KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA"

Transkripsi

1 KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor Agustus 2011 Asriza Rahma NIM G

3 ABSTRACT ASRIZA RAHMA. Construction of Strongly Optimal Linear Binary Codes with Minimum Distance of 5 and 7. Under supervision of SUGI GURITMAN and NUR ALIATININGTYAS. A code which is also a subspace of is called linear binary code. If C has length n, dimension k and minimum distance d, then C is an [n, k, d] code. The main problem in coding theory is optimizing one of the parameters n, k, and d for given values of the others. In this research, the strongly optimal linear binary codes are constructed by using Gilbert-Varshamov bound and implemented using MAPLE software. In this case, the constructed basic code C[n, k, d] is then extended to obtain the code [,,], which can not be extended anymore and which is known from the previus research that [ +1, +1,d] does not exist. As a result, [,,] is strongly optimal code. The strongly optimal codes that has been successfully constructed are the codes with parameters [8,2,5], [11,4,5], [17,9,5], [23,14,5], [31,21,5], [33,23,5], [11,2,7], [15,5,7], [23,12,7], [27,14,7], [30,16,7] and [31,17,7]. Keywords: linear binary codes, strongly optimal, and minimum distance.

4 RINGKASAN ASRIZA RAHMA. Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berdimensi 5 dan 7. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan NUR ALIATININGTYAS. Kode diciptakan untuk mendeteksi atau mengoreksi galat (error) akibat saluran terganggu. Dalam hal ini sebelum dikirim, semua pesan akan diubah menjadi kata kode (codeword) dengan cara menambahkan beberapa simbol ekstra pada simbol pesan. Proses pengubahan pesan menjadi kata kode disebut enkoding. Perangkat yang mengubah pesan menjadi kata kode disebut enkoder. Kode merupakan himpunan kata kode. Pendefinisian kode ini dilakukan sedemikian sehingga apabila terjadi perubahan beberapa simbol pada kata kode, maka galat itu bisa dipulihkan oleh dekoder. Dekoder merupakan perangkat yang mengubah barisan simbol yang diterima menjadi kata kode. Kata kode tersebut dipulihkan menjadi pesan asli. Suatu kode subruang dari ruang vektor disebut kode linear biner. Jika kode C dengan panjang n, dimensi k dan jarak minimum d maka disebut kode [n, k, d]. Masalah utama di dalam aljabar teori koding adalah mengoptimalkan salah satu parameter n, k, dan d ketika dua nilai yang lain telah ditentukan. Masalah tersebut mengarah pada pendefinisian fungsi D ( n, k ) = maks { d / kode [ n, k, d ] ada } untuk optimal-d K ( n, d ) = maks { k / kode [ n, k, d ] ada } untuk optimal-k N ( k, d ) = min { n / kode [ n, k, d ] ada } untuk optimal-n Dalam hal ini, suatu kode C dengan parameter [ n, k, d ] disebut optimal-d (optimal jarak minimum), jika C ada (telah berhasil dikonstruksi) dan telah pula dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [ n, k, d + 1]. Jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n-1, k, d] tidak ada maka kode disebut optimal-n. Selanjutnya jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n, k+1, d] tidak ada, maka kode tersebut disebut optimal K. Kode linear C dengan parameter [n, k, d] disebut kode optimal kuat jika kode [n, k, d] ada dan telah dibuktikan bahwa kode [n+1, k+1, d] tidak ada. Pada penelitian ini akan dikonstruksi kode-kode optimal kuat berjarak minimum 5 dan 7 berdasarkan teorema Gilbert-Varshamov bound dan pengembangan metode komputasi dengan software MAPLE. Dalam hal ini dikonstruksi kode dasar [n, k, d], selanjutnya dari kode dasar ini dikonstruksi tahap demi tahap kode [n+1, k+1,d], [n+2, k+2, d], dan seterusnya sampai diperoleh kode C dengan parameter [,, yang tidak bisa diperluas lagi dan telah diketahui dari hasil penelitian sebelumnya kode dengan parameter [ 1, 1, tidak ada. (informasi terkini eksistensi suatu kode berdasarkan tabel Brouwer terbarukan secara online). Hasil konstruksi kode C [,, ini yang disebut kode optimal kuat. Kode C dapat digunakan sebagai kode dasar untuk diperluas menjadi kode optimal kuat berikutnya.

5 Konstruksi kode berarti mendefinisikan matriks generator (G) atau matriks cek paritas (H) dalam bentuk standar G = ( I k B ) atau H = ( ). Berdasarkan teorema konstruksi untuk mengurangi beban komputasi cukup mengkonstruksi matriks B berordo yang semua barisnya berbeda dan jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d-i) untuk i= 1, 2,,s, dengan s =min {d-1, k} dan (d-1). Kode-kode optimal kuat yang telah berhasil dikonstruksi pada penelitian ini adalah [8,2,5], [11,4,5], [17,9,5], [23,14,5], [31,21,5] [33,23,5], untuk d=7 yaitu [11,2,7], [15,5,7], [23,12,7], [27,14,7], [30,16,7] dan [31,17,7]. Kata kunci: kode linear biner, optimal kuat, jarak minimum

6

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Judul Tesis Nama NRP : Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 5 dan 7 : Asriza Rahma : G Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Sugi Guritman Ketua Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si. Anggota Diketahui, Ketua Program Studi S2 Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 5 Agustus 2011 Tanggal Lulus:

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir. Sri Nurdiati, M.Sc.

11 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 5 dan 7. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Sugi Guritman dan Ibu Dra. Nur Aliatiningtyas, M.S. selaku pembimbing, pendidik, dan pengajar yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasi kepada penulis. 2. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor periode 2009 s/d Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran untuk perbaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas dukungan, motivasi dan doa yang diberikan selama penulis menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan pengetahuan penulis yang masih terbatas. Dengan segala keterbatasan yang ada semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2011 Asriza Rahma

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 28 Agustus 1972 dari pasangan Jalius Jalil (Alm) dan Asnimar. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan strata satu di Program Studi Pendidikan Matematika IKIP Padang. Sejak tahun 1997 bekerja sebagai guru pada Madrasah Aliyah Negeri 2 Payakumbuh sampai sekarang. Pada tahun 2009 penulis diberi kesempatan melanjutkan studi di Program Studi Matematika Terapan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Kementerian Agama Republik Indonesia.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR LAMPIRAN. xiv 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Aljabar Aljabar Linear Model Aljabar Kode Linear Matriks Cek Paritas Enkoding Kode Linear Dasar-dasar Konstruksi Kode HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi Masalah Analisis Teori Algoritme Konstruksi Hasil Eksplorasi KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Saran.. 32 DAFTAR PUSTAKA.. 33 LAMPIRAN... 34

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Program Matriks Biner Pendefinisian Prosedur yang digunakan untuk Konversi Representasi Data Program Aljabar Matriks Biner dengan Representasi Himpunan Pendefinisian prosedur yang Digunakan untuk Konstruksi Kode Optimal Eksplorasi konstruksi Kode Optimal Kuat untuk d = Eksplorasi Konstruksi Kode Optimal Kuat untuk d = 7. 75

15 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Teori koding berasal dari suatu problem di teori informasi yang ditulis oleh C.E. Shanon pada tahun 1948 dalam artikelnya yang berjudul A Mathematical Theory of Communication. Problem itu dapat digambarkan sebagai berikut. Apabila suatu pesan (informasi) dikirim melalui saluran terganggu (noisy channel), sering kali terjadi bahwa pesan yang diterima tidak sama dengan yang dikirim. Di dalam komunikasi, pesan direpresentasikan dalam bentuk digital sebagai blok (barisan) simbol, sering kali digunakan simbol biner yang dikenal dengan bitstring. Saluran biasanya berupa jaringan telepon, jaringan radio berfrekuensi tinggi atau jaringan komunikasi satelit. Saluran yang terganggu menyebabkan berubahnya beberapa simbol yang dikirim, sehingga mengurangi kualitas informasi yang diterima ( Guritman & Aliatiningtyas 2004). Suatu kode diciptakan untuk mendeteksi atau mengoreksi galat (error) akibat saluran terganggu. Dalam hal ini sebelum dikirim, semua pesan akan diubah menjadi kata kode (codeword) dengan cara menambahkan beberapa simbol ekstra pada simbol pesan. Proses pengubahan pesan menjadi kata kode disebut enkoding. Perangkat yang mengubah pesan menjadi kata kode disebut enkoder. Kode merupakan himpunan kata kode. Pendefinisian kode ini dilakukan sedemikian sehingga apabila terjadi perubahan beberapa simbol pada kata kode, maka galat itu bisa dipulihkan oleh dekoder. Dekoder merupakan perangkat yang mengubah barisan simbol yang diterima menjadi katakode. Kata kode tersebut dipulihkan menjadi pesan asli. Proses tersebut diringkas dalam bagan berikut ini: Ada noisy Pesan encoder kata kode kirim kirim galat 1 bit dekod katakode pesan Gambar 1 skema pengiriman pesan melalui saluran yang terganggu. Ada bermacam jenis kode yang telah diciptakan orang, diantaranya yang diberi nama dengan nama penemunya seperti: kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem), kode Hamming, kode Reed- Muller dan lainnya. Masing-masing

16 2 mempunyai metode konstruksi yang berbeda. Eksistensi suatu kode dapat dilihat berdasarkan tabel Brouwer dan bisa diakses secara on-line. Dalam penelitian ini akan dikonstruksi kode-kode optimal kuat atas dasar teorema Gilbert-Varshamov bounds. Konstruksi kode dilakukan perkasus atas dasar jarak minimum d, yaitu untuk d = 5 dan d = 7. Pemilihan kasus dimulai dari d = 5 karena untuk d = 3 telah tuntas dikonstruksi sebagai keluarga kode Hamming. 1.2 Tujuan Penelitian a. Mengkaji secara teoritik metode konstruksi. b. Membangun metode komputasi untuk konstruksi dengan bantuan software MAPLE c. mengeksplorasi kode-kode optimal kuat yang berjarak minimum 5 dan 7.

17 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi, teorema dan sifat-sifat yang berhubungan dengan aljabar linear, struktur aljabar dan teori koding yang digunakan sebagai landasan teori untuk penulisan tesis ini. 2.1 Struktur Aljabar Definisi Operasi Biner Operasi biner pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi dari S S yang membawa setiap (a,b) S S ke a b S yang unik. Jadi (a,b) a b. Karena a b juga berada dalam S maka dikatakan S tertutup di bawah operasi. Definisi Grup ( Aliatiningtyas 2002) Struktur aljabar G dengan operasi biner disebut grup jika memenuhi aksiomaaksioma berikut ini: 1. operasi bersifat assosiatif (x z = x y,,,. 2. ada unsur identitas e, sehingga berlaku e,. 3. untuk setiap x ada unsur x -1 sehingga x x -1 = x -1 x = e. Definisi Subgrup (Aliatiningtyas 2002) Misalkan G grup dan H. Maka H disebut subgrup dari G jika H grup di bawah operasi biner yang sama dengan G.( notasi: H ). (Aliatiningtyas 2002) Teorema ( teorema Langrange) Jika G grup hingga dan H adalah subgrup G, maka order dari H membagi order dari G. (Aliatiningtyas 2002) Definisi Field Suatu himpunan yang padanya didefinisikan operasi jumlah (+) dan operasi kali (.) disebut field, notasi (, +,. ), jika memenuhi sifat-sifat berikut: 1. (, + ) merupakan grup komutatif terhadap +, yaitu memenuhi sifat-sifat:

18 4 a. Assosiatif: (,,, b. mempunyai unsur identitas: (! 0 00, c. Setiap unsur dari mempunyai invers:!,0, 0, dalam hal ini d. Ko mutatif:,. 2. (,. ), dimana = \ 0, merupakan grup komutatif terhadap., bersifat: a. Assosiatif:,,, b. mempunyai unsur identitas: (! c. Setiap unsur dari mempunyai invers:( ) (! ) 1, dalam hal ini dan d. : (,,. 3. Berlaku sifat distributif. terhadap + :,, atau. (Guritman 2005) Definisi Finite Field Suatu field dikatakan berhingga (finite field) jika himpunannya memiliki banyak elemen yang berhingga. Order adalah banyaknya anggota. (Menezes et al. 1997) 2.2. Aljabar linear Definisi 2.2.1: Ruang Vektor Misalkan merupakan field hingga dengan order q. Himpunan tak kosong V F q (dengan penjumlahan vektor dan perkalian skalar oleh elemen F q ) merupakan ruang vektor dari F q jika untuk semua u, v V dan untuk semua λ, μ Fq, maka berlaku: 1. u + v V 2. ( u+ v) + w= u+ ( v+ w) 3. unsur 0 V dimana 0+ v= v= v+ 0, v V 4., dimana ( ) 0 ( ) u V u V u+ u = = u + u 5. u+ v= v+ u 6. λ v V

19 5 λ u+ v = λ u+ λ v 7. ( ) 8. ( λ + μ) u = λu + μ u 9. ( λμ ) u = λ ( μ u) 10. Jika 1 merupakan unsur identitas untuk perkalian di F q maka 1u =u. Definisi 2.2.2: Penjumlahan Vektor dan Perkalian Skalar di Misalkan (Ling & Xing 2004) n F q merupakan himpunan dari vektor-vektor dengan panjang unsur-unsurnya merupakan elemen dari n F q yang n F, yaitu: F = { u, u, u, K, u } u F. q ; q n i q n Misalkan pula v = ( v, v, K, v ) F { v v v }, w ( w w K w ) λ F q. 1 2 n q,,k, r 1 2 = 1, 2,, n F, dan n n q maka penjumlahan vektor di n F q didefinisikan sebagai ( u+ w= v + w, v + w, K, vn + wn F ( ) n sebagai λ v = λv, λv, K, λv F. 1 2 n ) q q, sedangkan perkalian skalar didefinisikan (Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.3: Subruang (Subspace) Suatu himpunan tak kosong C dari ruang vektor V merupakan subruang (ruang bagian) dari V jika C merupakan ruang vektor dan memiliki sifat penjumlahan vektor dan perkalian vektor yang sama dengan V. (Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.4: Kombinasi Linear Misalkan V merupakan ruang vektor atas F, λi F sembarang, maka λ1u1+ λ2u2+k + λrur merupakan kombinasi linear dari u1, u2, K, ur.elemen V. (Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.5: Bebas Linear Misalkan V merupakan ruang vektor terhadap F, himpunan vektor { v1, v2, K, vr } dalam V dikatakan saling bebas linear jika λ v + λ v 2 + K+ λ v = 0 λ = λ = K= λ = 0, tak bebas linear jika, r r 1 2 r λ1v1+ λ2v2+ K + λrvr = 0 λi 0. q q q

20 6 Definisi 2.2.6: Rentang Linear Misalkan V merupakan ruang vektor atas dan himpunan tak kosong dari V. Rentang linear dari { λ1 1 λ + K + λk k i q} S = v + 2 v 2 v ; λ F. Jika S = Definisi 2.2.7: Basis F S = { v v K v } q S 1 2 (Ling & Xing 2004),,, k merupakan didefinisikan sebagai maka didefinisikan S = { 0 }. (Ling & Xing 2004) Misalkan V merupakan ruang vektor dari F. Himpunan tak kosong { } B= v1, v2, K, vk dari V dikatakan basis untuk V jika V = B dan B bebas linear = 1, 2, K, k basis untuk V, maka sembarang vektor v V dapat Misalkan B { v v v } dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor B Teorema Misalkan V merupakan ruang vektor atas k i. V memiliki q elemen ii. k 1 1 V memiliki ( q k! i= 0 Definisi 2.2.8: Hasil Kali Skalar k i q ) basis yang berbeda q secara unik. F q. Jika dim( V) n Misalkan = (,, K, ), = (,, K, ) V v v v F W w w w F 1 2 n q 1 2 n = k, maka: (Ling & Xing 2004) product) dari V dan W didefinisikan sebagai V W = vw 1 1+ v2w2 + K + vnwn Fq. Definisi 2.2.9: Komplemen Orthogonal n Misalkan = (,,, ), = (,,, ) n V v v K v F W w w K w Fq. 1 2 n q 1 2 n n q. Hasil kali skalar (dot i. Vektor V dan W dikatakan saling tegak lurus (orthogonal) jika V W = 0 n ii. Misalkan S merupakan himpunan bagian dari F q. Komplemen orthogonal dari S, yaitu S didefinisikan sebagai S = { v F n v s = 0, s q S}. Jika S =, n n maka didefinisikan S = F q. Jika S merupakan subruang dari ruang vektor F q, maka S merupakan subruang dari ruang vektor F n q dan S = S (Ling & Xing 2004)

21 7 Teorema Diberikan ruang vektor dim ( S ) dim( S ) + = n n F q. Misalkan S himpunan bagian dari n F q. Maka (Ling S, Xing C. 2004) 2.3 Model Aljabar Kode Linear Misalkan menotasikan vektor berdimensi n atas field biner 2= {0,1}. Kode linear biner dengan panjang n didefinisikan sebagai sub ruang C dari. Anggota suatu kode disebut dengan kata kode (codeword). Kode linear C dengan panjang n dan dimensi k dinamakan kode linear dengan parameter [n, k]. Jika jarak minimum d diketahui maka C dinyatakan sebagai kode linear dengan parameter [n,k.d ]. Setiap kata kode dalam kode linear C memiliki panjang tetap n disebut blok yang terbagi menjadi dua bagian yaitu: simbol pesan dan simbol cek. Dimensi k merupakan panjang dari simbol pesan. Menurut Mac Williams dan Sloane (1981) setiap kode akan memiliki kata kode sebanyak 2 k.. Definisi Jarak (Hamming distance) antara dua vektor x,y, dinotasikan d(x,y), adalah banyaknya posisi digit dari x dan y dimana simbol mereka berbeda. Jarak minimum (minimum hamming distance) dari suatu kode linear C didefinisikan: d(c) = min { d(x,y) x,y C, x y }. Definisi Bobot (Hamming weight) dari suatu vektor x, dinotasikan, adalah banyaknya simbol taknol dalam x. Bobot minimum (minimum hamming weight ) dari suatu kode C didefinisikan: min { x, 0 }. Berdasarkan definisi dan maka diperoleh d(x,y)=. ebagai ilustrasi, di dalam ruang, jika x =10011 dan y =11010, maka d(x,y) = Proposisi Jarak minimum dari suatu kode linear C adalah bobot minimum dari sembarang kata kode tak nol.

22 8 Bukti. Perhatikan bahwa karena C linear, maka d(c) = mi n { d(x,y ) x,y C, x y } = min { x,y C, x y } = min ) z C, z 0 } =. ( terbukti ). Definisi Ort ogonal dari C (dibaca : kode dual dari C ), notasi, didefinisikan = {y x. y = 0 untuk setiap x C }. Dimana. adalah produk dalam standar pad a yang didefinisikan sebagai : x. y =., = (,,.. ), y = (,,. ). Dengan demikian, jika C berdimensi k, maka berdimensi r = n- k. 2.4 Matriks Cek Paritas Suatu matriks H berukuran r x n yang semua barisnya merupakan suatu basis untuk disebut matriks cek paritas ( parity check matrix ) dari C. Pengertian matrik paritas ini berimplikasi pada pendefinisian kode linear yang berkaitan dengan cara konstruksinya, yaitu C = { x H = 0 }. Dengan kata lain, C adalah ker ( H). Mengkonstruksi ( membuat ) kode linear dengan panjang n dan k sama artinya dengan mendefinisikan matriks cek paritas seperti yang dimaksud diatas. Di samping itu matriks cek paritas berfungsi mengubah pesan menjadi katakode, dengan kata lain ia merupakan parameter didalam enkoding. 2.5 Enkoding Kode Linear diilustrasikan misalnya n k Enkoding kode linear dengan menggunakan matriks cek paritas H, sebagai berikut. Diberikan blok simbol pesan dengan panjang k u= uu u, k akan dienkode menjadi kata kode x= x... 1x2 xn dimana dengan menggunakan matriks cek paritas H yang telah didefinisikan sebelumnya. Maka, pertama kali didefinisikan =, =, = dan diikuti dengan pendefinisian r ( n k) = simbol cek x x + 1 x yang k k n

23 9 nilainya bergantung pada nilai simbol pesan. Ketergantungan ini ditentukan oleh H dengan menyelesaikan SPL homogen berikut: x1 0 x T 2 0 Hx = 0 H =. M M x n 0 Untuk memudahkan penyelesaian, matriks A biasanya diberikan dalam bentuk standar, yaitu ( ) H= A I. r Dengan A adalah matriks biner berukuran rx k, dan I r adalah matriks identitas berukuran r x r. Jika matriks H belum berbentuk standar, maka dilakukan operasi baris / kolom elementer untuk mendapatkan matriks ekivalen standarnya. Berikut ini diilustrasikan proses kalkulasi enkoding dengan menggunakan H. Didefinisikan matriks cek paritas H berikut: H= Dari ukuran H diperoleh n =6, n k =3, sehingga k = 3. Terlihat bahwa H mempunyai bentuk standar dengan Pesan A= u= akan dienkode menjadi x= x xxxxx Hal ini dimulai dari uuu x = u, x = u, x = u, T kemudian x 4, x 5, x 6 dipilih sehingga memenuhi Hx = 0, sehingga diperoleh Sistem Persamaan Linear (SPL) x + x + x = 0, x + x + x = 0, x + x + x =

24 10 dan disebut SPL cek paritas. Misalnya pesan x 3 = 0, dan dari SPL diperoleh x x x = 1= 1, = 1= 1, = 1 1= 1+ 1= 0. u= 110, maka x 1 = 1, x 2 = 1, Ini berarti H mengubah pesan u= 110 menjadi katakode x= Secara keseluruhan, karena k = 3, maka ada 3 2 = 8 pesan berbeda yang bertindak sebagai input dalam enkoding, sehingga H mendefinisikan kode C dengan anggota 8 katakode C = {000000, , , , , , , } Selain menggunakan matriks cek paritas H, untuk mengkonstruksi C juga dapat menggunakan matriks generator dari C, biasanya dinotasikan dengan G. Semua baris dari G merupakan basis untuk C. Akibatnya G berukuran k x n dan setiap kata kode merupakan kombinasi linear dari semua vektor baris dari G, dengan kata lain C = Span({,,. }) Dimana {,,. } adalah himpunan semua baris dari G, hubungan antara H dan G dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: G H T = HG T 2.6 Dasar-dasar konstruksi kode Penambahan pada matriks cek paritas (Adding an overall parity check/extending a code) Misalkan C adalah suatu kode linear biner dengan parameter [ nkd,, ] yang beberapa kata kode nya berbobot ganjil. Dari kode tersebut akan dibentuk kode baru Ĉ dengan menambahkan bit "0" di akhir kata kode yang berbobot genap, dan bit "1" di akhir kata kode yang berbobot ganjil. Dengan penambahan ini, jarak tiap pasang kata kode menjadi genap. Jika jarak minimum kode C ganjil, maka kode yang baru memiliki jarak minimum d + 1, sehingga Ĉ memiliki parameter [ n+ 1, k, d+ 1]. Secara umum, proses penambahan simbol pada matriks cek paritas disebut sebagai extending a code. (Williams & Sloane 1981)

25 Pemotongan kode dengan cara menghapus koordinat tertentu (Puncturing a code by deleting coordinates) Misalkan C adalah suatu kode linear. Proses pemotongan kode (puncturing) merupakan invers/kebalikan dari proses memperluas kode (extending a code). Proses ini menghapus satu atau lebih koordinat dari setiap kata kode. Ketika suatu koordinat dihapus, panjang dan jarak minimum dari kode akan berkurang satu (namun, pada kasus tertentu, ada kalanya jarak minimum tetap). Dengan kata lain, jika kode awal C memiliki parameter [ nkd,, ], kode yang baru * C memiliki parameter [ n 1, k, d 1]. (Williams & Sloane 1981) Penghapusan dengan cara menghilangkan beberapa kata kode (Expurgating by thowing away codewords) Misalkan kode linear biner C memiliki parameter [ nkd,, ] dan memiliki kata kode dengan bobot ganjil dan genap. Kata kode dengan bobot ganjil dapat dihapus untuk mendapatkan kode baru dengan parameter [ nk, 1, d' ]. Pada umumnya d' > d (Williams & Sloane 1981) Memperbesar suatu kode dengan cara menambahkan kata kode baru ( Augmenting by adding new codeword) Salah satu cara untuk memperbesar suatu kode adalah dengan cara menambahkan satu baris vektor 1 pada matriks generator. Jika C adalah suatu kode dengan parameter [ nkd,, ] dan tidak memiliki kata kode 1 (vektor satu), a kode yang telah diperbesar berbentuk C = C 1+ C ( a) ( ) ( ) ( C mengandung/memiliki kata kode dari kode C beserta komplemennya). Dengan d ( a) demikian { d n d } = min, ' ( a) C memiliki parameter, d ' = bobot terbesar dari kata kode di C. ( a) nk, + 1, d, dengan (Williams & Sloane 1981)

26 Memperpanjang suatu kode dengan menambahkan simbol pesan (Lengthening by adding message symbols) Untuk memperpanjang suatu kode linear C, dapat dilakukan dengan cara menambahkan kata kode baru, yaitu vektor 1 (augmenting a code). Setelah itu, dilanjutkan dengan memperluas (extending) kode sebanyak satu bit. Proses ini akan menambah satu simbol pesan (Williams & Sloane. 1981) Memperpendek kode (Shortening a code) Memperpendek kode merupakan invers/kebalikan dari proses memperpanjang suatu kode (length a code). Untuk memperpendek suatu kode, diambil kata kode yang dimulai dengan x 1 = 0 (symbol pertama = 0). Selanjutnya koordinat dari x 1 dihapus. Proses seperti ini disebut mengambil cross-section dari suatu kode (taking a cross-section of the code). (Williams & Sloane 1981)

27 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi masalah Misalkan C [ n,k,d ] adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d. kode C dikatakan baik jika n kecil, k besar dan d besar. Makna fisiknya, n harus kecil terkait dengan proses enkoding dan dekoding, juga terkait dengan memori yang digunakan dalam proses tersebut. Selanjutnya k harus besar terkait dengan banyaknya pesan yang dapat diubah menjadi kata kode dan d harus besar terkait dengan banyaknya galat yang dapat dikoreksi. Diberikan sembarang dua parameter, misalnya n dan k, problemnya: Adakah suatu kode [n,k,d] untuk nilai d yang sebesar besarnya.?. Pertanyaan itu mengarah pada pendefinisian fungsi D ( n, k ) = maks { d / kode [ n, k, d ] ada } Dalam hal ini, suatu kode C dengan parameter [ n, k, d ] disebut optimal-d (optimal jarak minimum), jika C ada (telah berhasil dikonstruksi) dan telah pula dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [ n, k, d + 1]. Batas bawah (lower bound) dan batas atas (upper bound) dari fungsi D(n, k) diartikan sebagai berikut. Misalnya, l D ( n, k ) u artinya telah berhasil dikonstruksi kode dengan parameter [ n, k, d l ], dan telah berhasil pula dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [n, k, d > u], sedangkan ada/tidaknya kode dengan parameter [ n, k, d], dengan l < d u, merupakan open problem. Untuk memperbaiki satu langkah batas bawah dari fungsi D ( n, k ) berarti harus mampu mengkonstruksi kode dengan parameter [ n, k, l + 1]. Perbaikan satu langkah batas atas dari fungsi D(n, k) berarti dibuktikan bahwa tidak ada kode dengan parameter [ n, k, u ]. Penelitian ini hanya untuk memperbaiki satu langkah batas bawah saja. Informasi terkini (updated) basis data untuk batas fungsi D(n, k ) dapat dilihat di dalam Tabel Brouwer (Brouwer 1998) dan bisa diakses secara on-line. Secara analog (ekivalen), didefinisikan fungsi K(n,d) untuk optimalisasi dimensi (optimal-k) atau fungsi N(k,d) untuk

28 14 optimalisasi panjang kode (optimal-n), dan sekaligus memformulasikan masalahnya: K ( n, d ) = maks { k / kode [ n, k, d ] ada } N ( k, d ) = min { n / kode [ n, k, d ] ada }. Berdasarkan formulasi umum problem di atas, pada penelitian ini didefinisikan kode optimal kuat (strongly optimal codes) beserta formulasi problem konstruksinya. Kode linear C dengan parameter [n, k, d] disebut optimal kuat jika kode linear-[n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n+1, k+1, d] tidak ada. Sedangkan suatu kode disebut optimal D jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n, k, d+1] tidak ada. Jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n-1, k, d] tidak ada maka disebut optimal-n. Selanjutnya jika kode linear [n, k, d] ada dan telah berhasil dibuktikan bahwa kode linear [n, k+1, d] tidak ada, maka kode tersebut disebut optimal K. 2.6 Analisis Teori Suatu matriks H berukuran yang semua barisnya merupakan suatu basis untuk disebut matriks cek paritas dari C. Pengertian matriks cek paritas ini berimplikasi pada pendefinisian kode linear berkaitan dengan cara konstruksinya, yaitu H. Mengkonstruksi suatu kode berarti mendefinisikan matriks cek paritas H atau matriks generatornya G. Pada bagian ini akan dikaji beberapa teorema yang paling berperan untuk melandasi konstruksi H. Teorema Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai dimensi (n-r) jika dan hanya jika ada r kolom dari H yang bebas linear tetapi tidak ada (r + 1) kolom dari H yang bebas linear. Ini artinya r adalah rank dari H. Bukti Misalkan H adalah matriks cek paritas dari kode linear C dengan panjang n dan G adalah matriks generator untuk C. Maka C berdimensi (n r) jika dan hanya jika rank (G) = ( n r). (karena G adalah basis dan banyaknya baris di G

29 15 menunjukkan dimensi suatu kode). Karena G dan H saling orthogonal, maka rank (G) = (n - r) jika dan hanya jika rank ( H) = r. Teorema Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai jarak minimum d jika dan hanya jika setiap d - 1 kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom dari H yang tidak bebas linear. Bukti: Misalkan H adalah matriks cek paritas dari kode C dengan panjang n, maka kode tersebut berjarak minimum d jika dan hanya jika C berbobot minimum d jika dan hanya jika ada vektor v dengan wt(v) = d sehingga Hv T = 0 T dan untuk setiap w dengan wt(w) < d jika dan hanya jika Hw T 0 T ( jika Hw T = 0 T berarti w, maka akan terjadi kontradiksi karena wt(w) < d ) jika dan hanya jika ada d kolom dari H yang tidak bebas linear dan setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear. Teorema (The Singleton Bound) Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d], maka (n k) (d- 1). Bukti: Jika C kode dengan parameter [n, k, d], maka C mempunyai matriks paritas H berordo (n k) n. Ini berarti rank (H) (n k), dan berdasarkan teorema 3.2.2, matriks H memiliki d 1 kolom yang bebas linear, sehingga rank (H) = (d 1), maka (n k) (d- 1). Teorema ( Teorema Gilbert-Varshamov bound) Jika telah diketahui ada kode [ n,k,d] yang memenuhi ketaksamaan 1 2, maka ada (dapat dikonstruksi) kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Bukti: Misalkan diketahui kode C memiliki parameter [n, k, d]. Berdasarkan teorema ada matriks paritas H berordo (n - k) n ditulis H = ( c 1 c 2 c n ) yang setiap d - 1 vektor dari { c 1, c 2, c n } adalah bebas linear dalam ruang. Ide dasar pembuktian adalah jika ada vektor x yang bukan i kombinasi linear dari vektor-vektor kolom H untuk i = 1, 2,, d 2, maka

30 16 = ( c 1 c 2 c n x ) adalah matriks berordo (n - k)(n + 1) yang setiap d-1 vektor dari{c 1,c 2, c n, x } adalah bebas linear dalam ruang. Dalam hal ini, merupakan matriks paritas untuk kode [n + 1, k + 1, d]. Syarat adanya vektor x terjadi ketika dipenuhi ketaksamaan , dimana ruas kiri menyatakan banyaknya vektor-vektor sebagai hasil i kombinasi linear dari vektor-vektor kolom H untuk i = 1, 2, d - 2, sedangkan ruas kanan menyatakan banyaknya vektor-vektor dalam. 2.7 Algoritme Konstruksi Mengkonstruksi kode linear [k+r, k,d] berarti mengkonstruksi bentuk standar dari H, yaitu H = ( ). Untuk efisiensi komputasi cukup dikonstruksi matriks B berukuran k r. Berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov bound diturunkan teorema konstruksi berikut: Teorema Jika matriks B berukuran k r dikonstruksi berdasarkan sifat : 1. Semua vektor baris dari B berbeda. 2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i) untuk i = 1, 2, 3, s dimana s = min {d 1, k} dan (d 1) r, maka H = ( B T I r ) merupakan matriks paritas untuk kode C dengan parameter [k + r, k, d]. Dalam hal ini matriks generator dari C adalah G = ( I k B ) Bukti: Misalkan telah dikonstruksi matriks B berukuran k sebagaimana disyaratkan oleh teorema, akan ditunjukkan bahwa H merupakan matriks paritas untuk kode C [k + r, k, d]. Hal pertama yang mudah dilihat dari struktur H adalah C mempunyai panjang (k + r) dan berdimensi k, sehingga tinggal ditunjukkan C memiliki jarak minimum d. Andaikan ada v C dengan wt (v) < d dan

31 17 dituliskan v = (v m, v c ) dimana v m vektor pesan dengan wt (v m ) = i dan v c vektor cek dengan wt (vc) = j, maka berlaku i + j < d j < d - i wt (v c ) < d i dan Hv T = 0 T ( B T I r ) = 0 T B T + I r = 0 T B T = Karena wt(v m ) = i, dan berdasarkan syarat 2 dari konstruksi B, maka wt(b T ) d i. Dari ekspresi (i), (ii), dan (iii) menunjukkan suatu kontradiksi sehingga dapat disimpulkan bahwa C berbobot minimum d atau dengan kata lain C memiliki jarak minimum d. Dengan demikian, mengkonstruksi kode C[k+r, k, d] berdasarkan teorema berarti mengkonstruksi matriks generatornya, G = cukup dengan mengkonstruksi matriks B berukuran k r yang memenuhi sifatsifat: semua vektor baris dari B berbeda dan jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i), untuk i =1, 2,, s dimana s = min{d 1, k} dan (d 1) r. Begitu kode linear C [ n, k, d ] telah terkonstruksi, langkah berikutnya adalah mendefinisikan himpunan V yang beranggotakan semua vektor baris dari B dan semua vektor sebagai hasil jumlah i vektor baris dari B untuk i = 2,3, s dimana s = min {d-1, k}. Maka jelaslah bahwa V. Jika V, maka ada vektor dan x yang bisa ditambahkan ke baris matriks B untuk mendefinisikan matriks yang berukuran (k+1) r dan matriks cek paritas H = T ) akan mendefinisikan kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Pada penelitian ini strategi konstruksi kode [n +1, k + 1, d] memenuhi teorema Gilbert- Varshamov bound. Proses ekstensi kode dari [n, k, d] ke [ n+1, k+1, d ] dilakukan tahap demi tahap sampai diperoleh suatu kode C dengan parameter [ n, k,d ] yang sudah tidak bisa diperluas lagi. Ketika diperoleh informasi bahwa telah dibuktikan bahwa kode dengan parameter [ n ' +1, k ' +1, d ] tidak ada, maka C merupakan kode optimal kuat yang telah berhasil dikonstruksi. Akan tetapi, ketika diperoleh (i) (ii) (iii)

32 18 informasi bahwa ada kode dengan parameter [ n ' +1, k ' +1, d ], berarti kode optimal kuat gagal dikonstruksi. Dalam hal ini, harus dilakukan rekonstruksi dengan strategi memilih kode dasar [n, k, d ] lain yang berpeluang besar dapat diperluas menjadi kode optimal kuat C. Pemilihan kode dasar yang baik memerlukan eksplorasi yang baik yang bersifat teoritik maupun komputatif. Selanjutnya keberhasilan konstruksi kode optimal kuat C dapat digunakan sebagai kode dasar untuk diperluas menjadi kode kode optimal kuat berikutnya dengan strategi yang sama. Algoritme konstruksi kode ini juga berlaku untuk kode linear biner berjarak minimum bilangan genap berdasarkan sifat dari kode linear yang menyatakan bahwa jika kode dengan parameter [n, k, d] ada untuk d ganjil, maka dapat dikonstruksi kode dengan parameter [ n + 1, k, d + 1] dan setiap anggotanya berbobot genap (Williams & Sloane 1981). Keberhasilan konstruksi kode optimal kuat sangat dipengaruhi oleh metode komputasi yang digunakan. Berikut ini dideskripsikan pembangunan metode komputasi yang digunakan dalam penelitian ini. 1 Membangun fungsi-fungsi aljabar matriks biner. Hal pertama yang dilakukan adalah mempresentasikan ruang vektor biner sebagai himpunan kuasa dari S n = { 0, 1, 2,,n-1 }. Ini berarti sembarang vektor biner dengan panjang n secara komputasi merupakan subhimpunan dari. Operasi jumlah dua vektor berarti selisih simetrik dua himpunan. Produk dalam dua vektor berarti irisan dua himpunan. adalah keluarga semua himpunan dari subhimpunan S merupakan grup terhadap selisih simetrik. Jika S ={0, 1, 2, 3} maka. {0, 2} isomorfik dengan (1, 0, 1, 0), { } isomorfik dengan (0, 0, 0) dan {0, 1, 2, 3} isomrfik dengan (1, 1, 1).Dengan demikian, matriks biner A berordo n x p dapat dipandang sebagai list dari sebanyak p subhimpunan dari S n.. Matriks A = dapat dinyatakan dengan A =[3, [{0, 2}, {2}]]. Dari dua konsep 1 1 dasar ini kemudian dibangun fungsi dasar aljabar matriks, seperti:

33 19 jumlah, kali, transpose, operasi baris dasar, pencarian matriks kanonik dan lainnya. Implementasinya menggunakan software MAPLE. 2. Membangun prosedur untuk pelacakan kode optimal. Didefinisikan matriks generator G = ( I k B ), misalkan M matriks representasi vektor baris dari B. Kemudian didefinisikan fungsi berikut: KombinM menentukan list semua kombinasi j vektor dari vektor-vektor M (representasi baris) untuk suatu nilai j = 1,2,, k. ListKombM menentukan list dari semua list KombinM untuk semua j = 1,2,3,,t degan t = min {k, d-1}. UjiAdd1VekM menguji apakah vektor X bisa ditambahkan ke M, menggunakan ListkombM. Misal sudah ada matriks M =1 1 0 maka didapat list semua kombinasi j vektor L = {1 0 0, 1 1 0, 1 1 1}, {0 1 0, 0 1 1,0 0 1},{1 0 1}. Kemudian diuji apakah satu vektor X bisa ditambahkan ke M Jika hamming distance < d 1 i.maka tidak terpenuhi. Jika selain itu berarti vektor X bisa ditambahkan ke matriks Lacak1VekM melacak satu vektor baris X dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan Gilbert-Varshamov, menggunakan UjiAdd1VekM. Ilustrasi ada matriks B = kemudian dicatat berapa banyak angka 1 dan berapa angka 0. Misalkan V baris ke-1, banyak angka 1 = v dan W baris ke-2. Cari vektor-vektor X yang berjarak j= d 2 sampai batas yang ditentukan. Tanpa mengurangi keumuman maka V diset yang rapi. Jika (v + j 2 * i) (d 1) maka ambil anggota V sebanyak v i, dan ambil anggota W sebanyak j 1. Maka gabungan dari anggota V dan W yang telah dipilih akan didapat vektor X. Kolek1VekM menentukan himpunan semua vektor baris X yang bisa ditambahkan ke M, menggunakan UjiAdd1VekM. Untuk Kolek1VekM cara kerjanya hamper sama dengan UjiAdd1VekM kalau sudah dapat satu vektor selesai, tetapi Kolek1VekM mencari semua kemungkinan dan menghimpunnya.

34 20 ReduEki1 membuang anggota out put Kolek1VekM dan menyisakan vektorvektor yang menghasilkan matriks-matriks yang tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke M. Misalkan H adalah out put Kolek1VekM, setiap pasangan vektor (X, Y) anggota H akan menghasilkan vektor Z = X+Y. Agar dua vektor X dan Y bisa ditambahkan langsung ke matriks M, maka Z diuji dengan prosedur UjiAdd2VekM berdasarkan out put ListkombM. Kolek2VekM menentukan semua pasang (X, Y) dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema 4, menggunakan UjiAdd2VekM. Kolek2VekMDt menentukan semua pasang (X, Y) menggunakan data hasil sebelumnya. ReduEkiX membuang anggota out put Kolek2vekM dan menyisakan vektor-vektor yang menghasilkan matriks-matriks tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke matriks M. Misalkan H adalah out put Kolek2VekM, setiap pasangan vektor (X, Y,Z) anggota H akan menghasilkan vektor W = X + Y + Z agar tiga vektor X, Y dan Z bisa ditambahkan langsung ke matriks M maka diuji dengan uji AddVek3M berdasarkan out put ListKombM. Selanjutnya secara induksi agar X vektor bisa ditambahkan langsung ke M, maka diuji dengan prosedur UjiAddXVekM menggunakan out put Kolek(X-1)VekM dan berdasarkan out put ListKombM. Program lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Konstruksi kode optimal kuat dengan jarak minimum d = 5 dan d = 7 Mengkonstruksi matriks cek paritas dalam hal ini matriks B dan melakukan perluasan terhadap matriks tersebut. Bagaimana proses lengkapnya akan dijelaskan pada sub bab hasil eksplorasi. 3.4 Hasil Eksplorasi. Berikut ini akan diilustrasikan konstruksi kode optimal kuat untuk kasus d =5 dan d= 7. Untuk kasus double error correcting ( d = 5 ), berdasarkan tabel Brouwer kode-kode optimal kuat mempunyai parameter (terurut dari dimensi rendah): [8, 2, 5], [11, 4, 5], [17, 9, 5], [23, 14, 5], [31, 21, 5] dan [33, 23, 5], sedangkan kode optimal kuat untuk k > 23 merupakan open problem. Akan dijelaskan bagaimana metode dan strategi diatas diterapkan untuk mengkonstruksi kode-

35 21 kode tersebut. Dimulai dari kode [8, 2, 5], dikonstruksi dengan mendefinisikan matriks B berukuran 2 6 berikut B = Matriks ini kemudian dipakai sebagai matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks berordo 4 7 yang mendefinisikan kode optimal kuat [11, 4, 5]. Proses perluasan dari B ke dilakukan dengan menambah satu kolom nol pada B, dilanjutkan menambah dua vektor 7 bit yang memenuhi syarat strategi. Tanpa memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi komputatif menunjukkan ada 108 macam, salah satunya = Dengan langkah yang sama diperluas ke berordo 9 8 yang mendefinisikan kode optimal kuat [17, 9, 5]. Tanpa memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi komputatif menunjukkan ada 144 macam, salah satunya = Percobaan untuk memperluas ke untuk mendapatkan kode optimal kuat [23, 14, 5] adalah gagal. Dalam hal ini hanya mampu diperluas ke lebih dari 872 kode optimal-d [22, 13, 5]. Namun demikian, strategi rekonstruksi berhasil mendefinisikan 3 kode optimal kuat [23, 14, 5] yang salah satunya direpresentasikan oleh matriks berordo 14 9 berikut

36 = Kemudian diperluas menjadi matriks berukuran yang mendefinisikan kode dengan parameter [31, 21, 5], tetapi konstruksi ini hanya mampu mendapatkan 423 kode dengan parameter [30, 20 5] yang salah satunya direpresentasikan oleh matriks =

37 23 Dari matriks disimpan di data, kemudian dijadikan basis untuk mendapatkan kode [31, 21, 5] dengan cara menghapus lima baris matriks kemudian menambahkan enam vektor yang memenuhi syarat strategi, ternyata dengan cara ini berhasil mendapatkan 1 kode dengan parameter [31, 21, 5] yang direpresentasikan oleh matriks berikut: = Percobaan memperluas kode ini untuk meningkatkan dimensi dilakukan dengan cara menghapus baris ke 21, 20, 19, 18, 17, 9, 8, 6, 2 dan 1 matriks kemudian ditambahkan 12 vektor baris yang memenuhi syarat, akhirnya diperoleh satu kode dengan parameter [33, 23, 5]. Kode tersebut direpresentasikan oleh matriks yang berordo berikut:

38 = Untuk kasus d = 7, dari tabel Brouwer kode optimal kuat mempunyai parameter terurut dari dimensi terendah [11, 2, 7], [15, 5, 7], [23, 12, 7], [27, 14, 7], dan [31, 17, 7], untuk k > 17 merupakan open problem. Dimulai dari kode [11, 2, 7], dikonstruksi dengan mendefinisikan matriks B berukuran 2 9 berikut: B = Matriks ini kemudian dipakai sebagai matriks dasar untuk diperluas menjadi matriks berordo 5 10 yang mendefinisikan kode [15, 5, 7]. Proses perluasan dari B ke dilakukan dengan menambah satu kolom nol pada B, dilanjutkan menambah tiga vektor 10 bit yang memenuhi syarat strategi. Tanpa memperhatikan relasi ekivalensi, hasil eksplorasi komputatif menunjukkan ada 144 macam, dengan mereduksi kode yang saling ekivalen maka diperoleh 2 kode optimal kuat [15, 5, 7], salah satunya adalah =

39 25 Selanjutnya diperluas menjadi yang berordo yang merepresentasikan kode optimal kuat [23, 12, 7]. Dari hasil eksplorasi diperoleh 8 kode optimal kuat [23, 12, 7] yang tidak saling ekivalen. Salah satu dari kode tersebut adalah = Adding satu bit paritas dari kode ini menghasilkan kode Golay [24, 12, 8] yang telah dibuktikan unik. Generator matriks Golay [24,12,8] dinyatakan sebagai = (I,B) dengan I adalah matriks identitas dan matriks B berikut: (Kanemasu,1990). Kemudian diperluas menjadi berordo dengan cara menambahkan dua kolom nol pada dan dua vektor 13 bit yang memenuhi syarat strategi, tetapi gagal didapatkan dengan cara ini. Selanjutnya dilakukan rekonstruksi untuk mendapatkan kode optimal kuat [27, 14, 7] dengan menggunakan satu kali basis matriks berikut:

40 B = Matriks B dirubah posisi matriks kolomnya. Kemudian dilacak semua kemungkinan 1 vektor yang bisa ditambahkan ke matriks B, kemudian dicoba kombinasi dua vektor yang bisa ditambahkan kematriks B, sampai akhirnya dapat menambahkan 10 vektor yang memenuhi syarat strategi sehingga didapat 1 kode optimal kuat [27, 14, 7] yang dipresentasikan oleh matriks berukuran berikut: = Matriks digunakan untuk mendapatkan kode optimal kuat berikutnya dengan cara menambah satu kolom nol pada kolom terakhir kemudian dicoba menghapus 4 vektor barisnya sehingga didapat matriks berukuran 10 14, kemudian diperluas lagi dengan mencoba menambah 1 vektor, 2 vektor, 3 vektor dan ternyata hanya bisa sampai 5 vektor. Sehingga diperoleh kode dengan parameter [29,15,7] yang dipresentasikan oleh matriks yang berordo berikut:

41 = Eksplorasi dilanjutkan dengan menggunakan matriks, menghapus baris ke-12, baris ke- 4, baris ke-3, baris ke-2 dan baris ke-1, sehingga diperoleh matriks baru berordo Matriks ini ditambahkan 5 vektor yang diambil dari data sebelumnya. Akhirnya diperoleh 4 kode optimal [30,16,7] yang tidak saling ekivalen. Salah satu matriksnya yaitu: = Matriks ini digunakan lagi untuk mendapatkan matriks yang berordo dengan cara menghapus baris ke-17, 16,15,14,12 dan baris ke-9 dan kemudian dicoba menambahkan 7 vektor baris yang memenuhi syarat strategi. Akhirnya diperoleh 4 kode optimal [31,17,7] yang tidak saling ekivalen. Salah satu matriksnya adalah

42 = Percobaan untuk meningkatkan dimensi kode belum berhasil. Kegagalan ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan komputer yang digunakan, sehingga tidak bisa melacak semua kemungkinan kombinasi atau mungkin juga karena pemilihan kode dasar (matriks B awal) yang kurang baik. Dari hasil eksplorasi di atas kode-kode optimal kuat yang sudah berhasil dikonstruksi dirangkum pada tabel di bawah ini.

43 29 Tabel 3.1 Hasil-hasil konstruksi kode optimal kuat berjarak minimum 5 Parameter [n, k, d] Banyak kode yang tidak ekivalen Matriks Generator Matriks B [8, 2, 5] 1 (I 2 B 2.6 ) B 2x [11, 4, 5] 15 (I 4 B 4.7 ) [17, 9, 5] 144 (I 9 B 9x8 ) [23,14,5] 3 (I 14 B 14x9 ) [31,21,5] 1 (I 21 B 21x10 ) B 4x7 = B 9x8 = B 14x9 = B 21x10 =

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi masalah Misalkan C [ n,k,d ] adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d. kode C dikatakan baik jika n kecil, k besar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi Masalah Sejauh ini telah diperkenalkan bahwa terdapat tiga parameter yang terkait dengan konstruksi suatu kode, yaitu panjang, dimensi, dan jarak minimum. Jika C adalah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada BAB IV ini dibahas tentang permasalahan sebagai berikut: Kajian Teori yang digunakan dalam penelitian, Membahas Aritmetik Aljabar Matriks, Program-program Aritmetik Aljabar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada (noise) atau inferensi

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Table of Contents. Table of Contents 1

Table of Contents. Table of Contents 1 Table of Contents Table of Contents 1 1 Pendahuluan 2 1.1 Koreksi dan deteksi pola kesalahan....................... 5 1.2 Laju Informasi.................................. 6 1.3 Efek dari penambahan paritas..........................

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Vol 3, No 2, 22-27 7-22, Januari 207 22 Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Andi Kresna Jaya Abstract The first order Reed Muller, that is written R(,r), is

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori pendeteksian error dan pengoreksi sandi adalah cabang dari teknik mesin dan matematika yang berhubungan dengan transmisi dan storage yang dapat dipercaya. Dalam

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

Kode Sumber dan Kode Kanal

Kode Sumber dan Kode Kanal Kode Sumber dan Kode Kanal Sulistyaningsih, 05912-SIE Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta 8.2 Kode Awalan Untuk sebuah kode sumber menjadi praktis digunakan, kode harus dapat

Lebih terperinci

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3)

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) Aurora Nur Aini, Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. Soedarto, S. H, Semarang 5275 Abstract. Hamming code can correct

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8)

KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8) KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8) SKRIPSI Oleh : AURORA NUR AINI J2A 005 009 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS. Oleh : FITRI G

ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS. Oleh : FITRI G ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS Oleh : FITRI G64102003 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# Simulator penyandian dan pengawasandian ini dirancang untuk meyimulasikan 10 jenis penyandian

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir.

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. Abstrak Diberikan suatu polinom primitif f(x) F q [x] berderajat m, lapangan F q [x]/(f(x)) isomorf dengan ruang vektor

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah. 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Huffman Code Algoritma Huffman menggunakan prinsip penyandian yang mirip dengan kode Morse, yaitu tiap karakter (simbol) disandikan dengan rangkaian bit. Karakter yang sering

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

METODE HAMMING PENDAHULUAN. By Galih Pranowo ing

METODE HAMMING PENDAHULUAN. By Galih Pranowo  ing METODE HAMMING By Galih Pranowo Emailing ga_pra_27@yahoo.co.id PENDAHULUAN Dalam era kemajuan teknologi komunikasi digital, maka persoalan yang utama adalah bagaimana menyandikan isyarat analog menjadi

Lebih terperinci

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok disebut juga sebagai sandi (n, k) sandi. Sebuah blok k bit informasi disandikan menjadi blok n bit. Tetapi sebelum

Lebih terperinci

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data A-3 Luthfiana Arista 1, Atmini Dhoruri 2, Dwi Lestari 3 1,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai tujuan penulisan penelitian diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam subbab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem

BAB I PENDAHULUAN. digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya penggunaan komunikasi digital dan munculnya komputer digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem komunikasi yang dapat

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank

Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank Aljabar Linier Sistem koordinat, dimensi ruang vektor dan rank khozin mu tamar 9 Oktober 2014 PERTEMUAN-4 : SISTEM KOORDINAT, DIMEN- SI RUANG VEKTOR DAN RANK 1. Sistem koordinat (a) Ketunggalan scalar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan. himpunan bilangan prima kurang dari 12 yaitu A = {2,3,5,7,11}.

BAB II KAJIAN TEORI. Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan. himpunan bilangan prima kurang dari 12 yaitu A = {2,3,5,7,11}. BAB II KAJIAN TEORI A. Lapangan Berhingga Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan dengan jelas pada suatu batasan-batasan tertentu. Contoh himpunan hewan berkaki empat H4 ={sapi,

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer

Aljabar Linier Elementer Aljabar Linier Elementer Kuliah 15 dan 16 11/11/2014 1 Materi Kuliah Kebebasan Linier Basis dan Dimensi 11/11/2014 Yanita, Matematika Unand 2 5.3 Kebebasan Linier Definisi Jika S = v 1, v 2,, v r adalah

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN 1. Definisi-1. Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan

Lebih terperinci

Deteksi dan Koreksi Error

Deteksi dan Koreksi Error Bab 10 Deteksi dan Koreksi Error Bab ini membahas mengenai cara-cara untuk melakukan deteksi dan koreksi error. Data dapat rusak selama transmisi. Jadi untuk komunikasi yang reliabel, error harus dideteksi

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A SILABI FRM/FMIPA/063-00 12 Februari 2013 Fakultas : MIPA Program Studi : Matematika Mata Kuliah & Kode : Teori Persandian / SMA 349 Jumlah sks : Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ii aka dituliska beberapa aspek teoritis berupa defiisi, teorema da sifat-sifat yag berhubuga dega aljabar liear, struktur aljabar da teori kodig yag diguaka sebagai

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty Abstrak Kode linear biner [n, k, d] adalah sebuah subruang vektor C GF(2

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Makalah Teori Persandian

Makalah Teori Persandian Makalah Teori Persandian Dosen Pengampu : Dr. Agus Maman Abadi Oleh : Septiana Nurohmah (08305141002) Ayu Luhur Yusdiana Y (08305141028) Muhammad Alex Sandra (08305141036) David Arianto (08305141037) Beni

Lebih terperinci

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Memahami fungsi dan parameter

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL. Risanuri Hidayat

PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL. Risanuri Hidayat PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL Risanuri Hidayat Penyandian sumber Penyandian yang dilakukan oleh sumber informasi. Isyarat dikirim/diterima kadang-kadang/sering dikirimkan dengan sumber daya yang

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI

PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Teori Pengkodean (Coding Theory) adalah ilmu tentang sifat-sifat kode

BAB III PEMBAHASAN. Teori Pengkodean (Coding Theory) adalah ilmu tentang sifat-sifat kode BAB III PEMBAHASAN A. Kode Reed Solomon 1. Pengantar Kode Reed Solomon Teori Pengkodean (Coding Theory) adalah ilmu tentang sifat-sifat kode dan aplikasinya. Kode digunakan untuk kompresi data, kriptografi,

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( )

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( ) Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : (0804405050) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 Block Coding Block coding adalah salah satu kode yang mempunyai sifat forward error

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI

BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI BEBERAPA KARAKTERISTIK KRIPTOSISTEM KUNCI PUBLIK BERDASARKAN MATRIKS INVERS TERGENERALISASI Oleh Budi Murtiyasa FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING KOREKSI KESALAHAN a. KODE HAMMING Kode Hamming merupakan kode non-trivial untuk koreksi kesalahan yang pertama kali diperkenalkan. Kode ini dan variasinya telah lama digunakan untuk control kesalahan pada

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Aljabar Linier. Kuliah 2 30/8/2014 2

Aljabar Linier. Kuliah 2 30/8/2014 2 30/8/2014 1 Aljabar Linier Kuliah 2 30/8/2014 2 Bab 1 Subpokok Bahasan Ruang Vektor Subruang Subruang Lattice Jumlah Langsung Himpunan Pembangun dan Bebas Linier Dimensi Ruang Vektor Basis Terurut dan

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN

PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi + 5 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Struktur Aljabar Struktur aljabar adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan matematika yang mempelajari tentang himpunan (sets), proposisi, kuantor, relasi, fungsi, bilangan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, Desember Penulis

KATA PENGANTAR. Semarang, Desember Penulis KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Pembentukan -aljabar Komutatif

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT0143231 / 2 SKS Deskripsi: - Mata kuliah ini mempelajari konsep aljabar linear sebagai dasar untuk membuat algoritma dalam permasalahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2. SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : 3 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas Referens i 1

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor Bab RUANG VEKTOR. Ruang Vektor DEFINISI.. Suatu ruang vektor (V, +,, F) atas field (F, +), ditulis singkat V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemenelemennya disebut vektor, yang dilengkapi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci