III. METODOLOGI PENELITIAN. penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODOLOGI PENELITIAN. penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat"

Transkripsi

1 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Menurut teori Lewis (Todaro, 1988), tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat akumulasi kapital sektor modern. Semakin cepat tingkat akumulasi kapital, semakin tinggi tingkat pertumbuhan sektor moderen dan semakin cepat penciptaan lapangan kerja baru di kota. Akan tetapi kenyataan itu tidak terjadi karena keuntungan para kapitalis cenderung diinvestasikan kembali pada barang-barang modal yang lebih canggih dan lebih hemat tenaga kerja. Sehingga meskipun jumlah output telah meningkat sangat tinggi, upah secara keseluruhan dan kesempatan kerja tetap tidak berubah, semua output tambahan diterima oleh pengusaha dalam bentuk kelebihan keuntungan. Marx dalam Hayami (2001) mengasumsikan bahwa pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri lebih lambat daripada kecepatan akumulasi kapital, bahkan adanya penggunaan teknologi modern pada industri-industri menyebabkan terjadinya penekanan penggunaan jumlah tenaga kerja dan tingkat upah buruh. Kenyataan ini mengakibatkan pertumbuhan industri-industri di kota-kota tidak diikuti oleh pertumbuhan jumlah kebutuhan tenaga kerja di sektor industri. Model pembangunan ekonomi kapitalis Marx menjelaskan sebagai berikut : Sebagaimana tampak pada Gambar 1 pada periode awal (0) kurva permintaan tenaga kerja pada sektor kapitalis modern terletak pada garis D 0 D 0 yang sama dengan kapital (K 0 ). Keseimbangan awal terjadi pada titik A dengan tenaga kerja OL0 pada upah rata -rata OW. Menurut asumsi Marx, jumlah pekerja yang mencari pekerjaan dalam sektor industri modern sama dengan WR 0 yang

2 lebih lebar dari OL 0. Dari gambar tersebut terlihat bahwa jumlah tenaga kerja yang dapat diperkerjakan di sektor industri moderen hanya sebesar WA, sehingga masih tersisa sejumlah tenaga kerja yang mencari pekerjaan di sektor industri sebesar AR0. Tenaga kerja yang tidak mendapatkan pekerjaan di sektor industri modern ini (AR 0 ), akan mempertahankan keberadaannya atau dapat menjaga subsistennya pada aktivitas informal di kota. (W) D 1 u p a h W D 0 S0 A B R 0 R 1 S1 0 L 0 L 1 Sumber : Hayami, Y D 0 (K 0 ) D1(K1) (L) Gambar 1. Model Pembangunan Ekonomi Kapitalis Marx Karena para pemilik modal (kapitalis) cenderung menginvestasikan keuntungan yang diperolehnya dalam teknologi, yang mengakibatkan peningkatan permintaan jumlah tenaga kerja menjadi lebih lambat (dari OL 0 ke OL 1 ), sedangkan pertumbuhan output meningkat tajam dari daerah AD 0 OL 0 ke BD 1 OL 1, yang menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran tenaga kerja BR 1. Kelebihan permintaan tenaga kerja di sektor industri moderen tidak akan pernah

3 terjadi, karena kurva upah horizontal pada industri model kapitalis, yang menyebabkan peningkatan jumlah pencari kerja di sektor industri yang tidak mendapatkan pekerjaan akan memasuki sektor informal yang lebih bersifat subsisten. Jadi tenaga kerja di sektor informal ini merupakan industrial reserve army sebagaimana dikemukakan Marx. Pengamatan data statistik menunjukkan bahwa jumlah migran selalu memperlihatkan kecenderungan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun migran tidak atau belum mendapatkan pekerjaan tetap di kota keputusan migran untuk pulang kembali ke daerah asal tampaknya jarang terjadi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang dilakukan dalam mempertahankan hidup di kota. Bagaimana perilaku migran sejak awal kedatangannya di kota dan bagaimana strategi yang ditempuh untuk bertahan hidup (survive) di kota. Menarik untuk dikaji sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2. pada dasarnya ada dua tahapan yang dilalui pelaku sektor informal dalam mempertahankan keberadaannya di kota, yaitu; 1. Strategi pemenuhan kebutuhan dasar; bentuk strategi yang digunakan dalam memperoleh pekerjaan di kota. 2. Strategi peningkatan kesejahteraan; tahap pengembangan usaha untuk meningkatkan perolehan penghasilan.

4 pendapatan formal informal waktu Gambar 2. Bagan mobilitas sosial ekonomi informal Asumsi yang mendasari tahapan mobilitas sosial ekonomi sektor informal adalah : (1) bahwa tidak ada migran yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan sesaat setelah tiba di kota, artinya bagaimanapun caranya migran yang bersangkutan akan mendapatkan penghasilan dari sektor informal, sambil mencari pekerjaan yang lebih sesuai di sektor lainnya. (2) bahwa semakin lama migran berada di kota akan semakin banyak hubungan, dan sistem informasi mereka lebih baik sehingga penghasilan yang diperoleh akan lebih tinggi dibandingkan dengan yang baru datang ke kota, meskipun dengan tingkat keterampilan yang sama. Ekonomi di sektor informal umumnya berkisar pada produk-produk yang kecil, mudah dipindahkan, dan disimpan, serta penawaran jasa yang sangat mudah diakses oleh setiap orang. Oleh karenanya pola pasar barang atau jasa di sektor informal membentuk rantai jalur pasar yang panjang, melewati sejumlah pedagang, mengakibatkan sistem pemasaran yang terbentuk memberikan keuntungan yang tipis atau kecil. Hal inilah yang menyebabkan produktivitas di

5 sektor informal sangat rendah, tetapi memberikan peluang yang sangat besar dalam kesempatan kerja, karena banyak celah kegiatan ekonomi yang terbentuk sepanjang jalur produksi. Sebagai sumber penghidupan, ekonomi informal merupakan pilihan pantas dan rasional bagi migran di kota. Ekonomi ini dapat memberikan tingkat penghasilan yang setara dengan lapisan bawah ekonomi formal, dan menawarkan secara terbuka untuk memperoleh tingkat penghasilan maksimal bagi semua pelakunya. Pada sektor formal, tingkat pendapatan berbeda-beda untuk tiap golongan dan jenis pekerjaan, yang ditentukan oleh beberapa faktor, seperti pendidikan, dan lama mengabdi. Demikian juga pada sektor informal, ditemukan hal yang sama. Namun demikian, pada sektor informal tidak berlaku ukuran baku, bahwa tingkatan tertentu dalam suatu jenis usaha akan menunjukkan tingkat pendapatan yang sama. Bahkan meskipun jenis barang dan jasa yang di pasarkan sama, lokasi, lama bekerja dan statusnya sama, perolehan penghasilan bisa berbeda. Sehingga menarik untuk dikaji faktor-faktor apa yang sebenarnya mempengaruhi tingkat pendapatan migran informal. Berdasarkan teori, tinjauan pustaka, dan pengamatan lapang, diduga kuat bahwa umur, pendidikan, status kawin, lama bekerja di kota, mobilitas horizontal, mobilitas vertikal, status pekerjaan, daerah asal, dan jenis usaha merupakan faktor -faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan migran sektor informal.

6 3.2. Metode Penelitian Dengan bertitik tolak pada kerangka pemikiran yang telah diuraikan terlebih dahulu, maksud utama sub bab ini membahas antara lain, cara penentuan wilayah survei, model analisis yang digunakan untuk menganalisa permasalahan, menguji hipotesis yang telah diutarakan dan cara penguraian terhadap variabel yang dipilih Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Agustus sampai Desember 2002 di Kota Tangerang. Dipilihnya Kota Tangerang secara sengaja didasarkan pada tingkat perkembangan ekonomi wilayah, dimana sebelumnya Kota Tangerang yang merupakan bagian administratif dari Provinsi Jawa Barat, yang berkontribusi pada 1/3 dari PDRB Jawa Barat. Saat ini Kota Tangerang merupakan bagian dari Provinsi Banten, adalah kota yang paling tinggi pertumbuhan ekonominya. Letak wilayahnya yang berbatasan dengan Jakarta, menjadikan Kota Tangerang berfungsi sebagai salah satu kota penyangga DKI Jakarta. Indikator yang digunakan adalah pesatnya perkembangan Kota Tangerang, ini dapat terlihat jelas dari jumlah prasarana dan sarana penduduk yang semakin banyak dan berskala besar, tingginya PDRB, dan meningkatnya arus tenaga kerja dari desa ke kota (migrasi), yang tergambar dari peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk keseluruhan, yang dapat menggambarkan secara jelas kaitan migrasi dengan sektor informal, ekonomi migran yang bekerja di sektor informal, serta bentuk strategi yang dilakukan dalam mempertahankan keberadaannya di kota.

7 Kota Tangerang terdiri dari 13 kecamatan, yaitu Kecamatan Ciledug, Larangan, Karang Tengah, Cipondoh, Pinang, Tangerang, Karawaci, Jatiuwung, Cibodas, Periuk, Batuceper, Neglasari, dan Kecamatan Benda. Penelitian ini dilakukan di lima kecamatan, yang mewakili tipe kecamatan padat penduduk dan kecamatan padat industri, yaitu; Kecamatan Tangerang (padat penduduk), Kematan Cibodas (padat industri), Kecamatan Karawaci (padat penduduk dan industri), Kecamatan Cipondoh (padat penduduk dan industri), dan Kecamatan Ciledug (padat penduduk dan industri) Model Analisis Pertanyaan mendasar dari analisa ini adalah untuk menelaah mengapa pekerja sektor informal ini masih terus berkembang walaupun mereka hanya sekedar dapat bertahan hidup (survival). Perkembangan sektor informal ini bahkan memperlihatkan potensi yang tidak kalah dengan sektor lainnya. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pangsa (share) tenaga kerja di sektor informal yang laju pertumbuhannya lebih besar daripada sektor industri. Tidak semua migran segera memperoleh pekerjaan di sektor informal. Dengan menggunakan analisa deskriptif dari acuan hasil data primer (150 responden), akan dikaji hubungan antara karakteristik migran dengan tingkat ekonomi. Fokus kajian penelitian pada empat kelompok pelaku ekonomi informal (pemulung, lapa k, pedagang kakilima makanan, dan pedagang kakilima pakaian), diharapkan dapat mengungkapkan strategi yang digunakan migran dalam aktivitas ekonomi informal di Kota Tangerang dan pola ekonomi yang terbentuk di antara mereka.

8 Dihipotesiskan bahwa tingkat pe ndapatan migran di perkotaan dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, tingkat pendidikan, status kawin, lama bekerja di kota, mobilitas horizontal, mobilitas vertikal, status pekerjaan, jenis pekerjaan, dan asal daerah. Dengan alasan semakin tinggi tingkat umur, tingkat pendidikan, dan lama bekerja di kota, maka kemampuan dan pengalaman juga akan tinggi, sehingga diharapkan tingkat pendapatan yang diperoleh juga akan tinggi. Dengan status menikah, berarti harus menanggung beban hidup istri dan anak, pada kondisi ini, maka seseorang harus mendapatkan pekerjaan yang dapat memberikan tingkat penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan melakukan mobilitas horizontal; yaitu memindahkan lokasi pasar barang atau jasa atau mobilitas vertikal; yaitu mengganti barang atau jasa, maka diharapkan perolehan tingkat pendapatan juga akan meningkat. Demikian juga status pekerjaan, untuk tiap kelompok status pekerjaan yang berbeda akan memberikan tingkat pendapatan yang berbeda. Variabel jenis pekerjaan dipertimbangkan karena untuk adanya range keuntungan yang berbeda dari jenis barang atau jasa yang di pasarkan, demikian juga asal daerah yang berkaitan dengan jenis usaha. Model struktur tersebut tersusun sebagai berikut: mobilitas horizontal yang disertai perubaha n status pekerjaan dan perubahan jenis penis pekerjaan serta perubahan modal usaha (mobilitas vertikal) menyebabkan besarnya pendapatan yang diperoleh di kota. Pendapatan migran sektor informal diduga bukan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjalin dalam pola yang membentuk suatu model struktural dengan berbagai ubahan

9 antara (seperti; manajemen, informasi pasar dan keberuntungan). Model struktural tersebut tersusun sebagai berikut; X3 X5 X 2 X 4 Keterangan: X 1 = Mobilitas horizontal X 2 X 2 = Status pekerjaaan X 3 = jenis pekerjaan X 4 = Mobilitas vertikal X 5 = Pendapatan di kota Gambar 3. Model Struktur Peningkatan Pendapatan Migran Sektor Informal Untuk melihat faktor yang paling dominan memberi sumbangan efektif dalam meningkatkan pendapatan migran di perkotaan digunakan analisis regresi ganda, dengan model regresi sebagai berikut; YMIG = bo + b 1 UMIG + b 2 PEND + b 3 STAT + b 4 LAMB + b 5 MOBH + b6mobv + b7stkj 1 + b8stkj 2 + b9jnpk1 + b10jnpk2 + b 11 ASDA

10 dimana ; YMIG = Pendapatan migran sektor informal (Rp/bulan) UMIG = umur (dalam tahun) PEND = tingkat pendidikan (0=SD, 1=SMP, 2=SMA, 3=Sarjana) STAT = status perkawinan (1 = menikah, 0 = tidak menikah) LAMB = lama bekerja di kota (dalam tahun) MOBH = mobilitas horizontal (frekuensi perpindahan lokasi kerja) MOBV = mobilitas vertikal (frekuensi perpindahan jenis usaha) STKJ 1 = Status pekerjaan (1 = majikan, 0 = lainnya) STKJ 2 = Status pekerjaan (1 = usaha sendiri, 0 = lainnya) JNPK 1= Jenis pekerjaan (1= pakaian, 0 = lainnya) JNPK 2 = Jenis pekerjaan (1= makanan, 0 = lainnya) ASDA = Asal daerah ( 1= Jawa Barat, 0 = lainnya) Untuk menguji kelayakan model di atas dilakukan analisa korelasi Pearson, jika tidak ada kolinearitas atas variabel-variabel independen tersebut, maka model tersebut pantas untuk digunakan dalam menggambarkan hubungan antara variabel penjelas dengan variabel yang dijelaskan. Dalam ekonomi informal penin gkatan pendapatan berkaitan erat dengan peningkatan status kerja (tingkat sosial ekonomi). Untuk melihat hubungan status pekerjaan dengan pendapatan dilakukan pengujian dengan uji Duncan Multiple Range (DMRT), yaitu uji beda nilai tengah rata-rata pendapa tan untuk status pekerjaan. Pergeseran tingkat sosial migran dalam masyarakat tersebut dapat terjadi secara revolusioner dan evolusioner. Pergeseran tingkat sosial secara revolusioner dimaksudkan apabila migran di sektor informal kemudian meloncat terser ap

11 oleh sektor formal. Hal ini dapat terjadi terutama bagi mereka yang berpendidikan relatif tinggi dengan umur yang masih muda. Sambil bekerja di kota mereka mengamati terus pembangunan industri dan sektor modern lainnya yang membuka peluang kerja di sega la jenjang pekerjaan dari pekerja kasar hingga pekerja profesional. Terbukanya peluang tersebut merupakan daya tarik tersendiri bagi kaum migran, sehingga kerja sektor informal yang dilakukan selama itu hanya sebagai batu loncatan. Pergeseran tingkat sos ial secara evolusioner dimaksudkan bila pekerjaan migran di sektor informal berangsur-angsur berkembang hingga mampu menerobos masuk ke kategori usaha legal (sektor formal). Hasil kajian kualitatif di lapangan terhadap riwayat perkembangan pekerjaan kaum migran yang pekerjaannya berkembang ke ambang sektor formal, menunjukkan terjadinya pergeseran sektoral secara evolusioner melalui model penyatuan rekonstruksi pekerjaan sektor informal. Ekonomi informal mempunyai karakteristik yang menggambarkan hubunga n antara bentuk-bentuk ekonomi seperti produksi subsisten yang berbasis utama pada hubungan sosial lokal, seperti keluarga, tetangga, dan teman-teman, dengan kegiatan sektor informalnya, yang membangun hubungan ekonomi berdasarkan kultural di antara mereka (Evers dan Korff, 2002). Hubungan sosial diantara migran di kota, merupakan penentu untuk memasuki pasar tenaga kerja di sektor informal, sebagai persyaratan yang harus dimiliki migran dalam mempermudah mendapatkan pekerjaan. Hubungan sosial yang didasari atas kesamaan daerah asal, lebih banyak menentukan keterkaitan di

12 antara sesama migran, bukan hanya dalam hal mendapatkan informasi lowongan kerja, juga dalam hubungan antara produsen dan konsumen Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data primer migran yang bekerja di sektor informal, untuk mengungkapkan bagaimana pola ekonomi yang terbentuk, serta bentuk strategi yang dilakukan dalam aktivitas ekonomi mereka. Populasi dalam penelitian ini adalah migran yang bekerja di sektor informal, pada industri daur ulang (lapak dan pemulung), dan pedagang kaki lima (pakaian dan makanan), dengan jumlah responden sebanyak 150 orang. Responden pada industri daur ulang sebanyak 30 orang (lapak 7 orang, dan pemulung 23 orang), pedagang kakilima makanan 60 orang, dan pedagang kakilima pakaian sebanyak 60 orang. Pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan agar mudah mendapatkan informasi data yang dibutuhkan. Data sekunder jumlah penduduk dan tenaga kerja antar sektor, untuk menganalisa aliran tenaga kerja menuju ke Kota Tangerang, khususnya di sektor informal. Cara pengumpulan data adalah : a. Pengumpulan data primer dilakukan terutama dengan cara melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner, untuk menelaah ekonomi migran di sektor informal, yang dilakukan pada Agustus sampai Desember b. Pengumpulan data sekunder, untuk menganalisa aliran tenaga kerja menuju ke Kota Tangerang, publikasi tahun , meliputi data statistik, dokumentasi dan publikasi dari instansi pemerintah, seperti Biro Pusat

13 Statistik, Departemen Tenaga Kerja, Kantor Badan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Pengujian Hipotesis Analisa deskriptif digunakan dengan mengacu pada teori Marx dalam Hayami (2001), bahwa sektor industri formal memiliki kemampuan terbatas untuk menciptakan output dan kesempatan kerja. Oleh karena industri-industri besar dapat menekan tingkat upah dan jumlah tenaga kerja untuk mendapatkan output yang tinggi dengan menggunakan teknologi modern. Akibatnya kesempatan kerja di sektor ini tidak meningkat secara seimbang dengan kenaikan output, maka penambahan penawaran tenaga kerja baik karena migrasi atau dari penduduk kota itu sendiri, akan memasuki sektor informal, yang memiliki kesempatan kerja yang lebih luas. Untuk menguji hipotesis pertama, dilakukan telaah perilaku pelaku sektor informal pada industri daur ulang dalam hal ini pemulung dan lapak, serta pedagang kakilima, yaitu pedagang makanan dan pedagang pakaian. Bagaimana saat awal keberadaannya di kota, dan periode selanjutnya dalam mempertahankan keberadaannya di kota Tangerang. Dengan analisis deskriptif dapat terungkap strategi-strategi para migran informal dalam mempertahankan kehidupannya, maupun da lam mengembangkan potensi ekonominya. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan migran sektor informal dilakukan telaah pada status pekerjaan dengan menggunakan analisis uji Duncan, dan untuk menelaah faktor-faktor yang sangat berperan dalam peningkatan pendapatan dilakukan analisis regresi berganda dari data primer 150 responden yang meliputi;

14 umur, tingkat pendidikan, status kawin, lama kerja di kota, mobilitas horizontal, mobilitas vertikal, status pekerjaan, jenis pekerjaan, dan asal daerah Jenis Peubah dan Pengukuran a. Struktur perekonomian dan Struktur Ketenagakerjaan Digunakan data sekunder dari PDRB atas dasar harga berlaku dalam periode , dan data sekunder jumlah tenaga kerja berdasarkan sektor pekerjaan, dalam periode b. Migrasi Migrasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah migrasi tetap, yaitu migrasi dari perdesaan ke kota Tangerang dan menetap. Peubah-peubah yang diukur adalah jumlah penduduk yang melakukan migrasi dari tiap daerah ke Kota Tangerang dalam satuan jiwa, pada kurun waktu tertentu. Dan jumlah pekerja sektor informal adalah jumlah penduduk yang bekerja di setiap jenis kegiatan sektor informal. c. Status Pekerjaan Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha. Status pekerjaan dibedakan menjadi: (i) Buruh, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi dengan menerima upah baik berupa barang maupun uang. (ii) Berusaha sendiri, adalah mereka yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.

15 (iii) Berusaha dengan dibantu orang lain, adalah seseorang yang melakukan usahanya dibantu oleh anggota rumahtangga atau buruh tidak tetap (iv) Majikan dengan buruh lepas, adalah seseorang yang melakukan usahanya dengan memperkerjakan buruh tidak tetap. (v) Majikan dengan buruh tetap, adalah seseorang yang melakukan usahanya dengan memperkerjakan buruh tetap. d. Perubahan Status Pekerjaan (i) Pekerjaan Menurun, adalah kondisi seseorang yang mengalami penurunan status, misalnya dari majikan menjadi buruh. (ii) Pekerjaan stabil/ tidak berkembang, adalah kondisi seseorang yang selama di kota tidak mengalami perubahan keadaan pekerjaan. (iii) Pekerjaan berkembang, adalah kondisi seseorang yang melakukan usahanya mengalami peningkatan skala usaha (usaha berkembang). e. Definisi Ekonomi Informal Di dalam penelitian ini penulis membatasi definisi sektor informal sebagai kegiatan perdagangan barang dan atau jasa yang dapat memberikan penghasilan bagi pelakunya (minimal sebagai usaha untuk bertahan hidup), dan dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa spesifikasi tertentu yang mengikat.

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa lalu migrasi dari desa ke kota dipandang sebagai sesuatu yang positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja sedikit demi sedikit

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

IV. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang. Tangerang pada tahun 2002 sebesar jiwa.

IV. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang. Tangerang pada tahun 2002 sebesar jiwa. IV. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG 4.1. Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang Dalam kurun waktu 1995 2002 pertumbuhan penduduk Kota Tangerang sangat pesat, yaitu sebesar 4,62 % per tahun, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 120 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS JALAN DAN TATA AIR PADA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Ulviani (2010) yang berjudul : Analisis Pengaruh Nilai Output dan Tingkat Upah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. untukditeliti dan pengetahuan mengenai fenomena ini sangat berguna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada 20 tahun terakhir ini fenomena perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain atau bisa disebut juga urbanisasi menjadi salah satu fenomena sosial yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu secara rasional, empiris dan sistematis. Adapun metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen MPS yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Tangerang ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penyusunan Buku Putih Sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

[ OPISSEN YUDISYUS ]

[ OPISSEN YUDISYUS ] Ada pendapat yang mengatakan bahwa proses yang mempercepat pembangunan ekonomi adalah jumlah penduduk yang besar. Namun, ada yang berpendapat lain yaitu jumlah penduduk yang sedikit justru mempercepat

Lebih terperinci

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2012 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada

Lebih terperinci

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MP

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MP PERTUMBUHAN EKONOMI Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MP Email : asyahza@yahoo.co.id dan syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.unri.ac.id PERTUMBUHAN EKONOMI Pengertian Pertumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat. ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat. ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan di Indonesia terjadi akibat ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja merupakan salah satu diantara banyak permasalahan yang ada di Indonesia. dengan bertambahnya penduduk dari tahun ke tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Teori Kuznet pembangunan di Negara sedang berkembang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahap awal pembangunan namun disertai dengan timbulnya

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi Indonesia telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berlangsung secara terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada suatu negara terutama pada negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada suatu negara terutama pada negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada suatu negara terutama pada negara-negara berkembang memiliki tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang dapat diukur melalui pertumbuhan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal, yang pertumbuhannya sudah melebihi sektor formal (Manning, yang tidak terserapdi sektor formal (Effendi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. informal, yang pertumbuhannya sudah melebihi sektor formal (Manning, yang tidak terserapdi sektor formal (Effendi, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tertinggi di Asia Tenggara, 32 persen orang miskin tinggal di wilayah perkotaan (Morrel, 2008).Sebagian

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : NURUL KAMILIA L2D 098 455 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH & KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, oleh karena itu harus

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, oleh karena itu harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat di artikan sebagai proses transpormasi ekonomi, ketenagakerjaan, sosial, budaya dan politik masyarakat tradisional ke arah struktur ekonomi modern

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 1, Januari 2015 Halaman 1-12 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL

KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL KARAKTERISTIK DAN PELUANG TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR INFORMAL Armansyah Mahasiswa Kependudukan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Jalan Padang Selasa No.524, Bukit Besar Palembang 30139 E-mail:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan. Sampah

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008 ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Migrasi 1. Pengertian Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tujuan dengan maksud menetap. Sedangkan migrasi sirkuler ialah gerak penduduk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2003 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2003 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN

Lebih terperinci

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang berkembang (NSB) termasuk Indonesia. Sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS

PEDOMAN WAWANCARA RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS PEDOMAN WAWANCARA RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS 1. PENERIMAAN a. Metode apakah yang digunakan dalam penerimaan obat antiviral di puskesmas/rumah sakit ini? b. Darimanakah penerimaan obat antiviral di sini?

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi

Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Junaidi, Junaidi; Z,Zulfanetti; Hardiani, Hardiani ABSTRAK Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi ketenaga kerjaan di Provinsi Jambi yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421

BAB I PENDAHULUAN. kerja (juta) (2009 est) 3 Angka pengangguran (%) Produk Domestik Bruto 1,918 7,033 35,163 42,421 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu dampak dari adanya krisis ekonomi adalah melonjaknya angka pengangguran. Belum pulihnya perekonomian dan timpangnya perkembangan suatu wilayah

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survei, dengan menggunakan metode survei maka peneliti memperoleh informasi secara langsung dari responden dengan menggunakan alat yaitu kuesioner

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pengangguran di Indonesia. merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Dalam negara maju,

I. PENDAHULUAN. berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pengangguran di Indonesia. merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Dalam negara maju, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengangguran merupakan suatu fenomena yang terjadi di semua negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

Bab ini memberikan kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. BAB 2 LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Bab ini memberikan kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. BAB 2 LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Bab ini memberikan kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. BAB 2 LANDASAN TEORITIS 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan output perkapita

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG P E M E R I N T A H K O T A T A N G E R A N G Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kota Tangerang Tahun 2015 I. Latar Belakang: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuatunya yang mudah dan praktis. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh produsen

BAB III METODE PENELITIAN. sesuatunya yang mudah dan praktis. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh produsen BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Kerangka Pemikiran Teh hijau merupakan minuman yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Masyarakat moderen sekarang ini selalu menginginkan segala sesuatunya yang mudah

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Akuntansi merupakan salah satu jurusan di fakultas ekonomi yang banyak diminati oleh mahasiswa saat ini. Pendidikan akuntansi harus menghasilkan akuntan yang profesional sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output 34 KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok yang mengakibatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perkembangan penyerapan tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung semakin membuka penyerapan tenaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu elemen penting dalam tercapainya pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin besar jumlah angkatan

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang pernah dilakukan di Indonesia. tenaga kerja dengan variabel pertumbuhan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang pernah dilakukan di Indonesia. tenaga kerja dengan variabel pertumbuhan ekonomi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati, studi empiris dari penelitian sebelumnya dan Studi empiris yang dibahas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci