dipilih untuk x adalah. Sedangkan banyaknya kombinasi linear yang mungkin dari kolom-kolom adalah + + +, sehingga jika ada kode linear C dengan parameter [n, k, d], dan persamaan < berlaku, maka dapat dikonstruksi kode baru dengan parameter [n + 1, k + 1, d] berdasarkan kode linear C tersebut. Teorema 7 Diberikan kode linear C dengan panjang n. Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai dimensi (n r) jika dan hanya jika ada r kolom dari H yang bebas linear tetapi tidak ada r + 1 kolom dari H yang bebas linear (r adalah rank dari H). Bukti: Diberikan kode linear C dengan panjang n. Misalkan H adalah matriks cek paritas bagi kode linear C. Misalkan pula G adalah matriks generator bagi kode linear C. Kode linear C memiliki pangkat (n r) jika dan hanya jika rank (G) = (n k). [karena G adalah basis, dan banyaknya baris di G menunjukkan dimensi suatu kode]. Karena G dan H saling orthogonal, maka rank (G) = (n r) jika dan hanya jika rank (H) = r. Teorema 8 Diberikan kode linear C dengan panjang n. Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n maka kode tersebut mempunyai jarak minimum d jika dan hanya jika setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom dari H yang tidak bebas linear.

3 23 Bukti : Diberikan kode linear C dengan panjang n. Misalkan H adalah matriks cek paritas bagi kode linear C. Kode linear C berbobot minimum d jika dan hanya jika kedua sarat berikut terpenuhi i. Ada vektor v ϵ dengan wt (v) = d sehingga = ii. untuk setiap w ϵ dengan wt (w) < d. (jika = maka w ϵ C. Kontradiksi dengan fakta bahwa wt (w) < d). Disisi lain, kedua sarat di atas (i dan ii) dapat terjadi jika dan hanya jika ada d kolom dari H yang tidak bebas linear dan setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear. Teorema 9 (The Singleton bound) Diberikan kode linear C. Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d] maka (n k) (d 1). Bukti : Misal diberikan kode kode linear C dengan parameter [n, k, d], maka kode linear C memiliki matriks cek paritas H berukuran (n k) x n, sehingga rank (H) (n k). Dari teorema 7, matriks H memiliki d 1 kolom yang bebas linear. Sehingga rank (H) = (d 1), dengan kata lain (d 1) (d k). Mengonstruksi suatu kode, sama artinya dengan mengonstruksi matriks cek paritas H. Berdasarkan teorema-teorema yang telah disebutkan di landasan teori, maka cukup dikonstruksi bentuk standar dari H, yaitu H =. Dan atas pertimbangan efisiensi komputasi, cukup dikonstruksi matriks B berukuran k r. Dari teorema Gilbert-Vashamov diturunkan suatu teorema baru yaitu Teorema 10. Dalam tulisan ini konstruksi kode linear biner optimal kuat dilakukan atas dasar Teorema 10 berikut ini. Teorema 10 Jika matriks B berukuran k r dikonstruksi berdasarkan sifat-sifat sebagai berikut : 1. Semua vektor baris dari B berbeda, dan 2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i) untuk i = 2, 3,, s dimana s = min {d 1, k}, dan (d 1) r,

4 24 maka H = dan G = secara berturut-turut merupakan matriks cek paritas dan matriks generator untuk kode linear C dengan parameter [k + r, k, d]. Bukti : Misalkan telah dikonstruksi matriks B berukuran k r sebagaimana disyaratkan teorema. Akan ditunjukan bahwa H = merupakan matriks cek paritas untuk kode linear C dengan parameter [k + r, k, d]. Karena H berukuran r (k + r), maka C memiliki panjang k + r. Karena jumlah baris matriks B sama dengan k, maka kode linear C berdimensi k. Selanjutnya akan ditunjukan bahwa kode linear C memiliki jarak minimum d. Andaikan ada v C dengan wt < d dan ditulis v = dimana merupakan vektor pesan dengan wt = i dan adalah vektor cek dengan wt = j, maka berlaku i + j < d d i wt < d i ( 1.1 ) dan H = = + = = ( 1.2 ) Karena wt = i, dan berdasarkan sifat 2 dari Teorema 10, maka wt d i ( 1.3 ) Dari persamaan 1.2 diperoleh bahwa =, sehingga persamaan 1.3 ekivalen dengan wt d i. Hal ini kontradiksi dengan persamaan 1.1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kode linear C memiliki jarak minimum d. Dari Teorema 10, mengonstruksi kode linear C [k + r, k, d] sama artinya dengan mengonstruksi matriks B yang berukuran k r yang semua baris dari B berbeda dan jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i), untuk i = 2, 3,, s dengan s = min { d 1, k }, dan (d 1) < r. Membahas Aritmetik Aljabar Matriks Untuk kepentingan efisiensi komputasi maka data pada penelitian ini disajikan dalam representasi himpunan. Sebelum melakukan eksplorasi untuk mengonstruksi kode optimal kuat maka kita perlu melakukan pendefinisian data

5 25 yang kita gunakan dalam representasi himpunan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam membangun aritmetik aljabar matriks mengacu pada tesis Putranto HU (2011). Langkah-langkah untuk membangun aritmetik aljabar matriks adalah sebagai berikut: a. Mendefinisikan Ruang Vektor Biner sebagai himpunan Kuasa (power set) dari = {0, 1, 2,., n 1}. Dalam penelitian ini sembarang vektor biner dengan panjang n secara komputasi merupakan subhimpunan dari, sedangkan operasi jumlah dari dua vektor diartikan sebagai selisih simetrik dari dua himpunan, dan produk dalam dari dua vektor dipandang sebagai irisan dari dua himpunan. Pada penelitian ini matriks biner A berordo n p kita pandang sebagai list dari sebanyak p subhimpunan dari. b. Mendefinisikan matriks sebagai list (daftar) dari sejumlah anggota. Sebagai contoh : * Jika A = Ini artinya bahwa = * B = Artinya = Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Sebelum melakukan pelacakan kode optimal kuat terlebih dahulu kita membangun aritmetik aljabar matriks dengan menggunakan program-program yang mengacu pada tesis Putranto HU (2011). Rincian program-program ada di Lampiran B. Berikut ini adalah program-program yang digunakan :

6 26 a. AcakSet yaitu suatu program yang digunakan untuk membangkitkan vektor dalam ruang berdimensi n secara acak. b. Addv yaitu suatu program yang digunaakan untuk menjumlahkan dua vektor. c. MtxSetC yaitu program untuk mendefinisikan matriks kolom biner berordo m n secara acak, dimana m adalah ukuran vektor baris dan n adalah banyaknya vektor kolom dalam matriks. d. MtxSetC1 yaitu program yang mendefinisikan matriks kolom biner berordo m n secara acak, tidak vektor kolom yang nol. Dalam hal ini m adalah panjang vektor dan n adalah banyaknya vektor kolom dalam matriks. e. UbahMtxCR yaitu program yang mengubah tampilan matriks kolom ke matriks baris berukuran n m. f. TrpsC yaitu suatu program yang digunakan untuk menentukan transpose matriks kolom berordo m n menghasilkan matriks kolom berordo n m. g. TukarR yaitu suatu program yang digunakan untuk menukar baris kei dan ke-j dalam matriks kolom berordo m n, dimana 0 i, j m 1. h. GantiB yaitu suatu program yang digunakan untuk mengganti baris ke-j dengan bris ke-i ditambah baris ke-j dalam matriks kolom berordo m x n, dimana 0 i, j m 1. i. KanonC yaitu suatu program yang digunakan untuk menentukan bentuk kanonik matriks kolom berordo m n, dimana m n. j. AddMtx yaitu program yang digunakan untuk menjumlahkan dua matriks. k. DotV yaitu program untuk menentukan produk titik dari dua vektor. l. MultMtx yaitu program untuk mengalikan matriks kolom m n dengan matriks kolom n p. m. InkodG yaitu program yang digunakan untuk mengkoding vektor pesan P menjadi vektor katakode C menggunakan matriks generator umum G berordo k n.

7 27 n. ParG yaitu program untuk menentukan vektor paritas X dari vektor pesan P menggunakan matriks generator bentuk standar G =, dalam hal ini P dan B menjadi input, dan X adalah output. Vektor C = adalah katakode dari pesan P. o. InkodS yaitu program yang digunakan untuk mengkoding vektor pesan P menjadi vektor katakode C menggunakan matriks generator bentuk standar G =, dalam hal ini P dan B menjadi input. p. HmDist yaitu suatu program untuk menentukan jarak hamming dari dua vektor. q. NonZeroWt yaitu suatu program untuk menentukanbobot tak- nol dari suatu kode yang direpresentasikan oleh matriks generator G. Program-program Pelacakan Kode Optimal Kuat Untuk mengonstruksi kode optimal kuat digunakan program-program pelacakan kode optimal kuat yang mengacu pada tesis Putranto HU (2011), sedangkan rincian lengkap dari program-program ada di Lampiran C. Program-program yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Diberikan matriks generator dalam bentuk standar G =. 2. Misalkan M adalah matriks representasi vektor baris dari B. 3. Menentukan list semua kombinasi j vektor dari vektor-vektor M (representasi baris) untuk suatu nilai j=1,2,3,..,k (dengan program KombinM) 4. Menambah satu baris vektor v ke matriks M (representasi baris) di posisi terahir (dengan program AddVekM). 5. Menghapus baris ke-i pada matriks M (representasi kolom) dengan program DelVekM. 6. Menentukan list dari semua list kombinasi M untuk semua j=1,2,3,..,t dengan t = min{k,d-1}dengan program ListKombM. 7. Menguji apakah vektor x bisa ditambahkan ke M menggunakan output ListKombM dengan program UjiAdd1VekM.

8 28 8. Melacak satu vektor baris x dalam yang bisa ditambahkan ke M berlandaskan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Lacak1VekM. Prosedur ini menggunakan program UjiAdd1VekM. 9. Menentukan himpunan semua vektor baris x dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Kolek1VekM. Prosedur ini menggunakan UjiAdd1VekM. 10. Membuang anggota output dari Kolek1VekM dan menyisakan vektorvektor yang menghasilkan matriks-matriks yang tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke M dengan program ReduEkil. 11. Misalkan himpunan H adalah output Kolek1VekM, maka setiap pasang vektor (x, y) anggota H akan menghasilkan vektor z = x + y. Agar dua vektor x dan y dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka z diuji dengan prosedur UjiAdd2VekM berdasarkan output ListKombM. 12. Menentukan himpunan semua pasang (x, y) dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Kolek2VekM. Prosedur ini menggunakan UjiAdd2VekM. 13. Menentukan himpunan semua pasang (x, y) menggunakan data hasil sebelumnya dengan program Kolek2VekMDt. 14. Membuang anggota output Kolek2VekM dan menyisakan vektor-vektor yang menghasilkan matriks-matriks yang tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke M dengan program ReduEkiX. 15. Misalkan himpunan H adalah output Kolek2VekM, maka setiap 3 vektor (x, y, z) anggota H akan menghasilkan vektor w = x + y + z, agar tiga vektor x, y dan z dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka W diuji dengan prosedur UjiAdd3VekM berdasarkan output ListKombM. 16. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z) dalam yang dapat ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov menggunakan program Kolek3VekM. Prosedur ini menggunakan program UjiAdd3VekM. 17. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z) menggunakan data hasil sebelumnya dengan program Kolek3VekMDt.

9 Misalkan himpunan H adalah output Kolek3VekM, maka setiap 4 vektor (x, y, z, w) anggota H akan menghasilkan vektor v = w + x + y + z, agar empat vektor x, y, z dan w dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka v diuji dengan prosedur UjiAdd4VekM berdasarkan output ListKombM. 19. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z, w) dalam yang dapat ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Kolek4VekM. Prosedur ini menggunakan UjiAdd4VekM. 20. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z, w) menggunakan data hasil sebelumnya dengan program Kolek4VekMDt. 21. Misalkan himpunan H adalah output Kolek4VekM, maka setiap lima vektor (x, y, z, v, w) anggota H akan menghasilkan vektor u = w + v + x + y + z, agar lima vektor x, y, z, v dan w dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka u diuji dengan prosedur UjiAdd5VekM berdasarkan output ListKombM. 22. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z, v, w) dalam yang dapat ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Kolek5VekM. Prosedur ini menggunakan UjiAdd5VekM. 23. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z, v, w) menggunakan hasil data sebelumnya dengan program Kolek5VekMDt. 24. Misalkan himpunan H adalah output dari Kolek(X-1)VekM, maka setiap x vektor anggota H akan menghasilkan jumlah. Agar x vektor ini dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka diuji dengan prosedur UjiAddXVekM berdasarkan output ListKombM. 25. Menentukan himpunan semua x vektor yang dapat ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program KolekXVekM. Prosedur ini menggunakan UjiAddXVekM. 26. Menentukan himpunan semua pasang x vektor menggunakan data hasil sebelumnya dengan program KolekXVekMDt.

10 30 Algoritme Konstruksi Kode Optimal Kuat Dalam mengonstruksi kode optimal kuat digunakan algoritme-algoritme yang mengacu pada tesis Putranto HU (2011), sedangkan rincian program konstruksi ada di Lampiran D. Berikut ini adalah algoritme-algoritme yang digunakan: Algoritme 1 untuk mengkonstruksi kode optimal kuat adalah sebagai berikut: 1. Masukan bentuk standar dari matriks H yaitu H = Untuk mempertimbangkan efisiensi komputasi maka kita cukup memasukan matriks B berukuran k r yang memenuhi sifst-sifat: a. Vektor-vektor dari B berbobot paling sedikit ( d-1 ). b. Jumlah setiap i-vektor baris dari B berbobot paling sedikit ( d-1 ) untuk i = 2, 3,..s, dimana s = min { d-1, k }. 2. Eksplorasi matriks B dengan cara: a. Menambahkan beberapa matriks kolom nol pada B sesuai dengan yang diinginkan. b. Menentukan list dari semua list kombinasi j vektor dari vektorvektor M (representasi baris) untuk semua j = 1, 2, 3,, t dengan t = min{k, d - 1} c. Mengkoleksi semua vektor baris X dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov. 3. Print salah satu kode optimal kuat hasil eksplorasi. Dalam melakukan eksplorasi terhadap matriks B ini dilakukan secara bertahap. Pada langkah 2a matriks kolom yang ditambahkan pada B adalah matriks kolom nol dan penambahannya bisa satu kolom, dua kolom, tiga kolom, dan seterusnya tergantung dengan kebutuhan. Pada langkah 2b menentukan semua list dari peningkatan dimensi yang dapat dilakukan maksimal sama dengan dimensi dari matriks yang akan diubah. Sebagai contoh jika matriks B yang akan ditingkatkan dimensinya berukuran k r, maka matriks B ini hanya dapat ditingkatkan maksimal sebanyak k dimensi. Pada langkah 2c mengoleksi vektor baris x dalam yang dapat ditambahkan pada M berdasarkan teorema Gilbert- Vashamov. Maksudnya adalah untuk meningkatkan dimensi dari matriks dasar.

11 31 Dimulai dengan meningkatkan satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, empat dimensi, lima dimensi dan seterusnya. Adapun algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut : Algoritme 2 : mencari satu vektor x dalam yang dapat ditambahkan ke B berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov 1. Input vektor x ϵ 2. Bobot vektor x + sedemikian sehingga wt (X + ) d 1 i, dengan adalah anggota dari semua kombinasi i-vektor baris di B untuk i = 1,2,3, t, dan t = min {d 1, k}. 3. Jika x lulus uji lanjutkan langkah Print satu vektor yang dapat ditambahkan ke dalam matriks B. Algoritme 3 : mencari dua vektor x dan y yang dapat ditambahkan ke dalam matriks B berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov. 1. Input adalah koleksi dari himpunan satu vektor yang dapat ditambahkan ke matriks B, misalkan. 2. Jika wt ( z) > d 2, dimana z = x + y untuk setiap x, y ϵ, maka lanjutkan langkah Uji bobot vektor sedemikian sehingga wt d 2 i, dengan adalah anggota dari semua kombinasi i-vektor baris di B untuk i = 1,2,3, t, dan t = min {d 1, k}. 4. Jika x dan y lolos uji maka lanjutkan langkah Print dua vektor x dan y yang dapat ditambahkan ke dalam matriks B. Algoritme 4 : menguji apakah m + 1 vektor bisa ditambahkan ke matriks B. 1. Input adalah koleksi dari himpunan m vektor anggota yang dapat ditambahkan ke matriks B, misalkan. 2. Misal, ϵ. Jika dan digabung memiliki m + 1 vektor yang berbeda maka selanjutnya dilakukan pengujian sebagai berikut. a. Diuji apakah kedua vektor anggota ( ) ( ) dapat ditambahkan ke matriks B.

12 32 b. Diuji apakah kedua vektor anggota ( ) ( ) yang jika ditambahkan dengan setiap i vektor dalam ( ), i = 1, 2,, m-1 bisa ditambahkan ke matriks B. 3. Untuk menguji j vektor yang bisa ditambahkan ke matriks B, yaitu dengan menjumlahkan j vektor tersebut, misalkan hasil penjumlahannya adalah vektor y. Jika wt (j) > (d j) lanjutkan langkah Uji bobot vektor ( y + ) sedemikian sehingga wt ( y + ) d j i, dengan adalah anggota dari semua kombinasi i vektor baris di B untuk i = 1, 2,, s, dan s = min {d 1, k}. 5. Jika vektor y lolos uji, maka lanjutkan langkah Print m + 1 vektor yang dapat ditambahkan ke matriks B. Berikut ini adalah program-program yang digunakan untuk meningkatkan dimensi pada matriks dasar. Tabel 2 Program dan Prosedur untuk meningkatkan dimensi dari matriks Dasar Untuk meningkatkan Program Prosedur 1 Satu dimensi Kolek1VekM UjiAdd1VekM 2 Dua dimensi Kolek2VekM UjiAdd2VekM 3 Tiga dimensi Kolek3VekM UjiAdd3VekM 4 Empat dimensi Kolek4VekM UjiAdd4VekM 5 Lima dimensi Kolek5VekM UjiAdd5VekM 6 x dimensi KolekXVekM UjiAddXVekM

13 33 Konstruksi Kode Optimal Kuat Dengan Jarak Minimum 13 dan 15 Tabel 3 Hasil Eksplorasi Kode Optimal dengan jarak minimum d = 13 Panjang (n) Dimensi (k) Jarak Minimum (d) Kode [n, k, d] [20, 2, 13] [24, 3, 13] [27, 5, 13] [29, 6, 13] [32, 8, 13] [34, 9, 13] 1. Konstruksi kode [20, 2, 13] Konstruksi dimulai dari kode [20, 2, 13], yaitu dengan mendefinisikan matriks B yang berukuran 2 18 sebagai berikut B = Dengan menggunakan program UbahMtxCR mengubah tampilan matriks kolom ke matriks baris M. Berikutnya untuk memastikan bahwa jarak minimum d = 13 maka di uji dengan program NonZeroWt. 2. Konstruksi kode [24, 3, 13] Selanjutnya matriks B berordo 2 18 ini digunakan sebagai matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks yang berordo 3 21 dengan cara: pertamatama kita menambahkan tiga vektor kolom nol pada matriks dasar sehingga matriks B berordo Berikutnya kita mengubah tampilan matriks kolom ke matriks baris M dengan program UbahMtxCR. Untuk memastikan bahwa matriks dasar memiliki jarak minimum d = 13 maka kita uji dengan program NonZeroWt. Karena matriks dasar berdimensi dua maka kita dapat meningkatkanya sampai maksimum dua dimensi. Selanjutnya dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke matriks M. Dengan program Kolek1VekM kita meningkatkan dimensi dari matriks dasar menjadi tiga, sehingga dimensinya menjadi tiga. Tanpa

14 34 memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi menunjukan minimal ada macam yang berordo 3 21 yang mendefinisikan kode dengan parameter [24, 3. 13]. Dan dengan program ReduEki1 dihilangkan matriksmatriks yang saling ekivalen ternyata diperoleh 8 macam yang tidak saling ekivalen, salah satunya = 3. Konstruksi kode [27, 5, 13] Matriks berordo 3 21 ini dijadikan matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks yang berordo Caranya adalah; Pertama-tama matriks ini ditambah satu vektor kolom nol sehingga menjadi matriks dasar yang berordo Kemudian matriks diubah, dari tampilan matriks kolom menjadi matriks baris M dengan menggunakan program UbahMtxCR. Untuk memastikan bahwa matriks dasar memiliki jarak minimum d = 13 maka kita uji dengan program NonZeroWt. Karena M berdimensi 3 maka kita dapat meningkatkan matriks dasar ini maksimal 3 dimensi. Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM kita tingkatkan dimensi dari matriks dasar satu tingkat sehingga dimensinya menjadi empat, dan hasilnya terdapat minimal ada kode dengan parameter [26, 4, 13]. Selanjutnya ditingkatkan lagi dimensinya menjadi menjadi lima dengan cara menambahkan satu lagi vektor baris X dalam ke M dengan program Kolek2VekMDt. Dari hasil eksplorasi tanpa melihat relasi ekivalensi ternyata minimal ada macam matriks berordo 5 22 yang mendefinisikan kode dengan parameter [27, 5, 13]. Dengan program ReduEkiX dihilangkan matriks-matriks yang saling ekivalen. Hasilnya hanya minimal ada 4 macam matriks yang tidak saling ekivalen. Salah satunya adalah

15 35 = 4. Konstruksi kode [29, 6, 13] Matriks berordo 5 22 ini dijadikan matriks dasar untuk diperluas lagi menjadi matrik yang berordo Dengan cara ; Pertama-tama matriks dasar ini ditambahkan satu vektor kolom nol sehingga menjadi matriks dasar yang berordo Dengan program UbahMtxCR diubah tampilan matriks, dari matriks kolom menjadi matriks baris M. Untuk memastikan bahwa matriks dasar kita mempunyai jarak minimum d = 13, maka kita uji dengan menggunakan program NonZeroWt. Karena dimensi dari matriks dasar kita adalah lima, maka kita dapat meningkatkan dimensi dari matriks dasar tersebut maksimal lima dimensi. Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM kita tingkatkan dimensi dari matriks dasar satu tingkat menjadi enam. Dari hasil eksplorasi paling tidak ada satu macam matriks berukuran 6 23 yang mendefinisikan kode dengan parameter [29, 6, 13]. Matriks tersebut adalah = 5. Konstruksi kode [32, 8, 13] Matriks berordo 6 23 ini dijadikan matriks dasar untuk diperluas lagi menjadi matriks berordo 8 24 yang mendefinisikan kode dengan parameter [32, 8, 13]. Dengan cara; Pertama-tama ditambahkan satu vektor kolom nol dan menghapus baris ke-1 pada matriks representasi kolom dengan program DelVekM sehingga didapat matriks dasar yang berordo Kemudian dengan program UbahMtxCR diubah tampilan matriks, dari matriks kolom menjadi matriks baris M. Karena matriks dasar kita berdimensi lima maka, kita dapat meningkatkan maksimal sampai lima dimensi. Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat

16 36 ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM kita meningkatkan dimensi dari matriks dasar satu tingkat sehingga dimensinya menjadi enam. Setelah ditingkatkan satu dimensi ternyata diperoleh setidaknya ada kode dengan parameter [30, 6 13]. Berikutnya dengan program Kolek2VekMDt dimensinya ditingkatkan satu tingkat lagi menjadi tujuh, dan didapat paling sedikit ada kode dengan parameter [31, 7, 13]. Selanjutnya dengan program Kolek3VekMDtx, dimensinya ditingkatkan satu tingkat lagi menjadi delapan, dan diperoleh paling sedikit ada 192 matriks berordo 8 24 yang mendefinisikan kode dengan parameter [32, 8, 13]. dan setelah dihilangkan matriks-matriks yang saling ekivalen dengan program ReduEkiX ternyata semuanya tidak saling ekuivalen, Sehingga didapat paling tidak ada 192 matriks berukuran 8 24 yang mendefinisikan kode dengan parameter [32, 8, 13]. Salah satunya adalah = 6. Konstruksi kode [34, 9, 13] Matriks berordo 8 24 dijadikan matriks dasar untuk diperluas lagi menjadi matriks berordo 9 25 untuk mendefinisikan kode dengan parameter [34, 9, 13]. Dengan cara; Pertama-tama ditambahkan satu vektor kolom nol, dan menghapus baris ke-1 pada matriks representasi kolom dengan program DelVekM sehingga didapat matriks dasar yang berukuran Kemudian dengan program UbahMtxCR diubah tampilan matriks, dari matriks kolom menjadi matriks baris M. Karena matriks dasar ini berdimensi tujuh maka kita dapat meningkatkan matriks dasar ini maksimal sampai tujuh dimensi. Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM kita tingkatkan satu dimensi sehingga ukuran matriks menjadi 8 25, ternyata didapat paling sedikit ada kode dengan parameter [33, 8, 13]. Selanjutnya dengan program Kolek2VekMDt dimensinya ditingkatkan lagi satu tingkat sehingga ukuran

17 37 matriks menjadi 9 25, ternyata didapat paling sedikit ada dua matriks berukuran 9 25 yang mendefinisikan kode dengan parmeter [34, 9, 13]. Matriks yang didapat sebagai berikut: [1] = Dan [2] = Untuk selanjutnya ini gagal untuk diperluas lagi. Seandainya matriks tersebut dapat diperluas menjadi matriks berukuran maka telah berhasil diperbaiki batas bawah untuk kode yang berjarak minimum d = 13, yaitu kode dengan parameter [35, 10, 13]. Atau dengan kata lain telah berhasil dikonstruksi kode baru yaitu kode [35, 10, 13]. Tabel 4 Hasil Eksplorasi Kode Optimal dengan jarak minimum d = 15 Panjang (n) Dimensi (k) Jarak Minimum (d) Kode [ n, k, d ] [23, 2, 15] [27, 3, 15] [31, 6, 15] [35, 8, 15] [37, 9, 15]

18 38 7. Konstruksi kode [23, 2, 15] Untuk kode [ 23, 2, 15 ] dapat dikonstruksi dengan mudah menggunakan matriks B berukuran 2 21 sebagai berikut B = Tetapi matriks B ini tidak berhasil diperluas untuk mendapatkan kode optimal berikutnya. 8. Konstruksi kode [27, 3, 15] Karena matriks B tidak dapat diperluas untuk mendapatkan kode optimal berikutnya, maka selanjutnya dikonstruksi matriks dasar berukuran 3 24 untuk mendefinisikan kode dengan parameter [ 27, 3, 15 ]. Matriks yang digunakan adalah sebagai berikut = 9. Konstruksi kode [31, 6, 15] Matriks berordo 3 24 ini dijadikan sebagai matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks yang berordo 6 25 untuk mendefinisikan kode dengan parameter [31, 6, 15]. Dengan cara; pertama menambahkan satu vektor kolom nol pada matriks dasar sehingga matriks dasar ordonya menjadi 3 25, dilanjutkan dengan mengubah tampilan matriks, dari matriks kolom menjadi matriks baris M dengan program UbahMtxCR. Selanjutnya untuk memastikan bahwa jarak minimum distenya 15 maka digunakan program NonZeroWt. Karena matriks yang dijadikan matriks dasar mempunyai dimensi tiga, maka dimensinya dapat ditingkatkan maksimal tiga dimensi. Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM ditingkatkan satu dimensi sehingga dimensinya menjadi empat dan didapat paling sedikit kode dengan para meter [29, 4, 15]. Berikutnya dengan program Kolek2VekMDt dimensinya ditingkatkan satu tingkat lagi menjadi lima, tanpa memperhatikan relasi ekuivalensi didapat paling sedikit ada kode dengan parameter

19 39 [30, 5, 15]. Dengan program Kolek3VekMDt dimensinya ditingkatkan satu tingkat lagi menjadi enam, dan tanpa memperhatikan relasi ekuivalensi didapat paling sedikit ada matriks berordo 6 25 yang mendefinisikan kode dengan parameter [31, 6, 15]. Salah satunya adalah = 10. Konstruksi kode [35, 8, 15] Matriks berordo 6 25 ini dijadikan matriks dasar untuk diperluas lagi menjadi matriks yang berordo 8 27, yaitu untuk mendefinisikan kode dengan parameter [ 35, 8, 15 ]. Cara mengonstruksi matriks adalah sebagai berikut ; Yang pertama menambahkan dua vektor kolom nol pada matriks dasar dan dengan program DelVekM untuk i = 1, menghapus baris ke-1 pada matriks dasar sehingga didapat matriks dasar yang berordo Untuk memastikan bahwa matriks dasar mempunyai jarak minimum d = 15 maka di uji dengan program NonZeroWt. Sebelum melakukan eksplorasi lebih lanjut, terlebih dulu kita mengubah tampilan matriks, dari matriks kolom menjadi matriks baris M dengan program UbahMtxCR. Karena matriks dasar berdimensi lima maka kita dapat meningkatkanya sampai maksimal lima dimensi. Selanjutnya Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM kita tingkatkan satu dimensi sehingga dimensinya menjadi enam, hasilnya minimal ada matriks dasar beerordo 6 27 yang medefinisikan kode dengan parameter [33, 6, 15]. Langkah selanjutnya dengan program Kolek2VekM matriks dasar ini dimensinya kita tingkatkan satu tingkat lagi menjadi tujuh, hasilnya minimal ada matriks dasar yang berordo 7 27 yang mendefinisikan kode dengan parameter [34, 7, 15]. Berikutnya matriks dasar ini kita tingkatkan satu tingkat lagi dengan program Kolek3VekM sehingga dimensinya menjadi delapan, hasilnya tanpa memperhatikan relasi ekuivalensi minimal ada matriks berordo 8 27 yang mendefinisikan kode dengan parameter [35, 8, 15]. Dan setelah dihilangkan matriks-matriks yang saling ekuivalen dengan program

20 ReduEkiX didapat minimal ada 689 kode optimal kuat dengan parameter [35,8,15]. Salah satunya adalah 40 = 11. Konstruksi kode [37, 9, 15] Matriks berordo 8 27 ini dijadikan matriks dasar untuk diperluas lagi menjadi matriks yang berordo 9 28 untuk mendefinisikan kode dengan parameter [ 37, 9, 15 ]. Cara mengonstruksi matriks adalah sebagai berikut ; Yang pertama menambahkan satu vektor kolom nol pada matriks dasar dan dengan program DelVekM untuk i = 8, menghapus baris ke-8 pada matriks dasar sehingga didapat matriks dasar yang berordo Untuk memastikan bahwa matriks dasar mempunyai jarak minimum d = 15 maka di uji dengan program NonZeroWt. Sebelum melakukan eksplorasi lebih lanjut, terlebih dulu kita mengubah tampilan matriks, dari matriks kolom menjadi matriks baris M dengan program UbahMtxCR. Karena matriks dasar berdimensi tujuh maka kita dapat meningkatkanya sampai maksimal tujuh dimensi. Selanjutnya Dengan program ListKombM mencari semua kemungkinan vektor baris X dalam yang dapat ditambahkan ke M. Dengan program Kolek1VekM kita tingkatkan satu dimensi sehingga dimensinya menjadi delapan, hasilnya minimal ada matriks dasar beerordo 8 28 yang medefinisikan kode dengan parameter [36, 8, 15]. Selanjutnya dengan program Kolek2VekM matriks dasar ini dimensinya kita tingkatkan satu tingkat lagi menjadi sembilan, hasilnya tanpa melihat relasi ekuivalensi minimal ada 542 matriks dasar yang berordo 9 28 yang mendefinisikan kode optimal kuat dengan parameter [37, 9, 15]. Dan setelah dihilangkan matriks-matriks yang saling ekuivalen dengan program ReduEkiX didapat minimal ada 281 kode optimal kuat dengan parameter [37, 9, 15]. Salah satunya adalah

21 41 = Selanjutnya untuk menjadikan matriks menjadi matriks dasar dan ditingkatkan ke order yang lebih tinggi mengalami kegagalan. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya: 1. Pemilihan kode dasar ( matriks B awal ) yang kurang baik. 2. Algoritme konstruksi yang masih belum sempurna.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi masalah Misalkan C [ n,k,d ] adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d. kode C dikatakan baik jika n kecil, k besar

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi Masalah Sejauh ini telah diperkenalkan bahwa terdapat tiga parameter yang terkait dengan konstruksi suatu kode, yaitu panjang, dimensi, dan jarak minimum. Jika C adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan.

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan. 46 B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan. 1. AcakSet membangkitkan vektor dalam ruang dimensi n secara acak. > AcakSet:=proc(m::posint) local AcIn::procedure, p::integer:

Lebih terperinci

Lampiran 1 Program Matriks Biner

Lampiran 1 Program Matriks Biner 35 Lampiran 1 Program Matriks Biner 1.1 Pendefinisian Prosedur yang Digunakan untuk konversi Representasi Data. 1.1.1 UbahBinKeDes ( Prosedur untuk mengubah vektor biner ke decimal dari order rendah ke

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN 1. Definisi-1. Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan

Lebih terperinci

Minggu II Lanjutan Matriks

Minggu II Lanjutan Matriks Minggu II Lanjutan Matriks Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus Jumlah Pertemuan : Matriks : A. Transformasi Elementer. Transformasi Elementer pada baris

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS. Dosen Pengampu: DARMADI, S.Si, M.Pd. Oleh: Kelompok III

ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS. Dosen Pengampu: DARMADI, S.Si, M.Pd. Oleh: Kelompok III ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS Dosen Pengampu: DARMADI, SSi, MPd Oleh: Kelompok III 1 Andik Dwi S (06411008) 2 Indah Kurniawati (06411090) 3 Mahfuat M (06411104)

Lebih terperinci

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel)

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U November 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Baris, Kolom,

Lebih terperinci

Table of Contents. Table of Contents 1

Table of Contents. Table of Contents 1 Table of Contents Table of Contents 1 1 Pendahuluan 2 1.1 Koreksi dan deteksi pola kesalahan....................... 5 1.2 Laju Informasi.................................. 6 1.3 Efek dari penambahan paritas..........................

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 5 Ruang Vektor Ruang Vektor Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem Kontrol

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE Row Space, Column Space, Nullspace 5.6. Rank & Nullity

Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE Row Space, Column Space, Nullspace 5.6. Rank & Nullity Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE 5.5. Row Space, Column Space, Nullspace 5.6. Rank & Nullity 5.5. Row Space, Column Space, Nullspace Vektor-Vektor Baris & Kolom Vektor baris A (dalam R n ) Vektor kolom A

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT0143231 / 2 SKS Deskripsi: - Mata kuliah ini mempelajari konsep aljabar linear sebagai dasar untuk membuat algoritma dalam permasalahan

Lebih terperinci

Prof.Dr. Budi Murtiyasa Muhammadiyah University of Surakarta

Prof.Dr. Budi Murtiyasa Muhammadiyah University of Surakarta BASIS DAN DIMENSI Prof.Dr. Budi Murtiyasa Muhammadiyah University of Surakarta Basis dan Dimensi Ruang vektor V dikatakan mempunyai dimensi terhingga n (ditulis dim V = n) jika ada vektor-vektor e, e,,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok disebut juga sebagai sandi (n, k) sandi. Sebuah blok k bit informasi disandikan menjadi blok n bit. Tetapi sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori pendeteksian error dan pengoreksi sandi adalah cabang dari teknik mesin dan matematika yang berhubungan dengan transmisi dan storage yang dapat dipercaya. Dalam

Lebih terperinci

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI 214 MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI Astri Fitria Nur ani Aljabar Linear 1 1/1/214 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN A. Pendahuluan... 1 B. Aljabar

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

TRANSFORMASI MATRIKS. Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ

TRANSFORMASI MATRIKS. Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMIPA UNEJ TRANSFORMAS MATRKS Agustina Pradjaningsih, M.Si. Jurusan Matematika FMPA UNEJ agustina.fmipa@unej.ac.id Definisi : BEBAS LNER Suatu himpunan vektor-vektor v, v, v k dikatakan bebas linier jika persamaan

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) 1 MATERI ALJABAR LINIER VEKTOR DALAM R1, R2 DAN R3 ALJABAR VEKTOR SISTEM PERSAMAAN LINIER MATRIKS, DETERMINAN DAN ALJABAR MATRIKS, INVERS MATRIKS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Matematika Definisi pemodelan matematika : Pemodelan matematika adalah suatu deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian

Lebih terperinci

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor Bab RUANG VEKTOR. Ruang Vektor DEFINISI.. Suatu ruang vektor (V, +,, F) atas field (F, +), ditulis singkat V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemenelemennya disebut vektor, yang dilengkapi

Lebih terperinci

SUMMARY ALJABAR LINEAR

SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada (noise) atau inferensi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER 2 KODE : MKK414515 DOSEN PENGAMPU : Annisa Prima Exacta, M.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 17 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa definisi dan teorema dengan atau tanpa bukti yang akan digunakan untuk menentukan regularisasi sistem singular linier. Untuk itu akan diberikan terlebih

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 Sebelum membuktikan Teorema 2.3, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang berhubungan dengan pembuktian Teorema 2.3. Definisi 1 (Matriks Eselon Baris)

Lebih terperinci

Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari objek yang diatur berdasarkan baris (row) dan kolom (column). Objek-objek dalam susunan tersebut

Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari objek yang diatur berdasarkan baris (row) dan kolom (column). Objek-objek dalam susunan tersebut Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari objek yang diatur berdasarkan baris (row) dan kolom (column). Objek-objek dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks atau disebut juga elemen

Lebih terperinci

MODUL IV SISTEM PERSAMAAN LINEAR

MODUL IV SISTEM PERSAMAAN LINEAR MODUL IV SISTEM PERSAMAAN LINEAR 4.. Pendahuluan. Sistem Persamaan Linear merupakan salah satu topik penting dalam Aljabar Linear. Sistem Persamaan Linear sering dijumpai dalam semua bidang penyelidikan

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah 3. 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand

Aljabar Linier. Kuliah 3. 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand Aljabar Linier Kuliah 3 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand 1 Materi Kuliah 3 Jumlah Langsung, Hasilkali Langsung Himpunan Pembangun (Spans) dan Bebas Linier 5/9/2014 Yanita FMIPA Matematika Unand 2

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan masalah dan bagaimana mengeksplorasinya dengan logaritma diskret pada menggunakan algoritme Exhaustive Search Baby-Step

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT)

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT) 1 RUANG VEKTOR Nurdinintya Athari (NDT) RUANG VEKTOR Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Basis Subruang Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem kontrol

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Vol 3, No 2, 22-27 7-22, Januari 207 22 Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Andi Kresna Jaya Abstract The first order Reed Muller, that is written R(,r), is

Lebih terperinci

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Baris Ruang Kolom Ruang Nol TIM KALIN

KS KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Baris Ruang Kolom Ruang Nol TIM KALIN KS96 KALKULUS DAN ALJABAR LINEAR Ruang Baris Ruang Kolom Ruang Nol TIM KALIN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa diharapkan: Dapat mencari ruang baris, ruang kolom,

Lebih terperinci

SUBRUANG VEKTOR. Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier. Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd

SUBRUANG VEKTOR. Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier. Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd SUBRUANG VEKTOR Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd Disusun Oleh : Kelompok 6/ III A4 1. Nina Octaviani Nugraheni 14144100115 2. Emi Suryani 14144100126

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS

PENDAHULUAN LANDASAN ANALISIS 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Biplot merupakan metode eksplorasi analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd Qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUHG3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 7 Transformasi Linear Sub Pokok Bahasan Definisi Transformasi Linear Matriks Transformasi Kernel dan Jangkauan Aplikasi Transformasi Linear Grafika Komputer Penyederhanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1 Ruang Vektor Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor 1. Jika vektor vektor u, v V, maka vektor u + v V 2. u + v = v + u 3. u + ( v + w ) = ( u + v ) + w

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep-konsep Matriks Definisi Matriks Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A, B, X, Y. Elemen-elemen di dalamnya disebut skalar yang berasal

Lebih terperinci

8 MATRIKS DAN DETERMINAN

8 MATRIKS DAN DETERMINAN 8 MATRIKS DAN DETERMINAN Matriks merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem persamaan linear. Oleh karenanya aljabar matriks sering juga disebut dengan aljabar linear. Matriks dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

1.1. Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 1.2. Susunan Koordinat Ruang R n 1.3. Vektor di dalam R n 1.4. Persamaan garis lurus dan bidang rata

1.1. Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 1.2. Susunan Koordinat Ruang R n 1.3. Vektor di dalam R n 1.4. Persamaan garis lurus dan bidang rata SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH : MATEMATIKA INFORMATIKA 2 JURUSAN : S1-TEKNIK INFORMATIKA KODE MATA KULIAH : IT-045214 Referensi : [1]. Yusuf Yahya, D. Suryadi. H.S., Agus S., Matematika untuk

Lebih terperinci

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal

7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal 7. NILAI-NILAI VEKTOR EIGEN Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diagonalisasi Diagonalisasi Ortogonal Nilai Eigen, Vektor Eigen Diketahui A matriks nxn dan x adalah suatu vektor pada R n, maka biasanya tdk ada

Lebih terperinci

Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank

Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank khozin mu tamar 9 Oktober 2014 PERTEMUAN-4 : SISTEM KOORDINAT, DIMEN- SI RUANG VEKTOR DAN RANK 1. Sistem koordinat (a) Ketunggalan scalar

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2. SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : 3 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas Referens i 1

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer

Aljabar Linier Elementer Aljabar Linier Elementer Kuliah 15 dan 16 11/11/2014 1 Materi Kuliah Kebebasan Linier Basis dan Dimensi 11/11/2014 Yanita, Matematika Unand 2 5.3 Kebebasan Linier Definisi Jika S = v 1, v 2,, v r adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak Kajian mengenai Konstruksi Aljabar Simetris Kiri Menggunakan Fungsi Linier Sofwah Ahmad Departemen Matematika FMIPA UI Kampus UI Depok 16424 sofwahahmad@sciuiacid Abstrak Aljabar merupakan suatu ruang

Lebih terperinci

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U Agustus 2015 MZI (FIF Tel-U) Matriks -

Lebih terperinci

BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI

BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI Oleh Budi Murtiyasa FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3)

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) Aurora Nur Aini, Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. Soedarto, S. H, Semarang 5275 Abstract. Hamming code can correct

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE DARI MATRIKS KOMPLEKS

MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE DARI MATRIKS KOMPLEKS MENENTUKAN INVERS MOORE PENROSE DARI MATRIKS KOMPLEKS skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika oleh Astin Wita Yunihapsari 4150407021 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai program linear, konsep himpunan fuzzy, program linear fuzzy dan metode Mehar untuk membahas penyelesaian masalah fuzzy linear programming untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fuzzy Local Binary Pattern (FLBP) Fuzzifikasi pada pendekatan LBP meliputi transformasi variabel input menjadi variabel fuzzy, berdasarkan pada sekumpulan fuzzy rule. Dalam

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.00). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Pewarnaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non linier Pemrograman non linier adalah suatu bentuk pemrograman yang berhubungan dengan suatu perencanaan aktivitas tertentu yang dapat diformulasikan dalam model

Lebih terperinci

METODE KARMARKAR UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINEAR

METODE KARMARKAR UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINEAR METODE KARMARKAR UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINEAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Yohana Buragoran NIM: 09 3114

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP Pada bab ini dibahas mengenai AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty di Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 970-an dan baru

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR ELEMENTER

ALJABAR LINEAR ELEMENTER BAHAN AJAR ALJABAR LINEAR ELEMENTER Disusun oleh : Indah Emilia Wijayanti Al. Sutjijana Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Desember, 22 ii Daftar Isi Sistem Persamaan Linear dan Matriks.

Lebih terperinci

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR

BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR BAB 7 TRANSFORMASI LINEAR PADA RUANG VEKTOR A. DEFINISI DASAR 1. Definisi-1 Suatu pemetaan f dari ruang vektor V ke ruang vektor W adalah aturan perkawanan sedemikian sehingga setiap vektor v V dikawankan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. enkripsi didefinisikan oleh mod dan menghasilkan siferteks c.

III PEMBAHASAN. enkripsi didefinisikan oleh mod dan menghasilkan siferteks c. enkripsi didefinisikan oleh mod dan menghasilkan siferteks c 3 Algoritme 3 Dekripsi Untuk menemukan kembali m dari c, B harus melakukan hal-hal berikut a Menggunakan kunci pribadi a untuk menghitung mod

Lebih terperinci

Aljabar Linear dan Matriks (Persamaan Linear dan Vektor) Instruktur : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs.

Aljabar Linear dan Matriks (Persamaan Linear dan Vektor) Instruktur : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs. Aljabar Linear dan Matriks (Persamaan Linear dan Vektor) Instruktur : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs. . Matriks dan Sistem Persamaan Linear Definisi Persamaan dalam variabel dan y dapat ditulis dalam

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

Dual Pada Masalah Maksimum Baku

Dual Pada Masalah Maksimum Baku Dual Pada Masalah Maksimum aku Setiap masalah program linear terkait dengan masalah dualnya. Kita mulai dengan motivasi masalah ekonomi terhadap dual masalah maksimum baku. Sebuah industri rumah tangga

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA SISI DALAM ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN FUZZY

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA SISI DALAM ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN FUZZY PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA SISI DALAM ALJABAR MAX-PLUS BILANGAN FUZZY Any Muanalifah August 9, 2010 Latar Belakang Latar Belakang Teori himpunan fuzzy berkembang pesat saat ini. Banyak sekali

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR

MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR MODUL 3 FAKTORISASI LU, PARTISI MATRIK DAN FAKTORISASI QR KOMPETENSI: 1. Memahami penggunaan faktorisasi LU dalam penyelesaian persamaan linear.. Memahami penggunaan partisi matrik dalam penyelesaian persamaan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BARISAN HITUNG SERAGAM SEIMBANG BERBASIS BARISAN TRANSISI KODE GRAY

KONSTRUKSI BARISAN HITUNG SERAGAM SEIMBANG BERBASIS BARISAN TRANSISI KODE GRAY Jurnal Wahana Matematika Sains, Volume 10, Nomor 1, April 2016 34 KONSTRUKSI BARISAN HITUNG SERAGAM SEIMBANG BERBASIS BARISAN TRANSISI KODE GRAY N. D. Sintiari, I. N. Suparta, D. Waluyo Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1 Fast Fourier Transform (FFT) Dalam rangka meningkatkan blok yang lebih spesifik menggunakan frekuensi dominan, akan dikalikan FFT dari blok jarak, dimana jarak asal adalah: FFT = abs (F (u, v)) = F (u,

Lebih terperinci

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 1 (2013), hal. 63 70. RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF Eka Wulan Ramadhani, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani INTISARI Rank dari matriks

Lebih terperinci

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5 Aljabar Linear & Matriks Pert. 5 Evangs Mailoa Pengantar Determinan Menurut teorema 1.4.3, matriks 2 x 2 dapat dibalik jika ad bc 0. Pernyataan ad bc disebut sebagai determinan (determinant) dari matriks

Lebih terperinci

Definisi : det(a) Permutasi himpunan integer {1, 2, 3,, n}:

Definisi : det(a) Permutasi himpunan integer {1, 2, 3,, n}: Definisi : Determinan dari matrik bujursangkar A berorde n adalah jumlah semua permutasi n (n!) hasil kali bertanda dari elemen-elemen matrik. Dituliskan : det(a) atau A (jr j r...j n ).a jr a j r...am

Lebih terperinci

APLIKASI MATRIKS INVERS TERGENERALISASI PADA KRIPTOGRAFI

APLIKASI MATRIKS INVERS TERGENERALISASI PADA KRIPTOGRAFI APLIKASI MATRIKS INVERS TERGENERALISASI PADA KRIPTOGRAFI Oleh Budi Murtiyasa FKIP Univ. Muhammadiyah Surakarta Makalah disampaikan pada Konferda dan Seminar Nasional Matematika Himpunan Matematika Indonesia

Lebih terperinci

MATRIKS. Matriks adalah himpunan skalar (bilangan riil/kompleks) yang disusun secara empat persegi panjang (menurut baris dan kolom)

MATRIKS. Matriks adalah himpunan skalar (bilangan riil/kompleks) yang disusun secara empat persegi panjang (menurut baris dan kolom) MTRIKS DEFINISI Bentuk umum =(aij),i=,,...m J=,,...m a a a n baris a a..a n baris MTRIKS Matriks adalah himpunan skalar (bilangan riil/kompleks) yang disusun secara empat persegi panjang (menurut baris

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional Ming gu ke RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 56 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional T o p i k S u b T o p i k 1. Ruang Banach - Ruang metrik - Ruang vektor bernorm - Barisan di ruang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A SILABI FRM/FMIPA/063-00 12 Februari 2013 Fakultas : MIPA Program Studi : Matematika Mata Kuliah & Kode : Teori Persandian / SMA 349 Jumlah sks : Teori

Lebih terperinci