BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
|
|
- Erlin Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal. Meskipun sering dipandang sebagai sebuah masalah, sektor informal sebenarnya turut berperan dalam siklus kehidupan perkotaan, keduanya bergerak beriringan menciptakan sebuah dinamika yang saling melengkapi. Sektor formal membutuhkan keberadaan sektor informal dan begitupun sebaliknya, sektor informal membutuhkan keberadaan sektor formal. McGee dan Yeung (1977) menyebutkan bahwa PKL memiliki karakteristik khusus, yakni untuk berlokasi di tempat-tempat keramaian seperti di pasar atau pusat pertokoan, pusat permukiman, menempel pada pusat aktivitas formal, dan simpul-simpul transportasi. Kemudian Widodo (2000) menambahkan bahwa PKL memiliki karakter PKL untuk berlokasi di dekat tempat tinggalnya. Rahayu et al. (2012) dalam penelitiannya mendata aktivitas formal yang didekati oleh PKL berturut-turut dari aktivitas yang paling banyak didekati adalah aktivitas perdagangan, aktivitas rekreasi, aktivitas pendidikan, aktivitas perkatoran, dan aktivitas kesehatan. Mc Gee dan Yeung (1997) menjelaskan PKL menurut barang dagangannya dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu PKL makanan, PKL makanan mentah, PKL non makanan, dan PKL Jasa. Dari teori yang dikemukakan McGee dan Yeung ini, Rahayu et al. (2012) membagi PKL makanan siap saji menjadi dua jenis, yaitu PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang dan PKL makanan siap saji di tempat. Kelima jenis PKL ini terdapat di semua kota di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2012) menunjukkan fakta bahwa PKL jenis makanan siap saji (akumulasi dari PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang dan PKL makanan siap saji di tempat) adalah jenis PKL dengan jumlah tertinggi. Penelitian Rahayu et al (2014) dilakukan di Kota Surakarta dan diperoleh data jumlah PKL menurut jenisnya yaitu: 385 PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang, 1507 PKL makanan untuk dimakan di tempat, 114 PKL makanan mentah, 397 PKL non makanan, dan 517 PKL jasa. Total PKL makanan siap saji yang ada di Kota Surakarta adalah 1892 PKL. Jumlah ini menunjukkan bahwa PKL makanan siap saji adalah jenis PKL yang paling banyak dibutuhkan dan dicari oleh masyarakat. Makanan adalah kebutuhan dasar manusia dan keberadaan PKL makanan siap saji dipandang sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan adanya PKL makanan siap saji, masyarakat sebagai konsumen dapat
2 memenuhi kebutuhannya tanpa repot memasak dan terlebih harga yang ditawarkan oleh PKL jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan harga makanan di restoran maupun rumah makan besar. Ditambah lagi dengan gaya hidup penduduk kota yang memiliki aktivitas dan mobilitas padat, keberadaan PKL makanan siap saji sangatlah membantu. Kawasan pendidikan tinggi adalah kawasan yang memiliki fungsi untuk menyelenggarakan aktivitas pendidikan tinggi. Dilihat dari segi penggunaan ruangnya, kawasan pendidikan tinggi memiliki perbedaan dengan kawasan pendidikan lain (pendidikan dasar dan/atau menengah), hal ini dipengaruhi oleh skala pelayanan kawasan pendidikan yang mencapai skala nasional, sementara kawasan pendidikan lain hanya berskala pelayanan lokal. Jika dilihat dari sisi waktu aktivitas, aktivitas yang diselenggarakan di kawasan pendidikan tinggi jauh lebih panjang dibandingkan dengan aktivitas yang diselenggarakan di kawasan pendidikan lain, di mana kawasan pendidikan tinggi memiliki aktivitas hingga 24 jam dan kawasan pendidikan lain hanya beraktivitas maksimal 12 jam. Di samping itu, aktivitas pendidikan tinggi juga berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas penggunaan ruang sekitar. Seperti misalnya, terhadap aktivitas transportasi lokal kawasan, terhadap aktivitas perumahan dengan bermunculannya rumah-rumah indekos karena migrasi sementara yang dilakukan oleh pelaku aktivitas pendidikan tinggi, terutama mahasiswa yang dapat pula dikatakan memiliki kebutuhan sama seperti kebutuhan rumah tangga. Yudistira dan Giyarsih (2012) menyebutkan bahwa kawasan pendidikan tinggi memiliki ciri karakter aktivitas penggunaan ruang yang lebih beragam dibandingkan dengan kawasan pendidikan lain, yaitu dengan adanya daerah indekos, swalayan, photocopy, dan rumah makan. Dengan aktivitas yang heterogen seperti ini, bukanlah hal yang mengagetkan jika kawasan pendidikan tinggi menjadi salah satu lokasi tempat berkumpulnya PKL menggelar aktivitas. Kota Surakarta, memiliki satu kawasan pendidikan tinggi terluas yang berada di Kecamatan Jebres. Di kawasan ini terdapat setidaknya tiga perguruan tinggi negeri dan swasta; yaitu Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta, yang mampu menarik angka migrasi masuk ke Kota Surakarta. Adanya tiga kompleks kampus perguruan tinggi ini menimbulkan karakter ruang kawasan yang khas ruang kawasan pendidikan tinggi seperti yang dijelaskan oleh Yudistira dan Giyarsih (2012), yaitu: daerah indekos, swalayan, photocopy, dan rumah makan. Pada sistem aktivitas keruangan di sini, PKL memiliki kesempatan untuk mengisi ruang-ruang publik dengan sasaran pelaku aktivitas formal yang dilayani utamanya adalah mahasiswa. Di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres diketahui dari hasil observasi lapangan, bahwa jumlah PKL secara keseluruhan adalah 502 PKL, yang dari 387 PKL makanan siap saji (222 PKL makanan siap saji dibawa pulang dan 165 PKL 2
3 makanan siap saji di tempat), 11 PKL makanan mentah, 46 PKL non makanan, dan 58 PKL jasa. PKL yang berlokasi di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres mayoritas adalah jenis PKL makanan siap saji. Hal ini sejalan dengan fakta yang terjadi bahwa PKL yang ada di Kota Surakarta paling banyak merupakan jenis PKL tersebut (Rahayu et al. 2012). Kawasan pendidikan tinggi memiliki aktivitas yang lebih panjang jika dibandingkan dengan kawasan pendidikan dasar dan/atau menengah pada jam sekolah (rata-rata pukul sampai dengan pukul 14.00), yaitu sampai 24 jam lamanya, khususnya dengan keberadaan mahasiswa rantau yang indekos. Kesempatan waktu berdagang yang lebih lama dan sasaran jumlah konsumen yang lebih besar tentunya menguntungkan bagi PKL makanan siap saji di tempat dalam memilih waktu berdagang maupun varian jenis makanan yang dijual. Dengan demikian, mahasiswa rantau yang ada di kawasan ini diberikan pilihan praktis yang lebih terjangkau serta variatif untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Dengan dasar hal tersebut, penelitian dilakukan terhadap PKL makanan siap saji, dengan fokus penelitian pada jenis PKL makanan siap saji di tempat. Dipilihnya jenis PKL makanan siap saji di tempat didasari oleh sisi kepraktisan yang ditawarkan PKL, sehingga mahasiswa sebagai sasaran konsumen dapat memperoleh makanan dengan harga terjangkau tanpa perlu menyiapkan ataupun membersihkan peralatan makan yang digunakan setelah selesai makan. Di sisi lain, muncul kehawatiran karena PKL makanan siap saji di tempat membutuhkan tempat yang jauh lebih luas dibandingkan dengan PKL jenis lain. Kekhawatiran ini disebabkan karena PKL menggunakan ruang publik sebagai tempat beraktivitas, sehingga ruang publik yang digunakan oleh PKL makanan siap saji di tempat akan menjadi jauh lebih besar. Keberadaan PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres ini merupakan preseden dari keberadaan PKL di kawasan pendidikan tinggi yang kasusnya dapat dijumpai di semua kawasan perkotaan di Indonesia. Berbagai kebijakan penataan PKL telah dilakukan, termasuk dengan melegalkan aktivitas PKL. Namun upaya yang telah dilakukan belum sepenuhnya berhasil membuat PKL meninggalkan lokasi-lokasi yang seharusnya ilegal untuk digunakan sebagai tempat berjualan. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui karakteristik PKL makanan siap saji di kawasan pendidikan tinggi untuk dimakan di tempat berdasarkan faktor lokasinya. 3
4 1.2.Rumusan Masalah PKL sebagai sektor informal beraktivitas di kawasan pendidikan tinggi. Jenis PKL yang mendominasi adalah PKL makanan siap saji. PKL makanan siap saji dapat dibedakan melalui sifat barang dagangan yang dijual, yaitu PKL makanan siap saji untuk dibawa pulang dan PKL makanan siap saji di tempat. Keberadaan PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres memiliki dua sisi mata uang, pertama keberadaan PKL makanan siap saji di tempat membantu mahasiswa sebagai pelaku utama aktivitas di kawasan dalam memenuhi kebutuhan makanan dengan harga yang lebih terjangkau dan kedua keberadaan PKL makanan siap saji di tempat dipandang merusak tatanan keindahan kota dengan menggunakan ruang publik di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres yang besar. Dengan demikian, maka dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimanakah karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. 1.3.Tujuan dan Sasaran Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter faktor lokasi PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi. Dari tujuan tersebut, maka dapat dirumuskan sasaran penelitian adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya, dan 2. Analisis karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. 1.4.Posisi Penelitian Dilihat dari sudut pandang perencanaan wilayah dan kota, PKL muncul sebagai bagian dari sisi informal kota yang tidak bisa menjawab tuntutan akan keterampilan khusus serta latar belakang pendidikan yang dibutuhkan dalam mencari pekerjaan di kawasan perkotaan. PKL sebagai bagian dari elemen perkotaan perlu dilibatkan secara langsung dalam setiap perencanaan dan pengambilan kebijakan. Keberadaan PKL membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya jenis PKL makanan untuk dimakan di tempat, yaitu dengan menyediakan makanan sebagai kebutuhan dasar manusia dengan harga yang lebih terjangkau. Keberadaan PKL selalu terkait dengan aktivitas perkotaan lain dan saling berinteraksi hingga menciptakan suatu sinergi. Aktivitas pendidikan tinggi adalah salah satu aktivitas formal perkotaan yang tidak bisa lepas dari PKL. Aktivitas pendidikan tinggi memiliki waktu 4
5 aktivitas yang lebih panjang dengan mahasiswa sebagai pelaku utamanya. Di sinilah PKL makanan siap saji di tempat muncul untuk menyediakan kebutuhan mahasiswa akan makanan. Perencanaan Wilayah dan Kota Aktivitas Perkotaan Perkotaan Penduduk Sosial Lapangan Pekerjaan Aktivitas Pendidikan Aktivitas Pendidikan Tinggi Ekonomi Formal Informal Mahasiswa sbg pelaku aktivitas utama PKL Kebutuhan akan makanan PKL makanan siap saji di tempat Gambar 1.1 Keterkaitan PKL dengan Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota Sumber: Analisis Penulis, 2016 Sebagai sebuah elemen perkotaan yang terus berkembang, penelitian dan kajian mengenai PKL sebelumnya pernah dilakukan. Sifat PKL yang cenderung menempel pada aktivitas utama kota dapat membentuk suatu hubungan simbiosis mutualisme antara PKL dengan aktivitas utama yang ditempelinya. Akan tetapi, keberadaan PKL yang menggunakan ruang publik sebagai lokasi berdagang juga menimbulkan masalah lain, mulai dari terganggunya aktivitas transportasi sampai berpengaruh terhadap keindahan kota. Namun pada sisi yang lain lagi, pendekatan yang digunakan untuk penataan PKL juga perlu mempertimbangkan kepentingan PKL yang juga merupakan salah satu elemen penyusun perkotaan dan berhasil memberikan lapangan pekerjaan yang secara tidak langsung berhasil mengurangi jumlah pengangguran di perkotaan. Pada penelitian-penelitian terdahulu, telah dilakukan beberapa kajian mengenai faktorfaktor pemilihan lokasi hingga pola penataan PKL, yang bertujuan untuk mencari upaya penanganan PKL yang terpadu dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak. Widodo (2000) menyebutkan PKL cenderung memilih lokasi usaha yang: (a) dekat dengan keramaian, (b) dekat dengan tempat tinggal, (c) terdapat angkutan umum, dan (d) keinginan untuk mengelompok dengan pedagang sejenis. Sari (2003) mengemukakan aspek-aspek yang 5
6 menjadi prioritas dalam pemilihan lokasi berdagang PKL dilihat melalui faktor ekonomi, sosial, dan fisik; yang ketiganya dikaji dari sudut pandang pemerintah, PKL dan masyarakat sehingga dapat diperoleh titik temu dalam usaha penataan PKL. Heryani (2007) mengemukakan bahwa penataan PKL yang tidak memperhatikan karakteristik aktivitas dari masing-masing PKL akan menimbulkan masalah baru. Sutrisno, dkk (2007) menjelaskan ada tiga pendekatan yang dilakukan dalam pola penataan PKL di Kota Surakarta yang didasarkan pada perpaduan tiga kepentingan utama yaitu pemerintah, masyarakat, dan PKL itu sendiri. Sementara itu, Susilo (2011) melakukan studi komparasi PKL dengan pedagang yang menempati pasar dan menyimpulkan kecenderungan pemilihan lokasi PKL di bahu jalan adalah besarnya omset, perputaran modal, asumsi akan besarnya harga sewa kios di pasar, usia, serta asumsi terhadap lokasi yang paling strategis untuk berdagang. Sedangkan Rahayu et al. (2012) meneliti tentang karakter berlokasi PKL sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi strategi penataan ruang kota, di mana penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat keberhasilan program penataan PKL yang telah dilakukan. Zees dan Sugiantoro (2013) melakukan penelitian di Kota Manado dan menemukan bahwa PKL utamanya memperhatikan modal, jarak dengan tempat tinggal PKL, pendapatan, dan jumlah pengunjung/pembeli sebagai hal-hal yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi PKL. Pada tahun 2014 dan 2015, Rahayu et al melakukan penelitian lanjutan mengenai model zonasi lokasi PKL di Kota Surakarta. Pada tahun pertama hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik aktivitas dengan karakter lokasi PKL. Dari hal tersebut kemudian Rahayu mampu merumuskan tipologi PKL berdasarkan karakter berlokasi sesuai dengan jenis dagangannya. Melanjutkan penelitian yang sama di tahun kedua dengan melakukan identifikasi terhadap karakteristik lokasi stabilisasi PKL di Kota Surakarta, diperoleh model zonasi lokasi PKL. Terdapat 2 model zonasi lokasi PKL, yaitu berdasakan kedekatan dengan lokasi tempat tinggal dan kedekatan lokasi dengan tempat berjualan PKL sebelumnya. Aktivitas pendidikan tinggi sebagai salah satu bentuk kegiatan formal memiliki karakteristik khusus yang mampu menarik PKL. Karakter aktivitas pendidikan tinggi ini mampu menciptakan suatu sistem keruangan yang memiliki ciri khusus. Ciri khusus yang dimaksud yaitu dengan munculnya sistem permukiman berupa kantung-kantung indekos; adanya kegiatan jasa berupa rental pengetikan, print, dan/atau photocopy; serta keberadaan warung-warung dan rumah makan. Di sini dapat dilihat perbedaan yang sangat mencolok pada pelaku aktivitas pendidikan tinggi dengan aktivitas pendidikan dasar dan/atau menengah, sehingga turut berpengaruh pula pada karakteristik PKL yang ada. PKL yang terdapat di 6
7 kawasan pendidikan tinggi didominasi oleh PKL makanan siap saji dan memiliki waktu berdagang yang lebih panjang dibandingkan dengan PKL yang berada di kawasan pendidikan dasar dan/atau menengah. Penelitian tentang PKL ini menggunakan preseden PKL makanan siap saji di tempat dengan alasan PKL jenis ini membutuhkan ruang yang lebih besar dibandingkan PKL jenis lain. Mengingat sifat PKL adalah menggunakan ruang-ruang publik atau ruang yang bukan peruntukannya untuk kegiatan perdagangan, maka dapat dipastikan jenis PKL makanan siap saji di tempat akan menyalahgunakan penggunaan ruang publik yang lebih. Penelitian dilakukan di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres yang merupakan kawasan pendidikan tinggi terbesar di Kota Surakarta dengan 3 (tiga) perguruan tinggi berskala nasional berlokasi di sana. Kajian dilakukan terhadap karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. Tabel 1.1 Review Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Peneliti (Tahun) Keterangan 1. Faktor-faktor yang Ahmad Widodo PKL dipilih sebagai mata pencaharian tetap karena Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Kota Semarang) (2000) modal usaha yang relatif kecil, namun bisa memberikan hasil yang cukup. Kecenderungan PKL dalam memilih lokasi usaha adalah yang dekat dengan keramaian, dekat dengan tempat tinggal, terdapat angkutan umum, serta keinginan untuk 2. Studi Aspek yang Diprioritaskan pada Faktor Ekonomi, Sosial, dan Fisik Dalam Penentuan Lokasi Pedagang Kaki Lima di Kota Mataram 3. Kajian Karakteristik Berlokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pendidikan Tembalang Kota Semarang 4. Pola Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Surakarta Berdasarkan Paduan Kepentingan PKL, Warga Masyarakat, dan Pemerintah Kota 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pedagang Kaki Lima Menempati Bahu Jalan di Kota Bogor (Studi Kasus Pedagang Sembako di Jalan Dewi Sartika Utara) 6. Karakter Berlokasi PKL sebagai Faktor Penting Aulia Purnama Sari (2003) Dian Heryani (2006) Budi Sutrisno, et al (2007) Agus Susilo (2011) Murtanti Jani Rahayu, et al mengelompok dengan pedagang sejenis. Usaha penataan PKL yang dilakukan oleh pemerintah seringkali hanya dilihat dari sudut pandang pemerintah saja, tanpa melihat kebutuhan PKL dan masyarakat sebagai pengguna. Hal ini menyebabkan tidak optimalnya usaha penataan PKL yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pemerintah, PKL, dan masyarakat. Penentuan lokasi PKL tidak memperhatikan karakteristik dari masing-masing PKL, sehingga menyebabkan berbagai macam masalah. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi karakteristik aktivitas PKL. Krisis ekonomi berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah PKL di Kota Surakarta dan kemudian berdampak pada penggunaan fasilitas publik sebagai lokasi berjualan. Dilakukan tiga sisi pendekatan untuk menata PKL, yaitu dari sisi pemerintah, dari sisi PKL sendiri, serta dari sisi masyarakat. Melakukan pembandingan antara PKL di Jalan Dewi Sartika (utara) dengan pedagang di kios dalam Pasar Anyar. Kecenderungan pemilihan lokasi berdagang di Jalan Dewi Sartika adalah besar omset pedagang, perputaran modal, asumsi pedagang terhadap harga sewa kios/los dalam pasar, usia pedagang, dan asumsi terhadap lokasi strategis untuk bedagang. PKL merupakan sektor informal perkotaan yang jumlahnya meningkat dengan pesat. Pemkot 7
8 No. Judul Penelitian Peneliti (Tahun) Keterangan dalam Strategi Penataan Ruang Kota (2012) Surakarta mencoba memberikan ruang bagi PKL agar dapat bersaing dengan sektor formal perkotaan melalui relokasi dan stabilisasi. Tolok ukur kesuksesan program ini tidak hanya ditinjau dari segi estetika kota akan tetapi perlu dilihat dari sudut 7. Sensitivitas Pedagang Kaki Lima Terhadap Lokasi Pada Skala Mikro di Kota Manado 8. Model Zonasi Lokasi PKL yang Berkelanjutan dalam Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Kota Surakarta (Tahun 1 dari Rencana 2 Tahun) 9. Model Zonasi Lokasi PKL yang Berkelanjutan dalam Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Kota Surakarta (Tahun 2 dari Rencana 2 Tahun) Sumber: Dari Berbagai Sumber, Manfaat Penelitian Eko Adityawan Tumenggung Zees dan Sugiantoro (2013) Murtanti Jani Rahayu, et al (2014) Murtanti Jani Rahayu (2015) pandang PKL. Modal, jarak dengan tempat tinggal, pendapatan, dan jumlah pengunjung/pembeli menjadi hal-hal yang paling diperhatikan oleh PKL dalam memilih lokasi berdagangnya di Kota Manado. PKL memiliki karakter lokasi sebagai ciri khas dalam mempertimbangkan pemilihan lokasi PKL. Karakter berlokasi PKL tidak sepenuhnya bergantung pada kondisi tapak dan relativitas posisi lahan, namun juga pada struktur pembangunan manusia dan nilai sosial. Dalam berlokasi PKL mempertimbangkan karakteristik aktivitasnya. PKL memiliki tipologi berdasakan karakter berlokasi dan jenis barang dagangannya. Melanjutkan dari penelitian yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya, dilakukan identifikasi terhadap lokasi-lokasi stabilisasi PKL yang selanjutnya diolah bersama dengan teori dan kebijakan sehingga mendapatkan lokasi alternatif stabilisasi. Model zonasi dirumuskan dari hasil alternatif lokasi yang telah diperoleh. Hasil dari penelitian terhadap karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis dan teoritis, yaitu antara lain: 1. Secara praktis hasil penelitian bisa menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam upaya penanganan, penataan, dan/atau stabilisasi PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di kawasan pendidikan tinggi dengan mempertimbangkan karakteristik PKL berdasarkan faktor lokasi, demi tercapainya kehidupan kota yang harmonis dan mengutamakan kepentingan bersama; dan 2. Secara teoritis hasil penelitian dapat menambah wacana kajian dalam bidang perencanaan wilayah dan kota, khususunya mengenai karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang berlokasi di kawasan pendidikan tinggi dilihat berdasarkan faktor lokasinya. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai karakteristik PKL makanan siap saji di tempat berdasarkan faktor lokasinya maupun mengenai karakteritik PKL dilihat berdasarkan faktor lokasi dengan menggunakan obyek penelitian PKL jenis lain yang terdapat di kawasan pendidikan tinggi pada lokasi yang berbeda. 8
9 1.6.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian akan dilakukan terhadap PKL makanan siap saji di tempat yang terdampak oleh aktivitas pendidikan tinggi di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres. Dipilihnya Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dikarenakan adanya karakteristik aktivitas pendidikan tinggi yang dimiliki oleh kawasan ini. Karakteristik aktivitas pendidikan tinggi yang dimaksud adalah karakter penggunaan ruang kawasan yang memenuhi kebutuhan mahasiswa dengan ditunjukkan oleh keberadaan daerah indekos, pusat jasa photocopy dan rental pengetikan, warung makan, serta swalayan (Yudistira dan Giyarsih, 2012). Batasan deliniasi lokasi penelitian ditentukan berdasarkan karakter aktivitas yang membentuk kesamaan karakter penggunaan ruang kawasan dalam radius 400 meter dari akses pintu masuk kampus yang terdapat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres. Diputuskannya jarak radius 400 meter dari akses pintu kampus adalah jarak minimal untuk berjalan kaki tanpa beristirahat (SNI ). Gambar 1.2 Deliniasi Wilayah Penelitian Sumber: Peneliti, 2016 Secara substantif lingkup penelitian adalah karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan faktor lokasinya, yaitu: 9
10 a. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan jarak terhadap fasilitas perdagangan dan jasa terdekat, b. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan jarak terhadap indekos terdekat, c. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan jarak terhadap tempat tinggal PKL itu sendiri, dan d. Karakteristik PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Tinggi Jebres dilihat berdasarkan kemudahan lokasi berjualan PKL dijangkau dengan menggunakan moda transportasi. 1.7.Sistematika Pembahasan Bab 1 Pendahuluan Bab pendahuluan berisikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan sasaran penelitian, posisi penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Bab 2 Tinjuaan Teoritis Faktor Lokasi PKL di Kawasan Pendidikan Tinggi Bab ini berisikan tentang tinjauan secara teoritis mengenai faktor lokasi PKL yang diperoleh dari faktor lokasi perdagangan, karakteristik PKL, dan karakter kawasan pendidikan tinggi. Bab 3 Metode Penelitian Bab metode penelitian berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, alur proses penelitian, variabel penelitian, kebutuhan data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis yang digunakan dalam penelitian. Bab 4 Hasil Penelitian Bab ini membahas mengenai gambaran karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di Kawasan Pendidikan Jebres berdasarkan faktor lokasinya dan hasil keluaran mengenai tipologi PKL makanan siap saji di tempat di Kawasan Pendidikan Jebres menurut karakteristik faktor lokasinya. Bab 5 Pembahasan Bab pembahasan membahas tentang karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang ada di Kawasan Pendidikan Jebres berdasarkan faktor lokasinya dan tipologi PKL makanan siap saji untuk dimakan di tempat di Kawasan Pendidikan Jebres menurut karakteristik faktor lokasinya. 10
11 Bab 6 Penutup Bab penutup berisi kesimpulan, kekurangan penelitian, dan saran dari peneliti atas penelitian yang dilakukan terhadap karakteristik PKL makanan siap saji di tempat yang terdapat di Kawasan Pendidikan Jebres. 11
BAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang sifatnya mendeskripsikan kondisi yang terjadi di lapangan mengenai karakteristik PKL makanan siap saji di tempat
Lebih terperinciHUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA
HUBUNGAN KARAKTER AKTIVITAS DAN KARAKTER BERLOKASI PKL DI KOTA SURAKARTA MURTANTI JANI R, S.T., M.T. PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET, SURAKARTA RINA
Lebih terperinciARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D
ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG
KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : RISA NIKEN RATNA TRI HIYASTUTI L2D 002 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan proses mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan di Indonesia semakin meningkat dengan pesat, ditunjukkan oleh angka pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan pemerintah. Titik sentral pada faktor ekonomi didukung oleh
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada era Orde Baru, ekonomi merupakan tujuan utama mekanisme kebijakan pemerintah. Titik sentral pada faktor ekonomi didukung oleh perkembangan sektor formal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang
Lebih terperinciPERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat)
PERPINDAHAN DAN PERALIHAN KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus : Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat) Jenis : Tugas Akhir Mahasiswa Tahun : 2005 Penulis : Yovi Pembimbing : Dr.Ir. Haryo Winarso,
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : OKTARINA DWIJAYANTI L2D 002 424 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kondisi perekonomian negara tidak stabil, hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarkat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya faktor penarik suatu perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan perdesaan menjadikan fenomena urbanisasi kerap terjadi di kota-kota di Indonesia. Harapan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara akan selalu berhubungan dengan jumlah penduduk dari suatu negara tersebut. Jika ekonomi suatu negara meningkat maka akan mengurangi
Lebih terperinciPENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.
PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL. BARITO KEC.SEMARANG TIMUR TUGAS AKHIR Oleh: LEONARD SIAHAAN L2D 005 373
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, pembangunan merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara Indonesia dalam melakukan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bandung membawa konsekuensi pada masalah lingkungan binaan yang makin memprihatinkan. Beberapa kawasan terutama kawasan pinggiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah susun adalah sebuah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak sedikit berbagai usaha kecil bermunculan untuk turut bersaing dalam bisnis. Usaha Kecil tersebut biasanya muncul dengan berbagai inovasi baru. Dan terkadang lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian akan menggambarkan langkah-langkah atau tahapan dari suatu penelitian dalam mencapai tujuan penelitian tersebut. Dimana dalam metode penelitian ini akan dijelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan
Lebih terperinciKAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR
KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh : NI AM SYIFAUL JINAN NIM. L2D 004 338 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciKarakter Berlokasi Pkl Sebagai Faktor Penting Dalam Strategi Penataan Ruang Kota
Karakter Berlokasi Pkl Sebagai Faktor Penting Dalam Strategi Penataan Ruang Kota Murtanti Jani Rahayu Rr. Ratri Werdiningtyas Musyawaroh Sugito Prodi PWK FT. UNS mjanirahayu@gmail.com Prodi PWK FT. UNS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang, persaingan dalam hidup semakin berat. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,
Lebih terperinciFENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D
FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D 000 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciIDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D
IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D 306 010 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAN KAWASAN KORIDOR JALAN GATOT SUBROTO SURAKARTA Sebagai kawasan wisata belanja yang bercitra budaya Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transit oriented development (TOD) merupakan konsep yang banyak digunakan negara-negara maju dalam kawasan transitnya, seperti stasiun kereta api, halte MRT, halte
Lebih terperinciKebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki
Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di
Lebih terperinciSTUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR
STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,
BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N Bab I tediri dari ; Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Ruang Lingkup, Kedudukan Dokumen RP2KPKP dalam Kerangka Pembangunan Kota Medan dan Sistematika Pembahasan 1.1. Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil Menengah (UKM) sering disebut juga sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi.gerak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya angka pengangguran. Hal ini menyebabkan
Lebih terperinci(Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR
KAJIAN TINGKAT PERTUMBUHAN DAN TINGKAT PERKEMBANGAN KECAMATAN UMBULHARJO (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: TESTY TRIANI KARTIKASARI L2D 002 437 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kerja merupakan faktor yang sangat penting, karena tenaga kerja tersebut
17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori a. Ketenagakerjaan Dalam proses produksi sebagai suatu strutur dasar aktivitas perekonomian, tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting, karena tenaga kerja
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN JEND. SUDIRMAN, PURWOKERTO BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dilihat dari korelasi kegiatannya, terutama kegiatan transportasi, komunikasi dan perdagangan, kota Purwokerto merupakan kota transit menuju daerah Jawa Barat yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kebutuhan transportasi yang semakin meningkat. Dari fakta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur dan karakter ekonomi yang didominasi oleh pelaku usaha tergolong kategori usaha kecil dan
Lebih terperinciGambar 1.1 Skema Aerotropolis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aerotropolis adalah pengembangan dari konsep aerocity yang tergolong paling modern dalam pembangunan dan pengelolaan bandara dewasa ini. Dalam konsep aerocity, bandara
Lebih terperinciANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG
ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor informal sangat menarik karena kemandiriannya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai katup pengaman
Lebih terperinciLAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )
LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu ) LAMPIRAN C Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain itu bab ini juga menjelaskan tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan investasi dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 5,2 persen, sedikit di bawah proyeksi Bank Dunia yang dirilis Juli 2014 lalu, yaitu sebesar 5,6 persen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan
1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504
Lebih terperinciVI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET
42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan era globalisasi. Berbagai macam budaya global yang masuk melalui beragam media komunikasi dan informasi. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan yang ketat antar Negara. Dalam persaingan global yang semakin terbuka saat ini memiliki banyak tantangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang berkeadilan dan sejahtera.
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor informal yang menjadi fenomena di perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan adanya keterbatasan lapangan kerja di sektor formal, Pedagang Kaki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar. Setiap tahunnya, terdapat ribuan mahasiswa dari seluruh pelosok tanah air yang menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang signifikan serta memberikan konstribusi positif dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat. Sektor ritel dan perbelanjaan menunjukkan perkembangan yang signifikan serta memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi
BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Kampus Menjadi Generator Pertumbuhan Ekonomi Bagi Daerah Disekitarnya 1 Posisi Bulaksumur dan Sekip sebagai lokasi kampus terpadu UGM yang berada di perbatasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial budaya. Pembangunan agar menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining process)
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang
Lebih terperinciREVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN
REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan
Lebih terperinciNOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN KOMERSIAL
PENGARUH PERUBAHAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN KOMERSIAL DI SEKITARNYA DI SURAKARTA Nofa Yuniary, Murtanti Jani Rahayu, dan Rufia Andisetyana Putri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis
Persepsi petani terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih, pasca alih fungsi lahan (kasus di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar) Oleh : Dinar Ria Anantasari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian
Lebih terperinciBAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN
BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN Pada bab ini akan dibahas beberapa analisis perencanaan yang meliputi perencanaan makro, mezo, serta mikro sampai dengan menghasilkan konsep perencanaan yang juga meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari keuntungan, yang termasuk dalam golongan pedagang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU (Berkonsep Nuansa Taman Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan pembangunan di Indonesia saat ini adalah mengatasi pengangguran dan kesempatan-kesempatan kerja. Di Indonesia meningkatnya proses modernisasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pembangun ekonomi masih terus berlangsung, sudut pandang yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini perdebatan pengaruh sektor informal dalam perannya sebagai pembangun ekonomi masih terus berlangsung, sudut pandang yang mendukung berpendapat bahwa,
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR
BAB V KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR Ekonomi informal mengalami pertumbuhan sangat cepat di negara-negara berkembang dan semakin menarik perhatian akademisi, peneliti,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SEBARAN MINIMARKET DI KELURAHAN TIGARAKSA KECAMATAN TIGARAKSA, KABUPATEN TANGERANG ABSTRAK
IDENTIFIKASI SEBARAN MINIMARKET DI KELURAHAN TIGARAKSA KECAMATAN TIGARAKSA, KABUPATEN TANGERANG Oleh : Alvianie Nurul Marilys 1), Janthy T. Hidayat 2), Ichwan Arief 3) ABSTRAK Perkembangan suatu kota dan
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
163 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Menjawab Pertanyaan Penelitian dan Sasaran Penelitian Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dihasilkan pengetahuan yang dapat menjawab
Lebih terperinciEVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR
EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dalam populasi masyarakat ekonomi. Usaha
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan
Lebih terperinci