BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi masalah Misalkan C [ n,k,d ] adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d. kode C dikatakan baik jika n kecil, k besar dan d besar. Makna fisiknya, n harus kecil terkait dengan proses enkoding dan dekoding, juga terkait dengan memori yang digunakan dalam proses tersebut. Selanjutnya k harus besar terkait dengan banyaknya pesan yang dapat diubah menjadi kata kode dan d harus besar terkait dengan banyaknya galat yang dapat dikoreksi. Diberikan sembarang dua parameter, misalnya n dan k, problemnya: Adakah suatu kode [n,k,d] untuk nilai d yang sebesar besarnya.?. Pertanyaan itu mengarah pada pendefinisian fungsi D ( n, k ) = maks { d / kode [ n, k, d ] ada } Dalam hal ini, suatu kode C dengan parameter [ n, k, d ] disebut optimal-d (optimal jarak minimum), jika C ada (telah berhasil dikonstruksi) dan telah pula dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [ n, k, d + 1]. Batas bawah (lower bound) dan batas atas (upper bound) dari fungsi D(n, k) diartikan sebagai berikut. Misalnya, l D ( n, k ) u artinya telah berhasil dikonstruksi kode dengan parameter [ n, k, d l ], dan telah berhasil pula dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [n, k, d > u], sedangkan ada/tidaknya kode dengan parameter [ n, k, d], dengan l < d u, merupakan open problem. Untuk memperbaiki satu langkah batas bawah dari fungsi D ( n, k ) berarti harus mampu mengkonstruksi kode dengan parameter [ n, k, l + 1]. Perbaikan satu langkah batas atas dari fungsi D(n, k) berarti dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [ n, k, u ]. Penelitian ini hanya untuk memperbaiki satu langkah batas bawah saja. Informasi terkini (updated) basis data untuk batas fungsi D(n, k ) dapat dilihat di dalam Tabel Brouwer (Brouwer 1998) dan bisa diakses secara on-line. Secara analog (ekivalen), didefinisikan fungsi K(n,d) untuk optimalisasi dimensi (optimal-k) atau fungsi N(k,d) untuk

2 14 optimalisasi panjang kode (optimal-n), dan sekaligus memformulasikan masalahnya: K ( n, d ) = maks { k / kode [ n, k, d ] ada } N ( k, d ) = min { n / kode [ n, k, d ] ada }. Berdasarkan formulasi umum problem di atas, pada penelitian ini didefinisikan kode optimal kuat (strongly optimal codes) beserta formulasi problem konstruksinya. Kode linear C dengan parameter [n, k, d] disebut optimal kuat jika kode linear-[n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n+1, k+1, d] tidak ada. Sedangkan suatu kode disebut optimal D jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n, k, d+1] tidak ada. Jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n-1, k, d] tidak ada maka disebut optimal-n. Selanjutnya jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n, k+1, d] tidak ada, maka kode tersebut disebut optimal K. 2.6 Analisis Teori Suatu matriks H berukuran yang semua barisnya merupakan suatu basis untuk disebut matriks cek paritas dari C. Pengertian matriks cek paritas ini berimplikasi pada pendefinisian kode linear berkaitan dengan cara konstruksinya, yaitu H. Mengkonstruksi suatu kode berarti mendefinisikan matriks cek paritas H atau matriks generatornya G. Pada bagian ini akan dikaji beberapa teorema yang paling berperan untuk melandasi konstruksi H. Teorema Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai dimensi (n-r) jika dan hanya jika ada r kolom dari H yang bebas linear tetapi tidak ada (r + 1) kolom dari H yang bebas linear. Ini artinya r adalah rank dari H. Bukti Misalkan H adalah matriks cek paritas dari kode linear C dengan panjang n dan G adalah matriks generator untuk C. Maka C berdimensi (n r) jika dan hanya jika rank (G) = ( n r). (karena G adalah basis dan banyaknya baris di G

3 15 menunjukkan dimensi suatu kode). Karena G dan H saling orthogonal, maka rank (G) = (n - r) jika dan hanya jika rank ( H) = r. Teorema Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai jarak minimum d jika dan hanya jika setiap d - 1 kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom dari H yang tidak bebas linear. Bukti: Misalkan H adalah matriks cek paritas dari kode C dengan panjang n, maka kode tersebut berjarak minimum d jika dan hanya jika C berbobot minimum d jika dan hanya jika ada vektor v dengan wt(v) = d sehingga Hv T = 0 T dan untuk setiap w dengan wt(w) < d jika dan hanya jika Hw T 0 T ( jika Hw T = 0 T berarti w, maka akan terjadi kontradiksi karena wt(w) < d ) jika dan hanya jika ada d kolom dari H yang tidak bebas linear dan setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear. Teorema (The Singleton Bound) Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d], maka (n k) (d- 1). Bukti: Jika C kode dengan parameter [n, k, d], maka C mempunyai matriks paritas H berordo (n k) n. Ini berarti rank (H) (n k), dan berdasarkan teorema 3.2.2, matriks H memiliki d 1 kolom yang bebas linear, sehingga rank (H) = (d 1), maka (n k) (d- 1). Teorema ( Teorema Gilbert-Varshamov bound) Jika telah diketahui ada kode [ n,k,d] yang memenuhi ketaksamaan 1 2, maka ada (dapat dikonstruksi) kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Bukti: Misalkan diketahui kode C memiliki parameter [n, k, d]. Berdasarkan teorema ada matriks paritas H berordo (n - k) n ditulis H = ( c 1 c 2 c n ) yang setiap d - 1 vektor dari { c 1, c 2, c n } adalah bebas linear dalam ruang. Ide dasar pembuktian adalah jika ada vektor x yang bukan i kombinasi linear dari vektor-vektor kolom H untuk i = 1, 2,, d 2, maka

4 16 = ( c 1 c 2 c n x ) adalah matriks berordo (n - k)(n + 1) yang setiap d-1 vektor dari{c 1,c 2, c n, x } adalah bebas linear dalam ruang. Dalam hal ini, merupakan matriks paritas untuk kode [n + 1, k + 1, d]. Syarat adanya vektor x terjadi ketika dipenuhi ketaksamaan , dimana ruas kiri menyatakan banyaknya vektor-vektor sebagai hasil i kombinasi linear dari vektor-vektor kolom H untuk i = 1, 2, d - 2, sedangkan ruas kanan menyatakan banyaknya vektor-vektor dalam. 2.7 Algoritme Konstruksi Mengkonstruksi kode linear [k+r, k,d] berarti mengkonstruksi bentuk standar dari H, yaitu H = ( ). Untuk efisiensi komputasi cukup dikonstruksi matriks B berukuran k r. Berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov bound diturunkan teorema konstruksi berikut: Teorema Jika matriks B berukuran k r dikonstruksi berdasarkan sifat : 1. Semua vektor baris dari B berbeda. 2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i) untuk i = 1, 2, 3, s dimana s = min {d 1, k} dan (d 1) r, maka H = ( B T I r ) merupakan matriks paritas untuk kode C dengan parameter [k + r, k, d]. Dalam hal ini matriks generator dari C adalah G = ( I k B ) Bukti: Misalkan telah dikonstruksi matriks B berukuran k sebagaimana disyaratkan oleh teorema, akan ditunjukkan bahwa H merupakan matriks paritas untuk kode C [k + r, k, d]. Hal pertama yang mudah dilihat dari struktur H adalah C mempunyai panjang (k + r) dan berdimensi k, sehingga tinggal ditunjukkan C memiliki jarak minimum d. Andaikan ada v C dengan wt (v) < d dan

5 17 dituliskan v = (v m, v c ) dimana v m vektor pesan dengan wt (v m ) = i dan v c vektor cek dengan wt (vc) = j, maka berlaku i + j < d j < d - i wt (v c ) < d i dan Hv T = 0 T ( B T I r ) = 0 T B T + I r = 0 T B T = Karena wt(v m ) = i, dan berdasarkan syarat 2 dari konstruksi B, maka wt(b T ) d i. Dari ekspresi (i), (ii), dan (iii) menunjukkan suatu kontradiksi sehingga dapat disimpulkan bahwa C berbobot minimum d atau dengan kata lain C memiliki jarak minimum d. Dengan demikian, mengkonstruksi kode C[k+r, k, d] berdasarkan teorema berarti mengkonstruksi matriks generatornya, G = cukup dengan mengkonstruksi matriks B berukuran k r yang memenuhi sifatsifat: semua vektor baris dari B berbeda dan jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i), untuk i =1, 2,, s dimana s = min{d 1, k} dan (d 1) r. Begitu kode linear C [ n, k, d ] telah terkonstruksi, langkah berikutnya adalah mendefinisikan himpunan V yang beranggotakan semua vektor baris dari B dan semua vektor sebagai hasil jumlah i vektor baris dari B untuk i = 2,3, s dimana s = min {d-1, k}. Maka jelaslah bahwa V. Jika V, maka ada vektor dan x yang bisa ditambahkan ke baris matriks B untuk mendefinisikan matriks yang berukuran (k+1) r dan matriks cek paritas H = T ) akan mendefinisikan kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Pada penelitian ini strategi konstruksi kode [n +1, k + 1, d] memenuhi teorema Gilbert- Varshamov bound. Proses ekstensi kode dari [n, k, d] ke [ n+1, k+1, d ] dilakukan tahap demi tahap sampai diperoleh suatu kode C dengan parameter [ n, k,d ] yang sudah tidak bisa diperluas lagi. Ketika diperoleh informasi bahwa telah dibuktikan bahwa kode dengan parameter [ n ' +1, k ' +1, d ] tidak ada, maka C merupakan kode optimal kuat yang telah berhasil dikonstruksi. Akan tetapi, ketika diperoleh (i) (ii) (iii)

6 18 informasi bahwa ada kode dengan parameter [ n ' +1, k ' +1, d ], berarti kode optimal kuat gagal dikonstruksi. Dalam hal ini, harus dilakukan rekonstruksi dengan strategi memilih kode dasar [n, k, d ] lain yang berpeluang besar dapat diperluas menjadi kode optimal kuat C. Pemilihan kode dasar yang baik memerlukan eksplorasi yang baik yang bersifat teoritik maupun komputatif. Selanjutnya keberhasilan konstruksi kode optimal kuat C dapat digunakan sebagai kode dasar untuk diperluas menjadi kode kode optimal kuat berikutnya dengan strategi yang sama. Algoritme konstruksi kode ini juga berlaku untuk kode linear biner berjarak minimum bilangan genap berdasarkan sifat dari kode linear yang menyatakan bahwa jika kode dengan parameter [n, k, d] ada untuk d ganjil, maka dapat dikonstruksi kode dengan parameter [ n + 1, k, d + 1] dan setiap anggotanya berbobot genap (Williams & Sloane 1981). Keberhasilan konstruksi kode optimal kuat sangat dipengaruhi oleh metode komputasi yang digunakan. Berikut ini dideskripsikan pembangunan metode komputasi yang digunakan dalam penelitian ini. 1 Membangun fungsi-fungsi aljabar matriks biner. Hal pertama yang dilakukan adalah mempresentasikan ruang vektor biner sebagai himpunan kuasa dari S n = { 0, 1, 2,,n-1 }. Ini berarti sembarang vektor biner dengan panjang n secara komputasi merupakan subhimpunan dari. Operasi jumlah dua vektor berarti selisih simetrik dua himpunan. Produk dalam dua vektor berarti irisan dua himpunan. adalah keluarga semua himpunan dari subhimpunan S merupakan grup terhadap selisih simetrik. Jika S ={0, 1, 2, 3} maka. {0, 2} isomorfik dengan (1, 0, 1, 0), { } isomorfik dengan (0, 0, 0) dan {0, 1, 2, 3} isomrfik dengan (1, 1, 1).Dengan demikian, matriks biner A berordo n x p dapat dipandang sebagai list dari sebanyak p subhimpunan dari S n.. Matriks A = dapat dinyatakan dengan A =[3, [{0, 2}, {2}]]. Dari dua konsep 1 1 dasar ini kemudian dibangun fungsi dasar aljabar matriks, seperti:

7 19 jumlah, kali, transpose, operasi baris dasar, pencarian matriks kanonik dan lainnya. Implementasinya menggunakan software MAPLE. 2. Membangun prosedur untuk pelacakan kode optimal. Didefinisikan matriks generator G = ( I k B ), misalkan M matriks representasi vektor baris dari B. Kemudian didefinisikan fungsi berikut: KombinM menentukan list semua kombinasi j vektor dari vektor-vektor M (representasi baris) untuk suatu nilai j = 1,2,, k. ListKombM menentukan list dari semua list KombinM untuk semua j = 1,2,3,,t degan t = min {k, d-1}. UjiAdd1VekM menguji apakah vektor X bisa ditambahkan ke M, menggunakan ListkombM. Misal sudah ada matriks M =1 1 0 maka didapat list semua kombinasi j vektor L = {1 0 0, 1 1 0, 1 1 1}, {0 1 0, 0 1 1,0 0 1},{1 0 1}. Kemudian diuji apakah satu vektor X bisa ditambahkan ke M Jika hamming distance < d 1 i.maka tidak terpenuhi. Jika selain itu berarti vektor X bisa ditambahkan ke matriks Lacak1VekM melacak satu vektor baris X dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan Gilbert-Varshamov, menggunakan UjiAdd1VekM. Ilustrasi ada matriks B = kemudian dicatat berapa banyak angka 1 dan berapa angka 0. Misalkan V baris ke-1, banyak angka 1 = v dan W baris ke-2. Cari vektor-vektor X yang berjarak j= d 2 sampai batas yang ditentukan. Tanpa mengurangi keumuman maka V diset yang rapi. Jika (v + j 2 * i) (d 1) maka ambil anggota V sebanyak v i, dan ambil anggota W sebanyak j 1. Maka gabungan dari anggota V dan W yang telah dipilih akan didapat vektor X. Kolek1VekM menentukan himpunan semua vektor baris X yang bisa ditambahkan ke M, menggunakan UjiAdd1VekM. Untuk Kolek1VekM cara kerjanya hamper sama dengan UjiAdd1VekM kalau sudah dapat satu vektor selesai, tetapi Kolek1VekM mencari semua kemungkinan dan menghimpunnya.

8 20 ReduEki1 membuang anggota out put Kolek1VekM dan menyisakan vektorvektor yang menghasilkan matriks-matriks yang tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke M. Misalkan H adalah out put Kolek1VekM, setiap pasangan vektor (X, Y) anggota H akan menghasilkan vektor Z = X+Y. Agar dua vektor X dan Y bisa ditambahkan langsung ke matriks M, maka Z diuji dengan prosedur UjiAdd2VekM berdasarkan out put ListkombM. Kolek2VekM menentukan semua pasang (X, Y) dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema 4, menggunakan UjiAdd2VekM. Kolek2VekMDt menentukan semua pasang (X, Y) menggunakan data hasil sebelumnya. ReduEkiX membuang anggota out put Kolek2vekM dan menyisakan vektor-vektor yang menghasilkan matriks-matriks tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke matriks M. Misalkan H adalah out put Kolek2VekM, setiap pasangan vektor (X, Y,Z) anggota H akan menghasilkan vektor W = X + Y + Z agar tiga vektor X, Y dan Z bisa ditambahkan langsung ke matriks M maka diuji dengan uji AddVek3M berdasarkan out put ListKombM. Selanjutnya secara induksi agar X vektor bisa ditambahkan langsung ke M, maka diuji dengan prosedur UjiAddXVekM menggunakan out put Kolek(X-1)VekM dan berdasarkan out put ListKombM. Program lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Konstruksi kode optimal kuat dengan jarak minimum d = 5 dan d = 7 Mengkonstruksi matriks cek paritas dalam hal ini matriks B dan melakukan perluasan terhadap matriks tersebut. Bagaimana proses lengkapnya akan dijelaskan pada sub bab hasil eksplorasi. 3.4 Hasil Eksplorasi. Berikut ini akan diilustrasikan konstruksi kode optimal kuat untuk kasus d =5 dan d= 7. Untuk kasus double error correcting ( d = 5 ), berdasarkan tabel Brouwer kode-kode optimal kuat mempunyai parameter (terurut dari dimensi rendah): [8, 2, 5], [11, 4, 5], [17, 9, 5], [23, 14, 5], [31, 21, 5] dan [33, 23, 5], sedangkan kode optimal kuat untuk k > 23 merupakan open problem. Akan dijelaskan bagaimana metode dan strategi diatas diterapkan untuk mengkonstruksi kode-

9 21 kode tersebut. Dimulai dari kode [8, 2, 5], dikonstruksi dengan mendefinisikan matriks B berukuran 2 6 berikut B = Matriks ini kemudian dipakai sebagai matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks berordo 4 7 yang mendefinisikan kode optimal kuat [11, 4, 5]. Proses perluasan dari B ke dilakukan dengan menambah satu kolom nol pada B, dilanjutkan menambah dua vektor 7 bit yang memenuhi syarat strategi. Tanpa memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi komputatif menunjukkan ada 108 macam, salah satunya = Dengan langkah yang sama diperluas ke berordo 9 8 yang mendefinisikan kode optimal kuat [17, 9, 5]. Tanpa memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi komputatif menunjukkan ada 144 macam, salah satunya = Percobaan untuk memperluas ke untuk mendapatkan kode optimal kuat [23, 14, 5] adalah gagal. Dalam hal ini hanya mampu diperluas ke lebih dari 872 kode optimal-d [22, 13, 5]. Namun demikian, strategi rekonstruksi berhasil mendefinisikan 3 kode optimal kuat [23, 14, 5] yang salah satunya direpresentasikan oleh matriks berordo 14 9 berikut

10 = Kemudian diperluas menjadi matriks berukuran yang mendefinisikan kode dengan parameter [31, 21, 5], tetapi konstruksi ini hanya mampu mendapatkan 423 kode dengan parameter [30, 20 5] yang salah satunya direpresentasikan oleh matriks =

11 23 Dari matriks disimpan di data, kemudian dijadikan basis untuk mendapatkan kode [31, 21, 5] dengan cara menghapus lima baris matriks kemudian menambahkan enam vektor yang memenuhi syarat strategi, ternyata dengan cara ini berhasil mendapatkan 1 kode dengan parameter [31, 21, 5] yang direpresentasikan oleh matriks berikut: = Percobaan memperluas kode ini untuk meningkatkan dimensi dilakukan dengan cara menghapus baris ke 21, 20, 19, 18, 17, 9, 8, 6, 2 dan 1 matriks kemudian ditambahkan 12 vektor baris yang memenuhi syarat, akhirnya diperoleh satu kode dengan parameter [33, 23, 5]. Kode tersebut direpresentasikan oleh matriks yang berordo berikut:

12 = Untuk kasus d = 7, dari tabel Brouwer kode optimal kuat mempunyai parameter terurut dari dimensi terendah [11, 2, 7], [15, 5, 7], [23, 12, 7], [27, 14, 7], dan [31, 17, 7], untuk k > 17 merupakan open problem. Dimulai dari kode [11, 2, 7], dikonstruksi dengan mendefinisikan matriks B berukuran 2 9 berikut: B = Matriks ini kemudian dipakai sebagai matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks berordo 5 10 yang mendefinisikan kode [15, 5, 7]. Proses perluasan dari B ke dilakukan dengan menambah satu kolom nol pada B, dilanjutkan menambah tiga vektor 10 bit yang memenuhi syarat strategi. Tanpa memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi komputatif menunjukkan ada 144 macam, dengan mereduksi kode yang saling ekivalen maka diperoleh 2 kode optimal kuat [15, 5, 7], salah satunya adalah =

13 25 Selanjutnya diperluas menjadi yang berordo yang merepresentasikan kode optimal kuat [23, 12, 7]. Dari hasil eksplorasi diperoleh 8 kode optimal kuat [23, 12, 7] yang tidak saling ekivalen. Salah satu dari kode tersebut adalah = Adding satu bit paritas dari kode ini menghasilkan kode Golay [24, 12, 8] yang telah dibuktikan unik. Generator matriks Golay [24,12,8] dinyatakan sebagai = (I,B) dengan I adalah matriks identitas dan matriks B berikut: (Kanemasu,1990). Kemudian diperluas menjadi berordo dengan cara menambahkan dua kolom nol pada dan dua vektor 13 bit yang memenuhi syarat strategi, tetapi gagal didapatkan dengan cara ini. Selanjutnya dilakukan rekonstruksi untuk mendapatkan kode optimal kuat [27, 14, 7] dengan menggunakan satu kali basis matriks berikut:

14 B = Matriks B dirubah posisi matriks kolomnya. Kemudian dilacak semua kemungkinan 1 vektor yang bisa ditambahkan ke matriks B, kemudian dicoba kombinasi dua vektor yang bisa ditambahkan kematriks B, sampai akhirnya dapat menambahkan 10 vektor yang memenuhi syarat strategi sehingga didapat 1 kode optimal kuat [27, 14, 7] yang dipresentasikan oleh matriks berukuran berikut: = Matriks digunakan untuk mendapatkan kode optimal kuat berikutnya dengan cara menambah satu kolom nol pada kolom terakhir kemudian dicoba menghapus 4 vektor barisnya sehingga didapat matriks berukuran 10 14, kemudian diperluas lagi dengan mencoba menambah 1 vektor, 2 vektor, 3 vektor dan ternyata hanya bisa sampai 5 vektor. Sehingga diperoleh kode dengan parameter [29,15,7] yang dipresentasikan oleh matriks yang berordo berikut:

15 = Eksplorasi dilanjutkan dengan menggunakan matriks, menghapus baris ke-12, baris ke- 4, baris ke-3, baris ke-2 dan baris ke-1, sehingga diperoleh matriks baru berordo Matriks ini ditambahkan 5 vektor yang diambil dari data sebelumnya. Akhirnya diperoleh 4 kode optimal [30,16,7] yang tidak saling ekivalen. Salah satu matriksnya yaitu: = Matriks ini digunakan lagi untuk mendapatkan matriks yang berordo dengan cara menghapus baris ke-17, 16,15,14,12 dan baris ke-9 dan kemudian dicoba menambahkan 7 vektor baris yang memenuhi syarat strategi. Akhirnya diperoleh 4 kode optimal [31,17,7] yang tidak saling ekivalen. Salah satu matriksnya adalah

16 = Percobaan untuk meningkatkan dimensi kode belum berhasil. Kegagalan ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan komputer yang digunakan, sehingga tidak bisa melacak semua kemungkinan kombinasi atau mungkin juga karena pemilihan kode dasar (matriks B awal) yang kurang baik. Dari hasil eksplorasi di atas kode-kode optimal kuat yang sudah berhasil dikonstruksi dirangkum pada tabel di bawah ini.

17 29 Tabel 3.1 Hasil-hasil konstruksi kode optimal kuat berjarak minimum 5 Parameter [n, k, d] Banyak kode yang tidak ekivalen Matriks Generator Matriks B [8, 2, 5] 1 (I 2 B 2.6 ) B 2x [11, 4, 5] 15 (I 4 B 4.7 ) [17, 9, 5] 144 (I 9 B 9x8 ) [23,14,5] 3 (I 14 B 14x9 ) [31,21,5] 1 (I 21 B 21x10 ) B 4x7 = B 9x8 = B 14x9 = B 21x10 =

18 30 [33, 23,5] 1 I 23 B 23x B 23x10 = Tabel 3.2 Hasil konstruksi kode optimal kuat berjarak minimum 7 Parameter [n, k, d] Banyak kode yang tidak ekivalen Matriks Generator [11,2,7] 1 (I 2 B 2x9 ) [15,5,7] 2 (I 5 B 5x10 ) [23,12,7] 8 (I 12 B 12x11 ) Matriks B B 2x9 = B 5x10 = B 12x11 =

19 31 [27,14,7] 1 (I 14 B 14x13 ) [30,16,7] 4 (I 16 B 16x14 ) B 14x13 = B 16x14 = [31,17,7] 4 (I 17 B 17x14 ) B 17x =

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi Masalah Sejauh ini telah diperkenalkan bahwa terdapat tiga parameter yang terkait dengan konstruksi suatu kode, yaitu panjang, dimensi, dan jarak minimum. Jika C adalah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada BAB IV ini dibahas tentang permasalahan sebagai berikut: Kajian Teori yang digunakan dalam penelitian, Membahas Aritmetik Aljabar Matriks, Program-program Aritmetik Aljabar

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

Table of Contents. Table of Contents 1

Table of Contents. Table of Contents 1 Table of Contents Table of Contents 1 1 Pendahuluan 2 1.1 Koreksi dan deteksi pola kesalahan....................... 5 1.2 Laju Informasi.................................. 6 1.3 Efek dari penambahan paritas..........................

Lebih terperinci

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok disebut juga sebagai sandi (n, k) sandi. Sebuah blok k bit informasi disandikan menjadi blok n bit. Tetapi sebelum

Lebih terperinci

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3)

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) Aurora Nur Aini, Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. Soedarto, S. H, Semarang 5275 Abstract. Hamming code can correct

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada (noise) atau inferensi

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS. Dosen Pengampu: DARMADI, S.Si, M.Pd. Oleh: Kelompok III

ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS. Dosen Pengampu: DARMADI, S.Si, M.Pd. Oleh: Kelompok III ALJABAR LINEAR BASIS RUANG BARIS DAN BASIS RUANG KOLOM SEBUAH MATRIKS Dosen Pengampu: DARMADI, SSi, MPd Oleh: Kelompok III 1 Andik Dwi S (06411008) 2 Indah Kurniawati (06411090) 3 Mahfuat M (06411104)

Lebih terperinci

Kode Sumber dan Kode Kanal

Kode Sumber dan Kode Kanal Kode Sumber dan Kode Kanal Sulistyaningsih, 05912-SIE Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta 8.2 Kode Awalan Untuk sebuah kode sumber menjadi praktis digunakan, kode harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori pendeteksian error dan pengoreksi sandi adalah cabang dari teknik mesin dan matematika yang berhubungan dengan transmisi dan storage yang dapat dipercaya. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

METODE HAMMING PENDAHULUAN. By Galih Pranowo ing

METODE HAMMING PENDAHULUAN. By Galih Pranowo  ing METODE HAMMING By Galih Pranowo Emailing ga_pra_27@yahoo.co.id PENDAHULUAN Dalam era kemajuan teknologi komunikasi digital, maka persoalan yang utama adalah bagaimana menyandikan isyarat analog menjadi

Lebih terperinci

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN

MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATRIKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah Jurusan SKS Kode M. Kuliah : Kalkulus IA : Teknik Elektro : 2 SKS : KD-0420 Minggu ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Cara Pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT0143231 / 2 SKS Deskripsi: - Mata kuliah ini mempelajari konsep aljabar linear sebagai dasar untuk membuat algoritma dalam permasalahan

Lebih terperinci

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Vol 3, No 2, 22-27 7-22, Januari 207 22 Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Andi Kresna Jaya Abstract The first order Reed Muller, that is written R(,r), is

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN 1. Definisi-1. Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan

Lebih terperinci

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1 Ruang Vektor Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor 1. Jika vektor vektor u, v V, maka vektor u + v V 2. u + v = v + u 3. u + ( v + w ) = ( u + v ) + w

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan.

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan. 46 B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan. 1. AcakSet membangkitkan vektor dalam ruang dimensi n secara acak. > AcakSet:=proc(m::posint) local AcIn::procedure, p::integer:

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2. SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : 3 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas Referens i 1

Lebih terperinci

1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q.

1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q. Diskusi Kelompok (I) Waktu: 100 menit Selasa, 23 September 2008 Pengajar: Hilda Assiyatun, Djoko Suprijanto 1. Ubahlah pernyataan ke dalam berikut ke dalam bentuk Jika p maka q. (a) Mahasiswa perlu membawakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel)

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U November 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Baris, Kolom,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

Aljabar Linear dan Matriks (Persamaan Linear dan Vektor) Instruktur : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs.

Aljabar Linear dan Matriks (Persamaan Linear dan Vektor) Instruktur : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs. Aljabar Linear dan Matriks (Persamaan Linear dan Vektor) Instruktur : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs. . Matriks dan Sistem Persamaan Linear Definisi Persamaan dalam variabel dan y dapat ditulis dalam

Lebih terperinci

1.1. Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 1.2. Susunan Koordinat Ruang R n 1.3. Vektor di dalam R n 1.4. Persamaan garis lurus dan bidang rata

1.1. Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 1.2. Susunan Koordinat Ruang R n 1.3. Vektor di dalam R n 1.4. Persamaan garis lurus dan bidang rata SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH : MATEMATIKA INFORMATIKA 2 JURUSAN : S1-TEKNIK INFORMATIKA KODE MATA KULIAH : IT-045214 Referensi : [1]. Yusuf Yahya, D. Suryadi. H.S., Agus S., Matematika untuk

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional

RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 526 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional Ming gu ke RENCANA KEGIATAN PERKULIAHAN Kode Mata Kuliah : MAA 56 Nama Mata Kuliah : Analisis Fungsional T o p i k S u b T o p i k 1. Ruang Banach - Ruang metrik - Ruang vektor bernorm - Barisan di ruang

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas penelitian-penelitian tentang aljabar maks-plus yang telah dilakukan dan teori-teori yang menunjang penelitian masalah nilai eigen dan vektor eigen yang diperumum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan masalah dan bagaimana mengeksplorasinya dengan logaritma diskret pada menggunakan algoritme Exhaustive Search Baby-Step

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING KOREKSI KESALAHAN a. KODE HAMMING Kode Hamming merupakan kode non-trivial untuk koreksi kesalahan yang pertama kali diperkenalkan. Kode ini dan variasinya telah lama digunakan untuk control kesalahan pada

Lebih terperinci

UJI KINERJA FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN EIGENFACES

UJI KINERJA FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN EIGENFACES 1 Uji Kinerja Face Recognition Menggunakan Eigenfaces UJI KINERJA FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN EIGENFACES ABDUL AZIS ABDILLAH 1 1STKIP Surya, Tangerang, Banten, abdillah.azul@gmail.com Abstrak. Pada paper

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 5 Ruang Vektor Ruang Vektor Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem Kontrol

Lebih terperinci

BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI

BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI Oleh Budi Murtiyasa FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER 2 KODE : MKK414515 DOSEN PENGAMPU : Annisa Prima Exacta, M.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Makalah Teori Persandian

Makalah Teori Persandian Makalah Teori Persandian Dosen Pengampu : Dr. Agus Maman Abadi Oleh : Septiana Nurohmah (08305141002) Ayu Luhur Yusdiana Y (08305141028) Muhammad Alex Sandra (08305141036) David Arianto (08305141037) Beni

Lebih terperinci

Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE Row Space, Column Space, Nullspace 5.6. Rank & Nullity

Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE Row Space, Column Space, Nullspace 5.6. Rank & Nullity Chapter 5 GENERAL VECTOR SPACE 5.5. Row Space, Column Space, Nullspace 5.6. Rank & Nullity 5.5. Row Space, Column Space, Nullspace Vektor-Vektor Baris & Kolom Vektor baris A (dalam R n ) Vektor kolom A

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 17 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemenelemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom berbentuk

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BARISAN HITUNG SERAGAM SEIMBANG BERBASIS BARISAN TRANSISI KODE GRAY

KONSTRUKSI BARISAN HITUNG SERAGAM SEIMBANG BERBASIS BARISAN TRANSISI KODE GRAY Jurnal Wahana Matematika Sains, Volume 10, Nomor 1, April 2016 34 KONSTRUKSI BARISAN HITUNG SERAGAM SEIMBANG BERBASIS BARISAN TRANSISI KODE GRAY N. D. Sintiari, I. N. Suparta, D. Waluyo Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir.

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. Abstrak Diberikan suatu polinom primitif f(x) F q [x] berderajat m, lapangan F q [x]/(f(x)) isomorf dengan ruang vektor

Lebih terperinci

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR

SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 91 98. SOLUSI PENDEKATAN TERBAIK SISTEM PERSAMAAN LINEAR TAK KONSISTEN MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR Febrianti,

Lebih terperinci

Prof.Dr. Budi Murtiyasa Muhammadiyah University of Surakarta

Prof.Dr. Budi Murtiyasa Muhammadiyah University of Surakarta BASIS DAN DIMENSI Prof.Dr. Budi Murtiyasa Muhammadiyah University of Surakarta Basis dan Dimensi Ruang vektor V dikatakan mempunyai dimensi terhingga n (ditulis dim V = n) jika ada vektor-vektor e, e,,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor

dari ruang vektor berdimensi hingga V (dimana I adalah suatu himpunan indeks) disebut basis bagi V jika V = span(ψ) dan vektorvektor BAB 3 FRAME Sinyal kontinu dapat kita diskritisasi dengan menggunakan ekspansi vektor. Sifat yang paling esensial untuk melakukan hal tersebut adalah adanya operator yang menjamin bahwa ekspansi vektor

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan Metode Simpleks (Simplex Method) Kuliah 03 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Rumusan Pemrograman linier dalam bentuk baku 2 Pemecahan sistem persamaan linier 3 Prinsip-prinsip metode simpleks

Lebih terperinci

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5 Aljabar Linear & Matriks Pert. 5 Evangs Mailoa Pengantar Determinan Menurut teorema 1.4.3, matriks 2 x 2 dapat dibalik jika ad bc 0. Pernyataan ad bc disebut sebagai determinan (determinant) dari matriks

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.00). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Pewarnaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA ATA KLAH : ATATKA A FAKLTAS : T. SPL & PCAAA JSA / JJA : TKK ASTKT - S KOD : KD-03223 SATA ACAA PKLAHA VSTAS ADAA POKOK AHASA S POKOK AHASA T K S HPA. Pengertian himpunan 2. Diagram Venn 3. Operasi antar

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 2.2 Sistem Bilangan Real sebagai Lapangan Terurut Operasi Aritmetika. Sifat-sifat dasar urutan dan aritmetika dari Sistem Bilangan

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty Abstrak Kode linear biner [n, k, d] adalah sebuah subruang vektor C GF(2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL. Risanuri Hidayat

PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL. Risanuri Hidayat PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL Risanuri Hidayat Penyandian sumber Penyandian yang dilakukan oleh sumber informasi. Isyarat dikirim/diterima kadang-kadang/sering dikirimkan dengan sumber daya yang

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Matriks adalah himpunan bilangan real yang disusun secara empat persegi panjang, mempunyai baris dan kolom dengan bentuk umum : Tiap-tiap bilangan yang berada didalam

Lebih terperinci

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian ini dan akan mempermudah

Lebih terperinci

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS A. OPERASI ELEMENTER TERHADAP BARIS DAN KOLOM SUATU MATRIKS Matriks A = berdimensi mxn dapat dibentuk matriks baru dengan menggandakan perubahan bentuk baris dan/atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann. Sebagaimana telah diketahui, pengkonstruksian integral Riemann dilakukan dengan cara pemartisian

Lebih terperinci

KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8)

KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8) KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8) SKRIPSI Oleh : AURORA NUR AINI J2A 005 009 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT)

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT) 1 RUANG VEKTOR Nurdinintya Athari (NDT) RUANG VEKTOR Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Basis Subruang Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem kontrol

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matriks merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jajaran persegi panjang dari bilangan-bilangan dan setiap matriks akan mempunyai baris dan kolom. Salah satu

Lebih terperinci

Deteksi dan Koreksi Error

Deteksi dan Koreksi Error Bab 10 Deteksi dan Koreksi Error Bab ini membahas mengenai cara-cara untuk melakukan deteksi dan koreksi error. Data dapat rusak selama transmisi. Jadi untuk komunikasi yang reliabel, error harus dideteksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai program linear, konsep himpunan fuzzy, program linear fuzzy dan metode Mehar untuk membahas penyelesaian masalah fuzzy linear programming untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak

1. PENDAHULUAN 2. METODE PENELITIAN 3. HASIL DAN PEMBAHASAN. Abstrak Kajian mengenai Konstruksi Aljabar Simetris Kiri Menggunakan Fungsi Linier Sofwah Ahmad Departemen Matematika FMIPA UI Kampus UI Depok 16424 sofwahahmad@sciuiacid Abstrak Aljabar merupakan suatu ruang

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG 1. KOORDINAT CARTESIUS DALAM RUANG DIMENSI TIGA SISTEM TANGAN KANAN SISTEM TANGAN KIRI RUMUS JARAK,,,, 16 Contoh : Carilah jarak antara titik,, dan,,. Solusi :, Persamaan

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

Minggu II Lanjutan Matriks

Minggu II Lanjutan Matriks Minggu II Lanjutan Matriks Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus Jumlah Pertemuan : Matriks : A. Transformasi Elementer. Transformasi Elementer pada baris

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. III BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk 00) Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi pewarnaan graf Pewarnaan titik pada

Lebih terperinci

I. LAMPIRAN TUGAS. Mata kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Sistem Informasi PA-31 Dosen Pengasuh : Ir. Bahder Djohan, MSc

I. LAMPIRAN TUGAS. Mata kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Sistem Informasi PA-31 Dosen Pengasuh : Ir. Bahder Djohan, MSc I. LAMPIRAN TUGAS. Mata kuliah : Matematika Diskrit Program Studi : Sistem Informasi PA- Dosen Pengasuh : Ir. Bahder Djohan, MSc Tugas ke Pertemuan TIK Soal-soal Tugas. Mendefinisikan Proposisi Membedakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi + 5 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Struktur Aljabar Struktur aljabar adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan matematika yang mempelajari tentang himpunan (sets), proposisi, kuantor, relasi, fungsi, bilangan,

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS. Oleh : FITRI G

ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS. Oleh : FITRI G ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS Oleh : FITRI G64102003 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Karakterisktik Elemen Satuan Pada Semiring Pseudo-Ternary Matriks Atas Bilangan Bulat Negatif

Karakterisktik Elemen Satuan Pada Semiring Pseudo-Ternary Matriks Atas Bilangan Bulat Negatif Prosiding Seminar Nasional Aljabar USD 216-25- Karakterisktik Elemen Satuan Pada Semiring Pseudo-ernary Matriks Atas Bilangan Bulat Negatif Maxrizal 1 dan Baiq Desy Aniska Prayanti 2 1 Jurusan Sistem Informasi,

Lebih terperinci

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN 4.1. Asimtotik Orde-2 Berdasarkan hasil simulasi pada Helmers dan Mangku (2007) kasus kernel seragam, aproksimasi asimtotik orde pertama pada ragam dan bias, gagal memprediksikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep-konsep Matriks Definisi Matriks Suatu matriks didefinisikan dengan huruf kapital yang dicetak tebal, misalnya A, B, X, Y. Elemen-elemen di dalamnya disebut skalar yang berasal

Lebih terperinci