Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal"

Transkripsi

1 Alokasi Opimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanrau : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN 1, TRIDOYO KUSUMASTANTO 2, dan MOCH. PRIHATNA SOBARI 3 1. Divisi Kebijakan Pembangunan dan Ekonomi PKSPL-IPB 2. Keua Program Sudi ESK-IPB, Kepala PKSPL-IPB, Guru Besar FPIK-IPB 3. Saf Pengajar FPIK-IPB Absrak. Pada paper ini, fungsi perumbuhan surplus produksi dan Ponryagin Maximum Principles digunakan sebagai pendekaan penilaian alokasi opimum. Model ini menggunakan komponen harga dan biaya inpu riil yang didekai dengan indeks harga konsumen. Parameer biologi, seperi r, q, dan K diesimasi dengan menggunakan model esimasi Walers-Hilbron (WH: 1976) dan CYP (1992). Model esimasi WH (1976) berbasis fungsi perumbuhan Logisik, sedangkan CYP (1992) berbasis fungsi perumbuhan Gomperz. Pemecahan analiik melalui program MAPLE 9.5 erhadap sumberdaya ikan demersal di sekiar Perairan Teluk Palabuhanrau dengan δ =4,04% menghasilkan nilai opimal biomass (x * ) sebesar 7.211,35 on, opimal yield (h * ) sebesar 2.758,30 on dan opimal effor (E * ) sebanyak rip seingka ala angkap pancing. Nilai rene sumberdaya ikan demersal mencapai Rp 1.264,05 jua, sedangkan nilai rene over ime-nya mencapai Rp ,36 jua. Hasil perhiungan alokasi opimum sumberdaya ikan di perairan eluk ini menghasilkan banyaknya angkapan opimal (quoa) per rip yang dapa diangkap oleh nelayan di sekiar perairan Teluk Palabuhanrau. Tangkapan opimal per rip seingka pancing unuk menangkap ikan demersal pada ingka diskon 4,04% adalah sebanyak 245,18 kilogram. Jumlah ala angkap opimal berdasarkan analisis dinamik adalah sebanyak 38 uni ala seingka pancing unuk menangkap ikan demersal. Konsekuensinya, diharapkan jumlah nelayan pancing opimal sebanyak 113 orang. Kaa Kunci: Teluk Palabuhanrau, perikanan, angkapan opimal, upaya opimal, ingka diskon koninyu ahunan, nilai rene, alokasi sumberdaya, ala angkap opimal, nelayan opimal Absac. In his paper, producion surplus funcion and Ponryagin Maximum Principles were used as he approach for opimum allocaion. Producion surplus funcion and Ponryagin Maximum Principles were used as he approach for opimum allocaion. Biological parameer, such as r, q, and K esimaed wih Walers-Hilbron (WH: 1976) and CYP (1992) esimaor models. WH (1976) was basically using Logisic growh funcion, while CYP (1992) was basically using Gomperz growh funcion. Based on he analyical soluion using MAPLE 9.5 for demersal a Palabuhanrau Bay wih annual coninues discoun rae (δ )=4,04%, per year opimal biomass (x * ) = 7.211,35 onnes, opimal yield (h * ) = 2.758,30 onnes and opimal effor (E * ) = rip in hand line sandard level. The demersal resources ren is esimaed Rp 1.264,05 million, while is over ime ren = Rp ,36 million. Using annual coninues discoun rae of 4,04%, opimal harves per rip as hand line sandard level of effor is 245,18 kg. The number of opimal fishing gears based on he dynamic analyical model is arround 38 uni as hand line sandard level. Consenquenly, opimal number of hand line fishermen can be calculaed o be 113 people, respecively. Key Words: Palabuhanrau Bay, fisheries, opimal harves, opimal effor, annual coninues discoun rae, economic ren, resources allocaion, opimal fishing gear, opimal fishermen 1. PENDAHULUAN Sukabumi merupakan kabupaen erluas yang ada di Pulau Jawa dengan panjang garis panai mencapai 117 kilomeer, memanjang dari Kecamaan Cisolok sampai Kecamaan Tegal Buleud. Wilayah Kabupaen Sukabumi secara asronomis berada pada posisi Linang Selaan dan Bujur Timur, dengan baas-baas wilayah secara adminisraif di sebelah Uara berbaasan dengan Kabupaen Bogor, Samudera Hindia di sebelah Selaan, Kabupaen Cianjur di sebelah Timur,

2 sedangkan di sebelah Bara berbaasan dengan Kabupaen Lebak dan Samudera Hindia. Secara adminisrasi, di wilayah pesisir Kabupaen Sukabumi erdapa 9 (sembilan) kecamaan yang merupakan kecamaan pesisir, yaiu Kecamaan Cisolok, Cikakak, Palabuhanrau, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibiung dan Tegal Buleud. Teluk Palabuhanrau sendiri merupakan salah sau poensi wilayah pesisir dan lau yang dimiliki oleh kabupaen ini. Di kawasan Teluk Palabuhanrau ini erdapa 4 (empa) kecamaan yang secara adminisrasi berbaasan dengan Teluk Palabuhanrau, dianaranya Kecamaan Cisolok, Cikakak, Palabuhanrau dan Simpenan. Sekor kelauan dan perikanan di Kabupaen Sukabumi saa ini menjadi salah sau priorias pembangunan daerah yang diharapkan dapa menjadi prime mover perumbuhan ekonomi kabupaen ini. Beberapa program pengembangan perikanan angkap elah diupayakan, dianaranya melalui program moorisasi, pemberdayaan nelayan, pelaihan dan penyuluhan perikanan. Program-program ersebu memang didesain unuk lebih mendongkrak perumbuhan sekor ini. Program pengembangan perikanan yang dierapkan di kabupaen ini seyogyanya memerlukan suau kebijakan pengelolaan yang epa dan sesuai dengan karakerisik daerah penangkapan, jenis sumberdaya ikan sera keragaman pelaku bisnis perikanan dan armada penangkapan ikan di wilayah Kabupaen Sukabumi. Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanrau merupakan iik senra pengembangan yang diharapkan memberikan konribusi lebih besar erhadap kemajuan ekonomi daerah kabupaen ini. Akivias penangkapan ikan di Perairan Teluk Palabuhanrau erus meningka dan dikhawairkan dapa membahayakan kelesarian sumberdaya, sehingga peneapan dan penerapan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan lau berkelanjuan mulak harus dilakukan. Kebijakan pengelolaan seharusnya diujukan unuk mendapakan manfaa maksimum dalam jangka panjang yang mencakup upaya menghindari angkap lebih (over fishing) secara ekonomi maupun biologi sera upaya unuk mencegah kerusakan lingkungan perairan lau dan konflik sosial. Upaya unuk mencapai manfaa maksimum jangka panjang dapa dilakukan apabila sumberdaya perikanan dapa dialokasikan secara opimal. Opimalisasi penangkapan ikan di Perairan Teluk Palabuhanrau ini dapa dilakukan bilamana nelayan dan armada penangkapan di wilayah perairan ini juga dalam jumlah yang opimal. Selama ini pemanfaaan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan lebih diekankan pada kepeningan jangka pendek dengan besaran manfaa yang idak erlalu besar dibandingkan dengan nilai jangka panjang. Umumnya nelayan berlomba-lomba unuk dapa menangkap ikan lebih banyak (high volume) agar dapa memperoleh manfaa yang lebih besar, sehingga mensimulasi adanya upaya peningkaan eknologi penangkapan. Di sisi lain, nelayan yang menangkap ikan semakin berambah jumlahnya, sehingga semakin mensimulasi munculnya persaingan dalam mendapakan hasil angkapan. Dampaknya ekanan erhadap sumberdaya ikan semakin besar, sehingga menimbulkan degradasi sumberdaya ikan secara besar-besaran. Fenomena ini erjadi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Perairan Lau Jawa dan Perairan Sela Malaka. Di kedua wilayah perairan ini diduga elah mengalami lebih angkap (over fishing) yang salah saunya diduga akiba semakin banyaknya nelayan yang memanfaakan ikan di perairan ini. Dugaan ersebu masih perlu dikaji lebih jauh agar upaya pengelolaan sumberdaya ikan di masing-masing wilayah pengelolaan perikanan idak bias dan salah sasaran. Demikian halnya dengan perikanan di Perairan Teluk Palabuhanrau, di wilayah perairan ini diduga elah mengalami ekanan sumberdaya akiba banyaknya kepeningan

3 yang memanfaakan perairan ini. Dugaan ini memang masih memerlukan pembukian secara ilmiah dan komprehensif yang mencerminkan kondisi akual karakerisik sumberdaya perikanan di perairan ini. Berdasarkan laar belakang inilah paper enang alokasi opimum sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanrau ini dilakukan dalam rangka upaya unuk memaksimumkan kesejaheraan nelayan (maximizing social well being). Perhiungan alokasi opimum dilakukan dengan memanfaakan fungsi surplus produksi dan menggunakan analiik dinamis model Clark and Munro (1975). Pendekaan ini disajikan pada bab berikunya. Pada bab 3 disajikan aplikasi dari pendekaan erhadap sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau. Kesimpulan akan disajikan pada bab PENDEKATAN Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya hanya didasarkan pada kajian pengelolaan yang lebih fokus pada fakor biologi saja eruama dengan pendekaan yang disebu Maximum Susainable Yield (MSY) aau angkapan maksimum lesari. Ini dari pendekaan MSY adalah bahwa seiap spesies mempunyai perumbuhan maksimal yang pada saa mencapai sau iik erenu sudah idak lagi umbuh. Arinya bahwa pada ingka perumbuhan maksimal ikan inilah merupakan sock size ikan yang layak diangkap secara ekonomi, sehingga idak akan menurunkan kualias angkapan di masa yang akan daang. Gambaran lainnya adalah bahwa seiap spesies ikan memiliki kemampuan unuk berproduksi yang melebihi kapasias produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (idak lebih dan idak kurang), maka sok akan mampu berahan secara berkesinambungan (susainable) (Anna 2003). Fauzi (2001) menyebukan bahwa pendekaan biologi dengan menggunakan kerangka surplus produksi ini sendiri merupakan salah sau pendekaan dari iga pendekaan umum yang biasa dipakai, khususnya unuk perikanan muli spesies. Dua pendekaan lainnya, seperi Toal Biomass Schaefer Model (disingka TBSM) yang dikembangkan oleh Brown e al (1976), Pope (1979), Pauly (1979) dan Panayoou (1985) sera pendekaan independen single species yang dikembangkan oleh Anderson dan Ursin (1977) dan May e al (1979) memerlukan daa dan perhiungan yang inensif, sehingga suli dierapkan pada wilayah yang memiliki muli spesies. Salah sau ipe surplus produksi yang biasa digunakan adalah yang dikembangkan oleh Schaefer (1954) berdasarkan model yang dikembangkan sebelumnya oleh Graham (1935). Pada Model Schaefer digambarkan bahwa jika x dimisalkan sebagai biomas dari sok yang diukur dalam bera; sedangkan r dan K masing-masing digambarkan laju perumbuhan alami dari populasi (inrinsic growh rae) dan daya dukung maksimum dari lingkungan (environmenal carrying capaciy) aau keseimbangan alamiah dari ukuran biomas, maka dalam kondisi idak ada akivias penangkapan (nonharvesing/non-fishing), laju perumbuhan sepanjang waku digambarkan sebagai beriku: = f ( x)... (1) dimana f(x) adalah fungsi perumbuhan. Salah sau fungsi perumbuhan yang umum digunakan adalah fungsi perumbuhan logisik. Fungsi perumbuhan logisiik ini

4 merupakan basis model yang digunakan oleh Scheafer (1957) dan Walers dan Hillborn (WH: 1976). Fungsi perumbuhan ini dinoasikan melalui persamaan sebagai beriku: x = rx 1... (2a) K Selain model perumbuhan logisik, erdapa juga fungsi perumbuhan benuk eksponensial aau Gomperz. Fungsi perumbuhan eksponensial (Gomperz) ini merupakan basis model yang digunakan oleh Fox (1970), Schnue (1977) dan Clarke, Yoshimoo dan Pooley (CYP: 1992). Dalam diserasinya, Anna (2003) juga menggunakan model perumbuhan sok dalam benuk Gomperz ini yang dinoasikan sebagai beriku : K = rx ln... (2b) x Bilamana erjadi akivias penangkapan (harvesing) yang menggambarkan adanya akivias upaya aau effor (E) unuk menangkap ikan (x), maka pemanfaaan ikan dapa dinoasikan sebagai beriku: h () = g[ E(), x() ]... (3) Akivias penangkapan dilakukan dengan menggunakan ala angkap, dimana ala angkap ini juga mempunyai koefisien ala angkap (q), maka secara umum akivias penangkapan dapa dinoasikan sebagai beriku: β () qe α x h =... (4a) Pada peneliian ini, diasumsikan bahwa α = β = 1 aau pemanfaaannya bersifa consan reurn o scale, sehingga persamaan (4a) dapa disederhanakan menjadi persamaan beriku: h () = qex... (2-4a) Unuk menggambarkan adanya akivias penangkapan dalam model dengan asumsi bahwa penangkapan (h) berkolerasi linear erhadap biomas (x) dan inpu produksi aau effor (E), maka laju perumbuhan biomas dapa dinoasikan seperi: = f ( x) h( )... (5) aau secara lengkap, dengan menggabungkan persamaan (2a) dan (4), maka laju perumbuhan biomas dengan menggunakan fungsi logisik dapa dinoasikan sebagai beriku: x = rx 1 qex... (5a) K

5 sedangkan dengan menggunakan fungsi perumbuhan Gomperz (penggabungan persamaan 2b dan 4) persamaannya menjadi: K = rxln qex... (5b) x Pada aaran ini erliha bahwa aspek biologi sanga kenal erliha dalam model, semenara fakor ekonomi yang menjadi salah sau penenu pengalokasian sumberdaya belum banyak disenuh. Gordon (1954) membahas sebabnya mengapa para ahli biologi keika iu menyadari bahwa sebenarnya masalah pengelolaan sumberdaya ikan bukan hanya semaa masalah ikan iu sendiri saja, melainkan erdapa permasalahan lain yang sanga menenukan, yaiu adanya kepeningan manusia dalam memanfaakan sumberdaya ikan baik unuk keperluan hidup sehari-hari maupun unuk keperluan ekonomi ke depan. Lebih lanju Gordon (1954) menyebukan bahwa keika model ersebu dibangun, para ahli biologi kesulian menemukan hasil-hasil peneliian ekonomi eoriis yang berkaian dengan pemanfaaan sumberdaya ikan, hanya Gerhardsen (1952) seorang yang pernah menulis enang Producion Economics in Fisheries. Berawal dari kenyaaan inilah Gordon (1954) memberikan kriisi dan karyanya enang peningnya ekonomi perikanan dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Dalam bukunya berjudul The Theory Economy of Common Provery Resources: he Fishery, Gordon (1954) diacu dalam Anna (2003) mengungkapkan bahwa ingka opimum pemanfaaan seiap daerah perikanan dilakukan unuk memaksimumkan pendapaan ekonomi bersih (ne ren), yaiu perbedaan anara biaya oal (TC) dan penerimaan oal (TR). Biaya oal (TC) dan oal penerimaan (TR) masing-masing dinyaakan sebagai suau fungsi ingka inensias penangkapan ikan aau dalam isilah biologi dikenal sebagai upaya penangkapan (fishing effor), sehingga pemecahan maksimisasi yang sederhana menjadi mungkin unuk dilakukan. Gordon (1954) kemudian menghubungkan pendekaan ekonomi ersebu dengan model yang dibangun Schaefer (1954) unuk membangun paradigma baru enang Teori Opimasi Saik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, model yang dibangun Gordon (1954) dengan kerangka dasar biologi Schaefer (1954) ersebu kemudian dikenal sebagai Model Perikanan Saik Gordon-Schaefer (1954). Dengan memasukkan parameer ekonomi, yaiu harga dari oupu (harga ikan per sauan bera) dan biaya dari inpu produksi (cos per uni effor), Gordon (1954) menranformasikan kurva yieldeffor dari Schaefer menjadi kurva yang menggambarkan manfaa bersih (ne benefi = oal revenue oal cos) dari sumberdaya perikanan dengan inpu produksi (effor) yang digunakan sebagaimana erliha pada Gambar 1. Clark (1985) mengakui jika Gordon (1954) memang berargumenasi bahwa baik nelayan maupun kesejaheraan sosial umumnya erukur pada level E* yang mana rene ekonomi (perbedaan anara TR dan TC) dalam kondisi maksimal. Clark (1985) menyebukan bahwa berdasarkan beberapa lieraur E* sering direferensi sebagai dalam keadaan maksimum lesari secara ekonomi (maximum economic yield, MEY).

6 TC, TR π = 0 TC OA π = max TR E SO E MSY E OA Upaya (E) Gambar 1. Keseimbangan Saik Model Gordon-Schaefer (Clark 1985) Fauzi (2004) menyaakan bahwa mempelajari model sumberdaya ikan dalam kerangka saik sanga berguna dalam mempelajari eori dasar pengelolaan ekonomi sumberdaya ikan. Menurunya pendekaan ini cukup sederhana dan menarik sera elah banyak digunakan unuk memahami sumberdaya ikan dalam kurun waku yang cukup lama. Fauzi (2004) menegaskan bahwa pendekaan saik memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Lebih lanju Fauzi (2004) menegaskan pernyaaan Clark (1985) bahwa pendekaan saik memiliki kelemahan serius dan dapa menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realias dan dinamika sumberdaya ikan. Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi (2004) menyaakan bahwa fakor mendasar dari kelemahan pendekaan saik adalah karena sifa saik iu sendiri dan pendekaan ini idak memasukkan fakor waku dalam analisisnya. Lebih lanju Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi (2004) menyebukan bahwa idak dimasukkannya fakor waku dalam analisis sumberdaya erbarukan seperi ikan dapa menyebabkan akiba yang cukup serius dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Seperi dikeahui bahwa sumberdaya ikan memerlukan waku unuk memulihkan diri dan umbuh dalam kondisi perairan erenu maupun erhadap kondisi eksernal yang erjadi di sekiarnya. Fauzi (2004) menyebukan bahwa pengembangan model dinamis dari pengelolaan sumberdaya ikan sudah dimulai sejak awal ahun 1970-an. Pendekaan dinamis dalam pengelolaan sumberdaya ikan menuru Fauzi (2004) mulai berkembang dan banyak digunakan sebagai analisis seelah publikasi arikel Clark dan Munro (1975). Clark dan Munro (1975) diacu dalam Fauzi (2004) menggunakan pendekaan kapial unuk memahami aspek ineremporal dari pengelolaan sumberdaya ikan, dimana sumberdaya ikan dianggap sebagai sok ikan dapa umbuh melalui proses reproduksi alamiah. Pada pendekaan kapial menuru Anna (2003) biaya korbanan (opporuniy cos) unuk mengeksloiasi sumberdaya pada saa ini diperhiungkan melalui rene ekonomi opimal (opimal ren) yang seharusnya didapa dari sumberdaya perikanan, jika

7 sumberdaya ersebu dikelola secara opimal. Nilai uang (invesasi) menuru Clark (1985) diacu dalam Adriano (1992) pada masa daang dapa diukur dengan nilai sekarang (presen value) dengan persamaan: P 0 P = 1+ ( i) dimana P 0 adalah nilai uang pada masa sekarang, P adalah nilai uang pada masa daang, i adalah ingka bunga akual dan adalah waku (ahun). Fakor (1+i) adalah discoun facor yang dapa diuliskan dalam benuk eksponensial : δ ( 1+ i) = e aau δ = ln( 1+ i) dimana δ adalah ingka diskon sumberdaya over ime (annual coninues discoun rae), sedangkan i adalah ingka bunga akual yang diperoleh dari hasil pengurangan ingka bunga nominal dikurangi laju inflasi per ahun. Oleh karena iu nilai uang secara maemais dapa diuliskan kembali sebagai: P 0 = e δ P Dalam peneliian ini, pengelolaan sumberdaya yang opimal didekai dengan menggunakan pendekaan eori kapial seperi yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975), dimana manfaa dari eksploiasi sumberdaya perikanan sepanjang waku diulis sebagai: maxv = 0 ( h(), x() ) δ π e d ; dengan kendala:. = x = F 0 h h max ( x) h( x, E) Penyelesaian persamaan ersebu di aas dapa dilakukan dengan menggunakan solusi Hamilonian (Clark (1976;1985) diacu dalam Adriano (1992)). Benuk persamaan Hamilonian adalah sebagai beriku: ( h(), x() ) + ( F( x) h( x E) ) H = π µ,... (6) Persamaan (6) kemudian diberlakukan Ponryagins Maximum Principles sebagai beriku: ( h(), x() ) H π = µ = 0... (6a) h h µ. H π (). π ( ) ( ( )) (.) π (). = µ = δµ = δµ µ F' x = δ F' x... (6b) h x. = x = F ( x ) h... (6c)

8 .. Dalam kondisi sabil (seady sae) µ = x = 0, maka persamaan (6) dapa menjadi: ( F' ( x )) (). π (). π (.) (.) π (.) π π δ = 0 δ F' ( x ) =... (7) h h h Dari persamaan (7) ersebu kemudian diperoleh Modified Golden Rule sebagai beriku: F π + π ( x, h) ( x, h) = δ h... (8) dimana F (x) adalah perumbuhan alami dari sok ikan, π ( x, h) adalah rene x marjinal akiba perubahan biomass, π ( x, h) adalah rene marjinal akiba perubahan h produksi. Parameer ekonomi dan biologi dienukan oleh besaran c (biaya per uni effor), p (harga ikan), δ (discoun rae) dan q yang merupakan koefisien penangkapan. F(x) = F' ( x) adalah produkivias marjinal dari biomass yang merupakan urunan perama dari F(x) erhadap x. Tingka biomass (x) yang opimal dapa dihasilkan melalui persamaan di aas. Hasil solusi Clark (1985) menunjukkan bahwa ingka biomass opimal (x*) dengan menggunakan fungsi perumbuhan Logisik secara maemais dapa dinoasikan sebagai beriku: 2 _ 1 δ δ 8K xδ x* = x + K 1 + x + K r r r... (9a) Tingka x* ini dapa digunakan unuk menghiung ingka pemanfaaan opimal (h*) dan ingka upaya opimal (E*), yaiu sebagai beriku: x * h* = rx * 1... (9b) K h * E * =... (9c) qx * Seelah ingka biomass, produksi dan upaya opimal diperoleh, maka nilai manfaa aau rene sumberdaya perikanan yang opimal dapa diperoleh melalui persamaan beriku: ( h *) h * * π * = p ce... (10)

9 3. PENGGUNAAN MODEL DALAM PENILAIAN ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN Penilaian alokasi opimum sumberdaya perikanan merupakan salah sau ala banu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya berkelanjuan. Penggunaan model pendekaan fungsi surplus produksi dan analisis dinamik sumberdaya dalam hal ini menjadi basis penenuan alokasi opimum sumberdaya. Wahyudin (2005) menunjukkan kendai dari ingka pemanfaaan sumberdaya ikan pelagis kecil dan demersal masih di bawah produksi lesari, akan eapi jumlah effor yang dilakukan unuk menangkap kedua sumberdaya ikan ersebu cukup inggi, bahkan secara raa-raa melebihi ingka effor pada kondisi open access. Arinya bahwa upaya penangkapan ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau idak opimal, karena rene ekonomi yang diperoleh idak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan. Paper ini hanya akan difokuskan pada salah sau hasil peneliian Wahyudin (2005), yaiu hanya enang alokasi opimum sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Esimasi Produksi Lesari Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Esimasi Parameer Biologi Parameer biologi dapa diesimasi dengan menggunakan beberapa model esimasi yang dikembangkan oleh Waler-Hilborn (1976), Schnue (1977), dan Clarke, Yoshimoo dan Pooley (1992). Keiga model esimaor parameer ersebu lebih banyak digunakan pada perikanan yang sumber daa dan informasinya sanga lengkap dan akura, eruama yang berhubungan dengan jenis ikan dan ingka upaya yang dilakukan berdasarkan masing-masing ala angkap. Penggunaan model-model esimaor biologi unuk menduga sok ikan di Indonesia sanga memerlukan pendekaan yang lebih adapif, karena karakerisik perikanan Indonesia lebih bersifa muli-species dan muligears. Demikian halnya dengan perikanan Teluk Palabuhanrau, dimana spesies ikan yang dapa diangkap sanga banyak dan sau ala angkap dapa menangkap beberapa spesies ikan. Oleh karena iu, perlu kiranya dilakukan modifikasi pendekaan agar permasalahan daa yang dihadapi dapa dijusifikasi secara benar dan dapa diandalkan. Menuru Smih (1996) diacu dalam Fauzi (1998), aggregasi effor merupakan sausaunya cara pengukuran effor yang dapa diandalkan pada perikanan muli-spesies. Seperi elah dikemukakan sebelumnya bahwa ala angkap yang digunakan unuk menangkap ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau adalah pancing (hand in line). Ala angkap lainnya seperi rampus juga merupakan ala angkap yang digunakan oleh sebagian kecil nelayan pesisir eluk ini. Ala angkap rampus ini idak jarang menangkap ikan di luar perairan eluk, walaupun sebagian dianaranya lebih banyak beroperasi di perairan ini. Oleh karena iu, unuk menganisipasi biasnya daa produksi, maka ala angkap ini hanya dijadikan sebagai ala angkap ambahan bagi perhiungan effor. Parameer biologi diesimasi dengan menggunakan model esimaor CYP (persamaan 5b) yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoo dan Pooley (1992). Adapun parameer yang diesimasi dalam hal ini melipui : ingka perumbuhan inrinsik (r), daya dukung lingkungan perairan (K) dan koefisien daya angkap (q). Hasil esimasi keiga parameer biologi ini akan sanga berguna dalam menenukan ingka produksi lesari, seperi maximum susainable yield (MSY) dan maximum

10 susainable yield (MEY). Tabel 1 menyajikan keluaran variabel regresi unuk mengesimasi parameer biologi dengan menggunakan model esimaor CYP. Tabel 1. Keluaran Regresi Model CYP Parameer Regresi Coef. S. Err. Sa F R 2 R 2 Adj. β 0 2, , , β 1 0, , , , , , β 2-0, , , Sumber : Wahyudin (2005). Model OLS (ordinary leas squares) dari hasil esimasi seperi yang dapa diliha pada Tabel 1 unuk sumberdaya ikan demersal adalah sebagai beriku: Y = 2, , U - 0, E (1,292373) (0,226817) (0,000013) ; ( ) ln U +1 dimana, Y =, U +1 U E R 2 0, = produksi per uni upaya (cach per uni effor, CPUE) pada waku +1, = produksi per uni upaya pada waku, = ingka upaya pada waku Daa-daa pada Tabel 1 kemudian diolah unuk mengesimasi parameer biologi sumberdaya ikan demersal. Tabel 2 menunjukkan hasil esimasi parameer biologi bagi sumberdaya ikan demersal berdasarkan model esimaor CYP (1992). Tabel 2. Hasil Esimasi Parameer Biologi. Parameer Biologi Hasil Esimasi CYP (1992) r 0, q 0, K (kg) ,42 Sumber : Wahyudin (2005). Esimasi Parameer Ekonomi Daa yang berkenaan dengan srukur biaya dan harga dalam peneliian ini merupakan daa cross secion dan series yang diperoleh melalui wawancara di lapangan dan daa sekunder dari Dinas Perikanan dan Kelauan Kabupaen Sukabumi. Daa harga nominal merupakan nilai raaan dari segenap spesies berdasarkan kelompok sumberdaya ikan demersal. Harga-harga ersebu kemudian dijusifikasi dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK) unuk mendapakan harga riil. Tabel 3 menyajikan harga nominal raa-raa dan harga riil sumberdaya ikan demersal di sekiar pesisir Teluk Palabuhanrau Tahun

11 Tabel 3. Harga Nominal Raa-Raa dan Harga Riil Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Tahun (Tahun dasar 2002). Tahun Harga Nominal (Rp per Ton) Harga Riil (Rp per Ton) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24 Raa-raa , ,93 Sumber: Wahyudin (2005). Hasil perhiungan biaya per uni sandardized effor ahun unuk sumberdaya ikan demersal ini selengkapnya dapa diliha pada Tabel 4. Tabel 4. Biaya per Uni Sandardized Effor dan Toal Biaya Penangkapan Ikan Demersal Tahun Tahun Biaya Riil (Rp) Toal Biaya (Rp) Pelagis Demersal Pelagis Demersal , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,27 Raa-raa , ,85 Sumber: (Wahyudin 2005). Discoun rae dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sanga berbeda dengan discoun rae yang biasa digunakan dalam analisis finansial. Dalam hal ini, discoun rae yang digunakan erdiri aas dua nilai, yaiu nilai discoun rae berbasis pasar (marke discoun rae) dan nilai discoun rae berbasis pendekaan Ramsey. Marke discoun rae yang digunakan dalam peneliian ini dienukan berdasarkan nilai engah discoun rae yang umum digunakan unuk sumberdaya alam, yaiu sebesar 15%. Teknik ini merupakan eknik penenuan ingka diskon yang sama elah digunakan oleh Fauzi (1998) dan Resosudarma (1995) sera Anna (2003) dan Buchary (1999).

12 Penenuan discoun rae dengan pendekaan Ramsey didekai dengan eknik yang digunakan Anna (2003) yang mengadopsi eknik yang dikembangkan oleh Kula (1984). Kula (1984) dalam hal ini menuru Anna (2003) pada dasarnya sebenarnya menggunakan formula yang sama dengan formula Ramsey dimana dalam Kula (1984) real discoun rae (r) didefinisikan sebagai: r = ρ γ g dimana ρ menggambarkan pure ime preference, γ adalah elasisias pendapaan erhadap konsumsi sumberdaya alam dan g adalah perumbuhan ekonomi (Newel and Pizer, 2001). Kula (1984) yang diacu dalam Anna (2003) mengesimasi laju perumbuhan dengan meregresikan: ln C = α 0 α1 ln dimana adalah periode waku dan C adalah konsumsi per kapia pada periode. Hasil regresi ini menuru Anna (2003) akan menghasilkan formula elasisias dimana: ln C α 1 = ln persamaan di aas secara maemais dapa disederhanakan sebagai beriku: g = C C Hasil perhiungan real discoun rae dengan eknik Kula ini diperoleh laju perumbuhan dari PDRB Teluk Palabuhanrau yang diwakili oleh empa kecamaan pesisir (Simpenan, Palabuhanrau, Cikakak dan Cisolok) adalah sebagai g=0, aau 10,88 persen (Wahyudin 2005). Sandar elasisias pendapaan erhadap konsumsi sumberdaya alam dienukan berdasarkan pendekaan Bren (1990) diacu dalam Anna (2003) sebesar 1, dan ρ diasumsikan sama dengan nilai nominal saa ini (curren nominal discoun rae) dari Ramsey sebesar 15%, maka dapa diperoleh nilai real discoun rae (r) sebesar 4,12%. Tingka diskon sebesar 4,12 persen yang didapa dari hasil perhiungan dengan pendekaan Kula (1984) ersebu kemudian dijusifikasi unuk menghasilkan real discoun rae dalam benuk annual coninues discoun rae melalui δ = ln ( 1+ r), yaiu sebesar 4,04 persen. Tingka diskon sebesar 4,04 persen ini kemudian digunakan sebagai discoun rae pada perhiungan opimal susainable yield. Esimasi Produksi Lesari Produksi lesari dalam peneliian ini dibagi menjadi dua, yaiu produksi lesari maksimum (MSY) dan produksi lesari secara ekonomi yang maksimum (MEY). Pada analisis esimasi MSY, variabel yang digunakan berupa parameer biologi saja, sedangkan pada analisis MEY, variabel yang digunakan bukan hanya parameer biologi

13 saja, melainkan juga harus menggunakan beberapa parameer ekonomi. Parameer biologi yang digunakan penghiungan MSY dianaranya paramer r, q, dan K, sedangkan parameer yang digunakan unuk menghiung MEY dianaranya diambahkan parameer ekonomi seperi c (cos per uni effor), harga riil (real p), dan annual coninues discoun rae (δ ). Tabel 5 menunjukkan hasil esimasi MSY sumberdaya ikan demersal. Tabel 5. Hasil Esimasi MSY bagi Sumberdaya Ikan Demersal. Parameer Hasil Esimasi E* (ingka upaya opimal pada saa MSY) x* (biomass opimal pada saa MSY) 7.570,40 MSY (maximum susainable yield ) 2.761,73 Sumber : Hasil Analisis dengan MS Excel. Tabel 6 menyajikan perbandingan ingka produksi akual dengan ingka produksi lesari sumberdaya ikan demersal. Tabel 6. Perbandingan Produksi Akual Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dan Demersal Berdasarkan Fungsi Perumbuhannya. Tahun Effor Akual Produksi Akual Susainable Yield Sumber : Wahyudin (2005). Visualisasi perbandingan produksi akual erhadap ingka upaya akual dan produksi lesari erhadap upaya akual secara grafik dapa diliha pada Gambar 2. Hasil esimasi parameer biologi dengan menggunakan model esimasi CYP unuk fungsi perumbuhan Gomperz sera hasil esimasi parameer ekonomi berdasarkan daa olahan dari daa cross secion secara ringkas dapa diliha pada Tabel 7. Tabel 7. Ringkasan Hasil Esimasi Parameer Biologi dan Ekonomi Parameer Hasil Esimasi r 0, q 0, K (on) ,35 p (Rp/on) ,93 c (Rp/rip) 6.671,85 δ (%) 4,04 Sumber : Wahyudin (2005).

14 Perbandingan Produksi Lesari dan Produksi Akual Yield Trend Produksi Lesari Gomperz y = 1E-06x 2-0,1265x ,4 R 2 = 0,9987 Trend Produksi Akual y = 1E-06x 2-0,1241x ,7 R 2 = 0, Effor Produksi Akual MSY-Gomperz Poly. (Produksi Akual) Produksi Lesari-Gomperz Poly. (Produksi Lesari-Gomperz) Gambar 2. Grafik Perbandingan Produksi Akual dan Susainable Yield Sumberdaya Ikan Demersal erhadap Effor Akual di Perairan Teluk Palabuhanrau. Berdasarkan sediaan daa seperi yang erdapa pada Tabel 7, maka esimasi beberapa kondisi susainable yield, seperi pada kondisi MSY, pada kondisi akses erbuka (open access) dan pada kondisi pemilik unggal (sole owners) dapa dienukan. Hasil perhiungan dari masing-masing kondisi secara ringkas ersaji pada Tabel 8, sedangkan Gambar 3 menunjukkan visualisasi hasil Maple 9.5 unuk masing-masing kondisi susaibale yield erhadap effor. Tabel 8. Ringkasan Hasil Esimasi Susainable Yield Variabel Kendali Sauan Maximum Susainable Yield (MSY) Bionomic Open Access Bionomic Sole Owner (Maximum Economic Yield, MEY) Tingka Biomass (x) Ton 7.570,40 404, ,73 Tangkapan (h) Ton 2.761,73 579, ,76 Tingka Upaya (E) Trip seingka pancing Sumber : Wahyudin (2005). Berdasarkan daa Tabel 7 dan Tabel 8, maka dapa dikeahui gambaran dari besarnya manfaa ekonomi (nilai rene) yang dapa digali dari poensi sumberdaya ikan di Perairan Teluk Palabuhanrau. Perhiungan nilai rene sumberdaya ikan demersal selengkapnya dapa diliha pada Tabel 9.

15 Tingka harves saa MEY Tingka harves saa MSY Tingka harves saa open access Gambar 3. Hubungan anara Susainable Yield Sumberdaya Ikan Demersal erhadap Effor dengan Maple 9.5. Tabel 9. Nilai Manfaa (Rene) Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Kondisi Nilai Rene Rene Over Time (Rp.Jua) (Rp.Jua) Maximum Susainable Yield (MSY) 1.269, ,44 Bionomic Open Access 0 0 Bionomic Sole Owner (Maximum Economic Yield, MEY) 1.270, ,74 Sumber : Hasil Analisis. Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rene sumberdaya ikan demersal pada kondisi open access adalah sama dengan nol. Arinya jika sumberdaya ikan di Perairan Teluk Palabuhanrau dibiarkan erbuka unuk seiap orang, maka persaingan usaha pada kondisi ini menjadi idak erbaas dan dampaknya ingka resiko yang harus dianggung nelayan menjadi lebih besar karena persaingan unuk mendapakan hasil angkapan menjadi semakin kea. Pada kondisi inilah dapa dikaakan bahwa keunungan aau nilai rene yang dapa dierima sama dengan nol. Pada kondisi sole owner ingka keunungan (nilai rene) yang diperoleh merupakan yang eringgi aau nilai rene sole owner berada dalam kondisi maksimum. Nilai rene pada kondisi sole owner lebih inggi daripada nilai rene pada kondisi MSY dan open access. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa ingka rene over ime sumberdaya ikan demersal pada masing-

16 masing kondisi erhiung jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai rene saa ini. Nilai rene over ime merupakan nilai rene yang elah memperhiungkan ingka diskon over ime ahunan (annual coninues discoun rae) Alokasi Opimum Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Seperi elah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil esimasi parameer biologi dengan model esimasi CYP unuk sumberdaya ikan demersal. Hasil-hasil esimasi parameer biologi dan ekonomi seperi yang dapa diliha pada Tabel 7 digunakan unuk menganalisis dinamika sumberdaya ikan ikan demersal. Nilai opimal sumberdaya ikan demersal yang menggunakan fungsi perumbuhan gomperz dapa diperoleh melalui persamaan beriku: K cr ln K ln x r + r δ = 0 x ( pqx c) Nilai opimal sumberdaya ikan demersal dapa diperoleh dengan menggunakan ala pemecahan analiik melalui program MAPLE 9.5. Pemecahan analiik sumberdaya ini dilakukan berdasarkan iga sumber nilai discoun rae, yaiu dengan menggunakan marke discoun rae sebesar 15 persen, real discoun rae berdasarkan hasil perhiungan dengan menggunakan pendekaan Kula (1984) sebesar 4,12 persen dan annual coninues discoun rae seperi dikembangkan Clark (1985) sebesar 4,04 persen. Hasil pemecahan analiik melalui program MAPLE erhadap sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau dengan iga nilai δ ersebu selengkapnya dapa diliha pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Pemecahan Analiik Melalui Program MAPLE 9.5 unuk Nilai Opimal Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Nilai Opimal Discoun Rae(%) 15 4,04 Tingka Biomass (x*) (on) 5.559, ,35 Tingka Produksi (h*) (on) 2.654, ,30 Tingka Upaya (E*) (rip) Sumber : Wahyudin (2005). Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah inpu produksi yang dilakukan unuk menghasilkan opimal yield pada discoun rae lebih rendah relaif lebih sediki jika dibandingkan dengan jumlah inpu produksi pada discoun rae yang lebih inggi. Arinya bahwa semakin rendah discoun rae akan mengurangi jumlah inpu produksi dan hal ini secara alami diharapkan dapa meningkakan ingka opimal yield dari suau sumberdaya. Secara umum discoun rae yang lebih rendah (konservaif) dapa menghasilkan opimal yield dan opimal biomass yang lebih inggi dibandingkan jika menggunakan discoun rae yang lebih inggi (eksrakif). Arinya bahwa semakin inggi discoun rae akan mensimulans perburuan sumberdaya lebih eksrakif dan dampaknya akan memperinggi ekanan erhadap sumberdaya, sehingga menyebabkan erjadinya

17 degradasi dan pada akhirnya akan berdampak pada kepunahan sumberdaya dimaksud. Hal ini sesuai dengan pernyaaan Clark (1971) diacu dalam Hanesson (1987), Clark (1990) dan Anna (2003) bahwa nilai discoun rae yang lebih inggi akan meningkakan laju opimal dari eksploiasi pada sumberdaya erbaharukan dan mendorongnya pada kemungkinan erjadinya kepunahan. Hasil peneliian yang diunjukkan oleh sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau ini memberikan gambaran bahwa laju opimal eksploiasi seperi dimaksud oleh Clark (1971) diperlihakan oleh perbedaan jumlah inpu opimal pada discoun rae 4,04% yang relaif lebih sediki dari jumlah inpu opimal pada discoun rae 15%. Nilai manfaa eksrasi sumberdaya perikanan dapa diunjukkan dari besarnya nilai * * * rene yang dihiung melalui persamaan π = ph ce. Tabel 11 menunjukkan nilai rene sumberdaya ikan demersal berdasarkan masing-masing ingka diskon. Tabel 11. Hasil Pemecahan Analiik Melalui Program MAPLE 9.5 unuk Nilai Rene Opimal Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau. Nilai Rene Opimal Discoun Rae(%) 15 4,04 Curren Ren (V ) (Rp Jua) 1.194, ,05 Over Time Ren (V T ) (Rp Jua) 7.965, ,36 Sumber : Wahyudin (2005). Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rene sumberdaya ikan yang dapa diperoleh pada ingka diskon yang lebih rendah (konservaif) ernyaa relaif lebih inggi jika dibandingkan dengan nilai rene sumberdaya yang diperoleh pada ingka diskon yang lebih inggi. Kesimpulan ini dapa lebih menguakan pernyaaan sebelum seperi yang ersaji pada Tabel 10 bahwa ingka inpu produksi yang lebih kecil dapa meningkakan ingka produksi opimal yang dihasilkan, dimana keduanya diperoleh dari hasil analiik model dinamik dengan memasukkan variabel ingka diskon ke dalam model opimasi. 4. KESIMPULAN Pengelolaan perikanan umumnya dilakukan unuk menjaga pemanfaaan sumberdaya ikan secara berkelanjuan. Arinya bahwa pemanfaaan dilakukan secara opimal pada masa sekarang agar generasi di masa daang dapa memperoleh manfaa yang sama dari sumberdaya perikanan yang ada. Pengelolaan perikanan secara opimal dan berkelanjuan diharapkan dapa juga dierapkan di Perairan Teluk Palabuhanrau. Pengelolaan perikanan secara opimal dan berkelanjuan di Perairan Teluk Palabuhanrau diharapkan dapa didekai melalui hasil peneliian ini. Hasil peneliian menunjukkan bahwa ingka alokasi opimal sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanrau mampu memberikan manfaa yang lebih besar daripada kondisi akual yang erjadi saa ini. Tabel 12 menyajikan hasil perhiungan ingka produksi opimal dan opimal effor unuk SDI demersal pada masing-masing ingka diskon. Clark (1985) mensyarakan bahwa ingka diskon yang digunakan dalam model dinamik harus merupakan ingka diskon ahunan yang bersifa koninyu (annual coninues discoun rae), maka yang digunakan unuk menghiung ingka alokasi opimum adalah ingka diskon sebesar

18 4,04. Tabel 12 menunjukkan ingka alokasi opimal sumberdaya ikan demersal di perairan eluk ini. Tabel 12. Alokasi Opimal Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanrau Alokasi Opimal Sauan Akual Opimal* Yield Ton per ahun ,30 Effor Trip per ahun Tangkapan per Trip Kg per rip 8,02 245,18 Rene Toal Rp per ahun (dalam jua) -131, ,05 Ala angkap Uni Nelayan Orang Rene Nelayan Rp per orang per rip -695, ,00 Pendapaan Rp per orang per bulan , ,00 Sumber : Wahyudin (2005). Keerangan: Uni rip unuk pelagis adalah seingka bagan, sedangkan unuk demersal seingka pancing. Raa-raa 1 bulan = 25 rip, 1 ahun = 300 rip. 1 uni bagan = 2 orang, 1 uni pancing = 3 orang. Bagi hasil keunungan 50:50 (pemilik : nelayan). * = Tingka diskon yang digunakan sebesar 4,04. Tabel 12 menunjukkan bahwa berdasarkan ingka diskon 4,04 persen, produksi opimal sumberdaya ikan demersal adalah sebanyak 2.758,30 on per ahun dengan ingka upaya sebanyak rip seingka ala angkap pancing. Berdasarkan daa angkapan dan inpu opimal ersebu dapa dienukan proporsi opimal per rip penangkapan ikan demersal sebanyak 245,18 kg. Banyaknya jumlah rip opimal yang diperoleh kemudian digunakan unuk menghiung jumlah ala angkap opimal di Perairan Teluk Palabuhanrau, yaiu sebanyak 43 uni ala angkap seingka pancing. Jumlah rip sebanyak rip ini jika dikonversi kembali menjadi ala angkap akual, maka dapa diperoleh banyaknya ala angkap pancing sekiar 37 uni dan ala angkap rampus sebanyak 1 uni. Pada ahun 2003 erhiung ingka upaya penangkapan ikan demersal erhiung sebanyak rip seingka pancing. Besarnya jumlah raa-raa inpu produksi (upaya) akual ersebu jauh lebih banyak dibandingkan effor opimal yang diperkenankan. Hal ini berari bahwa ingka upaya pemanfaaan ikan demersal di sekiar perairan Teluk Palabuhanrau sanga idak opimal karena jauh melebihi baas opimal upaya yang diperkenankan. Raa-raa produksi per rip penangkapan ikan demersal dengan menggunakan ala angkap seingka pancing erhiung sebanyak 8,02 kilogram. Nilai ini merupakan hasil pembagian dari hasil angkapan akual raa-raa sumberdaya ikan demersal dengan ingka upaya akual raa-raa seingka ala angkap pancing. Arinya bahwa ke depan Pemkab Sukabumi melalui Diskankel seyogyanya idak menambah uni ala angkap baru unuk dioperasikan di sekiar perairan Teluk Palabuhanrau. Bahkan ke depan, Diskankel diharapkan dapa menurunkan secara berkala jumlah ala unuk menangkap sumberdaya ikan demersal yang dioperasikan di Perairan Teluk Palabuhanrau. Hal ini dilakukan unuk menghindari keidakopimalan hasil penangkapan nelayan eluk iu sendiri yang konsekuensinya dapa berdampak pada overfishing, penurunan produkivias dan pendapaan usaha dari nelayan ersebu. Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya ke depan diharapkan dapa membua kebijakan aau keenuan agar perairan Teluk Palabuhanrau dapa dikelola dengan opimal, yaiu dianaranya dengan menenukan perunukan akivias penangkapan di

19 sekiar perairan eluk ersebu. Kebijakan yang diambil dianaranya meneapkan saus pemanfaaan Perairan Teluk Palabuhanrau dikhususkan unuk nelayan perahu moor empel saja, sedangkan unuk nelayan kapal moor diharapkan dapa menangkap ikan di luar Perairan Teluk Palabuhanrau. Hal ini dilakukan unuk menganisipasi ekanan yang berlebihan erhadap daya dukung perairan eluk, eruama akiba akivias penangkapan berskala relaif besar. Perhiungan indeks musim penangkapan (IMP) yang dilakukan Wahyudin (2005) menunjukkan bahwa IMP sumberdaya ikan demersal berada pada bulan Juli Okober Pada bulan-bulan ersebu produksi ikan demersal dinilai paling banyak seiap ahunnya. Arinya bahwa keersediaan sok kedua jenis sumberdaya ikan ersebu cukup melimpah, sehingga perlu kiranya dipikirkan oleh Diskankel Kabupaen Sukabumi agar idak kecolongan akan ingka produksi akual yang akan dihasilkan oleh nelayan pesisir Teluk Palabuhanrau. Biasanya pada musim-musim penangkapan ini erjadi peningkaan akivias nelayan yang diandai oleh semakin ingginya jumlah rip yang dilakukan nelayan pesisir eluk ini. Diskankel diharapkan dapa menerapkan sisem monioring dan pendaaan yang baik dan sisemais unuk menganisipasi idak ercaanya produksi, baik produksi yang bernilai jual, konsumsi maunpun yang erbuang. Hal ini pening unuk dilakukan dikarenakan melalui sisem monioring dan pendaaan yang baik, maka jusifikasi kebijakan yang dierapkan diharapkan epa sasaran dan idak bias sera sesuai dengan kondisi akual yang erjadi di Perairan Teluk Palabuhanrau. Tujuan pengelolaan suau sumberdaya salah saunya adalah meningkakan kesejaheraan dari para pelaku ekonomi yang memanfaakan sumberdaya yang dikelola. Tingka kesejaheraan dalam hal ini dapa dicerminkan oleh ingka produkivias dan pendapaan yang diperoleh para pelaku ekonomi dimaksud. Dalam koneks rekomendasi hasil peneliian ini, penulis menyarankan agar peningkaan kesejaheraan nelayan di pesisir Teluk Palabuhanrau idak sekedar dijadikan sebagai fungsi ujuan pengelolaan perikanan belaka, akan eapi lebih diekankan sebagai arge pengelolaan perikanan. Arinya bahwa Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya seyogyanya menjadikan peningkaan kesejaheraan nelayan eluk (social well being) sebagai fungsi ujuan pengelolaan perikanan Teluk Palabuhanrau. Sebagai konsekuensinya, maka Diskankel seyogyanya memilih skenario pengelolaan seperi yang diawarkan penelii, yaiu skenario berbasis pemanfaaan sumberdaya perikanan secara opimal dan berkelanjuan. Skenario seperi diuraikan di muka merupakan hasil analisis dinamis opimasi sumberdaya ikan demersal di daerah eluk, sehingga nilai-nilai parameer yang dihasilkan merupakan nilai opimal yang dapa diperoleh nelayan, ermasuk pendapaannya. Arinya bahwa jika skenario ersebu diimplemenasikan, maka nelayan Teluk Palabuhanrau mempunyai kesempaan unuk mendapakan hasil usaha yang opimal, sehingga kesempaan unuk meningkakan kesejaheraannya menjadi lebih opimal dibandingkan jika eap membiarkan saus pemanfaaan sumberdaya perikanan seperi yang erjadi pada saa ini. Ilusrasi perbandingan manfaa unuk menerapkan kebijakan berdasarkan skenario yang diawarkan elah dijelaskan secara lebih ringkas pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 ersebu, maka skenario pengelolaan yang penulis awarkan adalah:

20 (1) Membua kebijakan unuk menjaga ingka upaya penangkapan sumberdaya ikan demersal berada pada level opimal sebanyak rip aau sebanyak 38 uni ala angkap seingka pancing pada ingka diskon 4,04%. (2) Kebijakan yang dapa diambil dianaranya : (i) menghenikan secara semenara penerbian izin penambahan armada penangkapan ikan demersal dengan ala angkap seingka pancing, (ii) mendorong invesasi pada indusri perikanan skala menengah ke aas agar dapa mengoperasikan armada penangkapan ikan ke luar wilayah Perairan Teluk Palabuhanrau, dan (iii) melakukan upaya penangkapan di perairan eluk secara proporsional dengan menerapkan open season dan closed season. (3) Melakukan konrol agar produksi akual yang dihiung berdasarkan oal hasil penangkapan ikan dari perairan Teluk Palabuhanrau idak melebihi ingka produksi opimal dari kedua sumberdaya ikan ersebu, yaiu sebanyak 2.758,30 on per ahun unuk SDI demersal. Kebijakan ini dianaranya dilakukan dengan cara membaasi hasil angkapan ikan demersal per rip yang diperbolehkan, yaiu sebanyak sebanyak 245,18 kg. Penerapan ini harus dibarengi dengan pembaasan ingka upaya pada level opimal. UCAPAN TERIMA KASIH Saya ucapkan erima kasih kepada para reviewers for heir consrucive commens. Kepada Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya para pengajar di lingkungan Program Sudi Ekonomi Sumberdaya Kelauan Tropika, aas kesediaan menerima dan mendidik penulis. Prof.Dr.Ir. Tridoyo Kusumasano, MS., Ir. Moch. Prihana Sobari, MS., dan Dr.Ir. Luky Adriano, M.Sc., aas arahan dan bimbingannya. Kepala Pusa Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lauan IPB aas kesempaan dan beasiswa sekolah yang diberikan, sera Pemda Kabupaen Sukabumi, khususnya Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Perikanan dan Kelauan (Diskankel), PPN Palabuhanrau, dan PPI Cisolok aas banuan, daa dan informasi yang diberikan. CATATAN-CATATAN: 1. Ala angkap yang digunakan di sekiar perairan Teluk Palabuhanrau cukup beragam, sehingga diperlukan suau pendekaan kesearaan dalam mengukur ingka upaya yang dilakukan di sekiar perairan eluk ini. Teknik sandarisasi ini didekai dengan formula: U i E i = ϕ i D i, dimana ϕ i = U sd dimana, E i adalah ingka upaya (effor) dari ala angkap i pada waku yang disandarisasi, D i adalah jumlah hari melau (fishing days) dari ala angkap i pada waku, φ i adalah nilai kekuaan menangkap (fishing power) dari ala angkap i pada waku, U i adalah jumlah produksi per ala angkap (cach per uni effor, CPUE) dari ala angkap i pada waku, dan U sd adalah jumlah produksi per ala angkap (cach per uni effor, CPUE) dari ala angkap yang dijadikan sebagai basis sandarisasi. 2. Sandarisasi biaya per uni upaya (uni sandardized effor) dalam peneliian ini mengikui pola sandarisasi (Anna, 2003): 1 n n = 1 1 TC i hi CPI C e = n ( ) i = 1 E i = 1 hi + h j 100 dimana, C e adalah biaya per uni sandardized effor pada periode, TC i adalah biaya oal unuk ala angkap i unuk i = 1, 2, E i adalah oal sandardized effor unuk ala angkap i, h i adalah produksi ala angkap i pada waku, (h i +h j ) adalah oal produksi ikan unuk seluruh ala angkap, n adalah jumlah ala angkap, dan CPI adalah indeks harga konsumen pada periode.

21 3. Esimasi parameer r, q, dan K dilakukan dengan menggunakan eknik weighed leas square (WLS), yaiu dengan membagi fungsi h(q, K, E) dengan E (U = h / E), sehingga persamaan produksi lesari dapa diransformasikan menjadi persamaan linear dan meode regresi biasa (ordinary leas square, OLS) dapa digunakan unuk mengesimasi parameer biologi ersebu. qe Gomperz: h r = qke, lnu = β 0 β1e, dimana h U = ; E E β = ln 0 qk ; q β =. 1 r 4. Esimasi parameer biologi dalam perhiungan MSY dilakukan dengan menggunakan model esimasi parameer yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoo dan Pooley (1992) aau sering dikenal sebagai Meode CYP. ln ( U + 1) = β 0 + β1 ln( U ) β2( E + E + 1) Dari hasil regresi akan diperoleh nilai β 1 yang akan menjusifikasi nilai parameer r. Selain iu, dari hasil regresi akan diperoleh nilai β 2 yang nilainya akan dijadikan sebagai dasar jusifikasi nilai parameer q. Seelah nilai parameer r dan q diperoleh, maka nilai parameer K dapa dijusifikasi. β0 ( 2+ r ) 2 2β 2r 1 r = ; q = β ( 2 + r) ; e 2 K = 1+ β1 q Nilai parameer r, q, dan K kemudian disubsiusikan ke dalam persamaan Gomperz unuk memperoleh ingka pemanfaaan lesari anar waku. Tingka upaya maksimum lesari (E MSY ) dan ingka produksi maksimum lesari (h MSY ) akan diperoleh melalui persamaan : r E MSY = dan rk h q MSY = e 5. MSY seperi disebukan di aas barulah merupakan penggambaran suau keseimbangan berdasarkan fakor biologi saja, padahal sisem perikanan mengenal adanya fakor ekonomi. Oleh karena iu, Gordon (1954) kemudian menginroduksi parameer ekonomi seperi harga dari oupu (p) per sauan bera dan biaya dari inpu (c) ke dalam model Schaefer unuk menghasilkan keseimbangan bio-ekonomi. Keseimbangan bio-ekonomi ini dikenal dengan keseimbangan saik Gordon- Schaefer. Pada dasarnya keseimbangan bio-ekonomi erjadi pada saa TR=TC, yaiu pada saa ingka upaya berada pada level upaya open access. Pada saa TR=TC, maka keunungan sama dengan nol π=0. π = TR TC = ph ce = pqex ce = ( pq c)e, sehingga x OA = Pada kondisi open access, dengan mengsubsiusi persamaan x OA ke dalam persamaan fungsi perumbuhan Logisik, maka dapa ingka produksi dan ingka upaya akses erbuka dapa dikeahui sebagai beriku: rc c h OA = 1 dan r c pq E = pqk OA 1 q pqk 6. MEY dan upaya pada kondisi MEY dapa dikeahui dengan beberapa penyederhanaan maemais sebagai beriku: K c x SO = 1, rk c c h SO = dan r c E 2 pqk 4 pqk pqk = SO 1 2 q pqk 7. Analisis dinamik sumberdaya ikan juga dianalisis berdasarkan formula sebagai beriku (Fauzi 2004) : * 1 2 x h = x ( pqx c ) δ r 1 ; c K 2 1 δ δ 8Kx = + + OAδ * * + + * h x xoa K 1 xoa K 1 4 r r r dan E = * qx 8. Harga ikan nominal adalah harga raa-raa ahunan dari beberapa jenis ikan yang ermasuk pada masing-masing sumberdaya ikan (pelagis kecil dan demersal) dari ahun Biaya penangkapan ikan (cos per uni effor) adalah biaya oal yang dikeluarkan unuk melakukan penangkapan ikan per ahun per uni effor (seingka bagan dan seingka pancing). 10. Tingka upaya penangkapan adalah banyaknya fishing days penangkapan ikan per ahun yang dalam hal ini sebanding dengan jumlah rip oal per ahun pada masing-masing ala angkap yang c pq

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data

III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data III METODOLOGI 3. Waku dan Tempa Peneliian dilakukan pada Bulan Mare sampai dengan Bulan April 007. Lokasi peneliian berada di Pelabuhan Perikanan Nusanara Pemangka Kabupaen Sambas, Provinsi Kalimanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 29 III. KERANGKA PEMIKIRAN Dalam usaha unuk memenuhi kebuuhan hidupnya manusia berupaya mengeksploiasi sumberdaya alam yang ada di sekiarnya. Keerganungan manusia erhadap sumberdaya alam elah erjadi sejak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian mengenai konribusi pengelolaan huan rakya erhadap pendapaan rumah angga dilaksanakan di Desa Babakanreuma, Kecamaan Sindangagung, Kabupaen Kuningan,

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 25 III METODOLOGI PENELITIAN 3 Kerangka Pendekaan Sudi Penerapan kebijakan pemasangan rumpon sebagai ala banu penangkapan ikan yang dilaksanakan pada aun 2002, ela meruba pola sebgian nelayan dalam melakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengerian dan peunjuk yang digunakan unuk menggambarkan kejadian, keadaan, kelompok, aau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 5 Peta lokasi penelitian. PETA PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA. Lokasi sampel. Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 5 Peta lokasi penelitian. PETA PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA. Lokasi sampel. Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempa dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di pesisir Kabupaen Aceh Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Peneliian ini dilaksanakan pada bulan Agusus 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 23 3 METODOLOGI 3. Waku dan Tempa Peneliian dilakukan pada bulan Mei 200 sampai Mei 20. Pengambilan daa dilakukan di Perairan Selaan Prigi dan Pelabuhan Perikanan Nusanara (PPN) Prigi, Trenggalek, Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini METODE PENELITIAN Kerangka Pendekaan Sudi Penaagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaen Kulon Progo didasarkan pada karakerisik fisik, finansial usaha ani dan pemanfaaan saa ini. Karakerisik fisik adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGATURAN PERIKANAN LEMURU BERDASARKAN MEKANISME SUPPLY DAN DEMAND DI SELAT BALI

OPTIMALISASI PENGATURAN PERIKANAN LEMURU BERDASARKAN MEKANISME SUPPLY DAN DEMAND DI SELAT BALI J. Bijak dan Rise Sosek KP. Vol.4 No.1, 2009 1 OPTIMALISASI PENGATURAN PERIKANAN LEMURU BERDASARKAN MEKANISME SUPPLY DAN DEMAND DI SELAT BALI Yesi Dewia Sari¹, Sonny Koeshendrajana¹ dan Benny Osa Nababan²

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Tempa Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamaan Lembang, Kabupaen Bandung, Jawa Bara. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan 40 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Baasan Operasional Konsep dasar dan baasan operasional pada peneliian ini adalah sebagai beriku: Indusri pengolahan adalah suau kegiaan ekonomi yang melakukan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia SUPLEMEN 3 Resume Hasil Peneliian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredi Bank di Sumaera Selaan erhadap Kebijakan Moneer Bank Indonesia Salah sau program kerja Bank Indonesia Palembang dalam ahun 2007 adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Kabupaen Labuhan Bau merupakan pusa perkebunan kelapa sawi di Sumaera Uara, baik yang dikelola oleh perusahaan negara / swasa maupun perkebunan rakya. Kabupaen Labuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian Peneliian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011 yang berlokasi di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Kabupaen Mamberamo

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekaan dan Meode Peneliian Jenis peneliian yang digunakan adalah jenis peneliian kualiaif dengan menggunakan daa kuaniaif. Daa kualiaif adalah mengeahui Gambaran pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Pengangguran Pengangguran aau una karya merupakan isilah unuk orang yang idak mau bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Journal Indusrial Servicess Vol. No. Okober 0 MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Abdul Gopar ) Program Sudi Teknik Indusri Universias

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoriis Pengerian proyek menuru Arifin yang dikuip dari Mariyanne (2006) adalah suau akivias di mana dikeluarkannya uang dengan harapan unuk mendapakan hasil

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Supply Chain Managemen Supply chain managemen merupakan pendekaan aau meode dalam memanajemen hubungan perusahaan dengan supplier dan konsumen yang erjadi pada pengendalian

Lebih terperinci

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND Noeryani 1, Ely Okafiani 2, Fera Andriyani 3 1,2,3) Jurusan maemaika, Fakulas Sains Terapan, Insiu Sains & Teknologi

Lebih terperinci

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis JURNAL SAINS DAN NI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin) D-224 Peramalan Penjualan Sepeda Moor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis Desy Musika dan Seiawan Jurusan Saisika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

20 Peneliian ini berujuan merumuskan sraegi pada model pengelolaan yang cocok unuk keberlanjuan perikanan angkap di daerah ersebu. Daa yang diambil be

20 Peneliian ini berujuan merumuskan sraegi pada model pengelolaan yang cocok unuk keberlanjuan perikanan angkap di daerah ersebu. Daa yang diambil be 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempa dan Waku Peneliian Peneliian berjudul Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjuan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur ini dilakukan di PPN Prigi, Kabupaen Trenggalek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Salah sau masalah analisis persediaan adalah kesulian dalam menenukan reorder poin (iik pemesanan kembali). Reorder poin diperlukan unuk mencegah erjadinya kehabisan

Lebih terperinci

*Corresponding Author:

*Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 5 Periode Mare 6, Samarinda, Indonesia ISBN: 978-6-7658--3 Penerapan Model Neuro-Garch Pada Peramalan (Sudi Kasus: Reurn Indeks Harga Saham Gabungan) Applicaion

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian ini berlokasi di pulau-pulau kecil wilaya Kabupaen Bengkalis Propinsi Riau, yang dilaksanakan pada bulan Desember 3 sampai dengan Agusus 4. Pea lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan, Manfaat dan Sasaran 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan 1.4. Sistematika Penulisan

1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan, Manfaat dan Sasaran 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan 1.4. Sistematika Penulisan .. Laar Belakang.2. Maksud, Tujuan, Manfaa dan Sasaran.3. Ruang Lingkup Kegiaan.4. Sisemaika Penulisan Penyusunan Incremenal Capial Oupu Raio Kabupaen Sinang 2008-203 PENDAHULUAN.. Laar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus, Ph.D

Muhammad Firdaus, Ph.D Muhammad Firdaus, Ph.D DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FEM-IPB 010 PENGERTIAN GARIS REGRESI Garis regresi adalah garis yang memplokan hubungan variabel dependen (respon, idak bebas, yang dipengaruhi) dengan variabel

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI

APLIKASI MODEL ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI APLIKASI MODEL ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI Oleh: YUDI WAHYUDIN, S.Pi., M.Si. Pelaihan Analisis Kelayakan Ekonomi Kegiaan Capaciy Building Program Pendanaan Kompeisi-Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau

BAB II LANDASAN TEORI. Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Persediaan Persediaan dapa diarikan sebagai barang-barang yang disimpan unuk digunakan aau dijual pada masa aau periode yang akan daang. Persediaan erdiri dari bahan

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Suau negara yang memuuskan unuk menempuh kebijakan huang luar negeri biasanya didasari oleh alasan-alasan yang dianggap rasional dan pening. Huang luar negeri

Lebih terperinci

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond Vol. 5, No.2, 58-65, Januari 2009 Suau aaan Maemaika Model Ekonomi Diamond Jeffry Kusuma Absrak Model maemaika diberikan unuk menjelaskan fenomena dalam dunia ekonomi makro seperi modal/kapial, enaga kerja,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort 3 METODE PENELITIAN 3. Waku dan Tempa Peneliian Peneliian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Agusus sampai Sepember 2008. Tempa yang dadikan obyek peneliian adalah Pelabuhan Perikanan Nusanara (PPN)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai BAB III PENILAIAN HARGA WAJAR SAHAM PAA SEKTOR INUSTRI BATUBARA ENGAN MENGGUNAKAN TRINOMIAL IVIEN ISCOUNT MOEL 3.. Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai ahapan perhiungan unuk menilai harga

Lebih terperinci

ASPEK BIOTEKNIK DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI

ASPEK BIOTEKNIK DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI ASPEK BIOTEKNIK DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI (Bio-Technique Aspec of Anchovy Resources Uilizaion in Palabuhanrau Waer Sukabumi Disric) Diniah 1, Moch.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah 37 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian-pengerian Kependudukan sanga era kaiannya dengan demgrafi. Kaa demgrafi berasal dari bahasa Yunani yang berari Dems adalah rakya aau penduduk, dan Grafein adalah

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VALUE AT RISK (VaR) DENGAN SIMULASI MONTE CARLO (STUDI KASUS SAHAM PT. XL ACIATA.Tbk)

PERHITUNGAN VALUE AT RISK (VaR) DENGAN SIMULASI MONTE CARLO (STUDI KASUS SAHAM PT. XL ACIATA.Tbk) Jurnal UJMC, Volume 3, Nomor 1, Hal. 15-0 pissn : 460-3333 eissn : 579-907X ERHITUNGAN VAUE AT RISK (VaR) DENGAN SIMUASI MONTE CARO (STUDI KASUS SAHAM T. X ACIATA.Tbk) Sii Alfiaur Rohmaniah 1 1 Universias

Lebih terperinci

ASPEK BIOTEKNIK DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI PERAIRAN TELUK BANTEN

ASPEK BIOTEKNIK DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI PERAIRAN TELUK BANTEN Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelauan. Vol. 1. No. 2 Mei 2011: 71-80 ISSN 2087-4871 ASPEK BIOTEKNIK DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI PERAIRAN TELUK BANTEN (BIO-TECHNIQUE ASPECT OF BLUE SWIMMING

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL MOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUAHAAN MEBEL INAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. ii Rukayah*), Achmad yaichu**) ABTRAK Peneliian ini berujuan unuk

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal:

Marine Fisheries ISSN Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal: 141-154 MODEL BIOEKONOMI EKSPLOITASI MULTISPESIES SUMBER DAYA PERIKANAN PELAGIS DI PERAIRAN SELAT BALI (Bio-economic Model of Mulispecies

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab 13 BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Aspek Teknis Sudi mengenai aspek eknis dan produksi ini sifanya sanga sraegis, sebab berkaian dengan kapasias proyek, lokasi, aa leak ala produksi, kajian aas bahan dan sumbernya,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

Kontrol Optimal pada Model Economic Order Quantity dengan Inisiatif Tim Penjualan

Kontrol Optimal pada Model Economic Order Quantity dengan Inisiatif Tim Penjualan Jurnal Teknik Indusri, Vol. 19, No. 1, Juni 17, 1- ISSN 111-5 prin / ISSN 7-739 online DOI: 1.97/ji.19.1.1- Konrol Opimal pada Model Economic Order Quaniy Inisiaif Tim Penjualan Abdul Laif Al Fauzi 1*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo)

PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan tetap PT PG Tulangan Sidoarjo) PENGARUH PENGEMBANGAN KARYAWAN TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI KERJA KARYAWAN (Sudi pada karyawan eap PT PG Tulangan Sidoarjo) Niken Dwi Okavia Heru Susilo Moehammad Soe`oed Hakam Fakulas Ilmu Adminisrasi

Lebih terperinci

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci