MIGRAN PEDAGANG MAKl LIMA

Transkripsi

1 MIGRAN PEDAGANG MAKl LIMA Dl KOTA BOGOR (Studi Perbandingan Pedagang Suku Jawa, Snnda dan Minang ) Oleh AGUS PRIYANTO A JURUSAN ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKAS AN AGUS PRIYANTO. Migran Pedagang Kaki Lima di Kota Bogor, Studi Perbandingan pedagang Suku Jawa Sunda dan Minang (Di bcwah bimbingan M; TAMSUR MARSE). Dalam praktek lapang ini akan dikaji kegiatan migran pedagang kaki lima di Kota Bogor dengan membandingkan peda- gang dari Suku Jawa, Sunda dan Minang. Praktek lapang ini bertujuan : mengetahui latar belakang migran menjadi pedagang kaki lima, mengetahui karakteristik kegiatan perdagangan kaki lima, mengetahui hubungan latar belakang pedagang dengan kontinuitas usaha dan hubungan antara intensitas per- dagangan dengan pendapatan pedagang kaki lima. Praktek Lapang ini dilakukan di tiga pasar terbesar di Kotamadya Bogor, yaitu : Pasar Anyar. Pasar bogor dan Pasar * Ramayana. Sasaran penelitian adalah pedagang kaki lima da- ri Suku Jawa, Sunda dan Minang. Dari masing-masing suku diambil sampel 15 orang pedagang. Data primer 'melalui wawancara dengan instrumen kuesioner. diper~leh Data disaji- kan di dalam analisis berbentuk tabel frekuensi berdasarkan perhitungan persentase. Untuk menguji hubungan antar vari- be1 digunakan metode statistik non parzmetrik Uji Korelasi Rank Spearman. Analisis kualitatif digunakan uhtuk meleng- kapi pendekatan kuantitatif. Pedagang kaki lima rata-rata berumur 29 tahun San 71.2 persen berumur antara tahun. Pendidikannya tergolong rendah, karena rata-rata hanya berpendidikan selama tujuh

3 i v tahun. Pedagang dari Suku Minang rata-rata tamat SMP se - dangkan pedagang dari Suku Jawa dan Sunda rata-rata hanya tamat SD. Walaupun demikian dapat dikatakan kegiatan per- dagangan kaki lima tidak membutuhkan pendidikan yang ting- gi. pewariaan nilai berdagang dari orang tua terlihat je- la8 pada pedagang Suku Minang (80.0 persen). Sebagian be- sar pedagang berasal dari sektor informal di pedesaan. De- ngan demikian tidak terjadi mobilitas vertikal. Alasan migran menjadi pedagang kaki lima di kota da - pat dilihat dengan melihat faktor pendorong di tempat asal dan faktor penarik di tempat tujuan. ~lasan migran mening- galkan tempat asal 60.0 persen karena sulitnya mencari naf- kah di kampung. Adapun alasan migran menjadi pedagang se- banyak 40.0 persen adalah untuk meningkatkan pendapatan. Bagi pedagang dari Suku Jawa, peran teman dalam pro - sea migrasi sangat besar. Mereka pada umumnya hidup dalam pondokan secara berkelompok yang berasal dari satu daerah. Secara periodik mereka melakukan sirkulasi ke daerah asal. Pedagang Suku Sunda melakukan sirkulasi yang waktunya le - bih cepat. Usaha untuk menjelaskan migrasi pedagang Suku Minang dapat dilihat sebagai proses budaya. Bagi orang Mi- nang, seorang pria akan mempunyai 'nilai tinggi' jika sudah merantau. Pedagang dari Suku Jawa 86.7 persen adalah pedagang makanan, sedangkan pedagang Suku Sunda adalah pedagang bahan makanan yang tidak membutuhkan pengolahan tinggi. Ada-

4 v pun pedagang Suku Minang 66.7 persen adalah pedagang pakaian. Ciri khas pedagang Minang adalah terjadinya proses tawar menawar yang 'meriahf. Pedagang dari Suku Jawa menggunakan peralatan yang lebih mobil dibandingkan pedagang Mi- nang karena harus menjajakan dagangan. Pada umumnya pera- latan dan sarana berdagang pedagang Suku Jawa disediakan oleh juragan atau 'Boss I. Pedagang kaki lima tergolong pekerja keras karena rata rata bekerja 9 jam per hari. Begi pedagang makanan, waktu ini akan bertambah karena perlu waktu pengolahan awal. Uari seluruh responden, 82.2 persen mengaku bekerja tiap hari. Jika dilihat dari pengalaman berdagang, rata-rata pedtgang telah berdagang selama 8 tahun dengin ker-gaman usah& rat& rata 2 macam. Dengan melihat latar belakang pedagang kaki lima dan intensitas perdagangan pedabang kaki lima maka dapat dili- hat beberapa hubungan. Hubungan nyata antara umur dengan kontinuitas usaha hanya terdapat pads pedagang Suku Pinang (Rs = 0.475). Berdagang bagi orang Minang merupakan bagi- an dari merantau. Mereka akan pulang jika sudah berhasil di rantau. Tingkat pendidikrn pedagang tidak menjamin tingginyd kontinuitas usaha. Sebagian besar responoen j~edagang menya- takan bahwa pekerjaan sebagai pedagang kaki lima bersifat sementara. Beberapa pedagang yang berpenaidikan tinggi mau menjadi pedagang kaki lima karena terpaksa, sehingga tidak terlalu ditekuninya.

5 Adanya alasan meningkdlkan tempat asal ternyata tidak menjadikan mereka menekuni pekerjaan berdaghng. Uari seluruh responden, yang menyatakan ingin seterusnya menjadi pedagang hanya 15.6 persen, sedangkan yang tidak ingin rnene- kuni terus mencapai 77.8 persen. Sebagian besar migran pe- dagang meninggalkan tempat asal karena desakan ekonomi se- hingga yang terpenting bagi mereka adalah memperoleh peng- hasilan untuk memberikan nafkah anak dan istri. Banyak di antara pedagang sering pulang balik ke kampungnya. Dengan melakukan sirkulasi para pedagang tetap dapat mempertahankan hubungan dengan keluarga di tempat asal. Modal lancar pedagang kaki lima sdngat bervariasi. Pedagang makanan dari Suku Jawa menggunakan modal rata-rata $ , sedangkan pedagang pakaian dari Suku Kicang menggunakan modai.di atas Akan tetapi perputaran mo- dal pedagang Suku Jawa sangat cepat. Pendapatan pedagang kaki lima sering tidak menentu. Rata-rata pedagang kaki li- ma berpendapatan $ per hari. Pedagang kaki lima Suku Minang mempunyai pendapatan harian tertinggi, yaitu RP Tingkat perdagangan yang semakin tinggi tidak akan menjamin tingginya pendapatan pedagang. ~dapun hubungan.antara kontinuitas usaha dengan tingkat pendapatan terli - hat nyata pada Suku Minang (Rs = 0.487). pedagang dari Suku Jawa (Rs = 0.385) dan pedagang Suku Kinang relatif le- bih kontinu dalam kegiatan usahanya dibanaingkan dua suku lainnya.