Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan Fluidisasi Terhadap Unjuk Kerja Swirling Fluidized Bed Coal Dryer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Eksperimen Pengaruh Kecepatan Fluidisasi Terhadap Unjuk Kerja Swirling Fluidized Bed Coal Dryer"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Prin) B-300 Sudi Eksperimen Pengaruh Kecepaan Fluidisasi Terhadap Unjuk Kerja Swirling Fluidized Bed Coal Dryer Alim Jabbar Ibrahim dan Prabowo Deparemen Teknik Mesin, Fakulas Teknologi Indusri, Insiu Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Indonesia Absrak Baubara dengan moisure conen yang inggi menyebabkan nilai kalor baubara menjadi rendah, selain iu juga menyebabkan beban pulverizer pada pembangki lisrik enaga uap (PLTU) meningka. Oleh karena iu, pada peneliian ini akan dibahas enang eksperimen pengeringan baubara dengan memvariasikan kecepaan udara pengering pada 75%, 100%, dan 125% dari kecepaan minimum fluidisasi. Unuk mendapakan aliran swirl, udara di hembuskan oleh senrifugal blower menuju vane pengarah aliran dengan sudu 10 o. Baubara yang akan dikeringkan berbenuk granular dengan diameer raa-raa sebesar ± 6 mm. Beban awal pengeringan di seiap variasi kecepaan adalah 600 gram. Pada seiap meni pengeringan, dicaa emperaure dan relaive humidiy dari udara pengering. Diambil pula sampel baubara sebanyak ±3 gram unuk menghiung moisure conen baubara pada beberapa meni pengeringannya. Dari peneliian ini didapakan bahwa drying rae raa-raa pada kecepaan 15.9 m/s, m/s, dan m/s beruru-uru adalah 5.63 gr/min, 7.17 gr/min, dan gr/min. Berdasarkan waku pengeringan, pada meni ke-1 hingga meni ke-6 drying rae erbesar dicapai oleh kecepaan fludisasi m/s (125% U mf ), pada meni ke-6 hingga meni ke- 14 drying rae erbesar dicapai oleh kecepaan fluidisasi m/s (100% U mf ), sedangkan pada meni ke-14 hingga meni ke-22 drying rae erbesar dicapai pada kecepaan fludisasi 15.9 m/s (75% U mf ). Kaa Kunci Swirling fluidized bed coal dryer, 75%;100%; dan 125% kecepaan minimum fluidisasi, drying rae. N I. PENDAHULUAN ILAI kalor baubara merupakan fakor erpening dalam penenuan kualias dari suau jenis baubara. Nilai kalor baubara sanga dienukan oleh beberapa fakor. Salah sau fakor ersebu adalah moisure conen. Moisure conen baubara berbanding erbalik dengan nilai kalornya, baubara akan memiliki nilai kalor yang inggi jika ber-moisure conen rendah. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kalor baubara cenderung lebih inggi jika memiliki moisure conen yang rendah [1]. Salah sau pengguna baubara ber-moisure conen inggi adalah pembangki lisrik enaga uap (PLTU). Boiler pada PLTU yang merupakan ala uama pengkonversi energi fossil menjadi energi hermal, seharusnya dioperasikan dengan baubara ber-nilai kalor inggi. Namun berolak belakang dengan hal ersebu, umumnya PLTU di Indonesia menggunakan baubara dengan nilai kalor rendah. Salah sau meode yang berguna unuk menaikkan nilai kalor baubara Tabel 1. Komposisi dan parameer fisik beberapa jenis baubara Anrachie Subbiuminous Lignie Moisure (%) Volaile maer (%) Fixed carbon (%) Ash (%) Sulfur (%) Carbon (%) Oxygen (%) Densiy (g/ml) Calorific value (kj/kg) 28,000 31,500 17,500 23,000 14,000-17,500 adalah dengan mengeringkan baubara sebelum dimasukkan ke dalam boiler. Namun pada kenyaaannya, sebagian besar pembangki lisrik di Indonesia idak memiliki fasilias pengeringan baubara ersebu. Peneliian enang pengeringan baubara pernah dilakukan oleh Dicky Permana dengan judul Sudi Eksperimen Pengaruh Kecepaan Fluidisasi Terhadap Unjuk Kerja Swirling Fluidized Bed Coal Dryer pada ahun Peneliian ini dilakukan dengan memvariasikan kecepaan fluidisasi pada 100%, 125%, dan 150% dari kecepaan minimum fluidisasi. Berdasarkan hasil eksperimen, didapa bahwa kecepaan yang inggi memiliki kinerja pengeringan lebih baik [2]. Sudi numerik pada bed baubara dengan menggunakan pengarah aliran berbenuk cone dilakukan oleh Melvin E Simanjunak dengan judul Transien 3D Modelling of Swirl Fluidized Bed Coal Dryer: The Effec of Differen Angles of Guide Vane pada ahun Melalui hasil peneliian ini dikeahui bahwa disribusi bed baubara cenderung ersebar meraa pada drying chamber dan juga erdapa beberapa pahline udara pengering yang berada di sekiar cone pengarah aliran[3]. Melvin E Simanjunak juga melakukan sudi eksperimen pada swirling fluidized bed coal dryer dengan pengarah aliran berbenuk cone yang berjudul Experimenal Sudy The Effec of Angle of Blade Inclinaion on Coal Swirl Fluidized Bed Drying pada ahun Selama 5 meni pengeringan, moisure conen baubara berubah dari 25.17% menjadi 10.28%, 11.47%, dan 13.67% masing masing pada sudu vane 10 o, 20 o, dan 30 o. Sedangkan drying rae raa-raa pada keiga variasi beruru-uru adalah 2.97 m -1, 2.73 m -1, dan 2.29 m -1

2 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Prin) B-301 [4]. Peneliian serupa yang berjudul Experimenal Sudy on The Effec of Temperaure and Fluidizaion Velociy on Coal Swirl Fluidized Bed Drying wih 10 o Angle of Blade Inclinaion dilakukan oleh Melvin E Simanjunak pada ahun Kinerja pengeringan Swirling Fluidized Bed Coal Dryer dengan cone pengarah aliran dianalisa dengan memvariasikan kecepaan fluidisasi dan emperaure inle udara pengering. Seelah 7 meni pengeringan berlangsung, moisure conen baubara berkurang sebanyak 24.73%, 23.6%, dan 21.32% masing-masing pada variasi inle emperaure 50 o C, 45 o C, dan 40 o C. Drying rae raa-raa pada keiga variasi emperaure beruru-uru adalah 23.08, 21.65, dan gr/min [5]. Lalu pada peneliian ini akan dianalisa proses pengeringan baubara pada swirling fluidized bed coal dryer anpa pengarah aliran berbenuk cone, yang sebelumnya digunakan pada peneliian [2][3][4][5]. Kecepaan fluidisasi akan divariasikan pada 75%, 100%, dan 125% dari kecepaan minimum fluidisasi yang beruru-uru bernilai 15.9 m/s, m/s, dan m/s. B. Pengambilan Daa Pada eksperimen ini didapakan 2 jenis daa pengeringan, yaiu daa dari sisi baubara dan sisi udara. Daa pada sisi baubara didapakan melalui proses sampling yang dilakukan dengan selang waku 1 meni selama 10 meni perama dan dilanjukan dengan selang waku 2 meni selama 12 meni berikunya. Daa pada sisi udara didapakan melalui pengukuran relaive humidiy dengan RH meer dan dry-bulb emperaure dengan hermocouple ipe K yang diempakan pada inle dan oule dari drying chamber, seperi yang diunjukkan oleh gambar 2. Daa kualiaif berupa foo juga didapakan selama proses pengeringan berlangsung. Foo diambil pada ampak samping dari drying chamber. II. METODOLOGI A. Meode Eksperimen Skema ala swirling fluidized bed coal dryer diunjukkan oleh gambar 1. Udara pengering dipanaskan melalui hea exchanger ipe compac. Air yang melewai hea exchanger elah erlebih dahulu dipanaskan oleh heaer yang dipasang di beberapa iik pada angki air. Proses sirkulasi pada sisi fluida panas dialirkan dengan menggunakan pompa menuju hea exchanger dan kembali menuju angki air, sedangkan aliran pada sisi udara digerakkan oleh sebuah senrifugal blower menuju bed baubara. Baubara sebera 600 gram dengan diameer ± 6 mm diempakan diaas vane pengarah aliran udara pengering Gambar 2. Posisi pengambilan daa pada drying chamber C. Prosedur Peneliian (Sisi Baubara) Pada sisi baubara, kecepaan pengeringan (drying rae) didapakan dengan menghiung perbedaan moisure conen baubara anar waku pengeringan. Moisure conen (webasis) baubara dihiung seperi pada (1). wb, wk, % MC 100% (1) w b, Gambar 1. Skema ala swirling fluidized bed coal dryer bersudu 10 o dengan emperaur 54 ± 1 o C. Kecepaan udara pengering disesuaikan dengan melakukan kalibrasi erlebih dahulu pada volage regulaor dengan menggunakan pio ube dan manomeer.

3 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Prin) B-302 Dengan %MC merupakan moisure conen baubara seelah meni pengeringan berlangsung, w b, dan w k, adalah bera sampel baubara basah dan baubara kering pada meni ke-. Bera kering baubara didapakan dengan memanaskan sampel basah baubara pada suhu 110 o C selama 3 jam dalam 3 ahapan, sesuai dengan ASTM D 5142 [6]. Laju pengeringan aau drying rae pada sisi baubara dihiung pada (2). dw MC MC (% ) 1 (% ) (600 1 w gram n b n ) d 1, (2) Dengan dw adalah drying rae pada meni ke- (gr/min), d Gambar 4. Psychromeric chars III. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pada sisi udara akan dibahas erlebih dahulu, dan dilanjukan dengan analisa dari sisi baubara. Kedua analisa ersebu akan dibandingkan sau sama lain unuk memvalidasi peneliian ini. Seelah iu akan dibahas pula pergerakan baubara melalui foo saa proses pengeringan berlangsung. A. Perubahan Oule Dry-bulb Temperaure Terhadap Waku Pengeringan Memiliki bilangan Reynolds erbesar, variasi kecepaan m/s mengalami proses perpindahan panas raa-raa Gambar 3. Penimbangan sampel baubara adalah selang waku pengambilan daa, dan beban awal pengeringan adalah 600 gram. Gambar 3 menunjukkan illusrasi dari proses penimbangan bera baubara basah aaupun baubara kering. D. Prosedur Peneliian (Sisi Udara) Daa berupa relaive humidiy dan dry-bulb emperaure diplokan pada psychromeric chars unuk mengeahui karakerisik proses pengeringan.. Pada sisi udara, laju pengeringan (dyring rae) didapakan dengan mengurangkan humidiy raio udara anar waku pengeringan. Gambar 3 menunjukkan grafik psychromeric char udara pada ekanan 1 am dengan simbol yang sesuai dengan (3). Dying rae pada sisi udara dihiung pada (3). dw m ( ) 1 d Dengan ω adalah humidiy raio oule drying chamber pada meni ke- dan adalah selang waku pengambilan daa. Selama melewai ala swirling fluidized bed coal dryer udara melewai 2 proses ermodinamika, yaiu sensible heaing dan humidfying. Proses sensible heaing erjadi pada saa udara melewai hea exchanger, sedangkan proses humidifying erjadi pada saa udara pengering melewai bed baubara. dry (3) Gambar 5. Oule dry-bulb emperaure vs waku erbesar dibandingkan variasi lainnya. Hal ini diunjukkan oleh gambar 3 dengan besarnya ΔT, yaiu penurunan emperaur anara inle dan oule drying chamber pada variasi m/s. Melalui gambar 3 pula dapa dikeahui bahwa emperaur dry-bulb udara jauh secara drasis pada meni ke- 1, dan berangsur naik secara perlahan pada meni berikunya. Hal ini karena pada awal proses pengeringan, emperaur permukaan baubara berada pada nilai erendahnya. Perbedaan emperaur anara permukaan baubara dan udara yang besar menyebabkan perpindahan panas erbesar erjadi pada menimeni awal proses pengeringan pada keiga variasi kecepaan.

4 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Prin) B-303 B. Perubahan Oule Relaive Humidiy Terhadap Waku Pengeringan Gambar 4 menunjukkan bahwa variasi m/s memiliki relaive humidiy eringgi pada meni ke-1 hingga meni ke-6, sedangkan pada meni ke-6 hingga meni ke-22 variasi 15.9 jauh keaas menandakan proses humidifying yang lebih inggi elah erjadi. Sehingga berdasarkan gambar 5, dikeahui bahwa variasi 15.9 m/s mengalami proses sensible cooling erkecil dan proses humidifying erbesar, sedangkan variasi m/s mengalami proses sensible cooling erbesar dan proses humidifying erkecil. D. Analisa Moisure Conen Baubara Terhadap Waku Gambar 6 menunjukkan disribusi nilai moisure conen baubara erhadap drying ime pada keiga variasi kecepaan. Secara garis besar, penurunan moisure conen erkecil erjadi pada kecepaan 15.9 m/s (75% U mf ) dan penurunan moisure Gambar 6. Oule relaive humidiy vs waku m/s memiliki relaive humidiy yang eringgi. Hal ini disebabkan oleh kandungan air ersisa pada baubara yang masih cukup inggi pada variasi 15.9 m/s. Relaive humidiy udara pada variasi kecepaan m/s dan m/s menunjukkan nilai yang jauh lebih inggi pada awal proses pengeringan dibandingkan dengan kecepaan 15.9 m/s. Hal ini menandakan besarnya laju perpindahan massa air yang erjadi pada meni awal pengeringan dari variasi m/s dan m/s. Relaive humidiy udara pada variasi kecepaan m/s dan m/s mengalami penurunan yang sanga drasis pada 8 meni perama, sedangkan variasi 15.9 m/s cenderung memiliki nilai relaive humidiy yang lebih konsan. C. Analisa Udara Pengering Pada Psychromeric char Perubahan kondisi udara pengering pada saa melalui bed baubara pada meni ke-1, meni ke-3, dan meni ke-6 digambarkan oleh panah pada gambar 5. Tiik yang bergeser Gambar 8. Perubahan moisure conen erhadap waku pengeringan conen erbesar erjadi pada kecepaan m/s (125% U mf ). Sedangkan penurunan moisure conen pada variasi kecepaan m/s (100% U mf ) memiliki nilai yang idak jauh berbeda dengan kecepaan m/s. Hal ersebu dikarenakan oleh kondisi bed baubara keduanya yang sudah merupakan jenis fluidized bed. Namun seelah 10 meni pengeringan berlangsung, kecepaan 15.9 m/s mengalami penurunan moisure conen yang lebih inggi dibandingkan kedua variasi lainnya. E. Analisa Drying Rae Terhadap Waku Pengeringan Drying rae raa-raa pada variasi kecepaan 15.9 m/s, m/s, dan m/s beruru-uru adalah 5.63 gr/min, 7.17 gr/min, dan gr/min. Berdasarkan waku pengeringan, drying rae erbesar pada meni ke-1 hingga meni ke-6 dicapai oleh kecepaan fludisasi m/s (125% U mf ), pada Gambar 7. Proses pengeringan pada psychromeric char lebih jauh ke kiri menandakan proses sensible cooling yang lebih besar elah erjadi, sedangkan iik yang bergeser lebih Gambar 7. Perubahan drying rae erhadap waku pengeringan meni ke-6 hingga meni ke-14 dicapai oleh kecepaan

5 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Prin) B-304 fluidisasi m/s (100% U mf ), sedangkan pada meni ke-14 hingga meni ke-22 dicapai pada kecepaan fludisasi 15.9 m/s (75% U mf ). F. Validasi Perpindahan Massa Air dari Sisi Baubara dan Sisi Udara Secara eori seharusnya massa air yang dierima oleh udara dan massa air yang dilepas oleh baubara bernilai sama, eapi dikarenakan banyak nya fakor eksernal yang mempengaruhi peneliian ini, kondisi ersebu idak dapa ercapai secara sempurna. Dengan mengasumsikan perpindahan massa air pada sisi baubara memiliki error yang lebih kecil dibandingkan pada sisi udara, maka error raa raa (berbasis baubara) dari variasi 15.9 m/s adalah 2.17%, variasi m/s adalah 2.816%, dan dari variasi m/s adalah 7.01%. G. Analisa Pergerakan Baubara Sesuai dengan gambar 8, dapa dikeahui bahwa bed baubara elah erfluidisasi pada variasi kecepaan m/s dan m/s. Sedangkan pada kecepaan 15.9 m/s, bed baubara idak erfludisasi karena gaya drag dari udara idak mampu unuk melawan gaya bera dari baubara. Pada proses pengeringan dengan kecepaan 15.9 m/s Gambar 8. Foo Tampak samping drying chamber erdapa sejumlah baubara yang erkumpul pada bagian engah dari vane pengarah aliran. Menginga lubang laluan pada vane pengarah aliran hanya erdapa pada bagian pinggir saja, maka jika bed baubara idak erfluidisasi akan erdapa sejumlah baubara yang berada pada bagian engah dari drying chamber. Hal ini lah yang erjadi pada pengeringan baubara dengan kecepaan 15.9 m/s. Sedangkan pada variasi m/s dan m/s, bed baubara elah erfluidisasi, sehingga parikel baubara erdisribusi hanya pada bagian pinggir dari drying chamber dan idak erdapa baubara yang menempai posisi engah dari drying chamber. Hal ini karena aliran udara yang berpola swirling memberikan gaya senripeal dan mendorong bed baubara unuk eap berada pada posisi pinggir dari drying chamber. m/s (125% U mf ) yaiu sebesar gram, sedangkan pada variasi m/s (100% U mf ) dan 15.9 m/s (75% U mf ) oal massa air yang berpindah adalah gram dan gram. 2) Pada meni ke-1 hingga meni ke-6, kecepaan m/s memiliki drying rae eringgi. Lalu pada meni ke-6 hingga meni ke-12, kecepaan m/s memiliki drying rae eringgi, sedangkan pada meni ke-12 hingga meni ke-22 drying rae eringgi jauh pada kecepaan 15.9 m/s. 3) Perbedaan daa perpindahan massa yang didapakan anara sisi udara dan sisi baubara pada variasi 15.9 m/s, m/s dan m/s beruru-uru adalah 2%, 2.9%, dan 7.01%. 4) Pada pengeringan baubara dengan kecepaan 15.9 m/s, bed baubara idak dapa erfluidisasi. Sedangkan pada kecepaan m/s dan m/s bed baubara erfluidisasi secara swirl pada bagian pinggir dari drying chamber. DAFTAR PUSTAKA [1] J. G. Speigh, Handbook of Coal Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. (2005) [2] D. Permana, Sudi Eksperimen Pengaruh Kecepaan Fluidisasi Terhadap Unjuk Kerja Swirling Fluidized Bed Coal Dryer, in Jurnal Teknik ITS, Vol. 4, No. 1, Surabaya: Insiu Teknologi Sepuluh Nopember (2016). [3] M. E. Simanjunak, Prabowo, D. Ichsani, W. A. Widodo, Transien 3D Modelling of Swirl Fluidized Bed Coal Drying: The Effec of Differen Angles of Guide Vane, in JP Journal of Hea and Mass Transfer, Vol. 13, No. 4, Allahabad: Pushpa Publishing House (2016) [4] M. E. Simanjunak, Prabowo, D. Ichsani, W. A. Widodo, Experimenal Sudy on The Effec of Angle of Blade Inclinaion on Coal Swirl Fluidized Bed Drying, in ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 11, No. 2, Surabaya: Asian Research Publishing Nework (ARPN) (2016) [5] M. E. Simanjunak, Prabowo, D. Ichsani, W. A. Widodo, Experimenal Sudy on The Effec of Temperaure and Fluidizaion Velociy on Coal Swirl Fluidized Bed Drying wih 10 o Angle of Blade Inclinaion, in ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 11, No. 21, Surabaya: Asian Research Publishing Nework (ARPN) (2016) [6] ASTM D 5142, Sandard Tes Mehod for Proximae Analysis Sample of Coal and Coke by Insrumenal Procedures. Wes Conshohocken, PA: ASTM Inernaional (2009). IV. KESIMPULAN Berdasarkan ekperimen dan analisa yang elah dilakukan, kesimpulan dari peneliian ini adalah : 1) Toal massa air yang berpindah erbesar seelah 22 meni proses pengeringan jauh pada variasi kecepaan 25.61

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan mampu menjelaskan hubungan anara vekor posisi, vekor kecepaan, dan vekor percepaan unuk gerak

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam kehidupan sehari hari kia biasa menjumpai produk makanan yang sifanya kenal. Sebagai conoh produk mayonaisse yang diambahkan pada salad. Viskosias (kekenalan)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Prin) D-108 Simulasi Peredaman Gearan Mesin Roasi Menggunakan Dynamic Vibraion Absorber () Yudhkarisma Firi, dan Yerri Susaio Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI PERTEMUAN KINEMATIKA SATU DIMENSI RABU 30 SEPTEMBER 05 OLEH: FERDINAND FASSA PERTANYAAN Pernahkah Anda meliha aau mengamai pesawa erbang yang mendara di landasannya? Berapakah jarak empuh hingga pesawa

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks) MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : (4 sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran POKOK BAHASAN: GERAK LURUS 3-1

Lebih terperinci

ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ)

ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ) hp://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/opsi OPSI Jurnal Opimasi Sisem Indusri ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ) Ahmad Muhsin, Ichsan Syarafi Jurusan

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP Karakerisik Umur Produk (Sudarno) KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL Sudarno Saf Pengajar Program Sudi Saisika FMIPA UNDIP Absrac Long life of produc can reflec is qualiy. Generally, good producs

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN PEMBRIKETAN DAN HOLDING TIME TERHADAP KARAKTERISTIK RELAKSASI BRIKET BIOMASA

PENGARUH TEKANAN PEMBRIKETAN DAN HOLDING TIME TERHADAP KARAKTERISTIK RELAKSASI BRIKET BIOMASA 94 PENGARUH TEKANAN PEMBRIKETAN DAN HOLDING TIME TERHADAP KARAKTERISTIK RELAKSASI BRIKET BIOMASA Tri Isano 1, Wibawa Endra J 1 1 Saf Pengajar - Jurusan Teknik Mesin - Fakulas Teknik UNS Keywords : Sawdus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

IR. STEVANUS ARIANTO 1

IR. STEVANUS ARIANTO 1 GERAK TRANSLASI GERAK PELURU GERAK ROTASI DEFINISI POSISI PERPINDAHAN MEMADU GERAK D E F I N I S I PANJANG LINTASAN KECEPATAN RATA-RATA KELAJUAN RATA-RATA KECEPATAN SESAAT KELAJUAN SESAAT PERCEPATAN RATA-RATA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian mengenai kelayakan pengusahaan pupuk kompos dilaksanakan pada uni usaha Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari yang menjalin mira dengan Lembaga

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-86 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI Achmadi, Analisis Anrian Angkuan Umum Bus Anar Koa Reguler di Terminal ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN UMUM BUS ANTAR KOTA REGULER DI TERMINAL ARJOSARI Seno Achmadi Absrak : Seiring dengan berkembangnya aku,

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* BERLIAN SETIAWATY DAN HIRASAWA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyaa Penyebaran Penyaki Tuberculosis Tuberculosis merupakan salah sau penyaki menular yang disebabkan oleh bakeri Mycobacerium Tuberculosis. Penularan penyaki

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, berempa di Laboraorium Perikanan Program Sudi Budidaya Perairan Fakulas Peranian Universias Lampung.

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES Daa merupakan bagian pening dalam peramalan. Beriku adalah empa krieria yang dapa digunakan sebagai acuan agar daa dapa digunakan dalam peramalan.. Daa harus dapa dipercaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI PENDAHULUAN Kinemaika adalah bagian dari mekanika ang membahas enang gerak anpa memperhaikan penebab benda iu bergerak. Arina pembahasanna idak meninjau aau idak menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB) K3 Kelas X FISIKA GLB DAN GLBB TUJUAN PEMBELAJARAN Seelah mempelajari maeri ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan beriku.. Memahami konsep gerak lurus berauran dan gerak lurus berubah berauran.. Menganalisis

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

Pemanfaatan Perbedaan Temperatur Pada Main Engine Cooling System Sebagai Energi Alternatif Untuk Pembangkit Listrik Di Kapal

Pemanfaatan Perbedaan Temperatur Pada Main Engine Cooling System Sebagai Energi Alternatif Untuk Pembangkit Listrik Di Kapal JURNAL TEKNIK Vol. 5., N0. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (23019271 Prin) B419 Pemanfaaan Perbedaan Temperaur Pada Main Engine Cooling Sysem Sebagai Energi Alernaif Unuk Pembangki Lisrik Di Kapal Teguh Juliano,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar Kumpulan Makalah Seminar Semiraa 013 Fakulas MIPA Universias Lampung Penduga Daa Pada Rancangan Bujur Sangkar Lain Dasar Idhia Sriliana Jurusan Maemaika FMIPA UNIB E-mail: aha_muflih@yahoo.co.id Absrak.

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR A. KALOR (PANAS) Tanpa disadari, konsep kalor sering kia alami dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kia mencampur yang erlalu panas dengan

Lebih terperinci

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR Karakerisik gerak pada bidang melibakan analisis vekor dua dimensi, dimana vekor posisi, perpindahan, kecepaan, dan percepaan dinyaakan dalam suau vekor sauan i (sumbu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF Seminar Nasional Saisika 12 November 2011 Vol 2, November 2011 (T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF Gumgum Darmawan, Sri Mulyani S Saf Pengajar Jurusan Saisika FMIPA UNPAD

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan 40 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Baasan Operasional Konsep dasar dan baasan operasional pada peneliian ini adalah sebagai beriku: Indusri pengolahan adalah suau kegiaan ekonomi yang melakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR PERAMBATAN KALOR

SUHU DAN KALOR PERAMBATAN KALOR SUHU DAN KALOR PERAMBATAN KALOR OLEH : Ir. ARIANTO PENGERTIAN SIFAT TERMAL ZAT PENGUKURAN SUHU MACAM TERMOMETER JENIS TERMOMETER PEMUAIAN PANJANG PEMUAIAN LUAS PEMUAIAN VOLUME ANOMALI AIR CONTOH SOAL 1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengerian dan peunjuk yang digunakan unuk menggambarkan kejadian, keadaan, kelompok, aau

Lebih terperinci

Jurnal Bidang Teknik ENGINEERING, ISSN , Vol. 6 No. 1 April 2013 Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal

Jurnal Bidang Teknik ENGINEERING, ISSN , Vol. 6 No. 1 April 2013 Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA OMBAK LATERAL DAN TENAGA ANGIN PUTARAN RENDAH Soebyako, Ahmad Farid Dosen soebyako@yahoo.com, farield_s@yahoo.com Absrak Sisem pembangki lisrik enaga ombak laeral dan enaga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis JURNAL SAINS DAN NI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin) D-224 Peramalan Penjualan Sepeda Moor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis Desy Musika dan Seiawan Jurusan Saisika,

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X JURAL SAIS DA SEI ITS Vol. 6, o.1, (2017) 2337-3520 (2301-928X Prin) A 1 Perbandingan Meode Winer Eksponensial Smoohing dan Meode Even Based unuk Menenukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X Elisa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waku dan Tempa Peneliian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboraorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakulur, Deparemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB.

Lebih terperinci

Kadek Bayu Wibawa*, I Ketut Sumerta**, I Made Dharmawan***

Kadek Bayu Wibawa*, I Ketut Sumerta**, I Made Dharmawan*** PELATIHAN MENITI PAPAN JARAK 4 METER 5 REPETISI 2 SET DAN 2 REPETISI 5 SET TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 MENGWI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Kadek Bayu Wibawa*, I Keu Sumera**,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang Gerak Jauh Bebas 14:1:55 Gerak Jauh Bebas Gerak jauh bebas merupakan gerakan objekyang dipengaruhi gaya graiasi. Persamaan maemaik gerak jauh bebas sama dengan persamaan gerak1d unuk percepaan konsan.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis catch per unit effort 3 METODE PENELITIAN 3. Waku dan Tempa Peneliian Peneliian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Agusus sampai Sepember 2008. Tempa yang dadikan obyek peneliian adalah Pelabuhan Perikanan Nusanara (PPN)

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Keseimbangan Lini 2.1.1 Definisi Keseimbangan Lini Penjadwalan dari pekerjaan lini produksi yang menyeimbangkan kerja yang dilakukan pada seiap sasiun kerja. Keseimbangan lini

Lebih terperinci

BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH,

BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH, BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH, S.Si NIP. 198308202011011005 SMA NEGERI 9 BATANGHARI 2013 I. JUDUL MATERI : GERAK LURUS II. INDIKATOR : 1. Menganalisis besaran-besaran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Mobil Robo Mobil robo adalah robo yang memiliki kemampuan unuk berpindah empa mobiliy, mobil robo yang bergerak dari posisi awal ke posisi yang diinginkan, suau sisem

Lebih terperinci

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika GERAKAN SATU DIMENSI. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika GERAKAN SATU DIMENSI. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA TKS-4101: Fisika GERAKAN SATU DIMENSI Dsen: Tim Dsen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB 1 Mekanika Kinemaika Mempelajari gerak maeri anpa melibakan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Tempa Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamaan Lembang, Kabupaen Bandung, Jawa Bara. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI I. PENDAHULUAN. Laar Belakang Menuru Sharpe e al (993), invesasi adalah mengorbankan ase yang dimiliki sekarang guna mendapakan ase pada masa mendaang yang enu saja dengan jumlah yang lebih besar. Invesasi

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Journal Indusrial Servicess Vol. No. Okober 0 MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Abdul Gopar ) Program Sudi Teknik Indusri Universias

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

Proyeksi Penduduk Provinsi Riau Menggunakan Metode Campuran

Proyeksi Penduduk Provinsi Riau Menggunakan Metode Campuran Saisika, Vol. 10 No. 2, 129 138 Nopember 2010 Proyeksi Penduduk Provinsi Riau 2010-2015 Menggunakan Meode Campuran Ari Budi Uomo, Yaya Karyana, Tei Sofia Yani Program Sudi Saisika, Universias Islam Bandung

Lebih terperinci

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI Yusep Suparman Universias Padjadjaran yusep.suparman@unpad.ac.id ABSTRAK.

Lebih terperinci

PENJADWALAN PEMBUATAN BOX ALUMININUM UNTUK MEMINIMUMKAN MAKESPAN (Studi Kasus di Perusahaan Karoseri ASN)

PENJADWALAN PEMBUATAN BOX ALUMININUM UNTUK MEMINIMUMKAN MAKESPAN (Studi Kasus di Perusahaan Karoseri ASN) B PENJADWALAN PEMBUATAN BOX ALUMININUM UNTUK MEMINIMUMKAN MAKESPAN (Sudi Kasus di Perusahaan Karoseri ASN) Firiya Gemala Dewi, Bobby O.P. Soepangka, Nurhadi Siswano Program Pasca Sarjana Magiser Manajemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci