KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN"

Transkripsi

1 KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 13 dan 15 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2012 Hendrawan NRP G

3 ABSTRACT HENDRAWAN. The Construction of Strongly Optimal Linear Binary Codes with Minimum Distance of 13 and 15. Supervised by SUGI GURITMAN and NUR ALIATININGTYAS A linear binary code of length n over is defined as subspace of. A code has three parameters that attached to it, namely length, dimension, and minimum distance. A code with length n, dimension k and minimum distance d is often called [n, k, d]-code. The main problem in algebra coding theory is optimizing one of parameters n, k and d. Given two that others were known. Based on Gilbert-Varshamov bound, if a [n, k, d]-code is exist and the code can not be expanded, we call it strongly optimal code. In this thesis, we construct strongly optimal code with minimum distance of 13 and 15. In constructing the code, we created a theorem and algorithm based on Gilbert-Varshamov bound, then we implement the algorithm to MAPLE programming language. Because of computational limitations, the program can only construct up to k = 9 for d = 13 and d = 15. Keyword: binary linear codes, Gilbert-Varshamov bound, strongly optimal codes.

4 RINGKASAN HENDRAWAN. Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 13 dan 15. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan NUR ALIATININGTYAS. Kode linear biner dengan panjang n atas didefinisikan sebagai subruang dari ruang vektor. Suatu kode mempunyai tiga parameter penting yaitu panjang kode, dimensi kode dan jarak minimum kode. Jika suatu kode dengan panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d, maka kode tersebut dinyatakan sebagai kode [n, k, d]. Selanjutnya suatu kode dikatakan baik jika n-kecil, k-besar dan d-besar. Makna fisiknya, n harus kecil terkait dengan kecepatan proses enkoding dan dekoding, dan juga terkait dengan besarnya memori yang digunakan dalam proses itu, k harus besar terkait dengan banyaknya pesan yang dapat diubah menjadi katakode, d harus besar terkait dengan banyaknya galat yang dapat dikoreksi. Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada gangguan (noise) atau interferensi lainnya sehingga pesan yang dikirim berubah (terdapat galat pada pesan). Salah satu masalah dalam teori koding (coding theory) adalah untuk mendeteksi atau bahkan mengoreksi galat tersebut. Suatu kode (code) diciptakan untuk mendeteksi atau mengoreksi galat (error) akibat saluran terganggu. Dari masalah tersebut, akan dikonstruksi kode-kode optimal kuat, yaitu kode dengan parameter [n, k, d] dengan syarat tidak ada kode-kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut, yang selanjutnya menjadi tujuan dari penelitian ini. 1. Mengkaji teorema yang terkait dengan konstruksi kode linear, terutama Gilbert-Varshamov bound. 2. Mengonstruksi kode linear biner optimal kuat dengan jarak minimum 13 dan 15. Setelah dipelajari secara mendalam teorema Gilbert-Varshamov, diturunkan teorema konstruksi sebagai berikut. Jika matriks B berukuran k r dikonstruksi berdasarkan sifat sebagai berikut. 1. Semua vektor baris dari B berbeda, dan 2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i) untuk i = 2,3,.s, dimana s = min {d 1, k}, dan (d 1) r, maka T H = ( B I r ) dan G = ( Ik B) secara berturut-turut merupakan matriks cek paritas dan matriks generator untuk kode linear C dengan parameter [k + r, k, d]. Untuk mengonstruksi kode optimal kuat dengan jarak minimum 13 dan 15 digunakan paket program konstruksi yang mengacu pada tesis yang ditulis oleh Putranto HU (2011). Program-program yang digunakan: Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner dan Program Pelacakan Kode Optimal Kuat.

5 Dalam tesis ini, kode linear biner yang berhasil dikonstruksi hanya sampai k = 9, r = 25 untuk d = 13 dan sampai k = 9, r = 28 untuk d = 15, sedangkan hasil utama, yaitu untuk memperbaiki batas bawah tabel Brower gagal dicapai. Hal ini disebabkan antara lain oleh: 1. Pemilihan kode dasar (matriks B awal) yang kurang baik. 2. Program konstruksi yang masih belum sempurna. Dalam tesis ini, masih banyak kekurangan yang ada di dalamnya, diantaranya adalah: 1. Tidak semua kode linear optimal kuat dapat di konstruksi, walaupun kode tersebut ada (telah dikonstruksi oleh orang lain). 2. Algoritme konstruksi, walaupun untuk representasi himpunan sudah cukup baik, masih dapat diperbaiki dalam hal kecepatan pelacakan kodekode linear biner, terutama untuk dimensi yang cukup besar. Untuk ke depannya, dapat diperbaiki algoritme konstruksi sehingga dapat mencari/melacak kode dengan lebih cepat dan dapat mencakup kode linear yang memiliki dimensi yang besar. Selain itu, dapat pula dikembangkan program untuk mengoleksi kode-kode atas, untuk q > 2. Kata Kunci : kode linear biner, Gilbert-Vashamov Bound, kode optimal kuat.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 13 DAN 15 HENDRAWAN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc.

9 Judul Tesis : Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 13 Dan 15 Nama : Hendrawan NRP : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Sugi Guritman Ketua Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 13 Januari 2012 (tgl. Pelaksanaan ujian tesis) Tanggal Lulus: (tgl. Penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)

10 Ku persembahkan karya tulis ini untuk: Kedua orang tuaku Istriku tercinta Sutiani S.Ag Buah hatiku Aang Naufal Fakhriawan

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kasih sayang-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini adalah Konstruksi Kode Linear Biner Optimal Kuat Berjarak Minimum 13 dan 15. Ungkapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada Kementerian Departemen Agama Republik Indonesia, selaku sponsor bea siswa yang telah membantu semua biaya pendidikan S2 kepada penulis, Bapak Dr. Sugi Guritman dan Ibu Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si. selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. selaku penguji luar komisi, Ibu Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. selaku ketua program studi matematika terapan, Kepala MTs Al-Khairiyah Kamasan, yang telah memberikan izin tugas belajar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istriku, anakku dan seluruh keluarga besarku, rekan-rekan mahasiswa Matematika Terapan angkatan tahun 2009, rekan-rekan guru MTs. Al Khairiyah Kamasan dan Staf, atas segala bantuan, motivasi, doa, serta kasih sayangnya. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu mohon masukan dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan dimasa mendatang. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2012 Hendrawan

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Musirawas pada tanggal 10 Juli 1969 dari ayah Sa ari dan ibu Djumrak. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Tugumulyo Program IPA dan melanjutkan ke Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang dan lulus pada tahun Pada tahun 1997 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Departemen Agama dan ditugaskan mengajar matematika di MTs Negeri Anyer Kabupaten Serang sampai tahun 2006 kemudian dimutasikan ke MTs Al-Khairiyah Kamasan sampai sekarang. Pada tahun 2009 penulis mengikuti seleksi beasiswa S-2 dari Kementerian Agama RI, dan Alhamdulillah penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa tersebut. Bulan Juli 2009, penulis mulai mengikuti perkuliahan S-2 pada Program Studi Matematika Terapan di Sekolah Pasca Sarjana IPB dan berhasil menyelesaikan studi pada bulan Januari 2012.

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB. I PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Masalah... 1 Tujuan Penelitian... 3 BAB. II LANDASAN TEORI... 4 Definisi Sistem Persamaan Linear (SPL)... 4 Definisi Matriks... 4 Definisi Field... 5 Definisi Ruang Vektor... 6 Definisi Subruang (subspace)... ` 6 Definisi Kombinasi Linear... 7 Definisi Bebas Linear dan Terpaut Linear... 7 Definisi Perentang / Span... 7 Definisi Basis... 8 Definisi Dimensi... 8 Definisi Ruang Baris dan Ruang Kolom... 8 Definisi Rank... 8 Definisi Produk dalam standar (.) pada... 8 Definisi Komplemen Ortogonal... 9 Definisi Kode Linear... 9 Definisi Kode Dual Definisi Jarak Haming (Hamming distance) Definisi Jarak Minimum suatu kode Parameter Kode Linear Definisi Bobot Hamming Definisi Bobot Minimum Hamming Definisi Matriks Generator dan Matriks Cek Paritas Bentuk standar dari Matriks Cek Paritas H dan Matriks Generator G Definisi Ekivalensi Kode Linear Model Aljabar Kode Linear Biner 13 Pengertian Matriks Cek Paritas Dasar-dasar Konstruksi Kode BAB. III METODE Formulasi Masalah Metodologi Langkah-langkah Penelitian xiv xvi

14 BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Teori Membahas Aritmetik Aljabar Matriks Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Program-program Pelacakan Kode Optimal Kuat... ` 27 Algoritme Konstruksi Kode Optimal Kuat Konstruksi Kode Optimal Kuat dengan Jarak Minimum 13 dan Konstruksi Kode [20, 2, 13] Konstruksi Kode [24, 3, 13] Konstruksi Kode [27, 5, 13] Konstruksi Kode [29, 6, 13] Konstruksi Kode [32, 8, 13] Konstruksi Kode [34, 9, 13] Konstruksi Kode [23, 2, 15] Konstruksi Kode [27, 3, 15] Konstruksi Kode [31, 6, 15] Konstruksi Kode [35, 8, 15] Konstruksi Kode [37, 9, 15] BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Contoh pendefinisian pesan menjadi katakode Program dan Prosedur untuk Meningkatkan Dimensi dari Matriks dasar Hasil Eksplorasi Kode Optimal Kuat dengan Jarak Minimum d = Hasil Eksplorasi Kode Optimal Kuat dengan Jarak Minimum d = DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Contoh proses enkoding dan dekoding dari suatu pesan... 2 DAFTAR LAMPIRAN Halaman A.Tabel Brouwer Yang Berkaitan dengan d = 13 dan d = B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner C. Program Pelacakan kode Optimal Kuat D. Konstruksi kode Optimal Kuat... 68

16 LAMPIRAN

17 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada gangguan (noise) atau interferensi lainnya sehingga pesan yang dikirim berubah (terdapat galat pada pesan). Salah satu masalah dalam teori koding (coding theory) adalah bagaimana cara untuk mendeteksi atau bahkan mengoreksi galat tersebut. Pada tahun 1948 C.E. Shannon dalam artikelnya yang berjudul A Mathematical Theory of Communication, menggambarkan tentang problem dalam teori informasi adalah sebagai berikut. Apabila suatu pesan (informasi) dikirim melalui saluran terganggu (noisy channel), sering kali terjadi bahwa pesan yang diterima tidak sama dengan yang dikirim. Sebagai contoh pesan yang berupa suara atau gambar menjadi tidak jelas. Problem dalam teori informasi inilah yang menjadi dasar berkembangnya teori koding. Dalam ilmu komunikasi pesan direpresentasikan dalam bentuk dijital sebagai barisan simbol dan kebanyakan menggunakan simbol biner yang dikenal dengan bitstring. Saluran biasanya berupa jaringan telepon, jaringan radio berfrekuensi tinggi atau jaringan komunikasi satelit. Saluran yang terganggu menyebabkan berubahnya beberapa simbol yang dikirim, sehingga mengurangi kualitas informasi yang diterima. Untuk mendeteksi atau mengoreksi terjadinya galat (error) akibat saluran yang terganggu maka sangat diperlukan suatu kode. Karena tujuan diciptakan kode adalah untuk melindungi pesan agar apabila terjadi galat (error) akibat saluran yang terganggu maka galat itu dapat dipulihkan lagi. Dalam hal ini sebelum dikirim, semua pesan akan diubah menjadi katakode (codeword) dengan cara menambahkan beberapa simbol ekstra pada simbol pesan. Proses pengubahan pesan menjadi katakode disebut enkoding. Perangkat yang mengubah pesan menjadi katakode disebut enkoder. Kode merupakan himpunan yang anggotanya semua katakode. Pendefinisian kode ini dilakukan sedemikian sehingga apabila terjadi perubahan beberapa simbol pada katakode,

18 2 maka galat itu bisa dipulihkan lagi oleh dekoder. Dekoder merupakan perangkat yang mengubah barisan simbol yang diterima menjadi katakode yang selanjutnya dipulihkan menjadi pesan yang asli. Untuk menciptakan sistem komunikasi yang bebas error sangat diperlukan sekali teori koding. Proses koding dari suatu pesan dapat digambarkan sebagai berikut. 100 pesan pesan 100 katakode enkoding dekoding gangguan katakode kirim kirim galat 1 bit Gambar 1. Contoh proses enkoding dan dekoding dari suatu pesan Ilustrasi praktek dari Gambar 1 diberikan sebagai berikut. Suatu pesan dengan simbol 100 akan dikirim, maka terlebih dahulu pesan tersebut oleh enkoder diubah menjadi katakode yaitu dengan cara menambahkan simbol ekstra 101 pada simbol pesan. Ini berarti 100 menjadi input dari enkoder, selanjutnya diubah menjadi katakode Katakode inilah yang kemudian dikirim melalui saluran yang di asumsikan mengalami gangguan sehingga terjadi galat sebanyak 1 bit dan pesan yang diterima menjadi Dekoder akan mendeteksi galat dan mengoreksi menjadi katakode yang mendefinisikan pesan aslinya. Secara umum, tujuan dari teori koding adalah untuk mengonstruksi suatu kode (enkoder dan dekoder) sehingga 1. Dapat meng-enkode suatu pesan dengan cepat. 2. Dapat mentransmisi pesan yang sudah di-enkode dengan mudah. 3. Dapat men-dekode suatu pesan yang diterima dengan cepat. 4. Dapat memaksimumkan informasi yang ditransfer per satuan waktu. 5. Dapat secara maksimal dalam mendeteksi dan mengoreksi kesalahan.

19 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji teorema yang terkait dengan kontruksi kode linear, terutama Gilbert-Vashamov bound. 2. Mengonstruksi kode linear biner optimal kuat dengan jarak minimum 13 dan 15. Dari tujuan-tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu hal yang baru dalam teori koding, yaitu memperbaiki batas bawah dari tabel Brouwer.

20

21

22 BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian, definisi, proposisi dan teorema yang berkaitan dengan pembahasan. Definisi Sistem Persamaan Linear (SPL) Sistem Persamaan Linear (SPL) m n adalah m persamaan linear dengan n variabel (peubah). Bentuk umumnya adalah sebagai berikut: = = = dengan dan berupa konstanta, i = 1, 2,, m; j = 1, 2,, n, sedangkan merupakan variabel yang ingin ditentukan nilainya. Nilai disebut koefisien pada persamaan ke-i. Suatu sistem persamaan linear dengan bentuk = = = = 0 disebut SPL homogen. Bentuk umum dari SPL homogen adalah sebagai berikut: = = = 0 (Gunawan Santosa R. 2009) Definisi Matriks Matriks adalah susunan segi empat yang unsur-unsurnya berupa bilanganbilangan. Matriks X dengan ordo m n adalah matriks dengan ukuran m baris dan n kolom, simbolnya adalah sebagai berikut.

23 5 X = Unsur matriks yang disimbolkan dengan dimana i = 1, 2,, m dan j = 1, 2,, n, dibaca sebagai unsur matriks X pada baris ke-i dan kolom ke-j. (Gunawan Santosa R. 2009) Definisi Field Suatu himpunan yang padanya didefinisikan operasi jumlah (+) dan operasi kali (.) disebut field, notasi, jika memenuhi sifat-sifat berikut, 1. merupakan grup komutatif terhadap +, yaitu memenuhi sifat-sifat: a. Asosiatif: (,, ) ( + ) + = + ( + ), b. mempunyai unsur identitas: ( 0 ) ( ) 0 + = + 0 =, c. Setiap unsur dari mempunyai invers: ( ) ( ) + = + = 0, dalam hal ini = ( ), dan d. komutatif: ( ). 2., dimana =, merupakan grup komutatif terhadap., bersifat: a. asosiatif: ( ) ( ), b. mempunyai unsur identitas: ( ) ( ) 1..1 =, c. setiap unsur dari mempunyai invers: ( ) ( ), dalam hal ini dinotasikan ), dan d. komutatif: ( ). 3. Berlaku sifat distributif. terhadap + : ( ) atau ( ) (Sugi Guritman 2005) Contoh field takhingga diantaranya adalah: himpunan bilangan real, himpunan bilangan kompleks, sedangkan contoh dari field berhingga diantaranya adalah = {0,1, 2,, ( 1)} dengan operasi jumlah dan kali modulo, dimana bilangan prima. Jadi adalah contoh field berhingga dengan anggotanya adalah {0,1}.

24 6 Definisi Ruang Vektor Diberikan sembarang himpunan dan sembarang field. Pada didefinisikan aturan jumlah dan aturan perkalian dengan skalar. Himpunan disebut ruang vektor atas jika terhadap aturan-aturan tersebut memenuhi 10 aksioma-aksioma berikut. 1. ( u, v )( w ) u + v = w. 2. ( u, v, w ) (u + v) + w = u + (v + w). 3. ( 0 )( u ) 0 + u = u + 0 = u. 4. ( u ) ( v ) u + v = v + u = 0, dalam hal ini v = u. 5. ( u, v ) u + v = v + u. 6. ( k, u )( v ) ku = v. 7. ( k, u, v ) k(u + v) = ku + kv. 8. ( k, l, u ) (k + l) u = ku + lu. 9. ( k, l, u ) (kl)u = k(lu). 10. ( u ) 1u = u dimana 1 adalah unsur identitas dari terhadap operasi kali. (Sugi Guritman 2005) Unsur-unsur dari dalam hal ini merupakan skalar, sedangkan unsur-unsur dari disebut dengan vektor. Sebagai contoh: misalkan merupakan himpunan dari pasangan terurut dengan panjang n yang unsur-unsurnya merupakan elemen dari, yaitu = {(,,, ) }. Misalkan pula v =, w =, dan. Operasi Penjumlahan di didefinisikan sebagai v + w =. Sedangkan perkalian dengan skalar didefinisikan sebagai.v =. Maka merupakan ruang vektor. Definisi Subruang (Subspace) Misalkan adalah ruang vektor atas skalar dan. Himpunan disebut subruang dari jika juga merupakan ruang vektor atas terhadap operasi yang sama dengan.

25 7 Teorema 1 Misalkan adalah ruang vektor atas skalar dan, maka tiga proposisi berikut ini ekivalen. (i) subruang dari. (ii) Berlaku dua sifat berikut ini: (a) (, ) +, dan (b) ( k, w ) kw. (iii) ( k, l,, ) k + l. (Sugi Guritman 2005) Definisi Kombinasi Linear Misalkan adalah ruang vektor atas skalar. Diberikan himpunan = {,,, } terdiri atas n vektor dalam. Suatu vektor v disebut kombinasi linear dari jika (,,, ) sehingga v =. (Sugi Guritman 2005) Definisi Bebas Linear dan Terpaut linear Misalkan adalah ruang vektor atas skalar, dan misalkan = adalah himpunan yang terdiri atas n vektor dalam. disebut bebas linear jika memenuhi persamaan berikut ( i I = {1,2,,n} = 0). Ingkarannya, disebut terpaut linear jika ( j I = {1,2,, n} 0). (Sugi Guritman 2005) Definisi Perentang / Span Jika S = adalah vektor-vektor di dalam ruang vektor dan jika tiap-tiap vektor di dalam dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari S, maka dikatakan bahwa vektor-vektor S merentang (spanning). Jika =, maka S disebut himpunan perentang. Dan dikatakan direntang oleh S. (Gunawan Santosa R. 2009)

26 8 Definisi Basis Jika adalah sembarang ruang vektor dan S = { } adalah sebuah himpunan berhingga dari vektor-vektor di dalam, maka S dinamakan sebuah basis untuk jika: 1. S bebas linear. 2. S merentang. (Gunawan Santosa R. 2009) Definisi Dimensi Dimensi dari sebuah ruang vektor vektor-vektor dari basis di. didefinisikan sebagai banyaknya (Gunawan Santosa R. 2009) Definisi Ruang Baris dan Ruang Kolom Jika diketahui matriks A berukuran m n, maka subruang yang direntang oleh vektor-vektor baris dinamakan ruang baris (row space) dari A. Sedangkan subruang yang direntang oleh vektor-vektor kolom dinamakan ruang kolom (column space) dari A. (Gunawan Santosa R. 2009) Definisi Rank Dimensi ruang baris atau ruang kolom dari matriks A dinamakan rank dari matriks A. (Gunawan Santosa R. 2009) Definisi Produk dalam Misalkan adalah ruang vektor atas skalar, misalkan x, y sembarang. Operasi biner dari x dan y bernilai dalam, dinotasikan, disebut produk dalam (inner product) jika memenuhi sifat-sifat berikut. Untuk setiap x, y, z dan k, l berlaku: 1. Simetrik: = 2. Linearitas: = k + l, dan

27 9 3. Positifitas: 0 dan = 0 jhj x = 0. (Sugi Guritman 2005) Sebagai contoh: misalkan x = { } dan y = { }. Produk dalam baku dari x dan y didefinisikan sebagai berikut = x.y =. Definisi Ortogonal Dua vektor x dan y di dalam ruang vektor dikatakan ortogonal, dinotasikan x y, jika = 0. (Sugi Guritman 2005) Definisi Komplemen Ortogonal Misalkan adalah ruang vektor dan S. Komplemen ortogonal (disebut juga dual) dari S, notasi, didefinisikan sebagai =. (Sugi Guritman 2005) Sebagai contoh: misalkan v =, w = ; v, w. i. Vektor v & w dikatakan saling tegak lurus (orthogonal) jika v.w = 0 ii. Misalkan S merupakan himpunan bagian dari. Komplemen orthogonal dari S, notasi didefinisikan sebagai =. Jika S =, maka =. Jika S merupakan subruang dari ruang vektor, maka merupakan subruang dari ruang vektor dan =. (Ling & Xing, 2004) Definisi Kode Linear Misalkan diberikan field berhingga F q. Misalkan pula n F q merupakan himpunan dari vektor-vektor atas F q dengan panjang n. Kode linear C didefinisikan sebagai subruang dari ruang vektor n F q. (Ling & Xing, 2004)

28 10 Definisi Kode Dual Misalkan C merupakan kode linear atas, maka Kode dual (dual code) dari C, notasi, adalah komplemen orthogonal dari C. Teorema 2 Misal C adalah kode linear atas dengan panjang n dan dimensi k, maka : i. = dim ( C ) = ii. juga merupakan suatu kode linear dan dim (C ) + dim = n iii. = C Dengan demikian jika C berdimensi k, maka berdimensi r = n k. (Ling & Xing, 2004) Definisi Jarak Hamming (Hamming distance) Diberikan ruang vektor atas lapangan. Misalkan pula x dan y adalah anggota dari (x, y ). Jarak Hamming antara x dan y yang dinotasikan dengan d( xy,, ) didefinisikan sebagai berikut. (, ) (, ) (, )... (, ) d x y = d x y + d x y + d x y, dengan n n (, ) d x y i i 1 = 0 x x i i yi. = y i (Ling & Xing, 2004) Definisi Jarak Minimum suatu kode (Minimum distance of a code) Misalkan C adalah kode linear yang memiliki kata kode lebih dari satu. Jarak minimum untuk C, yang dinotasikan d( C ), didefinisikan sebagai ( ) ( ) { } dc = min d xy, xy, Cx, y. (Ling & Xing, 2004) Parameter Kode Linear Kode linear C dengan panjang n dan berdimensi k disebut dengan kode linear dengan parameter [n, k]. Jika jarak minimum d dari C diketahui, maka C disebut kode linear dengan parameter [n, k, d]. Atau disebut kode linear-[n, k, d].

29 11 Untuk selanjutnya, jika parameter dari suatu kode tidak ditekankan, cukup disebutkan bahwa C adalah suatu kode linear. Anggota dari C disebut dengan kata kode. (Ling & Xing, 2004) Definisi Bobot Hamming (Hamming weight) Diberikan ruang vektor. Misalkan pula x. Bobot Hamming (Hamming Distance), yang dinotasikan wt(x) didefinisikan sebagai jumlah koordinat/unsur yang tak nol: Wt(x) = d(x, 0) dengan 0 adalah vektor nol atau dapat pula didefnisikan sebagai berikut. 1 jika x 0 wt( x) = d( x,0) =. 0 jika x = 0 Lema 1. Diberikan ruang vektor. Misalkan x, y, maka d(x, y) = wt(x y). (Ling & Xing, 2004) Definisi Bobot Minimum Hamming Diberikan kode linear C. Minimum Hamming weight (Bobot minimal Hamming) dari C, dinotasikan wt ( C ), didefinisikan sebagai bobot terkecil dari kata kode tak nol dari C. Teorema 3 Misalkan C adalah suatu kode linear, maka d ( C) wt ( C) =. (Ling & Xing, 2004) Definisi Matriks Generator dan Matriks Cek Paritas i. G dikatakan matriks generator bagi kode C jika baris-barisnya merupakan basis untuk C. ii. H dikatakan matriks cek paritas dari kode C jika H merupakan matriks generator bagi kode dual. (Ling & Xing, 2004)

30 12 Bentuk Standar dari Matriks Cek Paritas H dan Matriks Generator G Diberikan kode linear C. Misalkan H dan G, secara berturut-turut adalah matrik cek paritas dan matrik generator untuk kode linear C. Teorema 4 i. Bentuk standar untuk matriks generator G adalah ( I ) I = Matriks identitas berukuran k k. k k X, dengan ii. Bentuk standar untuk matriks cek paritas H adalah ( Y In k), dengan I Matriks identitas berukuran ( n k) ( n k) n k =. (Ling & Xing, 2004) Misalkan H adalah suatu matriks cek paritas bagi kode linear C, maka i. C memiliki jarak minimum ii. Teorema 5 Jika G = dari H saling bebas linear. d jika dan hanya jika d 1 kolom C memiliki jarak minimum d jika dan hanya jika d kolom dari H saling tidak bebas linear. (Ling & Xing, 2004) adalah bentuk standar dari matriks generator untuk suatu kode C dengan parameter [n, k], maka matriks cek paritas untuk kode C adalah H =. (Ling & Xing, 2004) Definisi Ekivalensi dari Kode Linear Misalkan diberikan sembarang kode linear C dan 1 C. 2 C dan 1 C dikatakan 2 ekivalen jika salah satunya dapat diperoleh dari kode yang lain dengan cara mengkombinasikan operasi-operasi sebagai berikut. i. Mempermutasikan digit-digit yang ada di kata kode tersebut. ii. Mengalikan posisi tertentu dengan skalar. (Ling & Xing, 2004)

31 13 Model Aljabar Kode Linear Biner. Jika menotasikan ruang vektor standar berdimensi n atas dasar field biner = {0,1}. Maka definisi Bobot (Hamming weight) dari suatu vektor x adalah banyaknya simbol tak nol dalam x dan dinotasikan t (x). Definisi Jarak (Hamming distance) antara dua vektor x,y adalah banyaknya posisi digit dari x dan y dimana simbol mereka berbeda dan dinotasikan d(x,y), jelas bahwa d(x,y) = t(x + y). Sebagai contoh, di dalam ruang vektor, jika x = dan y = , maka: d(x,y) = t( ) = t (011011) = 4 Dalam praktek, pengertian tersebut terkait dengan makna fisik sebagai berikut. Jika pesan x akan dikirim dan berubah menjadi y saat diterima, maka d(x,y) merepresentasikan banyaknya galat yang terjadi. d(x,y) = 0 berarti tidak terjadi kesalahan saat pengiriman. Dari definisi kode di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kode linear biner dengan panjang n merupakan subruang C dari ruang vektor. Anggota suatu kode disebut dengan katakode (codeword). Mengonstruksi suatu kode bukan suatu hal yang sederhana karena harus mempertimbangkan makna praktek yang dijelaskan sebagai berikut. Kode merupakan representasi dari himpunan semua pesan. Artinya satu katakode mewakili satu pesan. Kode diciptakan untuk melindungi (koreksi atau deteksi) pesan dari kesalahan saat pengiriman. Dengan demikian di dalam setiap bitstring katakode harus mengandung dua makna, yaitu simbol pesan dan simbol cek. Simbol pesan telah diketahui (diberikan) sebagai bentuk biner dari pesan, sedangkan simbol cek merupakan simbol ekstra yang ditempelkan pada pesan. Biasanya nilai simbol cek bergantung pada simbol pesan. Berikut ini diberikan ilustrasi bagaimana mengonstruksi suatu kode berdasarkan persamaan aljabar. Contoh 1: Definisikan suatu kode C dengan panjang 6 di dalam ruang dengan syarat : x = C jika dan hanya jika simbol pesan dan simbol cek yang memenuhi persamaan : = + = + + = +

32 14 Karena simbol pesan berukuran 3 bit, maka himpunan semua simbol pesan adalah = {000, 001, 010, 011, 100, 101, 110, 111} Jika = 011, berarti = 0, = 1 dan = 1, maka = = 1, = = 0, dan = = 0, sehingga C. Secara lengkap pendefinisian C diberikan dalam tabel berikut : Tabel 1 Contoh pendefinisian pesan menjadi katakode Simbol Pesan Katakode Jadi C = {000000, , , , , , , }. Ilustrasi praktek dari contoh di atas diberikan sebagai berikut. Suatu pesan 110 akan dikirim, maka pesan itu terlebih dahulu harus diubah (dienkoding) menjadi kata kode. Ini berarti 110 menjadi input dari enkoder. Dan enkoder melakukan perhitungan dengan menggunakan algoritma sebagaimana dirumuskan pada contoh tersebut untuk mengubahnya menjadi katakode. Output dari enkoder adalah berupa kata kode x = Katakode inilah yang kemudian dikirim melalui saluran yang diasumsikan terganggu (noisy). Apabila pada saat pengiriman terjadi gangguan dan x berubah menjadi y = , maka dekoder harus mampu paling tidak mendeteksi dan akan lebih baik kalau bisa mengoreksi.

33 15 Pengertian Matriks Cek Paritas Suatu matriks H berukuran r x n yang semua barisnya merupakan suatu basis untuk disebut matriks cek paritas (parity check matrix) dari C. Pengertian matriks paritas ini berimplikasi pada pendefinisian kode linear yang berkaitan dengan cara konstruksi seperti pada contoh 1 diatas, yaitu : C = {x H = 0} Dengan kata lain, C adalah himpunan solusi dari SPL H = 0 (disebut dengan kernel H). Mengkonstruksi (membuat) kode linear dengan panjang n dan berdimensi k sama artinya dengan mendefinisikan matriks cek paritas seperti yang dimaksud di atas. Disamping itu matriks cek paritas berfungsi mengubah pesan menjadi katakode, dengan kata lain ia merupakan parameter didalam enkoding. Enkoding kode linear dengan menggunakan matriks paritas H di ilustrasikan sebagai berikut. Diberikan blok simbol pesan dengan panjang k, misalnya u =., akan dienkode menjadi kata kode x =. dimana n k dengan menggunakan matriks cek paritas H yang telah didefinisikan sebelumnya. Maka pertama kali didefinisikan : =, =,.., =, dan diikuti dengan pendefinisian r = (n k) simbol cek,. yang nilainya bergantung pada nilai simbol pesan. Ketergantungan ini ditentukan oleh H dengan menyelesaikan SPL homogen berikut. H = 0 H = (1) Demi kemudahan penyelesaian, matriks H biasanya diberikan dalam bentuk standar, yaitu H = ( A C ) (2) dengan A adalah matriks biner berukuran r x k, dan adalah matriks idetitas berukuran r x r. Jika H belum berbentuk standar, maka dengan operasi baris/kolom elementer dapat dicari matriks ekuivalen standarnya. Untuk semua

34 16 perhitungan menggunakan aritmetik operasi modulo 2 yang telah didefinisikan pada. Berikut ini adalah ilustrasi proses kalkulasi enkoding dengan menggunakan matriks H. Contoh 2: Didefinisikankan matriks cek paritas H = Dari ukuran H diperoleh n = 6; n k = 3, sehingga k = 3. Terlihat bahwa matriks H mempunyai bentuk standar sama dengan A = Pesan u = akan dienkode menjadi x =. Hal ini dimulai dari = ; = ; = ; kemudian dipilih sehingga memenuhi H = 0, sehingga diperoleh Sistem Persamaan Linear (SPL) + + = 0; + + = 0; + + = 0: dan disebut SPL cek paritas. Misalnya pesan u = 110, maka = 1, = 1, = 0, dan dari SPL diperoleh = -1 = 1 = -1 = 1 = -1 1 = = 0 Ini berarti H mengubah pesan u = 110 menjadi katakode x = Secara keseluruhan, karena k = 3, maka ada = 8 pesan berbeda yang bertindak sebagai input dalam enkoding, sehingga H mendefinisikan kode C dengan anggota 8 katakode. C = {000000, , , , , , , } Selain menggunakan matriks cek paritas H, untuk mengkonstruksi C juga bisa menggunakan matriks generator dari C, biasanya dinotasikan dengan G. Dengan demikian, semua baris dari G merupakan basis untuk C. Akibatnya, G berukuran

35 k x n dan setiap katakode merupakan kombinasi linear dari semua vektor baris dari G, dengan kata lain C = Merentang ({,,. }) dimana {,,. } adalah himpunan semua baris dari G. Dasar-dasar Konstruksi Kode Apabila suatu kode telah berhasil dikonstruksi, maka kode dengan parameter yang berbeda dapat pula dikonstruksi, berikut adalah beberapa cara untuk mendapatkan kode lain tersebut. 1. Penambahan pada matriks cek paritas Misalkan C adalah suatu kode linear biner dengan parameter [ nkd,, ] dengan beberapa kata kode nya berbobot ganjil. Dari kode tersebut akan dibentuk kode baru Ĉ dengan menambahkan bit "0" di akhir kata kode yang berbobot genap, dan bit "1" di akhir kata kode yang berbobot ganjil. Dengan penambahan ini, jarak tiap pasang kata kode menjadi genap. Jika jarak minimum kode C ganjil, maka kode yang baru memiliki jarak minimum d + 1, Sehingga Ĉ memiliki parameter [ n 1, kd, 1] Secara umum, proses penambahan simbol pada matriks cek paritas disebut sebagai exending a code (memperluas suatu kode). (MacWilliams & Sloane,1981) 2. Penghapusan dengan cara menghilangkan beberapa kata kode Misalkan kode linear biner C memiliki parameter [ nkd,, ] dan memiliki kata kode dengan bobot ganjil dan genap. Kata kode dengan bobot ganjil dapat dihapus untuk mendapatkan kode baru dengan parameter [ nk, 1, d' ]. Pada umumnya d' > d. (MacWilliams & Sloane,1981)

36 BAB III METODE Formulasi Masalah Jika C adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k, dan berjarak minimum d, maka C diberi nama kode-[n,k,d]. Selanjutnya C dikatakan baik jika n-kecil, k-besar dan d-besar. Makna fisiknya, n harus kecil terkait dengan kecepatan proses enkoding dan dekoding, dan juga terkait dengan besarnya memori yang digunakan dalam proses itu, k harus besar terkait dengan banyaknya pesan yang dapat diubah menjadi katakode, d harus besar terkait dengan banyaknya galat yang dapat dikoreksi. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan kode optimal kuat (strongly optimal codes) adalah jika kode dengan parameter [n, k, d] telah berhasil dikonstruksi dan telah berhasil pula dibuktikan bahwa kode dengan parameter [n+1, k+1, d] tidak ada. Konstruksi kode yang dilakukan berlandaskan pada teorema berikut ini. Teorema 6 (The Gilbert-Varshamov bound) Jika telah diketahui ada kode [n, k, d] yang memenuhi ketaksamaan < maka ada (dapat dikonstruksi) kode dengan parameter [ n+1, k+1, d ]. Kajian tentang teorema Gilbert-Varshamov bound cukup menarik. Bentuk umum perbaikan teorema tersebut terakhir dilakukan oleh A. Barg dkk.. Namun penerapan per kasus kode (kode dengan nilai parameter tertentu) baik yang batas atas maupun batas bawah belum banyak dilakukan. Untuk itu pada penelitian ini dicoba penerapan teorema Gilbert-Varshamov bound untuk mengonstruksi kode optimal kuat. Konstruksi kode dalam penelitian ini dibatasi per kasus atas dasar jarak minimum d, yaitu dimulai untuk d = 13 dan d = 15. Pemilihan kasus cukup untuk d ganjil, hal ini didasarkan pada salah satu sifat kode linear yang dinyatakan sebagai berikut. Jika kode dengan parameter [n, k, d] ada untuk d ganjil, maka dapat dikonstruksi kode dengan parameter [n + 1, k, d + 1] dan setiap anggotanya berbobot genap.

37 19 Metodologi Mengonstruksi suatu kode berarti mendefinisikan matriks cek paritas H atau matriks generator G. Selain teorema Gilbert-Vashamov Bound, berikut ini diberikan beberapa teorema yang paling berperan untuk melandasi konstruksi H. Teorema 7 Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai dimensi (n r) jika dan hanya jika ada r kolom dari H yang bebas linear tetapi tidak ada r + 1 kolom dari H yang bebas linear (r adalah rank dari H). Teorema 8 Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n maka kode tersebut mempunyai jarak minimum d jika dan hanya jika setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom dari H yang tidak bebas linear. Teorema 9 (The Singleton bound) Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d] maka (n k) (d 1). Berdasarkan teorema-teorema tersebut, cukup dikonstruksi bentuk standar dari matriks H yaitu H =. Untuk mempertimbangkan efisiensi komputasi maka kita cukup mengonstruksi matriks B berukuran k x r yang memenuhi sifst-sifat: a. Vektor-vektor dari B berbobot paling sedikit (d - 1). b. Jumlah setiap i-vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d - i) untuk i = 2, 3,..s, dimana s = min {d - 1, k}. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa konstruksi H dengan strategi di atas memenuhi ketiga teorema yang bersangkutan, sehingga H akan mendefinisikan kode dengan parameter [n, k, d]. Setelah kode [n, k, d] dikonstruksi langkah berikutnya adalah mendefinisikan himpunan yang beranggotakan semua vektor baris dari B dan semua vektor sebagai hasil jumlah i-vektor baris dari B untuk i = 2,3.s, dimana s = min {d - 1, k}. Maka jelas bahwa. Jika, maka ada vektor x dan x yang ditambahkan ke baris matriks B untuk mendefinisikan matriks berukuran (k + 1) x r dan matriks cek paritas = akan mendefinisikan kode dengan parameter [n +1, k +1, d]. Proses ekstensi kode dari [n, k, d] ke [n + 1, k + 1, d] dilakukan tahap demi tahap sampai diperoleh suatu kode C dengan parameter [,, d] yang sudah

38 20 tidak bisa diperluas lagi. Ketika diperoleh informasi bahwa telah dibuktikan bahwa kode dengan parameter [ + 1, + 1, d] tidak ada, maka C merupakan kode optimal kuat yang telah berhasil dikonstruksi. Akan tetapi, ketika diperoleh informasi bahwa ada kode dengan parameter [ + 1, + 1, d], berarti kita telah gagal mengkonstruksi kode optimal kuat. Dalam hal ini, kita harus melakukan rekonstruksi dengan strategi memilih kode dasar [n, k, d] yang lain yang berpeluang besar dapat diperluas menjadi kode optimal kuat C. Pemilihan kode dasar yang baik perlu adanya eksplorasi baik yang bersifat teoritik maupun komputatif. Selanjutnya, keberhasilan konstruksi kode optimal kuat C dapat digunakan sebagai kode dasar untuk diperluas menjadi kode optimal kuat berikutnya dengan strategi yang sama. Langkah-langkah Penelitian Dalam penelitian ini dikontruksi kode optimal kuat dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengkaji teori yang digunakan dalam penelitian. 2. Membahas Aritmetik Aljabar Matriks dengan cara : a. Mendefinisikan ruang vektor sebagai himpunan kuasa pada himpunan A = {0, 1, 2,., n 1}n. b. Mendefinisikan matriks sebagai daftar dari sejumlah anggota. 3. Mengkaji Algoritme prosedur untuk pelacakan kode optimal kuat. 4. Mengonstruksi kode optimal kuat dengan jarak minimum d = 13 dan d = 15.

39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada BAB IV ini dibahas tentang permasalahan sebagai berikut: Kajian Teori yang digunakan dalam penelitian, Membahas Aritmetik Aljabar Matriks, Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner, Program-program Pelacakan Kode Optimal Kuat, Algoritme Konstruksi kode optimal kuat, dan Konstruksi Kode Optimal Kuat Dengan Jarak Minimum 13 dan 15. Kajian Teori Diberikan kode linear C dengan parameter [n, k, d]. Misalkan H merupakan matriks cek paritas untuk C. Dari definisi matriks cekparitas C =, atau dengan kata lain C adalah himpunan solusi dari SPL H = 0 ( C disebut dengan kernel H). Hal ini karena baris-baris dari matriks H merupakan basis untuk, komplemen orthogonal bagi C. Karena kode linear C merupakan kernel dari matriks cek paritasnya, maka mengkonstruksi suatu kode linear C sama dengan mengkonstruksi matriks cek paritasnya. Berikut ini adalah teorema yang berkaitan dengan konstruksi kode linear biner optimal kuat. Teorema 6 (The Gilbert-Varshamov bound) Diberikan kode linear C dengan parameter [n, k, d]. Jika ketaksamaan < berlaku maka dapat dikonstruksi kode dengan parameter [n+1, k+1, d]. Bukti : Misal diberikan kode linear yang memiliki parameter [n, k, d]. Berdasarkan Teorema 7, ada matriks cek paritas berordo (n k) n, yaitu H = yang setiap d 1 vektor dari adalah bebas linear dalam ruang vektor. Jika ada vektor x yang bukan i kombinasi linear dari vektor-vektor kolom H, untuk i = 1,2,,d 2, maka = adalah matriks cek paritas untuk kode linear yang memiliki parameter [n + 1, k + 1, d].

40 22 Hal ini karena berordo (n k ) ( k + 1) dan setiap d 1 vektor dari adalah bebas linear dalam ruang vektor. Jika banyaknya kombinasi linear yang mungkin dari kolom-kolom sehingga tidak ada d 1 kolom yang bergantung linear lebih besar atau sama dengan jumlah vektor tak nol dalam, maka bukan matriks cek paritas untuk kode linear dengan parameter [n + 1, k + 1, d]. Banyaknya vektor-vektor tan nol dalam yang mungkin dipilih untuk x adalah. Sedangkan banyaknya kombinasi linear yang mungkin dari kolom-kolom adalah + + +, sehingga jika ada kode linear C dengan parameter [n, k, d], dan persamaan < berlaku, maka dapat dikonstruksi kode baru dengan parameter [n + 1, k + 1, d] berdasarkan kode linear C tersebut. Teorema 7 Diberikan kode linear C dengan panjang n. Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n, maka kode tersebut mempunyai dimensi (n r) jika dan hanya jika ada r kolom dari H yang bebas linear tetapi tidak ada r + 1 kolom dari H yang bebas linear (r adalah rank dari H). Bukti: Diberikan kode linear C dengan panjang n. Misalkan H adalah matriks cek paritas bagi kode linear C. Misalkan pula G adalah matriks generator bagi kode linear C. Kode linear C memiliki pangkat (n r) jika dan hanya jika rank (G) = (n k). [karena G adalah basis, dan banyaknya baris di G menunjukkan dimensi suatu kode]. Karena G dan H saling orthogonal, maka rank (G) = (n r) jika dan hanya jika rank (H) = r. Teorema 8 Diberikan kode linear C dengan panjang n. Jika H adalah matriks cek paritas dari suatu kode dengan panjang n maka kode tersebut mempunyai jarak minimum d jika dan hanya jika setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear dan ada d kolom dari H yang tidak bebas linear.

41 23 Bukti : Diberikan kode linear C dengan panjang n. Misalkan H adalah matriks cek paritas bagi kode linear C. Kode linear C berbobot minimum d jika dan hanya jika kedua sarat berikut terpenuhi i. Ada vektor v ϵ dengan wt (v) = d sehingga = ii. untuk setiap w ϵ dengan wt (w) < d. (jika = maka w ϵ C. Kontradiksi dengan fakta bahwa wt (w) < d). Disisi lain, kedua sarat di atas (i dan ii) dapat terjadi jika dan hanya jika ada d kolom dari H yang tidak bebas linear dan setiap d 1 kolom dari H yang bebas linear. Teorema 9 (The Singleton bound) Diberikan kode linear C. Jika C adalah kode dengan parameter [n, k, d] maka (n k) (d 1). Bukti : Misal diberikan kode kode linear C dengan parameter [n, k, d], maka kode linear C memiliki matriks cek paritas H berukuran (n k) x n, sehingga rank (H) (n k). Dari teorema 7, matriks H memiliki d 1 kolom yang bebas linear. Sehingga rank (H) = (d 1), dengan kata lain (d 1) (d k). Mengonstruksi suatu kode, sama artinya dengan mengonstruksi matriks cek paritas H. Berdasarkan teorema-teorema yang telah disebutkan di landasan teori, maka cukup dikonstruksi bentuk standar dari H, yaitu H =. Dan atas pertimbangan efisiensi komputasi, cukup dikonstruksi matriks B berukuran k r. Dari teorema Gilbert-Vashamov diturunkan suatu teorema baru yaitu Teorema 10. Dalam tulisan ini konstruksi kode linear biner optimal kuat dilakukan atas dasar Teorema 10 berikut ini. Teorema 10 Jika matriks B berukuran k r dikonstruksi berdasarkan sifat-sifat sebagai berikut : 1. Semua vektor baris dari B berbeda, dan 2. Jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i) untuk i = 2, 3,, s dimana s = min {d 1, k}, dan (d 1) r,

42 24 maka H = dan G = secara berturut-turut merupakan matriks cek paritas dan matriks generator untuk kode linear C dengan parameter [k + r, k, d]. Bukti : Misalkan telah dikonstruksi matriks B berukuran k r sebagaimana disyaratkan teorema. Akan ditunjukan bahwa H = merupakan matriks cek paritas untuk kode linear C dengan parameter [k + r, k, d]. Karena H berukuran r (k + r), maka C memiliki panjang k + r. Karena jumlah baris matriks B sama dengan k, maka kode linear C berdimensi k. Selanjutnya akan ditunjukan bahwa kode linear C memiliki jarak minimum d. Andaikan ada v C dengan wt < d dan ditulis v = dimana merupakan vektor pesan dengan wt = i dan adalah vektor cek dengan wt = j, maka berlaku i + j < d d i wt < d i ( 1.1 ) dan H = = + = = ( 1.2 ) Karena wt = i, dan berdasarkan sifat 2 dari Teorema 10, maka wt d i ( 1.3 ) Dari persamaan 1.2 diperoleh bahwa =, sehingga persamaan 1.3 ekivalen dengan wt d i. Hal ini kontradiksi dengan persamaan 1.1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kode linear C memiliki jarak minimum d. Dari Teorema 10, mengonstruksi kode linear C [k + r, k, d] sama artinya dengan mengonstruksi matriks B yang berukuran k r yang semua baris dari B berbeda dan jumlah setiap i vektor baris dari B berbobot paling sedikit (d i), untuk i = 2, 3,, s dengan s = min { d 1, k }, dan (d 1) < r. Membahas Aritmetik Aljabar Matriks Untuk kepentingan efisiensi komputasi maka data pada penelitian ini disajikan dalam representasi himpunan. Sebelum melakukan eksplorasi untuk mengonstruksi kode optimal kuat maka kita perlu melakukan pendefinisian data

43 25 yang kita gunakan dalam representasi himpunan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam membangun aritmetik aljabar matriks mengacu pada tesis Putranto HU (2011). Langkah-langkah untuk membangun aritmetik aljabar matriks adalah sebagai berikut: a. Mendefinisikan Ruang Vektor Biner sebagai himpunan Kuasa (power set) dari = {0, 1, 2,., n 1}. Dalam penelitian ini sembarang vektor biner dengan panjang n secara komputasi merupakan subhimpunan dari, sedangkan operasi jumlah dari dua vektor diartikan sebagai selisih simetrik dari dua himpunan, dan produk dalam dari dua vektor dipandang sebagai irisan dari dua himpunan. Pada penelitian ini matriks biner A berordo n p kita pandang sebagai list dari sebanyak p subhimpunan dari. b. Mendefinisikan matriks sebagai list (daftar) dari sejumlah anggota. Sebagai contoh : * Jika A = Ini artinya bahwa = * B = Artinya = Program-program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Sebelum melakukan pelacakan kode optimal kuat terlebih dahulu kita membangun aritmetik aljabar matriks dengan menggunakan program-program yang mengacu pada tesis Putranto HU (2011). Rincian program-program ada di Lampiran B. Berikut ini adalah program-program yang digunakan :

44 26 a. AcakSet yaitu suatu program yang digunakan untuk membangkitkan vektor dalam ruang berdimensi n secara acak. b. Addv yaitu suatu program yang digunaakan untuk menjumlahkan dua vektor. c. MtxSetC yaitu program untuk mendefinisikan matriks kolom biner berordo m n secara acak, dimana m adalah ukuran vektor baris dan n adalah banyaknya vektor kolom dalam matriks. d. MtxSetC1 yaitu program yang mendefinisikan matriks kolom biner berordo m n secara acak, tidak vektor kolom yang nol. Dalam hal ini m adalah panjang vektor dan n adalah banyaknya vektor kolom dalam matriks. e. UbahMtxCR yaitu program yang mengubah tampilan matriks kolom ke matriks baris berukuran n m. f. TrpsC yaitu suatu program yang digunakan untuk menentukan transpose matriks kolom berordo m n menghasilkan matriks kolom berordo n m. g. TukarR yaitu suatu program yang digunakan untuk menukar baris kei dan ke-j dalam matriks kolom berordo m n, dimana 0 i, j m 1. h. GantiB yaitu suatu program yang digunakan untuk mengganti baris ke-j dengan bris ke-i ditambah baris ke-j dalam matriks kolom berordo m x n, dimana 0 i, j m 1. i. KanonC yaitu suatu program yang digunakan untuk menentukan bentuk kanonik matriks kolom berordo m n, dimana m n. j. AddMtx yaitu program yang digunakan untuk menjumlahkan dua matriks. k. DotV yaitu program untuk menentukan produk titik dari dua vektor. l. MultMtx yaitu program untuk mengalikan matriks kolom m n dengan matriks kolom n p. m. InkodG yaitu program yang digunakan untuk mengkoding vektor pesan P menjadi vektor katakode C menggunakan matriks generator umum G berordo k n.

45 27 n. ParG yaitu program untuk menentukan vektor paritas X dari vektor pesan P menggunakan matriks generator bentuk standar G =, dalam hal ini P dan B menjadi input, dan X adalah output. Vektor C = adalah katakode dari pesan P. o. InkodS yaitu program yang digunakan untuk mengkoding vektor pesan P menjadi vektor katakode C menggunakan matriks generator bentuk standar G =, dalam hal ini P dan B menjadi input. p. HmDist yaitu suatu program untuk menentukan jarak hamming dari dua vektor. q. NonZeroWt yaitu suatu program untuk menentukanbobot tak- nol dari suatu kode yang direpresentasikan oleh matriks generator G. Program-program Pelacakan Kode Optimal Kuat Untuk mengonstruksi kode optimal kuat digunakan program-program pelacakan kode optimal kuat yang mengacu pada tesis Putranto HU (2011), sedangkan rincian lengkap dari program-program ada di Lampiran C. Program-program yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Diberikan matriks generator dalam bentuk standar G =. 2. Misalkan M adalah matriks representasi vektor baris dari B. 3. Menentukan list semua kombinasi j vektor dari vektor-vektor M (representasi baris) untuk suatu nilai j=1,2,3,..,k (dengan program KombinM) 4. Menambah satu baris vektor v ke matriks M (representasi baris) di posisi terahir (dengan program AddVekM). 5. Menghapus baris ke-i pada matriks M (representasi kolom) dengan program DelVekM. 6. Menentukan list dari semua list kombinasi M untuk semua j=1,2,3,..,t dengan t = min{k,d-1}dengan program ListKombM. 7. Menguji apakah vektor x bisa ditambahkan ke M menggunakan output ListKombM dengan program UjiAdd1VekM.

46 28 8. Melacak satu vektor baris x dalam yang bisa ditambahkan ke M berlandaskan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Lacak1VekM. Prosedur ini menggunakan program UjiAdd1VekM. 9. Menentukan himpunan semua vektor baris x dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Kolek1VekM. Prosedur ini menggunakan UjiAdd1VekM. 10. Membuang anggota output dari Kolek1VekM dan menyisakan vektorvektor yang menghasilkan matriks-matriks yang tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke M dengan program ReduEkil. 11. Misalkan himpunan H adalah output Kolek1VekM, maka setiap pasang vektor (x, y) anggota H akan menghasilkan vektor z = x + y. Agar dua vektor x dan y dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka z diuji dengan prosedur UjiAdd2VekM berdasarkan output ListKombM. 12. Menentukan himpunan semua pasang (x, y) dalam yang bisa ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov dengan program Kolek2VekM. Prosedur ini menggunakan UjiAdd2VekM. 13. Menentukan himpunan semua pasang (x, y) menggunakan data hasil sebelumnya dengan program Kolek2VekMDt. 14. Membuang anggota output Kolek2VekM dan menyisakan vektor-vektor yang menghasilkan matriks-matriks yang tidak saling ekivalen jika ditambahkan ke M dengan program ReduEkiX. 15. Misalkan himpunan H adalah output Kolek2VekM, maka setiap 3 vektor (x, y, z) anggota H akan menghasilkan vektor w = x + y + z, agar tiga vektor x, y dan z dapat ditambahkan langsung ke matriks M, maka W diuji dengan prosedur UjiAdd3VekM berdasarkan output ListKombM. 16. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z) dalam yang dapat ditambahkan ke M berdasarkan teorema Gilbert-Vashamov menggunakan program Kolek3VekM. Prosedur ini menggunakan program UjiAdd3VekM. 17. Menentukan himpunan semua pasang (x, y, z) menggunakan data hasil sebelumnya dengan program Kolek3VekMDt.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada BAB IV ini dibahas tentang permasalahan sebagai berikut: Kajian Teori yang digunakan dalam penelitian, Membahas Aritmetik Aljabar Matriks, Program-program Aritmetik Aljabar

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi masalah Misalkan C [ n,k,d ] adalah kode linear biner yang mempunyai panjang n, berdimensi k dan jarak minimum d. kode C dikatakan baik jika n kecil, k besar

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Formulasi Masalah Sejauh ini telah diperkenalkan bahwa terdapat tiga parameter yang terkait dengan konstruksi suatu kode, yaitu panjang, dimensi, dan jarak minimum. Jika C adalah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA

KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA KONSTRUKSI KODE LINEAR BINER OPTIMAL KUAT BERJARAK MINIMUM 5 DAN 7 ASRIZA RAHMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada (noise) atau inferensi

Lebih terperinci

Table of Contents. Table of Contents 1

Table of Contents. Table of Contents 1 Table of Contents Table of Contents 1 1 Pendahuluan 2 1.1 Koreksi dan deteksi pola kesalahan....................... 5 1.2 Laju Informasi.................................. 6 1.3 Efek dari penambahan paritas..........................

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

Kode, GSR, dan Operasi Pada

Kode, GSR, dan Operasi Pada BAB 2 Kode, GSR, dan Operasi Pada Graf 2.1 Ruang Vektor Atas F 2 Ruang vektor V atas lapangan hingga F 2 = {0, 1} adalah suatu himpunan V yang berisi vektor-vektor, termasuk vektor nol, bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori pendeteksian error dan pengoreksi sandi adalah cabang dari teknik mesin dan matematika yang berhubungan dengan transmisi dan storage yang dapat dipercaya. Dalam

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN 5 Ruang Vektor Ruang Vektor Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem Kontrol

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN

BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN BAB 5 RUANG VEKTOR A. PENDAHULUAN 1. Definisi-1. Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Vol 3, No 2, 22-27 7-22, Januari 207 22 Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Andi Kresna Jaya Abstract The first order Reed Muller, that is written R(,r), is

Lebih terperinci

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3)

KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) KONSTRUKSI LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) Aurora Nur Aini, Bambang Irawanto Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. Soedarto, S. H, Semarang 5275 Abstract. Hamming code can correct

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konstruksi Algoritme Aritmetik (5 ) Dengan Operasi Dibangkitkan Dari Sifat Grup siklik adalah karya saya dengan arahan

Lebih terperinci

Kode Sumber dan Kode Kanal

Kode Sumber dan Kode Kanal Kode Sumber dan Kode Kanal Sulistyaningsih, 05912-SIE Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta 8.2 Kode Awalan Untuk sebuah kode sumber menjadi praktis digunakan, kode harus dapat

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS. Oleh : FITRI G

ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS. Oleh : FITRI G ANALISIS ALGORITMA DAN WAKTU DEKODING KODE BCH DALAM PENGOREKSIAN GALAT PADA TRANSMISI PESAN TEKS Oleh : FITRI G64102003 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8)

KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8) KODE LEXICOGRAPHIC UNTUK MEMBANGUN KODE HAMMING (7, 4, 3) DAN PERLUASAN KODE GOLAY BINER (24, 12, 8) SKRIPSI Oleh : AURORA NUR AINI J2A 005 009 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

Deteksi dan Koreksi Error

Deteksi dan Koreksi Error Bab 10 Deteksi dan Koreksi Error Bab ini membahas mengenai cara-cara untuk melakukan deteksi dan koreksi error. Data dapat rusak selama transmisi. Jadi untuk komunikasi yang reliabel, error harus dideteksi

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT)

RUANG VEKTOR. Nurdinintya Athari (NDT) 1 RUANG VEKTOR Nurdinintya Athari (NDT) RUANG VEKTOR Sub Pokok Bahasan Ruang Vektor Umum Subruang Basis dan Dimensi Basis Subruang Beberapa Aplikasi Ruang Vektor Beberapa metode optimasi Sistem kontrol

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

CHAPTER 6. Ruang Hasil Kali Dalam

CHAPTER 6. Ruang Hasil Kali Dalam CHAPTER 6. Ruang Hasil Kali Dalam Hasil Kali Dalam Sudut dan Ortogonal dalam Ruang Hasil Kali Dalam Orthonormal Bases; Gram-Schmidt Process; QR-Decomposition Best Approximation; Least Squares Orthogonal

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A SILABI FRM/FMIPA/063-00 12 Februari 2013 Fakultas : MIPA Program Studi : Matematika Mata Kuliah & Kode : Teori Persandian / SMA 349 Jumlah sks : Teori

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN

PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir.

KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. KONSTRUKSI KODE BCH SEBAGAI KODE SIKLIK Indrawati, Loeky Haryanto, Amir Kamal Amir. Abstrak Diberikan suatu polinom primitif f(x) F q [x] berderajat m, lapangan F q [x]/(f(x)) isomorf dengan ruang vektor

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi teorema sifat-sifat yang berhubungan dengan teori bilangan integer modulo aljabar abstrak masalah logaritma diskret

Lebih terperinci

SUBRUANG VEKTOR. Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier. Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd

SUBRUANG VEKTOR. Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier. Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd SUBRUANG VEKTOR Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aljabar Linier Dosen Pembimbing: Abdul Aziz Saefudin, M.Pd Disusun Oleh : Kelompok 6/ III A4 1. Nina Octaviani Nugraheni 14144100115 2. Emi Suryani 14144100126

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO PERANGKAT PEMBELAJARAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER 2 KODE : MKK414515 DOSEN PENGAMPU : Annisa Prima Exacta, M.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah)

Pengantar Vektor. Besaran. Vektor (Mempunyai Arah) Skalar (Tidak mempunyai arah) Pengantar Vektor Besaran Skalar (Tidak mempunyai arah) Vektor (Mempunyai Arah) Vektor Geometris Skalar (Luas, Panjang, Massa, Waktu dan lain - lain), merupakan suatu besaran yang mempunyai nilai mutlak

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor

Bab 4 RUANG VEKTOR. 4.1 Ruang Vektor Bab RUANG VEKTOR. Ruang Vektor DEFINISI.. Suatu ruang vektor (V, +,, F) atas field (F, +), ditulis singkat V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemenelemennya disebut vektor, yang dilengkapi

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

02-Pemecahan Persamaan Linier (1)

02-Pemecahan Persamaan Linier (1) -Pemecahan Persamaan Linier () Dosen: Anny Yuniarti, M.Comp.Sc Gasal - Anny Agenda Bagian : Vektor dan Persamaan Linier Bagian : Teori Dasar Eliminasi Bagian 3: Eliminasi Menggunakan Matriks Bagian 4:

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH

EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK RUDIANSYAH. Evaluasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan.

B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan. 46 B. Program Aritmetik Aljabar Matriks Biner Dengan Representasi Himpunan. 1. AcakSet membangkitkan vektor dalam ruang dimensi n secara acak. > AcakSet:=proc(m::posint) local AcIn::procedure, p::integer:

Lebih terperinci

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi

PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT. Skripsi PROYEKSI ORTOGONAL PADA RUANG HILBERT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2. SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : 3 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas Referens i 1

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Makalah Teori Persandian

Makalah Teori Persandian Makalah Teori Persandian Dosen Pengampu : Dr. Agus Maman Abadi Oleh : Septiana Nurohmah (08305141002) Ayu Luhur Yusdiana Y (08305141028) Muhammad Alex Sandra (08305141036) David Arianto (08305141037) Beni

Lebih terperinci

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel)

Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Ruang Baris, Ruang Kolom, dan Ruang Null (Kernel) Kuliah Aljabar Linier Semester Ganjil 2015-2016 MZI Fakultas Informatika Telkom University FIF Tel-U November 2015 MZI (FIF Tel-U) Ruang Baris, Kolom,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT0143231 / 2 SKS Deskripsi: - Mata kuliah ini mempelajari konsep aljabar linear sebagai dasar untuk membuat algoritma dalam permasalahan

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66 MATRIKS Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, 2012 1 / 66 Topik Bahasan 1 Matriks 2 Operasi Matriks 3 Determinan matriks 4 Matriks Invers 5 Operasi

Lebih terperinci

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok disebut juga sebagai sandi (n, k) sandi. Sebuah blok k bit informasi disandikan menjadi blok n bit. Tetapi sebelum

Lebih terperinci

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Analisis Fungsional. Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Analisis Fungsional Oleh: Dr. Rizky Rosjanuardi, M.Si Jurusan Pendidikan Matematika UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Lingkup Materi Ruang Metrik dan Ruang Topologi Kelengkapan Ruang Banach Ruang Hilbert

Lebih terperinci

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd Qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

Lebih terperinci

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty

ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty ENCODING DAN DECODING KODE HAMMING SEBAGAI KODE TAK SIKLIK DAN SEBAGAI KODE SIKLIK Lilik Hardianti, Loeky Haryanto, Nur Erawaty Abstrak Kode linear biner [n, k, d] adalah sebuah subruang vektor C GF(2

Lebih terperinci

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan:

Pertama, daftarkan kedua himpunan vektor: himpunan yang merentang diikuti dengan himpunan yang bergantung linear, perhatikan: Dimensi dari Suatu Ruang Vektor Jika suatu ruang vektor V memiliki suatu himpunan S yang merentang V, maka ukuran dari sembarang himpunan di V yang bebas linier tidak akan melebihi ukuran dari S. Teorema

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut:

Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: Bagian 5. RUANG VEKTOR 5.1 Lapangan (Field) Suatu himpunan tak kosong F dengan operasi penjumlahan dan perkalian, dikatakan sebagai field jika untuk setiap,, memenuhi sifat-sifat berikut: 1. dan 2., 3.,

Lebih terperinci

PERTEMUAN 11 RUANG VEKTOR 1

PERTEMUAN 11 RUANG VEKTOR 1 PERTEMUAN 11 RUANG VEKTOR 1 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah menyelesaikan pertemuan ini mahasiswa diharapkan : Dapat mengetahui definisi dan sifat-sifat dari ruang vektor Dapat mengetahui definisi

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer

Aljabar Linier Elementer Aljabar Linier Elementer Kuliah 15 dan 16 11/11/2014 1 Materi Kuliah Kebebasan Linier Basis dan Dimensi 11/11/2014 Yanita, Matematika Unand 2 5.3 Kebebasan Linier Definisi Jika S = v 1, v 2,, v r adalah

Lebih terperinci

KEBEBASAN LINEAR GONDRAN-MINOUX DAN REGULARITAS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS

KEBEBASAN LINEAR GONDRAN-MINOUX DAN REGULARITAS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS KEBEBASAN LINEAR GONDRAN-MINOUX DAN REGULARITAS DALAM ALJABAR MAKS-PLUS oleh ANNISA RAHMAWATI M0112010 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara SISTEM PENGKODEAN IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara KODE HAMMING.. Konsep Dasar Sistem Pengkodean Kesalahan (error) merupakan masalah

Lebih terperinci

Operasi perkalian skalar merupakan suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar k dan setiap objek u pada v dengan suatu objek ku, yang disebut

Operasi perkalian skalar merupakan suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar k dan setiap objek u pada v dengan suatu objek ku, yang disebut RUANG VEKTOR REAL Aksioma ruang vektor, dinyatakan dlam definisi beikut, dimana aksiona merupakan aturan permainan dalam ruang vektor. Definisi : Jika V merupakan suatu himpunan tidak kosong dari objek

Lebih terperinci

ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam Shalawat serta salam

Lebih terperinci